KEGIATAN BELAJAR 1 -...

107

Transcript of KEGIATAN BELAJAR 1 -...

Page 1: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma
Page 2: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

KEGIATAN BELAJAR 1

AL-ASMĀ AL-HUSNĀ: Allah, al-Rahmān, Al-Rahīm, dan al-Malik

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Menguasai, Memahami, menghayati dan menerapkan makna Akidah Islam tentang Al-

Asmā al-Husnā yaitu: 1) Allāh; 2) al-Rahmān; al-Rahīm; 4) dan al-Mālik dengan berbagai

aspeknya, serta mengidentifikasi ruang lingkup akidah Islam.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

1. Memahami Pengertian Al-Asmā al-Husnā.

2. Memahami konsepsi tentang Allah.

3. Memahami konsepsi tentang Al-Rahman dan al-Rahim.

4. Memahami konsepsi tentang al-Malik.

5. Memahami konsepsi al-Asma Al-Husna dalam lingkup Pancasila.

Pokok-Pokok Materi

1. Pengertian Al-Asmā al-Husnā.

2. Memahami konsepsi tentang Allah.

3. Memahami konsepsi tentang Al-Rahman dan al-Rahim.

4. Memahami konsepsi tentang al-Malik.

5. Memahami konsepsi al-Asma Al-Husna dalam lingkup Pancasila.

URAIAN MATERI

A. Pengertian Al-Asmā Al-Husnā

Nama-nama Allah yang Indah atau Al-Asmā al-Husnā (األسماء الحسنى) secara bahasa

terdiri dari dua suku kata, yaitu al-asmā dan al-husnā. Kata asmā merupakan bentuk jamak

dari mufrad (tunggal) ism yang berarti nama diri atau lafẓun yu’ayyinu syakhṣan au ḥayawānan

au syaian (nama diri seseorang, binatang, atau sesuatu), sedangkan al-husnā berarti yang paling

bagus, baik, cantik, jadi secara bahasa al-Asmā' al- Ḥusnā berarti nama-nama yang terbaik.

Namun secara langsung, Atabik Ali dan Zuhdi Muhdlor dalam Kamus Kontemporer Arab

Indonesia mengartikan al-Asmā' al-Ḥusnā dengan nama-nama Allah yang berjumlah 99

(sembilanpuluh Sembilan). Istilah ini diambil dari beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan

bahwa Allah mempunyai berbagai nama yang terbaik, melalui nama itu, umat Islam bisa

Page 3: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

mengetahui keagungan Allah dan menyeru dengan nama-nama tersebut ketika berdo’a atau

mengharap kepada-Nya. Selain itu, kata al-ḥusnā menunjukkan bahwa nama-nama yang

disandang Allah menunjukkan sifat-sifat yang amat sempurna dan tidak sedikitpun tercemar

dengan kekurangan. Sebagai contoh, bagi manusia kekuatan diperoleh melalui sesuatu yang

bersifat materi seperti otot-otot yang berfungsi dengan baik, dengan kata lain manusia

membutuhkan hal tersebut untuk memiliki kekuatan, dengan meneladani Allah Yang Maha

Kuat (al-Qawiyyu).

Bekenaan dengan jumlah bilangan al- Asmā' al-Ḥusnā, para ulama yang merujuk

kepada al-Qur’an mempunyai hitungan yang berbeda-beda. Sebagaimana dijelaskan oleh Pakar

Tafsir dari Indonesia, Muhammad Quraish Shihab, bahwa al-Thabathabai dalam tafsirnya Al-

Mīzān menyatakan bahwa jumlah al-Asmā' al-Ḥusnā itu ada sebanyak 127 (seratus dua puluh

tujuh) nama. Ibnu Barjam al-Andalusi lebih sedikit banyak dari al-Thabathabai menyebutkan

dalam karyanya Syarh al-Asmā' Al-Husnā dengan menghimpun 132 nama populer yang

termasuk dalam al-Asmā' al-Husnā. Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ia

menghimpun dalam bukunya Al-Kitab al-Asna fī Syarh al-Asmā' al-Husnā, hingga mencapai

lebih dari dua ratus nama, baik yang sudah disepakati, maupun yang masih diperselisihkan dan

yang bersumber dari ulama-ulama sebelumnya. Adapun Riwayat yang populer menyebutkan

bahwa bilangan al-Asmā' al-Ḥusnā adalah sembilan puluh sembilan. Pada subbab di bawah ini,

akan dipaparkan empat al-Asmā' al-Ḥusnā saja dari sembilanpuluh Sembilan, yaitu Allah, al-

Rahman, al-Rahim, dan al-Malik.

B. Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Allah

Sebagian ulama Islam berpendapat bahwa kata Allah (هللا) berasal dari kata al-Ilāh. Kata

al-Ilāh Kata al-Ilāh .(عبد) berarti menyembah (إلھ) juga dapat diderivasi dari kata alih yang (ألھ)

berarti ketenangan (سكن), kekhawatiran (فزع) dan rasa cinta yang mendalam (ولع). Ketiga makna

kata alih .mengarah kepada makna keharusan untuk tunduk dan mengagungkan (ألھ)

Selain itu, kata Allah bisa dilacak dari kata ilāhun terdiri atas tiga huruf: hamzah, lam,

ha, sebagai pecahan dari kata laha –yalihu– laihan, yang berarti Tuhan yang Maha Pelindung,

Maha Perkasa. Ilāhun, jamaknya ālihatun, bentuk kata kerjanya adalah alaha, yang artinya

sama dengan ‘abada, yaitu ‘mengabdi’. Dengan demikian ilāhun artinya sama dengan

ma’budun, ‘yang diabdi’. Lawannya adalah ‘abdun, ‘yang mengabdi’, atau hamba atau budak.

Dalam kamus besar bahasa Arab Lisān Al-‘Arab karya Ibn Manzhur, kata kata ilāhun masih

umum, ketika ditambah dengan lam ma‘rifah, maka menjadi Al-ilāhun yang tiada lain adalah

Allah Swt, yaitu zat yang disembah oleh semua selain-Nya, jamaknya ālihatun. Dengan

Page 4: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

demikian ilāhun artinya sama dengan ma’budun, ‘yang diabdi. Quraish Shihab mengatakan

kata Ilāh disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk (إلھ) mufrad, ilāhaini dalam bentuk

tatsniyah 2 kali dan ālihah dalam bentuk jamak disebut ulang sebanyak 34 kali. Kata ilāh

(tanpa dhamir) dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 80 kali.

Dalam al-Quran kata ilāhun juga dipakai untuk menyebut berhala, hawa nafsu, ataupun

dewa-dewa. Semua istilah tersebut dalam al-Quran menggunakan kata ilāhun, jamaknya

ālihatun. Allah Swt. menyatakan hawa nafsu yang diikuti orang kafir sebagai ilāhun (QS. Al-

Furqan, 25: 43). Allah Swt. menyatakan sesembahan orang musyrik sebagai ilāhun (QS. Hud,

11: 101). Kata ilāhun dan rabbun sesungguhnya warisan bahasa Arab Kuna yang

dipertahankan penggunaannya dalam al-Quran, sebagaimana contoh di atas. Orang-orang Arab

sebelum Islam, memahami makna kata ilāhun sebagai dewa atau berhala, dan mereka gunakan

dalam percakapan sehari-hari. Apabila orang Arab Jahiliyah menyebut dewa cinta, maka

mereka mengatakan ilāhun al-ḥubbi, dan ilāhatun al-ḥubbi untuk menyebut dewi cinta. Kaum

penyembah berhala (animisme), atau aliran kepercayaan di zaman kita sekarang, sebagaimana

orang-orang Arab jahiliyah, menganggap tuhan mereka berjenis kelamin, laki dan perempuan.

Kata pertama yang dicatat sejarah dalam pengekspresian ketuhanan adalah kata ilāhah

Kata ini merupakan nama bagi dewa matahari yang disembah oleh .(إالھة) masyarakat Arab.

Kata ilāhah selanjutnya digunakan untuk mengekspresikan sifat-sifat matahari. Salah (إالھة)

satunya adalah kata ulāhah yang berarti terik matahari yang panas. Kata (األلھة) ilāhah (إالھة)

juga tidak lepas dari makna keagungan, ketundukan dan bahkan penyembahan. Sebagaimana

dicatat oleh Ibnu Manzhur bahwa masyarakat menamakan matahari dengan ilāhah (إالھة)

karena mereka menyembah dan mengagungkan matahari. Dapat disimpulkan bahwa kata ilāh

pada awalnya berasal dari kata (إلھ) wilāh yang berarti ketundukan, pengagungan, dan ,(واله)

ungkapan penghambaan. Selanjutnya dari kata wilāh diderivasikanlah kata (واله) ilāhah (إالھة)

yang menjadi nama bagi dewa matahari. Nama dari dewa matahari tersebut selanjutnya

berevolusi menjadi kata Allah. Menurut Ahmad Husnan, kata Ilāh yang berbentuk kata Allah

mempunyai arti mengherankan atau menakjubkan, karena segala perbuatan/ciptaan-Nya

menakjubkan atau karena bila dibahas hakikat-Nya, akan mengherankan akibat ketidaktahuan

makhluk tentang hakikat zat yang Maha Agung itu. Apapun yang terlintas di dalam benak

menyangkut hakikat zat Allah, maka Allah tidak demikian. Itu sebabnya ditemukan riwayat

yang menyatakan, “Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir

tentang zat-Nya”.

Page 5: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Dalam pandangan Quraish Shihab kata Allah ,هللا terulang dalam al-Quran sebanyak 2.698

kali.Ada yang berpendapat bahwa kata "Allah" disebutkan lebih dari 2679 kali dalam al-Quran.

Sedangkan kata "Tuhan" dalam bahasa Arab adalah Ilāh disebut ulang sebanyak 111 kali (إلھ)

dalam bentuk mufrad, ilāhaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan ālihah dalam bentuk jama'

disebut ulang sebanyak 34 kali. Hal ini juga menjadi refleksi dari tauhid Uluhiyah dimana kita

mengesakan Allah dengan ibadah, dimana tidak menjadi hamba bagi selain-Nya, tidak

menyembah malaikat, nabi, wali, bapak-ibu, kita tidak menyembah kecuali Allah semata.

Ibadah kepada Allah berpijak kepada dua hal, yaitu cinta dan pengagungan. Dengan kecintaan

akan memunculkan keinginan untuk melaksanakan dan pengagungan akan timbul rasa takut

dan khawatir akan dicampakkan, dihinakan dan disiksa-Nya. Kata “Allah” merupakan nama

Tuhan yang paling agung yang menunjukkan kepada kemuliaan dan keagungan Tuhan. Kata

Allah merupakan ekspresi ketuhanan yang paling tinggi dalam Islam, selain bermakna

kemuliaan dan keagungan, kata tersebut juga mensyaratkan bahwa kata Allah mewajibkan

seluruh bentuk kemuliaan dan menegasikan segala bentuk kekurangan, kata Allah juga

merupakan nama bagi zat yang wajib wujud yang berhak untuk mendapatkan segala bentuk

pujian. Sedangkan kata ahad merupakan sifat bagi ketunggulan yang senantiasa abadi dalam

keesaannya.

Ibnu al-‘Arabi (560-638 H) menyebut dan membedakan Tuhan yang dipercayai manusia

saat ini meliputi “Tuhan kepercayaan” (ilāh al-mu’taqad), “Tuhan yang dipercayai” (al-ilāh

al-mu’taqad), “Tuhan dalam kepercayaan” (al- ilāh fī al-i’tiqad) “Tuhan Kepercayaan” (al-

haqq al-i’tiqad), Tuhan yang dalam kepercayaan” (al-haqq al-ladzī fī al-mu’taqad) dan “Tuhan

yang diciptakan dalam kepercayaan” (al-haqq a-Makhlūq fī al-i’tiqad). Allah Swt dalam

pandangan Islam adalah Allāh Aḥad, bermakna bahwa Tuhan esa dalam segala aspek, dan tak

pernah sekalipun mengandung pluralitas. Baik itu pluralitas maknawi, sebagai mana yang ada

dalam genus dan karakter, ataupun pluralitas yang real, sebagai mana yang nampak dalam

dunia materi. Keesaan ini juga menegasikan dan mensucikan Tuhan dari hal-hal yang

mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki bentuk, kualitas, kuantitas, warna dan segala jenis

gambaran akal yang mampu merusak kebersahajaan yang satu. Demikian juga, Ahad

mengindikasikan bahwa tak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Tuhan Yang Maha Esa merupakan titik lokus utama

ajaran agama Islam dalam segala aspeknya, termasuk akidah dan kalam atau teologi. Oleh

karenanya tidaklah berlebihan, jika khususnya umat Islam Indonesia wajib menjaga Konstitusi

Pancasila. Karena semua sila yang terkandung dalam Pancasila selaras dengan ajaran Islam

Page 6: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadis Rasulullah, terutama Sila Kesatu, yaitu

“Ketuhanan Yang Maha Esa.” Konsep Tuhan merupakan konsep yang mendasar bagi setiap

agama yang ada, tak terkecuali dengan Islam. Dari konsep Allah sebagai Tuhan Yang Maha

Esa tersebut, lahirlah konsep-konsep Islamic worldview yang lain, seperti; konsep tentang

wahyu, konsep kenabian, konsep tentang Mu’jizat, konsep alam, konsep manusia, konsep

kehidupan, konsep penciptaan, konsep ilmu, dan konsep-konsep yang lainnya. Dikarenakan

begitu sentralnya konsep Tuhan tersebut, maka perbincangan mengenai agama apapun, tidak

akan terlepas dari pemahaman konsep Tuhan.

Tuhan diartikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan pengertian sebagai sesuatu

yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai Yang Mahakuasa, Mahaperkasa,

dan sebagainya. Konsepsi teologi Islam tentang ketuhanan terangkum dalam QS. al-Nās/114:

1-3:

٣لناس ٱھ إل ٢لناس ٱملك ١لناس ٱبرب أعوذ قل Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia;

Raja manusia; Sembahan manusia (QS. al-Nas/114: 1-3).

Berdasarkan penjelasan dalil naqli di atas, konsep ketuhanan dalam teologi Islam dikenal

dengan tiga istilah, yaitu: Rab (Pemelihara), Malik (Raja), dan Ilāh (Sesembahan). Kesemua

sebutan tersebut untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kata "Allah" dalam al-Qur'an terulang sebanyak 2697 kali. Belum lagi kata-kata semacam

wahid, ahad, al-Rabb, Al-Ilāh atau kalimat yang menafikan adanya sekutu bagi-Nya dalam

perbuatan atau wewenang menetapkan hukum atatu kewajaran beribadah kepada selain-Nya

serta penegasian lain yang semuanya mengarah kepada penjelesan tentang tauhid. Menurut

konsep Islam Tuhan adalah Zat yang Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa. Ia adalah Pencipta

yang Maha Kuasa dan Maha Tahu. Dia abadi yang menentukan takdir dan hakim semesta

Alam, Tuhan dikonseptualisasikan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa, hal ini tercantum

dalam surat Q.S. Al-Ihlas Menurut Maulana Muhammad Ali, Islamolog asal Lahore Pakistan,

kata nama Allah merupakan isim jamid, tak digubah dari perkataan lain.

Konsep Tuhan dalam Islam bersifat Esa, merupakan keunikan dan final sesuai dengan

Pancasila, yang tidak sama dengan konsep Tuhan dalam agama-agama lain, seperti; Kristen,

Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu, meskipun sama-sama meyakini Ketuhanan. Hal tersebut

juga berbeda dengan konsep Tuhan dalam tradisi filsafat Yunani maupun dengan tradisi mistik

Timur dan Barat. Sebagaimana yang telah djelaskan Syed Naquib al-Attas bahwa:

Page 7: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

“The nature of God Understood in Islam is not the same as the conceptions of God Understood in

the various religious traditions of the world; nor is it the same as the conceptions of God understood in

Greek and Hellenistic philosophical tradition; nor as the conceptions of God understood in Western

philosophical or scientific tradition; nor in that of Occidental and Oriental mystical traditions”.

Konsep Tuhan dalam Islam otentik dan final, berdasarkan atas wahyu Al-Qur’an yang juga

bersifat otentik dan final, lafdhan wa ma’nan dari Allah Yang Maha Esa, Shalih fi kulli zaman

wa makan, dan tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Attas menjelaskan “The nature of God as

revealed in Islam is Derived from Revelation”. Konsep Tuhan dalam Islam bersifat “haq”.

Bukan Tuhan hasil personifikasi, sebagaimana agama lain melakukannya sebagai juru

penyelamat dengan beragam manifestasi namanya, maupun sebagai penebus dosa, Tuhan

Bapa, Tuhan Anak, Ruh Qudus dan sebagainya. Bukan pula seperti Tuhan dalam konsepsi

Aristotle, yaitu Tuhan filsafat, yang sering diistilahkan dengan penggerak yang tidak bergerak,

Tuhan yang ada dalam pikiran manusia. Yang berari bahwa ketika manusia tidak berfikir

Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada. Tuhan adalah Dzat yang transenden dan mutlak, yang sama

sekali berbeda dengan makhluknya. Maka tidak tepat manusia, sebagai ciptaan, menciptakan

dari pemikiran mereka sendiri mengenai personifikasi ataupun atribusi kepada Allah Yang

Maha Esa sebagai Dzat Pencipta makhluk.

Istilah nama Allah sebagai nama Tuhan, sangat jelas identik dengan konsep ketuhanan

dalam Islam. Tidak ada agama lain, kecuali Islam yang tegas dan jelas serta sepakat

menggunakan nama Lafadz Allah untuk menyebut nama Tuhan mereka. Karena tidak terdapat

problem dalam penyebutan nama Tuhannya, maka dimana pun, kapan pun, dan siapapun, umat

Islam akan selalu menyebut Tuhannya dengan “Allah”. Hal ini dikarenakan nama Tuhan dalam

Islam ditetapkan berdasarkan sumber yang utama, wahyu al-Qur’an, dan bukan berdasarkan

tradisi ataupun budaya, ataupun konsensus (konsili). Karena itu, umat Islam tidak mengalami

perselisihan tentang nama Tuhan. Dan soal nama Tuhan tersebut sudah final sejak awal, yaitu

Tuhan umat Islam adalah Allah Yang Maha Esa tiada berbilang.

Allah SWT, merupakan kata agung (Lafadz al-Jalalah), nama diri (Ism Al-Dzat) Tuhan,

nama esensi dan totalitas-Nya. Kata itu tersusun dari empat huruf, yaitu Jika huruf .هللا pertama,

alif dihilangkan, tiga huruf lainnya merupakan simbol alam semesta, wujud, yang mencakup

alam nyata (dunia) dan langit gaib di atas cakrawala bintang gemilang; alam kubur (barzakh)

dan surga; akhirat (akhirah). Huruf pertama, alif, merupakan smuber segala sesuatu, dan huruf

terakhir, ha (Dia), adalah sifat Allah yang paling sempurna, Yang Mahasuci dari semua sekutu.

Secara kebahasaan, kata Allah sangat mungkin berasal dari kata al-Illah. Kata itu mungkin

pula berasal dari bahasa Aramea, Alaha yang artinya Allah. Kata Ilāh (Tuhan yang disembah)

Page 8: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

dipakai untuk semua yang dianggap sebagai Tuhan atau Yang maha Kuasa. Dengan

penambahan huruf Alif dan lām di depannya sebagai kata sandang tertentu, maka kata Allah

dari kata al-ilāh dimasudkan sebagai nama Zat Yang Maha Esa, Maka Kuasa, dan Pencipta

Alam semesta yang tiada sekutu bagi-Nya. Kata Allah adalah satu-satunya Ism ‘Alam atau kata

yang menunjukkan nama yang dipakai bagi Zat yang Maha Suci.

Konsep Allah juga telah ada sejak masyarakat Arab pra-Islam. Toshihiko Izutsu

menerangkan masalah makna relasional kata Allah dikalangan orang-orang Arab pra-Islam

dengan tiga kasus. Pertama, adalah konsep Pagan tentang Allah, yaitu orang Arab Murni. Di

sini terlihat orang-orang Arab pra-Islam yang berbicara tentang “Allah” sebagaimana yang

mereka pahami. Kedua, orang-orang Yahudi dan Kristen zaman pra-Islam yang menggunakan

kata Allah untuk menyebut Tuhan mereka sendiri. Di sini tentu saja “Allah” berarti Tuhan

dalam konsepsi Injil, yang terdiri atas beberapa aknum. Ketiga, Orang-orang Arab pagan, Arab

jahiliyah murni non-kristen dan non-Yahudi yang mengambil konsep Tuhan Injil, “Allah”. Hal

ini terjadi ketika seorang penyair Badwi yang bernama Nabighah dan al-A’sha al-Kabar

menulis puisi pujian yang mengarah pada konsep Arap tentang Allah ke arah monoteisme.

Konsep Allah menurut masyarakat Arab pra-Islam, khususnya penduduk Mekkah, dapat

diketahui melalui al-Qur’an. Allah SWT bagi mereka adalah pencipta langit dan bumi, yang

memudahkan peredaran matahari dan bulan, yang menurunkan air dari langit, tempat

menggantungkan harapan.

Tuhan yang haq dalam konsep al-Qur’an adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam

surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-Qur’an

diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum

Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-

Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat

46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.

Menurut informasi al-Qur’an, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan

adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui

wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul

Adam di muka bumi. Esa menurut al-Qura’n adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak

berasal dari bagian-bagian dan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian. Keesaan Allah

adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat

Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah

sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya. Konsepsi kalimat La ilaaha illa

Allah yang bersumber dari al-Qur’an memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai

Page 9: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam

sikap dan praktik menjalani kehidupan.

Allah juga merupakan sebutan atau nama Tuhan (tiada Tuhan selain Allah); wujud

tertinggi, terunik; zat yang maha suci, yang maha mulia; daripada-Nya kehidupan berasal dan

kepada-Nya kehidupan kembali. Para filsuf dizaman kuno menamai Allah swt. Antara lain

dengan nama Pencipta, Akal Pertama, Penggerak pertama, Penggerak Yang tiada Bergerak,

Puncak Cinta, dan Wajib al-Wujud. Allah SWT. Adalah tuntutan setiap jiwa manusia. Setiap

puak dan bangsa manusia merasakan dan menyadari kehadiran-Nya sejak masa yang paling

awal dan menamai-Nya menurut istilah-istilah yang mereka tentukan.

Secara kebahasaan, kata Allah sangat mungkin berasal dari kata al-Illah. Kata itu mungkin

pula berasal dari bahasa aramea, Alaha yang artinya Allah. Kata Ilāh (Tuhan yang disembah)

dipakai untuk semua yang dianggap sebagai Tuhan atau Yang maha Kuasa. Dengan

penambahan huruf Alif laam di depannya sebagai kata sandang tertentu, maka kata Allah dari

kata al-ilaah dimasudkan sebagai nama Zat Yang Maha Esa, Maka Kuasa, dan Pencipta Alam

semesta. Kata Allah adalah satu-satunya ism alam atau kata yang menunjukkan nama yang

dipakai bagi Zat yang Maha Suci. Nama-nama lain sekaligus mengacu pada sifat-sifat-Nya jika

menunjukkan kealaman Zat Allah, seperti al-Aziz atau Yang Maha Perkasa, artinya Allah

mempunyai sifat perkasa.

Dalam kaitannya penyebutan Allah sebagai sebutan Tuhan, kaum musyrik Quraisy dan

kaum Yahudi bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Tuhannya mengutusnya membawa

Risalah Islam. Mereka meminta beliau menerangkan Tuhannya serta menyebut kan nasab-Nya.

Maka Allah SWT pun mengutus Jibril as. Dengan membawa surah al-Ikhlash (At-Tauhid).

Dalam surah itu Allah swt berbicara kepada Rasul-Nya dengan menggunakan kalimat perintah:

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-

Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.”

Surah al-Ikhlash ini berisi sebagian al-‘asmā al-husnā. Pengertian “Allah Ahad’ adalah

Allah itu satu, tak ada sekutu bagi-Nya, dan tak ada yang setara dengan-Nya. Ibnu Abbas dan

sekelompok mufassir al-Qur’an berkomentar bahwa pengertian Allah Ahad adalah Allah itu

satu, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Sebagian filsuf Arab, di antaranya Ibnu

Sina, berpendapat bahwa pengertian ‘Allah Ahad’’ adalah bahwa Allah itu satu (sendiri) dalam

ketuhanan-Nya dan keterdahuluan-Nya, serta tidak ada sesuatupun yang menyertai-Nya dalam

sifat-sifat wajib-Nya. Dia wajib bersifat ada dan mengetahui segala sesuatu, hidup namun tidak

akan mati, mengubah namun tidak pernah berubah. Menurut sebagian pakar bahasa, Allah

SWT Berfirman, Qul huwa Allahu Ahad, bukan Qul huwa Allahu Wahīd, karena kata Wahīd

Page 10: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

termasuk kategori bilangan sehingga sangat mungkin yang lainnya juga masuk ke dalamnya.

Adapun kata Ahad tidak dapat dibagi lagi, baik dalam Zat-Nya maupun pengertian sifat-sifat-

Nya.

Dalam tradisi Ibrani atau Yahudi, Allah disebut dengan nama Yahweh. Kata ini dianggap

bukan nama yang sebenarnya, melainkan berasal dari nama ehyeh atu hayah. Dalam kitab

Gerakan Nama Suci, Nama Allah yang disebut sebagai Yahweh dipermasalahkan. Herlianto

mengutip pernyataan Freedman, menyatakan bahwa ternyata asal-usul nama Yahweh itun tidak

jelas, nama itu menunjuk kepada sumber dari tradisi kaum Median dan kaum Kenit yang pagan.

Dengan adanya dua kaum tersebut, maka juga ikut mempengaruhi keberagaman orang Israel,

dan menyatakan bahwa nama Yahweh berasal dari luar tradisi Ibrani.

Dari sini nampak bahwa nama Tuhan dalam tradisi Yahudi masih bersifat spekulasi.

Sehingga banyak menimbulkan kontroversi di antara mereka. Karena nama Tuhan Yahudi

masih problematik, maka kaum Yahudi ortodoks mengambil sikap untuk tidak

menggunakan kata Yahweh sebagai sebutan nama Tuhan mereka. Sebagai gantinya, Kaum

yahudi Ortodoks menggunakan sebutan Adoney atau Ha Syem. Akan tetapi penggunaan nama

inipun masih problematik dan menimbulkan kontroversial. Sebabnya, kedua nama tersebut

dalam pengucapannya terkadang disamakan dengan Yahweh, atau Tuhan, dan pada beberapa

tempat tertentu diartikan sebagai Tuan, bukan Tuhan.

Dalam penyebutan nama Tuhan, ternyata, orang Yahudi tidak hanya menggunakan sebutan

Adoney, Ha syem, ataupun Yahweh. Akan tetapi juga ada sebutan lain untuk Tuhan mereka,

yaitu El/Elohim atau Eolah. Dalam tradisi Yunani, nama ini dapat digunakan sebagai nama diri

atau nama generik. Kata El, dalam Al-Kitab Perjanjian lama digunakan untuk sebutan Tuhan

orang Israel. Dalam The Interpreters Dictionary of Bible, kata El, digunakan sebagai sinonim

Yahweh. Adapun kata Elohim digunakan untuk menyebut nama diri Allah dalam bentuk jamak.

Elohim kebanyakan digunakan untuk penyebutan gelar, sementara Eolah di artitikan sebagai

God (Tuhan).

Menurut, Ellen Kristi, untuk mencari kejelasan tentang Yahweh, dapat ditelusuri dalam Al-

Kitab Interlinier (terjemahan langsung) Ibrani-Yunani-Inggris. Dalam teks aslinya, kata Tuhan

ternyata ditulis dalam empat huruf mati (tetragramaton) saja, yaitu Y-H-W-H. Karena terdiri

atas konsonan semua, tentu saja tetagramaton ini tidak dapat dibaca. Namun dari berbagai

sumber informasi, nama tersebut ada yang membaca Yahweh, ada pula yang menyebut Yehova.

Ada yang menyingkat sebutan Yahweh dengan “Yah”. Misalnya pada ungkapan “Halelu-Yah”

(Terpujilah Yah).

Page 11: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Spekulasi Yahudi tentang nama Tuhan tersebut, berdampak pada konsepsi Kristen tentang

nama Tuhan yang bermacam-macam. Sebagai contoh, di negara Arab, umat kristen menyebut

Tuhannya dengan Allah, seperti orang Islam menyebutnya, di Barat umat kristen menyebut

Tuhannya dengan God atau Lord. Dalam pandangan Noorsena, kata Allah, meskipun di

lingkungan Kristen Arab tidak dipahami sebagai “nama diri”, sebutan ini begitu sentral

kedudukannya dalam bahasa Arab. Jadi, karena dalam tradisi Kristen, Allah tidak dianggap

sebagai nama diri (proper name), maka mereka diperbolehkan menyebut nama Tuhan dengan

berbagai panggilan.

Lafadz Allah dalam tradisi Kristen bukan termasuk ism dzat (nama diri). Buktinya, masih

banyak perdebatan seputar nama Allah sebagai nama Tuhan dalam agama Kristen. Sebagai

contoh, munculnya kelompok yang menamakan diri Gerakan Nama Suci (Sacred Name

Movement), menolak pemakain kata Allah dalam Bible, kemudian mengganti dengan nama

Yahweh. Kelompok ini perpandangan bahwa nama Allah adalah bukan nama Tradisi Yudaik,

akan tetapi nama itu adalah nama dewa orang Arab pada abad ke-7 Masehi. Oleh karena itu,

lafadz Allah yang ada dalam Al-Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru harus diganti

dengan Elohim atau Yahweh. Di Indoneisa, gerakan ini mengganti nama Allah dengan kata

Elohim, kata Tuhan di ganti dengan Yahweh dan Yesus di ganti dengan Yesua Hamsyah.

Sebagaimana tradisi Yahudi, tradisi Kristen juga tidak hanya mengalamai problem dengan

nama Tuhan, tetapi juga mengalami permasalahan ketuhanan Yesus. Dalam pemikiran Paulus,

ia memperoleh suatu metafisik yang serius. Paulus berpandangan, setiap orang yang saleh, ia

dapat menyatakan seperti apa yang dikatakan Yesus. Yaitu, Aku dan Bapaku (Tuhan) adalah

satu dalam pengertian keserasian total dalam kehendak Tuhan. Para teolog Kristen pun tidak

menolak pemikiran ini, bahkan menerima begitu saja semua unsur sebagai satu kesatuan yang

transenden. Misalnya, dalam Kitab Kejadian 1:26 menyebut tiga pribadi dalam diri Tuhan.

Konsep ketuhanan Kristen ini, kemudian mengalamai perubahan besar dan mendasar yang

kemudian dalam konsili Nicea 325 diputuskan mengenai identitas Tuhan Kristen. Tuhan

Bapak, Anak dan Ruhul Qudus merupakan Tuhan Kristen yang mereka sebut dengan Trinitas.

Trinitas ini pun dikalangan mereka juga mengalami problem mendasar, yang kemudian lahirlah

Konsili Konstantin pada 381. Dalam konsili ini diputuskan dan di evaluasi mengenai status

Tuhan Kristen. Problem ketuhanan dalam Kristen terus menemukan problem yang misterius

hingga kini.

Konsep Tuhan dalam tradisi Yahudi dan Kristen inilah yang dikoreksi oleh Islam. Sayyid

Muhammad Behesthi mengatakan, “Al-Qur’an dengan tegas dan lugas mengatakan bahwa:

tiada Tuhan selain Allah. Konsep tauhid dalam Al-Qur’an tidak pernah menyatakan bahwa

Page 12: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Tuhan Pencipta itu adalah Tuhan dari segala tuhan. Sedangkan dalam agama-agama lainnya

keesaan Tuhan itu kadang tidak dinyatakan secara konsisten”. Kekeliruan Yahudi dan Nasrani

juga dengan jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an, “Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani

mengatakan: ‘Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya.’” (Q.S. Al-Maidah: 18). Yang

dimaksud dengan kalimat “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya”, menurut Imam

Ibnu Al-Jauzi adalah Uzair dan Isa a.s.

Bagi umat Islam, penyebutan nama Tuhan yang bersifat spekulatif tentu sangat bermasalah.

Sebab, hal ini bisa mengaburkan konsep tauhid Islam. Penyebutan kata “Allah” di dalam Al-

Qur’an menandakan bahwa penyematan nama untuk Dzat Yang Maha Kuasa haruslah

bersumber dari Allah sendiri dengan sifat-sifat yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Berkenaan dengan al-Qur'an sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW, maka al-Qur'an dalam epistemologi Islam merupakan sumber informasi

yang benar yang otoritatif (khabar shadiq). Dengan demikian Konsep Tuhan dalam Islam jels-

jels sempurna, karena bersumber pada kitab suci yang otoritatif.

Dalam ajaran al-Qur’an, Allah merupakan Rab (Tuhan Pemelihara) manusia dan seluruh

makhluk di alam raya ini. Muhammad Ismail Ibrahim di dalam buku Mu’jam al-Alfāzh wa al-

A’lām al-Qur’āniyyah menyebutkan bahwa terdapat beberapa arti kata rabb, di antaranya rabb

al-walad, artinya “memelihara anak dengan memberi makan dan mengasuhnya”, rabb asy-

syai’, artinya “mengumpulkan dan memilikinya”, serta rabb al-amr, “memperbaikinya”.

Adapun al-Rabb adalah Tuhan dan merupakan salah satu dari nama Allah yang jamaknya

arbāb. dalam bahasa Arab, kata rabb berarti “yang memiliki”, “yang menguasai”, “yang

menjaga”, “yang memelihara”, “yang membimbing”, “yang mendidik”, “yang merubah”.

Menurut Izutsu Tuhan (Allah) dalam al-Qur'an adalah satu-satunya Wujud yang pantas disebut

“wujud”, realitas di mana tidak satupun di seantero dunia ini yang dapat melawan-Nya. Secara

semantik rabb adalah kata fokus tertinggi dalam kosa-kata al-Qur'an, yang menguasai seluruh

medan semantik, bahkan seluruh sistem. Kata Allah (rabb) ini dilawankan dengan kata

“manusia” (‘abd atau rabbani). Sebab, manusia, sifatnya, perbuatan, psikologi, kewajiban, dan

tujuannya juga menjadi pusat perhatian pemikiran al-Qur'an. Dalam hal ini, bagaimana

manusia bereaksi terhadap firman Tuhan menjadi persoalan yang utama.

Reaksi manusia terhadap firman Tuhan sangat beragam. Manusia (al-insan) yang alim dan

selalu taat kepada perintah Allah sebagai reaksi atas firman-Nya di dalam al-Qur'an di sebut

dengan rabbani. Dalam bahasa Arab maupun al-Qur’an istilah rabbani sama dengan

rabbaniyyah, yakni masdar shina’i (masdar bentukan) yang dinisbatkan kepada rabb yang

berarti Tuhan. Rabba berasal یرب - رب yang berarti:

Page 13: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

الثمامحالالىحالالىحالمنالشیئنشاء

(Mengembangkan sesuatu dari suatu keadaan pada keadaan lain, sampai kepada keadaan

yang sempurna).

Huruf Ya’ yang berada di belakangnya adalah ya’ nisbah, (ya’ untuk membangsakan).

Artinya, penisbatan tersebut ditujukan kepada rabb atau Allah SWT. Yaitu orang yang alim

dan selalu taat kepada perintah Allah, dan akan diangkat derajatnya yang setinggi-tingginya

oleh Allah SWT. Oleh karena itu, rabbani adalah orang yang dibangsakan kepada Tuhan. Kata

rabbani biasanya juga ditunjukkan kepada manusia sebagai julukan (laqab) manusia rabbani

(orang yang dididik Tuhan) atau dapat bermakna semangat berketuhanan, yang merupakan inti

dari semua ajaran para Nabi dan Rasul Tuhan. Jika tali hubungannya dengan Allah sangat kuat,

tahu dan mengamalkan ajaran agama maupun kitabnya. Menurut Toshiko Izutsu, ia juga

menemukan suatu relasi kata rabb dengan kata-kata lain yang mengindikasikan makna lain

terhadap kata rabb, yakni: Tuhan yang menjamin atau memenuhi kebutuhan yang dipelihara,

mengawasi di samping juga memperbaiki segala hal, pemimpin, kepala yang diakui

kekuasaannya yang berwibawa dan yang semua perintah-perintahnya dipatuhi dan diindahkan,

ia juga bermakna raja dan pemilik. Makna-makna ini adalah relasi rabb dengan sifat-sifatnya.

Kata rabb menunjukkan adanya pemaknaan mengenai tauhid Rububiyah dimana adanya

unsur mengesakan Allah Swt, dalam mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta (Q.S:

Al-Zumar: 62; al-Fathir: 3; al-Mulk: 1; al-A’raf: 54). Menurut Ibnu Qoyyim konsekuensi

Rububiyah adalah adanya perintah dan larangan kepada hamba, membalas yang berbuat baik

dengan kebaikan, serta menghukum yang jahat atas kejahatannya. Rabb adalah"Tuhan Sang

Maha Pencipta", yang meciptakan keseluruhan alam ini tidak hanya sekedar menciptakan tetapi

juga di maksudkan sebagai " Sang Maha Pemelihara". Dan juga setiap kejadian tidak lepas dari

kekuasaan-Nya sebagai" Sang Maha Pengatur". Dari sisi pengakuan, tidak hanya kaum

muslimin yang mengakui adanya Rabb. Banyak orang di dunia barat tidak secara formal

beragama tetapi mereka mengakui adanya "Dia" Tuhan Yang Maha Pencipta.

C. Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Rahmān dan Al-Rahīm

Kata al-Rahmān (الرخمن) berasal dari kata Rahīma (رخیم) yang artinya menyayangi atau

mengasihi yang terdiri dari huruf Rā, Hā, dan Mim, yang mengandung makna

kelemahlembutan, kasih sayang, dan kehalusan. Di dalam al-Qur’an kata al-Rahmān terulang

sebanyak 57 kali, sedangkan al-Rahīm .sebanyak 95 kali (الرخیم) Apa arti al-Rahmān? Dalam

Page 14: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

bahasa Inggris, seringkali kata yang digunakan untuk menerjemahkan al-Rahmān adalah

merciful atau benefactory. Namun ada yang perlu kita pahami, bahwa kedua kata tersebut tidak

bisa untuk secara sempurna menggantikan makna kata al-Rahmān. Mercy itu maknanya kasih

yang diberikan ketika seseorang melakukan suatu kesalahan, padahal al-Rahmān itu tidak

hanya diberikan setelah seseorang melakukan kesalahan. Lalu kata benefactory sendiri, hampir

tidak pernah dipakai di keseharian, padahal seharusnya terjemahan membuat kita lebih paham.

