Kehamilan Dengan Sirosis Hepatis

43
KEHAMILAN DENGAN SIROSIS HEPATIS Bayu Mahendra*, Suwardewa*, Wibawa** *Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar **Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar Abstrak Latar belakang : Sirosis hepatitis adalah proses anatomi berupa pembentukan nodul dan fibrosis yang menyeluruh dari hepar. Dua puluh lima sampai 75 % sirosis hepatis adalah akibat dari infeksi Virus Hepatitis B (VHB) dan C. Bila terjadi infeksi vertikal pada wanita hamil, terutama bayi perempuan, maka infeksi akan diteruskan pada bayi generasi berikutnya dan seterusnya selama kehamilan dan persalinan, disamping pula sebagai fokus infeksi penyebaran horizontal Kasus: seorang ibu hamil, 28 tahun, letak sungsang, preeklampsia ringan, dan sirosis hepatis dengan mengidap Hepatitis B. Pada kasus HbeAg nya negatif. Hal ini merupakan perjalanan fase III hepatitis B. Pada fase sirosis ini tidak terjadi mitosis dan bersifat nonreplikatif atau titernya sangat rendah. Permasalahan : sirosis hepatis dapat mempengaruhi kehamilan dan menimbulkan komplikasi pada trimester 1, 2, 3 serta

Transcript of Kehamilan Dengan Sirosis Hepatis

KEHAMILAN DENGAN SIROSIS HEPATIS

Bayu Mahendra*, Suwardewa*, Wibawa**

*Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran,

Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar

**Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran,

Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar

Abstrak

Latar belakang : Sirosis hepatitis adalah proses anatomi berupa pembentukan nodul dan

fibrosis yang menyeluruh dari hepar. Dua puluh lima sampai 75 % sirosis hepatis adalah

akibat dari infeksi Virus Hepatitis B (VHB) dan C. Bila terjadi infeksi vertikal pada

wanita hamil, terutama bayi perempuan, maka infeksi akan diteruskan pada bayi generasi

berikutnya dan seterusnya selama kehamilan dan persalinan, disamping pula sebagai

fokus infeksi penyebaran horizontal

Kasus: seorang ibu hamil, 28 tahun, letak sungsang, preeklampsia ringan, dan sirosis

hepatis dengan mengidap Hepatitis B. Pada kasus HbeAg nya negatif. Hal ini merupakan

perjalanan fase III hepatitis B. Pada fase sirosis ini tidak terjadi mitosis dan bersifat

nonreplikatif atau titernya sangat rendah.

Permasalahan : sirosis hepatis dapat mempengaruhi kehamilan dan menimbulkan

komplikasi pada trimester 1, 2, 3 serta pasca persalinan. Demikian pula kehamilan dapat

memperberat sirosis hepatis. Hepatitis B pada pasien seperti ini masih bisa mengalami

eksaserbasi. Tapi pasien kronik inaktif ini masih dapat terjadi perubahan-perubahan

histologis kerusakan hati yang berlanjut. Pada kasus ini hasil esofago gastro

duodenoskopi menunjukkan varises esophagus grade II, III dengan gastropati hipertensi

portal yang berat dengan risiko perdarahan varises.

Penatalaksanaan : tidak ada penangan spesifik terhadap infeksi virus pada penderita ini.

Selama kehamilan dilakukan pemantauan kehamilan secara ketat baik secara klinis, serta

pemeriksaan ultrasonografi dan esofago-gastro-duodenoskopi yang secara klinis

memenuhi kriteria tersebut. Mengenai cara persalinan pada dasarnya tidak ada

kontraindikasi persalinan pervaginam pada kehamilan dengan sirosis hepatis Profilaksis

yang diberikan pada bayi kasus yaitu: Hepatitis B Imun globulin yang hanya memberikan

perlindungan jangka pendek (3-6 bulan) yang diberikan pada keadaan spesifik pasca

paparan, dalam hal ini adalah persalinan dan Vaksin Hepatis B yang diberikan untuk

proteksi jangka panjang. Tiga bulan pasca imunisasi aktif terakhir Anti HBs sudah

positif.

Hasil : lahir bayi spontan Bracht ♀ 2400 gram, AS 6-8. panjang badan 48 cm, Lingkar

kepala 31 cm, lingkar dada 30 cm. Dubowitz skor 40 34-35 minggu (SMK). Ibu dalam

keadaan stabil dan tetap berada dalam keadaan kronik inaktif, kontrasepsi pilihan pada

penderita ini adalah IUCD.

Kata kunci : sirosis hepatis, kehamilan

PENDAHULUAN

Sirosis hepatitis adalah proses anatomi berupa pembentukan nodul dan fibrosis yang

menyeluruh dari hepar. Fibrosis saja bukanlah sirosis, begitu juga dengan nodul yang

parsial tanpa fibrosis bukanlah sirosis.1-10

Pembentukan nodul dan fibrosis hepar adalah akibat dari nekrosis hepatoseluler yang

dapat disebabkan berbagai faktor. Di Indonesia virus Hepatitis B merupakan penyebab

terpenting sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50%. 4,11 Secara klinis sirosis dapat

mengakibatkan dua keadaan yang berbahaya bagi penderitanya berupa kegagalan

hepatoseluler dan hipertensi portal. Keadaan ini adalah suatu proses yang ireversibel

namun tidak progresif. 10

Insiden sirosis hepatis di belahan dunia ketiga cukup tinggi. Dua puluh lima sampai 75 %

sirosis hepatis adalah akibat dari infeksi Virus Hepatitis B (VHB) dan C. Di Asia

tenggara 15% penduduk menderita Hepatitis B pada masa bayi (transmisi vertikal) dan

anak-anak. Sembilan puluh persen akan mengidap hepatitis kronis, 25% dari nya akan

berakhir dengan sirosis hepatis. 11

Bila yang terinfeksi vertikal adalah bayi perempuan maka infeksi akan diteruskan pada

bayi generasi berikutnya dan seterusnya selama kehamilan dan persalinan, disamping

pula sebagai fokus infeksi penyebaran horizontal.11,12

Pencegahan transmisi vertikal akan menurunkan infeksi HBV, menurunkan hepatitis

kronis, dan merupakan suatu tindakan pencegahan primer untuk terjadinya sirosis

hepatis.12

Laporan kasus ini melaporkan seorang ibu hamil, 28 tahun, dengan sirosis hepatis dengan

mengidap Hepatitis B. Kami menganggap kasus ini menarik karena kejadian kehamilan

dengan sirosis hepatis sangat jarang terjadi dan belum ada pedoman yang baku

penanganan disamping kemungkinan risiko yang timbul terhadap kehamilannya dan

keselamatan ibu berkaitan dengan sirosis hepatis bila tidak mendapatkan penanganan

yang adekuat.

Laporan Kasus

Pasien, Ny. YE, 28 tahun, hamil 7 bulan. Pasien rujukan Pos praktek bidan dengan

primigravida, 29-30 minggu, letsu, T/H, Preeklampsia + Polihidramnion. Keluhan Utama

: Hamil 7 bulan dengan nafas terasa berat. Penderita datang dengan keluhan nafas terasa

sesak dan berat sejak 2 hari sebelum periksa ke poliklinik kebidanan RS Sanglah.

Bernafas dirasakan berat jika tidur disertai dengan nafas menjadi pendek-pendek. Tidak

dikeluhkan nafas berbunyi. Keluhan berkurang jika penderita berdiri atau saat

beraktivitas.

Keluhan sakit perut, keluar air, keluar blood slym dan keluhan subyektif seperti sakit

kepala, mata tampak kabur dan nyeri ulu hati tidak ada. Gerakan janin dirasakan seperti

biasa.

