Kehamilan Dengan Sirosis Hepatis
-
Upload
nita-natalia -
Category
Documents
-
view
313 -
download
29
Transcript of Kehamilan Dengan Sirosis Hepatis
KEHAMILAN DENGAN SIROSIS HEPATIS
Bayu Mahendra*, Suwardewa*, Wibawa**
*Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran,
Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar
**Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran,
Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Abstrak
Latar belakang : Sirosis hepatitis adalah proses anatomi berupa pembentukan nodul dan
fibrosis yang menyeluruh dari hepar. Dua puluh lima sampai 75 % sirosis hepatis adalah
akibat dari infeksi Virus Hepatitis B (VHB) dan C. Bila terjadi infeksi vertikal pada
wanita hamil, terutama bayi perempuan, maka infeksi akan diteruskan pada bayi generasi
berikutnya dan seterusnya selama kehamilan dan persalinan, disamping pula sebagai
fokus infeksi penyebaran horizontal
Kasus: seorang ibu hamil, 28 tahun, letak sungsang, preeklampsia ringan, dan sirosis
hepatis dengan mengidap Hepatitis B. Pada kasus HbeAg nya negatif. Hal ini merupakan
perjalanan fase III hepatitis B. Pada fase sirosis ini tidak terjadi mitosis dan bersifat
nonreplikatif atau titernya sangat rendah.
Permasalahan : sirosis hepatis dapat mempengaruhi kehamilan dan menimbulkan
komplikasi pada trimester 1, 2, 3 serta pasca persalinan. Demikian pula kehamilan dapat
memperberat sirosis hepatis. Hepatitis B pada pasien seperti ini masih bisa mengalami
eksaserbasi. Tapi pasien kronik inaktif ini masih dapat terjadi perubahan-perubahan
histologis kerusakan hati yang berlanjut. Pada kasus ini hasil esofago gastro
duodenoskopi menunjukkan varises esophagus grade II, III dengan gastropati hipertensi
portal yang berat dengan risiko perdarahan varises.
Penatalaksanaan : tidak ada penangan spesifik terhadap infeksi virus pada penderita ini.
Selama kehamilan dilakukan pemantauan kehamilan secara ketat baik secara klinis, serta
pemeriksaan ultrasonografi dan esofago-gastro-duodenoskopi yang secara klinis
memenuhi kriteria tersebut. Mengenai cara persalinan pada dasarnya tidak ada
kontraindikasi persalinan pervaginam pada kehamilan dengan sirosis hepatis Profilaksis
yang diberikan pada bayi kasus yaitu: Hepatitis B Imun globulin yang hanya memberikan
perlindungan jangka pendek (3-6 bulan) yang diberikan pada keadaan spesifik pasca
paparan, dalam hal ini adalah persalinan dan Vaksin Hepatis B yang diberikan untuk
proteksi jangka panjang. Tiga bulan pasca imunisasi aktif terakhir Anti HBs sudah
positif.
Hasil : lahir bayi spontan Bracht ♀ 2400 gram, AS 6-8. panjang badan 48 cm, Lingkar
kepala 31 cm, lingkar dada 30 cm. Dubowitz skor 40 34-35 minggu (SMK). Ibu dalam
keadaan stabil dan tetap berada dalam keadaan kronik inaktif, kontrasepsi pilihan pada
penderita ini adalah IUCD.
Kata kunci : sirosis hepatis, kehamilan
PENDAHULUAN
Sirosis hepatitis adalah proses anatomi berupa pembentukan nodul dan fibrosis yang
menyeluruh dari hepar. Fibrosis saja bukanlah sirosis, begitu juga dengan nodul yang
parsial tanpa fibrosis bukanlah sirosis.1-10
Pembentukan nodul dan fibrosis hepar adalah akibat dari nekrosis hepatoseluler yang
dapat disebabkan berbagai faktor. Di Indonesia virus Hepatitis B merupakan penyebab
terpenting sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50%. 4,11 Secara klinis sirosis dapat
mengakibatkan dua keadaan yang berbahaya bagi penderitanya berupa kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal. Keadaan ini adalah suatu proses yang ireversibel
namun tidak progresif. 10
Insiden sirosis hepatis di belahan dunia ketiga cukup tinggi. Dua puluh lima sampai 75 %
sirosis hepatis adalah akibat dari infeksi Virus Hepatitis B (VHB) dan C. Di Asia
tenggara 15% penduduk menderita Hepatitis B pada masa bayi (transmisi vertikal) dan
anak-anak. Sembilan puluh persen akan mengidap hepatitis kronis, 25% dari nya akan
berakhir dengan sirosis hepatis. 11
Bila yang terinfeksi vertikal adalah bayi perempuan maka infeksi akan diteruskan pada
bayi generasi berikutnya dan seterusnya selama kehamilan dan persalinan, disamping
pula sebagai fokus infeksi penyebaran horizontal.11,12
Pencegahan transmisi vertikal akan menurunkan infeksi HBV, menurunkan hepatitis
kronis, dan merupakan suatu tindakan pencegahan primer untuk terjadinya sirosis
hepatis.12
Laporan kasus ini melaporkan seorang ibu hamil, 28 tahun, dengan sirosis hepatis dengan
mengidap Hepatitis B. Kami menganggap kasus ini menarik karena kejadian kehamilan
dengan sirosis hepatis sangat jarang terjadi dan belum ada pedoman yang baku
penanganan disamping kemungkinan risiko yang timbul terhadap kehamilannya dan
keselamatan ibu berkaitan dengan sirosis hepatis bila tidak mendapatkan penanganan
yang adekuat.
Laporan Kasus
Pasien, Ny. YE, 28 tahun, hamil 7 bulan. Pasien rujukan Pos praktek bidan dengan
primigravida, 29-30 minggu, letsu, T/H, Preeklampsia + Polihidramnion. Keluhan Utama
: Hamil 7 bulan dengan nafas terasa berat. Penderita datang dengan keluhan nafas terasa
sesak dan berat sejak 2 hari sebelum periksa ke poliklinik kebidanan RS Sanglah.
Bernafas dirasakan berat jika tidur disertai dengan nafas menjadi pendek-pendek. Tidak
dikeluhkan nafas berbunyi. Keluhan berkurang jika penderita berdiri atau saat
beraktivitas.
Keluhan sakit perut, keluar air, keluar blood slym dan keluhan subyektif seperti sakit
kepala, mata tampak kabur dan nyeri ulu hati tidak ada. Gerakan janin dirasakan seperti
biasa.
Penderita antenatal care di pos praktek bidan 4 kali secara teratur setiap bulan. HPHT
19-10-02. Haid teratur 30 hari sekali, 3-4 hari. Tes kehamilan positif saat kontrol pertama
kali di pos praktek bidan bulan Desember 2002. Selama ANC penderita tidak mengalami
kenaikan tekanan darah. Berat badan sebelum hamil 54 kilogram. Satu bulan terakhir
berat badan penderita meningkat 10,5 kg disertai dengan perut membesar dengan cepat
dan bengkak di kaki. Selama ANC penderita telah diberikan Tablet Fe 1 kali sehari dan
telah diberikan imunisasi tetanus toksoid 2 kali.
Riwayat penyakit sebelumnya : Penderita pernah mengalami muntah darah 1 kali pada
tahun 1998. disertai dengan berak kehitaman. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat
menderita malaria juga disangkal. Riwayat perawatan untuk hal diatas (-) . Riwayat perut
yang membesar (-), hanya terasa penuh bila penderita bekerja berat.