Al-Rahmān salah satunya berasal dari akar kata al-Rahm, saat seorang perempuan hamil,

tempat janin bayinya disebut dengan rahim. Disebut rahim karena janin tersebut dirawat,

dilindungi, disayangi dalam berbagai hal. Hubungan sang ibu dan sang bayi kurang lebih

seperti ini: 1) Apakah bayi tersebut mengenal/tahu ibunya? Tidak. 2) Apakah bayi tersebut

sudah punya rasa cinta/sayang ke ibunya? Tidak. 3)Apakah ibunya sudah memperhatikan,

melindungi dan merawat bayinya? Yes, in every way. The entire life of the child is taken care

of by the mother. Dan bayi tersebut tidak tahu sama sekali bahwa ia sangat disayangi, bahwa

ibunya mau melakukan banyak hal untuk bayinya, juga melindunginya dari setiap bahaya.

Kata rahim tersebut melahirkan kata al-Rahmān. Seseorang yang memiliki rahmah,

adalah seseorang yang memiliki rasa kasih sayang kepadamu (have compassion towards you),

seseorang yang lembut dan mempermudah dirimu (want to be soft and easy with you). Ada

saat-saat dimana kita akan mempertanyakan kasih sayang Allah kepada kita. Saat itu, mungkin

adalah hari berat dalam hidup kita, saat itu, mungkin iman kita sedang begitu rendah. Saat itu,

mungkin juga kamu perlu lagi menengok makna al-Rahmān, mencoba berbaik sangka dan

memikirkan kasih sayang dalam bentuk apa yang Allah sedang berikan kepada kita, juga

memikirkan betapa banyak hal buruk yang bisa terjadi pada kita, namun Allah menjaga kita

dari hal-hal tersebut.

Lafaz al-Rahmān dan al-Rahīm keduanya merupakan isim yang berakar dari bentuk

masdar al-Rahmān dengan maksud mubalagah; lafaz al-Rahmān lebih balig (kuat) daripada

lafaz al-Rahīm. Di dalam ungkapan Ibnu Jarir terkandung pengertian yang menunjukkan

adanya riwayat yang menyatakan kesepakatan ulama atas hal ini. Di dalam kitab tafsir sebagian

ulama Salaf terdapat keterangan yang menunjukkan kepada pengertian tersebut, seperti yang

telah disebutkan di dalam asar mengenai kisah Nabi Isa a.s. Disebutkan bahwa dia pernah

mengatakan, " al-Rahmān artinya Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, sedangkan al-

Rahīm artinya Yang Maha Penyayang di akhirat." Sebagian di antara mereka (ulama) ada yang

menduga bahwa lafaz ini tidak ber-musytaq; karena seandainya ber-musytaq, niscaya tidak

dihubungkan dengan sebutan subyek yang dibelaskasihani, dan Allah telah berfirman:

Page 15: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

وكان بالمؤمنین رحیماDan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman. (Al-Ahzab: 43).

Ibnul Anbari di dalam kitab Az-Zahir meriwayatkan dari Al-Mubarrad, bahwa al-

Rahmān adalah nama ibrani, bukan nama Arab. Dan Abu Ishaq Az-Zujaji di dalam kitab

Ma'ani Al-Qur'an, bahwa Ahmad bin Yahya mengatakan, al-Rahīm adalah nama Arab, dan al-

Rahmān nama Ibrani. Karena itu, di antara keduanya digabungkan. Abu Ishaq mengatakan,

pendapat ini tidak disukai. Al-Qurtubi mengatakan bahwa dalil yang menunjukkan bahwa lafaz

al-Rahmān mempunyai asal kata yaitu sebuah hadis yang diketengahkan oleh Imam Turmuzi

dan dinilai sahih olehnya melalui Abdur Rahman ibnu Auf r.a. yang menceritakan bahwa dia

pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

حم وشققت لھا اسما من اسمي فمن وصلھا وصلت حمن خلقت الر تعالى: أنا الر من ھ و قال

قطعھا قطعتھ

Allah Swt. berfirman, "Akulah al-Rahmān (Yang Maha Pemurah), Aku telah

menciptakan rahim dan Aku belahkan salah satu nama-Ku buatnya. Maka barang siapa yang

menghubungkannya, niscaya Aku berhubungan (dekat) dengannya; dan barang siapa yang

memutuskannya, niscaya Aku putus (jauh) darinya.

Al-Qurtubi mengatakan bahwa nas hadis di atas mengandung isytiqaq (pengasalan

kata), maka tidak ada maknanya untuk diperselisihkan dan dipertentangkan. Adapun orang-

orang Arab ingkar terhadap nama al-Rahmān karena kebodohan mereka terhadap Allah dan

apa-apa yang diwajibkannya. Selanjutnya Al-Qurtubi mengatakan bahwa menurut pendapat

lain lafaz al-Rahmān dan al-rahīm mempunyai makna yang sama; perihalnya sama dengan

lafaz nadmana dan nadim, menurut Abu Ubaid. Menurut pendapat yang lainnya lagi, sebuah

isim yang ber-wazan fa'lana tidak sama dengan yang ber-wazan fa'ilun, karena wazan fa'-lana

hanya dilakukan untuk tujuan mubalagah fi'il, yang dimaksud misalnya seperti ucapan “rajulun

gadbanu” ditujukan kepada seorang lelaki yang pemarah. Sedangkan wazan fa'ilun adakalanya

menunjukkan makna fa'il dan adakalanya menunjukkan makna maful.

Abu Ali Al-Farisi mengatakan bahwa al-Rahmān adalah isim yang mengandung makna

umum dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus dimiliki oleh Allah Swt., sedangkan al-

rahīm hanya di-khususkan buat orang-orang mukmin saju, seperti pengertian yang terkandung

di dalam firman-Nya:

Page 16: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

وكان بالمؤمنین رحیماDan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman. (Al-Ahzab: 43).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya merupakan isim yang menunjukkan makna

lemah lembut, sedangkan salah satu di antaranya lebih lembut daripada yang lainnya, yakni

lebih kuat makna rahmat-nya daripada yang lain. Kemudian diriwayatkan dari Al-Khattabi dan

lain-lainnya bahwa mereka merasa kesulitan dalam mengartikan sifat ini, dan mereka

mengatakan barangkali makna yang dimaksud ialah lembut, sebagaimana pengertian yang

terkandung di dalam sebuah hadis, yaitu:

فق ما ال یعطي على العنف فق ویعطي على الر رفیق یحب الر إن Sesungguhnya Allah Mahalembut, Dia mencintai sikap lembut dalam semua perkara,

dan Dia memberi kepada sikap yang lembut pahala yang tidak pernah Dia berikan kepada sikap

yang kasar.

Ibnul Mubarak mengatakan makna ar-rahman ialah "bila diminta memberi", sedangkan

makna ar-rahim ialah "bila tidak diminta marah", sebagaimana pengertian dalam sebuah hadis

yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abu Saleh Al-

Farisi Al-Khauzi, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah

bersabda:

یغضب علیھ من لم یسأل Barang siapa yang tidak pernah meminta kepada Allah, niscaya Allah murka

terhadapnya.

Salah seorang penyair mengatakan:

یغضب إن تركت سؤالھ ...وبني آدم حین یسأل یغضب Allah murka bila kamu tidak meminta kepada-Nya, sedangkan Bani Adam bila diminta

pasti marah.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Yahya At-

Tamimi, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Zufar yang mengatakan bahwa ia pernah

mendengar Al-Azrami berkata sehubungan dengan makna ar-rahmanir rahim, " al-Rahmān

artinya Maha Pemurah kepada semua makhluk (baik yang kafir ataupun yang mukmin),

Page 17: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

sedangkan al-Rahīm Maha Penyayang kepada kaum mukmin." Mereka (para ulama ahli tafsir)

mengatakan, mengingat hal tersebut dinyatakan di dalam firman-Nya:

ثم استوى على العرش Kemudian Dia ber-istiwa di atas Arasy, (Dia-lah) Yang Maha Pemurah. (Al-Furqan:

59).

Di dalam firman lainnya disebutkan pula:

حمن على العرش استوى الرTuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arasy. (Thaha: 5).

Allah menyebut nama al-Rahmān untuk diri-Nya dalam peristiwa ini agar semua

makhluk memperoleh kemurahan rahmat-Nya. Dalam ayat lain Allah Swt. telah berfirman:

Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman. (Al-Ahzab: 43). Maka Dia

mengkhususkan nama al-Rahīm untuk mereka. Mereka mengatakan, hal ini menunjukkan

bahwa lafaz al-Rahmān mempunyai pengertian mubalagah dalam kasih-sayang, mengingat

kasih sayang bersifat umum —baik di dunia maupun di akhirat— bagi semua makhluk-Nya.

Sedangkan lafaz al-Rahīm dikhususkan bagi hamba-Nya yang beriman. Akan tetapi, memang

di dalam sebuah doa yang ma'sur disebut "Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, Yang

Maha Penyayang di dunia dan di akhirat".

Nama al-Rahmān hanya khusus bagi Allah Swt. semata, tiada selain-Nya yang berhak

menyandang nama ini, sebagaimana dinyata-kan di dalam firman-Nya:

حمن أیا ما تدعوا فلھ األسماء الحسنى أو ادعوا الر قل ادعوا Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan narna yang mana saja

kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik)." (Al-Isra: 110).

Dalam ayat lainnya lagi Allah Swt. telah berfirman:

حمن آلھة یعبدون وسئل من أرسلنا من قبلك من رسلنا أجعلنا من دون الرDan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu,

"Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah!"

(Az-Zukhruf: 45).

Ketika Musailamah Al-Kazzab (si pendusta) melancarkan provokasi-nya, dia

menamakan dirinya dengan julukan "Rahmanul Yamamah". Maka Allah mendustakannya dan

membuatnya terkenal dengan julukan al-Kazzab (si pendusta); tidak sekali-kali ia disebut

melainkan dengan panggilan Musailamah al-Kazzab, sehingga dia dijadikan sebagai

Page 18: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

peribahasa dalam hal kedustaan di kalangan penduduk perkotaan dan penduduk perkampungan

serta kalangan orang-orang Badui yang bertempat tinggal di Padang Sahara. Sebagian ulama

menduga bahwa lafaz al-Rahīm lebih balig dari-pada lafaz al-Rahmān, karena lafaz al-Rahīm

dipakai sebagai kata penguat sifat, sedangkan suatu lafaz yang berfungsi sebagai taukid

(penguat) tiada lain kecuali lafaz yang bermakna lebih kuat daripada lafaz yang dikukuhkan.

Sebagai bantahannya dapat dikatakan bahwa dalam masalah ini subyeknya bukan termasuk ke

dalam Bab "Taukid", melainkan Bab "Na'at" (Sifat); dan apa yang mereka sebutkan tentangnya

tidak wajib diakui. Berdasarkan ketentuan ini, maka lafaz al-Rahmān tidak layak disandang

selain Allah Swt. Karena Dialah yang pertama kali menamakan diri-Nya al-Rahmān hingga

selain-Nya tidak boleh menyandang sifat ini. sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam

firman-Nya: Katakanlah,

حمن أیا ما تدعوا فلھ األسماء الحسنى أو ادعوا الر قل ادعوا "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia

mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik)." (Al-Isra: 110).

Sesungguhnya Musailamah Al-Kazzab dari Yamamah secara kurang ajar berani

menamakan dirinya dengan sebutan "al-Rahmān" hanya karena dia sesat, dan tiada yang mau

mengikutinya kecuali hanya orang-orang sesat seperti dia. Adapun lafaz al-Rahīm, maka Allah

Swt. menyifati selain diri-Nya dengan sebutan ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam

firman-Nya:

م حریص علیكم بالمؤمنین رؤف رحیم لقد جاءكم رسول من أنف سكم عزیز علیھ ما عنتSesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari 'kaum kalian sendiri, berat

terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi

kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At-Taubah: 128).

Sebagaimana Dia pun menyifatkan selain-Nya dengan sebagian dari asma-asma-Nya.

seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:

نسان من نطفة أمشاج نبتلیھ فجعلناه سمیعا بصیرا إنا خلقنا اإل

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur

yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia

mendengar dan melihat. (Al-Insan: 2).

Page 19: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Dapat disimpulkan bahwa sebagian dari asma-asma Allah ada yang dapat disandang

oleh selain-Nya dan ada yang tidak boleh dijadikan nama selain-Nya, seperti lafaz Allah, al-

Rahmān, al-Razīq, dan al-Khalīq serta lain-lainnya yang sejenis. Karena itulah dimulai dengan

sebutan nama Allah, kemudian disifati dengan al-Rahmān karena lafaz ini lebih khusus dan

lebih makrifat daripada lafaz al-Rahīm. Karena penyebutan nama pertama harus dilakukan

dengan nama paling mulia, maka dalam urutannya diprioritaskan yang lebih khusus. Jika

ditanyakan, "Bila lafaz al-Rahmān lebih kuat mubalagah-nya, mengapa lafaz al-Rahīm juga

disebut, padahal sudah cukup dengan menyebut al-Rahmān saja?" Telah diriwayatkan dari Ata

Al-Khurrasani yang maknanya sebagai berikut: Mengingat ada yang menamakan dirinya

dengan sebutan al-Rahmān selain Dia, maka didatangkanlah lafaz al-Rahīm untuk membantah

dugaan yang tidak benar itu, karena sesungguhnya tiada seorang pun yang berhak disifati

dengan julukan al-rahmānirrahīm kecuali hanya Allah semata. Demikian yang diriwayatkan

oleh lbnu Jarir, dari Ata, selanjutnya Ibnu Jarirlah yang mengulasnya. Tetapi sebagian dari

kalangan mereka ada yang menduga bahwa orang-orang Arab pada mulanya tidak mengenal

kata al-Rahmān sebelum Allah memperkenalkan diri-Nya dengan sebutan itu melalui firman-

Nya:

حمن أیا ما تدعوا فلھ األسماء الحسنى أو ادعوا الر قل ادعوا Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja

kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik)." (Al-Isra: 110).

Karena itulah orang-orang kafir Quraisy di saat Perjanjian Hudaibiyyah dilaksanakan

—yaitu ketika Rasulullah Saw. bersabda, "Bolehkah aku menulis (pada permulaan perjanjian)

kata bismillāhirrahmānirrahīm (dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha

Penyayang)?"— mereka mengatakan, "Kami tidak mengenal al-Rahmān, tidak pula al-Rahīm."

Demikian menurut riwayat Imam Bukhari. Sedangkan menurut riwayat lain, jawaban mereka

adalah, "Kami tidak mengenal al-Rahmān kecuali Rahmān dari Yamamah" (maksudnya

Musailamah Al-Kazzab).

Allah Swt. telah berfirman:

حمن أنسجد لما تأمرنا وزادھم نفورا حمن قالوا وما الر وإذا قیل لھم اسجدوا للرDan apabila dikatakan kepada mereka, "Sujudlah kalian kepada Yang Maha Rahman

(Pemurah)," mereka menjawab, "Siapakah Yang Maha Penyayang ihi? Apakah kami akan

sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah

sujud iru) menambah mereka jauh (dari iman). (Al-Furqan: 60).

Page 20: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Menurut pengertian lahiriahnya ingkar yang mereka lakukan itu hanya merupakan

sikap membangkang, ingkar, dan kekerasan hati mereka dalam kekufuran. Karena

sesungguhnya telah ditemukan pada syair-syair Jahiliah mereka penyebutan Allah dengan

istilah Rahmān. Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ada seseorang Jahiliah yang bodoh mengatakan

syair berikut:

حمن ربي یمینھا أال ضربت تلك الفتاة ھجینھا ... أال قضب الر

Mengapa gadis itu tidak memukul (menghardik) untanya, bukankah tongkat rahman

Rabbku berada di tangan kanannya?

Salamah ibnu Jundub At-Tahawi mengatakan dalam salah satu bait syairnya:

حمن یعقد ویطلق عجلتم علینا إذ عجلنا علیكم ...وما یشأ الرKalian terlalu tergesa-gesa terhadap kami di saat kami tergesa-gesa terhadap kalian,

padahal Tuhan Yang Maha Pemurah tidak menghendaki adanya akad. lalu talak (putus

hubungan).

Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah

menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu

Imarah, telah menceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari Abdullah ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa Rahmān adalah wazan fa'lana dari lafaz Rahmān, dan ia termasuk

kata-kata Arab. Ibnu Jarir mengatakan, al-rahmānirrahīm artinya "Yang Maha Lemah Lembut

lagi Maha Penyayang kepada orang yang Dia suka merahmatinya, dan jauh lagi keras terhadap

orang yang Dia suka berlaku keras terhadapnya". Demikian pula semua asma-Nya, yakni

mempunyai makna yang sama. Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Mas'adah, dari Auf,

dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rahmān adalah isim yang dilarang bagi selain Dia

menyandangnya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id

Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah

menceritakan kepadaku Abul Asyhab, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rahmān adalah

isim yang tiada seorang manusia pun mampu menyandangnya; Allah menamakan diri-Nya

dengan isim ini.

Muhammad Quraish Shihab menyatakan cenderung menguatkan pendapat yang

menyatakan baik al-Rahmān maupun al-Rahīm terambil dari akar kata Rahmat. Dalam salah

Page 21: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

satu hadist qudsi dinyatakan bahwa Allah berfirman: “Aku adalah al-Rahmān, Aku

menciptakan rahīm, kuambilkan untuknya nama yang berakar dari nama-Ku. Siapa yang

menyambungnya (silaturrahim) akan Ku-sambung (rahmat-Ku) untuknya dan siapa yang

memutuskannya Kuputuskan (rahmat-Ku baginya). (HR. Abudaud dan Attirmizi melalui

Abdurrahman bin ‘Áuf). Quraish menguatkan pendapatnya dengan mengetengahkan pendapat

menurut pakar bahasa Ibnu Faris (w. 395 H) semua kata yang terdiri dari huruf-huruf Ra’ Ha’

dan Mim, mengandung makna “kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan”. Hubungan

silaturahim adalah hubungan kasih sayang. Rahim adalah peranakan/kandungan yang

melahirkan kasih sayang. Kerabat juga dinamai rahim, karena kasih sayang yang terjalin

diantara anggota-anggotanya. Rahmat lahir dan nampak dipermukaan bila ada sesuatu yang

dirahmati dan setiap yang dirahmati pastilah sesuatu yang butuh, karena itu yang butuh tidak

dapat dinamai rahim. Di sisi lain siapa yang bermaksud memenuhi kebutuhan pihak lain tetapi

secara faktual dia tidak melaksanakannya, maka ia juga dapat dinamai Rahim. Bila itu tidak

terlaksana karena ketidakmampuannya, maka boleh jadi dia dinamai rahim, ditinjau dari segi

kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan yang menyentuh hatinya. Tetapi yang demikian

ini adalah sesuatu yang tidak sempurna.

Rahmat yang menghiasi diri seseorang, tidak luput dari rasa pedih yang dialami oleh

jiwa pemiliknya. Rasa itulah yang mendorongnya untuk mencurahkan rahmat kepada yang

dirahmati. Rahmat dalam pengertian demikian adalah rahmat makhluk, Al-Khaliq (Allah) tidak

demikian. Seperti -tulis Al-Ghazali- “Jangan Anda duga bahwa hal ini mengurangi makna

rahmat Tuhan, bahkan di sanalah kesempurnaannya. Rahmat yang tidak dibarengi oleh rasa

pedih – sebagaimana rahmat Allah – tidak berkurang karena kesempurnaan rahmat yang ada

di dalam, ditentukan oleh kesempurnaan buah/hasil rahmat itu saat dianugerahkan kepada yang

dirahmati dan betapapun Anda memenuhi secara sempurna kebutuhan yang dirahmati, yang

bersangkutan ini tidak merasakan sedikitpun apa yang dialami oleh yang memberinya rahmat.

Kepedihan yang dialami oleh sipemberi merupakan kelemahan makhluk”. Adapun yang

menunjukkan kesempurnaan rahmat Ilahi walaupun Yang Maha Pengasih itu tidak merasakan

kepedihan, maka menurut Imam Al-Ghazali adalah karena makhluk yang mencurahkan rahmat

saat merasakan kepedihan itu, hampir-hampir saja dapat dikatakan bahwa saat ia

mencurahkannya – ia sedang berupaya untuk menghilangkan rasa pedih itu dari dirinya, dan

ini berarti bahwa pemberiannya tidak luput dari kepentingan dirinya. Hal ini mengurangi

kesempurnaan makna rahmat, yang seharusnya tidak disertai dengan kepentingan diri, tidak

pula untuk menghilangkan rasa pedih tetapi semata-mata demi kepentingan yang dirahmati.

Demikianlah Rahmat Allah Swt.

Page 22: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Masih menurut Quraish Shihab, menurut Al-Ghazali buah yang dihasilkan oleh al-

Rahmān pada aktivitas seseorang adalah bahwa “ia akan merasakan rahmat dan kasih sayang

kepada hamba-hamba Allah yang lengah, dan ini mengantar yang bersanguktan untuk

mengalihkan mereka dari jalan kelengahan, menuju Allah. Dengan memberinya nasehat secara

lemah lembut – tidak dengan kekerasan, memandang orang-orang berdosa dengan pandangan

kasih sayang- bukan dengan gangguan. Memandang setiap kedurhakaan yang terjadi di alam

raya, bagai kedurhakaan terhadap dirinya, sehingga dia tidak menyisihkan sedikit upaya

apapun untuk menghilangkannya sesuai kemampuannya, sebagai pengejewantahan dari

rahmatnya terhadap si durhaka jangan sampai ia mendapatkan murka-Nya dan kejauhan dari

sisi-Nya”. Sedang buah al-Rahīm menurut Al-Ghazali adalah, “Tidak membiarkan seorang

yang butuh kecuali berupaya memenuhi kebutuhannya, tidak juga membiarkan seorang fakir

disekililingnya atau di negerinya kecuali dia berusaha untuk membantu dan menampik

kefakirannya, dengan harta, kedudukan, atau berusaha melalui orang ketiga, sehingga

terpenuhi kebutuhannya. Kalau semua itu tidak berhasil ia lakukan, maka hendaklah ia

membantunya dengan doa serta menampakkan rasa kesedihan dan kepedihan atas

penderitaanaya. Itu semua, sebagai tanda kasih sayang dan dengan demikian ia bagaikan serupa

dengan yang dikasihnya itu dalam kesulitan dan kebutuhan. Demikian Al-Ghazali.

Kita juga dapat berkata bahwa seseorang yang menghayati bahwa Allah adalah al-

Rahmān (Pemberi Rahmat) karena Dia al-Rahīm (melekat pada dirinya sifat rahmat), akan

berusaha memantapkan pada dirinya sifat rahmat dan kasih sayang, sehingga menjadi ciri

kepribadiannya. Selanjutnya ia tak akan ragu atau segan mencurahkan rahmat kasih sayang itu

kepada sesama manusia tanpa membedakan suku, ras atau agama maupun tingkat keimanan

serta memberi pula rahmat dan kasih sayang kepada makhluk-makhluk lain baik yang hidup

maupun yang mati. Ia akan menjadi bagai matahari yang tidak kikir atau bosan memancarkan

cahaya dan kehangatannya kepada siapapun dan dimanapun. Kalaupun terdapat perbedaan

dalam perolehan cahaya dan kehangatan, maka itu lebih banyak disebabkan oleh posisi

penerima bukan posisi pemberi, karena matahari selalu konsisten dalam perjalannya lagi

memiliki aturan atau hukum-hukum yang tidak berubah. Itulah buah yang diharapkan dari

bacaan al-Rahmān dan al-Rahīm.

Sejak kecil kita sudah diajarkan oleh orang tua atau guru kita untuk memulai segala

sesuatu dengan membaca Bismillah, namun Bismillah yang kita baca tidak lebih dari sebuah

keyaqinan kita tentang keagamaan yang paling terkesan dimasa kanak-kanak dan merupakan

kebiasaan yang kita bawa hingga dewasa dan naïfnya kebiasan itu tetap stagnan tanpa

pemahaman lebih mengenai makna Bismillah yang sesungguhnya. Padahal Bismillah bukan

Page 23: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

hanya ajaran Islam semata, bukan doktrin yang tanpa makna, melainkan adalah sebuah kalimat

yang sarat akan makna dan tersaji husus untuk ummat Muhammad demi kebaikan ummatnya.

Rosulullah meskipun bergelar al-ummi tapi beliau tidak bodoh. Karena ada Tuhan Allah Yang

Maha Cerdas, Maha Baik dan bijaksana dibalik semua ajaran dan anjurannya. Sehingga dalam

memerintahkan segala sesuatu pasti ada hikmah dan tujuannya yang tentu saja untuk kebaikan

kita sebagai ummatnya, termasuk didalamnya adalah perintah berbismillah dalam memulai

setiap aktivitas atau kegiatan yang kita lakukan.

Berangkat dari itu maka rasionalisasi bismillah menjadi sangat penting. Rasionalisasi

yang saya maksudkan adalah bagaimana konsep membaca bismilah sebelum melakukan

aktivitas seperti yang di anjurkan dalam Islam adalah sebuah teory yang logis dalam

menghasilkan energy positif bagi manusia yang produktif, khususnya sebagai khalifah di atas

bumi ini. Rasionalisasi bismillah adalah proses dimana bismillah ternyata adalah konsep yang

pas bahkan bagi manusia yang mendewakan logika modernitas. Salah satunya adalah bahwa

bismilah ternyata bersinergi dengan konsep ilmu perencanaan, bahkan lebih komplit dalam

cara pandangnya karena harus melibatkan kekuatan memandang dengan mata pikiran dan mata

hati. Sebab ketika Bismillah menjadi point penting dari prilaku dan akhlaq nabi Muhammad,

maka pastilah mengandung kebaikan bagi ummatnya dan itu berlaku tak kenal waktu tak

pandang sekarang nanti atau dulu.

Kebaikan dan efektifivas Bismillah bukan saja mengantar kita pada ke Khusu’an

beribadah, tapi juga dalam memberi pencerahan pemikiran dan kepribadian yang kita butuhkan

untuk sampai pada gerbang kesuksesan baik financial maupun spiritual. Seorang Maxwell

Maltz menuturkan bahwa kita harus mengusahakan diri kita memiliki ke-7 ciri kepribadian

untuk bisa menjadi manusia yang sukses menjalani hidup di dunia. Diantaranya adalah Sense

of Direction, Understanding, Courage, Chairty, Self-Acceptance, Self-Confidence. Esteem

(Self-Esteem). Dari ketujuh pandangan Maxwell Maltz tersebut sebenarnya secara tersirat

sudah diajarkan oleh Bismillah yang kita baca setiap harinya. Bahkan bismillah jauh lebih

sempurna memandang arti kesuksesan itu, karena bismillah juga mengajarkan kita bagaimana

kita mampu menikmati kesuksesan tersebut dengan konsep bahagia dalam hidup bahkan

membawanya hingga ke surga yang kita yaqini adanya. Bismillah seperti kunci gerbang utama

menuju kesempurnaan akhlak kita sehingga dengan kunci itu kita bisa membuka pintu sukses

kepribadian kita untuk menjadi kaya, bahagia dan masuk surga. Dalam prakteknya untuk bisa

sampai pada titik pengertian itu memang dibutuhkan kemampuan berfikir dan kematangan

memaknai bismillah itu sendiri, dan buku ini setidaknya akan membawa kita pada ranah

Page 24: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

pemikiran dan pemaham tersebut. Singkat memang, tapi setidaknya akan dapat membuka

cakrawala berfikir kita di dalam ruang-ruang tafakkur kita.

Soekarno, Presiden Pertama Indonesia berpendapat bahwa kata-kata rahman, rahim yang

merupakan sifat prerogatif Tuhan menunjukkan pada kasih sayang Tuhan, namun makna yang

jauh berbeda. Kata-kata al-Rahman menurutnya berarti ‘pemurah’ atau kemurahan Tuhan

untuk memberikan sesuatu kepada manusia sekalipun manusia tidak beramal kepada Tuhan.

Dengan kata lain, al-Rahim menunjukkan kepada pemberian Tuhan sebagai ganjaran dari amal

yang diperbuat manusia. Tanpa amalan maka manusia tidak akan memperoleh ganjaran apa-

apa. Soekarno memberi contoh dari sifat al-Rahman Tuhan sebagai berikut:

“Misalnya kita diberi tanah air oleh Tuhan. Kita di-procotkan (dilahirkan, pen.) dari gua qardha ibu,

tidak didasar laut, atau tidak di awang-awang, dirgantara. Tidak dirgantara itu angkasa, itu yang

dinamakan oleh Ki Dalang Dirgantara. Tidak, kita dilahirkan dalam suatu keadaan yang di situ ada

buminya, yang kita bisa hidup di atasnya, yang di situ ada air yang kita bisa hidup. Pendek kata yang dengan

satu perkataan, kita simpulkan dengan perkataan tanah air. Salah satu kerahmanan Tuhan kepada kita”.

Dapat disebut bahwa bagi Soekarno tanah air adalah merupakan pemberian Tuhan sebagai

aplikasi dari rahmān Tuhan. Oleh karenanya, manusia berkewajiban memelihara dan

mempertahankannya. Pemikiran Soekarno tersebut dapat dipahami bahwa Soekarno ingin

membangkitkan dan membakar semangat juang rakyatnya dalam membela negara. Hal ini

sangat beralasan karena dalam lanjutan pidatonya, Soekarno menyebutkan, “Tanah air ini,

saudara-saudara diancam bahaya. Tuhan perintahkan kepada kita, hai buatlah tanah airmu

ini terhindar dari bahaya, tanah air ini adalah satu amanah Tuhan dan diancam tanah air ini

oleh bahaya, kewajiban kita untuk menyelamatkannya dari bahaya”. Selain itu Soekarno juga

berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kesenangan, karena kesenangan menjalankan sifatnya

itu pulalah Tuhan menurunkan agama, oleh karenanya manusia berkewajiban membuat senang

kepada Tuhan, yakni dengan cara menjalankan agama, dan menjalankan amar ma’rūf nahī

munkar sebagai kewajiban yang diperintahkan Allah. Tuhan bisa menjalankan rahmaniah-Nya.

Antara lain terhadap tanah air dan masyarakat ini.

D. Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Malik

Setelah al-Rabb, maka sifat Allah yang menyusul adalah al-Malik yang secara ,(الملك)

umum diartikan raja atau penguasa. Penempatan susunannya seperti ini sejalan dengan

penempatannya dengan sekian banyak ayat al-Qur'an, antara lain pada surah al-Fatihah dan

surah al-Hasyar. Oleh karena rahmat yang dicurahkan Allah kepada hamba-hambaNya dan

yang dilukiskan dengan kata Raḥmān itu disebabkan karena Dia juga Raḥīm, memiliki sifat

Page 25: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Raḥmān yang melekat pada diriNya. Namun siapa yang memiliki sifat rahmat, belum tentu

memiliki sifat kekuasaan dan hanya Allah yang memiliki yakni memiliki kekuasaan dan

kerajaan serta kepemilikan. Kata "Malik" mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu

disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. Kata "Malik" yang biasa

diterjemahkan raja adalah yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah

dan pencabutan. Karena itu, biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang

yang sifatya tidak dapat menerima perintah dan larangan. Salah satu kata "Malik" dalam al-

Qur'an adalah yang terdapat dalam surah al-Nās, yakni "Malik al-nās" (Raja manusia).

Dalam Al-Qur'an, tanda-tanda kepemilikan kerajaan adalah kehadiran banyak pihak

kepadaNya untuk bermohon agar dipenuhi kebutuhannya atau untuk menyampaikan persoalan-

persoalan besar agar dapat tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa

itu melayani kebutuhan makhlukNya. Sebagaimana yang difirmankan dalam al-Qur'an: "Setiap

yang di langit dan di bumi bermohon kepadaNya. Setiap saat dia dalam kesibukan (memenuhi

kebutuhan mereka) (QS. al-Rahmān ayat 29). Kata "Malik" terdiri dari tiga huruf yakni Mim,

Lam, dan Ka. Yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata Malik

pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata Malik terulang di dalam al-Qur'an sebanyak

5 (lima) kali, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata "hak" dalam arti yang "pasti dan

sempurna," yaitu terdapat dalam surah Thaha ayat 114 dan surah al-Mukminun ayat 122, “Dan

adapun kerajaan Allah mencakup kerajaan lagit dan bumi.” Allah berfirman dalam surah al-

Zukhruf ayat 85: "Maha suci Allah yang milik-Nya kerajaan/kekuasaan langit dan bumi dan

apa yang ada diantara keduanya. Disisi-Nya pengetahuan tentang kiamat dan hanya kepada-

Nya kamu di kembalikan". Demikian pula Allah juga pemilik kerajaan akhirat, hal tersebut

terdapat dalam surah al-an'am ayat 73 dan surah al-Hajj ayat 56: "Dan milikNya

kerajaan/kekuasaan pada hari ditiup sangkakala " "Kerajaan pada hari itu (kiamat) adalah milik

Allah".

Imam Al-Gazali menjelaskan arti "Malik" yang berarti raja yang merupakan salah satu

nama Asmaul Husna dengan menyatakan bahwa "Malik" adalah yang tidak butuh pada zat dan

sifat-Nya segala yang wujud, bahkan Dia adalah yang butuh kepadaNya segala sesuatu yang

menyangkut segala sesuatu, baik pada zatNya, sifatNya, wujudNya dan kesinambungan

eksistensinya. Bahkan wujud segala sesuatu, bersumber dari-Nya, atau dari sesuatu bersumber

dari-Nya. maka segala sesuatu selain-Nya menjadi milikNya dalam zat dan sifatnya dan

membutuhkanNya. Demikianlah itu raja yang mutlak". Disini terlihat perbedaan antara

"Malik" yang berarti "Raja" dan "Maalik" yang diartikan "pemilik". Seseorang pemilik belum

tentu menjadi raja, sebaliknya pemilikan seorang raja biasanya melebihi pemilikan pemilik

Page 26: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

yang bukan raja. Oleh karenanya, Allah adalah raja sekaligus pemilik. Kepemilikan Allah

berbeda dengan kepemilikan makhluk/manusia. Allah swt berwewenang penuh untuk

melakukan apa saja terhdap apa yang dimilikiNya.

Al-Mulku berakar pada kata mim, lam, dan kaf yang mengandung makna pokok “keabsahan

dan kemampuan”. Dari makna yang pertama terbentuk kerja malaka – yamliku – mulkan

artinya menguasai. Dari sini diperoleh kata malik dan mulk masing-masing artinya raja dan

kekuasaan. Dalam al-Qur’an penggunaannya bisa dilihat pada surat Al-Baqaraah ayat 247.

“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Alloh telah membangkitkan untuk

kamu Thalut sebagai “malik” Mereka menjawab, “Bagaimana ia mempunyai mulku atas kami,

padahal kami lah yang berhak memegang mulki darinya, karena ia tidak memiliki kekayaan”.

Ayat ini menceritakan penolakan Bani Israil atas kepemimpinan Thalut, karena memandang

Thalut tidak memiliki apa yang menurut mereka menjadi syarat kepemimpinan. Menurut ilmu

politik dan ilmu Negara sendiri malik, dalam hal ini adalah raja, diartikan sebagai seorang yang

mewarisi kekuasaan dari penguasa sebelumnya, kekuasaannya disebut mulk, kerajaan.

Pengertian Malik menurut al-Qur’an adalah lebih luas, ia bermakna raja, tapi juga pemilik

kekuasaan, artinya bukan hanya penguasaan akan tetapi juga kepemilikan. Pengertian tersebut

dapat di lihat dalam QS. 3: 26; “Katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Tuhan yang

memiliki kekuasaan! Engkaulah yang memberi kekuasaan kepada siapa yang Engkau

kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki.

Engkaulah juga yangmemuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang

menghinakan siapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkau sajalah adanya segala

kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. Dalam ayat tersebut

digambarkan bahwa Alloh pemilik dari kekuasaan (malik-ul mulki) dan memberikan dan

mencabut kekuasaan tersebut kepada siapa yang dikehendakinya. Sedangkan dalam QS. 59:

23, dikatakan bahwa Alloh adalah Al-Malik. Dengan melihat ayat tersebut bisa kita simpulkan

bahwa suatu kekuasaan hakekatnya adalah milik Alloh SWT dan manusia hanyalah berkuasa

dengan izin dari Alloh SWT. Ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan kata ini secara umum, artinya

tidak hanya merujuk kepada suatu kekuasaan politik saja.

E. Konsep Al-Asmā' Al-Husnā dalam Pancasila

Konsepsi teologis dalam Pancasila tidak bisa dipahami dalam vacuum, sebab konsepsi

teologis Pancasila, betapapun murni dan transendentalnya, dihasilkan oleh para pemikir yang

hidup dalam semangat zaman tertentu. Apa yang kemudian dikenal sebagai Pancasila saat ini,

dirintis dalam beberapa tahapan zaman yang diwarnai oleh gerakan-gerakan sosial-politis

Page 27: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

bahkan teologis yang sangat kritis terhadap zaman sebelumnya. Dalam hal ini, menurut penulis,

sangat penting untuk menelusuri konsepsi teologis Pancasila menurut perumus Pancasila itu

sendiri, yaitu Soekarno, untuk dijelaskan kepada generasi penerus bangsa melalui Pancasila.

Soekarno dalam berbagai karyanya, baik ceramah maupun tulisan, banyak mengungkapkan

tentang teologi Pancasila, terlebih lagi tentang teologi Islam. Soekarno menyampaikan

pidatonya di Sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, ketika itu Soekarno menjelaskan tentang

prinsip teologi atau Ketuhanan dalam penyusunan dasar negara:

“Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan,Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut pentunjuk Isa al-Masih, yang Islam bertuhanmenurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab-kitab yangada padanya. Tetapi marilah kita semua bertuhan. Hendaklah negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhansecara kebudayaan, yakni dengan tiada ‘egoisme-agama’. Dan hendaknya negara Indonesia satu negarayang bertuhan. Marilah kita amalkan, jalannya agama, baik Islam maupun Kristen, dengan cara yangberkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.”