Penderita antenatal care di pos praktek bidan 4 kali secara teratur setiap bulan. HPHT

19-10-02. Haid teratur 30 hari sekali, 3-4 hari. Tes kehamilan positif saat kontrol pertama

kali di pos praktek bidan bulan Desember 2002. Selama ANC penderita tidak mengalami

kenaikan tekanan darah. Berat badan sebelum hamil 54 kilogram. Satu bulan terakhir

berat badan penderita meningkat 10,5 kg disertai dengan perut membesar dengan cepat

dan bengkak di kaki. Selama ANC penderita telah diberikan Tablet Fe 1 kali sehari dan

telah diberikan imunisasi tetanus toksoid 2 kali.

Riwayat penyakit sebelumnya : Penderita pernah mengalami muntah darah 1 kali pada

tahun 1998. disertai dengan berak kehitaman. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat

menderita malaria juga disangkal. Riwayat perawatan untuk hal diatas (-) . Riwayat perut

yang membesar (-), hanya terasa penuh bila penderita bekerja berat.

Datang ke rumah sakit dalam keadaan umun baik, tek. darah : 140/90 mmHg, Nadi : 84

x / menit, Respirasi : 24 x / menit, Temperatur aksila : 36,9 oC, Tinggi : 151 cm, Berat

badan : 69 kg, Spider nevi (+), Ascites (+), Hepar tidak teraba, Lien teraba sesuai dengan,

Shuffner I, Caput medusae, Fundus Uteri ½ pusat procesus xipoideus, Letak sungsang,

Bunyi jantung anak (+) 12 13 13, His (-), Odem kedua tungkai (+) Liver palmaris (+),

Rambut ketiak jarang dan rambut pubis jarang. Laboratorium : Hemoglobin 9,07,

Hematokrit 27,6, Lekosit 4,22, Platelet 91,3, Bleeding time/ Cloting time :1’ 30” /7’ 30”,

Urine lengkap : Normal, Kimia Klinik: Bilirubin total 1,10, Bilirubin direk 0,38, SGOT

33 SGPT 19, Alkali pospatase 149

Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Obstetri tanggal 13/5/03 : Fetus Tunggal hidup, 33 W

+ 2 D, EFW : 1988 g, Air ketuban cukup, Plasenta di korpus posterior gr I

Hasil Konsul Bagian Penyakit Dalam didapatkan: Penderita gravida dengan observasi

ascites + anemia + Trombositopenia + spleenomegali, di diagnose banding : Sirosis

Hepatis dan Malaria. Didiagnosa dengan : Primigravida, 30-31 mg T/H, Letsu,

Hipertensi, Ascites + Anemia + Trombositopenia + Spleenomegali. DD: Sirosis Hepatis,

Malaria + hipoalbumin. Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Abdomen: Kesan Sirosis

Hepatis dengan ascites dan spleenomegali.

Pasien datang kembali ke RS, ke IRD kebidanan, karena inpartu. Keluhan : Sakit perut

ingin melahirkan, disertai dengan keluar lendir darah, keluar air, Gerak anak terasa baik.

Didiagnose dengan : G 1 P0000, 34-35 mg T/H, Letsu, Preeklampsia ringan, Sirosis

Hepatis dengan Ascites + Speenomegali, Inpartu kala I fase aktif, direncanakan untuk

dilakukan seksio sesaria oleh karena kehamilan preterm, PBB 2100 g dengan letsu +

Preeklampsia ringan. Tetapi kemudian diputuskan pervaginam karena dengan PBB kecil

dan persalinan pada fase aktif, pada ibu maka dipilih terminasi kehamilan pervaginam.

Hasil konsul penyakit dalam : Sirosis hepatis dan Hipertensi dalam kehamilan grade I.

Diagnose : G 1 P0000, 34-35 mg T/H, Letsu, Preeklampsia ringan, Sirosis Hepatis

dengan Ascites + Speenomegali, Inpartu kala II, Pukul 09.10 wita bayi lahir spontan

Bracht ♀ 2400 gram, AS 6-8. panjang badan 48 cm, Lingkar kepala 31 cm, lingkar dada

30 cm. Dubowitz skor 40 34-35 minggu (SMK).

Bayi kasus segera mendapatkan imunisasi pasif Ig G Hepatitis B, dan Imunisasi aktif 1 cc

pada hari 1, Bulan 1, 2, dan 3.

Hasil Pemeriksaan Serologis Hepatitis Keluarga

HbsAgAnti HBs

HBeAgAnti

Hbe

Anti

HCV

Penderita (+) (-) (+) (-)

Ibu (+) (-)

Ayah (-) (-)

Suami (-) (+) (-)

Anak (setelah berusia

8 bulan)(-) (+) (-)

PERMASALAHAN

Penegakan Diagnosis Sirosis Hepatis Tanpa Biopsi Hati.

Gejala yang timbul pada sirosis hepatis adalah akibat komplikasi hipertensi portal dan

kegagalan fungsi hati. Gejala yang sama bisa terjadi karena penyebab lain sehingga sulit

mendiagnosis. Diagnosis pasti adalah dengan biopsi hati.

Pada kasus ini tidak dikerjakan biopsi karena keterbatasan sarana. Dengan

mengkombinasi data secara klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang non invasif

lain, dapat disimpulkan kelainan tersebut merupakan sirosis hepatis.

Sirosis pada kasus baru dapat ditegakkan saat hamil karena keadaan yang kompensata

berubah menjadi dekompensata dengan adanya beban kehamilan. Bagaimanakah

Penegakan sirosis tanpa dengan biopsi hati?

Masalah Penatalaksanaan

Sirosis hepatis pada keadaan dekompensata disertai varises esofagus berat memiliki

risiko mortalitas ibu yang tinggi karena perdarahan traktus gastrointestinal. Keadaan ini

merupakan indikasi terminasi kehamilan pada penyakit hati. Pada kasus dilakukan

penanganan konservatif dengan segala risikonya. Bagaimana penatalaksanaannya?

Sirosis hepatis pada kasus erat kaitannya dengan perjalanan akhir infeksi virus Hepatitis

B. Transmisi Hepatitis B virus vertikal dapat terjadi intranatal. Bagaimanakah

penatalaksanaannya?

Pengaruh Sirosis Terhadap Kehamilan

Keadaan sirosis dekompensata memiliki fungsi hati yang jauh menurun dengan akibat

gangguan semua metabolisme yang terjadi di hati. Bagaimanakah Pengaruhnya terhadap

kehamilan ?

Pengaruh Kehamilan Terhadap Sirosis Hepatis

Dalam keadaan metabolisme yang sangat terbatas pada sirosis hepatis, kehamilan

merupakan beban dalam setiap trimester sampai kala II persalinan. Bagaimanakah

pengaruhnya?

Pemilihan KB pada sirosis hepatis

Kehamilan pada sirosis hepatis merupakan keadaan yang tidak terduga, pada kasus,

sebelum kehamilan berada dalam keadaan kompensata dan memburuk saat kehamilan.

Sebaiknya penderita tidak hamil karena memperberat keadaan sirosis hepatis.

Bagaimanakah pemilihan kontrasepsi pada penderita sirosis hepatis?’