Datang ke rumah sakit dalam keadaan umun baik, tek. darah : 140/90 mmHg, Nadi : 84
x / menit, Respirasi : 24 x / menit, Temperatur aksila : 36,9 oC, Tinggi : 151 cm, Berat
badan : 69 kg, Spider nevi (+), Ascites (+), Hepar tidak teraba, Lien teraba sesuai dengan,
Shuffner I, Caput medusae, Fundus Uteri ½ pusat procesus xipoideus, Letak sungsang,
Bunyi jantung anak (+) 12 13 13, His (-), Odem kedua tungkai (+) Liver palmaris (+),
Rambut ketiak jarang dan rambut pubis jarang. Laboratorium : Hemoglobin 9,07,
Hematokrit 27,6, Lekosit 4,22, Platelet 91,3, Bleeding time/ Cloting time :1’ 30” /7’ 30”,
Urine lengkap : Normal, Kimia Klinik: Bilirubin total 1,10, Bilirubin direk 0,38, SGOT
33 SGPT 19, Alkali pospatase 149
Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Obstetri tanggal 13/5/03 : Fetus Tunggal hidup, 33 W
+ 2 D, EFW : 1988 g, Air ketuban cukup, Plasenta di korpus posterior gr I
Hasil Konsul Bagian Penyakit Dalam didapatkan: Penderita gravida dengan observasi
ascites + anemia + Trombositopenia + spleenomegali, di diagnose banding : Sirosis
Hepatis dan Malaria. Didiagnosa dengan : Primigravida, 30-31 mg T/H, Letsu,
Hipertensi, Ascites + Anemia + Trombositopenia + Spleenomegali. DD: Sirosis Hepatis,
Malaria + hipoalbumin. Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Abdomen: Kesan Sirosis
Hepatis dengan ascites dan spleenomegali.
Pasien datang kembali ke RS, ke IRD kebidanan, karena inpartu. Keluhan : Sakit perut
ingin melahirkan, disertai dengan keluar lendir darah, keluar air, Gerak anak terasa baik.
Didiagnose dengan : G 1 P0000, 34-35 mg T/H, Letsu, Preeklampsia ringan, Sirosis
Hepatis dengan Ascites + Speenomegali, Inpartu kala I fase aktif, direncanakan untuk
dilakukan seksio sesaria oleh karena kehamilan preterm, PBB 2100 g dengan letsu +
Preeklampsia ringan. Tetapi kemudian diputuskan pervaginam karena dengan PBB kecil
dan persalinan pada fase aktif, pada ibu maka dipilih terminasi kehamilan pervaginam.
Hasil konsul penyakit dalam : Sirosis hepatis dan Hipertensi dalam kehamilan grade I.
Diagnose : G 1 P0000, 34-35 mg T/H, Letsu, Preeklampsia ringan, Sirosis Hepatis
dengan Ascites + Speenomegali, Inpartu kala II, Pukul 09.10 wita bayi lahir spontan
Bracht ♀ 2400 gram, AS 6-8. panjang badan 48 cm, Lingkar kepala 31 cm, lingkar dada
30 cm. Dubowitz skor 40 34-35 minggu (SMK).
Bayi kasus segera mendapatkan imunisasi pasif Ig G Hepatitis B, dan Imunisasi aktif 1 cc
pada hari 1, Bulan 1, 2, dan 3.
Hasil Pemeriksaan Serologis Hepatitis Keluarga
HbsAgAnti HBs
HBeAgAnti
Hbe
Anti
HCV
Penderita (+) (-) (+) (-)
Ibu (+) (-)
Ayah (-) (-)
Suami (-) (+) (-)
Anak (setelah berusia
8 bulan)(-) (+) (-)
PERMASALAHAN
Penegakan Diagnosis Sirosis Hepatis Tanpa Biopsi Hati.
Gejala yang timbul pada sirosis hepatis adalah akibat komplikasi hipertensi portal dan
kegagalan fungsi hati. Gejala yang sama bisa terjadi karena penyebab lain sehingga sulit
mendiagnosis. Diagnosis pasti adalah dengan biopsi hati.
Pada kasus ini tidak dikerjakan biopsi karena keterbatasan sarana. Dengan
mengkombinasi data secara klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang non invasif
lain, dapat disimpulkan kelainan tersebut merupakan sirosis hepatis.
Sirosis pada kasus baru dapat ditegakkan saat hamil karena keadaan yang kompensata
berubah menjadi dekompensata dengan adanya beban kehamilan. Bagaimanakah
Penegakan sirosis tanpa dengan biopsi hati?
Masalah Penatalaksanaan
Sirosis hepatis pada keadaan dekompensata disertai varises esofagus berat memiliki
risiko mortalitas ibu yang tinggi karena perdarahan traktus gastrointestinal. Keadaan ini
merupakan indikasi terminasi kehamilan pada penyakit hati. Pada kasus dilakukan
penanganan konservatif dengan segala risikonya. Bagaimana penatalaksanaannya?
Sirosis hepatis pada kasus erat kaitannya dengan perjalanan akhir infeksi virus Hepatitis
B. Transmisi Hepatitis B virus vertikal dapat terjadi intranatal. Bagaimanakah
penatalaksanaannya?
Pengaruh Sirosis Terhadap Kehamilan
Keadaan sirosis dekompensata memiliki fungsi hati yang jauh menurun dengan akibat
gangguan semua metabolisme yang terjadi di hati. Bagaimanakah Pengaruhnya terhadap
kehamilan ?
Pengaruh Kehamilan Terhadap Sirosis Hepatis
Dalam keadaan metabolisme yang sangat terbatas pada sirosis hepatis, kehamilan
merupakan beban dalam setiap trimester sampai kala II persalinan. Bagaimanakah
pengaruhnya?
Pemilihan KB pada sirosis hepatis
Kehamilan pada sirosis hepatis merupakan keadaan yang tidak terduga, pada kasus,
sebelum kehamilan berada dalam keadaan kompensata dan memburuk saat kehamilan.
Sebaiknya penderita tidak hamil karena memperberat keadaan sirosis hepatis.
Bagaimanakah pemilihan kontrasepsi pada penderita sirosis hepatis?’
PEMBAHASAN
Diagnosis sirosis hepatis tanpa biopsi ditegakkan dengan menggabungkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dasar, lab darah dan fungsi biokimia hati, ultasonografi abdomen, dan
esofago-gastro-duodenoskopi.10,12-15
Saat usia kehamilan 26-27 minggu ditemukan keluhan lelah, turunnya berat badan,
anoreksia, flatulen, dyspepsia, ikterus, urine yang kemerahan, odem pada tungkai,
sedangkan keluhan riwayat penggunaan obat, alkohol, dan riwayat sakit kuning
disangkal. Riwayat perdarahan spontan gusi, kulit serta saluran pencernaan pernah
dialami namun saat kehamilan tidak.4,7,10 Pada kasus ini penderita mengalami sirosis usia
muda dan tidak ada fase klinik akut hepatitis, kemungkinan oleh karena terjadi infeksi
pada saat lahir dan secara statistik 90% akan mengalami infeksi kronik.