Bagi Soekarno, Tuhan adalah kekuatan, kekuatan yang tidak ada tandingannya. Oleh

karenanya, Soekarno menghendaki negara Indonesia merupakan negara yang memiliki teologi

ketuhanan, bukan seluleristik ataupun ateistik. Namun demikian, temuan penulis, teologi bagi

bangsa itu merupakan suatu bentuk berketuhanan yang dicirikan oleh dua corak teologi, yaitu:

berkebudayaan dan berperadaban. Teologi berkebudayaan merupakan suatu corak teologi yang

inklusifistik, dengan tiada egoisme agama. Teologi yang berkeadaban, suatu teologi yang

pluralis, saling hormat-menghormati antar satu agama ataupun keyakinan yang tumbuh-

kembang di Nusantara ini.

Uniknya, malah Soekarno menganggap suatu keanehan bahwa ada orang yang

berpendapat, orang yang intelek tidak percaya adanya Tuhan (ateistik). Karena, menurut

Soekarno, makna intelek itu adalah otak, atau orang intelek itu adalah orang yang

berpendidikan. Selanjutnya Soekarno menganggap, beliau dianggap intelek karena telah

menyandang gelar insinyur dan 16 doktor dari berbagai jurusan ilmu, serta mendapat gelar

professor. Pernah ada yang bertanya, “Bung Karno yang intelek, yang professor dan

menyandang 16 doktor, mengapa percaya adanya Tuhan? Apa bukti adanya Tuhan?” Dengan

lantang dan penuh keyakinan, Soekarno memberi jawaban:

“Ya, jikalau saya harus membuktikan kepada saudara bahwa Tuhan itu ada, saya tidak bisa, tetapi bisa

membuktikan kepada diriku sendiri, kepada ku sendiri bahwa Tuhan ada, bahkan saya sering bercakap-

cakap dengan Tuhan. Saya sering meminta kepada zat itu, itupun belum merupakan bukti Tuhan itu ada.

Bahwa saya sering meminta kepada zat itu dan zat itu memberikan kepadaku apa yang kuminta. Nah, itulah

bagiku satu bukti yang nyata bahwa Tuhan itu ada”.

Page 28: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Selanjutnya Soekarno menjelaskan, beliau sering memohon sesuatu kepada zat yang

dinamakan Allah Subhanahu wata’ala, dan apa yang Soekarno minta diberikan. Oleh

karenanya, bagi Soekarno itu sudah merupakan bukti yang kuat, yang teguh, yang nyata, yang

tidak dapat dibantah bahwa yang Soekarno minta itu ada, bahwa Tuhan itu pasti ada.

Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam setiap pidatonya selalu memuji dan mengharapkan

pertolongan Tuhan. Sebagai contoh ketika Soekarno berceramah dihadapan para mahasiswa di

Universitas Katolik Bandung, tanggal 16 Januari 1961:

“Nah, saya yang di dalam hal yang demikian itu, sebagai tadi saya katakana, selalu, ya, mohon dari

taufik hidayah daripada Tuhan, mana ada kekuatan yang lebih besar daripada yang berasal daripada

Tuhan? Saya selalu berkata di dalam pidato-pidato saya, bahwa dengan bantuan Tuhan saya bisa

menyelenggarakan ini, tanpa bantuan Tuhan saya tidak bisa menyelenggarakan ini, saudara-saudara”.

Seandainya orang ingin menjumpai dengan Tuhan, orang itu tidak harus naik setinggi-

tingginya, cukup hanya turun ke dalam hatinya, demikian menurut Soekarno. Manusia

dianugerahkan akal atau rasio oleh Tuhan. Dengan rasionya manusia mampu menciptakan alat-

alat canggih yang dapat membawa manusia naik ke langit, dapat sampai ke planet yang

manusia inginkan. Otak manusia semakin berkembang, namun menurut Soekarno setinggi

apapun perkembangan otak manusia itu tidak akan mampu menjadikan manusia dapat bertemu

dengan Tuhan, sebagaimana Nabi Muhammad yang dapat berhadapan langsung dengan Tuhan,

itu pun atas seizin Allah. Menurut Soekarno sebagaimana disampaikan dalam memperingati

Isra’ dan Mi’raj di Istana Negara, pada tanggal 16 Januari 1961:

“Kalau kita hendak menjumpai Tuhan saudara-saudara, meskipun kita memakai explorer, meskipun kitamemakai sputnik, meskipun kita memakai alat perkakas apapun yang kita bisa sampai mendarat di bintang-bintangnya Bima Sakti, kalau kita tidak turun di dalam hati kita malahan kita tidak akan berjumpa denganAllah Subhanahu wata’ala. Profesor botak yang membikin perkakas, atau ingenieur botak yang membikinperkakas yang membawa manusia ke bulan, belum tentu dia berjumpa dengan Tuhan; tetapi ambillah orangyang hina-hina, kadang-kadang dia berjumpa dengan Tuhan meskipun dengan tidak dengan dia punyapancaindera”.

Menurut Soekarno yang penting bagi manusia untuk dapat berjumpa dengan Tuhan adalah

dalam rangka meningkatkan keimanan. Tuhan tidak di mana-mana, Tuhan itu Esa, tetapi ada

di mana-mana. Siapa saja yang berkeinginan untuk bertemu dengan Tuhan, tidak harus

manusia naik ke langit setinggi-tingginya dengan memakai berbagai macam peralatan.

Manusia boleh saja bercita-cita untuk dapat bertemu dengan Tuhan Sang Pencipta, namun

menurut Soekarno manusia harus turun, turun ke sini (dengan penuh keyakinan sambil

Soekarno menunjuk ke dadanya), turun ke dalam hatinya. Soekarno bicara tentang hati,

berbicara soal hati berarti berbicara soal keimanan. Iman menyangkut hati seseorang,

menyangkut keyakinan, dengan keimanan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya arah dan

Page 29: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

tujuan hidup. Dengan iman, manusia akan memiki kembali hidupnya yang autentik dan

tentunya tidak mengalami penyimpangan. Manusia harus hidup sejalan dengan bisikan suci

hati nurani, sebagai pusat dorongan jiwa manusia untuk “bertemu” dengan Tuhan.

Manusia merupakan hamba Allah, berarti manusia harus selalu menyesuaikan kepada

keinginan Tuhannya. Keyakinan akan menjadikan manusia untuk selalu berbuat baik, baik

untuk dirinya, manusia, dan kepada Tuhannya. Hal ini menunjukkan penghambaan manusia

kepada Tuhan dikarenakan manusia merupakan makhluk yang dhaif. Bagi Soekarno, tanpa

adanya keyakinan pastilah seseorang tidak akan mampu bertemu dengan Tuhannya, sekalipun

memiliki kapasitas intelektual yang luar biasa. Kemudian Soekarno juga menegaskan bahwa

manusia hanya dapat berjumpa dengan Tuhannya apabila telah mengerjakan segala yang

diperintahkan Tuhan dan meninggalkan segala larangannya. Selain itu, dapat dipahami bahwa

kalimat “berjumpa dengan Tuhan” yang dimaksud oleh Soekarno adalah mampu merasakan

bahwa Tuhan itu ada, dan yakin sekalipun manusia tidak dapat melihat Tuhan dan tentu Tuhan

melihatnya. Dengan demikian berjumpa dengan Tuhan bukanlah dalam arti yang sebenarnya,

melainkan dalam makna majazi, sebagaimana ungkapan Soekarno di atas.

Islam menghendaki agar supaya manusia sujud kepada Tuhan, mem-persatukan diri

dengan Tuhan, tetapi juga mempersatukan dengan semua manusia, dan dalam Islam bahkan

banyak hukum yang mengatur antara sesama manusia, menjadikan manusia sebagai insan

masyarakat. Manusia diberi hak oleh Tuhan untuk menjadi makhluk yang paling tinggi, bahkan

lebih tinggi dari malaikat. Islam tidak mengajarkan setiap manusia untuk mementingkan diri

sendiri, di sinilah menjadikan Islam sebagai agama kemanusiaan. Menurut Soekarno, dalam

ajaran Islam banyak sekali membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan kemasyarakatan.

Menurut agama Islam, manusia dilatih dan dididik dalam rangka mempersiapkan manusia

untuk kemasyarakatan. Oleh karenanya, manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk yang

tinggi derajat dan martabatnya. Yang mempersatukan manusia dengan Tuhannya.

Faisal Ismail dalam Islam, Politics and Ideology in Indonesia: A Study of the Process of

Muslim Acceptance of the Pancasila (1995), sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Arif,

Tenaga Ahli Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, menjelaskan, Bung Karno menempatkan

Ketuhanan Yang Maha Esa atau Ahad sebagai basis etik keempat sila di atasnya. Sebab di

dalam pemikirannya, Pancasila memiliki dimensi politik dan etis. Dimensi politik merupakan

tugas utama Negara meliputi kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi dan kesejahteraan sosial.

Sisi dimensi etis bersifat religius karena sejak awal, bangsa Indonesia berketuhanan. Menurut

Bung Karno dan dalam Pancasila, kebangsaan ini tidak menegasikan atas Islam. Tapi, menjadi

blok historis yang memayungi semua ideologi, demi satu cita-cita: merdeka. Ini juga terkait

Page 30: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

dengan sum-sum ide Pancasila itu sendiri yang merupakan sintesis antar-ideologi. Sintesis ini

terjadi tidak hanya demi kompromi politik antargolongan, melainkan cerminan dari cara pikir

masyarakat yang eklektik. Islam selalu memberi dan menerima dari nasionalisme dan

sebaliknya.

Menurut Syaiful Arif, konsepsi hubungan agama dan negara menurut dasar negara sangat

strategis baik bagi umat beragama maupun kalangan nasionalis. Konsepsi itu merujuk pada

hubungan toleransi kembar di mana negara dan agama saling menjaga jarak, sekaligus

mendukung di ranah masing-masing. Negara melindungi kebebasan beragama dan

memfasilitasi kehidupan sosialnya. Sementara itu, agama menguatkan negara melalui

pengembangan etika politik yang mendukung keadaban publik. Persis seperti ditegaskan Imam

al-Ghazali: Negara dan agama merupakan saudara kembar. Salah satunya tak bisa hidup, tanpa

lainnya. Agama menjadi dasar bagi masyarakat dan negara melindunginya. Keselarasan antara

konsepsi Pancasila dan Islam ini juga terdapat pada desain politik yang diawali transendensi

(ketuhanan) dan diakhiri transformasi (keadilan sosial). Inilah alasan Kuntowijoyo menyebut

demokrasi Pancasila sebagai teo-demokrasi: demokrasi berketuhanan. Di dalam desain ini,

makna politik menurut Islam dan Pancasila bertemu dalam satu kata: keadilan sosial.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Pancasila sepadan dengan worldview nilai teologi Islam

berupa prinsip tauhid. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan suatu bentuk tanda keimanan

seluruh rakyat Indonesia. Iman menyangkut hati seseorang, menyangkut keyakinan, dengan

keimanan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya arah dan tujuan hidup. Dengan iman,

manusia akan memiki kembali hidupnya yang autentik dan tentunya tidak mengalami

penyimpangan. Manusia harus hidup sejalan dengan bisikan suci hati nurani, sebagai pusat

dorongan jiwa manusia untuk “bertemu” dengan Tuhan.

Page 31: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

KEGIATAN BELAJAR 2

MUKJIZAT, KAROMAH DAN SIHIR

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Menguasai, Memahami, menghayati dan menerapkan makna Akidah Islam tentang: 1)

Mukjizat; 2) Karomah; 3) dan Sihir dengan berbagai aspeknya, serta mengidentifikasi ruang

lingkupnya dalam akidah Islam.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

1. Memahami Konsepsi tentang Mukjizat.

2. Memahami konsepsi tentang Karomah.

3. Memahami konsepsi tentang Sihir.

Pokok-Pokok Materi

1. Konsepsi tentang Mukjizat.

2. konsepsi tentang Karomah.

3. konsepsi tentang Sihir.

URAIAN MATERI

A. Konsep tentang Mukjizat

Terma mukjizat berasal dari Bahasa Arab yang telah dibakukan ke dalam Bahasa

Indonesia, yaitu al-Mu’jizat (المعجزة). Al-mu’jizat adalah bentuk kata mu’annas (female) dari

kata mudhakkar (male) al-mu’jiz. Al-mu’jiz adalah isim fā’il (nama atau sebutan untuk pelaku)

dari kata kerja (fi’l) a’jaza Kata ini terambil dari akar kata .(أعجز) ‘ajaza-yu’jizu-ajzan wa

‘ajuzan wa ma’jizan wa ma’jizatan/ma’jazatan ( ومعجزة–ومعجزا –وعجوزا–عجزا –یعجز –عجز ),

yang secara harfiah antara lain berarti lemah, tidak mampu, tidak berdaya, tidak sanggup, tidak

dapat (tidak bias), dan tidak kuasa. Al-‘ajzu adalah lawan dari kata al-qudrah yang berarti

sanggup, mampu, atau kuasa. Jadi, al-‘ajzu berarti tidak mampu alias tidak berdaya. Dalam

pada itu, istilah mu’jiz atau mu’jizat lazim diartikan dengan al’ajib maksudnya sesuatu ,(العجیب)

yang ajaib (menakjubkan atau mengherankan) karena orang atau pihak lain tidak ada yang

sanggup menanding atau menyamai sesuatu itu. Juga sering diartikan dengan amrun khāriqun

lil-‘ādah .yakni sesuatu yang menyalahi tradisi ,(أمر خارق للعادة)

Page 32: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Dalam al-Qur’an, kata a’jaza dalam berbagai bentuk (derivasinya) terulang sebanyak

26 kali dalam 21 surat dan 25 ayat. Dan kata ‘ajaza dalam al-Qur’an digunakan untuk beberapa

pengertian, di antaranya “tidak mampu” seperti terdapat dalam QS. Al-Māidah/5: 31 dan QS.

Al-Jin/72: 12:

غرابا یبحث في األرض لیریھ كیف یواري سوأة أخیھ قال یا و جزت أن یلتا أع فبعث

)٣١أكون مثل ھذا الغراب فأواري سوأة أخي فأصبح من النادمین (

“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk

memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya.

Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak

ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara

orang-orang yang menyesal.”

في األرض ولن نعجزه ھربا ( )١٢وأنا ظننا أن لن نعجز

“Dan sesungguhnya kami mengetahui bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat

melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat

melepaskan diri (daripada)Nya dengan lari.”

Dalam kedua ayat di atas, kata ‘ajaza digunakan untuk pengertian tidak mampu atau

tidak sanggup. Dalam kamus al-mu’jam al-Wasi>t}, mukjizat dirumuskan dengan:

أمر خارق للعادة یظھره هللا على ید نبي تأییدا لنبوتھ

“Sesuatu (hal atau urusan) yang menyalahi adat-kebiasaan yang ditampakkan Allah di

atas kekuasaan seseorang Nabi untuk memperkuat kenabiannya.”

Adapun yang dimaksud dengan mukjizat dalam terminologi ahli-ahli ilmu Al-Qur’an,

seperti diformulasikan Manna> al-Qat}t}a>n dan lain-lain ialah:

أمر خارق للعادة بالتعدي سالم عن المعارضة

“Sesuatu urusan (hal) yang menyalahi tradisi, dibarengi atau diiringi dengan tantangan

atau pertandingan dan terbebas dari perlawanan (menang).” Berdasarkan definisi mukjizat di

atas, dapat dikemukakan tiga unsur pokok mukjizat yaitu:

1. Unsur utama dan pertama mukjizat ialah harus menyalahi tradisi atau adat kebiasaan

(kha>riqun lil ‘a>dah). Sesuatu (mukjizat) yang tidak menyalahi tradisi, atau kejadiannya

sesuai dengan kebiasaan yang umum atau bahkan lazim berlaku, tidak dapat dikatakan

Page 33: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

mukjizat. Itulah sebabnya mengapa banyak hal aneh yang dikeluarkan oleh ahli-ahli sulap

bahkan ahli-ahli sihir tidak dinyatakan sebagai mukjizat (QS. Al-Nisa>/4: 171). Mengingat

pada dasarnya tidak menyalahi kebiasaan karena dia tidak sungguh-sungguh, dan banyak

orang lain yang bisa melakukan hal serupa atau bahkan lebih dari itu. Berbeda dengan

kemampuan Nabi ‘I<sa> almasi>h} menghidupan orang mati yang tidak pernah bisa

dilakukan oleh siapa pun. Demikian pula dengan kemukjizatan tongkat Nabi Mu>sa> as

yang bisa berubah menjadi ular sunggguhan (Thu’ba>nun mubi>n) (QS. Al-A’ra>f /7:107

dan QS. As-Shu>ra>/26: 32). Contoh mukjizat lain ialah kemampuan Nabi Sulaima>n as

berkomunikasi dengan semua hewan (QS. Al-Anbiya>/21: 81 dan QS. Al-Ma>idah/5:

110). Begitu pula dengan ketidakterbakaran Nabi Ibra>hi>m as saat dilemparkan ke dalam

kawah yang sedang mendidih (QS. Al-Anbiya>/21: 68-69).

Semua peristiwa yang baru disebutkan dinamakan mukjizat, karena semua peristiwa

ini memang tidak pernah mentradisi. Maksudnya, masing-masing peristiwa di atas hanya

terjadi sekali atau sesekali sepanjang zaman dan untuk orang-orang tertentu saja di tengah-

tengah sekian banyak manusia. Atas dasar ini, maka sihir, seperti disinggung di atas, tidak

dapat dikatakan sebagai mukjizat karena kejadiannya tidak sungguhan semisal lipatan

kertas atau dedaunan menjadi uang, sapu tangan menjadi burung, dan lain-lain. Demikian

pula dengan tukang sulap meskipun sering dianggap menyalahi kebiasaan. Sebab sihir,

sesuai dengan salah satu makna harfiahnya, berarti dusta alias tipu daya (tidak

sesungguhnya). Sedangkan mukjizat adalah sesuatu yang benar-benar terjadi.

2. Unsur pokok kedua dari mukjizat ialah bahwa mukjizat harus dibarengi dengan

perlawanan. Maksudnya, mukjizat harus diuji dengan melalui pertandingan atau

perlawanan sebagaimana layaknya sebuah pertandingan. Untuk membuktikan bahwa itu

mukjizat, harus ada upaya konkret lebih dulu dari pihak lain (lawan) untuk menandingi

mukjizat itu sendiri. Dan pihak yang menandingi itu harus sepadan atau sebanding dengan

yang ditandingi. Jika pihak yang menandingi atau melawan tidak sebanding kelasnya,

maka itu bukan lagi mukjizat namanya. Sebab, kekalahan yang diderita pihak lawan yang

tidak selevel misalnya, tidak menunjukkan kehebatan si pemenang, dan tidak pula berarti

mengisyaratkan ketidakmampuan pihak yang kalah (lawan).

Sebagai contoh, tongkat Nabi Mu>sa as yang dilemparkan menjadi ular sungguhan

yang dalam Al-Qur’an dibahasakan dengan thu’banun mubi>n, itu benar-benar ditandingi

oleh sa>hiri>n (Para penyihir) yang dikendalikan Fir’aun. Tapi, sihir-sihir yang

dikerahkan seluruh kaki tangan Fir’aun itu kemudian ternyata dikalahkan dan tidak pernah

Page 34: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

mampu mengalahkan mukjizat Allah yang diberikan kepada Nabi Mu>sa> as, dalam

kaitan ini tongkat yang menjadi ular.

3. Mukjizat itu tak terkalahkan. Unsur ketiga dari suatu mukjizat adalah bahwa mukjizat itu

setelah dilakukan perlawanan terhadapnya, ternyata tidak terkalahkan untuk selama-

lamanya. Jika sesuatu/seseorang memiliki kemampuan luar biasa, tetapi hanya terjadi

seketika atau dalam waktu tertentu, maka itu tidak dikatakan mukjizat. Katakanlah

misalnya seorang petinju kelas berat sekaliber siapapun, tidak dapat dikatakan memiliki

mukjizat. Selain karena mukjizat hanya diberikan kepada nabi Allah, juga dalam

kenyataannya tidak satu pun petinju kelas berat dunia yang sakti dan abadi dalam artian

terus menerus tak terkalahkan sepanjang karirnya sebagai petinju. Demikian pula misalnya

dengan pesilat, pegulat, pebulu tangkis, dan lain sebagainya.

Mukjizat sendiri dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu: mukjizat yang bersifat material

indriawi lagi tidak kekal, dan mukjizat material, logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa.

Mukjizat nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat

material dan indriawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau

langsung lewat indara oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.

Contohnya, perahu Nabi Nu>h} as yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan

dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat, tidak terbakarnya Nabi Ibra>hi>m

as dalam kobaran api yang sangat besar; tongkat Nabi Mu>sa> as yang beralih wujud menjadi

ular, penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi ‘I<sa> almasi>h} atas izin Allah, dan lain-lain.

Kesemuanya bersifat material indiriawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat Nabi

tersebut berada, dan berakhir dengan wafatnya masing-masing nabi. Ini berbada dengan

mukjizat Nabi Muhammad saw. yang sifatnya bukan indirawi atau meterial, namun dapat

dipahami oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau

masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang mengunakan

akalnya di manapun dan kapan pun.

Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama, para nabi sebelum Nabi

Muhammad saw, ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka

hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda

dengan Nabi Muhammad Saw. yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman,

sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap dipaparkan pada setiap orang yang ragu

di manapun dan kapanpun mereka berada. Jika demikian halnya, tentu mukjizat tersebut tidak

mungkin bersifat meterial, karena kematerialan membatasi ruang dan waktunya. Kedua,

Page 35: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Sedangkan fungsi mukjizat sendiri

adalah sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluarbiasaan yang tampak atau terjadi melalui

mereka itu diibaratkan sebagai ucapan Tuhan: “Apa yang dinyatakan sang nabi adalah benar.

Dia adalah utusan-Ku, dan buktinya adalah Aku melakukan mukjizat itu.”

Perbedaan Penafsiran ayat-ayat mukjizat yang kontroversial di antara para Mufassir telah

menjadi kajian yang menarik. Hal ini berawal dari prinsip penafsiran kesembilan Sir Ahmad

Khan (1817-1898) terhadap Al-Qur’an. Dikatakan bahwa tidak ada sesuatupun dalam Al-

Qur’an sebagai firman Tuhan (saying of God) yang bertentangan dengan ciptaan Tuhan

(creation of God). Karena Al-Qur’an sebagai firman Tuhan tidak mungkin menyalahi hukum

alam sebagai ciptaan-Nya. Keselarasan keduanya bersifat esensial. Jika firman Tuhan

bertentangan dengan ciptaan-Nya, maka Al-Qur’an tidak layak disebut firman Tuhan yang

suci. Prinsip penafsiran Ahmad Khan ini menghantarkannya pada satu kesimpulan bahwa tidak

satupun dalam Al-Qur’an yang bertentangan dengan hukum alam dan akal. Dengan prinsip ini,

Ahmad Khan telah menolak hal-hal yang bersifat supranatural dalam Al-Qur’an seperti

penjelasan mengenai mukjizat para nabi tidak terkecuali mukjizat Nabi Muhammad saw. Pada

akhirnya, Sir Ahmad Khan mengadopsi pendapat Ibnu Rushd yang mengatakan bahwa antara

kebenaran menurut akal (al-m’aqu>l) tidak boleh bertentangan dengan kebenaran menurut

wahyu (al-manqu>l). Jika keduanya terjadi kontradiksi, maka wahyu harus dipahami secara

metaforis.

Senada dengan pemahaman Sir Ahmad Khan adalah Rashid Rid}a (1865-1935),

mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak akan pernah bertentangan dengan akal sehingga dengan

tegas ia mengingkari semua mukjizat Nabi Muhammad saw kecuali Al-Qur’an. Ia menolak

hadis-hadis sekalipun s}ah}i>h} yang menjelaskan tentang mukjizat Nabi Muhammad saw

selain Al-Qur’an. Penolakan itu disebabkan karena mukjizat selain Al-Qur’an tidak sesuai

dengan akal dan kalaupun ia menerima hadis yang menjelaskan tentang mukjizat, maka ia akan

menafsirkan melalui takwi>l sehingga bisa selaras dengan akal.

Sebetulnya, genetik pemikiran Rashid Rid}a (1865-1935) tentang mukjizat berakar pada

pemikiran gurunya, Muhammad ‘Abduh (1849-1905), yaitu memberikan keleluasaan

menggunakan akal (al-ra’yu) dalam menafsirkan teks (al-wah}yi). Muhammad Abduh

mengemukakan bahwa dalam menyikapi ayat-ayat yang mutasha>bih, ulama tafsir terbagi

menjadi dua kelompok; pertama adalah mereka yang menafsirkannya dengan cara

menakwilkannya sehingga selaras dengan akal (al-ma’qu>l). Sementara kelompok kedua

adalah para ulama yang mendiamkannya (al-mauqu>f). Muhammad ‘Abduh, lebih cenderung

memilih pada kelompok yang pertama. Hal ini bisa dilihat dalam pendapatnya tentang

Page 36: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

malaikat, mukjizat dan kejadiaan-kejadian luar biasa lainnya yang diceritakan dalam Al-

Qur’an.

Maulana Muhammad Ali (1876-1951), seorang tokoh dan pendiri Ahmadiyah Lahore

tidak berbeda jauh dengan pola penafsiran Ahmad Khan, Muhammad ‘Abduh dan Rashid

Rid}a, yaitu memberi ruang gerak yang dominan terhadap akal sehingga mengalahkan wahyu.

Muhammad Ali berprinsip bahwa mukjizat yang terjadi pada para nabi bukanlah sesuatu yang

luar biasa dan suprarasional akan tetapi merupakan hal yang rasional. Mukjizat dalam

pengertian sesuatu yang luar biasa adalah bertentangan dengan akal manusia sehingga mustahil

terjadi.

Prinsip ini berbeda jauh dengan pendapat M. Quraish Shihab tentang mukjizat, ia

mengatakan bahwa mukjizat sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama, ialah peristiwa

“luar biasa” yang terjadi dari seseorang yang mengaku Nabi sebagai bukti kenabiannya,

sebagai tantangan terhadap orang yang meragukannya, dan orang yang ditantang tidak mampu

untuk menandingi kehebatan mukjizat tersebut. Pengertian peristiwa yang luar biasa adalah

sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang lumrah terjadi atau yang umum

dalam pandangan manusia. Menurutnya, kemustahilan terbagi menjadi dua, yaitu mustahil

dalam pandangan akal dan mustahil dalam pandangan kebiasaan. Bila dikatakan bahwa 1+1=

11 atau 1 lebih banyak dari 11 maka pernyataan ini mustahil dalam pandangan akal. Namun,

bilamana dikatakan bahwa matahari terbit dari sebelah barat, maka pernyataan ini mustahil

dalam pandangan kebiasaan.

Lebih jauh M. Quraish Shihab berpendapat bahwa secara garis besar mukjizat dapat

dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material inderawi lagi tidak

kekal, dan mukjizat immaterial, logis lagi bisa dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi-Nabi

terdahulu kesemuanya merupakan jenis mukjizat pertama. Mukjizat mereka bersifat material

dan inderawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat

indera oleh masyarakat tempat Nabi tersebut menyampaikan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Said Aqil Munawar, bahwa mukjizat terbagi dua yaitu

mukjizat hissi (material dan iderawi) dan mukjizat ma’nawi (immateral dan logis), karakteristik

mukjizat yang kedua ini bersifat immortal, sementara mukjizat yang pertama bersifat temporal.

Dan ia mengutip pendapat ulama bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi hal itu dikatakan

mukjizat, bila salah satu dari kelima itu tidak terpenuhi, maka itu bukanlah mukjizat; pertama

mukjizat ialah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh siapapun selain Allah, Tuhan Yang

Page 37: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Maha Kuasa. Kedua, Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam.

Ketiga, Mukjizat harus menjadi saksi terhadap risa>lah ila>hiyyah yang dibawa oleh orang

yang mengaku Nabi, sebagai bukti akan kebenarannya. Keempat, Terjadi bertepatan dengan

pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan mukjizat tersebut. Kelima, Tidak

ada seorangpun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan tersebut.

Keengganan Maulana Muhammad Ali mengakui terjadinya mukjizat yang bersifat

material inderawi dapat dibuktikan dalam menafsirkan Al-Qur’an surah al-Anbiya>: 21: 69

yang berbunyi:

)٦٩ا نار كوني بردا وسالما على إبراھیم (قلنا ی

“Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim.”

Menurut Muhammad Ali, Al-Qur’an sama sekali tidak menyebutkan secara konkrit bahwa

Nabi Ibra>hi>m as dilempar dan dibakar dalam kobaran api, sehingga Allah mengintruksikan

kepada api agar tidak membakar Nabi Ibra>hi>m as dalam Al-Qur’an surah al-‘Ankabu>t: 29:

24:

من ال قوه فأنجاه نار إن في ذلك فما كان جواب قومھ إال أن قالوا اقتلوه أو حر

) ٢٤آلیات لقوم یؤمنون (

“Maka tidak ada jawaban kaumnya (Ibrahim), selain mengatakan, “Bunuhlah atau bakarlah dia”,

lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi orang yang beriman.”

Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Nabi Ibra>hi>m as memvonis untuk membunuhnya

atau membakarnya, dan Allah menyelamatkan dari kobaran api itu. Akan tetapi dalam ayat

tersebut, tidak terdapat redaksi ayat yang secara konkrit menjelaskan bahwa Nabi Ibra>hi>m

as dibakar.

Dalam Al-Qur’an Surah al-Anbiya>: 21: 70:

) ٧٠وأرادوا بھ كیدا فجعلناھم األخسرین (

“Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, Maka Kami menjadikan mereka itu orang-

orang yang paling rugi”.

Page 38: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Diceritakan bahwa kaum Nabi Ibra>hi>m as hendak memperdaya Nabi Ibra>hi>m as akan

tetapi Allah menggagalkannya, dan Maulana Muhammd Ali melanjutkan pada Al-Qur’an

surah al-S{affa>t: 37: 98:

) ٩٨فأرادوا بھ كیدا فجعلناھم األسفلین (

“Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan (membakar)nya, (tetapi Allah

menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.”

Mengacu pada Al-Qur’an surah al-Anbiya>: 21: 71 :

یناه ولوطا إلى األرض التي باركنا فیھا للعالمین ( ) ٧١ونج

“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Lut} ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk

seluruh alam.”

Dijelaskan bahwa Allah swt menyelamatkan Nabi Ibra>hi>m as dari makar mereka dan

merekapun mengalami kehinaan, sedangkan Nabi Ibra>hi>m as dan anak saudaranya Nabi

Lu>t} as hijrah ke negara yang aman yaitu Pelestina atau Sha>m. Empat ayat diatas merupakan

data otoritatif dan argumentatif bahwa Nabi Ibra>hi>m as tidak dibakar seperti dalam

pemahaman mayoritas penafsir dan kalangan umat Islam lainnya. Menurutnya, pengertian ayat

yang menjelaskan bahwa Allah swt menyelamatkan Nabi Ibra>hi>m as dari api adalah

menyelamatkan dari kejahatan kaumnya dengan memerintahkan hijrah ke negara lain

sebagaimana Allah menyelamatkan Nabi Muhammad saw dari kejahatan kaum musyrik

Mekkah dengan memerintahkan hijrah ke Ethiopia dan Yathrib.

Ini berbeda jauh dengan penafsiran M. Quraish Sihab yang menafsirkan ayat-ayat mukjizat

dengan jelas. Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap ayat-ayat mukjizat berangkat dari prinsip-

prinsip penafsiran yang ia bangun, yaitu ketertundukan akal pada wahyu, menurutnya akal dan

wahyu mempunyai wilayah masing-masing. Ia meyakini bahwa peristiwa pembakaran yang

dialami oleh Nabi Ibra>hi>m as itu merupakan suatu peristiwa “keluarbiasan”, yakni diluar

hukum alam yang kita kenal yaitu yang menganut hukum kebiasaan yang sering terjadi

disekitar kita, karena itu kita tidak mengetahui hakikat daripada peristiwa itu. Objek akal adalah

sesuatu yang terjadi dan sering berulang-rulang kemudian melahirkan hukum alam atau

sunnatullah, misalnya air yang mengalir ke tempat yang rendah dan api yang mempunyai daya

bakar serta matahari terbit dari barat, semua itu telah memunculkan teori tentang hukum alam

dan sebab akibat. Hal ini tentu berseberangan dengan pemaknaan mukjizat.

Page 39: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Penilaian bahwa sesuatu itu mustahil karena akal terpaku pada kebiasaan atau hukum

alam yang biasa terjadi di depan mata, atau yang diketahui selama ini. Sehingga, bila ada

sesuatu yang berseberangan dengan jalan yang biasa dilihat atau biasa terjadi, boleh jadi

kemudian ditolak bahkan mustahil. Dari dulu, mustahil menurut pandangan akal seorang nenek

akan melahirkan cucunya. Akan tetapi, kemustahilan itu menjadi rapuh karena kecanggihan

tekhnologi rekayasa genetik. Ia mengutip pernyataan David Hume (1711-1776), seorang

filosof terkenal dari Inggirs menyatakan bahwa cahaya yang kita lihat ketika meletusnya

meriam bukanlah sebab meletusnya meriam. Dan mengutip pendapatnya al Ghazali (1059-

1111) yang berkata bahwa ayam yang berkokok sebelum fajar bukan menjadi sebab terbitnya

fajar. Menurut sementara pemikir lain, mungkin apa yang merupakan kebetulan hari ini, bisa

jadi merupakan proses dari kebiasaan atau hukum alam. ia juga mengutip riwayat yang

mengatakan bahwa Jibril datang ketika itu dan menawarkan pertolongan akan tetapi Nabi

Ibra>hi>m as menolaknya karena ia hanya mengharapkan pertolongan Allah swt.

Paradigma Saintis dan Filosof Tentang Mukjizat

Mukjizat juga mendapatkan perhatian dan kajian mendalam bagi para Saintis dan

Filosof, Salah Satunya yaitu St. Thomas Aquinas (1226-1274) yang mengatakan bahwa

Mukjizat merupakan suatu kejadian teratur yang bersifat supranatural dan disebabkan oleh

faktor-faktor ilahi. Menurut Aquinas sendiri, di alam semesta ada dua bentuk keteraturan yang

berjenjang dan bertingkat.

Pertama, keteraturan alami yang terdapat pada benda-benda dimana berasal dari

kehendak dan keinginan Tuhan dan bukan dari kemestian esensi dan alami dari benda-benda

tersebut. Namun, Tuhan juga meletakkan keteraturan yang bersifat Kausalitas pada semua

benda di alam, benda-benda tersebut tersebut berjalan di atas keteraturan esensial dan alaminya

masing-masing. Kedua, keteraturan mutlak Tuhan, dimana berasal dari ilmu dan kehendak

Tuhan. Oleh karena itu, walaupun realitas mukjizat “bertentangan” dengan keteraturan dan

tatanan alam tapi tak bertolak belakang dan bahkan sesuai dengan keteraturan mutlak dan

kehendak Tuhan.

David Hume (1711-1776) mempunyai pendapat lain mengenai Mukjizat. Menurutnya,

dalam makalah yang sangat terkenal bertema “Darbore-ye mukjizat (Tentang Mukjizat)”. Pada

bagian pertama dalam makalah tersebut David Hume berusaha menunjukkan bahwa kejadian

mukjizat dikarenakan bertolak belakang dengan hukum alam maka menjadi sangat kecil

kemungkinannya dapat ditetapkan dengan bantuan bukti sejarah yang walaupun bukti itu

Page 40: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

sangat kuat dan otentik, tapi akan menjadi mungkin bila dijelaskan dengan dalil-dalil rasional

tentang keadaan dan proses yang paling sempurna dari kejadiannya.

Bagian kedua dari makalah tersebut ia berargumentasi bahwa, dengan asumsi mukjizat

dapat dibuktikan, walaupun terdapat bukti-bukti sejarah yang otentik dimana digunakan oleh

semua orang beragama untuk menyampaikan kejadian mukjizat, tetapi tak satupun yang

dapat dijadikan sandaran dan karena itulah kita tidak memiliki bukti-bukti sejarah yang otentik

dan dalil yang kuat atas kejadian mukjizat. Disini jelas bahwa David Hume menolak adanya

mukjizat, ada beberapa Argumen David Hume dalam menolak adanya kemungkinan

pembuktian mukjizat, berpijak pada dasar-dasar di bawah ini:

1. Eksperimen ilmiah merupakan satu-satunya petunjuk dan tolok ukur kita dalam

berargumen tentang masalah-masalah yang terjadi dan sebagai sumber otentik untuk

penyelesaian segala perbedaan.

2. Orang yang berakal niscaya menyesuaikan kepercayaan dan keyakinannya dengan dalil

dan argumen, oleh karena itu, semakin jauh subyek permasalahan (kejadian) dengan

realitas keseharian kita, maka untuk sampai pada keyakinan kuat atas sesuatu yang terjadi

mesti dibutuhkan dalil-dalil yang semakin kuat pula. Kebutuhan akan dalil dan bukti yang

kuat akan semakin urgen ketika diperhadapkan dengan subyek masalah yang ajaib, asing,

aneh dan bahkan bertentangan dengan hukum-hukum alam, karena dalam hal ini, kita

berhadapan dengan dua realitas yang saling bertolak belakang, maka kita terpaksa

membandingkan dua realitas tersebut dan kemudian memilih salah satu realitas tersebut

yang mengandung tingkat persentase pertentangan yang rendah.

3. Keyakinan kita kepada bukti, dalil, laporan dan berita berpijak pada pendekatan

empirisitas. Alasan kepercayaan kita kepada setiap pembawa berita dan para saksi sama

sekali tidak berangkat dari hubungan kemestian dan keniscayaan antara bukti-bukti dan

realitas peristiwa yang diketahui saling mendahului satu sama lain.

4. Pertentangan mukjizat dengan kenyataan hakiki alam dan alur panjang pengalaman

kehidupan manusia serta dalil-dalil empiris merupakan alasan yang terkuat atas kerumitan

pembuktiannya.

Berdasarkan pokok-pokok tersebut di atas, Hume berkata, “Jika ada bukti dan dalil yang

kuat atas kejadian mukjizat, maka kita bisa namakan dalil tersebut sebagai dalil versus

dalil atau bukti lawan bukti, karena dari satu sisi bukti dan dalil tersebut sebegitu kuat dan

otentik sehingga ketika obyek berita dinafikan maka dalil tersebut secara esensial merupakan

dalil yang sempurna.

