Kehamilan Ektopik

23
I. PENDAHULUAN Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan. Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari terapi medisinalis.

Transcript of Kehamilan Ektopik

Page 1: Kehamilan Ektopik

I. PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar

kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi

penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin

pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu,

maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau

kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini

mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara

faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi

dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada

tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun

1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan,

terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba

sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut

pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga

terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis

jarang ditemukan.

Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik

menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan

yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan

dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif

dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan

kehamilan ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus

mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus

memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari

terapi medisinalis.

Page 2: Kehamilan Ektopik

II. PATOFISIOLOGI ENDOKRIN

Integritas embrio, sebagai suatu pertumbuhan dari satu zygot menjadi struktur

blastokis yang berlekuk, yang dilindungi oleh zona pelusida. Membran

glikoprotein yang tebal ini mencegah terjadinya adhesi prematur antara embrio

dan endosalping. Blastokis harus keluar dari zona pelusida sebelum terjadi

implantasi. Normalnya, proses pengeraman blastokis terjadi di kavum uteri,

biasanya terjadi dalam 7 hari setelah ovulasi dan fertilisasi. Jika transportasi

ovum terhambat, proses pengeraman terjadi di tuba falopii. Penyebab gangguan

transportasi ovum yang telah dikenal yaitu penyakit pada tuba, seperti salpingitis

kronis atau adhesi perituba. Salpingitis dapat memperburuk mekanisme

transportasi ovum melalui proses rusaknya myosalping dari dinding tuba dan

melalui kerusakan pada endosalping, yang akan mengurangi jumlah silia tuba.

Perubahan pada siklus endokrin yang mempengaruhi tuba fallopii dapat

menyebabkan aberasi dalam transportasi ovum, yang akan membawa pada

proses pengeraman dan implantasi blastokis di tuba. Steroid ovarium yang

berperan menonjol adalah estradiol (E2) dan progesteron (P4), kedua hormon ini

berpengaruh kuat pada tuba fallopii, mempengaruhi setiap aspek pertumbuhan,

diferensiasi dan fungsi. Respon kuantitatif dan kualitatif dari tuba terhadap

hormon lain seperti katekolamin dan prostaglandin, juga berubah terhadap kadar

hormon steroid dalam darah yang bisa ditolerir. Perubahan siklik pada struktur

tuba dan fungsinya dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium ini, yang bekerja

melalui reseptor sitoplasmik spesifik yang secara kimiawi sama dengan reseptor

yang ditemukan pada bagian lain dari traktus genitalia.

Pada telaah terhadap data-data penelitian yang ada, Jansen menyimpulkan

bahwa hormon steroid ovarium mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui

perubahan-perubahan pada aktivitas adrenergik dan kepekaan, melalui

perubahan-perubahan dalam sintesis prostaglandin, degradasi, dan kepekaan, dan

melalui pengaruh langsung pada myosalping. Peningkatan aktivitas kontraksi

dipercayai merupakan proses mediasi E2, dimana P4 diperkirakan mempunyai

pengaruh tersembunyi pada otot-otot tuba. Karena itu, perubahan siklik dalam

kadar hormon membawa kepada peningkatan tonus ismika saat terjadi ovulasi

dan selama 1 – 2 hari berikutnya. Ini adalah periode dimana ovum tertahan di

Page 3: Kehamilan Ektopik

ampula dan tertunda untuk memasuki isthmus. Pengaruh P4 menjadi

berkembang pada awal fase luteal, transportasi ovum ditingkatkan melalui

mekanisme siliar, dan pergerakan blastokis menuju ke dalam kavum uteri,

dimana implantasi normal yang seharusnya terjadi.

Perbedaan sel-sel silia dari tuba falopii, termasuk siliogenesis, merupakan

proses E2-dependent yang berlawanan dengan P4. Penelitian dengan

menggunakan transmisi mikroskopik elektron (TEM) telah mencatat bahwa

siliogenesis mengambil tempat selama fase proliferasi, dan sel-sel silia matur

hanya tampak pada pertengahan siklus. Bersama-sama Desiliasi dan atrofi,

peningkatan P4 postovulasi, dimana 10% sampai 20% dari sel-sel mengalami

kehilangan silianya. Selama fase folikuler berikutnya, sel-sel ini

memperlihatkan regenerasi silial. Verhage dkk. menyimpulkan bahwa

siliogenesis adalah satu proses yang sensitif terhadap kadar E2 rendah.

Sesungguhnya, kadar E2 cukup tinggi selama keseluruhan stadium siklus

menstruasi manusia untuk mempertahankan sel-sel silia. Selama fase luteal,

meskipun, P4 dapat memblok pengaruh E2, dan fase penyembuhan (recovery)

memerlukan P4 withdrawal.

Pada mukosa tuba manusia, frekuensi denyut silia meningkat 18% selama

fase luteal. Setelah ovulasi, terjadi peningkatan yang kritis dalam ampula dan

isthmus dan tergantung pada adanya P4 dalam lingkungan E2 yang tinggi.

Perubahan dari lingkungan hormonal yang didominasi E2 ke lingkungan yang di

dominasi P4 secara temporer membawa kepada perubahan-perubahan

ultrastruktural yang menghasilkan peningkatan frekuensi denyut silia dalam

hubungan dengan transportasi ovum. Paparan yang lebih lama terhadap efek

antagonis dari P4 diluar periode transport kemungkinan disebabkan regresi silia.