Dalam pemeriksaan fisik kasus ditemukan tanda hipertensi portal dan gangguan fungsi
hati berupa spider naevi, eritema palmaris, ascites, kolateral pembuluh darah di dinding
abdomen, caput umbilicalis, pengecilan hati, lien yang teraba S 1, dan odem
perifer.Tekanan portal normal adalah sekitar 10-15 cm saline. Portal hipertensi
menampakkan gejala klinik bila meningkat lebih dari 30 cm saline. Gejala ini terjadi
karena sirkulasi portal tidak memiliki katup-katup, bila ada hambatan sinusoidal dalam
hal ini sirosis hepatis maka aliran dari pembuluh splanknik menimbulkan transmisi
retograde dan peningkatan tekanan dan menimbulkan kolateral portal-sistemik ke arah
pembuluh vena sirkulasi sistemik yang tekanannya lebih rendah seperti di rektum,
cardioesopageal junction, retroperitoneal, dan ligamentum falciformis.
Gangguan neurologis seperti gangguan mental, stupor maupun tremor tidak ditemukan.
Keadaan ini bisa terjadi akut, reversible, maupun kronik & progresif. Hal ini terjadi
dengan patofisiologi yang belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan besar akibat
sirkulasi ke hepar mengalami by pass sehingga berbagai zat toksik diabsorbsi di intestinal
dan tidak mengalami detoksifikasi dan menimbulkan abnormalitas metabolik di susunan
saraf pusat. Zat yang utama adalah amoniak, GABA (gama aminobutiric acid), merkaptan
dan lain-lain. Predisposisinya adalah perdarahan abdominal, meningkatnya diet protein,
dan hipokalemia akibat penggunaan diuretik berlebihan. Pada kasus hal ini tidak terjadi
karena kemungkinan diet proteinnya cukup, tidak ada perdarahan gastrointestinal selama
hamil, selama perawatan menggunakan kombinasi diuretik hemat kalium.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin
Pada kasus menunjukkan anemia ringan normokromik normositer (Hb 9,58g%; MCV
79,6Fl; MCH 26,5 Pg) hal ini disebabkan oleh karena penyakit yang terjadi kronik
disertai dengan pemecahan yang lebih cepat karena hiperspleenisme. Bila terjadi akibat
perdarahan gastrointestinal yang berulang maka gambaran yang sering terjadi adalah
anemia hipokromik mikrositer.
Platelet (97,5K/uL) akan berkurang sesuai dengan hiperspleenisme dimana darah akan
banyak terpolarisasi di lien dan mengalami pemecahan lebih cepat. Protrombin time
memanjang (18,7 detik) hal ini disebabkan kerena kerusakan hati yang luas
mengakibatkan sintesa faktor pembekuan terganggu termasuk protrombin dan tidak akan
membaik dengan terapi vitamin K. 10,13,18
Kelainan Tes Fungsi Hati
Pada kasus dijumpai sedikit peningkatan kadar bilirubin total, direk dan indirek (1,4 mg
%; 0,3 mg% dan 1,1 mg%) Peningkatan ini sesuai dengan kerusakan sel hati. Pada kasus,
peningkatan tidak terlalu bermakna karena kerusakan hati sudah berada pada fase
terminal. Hal ini juga menandakan hambatan sekresi bilirubin ke empedu yang terjadi
karena hambatan hepatik.
Enzim adalah katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia dalam sel hidup.
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan pembentukan enzim dan
penghancurannya. 10,13,18. Pada sirosis hepatis akan ditemukan peningkatan AST, ALT
yang sangat bervariasi. Perbandingan AST dan ALT atau rasio de Ritis biasanya diatas 1.
Spesifisitas cara ini adalah 75-100% dengan sensitivitas 32-83%.Hal ini disebabkan
karena menurunnya produksi ALT karena luasnya kerusakan hati. (Pada kasus AST 60;
ALT 22) Alfa feto protein (AFP) menunjukkan peningkatan akibat meningkatnya proses
fibrosis di hati. Penurunan kadar albumin, peningkatan kadar globulin dimana rasio
albumin : globulin <1.
Pemeriksaan serologis
Pada kasus ini, serologis pemeriksaan hepatitis virusnya adalah HbsAg (+), dan Anti
HCV (-). Kecurigaan Hepatitis B sebagai penyebab sirosis hepatis merupakan
pertimbangan pertama oleh karena hepatitis B merupakan penyebab terpenting terjadinya
sirosis hepatis di Indonesia. 40-50% pengidapnya akan mengalami sirosis hepatis atau
hepatoselular karsinoma.2,4,6,7 Usia saat terjadinya infeksi akut adalah determinan utama
menentukan risiko progresivitas penyakit untuk menjadi infeksi kronis. Lebih dari 90%
bayi yang terinfeksi selama perinatal akan menjadi infeksi kronis.11
Tabel 1. Pola Enzim dalam Menegakkan diagnosis Kelainan Hepar
SGOT SGPT GamaGT GLDH CHE n
Hepatitis
akut
164
(17-1650)
281
(30-2070)
125
(15-291)
6,75
(1,1-
35,5)
3510
(1370-
5870)
86
Sirosis hati 45 ± 22,5 46±23 62±33 2±2 3126±134
1
20
Kolesistitis 26±5 48±8 129±97 2±1 4755±593 3
Hepatitis 482±680 681±887 114±59 18±11 4955±155
0
13
SGOT SGPT SGOT/SGPT SGOT/GGT
Hepatitis akut 20-50 kali N 20-50 kali N 0,7 <1
Sirosis
Hepatis
5-10 kali N 5-10 kali N -1 ≥1
CPH 5-10 kali N 5-10 kali N 0,7 <1
CAH 5-10 kali N 5-10 kali N >1 ≥1
Perlemakan
hati
2-5 kali N 2-5 kali N <1 >1
Kolesistitis 2-5 kali N 2-5 kali N <1 >1
Kasus berasal dari NTT yang merupakan daerah endemik Hepatitis B. Kasus juga tidak
pernah mengalami fase akut hepatitis dan hampir tidak ada keluhan. Pada daerah
endemik sirosis atau hepatoseluler karsinoma terjadi pada dekade 2-4.1,5,6,7,11
Apabila HbeAg nya positif maka penderita biasanya memiliki konsentrasi HBV DNA
lebih tinggi dalam darah dan lebih mungkin untuk menularkan infeksi kepada orang lain.
Pada kasus HbeAg nya negatif. Hal ini merupakan perjalanan fase III hepatitis B. Pada
fase sirosis ini tidak terjadi mitosis dan bersifat nonreplikatif atau titernya sangat rendah.
Pasien seperti ini masih bisa mengalami eksaserbasi. Tapi pasien kronik inaktif ini
perubahan-perubahan histologis kerusakan hati tetap berlanjut. 18,21
Pemeriksaan Urine
Urobilinogen meningkat, bilirubin bisa positif bila penderita ikterus, eksresi natrium
menurun bahkan kurang dari 5 mmol/L perhari.10 Kasus tidak mengalami ikterus.
Diagnosis Sirosis hepatis ditegakkan secara Anatomis 10
Pada penegakan sirosis hepatis secara anatomis dilakukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi berupa : Adanya nodularitas permukaan hati, adanya peningkatan aliran
portal, lobus kaudal membesar secara relatif dibandingkan dengan lobus kanan dan
pembesaran lien.26 Pada kasus hasil ultrasonografi heparnya adalah : hepar mengecil,
permukaan tidak rata, echo parenkhim meningkat, vena porta melebar, bile duct tidak
melebar. Tidak tampak adanya batu di gall bladder. Lien : membesar, vena lienalis
melebar. Tidak tampak space occupying lesion. Ginjal : kanan-kiri tidak membesar.