Page 41: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Ah}mad ibn Ish}a>q al-Ruwa>ndi> (w. akhir abad III H) seorang Filsuf berkebangsaan

Yahudi mengatakan Mukjizat hanya semacam cerita khayal belaka yang hanya menyesatkan

manusia. Siapa yang dapat menerima batu dapat bertasbih dan serigala dapat berbicara. Kalau

sekiranya Allah swt membantu umat Islam dalam perang Badar mengapa dalam Perang Uhud

tidak? al-Ruwa>di> juga mengingkari mukjizat Al-Qur’an karena Al-Qur’an bukan persoalan

yang luar biasa (Kha>riq al-‘a>dah). Orang non-Arab jelas heran dengan bala>ghah Al-

Qur’an, karena mereka tidak kenal dan mengerti bahasa Arab dan Muhammad adalah orang

yang paling fasih di kalangan orang Arab. Sehingga daripada membaca kitab suci lebih berguna

membaca buku Filsafat Epicurus, Plato, Aristoteles, dan buku Astronomi, Logika, serta Obat-

obatan.

Berdasarkan paparan di atas, makna mukjizat mempunyai perbedaan antara para sainstis,

Filosofis, dan tokoh agama. Dengan makna yang berbeda-beda menimbulkan penafsiran yang

berbeda dalam Al-Qur’an. Makna mukjizat yang berbeda-beda disebabkan oleh sudut pandang

yang berbeda-beda mengenai sesuatu di luar nalar manusia biasa. Para mufassir dalam

menafsirkan ayat-ayat mukjizat dalam al-Qur’an mempunyai perbedan penafsiran. Ada

mufassir yang mencoba menafsirkan dengan makna majazi seakan-akan rasional dan masuk

akal, mufassir lain menafsirkan dengan makna hakiki dan memaknai bahwa mukjizat adalah

sesuatu yang luar biasa. Namun, ketika memaknai Al-Qur’an sebagai mukjizat Rasulallah saw

terdapat kerancuan, dikarenakan memaknai mukjizat para Nabi sebelumnya majazi sedangkan

Al-Qur’an secara hakiki. Menerima Al-Qur’an sebagai mukjizat, namun tidak menerima

perkara yang luar biasa yang dilakukan oleh para Nabi sebelumnya sebagai mukjizat.

B. Konsep Tentang Karomah

Karomah sesungguhnya merupakan istilah yang tidak asing bagi umat muslim, dimana

karomah ini merupakan bagian dari agama Islam. Oleh karena hal tersebut, maka Ahlus Sunnah

Wal Jama’ah mempercayai adanya karomah yang dimana karomah ini datangnya dari sisi

Allah. Karomah ini, mau tidak mau akan membentuk kharisma seseorang di mata umat. Islam

mengakui tentang konsep karomah. Karomah untuk kiai dan wali sesungguhnya memanglah

ada dan diperbolehkan. Hal ini dikarenakan karomah dianggap sebagai kejadian yang bersifat

asumtif dan datang bukan dengan tujuan untuk merusak akidah. Selain itu, Allah menciptakan

karomah adalah untuk kekasih-kekasih-Nya.

Salah satu keyakinan tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah yakin atau percaya

sepenuhnya akan adanya karomah, yang dimana karomah ini datang dari sisi Allah. Karomah

pada dasarnya merupakan suatu hal yang dianggap bertentangan dengan adat kebiasaan

Page 42: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

manusia pada umumnya, dan karomah ini hanya diberikan kepada hamba-hamba Allah yang

sholeh. Menurut Syekh Akbar Muhammad Fathurahman, karomah adalah pemberian dari

Allah SWT dalam bentuk pertolongan-Nya yang diberikan kepada seseorang yang membela

agama Allah. Sifat Karomah adalah kejadian di luar batas kemampuan manusia pada

umumnnya atau keluar dari kebiasaan pada umumnnya. Karomah merupakan bagian dari

Mawahib (anugerah) Allah yang didapat tanpa melalui proses usaha juga terjadi hanya sesekali

saja.

Karamah berasal dari bahasa arab كرم berarti kemuliaan, keluhuran, dan anugerah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengistilahkan karomah dengan keramat

diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu diluar kemampuan manusia biasa karena

ketaqwaanya kepada Tuhan. Menurut ulama sufi, karamah berarti keadaan luar biasa yang

diberikan Allah SWT kepada para wali-Nya. Wali ialah orang yang beriman, bertakwa, dan

beramal shaleh kepada Allah SWT. Ulama’ sufi meyakini bahwa para wali mempunyai

keistimewaan, misalnya kemampuan melihat hal-hal ghaib yang tidak dimiliki oleh manusia

umumnya. Allah SWT dapat memberi karamah kepada orang beriman, takwa, dan beramal

shaleh menurut kehendaknya. Misalnya, Kejadian yang Dialami Seorang Ahli Ilmu pada masa

Nabi Sulaiman a.s. Ketika Nabi Sulaiman a.s. sedang duduk di hadapan dengan para tentaranya

yang terdiri atas manusia, hewan, dan jin, beliau meminta kepada mereka mendatangkan

singgasana Ratu Bulqis. Ada seorang yang berilmu berkata kepada Nabi Sulaiman a.s. menurut

sebuah keterangan, orang yang berilmu itu bernama Asif. Perkataan orang berilmu tersebut

diabadikan Allah SWT dalam firman-Nya Q.S. an-Naml: 40,

ا عنده قال قال الذي عنده علم من ا رآه مستقر الكتاب أنا آتیك بھ قبل أن یرتد إلیك طرفك فلم

ن ربي غني إ ھذا من فضل ربي لیبلوني أأشكر أم أكفر ومن شكر فإنما یشكر لنفسھ ومن كفر ف

كریم

“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: “Aku akan membawa

singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat

singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk

mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa

yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang

siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.

Page 43: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Selain itu, kejadian yang Dialami Maryam binti Imran, Nabi Zakaria a.s. menemukan

makanan setiap hadir di mihrab Maryam binti Imran. Allah berfirman dalam Q.S. Ali Imran:

37,

وجد كریا كلما دخل علیھا زكریا المحراب فتقبلھا ربھا بقبول حسن وأنبتھا نباتا حسنا وكفلھا ز

یرزق من یشاء ب إن غیر حساب عندھا رزقا قال یا مریم أنى لك ھذا قالت ھو من عند

“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan

mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya.

Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria

berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab:

“Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang

dikehendaki-Nya tanpa hisab.”

Peristiwa yang disaksikan Nabi Zakaria a.s. merupakan karamah yang dianugerahkan

Allah SWT kepada maryam binti Imran. Allah SWT mentakdirkan bahwa pengasuh Maryam

adalah pamannya sendiri, yakni Nabi Zakaria a.s. Karomah memang identik dengan hal-hal

yang tidak masuk nalar. Akan tetapi ia adalah nyata dan haqq, seperti halnya mukjizat para

nabi. Bedanya, jika mukjizat disertai dengan pengakuan kenabian (nubuwwah), pada karomah

hal itu tidak ada. Karomah ini oleh Allah diberikan kepada para wali yang benar-benar beriman

dan bertakwa hanya kepada Allah. Firma Allah mengenai sifat-sifat dari wali Allah ini yaitu

sebagai berikut:

قون ال خوف علیھم وال ھم یحزنون ٱلذین ءامنوا وكانوا یت أال إن أولیاء ٱ“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan

tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa

bertaqwa”. (QS. Yunus: 62-63).

Berdasarkan ayat di atas, diketahui bahwa sifat-sifat dari wali Allah yaitu: “Orang-

orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya

dan hari akhir serta beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.” Menurut Imam al-

Qusyairi dalam ar-Risalah, seorang wali tidak akan merasa nyaman dan peduli terhadap

karomah yang dianugerahkan kepadanya. Meskipun demikian, kadang-kadang dengan adanya

Page 44: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

karomah, keyakinan mereka semakin bertambah sebab mereka meyakini bahwa semuanya itu

berasal dari Allah.

Pengertian dari karomah itu sendiri menurut Abul Qasim al-Qusyairi yaitu karomah

merupakan suatu aktivitas yang dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan adat kebiasaan

manusia pada umumnya, yaitu dapat juga dianggap sebagai realitas sifat wali-wali Allah

tentang sebuah makna kebenaran dalam situasi yang dianggap kurang baik. Karomah ini juga

dapat dianggap sebagai hal yang sangat luar biasa yang diberikan oleh Allah kepada kekasih-

kekasih pilihanNya. Sedangkan menurut Syeck Ibrahim Al Bajuri dalam kitabnya dijelaskan

bahwa karomah adalah sesuatu luar biasa yang tampak dari kekuasaan seorang hamba yang

telah jelas kebaikannya yang diteyapkan karena adanya ketekunan didalam mengikuti syariat

nabi.

Selanjutnya Said Hawwa juga menjelaskan bahwa karomah memang benar-benar telah

terjadi dan akan tetap terjadi pada wilayah tasawuf. Karomah juga bisa terjadi pada orang yang

belum sempurna istiqamahnya. Tapi bagi orang-orang yang benar-benar lurus, istiqamah, dan

tampak karomahnya, barangkali karomahnya tersebut identik dengan tanda kewalian. Karomah

dapat berarti juga peristiwa yang luar biasa, yang keluar dari hukum alam. Namun karomah

tersebut dapat pula berarti merupakan akibat dari suatu sebab tapi masih dalam lingkup

manifestasi taufik Allah.

Adapun dalam kitab Jauharut Tauhid karya Syaik Ibrahim al-Laqqani ini sendiri

tertulis atau tergambar berbagai macam tokoh atas bermacam-macam karomah, yaitu dimana

salah satunya ialah kisah dari pada Ashabul Kahfi yakni ketujuh orang pemuda keturunan

bangsawan dari Rum yang sangat mengkhawatirkan keimanan mereka. Peristiwa ini terjadi

sesudah zaman Nabi Isa A.S. Raja mereka tidak sepaham bahkan sangat benci sekali dengan

apa yang mereka yakini. Mereka pun keluar menjauhi kerajaan dan masuk kedalam gua lalu

tertidur didalamnya selama 309 tahun. Dan itulah salah satu dari pada bentuk karomah yang

ada dalam islam versi kitab Jauharut Tauhid karangan Syaikh Ibrahim Al-Laqqani. Adapun

jika kita mengambil contoh lain ialah kejadian yang dialami oleh Maryam Binti Imran R.A.

yang selalu mendapatkan makanan di Mihrab, sedangkan Maryam sendiri tidak pernah keluar

dari Mihrab. Hal ini diabadikan dalam Q.S. Al-Imran ayat 37. Selain itu, kejadian pada Amir

Bin Fuhairah ketika wafat, jasadnya diangkat oleh para malaikat dan disaksikan oleh para

sahabatnya Amir bin Thufail.

Kemudian pada buku Meluruskan Pemahaman Tentang Wali karya Abu Fajar

Alqalami, dijelaskan bahwa karomah atau kekeramatan disebut juga khariqul ’adah, yaitu suatu

kejadian yang dianggap luar biasa. Karomah ini diberikan oleh Allah kepada kekasih-kekasih

Page 45: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

pilihanNya yang bertakwa, shalih sebagai hujjah agamaNya dan untuk menolong mereka dari

usuh-musuh Allah, sebagaimana mukjizat para nabi sebagai hujjah orang-orang yang ingkar

kepada Allah. Lebih lanjut lagi, dijelaskan bahwa menurut arti asalnya karomah ialah

kemuliaan atau kemurahan hati. Sedangkan menurut istilah perwalian, karomah mempunyai

makna kejadian luar biasa (khairqul’adah) yang terjadi pada wali (kekasih-kekasih Allah).

Karomah pemberian Allah itu pada dasarnya adalah sebagian dari mukjizat-mikjizat para

nabiNya. Sebagian mukjizat Nabi Muhammad SAW diantaranya yaitu Nabi Muhammad SAW

dapat membelah bulan dengan ijin Allah (HR. Bukhari dan Muslim), dan batu-batu kerikil tiba-

tiba mengucapkan tasbih ketika dipegang dan diletakkan ditelapak tangan Nabi SAW (HR.

Bazzar dari Abu Dzar). Di samping itu, ada juga sahabat-sahabat Nabi yang termasuk dalam

kategori wali Allah dan mempunyai karomah dalam dirinya. Wali Allah sama sekali tidak

pernah dengan sengaja menampakkan kekeramatannya di depan orang banyak sekedar agar

mendapat pujian. Namun kekeramatannya itu muncul karena hujjah atau dalam keadaan

terpaksa.

Adapun bilamana ada seorang wali Allah yang dimana dirinya hanya mengharapkan

untuk mendapatkan karomah, maka wali tersebut tidak termasuk dalam golongan wali yang

tinggi derajatnya. Ibnu Athaillah pernah mengatakan bahwa: “Kemahuan yang tinggi tidak

sampai menembusi tembok-tembok takdir.” Maksud dari perkataan Ibnu Athaillah ini adalah

karomah tidak akan bertentangan dengan takdir yang telah ditetapkan, karena semua yang

terjadi di alam raya ini baik hal biasa maupun hal yang luar biasa sumber utamanya adalah

takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena hal tersebut, maka pada umumnya apa-

apa kemauan dari wali tidaklah pernah bertentangan dengan takdir yang telah ditetapkan

tersebut.

Selanjutnya, sebagian ciri-ciri seorang hamba yang memiliki karomah diantaranya

yaitu: (1) tidak memiliki doa-doa khusus sebagai suatu bacaan; (2) karomah hanya terjadi pada

seorang yang sholeh; (3) seseorang yang memiliki karomah tidak pernah secara sengaja

mengaku-ngaku bahwa dirinya memiliki karomah. Maksud atau tujuan dari pemberian

karomah tersebut kepada para wali ialah: (1) dapat lebih meningkatkan keimanan kepada

Allah; (2) masyarakat menjadi lebih percaya kepada seorang wali Allah, yang senantiasa

meneruskan perjuangan nabi Muhammad SAW; dan (3) karomah merupakan bukti nyata

meninggikan derajat seorang wali agar dirinya selalu tetap istiqomah di jalan Allah.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, pada penelitian ini peneliti hendak

mengkaji lebih jauh mengenai konsep karomah berdasarkan kitab Jauharut Tauhid karya Syaik

Ibrahim al-Laqqani dan buku Meluruskan Pemahaman Tentang Wali Karya Abu Fajar

Page 46: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Alqalami. Hal ini bertujuan untuk membandingkan bagaimanakah konsep karomah antara

keduanya dengan dihubungkan pada kehidupan nyata sekarang ini. Dengan mengetahui konsep

karomah tersebut, diharapkan hal ini akan dapat meningkatkan keimanan serta ketaqwaan

kepada Allah SWT, serta tidak akan salah mengenai konsep karomah sesungguhnya,

mengingat di era modern ini ditemukan banyak orang-orang yang mengaku-ngaku dirinya

memiliki karomah.

Banyak diskusi tentang perwalian menjadi berhenti karena takut salah membahas. Atau

diskusi perwalian menjadi dangkal karena bahan materi yang tersedia tidak terlalu banyak.

Termasuk diskusi perwalian menjadi terhambat karena yang mengajak diskusi bukan wali dan

dihentikan dengan kalimat “la ya’rifu al-wali illa al-wali”, tidak mengetahui kewalian

seseorang kecuali seseorang wali”. Nampaknya memang suasana yang demikian butuh

pencerahan. Satu sisi memang positif bahwa membincang soal wali bukan hanya sekedar bicara

individu manusia saja. Akan tetapi lebih luas karena wali merupakan orang pilihan dan harus

dihormati. Namun jika diskusi membahas wali itu berhenti, maka generasi yang akan datang

tidak akan mendapat kisah tentang wali-wali dan bakal tersimpan rapat oleh generasi

tua. Bagaimana Syekh Muhammad Sholeh bin Umar Assamarani (Mbah Sholeh Darat)

memberi dasar tentang pemahaman wali dan karomahnya? Diantara penjelasan Mbah Sholeh

Darat tentang wali dan karamah adalah dalam syarh nadzam Jauhar al-Tauhid Syekh Ibrahim

Allaqani:

.واثبتن لالولیإ الكرامة ٭ ومن نفاھا انبذن كالمھWali menurut Mbah Sholeh Darat adalah seorang ‘arif billah (mengetahui Allah)

sekedar derajat dengan menjalankan secara sungguh-sunggu taat kepada Allah dan menjauhi

ma’siyat. Artinya para wali itu menjauhi segala macam kemaksiyatan berbarengan dengan

selalu bertaubat kepada Allah. Sebab wali itu belum kategori ma’shumin (terjaga) seperti Nabi.

Maka wali belum bisa meninggalkan ma’siyat secara penuh. Makanya mereka disebut

waliyullah. Keberadaan wali yang sedemikian agung ini mendapatkan keistimewaan dalam

hidupnya. Mereka dalam hidupnya selalu mengingat dan menggantungkan diri, dan

menyatukannya pada Allah. Hati selalu menghadap dan pasrah dengan taqdir Allah saja. Itulah

definisi sederhana mengenai wali menurut Mbah Sholeh Darat.

Adapun karomah menurut Mbah Sholeh Darat sesuatu yang nulayani adat (berbeda dari

sewajarnya) jika dilihat secara kasat mata. Mereka yang mendapat karomah selalu

menunjukkan kepribadian baik dan meniru jejak Rasulullah dengan bekal syariah dan baik

secara ideologi serta perilakunya. Karomah yang dimiliki oleh wali itu tidak hanya nampak

Page 47: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

ketika hidup saja. Tetapi setelah wafat, waliyullah masih diberi karomah. Dan bagi pengikut

ahlussunnah wal jama’ah, kepercayaan terhadap adanya waliyullah dan karomah itu perlu

diyakini secara baik. Bahkan empat imam madzhab sudah bersepakat mengenai karomah yang

ada para wali ketika hidup maupun sudah wafat.

Para ulama muhaqqiqin menyampaikan: “Barangsiapa yang tidak nampak karamanya

setelah meninggal sebagaimana karamah ketika masih hidup, maka itu tidak benar”. Imam

Sya’roni juga berpesan kepada para Syaikh: “Sesungguhnya Allah SWT itu selalu membuat

wakil berupa satu malaikat di dalam kuburnya para wali, yang bertugas mengabulkan seluruh

hajat manusia”. Selain itu, seorang waliyullah juga terkadang keluar dari kuburnya untuk

mengabulkan hajat manusia yang meminta hajat sebagaimana persaksian karomah para wali

itu secara kasat mata (musyahada karamah al-auliya’). Sebagaimana Sayyid Al Aidarusi Al

Adnani, Shahib Al Tubani, Sayyid Abdul Qadir Al Jilani, Sayyid Ahmad Al Badawi.

Satu pertanyaan yang dimunculkan oleh Mbah Sholeh Darat dalam Kitab Sabil Al ‘Abid

adalah: “Kenapa zaman akhir para wali banyak kelihatan karomahnya? Dan kenapa zaman

Sahabat dan Tabi’in tidak nampak wujud karomah wali?” Oleh Mbah Sholeh dijawab, bahwa

zaman akhir ditunjukkan banyak karomah karena manusia di zaman akhir banyak kesalahan

(dla’if) keyakinan agamanya. Maka mereka didampingi oleh para wali dengan karomahnya

agar semakin kuat keyakinan agamanya dan patuh kepada orang shalih. Dengan demikian,

generasi zaman akhir tidak mudah menghina para orang-orang sholih.

Berbeda dengan orang-orang zaman al-awwalin (periode Sahabat dan Tabi’in) yang

dalam hidupnya masih sangat yakin kepada orang-orang shalih. Sehingga karamah para wali

tidak diperlihatkan. Apalagi pada zaman Sahabat, dimana Rasulullah SAW masih hidup

bersama mereka. Penjelasan Mbah Sholeh tentang wali ini merupakan dasar dari pemaknaan

kata wali dan karomah cukup memberikan pencerahan. Penjelasan lengkap mengenai wali

dalam karya tulis Mbah Sholeh Darat terdapat dalam Kitab Minhaj al-Atqiya’ fi Syarh Ma’rifah

al-Adzkiya il Thariqi al-Auliya’ (tebalnya kitab ini 516 halaman). Ini menjadi ‘ibrah bahwa

generasi masa kini hendaknya menghormati orang shalih dan selalu ingin dekat kepada orang

terkasih. Derajat wali pada hakikatnya titipan dari Allah, bukan predikat yang dipasang secara

mandiri dan diumumkan.

Macam-Macam Karomah

Macam-macam Karomah itu banyak, tetapi karomah yang paling besar yang dimiliki

seorang wali adalah mendapat pertolongan untuk taat dan terjaga dari kemaksiatan dan

pertentangan. Diriwayatkan dari Sahal bin Abdullah bahwa dia berkata: “Barang siapa zuhud

Page 48: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

di dunia ini selama empat puluh lima hari dengan betul-betul tulus keluar dari hatinya dan

ikhlas. Maka ia akan mempeoleh karomah. Barang siapa yang tidak memperoleh, maka

zuhudnya tidak benar”. Sahal pernah ditanya “Bagaimana karomah itu diperoleh” Dia

menjawab “Dia harus mengambil apa yang dia kehendaki seperti dia kehendaki dan dari tempat

yang di kehendaki.

Dalam Iqādhul Himami sarah dari al-Hikam disebutkan karomah itu ada dua macam,

karomah hissyah seperti terbang di udara, berjalan di atas air, dan karomah ma’nawiyah seperti

terbukanya hijab kelalaian, sucinya hati/kasyaf, nyatanya ‘irfan dan naik pada maqam ihsan.

Seseorang mendapatkan karomah hissiyah karena dirinya telah keluar dari kebiasaan-

kebiasaan yang dilakukan oleh manusia, banyak makan, minum, tidur, berpakain indah,

campur dengan manusia, banyak bicara, permusuhan dan tengelam dalam ibadah dhahir dan

ilmu-ilmu dhahir. Sedangkan karomah ma’nawiyah diperoleh karena dia telah meninggalkan

kebiasaan ma’nawiyah seperti cinta pada kedudukan dan kemulyaan, mencari keistimewaan,

cinta dunia dan pujian, dengki, ujub, sombong, riya’, tama’ takut miskin dan lain-laim. Jadi

barang siapa yang meninggalkan kebiasaan-kebiasaan hissiyah (jasad) dengan riadhah maka

dirinya akan mendapatkan karomah hissiyah seperti terbang di udara, berjalan di atas air dan

lain sebagainya. Dan barang siapa yang meninggalkan kebiasaan-kebiasaan ma’nawi maka

akan mendapat karomah ma’nawiyah, seperti kasyaf. Imam Tajus Subhi menyebutkan dalam

Tabaqaatul Qubra Karomah itu bermacam-macam.

Imam Taajus Subhi mengatakan “Dugaan saya mengatakan bahwa karomahnya para

wali itu lebih dari seratus, saya telah meninggalkan dan mendatangkan sesuatu yang cukup dan

sampai bagi orang-orang yang hilang sifat kelalaianya. Macam-macam karomah dari setiap

macam karomah sangat banyak dijumpai dalam kisah-kisah yang sangat masyhur dan juga

dalam hadits, maka di kemudian hari tidaklah kebenaran tetapi kesesatan setelah datangnya

kebenaran dan tidak ada sesuatu setelah penjelasan petunjuk kecuali kemustahilan dan bagi

orang-orang yang mendapat pertolongan menerimanya, semoga Allah SWT menjumpakan

orang-orang shaleh seperti itu, karena mereka dijalan yang lurus. Seandainya saya menukil

tentang perkara yang ada pada orang shaleh maka akan menyesakkan nafas dan kertas.

Dalam Muqaddimah Thabaqotus Shughra Imam Abdur Ra’uf menjelaskan tentang

model-model karomah dalam bentuk lain. Beliau tidak menisbatkan Thabaqatnya dari Sayyid

Muhyiddin bin Al-Arabi dalam kitabnya Mawaqiun Nujum tetapi Abdur Ra’uf Munadi

meringkas, memilih dan menyuguhkan sekira kitab itu jelas baginya. Imam Abdur Ra’uf Al-

munadi mengatakan: “Ketahuilah sesungguhnya yang dimaksud dengan kejadian karomah

adalah: Bahwa Allah menampakkan keajaibannya kepada kekasihnya (wali).

Page 49: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Adapun Alam ruhani thīn (tanah) yaitu setiap hamba yang memiliki sifat-sifat malaikat

yang selalu menghadap Allah dalam kesungguhan perjuangan dan memiliki sifat-sifat yang

sempurna seperti Nabi Khidhir, dan hamba sepertinya. Tidakkah kamu melihat Ibrahim Al-

Khawas ketika berkumpul dengan Nabi Khidhir, bagaimana berkumpulnya Ibrahim dengannya

dijadikan karomah. Maka Ibrahim berkata kepada Nabi Khidhir “Dengan apa aku dapat

melihatmu?” Nabi Khidhir menjawab “Dengan kebaikanmu terhadap ibumu”. Maka

berkumpul dengan para sayyid menjadikan wali berbahagia, dan nyatalah bahwa Allah SWT

menemani para wali, yaitu Allah mengumpulkan para wali dengan hamba yang ta’at dan hamba

yang istimewa dan Allah melimpahkan rasa cinta di antara mereka.

Menurut buku yang di kutip dari Ensiklopedi Tasawuf karya Azyumardi Azra. Dalam

kosakata Bahasa Indonesia, karamah dikenal dengan istilah keramat. Maka karamah al-

Awaliyya berarti keramat para wali. Perkataan karamah adalah kosa kata Bahasa arab yang

secara Bahasa mengandung tiga pengertian yakni, al-ikrām, kemuliaan atau kehormatan; al-

Taqdir, penghargaan; dan al-Wala, persahabatan atau pertolongan. Jadi karamah berdasarkan

pengertian kebahasaan tersebut adalah kemuliaan, kehormatan dan penghargaan yang dimiliki

para wali berkat persahabatan mereka dengan Allah dan pertolongan Allah kepada mereka.

Dalam hal ini, karamah termasuk salah satu perlakuan khusus yang diberikan Allah kepada

para wali atau hamba-hamba pilihan-Nya.

Para ulama sepakat bahwa karamah terjadi pada diri para wali. Menurut al-Hujwiri (w.

465 H/ 1072 M) seorang penulis tasawuf, karamah bisa diberikan kepada seorang wali selama

ia tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama. Sebab karamah itu merupakan tanda kelurusan

seorang wali. Allah tidak akan pernah memberikan karamah kepada orang yang tidak

berpegang teguh kepada syari‟at, meskipun ia mengaku dirinya wali. Pengakuan orang menjadi

wali dan mendapatkan karamah, padahal ia tidak berpegang teguh kepada syari‟at menunjukan

bahwa pengakuannya sebagai wali itu palsu. Sejalan dengan pendapat al-Hujwiri, Syaikh

Yusuf Taj al-Khalwat (1699 M) menyatakan, “Kaum arīfun bi Allah (para sufi yang telah

ma‟rifat kepada Allah) bersepakat bahwa berpegang kepada syari‟at merupakan syarat

memperoleh ke alian. Tanpa berpegang dan mengamalkan syari‟at, seseorang selamanya tidak

akan pernah menjadi wali meskipun dapat menunjukan sesuatu yang bertentangan dengan

hukum alam. Sebab, sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam bisa terjadi pada seseorang

yang bukan wali yang dinamakan istidraj.

Karamah muncul dari seorang yang shaleh yang berpegang kepada syariat.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu: “Wali Allah adalah

orang-orang mukmin yang bertaqwa kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu

Page 50: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

tidak ada ketakutan pada diri mereka dan mereka tidak merasa hawatir. Mereka beriman dan

bertaqwa kepada Allah, bertaqwa dalam pengertian mentaati firman-firman-Nya, penciptaan-

Nya, izin-Nya, dan kehendak-Nya yang termasuk dalam ruang lingkungan agama. Semua itu

kadang-kadang menghasilkan berbagai karamah pada diri mereka sebagai hujjah dalam agama

dan bagi kaum muslimin, tetapi karamah tersebut tidak akan pernah ada kecuali dengan

menjalankan syari’at yang dibawa Rasulullah saw.

Al-Husayni, penulis kitab Jamharat al-Awliya wa A’lam Ahl al-Tasawwuf, membagi

Karamah kedalam dua jenis. Pertama, Karamah al-Hisiyyah atau karamah yang bersifat fisik-

indrawi. Kedua, Karamah al-Ma’nawiyyah atau karamah yang bersifat maknawi. Karamah

yang pertama merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan atau hukum alam secara

fisik-indrawi seperti kemampuan seseorang berjalan diatas air atau berjalan di udara. Karamah

yang kedua merupakan sikap istiqamah seorang hamba di dalam menjalin hubungan dengan

Allah secara lahiriah maupun secara batiniah yang menyebabkan hijab (tabir) tersingkap dari

kalbunya hingga ia mengenal kekasihnya dan merasa ketentraman dengan Allah.4 Allah

memberikan Karamah kepada Maryam, seperti tergambar pada ayat Allah dalam al-Qur‟an

surat Ali Imran ayat 37:

ندھا رزقا كریا ٱلمحراب وجد ع فتقبلھا ربھا بقبول حسن وأنبتھا نباتا حسنا وكفلھا زكریا كلما دخل علیھا ز

إن ٱ ذا قالت ھو من عند ٱ مریم أنى لك ھ یرزق من یشاء بغیر حساب قال یMaka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan

mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.

Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya.

Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam

menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa

yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (QS. Ali Imran ayat 37).

Sebagai bentuk ketaatan, Allah memerintahkan Maryam agar selalu menyembah-Nya,

selalu bersujud dan ruku kepada-Nya bersama dengan orang-orang yang menyembah Allah.

Sampai suatu hari Allah memberikan suatu keajaiban yang tidak disangka-sangka bagi

Maryam. Allah memberikan sebuah kemuliyaan terhadapnya sebagaimana yang digambarkan

Allah dalam firmannya diatas, bahwasanya Maryam memperoleh makanan yang dikirimkan

kepadanya sebagai tanda bahwa Allah telah memberikan kelebihan kepadanya. Sebagian ahli

tafs r mengatakan makanan yang diperoleh oleh Maryam adalah buah-buahan musim panas

diperolehnya ketika musim dingin, buah-buahan di musim dingin diperolehnya ketika musim

Page 51: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

panas, ini adalah bukti kekuasaan Allah yang telah Allah anugerahkan kepada hamba pilihan.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sahi ibnu Zanjilah, telahmenceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnuLuhai'ah, dari Muhammad ibnu Munkadir, dari Jabir, bahwa Rasulullah saw. Pernah tinggal selamabeberapa hari tanpa makan sesuap makananpun hingga kelihatan beliau sangat berat. Lalu beliauberkeliling kerumah istri-istrinya, tetapi tidak menemukan sesuap makananpun pada seseorang diantaramereka. Maka beliau saw. Datang kerumah Fatimah (putrinya), lalu bersabda, "Hai anakku, apakahengkau mempunyai sesuatu makanan yang dapat ku makan? Karena sesungguhnya aku sedang lapar."Fatimah menjawab, "Tidak, demi Allah." Ketika Nabi saw. Pergi dari rumahnya, tiba-tiba Siti Fatimahmendapat kiriman dua buah roti dan sepotong daging dari tetangga wanitanya, lalu Fatimah mengambilsebagian darinya dan diletakan didalam sebuah panci miliknya, dan ia berkata kepada dirinya sendiri,"Demi Allah, aku benar-benar akan mendahulukan Rasulullah saw. Dengan makanan ini dari pada dirikusendiri dan orang-orang yang ada didalam rumahku," padahal mereka semua memerlukan makanan yangcukup. Kemudian Fatimah menyuruh Hasan atau Husain untuk mengundang Rasulullah saw. KetikaRasulullah saw datang kepadanya, maka ia berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah memberikansuatu makanan, lalua kusembunyikan buatmu." Nabi saw. bersabda, "Cepat berikanlah kepadaku, haianakku." Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menyuguhkan panci tersebut dan membukanya.Tiba-tiba panci itu telah penuh berisikan roti dan daging. Ketika Fatimah melihat kearah panci itu, makaia merasa kaget dan sadar bahwa hal itu adalah berkah dari Allah swt. Karena itu, ia memuji kepadaAllah dan mengucapkan salawat buat Nabi-Nya. Lalu Fatimah menyuguhkan makanan tersebut kepadaRasulullah saw. Ketika beliau saw. melihatnya, maka beliau memuji kepada Allah dan bertanya, "Darimanakah makanan ini, hai anakku?" Fatimah menjawab bahwa makanan tersebut dari sisi Allah.

Di antara Karomah para wali yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah apa yang terjadi

pada Dzul Qornain yaitu seorang raja yang shalih yang Allah nyatakan: “Sesungguhnya kami

telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya

jalan untuk mencapai segala sesuatu”. (Al Kahfi :84) Dan juga dialah yang telah membuat

pembatas yang membatasi antara manusia dengan Ya’juj dan Ma’juj hingga hari akhir, kisah

ini terdapat dalam surat Al Kahfi:83-98.

Di antara Karomah para wali juga apa yang terjadi pada kedua orang tua seorang anak

yang dibunuh oleh nabi Khidhir yang ketika itu nabi Musa mengatakan: “Mengapa engkau

bunuh jiwa yang bersih padahal dia tidak membunuh orang lain,” yang kemudian Khidhir

menjawabnya: “Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang yang mukmin dan

kami khawatir bahwa dia akan menariknya kepada kesesatan dan kekafiran.” (Al Kahfi:74)

Apa yang disebutkan di dalam kisah tiga orang yang berlindung kedalam gua namun

tiba-tiba jatuhlah batu besar sehingga menutupi pintu gua dan akhirnya mereka tekurung di

dalamnya, kemudian mereka bertawassul dengan amalan-amalan shalih masing-masing. Salah

seorang diantara mereka ada yang bertawassul dengan amalan shalihnya yaitu berbakti kepada

kedua orang tuanya, yang kemudian ia berdoa: “Ya Allah jika perbuatan ini semata-mata

karena mengharap ridho-Mu maka geserlah batu ini.” Kemudian batu itu bergeser sedikit.

Orang kedua pun bertawassul dengan amalan shalihnya yaitu dengan dia bisa menjaga dirinya

dari terjatuh ke dalam perbuatan zina dengan saudara sepupunya, padahal ia mampu untuk

Page 52: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

melakukan perbuatan itu. Kemudian batu itu bergeser sedikit namun mereka belum bisa keluar.

Kemudian orang yang ketiga bertawassul dengan amalan kebaikannya, yang ketika dulu ia

pernah berbuat baik kepada karyawannya yang pergi meninggalkannya tanpa mengambil

gajinya terlebih dahulu, kemudian gajinya itu dia kembangkan dengan penuh amanah sampai

harta tersebut menjadi banyak, selang beberapa tahun karyawan itu datang kembali untuk

mengambil gajinya yang dulu belum ia ambil, kemudian orang itu memberikan semua gajinya

yang telah berkembang menjadi harta yang banyak, maka batu pun bergeser sehingga mereka

dapat keluar dari gua tersebut, Allah selamatkan mereka dengan sebab tawassul mereka itu.

Kisah tersebut terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari sahabat

Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma. Para ulama menyebutkan bahwa kisah di atas

termasuk Karomah para wali.

Apa yang terjadi pada Ummul mukminin Khodijah bahwasanya Jibril datang pada

Rasulullah dengan menyampaikan salam Allah untuk Khodijah serta menyampaikan berita

gembira baginya bahwa ia akan mendapatkan rumah yang terbuat dari permata berlian yang

indah di jannah. (HR. Bukhori dari sahabat ‘Aisyah). Dan ini merupakan dalil bahwa Karomah

pun terjadi pada seorang perempuan. 7. Apa yang telah mutawatir tentang berita salafus shalih

akan perkara Karomah yang terjadi pada diri mereka, dan generasi setelah mereka.

Mu’jizat terjadinya dengan unsur kesengajaan dan ada kaitannya dengan kenabian,

adapun Karomah terjadinya tidak demikian. Karomah terjadinya pada seseorang baik laki-laki

maupun perempuan merdeka maupun budak, selama ia seorang yang shalih. Sedang mu’jizat

tidaklah terjadi kecuali pada seorang Nabi atau Rasul yang tentunya seorang Nabi atau Rasul

adalah seorang laki-laki dan bukan seorang budak. Ada sesuatu yang bukan mu’jizat dan juga

bukan Karomah, dia adalah “al-Ahwal al-Syaithoniyyah” (perbuatan syaithon). Inilah yang

banyak menipu kaum muslimin, dengan anggapan bahwa ia Karomah, padahal justru tidak ada

kaitannya dengan Karomah, karena karomah datangnya dari Allah sedangkan ia jelas

datangnya dari syaithon. Sebagaimana yang terjadi pada Musailamah al-Kadzdzab dan al-

Aswad al-Ansyi (dua orang pendusta di zaman Rasulullah yang mengaku menjadi nabi) dan

menyampaikan perkara-perkara yang ghoib, ini jelas merupakan perbuatan syaithon. Demikian

pula Karomah para wali disebabkan karena kuatnya keimanan dan ketaatan mereka kepada

Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah

maka ia pun menjadi wali Allah”. Sedangkan perbuatan syaithon ini dikarenakan kufurnya

mereka kepada Allah dengan melakukan kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan kepada

Allah, dan syarat-syarat tertentu yang harus ia lakukan. Karomah merupakan suatu pemberian

Page 53: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

dari Allah kepada hamba-Nya yang shalih dengan tanpa susah payah darinya, berbeda dengan

perbuatan syaithon, maka ini terjadi dengan susah payah setelah sebelumnya ia berbuat syirik

kepada Allah. Karomah para wali tidak bisa disanggah atau dibatalkan dengan sesuatupun.

Berbeda dengan perbuatan syaithon yang dapat dibatalkan dengan menyebut nama-nama Allah

atau dibacakan ayat kursi atau yang semisalnya dari ayat-ayat Al Qur’an.