Tidaklah mengherankan, bahwa perubahan utama dari kadar E2 dan P4

preovulasi diharapkan akan memisahkan mekanisme transportasi ovum

kompleks dan berpotensi menunda transit ovum. Sebagai contoh, insiden yang

tinggi dari kehamilan tuba telah dilaporkan terjadi selama hiperstimulasi

ovarium oleh gonadotropin eksogen dan selama pemberian progesteron dosis

rendah. Progesteron eksogen, yang dihantarkan melalui oral atau melalui alat

kontrasepsi dalam rahim, dapat mengurangi resistensi tuba falopii terhadap

Page 4: Kehamilan Ektopik

implantasi ektopik melalui berbagai mekanisme. Silia akan menghilang dan

myosalping boleh jadi tidak bergerak. Sebagai tambahan, sekresi tubal anionik,

yang dapat memiliki fungsi lubrikasi bagi transpor ovum sama baiknya dengan

kualitas implantation-resisting lainnya., tidak ditemukan dari tuba.

Gangguan hormonal primer yang terjadi selama hiperstimulasi oleh ovarium

masih belum jelas. Kadar E2 sirkulasi yang tinggi mungkin berperan.

Kemungkinan, kadar yang meningkat bercampur dengan peningkatan P4 atau

pengaruh-pengaruhnya pada tuba, karena itu melemahkan transpor ovum.

Laufer dkk., meskipun, telah menyimpulkan konsentrasi lokal yang tinggi dari

P4 merupakan penyebab dari nidasi tuba selama pemberian induksi superovulasi.

Peneliti ini mempelajari produksi steroid oleh sel-sel korona kumulus, yang

masih melekat pada oosit yang dibuahi selama 2 sampai 3 hari setelah ovulasi

selama perjalanannya di tuba. Para peneliti mengatakan bahwa peningkatan

lokal kadar P4, sebagai hasil dari produksi kompleks oosit-korona-kumulus

multipel (OCCC), memungkinkan ovum mengalami implantasi ektopik melalui

pergantian dalam motilitas tuba.

Implantasi blastokis di tuba mungkin disertai dengan produksi hCG yang

cukup untuk mempertahankan korpus luteum. Tergantung kepada kadar produksi

P4, dua akibat mungkin terjadi. Penurunan kadar P4 akan membawa kepada

menstruasi dan peningkatan kontraksi myosalping, yang dapat mengeluarkan

embrio ke ujung fimbria. Apakah kehamilan ektopik akan tetap in situ,

meskipun, produksi P4 trofoblast dapat membawa kepada keadaan localized

myosalpingeal quiescence. Pertumbuhan lebih lanjut dari kehamilan akan

menyebabkan ruptur tuba.

III. DIAGNOSIS

A. Diagnosis Klinik

Nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama

kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis

kehamilan ektopik. Meskipun gejala-gejala ini umumnya ditemukan dalam

komplikasi pada awal kehamilan, seperti ancaman keguguran, dan dapat juga

merupakan akibat dari keadaan yang tidak berhubungan tetapi terjadi

Page 5: Kehamilan Ektopik

bersamaan, seperti iritasi serviks, infeksi atau trauma. Gejala-gejala nyeri

abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga

sensitif. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis

secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan

fisik.

Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan

12 minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada

kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang

ada. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah

memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus

pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami

pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik. Frekuensi

dari kehamilan ektopik konkomitan dan kehamilan intrauteri dalam satu

konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Cara

yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik adalah

mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk

mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan

ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan

intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada

kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik

dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.

Karena perbedaan ini, logikanya untuk mendiagnosis kehamilan ektopik

adalah untuk diagnosis yang terarah dan prosedur pembedahan pada wanita

yang tidak memiliki kehamilan intrauteri yang viabel.

B. Petanda Trofoblastik

Berdasarkan totipotensial alami dari trofoblas, tidaklah mengherankan bahwa

jaringan ini mensekresikan sejumlah subtansi yang bervariasi, termasuk

beberapa protein yang kelihatannya unik bagi kehamilan. Tiga macam

protein telah diteliti secara luas sebagai petanda yang potensial dari

kehamilan yang viabel. Ketiga macam protein ini dapat digunakan dalam

mendiagnosis suatu kehamilan ektopik.

Page 6: Kehamilan Ektopik

1. Human Chorionik Gonadotropin

Human Chorionik Gonadotropin (hCG) memiliki berat molekul 36.000

sampai 46.000, adalah satu glikoprotein yang secara biologi dan

imunologi mirip dengan luteinizing hormone (LH). Waktu paruh hCG

kelihatannya lebih besar daripada LH (5 - 40 jam dibandingkan 1- 2

jam). Keadaan ini menggambarkan suatu kenyataan bahwa penting

untuk membedakan struktur molekul yang ada antara kedua substansi ini

dengan aksi biologis yang serupa. Sebagai contoh, Kadar asam sialat

dari hCG adalah lebih besar daripada LH. Lebih jauh, 28- 30 asam

amino terminal pada ujung karboksi dari subunit β glikoprotein mewakili

deretan yang unik yang membedakan molekul ini dari LH. Semua

hormon glikoprotein, hCG, LH, FSH, TSH, membagi dengan dekat

subunit α identik, yang secara esensial dapat dipertukarkan. subunit α ini

dapat direkombinasikan dengan setiap empat subunit β yang berbeda

untuk membentuk satu produk yang memiliki ciri aktivitas biologik

komponen subunit β. hCG diproduksi oleh sinsitiotrofoblas selama

kehamilan, juga dibuat oleh jaringan trofoblastik jenis lain, termasuk

yang berasal dari chorioadenoma destruens, choriocarcinoma, dan mola

hidatidosa.