PEMBAHASAN

Diagnosis sirosis hepatis tanpa biopsi ditegakkan dengan menggabungkan anamnesa,

pemeriksaan fisik dasar, lab darah dan fungsi biokimia hati, ultasonografi abdomen, dan

esofago-gastro-duodenoskopi.10,12-15

Saat usia kehamilan 26-27 minggu ditemukan keluhan lelah, turunnya berat badan,

anoreksia, flatulen, dyspepsia, ikterus, urine yang kemerahan, odem pada tungkai,

sedangkan keluhan riwayat penggunaan obat, alkohol, dan riwayat sakit kuning

disangkal. Riwayat perdarahan spontan gusi, kulit serta saluran pencernaan pernah

dialami namun saat kehamilan tidak.4,7,10 Pada kasus ini penderita mengalami sirosis usia

muda dan tidak ada fase klinik akut hepatitis, kemungkinan oleh karena terjadi infeksi

pada saat lahir dan secara statistik 90% akan mengalami infeksi kronik.

Dalam pemeriksaan fisik kasus ditemukan tanda hipertensi portal dan gangguan fungsi

hati berupa spider naevi, eritema palmaris, ascites, kolateral pembuluh darah di dinding

abdomen, caput umbilicalis, pengecilan hati, lien yang teraba S 1, dan odem

perifer.Tekanan portal normal adalah sekitar 10-15 cm saline. Portal hipertensi

menampakkan gejala klinik bila meningkat lebih dari 30 cm saline. Gejala ini terjadi

karena sirkulasi portal tidak memiliki katup-katup, bila ada hambatan sinusoidal dalam

hal ini sirosis hepatis maka aliran dari pembuluh splanknik menimbulkan transmisi

retograde dan peningkatan tekanan dan menimbulkan kolateral portal-sistemik ke arah

pembuluh vena sirkulasi sistemik yang tekanannya lebih rendah seperti di rektum,

cardioesopageal junction, retroperitoneal, dan ligamentum falciformis.

Gangguan neurologis seperti gangguan mental, stupor maupun tremor tidak ditemukan.

Keadaan ini bisa terjadi akut, reversible, maupun kronik & progresif. Hal ini terjadi

dengan patofisiologi yang belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan besar akibat

sirkulasi ke hepar mengalami by pass sehingga berbagai zat toksik diabsorbsi di intestinal

dan tidak mengalami detoksifikasi dan menimbulkan abnormalitas metabolik di susunan

saraf pusat. Zat yang utama adalah amoniak, GABA (gama aminobutiric acid), merkaptan

dan lain-lain. Predisposisinya adalah perdarahan abdominal, meningkatnya diet protein,

dan hipokalemia akibat penggunaan diuretik berlebihan. Pada kasus hal ini tidak terjadi

karena kemungkinan diet proteinnya cukup, tidak ada perdarahan gastrointestinal selama

hamil, selama perawatan menggunakan kombinasi diuretik hemat kalium.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin

Pada kasus menunjukkan anemia ringan normokromik normositer (Hb 9,58g%; MCV

79,6Fl; MCH 26,5 Pg) hal ini disebabkan oleh karena penyakit yang terjadi kronik

disertai dengan pemecahan yang lebih cepat karena hiperspleenisme. Bila terjadi akibat

perdarahan gastrointestinal yang berulang maka gambaran yang sering terjadi adalah

anemia hipokromik mikrositer.

Platelet (97,5K/uL) akan berkurang sesuai dengan hiperspleenisme dimana darah akan

banyak terpolarisasi di lien dan mengalami pemecahan lebih cepat. Protrombin time

memanjang (18,7 detik) hal ini disebabkan kerena kerusakan hati yang luas

mengakibatkan sintesa faktor pembekuan terganggu termasuk protrombin dan tidak akan

membaik dengan terapi vitamin K. 10,13,18

Kelainan Tes Fungsi Hati

Pada kasus dijumpai sedikit peningkatan kadar bilirubin total, direk dan indirek (1,4 mg

%; 0,3 mg% dan 1,1 mg%) Peningkatan ini sesuai dengan kerusakan sel hati. Pada kasus,

peningkatan tidak terlalu bermakna karena kerusakan hati sudah berada pada fase

terminal. Hal ini juga menandakan hambatan sekresi bilirubin ke empedu yang terjadi

karena hambatan hepatik.

Enzim adalah katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia dalam sel hidup.

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan pembentukan enzim dan

penghancurannya. 10,13,18. Pada sirosis hepatis akan ditemukan peningkatan AST, ALT

yang sangat bervariasi. Perbandingan AST dan ALT atau rasio de Ritis biasanya diatas 1.

Spesifisitas cara ini adalah 75-100% dengan sensitivitas 32-83%.Hal ini disebabkan

karena menurunnya produksi ALT karena luasnya kerusakan hati. (Pada kasus AST 60;

ALT 22) Alfa feto protein (AFP) menunjukkan peningkatan akibat meningkatnya proses

fibrosis di hati. Penurunan kadar albumin, peningkatan kadar globulin dimana rasio

albumin : globulin <1.

Pemeriksaan serologis

Pada kasus ini, serologis pemeriksaan hepatitis virusnya adalah HbsAg (+), dan Anti

HCV (-). Kecurigaan Hepatitis B sebagai penyebab sirosis hepatis merupakan

pertimbangan pertama oleh karena hepatitis B merupakan penyebab terpenting terjadinya

sirosis hepatis di Indonesia. 40-50% pengidapnya akan mengalami sirosis hepatis atau

hepatoselular karsinoma.2,4,6,7 Usia saat terjadinya infeksi akut adalah determinan utama

menentukan risiko progresivitas penyakit untuk menjadi infeksi kronis. Lebih dari 90%

bayi yang terinfeksi selama perinatal akan menjadi infeksi kronis.11

Tabel 1. Pola Enzim dalam Menegakkan diagnosis Kelainan Hepar

SGOT SGPT GamaGT GLDH CHE n

Hepatitis

akut

164

(17-1650)

281

(30-2070)

125

(15-291)

6,75

(1,1-

35,5)

3510

(1370-

5870)

86

Sirosis hati 45 ± 22,5 46±23 62±33 2±2 3126±134

1

20

Kolesistitis 26±5 48±8 129±97 2±1 4755±593 3

Hepatitis 482±680 681±887 114±59 18±11 4955±155

0

13

SGOT SGPT SGOT/SGPT SGOT/GGT

Hepatitis akut 20-50 kali N 20-50 kali N 0,7 <1

Sirosis

Hepatis

5-10 kali N 5-10 kali N -1 ≥1

CPH 5-10 kali N 5-10 kali N 0,7 <1

CAH 5-10 kali N 5-10 kali N >1 ≥1

Perlemakan

hati

2-5 kali N 2-5 kali N <1 >1

Kolesistitis 2-5 kali N 2-5 kali N <1 >1

Kasus berasal dari NTT yang merupakan daerah endemik Hepatitis B. Kasus juga tidak

pernah mengalami fase akut hepatitis dan hampir tidak ada keluhan. Pada daerah

endemik sirosis atau hepatoseluler karsinoma terjadi pada dekade 2-4.1,5,6,7,11

Apabila HbeAg nya positif maka penderita biasanya memiliki konsentrasi HBV DNA

lebih tinggi dalam darah dan lebih mungkin untuk menularkan infeksi kepada orang lain.

Pada kasus HbeAg nya negatif. Hal ini merupakan perjalanan fase III hepatitis B. Pada

fase sirosis ini tidak terjadi mitosis dan bersifat nonreplikatif atau titernya sangat rendah.

Pasien seperti ini masih bisa mengalami eksaserbasi. Tapi pasien kronik inaktif ini

perubahan-perubahan histologis kerusakan hati tetap berlanjut. 18,21

Pemeriksaan Urine

Urobilinogen meningkat, bilirubin bisa positif bila penderita ikterus, eksresi natrium

menurun bahkan kurang dari 5 mmol/L perhari.10 Kasus tidak mengalami ikterus.

