Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung...

95
Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung (Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Nurdin NIM : 1613048000085 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI DOUBLE DEGREE ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438 H / 2016 M

Transcript of Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung...

Page 1: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung

(Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Nurdin

NIM : 1613048000085

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI DOUBLE DEGREE ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H / 2016 M

Page 2: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung

(Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Nurdin

NIM : 1613048000085

Dosen Pembimbing

Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH

NIP. 196911211994031001

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI DOUBLE DEGREE ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H / 2016 M

Page 3: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan
Page 4: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 5: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

ABSTRAK

Nurdin, NIM 1613048000085“ Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan

Hakim Agung (Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015) ” Program

Studi Double Degree (Ilmu Hukum) Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui Pertimbangan Hakim Pada Komisi Yudisial Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 dan Analisis Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XII/2015 yang menyatakan bahwa frasa bersama dan Komisi

Yudisial dalam Pasal 14A ayat (2) dan (3) UU No. 49 Tahun 2009, Pasal 13A ayat (2) dan (3)

UU No. 50 Tahun 2009, dan Pasal 14A ayat (2) dan (3) UU No. 51 Tahun 2009 adalah

bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 18D ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945,

sehingga proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri hanya dilakukan oleh Mahkamah

Agung. Penelitian ini bersifat normatif, yaitu penelitian hukum yang meneliti kaidah atau aturan

hukum sebagai suatu peristiwa hukum, yang di dalam penelitian ini hanya berhenti pada lingkup

konsepsi hukum, asas hukum dan kaidah peraturan saja Pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan Analisis data hasil penelitian dilakukan secara

deskriptif kualitatif, yaitu mengumpulkan semua bahan baik bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder. Adapun Penelitian Studi ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan. Teknik

analisis data menggunakan deskriptif analitis yang berusaha menggambarkan masalah hukum,

sistem hukum dan mengkajinya secara sistematis.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan guna menjawab rumusan

masalah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, Adapun faktor faktornya dirumuskan dalam Pasal 24A

ayat 1, Pasal 24 B ayat 1, dan Pasal 28D Ayat 1. Mahkamah Agung menjadi satu-satunya

lembaga yang berwenang melaksanakan proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan tingkat

pertama dan Komisi Yudisial sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk ikut dalam proses

seleksi pengangkatan hakim pengadilan tingkat pertama. Proses seleksi pengangkatan hakim

pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan dengan mendudukkan hakim sebagai pejabat

negara pelaku kekuasaan kehakiman, tidak sebagai PNS karena putusan ini telah memberikan

nilai khusus pada status hakim sebagai pejabat negara.

Keyword : Pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-

XIII/2015 dan Kewenangan Komisi Yudisial Pasca Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor

43/PUU-XIII/2015

Dosen Pembimbing : Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH

Daftar Pustaka : 1983 sd Tahun 2016

Page 6: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi allah SWT yang menciptakan makhluk yang berisi,

relevan, karena kudrat iradatnya atas rahmat dengan petunjuk dan bimbingan-

Nyalah penulis telah melewati masa masa sulit dengan penuh perjuangan tetesan

keringat, basuhan air mata, serta beribu-ribu do’a. akhirnya dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan

Hakim Agung (Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-

XIII/2015)”. Shalawat dan salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda

tercinta nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang merubah peradaban dunia

yang berazaskan moral.

Rasa syukur saya persembahkan kepada Allah SWT atas nikmat yang tak

terhitung jumlahnya yang telah dianugerahkan kepada penulis. Salah satunya

nikmat Iman dan Islam, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari, sebagai hamba yang lemah dan penuh salah, bahwa

tugas ini selesai bukan semata-mata dari buah tangan sendiri, akan tetapi

tugas ini selesai karena adanya dorongan, motivasi, bimbingan, do’a dan

bantuan yang senantiasa mengalir dari para hamba Allah SWT baik secara

langsung atau tidak langsung, serta memberikan dukungan baik secara moril

maupun materiil. Mereka yang dengan tulus hati meluangkan waktunya dan

memberikan inspirasinya, pastinya tugas ini akan lebih berat tanpa adanya

mereka. Melalui kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis

persembahkan untaian kata terima kasih kepada yang terhormat.

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA Selaku Rektor Kampus UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Dr. H. Asep Saepuddin Jahar, MA Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Beserta Para Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

3. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH Selaku Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. dan Juga

Selaku Dosen Pembimbing yang telah tulus ikhlas membantu, membimbing

dengan penuh kesabaran, sehingga penyelesaian skripsi ini berjalan baik. Drs.

Abu Thamrin, SH, M.Hum Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. H. Yayan Sopyan, SH, MA, MH Selaku Dosen Penguji Skripsi 1 (Satu)

dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si Selaku Dosen Penguji Skripsi 2 (Dua), Aku

ucapkan terimakasih banyak atas arahan, masukan dan koreksi skripsinya yang

bersifat sangat membangun menuju arah perubahan yang lebih baik.

5. Kakak Mufida Selaku Pihak Pengurus Double Degree Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu senantiasa memberikan

semangat kepada saya untuk segera cepat menyelesaikan study ini

6. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya dosen jurusan

Peradilan Agama yang telah memberikan materi perkuliahan, saya mendapatkan

ilmu yang tidak ternilai ibarat berlian yaitu bernilai mahal, indah, berharaga serta

bimbingan akhlak, semua mata kuliah hingga selesai sampai skripsi ini.

7. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Serta Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan pelayanan referensi yang diperlukan.

8. Teman-Teman Prodi Double Degree Angkatan Ke 3 (Tiga) Tahun 2013 Aku

Ucapkan Kepada Indah Khoiril Bariyah, Zulisan Sidqi, Muhammad Awaludin,

Ahmad Saidi, Andi Asyraf Rahman, Muhammad Hira Hidayat, Bustomi, Badru

Tamam, Erwin Hikmatiar, Rusdi Rizki Lubis, Nurfachri, Jefri AR, Ade

Firmansyah, Muhammad Irpan,.Terimakasih atas semua yang telah kita lewati

bersama, kalian adalah Teman Teman terbaik yang aku punya.

Page 8: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

9. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yang tercinta, Bapak Kandungku

Ayahanda H. Supandi dan Ibu Kandungku Ibunda Mamah HJ. Eneng Nurhayati

yang tidak henti-hentinya mendoakan dan memberikan pengorbanan yang telah

memberikan segenap kesabaran, ketulusan dan keikhlasan serta cinta dan kasih

sayang, serta dukungan baik moril maupun materil yang tiada terhitung nilainya,

serta senantiasa mendoakan dan membimbing penulis. Serta Adik Kandungku

tercinta Feni Sulsiah yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada

penulis,dan untuk Adik Kandungku tersayang Fahrudin Terima kasih juga telah

memberikan Do’a dan support, semoga dari Allah SWT dapat balasan yang lebih

baik. Amiin

10. Narti Patner Hidupku yang selalu setia menemaniku berjuang baik dalam

keadaan susah, sedih, duka, senang, gembira, bahagia, wanita terindah ini selalu

ada untukku, selalu memberikan support yang luar biasa, seperti ibarat kata

pepatah mutiara, Hadapi segala tantangan Hidup untuk sebuah pembelajaran,

jadikan semangat yang kuat dan motivasi yang tinggi, tetap optimis. Insya Allah

dimana ada kesulitan pasti ada jalan kemudahan. Asalkan Tanamkan Niat

Keikhlasan dalam Hati Bahwa Allah SWT, dalam melaksanakan sholat lima

waktu sebagai amal ibadah dan perbuatan yang baik untuk bekal nanti di akhirat

menuju Syurga nya Allah SWT bersama dengan orang orang yang sabar dan

beriman, untuk berpuasa dan bersedekah, serta senantiasa sebagai insan yang

lemah ini selalu berusaha, berdo’a, berjuang, berikhtiar, serta hasilnya tawakal,

dan berserah diri semuanya pasrahkan kepada Allah SWT sang maha pencipta.

sang maha membolak balikan perasaan hati seorang manusia yang awalnya keras

menjadi lembut. Karena Allah SWT Sang maha kuasa atas segala kehendaknya.

KUN FAYAKUN

Dengan Segenap Ketulusan dan keikhlasan dari hati yang paling dalam

atas jasa dan bantuan semua pihak. Penulis panjatkan do’a semoga Allah SWT

memberikan balasan pahala yang berlipat ganda dan menjadikannya sebagai amal

ibadah yang tidak akan pernah berhenti mengalir pahalanya hingga akhir hayat.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis sendiri, dan umumnya bagi para pembaca, serta Allah SWT senantiasa

memberikan kemudahan bagi kita semua. Amiin

Jakarta, 21 Oktober 2016 M

20 Muharram 1438 H

Nurdin

Page 9: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…. ……………………………………… 1

B. Identifikasi Masalah……………………………………………. 8

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah………..………….. 9

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ……………………... 11

E. Study Review (Tinjauan Pustaka) Terdahulu……………………. 12

F. Metode Penelitian…..………...... ………………………………. 15

G. Sistematika Penulisan….………………………………………... 18

BAB II EKSITENSI KOMISI YUDISIAL DALAM SISTEM KETATA

NEGARAAN INDONESIA

A. Sejarah Lahirnya Komisi Yudisial………………………………. 20

B. Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Bantu (State Auxiliary

Organs)………………………………………………………………. 26

C. Teori Pemisahan Kekuasaan……………………………………… 31 33

Page 10: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KONSTITUSIONAL

KOMISI YUDISIAL

A. Mengusulkan Pengangkatan Aakim agung kepada Dewan

Perwakilan Rakyat……………………………………………….. 38

B. Menegakkan Keluhuran Martabat serta Menjaga Perilaku P

Hakim……………………..……………………………………… 50

C. Tugas dan Kewenangan Komisi Yudisial………………………. 57

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTUSI NOMOR

43/PUU-XIII/2015

A. Duduk Perkara………………………………………………........ 61

B. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi…………… 62

C. Analisis………………………………………………………….. 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………… 79

B. Saran……………………………………………………………. 82

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 83

Page 11: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri,

yang mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung

kepada DPR, juga mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Yakni

Hakim Agung dan Hakim pada badan peradilan disemua lingkungan peradilan

yang berada dibawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi

sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Menurut Philipus M. Hadjon dalam memaknai kedudukan suatu

lembaga negara dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pertama: kedudukan

diartikan sebagai suatu posisi lembaga negara dibandingkan dengan lembaga

negara lain. Kedua, kedudukan lembaga negara diartikan sebagai posisi yang

didasarkan pada fungsi utamanya.1

Hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung, Komisi

Yudisial merupakan organ negara yang wewenangnya diberikan langsung

oleh UUD 1945. Pengaturannya ditempatkan dalam Bab IX Kekuasaan

Kehakiman menunjukkan bahwa menurut UUD 1945 Komisi Yudisal

1 Philipus M. Hadjon, “Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara Menurut UUD

1945”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), h. 10

Page 12: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

2

berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, walaupun Komisi Yudisial tidak

memiliki kekuasaan kehakiman.

Pasal 24A ayat (3) berbunyi, “Calon Hakim Agung diusulkan

Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan

persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh

Presiden”. Selanjutnya, Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 menyebutkan

bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan

pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim.

Hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Konstitusi dalam

Perubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru di bidang kekuasaan

kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 24

ayat (2) UUD 1945. Keberadaan Mahkamah Konstitusi berfungsi untuk

menegakkan konstitusi dalam mewujudkan negara hukum Indonesia yang

demokratis. Sesuai ketentuan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, Mahkamah

Konstitusi mempunyai wewenang (a) Menguji undang-undang terhadap

UUD; (b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar; (c) Memutus

pembubaran partai politik; (d) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan

umum; dan (e) Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan Wakil Presiden

Page 13: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

3

telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan

pendapat bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan dimasukkannya Hakim Konstitusi dalam pengawasan

Komisi Yudisal menurut Undang-Undang Komisi Yudisial mengakibatkan

lumpuhnya kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam menghadapi kenyataan

timbulnya persengketaan kewenangan konstitusional antara Mahkamah

Agung dan Komisi Yudisial.2 Padahal Mahkamah Konstitusi merupakan

satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan oleh UUD 1945 untuk

memutuskan dengan putusan yang final dan mengikat dalam hal terjadinya

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

UUD 1945.

2 Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa dimasukkannya hakim konstitusi dalam

Undang- Undang Komisi Yudisial yang dibahas pada tahun 2004 mencerminkan motif di

kalangan Pembentuk undang-undang untuk menitipkan kepentingan untuk mengontrol kekuasaan

Mahkamah Konstitusi yang dianggap terlalu berkuasa, terutama setelah Mahkamah Konstitusi

mengabulkan beberapa pengujian undang-undang, seperti pengujian atas ketentuan Pasal

50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi, pengujian atas

Undang- Undang tentang Ketenagalistrikan yang dibatalkan seluruhnya, pengujian atas Undang-

Undang eks Perpu Pemberlakuan Undang-Undang tentang Anti Terorisme, ketentuan Undang-

Undang tentang Pemilu yang membatasi hak warga negara eks anggota PKI untuk ikut serta

dalam Pemilu, dan lainsebagainya. Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum tata Negara Indonesia

Pasca Amandemen, h. 578-579

Page 14: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

4

Hubungan Komisi Yudisial dengan Presiden diatur dalam UUD 1945

secara tegas menyatakan kedudukan Presiden adalah sebagai pemegang

kekuasaan pemerintahan negara (executive power).3 Meskipun demikian,

menurut Ismail Sunny Presiden Republik Indonesia tidak menjadi kepala

eksekutif dan pemimpin yang sebenarnya dari eksekutif seperti halnya di

Amerika Serikat.4 Ada dua alasan yang mendukung pendapat Ismail Sunny

tersebut, yaitu: pertama, dalam melaksanakan kekuasaan itu telah

ditentukan dalam undang-undang dasar. Dan kedua, dalam melaksanakan

tugasnya Presiden dibantu oleh para menteri dan para menteri inilah dalam

konteks politik melaksanakan tugas-tugas permerintahan.