Produksi ektopik dari hCG telah dicatat dengan baik dan telah

diidentifikasi dalam plasma orang dewasa normal yang tidak hamil.

HCG tampaknya berfungsi sebagai satu hormon luteotrofik selama

kehamilan. Hormon ini mempertahankan korpus luteum, karena itu

menghasilkan produksi P4 yang berkelanjutan yang diperlukan untuk

pertumbuhan endometrium sampai plasenta mengambil alih perannya.

Sebagai tambahan, data yang didapat Jaffe mengatakan bahwa hCG

dapat maengatur produksi steroid dalam fetus, termasuk produksi

dehidroepiandrosteron sulfat (DHA-S) oleh kelenjar adrenal fetus dan

produksi testosteron oleh testis. HCG dapat dideteksi dalam kehamilan

spontan setelah hari ke-9 LH surge. Deteksi awal dalam darah ibu telah

ditemukan memiliki korelasi dengan implantasi blastokis dan secara

spesifik dengan saat lakuna menerima aliran darah ibu.

Page 7: Kehamilan Ektopik

Pada kehamilan awal, hCG kelihatannya disekresikan dalam bentuk

episodik dan pulsatil, yang paralel dengan sekresi progesteron. Fluktuasi

ini telah diperlihatkan pada penentuan dari kedua kadar serum hCG

secara imunoaktif dan bioaktif. Dengan demikian pola sekresi

menyarankan adanya stimulasi yang intermiten terhadap corpus luteum

oleh hCG dan adalah dalam kesepakatan dengan efek stimuilasi yang

telah diketahui dari pelepasan gonadotropin secara pulsatil atas sekresi

steroid ovarium. Meskipun dobling time kadar plasma hCG telah

diasumsikan konstan dalam awal kehamilan intrauteri normal, jangkauan

yang telah dilaporkan bervariasi antara 1,3 – 3,3 hari. Sebagai contoh,

Lenton dkk. Telah menyimpulkan bahwa dobling time 1,3 hari

berhubungan dengan dobling time yang diketahui dari massa sel

trofoblastik.

Penelitian yang dilakukan Pittaway dkk. Mengantarkan isu mengenai

variabilitas. Mereka memperlihatkan bahwa laju eksponensial dari

peningkatan konsentrasi serum hCG adalah tidak konstan selama

minggu-minggu pertama postmenstruasi dari kehamilan normal. Pada

kenyataannya, dobling time dari deteksi awal hCG sampai kira-kira hari

ke-35 setelah onset periode menstruasi terakhir yang diobservasi adalah

1,4 – 1,6 hari.

2. Human placental lactogen (hPL)

Human placental lactogen (hPL) merupakan polopeptid rantai tunggal

dari asam amino 190 dengan dua jembatan disulfid. Protein ini 96%

homolog dengan hormon pertumbuhan. HPL juga dikenal sebagai

human chorionic somatotropin (hCS). Selain bermakna secara struktural

homologi , hPL memiliki aktivitas somatotrofik hormon pertumbuhan

kurang dari 3%. Pada penelitian terhadap binatang, telah ditemukan

untuk menampilkan 50% dari aktivitas laktogenik dari prolaktin (PRL).

HPL disintesis oleh lapisan sinsitiotrofoblas dari plasenta. Tidak hanya

dapat dideteksi dalam urin dan serum pada kehamilan normal atau mola,

tetapi juga telah dapat ditemukan pada urin pasien dengan tumor

trofoblastik dan pada laki-laki dengan choriocarcinoma pada testis. HPL

Page 8: Kehamilan Ektopik

memiliki waktu paruh 14 – 29 menit. Kadar protein ini dalam sirkulasi

telah dihubungkan dengan berat janin dan berat plasenta, kadar yang

beredar dalam darah meningkat 10 kali atau lebih besar dari trimester

pertama ke trimeser ketiga. Tidak ada variasi circadian. Selam 4 minggu

terakhir kehamilan, kadar hPL mendatar. HPL dengan cepat menjadi

tidak terdeteksi dalam serum dan urin setelah lahirnya plasenta atau

evakuasi uterus.

Kaplan dkk. Telah mempelajari hPL secara luas dan mengajukan

bahwa efek metabolik yang utama selama kehamilan adalah menambah

kebutuhan nutrisi janin. Sebagaimana menurunnya suplai glukose

selama keadaan kelaparan, kadar hPL meningkat, yang akan

menstimulasi proses lipolisis. Satu alternatif dari sumber energi ini

disiapkan untuk ibu dengan cara meningkatkan kadar asam lemak bebas

dalam darah. Konsekuensinya, glukose dan asam amino dapat

diantarkan bagi janin. Selama keadaan kenyang dan dalam respon

terhadap peningkatan kadar glukose, sekresi insulin meningkat dan

sekresi hPL menurun, membawa kepada penggunaan glukose dan proses

lipogenesis. Karena peningkataan kebutuhan substrat dari janin sebagai

suatu perkembangan kehamilan, peran fungsional hPL diperkirakan lebih

bermakna dalam trimester kedua dan ketiga Baik radioimunoassay (RIA)

dan tes inhibisi hemaglutinasi telah berkembang untuk mengukur jumlah

hPL.