Diagnosis Sirosis hepatis ditegakkan secara Anatomis 10

Pada penegakan sirosis hepatis secara anatomis dilakukan dengan pemeriksaan

ultrasonografi berupa : Adanya nodularitas permukaan hati, adanya peningkatan aliran

portal, lobus kaudal membesar secara relatif dibandingkan dengan lobus kanan dan

pembesaran lien.26 Pada kasus hasil ultrasonografi heparnya adalah : hepar mengecil,

permukaan tidak rata, echo parenkhim meningkat, vena porta melebar, bile duct tidak

melebar. Tidak tampak adanya batu di gall bladder. Lien : membesar, vena lienalis

melebar. Tidak tampak space occupying lesion. Ginjal : kanan-kiri tidak membesar.

Bendungan (-) Cairan bebas intra abdomen (+)

Pemeriksaan anatomi lain yang tidak dikerjakan pada pasien adalah:

Visualisasi direk selama laparoskopi atau laparotomi

Skanning Radioisotop : penurunan uptake hepatis, dan gambaran ireguler dan adanya

uptake oleh limpa dan sumsum tulang. Dengan Skanning radioisotop tidak ditemukan

nodul.25

CT scan: Pengecilan hati, iregularitas permukaan hati, dengan kontras gambaran portal

dan vena hepatika dapat diidentifikasi di hati, dan adanya kolateral dan pembesaran lien

dapat dideteksi. Adanya kolateral yang besar, ascites.

Biopsi hati: Adanya nodul dengan septa fibrous tanpa susunan portal, disertai dengan

susunan vaskular yang abnormal.

Baik biopsi hati (62%) dan CT scan hati, memiliki sensitivitas diagnosis tidak lebih dari

90% bila dibandingkan dengan pemeriksaan Ultrasound (87%).10 Untuk menegakkan

sirosis hepar lebih baik diawali dengan pemeriksaan ultrasound, baru diikuti dengan

pemeriksaan biopsi. Bila hasil tidak menunjukkan gambaran sirosis, namun didapatkan

gangguan arsitektur hati, dengan fibrosis dan fragmentasi, bersama-sama dengan hasil

pemeriksaan ultrasonografi dapat dibuat kesimpulan sirosis hati.13

Tabel 2. Histopatologi Biopsi dan kemungkinan etiologi sirosis

EtiologiMorfo

Logis

Lemak

Kole

Stasis

Besi

Pe

rung

gu

Ba

dan Asido

filik

Globulin PAS positif

Hyalin Mallo

ry

Hepato

sit Ground glass

HBV

Makro/

Mikro

Nodular

- - - - + - - +

HCV

Makro/

Mikro

Nodular

+ - ± - + - - -

Alkohol

Mikro/

Makro

Nodular

+ ± ± - ± - + -

Hemokro

Matosis

Mikro

Nodular± - + - - - - -

Penyakit

Wilson

Makro

Nodular± ± - ± + - + -

Def Alfa 1 Antitripsin

Mikro/

Makro

Nodular

± ± - ± ± + ± -

Bilier primer Biliary - + - + - - ± -

Obstruksi vena

reversed - - - - - - - -

Operasi by pass intestinal

Mikro

nodular+ - - - ± - ± -

Sirosis anak-anak Indian

Mikro

nodular- ± - + - - + -

Pada kasus ini prosedur pemeriksaan biopsi hati sebagai dasar diagnosis Pemeriksaan

patologi anatomi tidak dikerjakan karena : jarum biopsi hepar Ultrasonografi guiding

biopsi tidak tersedia di RS Sanglah. Bila dikerjakan, disamping menentukan diagnosis

pasti, juga dapat menentukan kemungkinan etiologi.(tabel 2)

Pemeriksaan Penunjang lainnya

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan esofago-gastro-duodenoskopi untuk melihat varises

esophagus, sumber perdarahan, panjang dan besar varises. 7 Pada kasus ini hasil esofago

gastro duodenoskopi menunjukkan varises esophagus grade II, III dengan gastropati

hipertensi portal yang berat. Artinya risiko terjadinya perdarahan varises sangat tinggi

pada kasus.

Dengan gabungan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium penunjang, USG hepar dan

esofago-gastro-duodenoskopi diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan.

Preeklampsia

Pada kasus, hipertensi yang terjadi selama awal kehamilan tidak diketahui riwayat

hipertensi kronis sebelumnya. Hasil Pemeriksaan urin albumin juga tidak menunjukkan

hasil yang positif pada awal ANC poliklinis. Pada saat inpartu pemeriksaan vital sign

tetap menunjukkan hipertensi ringan disertai dengan albumin urin yang positif sehingga

didiagnosis sebagai preeklampsia ringan. Setelah 2 minggu pasca persalinan tensi

penderita menjadi normal (120/80 mmHg) dengan albumin urin yang negatif sehingga

murni didiagnosis sebagai preklampsia. Pada awal kehamilan albumin urin negatif

kemungkinan disebabkan oleh belum terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah ginjal

sehingga permeabilitas ginjal terhadap molekul albumin belum terjadi.27

Bila sel hati rusak karena sirosis yang luas asam amino akan tidak banyak dirubah

menjadi keton dan ammonia melalui deaminasi oksidatif dan dapat juga meningkatkan

asam amino bebas. Hal ini juga dapat menimbulkan overflow aminoasiduria tanpa disertai

dengan gangguan fungsi ginjal tapi pada keadaan ini tidak ada hipertensi yang menyertai

dan keadaan aminoasiduria sudah terjadi sebelumnya.5

Diagnosis Banding

Pada saat dirujuk ke RS Sanglah penderita ini di diagnosis banding dengan Malaria.

Namun dari anamnesa riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, panas yang tinggi, nyeri

kepala, panas yang kumat-kumatan, mual, diare, nyeri sendi, Pada pemeriksaan fisik

ditemukan hepato-spleenomegali saja, pada pemeriksaan darah dapat terjadi anemia,

trombositopenia.2 Pada kasus tidak ditemukan ikterus dan pemeriksaaan darah tepi tidak

ditemukan plasmodium.

Penatalaksanaan Kehamilan dengan sirosis hepatis

Penatalaksanaan kehamilan dengan sirosis hepatis tergantung pada keadaan yang

memperburuk kondisi ibu maupun janin. Untuk itu pemeriksaan penunjang diagnosis

mengetahui komplikasi sirosis hepatis berupa hipertensi portal dan gangguan fungsi hati

merupakan dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya. Penanganan kehamilan selama

tidak menimbulkan komplikasi perburukan fungsi hati dan hipertensi portal yang berat,

disertai dengan perdarahan adalah melanjutkan kehamilan dengan indikasi terminasi

kehamilan dan mode of delivery pada kasus adalah berdasarkan indikasi obstetrik.30,31

Pada kasus pemeriksaan Esofago-gastro-duodenoskopi dikerjakan setelah persalinan dan

dari pemeriksaan tersebut disimpulkan keadaan varises esophagus grade II, III dengan

gastropati hipertensi portal yang berat.

Sedangkan indikasi terminasi kehamilan pada penyakit hati yang sampai saat ini

disepakati adalah :

Adanya sirosis dengan tanda dekompensasi hati dengan disertai ancaman

perdarahan.

Toksemia gravidarum dimana terdapat ikterus yang berat.

Pasien dengan anemia hemolitik

Pasien dengan hepatitis fulminan. 2

Bila diketahui lebih awal tentu pada kehamilan ini pertimbangan terminasi sudah

diusulkan pada awal kedatangan pertama karena pada kasus memiliki ancaman

perdarahan gastrointestinal.