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmailiy Ibrahim, ketentuan

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) tersebut memberi wewenang yang

luas dan tidak terperinci kepada Presiden namun tidak berarti presiden dapat

berbuat sekehendak hatinya karena dibatasi oleh UUD 1945.5

Dalam Undang-Undang Komisi Yudisial digunakan istilah wewenang

dan tugas, tidak dijabarkan tentang fungsi Komisi Yudisial. Ada pendapat

yang mengatakan bahwa wewenang (bevoegheid) mengandung pengertian

3 Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “Presiden Republik Indonesia memegang

kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar.” 4 Ismail Sunny, “Pergeseran Kekuasaan Eksekutif”, (Jakarta: Aksara Baru, 1986), h. 42

5 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, “Pengantar Hukum Tata Negara”, (Jakarta: Sinar

Bhakti, 1983), h. 198

Page 15: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

5

tugas (plichten) dan hak (rechten). Menurut Bagir Manan,6 wewenang

mengandung makna kekuasaan (macht) yang ada pada organ, sedangkan tugas

dan hak ada pada pejabat organ .Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2011 tentang Komisi Yudisial menyatakan “Komisi Yudisial mempunyai

wewenang” :

a. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di

Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan Persetujuan

b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga

perilaku Hakim.”

c. Menetapkan kode etik dan pedoman perilaku hakim bersama sama dengan

mahkamah agung

d. Menjaga dan menegakan pelaksanaan kode etik dan pedoman perilaku

hakim

Semua aparat penegak hukum berkewajiban mewujudkan cita hukum

secara utuh, yakni keadilan, kemanfaatan menurut tujuan, dan kepastian

hukum. Diantara para penegak hukum yang lainnya posisi Hakim adalah

istimewa. Hakim adalah konkretisasi hukum dan keadilan yang abstrak,

bahkan ada yang menggambarkan Hakim sebagai wakil Tuhan di bumi untuk

menegakkan hukum dan keadilan.

6 Bagir Manan, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah”, (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum

FH UII Yogyakarta, 2001), h. 69-70.

Page 16: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

6

Konflik antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial ternyata bukan

hanya kali ini dan hanya dalam masalah ini saja. Sejak akhir tahun 2005

sampai paling tidak pertengahan tahun 2006, khususnya masyarakat hukum,

menyaksikan adegan konflik antara Makamah Agung dan Komisi Yudisial.

Konflik yang oleh masyarakat disayangkan ini sebenarnya bermula dari

langkah-langkah Komisi Yudisial ketika hendak menejermahkan dan

melaksanakan amanat konstitusi atas pembentukannya yang kemudian

membentur Mahkamah Agung yang struktur dan karakternya sudah begitu

kuat dan berpola. Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang baru

kemudian mendapat sorotan baik yang bersifat positif maupun negatif.7

Terjadinya perseteruan antara kedua lembaga tersebut adalah

diajukannya permohonan atau gugatan judicial review atas UU No. 22

Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial oleh 31 Hakim Agung sebagai pribadi

pribadi. Mereka pada pokoknya meminta Mahkamah Agung membatalkan

sebagian isi Undang Undnag tersebut karena bertentangan dengan Undang

Undang Dasar Tahun 1945 yakni bagian yang menentukan bahwa Komisi

Yudisial berwenang mengawasi Hakim Agung. Para pemohon mendalilkan

bahwa Komisi Yudisial hanya berwenang mengawasi hakim dan pengertian

hakim di sana tidak mencakup Hakim Agung. Hal ini mengherankan karena

baik ditinjau dari latar belakang maupun dari sikap Mahkamah Agung sendiri

7 Mohammad Mahfud MD, “Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen

Konstitusi” (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.110

Page 17: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

7

sebelum lahirnya Undang Undang tersebut jelas-jelas disebutkan bahwa

Komisi Yudisial berwenang mengawasi Hakim termasuk Hakim Agung.8

Hubungan kedua institusi ini tidak seperti yang diharapkan, yakni bekerja

sama sebagai mitra (partnership).

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 juga

merupakan bentuk konflik antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,

putusan ini banyak menimbulkan perdebatan, lenyapnya kewenangan

Komisi Yudisial dalam seleksi hakim menimbulkan banyak opini tentang

pelemahan lembaga tersebut, karena bukan hanya kali ini saja kewenangan

Komisi Yudisial dikurangi dalam menjalankan tugasnya, tugas Komis

Yudisial yang menyangkut pengawasan terhadap perilaku hakim menjadi

terpangkas dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

005/PUU-IV/2006. Namun di sisi lain, banyak juga opini yang menyatakan

mendukung putusan ini karena berkaitan dengan kemandirian badan peradilan

yang tercipta pada awal reformasi yang dicampuri oleh suatu lembaga baru

yaitu Komisi Yudisial.

8 Mohammad Mahfud MD, “Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi”

h.111

Page 18: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

8

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba

membahas masalah ini dalam skripsi dengan judul “ Kedudukan Komisi

Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung” (Analisa Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang itulah penulis mengidintifikasi masalah yang ada

dalam Komisi Yudisial, dianataranya sebagai berikut :

1. Bagaimana Hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung ?

2. Bagaimana Hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Konstitusi ?

3. Bagaimana Hubungan Komisi Yudisial dengan Presiden ?

4. Apa Wewenang dan Tugas Komisi Yudisial ?

5. Apa yang menyebabkan terjadi konflik antara Mahkamah Agung dengan

Komisi Yudisial dengan terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

43/PUU-XIII/2015 ?

6. Apa yang menjadi Pertimbangan Hukum Pada Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 dalam judicial review Undang

Undang yang diuji oleh Mahkamah Agung terkait dengan IKAHI ?

7. Faktor Apa yang memengaruhi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 43/PUU-XIII/2015 dalam seleksi pengangkatan hakim ?

Page 19: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan dari identifikasi masalah tersebut, maka penulis merasa

sangat perlu untuk membatasi agar pokok permasalahan dalam kajian

penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan

dalam penelitian skripsi ini, maka dalam penelitian ini penulis memfokuskan

dan membatasi masalah hanya dalam ruang lingkup pembahasan skripsi ini

hanya berkisar pada Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim

Agung (Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015)

2. Rumusan Masalah

Komisi Yudisial bersama-sama dengan Mahkamah Agung dalam

melakukan proses seleksi pengangkatan hakim merupakan kewenangan

yang diberikan oleh pembuat Undang-Undang (lembaga legislatif) melalui

tiga undang-undang terkait dengan kekuasaan kehakiman. Di dalam

hukum konstitusi kita pembentuk Undang-Undang boleh menentukan isi

undang-undang yang dianggap penting dan baik apapun isinya, sepanjang

tidak melanggar dan bertentangan dengan UUD 1945.

Kewenangan dalam proses seleksi pengangkatan Hakim Agung

berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 2004 Amanden Perubahan

Kedua Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial,

Page 20: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

10

Undang Undang 48 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang Undang Nomor

49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum/Peradilan Negeri, Undang

Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, dan Undang

Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

merupakan sebagai bentuk upaya peningkatan kapasitas dan

kesejahteraan Hakim dengan melakukan perbaikan pada integritas Hakim

dan segenap komponen peradilan yang mendukung sistem kerja Hakim,

dalam taraf tertentu diyakini akan mampu menghasilkan sebuah kultur

penegakan hukum yang bersih, jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai

keadilan, tegas dan bewibawa melalui proses seleksi pengangkatan Hakim

yang dilakukan oleh Mahkamah Agung bersama-sama dengan Komisi

Yudisial.

Proses seleksi pengangkatan Hakim yang dilakukan oleh Komisi

Yudisial bersama-sama dengan Mahkamah Agung pada pengadilan negeri,

pengadilan agama dan pengadilan tata usaha negara sesungguhnya

menciptakan kepastian hukum. Melihat bahwa proses seleksi pengangkatan

Hakim Agung tidak diatur dalam UUD 1945 dan rekrutmen hakim yang

dilakukan Komisi Yudisial bersama-sama Mahkamah Agung merupakan

sebagai salah satu tujuan pembentukan sistem rekrutmen Hakim yang ideal,

dimana proses seleksi pengangkatan Hakim akan lebih transparan dan

memberikan ruang pada masyarakat untuk ikut serta mengikuti proses

Page 21: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

11

seleksi pengangkatan Hakim, serta menimalisir terjadi kecurangan

kucarangan yang mungkin terjadi pada proses seleksi pengangkatan

hakim.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis merumuskan beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi Pertimbangan Hukum Pada Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 dalam judicial review Undang

Undang yang diuji oleh Mahkamah Agung terkait dengan IKAHI?

2. Faktor Apa yang memengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

43/PUU-XIII/2015 dalam seleksi pengangkatan hakim?

D. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penilitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian skripsi

ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami substansi Komisi Yudisial dalam

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015

2. Untuk mengetahui faktor faktor yang memengaruhi Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 dalam seleksi pengangkatan hakim

Adapun manfaat penilitian skripsi ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis :

Page 22: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

12

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan Wawasan serta memberikan suatu pemahaman dan

konstribusi dalam menanggapi masalah hukum, khususnya tentang

Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung

(Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015)

2. Manfaat Praktis

Adapun hasil penilitian skripsi diharapkan dapat memberi

masukan dan sumbangan pemikiran yang bersifat konseptual yang

berkaitan dengan Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan

Hakim Agung (Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

43/PUU-XIII/2015)

E. Study Review (Tinjauan Pustaka) Terdahulu

Guna mengetahui sejauh mana masalah komisi yudisial yang pernah di

bahas dalam berbagai literatur, buku, artikel.baik yang disusun oleh

perseorangan, maka penulis melakukan pengamatan terhadap penelitian

sebelumnya.

Page 23: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

13

NO Identitas Subtansi Pembeda

1.

Masripatunnisa “

Efektifitas Fungsi

Pengawasan Komisi

Yudisial Dalam

Mengawasi Hakim

Dan Pengaruhnya

Terhadap

Kekuasaaan

Kehakiman (UIN

Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014)

Skripsi Ini

menjelaskan

mengenai efektifitas

fungsi pengawasan

Komisi Yudisial

secara umum serta

pengaruhnya

terhadap sistem

kekuasaan

kehakiman di

indonesia

Disini penulis

membahas Komisi

Yudisial dalam

kekuasaan

kehakiman bahwa

ada pelanggaran

kode etik, dan tidak

mendapatkan

tanggapan dari

mahkamah agung.

Merumuskan kode

etik bersama perilaku

hakim bersama

Mahkamah Agung,

Menganalisis putusan

yang sudah

berkekuatan hukum

tetap sebagai dasar

melakukan mutasi

hakim,

melakukan

pemantauan dan

pengawasan terhadap

perilaku Hakim,

menerima laporan

dari masyarakat

berkaitan dengan

pelanggaran Kode

Etik dan pedoman

perilaku Hakim.

Page 24: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

14

melakukan

pemeriksaan bersama

Mahkamah Agung

atas dugaan

pelanggaran kode etik

hakim, apabila

ada perbedaan hasil

pemeriksaan dengan

Mahkamah Agung.

melakukan verifikasi,

klarifikasi, dan

investigasi terhadap

laporan dugaan

pelanggaran Kode

Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim secara

tertutup.

2 Amir Syamsuddin,

Integritas Penegak

Hukum (Hakim, Jaksa,

dan Pengacara) tentang

Mahkamah Agung

Versus Komisi

Yudisial, Kompas,

Jakarta, Juni 2008

Hasil penelitian

berupa buku ini

membahas tentang

Mahkamah Agung

versus Komisi

Yudisial dalam hal

kewenangan

menjalankan fungsi

pengawasan

secara yuridis maupun

akses publik dan

informasi

Adakah kerjasama

antara Mahkamah

Agung dan Komisi

Yudisial baik secara

internal maupun

eksternal, pelaksanaan

fungsi pengawasan

dan efektrifitasnya

dalam mengawasi

hakim perngaruhnya

terhadap kekuasaan

kehakiman

Page 25: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

15

Berdasarkan Telaah Pustaka dan penulusuran data yang telah

penyusun lakukan, banyak sekali yang telah membahas tentang komisi

yudisial, tetapi dari beberapa karya ilmiah maupun lainnya, belum ada yang

mengangkat topik penelitian yang penyusun angkat. Maka peneliti merasa

penting dan perlu untuk mengangkat topik “Kedudukan Komisi Yudisial

Dalam Pengangkatan Hakim Agung (Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 43/PUU-XIII/2015) ” .

F. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini digunakan metode

penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan.