Bahkan, Syaikhul Islam menyebutkan bahwa ada seseorang yang terbang di atas udara

kemudian datang seseorang dari Salafushshalih lalu dibacakan ayat kursi kepadanya maka

seketika itu dia jatuh dan mati. Karomah itu tidaklah menjadikan seseorang sombong dan

merasa bangga diri, justru dengan adanya Karomah ini menjadikannya semakin bertaqwa

kepada Allah dan semakin mensyukuri nikmat Allah. Adapun perbuatan syaithon bisa

menjadikan seseorang bangga diri atau sombong dengan kemampuan yang dia miliki serta

angkuh terhadap Allah, sehingga jelaslah bagi kita akan hakekat Karomah dan perbuatan

syaithon.

Ada beberapa kelompok yang mengingkari adanya Karomah, yaitu: Jahmiyah,

Mu’tazilah’ dan Wahabiyah. Mereka berdalil dengan syubhat-syubhat yang dilandasi dengan

akal mereka yang rendah. Mereka mengatakan: “Bahwa terjadinya Karomah itu hanya

merupakan perkara yang akan menjadikan kesamaran antara nabi dengan para wali dan antara

wali dengan Dajjal.” Bantahan syubhat ini (secara ringkas) adalah: Pertama: kita yakin dengan

keyakinan yang penuh bahwa Karomah itu benar-benar ada berdasarkan dalil baik dari al-

Qur’an maupun Sunnah Nabi dan kenyataan yang ada. Kedua: ucapan mereka bahwa Karomah

dapat menjadikan kesamaran antara wali dengan seorang Nabi, justru tidaklah demikian karena

wali sama sekali tidak berkaitan dengan kenabian, dan apa yang terjadi dari Karomah itu

dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah dan disebabkan waro’nya.

Sedangkan kesamaan antara wali dengan Dajjal, maka sungguh dapat dilihat dari kehidupan

seseorang yang terjadi padanya keluarbiasaan itu. Kemudian dilihat dari keadaan orang ini

apakah dia seorang yang shalih atau seorang yang fasiq. Demikianlah timbangan yang benar

di dalam menghukumi seseorang yang terjadi padanya perkara-perkara yang diluar kebiasaan

manusia.

Karomah sebagaimana mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang dianugrahkan

kepada para kekasih Allah, namun tidak disertai dnegan pengakuan kenabian dari mereka. Lain

halnya dengan mukjizat, ketampakannya itu disertai dnegan pengakuan kenabian dari seorang

nabi yang membawa risalah kenabiannya. Seorang wali itu ia orang yang mengerti dan paham

tentang ketuhanan melalui sifat-sifat kesempurnaan-Nya, ia juga orang yang taat menjalankan

segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menghindari hal-hal yang

Page 54: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

menghantarkannya pada kenikmatan duniawi dan sahwat. Tampaknya suatu karomah atau

kekeramatan dari seorang wali adalah sebagai penghormatan baginya dari Tuhannya dan

isyarat atas diterimanya segala perbuatan yang telah dilakukannya sebagai persembahan dan

ibadah kepada Tuhannya (Allah Swt).

Satu hal lagi, bahwa seorang wali itu adalah umat dari seorang nabi, maka seseorang

itu tidak akan menjadi wali tanpa mengakui risalah kenabian dari nabinya tersebut. Dan

mengikutinya dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan segala ajaran yang dibawa oleh

Nabinya. Maka apabila ada seseorang yang dengan sendirinya tanpa mengikuti risalah

kenabian dari nabinya, maka dapat dipastikan ia tidak akan dianugrahi karomah, dan tidak akan

menjadi seorang wali (kekasih) bagi Tuhan yang Maha Pengasih. Melainkan ia menjadi

kekasih dan pemuja para syaithan, sebagaimana telah diisyaratkan oleh Allah Swt dengan

melalui wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad Saw, untuk sampaikan kepada orang-orang yang

menyangka dirinya menyintai Allah Swt.

C. Konsepsi Tentang Sihir

Sihir dalam bahasa Arab tersusun dari huruf ر, ح, س (siin, kha, dan ra), yang secara

bahasa bermakna segala sesuatu yang sebabnya nampak samar. Oleh karenanya kita mengenal

istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki akar kata yang sama, yaitu siin, kha dan ra, yang artinya

waktu ketika segala sesuatu nampak samar dan remang-remang. Seorang pakar bahasa, al-

Azhari mengatakan bahwa, “Akar kata sihir maknanya adalah memalingkan sesuatu dari

hakikatnya. Maka ketika ada seorang menampakkan keburukan dengan tampilan kebaikan dan

menampilkan sesuatu dalam tampilan yang tidak senyatanya maka dikatakan dia telah menyihir

sesuatu”.

Para ulama memiliki pendapat yang beraneka ragam dalam memaknai kata ‘sihir’

secara istilah. Sebagian ulama mengatakan bahwa sihir adalah benar-benar terjadi ‘riil’, dan

memiliki hakikat. Artinya, sihir memiliki pengaruh yang benar-benar terjadi dan dirasakan oleh

orang yang terkena sihir. Ibnul Qudamah rahimahullah mengatakan, “Sihir adalah jampi atau

mantra yang memberikan pengaruh baik secara zhohir maupun batin, semisal membuat orang

lain menjadi sakit, atau bahkan membunuhnya, memisahkan pasangan suami istri, atau

membuat istri orang lain mencintai dirinya.” Namun ada ulama lain yang menjelaskan bahwa

sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya. Sebagaimana

dikatakan oleh Abu Bakr Ar Rozi, “(Sihir) adalah segala sesuatu yang sebabnya samar dan

bersifat mengalabui, tanpa adanya hakikat, dan terjadi sebagaimana muslihat dan tipu daya

semata.”

Page 55: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Al-Laits mengatakan, Sihir adalah suatu perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada

syaitan dengan bantuannya. Al-Azhari mengemukakan, Dasar pokok sihir adalah memalingkan

sesuatu dari hakikat yang sebenarnya kepada yang lainnya. Ibnu Manzur berkata: Seakan-akan

tukang sihir memperlihatkan kebathilan dalam wujud kebenaran dan menggambarkan sesuatu

tidak seperti hakikat yang sebenarnya. Dengan demikian, dia telah menyihir sesuatu dari

hakikat yang sebenarnya atau memalingkannya. Syamir meriwayatkan dari Ibnu Aisyah, dia

mengatakan bahwa orang Arab menyebut sihir itu dengan kata as-Sihr karena ia

menghilangkan kesehatan menjadi sakit.

Ibnu Faris mengemukakan, Sihir berarti menampakkan kebathilan dalam wujud

kebenaran. Di dalam kitab al-Mu’jamul Wasīth disebutkan bahwa sihir adalah sesuatu yang

dilakukan secara lembut dan sangat terselubung. Sedangkan di dalam kitab Muhīthul Muhīth

disebutkan, sihir adalah tindakan memperlihatkan sesuatu dengan penampilan yang paling

bagus, sehingga bisa menipu manusia. Fakhruddin ar-Razi mengemukakan, menurut istilah

Syari’at, sihir hanya khusus berkenaan dengan segala sesuatu yang sebabnya tidak terlihat dan

digambarkan tidak seperti hakikat yang sebenarnya, serta berlangsung melalui tipu daya.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi,

perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang

mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung

dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat

sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan pasangan

suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya atau membuat kedua belah pihak

saling mencintainya. Ibnul Qayyim mengungkapkan, Sihir adalah gabungan dari berbagai

pengaruh ruh-ruh jahat, serta interaksi berbagai kekuatan alam dengannya. Dapat disimpulkan

bahwa Sihir adalah kesepakatan antara tukang sihir dan syaitan dengan ketentuan bahwa

tukang sihir akan melakukan berbagai keharaman atau kesyirikan dengan imbalan pemberian

pertolongan syaitan kepadanya dan ketaatan untuk melakukan apa saja yang dimintanya.

Di antara tukang sihir itu ada yang menempelkan mushhaf di kedua kakinya, kemudian

ia memasuki WC. Ada yang menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan kotoran. Ada juga yang

menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan darah haidl. Juga ada yang menulis ayat-

ayat al-Qur’an di kedua telapak kakinya. Ada juga yang menulis Surat al-Faatihah terbalik.

Juga ada yang mengerjakan sholat tanpa berwudhu’. Ada yang tetap dalam keadaan junub

terus-menerus. Serta ada yang menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada syaitan

dengan dengan tidak menyebut nama Allah pada saat menyembelih, lalu membuang

sembelihan itu ke suatu tempat yang telah ditentukan syaitan. Dan ada juga yang berbicara

Page 56: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

dengan binatang-binatang dan bersujud kepadanya. Serta ada juga yang menulis mantra dengan

lafazh-lafazh yang mengandung berbagai makna kekufuran.

Dari sini, tampak jelas oleh kita bahwa jin itu tidak akan membantu dan tidak juga

mengabdi kepada seorang penyihir kecuali dengan memberikan imbalan. Setiap kali seorang

penyihir meningkatkan kekufuran, maka syaitan akan lebih taat kepadanya dan lebih cepat

melaksanakan perintahnya. Dan jika tukan sihir tidak sungguh-sungguh melaksanakan

berbagai hal yang bersifat kufur yang diperintahkan syaitan, maka syaitan akan menolak

mengabdi kepadanya serta menentang perintahnya. Dengan demikian, tukang sihir dan syaitan

merupakan teman setia yang bertemu dalam rangka perbuatan kemaksitan kepada Allah.

Jika anda perhatikan wajah tukang sihir, maka dengan jelas anda akan melihat

kebenaran apa yang telah saya sampaikan, dimana anda akan mendapatkan gelapnya kekufuran

yang memenuhi wajahnya, seakan-akan ia merupakan awan hitam yang pekat. Jika anda

mengenali tukang sihir dari dekat, maka anda akan mendapatkannya hidup dalam kesengsaraan

jiwa bersama istri dan anak-anaknya, bahkan dengan dirinya sendri sekalipun. Dia tidak bisa

tidur nyenyak dan terus merasa gelisah, bahkan dia akan senantiasa merasa cemas dalam tidur.

Selain itu seringkali syaitan-syaitan itu akan menyakiti anak-anaknya atau istrinya serta

menimbulkan perpecahan dan perselisihan di antara mereka. Mahabesar Allah Yang

Mahaagung yang telah berfirman:

عن ذكري فإن لھ معیشة ضنكاومن أعرض

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya

penghidupan yang sempit”. [Thāhā: 124].

Dunia sihir dan perdukunan telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, mulai dari

masyarakat desa hingga menjamah ke daerah kota. Mulai dari sihir pelet, santet, dan “aji-

aji” lainnya. Berbagai komentar dan cara pandang pun mulai bermunculan terkait masalah

tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya. Sebagai seorang muslim, tidaklah kita memandang

sesuatu melainkan dengan kaca mata syariat, terlebih dalam perkara-perkara ghaib, seperti

sihir dan yang semisalnya. Marilah kita melihat bagaimanakah syariat Islam yang mulia ini

memandang dunia sihir dan ‘antek-antek’-nya.

Sebenarnya Adakah Sihir Itu?

Sebagaimana yang disinggung di depan, bahwa terdapat persilangan pendapat tentang

kebenaran hakikat sihir. ‘Apakah sihir hakiki?’, ‘Apakah orang yang terkena sihir, benar-benar

Page 57: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

merasakan pengaruhnya?’, ‘Atau kah sihir hanya sebatas tipuan mata dan tipu muslihat

semata?’ Abu Abdillah Ar Rozi rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan “Kelompok

Mu’tazilah mengingkari adanya sihir dalam aqidah mereka. Bahkan mereka tidak segan-segan

mengkafirkan orang yang meyakini kebenaran sihir. Adapun ahli sunnah wal jama’ah,

meyakini bahwa mungkin saja ada orang yang bisa terbang di angkasa, bisa merubah manusia

menjadi keledai, atau sebaliknya. Akan tetapi meskipun demikian ahli sunnah meyakini bahwa

segala kejadian tersebut atas izin dan taqdir dari Allah ta’ala”. Allah ta’ala berfirman (yang

artinya), “Dan mereka itu (para tukang sihir) tidak akan memberikan bahaya kepada seorang

pun melainkan dengan izin dari Allah” (QS. Al-Baqarah: 102). Al Qurthubi rahimahullahu

mengatakan, “Menurut ahli sunnah wal jama’ah, sihir itu memang ada dan memiliki hakikat,

dan Allah Maha Menciptakan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya, keyakinan yang demikian

ini berbeda dengan keyakinan kelompok Mu’tazilah.”

Inilah keyakinan yang benar, insya Allah. Banyak sekali kejadian, baik di masa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pun masa-masa setelahnya yang menunjukkan

secara kasat mata bahwa sihir memiliki hakikat dan pengaruh. Bukankah Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleh Lubaid bin Al A’shom Al Yahudi hingga

beliau jatuh sakit? Kemudian karenanya Allah ta’ala menurunkan surat al-Falaq dan surat al-

Nās (al-mu’awidaztain) sebagai obat bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini

sangat jelas menunjukkan bahwa sihir memiliki hakikat dan pengaruh terhadap orang yang

terkena sihir. Namun tidaklah dipungkiri, bahwa ada jenis-jenis sihir yang tidak memiliki

hakikat, yaitu sihir yang hanya sebatas pengelabuan mata, tipu muslihat, “sulapan”, dan yang

lainnya. Jenis-jenis sihir yang demikian inilah yang dimaksudkan oleh perkataan beberapa

ulama yang mengatakan bahwa sihir tidaklah memiliki hakikat.

Sihir termasuk dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah

dari kalian tujuh perkara yang membinasakan!” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah tujuh perkara tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam berkata, “[1] menyekutukan Allah, [2] sihir, [3] membunuh seorang yang Allah

haramkan untuk dibunuh, kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat, [4] mengkonsumsi

riba, [5] memakan harta anak yatim, [6] kabur ketika di medan perang, dan [7] menuduh

perempuan baik-baik dengan tuduhan zina” (HR. Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu

Hurairah).

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Nabi Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi

para syaitan lah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia” (Al-Baqarah: 102).

Imam Adz Dzahabi rahimahullah berdalil dengan ayat di atas untuk menegaskan bahwa orang

Page 58: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

yang mempraktekkan ilmu sihir, maka dia telah kafir. Karena tidaklah para syaitan

mengajarkan sihir kepada manusia melainkan dengan tujuan agar manusia menyekutukan

Allah ta’ala. Syaikh al-Sa’diy rahimahullah menjelaskan bahwa ilmu sihir dapat dikategorikan

sebagai kesyirikan dari dua sisi.

1. Orang yang mempraktekkan ilmu sihir adalah orang yang meminta bantuan kepada para

syaitan dari kalangan jin untuk melancarkan aksinya, dan betapa banyak orang yang terikat

kontrak perjanjian dengan para syaitan tersebut akhirnya menyandarkan hati kepada

mereka, mencintai mereka, ber-taqarrub kepada mereka, atau bahkan sampai rela

memenuhi keinginan-keinginan mereka.

2. Orang yang mempelajari dan mempraktekkan ilmu sihir adalah orang yang mengaku-

ngaku mengetahui perkara ghaib. Dia telah berbuat kesyirikan kepada Allah dalam

pengakuannya tersebut (syirik dalam rububiyah Allah), karena tidak ada yang mengetahui

perkara ghaib melainkan hanya Allah ta’ala semata.

Syaikh Ibnu ’Utsaimin rahimahullah merinci bahwa orang yang mempraktekkan sihir,

bisa jadi orang tersebut kafir, keluar dari Islam, dan bisa jadi orang tersebut tidak kafir

meskipun dengan perbuatannya tersebut dia telah melakukan dosa besar. Pertama, Tukang sihir

yang mempraktekkan sihir dengan memperkerjakan tentara-tentara syaitan, yang pada

akhirnya orang tersebut bergantung kepada syaitan, ber-taqarrub kepada mereka atau bahkan

sampai menyembah mereka. Maka yang demikian tidak diragukan tentang kafirnya perbuatan

semacam ini. Kedua, Adapun orang yang mempraktekkan sihir tanpa bantuan syaitan,

melainkan dengan obat-obatan berupa tanaman ataupun zat kimia, maka sihir yang semacam

ini tidak dikategorikan sebagai kekafiran.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah suatu ketika, di akhir kekhalifahan beliau,

mengirimkan surat kepada para gubernur, sebagaimana yang dikatakan oleh Bajalah bin

‘Abadah radhiyallahu ‘anhu, “Umar bin Khattab menulis surat (yang berbunyi): ‘Hendaklah

kalian (para pemerintah gubernur) membunuh para tukang sihir, baik laki-laki ataupun

perempuan”. Dalam kisah Umar radhiyallahu ‘anhu di atas memberikan pelajaran bagi kita,

bahwa hukuman bagi tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya adalah hukuman mati. Terlebih lagi

terdapat sebuah riwayat, meskipun riwayat tersebut diperselisihkan oleh para ulama tentang

status ke-shahihan-nya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hukuman bagi

tukang sihir adalah dipenggal dengan pedang.”

Dalam kisah Umar di atas pun juga memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa

menjadi kewajiban pemerintah tatkala melihat benih-benih kekufuran, hendaklah pemerintah

menjadi barisan nomor satu dalam memerangi kekufuran tersebut dan memperingatkan

Page 59: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

masyarakat tentang bahayanya kekufuran tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin

Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Inilah yang mungkin menjadi kerancuan di benak masyarakat, yang kemudian

kerancuan ini menjadikan mereka membolehkan belajar sihir, karena alasan “keadaan darurat”.

Terlebih lagi tatkala sihir yang digunakan untuk mengobati sihir terkadang terbukti manjur dan

mujarab. Bukankah segala sesuatu yang haram pada saat keadaan darurat, akan menjadi

mubah? Bukankah ketika di tengah hutan, tidak ada bahan makan, bangkai pun menjadi boleh

kita makan? Memang syariat membolehkan perkara yang haram tatkala keadaan darurat,

sampai-sampai para ulama membuat sebuah kaidah fiqhiyah, “Keadaan yang darurat dapat

merubah hukum larangan menjadi mubah.” Namun kita pelu cermati bahwa para ulama pun

juga memberikan catatan kaki terhadap kaidah yang agung ini. Terdapat sedikitnya dua syarat

yang harus dipenuhi untuk mengamalkan kaidah ini, yaitu:

1. Tidak ada obat lain yang dapat menyembuhkan sihir, selain dengan sihir yang semisal.

Pada kenyataannya tidaklah terpenuhi syarat pertama ini. Syariat telah memberikan obat

dan jalan keluar yang lebih syar’i untuk menangkal dan mengobati gangguan sihir.

Bukankah syari’at telah menjadikan Al Quran sebagai obat, lah ada dan teruqyah-ruqyah

syar’i yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Sihir yang digunakan harus terbukti secara pasti dapat menyembuhkan dan menghilangkan

sihir. Dan setiap dari kita tidaklah ada yang dapat memastikan hal ini, karena semua hal

tersebut adalah perkara yang ghaib.

Maka dengan ini jelaslah bahwa mempelajari sihir, apapun alasannya adalah terlarang,

bahkan diancam dengan kekufuran, Allah ta’ala telah tegaskan di dalam firmannya (yang

artinya), “Dan tukang sihir itu tidaklah menang, dari mana pun datangnya.” (QS. Ath Thaahaa:

69). Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah berkata dalam tafsirnya

menyatakan bahwa ayat ini mencakup umum, segala macam kemenangan dan keberuntungan

akan ditiadakan dari para tukang sihir, terlebih lagi Allah tekankan dengan firman-Nya, ‘dari

mana pun datangnya’. Dan secara umum, tidaklah Allah meniadakan kemenangan dari

seseorang, melainkan dari orang kafir.

Sihir tidak akan luput dari kehidupan manusia sehari-hari yang digunakan oleh orang-

orang yang tidak mengerti atau tidak paham mengenai dampak dari perbuatan tersebut. Sihir

ini telah tersebar di tengah-tengah peradaban manusia masa kini maupun masa lalu. Mulai dari

sihir berupa pelet, santet, gendam dan lain sebagainya. Padahal telah jelas dalam Al-Quran

bahwasannya sihir ini dapat membuat seseorang yang melakukan perbuatan tersebut menjadi

kafir (musyrik). Pada hakikatnya kita tidak boleh takut akan adanya sihir ini, karena segala

Page 60: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

sesuatu itu terjadi hanyalah atas izin Allah Swt semata bukan karena hal lainnya terutama sihir.

Akan tetapi banyak orang yang salah dalam memahami sihir sehingga bentuk kebodohan serta

kemusyrikan terjadi, orang-orang tersebut beramai-ramai mempraktekan sihir untuk

mempermudah suatu urusan di dalam kehidupan sehari-hari.

Syetan selalu berusaha untuk memasukan suatu kesan kepada ummat muslim bahwa

sihir ini bukanlah suatu perbuatan yang berdampak kepada dosa yang sangat besar. Bahkan

Syetan memberikan pelajaran yang dapat menyentuh perasaan kepada manusia, sehingga

mereka menganggap bahwa sihir adalah suatu perbuatan yang harus ditempuh oleh manusia

untuk mencari kebaikan. Misalnya untuk memikat hati seorang wanita ataupun laki-laki yang

dilakukan dengan cara guna-guna atau zaman sekarang sering disebut dengan pelet, itu semua

diperbolehkan oleh agama karena digunakan untuk kebaikan dengan dalih (menyatukan ummat

manusia dalam sebuah perjodohan) sehingga sebagian ummat yang terpedaya mengatakan

bahwa semua hal tersebut merupakan muhabbah. Padahal menurut Syara sihir itu merupakan

perbuatan kufur dan orang yang bermain-main dengan sihir adalah kafir.

Sihir berarti sesuatu yang lembut dan halus (tidak terlihat). Secara terminologis, sihir

adalah suatu perbuatan oleh orang tertentu (disebut tukang sihir) dengan syarat-syarat tertentu

mempergunakan peralatan yang tidak lazim untuk dipakai, serta dengan cara yang sangat

rahasia, untuk menimbulkan efek jahat dalam diri orang lain yang menjadi korbannya. Sihir

dapat dinamai juga santet, teluh, magic, vodoo dan lain sebagainya. Pada umumnya sasaran

sihir ini ada dua, ada yang langsung dikenakan kepada diri korban dengan mempengaruhi hati,

jiwa dan badannya, untuk disakiti ataupun dibunuh. Ada juga yang dikenakan terhadap harta

benda korban untuk dirusak ataupun dimusnahkan serta sihir ini digunakan untuk memutuskan

cinta kasih sepasang suami istri (kekasih). Sebelum melakukan sihir biasanya ada kesepakatan

antara tukang sihir dengan syetan, syaratnya adalah tukang sihir harus melakukan perbuatan

syirik atau kufur. Baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sementara syetan

harus melayani tukang sihir, atau menundukan orang yang melayaninya. Oleh karena itu,

tukang sihir menundukan jin tersebut untuk melakukan pekerjaan jahat yang dia inginkan. Dan

jika jin tersebut membangkang, maka tukang sihir akan mendekati pemimpin kelompoknya

dengan menggunakan sang pemimpin serta meminta pertolongan kepadanya, bukan kepada

Allah Swt.

Seseorang yang mendatangi tukang sihir (dukun, peramal, paranormal) lalu bertanya

kepadanya, dia terkena ancaman tidak diterima shalatnya selama 40 telah jatuh kepada dosa

kafir (Syirik kepada Allah Swt). Sedangkan dalam kamu Mu’zam Al-Mufradat karya Al-Ragib

Al-Ashfahani dikatakan terdapat beberapa arti dari kata “Sahara”. Pertama, gambaran atau

Page 61: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

tipuan imajinasi yang tidak nyata, seperti halnya yang dilakukan oleh pesulap yang dapat

memalingkan pandangan dengan kecepatan tangannya dan juga seperti yang dilakukan oleh

seorang pengadu domba, memfitnah dengan ucapan-ucapan manis yang dapat mempengaruhi

pandangan orang lain mengenai suatu perkara. Kedua, meminta pertolongan kepada syetan

dengan cara melakukan sebuah ritual mendekatkan diri kepadanya. Ketiga, suatu perbuatan

yang dapat membuat seseorang menjadi sedih, senang, takut, penurut dan lain sebagainya yang

denganya dapat merubah suatu karakter seseorang. Seperti khimar (hipnotis) akan tetapi hal ini

tidak bersifat nyata, hanyalan sebuah ilussi.

Dari ragam dan fenomena pemaknaan tentang sihir, kiranya masih layak untuk dikaji

lebih jauh, bagaimana sesungguhnya sihir dalam pandangan para mufasir, ketika menafsirkan

ayat-ayat al-Quran yang berbicara masalah sihir. Sebenarnya, sihir ini telah ada sejak zaman

Nabi Sulaiman As. Allah Swt memberikan seatu mukjizat kepada Nabi Sulaiman As yaitu

dapat memerintahkan manusia, hewan dan jin sebagai pasukan kerajaannya. Seperti firman

Allah Swt dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah 102:

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (danmereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidakmengerjakan sihir), hanya syetan-syetanlha yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihirkepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut danMarut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka merekamempelajari dari kedua malaikat itu pa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang(suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepadaseorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharatkepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapayang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amatjahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir. Kalau mereka mengetahui.”

Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 102 disebutkan bahwa dengan segala kebolehan

(Mu‟jizat) yang diberikan Allah Swt kepda Nabi Sulaiman, akan tetapi orang-orang kafir

menuduh bahwa Nabi Sulaiman tidak lain hanyalah seorang ahli sihir yang mengajarkan ilmu

sihirnya terhadap pengikutnya, padahal semua itu semata-mata hanyalah perbuatan syetan.

Sihir dalam kehidupan masa lalu bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, sudut

pandang keagamaan dan yang kedua dari sudut pandang non keagamaan. Dalam

perkembangannya sudut pandang non keagamaan ini lebih banyak dikedepankan oleh aspek

ilmu pengetahuan atau keilmuan di masa modern, dimana ada pergeseran makna yang semula

pada dasarnya adalah sihir namun menurut pandangan mereka ini di identikan dengan sulap.

Berbeda halnya menurut ajaran atau pengetahuan keislaman bahwa sulap adalah sulap, sihir

adalah sihir. Sihir tetap saja merupakan suatu perbuatan yang dapat merusak aqidah dan tauhid

seorang muslim karena dekat sekali dengan kesyirikan.

Page 62: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Jika dilihat dalam konteks zaman sekarang dibanyak Negara, termasuk di Barat dan di

Timur Tengah, sihir biasanya digambarkan sebagai suatu perbuatan yang memungkinkan

pelakunya dapat mengubah sesuatu menjadi benda lain yang di inginkannya. Dalam kisah Nabi

Musa As, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran. Para penyihir firaun dapat mengubah tali

menjadi ular. Sementara dalam film-film atau novel Barat, seorang penyihir yang biasanya

digambarkan bertopi runcing dan bertampang yang buruk dan mengerikan, dapat mengubah

seseorang menjadi hewan, ataui apa saja dengan mantra-mantra dan ramuan yang mereka buat.

Mereka juga memiliki sapu terbang untuk membawanya terbang kemana saja.

Peradaban modern masa kini hanya percaya bahwa orang yang dapat membuat

keajaiban itu hanyalah seorang pesulap, bukanlah seorang penyihir. Dan, sekelompok pesulap

itu tidak menggunakan kekuatan magis. Mereka melakukan keanehan-keanehan secara murni

sekaligus menggunakan trik atau tipuan mata, dan tidaklah lebih dari semua itu. Sesuatu yang

tidak dapat dijawab dengan ilmu pengetahuan, biasanya langsung dikaitkan dengan

ketidaklaziman. Dan, ketidaklaziman mudah dikaitkan dengan kekuatan sihir. Oleh karena itu,

berkaitan dengan penafsiran terhadap ilmu sihir perlu dilakukan secara hati-hati dengan

terlebih dahulu meninjau masalah sihir melalui sudut ilmu pengetahuan masa kini. Sihir dalam

paradigma masa kini telah memunculkan ambiguitas, disatu sisi dipandang sebagai sebuah trik

ataupun tipuan karena disamakan dengan sulap akan tetapi dipihak lain menurut sudut pandang

agama sihir adalah dimensi kesyirikan yang akan merusak aqidah. Oleh karenanya realitas ini

harus diselsaikan, dimurnikan supaya tidak subhat atau tercampur antara sihir dengan sulap.

Fenomena mistis, tentang sihir juga sampai ke masa kita sekarang. Masyarakat sangat

menggandrungi tayangan-tayangan televisi yang menyiarkan acara-acara mistis. Mulai dari

tayangan yang dikemas dalam film-film sejarah klasikal hingga telenovela-telenovela

kehidupan modern. Selain itu, kemunculan tokoh-tokoh mistis seperti Dedi Corbuzer, Romi

Rafael dan David Cover Field, menyebabkan antusias masyarakat kepada dunia mistik semakin

tajam dan menjurus kepada kesesatan. Bahkan pengaruh tayangan-tayangan tersebut meresap

sampai ke anak-anak kecil, yang notabenenya adalah penerus-penerus perjuangan agama dan

bangsa.

Adapun sihir, sebagaimana tinjauan makna bahasa yang lalu, hanyalah sebuah tipuan

pandangan mata. Kemampuan sihir muncul dari seorang yang kafir, fasik dan munafik. Allah

Swt., memang memberikan kelebihan tersebut kepada mereka sebagai istidrâj. Yaitu agar

mereka tetap tenggelam dalam kekufuran, kefasikan dan kemunafikannya. Kemampuan sihir

seseorang sering digunakan untuk menghancurkan atau menipu. Oleh karenanya, kemampuan

Page 63: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

sihir ada yang didapatkan dari proses pembelajaran atau latihan dan ada juga lewat bantuan

setan.

Ada sekelompok orang yang meyakini eksistensi black magic dan white magic. Bila

sesuatu yang luar biasa tersebut keluar dari seorang nabi, wali, ulama atau orang yang shalih,

maka mereka mengatakan hal itu adalah white magic. Begitu juga sebaliknya, bila muncul dari

seorang dukun, peramal atau non muslim dinamakan black magic. Dari pengertian ini tampak

ada kesimpang siuran, sehingga sangat perlu dicari pengertian yang lebih logis.

Dalam memahami kenyataan dan pengaruh yang dikeluarkan dari sihir, pendapat para

ulama terbagi dalam dua kelompok, yaitu:

1. Kelompok yang meyakini bahwa sihir mempunyai pengaruh dan benar-benar nyata.

Pendapat ini diusung oleh mufassir-mufassir dari kelompok ahl al-sunnah wa al-jamā’ah.

Mereka berpedoman kepada surat al-Baqarah (2): 102 dan riwayat asbāb al-nuzūl surat

al-Falaq (113): 4 yaitu, hadis yang diriwayatkan oleh Zaid ibn al-Arqam tentang seorang

Yahudi yang bernama Labîd ibn al-A’sham menyihir Nabi Muhammad saw., sehingga

beliau sakit dan merasa berbuat sesuatu, padahal tidak.

2. Kelompok yang tidak meyakini keberadaan dari fakta sihir dan juga tidak percaya bahwa

sihir itu berpengaruh. Pendapat ini diusung oleh mufassir-mufassir dari kelompok

Muktazilah. Mereka berpedoman kepada surat al-A’rāf (7): 116 dan Thāhā (20): 66-69.

Mereka juga berpendapat bahwa jika sihir dapat membuat sesuatu yang luar biasa, seperti

berjalan di atas air, terbang di udara atau merubah tanah menjadi emas, maka kehebatan

mukjizat akan sirna, sebab keduanya sama-sama sebuah perbuatan yang dilakukan dengan

luar biasa. Di samping itu, manusia tidak perlu susah-susah bekerja, cukup dengan sihir

saja maka kebutuhan hidup terpenuhi.

Imam al-Zamakhsyâri dalam tafsir al-Kasysyāf mewakili kelompok Muktazilah,

menyatakan bahwa sihir sebenarnya sesuatu tipuan yang tidak pernah terjadi dengan sebenar-

benarnya. Ini ditemukan ketika dia menafsirkan surat al-falq pada ayat yang mengandung kata

al-naffātsāt. Secara zahir, apa yang dilakukan orang-orang yang meniup tali temali dengan

membaca mantera-mantera menurutnya tidak mempengaruhi apa-apa. Jika seseorang ingin

mempelajarinya, tentu ia akan mampu dan bisa melakukan seperti yang dilakukan oleh para

tukang sihir tersebut. Imam al-Zamakhsyāri juga menukil sebuah sya'ir yang menyebutkan

bahwa mempelajari sihir bukan untuk diamalkan, tetapi untuk mencari kelemahannya. Menurut

penulis, ungkapan Imam al-Zamakhsyāri ini, menjadi salah satu sebab yang membuat Imam

al-Rāzi termotivasi untuk melakukan penafsiran maksimal terhadap ayat-ayat tentang sihir.

Page 64: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Adapun Syeikh Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manār mengingkari keberadaan sihir.

Ini ditemukan ketika dia menafsirkan surat al-Falaq pada ayat yang berbunyi, wa min syarr al-

naffātsāt fi al-'uqad. Menurutnya, yang dimaksud dengan al-naffātsāt adalah orang-orang yang

mengadu domba antar sesama. Merekalah orang-orang yang memutuskan persaudaraan dan

tali silaturrahim. Mereka juga membakar semangat dendam di antara kelompopk- kelompok

orang yang telah menjalin ikatan persaudaraan. Mereka ini dinamakan al-namīmah. Sedangkan

al-namīmah menurutnya merupakan salah satu cabang dari ilmu sihir. Di samping itu,

perbuatan al-namīmah membawa kepada kesesatan, karena orang yang berbuat demikian akan

cenderung ingin menyesatkan orang lain. Pengkaburan kebenaran menjadi kesesatan menurut

Syeikh Muhammad Abduh adalah perbuatan sihir.

Begitu juga Syeikh Rasyîd Ridha. Sebagai murid Muhammad Abduh, dan banyak

memberi komentar dalam tafsir al-Manâr berpendapat bahwa ilmu sihir hanya sebuah

kebohongan dan tipu daya belaka. Dia sependapat dengan gurunya Muhammad Abduh dan

mengusung pendapat kelompok Muktazilah. Ini ditemukan dalam penafsirannya terhadap surat

al-An'ām: 7. Menurutnya, ayat tersebut sangat jelas menerangkan bahwa sihir merupakan

perbuatan tipuan dan kebohongan dan tidak dapat memberi manfa'at atau mudharat. Sedangkan

terhadap hadis Imam Bukhari yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah tersihir, Rasyid

Ridhâ mentakwilkannya. Bahwa Rasul tidak tersihir tetapi pandangan istri-istrinya yang

tersihir sehingga melihat Nabi saw seolah-olah melakukan sesuatu padahal beliau tidfak

melakukannya. Selain itu, menurutnya perawi hadis tersebut dinilai cacat oleh mayoritas

ulama. Ibn Kastīr dalam Tafsīr al-Qurān al-'Azhīm menyatakan bahwa ilmu sihir dapat

dipelajari dan nyata keberadaannya. Bahkan seseorang yang mahir sihir dapat merubah sesuatu

kepada sesuatu yang lain. Tetapi mempelajari ilmu sihir menurutnya makruh karena hanya

akan mendatangkan bahaya.

Al-Marāghi dalam penafsirannya terhadap surat al-Baqarah: 102 menyatakan bahwa para

penyihir sanggup melakukan sesuatu yang luar biasa karena menggunakan perantara. Ada yang

menggunakan jin dan ada juga yang menggunakan alat-alat yang dibacakan mantera.

Semuanya ini membuktikan bahwa sihir ada dan bisa dipelajari. Hanya terdapat perbedaan

ulama dalam hukum mempelajarinya. Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzi tampil dengan kitab tafsirnya

Mafātih al-Ghaib mewakili kalangan mufassir-mufassir ahl al-sunnah wa al-jamā’ah banyak

memberikan kontribusi pemikiran dan perhatian terhadap masalah sihir. Pendapat Imām al-

Rāzi tentang kenyataan sihir berbeda dengan mazhab yang dianutnya, yaitu mazhab ahl al-

sunnah wa al-jamā’ah. Bahkan, di sisi lain Imām al-Rāzi mewajibkan belajar ilmu sihir,

sebagaimana wajib belajar terhadap ilmu-ilmu Agama yang lain. Upayanya ini sangat terlihat

Page 65: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

ketika dia menafsirkan firman Allah Swt., dalam surat al-Baqarah (2): 102. Dalam

menjelaskan ayat tersebut, Imām al-Rāzi mengaitkannya dengan ayat sebelumnya, yaitu al-

Baqarah (2): 99-101. Kelompok ayat-ayat tersebut menceritakan tentang keburukan pekerjaan

Yahudi. Salah satunya adalah mempelajari sihir dan mengajarkannya guna menghancurkan

orang lain.

Menurutnya, Sihir adalah sesuatu yang sebab kemunculannya masih tertutup atau

tersembunyi, sehingga yang tergambar bukan hakikat sebenarnya, melainkan sebuah tipu daya

dari kebohongan belaka. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa sihir hanyalah perbuatan yang

memalingkan pandangan orang dari pandangan yang sebenarnya. Dia juga melandasi

penafsirannya ini kepada surat al-A’râf (7): 116. Dalam hal ini, terlihat Imâm al-Râzi seolah-

olah hendak menyatakan bahwa selama seseorang belum mengetahui hakikat sesuatu, maka

dia masih tersihir oleh sesuatu itu. Kemudian Imâm al-Râzi menyatakan bahwa sihir bisa dan

wajib dipelajari dan diperbolehkan untuk mengajarkannya, apalagi digunakan untuk

menghancurkan sihir juga.

Salah satu persoalan yang menjadi perhatian besar tentang sihir adalah semua perbuatan

yang memalingkan kondisi dari keadaan yang sebenarnya menjadi keadaan yang samar-samar.