Pendekatan penanganan konservatif yang dikerjakan pada kasus untuk menjaga tekanan

vena porta dan fungsi hati dan keluhan lain yang menyertai (dalam kasus adanya keadaan

ascites) dimulai dari diet pembatasan garam, pembatasan aktivitas yang melelahkan,

penggunaan diuretik. Selama kehamilan mudah terkontrol ditandai dengan hilangnya

keluhan sesak dan aascites tidak tegang serta tidak ada perdarahan gastrointestinal.

Diuretik yang dipakai untuk menurunkan tekanan sirkulasi portal adalah diuretik hemat

kalium (Spironolakton), yang juga dapat menghilangkan odem dan ascites. Dalam hal ini

memacu natriuresis tanpa terjadinya insufisiensi uteroplasental karena penurunan volume

plasma yang tidak bermakna.32,33,34 Bila diberikan golongan thiasid dan loop diuretik,

karena dapat melewati plasenta, dapat menimbulkan insufisiensi plasenta. 21, 22

Seandainya dengan penanganan ini tidak membaik secara klinis maka dapat ditambahkan

propanolol yaitu penghambat Beta non selektif yang menurunkan tekanan vena porta

dengan cara menimbulkan vasokonstriksi splanknik dan menurunkan cardiac output

sehingga aliran darah ke hati juga menurun. 2,7

Monitoringnya adalah timbang berat badan setiap hari, cairan masuk dan cairan keluar,

Elektrolit setiap 2-3 minggu. Pada kasus preparat ini baru diberikan pasca persalinan.

Obat ini tidak dianjurkan pada saat kehamilan dan diberikan hanya dengan pertimbangan

tertentu karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin dan bradikardia.

Pemberian terapi ini dianjurkan hanya jangka pendek saja.

Kasus datang dengan asites yang tegang. Bila dengan penanganan diatas keluhan tidak

membaik, maka pilihan penanganan lanjutan adalah :Terapetik parasintesis dkerjakan

pada : ascites yang tegang, disertai dengan odema, Child’s grade B, Protrombin > 40%,

Serum bilirubin < 170umol/L (<10 m/dL), Platelets > 40.00 /dL, SC < 3 mg/dL, Sodium

urin > 10 mmol/24 jam.

Apabila secara terapetik parasintesis dan mendikamentosa tidak ada respons keadaan ini

disebut dengan refrakter ascites. Pada keadaan ini dikerjakan Transjugular Intrahepatik

Portosistemik Shunt, Peritone-venous shunting atau transplantasi hepar. Tindakan ini

adalah untuk menurunkan tahanan vena porta sehingga menghilangkan gejala hipertensi

portal.

Pada pasien ini setelah persalinan dilakukan esofago-gastro-duodenoskopi dan

menunjukkan hasil varises esofagus grade II, III dengan gastropati hipertensi berat. Dan

setelah melahirkan diberikan penanganan spironolakton 100-0-0, furosemid 20-0-0 dan

propanolol 3 x 10 mg.

Prosedur penanganan sirosis hepatik dengan kehamilan belum memiliki baku

penatalaksanaan. Pada kasus selama kehamilan tidak ada perdarahan. Bila seandainya

terjadi perdarahan maka pemberian vasopressin hanya untuk menjaga perdarahan

berhenti, sedangkan efek pada janin adalah insufisiensi plasenta karena terjadi iskemia di

uterus dan menginduksi persalinan preterm. Tindakan darurat lainnya yang pernah

dilaporkan adalah skleroterapi dengan menggunakan tetradecyl sulfat atau ethanolamine.

Bila diketahui sejak awal, kasus sebenarnya dapat dikerjakan propilaktik band ligasi atau

skleroterapi propilaktik.

Penanganan obstetri pada kasus sejak awal pemeriksaan adalah konservatif, kehamilan

ini diketahui dalam letak sungsang dengan usia kehamilan 30-31 minggu, saat pertama

datang dengan nafas yang terasa berat, sehingga letak sungsang dibiarkan dengan hanya

usaha knee chest posisi, saat ANC untuk ketiga kalinya pada usia kehamilan 34-35

minggu setelah melakukan knee chest posisi keesokan harinya penderita inpartu.

Tindakan eksternal versi belum dikerjakan dan tidak direncanakan karena penderita

ascites dengan bagian janin tidak mudah untuk diraba.

Sesuai dengan pemeriksaan serologis sirosis yang terjadi pada kasus adalah akibat

perjalanan dari infeksi Hepatitis B virus. 10,11,12 Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi

hepatitis B virus termasuk pada kasus ini. Penderita dewasa yang HbeAgnya negatif

memiliki angka mortalitas dan komplikasi klinis yang rendah untuk menjadi sirosis,

namun pada pasien ini sirosis tetap terjadi dan terjadi pada usia yang dini. Hbe Ag yang

negatif kemungkinan terjadi karena virus tidak lagi replikatif dengan jumlah sangat

rendah.

Saat inpartu sesuai dengan indikasi obstetri maka penderita ini diusulkan untuk seksio

sesarea oleh karena letak sungsang dengan usia kehamilan 34-35 minggu dengan

perkiraan berat badan 2100 g. Dengan pertimbangan datang pada fase aktif dengan

pembukaan 5 sentimeter dan risiko operasi terhadap sirosis hepatis maka direncanakan

tindakan ekspektatif pervaginam. Dua jam kemudian bayi lahir spontan bracht dengan

berat 2400g.

Selama tindakan persalinan dengan prinsip “universal precaution”, Hepatitis B virus

dapat didekontaminasi dalam larutan pemutih dengan konsentrasi 1:10 dalam air.

Penularan penolong dan transmisi perinatal sangatlah tinggi dan biasanya terjadi akibat

paparan darah selama persalinan. Transmisi in utero sangat jarang, hanya kurang dari 2%

dari keseluruhan infeksi perinatal. Risiko bayi untuk mendapatkan infeksi hepatitis B

adalah 70-90% dari ibu yang HbsAg dan HbeAg positif. Risiko ini hanya 5-20% bila

ibunya HbeAg negatif. Pada kasus ini HbeAg negatif sehingga ada kemungkinan risiko

transmisi lebih rendah.

Pengaruh Sirosis Hepatis Terhadap Kehamilan

Kehamilan pada pasien sirosis hepatis jarang terjadi karena sirosis hepatis mengurangi

kesuburan dengan siklus haid anovulasi. 7 Penyebab yang dominan adalah

hipogonadisme. 7,8,9,29 Regulasi normal hormon seks sangat tergantung dari aksis

hipotalamus hipofise, gonad dan faktor yang mempengaruhi keadaan hormon darah tepi

seperti Sex Hormon binding Globulin (SHBG).

Selama bersirkulasi dalam darah, sebagian besar seks steroid, estradiol dan testosteron

berikatan dengan protein pengangkut, yang disebut dengan Sex hormon binding globulin

(SHBG) yang diproduksi di hati. Sepuluh –30 % berikatan dengan albumin, hanya 1%

yang bebas tak berikatan. Sejumlah lain yang sangat sedikit juga berikatan dengan

kortikosteroid binding globulin.

Efek biologis dari steroids seks secara dominan ditentukan oleh kadar dalam sirkulasi

yang bebas tanpa ikatan, atau hormon yang bebas. Sedangkan yang berikatan, secara

relatif tidak aktif.

Pada kasus kehamilan dapat terjadi kemungkinan karena berada dalam stadium

kompensata oleh karena pada stadium ini terjadi peningkatan kadar SHBG sehingga

kadar estrogen dan rasio estrogen/testosteron masih normal. 9

Selain hormonal, hati memegang peranan penting dalam metabolisme berbagai

homoeostasis termasuk asam amino dan karbohidrat, protein dan glikoprotein, lipid dan

obat-obatan. Hipoglikemia dapat terjadi pada sirosis tahap akhir karena kapasitas

penyimpanan glikogennya terbatas (sekitar 70g) dan konsumsi glukosa stabil sekitar

150g/hari ditambah dengan beban kehamilan. Keadaan ini karena respon glukagon juga

menurun, kapasitas sintesa glikogen menurun akibat luasnya kerusakan parenkim hati.