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan skripsi ini, adalah:

1.1 Penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk

mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum

positif.9

1.2 Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang

dilakukan dengan mengkaji, menganalisa serta merumuskan buku-

buku, literatur, dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul

skripsi ini.

9 Johny Ibrahim, “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”, (Malang: Bayumedia

Pubblishing, 2008), h. 294

Page 26: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

16

Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini antara lain :

1.3 Pendekatan perundang undangan yang didalamnya terdapat pasal

pasal yang berkaitan (statute approach) ialah pendekatan dengan

melakukan pengkajian terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan

perundang undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian

skripsi ini khususnya berkenaan dengan Komisi Yudisial.10

1.4 Pendekatan terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal ialah untuk

mengungkapkan kenyataan, sejauh mana perundang-undangan tertentu

serasi secara vertikal, atau mempunyai keserasian secara horizontal

apabila menyangkut perundang-undangan sederajat mengenai bidang yang

sama.11

2. Sumber Bahan Hukum

Dalam penyusunan skripsi ini Penulis menggunakan dua jenis sumber data,

yaitu :

2.1 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan hierarki perundang-

undangan dengan Undang Undang Kewenangan dalam proses seleksi

pengangkatan hakim agung berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun

10

Johny Ibrahim, “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”, h. 295 11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif”,(Jakarta: Rajawali

Press, 1985),h. 85

Page 27: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

17

2004 Amanden Perubahan Kedua Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011

Tentang Komisi Yudisial, Undang Undang 48 Tentang Kekuasaan

Kehakiman Undang Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan

Negeri, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan

Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah

berupa bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari UUD RI 1945,

peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksana yang

dianggap menunjang terhadap penulisan skripsi ini.

Dikatakan demikian karena yang menjadi dasar dalam penulisan

skripsi ini yaitu dalam melakukan proses rekruitmen terhadap Hakim

Agung hendaknya Komisi Yudisial melaksanakannya dengan prinsip

transparansi, partisipatif, objektif, dan bertanggung jawab. Dengan

demikian maka Komisi Yudisial dapat melakukan pengawasan terhadap

para Hakim-Hakim agar tidak melakukan penyimpangan.

2.2 Bahan hukum sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan

kepustakaan.12

Adapun bahan yang diteliti adalah berupa bahan

hukum yang mengikat yang terdiri dari UUD RI 1945, peraturan

perundang-undangan maupun peraturan pelaksana yang dianggap

menunjang terhadap penulisan skripsi ini. Bahan hukum yang terdiri

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992), h. 51

Page 28: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

18

atas buku-buku (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang

berpengaruh (de hersendee leer), jurnal-jurnal hukum, dan hasil-hasil

simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi

ini. Bahan hukum sekunder tersebut terdiri dari buku-buku hukum,

media cetak, artikel-artikel baik dari internet maupun berupa data

digital.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi

dalam bentuk bab dan sub bab yang secara logis saling berhubungan dan

merupakan suatu masalah yang diteliti, adapun sistem penulisan skripsi ini

sebagai berikut :

Pertama dalam bab ini penulis membahas dasar-dasar pemikiran

penulis dan gambaran umum tentang tujuan tulisan ilmiah serta berisi hal-hal

yang menyangkut teknis pelaksanaan penyelesaian skripsi yang dimulai

dengan mengemukakan Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat

Penelitian, Study Review (Tinjauan Pustaka) Terdahulu, Metode Penelitian,

dan Sistematika Penulisan.

Page 29: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

19

Kedua dalam bab ini penulis akan membahas eksistensi Komisi

Yudisal yang berkaitan dengan Sejarah Komisi Yudisial dan Komisi Yudisial

sebagai Lembaga Negara Bantu (State Auxiliary Organs), Teori Pemisahan

Kekuasaan.

Ketiga dalam bab ini penulis berusaha menguraikan tentang

Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung Kepada Dewan Perwakilan

Rakyat, Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat dan Menjaga

Perilaku Hakim, Serta Tugas dan Kewenangan Komisi Yudisial.

Keempat dalam bab ini memuat analisis yang bertujuan untuk

menjelaskan Apa yang menjadi Pertimbangan Hukum Pada Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 dalam judicial review

Undang Undang Nomor 18 tahun 2011 terkait dengan seleksi pengangkatan

Hakim Agung, Faktor Apa yang memengaruhi terhadap putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015

Kelima dalam bab ini merupakan penutup kajian ini, dalam bab

ini penulis akan menyimpulkan berkaitan dengan pembahasan yang penulis

lakukan sekaligus menjawab rumusan masalah yang penulis gunakan dalam

bab. Uraian terakhir adalah saran yang dapat dilakukan untuk kegiatan lebih

lanjut berkaitan dengan apa yang telah penulis kaji.

Page 30: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

20

BAB II

EKSISTENSI KOMISI YUDISIAL DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Sejarah Lahirnya Komisi Yudisial

Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahan ketiga yang disahkan pada

tanggal 10 November 2001 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.1 Sejalan

dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya

jaminan penyelenggaraa kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari campur tangan

kekuasaan lain untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan ketertiban,

keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman

kepada masyarakat.2

Perubahan Undang Undang Dasar 1945 yang menyangkut kelembagaan

kekuasaan kehakiman sebagaimana di atas, telah mengintroduksi suatu lembaga baru

yang kewenangannya berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu

Komisi Yudisial. Kehadiran Komisi Yudisial sebagai lembaga negara baru dalam sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan pada kesepakatan bahwa perlu ada suatu

lembaga khusus untuk menjalankan fungsi fungsi tertentu yang berhubungan dengan

kekuasaan kehakiman.3 Keberadaan Komisi Yudisial sebagai lembaga negara dijamin

kemandiriannya dalam UUD 1945 yaitu dalam hal mengusulkan pengangkatan hakim

1 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan III, Bab I Tentang Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 ayat (3)

2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab I Ketentuan Umum, Pasal

1 menyebutkan: “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum

Republik Indonesia.” 3 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Tentang

Komisi Yudisal, 2003, h. 12

Page 31: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

21

agung sekaligus berwenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat serta perilaku hakim.4

Berdasarkan perubahan tersebut, ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman

dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan lain yang berada

di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan Peradilan Agama,

lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi.5

Kekuasaan kehakiman bukanlah suatu lembaga yang dapat menuntaskan segala

persoalan yang menyangkut kekuasaan kehakiman. Beberapa aspek seperti

pengangkatan, promosi, mutasi, pemberhentian, dan tindakan atau hukuman terhadap

hakim merupakan persoalan di dalam kekuasaan kehakiman yang apabila tidak terkelola

dengan baik akan berpengaruh besar terhadap kinerja kekuasaan kehakiman secara

keseluruhan.6 Persoalan menjadi semakin rumit ketika menyangkut perekrutan Hakim

Agung. Hal ini dikarenakan Hakim Agung adalah jabatan yang sangat strategis

sehingga selalu mengundang intervensi pemegang kekuasaan politik (DPR dan

Presiden) dalam rangka menempatkan orang orangnya untuk dapat memperjuangkan

kepentingan kepentingannya di kemudian hari.

4 Di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Paragraf 6

menyebutkan “Komisi Yudisal bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.” 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab I Ketentuan Umum.

Pasal 2 menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

dalam undang-undang ini adalah dilakukan oleh sebuah Mahkama Agung dan badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer,

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. 6 Ahsin Thohari, “Komisi Yudisal & Reformasi Peradilan”, (Jakarta: Elsam, 2004), h.157

Page 32: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

22

Sebenarnya gagasan tentang perlunya suatu lembaga khusus untuk menjalankan

fungsi fungsi tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman bukanlah hal

yang baru. Dalam pembahasan Rancangan Undang- Undang tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pada tahun 1968, sempat diusulkan

pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim

(MPPH). Majelis ini berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil

keputusan terakhir mengenai saran-saran yang berkaitan dengan pengangkatan, promosi,

mutasi, pemberhentian, dan tindakan atau hukuman jabatan hakim, yang diajukan

baik oleh Mahkamah Agung maupun Departemen Kehakiman. Namun dalam

perjalanannya, ide tersebut tidak berhasil dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Sejalan dengan hal tersebut, A. Ahsin Thohari menyimpulkan bahwa alasan

alasan utama yang menyebabkan munculnya gagasan pembentukan Komisi Yudisial,

antara lain:

1. Lemahnya monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman karena

monitoring hanya dilakukan secara internal saja

2. Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antar kekuasaan Pemerintah dalam

hal ini Departemen Kehakiman dan kekuasaan kehakiman.

3. Kekuasaan kehakiman dianggap tindak mempunyai efisiensi dan efektifitas yang

memadai dalam menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalan

persoalan teknis menghukum

4. Rendahnya kualitas dan tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan karena

tidak diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar- benar independen

Page 33: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

23

5. Pola rekruitmen hakim terlalu bias dengan masalah politik karena lembaga yang

mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga lembaga politik.7

Praktik peradilan yang akrab dengan mafia peradilan (judicial corruption)

merupakan alasan lain lahirnya komisi ini. Wajah kusut pengadilan dinegeri kita

merupakan sejarah gelap yang telah berlangsung lama dan tidak boleh terulang

kembali untuk masa kini dan masa yang akan datang. Kepercayaan publik yang

hilang (publicdistrust) terhadap lembaga pengadilan akibat tingginya praktik mafia

peradilan dapat ditumbuhkan lagi dengan hadirnya lembaga pengawasan yang

dapat menegakkan kehormatan dan perilaku hakim.8

Penegakan hukum di Indonesia dalam pelaksanaan mekanisme kontrolpun dirasa

masih lemah. Ada faktor faktor lain sebagai konsistensi kepatuhan terhadap hukum,

yaitu sikap para penyelenggara negara, penegak hukum, dan rakyat itu sendiri.

Ditengah situasi semacam itu pula muncul manusia yang seolah olah kebal hukum.

Padahal secara normatif, semua warga negara tanpa kecuali sama kedudukannya

di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjungnya. Semangat

ketaatan terhadap hukum itu tidak mungkin dapat ditumbuhkan tanpa dilandasi

iman keagamaan dan kepatuhan terhadap norma norma moral yang hidup dalam

masyarakat. Iman dan moral mendorong manusia untuk patuh terhadap hukum.9

7 Ahsin Thohari, “Komisi Yudisal & Reformasi Peradilan”, (Jakarta: Elsam, 2004), h. 217-218

8 Busyro Muqoddas, Arah Kebijakan Komisi Yudisial dalam Mengawal Penegakan Hukum di

Indonesia, (Makalah) disampaikan dalam seminar Nasional di Pusat Penelitian Agama dan Perubahan Sosial

Budaya Lemlit UIN SUKA Yogyakarta, 29 Juli 2006 9 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia (Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi

Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) h. 56

Page 34: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

24

Pentingnya akuntabilitas dalam sistem kekuasaan kehakiman juga mendorong

lahirnya Komisi Yudisial ini. Kehadiran Komisi Yudisial dalam sistem kekuasaan

kehakiman karenanya bukanlah sekedar “asesoris” demokrasi atau sekedar “kegenitan”

proses pembaruan penegakan hukum. Komisi Yudisial lahir sebagai konsekuensi politik

dari adanya amandemen konstitusi yang ditujukan untuk membangun sistem checks

and balances di dalam sistem dan struktur kekuasaan kehakiman, termasuk

didalamnya pada sub sistem kekuasaan kehakiman.10

Kelahiran Komisi Yudisial juga didorong antara lain karena tidak efektifnya

pengawasan internal (fungsional) yang ada di badan-badan peradilan. Tidak efektifnya

pengawasan internal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) kualitas

dan integritas pengawas yang tidak memadai, (2) proses pemeriksaan disiplin yang tidak

transparan, (3) belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk

menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya (ketiadaan akses), (4)

semangat membela sesama korps (esprit de corps) yang mengakibatkan penjatuhan

hukuman tidak seimbang dengan perbuatan. Setiap upaya untuk memperbaiki suatu

kondisi yang buruk pasti akan mendapat reaksi dari pihak yang selama ini mendapatkan

keuntungan dari kondisi yang buruk itu, dan (5) tidak terdapat kehendak yang kuat dari

pimpinan lembaga penegak hukum untuk menindak lanjuti hasil pengawasan.11

Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya itu kekuasaan kehakiman yang

merdeka dan bersifat imparsial (independent and impartial judiciary) diharapkan

dapat diwujudkan sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan kehakiman,

10

Bambang Widjoyanto, “Komisi Yudisial: Checks and Balances Dan Urgensi Kewenangan

Pengawasan”, artikel dalam Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial, 2006, h. 111 11

Mas Achmad Santosa, artikel: Menjelang Pembentukan Komisi Yudisial, dalam harian Kompas tanggal

2 Maret 2005, h.5

Page 35: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

25

baik dari segi hukum maupun dari segi etika. Untuk itu, diperlukan institusi

pengawasan yang independen terhadap para hakim itu sendiri yaitu Komisi Yudisial

yang berkaitan dengan fungsi pengawasan eksternal terhadap kekuasaan kehakiman.

Selain itu, Menurut Jimly Asshiddiqie12

maksud dibentuknya Komisi

Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga di luar

Struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam poses pengangkatan,

penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua itu dimaksudkan

untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim

dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.