3. Glikoprotein β1 kehamilan spesifik

Hormon ini memiliki waktu paruh 21 – 60 jam, mewakili protein khusus

lainnya yang disekresikan oleh sinsitiotrofoblas. Protein ini memiliki

berat molekul 90.000 dan memiliki kandungan karbohidrat sebesar

29,3%. Segera setelah implantasi blastokis, hormon PSBG muncul

dalam sirkulasi maternal dan memperlihatkan hubungan yang bermakna

dengan kadar hCG dan hPL sepanjang trimester kedua dan ketiga (gbr.

25-2). Selama trimester kedua dan ketiga pola hPL dan sekresi PSBG

berlanjut secara paralel sesuai dengan pertumbuhan massa trofoblastik.

Page 9: Kehamilan Ektopik

Secara fungsional PSBG telah dapat diuraikan. Tes inhibisi

hemaglutinasi dan RIA dapat digunakan untuk mengukur protein ini.

Dengan jelas ketiga protein yang digambarkan sebelumnya

memenuhi syarat sebagai petanda trofoblastik dan karena itu dapat

digunakan sebagai tambahan dalam mendiagnosis kehamilan. Pada

kenyataannya, pemeriksaan hCG secara kualitatif dan kuantitatif menjadi

dasar pemeriksaan kehamilan yang diakui saat ini. Penegakan diagnosis

kehamilan merupakan hal yang penting dalam membedakan antara satu

kehamilan ektopik dengan penyebab lain dari nyeri akut abdomen bawah.

Penundaan yang didasarkan atas gejala klinik saja merupakan hal yang

umumnya terjadi, dan morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan

dengan keterlambatan waktu antara munculnya gejala dan penegakan

diagnosis. Perkembangan sistem RIA yang sensitif dan cepat secara

klinis berguna dalam penatalaksanaan terhadap masalah ancaman

kehidupan yang potensial. Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa

lebih dari 90% wanita dengan kehamilan ektopik akan menghasilkan

hCG dalam darah mereka ketika diukur dengan RIA β-subunit. Dua

kelompok peneliti mengukur PSBG dengan RIA pada populasi penderita

yang sama dan menemukan akurasi dalam tingkat yang sama.

Braunstein dan Asch membandingkan nilai prediksi serum hCG,

PSBG dan hPL yang diukur dengan menggunakan RIA dalam

mendiagnosis suatu kehamilan ektopik. Para peneliti memperlihatkan

bahwa secara kuantitatif konsentrasi serum β-hCG maternal yang rendah

lebih sensitif dalam deteksi keehamilan ektopik dibandingkan dengan

konsentrasi PSBG yang rendah (gbr 25.3). Sebagai tambahan,

pengukuran PSBG tidak membuktikan lebih berguna atau lebih benilai

efektif dariapada pemeriksaan β-hCG. Satu penelitian awal telah

memperlihatkan bahwa sensitivitas pada pemeriksaan hPL tidak cukup

untuk mendeteksi jumlah hormon ini dalam serum ibu sebelum periode

missed pertama. Tidaklah mengejutkan, Braunstein dan Asch

menemukan bahwa pengukuran hPL tidak berguna dalam mendiagnosis

Page 10: Kehamilan Ektopik

banding suatu kehamilan ektopik, sejak konsentrasi yang tidak dapat

dideteksi memberikan sedikit informasi selama awal kehamilan.

Secara ringkas, pengukuran β-hCG serum atau urin dengan RIA

memberikan konfirmasi yang sensitif dan spesifik dalam mengeluarkan

suatu diagnosis kehamilan ektopik.

III. Pemeriksaan gonadotropin dalam mendiagnosis kehamilan ektopik

Penggunaan pemeriksaan hormon dalam kehamilan dimulai lebih dari 50 tahun

yang lalu dengan melakukan pendeteksian terhadap hCG urin wanita hamil.

Jadi, pemeriksaan ini menjadi memungkinkan untuk menentukan viabilitas dari

ancaman terhadap kehamilan melalui kadar gonadotropin yang rendah atau

adanya penurunan kadar secara serial jauh sebelum fungsi plasenta berhenti dan

sebelum terjadi perdarahan uterus. Perkembangan berikutnya dalam tes

kehamilan telah difokuskan pada perbaikan dalam sensitivitas, spesifisitas,

kecepatan, dan simplisitas pemeriksaan, dan juga dalam hal pengurangan biaya

pemeriksaan. Sejak kehamilan ektopik bertanggungjawab terhadap 11%

kematian maternal di Amerika Serikat, tes diagnostik yang akurat dan cepat akan

memberikan keuntungan yang bermakna bagi para dokter dan pasien.

Sensitivitas menjadi satu hal yang lebih diperhatikan daripada kehamilan normal

karena jaringan trofoblastik yang ektopik diketahui mensekresikan sedikit hCG.

Sebagai tambahan, karena kesamaan struktural antara LH dan hCG, sistem

pemeriksaan dengan spesifisitas maksimum menjadi sangat penting dalam

keadaan yang secara potensial mengancam kehidupan ini.

Teknik Tes kehamilan yang telah berkembang dapat dibagi atas 5 kategori:

1. bioassay, yang menggunakan hewan intak, 2. metoda imunologi, yang

menggunakan hemaglutinasi atau latex aglutinasi, 3. RIA, yang memerlukan

radiolabeled hormone dan antiserum, 4. radioreceptor assay (RRA), yang

memerlukan petanda hormon dengan aktivitas biologi dan reseptor spesifik, dan

5. enzyme linked immunoabsorbant assay (ELISA), yang menggunakan petanda

hormon dan antiserum. Perbaikan dalam deteklsi hCG telah memungkinkan

dengan melakukan purifikasi hormon ibu dan penguraian dari subunit α-

nonspesifik dan hormon subunit β spesifik. Hormon glikoprotein manusia (LH,

Page 11: Kehamilan Ektopik

FSH, TSH, hCG) disusun dari dua subunit yang berbeda dan rantai yang

nonkovalen. Subunit α disusun diantara hormon-hormon ini, tetapi komposisi

asam amino subunit β berbeda secara bermakna. Informasi ini dibawa oleh

subunit-β yang menunjukkan aktivitas hormonal yang spesifik yang

diekspresikan dalam hubungan dengan Subunit- α.