Bendungan (-) Cairan bebas intra abdomen (+)
Pemeriksaan anatomi lain yang tidak dikerjakan pada pasien adalah:
Visualisasi direk selama laparoskopi atau laparotomi
Skanning Radioisotop : penurunan uptake hepatis, dan gambaran ireguler dan adanya
uptake oleh limpa dan sumsum tulang. Dengan Skanning radioisotop tidak ditemukan
nodul.25
CT scan: Pengecilan hati, iregularitas permukaan hati, dengan kontras gambaran portal
dan vena hepatika dapat diidentifikasi di hati, dan adanya kolateral dan pembesaran lien
dapat dideteksi. Adanya kolateral yang besar, ascites.
Biopsi hati: Adanya nodul dengan septa fibrous tanpa susunan portal, disertai dengan
susunan vaskular yang abnormal.
Baik biopsi hati (62%) dan CT scan hati, memiliki sensitivitas diagnosis tidak lebih dari
90% bila dibandingkan dengan pemeriksaan Ultrasound (87%).10 Untuk menegakkan
sirosis hepar lebih baik diawali dengan pemeriksaan ultrasound, baru diikuti dengan
pemeriksaan biopsi. Bila hasil tidak menunjukkan gambaran sirosis, namun didapatkan
gangguan arsitektur hati, dengan fibrosis dan fragmentasi, bersama-sama dengan hasil
pemeriksaan ultrasonografi dapat dibuat kesimpulan sirosis hati.13
Tabel 2. Histopatologi Biopsi dan kemungkinan etiologi sirosis
EtiologiMorfo
Logis
Lemak
Kole
Stasis
Besi
Pe
rung
gu
Ba
dan Asido
filik
Globulin PAS positif
Hyalin Mallo
ry
Hepato
sit Ground glass
HBV
Makro/
Mikro
Nodular
- - - - + - - +
HCV
Makro/
Mikro
Nodular
+ - ± - + - - -
Alkohol
Mikro/
Makro
Nodular
+ ± ± - ± - + -
Hemokro
Matosis
Mikro
Nodular± - + - - - - -
Penyakit
Wilson
Makro
Nodular± ± - ± + - + -
Def Alfa 1 Antitripsin
Mikro/
Makro
Nodular
± ± - ± ± + ± -
Bilier primer Biliary - + - + - - ± -
Obstruksi vena
reversed - - - - - - - -
Operasi by pass intestinal
Mikro
nodular+ - - - ± - ± -
Sirosis anak-anak Indian
Mikro
nodular- ± - + - - + -
Pada kasus ini prosedur pemeriksaan biopsi hati sebagai dasar diagnosis Pemeriksaan
patologi anatomi tidak dikerjakan karena : jarum biopsi hepar Ultrasonografi guiding
biopsi tidak tersedia di RS Sanglah. Bila dikerjakan, disamping menentukan diagnosis
pasti, juga dapat menentukan kemungkinan etiologi.(tabel 2)
Pemeriksaan Penunjang lainnya
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan esofago-gastro-duodenoskopi untuk melihat varises
esophagus, sumber perdarahan, panjang dan besar varises. 7 Pada kasus ini hasil esofago
gastro duodenoskopi menunjukkan varises esophagus grade II, III dengan gastropati
hipertensi portal yang berat. Artinya risiko terjadinya perdarahan varises sangat tinggi
pada kasus.
Dengan gabungan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium penunjang, USG hepar dan
esofago-gastro-duodenoskopi diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan.
Preeklampsia
Pada kasus, hipertensi yang terjadi selama awal kehamilan tidak diketahui riwayat
hipertensi kronis sebelumnya. Hasil Pemeriksaan urin albumin juga tidak menunjukkan
hasil yang positif pada awal ANC poliklinis. Pada saat inpartu pemeriksaan vital sign
tetap menunjukkan hipertensi ringan disertai dengan albumin urin yang positif sehingga
didiagnosis sebagai preeklampsia ringan. Setelah 2 minggu pasca persalinan tensi
penderita menjadi normal (120/80 mmHg) dengan albumin urin yang negatif sehingga
murni didiagnosis sebagai preklampsia. Pada awal kehamilan albumin urin negatif
kemungkinan disebabkan oleh belum terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah ginjal
sehingga permeabilitas ginjal terhadap molekul albumin belum terjadi.27
Bila sel hati rusak karena sirosis yang luas asam amino akan tidak banyak dirubah
menjadi keton dan ammonia melalui deaminasi oksidatif dan dapat juga meningkatkan
asam amino bebas. Hal ini juga dapat menimbulkan overflow aminoasiduria tanpa disertai
dengan gangguan fungsi ginjal tapi pada keadaan ini tidak ada hipertensi yang menyertai
dan keadaan aminoasiduria sudah terjadi sebelumnya.5
Diagnosis Banding
Pada saat dirujuk ke RS Sanglah penderita ini di diagnosis banding dengan Malaria.
Namun dari anamnesa riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, panas yang tinggi, nyeri
kepala, panas yang kumat-kumatan, mual, diare, nyeri sendi, Pada pemeriksaan fisik
ditemukan hepato-spleenomegali saja, pada pemeriksaan darah dapat terjadi anemia,
trombositopenia.2 Pada kasus tidak ditemukan ikterus dan pemeriksaaan darah tepi tidak
ditemukan plasmodium.
Penatalaksanaan Kehamilan dengan sirosis hepatis
Penatalaksanaan kehamilan dengan sirosis hepatis tergantung pada keadaan yang
memperburuk kondisi ibu maupun janin. Untuk itu pemeriksaan penunjang diagnosis
mengetahui komplikasi sirosis hepatis berupa hipertensi portal dan gangguan fungsi hati
merupakan dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya. Penanganan kehamilan selama
tidak menimbulkan komplikasi perburukan fungsi hati dan hipertensi portal yang berat,
disertai dengan perdarahan adalah melanjutkan kehamilan dengan indikasi terminasi
kehamilan dan mode of delivery pada kasus adalah berdasarkan indikasi obstetrik.30,31
Pada kasus pemeriksaan Esofago-gastro-duodenoskopi dikerjakan setelah persalinan dan
dari pemeriksaan tersebut disimpulkan keadaan varises esophagus grade II, III dengan
gastropati hipertensi portal yang berat.
Sedangkan indikasi terminasi kehamilan pada penyakit hati yang sampai saat ini
disepakati adalah :
Adanya sirosis dengan tanda dekompensasi hati dengan disertai ancaman
perdarahan.
Toksemia gravidarum dimana terdapat ikterus yang berat.
Pasien dengan anemia hemolitik
Pasien dengan hepatitis fulminan. 2
Bila diketahui lebih awal tentu pada kehamilan ini pertimbangan terminasi sudah
diusulkan pada awal kedatangan pertama karena pada kasus memiliki ancaman
perdarahan gastrointestinal.
Pendekatan penanganan konservatif yang dikerjakan pada kasus untuk menjaga tekanan
vena porta dan fungsi hati dan keluhan lain yang menyertai (dalam kasus adanya keadaan
ascites) dimulai dari diet pembatasan garam, pembatasan aktivitas yang melelahkan,
penggunaan diuretik. Selama kehamilan mudah terkontrol ditandai dengan hilangnya
keluhan sesak dan aascites tidak tegang serta tidak ada perdarahan gastrointestinal.