Dengan demikian, independensi kekuasaan kehakiman atau peradilan itu memang

tidak boleh diartikan secara absolut. Salah satu rumusan penting konferensi

International Commission of Jurist menggaris bawahi bahwa; “Independence

does not mean that the judge is entitled to act in an arbitrary manner”. Oleh karena itu,

sejak awal munculnya gagasa mengubah UUD Tahun 1945 telah muncul kesadaran

bahwa sebagai pengimbang independensi dan untuk menjaga kewibawaan kekuasaan

kehakiman, perlu diadakan pengawasan eksternal yang efektif di bidang etika

kehakiman seperti beberapa negara, yaitu dengan dibentuknya Komisi Yudisial. 13

12

Jimly Asshiddiqie, “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi”, Cet. Kesatu

(1), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006) h. 57 13

Jimly Ashiddiqie, Bagir Manan, et. al, “Gagasan Amandemen UUD 1945 Pemilihan Presiden

Secara Langsung”, (Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006),

h. 24

Page 36: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

26

B. Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Bantu (State Auxiliary Organs)

Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Bantu di Indonesia yang dirumuskan Dalam

Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 ditentukan: “Calon hakim Agung diusulkan Komisi Yudisal

kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan dan selanjutnya ditetapkan

sebagai Hakim Agung oleh Presiden.” Pasal 24B UUD 1945 menentukan pula bahwa:

1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim

Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang

hukum, serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat.

4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

Ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 34 menentukan:

1. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan Hakim Agung dilakukan oleh

Komisi Yudisial yang diatur dengan Undang Undang.

2. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Hakim diatur

dalam Undang Undang.

3. Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim Agung

dan Hakim pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Undang

Undang.

Page 37: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

27

Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat dua tugas Komisi Yudisial yaitu, tugas pertama

berkenaan dengan rekruitmen Hakim Agung, dan tugas kedua berkenaan dengan

pembinaan hakim dalam upaya menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,

dan perilaku hakim.

Ketentuan Pasal 24B UUD 1945 menyatakan bahwa Komisi Yudisial “bersifat

mandiri”. Ketentuan ini kemudian dipertegas pada Pasal 2 Undang Undang Komisi

Yudisial yang menyatakan bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang

bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau

pengaruh kekuasaan lain.

Dari ketentuan tersebut, maka Komisi Yudisial merupakan lembaga yang mandiri

(independence). Secara etimologis istilah “mandiri” berarti keadaan dapat berdiri sendiri;

tidak bergantung kepada orang lain. Menurut Jimly Asshiddiqie, ada tiga pengertian

independensi, yaitu: 14

1. Structural Independence yaitu independensi kelembagaan dimana struktur suatu

organisasi yang dapat digambarkan dalam bagan yang sama sekali terpisah dari

organisasi lain.

2. Functional Independence yaitu dilihat dari segi jaminan pelaksanaan fungsi dan tidak

ditekankan dari struktur kelembagaannya.

3. Financial Independece yaitu dilihat dari kemandiriannya menentukan sendiri anggaran

yang dapat dijamin kemandiriannya dalam menjalankan fungsi.

14

Jimly Asshiddiqie, “Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi”, Cet, Kesatu

(1) , (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2007), h, 79

Page 38: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

28

Secara struktural, dapat dikatakan bahwa kedudukan Komisi Yudisial

sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara

fungsional, peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap kekuasaan kehakiman.

Meskipun secara fungsional terkait dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak

menjalankan fungsi kehakiman. Komisi Yudisal bukanlah lembaga penegak norma

hukum (code of law), melainkan lembaga penegak norma etik (code of ethics). Komisi

Yudisial hanya berkaitan dengan persoalan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku

hakim, bukan dengan lembaga peradilan atau lembaga kekuasaan kehakiman secara

institusional. Keberadaannyapun sebenarnya berasal dari lingkungan internal hakim

sendiri, yaitu dari konsepsi mengenai majelis kehormatan hakim yang terdapat di

dalam dunia profesi kehakiman dan lingkungan Mahkamah Agung, artinya sebelumnya

fungsi ethical auditor ini bersifat internal. Namun untuk lebih menjamin efektifitas

kerjanya dalam rangka mengawasi perilaku hakim, maka fungsinya ditarik ke luar

menjadi eksternal auditor yang kedudukannya dibuat sederajat dengan para hakim yang

berada di lembaga yang sederajat dengan pengawasnya.

Menimbang pula bahwa Komisi Yudisial merupakan organ yang pengaturannya

ditempatkan dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman, dengan mana terlihat bahwa

Mahkamah Agung diatur dalam Pasal 24A, Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24A ayat

(3) dan Pasal 24B, dan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24C. Pengaturan yang

demikian sekaligus menunjukkan bahwa menurut UUD 1945 Komisi Yudisial berada

dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman, meskipun bukan pelaku kekuasaan

kehakiman. Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 berbunyi, “Calon Hakim Agung diusulkan

Page 39: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

29

Komisi Yudisal kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan

dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden.

Bahwa Masyarakat yang semakin berkembang ternyata menghendaki negara

memiliki struktur organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka. Demi

Terwujudnya efektivitas dan efisiensi baik dalam pelaksanaan pelayanan publik maupun

dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan juga menjadi harapan

masyarakat yang ditumpukan kepada negara.

Perkembangan tersebut memberikan pengaruh terhadap struktur organisasi negara,

termasuk bentuk serta fungsi lembaga lembaga negara. Sebagai jawaban atas tuntutan

perkembangan tersebut, berdirilah lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa

dewan (council), komisi (commission), komite (committee), badan (board), atau otorita

(authority). 15

Lahirnya lembaga lembaga negara baru tersebut, dalam pelaksanaan

fungsinya tidak secara jelas termasuk ke dalam salah satu dari tiga organ negara menurut

trias politica.

Dalam perkembangannya sebagian besar lembaga yang dibentuk tersebut adalah

lembaga-lembaga yang mempunyai fungsi pembantu bukan yang berfungsi utama.

Lembaga Negara baru tersebut disebut dengan state auxiliary organ, yang dalam

bahasa Indonesia diartikan sebagai lembaga negara bantu dan merupakan lembaga

negara yang bersifat penunjang. Istilah “lembaga negara bantu” merupakan istilah

yang paling umum digunakan, meskipun ada pula yang berpendapat bahwa istilah lain

15

Jimly Asshiddiqie, “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi”, Cet. Kesatu

(1), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006) h. 7-8

Page 40: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

30

seperti “lembaga negara penunjang”, “komisi negara independen” atau “lembaga negara

independen” lebih tepat untuk menyebut jenis lembaga tersebut.

Secara teoritis, lembaga negara bantu bermula dari kehendak negara untuk membuat

lembaga negara baru yang pengisian anggotanya diambil dari unsur non negara,

diberi otoritas negara, dan dibiayai oleh negara tanpa harus menjadi pegawai negara.

Gagasan lembaga negara bantu sebenarnya berawal dari keinginan negara yang

sebelumnya kuat ketika berhadapan dengan masyarakat, rela untuk memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk mengawasi. Jadi, meskipun negara masih tetap

kuat, ia diawasi oleh masyarakat sehingga tercipta akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas

horizontal. Munculnya lembaga negara bantu dimaksudkan pula untuk menjawab

tuntutan masyarakat atas terciptanya Prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap

penyelenggaraan pemerintahan melalui lembaga yang akuntabel, independen, serta dapat

dipercaya.

Menurut Ni’matul Huda Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar lembaga

Negara, mengatakan bahwa aspek kuantitas lembaga-lembaga tersebut tidak menjadi

masalah asalkan keberadaan dan pembentukannya mencerminkan prinsip-prinsip sebagai

berikut:.

1. Prinsip Konstitusionalisme, Konstitusionalisma adalah gagasan yang menghendaki

agar Kekuasaan para pemimpin dan badan-badan pemerintahan yang ada dapat

dibatasi. Pembatasan tersebut dapat diperkuat sehingga menjadi suatu mekanisme

yang tetap. Dengan demikian, pembentukan lembaga lembaga negara bantu ditujukan

untuk menegaskan dan memperkuat prinsip-prinsip konstitusionalisme agar hak hak

dasar warga negara semakin terjamin serta demokrasi dapat terjaga.

2. Prinsip checks and balances. Ketiadaan mekanisme checks and balances dalam

sistem bernegara merupakan salah satu penyebab banyaknya penyimpangan di masa

lalu. Supremasi MPR dan dominasi kekuatan eksekutif dalam praktik

pemerintahan pada masa prareformasi telah menghambat proses demokrasi secara

Page 41: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

31

sehat. Ketiadaan mekanisme saling kontrol antar cabang kekuasaan tersebut

mengakibatkan pemerintahan yang totaliter serta munculnya praktik penyalahgunaan

kekuasaan atau abuse of power. Prinsip checks and balances menjadi roh bagi

pembangunan dan pengembangan demokrasi.

3. Prinsip integrasi. Selain harus mempunyai fungsi dan kewenangan yang jelas, konsep

kelembagaan negara juga harus membentuk suatu kesatuan yang berproses dalam

melaksanakan fungsinya. Pembentukan suatu lembaga negara tidak dapat dilakukan

secara parsial, melainkan harus dikaitkan keberadaannya dengan lembaga lembaga

lain yang telah eksis. Proses pembentukan lembaga lembaga negara yang tidak

integral dapat mengakibatkan tumpang-tindihnya kewenangan antar lembaga yang

ada sehingga menimbulkan inefektivitas penyelenggaraan pemerintahan.16

C. Teori Pemisahan Kekuasaan

Teori Pemisahan Kekuasaan pertama kali dikemukakan oleh John

Locke (1960) yang kemudian dikembangkan oleh Baron de Montesquieu (1689-

1755) yang lebih dikenal dengan istilah trias politica. Teori ini dilandasi oleh

pemikiran untuk mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan secara absolut di

tangan satu orang. Sebab hal tersebut sangat berpeluang bagi timbulnya

penyalahgunaan kekuasaan (misuse power). Jika kekuasaan yudikatif diletakkan

pada penguasa, maka proses peradilan berpotensi besar untuk dijadikan alat untuk

mempertahankan kepentingan penguasa. Selanjutnya, jika kekuasaan yudikatif dan

kekuasaan legislatif diletakkan pada penguasa maka akan lahir penguasa tirani.17

Adapun Ajaran Motesquieu yang lebih dikenal dengan sebutan Trias Politica,

yang menghendaki pembagian kekuasaan negara dalam tiga bidang pokok yang

16

Ni’matul Huda, “Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi”, (Yogya

karta: UII Press, 2007), h. 202 17

Sumali, “Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu)”,

(Malang: UMM Press,2003), h. 9

Page 42: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

32

masing masing berdiri sendiri, lepas dari kekuasaan lainnya. Satu kekuasaan

mempunyai satu fungsi saja yaitu :18

1. Kekuasaan legislatif, menjalankan fungsi membentuk Undang Undang

2. Kekuasaan eksekutif, menjalankan Undang Undang Pemerintahan

3. Kekuasan yudikatif, menjalankan fungsi peradilan

Dengan adanya pemisahan kekuasaan ini maka tidak ada campur tangan

antara organ organ negara terhadap operasional kekuasaan masing masing. Dengan

sistem yang demikian di dalam ajaran Trias Politica terhadap suasana checks

and balance, di mana di dalam hubungan antara lembaga-lembaga negara itu

terdapat sikap saling mengawasi, saling menguji, sehingga tidak mungkin

masing-masing lembaga negara itu melampaui batas kekuasaan yang

ditentukan. Dengan demikian terdapat hubungan kekuasaan antara lembaga-

lembaga negara tersebut.19

Menurut C.S.T Kansil, bahwa negara dapat pula diartikan sebagai suatu

organisasi manusia atau kumpulan manusia-manusia yang berada di bawah

suatu pemerintahan yang sama. Pemerintah ini sebagai alat untuk bertindak

demi kepentingan rakyat untuk mencapai tujuan organisasi negara, antara lain

kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan dan lain-lain.

Untuk dapat bertindak dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan

tersebut, pemerintah mempunyai wewenang, wewenang mana dibagikan lagi

18

Kotan Y. Stefanus, “Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan, Dimensi Pendekatan Politik Hukum

Terhadap Kekuasaan Presiden Menurut UUD 1945”,(Yogyakarta: Atmajaya 1998), h. 29 19

Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1994), h.7

Page 43: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

33

kepada alat- alat kekuasaan negara, agar tiap sektor tujuan negara dapat bersamaan

dikerjakan. Berkenaan dengan pembagian wewenang ini, maka terdapatlah suatu

pembagian tugas negara kepada alat-alat kekuasaan itu.20

Adapun pengertian pembagian kekuasaan berbeda dari pengertian pemisahan

kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-

pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun fungsinya. Kenyataan

menunjukkan bahwa suatu pemisahan kekuasaan yang murni tidak dapat

dilaksanakan. Oleh karena itu maka pilihan Indonesia jatuh kepada istilah

pembagian kekuasaan, yang berati bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi

dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi

bahwa di antara bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerjasama.21

Sedangkan inti dari ajaran trias politica ialah adanya pemisahan kekuasan dalam

negara, sehingga dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan negara tidak

berada dalam kekuasaan satu tangan. Sementara kekuasaan cenderung bersalah

guna (power tends to corrup).Pemegang kekuasaan ada kecenderungan untuk

menyalahgunakan kekuasaan, dan dalam konteks ini diperlukan adanya

pembatasan kekuasaan.22

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

terkenal dengan naskah yang singkat, apabila dikaji dengan cermat, ternyata tidak

menganut sistem pemisahaan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari

20

C.S.T Kansil,“Hukum Tata Negara Republik Indonesia”(Jakarta: Bina Aksara,1986)

h. 88 21

Muhammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat

Studi Fakultas Hukum UI 1988) h.140 22

Sri Soemantri “Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia”, (Bandung: Alumni, 1992) , h. 46

Page 44: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

34

organisasi maupun sistem pemerintahan negara. Menurut UUD 1945, antara

kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak dipisahkan, ketentuan ini dapat dilihat

pada pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang menggariskan kerjasama antara

Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan Dewan Perwakilan

Rakyat dalam tugas perundang-undangan.23

Walapun dalam selanjutnya dalam

perubahan pertama UUD 1945, ketentuan pasal tersebut berubah menjadi ”Presiden

berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.