A. Bioassay pada binatang intak

Generasi pertama dari tes kehamilan diuraikan pada tahun 1927 oleh

Ascheim dan Zondek pada tikus, diikuti oleh Friedman pada kelinci dan

kemudian oleh Frank dan Berman, dan oleh Kupperman dkk pada tikus.

Bioassay ini dilakukan dengan cara menyuntikkan urin atau serum ke dalam

tubuh binatang intak. Titik akhir dari pemeriksaaan ini adalah hipertrofi

ovarium, hiperemis, dan perdarahan. Sistem ini memerlukan binatang dalam

jumlah yang banyak, purifikasi parsial dari sampel, dan waktu penampilan

dari beberapa hari sebelum hasil yang didapat memuaskan. Sebagai

tambahan, penyakit yang tidak diketahui atau infeksi pada binatang tersebut

dapat mempengaruhi akurasi dari tes-tes tersebut. Galli-Mainini

mempersingkat dari waktu pemeriksaan dengan mengembangkan suatu

bioassay yang menggunakan katak jantan. Penyuntikan serum atau urin yang

mengandung hCG menyebabkan keluarnya sperma pada kloaka binatang

dalam 1 sampai 5 jam. Biaya yang diperlukan dalam mempertahankan

suplai bintang yang diperlukan membuat metode ini menjadi tidak praktis.

Secara umum, pemeriksaan bioassay in vivo ini relatif tidak tidak spesifik,

tidak sensitif, memerlukan banyak biaya, dan waktu. Konsekuensinya,

sistem ini tidak digunakan dalam seri penentuan dari viabilitas trofoblastik.

B. Metode imunologi

Karena hCG merupakan hormon protein, maka hormon ini memiliki

kemampuan untuk menimbulkan respon antibodi spesifik ketika disuntikkan

kedalam tubuh binatang. Proses purifikasi yang cukup terhadap molekul

hCG telah dicapai pada tahun 1060 sehingga satu serum anti hCG yang poten

dapat dapat saja meningkat pada kelinci. Pada awal tahun 1970-an generasi

kedua dari tes kehamilan dipersiapkan oleh penelitian yang dilakukan Wide

dan Gemzel dan Brody dan Carlstrom. Para penulis ini, bekerja secara

Page 12: Kehamilan Ektopik

independen, mengembangkan tes hemaglutinasi dan aglutinasi lateks

berdasarkan adanya pengikatan hCG ke sel-sel darah merah dan partikel-

partikel lateks. Sensitivitas dari sistem-sistem ini berhubungan dengan

bioassay dan menghasilkan keuntungan dengan performans yang sama, satu

derajat reprodusibilitas yang tinggi, dan biaya yang rendah dan waktu yang

singkat. Pemeriksaan imunologi were hindered, meskipun melaui adanya

kesamaan struktur antara LH dan hCG. Sebagai konsekuensinya, sensitivitas

tes ini menjadi rendah untuk menghindari positif palsu dalam identifikasi

LH. Baik tes-tes kehamilan biologi dan imuniologi menghasilkan

sensitivitas yang mencapai 500 – 1000 mIU/mL, dan kehamilan dapat

dideteksi dengan akurasi sampai 95% pada 6 minggu setelah periode

menstruasi terakhir (gbr 25-4). Sayangnya, sejumlah besar dari kehamilan

normal awal (kurang dari 6 minggu), ancaman keguguran dan missed

abortion, tumor-tumor trofoblastik, dan paling sedikit 50% dari kehamilan

ektopik, kadar hCG-nya kurang dari 500 mIU/mL, tidak akan dapat

dideteksi.

C. Radioimmunoassay

Dengan berkembangnya teknik RIA pada tahun 1968 dan kemampuan

pemurnian yang tinggi dengan menggunakan radioisotop, pemeriksan yang

lebih sensitif dapat dilakukan (ambang batas: 10 – 20 mIU/ml hCG).

Peningkatan kadar hCG kira-kira dapat diukur sejak 12 hari setelah ovulasi

dan mencapai puncaknya antara hari ke-45 dan ke-70. Sekali lagi, RIA

menghasilkan nilai yang menjadi gambaran dari LH dan hCG sebagai akibat

dari reaksi silang antara kedua glikoprotein ini. Generasi ketiga dari tes

kehamilan diperkenalkan oleh Vaitukaitis dkk pada tahun 1972. Mereka

melaporkan satu subunit β-hCG RIA yang memungkinkan pengukuran

terpisah dari hCG dalam keberadaan LH. Hasil positif palsu encountered

pada awal sistem pemeriksaan karena kesamaan struktur antara LH dan hCG

dapat dihindarkan melalui pemanfaatan subunit β-hCG RIA. Perlu

diperhatikan bahwa meskipun sebagian besar antibodi yang meningkat untuk

melawan subunit β-hCG tetap dapat dideteksi hormon yang utuh, yang

biasanya merupakan bentuk imunoreaktif utama yang mengalir dalam darah.