Hati juga merupakan tempat terpenting sintesis protein dan degradasinya. Albumin

adalah yang terpenting. Produksi rata-ratanya adalah 12g/hari. Waktu paruhnya 17-20

hari. Sebagian besar berada di ekstravaskuler dan memegang peranan pada tekanan

onkotik jaringan. Pada sirosis dan juga pada kasus sintesa albumin menurun. Pada

keadaan ini juga diperberat dengan hilangnya protein ke cairan asites.

Pada keadaan sirosis disamping albumin, protein lain juga menurun termasuk faktor

pembekuan darah. Pada kasus keadaan ini terjadi karena kerusakan sel hati. Protrombin

yang memanjang merupakan faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K. Dengan

pemberian Vitamin K tidak akan membaik.

Keadaan sirosis juga mengakibatkan menurunnya total serum kolesterol akibat

menurunnya sintesa. Semua keadaan ini mengakibatkan sumber energi ibu untuk

metabolisme secara relatif menurun. Walaupun selama kehamilan respon meningkatnya

volume sirkulasi dan cardiac output, bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi dan

nutrisi kepada janin, hal ini dapat mengakibatkan abortus spontan 15-20%, pertumbuhan

janin terganggu sampai kematian perinatal 11-18%.

Dengan adanya preeklampsia juga akan memperberat keadaan hipoalbuminemia. Semua

keadaan ini dapat mengakibatkan adanya gangguan sumber asupan bagi janin dari awal

kehamilan diperberat dengan keadaan patologi sirkulasi uteroplasentar yang pada kasus

ini sesungguhnya dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. Kasus melahirkan

bayi berat badan lahir rendah (2400g) dan tanpa tanda pertumbuhan janin terganggu.

Mungkin disebabkan karena asupan sumber makanan mencukupi dan preeklamsia baru

terjadi 1 minggu menjelang persalinan.Pada keadaan yang relatif malnutrisi persalinan

juga dapat berjalan dengan lambat, kekuatan ekspulsi kala II menurun dan risiko

kelelahan ibu dapat menimbulkan gangguan persalinan.

Memanjangnya protrombin time dapat mempengaruhi kaskade faktor pembekuan disertai

dengan hiperspleeninsme yang mengakibatkan turunnya jumlah trombosit juga dapat

mengakibatkan pedarah pasca persalinan.5

Pengaruh Kehamilan terhadap Sirosis Hepatis

Sirosis adalah penyakit yang kronik progresif dengan prognosis dubius ad malam.

Sirosis akan mengakibatkan hipertensi portal dan menimbulkan varises esophagus juga

terjadinya ascites. Kehamilan akan mengakibatkan meningkatnya volume sirkulasi

sampai 40% dan meningkatnya cardiac output sampai 40% sehingga beban sirkulasi

akan meningkat termasuk vena azygos. Disamping itu akibat pengaruh progesteron pada

kehamilan maka pembuluh darah akan berdilatasi termasuk varises. Disamping itu uterus

yang membesar juga akan mengakibatkan penekanan pada vena cava inferior sehingga

tekanan portal akan meningkat. Kehamilan pada sirosis adalah dapat memperberat

komplikasi 30-50% kasus. Berupa pecahnya varises esophagus sebesat 19-45% kasus,

kematian ibu perinatal 18-59%, perdarahan pasca persalinan 7-26% kasus yang

disebabkan oleh trombositopenia dan koagulopati. 5

Komplikasi tersebut terjadi pada keadaan yang menjadi dekompensata saat kehamilan,

komplikasi lainnya adalah kegagalan hati, ensefalopati hepatikum, perdarahan post

partum, dan spontaneous bacterial peritonitis (SBP) serta kematian ibu. Penderita

hipertensi portal oleh karena sirosis memiliki kematian yang lebih tinggi dibanding

dengan hipertensi portal non sirosis. 5,20

Pada penelitian research group di Yunani (Universitas Crete) dari 306 pasien sirosis yang

diamati sejak diagnosis ditegakkan 65% tetap kompensata setelah 3 tahun, menjadi 34%

setelah 7 tahun, 22,88% (70 pasien) meninggal selama pengamatan. Pasien wanita

dengan sebab infeksi hepatitis memiliki survival yang terbaik. 36

Kegagalan fungsi hati dapat dinilai dari klasifikasi Child yang diklasifikasikan A dan B

untuk risiko yang baik dan C untuk risiko buruk. Pada kasus bilirubin 1,4mg%, albumin

1,9 g/dL, asites yang mudah dikontrol, tidak ada gangguan neurologis dan nutrisi baik.

Kegagalan hati akut on kronik hanya terjadi 24 % dari penderita sirosis selama

kehamilan, dan 30% penderita meninggal dalam 48 jam pertama.13 Pada keadaan ini

penderita juga memiliki kemungkinan untuk mengalami ruptur arteri splanknik yang

spontan sehingga penderita mengeluh nyeri perut yang tiba-tiba disertai dengan kolaps

hemodinamik. Bila hipertensi portalnya diketahui pre kehamilan dapat memiliki

prognosis perawatan yang lebih baik selama kehamilan karena dapat dilakukan

monitoring yang lebih terarah. 5

Klasifikasi Child’s dalam menilai fungsi hepatosselular pada sirosis :

Grup A B C

Serum bilirubin <2,0 2,0-3,0 >3,5

Serum albumin >3,5 3,0-3,5 <3,0

Ascites (-) Mudah dikontrol Sulit dikontrol

Gangguan neurologist (-) Minimal Koma yang lanjut

Nutrisi Sangat baik Baik Buruk

(Dikutip dari Sherlock; Disease of biliary and hepatic system, 2002)

Memang pada keadaan yang kompensata kehamilan tidak banyak mempengaruhi

sirosis asal mendapat kan penanganan yang adekuat. Apabila fungsi hati terganggu berat

dan keadaan hipertensi portal yang buruk sebaiknya penderita tidak hamil.

Strategi untuk Mencegah transmisi HBV 11,12

Tujuan primer pencegahan HBV adalah menurunkan infeksi HBV kronik dan berbagai

penyakit hati kronik yang berhubungan dengan infeksi HBV. Tujuan kedua adalah untuk

mencegah infeksi akut hepatitis B.

Profilaksis yang diberikan pada bayi kasus yaitu: Hepatitis B Imun globulin yang hanya

memberikan perlindungan jangka pendek (3-6 bulan) yang diberikan pada keadaan

spesifik pasca paparan, dalam hal ini adalah persalinan dan Vaksin Hepatitis B yang

diberikan untuk proteksi jangka panjang. Tiga bulan pasca imunisasi aktif terakhir Anti

HBs sudah positif.

Vaksin hepatitis B memiliki efikasi 90-95% untuk mencegah hepatitis B. Imun memori

akan bertahan sampai 15 tahun bahkan lebih dan memberikan perlindungan terhadap

infeksi akut dan infeksi kronik hepatitis B, walaupun konsentrasi kadar anti HBs nya

tidak terdeteksi.

Pada bayi yang dilahirkan dengan HbsAg positif wajib melakukan pemeriksaan HbsAg

dan anti HBs pada usia 8-15 bulan. Pada kasus hasilnya adalah anti HBs nya sudah positif

pada saat berusia 8 bulan. Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan pemeriksaan 1-3

bulan setelah seri pemberian imunisasi selesai.