Diuretik yang dipakai untuk menurunkan tekanan sirkulasi portal adalah diuretik hemat
kalium (Spironolakton), yang juga dapat menghilangkan odem dan ascites. Dalam hal ini
memacu natriuresis tanpa terjadinya insufisiensi uteroplasental karena penurunan volume
plasma yang tidak bermakna.32,33,34 Bila diberikan golongan thiasid dan loop diuretik,
karena dapat melewati plasenta, dapat menimbulkan insufisiensi plasenta. 21, 22
Seandainya dengan penanganan ini tidak membaik secara klinis maka dapat ditambahkan
propanolol yaitu penghambat Beta non selektif yang menurunkan tekanan vena porta
dengan cara menimbulkan vasokonstriksi splanknik dan menurunkan cardiac output
sehingga aliran darah ke hati juga menurun. 2,7
Monitoringnya adalah timbang berat badan setiap hari, cairan masuk dan cairan keluar,
Elektrolit setiap 2-3 minggu. Pada kasus preparat ini baru diberikan pasca persalinan.
Obat ini tidak dianjurkan pada saat kehamilan dan diberikan hanya dengan pertimbangan
tertentu karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin dan bradikardia.
Pemberian terapi ini dianjurkan hanya jangka pendek saja.
Kasus datang dengan asites yang tegang. Bila dengan penanganan diatas keluhan tidak
membaik, maka pilihan penanganan lanjutan adalah :Terapetik parasintesis dkerjakan
pada : ascites yang tegang, disertai dengan odema, Child’s grade B, Protrombin > 40%,
Serum bilirubin < 170umol/L (<10 m/dL), Platelets > 40.00 /dL, SC < 3 mg/dL, Sodium
urin > 10 mmol/24 jam.
Apabila secara terapetik parasintesis dan mendikamentosa tidak ada respons keadaan ini
disebut dengan refrakter ascites. Pada keadaan ini dikerjakan Transjugular Intrahepatik
Portosistemik Shunt, Peritone-venous shunting atau transplantasi hepar. Tindakan ini
adalah untuk menurunkan tahanan vena porta sehingga menghilangkan gejala hipertensi
portal.
Pada pasien ini setelah persalinan dilakukan esofago-gastro-duodenoskopi dan
menunjukkan hasil varises esofagus grade II, III dengan gastropati hipertensi berat. Dan
setelah melahirkan diberikan penanganan spironolakton 100-0-0, furosemid 20-0-0 dan
propanolol 3 x 10 mg.
Prosedur penanganan sirosis hepatik dengan kehamilan belum memiliki baku
penatalaksanaan. Pada kasus selama kehamilan tidak ada perdarahan. Bila seandainya
terjadi perdarahan maka pemberian vasopressin hanya untuk menjaga perdarahan
berhenti, sedangkan efek pada janin adalah insufisiensi plasenta karena terjadi iskemia di
uterus dan menginduksi persalinan preterm. Tindakan darurat lainnya yang pernah
dilaporkan adalah skleroterapi dengan menggunakan tetradecyl sulfat atau ethanolamine.
Bila diketahui sejak awal, kasus sebenarnya dapat dikerjakan propilaktik band ligasi atau
skleroterapi propilaktik.
Penanganan obstetri pada kasus sejak awal pemeriksaan adalah konservatif, kehamilan
ini diketahui dalam letak sungsang dengan usia kehamilan 30-31 minggu, saat pertama
datang dengan nafas yang terasa berat, sehingga letak sungsang dibiarkan dengan hanya
usaha knee chest posisi, saat ANC untuk ketiga kalinya pada usia kehamilan 34-35
minggu setelah melakukan knee chest posisi keesokan harinya penderita inpartu.
Tindakan eksternal versi belum dikerjakan dan tidak direncanakan karena penderita
ascites dengan bagian janin tidak mudah untuk diraba.
Sesuai dengan pemeriksaan serologis sirosis yang terjadi pada kasus adalah akibat
perjalanan dari infeksi Hepatitis B virus. 10,11,12 Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi
hepatitis B virus termasuk pada kasus ini. Penderita dewasa yang HbeAgnya negatif
memiliki angka mortalitas dan komplikasi klinis yang rendah untuk menjadi sirosis,
namun pada pasien ini sirosis tetap terjadi dan terjadi pada usia yang dini. Hbe Ag yang
negatif kemungkinan terjadi karena virus tidak lagi replikatif dengan jumlah sangat
rendah.
Saat inpartu sesuai dengan indikasi obstetri maka penderita ini diusulkan untuk seksio
sesarea oleh karena letak sungsang dengan usia kehamilan 34-35 minggu dengan
perkiraan berat badan 2100 g. Dengan pertimbangan datang pada fase aktif dengan
pembukaan 5 sentimeter dan risiko operasi terhadap sirosis hepatis maka direncanakan
tindakan ekspektatif pervaginam. Dua jam kemudian bayi lahir spontan bracht dengan
berat 2400g.
Selama tindakan persalinan dengan prinsip “universal precaution”, Hepatitis B virus
dapat didekontaminasi dalam larutan pemutih dengan konsentrasi 1:10 dalam air.
Penularan penolong dan transmisi perinatal sangatlah tinggi dan biasanya terjadi akibat
paparan darah selama persalinan. Transmisi in utero sangat jarang, hanya kurang dari 2%
dari keseluruhan infeksi perinatal. Risiko bayi untuk mendapatkan infeksi hepatitis B
adalah 70-90% dari ibu yang HbsAg dan HbeAg positif. Risiko ini hanya 5-20% bila
ibunya HbeAg negatif. Pada kasus ini HbeAg negatif sehingga ada kemungkinan risiko
transmisi lebih rendah.
Pengaruh Sirosis Hepatis Terhadap Kehamilan
Kehamilan pada pasien sirosis hepatis jarang terjadi karena sirosis hepatis mengurangi
kesuburan dengan siklus haid anovulasi. 7 Penyebab yang dominan adalah
hipogonadisme. 7,8,9,29 Regulasi normal hormon seks sangat tergantung dari aksis
hipotalamus hipofise, gonad dan faktor yang mempengaruhi keadaan hormon darah tepi
seperti Sex Hormon binding Globulin (SHBG).
Selama bersirkulasi dalam darah, sebagian besar seks steroid, estradiol dan testosteron
berikatan dengan protein pengangkut, yang disebut dengan Sex hormon binding globulin
(SHBG) yang diproduksi di hati. Sepuluh –30 % berikatan dengan albumin, hanya 1%
yang bebas tak berikatan. Sejumlah lain yang sangat sedikit juga berikatan dengan
kortikosteroid binding globulin.
Efek biologis dari steroids seks secara dominan ditentukan oleh kadar dalam sirkulasi
yang bebas tanpa ikatan, atau hormon yang bebas. Sedangkan yang berikatan, secara
relatif tidak aktif.
Pada kasus kehamilan dapat terjadi kemungkinan karena berada dalam stadium
kompensata oleh karena pada stadium ini terjadi peningkatan kadar SHBG sehingga
kadar estrogen dan rasio estrogen/testosteron masih normal. 9
Selain hormonal, hati memegang peranan penting dalam metabolisme berbagai
homoeostasis termasuk asam amino dan karbohidrat, protein dan glikoprotein, lipid dan
obat-obatan. Hipoglikemia dapat terjadi pada sirosis tahap akhir karena kapasitas
penyimpanan glikogennya terbatas (sekitar 70g) dan konsumsi glukosa stabil sekitar
150g/hari ditambah dengan beban kehamilan. Keadaan ini karena respon glukagon juga
menurun, kapasitas sintesa glikogen menurun akibat luasnya kerusakan parenkim hati.