Page 13: Kehamilan Ektopik

Sensitivitas dari sistem ini cukup baik untuk membedakan hCG dari kadar

LH pada fase folikuler dan fase luteal (ambang batas; < 5 mIU/mL hCG).

Kehamilan ektopik atau kehamilan intrauteri dapat dideteksi pada sekitar

usia kehamilan 8 – 10 minggu. Bagaimanapun juga, untuk waktu

pemeriksaan yang cepat dan uintuk pemeriksaan serial, teknik ini tidak

begitu praktis, sejak diperlukannya waktu inkubasi selama 36 jam.

Untuk mengatasi masalah waktu inkubasi yang lama, sejumlah

modifikasi diajukan. Pada awalnya, usaha untuk mengurangi waktu sering

disertai dengan pengurangan sensitivitas, spesifisitas, dan reprodusibilitas.

Beberapa sistem β-hCG RIA yang baru-baru ini dapat digunakan,

menggabungkan derajat sensitivitas yang tinggi dengan performans yang

cepat. Tes kualitatif RIA pada urin atau serum dapat membantu para dokter

dengan hasil pemeriksaan yang didapat dalam 30 menit, dengan insidens

negatif palsu kurang dari 2% (ambang batas: 20 – 50 mIU/mL). Sistem

kuatitatif memerlukan waktu yang lebih banyak karena masa inkubasi

memanjang tetapi dapat dicapai sensitivitas hingga 100% (ambang batas:

<11,5 mIU/mL hCG).

D. Radioreceptor assay

Pada tahun 1974, Saxena dkk. Memperkenalkan RRA untuk pemeriksaan

hCG yang mengukur molekul secara keseluruhan yang berbatasan dalam in

vitro ke sisi reseptornya. Reseptor dalam membran plasma dari corpus

luteum bovine menyediakan satu ikatan protein biospesifik untuk secara

biologis molekul hCG yang aktif dan intak. Reseptor tidak mengenal subunit

B-hCG. Satu keuntungan RRA dibandingkan RIA adalah waktu performans

yang cepat. RRA dapat menjadi komplit dalam 1 jam dengan sensitivitas

komparabel. Sedangkan kerugian utama dari sistem reseptor ini adalah

ketidakmampuan untuk membedakan LH dari hCG. Berdasarkan hal ini,

sensitivitas tes yang bersifat komersil dapat digunakan secara cepat telah

adjusted ke tingkat yang cukup tinggi untuk mengeluarkan Konsentrasi LH

yang normalnya ditemukan selama pertengahan siklus fase preovulasi LH

surge dan tingkat konsentrasi LH yang tinggi ditemukan pada wanita

postmenopause (gbr 25-4). Meskipun RRA memiliki sensitivitas yang

Page 14: Kehamilan Ektopik

inherent dapat dibandingkan dengan subunit β-hCG RIA (ambang batas: 1 –

5 mIU/mL hCG), yang sangat berguna bagi deteksi awal kehamilan ektopik

yang dapat terganggu oleh interfering levels LH endogen.

E. Enzyme-linked Immunoabsorbant Assay

ELISA baru-baru ini merupakan satu prosedur tes kehamilan yang sangat

populer. Satu antibodi monoklonal yang spesifik dibuat oleh teknologi sel

hibrid is employed. Satu enzim (daripada satu campuran radioaktif, seperti

pada RIA) mengidentifikasi antigen suatu substansi yang diukur. Reaksi

perubahan warna yang sederhana dipacu oleh enzim, yang dapat

interpretasikan dengan mata atau spektrometer, merupakan titik akhir dari tes

ini. Ambang batas dari detreksi hCG dilaporkan berada dalam rentang 25 –

50 mIU/mL. Peranan ELISA, sebagai tes skrening awal dalam membedakan

antara kehamilan ektopik dan keadaan akut ginekologi lainnya yang telah

diteliti.

Pada pertengahan tahun 1970-an bioassay in vitro dikembanghkan

berdasarkan produksi testosteron oleh sel-sel interstisial tikus dalam respon

terhadap perangsangan LH atau hCG. Sistem ini sedikit tidak praktis,

sesitivitas yang tinggi dan determinasi yang akurat dari aktivitas

gonadotropin dibandingkan terhadap bioassay in vivo yang lebih awal.

Modifikasi terbaru dari sistem ini menghasilkan satu pemeriksaan hCG

dengan ambang batas 0,065 mIU/mL.

Meskipun pola sekresi dari bioassay hCG selama kehamilan telah

ditemukan sama dengan pola hormon imunoasssay, konsentrasi dari

pembentuk biasanya lebih besar dibandingkan yang diukur kemudian.

Penjelasan mengenai pengamatan ini masih kabur. Telah diusulkan,

meskipun, bahwa perbedaan antara bioaktivitas dan imunoaktivitas hCG

dalam serum mungkin disebabkan oleh perbedaan alami dari sisi

conformation hormon yang dikenali oleh sel target dan antisera, masing-

masing. Perbedaan ini secara klinik tidak bermakna dalam setting dari satu

kemungkinan kehamilan ektopik. Lebih kurang 24 jam diperlukan untuk

melengkapi bioassay sensitif exquisitely ini. Sebagai gambaran dari waktu

performans yang panjang dan availabilitas yang terhambat, teknik ini akan

Page 15: Kehamilan Ektopik

menyisakan satu alat penelitian yang bernilai tetapi tidak disukai sebagai

suatu metode yang praktis dalam tes kehamilan.

