KEHADIRAN SADEWA - majalah.lapan.go.id

4
23 KEHADIRAN SADEWA SEBAGAI PENDETEKSI DINI BENCANA Farid Lasmono Peneliti - Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer e-mail: [email protected]. Indonesia yang berlokasi di Cincin Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire; wilayah dengan banyak kegiatan tektonis), secara konstan menghadapi resiko letusan gunung merapi, gempa bumi, banjir dan tsunami. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, beberapa kejadian bencana alam di Indonesia menjadi berita yang mendunia karena menelan ratusan hingga ribuan korban jiwa yang dibarengi dengan rusaknya infrastruktur. Kerusakan tersebut pada akhirnya akan menambah biaya ekonomi (economic cost) yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga pertengahan tahun 2013, telah terjadi 632 bencana yang didominasi oleh banjir, tanah longsor, dan puting beliung, dengan korban meninggal dunia dan hilang 380 jiwa, 570 jiwa terpaksa mengungsi dan tercatat 33 ribu unit bangunan rusak. Pada tahun ini saja hingga bulan Juni telah terjadi 88 kejadian bencana di Indonesia dengan 30 bencana banjir. Bencana hidrometeorologi lainnya seperti tanah longsor dan puting beliung juga cukup banyak terjadi. Beragamnya jenis kejadian bencana tersebut seakan menegaskan bahwa Indonesia merupakan laboratorium bencana. Peta bencana di Indonesia disajikan pada gambar berikut. Peta Bahaya Banjir di Indonesia (berwarna merah) Peta Bahaya Longsor di Indonesia (berwarna merah) Peta Bahaya Puting Beliung di Indonesia (berwarna merah) 23 Media Dirgantara Vol. 8 No.3 September 2013 AKTUALITA

Transcript of KEHADIRAN SADEWA - majalah.lapan.go.id

Page 1: KEHADIRAN SADEWA - majalah.lapan.go.id

23

KEHADIRAN SADEWA SEBAGAI PENDETEKSI DINI BENCANA

Farid LasmonoPeneliti - Pusat Sains dan Teknologi Atmosfere-mail: [email protected].

Indonesia yang berlokasi di Cincin Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire; wilayah dengan banyak kegiatan tektonis), secara konstan menghadapi resiko letusan gunung merapi, gempa bumi, banjir dan tsunami. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, beberapa kejadian bencana alam di Indonesia menjadi berita yang mendunia karena menelan ratusan hingga ribuan korban jiwa yang dibarengi dengan rusaknya infrastruktur. Kerusakan tersebut pada akhirnya akan menambah biaya ekonomi (economic cost) yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga pertengahan tahun 2013, telah terjadi 632 bencana yang didominasi oleh banjir, tanah longsor, dan puting beliung, dengan korban meninggal dunia dan hilang 380 jiwa, 570 jiwa terpaksa mengungsi dan tercatat 33 ribu unit bangunan rusak. Pada tahun ini saja hingga bulan Juni telah terjadi 88 kejadian bencana di Indonesia dengan 30 bencana banjir. Bencana hidrometeorologi lainnya seperti tanah longsor dan puting beliung juga cukup banyak terjadi. Beragamnya jenis kejadian bencana tersebut seakan menegaskan bahwa Indonesia merupakan laboratorium bencana. Peta bencana di Indonesia disajikan pada gambar berikut.

Peta Bahaya Banjir di Indonesia (berwarna merah)

Peta Bahaya Longsor di Indonesia (berwarna merah)

Peta Bahaya Puting Beliung di Indonesia (berwarna merah)

23Media Dirgantara Vol. 8 No.3 September 2013

AKTUALITA

Page 2: KEHADIRAN SADEWA - majalah.lapan.go.id

Dalam banyak kasus bencana, jumlah korban jiwa diminimalisir apabila dapat diambil tindakan antisipasi sebelum terjadi. Sebagai contoh, proses evakuasi akan lebih efektif dilakukan sebelum terjadi banjir dibanding penyelamatan disaat kejadian sedang berlangsung. Bagi para petani,akan lebih baik mencari mata pencaharian alternatif atau menanam palawija untuk mengantisipasi gagal panen. Antisipasi tersebut bisa tercapai dengan adanya sistem peringatan dini (early warning system) yang memicu tindakan dini (early action) berupa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana yang tepat sasaran. Dengan kemajuan sains dan teknologi yang luar biasa, maka informasi tentang sistem peringatan dini dapat diakses relatif mudah dari berbagai lembaga di dunia melalui dunia maya. Model komputer global, citra satelit, lembaga meteorologi nasional atau badan pemerintah lainnya, laporan-laporan di lapangan (field report), dan lain sebagainya itu dapat memberikan pemahaman tentang apa yang sedang dan akan terjadi berdasarkan ilmu pengetahuan atau data yang telah dipelajari sebelumnya. Misalnya, dalam jangka waktu singkat, peringatan akan datangnya badai dapat membantu masyarakat untuk mempersiapkan dan mengambil tindakan cepat (evakuasi) untuk mengurangi korban jiwa. Dalam jangka waktu menengah, prediksi musim berdasarkan El Nino dapat menunjukkan musim hujan mendatang akan sangat parah, atau adanya kemarau berkelanjutan yang berpotensi mengakibatkan kekurangan bahan pangan. Dalam jangka