Artinya sihir bersifat tipuan terhadap pandangan mata saja. Untuk itu, sihir bisa dipelajari, dan

bahkan menurut al-Rāzi mewajibkan belajar semua jenis ilmu sihir, dengan maksud untuk

mengetahui hakekatnya dan cara kerjanya. Selain itu, mempelajari sihir dapat mendatangkan

manfa’at dan mashlahat. Selain sihir masih ada mukjizat dan karamah, karena ketiganya masuk

dalam lingkup khawāriq li al-‘ādah. Dari penelusuran di atas ditemukan perbedaan mendasar

di antara ketiga term tersebut, yaitu:

Pertama, Sihir bersumber dari orang yang fasik dan kafir, mukjizat bersumber dari

seorang Nabi dan Rasul, sedangkan karamah bersumber dari seorang waliullah yang ta’at

mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kedua, Sihir muncul dengan adanya

usaha atau memang diusahakan, mukjizat muncul dari qudrat iradat Allah, sedangkan karamah

muncul tanpa sebab yang tidak diketahui oleh orangnya. Ketiga, Sihir diwujudkan untuk

menghancurkan orang lain, mukjizat diwujudkan untuk menaklukkan tantangan risalah Nabi

atau Rasul, sedangkan karamah terwujud sebagai bukti kemuliaan yang diberikan Allah kepada

seseorang. Oleh karena ilmu sihir tidak tercela dan tidaklah buruk untuk mempelajarinya,

tentunya hukum kafir bagi para ahli sihir perlu ditinjau ulang. Sungguh cepat keputusan untuk

mengkafirkan dukun, penyihir, tukang ramal atau apapun namanya, tanpa diselidiki terlebih

dahulu, kemanfa’atan sihirnya dan kemashlahatannya. Mengenai pengobatan sihir, Imâm al-

Râzi membolehkan pengobatan dengan cara nusyrah (jampi-jampi) dan pengobatan dengan

Page 66: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

cara ruqyah (mantera). Kedua cara pengobatan tersebut diterima, selama berada dalam jalur-

jalur yang dibenarkan syari’at. Selain itu, seseorang yang memiliki kemahiran dalam nusyrah

atau ruqyah harus meyakini terlebih dahulu bahwa apa yang dilakukannya hanyalah mencari

sebab-sebab yang telah dibuat Allah, bukan dia yang menentukan sembuh atau tidaknya.

Demikian kesimpulan yang dapat penulis simpulkan.

Page 67: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

KEGIATAN BELAJAR 3

HARI AKHIR

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Pengertian Hari Akhir dan Pokok-pokok bahasannya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

1. Memahami konsep tentang Keimanan kepada Hari Akhir.

2. Mengetahui Pengertian Kiamat Sughro.

3. Mengetahui Pengertian Kiamat Sughro.

Pokok-Pokok Materi

Pengertian Hari Akhir, ruang lingkup dan pokok-pokok bahasan Hari Akhir, Nama-nama Hari

Akhir, Kiamat Sugro dan Kiamat Kubro.

URAIAN MATERI

A. Definisi Hari Akhir dan Kiamat

Beriman (meyakini) adanya hari akhir adalah bagian dari rukun iman. Syekh Thahir bin

Shalih al-Jazairy (w. 1338 H) dalam Al-Jawahir al-Kalamiyah Menyampaikan bahwa rukun

iman atau rukun akidah Islam itu meliputi enam hal, yaitu:

تعالى واإلیمان بمالئكتھ واإلیمان بكتبھ أركان العقیدة االسال میة ستة أشیاء وھي اإلیمان با

واإلیمان برسلھ واإلیمان بالیوم االخر واإلیمان بالقدر

“Rukun akidah Islamiyah itu ada enam hal, yaitu: (1) iman kepada Allah, (2) iman

kepada malaikat Allah, (3) iman kepada kitab-kitab Allah, (4) iman kepada para rasul Allah,

(5) iman kepada hari akhir, dan (6) iman kepada qadar (takdir) Allah.”

Iman kepada hari akhir ini adalah penting sekali. Sedemikian pentingnya maka dalam

Al-Qur’an dan hadits keimanan pada hari akhir ini kerap disandingkan dengan keimanan

kepada Allah. Dan memang ada dua hal pokok berkaitan dengan keimanan yang banyak

dijabarkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu pembuktian tentang keesaan Allah, yang berarti

ini tentang iman kepada Allah, dan kedua, uraian atau pembuktian tentang hari akhir. Al-

Qur’an telah memberitakan kepada manusia bahwa alam semesta ini telah diciptakan dan akan

Page 68: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

sampai pada titik akhirnya (Q.S. al-Mukmin/ 40:59 dan Q.S. al-H{ajj/22:7). Segala yang

berawal maka akan berakhir, baik manusia, tumbuhan, hewan, alam semesta, maupun malaikat

semuanya akan mati, hanya Allah saja yang tidak berawal dan tidak berakhir. Waktu yang

ditetapkan dimana alam semesta dan segala makhluk di dalamnya mulai dari mikroorganisme

sampai makhluk yang paling indah bentuknya yaitu manusia, termasuk bintang-bintang dan

galaksi-galaksi semuanya akan hancur pada hari dan jam yang telah ditentukan oleh sang

penciptanya dan hanya Dia yang mengetahuinya. Waktu atau hari tersebut dikenal dengan

nama Hari Akhir atau Kiamat.

Al-Qur'an menyebut istilah al-yaum al-ākhir hari akhir, sebanyak 26 kali ,(الیوم االخر)

dan menyebut istilah al-ākhirah .akhirat, sebanyak 115 kali ,(االخرة) Istilah ini, al-ākhir, secara

kebahasaan, menurut ar-Rāgib al-Asfahānī, mengandung arti akhir atau yang kemudian yang

merupakan lawan dari perkataan awal. Istilah al-ākhir biasanya dihubungkan dengan istilah

yaum sehingga menjadi (الیوم) al-yaum al-ākhir .berarti Hari Akhir atau hari Kiamat ,(الیوم االخر)

Sementara itu, istilah al-ākhirah akhirat sering dihubungkan dengan istilah ,(االخرة) dār yang

berarti negeri atau kampong, seperti dalam ungkapan al-dār al-ākhirah, yang berarti negeri

akhirat.

Kiamat atau al-yaum al-ākhir (hari akhir) tidaklah seperti hari-hari di dunia yang 1 hari

sebanding dengan 24 jam. Hari akhir merupakan hari yang terjadi pada kehidupan akhirat, yang

1 hari jika menggunakan ukuran hari-hari dunia bisa sangat relatif atau tidak terbatas, bisa

sebanding dengan 1000 tahun (as-Sajdah/32: 5); bahkan bisa berbanding dengan 50.000 tahun

(al-Ma‘ārij/70: 4). Ini wajar saja, sebab ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu (nirwaktu).

Penyebutan al-yaum al-ākhir, yang dirangkai dengan iman kepada Allah, pada hakikatnya

dimaksudkan sebagai hari perhitungan (al-hisāb) dan pembalasan (al-jazā'), sehingga oleh Al-

Qur'an ia dijadikan sebagai sarana yang efektif untuk menumbuhkan kejujuran, ketakwaan,

kedermawanan, berani berkorban demi kebenaran dan keadilan, dan sebagainya. Artinya,

seandainya seseorang bersikap jujur, lalu tidak mendapatkan hasil duniawi yang diinginkan,

maka keimanan kepada hari akhir itulah yang menjadikan dirinya tetap sabar dan konsisten,

sebab ia yakin ganjaran yang sesuai akan diperoleh di hari akhir kelak. Begitu juga, ia bisa

dijadikan tameng dari perilakuperilaku buruk, misalnya kemunafikan, ria, dan sebagainya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa firman Allah seperti: “Dan di antara manusia

ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka

itu bukanlah orang-orang yang beriman. (al-Baqarah/2: 8).

Ayat ini merupakan koreksi terhadap perilaku orang-orang munafik yang mengaku

beriman kepada Allah dan hari Akhir, padahal kenyataannya tidak. Mereka mengukur

Page 69: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

keimanannya melalui ucapan, sedangkan Allah mengukur keimanannya melalui perbuatan.

Penggunaan redaksi wa minan-nās, menurut Ibnu ‘Āsyūr menunjuk kepada perilaku buruk.

Sedemikian buruknya, sehingga Al-Qur'an merasa “malu” untuk mengungkapkannya secara

jelas. Oleh karena itu, ayat ini sekaligus menjadi koreksi bagi siapa saja yang menyatakan

beriman kepada Allah dan hari akhir tetapi perbuatannya tidak mencerminkan nilai-nilai

keimanan itu sendiri. Dengan demikian, indikasi seseorang yang beriman kepada hari akhir

tentunya bukan terbatas kepada ucapan, sebagaimana hal itu bisa saja dilakukan oleh orang-

orang munafik, tetapi harus direalisasikan dalam perbuatannya. Bahkan, bukan sekadar

perbuatan tetapi perbuatan baik, yang lazim disebut dengan “amal saleh”.

Hari Akhir atau Hari Kiamat merupakan tahapan yang harus dilewati menuju Negeri

Akhirat. Ungkapan al-dār al-ākhirah merupakan lawan dari al-dār al-dunyā, sebagaimana

termaktub di dalam ayat Al-Qur'an sebagai berikut:

إال لھو ولعب ذه ٱلحیوة ٱلدنیا ـ انوا وإن ٱلدار ٱألخرة لھى ٱلحیوان وما ھ لو

یعلمون Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri

akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. (al-‘Ankabūt/29: 64).

Etimologi kiamat terserap dari kosakata bahasa Arab, qāma – yaqūmu - qiyāman, yang

berarti berdiri, berhenti, atau berada di tengah. Kiamat (al-qiyāmah) diartikan sebagai

kebangkitan dari kematian, yaitu dihidupkannya manusia pascakematian. Hari kiamat

(yaumulqiyāmah) berarti hari atau saat terjadinya kebangkitan (manusia) dari kubur.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kiamat diartikan sebagai: (1) hari kebangkitan

setelah mati (orang yang telah meninggal dihidupkan kembali untuk diadili perbuatannya); (2)

hari akhir zaman (dunia seisinya rusak binasa dan lenyap); (3) celaka sekali, bencana besar,

rusak binasa; (4) berakhir dan tidak muncul lagi. Sedang dalam Kamus Besar Ilmu

Pengetahuan, kiamat diartikan keadaan makhluk dan alam semesta ketika berakhirnya

kehidupan mereka di dunia.

Dari pengertian ini, ada dua hal pokok terkait makna kiamat, yaitu: Pertama, kiamat

merupakan kebangkitan manusia dari kematian atau dari kuburnya. Maknanya, pada hari itu

semua manusia dibangkitkan dari kubur, tempat peristirahatan setelah kematiannya.

Selanjutnya, mereka diadili dan diminta pertanggungjawaban atas semua perbuatannya di

dunia. Yang banyak kebaikannya akan mendapat ganjaran kenikmatan, dan yang sebaliknya

akan mendapat hukuman. Allah Berfirman: “Maka adapun orang yang berat timbangan

(kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun

Page 70: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, maka tempat kembalinya adalah neraka

Hawiyah. (Al-Qāri‘ah/101: 6-9).

Kedua, kiamat adalah keadaan akhir zaman. Kiamat merupakan akhir dari alam semesta

dan kehidupan semua makhluk. Artinya saat kiamat tiba, seluruh jagat raya beserta isinya,

seperti planet, bintang, langit, bumi, manusia, dan semua yang ada, hancur binasa. Kehidupan

makhluk pun tidak ada lagi. Ini merupakan bencana besar bagi alam raya dan yang ada di

dalamnya. Seluruh kehidupan yang ada menjadi musnah karena hancurnya dunia dan isinya.

Allah berfirman, Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan

apabila lautan dijadikan meluap, dan apabila kuburan-kuburan di bongkar. (Al-Infiţār/82: 1-

4).

Dari dua pengertian ini, bisa disusun penjelasan kronologis sebagai berikut. Kiamat

merupakan akhir kehidupan dunia. Saat itu, semua yang ada di alam raya ini mati, hancur,

rusak, dan binasa. Segala isi jagat raya musnah hingga tidak ada kehidupan lagi. Manusia yang

merupakan makhluk utama di bumi juga mati dan musnah. Sebuah bencana besar yang

menimpa alam raya. Setelah itu, manusia akan dibangkitkan dari kematian. Mereka dihidupkan

kembali untuk mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya ketika di dunia.

Terminologi kiamat terdefinisikan dalam berbagai rumusan yang berbeda antara satu dengan

lainnya. Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, kiamat adalah hari akhir atau saat penghabisan

dari hari-hari di dunia. Hari tersebut ditandai dengan tiupan sangkakala (terompet) oleh

Malaikat Israfil, kemudian bumi bergoyang mengeluarkan segala isinya, lalu lenyap dan

diganti dengan bumi yang lain. Sayyid Sābiq dalam al-Aqā’id al-Islāmiyyah menjelaskan,

“Hari kiamat adalah suatu keadaan yang didahului dengan musnahnya alam semesta. Saat itu,

seluruh makhluk yang masih hidup akan mati. Bumi pun akan berganti, bukannya bumi dan

langit yang ada sekarang.”

Quraish Shihab dalam Perjalanan Menuju Keabadian menulis, “Para ulama

menjelaskan bahwa ada dua macam kiamat: kecil (sughro) dan besar (kubro). Kiamat kecil

adalah saat kematian orang per orang, sedang kiamat besar adalah yang bermula dari

kehancuran alam raya.” Sementara itu Didin Hafidhuddin menyatakan bahwa kiamat diawali

dengan tiupan terompet sebagai tanda kehancuran alam. Dari beberapa rumusan tersebut dapat

disimpulkan beberapa hal berikut. (1) hari kiamat merupakan akhir kehidupan dunia; (2) kiamat

diawali tiupan sangkakala sebagai tanda permulaan hancurnya alam semesta; (3) kiamat

merupakan kehancuran jagat raya yang diawali dengan berguncangnya bumi, hancurnya semua

benda angkasa, dan kematian seluruh makhluk hidup yang masih ada, sehingga semua yang

ada di dunia musnah; (4) setelah semuanya hancur dan musnah, bumi, langit, dan lainnya akan

Page 71: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

diganti dengan yang baru; dan (5) kiamat merupakan awal kehidupan akhirat yang

menggantikan kehidupan dunia.

B. Term-Term Lain Hari Akhir

Hari akhir memiliki nama lain yang cukup banyak. Nama-nama hari akhir yang diberikan

oleh Allah Swt. menggambarkan keadaan hari kiamat hingga manusia dilahirkan, dihisab, dan

mendapatkan balasan dari Allah Swt. Berikut nama-nama hari akhir, Yaitu:

1. Yaumul Qiyamah yaitu hari kiamat.

2. Yaumur Rajifah yaitu hari lindu besar.

3. Yaumuz Zalzalah yaitu hari keguncangan atau keruntuhan.

4. Yaumul Haqqah yaitu yaitu hari kepastian.

5. Yaumul Qariah yaitu hari keributan.

6. Yaumul Akhir yaitu hari akhir.

7. Yaumut Tammah yaitu hari bencana agung.

8. Yaumul Asir yaitu hari sulit.

9. Yaumun la raiba fihi yaitu hari yang tidak ada lagi keraguan padanya.

10. Yaumul ba'ast yaitu hari kebangkitan.

11. Yaumut Tagabun yaitu hari terbukanya segala keguncangan.

12. Yaumun Nusyur yaitu hari kebangkitan.

13. Yaumut Tanad yaitu hari panggilan.

14. Yaumul Mizan yaitu hari pertimbangan.

15. Yaumu la tajzi nafsun an nafsin syaian yaitu hari yang tidak dapat seseorang diberi

ganjaran oleh yang lain sedikit pun.

16. Yaumul Jamak yaitu hari pengumpulan.

17. Yaumul Fashl yaitu hari pemisahan.

18. Yaumul Waqi'ah yaitu hari kejatuhan.

19. Yaumul Mahsyar yaitu hari berkumpul.

20. Yaumu Din yaitu hari keputusan.

21. Yaumut Talaq yaitu hari pertemuan.

22. Yaumul Jaza yaitu hari pembalasan.

23. Yaumul 'Ard yaitu hari pertontonan.

24. Yaumul Gasyiyah yaitu hari pembalasan.

25. Yaumul Khulud yaitu hari yang kekal.

26. Yaumul Barzah yaitu hari penantian.

Page 72: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

27. Yaumul Hisab yaitu hari perhitungan.

28. Yaumul Waid yaitu hari ancaman.

29. Yaumul Haq yaitu hari kebenaran.

Umar Sulaiman al-Asyqar dalam buku Al-Yaumul Ākhir Qiyāmah Kubrā menyebut 22

istilah populer tentang hari akhir dalam Al-Qur’an. Ia juga menyebutkan istilah tambahan

lainnya yang diserap dari Al-Qur’an, serta tambahan istilah lainnya dari para ulama. Ia

mengutip al-Qurthubi yang membolehkan penggunaan penyebutan hari akhir dengan istilah

lain yang relevan. Ada tiga istilah yang paling banyak disebutkan Al-Qur’an terkait hari akhir

ini, yaitu yaumul qiyamah (hari kebangkitan), terulang tujuh puluh kali; as-sā‘ah (waktu),

terulang empat puluh kali; al-ākhirah (akhir; penghabisan) terulang seratus lima belas kali.

Adapun yaumul ākhir terulang 24 kali; Yaumud Din (hari pembalasan) terulang enam kali;

yaumul fashl (hari keputusan) terulang enam kali; yaumul fath (hari pengadilan) terulang dua

kali; yaumut talāq (hari pertemuan) terulang dua kali; yaumul jam’i (hari pengumpulan)

terulang dua kali; yaumul khulūd (hari kekekalan) terulang dua kali; yaumul khurūj (hari

keluar) terulang dua kali; yaumul ba’ts (hari kebangkitan) terulang dua kali; yaumut tanād (hari

panggilan) terulang dua kali. Kemudian ada yaumul hasrah (hari penyesalan), yaumul azifah

(hari mendekat), dan yaumu taghabun (hari terbukanya aib yang masing-masing sekali. Juga

ada istilah al-qāriah (bencana yang menggetarkan); al-ghāsyiah (bencana yang tak tertahan),

as-shakhkhah (bencana yang memekakkan, al-hāqah (kebenaran besar), dan al-wāqiah

(peristiwa besar).

Kapan Hari Kiamat itu Tiba?

Tidak ada makhluk Allah yang tahu kapan persisnya hari kiamat terjadi. Pengetahuan

tentang itu hanya Allah yang tahu. Dalam surat al-A’raf ayat 187 dinyatakan:

إنما علمھا عند ربي ال یجلیھا لوقتھا إال ھو یسألونك عن الساعة أیان مرساھا قل “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah:

‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun

yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia’.”

Dalam al-Ahzab ayat 63 dinyatakan bahwa pengetahuan tentang kiamat itu adalah dari

Allah, dan boleh jadi sudah dekat waktunya.

وما یدر یك لعل الساعة تكون قریبایسألك الناس عن الساعة قل إنما علمھا عند

Page 73: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

“Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: "Sesungguhnya

pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu (hai

Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.”

Walau dinyatakan boleh jadi sudah dekat tapi manusia tidak tahu kapan persisnya.

Bahkan semenjak Rasulullah diutus pun sudah dikatakan dekat. Boleh jadi kedekatan akan

datangnya kiamat itu dihubungkan dengan usia dunia yang sudah cukup tua, memanjang dari

zaman Nabi Adam alaihis salam hingga Nabi terakhir Muhammad shallallahu alaihi

wasallam. Rasulullah bersabda dalam hadits riwayat Muslim:

بعثت انا والساعة كھاتین ویقرن بین اصبعیة السبابة والوسطى

“Aku diutus (dan perbandingan antara masa diutusku dengan) hari kiamat adalah seperti

ini (sambil menggandengkan kedua jari-jarinya, yaitu jari telunjuk dan tengah).”

Ada banyak pertanda situasi kapan kiamat itu terjadi, misalnya hadits di bawah ini yang

menyatakan bahwa kiamat akan terjadi kepada seburuk-buruk manusia.

عن النبى . »ال تقوم الساعة إال على شرار الناس « قال -صلى هللا علیھ وسلم-عن عبد

(رواه مسلم) ـ

Nabi bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi kecuali kepada manusia paling buruk.” (HR

Muslim)

بن عمرو بن العاص ال تقوم الساعة إال على شرار الخلق ھم شر من أھل الجاقال لیة ھ عبد

بشىء إال رده علیھم (رواه مسلم) ـ ال یدعون

Abdullah bin Amr bin ‘Ash: “Kiamat tidak akan terjadi kecuali kepada manusia

terburuk. Mereka lebih buruk dari pada Jahiliyah. Mereka tidak minta kepada Allah kecuali

Allah menolaknya.” (Muslim).

Gambaran seburuk-buruk manusia itu karena mereka sudah melupakan Allah, karena

mereka sudah tidak mau menyebut nama Allah.

ال تقوم الساعة حتى ال یقال فى األرض « قال -صلى هللا علیھ وسلم-عن أنس أن رسول

(رواه مسلم) ـ».

Page 74: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Nabi bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat hingga di bumi tidak ada yang mengucapkan

Allah Allah” (HR Muslim).

Dalam Surat Muhammad ayat 18, Allah menyatakan bahwa kedatangan kiamat itu

terjadi secara tiba-tiba. Walau demikian, sebelum kedatangan itu ada tanda-tandanya. Al-

Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Durrul Mantsur banyak meriwayatkan hadits

tentang tanda-tanda kiamat, baik yang shughra atau kubra.

ذكرىھم فھل ینظرون إال ٱلساعة أن تأتیھم بغتة فقد جاء أشراطھا فأنى لھم إذا جاءتھم

“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu)

kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-

tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah

datang.”

Sayyid Husain Affandi terkait tanda-tanda kiamat menyampaikan dalam kitab Al-

Hushun al-Hamidiyah bahwa kedatangan Imam Mahdi adalah awal dari tanda kiamat kubra.

Hal ini sesuai pula dengan pernyataan Syekh Amin al-Kurdy dalam Tanwir al-Qulub, yaitu:

لھ عالمات منھا العالمات الصغرى التى ظھر ثم إذا تصرم الزمان وقرب یوم القیامة ظھرت

منھا فى ھذا الزمان الكثیر ومنھا العالمات الكبرى وھي عشر ظھور المھدي وخروج الدجال

ونزول سیدناعیسى علیھ السالم وخروج یأجوج ومأجوج وخروج الدابة التى تكلم الناس

ا یصیب الكافر حتىوطلوع الشمس من مغربھا وظھورالدخان ویمكث فى األرض اربعین یوم

یصیر كالسكران ویصیب المؤمن منھ كھیئة الزكام وخراب الكعبة على ید الحبشة بعد موت

عیسى علیھ السالم ورفع القران من المصاحف والصدور ورجوع اھل االرض كلھم كفارا

“Apabila zaman itu hampir berakhir dan hari kiamat telah dekat, maka muncullah

beberapa tanda. Di antara tanda itu ada tanda kecil yang telah muncul sebagian besarnya di

zaman ini, dan di antaranya ada tanda besar yang jumlahnya ada sepuluh yaitu; munculnya al-

Mahdi, keluarnya dajal, turunnya Isa, keluarnya yakjuj makjuj, keluarnya hewan yang dapat

berbicara kepada manusia, matahari terbit dari barat, timbulnya asap selama empat puluh hari

yang menimpa orang kafir sehingga ia menjadi seperti orang yang mabuk dan menimpa orang

beriman sehingga ia menjadi seperti orang yang flu, runtuhnya Ka’bah oleh orang habasyah

Page 75: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

setelah Isa wafat, diangkatnya Al-Qur’an dari mushhaf dan dada, serta kembalinya penghuni

bumi pada kekufuran.”

Kiai Sahal Mahfudh dalam buku Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh menyatakan,

“Jadi, sebenarnya kiamat bisa diperpanjang jatuh temponya oleh perilaku manusia sendiri,

sepanjang masih berperilaku dengan ketentuan-ketentuan ilahiah (agama), tidak menampakkan

tanda-tanda itu, maka insyaallah kiamat tidak akan buru-buru datang. Apakah sekarang ini kita

sudah mendekati hari kiamat, ada baiknya pertanyaan itu kita renungkan dalam hati sanubari

masing-masing. Jangan-jangan kita sendirilah yang telah menjadikan kiamat semakin dekat

karena perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan ilahiah.

C. Pembagian dan Tanda-tanda Kiamat

Tanda-tanda Kiamat (Asyrāth as-Sa’ah) adalah indikasi-indikasi Kiamat yang

mendahuluinya dan menunjukkan kedekatan (waktu)nya. Sementara Kiamat (as-Sa’ah) dapat

dipisahkan menjadi 3 (tiga) makna, yaitu: Pertama, Kiamat Kecil (as-Sa’ah ash-Shughra) yaitu

kematian manusia. Barangsiapa yang meninggal dunia maka telah terjadi Kiamat padanya,

karena ia masuk ke dalam alam akhirat. Kedua, Kiamat Sedang (as-Sa’ah al-Wushtha) yaitu

meninggalnya generasi satu abad tertentu. Ketiga, Kiamat Besar (as-Sa’ah al-Kubra) yaitu

dibangkitkannya manusia dari kubur mereka untuk dihisab (al-hisab) dan dibalas (al-jaza’)

amalan-amalannya di dunia.

Klasifikasi Tanda-Tanda Kiamat terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, tanda-

tanda kecil (asyrath shughra), yaitu (tanda-tanda) yang mendahului Kiamat dengan (jarak)

waktu yang lama dan menjadi hal yang berulang-ulang (biasa terjadi). Seperti hilangnya ilmu,

merebaknya kebodohan dan minuman khamer, saling berlomba meninggikan bangunan, serta

lain sebagainya. Terkadang sebagian tanda-tandanya muncul bebarengan dengan tanda-tanda

Kiamat besar (asy-asyrath al-kubra) atau (ada juga yang) setelahnya. Kedua, tanda-tanda besar

(asyrath kubra), yaitu perkara-perkara besar yang muncul menjelang terjadinya Kiamat (qurba

qiyam as-sa’ah), dan kejadiannya tidak berulang-ulang. Seperti kemunculan ad-Dajjal,

turunnya ‘Isa as., keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, terbitnya Matahari dari arah barat.

Sebagian ulama membagi tanda-tanda Kiamat dari perspektif kemunculannya menjadi

3 (tiga) bagian, yaitu: Pertama, klasifikasi yang telah muncul dan telah berakhir. Kedua,

klasifikasi yang telah muncul dan terus berlangsung, bahkan semakin banyak. Ketiga,

klasifikasi yang belum terjadi hingga sekarang. Adapun dua klasifikasi pertama masuk dalam

tanda-tanda Kiamat kecil (asyrath as-sa’ah ash-shughra), sedangkan klasifikasi ketiga

Page 76: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

terhimpun di dalamnya tanda-tanda besar (al-asyrath al-kubra) dan sebagian tanda-tanda kecil

(al-asyrath ash-shugra).

Para ulama mengklasifikasikan kiamat kepada dua macam: kiamat kecil (qiyamah al-

shugra) dan kiamat besar (qiyamah al-kubra). Kiamat kecil ialah kematian. Bagi siapa yang

sudah menemui ajal, sejatinya dia sudah mengalami kiamat kecil. Hal ini berdasarkan hadis

yang diriwayatkan ‘Aisyah yang berkata: “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW

sembari bertanya perihal kiamat (al-sa’ah). Seketika itu juga, Rasul melihat kepada anak kecil

yang berada di antara mereka dan berkata, ‘Anak ini akan meninggal sebelum masa tuanya,

hingga kalian akan menemui ajal masing-masing (‘alaikum sa’atukum)”, (HR: al-Bukhari dan

Muslim). Mayoritas ulama memahami kata al’sa’ah dalam hadis ini dengan kiamat kecil, yang

berati kematian.

Ibnu Katsir berpendapat bahwa kiamat kecil ialah berakhirnya kehidupan manusia di

bumi, dan masuk kepada hari akhirat. Setiap orang yang meninggal, sebenarnya mereka sudah

memasuki pintu akhirat. Dalam hal ini, Ibnu Katsir mengkritik pendapat orang ateis yang

mengatakan kematian adalah kiamat yang tidak ada lagi kehidupan (kiamat) setelahnya.

Berdasarkan keyakinan umat Islam, suatu saat umat manusia akan dibangkitkan dari kuburnya

dan dikumpulkan pada satu tempat, peristiwa ini disebutkan dengan kiamat besar (qiyamah al-

kubra).

Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyamakan kiamat kecil dengan alam barzah (al-barzakh)

atau tahap awal tempat kembali manusia (ma’ad al-awwal). Allah SWT menyediakan dua fase

(tahapan) setelah manusia meninggal dunia, pada dua fase ini Allah SWT akan membalas

setiap amalan baik dan buruk yang dikerjakan manusia semasa hidupnya. Fase pertama ialah

perpisahan antara ruh dan badan, sebagai salah satu cara untuk masuk kepada fase pertama,

Ibnu Qayyim mengistilahkannya dengan al-jaza` al-awwal (hari pembalasan tahap awal).

Sedangkan kiamat besar adalah pemusnahan seluruh kehidupan di muka bumi ini, berdasarkan

firman Allah: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekel Dzat Tuhanmu yang

mempunyai kebesaran dan kemulian “(QS: al-Rahman, 21-22). Dalam ayat lain Allah

berfirman: “………Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu

pasti binasa, Kecuali Allah” (QS: al-Qashash, 88). Setelah manusia dihancurkan, maka Allah

SWT akan membangkitkan manusia dari kuburnya, mereka akan mempertanggungjawabkan

semua perbuatan yang telah mereka lakukakan. Pada hari itu tidak ada yang dapat membantu

manusia kecuali iman dan amalan saleh. Allah SWT akan meyediakan surga bagi hambanya

yang ta’at, dan memasukkan hambanya yang ingkar ke dalam api neraka.

Page 77: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Tanda-Tanda Kiamat

1. Diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu bertutur, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

bersabda:

والوسطى(قال:) وضم السبابة ». بعثت أنا والساعة كھاتین « ‘(Masa) diutusnya aku dan (hari terjadinya) Kiamat seperti dua (jari) ini’.” (Anas

Radhiyallahu ‘Anhu) berkata, “Dan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merapatkan jari

telunjuk dengan jari tengahnya.” (HR. Muslim).

2. Wafatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Dari ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu bertutur, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wa Sallam bersabda :

»: .... وذكر منھا :" موتي " اعدد ستا بین یدي الساعة «

‘Hitunglah enam (tanda) menjelang datangnya hari Kiamat .........’ dan beliau

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan diantaranya : ‘Kematianku’.” (HR. Al-

Bukhari).

3. Penaklukan Baitul Maqdis

Dalam hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu bertutur, “Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

»: .... فذكر منھا:" فتح بیت المقدس " اعدد ستا بین یدي الساعة «

‘Hitunglah enam (tanda) menjelang datangnya hari Kiamat .........’ dan beliau

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan diantaranya : ‘Penaklukan Baitul Maqdis’.”

(HR. Al-Bukhari).

Pada masa (khalifah) Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, kemudian

terjadi penaklukan Baitul Maqdis pada tahun 16 Hijriyah, sebagaimana pendapat dari para

pakar sejarah. Sebenarnya ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu sendiri yang langsung mendatangi,

mendamaikan penduduknya dan menaklukan (wilayah)nya, serta mensterilkannya dari

kaum Yahudi dan Nashrani. Beliau Radhiyallahu ‘Anhu mendirikan masjid di arah kiblat

Baitul Maqdis.

4. Wabah Tha’un ‘Amwas

Masih dalam hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu sebelumnya, sabdanya:

»: .... فذكر منھا:" ثم موتان یأخذ فیكم كقعاص الغنم " اعدد ستا بین یدي الساعة «

Page 78: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

"Hitunglah enam (tanda) menjelang datangnya hari Kiamat .........’ dan beliau

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan diantaranya : ‘Kemudian banyaknya kematian

yang menimpa kalian bagaikan penyakit (qu’ash1) kambing’.” (HR. Al-Bukhari).

Ibnu Hajar berkomentar, “Disinyalir sebenarnya tanda ini telah muncul pada

wabah penyakit tha’un ‘amwas di era kekhalifahan ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu, demikian

itu terjadi pasca penaklukan Baitul Maqdis.” Pada tahun 18 Hijriyah menurut pendapat

yang masyhur di mayoritas kalangan ulama, telah terjadinya wabah tha’un di distrik

‘Amwas, kemudian mewabah di negeri Syam. Dalam peristiwa ini banyak dari kalangan

sahabat Radhiyallahu ‘Anhum dan yang lainnya meninggal dunia. Konon, korban

meninggal dunia dalam peristiwa ini mencapai 25.000 jiwa kaum muslimin. Diantara

tokoh-tokoh terkenal yang meninggal dunia adalah Abu ‘Ubaidah ‘Amir bin al-Jarrah,

yang dipercaya umat ini.

5. Berlimpahan Harta dan Tidak Memungut Sedekah

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam bersabda:

قة یھم رب المال من یقبلھ منھ صد ال تقوم الساعة حتى یكثر فیكم المال فیفیض حتى «

جل فیقول ال أرب لي فیھ »ویدعى إلیھ الر

“Tidak akan terjadi hari Kiamat hingga harta benda banyak pada kalian, lalu

melimpah ruah, sampai-sampai menyusahkan pemilik harta (mencari) orang yang

menerima sedekah darinya, dan seorang dipanggil (untuk) menghadapnya, lalu dia

berkata, ‘Aku tidak memiliki keperluan terhadapnya’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

6. Munculnya Beragam Fitnah

Al-fitan bentuk plural dari fitnah, berarti cobaan dan ujian. Kemudian (kata ini)

banyak digunakan untuk setiap hal yang mengandung ujian yang dibenci. Selanjutnya dia

diidentikan kepada segala hal yang dibenci atau kembali kepadanya, seperti dosa,

kekufuran, pembunuhan, pembakaran dan bentuk-bentuk kebencian lainnya.

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa diantara

tanda-tanda Kiamat adalah munculnya fitnah-fitnah besar yang mencampur adukkan

antara yang haq dan yang batil. Maka terjadilah keguncangan iman sampai-sampai (ada)

seseorang yang di pagi hari ia beriman dan di sore harinya ia menjadi kafir. (Ada) yang di

sore harinya ia beriman dan di pagi harinya menjadi kafir. Setiap kali muncul fitnah, (saat

1 Qu’ash adalah penyakit yang menyerang hewan-hewan ternak (ad-dawab). Ia mejangkitkan sesuatu (wabah)melalui kedua lubang hidung, lalu (hewan-hewan yang terjangkit) mati mendadak.

Page 79: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

itu) orang beriman berkata, “Inilah yang membinasakanku”, kemudian terbuka dan

muncullah (fitnah) lainnya, maka ia berkata, “Inilah (... seperti ucapan sebelumnya, pent)”.

Senantiasa (fitnah-fitnah) bermunculan di tengah-tengah manusia hingga Kiamat terjadi.

Dalam hadits dari Abu Musa al-Asy’ary Radhiyallahu ‘Anhu bertutur, “Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

جل فیھا مؤمنا ویمسي كافرا« ،إن بین یدي الساعة فتنا كقطع اللیل المظلم، یصبح الر

من القائم، والقائم فیھا خیر من الماشي، ویمسي مؤمنا ویصبح كافرا، القاعد فیھا خیر

عوا أوتاركم، واضربوا سیوفكم روا قسیكم، وقط والماشي فیھا خیر من الساعي، فكس

»ابني آدم بالحجارة، فإن دخل على أحدكم بیتھ فلیكن كخیر

“Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat (terjadi) banyak fitnah,

bagaikan bagian malam yang gelap gulita. Seseorang yang di pagi hari dalam keadaan

beriman, dan di sore harinya menjadi kafir. (Ada) yang di sore harinya dalam keadaan

beriman, dan di pagi harinya menjadi kafir. Orang yang duduk di saat itu lebih baik

daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri di saat itu lebih baik daripada orang

yang berjalan, dan orang yang berjalan saat itu lebih baik daripada orang yang berlari.

Maka patahkanlah busur-busur kalian, putuskanlah tali-tali busur kalian, dan

pukulkanlah pedang-pedang kalian ke batu. Jika (rumah) salah seorang dari kalian

dimasuki (fitnah), maka jadilah seperti yang terbaik dari kedua anak Adam (Habil).” HR.

Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak.

Hadits-hadits fitnah jumlahnya banyak, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

memperingatkan umatnya dari segala bentuk fitnah, dan memerintahkan mereka untuk

berlindung darinya, serta mengabarkan bahwa generasi terakhir dari umat ini akan tertimpa

cobaan dan fitnah-fitnah yang besar. Ada peristiwa-peristiwa fitnah yang telah terjadi di

dalam sejarah, seperti munculnya fitnah-fitnah dari arah Timur (al-masyrik), pembunuhan

‘Utsman Radhiyallahu ‘Anhu, perang Jamal, perang Shiffin, fenomena khawarij, perang

Hurrah, fitnah tuduhan bahwa al-Qur`an adalah makhluk, mengikuti gaya-gaya hidup

orang-orang terdahulu.

7. Fenomena Mengaku “Nabi”Dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dari Nabi

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الون كذابون قریب من ثالثین كلھم « ال تقوم الساعة حتى یبعث دج یزعم أنھ رسول

«

Page 80: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

“Tidak akan terjadi hari Kiamat hingga dibangkitkan ‘para dajjal (pendusta)’

yang (jumlahnya) mendekati tiga puluh, semuanya mengaku bahwa mereka adalah utusan

Allah (Rasulullah).”

Diantara mereka yang tiga puluh itu telah muncul Musailamah al-Kadzdzab

(sang pendusta), ia mengaku sebagai nabi di akhir masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam. Ada pula al-Aswad al-‘Ansi di negeri Yaman yang dibunuh oleh sahabat

Radhiyallahu ‘Anhu Demikian dengan Sajah (binti Harits, pent.), seorang wanita yang

mengkalim dirinya sebagai nabi, dan Musailamah menikahinya. Kemudian setelah

Musailamah terbunuh, ia kembali memeluk Islam. Begitu juga Thulaihah bin Khuwailid

al-Asadi, kemudian ia kembali memeluk Islam dan baik keislamannya. Kemudian muncul

al-Mukhtar bin Abi ‘Ubaid ats-Tsaqafi yang menampakkan kecintaan kepada ahlul bait

(keturunan nabi). Ada lagi al-Harits al-Kadzdzab (si pendusta) yang muncul di era

kekhalifahan ‘Abdul Malik bin Marwan, maka dibunuh. Dan di masa sekarang, adalah

Mirza Ahmad al-Qadiyani di India.

8. Tersebarnya Stabilitas Keamanan

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bertutur, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wa Sallam bersabda:

اكب بین العراق ومكة ال یخاف « »إال ضالل الطریق ال تقوم الساعة حتى یسیر الر

‘Tidak akan terjadi Kiamat hingga seseorang pengendara (kendaraan) berjalan di

antara Irak dan Mekkah tidak merasa takut kecuali (takut) tersesat di jalan’.” Dikeluarkan

oleh Ahmad dalam Musnadnya.