Sebagaimana yang telah ditunjukkan lebih awal, kejadian dari laju

sekresi subunit hCG yang tidak seimbang selama kehamilan meyediakan satu

rasionalisasi bagi pengamatan terhadap kedua subunit α dan kadar hCG

dalam gangguan obstetrik dan ginekologi. Barnea dkk. Mengusulkan bahwa

kadar α-hCG merupakan tanda yang sensitif bagi kesejahteraan plasenta pada

awal kehamilan. Dalam pertunjukan retrospektif, mereka mengukur α-hCG

dengan RIA dalam sampel serial dari 38 wanita dengan kehamilan ektopik

yang terbukti secara histologi dan 27 wanita dengan kehamilan intrauteri.

Penulis ini memperlihatkan bahwa peningkatan dalam α-hCG antara 5 – 10

minggu secara bermakna lebih tinggi pada kelompok former 7 kali vs 0,6

kali). Telah dianggap bahwa terjadi kerusakan dalam kemampuan dari

trofoblas yang berimplantasi ektopik untuk mensintesis β-hCG tetapi bukan

α-hCG. Konsekuensinya, α-hCG meningkat dalam hCG yang low intact,

fungsi trofoblas yang aberans mungkin pertama-tama ditandai oleh

peningkatan kadar α-hCg. Pengukuran α-hCG dalam hubungan dengan

determinasi hCG dapat dibuktikan dengan baik menjadi alat diagnostik yang

bernilai dalam evaluasi awal kehamilan.

IV. Kombinasi penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan kuantitatif

gonadotropin korionik manusia subunit β

Pemeriksaan ultrassonografi pada pelvis digunakan secara luas untuk menilai

secara klinis pasien-pasien yang dalam keadaan stabil diduga menderita

kehamilan ektopik. Sulit sekali untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik

yang positif dengan ultrasonografi, meskipun begitu ultrasonografi sering lebih

efektif dalam mengeluarkan diagnosis ini melalui memperlihatkan suatu

kehamilan ynag intrauteri. Kadar dkk. Bekerja dengan ultrasonografi gray-scale

dengan satu pemeriksaan kuantitatif RIA terhadap β-hCG dan menemukan

bahwa kantong kehamilan dari suatu kehamilan normal menjadi dapat dideteksi

apabila kadar hCG diatas 6000 – 6500 mIU/mL (Tabel 25-1). Penemuan mereka

menunjukkan bahwa dengan tidak ditemukannya kantung kehamilan intrauteri,

Page 16: Kehamilan Ektopik

nilainya menjadi rendah untuk dapat dipertimbangkan dalam penegakan

diagnosis. Satu kantung kehamilan intrauteri, meskipun diperlihatkan dalam

hubungan dengan nilai hCG yang dibawah zona diskrimatory menunjukkan

kecenderungan yang tinggi terjadi kehamilan yang abnormal. , yaitu missed

abortion atau kehamilan ektopik (tabel 25-2). Lebih jauh lagi, dengan tidak

adanya kantung kehamilan intrauteri, nilai hCG yang melebihi zona

diskriminatory memberi kesan suatu kehamilan ektopik.

Kerja tambahan yang dilakukan kelompok-kelompok peneliti ini adalah

mengantarkan penggunaan determinasi hCG kuantitatif serial dalam penilaian

terhadap pasien-pasien yang stabil. Telah diperlihatkan oleeh peneliti lain

bahwa angka positif palsu paling sedikit 20% dapat diharapkan apabila satu

kehamilan ditetapkan sebagai kehamilan yang abnormal atas dasar satu nilai

hCG, bahkan apabila tanggal ovulasi diketahui. Kadar dkk. Menemukan bahwa

85% atau lebih dari kehamilan normal, kadar hCG serum meningkat sedikitnya

66% dalam masa 48 jam. Dengan menentukan persentase peningkatan hCG

diatas 48 jam, laparoskopi selektif dapat dikerjakan pada wanita-wanita yang

mengalami penurunan atau peningkatan yang subnormal dari kadar hCG.

Kerugian dari pendekatan ini adalah bahwa pembedahan akan tertunda sampai

batas 48 jam pada 13% pasien dengan kehamilan ektopik. Penundaan ini tidak

indefinite, meskipun. Sekali serum hCG melampaui 6500 mIU/mL,

pemeriksaan ultrasonografi ulangan akan memperbaiki diagnosis.

Penanganan pada pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik dengan

kondisi yang stabil memerlukan tes kehamilan yang sensitif dan kuantitatif.

Sensitivitas dari pemeriksaan membantu dokter dalam mengeluarkan diagnosis

apabila hasil yang didapat negatif. Ultrasonografi merupakan alat yang bernilai

diagnosis tinggi apalagi dikombinasikan dengan pemeriksaan kasar hCG

kuantitatif. Pemeriksaan serial memberikan para dokter satu alternatif untuk

pembedahan ketika diagnosis tidak dapat ditegakkan secara ultrasonografi dan

ketika parameter lainnya seperti pemeriksaan fisik, kuldosintesis, dan kadar

hematokrit, tidak mengizinkan intervensi segera.

Page 17: Kehamilan Ektopik

V. PENATALAKSANAAN

A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.

Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu

pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama

ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.

Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. salpingotomi

linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan

konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat

ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.

1. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal

dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena

lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.

Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan

menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen

tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding

antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang

meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang

berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati

dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah

yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan

pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-

hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep

dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada

mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan

melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat

yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.

Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena

kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi

yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.