Tiga Sub-sistem Sadewa

waktu panjang, skenario perubahan iklim di masa mendatang akan menampilkan peringatan dini akan meningkatnya bencana, beserta tren seperti urbanisasi atau pertumbuhan populasi yang akan memberikan analisa akan suatu resiko bencana. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu target utama LAPAN di dalam Renstra 2010-2014 adalah meningkatkan kemampuan untuk memberikan layanan informasi yang kontinu dan berkualitas mengenai mitigasi bencana termasuk

yang berasal dari atmosfer de-ngan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sains atmosfer. Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer di Bidang Pemodelan Atmosfer telah melaksanakannya dalam bentuk kegiatan penelitian dan pengemba-ngan sistem informasi peringatan dini bencana berbasis satelit yang diberi nama Satellite Disaster Early War-ning System (SADEWA) sejak tahun 2010. Sadewa memonitor kejadian hujan ekstrim yang berpotensi menimbulkan bencana banjir dan longsor di seluruh wilayah Indonesia. Dengan resolusi 5 kilometer persegi, maka informasi yang diberikan bisa mendekati kenyataan (real time). Selanjutnya informasi peringatan dini tersebut dikirim melalui website, e-mail dan pesan singkat (SMS) kepada pihak-pihak yang terkait dengan penanggulangan bencana. Sadewa terdiri dari tiga sub-sistem, yaitu: sub-sistem pemantauan, sub-sistem prakiraan, dan sub-sistem peringatan.

Dengan memanfaatkan data satelit Multi-functional Transport Satellites (MTSAT), Sadewa mengintegrasikan sains atmosfer, teknologi satelit dan teknologi informasi. Sistem ini telah berbasis web sejak versi 2.0 (http://60.253.114.151) dan sekarang memasuki prototipe versi 3.0 (http://60.253.114.151/sadewa30). Sadewa 2.0 berfokus pada peringatan akan adanya hujan ekstrem berdasarkan estimasi curah hujan dari data satelit MTSAT, dan akan mengirimkan pesan peringatan berupa SMS atau email ke badan/lembaga terkait kebencanaan. Informasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan dalam melakukan mitigasi bencana akibat curah

24 Media Dirgantara Vol. 8 No.3 September 2013

AKTUALITA

Page 3: KEHADIRAN SADEWA - majalah.lapan.go.id

Antena penerima dan sistem akuisisi data MTSAT di LAPAN Bandung

Tampilan yang diberikan oleh sistem SADEWA 1.0

hujan tinggi (seperti banjir atau tanah longsor) di suatu daerah. Untuk memperbaiki kinerja dan sistem dibangun Sadewa versi 3.0 yang saat ini masih dalam bentuk prototipe. Selain peringatan untuk hujan ekstrem, Sadewa dapat juga digunakan oleh para peneliti yang ingin mengamati kondisi awan dan hujan di Indonesia dalam bentuk overlay dari masing-masing kanal satelit MTSAT dan variasinya. Gambar berikut memperlihatkan antena penerima dan sistem akuisisi data MTSAT di Lapan Bandung serta tampilan software SADEWA dan wilayah yang dianalisa.

25Media Dirgantara Vol. 8 No.3 September 2013

AKTUALITA

Page 4: KEHADIRAN SADEWA - majalah.lapan.go.id

Dengan pengembangan lebih lanjut seperti model hidrologi dan model pergerakan tanah serta fungsi pendukung mitigasi bencana (lokasi rumah sakit, kantor polisi, atau posko SAR terdekat),

Prototipe SADEWA 3.0 yang terus dikaji dan dikembangkan

Peta pengamatan pada sistem SADEWA 2.0

diharapkan aplikasi ini mampu mendukung dan berperan dalam peringatan dini yang akurat bagi pengambilan keputusan oleh badan/lembaga terkait penanggulangan bencana.

26 Media Dirgantara Vol. 8 No.3 September 2013

AKTUALITA