Hati juga merupakan tempat terpenting sintesis protein dan degradasinya. Albumin
adalah yang terpenting. Produksi rata-ratanya adalah 12g/hari. Waktu paruhnya 17-20
hari. Sebagian besar berada di ekstravaskuler dan memegang peranan pada tekanan
onkotik jaringan. Pada sirosis dan juga pada kasus sintesa albumin menurun. Pada
keadaan ini juga diperberat dengan hilangnya protein ke cairan asites.
Pada keadaan sirosis disamping albumin, protein lain juga menurun termasuk faktor
pembekuan darah. Pada kasus keadaan ini terjadi karena kerusakan sel hati. Protrombin
yang memanjang merupakan faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K. Dengan
pemberian Vitamin K tidak akan membaik.
Keadaan sirosis juga mengakibatkan menurunnya total serum kolesterol akibat
menurunnya sintesa. Semua keadaan ini mengakibatkan sumber energi ibu untuk
metabolisme secara relatif menurun. Walaupun selama kehamilan respon meningkatnya
volume sirkulasi dan cardiac output, bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi dan
nutrisi kepada janin, hal ini dapat mengakibatkan abortus spontan 15-20%, pertumbuhan
janin terganggu sampai kematian perinatal 11-18%.
Dengan adanya preeklampsia juga akan memperberat keadaan hipoalbuminemia. Semua
keadaan ini dapat mengakibatkan adanya gangguan sumber asupan bagi janin dari awal
kehamilan diperberat dengan keadaan patologi sirkulasi uteroplasentar yang pada kasus
ini sesungguhnya dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. Kasus melahirkan
bayi berat badan lahir rendah (2400g) dan tanpa tanda pertumbuhan janin terganggu.
Mungkin disebabkan karena asupan sumber makanan mencukupi dan preeklamsia baru
terjadi 1 minggu menjelang persalinan.Pada keadaan yang relatif malnutrisi persalinan
juga dapat berjalan dengan lambat, kekuatan ekspulsi kala II menurun dan risiko
kelelahan ibu dapat menimbulkan gangguan persalinan.
Memanjangnya protrombin time dapat mempengaruhi kaskade faktor pembekuan disertai
dengan hiperspleeninsme yang mengakibatkan turunnya jumlah trombosit juga dapat
mengakibatkan pedarah pasca persalinan.5
Pengaruh Kehamilan terhadap Sirosis Hepatis
Sirosis adalah penyakit yang kronik progresif dengan prognosis dubius ad malam.
Sirosis akan mengakibatkan hipertensi portal dan menimbulkan varises esophagus juga
terjadinya ascites. Kehamilan akan mengakibatkan meningkatnya volume sirkulasi
sampai 40% dan meningkatnya cardiac output sampai 40% sehingga beban sirkulasi
akan meningkat termasuk vena azygos. Disamping itu akibat pengaruh progesteron pada
kehamilan maka pembuluh darah akan berdilatasi termasuk varises. Disamping itu uterus
yang membesar juga akan mengakibatkan penekanan pada vena cava inferior sehingga
tekanan portal akan meningkat. Kehamilan pada sirosis adalah dapat memperberat
komplikasi 30-50% kasus. Berupa pecahnya varises esophagus sebesat 19-45% kasus,
kematian ibu perinatal 18-59%, perdarahan pasca persalinan 7-26% kasus yang
disebabkan oleh trombositopenia dan koagulopati. 5
Komplikasi tersebut terjadi pada keadaan yang menjadi dekompensata saat kehamilan,
komplikasi lainnya adalah kegagalan hati, ensefalopati hepatikum, perdarahan post
partum, dan spontaneous bacterial peritonitis (SBP) serta kematian ibu. Penderita
hipertensi portal oleh karena sirosis memiliki kematian yang lebih tinggi dibanding
dengan hipertensi portal non sirosis. 5,20
Pada penelitian research group di Yunani (Universitas Crete) dari 306 pasien sirosis yang
diamati sejak diagnosis ditegakkan 65% tetap kompensata setelah 3 tahun, menjadi 34%
setelah 7 tahun, 22,88% (70 pasien) meninggal selama pengamatan. Pasien wanita
dengan sebab infeksi hepatitis memiliki survival yang terbaik. 36
Kegagalan fungsi hati dapat dinilai dari klasifikasi Child yang diklasifikasikan A dan B
untuk risiko yang baik dan C untuk risiko buruk. Pada kasus bilirubin 1,4mg%, albumin
1,9 g/dL, asites yang mudah dikontrol, tidak ada gangguan neurologis dan nutrisi baik.
Kegagalan hati akut on kronik hanya terjadi 24 % dari penderita sirosis selama
kehamilan, dan 30% penderita meninggal dalam 48 jam pertama.13 Pada keadaan ini
penderita juga memiliki kemungkinan untuk mengalami ruptur arteri splanknik yang
spontan sehingga penderita mengeluh nyeri perut yang tiba-tiba disertai dengan kolaps
hemodinamik. Bila hipertensi portalnya diketahui pre kehamilan dapat memiliki
prognosis perawatan yang lebih baik selama kehamilan karena dapat dilakukan
monitoring yang lebih terarah. 5
Klasifikasi Child’s dalam menilai fungsi hepatosselular pada sirosis :
Grup A B C
Serum bilirubin <2,0 2,0-3,0 >3,5
Serum albumin >3,5 3,0-3,5 <3,0
Ascites (-) Mudah dikontrol Sulit dikontrol
Gangguan neurologist (-) Minimal Koma yang lanjut
Nutrisi Sangat baik Baik Buruk
(Dikutip dari Sherlock; Disease of biliary and hepatic system, 2002)
Memang pada keadaan yang kompensata kehamilan tidak banyak mempengaruhi
sirosis asal mendapat kan penanganan yang adekuat. Apabila fungsi hati terganggu berat
dan keadaan hipertensi portal yang buruk sebaiknya penderita tidak hamil.
Strategi untuk Mencegah transmisi HBV 11,12
Tujuan primer pencegahan HBV adalah menurunkan infeksi HBV kronik dan berbagai
penyakit hati kronik yang berhubungan dengan infeksi HBV. Tujuan kedua adalah untuk
mencegah infeksi akut hepatitis B.
Profilaksis yang diberikan pada bayi kasus yaitu: Hepatitis B Imun globulin yang hanya
memberikan perlindungan jangka pendek (3-6 bulan) yang diberikan pada keadaan
spesifik pasca paparan, dalam hal ini adalah persalinan dan Vaksin Hepatitis B yang
diberikan untuk proteksi jangka panjang. Tiga bulan pasca imunisasi aktif terakhir Anti
HBs sudah positif.
Vaksin hepatitis B memiliki efikasi 90-95% untuk mencegah hepatitis B. Imun memori
akan bertahan sampai 15 tahun bahkan lebih dan memberikan perlindungan terhadap
infeksi akut dan infeksi kronik hepatitis B, walaupun konsentrasi kadar anti HBs nya
tidak terdeteksi.
Pada bayi yang dilahirkan dengan HbsAg positif wajib melakukan pemeriksaan HbsAg
dan anti HBs pada usia 8-15 bulan. Pada kasus hasilnya adalah anti HBs nya sudah positif
pada saat berusia 8 bulan. Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan pemeriksaan 1-3
bulan setelah seri pemberian imunisasi selesai.
Penanganan Terhadap resipien yang non respon. Resipien yang tidak membentuk serum
anti HBs (≥10mlU/mL) setelah seri vaksin terpenuhi harus di imunisasi ulang. (kecuali
akhirnya diketahui menderita HbsAg positif) secara penuh.