Dalam perkembangannya, tugas negara yang semakin banyak dan

kompleks mengakibatkan penerapan teori pemisahan kekuasan (separation of

power) sulit dipatuhi secara tajam. Pada zaman modern terjadi saling mengkombinasi

antara konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan konsep check

and balances. Konsep seperti ini umumnya disebut dengan istilah pembagian

kekuasaan (distribution of powers). Dalam hal ini, kekuasaan tidak dipisah (secara

tegas) tetapi hanya dibagi-bagi, sehingga memungkinkan timbulnya overlapping

kekuasaan.24

Tidak diragukan lagi bahwa teori trias politica sangat perlu diaplikasikan

dalam suatu sistem pemerintahan yang baik. Sejarah ketatanegaraan menunjukkan

penerapan teori ini (dengan berbagai variasi) dapat mengantarkan umat manusia ke

arah kehidupan yang lebih demokratis sehingga dapat menopang sendi sendi

kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan

23

Dahlan Thaib, “DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, h.8 24

Munir Fuady,“Teori Negara Hukum Modern (rechtstaat)”,(Bandung: Refika Aditama, 2009) h.105

Page 45: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

35

manusia. Bahkan, penerapan doktrin trias politica merupakan satu satunya pilihan

bagi setiap negara yang demokratis, maju dan modern.25

Posisi Komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan. Pada saat perumusan

pasal mengenai Komisi Yudisial dalam perubahan Undang Undang Dasar 1945,

muncul berbagai perdebatan konsepsi tentang posisi Komisi Yudisial dalam sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia. Diantaranya beberapa catatan yang berkembang

dalam perdebatan yaitu sebagai berikut :

a. Kekuasaan Kehakiman sebagai kekuasaan yang independen (merdeka) untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Jadi

independensi penyelenggaraan peradilan hanya dibatasi oleh hukum dan keadilan

itu sendiri.

b. Pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka itu adalah : Mahkamah Agung dan

Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga inilah sebagai representasi kekuasaan

yudikatif dalam kerangka konsep trias politica. Adapun lembaga-lembaga lain

yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan Undang

Undang antara lain Polisi sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, notaris,

advokat dan lain-lain (pasal 24 ayat (3)) UUD 1945).

c. Independesi kekuasaan kehakiman tidak dapat diganggu atau dipengaruhi oleh

kekuasaan lembaga negara lainnya dan dari pengaruh manapun (eksekutif dan

atau Legislatif). Independensi ini hanya dibatasi oleh hukum dan keadilan sendiri.

Penghormatan masyarakat terhadap lembaga yudikatif dan kewibawaanya sangat

25

Munir Fuady, “Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat)”, h., 108

Page 46: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

36

tergantung pada ketataatan dan konsistensinya dalam menegakkan hukum dan

keadilan.

d. Dengan dasar pandangan yang demikianlah pada draft perubahan UUD tahun

2000 yaitu padal draft Pasal 25A (Lihat TAP IX/MPR/2000) menghapus

kewenangan Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan kehormatan,

martabat dan perilaku hakim.

e. Pada perkembangan selanjutnya Komisi Yudisial diposisikan berada dalam

lingkungan kekuasaan kehakiman. Posisi seperti ini dimaksudkan agar kekuasaan

kehakiman itu tidak diganggu atau diintervensi oleh kekuasaan negara yang lain

sehingga prinsip-prinsip kebebasan peradilan (independency and impartiality)

dari lembaga peradilan. Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman

yang merdeka, akan tetapi sebagai supporting sistem dalam menegakkan

kekuasaan kehakiman yang merdeka agar kewibawaan dan kehormatan lembaga

peradilan tetap terjaga dan tidak kebablasan karena kebebasan dan

kemerdekaannya. Pengawasan oleh Komisi Yudisial adalah bentuk pengawasan

eksternal hakim yang mengimbangi pengawasan yang hanya dilakukan oleh

Dewan Kehormatan Hakim yang bersifat internal. Karena itulah anggota komisi

Yudisial disyaratkan harus mempunyai pengalaman dan pengetahuan di bidang

hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela (pasal 28B

ayat (2) UUD 1945).

f. Dalam kerangka konsep seperti ini, Komisi Yudisial dan pelaku kekuasaan

kehakiman (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi) harus dapat berjalan

bersama untuk membangun kekuasaan kehakiman yang berwibawa. Komisi

Page 47: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

37

Yudisial sebagai institusi luar hakim mengawasi dan mengawal perilaku para

hakim agar martabat dan kehormatannya tetap terjaga. Diantara institusi dalam

lingkungan kekuasaan kehakiman ini tidak dapat saling menjatuhkan atau

meminta intervensi kekuasaan lain sehingga dapat merusak independensi lembaga

peradilan.

Page 48: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

38

BAB III

PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KONSTITUSIONAL KOMISI YUDISIAL

A. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung Kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Kewajiban semua aparat penegak hukum untuk mewujudkan cita hukum secara utuh,

yakni terciptanya keadilan, kemanfaatan menurut tujuan dan kepastian hukum. Dari

keseluruhan aparat penegak hukum, hakim (termasuk Hakim Agung) memiliki

kedudukan yang istimewa.

Hakim merupakan tokoh sentral dalam proses pengadilan. Untuk itu, seorang hakim

diharapkan mampu memberikan putusan yang mencerminkan rasa keadilan masyarakat

berdasarkan hukum. Agar dapat mewujudkannya, seorang hakim harus memiliki

kemampuan hukum (legal skill) dan pengalaman yang memadai; memiliki integritas,

moral dan karakter yang baik; mencerminkan keterwakilan dari masyarakat (baik secara

ideologis, etinis, gender, status sosial-ekonomi dan sebagainya), memiliki nalar yang

baik; memiliki visi yang luas; memiliki kemampuan berbicara dan menulis; mampu

mengakkan negara hukum dan bertindak independen dan imparsial dan memilki

kemampuan administratif yang independen.1

Untuk dapat memperoleh Hakim (Hakim Agung) yang memiliki kriteria kriteria di

atas, diperlukan suatu sistem yang baik yaitu melalui suatu sistem rekruitmen,

seleksi dan pembinaan yang baik. Sistem rekruitmen yang baik harus mengedepankan

prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas, right man in right place,

1 Mahkamah Agung RI, 2003, Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang

tentang Komisi Yudisial., h 28

Page 49: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

39

obyektivitas, dan sebagainya.2 Sistem rekruitmen tersebut tidak dapat terlepas dari

siapa yang memiliki kewenangan untuk menyeleksi, mengangkat dan bagaimana

proses seleksi tersebut berlangsung.

Komisi Yudisial sebagai lembaga yang berwenang mengusulkan pengangkatan

Hakim Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat berperan penting dalam terciptanya

rekruitmen Hakim Agung yang kredibel.

Sistem rekruitmen Hakim Agung memberi pengaruh langsung terhadap kualitas

dan tingkah laku Hakim Agung. Apabila sistem rekruitmen hakim agung tidak

didasarkan pada norma-norma profesionalitas maupun integritas yang bersangkutan,

maka pada akhirnya akan mengakibatkan penyimpangan dalam proses peradilan. Hal ini

akan bermuara pada lahirnya putusan hakim yang tidak memenuhi kepastian hukum dan

rasa keadilan masyarakat. Kondisi seperti ini tentu akan berakibat ketidak percayaan

masyarakat kepada institusi peradilan.

Rekruitmen Hakim Agung harus bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Misalnya,

ketika seseorang yang ingin menjadi Hakim Agung harus mengeluarkan biaya yang

besar, maka besar kemungkinan selama memangku jabatannya, Hakim Agung tersebut

berupaya mengembalikan dana yang telah dikeluarkan sekaligus untuk mencari kekayaan

dan memakmurkan diri. Selain itu, sistem rekruitmen Hakim Agung yang dilakukan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat melalui proses fit and proper test harus bersih dari

kepentingan politik yang mempengaruhinya.3

2 Mahkamah Agung RI, 2003, h. 29

3 Lawren T.P. Siburian, Jurnal Era Hukum Ilmiah Ilmu Hukum, Edisi No. 3/Th.14/Mei/2007, h. 521-522

Page 50: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

40

Apabila kondisi yang demikian tidak tercipta maka prinsip kemandirian hakim dalam

negara hukum Indonesia mustahil untuk terwujud. Sebagaimana di kemukakan

Pengangkatan Hakim Panel, bahwa independensi kekuasaan kehakiman dalam sebuah

negara salah satunya dapat dilihat dari pola rekruitmen Hakim Agung yang tidak

bersifat politis.

Sebelum perubahan Undang Undang Dasar 1945, mekanisme usulan, pencalonan

dan seleksi Hakim Agung semata-mata berada di tangan Presiden selaku kepala

negara. Melihat kenyataan demikian, Jimly Asshiddiqie4 berpendapat bahwa pencalonan

keanggotaan Hakim Agung jangan diserahkan secara eksklusif kepada satu lembaga

karena dapat mempengaruhi kemandirian kekuasaan kehakiman.

Pada era reformasi terjadi perombakan besar besaran terhadap tataran kekuasaan

pemerintahan. Hal ini disebabkan perubahan Undang Undang Dasar 1945 sebanyak

empat kali yang mengakibatkan perubahan tatanan pemerintahan berserta lembaga

lembaga negara tak terkecuali kekuasaan kehakiman khususnya menyangkut tata

cara rekruitmen atau pencalonan Hakim Agung.

Konstruksi hukum pasca perubahan Undang Undang Dasar 1945 menentukan

bahwa mekanisme pengusulan calon Hakim Agung kepada Dewan Perwakilan

Rakyat merupakan wewenang yang dimiliki dan dilakukan oleh Komisi Yudisial.

4 Jimly Asshiddiqie, “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi”, Cet. Kesatu

(1), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006) h. 84

Page 51: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

41

Landasan konstitusionalnya merujuk kepada Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, yang

berbunyi. “Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan

Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai

hakim agung oleh Presiden.”

Landasan pokok selanjutnya, diatur pada Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-

Undang Mahkamah Agung. Ayat (1) berbunyi: “ Hakim Agung diangkat oleh Presiden

dari calon nama yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Selanjutnya ayat (2) berbunyi: “Calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dipilih Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi

Yudisial. Kemudian ayat (3) berbunyi: “Pemilihan calon hakim agung sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama

calon diterima Dewan Perwakilan Rakyat.”

Sebagai landasan hukum pelaksanaan pencalonan Hakim Agung diatur pada BAB III

Pasal 13 sampai dengan Pasal 20 Undang Undang Komisi Yudisial. Undang undang ini

mengatur tata cara pelaksanaan pencalonan Hakim Agung yang digariskan dalam Pasal

24A ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Mahkamah

Agung. Bertitik tolak dari ketentuan perundang-undangan yang dikemukakan di atas,

proses pengangkatan Hakim Agung melibatkan lembaga Komisi Yudisal, DPR, dan

Presiden. Sehubungan dengan itu, penulis mencoba membahas lebih lanjut sejauh mana

porsi dan batas wewenang masing-masing lembaga tersebut dalam proses pengangkatan

Hakim Agung.

Page 52: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

42

Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan bebas

dari campur tangan pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial melaksanakan

kewenangannya melakukan pencalonan Hakim Agung yang diperintahkan Pasal

24B ayat (1) UUD 1945. Perintah dan kewenangan mengusulkan pngangkatan hakim

agung ditegaskan kembali oleh Pasal 3 huruf a Undang-Undang Komisi Yudisial yang

berbunyi: “Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung

kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, pengusulan calon

Hakim Agung sepenuhnya diberikan kepada Komisi Yudisial. Tugas yang harus

dilaksankan Komisi Yudisial dalam rangka pengusulan pengangkatan Hakim Agung

kepada DPR, diatur dalam Pasal 14, 15 , 16, 17, 18, 19, dan 20 Undang-Undang Komisi

Yudisal.

Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Undang- Undang

Komisi Yudisial, dalam rangka pencalonan Hakim Agung maka Komisi Yudisial

terlebih dahulu melakukan pendaftaran calon Hakim Agung. Menurut Pasal 14 ayat

(2) Undang-Undang Komisi Yudisial bahwa dalam hal terjadi peristiwa berakhir

masa jabatan seorang atau beberapa Hakim Agung, maka Mahkamah Agung

menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan,

hal itu harus disampaikan Mahkamah Agung kepada Komisi Yudisial dalam jangka

waktu paling lambat enam bulan sebelum berakhir masa jabatan tersebut.

Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf a jo. Pasal 14 ayat (2) yang menyatakan

befungsinya kewenangan Komisi Yudisial melakukan pendaftaran calon Hakim

Page 53: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

43

Agung setelah adanya pemberitahuan dari Mahkamah Agung tentang adanya Hakim

Agung yang akan berakhir masa jabatannya, Pemberitahuan Mahkamah Agung

tersebut harus dilakuakan paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya masa jabatan

tersebut. Hal ini berarti bahwa selama belum ada pemberihtaun dari Mahkamah

Agung tentang lowongan jabatan Hakim Agung yang timbul sebagai akibat dari adanya

masa jabatan Hakim Agung yang akan berakhir, Komisi Yudisial tidak dapat

mengajukan pengangkatan caon Hakim Agung.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Komisi Yudisial, digariskan

tindak lanjut yang harus dilakukan Komisi Yudisial setelah mendapat pemberitahuan dari

Mahkamah Agung tentang adanya lowongan Hakim Agung, yaitu (a) paling lambat

dalam jangka waktu lima belas hari sejak menerima pemberitahun dari Mahkamah

Agung, Komisi Yudisial mengeluarkan pengumuman pendaftaran calon Hakim

Agung dan (b) pengumuman tersebut dilakukan selama lima belas hari berturut-turut.

Menurut penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Komisi Yudisial disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan berturut-turut dalam ketentuan ini adalah pengumuman

yang dilakukan secara terus-menerus di tempat pengumuman Komisi Yudisial dan dapat

pula diumumkan dalam media massa paling sedikit dua kali. Selanjutnya, Pasal 15 ayat

(2) mengatur siapa atau pihak mana saja yang dapat atau berhak mengajukan calon hakim

agung, antara lain: a. Mahkamah Agung, b. Pemerintah, c. Masyarakat.

Berkenaan dengan hal tersebut, sepanjang mengenai Mahkamah Agung tidak ada

masalah. Akan tetapi, mengenai Pemerintah terkandung pengertian yang kabur (vague)

Page 54: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

44

atau mendua (ambiguity). Apakah yang dimaksudkan pasal ini adalah Presiden atau

menteri tertentu.

Berpedoman pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, yang melaksanakan

kekuasaan pemerintah adalah Presiden. Dalam melaksanakan pemerintahan menurut

ketentuan Pasal 17 ayat (1) UUD 1945, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Bertitik tolak pada ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Presiden maupun

menteri berwenang mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial. Dalam hal

menteri yang dianggap memiliki kewenangan untuk itu adalah menteri yang

berkaitan dengan dengan masalah penegakan hukum yaitu Menteri Hukum dan HAM.

Berkenaan dengan pengertian masyarakat, dapat juga menimbulkan persoalan.

Hal ini disebabkan rumusan Pasal 15 ayat (2) hanya menyebutkan kata “masyarakat”

tanpa disertai penjelasan yang lengkap tentang apakah yang dimaksud dengan

masyarakat itu. Apakah pengertian masyarakat adalah masyarakat dalam arti

individu atau perseorangan. Atau, apakah harus berbentuk kelompok Namun apabila

mengacu kepada maksud dari rumusan pasal tersebut, kata “masyarakat” mencakup

pengertian anggota masyarakat secara individual maupun sebagai kelompok. Dengan

demikian, orang perorangan dapat mencalonkan dirinya sendiri kepada Komisi Yudisial.

Jangka waktu pengajuan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial oleh

Mahkamah Agung, pemerintah maupun masyarakat sebagaimana diatur pada Pasal

15 ayat (3) Undang Undang Komisi Yudisial dilakukan dalam jangka waktu lima

belas hari sejak pengumuman pendaftaran penerimaan calon Hakim Agung dikeluarkan

Page 55: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

45

Komisi Yudisial. Apabila lewat dari jangka waktu yang tersebut, pengajuan tersebut

tidak dapat diterima.

Pengajuan Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan

persyaratan untuk dapat diangkat sebagai hakim agung sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan.5 Syarat formil dan materil diatur dalam Pasal 7 Undang-

undang Mahkamah Agung yang meliputi Hakim Agung karir dan Hakim Agung non

karir. Pada ayat (1) menentukan syarat seorang hakim agung karir, antara lain: a. Warga

Negara Indonesia, b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, c. Berijazah Sarjana

Hukum yang mempunyai keahlian dibidang hukum, d. Berusia sekurang kurangnya lima

puluh tahun, e. Sehat jasmani dan rohani; f. Berpengalaman sekurang kurangnya dua

puluh tahun menjadi hakim termasuk sekurang-sekurangnya tiga tahun menjadi hakim

tinggi.

Terhadap persyaratan di atas, menurut M. Yahya Harahap. Pembatasan usia calon

Hakim Agung yakni berusia sekurang kurangnya lima puluh tahun dianggap kurang

realistis dan kurang objektif.6 Menurutnya, pada konsep semula dalam Rancangan

Undang-Undang Komisi Yudisial adalah 45 tahun. Usulan tersebut didasarkan pada

pertimbangan dan pengalaman bahwa pada umur 45 tahun, seorang Hakim sudah matang

apabila dia cakap serta telah menduduki jenjang karier mulai dari Hakim tingkat pertama

di Pengadilan Negeri sampai ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi. Idealnya,

perekrutan Hakim Agung didasarkan kepada gabungan antara faktor kecakapan

dengan kemampuan, bukannya mengutamakan faktor senioritas.

5 Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

6 M. Yahya Harahap, “Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali

Perkara Perdata”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 28

Page 56: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

46

Selanjutnya pada Pasal 7 ayat (2) mengatur syarat bagi Hakim Agung non karier,

antara lain:

a. Memenuhi syarat yang disebut pada Pasal 7 ayat (1) huruf a (Warga

Negara Indonesia), huruf b (bertaqwa kepada Tuhan Yang MAha Esa), huruf

c (berusia sekurang-kurangnya lima puluh tahun), dan huruf d (sehat jasmani dan

rohani).

b. Berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum

sekurang-kurangnya 25 tahun;

c. Berijazah magister dalam bidang ilmu hukum dengan dasar Sarjana Hukum

atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum.7

d. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Mengenai syarat administratif diatur pada Pasal 16 ayat (2) Undang-

Undang Komisi Yudisial yang menegaskan pengajuan calon Hakim Agung kepada

Komisi Yudisial harus memenuhi persyaratan administratif dengan jalan

menyerahkan sekurang-kurangnya: a. Daftar riwayat hidup, termasuk riwayat

pekerjaan, b. Ijazah asli atau yang dilegalisasi, c. Surat keterangan sehat jasmani

dan rohani dari dokter rumash sakit pemerintah, d. Daftar harta kekayaan serta

sumber penghasilan calon, e. Nomor Pokok Wajib Pajak.

7 Berdasarkan penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf c, yang dimaksud dengan “sarjana lain” dalam

ketentuan ini adalah Sarjana Syariah dan Sarjana Kepolisian

Page 57: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

47

Setelah jangka waktu pengajuan Hakim Agung yang digariskan Pasal 15 ayat

(3) Undang-Undang Komisi Yudisial berakhir yakni lima belas hari dari tanggal

pengumuman pendaftaran penerimaan calon Hakim Agung, maka menurut Pasal 14

ayat (1) huruf b Undang-Undang Komisi Yudisial, tugas selanjutnya adalah

melakukan proses seleksi dengan proses berikut: a. Komisi Yudisial mengumumkan

daftar nama calon Hakim Agung yang telah memenui syarat.8 b. Komisi

Yudisial melakukan penelitian atas informasi atau pendapat masyarakat tehadap

calon Hakim Agung. c. Menyelenggarakan seleksi kualitas dan kepribadian calon

Hakim Agung secara terbuka.9 d. Mewajibkan calon Hakim Agung menyusun

karya ilmiah yang dipertanggung jawabkan kepada dan di hadapan Komisi Yudisial.

Apabila tahapan seleksi di atas telah selesai dilaksanakan, maka tugas

selanjunya menurut kententuan Pasal 18 ayat (5) Jo. Pasal 14 ayat (1) huruf c

Undang-Undang Komisi Yudisial adalah menetapkan calon Hakim Agung yang

dilakukan Komisi Yudisial paling lambat lima belas hari terhitung sejak seleksi

kualitas dan kepribadian selesai atau berakhir.

Menurut ketentuan Pasal Pasal 18 ayat (5), untuk setiap satu calon Hakim

Agung Komisi Yudisial menetapkan tiga orang calon Hakim Agung. Hal ini

bertujuan untuk memperoleh calon Hakim Agung yang ideal. Namun, apabila

jumlah tersebut tidak terpenuhi, apakah jangka waktu pencalonan diperpanjang

sampai jumlah tersebut terpenuhi Atau, apakah pencalonan dihentikan karena tidak

memenuhi jumlah tersebut sampai jangka waktu yang ditentukan berakhir.

8 Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

9 Pasal 17 ayat (3) Jo. Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Page 58: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

48

Apabila bertitik tolak dari pendekatan efisiensi dan urgensi yang dikaitkan

dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Komisi Yudisial, maka dari segi

efisiensi, proses seleksi kualitas dan kepribadian dan penetapan calon Hakim Agung

harus terus dilanjutkan meskipun yang mendaftar tidak memenuhi jumlah yang

ditentukan oleh Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Komisi Yudisial. Begitu pula dari

segi urgensitas,memperpanjang pendaftaran yang digariskan Pasal 15 ayat (3)

Undang-Undang Komisi Yudisial atau mengulang pendaftaran baru berdasarkan

Pasal 15 ayat (1) Undang Undang Komisi Yudisial akan mengganggu dan

memperlambat pengisian jabatan Hakim Agung yang lowong dan hal ini akan

mengganggu pelaksanaan fungsi Mahkamah Agung.

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang Undang Komisi Yudisial,

bahwa dalam jangka waktu lima belas hari, Komisi Yudisial harus sudah

menetapkan calon Hakim Agung dan mengusulkannya kepada Dewan Perwakilan

Rakyat. Tembusan usulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan kepada

Presiden. Tahapan ini merupakan tugas terakhir Komisi Yudisial dalam proses

pencalonan Hakim Agung.

Tugas selanjutnya proses pencalonan Hakim Agung beralih ke Dewan

Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Undang Undang Komisi

Yudisial yang menggariskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat harus menetapkan

calon Hakim Agung paling lambat dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak

diterimanya usulan calon Hakim Agung dari Komisi Yudisial. Yang dimaksud dengan

jangka waktu tiga puluh hari dalam ketentuan tersebut adalah hari persidangan

tidak termasuk masa reses. Masih dalam jangka waktu tiga puluh hari tersebut,

Page 59: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

49

Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan calon Hakim Agung yang ditetapkan

tersebut kepada Presiden.

Pasal 19 ayat (1) Undang Undang Komisi Yudisial tidak menentukan

berapakah calon Hakim Agung yang dapat diajukan kepada Presiden. Seperti telah

diuraikan di atas, bahwa Komisi Yudisial menetapkan tiga orang calon Hakim

Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apakah Dewan Perwakilan Rakyat

berwenang atau dapat mengurangi jumlah tersebut, Sebagai contoh, Komisi Yudisial

mengusulkan tiga orang calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial untuk mengisi

satu jabatan Hakim Agung yang lowong. Apakah Dewan Perwakilan Rakyat dapat

mengurangi menjadi dua atau satu calon saja. Atau, tetap mengajukan ketiga calon

tersebut kepada Presiden. Apabila mengacu kepada ketentuan Pasal 19 ayat (1)

Undang Undang Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Rakyat dapat saja mengajukan

satu calon saja kepada Presiden.

Namun hal ini dianggap sebagai tindakan yang bersifat fait accompli,

yakni proses pencalonan Hakim Agung telah selesai atau tuntas dimana Presiden

hanya tinggal menetapkan pengangkatan Hakim Agung saja. Terlepas dari

tindakan tersebut bersifat fait accompli, tindakan Dewan Perwakilan Rakyat yang

demikian tidak bertentangan dengan ketentua Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang

Komisi Yudisial.

Proses selanjutnya diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yang berbunyi:

“Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung ditetapkan dalam

jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Presiden menerima nama

calon yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat”. Sebagaimana telah dijelaskan

Page 60: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

50

dalam Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi

Yudisial kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan, dan selanjutnya

ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden. Begitu pula Pasal 8 ayat (1)

Undang Undang Mahkamah Agung menegaskan Hakim Agung diangkat oleh

Presiden dari nama nama yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan Demikian gambaran pelaksanaan rekruitmen Hakim Agung yang

melibatkan beberapa lembaga negara. Pendaftaran pencalonan melibatkan Komisi

Yudisial pemerintah dan Mahkamah Agung. Selanjutnya melibatkan Komisi

Yudisial, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Dari keseluruhan tahapan

tersebut, diharapkan akan dapat dihasilkan Hakim Agung yang memiliki kualitas

dan kepribadian yang ideal serta memiliki integritas dan profesionalisme yang solid.

B. Menegakkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat serta Menjaga Perilaku Hakim

Selain mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, Pasal 24B UUD 1945 juga

menggariskan bahwa Komisi Yudisial “memiliki wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

Secara esensial, kewenangan Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim merujuk

kepada kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku Hakim (code of conduct)

yang menjadi panduan keutamaan bagi para Hakim baik dalam menjalankan tugas

profesinya maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan diluar kedinasan.10

10

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/104A/SK/XII /2006 tentang

Pedoman Perilaku Hakim, h.57

Page 61: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

51

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kode etik (code of ethics)

dan pedoman perilaku Hakim (code of conduct) ditegakkan, Sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945, bahwa Komisi Yudisial

diberikan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Selanjutnya ketentuan ini dijabarkan dalam

Undang-Undang Komisi Yudisial sebagai bentuk pengawasan terhadap hakim.

Ketentuan tentang pengawasan ini diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 25

Undang Undang Komisi Yudisial.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Komisi Yudisial

“Hakim adalah Hakim Agung dan Hakim pada badan Peradilan di semua

lingkungan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim

Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Namun, menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006

tentang Uji Materil Undang-Undang Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi tidak

sependapat dengan rumusan Pasal 1 angka 5 tersebut. Dalam pertimbangnnya

tentang hal ini, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa hakim Mahkamah

Konstitusi tidaklah termasuk dalam kategori sebagai hakim yang merupakan

objek pengawasan Komisi Yudisial.

Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengawasan Komisi

Page 62: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

52

Yudisial sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Komisi

Yudisial adalah:

1. Dari sistematika penempatan ketentuan mengenai Komisi Yudisial

Sesudah pasal yang mengatur tentang Mahkamah Agung yaitu Pasal 24A

dan sebelum pasal yang mengatur tentang Mahkamah Konstitusi yaitu Pasal

24C, sudah dapat dipahami bahwa ketentuan mengenai Komisi Yudisial pada

Pasal 24B UUD 1945 itu memang tidak dimaksudkan untuk mencakup

pula objek perilaku hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C

UUD 1945. Hal ini dapat dipastikan dengan bukti risalah-risalah rapat-rapat

Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR maupun dari keterangan para

mantan anggota Panitia Ad Hoc tersebut dalam persidangan bahwa

perumusan ketentuan mengenai Komisi Yudisial dalam Pasal 24B

UUD 1945 memang tidak pernah dimaksudkan untuk mencakup

pengertian hakim konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C UUD

1945.

2. Dalam ketentuan Undang Undang Mahkamah Konstitusi dan

Undang Undang Kekuasaan Kehakiman yang dibentuk sebelum pembentukan

Undang Undang Komisi Yudisial. Dalam Undang Undang Mahkamah

Konstitusi, untuk fungsi pengawasan terhadap perilaku hakim konstitusi

ditentukan adanya lembaga majelis kehormatan yang diatur secara tersendiri

dalam Pasal 23 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Demikian pula Pasal

34 ayat (3) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sama sekali tidak

Page 63: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

53

menentukan bahwa hakim konstitusi menjadi objek pengawasan oleh Komisi

Yudisial.

3. Berbeda halnya dengan hakim biasa, hakim konstitusi pada dasarnya bukanlah

Hakim sebagai profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Hakim

konstitusi hanya diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah tidak

lagi menduduki jabatan hakim konstitusi, yang bersangkutan masing-masing

kembali lagi kepada status profesinya yang semula.

4. Dalam keseluruhan mekanisme pemilihan dan pengangkatan para Hakim

Konstitusi yang diatur dalam UUD 1945 juga tidak terdapat keterlibatan peran

Komisi Yudisial sama sekali.

5. Dengan menjadikan perilaku Hakim Konstitusi sebagai objek pengawasan

oleh Komisi Yudisial, maka kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai

lembaga pemutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara

menjadi terganggu dan terjebak ke dalam anggapan sebagai pihak yang tidak

dapat bersikap imparsial, khususnya apabila dalam praktik timbul

persengketaan kewenangan antara Komisi Yudisial dengan lembaga lain.11

Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa kewenangan

pengawasan Komisi Yudisial bukan untuk mengawasi lembaga peradilan,

melainkan untuk menjaga dan menegakkan perilaku hakim sebagai individu.

Selain itu, hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bukanlah untuk

menerapkan prinsip checks and balances karena hubungan semacam ini

hanya terkait erat dengan prinsip pemisahan kekuasaan negara (separation

11

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, h. 173-176

Page 64: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

54

of power). Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial merupakan lembaga

yang berada dalam satu kekuasaan yang sama, dalam hal ini kekuasaan

kehakiman yudikatif. Namun, Komisi Yudisial bukanlah pelaksana dari

kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial berperan dalam pengusulan calon

Hakim Agung, sedangkan fungsi pengawasan penuh tetap dipegang oleh

Mahkamah Agung. Akan tetapi, dalam melaksanakan fungsi pengawasan

terhadap perilaku hakim ini, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus

bekerja sama erat dalam hubungan kemitraan.

Dalam model pengawasan pelaksanaan tugas para hakim, dilakukan

melalui dua jenis pengawasan, yaitu: pertama, pengawasan internal yang

dilakukan oleh Badan Pengawas pada Mahkamah Agung. Mengacu kepada

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, secara

internal Mahkamah Agung dapat membentuk Badan Pengawas di tingkat

pusat pada lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Pengawas di tingkat

daerah pada masing-masing Peradilan Tingkat Banding, yang dalam

pelaksanaan tugasnya dibawa pimpinan Ketua Muda Pengawasan

Mahkamah Agung. Kedua, pengawasan eksternal yang dilakukan oleh

komisi independen dalam hal ini dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Dalam menjalankan fungsi pengawasan hakim berdasarkan ketentuan

Pasal 22 Undang-Undang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mengawasi

perilaku Hakim dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Komisi Yudisial

menerima laporan masyarakat. Subyek terlapor adalah Hakim. Untuk

memperoleh kepastian benar tidaknya laporan, Komisi Yudisial meminta

Page 65: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

55

keterangan dari terlapor melalui surat panggilan. Hasil keterangan dibuat

berita acara yang ditandatangani oleh terlapor dan anggota Komisi Yudisial.

Selanjutnya dilakukan analisis dan pembahasan dalam rapat pleno.

Agenda rapat pleno untuk menentukan benar tidaknya laporan masyarakat

dan apakah Hakim melanggar prinsip penting yang melekat pada jabatan

dan tugas Hakim, yaitu: kode etik dan pedoman perilaku Hakim (code of

conduct), prinsip imparsialitas dan profesionalitas hakim. Dari mekanisme

ini, tahapan pemeriksaan terhadap hakim adalah penting dan menentukan,

apakah laporan masyarakat benar atau salah.

Apabila terbukti ada unsur pelanggaran atas prinsip-prinsip di atas,

Komisi Yudisial mengajukan rekomendasi sanksi terhadap Hakim terlapor.

Rekomendasi diajukan kepada ketua Mahkamah Agung dengan tembusan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.12

Perlu diperhatikan bahwa

pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Yudisial tidak boleh mengurangi

kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Dalam melaksanakan perannya sebagai pengawas hakim, Komisi

Yudisial wajib menaati norma, hukum dan ketentuan peraturan perundang-

undangan, serta menjaga kerahasian keterangan yang karena sifatnya

merupakan rahasia Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan

kedudukannya sebagai anggota Komisi Yudisial.13

12

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial 13

Pasal 22 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Page 66: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

56

Dalam hal pemanggilan dan meminta keterangan Hakim yang diduga

melanggar kode etik perilaku Hakim, harus didasarkan pada kode etik dan

pedoman perilaku Hakim (code of conduct) yang telah ditetapkan Kode etik

dan pedoman perilaku Hakim (code of conduct) yang konkret ini menjadi sebuah

standar atau tolak ukur dalam melaksanakan pengawasannya. Keseluruhan

tindakan pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial berujung pada pemberian

rekomendasi kepada organisasi profesi yaitu Mahkamah Agung. Berkaitan

dengan pasal pasal penjatuhan sanksi atas pelanggaran kode etik dan pedoman

perilaku Hakim dilakukan sepenuhnya oleh Mahkamah Agung.

Dalam menjalankan peranannya untuk menegakkan kehormatan dan

keluhuran martabat serta menjaga perilaku Hakim, Komisi Yudisial diberikan

wewenang untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung untuk

memberikan penghargaan kepada Hakim atas prestasi dan jasanya dalam rangka

menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku Hakim.

Undang Undang Komisi Yudisial tidak secara eksplisit memberikan

kriteria perilaku Hakim yang bagaimanakah yang dianggap layak untuk

diusulkan memperoleh penghargaan. Akan tetapi kriteria penilaian prestasi

Hakim tidak lepas dari pedoman perilaku Hakim (code of conduct), yaitu:

berprilaku adil, berprlaku jujur, berprilaku arif dan bijaksana, bersikap

mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga

diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati dan bersikap profesional.

Page 67: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

57

C. Tugas dan Kewenangan Komisi Yudisial

Untuk menjelaskan tugas dan kewenangannya. Komisi Yudisial bekerja

berdampingan dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, bahkan

dengan pemerintahan ataupun dengan lembaga perwakilan rakyat.14

Karena jika

komisi Yudisial mengambil jarak dengan pemerintah atau parlemen, Komisi

Yudisial tidak akan menjadi alat politik para politisi, baik di eksekutif maupun

legislatif, pemerintah ataupun lembaga perwakilan rakyat untuk mengawasi dan

mengintervensi kekuasaan kehakiman. Keindependenan Komisi Yudisial bukan

berarti menghilangkan sifat tanggung jawab terhadap Undang Undang. Namun

sebaliknya, Komisi Yudisial bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan oleh

Undang Undang.

Ketentuan Bab III Pasal 13 huruf a Undang Undang Nomor 22 tahun 2004

tentang Komisi Yudisial, lembaga ini memiliki kewenangan antara lain,

mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Kemudian

dalam melaksanakan tugasnya sebgaimana tercantum dalam pasal 13 huruf b,

Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku

hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta

menjaga perilaku hakim. Selanjutnya pasal 21 disebutkan, bahwa Komisi Yudisial

untuk melaksanakan kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana

dimaksud pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul

14

A. Salman Magalatung “ Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, (Bekasi:

Gramata Publishing, 2016), h.135

Page 68: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

58

penjatuhan sanksi terhadap Hakim Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi.15

Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana termaktub dalam pasal 13

huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas pengawasan terhadap perilaku hakim

dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga

perilaku hakim. Hal tersebut diajukan kepada pimpinan Mahkamah Agung dan

Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi tidak setuju dengan pengawasan yang dilakukan

oleh Komisi Yudisial, yaitu pengawasan terhadap hakim dibawah lingkungan

mahkamah agung dan Mahkamah konstitusi Undang Undang Nomor 22 tahun

2004 tentang Komisi Yudisial. Kemudian Undang Undang Komisi Yudisial di

Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi telah menyatakan

Inskonstitusionalitas yang tertuang dalam pasal 20, 21, pasal 22, pasal 23, pasal

24, dan pasal 25 Undang Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

mengenai paying hukum wewenangan pengawasan Komisi Yudisial.

Ada dua dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2004 Komisi Yudisial

yang dinyatakan bertentangan dengan Mahkamah Konstitusi dalam hal

pengawasan, yaitu pertama hakim konstitusi tidak termasuk hakim yang perilaku

etikanya harus diawasi oleh Komisi Yudisial. Kedua, Komisi Yudisial tidak lagi

mempunyai wewenang pengawasan.16

15

A. Salman Magalatung “ Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, h.136 16

A. Salman Magalatung “ Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, h.137

Page 69: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

59

Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a,

Komisi Yudisial mempunyai tugas:

a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung

b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung

c. Menetapkan calon Hakim Agung

d. Mengajukan calon hakim agung ke DPR

Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, Mahkamah Agung

menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang

bersangkutan, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum

berakhirnya jabatan tersebut. Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas)

hari sejak menerima pemberitahuan mengenai lowongan Hakim Agung, Komisi

Yudisial mengumumkan pendaftaran calon Hakim Agung selama 15 (lima hari)

berturut turut.17

Mahkamah Agung, Pemerintah dan Masyarakat dapat

mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial.

Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya masa

pengajuan calon, Komisi Yudisial melakukan seleksi persyaratan administrasi

calon Hakim Agung. Komisi Yudisial mengumumkan daftar nama calon Hakim

Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi dalam jangka waktu paling

lama 15 (lima belas) hari. DPR telah menetapkan calon Hakim Agung untuk

diajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak diterima calon. Keputusan Presiden mengenai pengangkatan

17

C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil “ Hukum Tata Negara Republik Indonesia” Cet. Pertama Edisi

Revisi 2 (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.195

Page 70: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

60

Hakim Agung ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari

sejak Presiden menerima nama calon yang diajukan DPR18

18

C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil “ Hukum Tata Negara Republik Indonesia” Cet. Pertama Edisi

Revisi 2, h.196

Page 71: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

61

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XIII/2015

A. Duduk Perkara

Pada tanggal 23 Maret 2015 memberi kuasa kepada: Dr. H M Fauzan, SH, MH.