Penanganan Terhadap resipien yang non respon. Resipien yang tidak membentuk serum

anti HBs (≥10mlU/mL) setelah seri vaksin terpenuhi harus di imunisasi ulang. (kecuali

akhirnya diketahui menderita HbsAg positif) secara penuh.

Tabel 4. Tabel Pemberian Vaksinasi Hepatitis B

Pasien Rekombivax

HB

Engerix B

Bayi dari ibu HbsAg negatif dan

anak-anak/dewasa muda usia <20 tahun

5 (0,5) 10 (0,5)

Bayi dari Ibu HbsAg positif (HBIG 0,5 mL) 5 (0,5) 10 (0,5)

Dewasa diaas 20 tahun 10(1,0) 20(1,0)

Pasien dengan hemodialisis atau penyakit imuno

kompromi

40 (1,0) 40(2,0)

Pertimbangan khusus pada kasus tertentu

Bayi preterm. Penelitian menunjukkan penurunan serokonversi mungkin bisa terjadi

pada bayi berat badan lahir rendah kurang dari 2000 g. Tapi pada kasus ini bayi lahir

dengan berat badan 2300 g, dan berhasil menampilkan anti HBs. Setelah bayi tersebut

berusia 1 bulan maka responsnya sama dengan bayi lahir dengan berat badan normal.

Pada kesimpulannya, transmisi HBV perinatal dapat dicegah sekitar 95% dengan

memberikan imunoprofilaksis aktif dan pasif pada bayi yang ibunya HBs Ag Positif.

Imunisasi yang diberikan segera setelah kelahiran sangat efektif untuk mencegah infeksi

HBV perinatal.

Pemilihan KB pada sirosis hepatis

Memang pada keadaan yang kompensata kehamilan tidak banyak mempengaruhi sirosis

asal mendapatkan penanganan yang adekuat. Apabila fungsi hati terganggu berat dan

keadaan hipertensi portal yang buruk sebaiknya penderita tidak hamil.

Tabel. 5. Pola Imunopropilaksis Hepatitis B pada Bayi Preterm dan Bayi dengan Berat

badan Lahir Rendah

Status Maternal

Bayi ≥ 2000g Bayi <2000g

HBs Ag Positif

Vaksin HBV dan HBIG (Sebelum 12 jam sejak kelahiran)

Imunisasi dengan 3 dosis vaksin pada usia 0, 1, dan 6 bulan

Periksa anti HBs dan HBs Ag pada usia 9-15 bulan

Bila bayi menunjukkan hasil HBs Ag dan anti HBs negatif, berikan reimunisasi dengan 3 dosis dengan intervel 2 bulan, kemudian lakukan pemeriksaan ulangan.

Vaksin HBV + HBIG (sebelum 12 jam sejak kelahiran)

Imunisasi dengan 4 dosis pada usia 0, 1, 2-3, dan 6-7 bulan

Periksa anti HBs dan HBs Ag pada usia 9-15 bulan

Bila bayi menunjukkan hasil HBs Ag dan anti HBs negatif, berikan reimunisasi dengan 3 dosis dengan intervel 2 bulan, kemudian lakukan pemeriksaan ulangan.

HBs Ag tidak diketahui

Berikan HBV ( dalam 12 jam kelahiran) + HBIG (dalam 7 hari pertama kelahiran) bila hasil pemeriksaan HBs Ag diketahui positif

Segera lakukan pemeriksaan HBs Ag pada ibu

Vaksin HBV + HBIG (sebelum 12 jam sejak kelahiran)

Segera periksa HBs Ag ibu dalam 12 jam, bila tidak ada berikan HBIG pada bayi

HBs Ag negatif

Sebaiknya diberikan vaksin HBV saat kelahiran

Berikan vaksin HBV dosis pertama pada usia 30 hari bila secara medis bayi dianggap stabil, atau saat keluar dari rumah sakit jika masih belum 30 hari

Imunisasi dengan 3 dosis pada usia , 0-2, 1-4, dan 6-18 bulan.

Bila ingin memberikan kombinasi berikanlah vaksin kombinasi setelah berusia 6-8 minggu

Tidak diperlukan melakukan pemeriksaan anti HBs dsn HBs Ag

Imunisasi dengan 3 dosis pada usia , 0-2, 1-4, dan 6-18 bulan.

Bila ingin memberikan kombinasi , berikanlah vaksin kombinasi setelah berusia 6-8 minggu

Tidak diperlukan melakukan pemeriksaan anti HBs dsn HBs Ag

Untuk kehamilan yang berikutnya boleh direncanakan pada kasus, selama keadaan sirosis

dapat dikendalikan pada fase kompensata dan dilakukan pengawasan kehamilan yang

tepat. Untuk itu pemilihan kontrasepsi pada kasus ini harus yang adekuat dan non

hormonal mengingat biodegradasi hormon terjadi di hepar. Bila tidak menghendaki hamil

lagi maka kontap pria maupun wanita adalah pilihan, sedangkan pada kasus karena

berusia muda dan masih menginginkan anak lagi maka diberikan kontrasepsi IUD.

Ringkasan

Telah dilaporkan sebuah kasus, wanita 24 tahun, suku Flores, dengan sirosis hepatis.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, penunjang

laboratorium, serta pemeriksaan ultrasonografi dan esofago-gastro-duodenoskopi yang

secara klinis memenuhi kriteria tersebut. Diagnosis pasti adalah dengan Biopsi hepar.

Pemeriksaan serologis menunjukkan penyebab sirosisnya adalah infeksi Hepatitis B.

Penatalaksanaan kehamilan dengan sirosis hepatik berupa penanganan hipertensi portal

dan gangguan fungsi hati. Indikasi terminasi kehamilan dan mode of delivery pada kasus

adalah berdasar kan indikasi obstetrik.30,31 Pada kasus termasuk sirosis yang memiliki

ancaman perdarahan dan dirawat secara konservatif dan berhasil baik.

Dimulai dari diet pembatasan garam, pembatasan aktivitas yang melelahkan, penggunaan

diuretik. Diuretik hemat kalium (Spironolakton), yang juga dapat menghilangkan odem

dan ascites memacu natriuresis tanpa terjadinya insufisiensi uteroplasental.

Penghambat Beta non selektif yang menurunkan tekanan vena porta dengan cara

menimbulkan vasokonstriksi splanknik dan menurunkan cardiac output, diberikan hanya

dengan pertimbangan tertentu karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin

dan bradikardia. Pemberian terapi ini dianjurkan hanya jangka pendek saja.

Kehamilan pada pasien sirosis hepatis jarang terjadi karena sirosis hepatis mengurangi

kesuburan dengan siklus haid anovulasi. 7 Faktor yang mempengaruhi keadaan hormon

darah tepi seperti Sex Hormon binding Globulin (SHBG).

Selain hormonal, hati memegang peranan penting dalam metabolisme berbagai

homoeostasis termasuk asam amino dan karbohidrat, protein, glikoprotein dan lipid

sehingga dapat menyebabkan abortus spontan 15-20%, pertumbuhan janin terganggu

sampai kematian perinatal 11-18%.

Memanjangnya protrombin time dapat mempengaruhi kaskade factor pembekuan disertai

dengan hiperspleeninsme yang mengakibatkan turunnya jumlah trombosit juga dapat

mengakibatkan pedarah pasca persalinan.5

Kehamilan pada sirosis adalah dapat memperberat komplikasi 30-50% kasus. Berupa

pecahnya varises esophagus sebesat 19-45% kasus, kematian ibu perinatal 18-59%,

perdarahan pasca persalinan 7-26% kasus yang disebabkan oleh trombositopenia dan

koagulopati. 5

Pada bayi yang dilahirkan dengan HbsAg positif wajib melakukan pemeriksaan HbsAg

dan anti HBs pada usia 8-15 bulan. Pada kasus hasilnya adalah anti HBs nya sudah positif

pada saat berusia 8 bulan.