Tabel 4. Tabel Pemberian Vaksinasi Hepatitis B
Pasien Rekombivax
HB
Engerix B
Bayi dari ibu HbsAg negatif dan
anak-anak/dewasa muda usia <20 tahun
5 (0,5) 10 (0,5)
Bayi dari Ibu HbsAg positif (HBIG 0,5 mL) 5 (0,5) 10 (0,5)
Dewasa diaas 20 tahun 10(1,0) 20(1,0)
Pasien dengan hemodialisis atau penyakit imuno
kompromi
40 (1,0) 40(2,0)
Pertimbangan khusus pada kasus tertentu
Bayi preterm. Penelitian menunjukkan penurunan serokonversi mungkin bisa terjadi
pada bayi berat badan lahir rendah kurang dari 2000 g. Tapi pada kasus ini bayi lahir
dengan berat badan 2300 g, dan berhasil menampilkan anti HBs. Setelah bayi tersebut
berusia 1 bulan maka responsnya sama dengan bayi lahir dengan berat badan normal.
Pada kesimpulannya, transmisi HBV perinatal dapat dicegah sekitar 95% dengan
memberikan imunoprofilaksis aktif dan pasif pada bayi yang ibunya HBs Ag Positif.
Imunisasi yang diberikan segera setelah kelahiran sangat efektif untuk mencegah infeksi
HBV perinatal.
Pemilihan KB pada sirosis hepatis
Memang pada keadaan yang kompensata kehamilan tidak banyak mempengaruhi sirosis
asal mendapatkan penanganan yang adekuat. Apabila fungsi hati terganggu berat dan
keadaan hipertensi portal yang buruk sebaiknya penderita tidak hamil.
Tabel. 5. Pola Imunopropilaksis Hepatitis B pada Bayi Preterm dan Bayi dengan Berat
badan Lahir Rendah
Status Maternal
Bayi ≥ 2000g Bayi <2000g
HBs Ag Positif
Vaksin HBV dan HBIG (Sebelum 12 jam sejak kelahiran)
Imunisasi dengan 3 dosis vaksin pada usia 0, 1, dan 6 bulan
Periksa anti HBs dan HBs Ag pada usia 9-15 bulan
Bila bayi menunjukkan hasil HBs Ag dan anti HBs negatif, berikan reimunisasi dengan 3 dosis dengan intervel 2 bulan, kemudian lakukan pemeriksaan ulangan.
Vaksin HBV + HBIG (sebelum 12 jam sejak kelahiran)
Imunisasi dengan 4 dosis pada usia 0, 1, 2-3, dan 6-7 bulan
Periksa anti HBs dan HBs Ag pada usia 9-15 bulan
Bila bayi menunjukkan hasil HBs Ag dan anti HBs negatif, berikan reimunisasi dengan 3 dosis dengan intervel 2 bulan, kemudian lakukan pemeriksaan ulangan.
HBs Ag tidak diketahui
Berikan HBV ( dalam 12 jam kelahiran) + HBIG (dalam 7 hari pertama kelahiran) bila hasil pemeriksaan HBs Ag diketahui positif
Segera lakukan pemeriksaan HBs Ag pada ibu
Vaksin HBV + HBIG (sebelum 12 jam sejak kelahiran)
Segera periksa HBs Ag ibu dalam 12 jam, bila tidak ada berikan HBIG pada bayi
HBs Ag negatif
Sebaiknya diberikan vaksin HBV saat kelahiran
Berikan vaksin HBV dosis pertama pada usia 30 hari bila secara medis bayi dianggap stabil, atau saat keluar dari rumah sakit jika masih belum 30 hari
Imunisasi dengan 3 dosis pada usia , 0-2, 1-4, dan 6-18 bulan.
Bila ingin memberikan kombinasi berikanlah vaksin kombinasi setelah berusia 6-8 minggu
Tidak diperlukan melakukan pemeriksaan anti HBs dsn HBs Ag
Imunisasi dengan 3 dosis pada usia , 0-2, 1-4, dan 6-18 bulan.
Bila ingin memberikan kombinasi , berikanlah vaksin kombinasi setelah berusia 6-8 minggu
Tidak diperlukan melakukan pemeriksaan anti HBs dsn HBs Ag
Untuk kehamilan yang berikutnya boleh direncanakan pada kasus, selama keadaan sirosis
dapat dikendalikan pada fase kompensata dan dilakukan pengawasan kehamilan yang
tepat. Untuk itu pemilihan kontrasepsi pada kasus ini harus yang adekuat dan non
hormonal mengingat biodegradasi hormon terjadi di hepar. Bila tidak menghendaki hamil
lagi maka kontap pria maupun wanita adalah pilihan, sedangkan pada kasus karena
berusia muda dan masih menginginkan anak lagi maka diberikan kontrasepsi IUD.
Ringkasan
Telah dilaporkan sebuah kasus, wanita 24 tahun, suku Flores, dengan sirosis hepatis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, penunjang
laboratorium, serta pemeriksaan ultrasonografi dan esofago-gastro-duodenoskopi yang
secara klinis memenuhi kriteria tersebut. Diagnosis pasti adalah dengan Biopsi hepar.
Pemeriksaan serologis menunjukkan penyebab sirosisnya adalah infeksi Hepatitis B.
Penatalaksanaan kehamilan dengan sirosis hepatik berupa penanganan hipertensi portal
dan gangguan fungsi hati. Indikasi terminasi kehamilan dan mode of delivery pada kasus
adalah berdasar kan indikasi obstetrik.30,31 Pada kasus termasuk sirosis yang memiliki
ancaman perdarahan dan dirawat secara konservatif dan berhasil baik.
Dimulai dari diet pembatasan garam, pembatasan aktivitas yang melelahkan, penggunaan
diuretik. Diuretik hemat kalium (Spironolakton), yang juga dapat menghilangkan odem
dan ascites memacu natriuresis tanpa terjadinya insufisiensi uteroplasental.
Penghambat Beta non selektif yang menurunkan tekanan vena porta dengan cara
menimbulkan vasokonstriksi splanknik dan menurunkan cardiac output, diberikan hanya
dengan pertimbangan tertentu karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin
dan bradikardia. Pemberian terapi ini dianjurkan hanya jangka pendek saja.
Kehamilan pada pasien sirosis hepatis jarang terjadi karena sirosis hepatis mengurangi
kesuburan dengan siklus haid anovulasi. 7 Faktor yang mempengaruhi keadaan hormon
darah tepi seperti Sex Hormon binding Globulin (SHBG).
Selain hormonal, hati memegang peranan penting dalam metabolisme berbagai
homoeostasis termasuk asam amino dan karbohidrat, protein, glikoprotein dan lipid
sehingga dapat menyebabkan abortus spontan 15-20%, pertumbuhan janin terganggu
sampai kematian perinatal 11-18%.
Memanjangnya protrombin time dapat mempengaruhi kaskade factor pembekuan disertai
dengan hiperspleeninsme yang mengakibatkan turunnya jumlah trombosit juga dapat
mengakibatkan pedarah pasca persalinan.5
Kehamilan pada sirosis adalah dapat memperberat komplikasi 30-50% kasus. Berupa
pecahnya varises esophagus sebesat 19-45% kasus, kematian ibu perinatal 18-59%,
perdarahan pasca persalinan 7-26% kasus yang disebabkan oleh trombositopenia dan
koagulopati. 5
Pada bayi yang dilahirkan dengan HbsAg positif wajib melakukan pemeriksaan HbsAg
dan anti HBs pada usia 8-15 bulan. Pada kasus hasilnya adalah anti HBs nya sudah positif
pada saat berusia 8 bulan.