9. Fenomena Api Hijaz

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam bersabda:

ال تقوم الساعة حتى تخرج نار من أرض الحجاز تضيء أعناق اإلبل ببصرى “Tidak akan terjadi hari Kiamat sampai api keluar dari tanah Hijaz yang

menerangi leher-leher unta di Bashra.”

Sesungguhnya api ini telah muncul pada pertengahan abad ke-7 Hijriyah,

(tepatnya) di tahun 654 H. Saat itu (kobaran) apinya besar, para ulama yang hidup di masa

itu dan setelahnya telah menerangkan kemunculan api tersebut dalam bentuknya. Dan api

ini bukanlah api yang keluar di akhir zaman menghimpun manusia ke padang mahsyar

mereka. Sebagaimana yang akan dibicarakan dalam pembahasan tanda-tanda Kiamat besar

(al-‘Asyrath al-Kubra).

Page 81: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

10. Hilangnya Amanat

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam bersabda :

؟ قال : إذا أسند « إذا ضیعت األمانة فانتظر الساعة ، قال : كیف إضاعتھا یا رسول

»األمر إلى غیر أھلھ فانتظر الساعة

‘Jika amanat telah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat.’ (Abu Hurairah ra)

bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana amanat itu disia-siakan?’ Beliau Shallallahu

‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Jika urusan diserahkan kepada selain ahlinya, maka

tunggulah Kiamat!’.” HR. Al-Bukhari.

11. Diangkatnya ilmu dan fenomena Kebodohan

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan, “Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi wa Sallam bersabda:

»من أشراط الساعة أن یرفع العلم ویثبت الجھل «

‘Di antara tanda-tanda Kiamat adalah ilmu dihilangkan dan kebodohan

diteguhkan’.”

Yang dimaksud dengan diangkatnya ilmu adalah diwafatkannya para ulama,

sebagaimana riwayat dalam hadits ‘Abdullah bin Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘Anhuma

bertutur, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ال یقبض العلم انتزاعا ینتزعھ من العباد ، ولكن یقبض العلم بقبض العلم « ء ، اإن

اال ، فسئلوا فأفتوا بغیر عل وا ، وأضلوام ، فضل حتى إذا لم یبق عالما اتخذ الناس رءوسا جھ

«

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu langsung dari para hamba, tetapi

mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang

alim, maka manusia akan menjadi orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu mereka

ditanya, kemudian mereka akan memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka seat lagi

menyesatkan orang lain.” HR. Al-Bukhari dan Muslim.

12. Banyaknya Pasukan dan Pendukung Kezhaliman

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu menunturkan,

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

البقر یضربون بھا الناس ..... صنفان من أھل النار لم أرھما : قوم معھم سیاط كأذناب «

«

Page 82: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

‘Dua kelompok manusia penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, (yaitu)

golongan orang-orang yang membawa cemeti seperti buntut sapi, mereka memukuli

manusia dengannya ....’.”

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Hurairah

Radhiyallahu ‘Anhu:

، ویروحون في لعنتھ ، في إن طالت بك مدة أوشكت أ « ن ترى قوما یغدون في سخط

»أیدیھم مثل أذناب البقر

“Seandainya umurmu panjang, sekiranya engkau akan melihat satu kaum yang

pergi di pagi hari dalam kemurkaan Allah, dan pulang di sore harinya dalam laknat-Nya,

di tangan-tangan mereka ada (cemeti) bagaikan ekor sapi.” HR. Muslim.

13. Merebaknya Perzinaan

Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam bersabda:

نا" من أشراط الساعة : .... إن « »وذكر منھا :"ویظھر الز

‘Sesungguhnya diantara tanda-tanda Kiamat adalah .........’ dan beliau Shallallahu

‘Alaihi wa Sallam menyebutkan diantaranya : ‘Merebaknya perzinaan’.”

14. Riba Merajalela

Dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

»لیأتین على الناس زمان ال یبالى المرء بما أخذ المال بحالل أم بحرام «

“Sungguh akan datang suatu zaman pada manusia, seseorang tidak peduli (lagi)

dengan (status) kehalalan atau keharaman harta yang ia peroleh”

15. Fenomena al-Ma’aazif (alat-alat musik) dan Menganggapnya Halal

Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari Abu Malik al-Asy’ari

Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ia mendenagr Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تي أقوام یستحلون الحر والحریر والخمر والمعازف , ولینزلن أقوام إل « ىلیكونن من أم

إلینا غدا , فیبیتھ جنب علم یروح علیھم بسارحة لھم تأتیھم الحاجة فیقولون : ارجع م

»ویضع العلم , ویمسخ آخرین قردة وخنازیر إلى یوم القیامة

“Kelak terjadi dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamer

dan alat-alat musik. Dan sungguh ada beberapa kaum yang akan singgah di suatu

Page 83: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

pegunungan yang tinggi, pada sore harinya (seorang pengembala) menjambangi mereka

dengan membawa hewan ternaknya, mereka didatangi –oleh pengembala fakir itu- untuk

suatu kebutuhan, lalu mereka berkata: ‘Kembalilah kepada kami besok.’ Maka di malam

harinya Allah (membinasakan) mereka dan hancurlah gunung tersebut, dan merubah

sebagian mereka menjadi kera dan babi sampai hari kiamat.”

16. Maraknya Minuman Keras (Khamer) dan Menganggapnya Halal

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu

bertutur, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

»من أشراط الساعة : .... وذكر منھا :"ویشرب الخمر «

‘Diantara tanda-tanda Kiamat adalah .........’ dan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam menyebutkan diantaranya : ‘(Maraknya) minuman khamer ’.”

17. (Berlomba-lomba) Menghiasi Masjid dan Berbangga-bangga dengannya

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata :

»لتزخرفنھا كما زخرفت الیھود والنصارى «

“Sungguh kamu akan menghiasinya (yaitu: masjid-masjidmu) sebagaimana bangsa Yahudi dan

Nashrani menghias (tempat-tempat ibadah mereka).” HR. Al-Bukhari secara mu’allaq.

Selain Hadis-hadis di atas, di antara tanda tanda Hari Kiamat Kecil ialah muncul banyak

fitnah, banyak terjadi pembunuhan, perbuatan hina merajalela, perbuatan keji dan

kemungkaran seperti zina, minum arak, perjudian, merasa bangga dengan perbuatan buruk

dilakukan secara terang-terangan. Sehingga, orang yang berpegang teguh pada agamanya

bagaikan orang yang menggenggam bara api. Selain itu, di antara tanda tanda hari kiamat kecil

lainnya ialah dicabutnya ilmu, banyaknya kebodohan, kuantitas kaum perempuan banyak

sekali, kaum laki-laki hanya sedikit, sutra banyak dipakai, banyak orang menjadi penyanyi,

seseorang melewati kuburan orang lain, lalu dia berkata, “Seandainya saja aku berada di posisi

dia.”

Tanda tanda hari kiamat kecil lainnya adalah munculnya para dai yang menyesatkan,

para pemimpin yang menyimpang, amanat disia-siakan dengan diserahkan kepada orang yang

bukan ahlinya. Minimnya kebaikan, jarang hujan, sering terjadi gempa, banjir, harga-harga

barang sangat tinggi, para perempuan keluar dengan tidak berpakaian, berpakaian namun

telanjang. Di samping itu, tanda tanda hari kiamat kecil lainnya adalah waktu berjalan terasa

cepat, sehingga setahun seakan-akan hanya sebulan, sebulan seakan-akan hanya satu jam, dan

Page 84: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

satu jam bagaikan bara api yang membakar. Al-Qur’an pun menjadi lenyap, yang tersisa

hanyalah tulisannya, mushaf-mushaf dihias dengan emas, kaum perempuan jadi pembicara,

dan masjid-masjid juga dihias. Gimana? Adakah tanda tanda hari kiamat kecil itu hadir di

sekeliling Anda? Selain kiamat kecil, ada juga kiamat besar.

Tanda-tanda Kiamat Besar, yaitu:

1. Terbitnya Matahari dari Arah Barat. Rasulullah SAW bersabda, “Kiamat tidak akan

datang, sebelum matahari terbit dari arah Barat. Apabila orang-orang melihat hal ini, maka

semua orang yang ada di atasnya beriman. Hal ini pada saat tidak berguna lagi iman

seseorang yang memang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat

kebajikan dengan imannya itu”.

2. Kabut. Kabut tebal memenuhi antara langit dan bumi yang muncul sebelum kiamat datang,

dimana akan mengambil nafas orang-orang kafir, sehingga mereka hampir tercekik

sedangkan bagi orang-orang mukmin seperti mengalami pilek. Kabut ini berlangsung di

bumi selama 40 hari.

3. Munculnya Binatang yang Dapat Berbicara dengan Manusia. Keluarnya binatang dari

dalam bumi yang dapat berbicara dengan manusia dengan bahasa yang fasih, yang dimana

bahasa itu dapat dipahami oleh semua yang mendengarnya. Binatang atau Dabbah ini

muncul di akhir zaman saat manusia telah mengalami kebobrokan. Di mana para manusia

meninggalkan perintah-perintah Allah SWT, dan mengganti agama yang benar. Dabbah

keluar dengan membawa tongkat Nabi Musa ‘alaihissalam dan cincin Nabi Sulaiman

‘alaihissalam. Dan wajah orang mukmin menjadi terang berkat tongkat tersebut, sehingga

dapat dikenali antara orang mukmin dan orang kafir.

4. Munculnya al-Masih Dajjal. Dinamai al-A’war ad-Dajjal karena dia buta sebelah matanya

yang kanan. Fitnahnya merupakan fitnah terbesar yang menimpa orang-orang di akhir

zaman. Al-A’war ad-Dajjal tidak hanya mengaku-aku sebagai nabi, bahkan dia juga

mengaku-aku sebagai Tuhan. Muncul beberapa hal-hal yang luar biasa melalui kedua

tangannya sebagai bentuk istidraj dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya dan sebagai

ujian bagi para manusia. Dia mengelilingi seluruh permukaan bumi. Semua daerah yang

dia masuki pasti dia berbuat kerusakan di dalamnya, kecuali Mekah dan Madinah.

5. Keluarnya Yajug Ma’juj. Ya’juj Ma’juj merupakan kabilah dari keturunan Yafits bin Nuh.

Mereka keluar di akhir zaman setelah dinding penghalang yang dibuat oleh Dzulqarnain

jebol. Lantas mereka membuat kerusakan di muka bumi dengan berbagai macam tindakan

keji dan kerusakan. Saking banyaknya, mereka memakan makanan dan tanaman apa saja

Page 85: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

yang dijumpainya dan meminum danau Thabariyah sampai seakan-akan tidak pernah ada

airnya.

6. Keluarnya Api yang Menggiring Manusia ke Padang Mahsyar. Api ini keluar dari tanah

‘Adn, merupakan api besar yang menakutkan. Tidak ada sesuatu pun yang dapat

memadamkannya. Api ini menggiring manusia ke padang Mahsyar.

Itu tadi tanda tanda kiamat besar. Anda dapat memohon kepada Allah Subhanahu wa

Ta’ala agar diselamatkan dari api baik di dunia dan akhirat. Semoga Allah menyelamatkan diri

ini dari ngerinya kiamat karena anugerah-Nya dan kemuliaan-Nya.

Para ulama berbeda pendapat terkait urutan terjadinya tanda-tanda kiamat. Imam Al-

Qurṭūbī mengatakan, tanda-tanda kiamat besar yang disebutkan secara bersamaan dalam

hadits-hadits di atas tidaklah berurutan, tidak terkecuali riwayat Muslim dari Hudzaifah. Salah

satu hadits sahih yang berkaitan dengan kiamat (as-sāʽah) yang pasti adalah hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahihnya dan juga diriwayatkan oleh beberapa perawi

hadits serta diakui oleh para ulama adalah hadits berikut, yaitu:

علیھ وسلم علینا ونحن نتذاكر فقال ما عن حذیفة بن أسید الغفاري قال اطلع النب ي صلى

ال ان تذاكرون قالوا نذكر الساعة قال إنھا لن تقوم حتى ترون قبلھا عشر آیات فذكر الدخ والدج

علیھ وسلم ویأجوج والدابة وطلوع الشمس من مغربھا ونزول عیسى ابن مریم صلى

ومأجوج وثالثة خسوف خسف بالمشرق وخسف بالمغرب وخسف بجزیرة العرب وآخر ذلك

الناس إلى محشرھم نار تخرج من الیمن تطرد “Dari Hudzaifah bin Asid Al-Ghifari berkata, Rasulullah SAW menghampiri kami saat

kami tengah membicarakan sesuatu. Ia bertanya, ‘Apa yang kalian bicarakan?’ Kami

menjawab, ‘Kami membicarakan kiamat.’ Ia bersabda, ‘Kiamat tidaklah terjadi sehingga

kalian melihat sepuluh tanda-tanda sebelumnya.’ Rasulullah menyebut kabut, Dajjal, binatang

(ad-dābbah), terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam AS, Ya'juj dan Ma'juj,

tiga gerhana; gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab dan yang terakhir

adalah api muncul dari Yaman menggiring manusia menuju tempat perkumpulan mereka,”

(HR. Muslim).

Tanda-tanda kiamat dalam hadits ini disebut sebagai tanda-tanda kiamat kubra (hari

akhir). Ada sepuluh tanda kiamat yang disebutkan dalam hadits ini. Namun yang disebutkan

dalam hadits tersebut hanya ada delapan:

1. Munculnya kabut (dukhan)

2. Munculnya Dajjal

Page 86: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

3. Munculnya Dabbah

4. Terbitnya matahari dari barat.

5. Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj

6. Munculnya Isa bin Maryam;

7. Adanya tiga gerhana, di timur;

8. Gerhana di barat;

9. Gerhana di jazirah Arab.

10. Adanya api yang muncul dari Yaman kemudian menggiring manusia menuju tempat

berkumpul.

Al-Qurthubi menyebutkan bahwa ada hadits lain yang menyebutkan tanda-tanda

tersebut secara berurutan, yakni hadits Muslim dari Hudzaifah dalam riwayat yang berbeda,

yang menyebutkan bahwa tanda yang pertama kali muncul adalah tiga gerhana. Oleh Al-

Qurthubi, kejadian ini sudah pernah terjadi di masa Rasul SAW. Sedangkan tanda-tanda

setelahnya masih banyak diperdebatkan urutannya. Oleh karena itu, simpulan dari kajian

hadits-hadits terkait tanda-tanda kiamat ini adalah tanda-tanda kiamat yang disebutkan dalam

hadits sifatnya hanya prediksi Rasul SAW. Bahkan kepastian urutannya pun masih

diperdebatkan. Begitu juga waktu kejadiannya. Ada yang menyebut bahwa sebagian sudah

terjadi ada juga yang menyebutnya belum terjadi, bahkan perdebatan ini sudah terjadi pada

masa sahabat.

Jika ada kejadian di masa sekarang yang sesuai dengan tanda-tanda kiamat yang

disebutkan dalam berbagai hadits tersebut, belum tentu itu menjadi tanda yang pasti. Bisa juga

kejadian yang sama akan terjadi di masa mendatang karena Rasul sendiri tidak mengetahui

kapan tanda-tanda tersebut terjadi. Hal ini sesuai dengan yang telah disebutkan oleh Al-Quran

Surat Al-Aʽrāf ayat 187 ketika Rasul SAW ditanya kapan terjadinya kiamat. “Mereka

menanyakan kepadamu tentang kiamat, ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah, ‘Sungguh

pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku. Tidak seorang pun yang dapat

menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.’”

Fakhruddin Ar-Razi menyebutkan bahwa salah satu hikmah tidak diketahuinya waktu

terjadinya kiamat adalah agar manusia tetap beribadah dan mencegah diri dari perbuatan

maksiat tanpa memperhatikan kapan terjadinya kiamat, yaitu:

والسبب في إخفاء الساعة عن العباد؟ أنھم إذا لم یعلموا متى تكون، كانوا على حذر منھا،

فیكون ذلك أدعى إلى الطاعة، / وأزجر عن المعصیة، ثم إنھ تعالى أكد ھذا المعنى فقال: ال

Page 87: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

ین إال ھا المعیجلیھا لوقتھا التجلیة إظھار الشيء والتجلي ظھوره، والمعنى: ال یظھرھا في وقت

.ھو أي ال یقدر على إظھار وقتھا المعین باإلعالم واإلخبار إال ھو

“Adapun sebab dirahasiakannya kiamat dari seorang hamba adalah jika mereka tidak

mengetahui waktu terjadinya kiamat, maka mereka akan senantiasa menjadikannya sebagai

peringatan. Maka hal itu akan lebih dekat dengan ketaan dan menghindari dari maksiat.

Kemudian sungguh Allah SWT menguatkan makna ini dengan potongan ayat, ‘Tidak

seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya.’ Makna dari al-tajliyah adalah

menjelaskan kedatangan sesuatu. Maksudnya, tidak akan dijelaskan waktu kejadian tersebut

secara terperinci kecuali Allah SWT, yakni tidak ada yang kuasa menjelaskan waktu terjadinya

kiamat dengan kabar dan pemberitahuan kecuali Allah SWT,”

Maka dari itu, cara bijak memahami dan mempertemukan hadits-hadits tentang kiamat

yang berbeda-beda tersebut adalah dengan meninjau maksud nabi (maqasidi) ketika

menyebutkan tanda-tanda tersebut kepada para sahabat. Saat itu para sahabat masih bertanya-

tanya tentang kebenaran adanya kiamat. Jawaban Rasul SAW dengan menyebutkan tanda-

tanda tersebut bertujuan agar para sahabat tidak menghabiskan waktunya untuk selalu

memikirkan kiamat. Selain itu, ketidakpastian tanda-tanda kiamat yang ada dalam hadits Rasul

SAW ini hanya sebagai penguat bahwa kiamat memang ada, tetapi tidak akan disebutkan kapan

terjadi. Semuanya ini bertujuan agar orang Mukmin senantiasa beribadah kapan dan di mana

saja tanpa mengenal waktu. Jika kiamat dan tanda-tandanya sudah jelas, maka setiap orang

akan meremehkan ibadahnya dan hanya beribadah ketika mendekati kiamat.

Selain itu, al-Qur’an bukanlah penghambat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi penjelasan kiamat atau kehancuran alam di atas sejalan dengan pendekatan ilmu

pengetahuan. Dengan pendekatan itu, diharapkan kiamat dapat dijelaskan secara lebih rasional

lagi dengan menggunakan berbagai teori-teori dan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan

yang modern dengan masih berpijak pada al-Qur’an sebagai petunjuk untuk manusia. Sehingga

antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan akan saling melengkapi dengan menghilangkan

dikotomi di antara keduanya. Oleh karena itu, bagi para ilmuwan dan umat Islam pada

umumnya serta penyusun pada khususnya, dapatlah mengembangkan diri dan bangkit serta

kembali menguasai ilmu pengetahuan, sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasai atau

diketahui.

Kiamat merupakan peristiwa yang bila ditinjau dari sisi sains, maka potensi alam

semesta ini berakhir akan sangat mungkin terjadi. Salah satu peristiwa alam yang menandai

Page 88: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

awal kiamat ialah guncangan dahsyat. Dalam buku Tafsir Ilmi “Kiamat dalam perspektif Al-

Quran dan Sains” yang disusun oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Badan Litbang &

Diklat Kementerian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

mengungkap mengenai keadaan Bumi pada hari Kiamat. Ada tanda-tanda yang bisa diamati

oleh mata manusia sebelum terjadinya kiamat. Ilmuwan bahkan telah mengemukakan skema-

skema yang terjadi seperti Bumi bertabrakan dengan planet lain atau hantaman asteroid dan

sebagainya.

Apapun skema atau teori yang diungkap ilmuwan, terdapat kekacauan besar yang akan

dialami oleh Bumi. Salah satunya ialah guncangan yang dahsyat yang terjadi di Bumi. Ayat

Al-Quran telah mengungkap mengenai peristiwa kiamat tersebut. “Apabila bumi digoncangkan

dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang

dikandung)-nya.” (QS. Az-Zalzalah:1-2). Kata az-Zalzalah (guncangan yang dahsyat) adalah

ism masdar (bentuk kata benda) dari zalzala – yuzalzilu – zalzalatan, yang mengguncangkan.

Dengan demikian, az-zalzalah berarti guncangan. Karena penyebutannya dalam Surah az-

Zalzalah diikuti oleh maf’ul mutlaq, maka kata ini dimaknai sebagai guncangan hebat yang

terjadi di seluruh penjuru Bumi. Dalam Al-Quran, kata ini dengan semua bentuk jadiannya

disebut sebanyak 6 kali, dua kali di antaranya disebut dalam Surah az-Zalzalah ayat 1. Ayat ini

menerangkan bahwa peristiwa kiamat diawali dengan guncangan yang dahsyat yang meliputi

seluruh Bumi. Fenomena gempa ini berbeda dengan yang selama ini terjadi, hanya bersifat

lokal dan tidak menyeluruh ke seantero Bumi. Peristiwa ini menjadi penanda yang

mengingatkan manusia bahwa akhir kehidupan dunia telah datang, yang diikuti kemudian oleh

kehidupan akhirat.

Page 89: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

KEGIATAN BELAJAR 4

QADHA DAN QADAR

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Pengertian Qadha dan Qadhar. Pokok-pokok bahasan Qadha dan Qadhar. Memahami konsep

Takdir Pengertian Muallaq dan Mubram, dan arti kebebasan manusia.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

1. Memahami konsep tentang Keimanan kepada Qadha dan Qadhar.

2. Memahami konsep Takdir.

3. Mengetahui Pengertian Mubram.

4. Mengetahui Pengertian Muallaq.

5. Mengetahui Arti Kebebasan Manusia.

Pokok-Pokok Materi

Konsep tentang Keimanan kepada Qadha dan Qadhar, Takdir, Pengertian Mubram dan

Muallaq, Arti Kebebasan Manusia.

URAIAN MATERI

A. Pengertian Qadha dan Qadar

Kita sejak lama menggunakan kata “qadha” dan “qadar”. kepercayaan terhadap konsep

kata ini juga merupakan salah satu rukun iman dalam agama Islam. Kita sering menggunakan

kedua kata itu secara bergantian untuk sebuah pengertian yang sama. Tetapi ulama menyimpan

penjelasan kedua kata tersebut yang mengandung pengertian berbeda. Di samping memiliki

pengertian berbeda, kata “qadha” dan “qadar” juga dipahami secara berbeda oleh para ulama

tauhid atau mutakallimin. Dengan kata lain, kelompok Asyariyyah, kelompok Maturidiyyah,

dan sejumlah kelompok ulama lainnya berbeda pendapat perihal pengertian kata “qadha” dan

“qadar”. Imam Nawawi mengatakan bahwa:

اختلفوا في معنى القضاء والقدر فالقضاء عند األشاعرة إرادة هللا األشیاء في األزل على ما

ھي علیھ في غیر األزل والقدر عندھم إیجاد هللا األشیاء على قدر مخصوص على وفق اإلرادة“Ulama tauhid atau mutakallimin berbeda pendapat perihal makna qadha dan qadar.

Qadha menurut ulama Asy’ariyyah adalah kehendak Allah atas sesuatu pada azali untuk sebuah

Page 90: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

‘realitas’ pada saat sesuatu di luar azali kelak. Sementara qadar menurut mereka adalah

penciptaan (realisasi) Allah atas sesuatu pada kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya pada

azali.” Iman kepada Qadla dan Qadar adalah termasuk pokok-pokok iman yang enam (Ushûl

al-Îmân as-Sittah) yang wajib kita percayai sepenuhnya. Belakangan ini telah timbul beberapa

orang atau beberapa kelompok yang mengingkari Qadla dan Qadar dan berusaha

mengaburkannya, baik melalui tulisan-tulisan, maupun di bangku-bangku kuliah. Tentang

kewajiban iman kepada Qadla dan Qadar, dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda:

ومالئكتھ وكتبھ ورسلھ وتؤمن بالقدر خیره وشره (رواه مسلم) اإلیمان أن تؤمن با

“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,

Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan engkau percaya kepada Qadar Allah, yang baik maupun yang

buruk”. (HR. Muslim).

Al-Qadlā maknanya al-Khalq, artinya penciptaan, dan al-Qadar maknanya at-Tadbīr,

artinya ketentuan. Secara istilah al-Qadar artinya ketentuan Allah atas segala sesuatu sesuai

dengan pengetahuan (al-‘Ilm) dan kehendak-Nya (al-Masyī’ah) yang Azali (tidak bermula), di

mana sesuatu tersebut kemudian terjadi pada waktu yang telah ditentukan dan dikehendaki

oleh-Nya terhadap kejadiannya.

Penggunaan kata “al-Qadar” terbagi kepada dua bagian, yaitu: pertama; Kata al-

Qadar bisa bermaksud bagi sifat “Taqdīr” Allah, yaitu sifat menentukannya Allah terhadap

segala sesuatu yang ia kehendakinya. al-Qadar dalam pengertian sifat “Taqdīr” Allah ini tidak

boleh kita sifati dengan keburukan dan kejelekan, karena sifat menentukan Allah terhadap

segala sesuatu bukan suatu keburukan atau kejelekan, tetapi sifat menentukannya Allah

terhadap segala sesuatu yang Ia kehendakinya adalah sifat yang baik dan sempurna,

sebagaimana sifat-sifat Allah lainnya. Sifat-sifat Allah tersebut tidak boleh dikatakan buruk,

kurang, atau sifat-sifat jelek lainnya. Kedua; Kata al-Qadar dapat bermaksud bagi segala

sesuatu yang terjadi pada makhluk, atau disebut dengan al-Maqdūr. Al-Qadar dalam

pengertian al-Maqdūr ini ialah mencakup segala apapun yang terjadi pada seluruh makhluk

ini; dari keburukan dan kebaikan, kesalehan dan kejahatan, keimanan dan kekufuran, ketaatan

dan kemaksiatan, dan lain-lain. Dalam makna yang kedua inilah yang dimaksud oleh hadits

Jibril di atas, “Wa Tu-mina Bi al-Qadar; Khayrih wa Syarrih”. Al-Qadar dalam hadits ini

adalah dalam pengertian al-Maqdūr.

Page 91: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Pemisahan makna antara sifat Taqdîr Allah dengan al-Maqdûr adalah sebuah

keharusan. Hal ini karena sesuatu yang disifati dengan baik dan buruk, atau baik dan jahat,

adalah hanya sesuatu yang ada pada makhluk saja. Artinya, siapa yang melakukan kebaikan

maka perbuatannya tersebut disebut “baik”, dan siapa yang melakukan keburukan maka

perbuatannya tersebut disebut “buruk”, dengan demikian penyebutan kata “baik” dan “buruk”

seperti ini hanya berlaku pada makhluk saja. Adapun sifat Taqdîr Allah, yaitu sifat menentukan

Allah terhadap segala sesuatu yang Ia kehendakinya, maka sifat-Nya ini tidak boleh dikatakan

buruk. Sifat Taqdīr Allah ini, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain, adalah sifat yang baik dan

sempurna, tidak boleh dikatakan buruk atau jahat. Dengan demikian, bila seorang hamba

melakukan keburukan, maka itu adalah perbuatan dan sifat yang buruk dari hamba itu sendiri.

Adapun Taqdīr Allah terhadap keburukan yang terjadi pada hamba itu bukan berarti bahwa

Allah menyukai dan memerintahkan hamba itu kepada keburukan tersebut. Demikian pula,

ketika kita katakan; Allah yang menciptakan kejahatan, bukan berarti bahwa Allah itu jahat.

Inilah yang dimaksud bahwa kehendak Allah meliputi segala perbuatan hamba, terhadap yang

baik maupun yang buruk.

Segala perbuatan yang terjadi pada alam ini, baik kekufuran dan keimanan, ketaatan

dan kemaksiatan, dan berbagai hal lainnya, semunya terjadi dengan kehendak dan dengan

penciptaan Allah. Hal ini menunjukan akan kesempurnaan Allah, serta menunjukan akan

keluasan dan ketercakupan kekuasaan dan kehendak-Nya atas segala sesuatu. Karena apa bila

pada makhluk ini ada sesuatu yang terjadi yang tidak dikehendaki kejadiannya oleh Allah,

maka berarti hal itu menafikan sifat ketuhanan-Nya, karena dengan demikian berarti kehendak

Allah dikalahkan oleh kehendak makhluk-Nya. Tentu, ini adalah sesuatu yang mustahil terjadi.

Karena itu dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:

ما شاء هللا كان وما لم یشأ لم یكن (رواه أبو داود)

“Apa yang dikehendaki oleh Allah -akan kejadiannya- pasti terjadi, dan apa yang tidak

dikehandaki oleh-Nya maka tidak akan pernah terjadi”. (HR. Abu Dawud).

Dengan demikian segala apapun yang dikehendaki oleh Allah terhadap kejadiannya

maka semua itu pasti terjadi. Karena bila ada sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya, maka

hal itu menunjukkan akan kelemahan, padahal sifat lemah itu mustahil bagi Allah. Bukankah

Allah maha kuasa?! Maka di antara bukti kekuasaannya adalah bahwa segala sesuatu yang

dikehendaki-Nya pasti terlaksana. Oleh karena itu, dari sudut pandang syara’ dan akal,

Page 92: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

terjadinya segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah akan kejadiannya adalah perkara yang

wajib adanya. Dalam hal ini Allah berfirman:

وهللا غالب على أمره

“Allah maha mengalahkan (menang) di atas segala urusan-Nya”. (Artinya, segala

sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi, tidak ada siapapun yang menghalangi-

Nya”. (QS. Yusuf: 21).

Allah menghendaki orang-orang mukmin dengan ikhtiar mereka untuk beriman

kepada-Nya, maka mereka menjadi orang-orang yang beriman. Dan Allah menghendaki orang-

orang kafir dengan ikhtiar mereka untuk kufur kepada-Nya, maka mereka semua menjadi

orang-orang yang kafir. Seandainya Allah berkehendak semua makhluk-Nya beriman kepada-

Nya, maka mereka semua pasti beriman kepada-Nya. Allah berfirman:

ولو شآء ربك ألمن من في األرض كلھم جمیعا

“Dan seandainya Tuhanmu (Wahai Muhammad) berkehendak, niscaya seluruh yang

ada di bumi ini akan beriman”. (QS. Yunus: 99).

Tetapi Allah tidak menghendaki semuanya beriman kepada-Nya. Namun demikian

Allah memerintah mereka semua untuk beriman kepada-Nya. Maka di sini harus dipahami,

bahwa “kehendak Allah” dan “perintah Allah” adalah dua hal berbeda. Tidak segala sesuatu

yang dikehendaki oleh Allah adalah sesuatu yang diperintah oleh-Nya, dan tidak segala sesuatu

yang diperintah oleh Allah adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya. Perkataan sebagian

orang “Segala sesuatu adalah atas perintah Allah”, atau “Banyak sekali perbuatan kita yang

tidak dikehendaki oleh Allah (ia bermaksud kemaksiatan-kemaksiatan)”, adalah perkataan

yang salah, karena Allah tidak memerintahkan kepada perbuatan-perbuatan maksiat atau

kekufuran. Benar, kejadian kemasiatan atau kekufuran tersebut adalah dengan kehendak Allah,

tetapi Allah tidak memerintah kepadanya. Dengan demikian perkataan yang benar ialah;

“Segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya

dan dengan Ilmu-Nya.

Kebaikan terjadi dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya, dengan Ilmu-Nya, serta

kebaikan ini juga dengan perintah-Nya, Mahabbah-Nya, dan dengan keridlaan-Nya. Sementara

keburukan terjadi dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya, dan dengan Ilmu-Nya, tapi

tidak dengan perintah-Nya, tidak dengan Mahabbah-Nya, dan tidak dengan keridlaan-Nya”.

Page 93: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Artinya keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan tidak disukai dan tidak diridlai oleh Allah.

Dengan kata lain, segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah, akan tetapi tidak semuanya

dengan perintah Allah.

Di antara bukti yang menunjukan bahwa perintah Allah berbeda dengan kehendak-Nya

adalah apa yang terjadi dengan Nabi Ibrahim. Beliau diberi wahyu lewat mimpi untuk

menyembelih putranya; Nabi Isma’il. Hal ini merupakan perintah dari Allah atas Nabi Ibrahim.

Kemudian saat Nabi Ibrahim hendak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah ini, bahkan

telah meletakan pisau yang sangat tajam dan menggerak-gerakannya di atas leher Nabi Isma’il,

namun Allah tidak berkehendak terjadinya sembelihan terhadap Nabi Isma’il tersebut.

Kemudian Allah mengganti Nabi Isma’il dengan seekor domba yang bawa oleh Malaikat Jibril

dari surga. Peristiwa ini menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara “perintah Allah” dan

“kehendak-Nya”. Contoh lainnya, Allah memerintah kepada seluruh hamba-hamba-Nya untuk

beribadah kepada-Nya, akan tetapi Allah berkehendak tidak semua hamba tersebut beribadah

kepada-Nya. Karenanya, ada sebagian mereka yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi

orang-orang beriman, dan ada sebagian lainnya yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang-

orang kafir. Allah berfirman:

وما خلقت الجن واإلنس إال لیعبدون

“Dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan manusia dan jin melainkan Aku “perintahkan”

mereka untuk menyembah-Ku”. (QS. adz-Dzariyat: 56).

Makna firman Allah “illā lī-ya’budūn” dalam ayat di atas artinya “illā lī-‘āmurahum

bi ‘ibādatī”, artinya bahwa Allah menciptakan manusia dan jin tidak lain ialah untuk Dia

perintah mereka agar beribadah kepada-Nya. Makna ayat ini bukan “Aku (Allah) ciptakan

manusia dan jin melainkan aku berkehendak pada mereka untuk menyembah-Ku”. Karena jika

diartikan bahwa Allah berkehendak dari seluruh manusia dan jin untuk beriman atau beribadah

kepada-Nya, maka berarti kehendak Allah dikalahkan oleh kehendak orang-orang kafir, karena

pada kenyataannya tidak semua hamba beriman dan beribadah kepada Allah, tapi ada di antara

mereka yang kafir dan menyembah selain Allah. Tentunya mustahil jika kehendak Allah

dikalahkan oleh kehendak makhluk-makhluk-Nya sendiri.

Syekh M Nawawi Banten memberikan contoh konkret qadha dan qadar menurut

kelompok Asyariyyah. Qadha adalah putusan Allah pada azali bahwa kelak kita akan menjadi

apa. Sementara qadar adalah realisasi Allah atas qadha terhadap diri kita sesuai kehendak-Nya.

Page 94: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

فإرادة هللا المتعلقة أزال بأنك تصیر عالما قضاء وإیجاد العلم فیك بعد وجودك على وفق اإلرادة

قدر“Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi orang alim

atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan ilmu di dalam dirimu setelah ujudmu

hadir di dunia sesuai dengan kehendak-Nya pada azali adalah qadar,”

Sedangkan bagi kelompok Maturidiyyah, qadha dipahami sebagai penciptaan Allah

atas sesuatu disertai penyempurnaan sesuai ilmu-Nya. Dengan kata lain, qadha adalah batasan

yang Allah buat pada azali atas setiap makhluk dengan batasan yang ada pada semua makhluk

itu seperti baik, buruk, memberi manfaat, menyebabkan mudarat, dan seterusnya. Singkat kata,

qadha adalah ilmu azali Allah atas sifat-sifat makhluk-Nya. Ada lagi ulama yang berpendapat

bahwa qadha adalah ilmu azali Allah dalam kaitannya dengan materi yang diketahui oleh-Nya.

Sementara qadar adalah penciptaan Allah atas sesuatu sesuai dengan ilmu-Nya. Jadi, ilmu

Allah pada azali bahwa si A kelak akan menjadi ulama atau ilmuwan adalah qadha. Sedangkan

penciptaan ilmu pada diri si A setelah ia diciptakan adalah qadar, Imam Nawami menyatakan

bahwa:

وقول األشاعرة ھو المشھور وعلى كل فالقضاء قدیم والقدر حادث بخالف قول الماتریدیة

وقیل كل منھما بمعنى إرادتھ تعالى

“Pandangan ulama Asy’ariyyah cukup masyhur. Atas setiap pandangan itu, yang jelas

qadha itu qadim (dulu tanpa awal). Sementara qadar itu hadits (baru). Pandangan ini berbeda

dengan pandangan ulama Maturidiyyah. Ada ulama berkata bahwa qadha dan qadar adalah

pengertian dari kehendak-Nya.”

Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah bahwa qadha merupakan sesuatu yang

ghaib. Oleh karena itu, dalam tradisi ahlussunnah wal jamaah keyakinan kita atas qadha dan

qadar itu tidak boleh menjadi alasan kita untuk bersikap pasif. Tradisi ahlussunnah wal jamaah

justru mendorong kita untuk melakukan ikhtiar dan upaya-upaya manusiawi serta

mendayagunakan secara maksimal potensi yang Allah anugerahkan kepada manusia sambil

tetap bersandar memohon inayah-Nya. Misalnya, pada usia belasan dalam tradisi Islam

Nusantara sering mendengar doa dan sedekah sebagai tolak bala.

Page 95: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

B. Takdir: Mubram dan Muallaq

Di atas telah dijelaskan bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa bila

Allah menghendaki sesuatu akan terjadi pada seorang hamba-Nya, maka pasti sesuatu itu akan

menimpanya, sekalipun orang tersebut bersedekah, berdoa, bersilaturrahim, dan berbuat baik

kepada sanak kerabatnya; kepada ibunya, dan saudara-saudaranya, atau lainnya. Artinya, apa

yang telah ditentukan oleh Allah tidak dapat dirubah oleh amalan-amalan kebaikan bentuk

apapun. Adapun hadits Rasulullah yang berbunyi:

(رواه الترمذي)الدعاء إال شىء القضاء یرد ال

“Tidak ada sesuatu yang dapat menolak Qadla kecuali doa” (HR. at-Tirmidzi).