Pilihan KB harus yang adekuat dan non hormonal mengingat biodegradasi hormon terjadi

di hepar. Kontap pria maupun wanita adalah pilihan. Bila ingin anak maka diberikan

kontrasepsi IUD.

5.2. Saran

1. Diagnosis sirosis hepatis sedapat mungkin ditegakkan secara dini sebagai

antisipasi komplikasi dan perlunya pengembangan teknik invasif khususnya

biopsi terarah di RS Sanglah Denpasar

2. Perlunya "antenatal care" yang ketat terutama dalam observasi tanda-tanda

hipertensi portal berat dan kegagalan hati.

3. Persalinan harus di rumah sakit yang memungkinan penatalaksanaan komplikasi

hipertensi portal terutama perdarahan varises yang berat.

4. Pada Ibu dengan Hepatitis B Virus perlu penanganan imunoprofilaksis pada bayi

untuk mencegah transmisi vertikal.

Daftar Pustaka

1 Riely CA, Davila R. Pregnancy Related Hepatic and Gastrointestinal Disorder. In:

Feldman M, ed. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease, 7 th

ed. San Franscisco, California: Elsevier, 2002; 148-58.

2 Akbar N. Kelainan Hati dan Kehamilan. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman

AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagi H, Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 1996; 338-41.

3 Hunt CM, Sharara AI. Liver Disease in Pregnancy. American Academy of Family

Phys 1999; 20:1-10.

4 Sulaiman HA. Harapan Baru dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Acta Medica

Indonesiana 2003; 15: S115-18.

5 Sandhu BS, Sanal AJ. Pregnancy and Liver Disease. Gastroenterol Clin North Am

2003; 32: 407-36

6 Wilson LM, Lester LB. Sirosis Hati. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit,

edisi 4. Jakarta: EGC, 1995; 445-53.

7 Tarigan P. Sirosis Hati. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,

Widodo D, Isbagi H, Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi

ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 1996; 271-79.

8 Warren MP, Vu C. Central Causes of Hypogonadism Functional and Organic.

Endocrinology and metabolism Clinics. New ork: WB Saunders Company, 2003;

32:1-15.

9 Riely CA. Endocrine Disfunction. In Feldman M, Edit. Sleisenger and Fordtran’s

Gastrointestinal and Liver Disease, 7th ed. San Franscisco, California: Elsevier,

2002; 1558-60.

10 Sherlock S. Hepatic Cirrhosis. In: Sherlock S, Dooley J, eds. Diseases of the Liver

and Biliary System, 11th ed. Milan: Blackwell science Ltd, 2002; 365-80.

11 Surya IGP. Aktor Predisposisi pada Ibu dan Bayi Terhadap Keberhasilan Vaksinasi

Hepatitis B dan Kejadian Infeksi Virus In –Utero.Dalam : Disertasi Program Pasca

Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 1997.

12 Pickering LK, Baker CJ, Overturf GD, Prober CG. Hepatitis B. In: Red Book: 2003

Report of the Committee on Infectious Diseases, 26th eds.Elk groove

Village:American Academy of Pediatrics, 2003; 308-36.

13 Balabaud C. The Diagnosis of Cirrhosis without Liver Biopsy. In: International

Meeting on Liver Disease,1st . Centre Hospitalier Universitaire Bordeaux, France.

14 Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and Its Complications. In: Braunwald E, Fauci

AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson L, eds. Harrison’s Principles of

Internal Medicine, 15th ed. New York: McGraw-Hill, 2001; 1754-67.

15 Sandowski SA, Runyon BA. Cirrhosis. Clinical in Family Practice 2000; 2:1-7.

16 Youssef WI, Mullen KD. The Liver in other (non diabetic) Endocrine Disorder.

Clinic in Liver Disease. Cleveland, USA: WB Saunders Company, 2002;6:1-6.

17 Sherman M. Liver Disease in Pregnancy. Case Report. CAG 2003; 15:1-5.

18 Lott JA, Nolte FS, Gretch DR, Koff RS, Seeff LB, Laboratory Guidelines for

Screening, Diagnosis, and monitoring of Hepatic Injury in: The National Academy

of Clinicak Biochemistry. Dufour DR.eds. Washington DC, 2000; vol. 12.

19 Hudono ST, Yunizaf. Penyakit hati bukan Karena Komplikasi dalam Kehamilan.

Dalam: Wiknyosastro H, Rachimhadi T, Saifuddin AS, eds. Ilmu Kebidanan edisi

kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 494-95.

20 Ch’ng CL, Morgan M, Hainsworth I, Kingham JGC. Prospective Study of Liver

Dysfunction in Pregnancy in southwest Wales. GUT 2002; 51: 876-80.

21 Okamoto H, Miyakawa Y, Mayumi M. Mutation in the Hepatitis B virus core

promoter for a decreased expression of Hepatitis B e antigen. In: Viral Hepatitis and

Liver Disease. Rizzetto M, Purcell RH, Gerin JL, Verme G. eds. Turin, Edizioni

Minerva Medica, 1997, 121-126

22 Knox TA, Olans LB. Liver Disease in Pregnancy. NEJM 2003, 335: 569-75.

23 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.

Gastrointestinal Disorders in: Williams Obstetric 21th ed. New York: McGraw-Hill,

2001; 1273-1306.

24 Walters BNJ. Hepatic and Gastrointestinal Disease. In: High Risk Pregnancy. James

DK, Steer PJ, Weiner CP, GonikB.eds. London, WB Saunders, 1994; 385-398.

25 Sherlock S. Ultrasound, Computed Tomogaphy and Magnetic Resonance Imaging.

In: Sherlock S, Dooley J, eds. Diseases of the Liver and Biliary System, 11 th ed.

Milan: Blackwell science Ltd, 2002; 67-70.

26 Sidharta. Atlas Ultrasonografi Abdomen dan Beberapa Organ Penting, edisi ke 2.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2000; 3-94.

27 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.

Hipertensive Disorders in Prenancy in: Williams Obstetric 21th ed. New York:

McGraw-Hill, 2001; 567-618.

28 Speroff L, Glass RH, Kase NG, Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility.

6th ed. Baltimore: Williams ad Wilkins, 1999;

29 Schteingart DE. Prinsip-prinsip Mekanisme Kontrol Endokrin dan Metabolik.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta: EGC, 1995;

1053-57

30 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.

Breech Presentation and Delivery in: Williams Obstetric 21th ed. New York:

McGraw-Hill, 2001; 509-36..

31 Cunningham FZG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.

Preterm Birth in: Williams Obstetric 21th ed. New York: McGraw-Hill, 2001; 689-

728

32 Barrilleaux PS, Martin JN. Drug and Pregnancy. In: Gabbe SG, Scott JR, eds.

Clinical Obstetrics and Gynecology. Mississippi: Lippincott Williams and ilkins

Inc, 2002-31-4.

33 Zuspan FP, Zuspan KJ. Diuretics as antihypertensive therapy During Pregnancy.

In:Raburn WF, Zuspan FP, eds. Drug Therapy in Obstetrics and Gynecology, 3rd ed.

St Louis: Mosby Year Book, Inc, 1992; 112-3.

34 Santos J, Planas R, Pardo A, et al. Spironolactone Alone or in Combination with

Furosemide in the Treatment of Moderate Ascites in Nonazotemic Cirrhosis.

Hepatology 203; 39: 187-92.