Page 18: Kehamilan Ektopik

Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan

harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa

dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga

diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada

permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi

peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan.

2. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai

satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan

mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan

kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan

merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan

mengunaka loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan

sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan

perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.

Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-

hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.

Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.

Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang

dengan jahitan terputus tambahan.

3. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba

mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan

harus segera diatasi. Hemoperitoniumj yang luas akan menempatkan

pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.

Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang

meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly

sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan

memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari

insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan

dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada

sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan

Page 19: Kehamilan Ektopik

menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat

penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

B. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi

transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan

ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan

ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat

dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang

invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan

fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu

penyembuhan.

Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah

methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan

mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi

kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan

proliferasi trofoblas.

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal

dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul

tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan

enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik,

disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan

hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,

pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara.

Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin

calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak

tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini

akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel

tersebut.

Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal

MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa

dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan

ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG

Page 20: Kehamilan Ektopik

berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka

mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai

hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG

transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya

meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap

minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada

tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain

dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis

atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya

penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif

adalah nyeri abdomen, FHB (+).

VI. RINGKASAN

Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.

Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab

kematian maternal selama kehamilan trimester pertama.

Tempat tersering mengalami implantasi ekstrauteri adalah pada tuba

Falopii (95%). Secara endokrinologis tuba dipengaruhi hormon steroid

ovarium, yaitu yang paling menonjol adalah estradiol (E2) dan progesteron

(P4). Hormon steroid ovarium ini mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui

perubahan-perubahan pada aktivitas adrenergik, perubahan dalam sintesis

prostaglandin, dan pengaruh langsung pada myosalping.

Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan kehamilan yang sensitif dalam

mendiagnosis kehamilan ektopik. Ada tiga hormon protein yang dapat dipakai

untuk mendeteksi suatu kehamilan dan dapat dipakai dalam mendiagnosis

suatu kehamilan ektopik. Dalam hal ini sensitivitas menjadi satu hal yang

lebih diperhatikan karena jaringan trofobalstik yang ektopik diketahui

mensekresikan sedikit hCG. Pengembangan selanjutnya lebih ditujukan pada

pendeteksian kadar hCG baik dalam urin atau serum. Beberapa teknik

pemeriksaan kehamilan yang telah berkembang adalah bioassay, metoda

imunologi, RIA, RRA, dan ELISA. Kombinasi pemeriksaan kehamilan

Page 21: Kehamilan Ektopik

dengan ultrasonografi memberikan nilai diagnostik yang tinggi sehingga

diagnosis suatu kehamilan ektopik dapat cepaat ditegakkan.

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan USG transvaginal

memudahkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini.

Dengan diagnosis dini tersebut maka penatalaksanaan kehamilan ektopik telah

bergeser dari mengurangi mortalitas menjadi mengurangi morbiditas dan

mempertahankan fertilitas. Diagnosis dini ini memungkinkan kita melakukan

penatalaksanaan ekspektatif atau pembedahan konservatif pada pasien dengan

kehamilan ektopik yang belum terganggu. Dalam hal ini kemoterapi dengan

methotrexate menjadi pilihan terapi untuk kehamilan ektopik yang belum

terganggu.

VII. RUJUKAN

1. Damario MA, Rock JA. Ectopic pregnancy. In: Rock JA, Thompson JD. Te Linde’s operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven, 1997: 501-527

2. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic pregnancy: Clinical gynecologic endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999: 1149-1167

3. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Endocrinology of pregnancy: Clinical gynecologic endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999:275-335

4. Doyle MB, DeCherney. Diagnosis and management of tubal disease. In: Carr BR, Blackwell RE. Textbook of reproductive medicine. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1993:507-516

5. Symonds EM. Complication of early pregnancy: abortion, extrauterine pregnancy and hydatidiform mole. In: Essential obstetric and gynaecology. 2nd ed. Churchill Livingstone,1992: 88-92

6. Hutchinson-Williams KA, DeCherney AH. The endocrinology of ectopic pregnancy. In: Endocrine disorders in pregnancy. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1986:437-450

7. Chung pun T. Ectopic pregnancy. JPOG 2001;27:17-20 8. Basuki B, Saifuddin AB. Ectopic pregnancy and estimated subsquent

fertility problems in Indonesia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:212-218

9. Basuki B. Duration of current IUD use and risk of ectopic pregnancy. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:82-87

10. Jaffe RB. Protein hormones of the placenta, decidua, and fetal membranes. In: Yen SSC, Jaffe RB. Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders,1986: 758-769

Page 22: Kehamilan Ektopik

11. Stovall TG, McCord ML. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. In Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Novak’s gynecology. 12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 487-524

12. Taber BZ. Manual of gynecologic and obstetric emergencies. Philadelphia: WB Saunders Company,1979:311-333

13. Levine D. Ectopic pregnancy. In: Callen PW. Ultrasonography in obstetric and gynecology. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Co.,2000: 912-934

14. Barnhart K, Esposito M, Coutifaris C. An update on the medical treatment of ectopic pregnancy. In: Current reproductive endocrinology. Obstet and Gyn Clin of North America 2000;27: 653-667

15. Kadar N, Caldwell BV, Romero R. A method of screening for ectopic pregnancy and its indication. Obstet Gynecol 1981;58: 162

16. Aspillagra MO, Whittaker PG, Grey CE, et al. Endocrinologic events in early pregnancy failure. Am J Obstet Gynecol 1983;147:903

Page 23: Kehamilan Ektopik