Pilihan KB harus yang adekuat dan non hormonal mengingat biodegradasi hormon terjadi
di hepar. Kontap pria maupun wanita adalah pilihan. Bila ingin anak maka diberikan
kontrasepsi IUD.
5.2. Saran
1. Diagnosis sirosis hepatis sedapat mungkin ditegakkan secara dini sebagai
antisipasi komplikasi dan perlunya pengembangan teknik invasif khususnya
biopsi terarah di RS Sanglah Denpasar
2. Perlunya "antenatal care" yang ketat terutama dalam observasi tanda-tanda
hipertensi portal berat dan kegagalan hati.
3. Persalinan harus di rumah sakit yang memungkinan penatalaksanaan komplikasi
hipertensi portal terutama perdarahan varises yang berat.
4. Pada Ibu dengan Hepatitis B Virus perlu penanganan imunoprofilaksis pada bayi
untuk mencegah transmisi vertikal.
Daftar Pustaka
1 Riely CA, Davila R. Pregnancy Related Hepatic and Gastrointestinal Disorder. In:
Feldman M, ed. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease, 7 th
ed. San Franscisco, California: Elsevier, 2002; 148-58.
2 Akbar N. Kelainan Hati dan Kehamilan. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman
AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagi H, Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 1996; 338-41.
3 Hunt CM, Sharara AI. Liver Disease in Pregnancy. American Academy of Family
Phys 1999; 20:1-10.
4 Sulaiman HA. Harapan Baru dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Acta Medica
Indonesiana 2003; 15: S115-18.
5 Sandhu BS, Sanal AJ. Pregnancy and Liver Disease. Gastroenterol Clin North Am
2003; 32: 407-36
6 Wilson LM, Lester LB. Sirosis Hati. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit,
edisi 4. Jakarta: EGC, 1995; 445-53.
7 Tarigan P. Sirosis Hati. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,
Widodo D, Isbagi H, Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi
ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 1996; 271-79.
8 Warren MP, Vu C. Central Causes of Hypogonadism Functional and Organic.
Endocrinology and metabolism Clinics. New ork: WB Saunders Company, 2003;
32:1-15.
9 Riely CA. Endocrine Disfunction. In Feldman M, Edit. Sleisenger and Fordtran’s
Gastrointestinal and Liver Disease, 7th ed. San Franscisco, California: Elsevier,
2002; 1558-60.
10 Sherlock S. Hepatic Cirrhosis. In: Sherlock S, Dooley J, eds. Diseases of the Liver
and Biliary System, 11th ed. Milan: Blackwell science Ltd, 2002; 365-80.
11 Surya IGP. Aktor Predisposisi pada Ibu dan Bayi Terhadap Keberhasilan Vaksinasi
Hepatitis B dan Kejadian Infeksi Virus In –Utero.Dalam : Disertasi Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 1997.
12 Pickering LK, Baker CJ, Overturf GD, Prober CG. Hepatitis B. In: Red Book: 2003
Report of the Committee on Infectious Diseases, 26th eds.Elk groove
Village:American Academy of Pediatrics, 2003; 308-36.
13 Balabaud C. The Diagnosis of Cirrhosis without Liver Biopsy. In: International
Meeting on Liver Disease,1st . Centre Hospitalier Universitaire Bordeaux, France.
14 Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and Its Complications. In: Braunwald E, Fauci
AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson L, eds. Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 15th ed. New York: McGraw-Hill, 2001; 1754-67.
15 Sandowski SA, Runyon BA. Cirrhosis. Clinical in Family Practice 2000; 2:1-7.
16 Youssef WI, Mullen KD. The Liver in other (non diabetic) Endocrine Disorder.
Clinic in Liver Disease. Cleveland, USA: WB Saunders Company, 2002;6:1-6.
17 Sherman M. Liver Disease in Pregnancy. Case Report. CAG 2003; 15:1-5.
18 Lott JA, Nolte FS, Gretch DR, Koff RS, Seeff LB, Laboratory Guidelines for
Screening, Diagnosis, and monitoring of Hepatic Injury in: The National Academy
of Clinicak Biochemistry. Dufour DR.eds. Washington DC, 2000; vol. 12.
19 Hudono ST, Yunizaf. Penyakit hati bukan Karena Komplikasi dalam Kehamilan.
Dalam: Wiknyosastro H, Rachimhadi T, Saifuddin AS, eds. Ilmu Kebidanan edisi
kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 494-95.
20 Ch’ng CL, Morgan M, Hainsworth I, Kingham JGC. Prospective Study of Liver
Dysfunction in Pregnancy in southwest Wales. GUT 2002; 51: 876-80.
21 Okamoto H, Miyakawa Y, Mayumi M. Mutation in the Hepatitis B virus core
promoter for a decreased expression of Hepatitis B e antigen. In: Viral Hepatitis and
Liver Disease. Rizzetto M, Purcell RH, Gerin JL, Verme G. eds. Turin, Edizioni
Minerva Medica, 1997, 121-126
22 Knox TA, Olans LB. Liver Disease in Pregnancy. NEJM 2003, 335: 569-75.
23 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Gastrointestinal Disorders in: Williams Obstetric 21th ed. New York: McGraw-Hill,
2001; 1273-1306.
24 Walters BNJ. Hepatic and Gastrointestinal Disease. In: High Risk Pregnancy. James
DK, Steer PJ, Weiner CP, GonikB.eds. London, WB Saunders, 1994; 385-398.
25 Sherlock S. Ultrasound, Computed Tomogaphy and Magnetic Resonance Imaging.
In: Sherlock S, Dooley J, eds. Diseases of the Liver and Biliary System, 11 th ed.
Milan: Blackwell science Ltd, 2002; 67-70.
26 Sidharta. Atlas Ultrasonografi Abdomen dan Beberapa Organ Penting, edisi ke 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2000; 3-94.
27 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Hipertensive Disorders in Prenancy in: Williams Obstetric 21th ed. New York:
McGraw-Hill, 2001; 567-618.
28 Speroff L, Glass RH, Kase NG, Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility.
6th ed. Baltimore: Williams ad Wilkins, 1999;
29 Schteingart DE. Prinsip-prinsip Mekanisme Kontrol Endokrin dan Metabolik.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta: EGC, 1995;
1053-57
30 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Breech Presentation and Delivery in: Williams Obstetric 21th ed. New York:
McGraw-Hill, 2001; 509-36..
31 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Preterm Birth in: Williams Obstetric 21th ed. New York: McGraw-Hill, 2001; 689-
728
32 Barrilleaux PS, Martin JN. Drug and Pregnancy. In: Gabbe SG, Scott JR, eds.
Clinical Obstetrics and Gynecology. Mississippi: Lippincott Williams and ilkins
Inc, 2002-31-4.
33 Zuspan FP, Zuspan KJ. Diuretics as antihypertensive therapy During Pregnancy.
In:Raburn WF, Zuspan FP, eds. Drug Therapy in Obstetrics and Gynecology, 3rd ed.
St Louis: Mosby Year Book, Inc, 1992; 112-3.
34 Santos J, Planas R, Pardo A, et al. Spironolactone Alone or in Combination with
Furosemide in the Treatment of Moderate Ascites in Nonazotemic Cirrhosis.
Hepatology 203; 39: 187-92.