Qadla di dalam hadits di atas adalah Qadlā Mu’allaq. Di sini harus kita ketahui bahwa

Qadla terbagi kepada dua bagian: Qadlā Mubram dan Qadlā Mu’allaq. Pertama: Qadlā

Mubram, ialah ketentuan Allah yang pasti terjadi dan tidak dapat berubah. Ketentuan ini hanya

ada pada Ilmu Allah, tidak ada siapapun yang mengetahuinya selain Allah sendiri, seperti

ketentuan mati dalam keadaan kufur (asy-Syaqāwah), dan mati dalam keadaan beriman (as-

Sa’ādah), ketentuan dalam dua hal ini tidak berubah. Seorang yang telah ditentukan oleh Allah

baginya mati dalam keadaan beriman maka itulah yang akan terjadi baginya, tidak akan pernah

berubah. Sebaliknya, seorang yang telah ditentukan oleh Allah baginya mati dalam keadaan

kufur maka pasti itulah pula yang akan terjadi pada dirinya, tidak ada siapapun, dan tidak ada

perbuatan apapun yang dapat merubahnya. Allah berfirman:

یشاء من ویھدي یشاء من یضل

“Allah menyesatkan terhadap orang yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada

orang yang Dia kehendaki”. (QS. an-Nahl: 93).

Kedua, Qadlā Mu’allaq, yaitu ketentuan Allah yang berada pada lambaran-lembaran

para Malaikat, yang telah mereka kutip dari al-Lauh al-Mahfuzh, seperti si fulan apa bila ia

berdoa maka ia akan berumur seratus tahun, atau akan mendapat rizki yang luas, atau akan

mendapatkan kesehatan, dan seterusnya. Namun, misalkan si fulan ini tidak mau berdoa, atau

tidak mau bersillaturrahim, maka umurnya hanya enam puluh tahun, ia tidak akan mendapatkan

rizki yang luas, dan tidak akan mendapatkan kesehatan. Inilah yang dimaksud dengan Qadlâ

Mu’allaq atau Qadar Mu’allaq, yaitu ketentuan-ketentuan Allah yang berada pada lebaran-

lembaran para Malaikat. Dari uraian ini dapat dipahami bahwa doa tidak dapat merubah

Page 96: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

ketentuan (Taqdīr) Allah yang Azali yang merupakan sifat-Nya, karena mustahil sifat Allah

bergantung kepada perbuatan-perbuatan atau doa-doa hamba-Nya. Sesungguhnya Allah maha

mengetahui segala sesuatu, tidak ada suatu apapun yang tersembunyi dari-Nya, dan Allah maha

mengetahui perbuatan manakah yang akan dipilih oleh si fulan dan apa yang akan terjadi

padanya sesuai yang telah tertulis di al-Lauh al-Mahfuzh. Namun demikian doa adalah sesuatu

yang diperintahkan oleh Allah atas para hamba-Nya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

دعان فلیستجیبوا لي ولیؤمنوا بي إذا الداع وإذا سألك عبادي عني فإني قریب أجیب دعوة

لعلھم یرشدون

“Dan jika hamba-hamba-ku bertanya kepadamu (Wahai Muhammad) tentang Aku,

maka sesungguhnya Aku dekat (bukan dalam pengertian jarak), Aku kabulkan permohonan

orang yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memohon

terkabulkan doa kepada-Ku dan beriman kepada-Ku, semoga mereka mendapatkan petunjuk”

(QS. al-Baqarah: 186).

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang yang berdoa tidak akan sia-sia belaka. Ia pasti

akan mendapatkan salah satu dari tiga kebaikan; dosa-dosanya yang diampuni, permintaannya

yang dikabulkan, atau mendapatkan kebaikan yang disimpan baginya untuk di kemudian hari

kelak. Semua dari tiga kebaikan ini adalah merupakan kebaikan yang sangat berharga baginya.

Dengan demikian maka tidak mutlak bahwa setiap doa yang dipintakan oleh para hamba pasti

dikabulkan oleh Allah. Akan tetapi ada yang dikabulkan dan ada pula yang tidak dikabulkan.

Yang pasti, bahwa setiap doa yang dipintakan oleh seorang hamba kepada Allah adalah sebagai

kebaikan bagi dirinya sendiri, artinya bukan sebuah kesia-siaan belaka. Dalam keadaan apapun,

seorang yang berdoa paling tidak akan mendapatkan salah satu dari kebaikan yang telah kita

sebutkan di atas.

Pada nisfyu Sya’ban, dari dulu tradisi Islam Nusantara juga mengajukan tiga

permintaan kepada Allah SWT. Bagaimana memahami semua pengertian itu di tengah tuntutan

keimanan pada takdir? Dari semua itu kemudian tradisi Islam Nusantara beranggapan bahwa

doa bermanfaat bagi putusan atau takdir Allah yang masih menggantung di Lauh Mahfuzh.

Terkait ini, selanjutnya dikenal dengan istilah takdir mubram dan takdir muallaq di kalangan

tradisi Islam Nusantara. Doa atau permintaan masyarakat dalam nisfu Syaban atau melalui

bentuk sedekah dipercaya oleh tradisi Islam Nusantara dapat “mengubah” bala yang

Page 97: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

ditakdirkan Allah SWT akan menimpa mereka, terutama takdir muallaq yang realisasinya

sangat berkaitan erat dengan doa.

والدعاء ینفع مما نزل ومما لم ینزل وإن البالء لینزل ویتلقاه الدعاء فیتعالجان إلى یوم القیامة.

والدعاء ینفع في القضاء المبرم والقضاء المعلق. أما الثانى فال استحالة في رفع ما علق رفعھ

لدعاء وال في نزول ما علق نزولھ منھ على الدعاءمنھ على ا

“Doa bermanfaat terhadap apa yang datang dan apa yang belum datang (dari langit).

Bala pun akan datang dan bertemu dengan doa. Keduanya (bala dan doa) senantiasa

‘berperang’ hingga hari qiamat. Doa bermanfaat pada qadha mubram dan qadha muallaq.

Perihal yang kedua (qadha muallaq), maka tidak mustahil menghilangkan apa (putusan) yang

penghilangannya digantungkan pada doa dan tidak mustahil mendatangkan apa (putusan) yang

penghadirannya digantungkan pada doa.”

Situasi takdir muallaq berlainan dengan takdir mubram. Doa tidak dapat mengubah

kenyataan yang digariskan dalam takdir mubram. Meskipun demikian, doa dipercaya dapat

meminimalisir dampak bala yang timbul karena takdir mubram.

یرفعھ لكن هللا تعالى ینزل لطفھ بالداعى كما إذا قضى علیھ قضاء وأما األول فالدعاء وإن لم

مبرما بأن ینزل علیھ صخرة فإذا دعا هللا تعالى حصل لھ اللطف بأن تصیر الصخرة متفتتة

كالرمل وتنزل علیھ

“Adapun perihal pertama (qadha mubram), (peran) doa meskipun tidak dapat

menghilangkan bala, tetapi Allah mendatangkan kelembutan-Nya untuk mereka yang berdoa.

Misalnya, ketika Allah menentukan qadha mubram kepada seseorang, yaitu kecelakaan berupa

tertimpa batu besar, ketika seseorang berdoa kepada Allah, maka kelembutan Allah datang

kepadanya, yaitu batu besar yang jatuh menimpanya menjadi remuk berkeping-keping

sehingga dirasakan olehnya sebagai butiran pasir saja yang jatuh menimpanya.”

Meskipun takdir terbagi dua, muallaq dan mubram, kita sebagai manusia tidak

mengetahui mana takdir muallaq dan takdir mubram. Oleh karena itu, ahlusunnah wal jamaah

memandang doa sebagai ikhtiar manusiawi yang tidak boleh ditinggalkan sebagaimana pada

umumnya aliran ahlusunnah wal jamaah memandang perlunya ikhtiar dalam segala hal, bukan

menyerah begitu saja pada putusan takdir. Dari sini, kita dapat memahami tiga permintaan atau

Page 98: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

doa yang lazim diamalkan masyarakat Indonesia di malam nisfu Syaban sebagai bentuk ikhtiar

dalam menolak bala dan ikhtiar dalam mendatangkan kemaslahatan.

ر بحسب اللوح المحفوظ وأما بحسب العلم فجمیع األشیاء وانقسام القضاء إلى مبرم ومعلق ظاھ

مبرمة ألنھ إن علم هللا حصول المعلق علیھ حصل المعلق وال بد وإن علم هللا عدم حصولھ لم

یحصل وال بد لكن ال یترك الشخص الدعاء اتكاال على ذلك كما یترك األكل اتكاال على إبرام

هللا األمر فى الشبع

“Pembagian qadha menjadi mubram dan muallaq itu tampak pada Lauh Mahfuzh.

Adapun dari sisi ilmu Allah, semua putusan itu bersifat mubram karena ketika Allah

mengetahui datangnya putusan muallaq, maka hasillah muallaq tersebut, dan tidak boleh tidak

ketika Allah mengetahui ketiadaan putusan muallaq, maka tiadalah muallaq tersebut. Tetapi

manusia tiada jalan lain, seseorang tidak boleh meninggalkan doa hanya karena bersandar pada

putusan qadha tersebut sebagaimana larangan seseorang untuk meinggalkan makan karena

bersandar pada putusan Allah perihal kenyang.”

Sementara aliran muktazilah tidak mempercayai peran dan manfaat doa karena kata

‘doa’ dalam Al-Quran itu adalah ibadah secara umum. “Siapa saja yang beribadah, niscaya

Allah akan menerimanya,” menurut mereka. Mereka tidak mengartikan ayat itu demikian,

“Siapa saja yang berdoa, niscaya Allah akan mengabulkannya.”

د المعتزلة فالدعاء ال ینفع وال یكفرون بذلك ألنھم لم یكذبوا القرآن كقولھ تعالى ادعوني أستجب لكم بل وأما عن

أولوا الدعاء بالعبادة واإلجابة بالثواب“Bagi kalangan Muktazilah, doa tidak memberikan manfaat. Tetapi mereka tidak jatuh

dalam kekufuran dengan pandangan demikian karena mereka tidak mendustakan Al-Quran

perihal ini seperti ayat ‘Serulah Aku, niscaya Aku membalasnya.’ Mereka menakwil kata

‘seruan’ dengan ibadah, dan ‘balasan’ dengan pahala.” Meskipun demikian, kelompok

ahlusunnah wal jamaah Asy’ariyah tidak menempatkan aliran muktazilah ke dalam aliran

kufur karena mereka masih meyakini Al-Quran sebagai wahyu Allah. Semua pengertian yang

diangkat oleh pendukung kelompok ahlusunnah wal jamaah Asy’ariyah ini dimaksudkan agar

umat Islam tidak salah paham menempatkan signifikansi doa, peran ikhtiar manusia, dan dapat

meningkatkan keimanan terhadap takdir di tengah peran atau ikhtiar manusiawi. Semua ini

dijelaskan oleh pendukung kelompok ahlusunnah wal jamaah asy’ariyah agar masyarakat sunni

tidak bersikap su'ul adab dan su'uzzhan kepada Allah.

Page 99: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

C. Kebebasan Manusia dan Takdir

Hampir setiap orang menginginkan kemauannya terwujud baik itu kemauan baik

maupun kemauan buruk. Hanya saja ada kemauan tertentu yang dapat terwujud dengan syarat-

syarat tertentu. Di sini hukum kausalitas berlaku. Tetapi ada juga kemauan orang-orang tertentu

yang terwujud tanpa bergantung pada syarat apapun. Meski demikian, kemauan yang terwujud

itu tak mungkin bersalahan dengan takdir Allah SWT sebagai tampak pada hikmah berikut ini.

تخرق أسوار األقدارسوابق الھمم ال

“Kemauan keras tak bisa menerobos pagar takdir.”

Kalau mau dipetakan, menurut Syekh Zarruq kemauan manusia terdiri atas tiga macam.

Pertama, ada kemauan yang tinggal kemauan tanpa upaya dan tanpa hasil. Kemauan seperti

ini kerap kali kita dapati melekat pada banyak orang di sekitar kita terutama pada kebaikan

sehingga kita sering mendengar orang mengatakan, ‘Saya sebenarnya ingin sekali menghadiri

majelis taklim, menuntut ilmu,’ tanpa ada upaya riil. Kedua, kemauan kuat yang diiringi usaha

nyata dengan atau tanpa hasil. Ini kita temukan pada pegawai kantoran, petani, nelayan,

pemulung, pengusaha, dan seterusnya. Ketiga, kemauan kuat tanpa upaya, tetapi membawa

hasil. Kemauan seperti ini jarang kita temukan karena kemauan seperti ini hanya dimiliki oleh

para rasul, wali Allah, dan para wali setan seperti penyihir dan lain sebagainya.

بل تدور مع القدر كیفما دار، حسبما دلت علیھ العقول وقضایا الشرع والنقول، فقد قال :قلت

على كل شيء مقتدرا. وقال صلى هللا علیھ وسلم كل شيء بقضاء وقدر هللا تعالى وكان

حتى العجز والكیس. وأنواع الھمم ثالثة: الھمم القواصر: وھي التى تقتضى العزم والحزم من

والھمم المتوسطة وھي التى توجب مع العزم فعال ومع الحزم كماال، .غیر فعل وال انفعال

ى الوجود بال توقف كما سواء وقع انفعال أم ال. والھمم السوابق وھي قوى النفس الفعالة ف

یكون من العائن عن خبثة ومن الساحر عن عقده ونفثھ ومن المتریض عن تجرید قوى نفسھ

ومن الولي عن تحققھ فى یقینھ إذ ال یتوقف انفعال فى كل عن حركة وذلك بقضاء وقدره كما

ین بھ من أحد إال ب ھو. وقد قال في حق السحرة وما ھم بضار إذن “Menurut saya, kemauan keras itu dapat terjadi sesuai ke mana takdir itu berpihak. Hal

ini ditunjukkan oleh dalil aqli dan naqli seperti firman Allah, ‘Allah menentukan segala

sesuatu,’ dan sabda Rasulullah SAW, ‘Segala sesuatu itu sesuai dengan putusan dan takdir

termasuk kelemahan dan kecerdasan.’ Kemauan terbagi tiga. Pertama, kemauan lemah, yaitu

hasrat yang menghadirkan tekad dan keteguhan tanpa upaya nyata dan pengaruh konkret

Page 100: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

(hasil). Kedua, kemauan standar, yaitu hasrat yang melahirkan upaya nyata di samping tekad,

dan totalitas di samping keteguhan baik berhasil atau tidak atas upaya dan tekadnya. Ketiga,

kemauan keras, yaitu hasrat berupa kekuatan jiwa yang berpengaruh dalam dunia nyata tanpa

tergantung pada sebab seperti ahli hipnotis dengan mata, penyihir berdasar simpul-simpul

peraga, mereka yang melatih konsentrasinya dengan memfokuskan pikiran, atau seorang wali

berdasarkan keyakinannya. Pengaruh dari kemauan keras mereka atas sesuatu dapat nyata

terjadi tanpa didasarkan pada gerak (upaya). Tetapi semua itu terjadi berdasarkan putusan dan

takdir Allah. Allah berfirman mengenai para penyihir pada Surat Al-Baqarah ayat 102,

‘Mereka tidak bisa memberi mudharat pada apapun selain dengan izin Allah.”

Kemauan keras atau kemauan pada kategori ketiga dapat dikategorikan menjadi dua.

Pertama, kemauan untuk tujuan baik (kemauan mulia) seperti mencari ridha Allah,

kemakrifatan, dan seterusnya. Kedua, kemauan untuk tujuan buruk (kemauan tercela) seperti

kesenangan duniawi dan seterusnya. Tetapi sekuat apapun kemauan keras itu, putusan dan

takdir Allah tetap mengatasinya sehingga para rasul, para wali Allah, dan hali makrifat lainnya–

ketika kemauan kerasnya tak terwujud–tetap menjaga adab waktu.

رجاال لو أقسمواولما كانت ھمة الفقیر المتجرد ال تخطيء في الغالب لق ولھ علیھ السالم أن

رجال إذا اھتموا بالشيء كان بإذن هللا وقال أیضا على هللا أل برھم في قسمھم قال شیخنا و

علیھ السالم اتقوا فراسة المؤمن فإنھ ینظر بنور هللا خشى الشیخ أن یتوھم أحد أن الھمة تخرق

قدر فرفع ذلك بقولھ سوابق الھمم ال تخرق أسوار سور القدر وتفعل ما لم یجر بھ القضاء وال

األقدار

والھمة قوة انبعاث القلب في طلب الشيء واالھتمام بھ فإن كان ذلك األمر رفیعا كمعرفة هللا

كطلب الدنیا وحظوظھا سمیت ھمة دنیة وطلب رضاه سمیت ھمة عالیة وإن أمرا خسیسا

أي الھمم السوابق ال تخرق أسوار األقدار أي وسوابق الھمم من إضافة الموصوف إلى الصفة

إذا اھتم العارف أو المرید بشيء وقویت ھمتھ بذلك فإن هللا تعالى یكون ذلك بقدرتھ في ساعة

واحدة حتى یكون أمره بأمر... فھمة العارف تتوجھ للشيء فإن وجدت القضاء سبق بھ كان

تخرقھ بل تتأدب معھ وترجع لوصفھا ذلك بإذن هللا وإن وجدت سور القدر مضروبا علیھ ال

وھي العبودیة فال تتأسف وال تحزن بل ربما تفرح لرجوعھا لمحلھا وتحققھا بوصفھا وقد كان

شیخ شیوخنا سیدي علي رضي هللا عنھ یقول نحن إذا قلنا شیئا فخرج فرحنا مرة واحدة وإذا

نقض بماذا عرفت ربك قال بلم یخرج فرحنا عشر مرات وذلك لتحققھ بمعرفة هللا قیل لبعضھم

Page 101: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

العزائم وقد یحصل ھذا التأثیر للھمة القویة وإن كان صاحبھا ناقصا كما یقع للعاین والساحر

عن خبثھما أو لخاصیة جعلھا هللا فیھا إذا نظرا لشيء بقصد انفعل ذلك بإذن هللا وھذا كلھ أیضا

قھار قال تعالى "وما ھم بضارین بھ ال یخرق أسوار األقدار بل ال یكون إال ما أراد الواحد ال

من أحد إال بإذن هللا" وقال تعالى "إنا كل شيء خلقناه بقدر وقال تعالى "وما تشاؤن إال أن

یشاء هللا" وقال صلى هللا علیھ وسلم كل شيء بقضاء وقدر حتى العجز والكیس أي النشاط

ر وھو كذلك في الخیر والشللفعل وأشعر قولھ سوابق أن الھمم الضعیفة ال ینفعل لھا شيء

وفي استعارتھ الخرق واألسوار ما یشعر بالقوة في الجانبین لكن الحاصر قاھر فال عبرة بقوة

العبد القاصر وإذا كانت الھمة ال تخرق أسوار األقدار فما بالك بالتدبیر واالختیار الذي أشار

.بھ أنت لنفسكإلیھ بقولھ أرح نفسك من التدبیر فما قام بھ غیرك عنك ال تقم “Ketika kemauan keras seorang sufi yang tajrid (sebuah maqam di mana kebutuhannya tersedia

tanpa usaha) tak pernah meleset karena sabda Rasulullah SAW ‘Allah mempunyai sejumlah hamba yangbila bersumpah atas nama-Nya niscaya Allah akan mewujudkannya,’ kata guru kami, ‘Allah mempunyaisejumlah hamba yang bila menginginkan sesuatu niscaya terjadi berkat izin-Nya,’ dan sabda Rasulullah,‘Takutlah kepada firasat orang beriman karena ia melihat dengan cahaya Allah,’ Syekh Ibnu Athaillahkhawatir seseorang mengira bahwa kemauan keras (himmah) mereka dapat menerobos pagar takdir danbergerak di luar ketentuan putusan dan takdir Allah. Karenanya Syekh Ibnu Athaillah mengangkathikmah, ‘Kemauan keras tak bisa menerobos pagar takdir...’ Kemauan (himmah) adalah kekuatan hatiyang tergugah dalam menuntut sesuatu dan memikirkannya. Bila sesuatu itu mulia, yaitu makrifatullahdan pengharapan atas ridha-Nya, maka kemauan itu disebut himmah ‘aliyah. Tetapi jika sesuatu itu nista,yaitu mengejar dunia dan bagian-bagian dari duniawi, maka kemauan itu disebut himmah daniyyah.‘Sawabiqul himam’ merupakan pelekatan diterangkan (D) pada menerangkan (M). Maksud dari‘Kemauan keras tak bisa menerobos pagar takdir’ adalah bila seorang arifin dan murid memikirkansesuatu dan berkemauan keras, niscaya Allah mewujudkannya seketika dengan kuasa-Nya hingga semuaurusannya menjadi urusan Allah. Kemauan al-arif billah mengarah pada sesuatu. Jika sesuai denganputusan Allah, maka kemauan itu akan terwujud dengan izin-Nya. Tetapi bila pagar takdir tertutup, makakeinginan itu tak bisa menerobosnya tetapi justru ia menyesuaikan dengan adab yang seharusnya dalamkondisi demikian terhadap Allah dan keinginan itu kembali pada sifatnya, yaitu penghambaan tanpapenyesalan dan kesedihan. Bahkan ia menjadi senang karena keinginan itu kembali pada tempatnya dansesuai pada sifat aslinya. Guru dari guru kami, Syekh Ali RA berkata, ‘Kami bila ingin sesuatu danmengatakannya, lalu terwujud, kami sekali senang. Tetapi bila keinginan kami tak terwujud, maka kamisepuluh kali lipat senangnya.’ Hal ini terjadi karena kesejatian makrifatullah orang tersebut. Ketikaditanya, ‘Dengan apa kau kenal Tuhanmu?’ Seorang ulama menjawab, ‘Dengan pembatalan kemauandan hasrat (kami).’ Kemauan kuat dapat terwujud sekalipun orang yang menginginkannya tidaksempurna seperti mereka yang mengandalkan kekuatan mata dan penyihir atau sebuah benda yang Allahberikan keistimewaan padanya. Ketika keduanya memandang sesuatu dengan tujuan tertentu, makasesuatu yang dipandang itu akan berubah sesuai kemauan mereka berdua dengan izin Allah. Semua itujuga takkan dapat menerobos pagar takdir. Itu terjadi hanya karena kehendak Allah yang maha esa dankuasa sesuai firman Allah, ‘Mereka tidak bisa mencelakai seorang pun kecuali dengan izin Allah,’‘Sungguh, kami menciptakan sesuatu dengan takdir,’ ‘Tidaklah kalian berkehendak kecuali Allahmenghendaki,’ dan sabda Rasulullah SAW, ‘Setiap sesuatu mesti sesuai putusan dan takdir termasuklemah dan kecerdasan (maksudnya semangat bergerak).’ Hikmah ini menyatakan secara tersirat bahwakemauan yang kendur dan lemah tidak membekas apapun dalam kehidupan nyata sekalipun itu berupakebaikan maupun keburukan. Kata ‘menerobos’ dan ‘pagar’ mengisyaratkan kekuatan di kedua pihak.Tetapi dinding yang memagari itu begitu perkasa sehingga tiada artinya kekuatan seorang hamba yangserba terbatas. Kalau sebuah kemauan keras saja (dalam pengertian Syekh Zarruq) tidak bisa menerobospagar takdir, apa artinya gagasan yang masih dalam rencana dan upaya sebagai diisyaratkan dalamhikmah Ibnu Athaillah berikutnya, ‘Rihatkan dirimu dari rencana-rencana. Apa yang dilakukan olehselainmu (Allah) untukmu, jangan lagi kau melakukannya.”

Page 102: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Meskipun semua terjadi berdasarkan kehendak Allah, kita tetap harus

mempertimbangkan hukum kausalitas, hukum alam sebagai ketetapan Allah. Pasalnya, hukum

kausalitas dan hokum alam sebagai sunatullah cukup kuat dan kuasa. Syekh M Said Ramadhan

Al-Buthi menjelaskan bahwa:

إن الجواب یتلخص في أن التعامل مع هللا إنما یكون باالنسجام مع أوامره والتعامل مع نظامھ

قد أمرنا إذا جعنا أن نأكل، وإذا ظمئنا أن نشرب، وإذا الذي أقام ھذا الكون على أساسھ. و

مرضنا أن نبحث عن الدواء، وأن نأخذ حذرنا مما یبدو أنھ سبب لآلالم أو الھالك أو األسقام.

، وأن ال تأثیر إال بحكم هللا، وأن نعلم أن هللا ھو ثم أمرنا أن نعلم علم الیقین أن ال فاعلیة إال

ر لھ بأداء الوظیفة التي وكلت إلیھ أال لھ الخلق واألمر الخالق لكل شيء واآلم“Jawabannya dapat diringkas bahwa sikap kita terhadap Allah harus sesuai dengan

perintah-Nya. Sedangkan sikap kita terhadap sunatullah harus sesuai dengan hukum-hukum

alam yang ditetapkan oleh-Nya sebagai asas keteraturan alam. Allah memerintahkan kita untuk

makan bila lapar, minum bila haus, mencari obat bila sakit, dan menjaga kesehatan serta

waspada terhadap segala yang menyebabkan kita celaka dan sakit. Kemudian Allah juga

memerintahkan kita untuk mengetahui dengan ilmul yakin bahwa tidak ada satupun yang

berbuat sesuatu selain Allah, tiada sesuatu berpengaruh selain dengan sunatullah. Kita juga

diperintahkan untuk meyakini bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dan memerintahkan

segala sesuatu di alam ini untuk menjalankan tugas sesuai amanah yang dititipkan padanya

sebagai firman Allah pada Surat Al-Araf ayat 54, ‘Ketahuilah, di hanya milik-Nya segenap

makhluk dan segenap urusan.”

Syekh Said Ramadhan Al-Buthi menempatkan takdir dengan menyarankan untuk

memperhatikan hukum kausalitas dan hukum alam. Meskipun sakit dan sehat adalah kehendak

Allah, kita sebagai manusia–menurutnya–harus tetap berupaya untuk menjaga kesehatan dan

berupaya hidup sehat. Di tangan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi, takdir mengajarkan kita

menjadi manusia secara wajar dan fithri. Jangan sekali-kali tidak tertib lalu lintas. Jangan

berdiam diri tanpa mencari obat ketika sakit meski kesembuhan ada di tangan Allah. Jangan

coba-coba berdiam diri tidak belajar, tidak sekolah, tidak ngaji, tidak mondok.

Aqidah Ahlussunnah menetapkan bahwa Allah yang menciptakan kebaikan dan

keburukan. Namun demikian ada beberapa faham yang berusaha mengaburkan kebenaran ini

dengan mengutip beberapa ayat yang sering disalahpahami oleh mereka, di antaranya, mereka

mengutip firman Allah:

Page 103: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

بیدك الخیر

“Dengan kekuasaan-Mu segala kebaikan”. (QS. Ali ‘Imran: 26).

Dalam ayat di atas, terkesan Allah hanya menyebutkan kata “al-Khayr” (kebaikan)

saja, tidak menyebutkan al-Syarr (keburukan). Dengan demikian maka Allah hanya

menciptakan kebaikan saja, adapun keburukan bukan ciptaan-Nya. Kata al-Syarr (keburukan)

tidak disandingkan dengan kata al-Khayr (kabaikan) dalam ayat di atas bukan berarti bahwa

Allah bukan pencipta keburukan. Ungkapan semacam ini dalam istilah Ilmu Bayan (salah satu

cabang Ilmu Balaghah) dinamakan dengan al-Iktifâ’; yaitu meninggalkan penyebutan suatu

kata karena telah diketahui padanan katanya. Contoh semacam ini di dalam al-Qur’an firman

Allah:

وجعل لكم سرابیل تقیكم الحر وسرابیل تقیكم بأسكم

“Dia (Allah) menjadikan bagi kalian pakaian-pakaian yang memelihara kalian dari dari

panas”. (QS. an-Nahl: 81).

Yang dimaksud ayat ini adalah pakaian yang memelihara kalian dari panas, dan juga

dari dingin. Artinya, tidak khusus memelihara dari panas saja. Demikian pula dengan

pemahaman firman Allah: “Bi-Yadika al-Khayr” (QS. Ali ‘Imran: 26) di atas bukan berarti

Allah khusus menciptakan kebaikan saja, tapi yang yang dimaksud adalah menciptakan segala

kebaikan dan juga segala keburukan. Kemudian dari pada itu, dalam ayat lain dalam al-Qur’an

Allah berfirman:

وخلق كل شىء

“Dan Dia Allah yang telah menciptakan segala sesuatu”. (QS. al-Furqan: 2).

Kata “Syai’”, yang secara hafiyah bermakna “sesuatu” dalam ayat ini mencakup segala

suatu apapun selain Allah. Mencakup segala benda dan semua sifat benda, termasuk segala

perbuatan manusia, juga termasuk segala kebaikan dan segala keburukan. Artinya, segala

apapun selain Allah adalah ciptaan Allah. Dalam ayat lain firman Allah:

ن تشآء قل اللھم مالك الملك تؤتي الملك من تشآء وتنزع الملك مم

Page 104: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

“Katakanlah (Wahai Muhammad), Ya Allah yang memiliki kerajaan, Engkau berikan

kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang

Engkau kehendaki”. (QS. Ali ‘Imran: 26).

Dari makna firman Allah di atas: “Engkau (Ya Allah) berikan kerajaan kepada orang

yang Engkau kehendaki”, kita dapat pahami bahwa Allah adalah Pencipta kebaikan dan

keburukan. Allah yang memberikan kerajaan kepada raja-raja kafir seperti Fir’aun, dan Allah

pula yang memberikan kerajaan kepada raja-raja mukmin seperti Dzul Qarnain. Adapun firman

Allah:

آأصابك من حسنة فمن هللا ومآأصابك من سیئة فمن نفسك م

Ayat ini bukan berarti bahwa kebaikan ciptaan Allah, sementara keburukan sebagai

ciptaan manusia. Pemaknaan seperti ini adalah pemaknaan yang rusak dan merupakan

kekufuran. Makna yang benar ialah, sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama, bahwa kata

“Hasanah” dalam ayat di atas artinya nikmat, sedangkan kata “Sayyi-ah” artinya musibah

atau bala (bencana). Dengan demikian makna ayat di atas ialah: “Segala apapun dari nikmat

yang kamu peroleh adalah berasal dari Allah, dan segala apapun dari musibah dan bencana

yang menimpamu adalah balasan dari kesalahanmu”. Artinya, amalan buruk yang dilakukan

oleh seorang manusia akan dibalas oleh Allah dengan musibah dan bala.

Dalam hukum kausalitas, ada sesuatu yang dinamakan “sebab” dan ada yang

dinamakan “akibat”. Misalnya, obat sebagai sebab bagi akibat sembuh, api sebagai sebab bagi

akibat kebakaran, makan sebagai sebab bagi akibat kenyang, dan lain-lain. Aqidah

Ahlussunnah menetapkan bahwa sebab-sebab dan akibat-akibat tersebut tidak berlaku dengan

sendirinya. Artinya, setiap sebab sama sekali tidak menciptakan akibatnya masing-masing.

Tapi keduanya, baik sebab maupun akibat, adalah ciptaan Allah dan dengan ketentuan Allah.

Dengan demikian, obat dapat menyembuhkan sakit karena kehendak Allah, api dapat

membakar karena kehendak Allah, dan demikian seterusnya. Segala akibat jika tidak

dikehendaki oleh Allah akan kejadiannya maka itu semua tidak akan pernah terjadi. Dalam

sebuah hadits Shahih, Rasulullah bersabda:

إن هللا خلق الدواء وخلق الداء فإذا أصیب دواء الداء برأ بإذن هللا (رواه ابن حبان)

Page 105: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

“Sesungguhnya Allah yang menciptakan segala obat dan yang menciptakan segala

penyakit. Apa bila obat mengenai penyakit maka sembuhlah ia dengan izin Allah”. (HR. Ibn

Hibban).

Sabda Rasulullah dalam hadits di atas, “… maka sembuhlah ia dengan izin Allah”

adalah bukti bahwa obat tidak dapat memberikan kesembuhan dengan sendirinya. Fenomena

ini nyata dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali kita melihat banyak orang dengan

berbagai macam penyakit, ketika berobat mereka mempergunakan obat yang sama, padahal

jelas penyakit mereka bermacam-macam, dan ternyata sebagian orang tersebut ada yang

sembuh, namun sebagian lainnya tidak sembuh. Tentunya apa bila obat bisa memberikan

kesembuhan dengan sendirinya maka pastilah setiap orang yang mempergunakan obat tersebut

akan sembuh, namun kenyataan tidak demikian. Inilah yang dimaksud sabda Rasulullah: “…

maka akan sembuh dengan izin Allah”. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa adanya

obat adalah dengan kehendak Allah, demikian pula adanya kesembuhan sebagai akibat dari

obat tersebut juga dengan kehendak dan ketentuan Allah, obat tidak dengan sendirinya

menciptakan kesembuhan. Demikian pula dengan sebab-sebab lainnya, semua itu tidak

menciptakan akibatnya masing-masing. Kesimpulannya, kita wajib berkeyakinan bahwa sebab

tidak menciptakan akibat, akan tetapi Allah yang menciptakan segala sebab dan segala akibat.

Salah satu tanda orang mukmin sejati adalah memiliki sikap tawakal kepada Allah

subhānahu wa ta‘ālā. Tawakal merupakan bagian dari buah tauhid. Allamah Sayyid Abdullah

bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risālatul Mu‘āwanah wal Mudhāharah wal

Muwāzarah menjelaskan tentang tiga tanda orang yang benar-benar bertawakal sebagai

berikut:

وللمتوكل الصادق ثالث عالمات: األولى أن ال یرجوغیرهللا وال یخاف إال هللا، وعالمة ذالك

أن ال یدع القول بالحق عند من یرجى و یخشى عادة من المخلوقین كاألمراء والسالطین

“Ada tiga tanda bagi orang yang bertawakal dengan sebenarnya, yakni pertama, tidak

berharap kecuali kepada Allah sekaligus tidak takut kecuali kepada-Nya. Hal itu ditandai

dengan keberaniannya mengatakan sesuatu yang benar di hadapan seseorang yang umumnya

orang memiliki harapan sekaligus merasa takut kepadanya seperti para amir dan raja.”

Tanda pertama ini berkiatan erat dengan apa yang diucapkan seorang Muslim dalam

setiap menunaikan shalatnya, yakni pada saat membaca surah Al-Fatihah, ayat 5:

Page 106: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

وإیاك نستعین إیاك نعبد

“Hanya kepada Engulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami

memohon pertolongan.”

Wujud menyembah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah tentu saja tidak

hanya berupa shalat, tetapi juga dalam bertawakal kepada-Nya dalam seluruh urusan hidup dan

mati. Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tidak merasa takut untuk berkata

benar di depan para penguasa maupun orang-orang kaya yang bisa memberikan fasilitas apa

saja. Demikian pula mereka tidak takut berkata “tidak” ketika suatu persoalan bertentangan

dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah meskipun mendapat ancaman atau hukuman

dari para penguasa maupun dari orang-orang kaya yang bisa memberikan fasilitas apa saja.

Jadi orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya akan menyerahkan seluruh

urusannya kepada Yang Maha Satu semata sehingga tidak ada yang mereka takuti kecuali

Allah.

والثانیة أن ال یدخل قلبھ ھم الرزق ثقة بضمان هللا بحیث یكون سكون قلبھ عند فقد ما یحتاج

الیھ كسكونھ في حال وجوده وأشد

“Kedua, tidak pernah merisaukan masalah rezeki disebabkan merasa yakin akan

adanya jaminan Allah sehingga hatinya tetap tenang dan tentram di kala suatu keuntungan luput

darinya, sama seperti di kala ia memperolehnya.” Tanda kedua ini berkaitan erat dengan

jaminan Allah tentang rezeki sebagaimana termaktub dalam surah Al-An’am, ayat 151:

إیاھم نحن نرزقكم و

“Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan kepada mereka.”

Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tidak menujukkan

kekhawatiran dan ketakutannya berkaitan dengan rezeki bagi dirinya maupun bagi orang-orang

yang menjadi tanggungannya. Hal ini disebabkan mereka meyakini kebenaran surah Al-

An’am, ayat 151 di atas. Allahlah yang memberi rezeki kepada setiap makhluk yang

diciptakannya. Oleh karena itu, orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tetap

merasa tenang ketika kesulitan ekonomi sedang melanda baik dalam sekala terbatas mapun

luas sebagaimana ketika ekonomi sedang dalam puncak kesuksesan. Seorang karyawan

perusahaan yang terkena PHK karena sesuatu hal sedangkan ia benar-benar bertawakal kepada

Allah tentu bersikap tenang karena meyakini “Bos Besar” tidak pernah mem-PHK siapapun.

Page 107: KEGIATAN BELAJAR 1 - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-AKIDAH.pdf4. Memahami konsepsi tentang al-Malik. 5. Memahami konsepsi al-Asma

Dialah – dan bukan bos kecil - yang memberinya rezeki lewat pintu mana saja yang Dia

kehendaki.

والثالثة أن ال یضطرب قلبھ في مظان الخوف علما منھ أن ما أخطأه لم یكن لیصیبھ وما أصابھ

ن لیخطئھلم یك

“Ketiga, tidak pernah hatinya terguncang pada saat diperkirakan akan datangnya suatu

bahaya disebabkan ia yakin sepenuhnya bahwa tak satu pun ditetapkan ia terhindari darinya,

akan tetap menimpanya; dan tak satu pun ditetapkan akan menimpanya, akan terhindar dari

dirinya.”

Tanda ketiga ini berkaitan dengan keyakinan akan ketetapan Allah. Orang-orang yang

benar-benar bertawakal kepada Allah tentu bersikap tenang menghadapi segala keadaan yang

mungkin terjadi disebabkan keridhaannya atas apa yang telah ditetapkan-Nya. Ancaman

bahaya sebesar apapun tidak akan mengguncangkan jiwa mereka. Mereka meyakini apa yang

akan terjadi kepada mereka hanyalah apa yang telah ditetapkan-Nya. Singkatnya, orang-orang

yang benar-benar bertawakal kepada Allah akan terlihat tanda-tandanya dari tiga hal. Pertama,

mereka mandiri dan berani dalam mengatakan kebenaran tanpa rasa takut akan hukuman dari

orang-orang berkuasa dan berpengaruh. Kedua, mereka tidak merisaukan soal rejeki karena

meyakini Allah telah menjamin rezeki bagi semua yang diciptakan-Nya. Ketiga, mereka

bersikap tenang terhadap musibah yang akan menimpa atau tidak akan menimpa mereka karena

mengimani takdir dan iradat Allah.