Lilik Mulyadi, SH, MH. Teguh Satya Bhakti, SH, MH dalam hal ini mereka bertindak

sebagai pengurus pusat IKAHI dan atas nama pemberi kuasa beralamat di Mahkamah

Agung Jalan Merdeka Utara Nomor 9-13 Jakarta Pusat.1

Permohonan yang diterima kepada Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia pada tanggal 27 Maret 2015 dengan registrasi perkara Nomor 43/PUU-

XII/2015 Permohonan tersebut telah diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah

konstitusi Republik Indonesia pada tanggal 29 April 2015 .2

Pemohon memohonkan kepada Mahkamah konstitusi untuk melakukan pengujian

pasal 13A ayat 2, Ayat 3 dan 14A ayat (2) Ayat (3) undang undang tentang Peradilan

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara. Yang berbunyi selengkapnya

pada pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) Undang undang nomor 49 tahun 2009 Ketentuan

Ayat (2) berbumyi “Proses Seleksi Pengangkatan Hakim Pengadilan Negeri dilakukan

bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, dan Ayat 3nya berbunyi “Ketentuan

lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial. sedangkan pasal 13A ayat 2, ayat 3 undang undang nomor 50 tahun 2009

ketentuan ayat 2 berbunyi “ Proses selesksi pengangkatan Hakim Agama dilakukan

bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. dan Ayat 3 nya berbunyi

1 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.2

2 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.3

Page 72: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

62

“Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial” dan Pasal 14A ayat 2, ayat 3 undang nomor 51 tahun 2009 ketentuan

ayat 2 berbunyi “Proses pengangkatan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dilakukan

bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial” dan ayat 3 berbunyi “ Ketentuan

lebih lanjut mengenai proses seleksi yang diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial” .

Bahwa dengan ketentuan ketentuan tersebut diatas3 telah mengurangi hak

konstitusional para pemohon khususnya dalam mengusulkan promosi/mutasi hakim yang

baik dan berprestasi, Menjaga dan mempertahankan prinsip peradilan yang bebas dan

mandiri, Membina dan meningkatkan kemampuan hakim untuk dapat menjalankan tugas

dan kewajiban memeriksa, mengadili dan memutus perkara secara baik, serta menjaga

kemerdekaan dan independensi peradilan untuk kepentingan seluruh warga negara

pencari keadilan (Justitiabelen).

B. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

1. Kewenangan Mahkamah

Kehadiran Komisi Yudisial di Indonesia didasari pemikiran bahwa hakim

agung yang duduk di Mahkamah Agung dan para Hakim merupakan figur-figur yang

sangat menentukan dalam perjuangan menegakkan hukum dan keadilan. Apalagi

Hakim Agung duduk pada tingkat peradilan tertinggi dalam susunan peradilan.

Sebagai negara hukum, masalah keluhuran martabat, serta perilaku seluruh

Hakim merupakan hal yang sangat strategis untuk mendukung upaya menegakkan

peradilan yang handal dan realisasi paham Indonesia adalah negara hukum.

3 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.10

Page 73: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

63

Melalui Komisi Yudisial ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang

sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan

pencapaian keadilan melalui putusan Hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran

martabat serta perilakunya.4

Berdasarkan Pasal 24B ayat 1 UUD 1945 menyebutkan Komisi Yudisial dibentuk

dengan kewenangan: 1. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung. 2. Menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Untuk mengemban

dua amanat tersebut, Komisi Yudisial harus bersifat mandiri atau independen dari

pengaruh pengaruh di luarnya khususnya kekuasaan kehakiman. Dua hal yang patut

diperhatikan adalah kedudukan Komisi Yudisial dalam struktur ketatanegaraan

Indonesia.5 Kalau melihat rumusan Pasal 24 B Perubahan Ketiga UUD 1945 Komisi

Yudisial termasuk ke dalam lembaga negara non pemerintah setingkat Presiden dan

bukan lembaga negara tambahan (state auxiliary agency), karena dua alasan sebagai

berikut :

1. Berbeda dengan komisi-komisi yang lain, kewenangan Komisi Yudisial diberikan

langsung oleh UUD 1945, yaitu Pasal 24 B

2. Berbeda dengan komisi komisi yang lain, Komisi Yudisial merupakan Bagian dari

kekuasaan kehakiman, bukan dari kekuasaan eksekutif, karena pengaturannya ada

dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman yang terdapat dalam UUD 1945.

3. Tidak dapat dipungkiri Komisi Yudisial merupakan salah satu bagian dari paket

reformasi peradilan mengingat berbagai sorotan buruk terhadap kinerja

4 Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, “Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Negara RI Tahun

1945”, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR Rl, 2003), h. 195 5 A. Ahsin Thohari.“ Komisi Yudisyal di Indonesia dan Relevansinya dengan Kekuasaan Kehakiman

yang Merdeka”,(Jakarta: Jurnal Keadilan Vol 3 No.6, Center for Law and justice studies, 2004), h. 37

Page 74: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

64

tembaga peradilan di Indonesia, yang bukan hanya pada tingkat Mahkamah

Agung saja, tetapi juga Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, sistem

peradilan yang diamanatkan dan dikehendaki oleh konstitusi dalam melaksanakan

kekuasaan kehakiman, yang tugasnya tidak saja sekadar menegakkan hukum,

tetapi sekaligus menegakkan keadilan telah terpenuhi. Dengan sistem dan mekanisme

seperti itu, pencari keadilan telah dilindungi dalam mendapatkan hakim yang bebas

dan tidak memihak. 6

2. Kedudukan Hakim (Legal Standing) Pemohon

Memperhatikan dalil dalil permohonan Pemohon, hal yang dipersoalkan Pemohon

I adalah tentang permohonan Pemohon a quo, menurut DPR berpandangan bahwa para

Pemohon I harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar pemohon sebagai

pihak yang menganggap hak dan kewenagan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya

ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, khususnya untuk mengkonstruksikan adanya

kerugian terhadap hak dan kewengan dan konstitusionalnya sebagai dampak dari

diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji.

Berdasarkan hal tersebut.7 alasan Pemohon I telah memenuhi ketentuan pasal 51

ayat 1 huruf a undang undang mahkamah konstitusi tersebut bukanlah persoalan

konstitusionalitas karena sebagai perseorangan warga negara Indonesia tidak ada satupun

hak dan kewenangan konstitusional Pemohon I dihilangkan. Hak kewenagan

konstitusional Pemohon I dihilangkan jika proses seleksi pengangkatan Hakim

Pengadilan Negeri atau Hakim Pengadilan Agama atau Hakim Pengadilan Tata Usaha

6 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.117

7 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.68

Page 75: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

65

Negara hanya dilakukan oleh komisi Yudisial. Akan tetapi, pasal pasal yang dimohonkan

judicial review tetap melindungi hak dan kewenangan konstitusional pemohon I karena

proses seleksi pengangkatan Hakim Pengadilan Agama dilakukan bersama sama oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Dengan Demikian Hak Konstitusional Pemohon I justru telah dilindungi oleh

adanya pertimbangan Komisi Yudisial sebagai wujud pertimbangan atau check and

balance dalam pengambilan keputusan.

Pemohon II sebagai badan hukum privat yang sangat peduli dengan isu utama

dari permohonan a quo adalah batas konstitusional terkait pengusulan Hakim Agung dan

wewenang Komisi Yudisial untuk terlibat bersama dengan Mahkamah Agung dalam

proses seleksi Hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha

Negara merupakan implementasi lebih lanjut dari pengaturan pasal 25 Undang Undang

Dasar 1945 yang menyatakan bahwa syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan

sebagai Hakim ditetapkan Undang Undang.8 Sehingga Mahkamah berpendapat pemohon

II memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pemohon dalam permohonan a

quo.

3. Pokok Permohonan

Bahwa pokok permohonan Pemohon II mengenai ketentuan a quo Nomor

49/2009 juncto UU Nomor 50/2009 juncto UU Nomor 51/2009 , Menurut Pemohon II

telah menimbulkan ketergantungan Mahkamah Agung kepada Komisi Yudisial dalam hal

8 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.73

Page 76: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

66

seleksi pengangkatan Hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan

Tata Usaha Negara.9

Sehubungan dengan dalil para permohonannya pada Pemohon II Bahwa salah

satu pokok perubahan yang mendasar ialah penempatan tiga aspek organisasi,

administratif, dan finansial kekuasaan kehakiman menjadi satu atap di Mahkamah

Agung. Sebelumnya, secara administratif ada dibawah kendali Departemen Kehakiman.

Sedangkan secara teknis yudisial, berada dalam kekuasaan Mahkamah Agung. Konsep

ini lebih dikenal dengan sebutan penyatu atapan kekuasaan kehakiman (One Roof Of

Justice System).

Dengan demikian berdasarkan pertimbangan tersebut,10

pembentuk Undang

Undang mengeluarkan ide untuk membentuk lembaga pengawas eksternal yang diberi

tugas menjalankan fungsi checks and balances dalam rangka mengawasi peradilan yang

diharapkan berjalan dengan transparan, akuntabel dan imparsial, serta mengedepankan

aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Berdasarkan amanat ketentuan Pasal 24A

dan Pasal 24B UUD 1945, terbentuklah Komisi Yudisial sebagai lembaga yang bersifat

mandiri yang dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh

kekuasaan lainnya.

C. Analisis

Komisi Yudisial dibentuk atas kesepakatan bangsa, direpresentasi kan oleh MPR,

yang dituangkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

9 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.74

10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.77

Page 77: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

67

sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi dunia peradilan yang harus diakui dan tercatat

dengan jelas di dalam sejarah ketatanegaraan di Indonesia.

Komisi Yudisial bersama sama dengan Mahkamah Agung dalam melakukan

proses seleksi pengangkatan Hakim merupakan kewenangan yang diberikan oleh

pembentuk Undang Undang (lembaga legislatif) melalaui tiga Undang undang dalam

bidang terkait dengan kekuasaan kehakiman setelah memilih berbagai alternatif yang

tersedia secara konstitusional dan legal. Di dalam Hukum Konstitusi pembentuk Undang

Undang boleh menentukan Isi Undang Undang yang dianggap penting dan baik, apapun

isinya, sepanjang tidak melanggar atau bertentangan dengan Undang Undang Dasar

1945.11

Menurut Mohammad Mahfudz MD Kewenangan Komisi Yudisial dengan

Mahkamah Konstitusi dalam Undang Undang Dasar kaitannya memiliki peran penting

dalam beberapa pernyataan diantaranya:12

1. Jika ada Undang Undang atau sebagian isinya yang tidak disukai oleh

beberapa pihak, tetapi isi undang tersebut tidak melanggar atau tidak

bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945, Maka Mahkamah

Konstitusi tidak boleh membatalkannya.

2. Jika membatalkan Undang Undang atau sebagian Isinya yang sebenarnya

merupakan area opened legal policy, maka berarti Mahkamah Konstitusi

sudah masuk dan ikut campur kedalam ranah legislatif

11

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.54 12

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015, h.55

Page 78: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

68

3. Mahkamah Konstitusi bukanlah lembaga legislatif melainkan lembaga

yudikatif dengan kewenangan kewenangan, antara lain Konstitusionalitas

Undang Undang terhadap Undang Undang.

4. Undang Undang itu yang tidak disukai orang itu berbeda dengan Undang

Undang yang melanggar atau bertentangan dengan Undang Undang Dasar,

Undang Undang yang tidak disukai orang belum tentu bertentangan dengan

Undang Undang Dasar, adakalanya disukai atau tidak disukai itu hanya

menyangkut selera dan kepentingan.

5. Mahkamah Konstitusi hanya boleh membatalkan Undang Undang atau

sebagian isinya yang melanggar atau bertentangan dengan Undang Undang

Dasar dan tidak boleh membatalkan Undang Undang atau sebagian isinya

yang hanya tidak disukai oleh sekelompok orang padahal yang dipersoalkan

bersifat opened legal policy yang sebenarnya tujuannya baik.

6. Kalau Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang Undang atau sebagian

isinya yang bersifat opened legal policy maka bisa diartikan Mahkamah

Konstitusi sudah menabrak konstitusi dan menjelmakan dirinya bukan hanya

sebagai lembaga yudikatif melainkan sudah memposisikan dirinya sebagai

lembaga legislatif

7. Kewenangan Komisi Yudisial untuk melakukan proses seleksi Pengangkatan

Hakim bersama Mahkamah Agung merupakan ketentuan yang lahir dari

opened legal policy lembaga legislatif yang tujuannya sangat baik yakni

membangun kekuasaan kehakiman yang merdeka, kuat, profesional yang

didukung oleh Hakim Hakim yang berintegritas, jujur, bersih dan berani.

Page 79: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

69

Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 telah

menghapuskan kewenangan Komisi Yudisial dalam proses seleksi

pengangkatan Hakim di Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan

Pengadilan Tata Usaha Negara, Proses melalui pengangkatan Hakim tingkat

pertama menjadi kewenangan Mahkamah Agung tanpa melibatkan Komisi

Yudisial.

Sedangkan dalam Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-

XIII/2015 bahwa para pemohon menyatakan bahwa norma a quo tersebut

bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 berkaitan dengan pasal

pasal berikut diantaranya

Pasal 24A ayat 1 “Kekuasaan Kehakiman kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan”

Pasal 24B ayat 1“Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulakan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain

dalam rangka menjaga serta menegakan kehormatan, keluhuran martabat

serta perilaku hakim” .

Pasal 28D ayat 1 “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di

depan hukum”. Dalam hal ini, Pihak Terkait memiliki beberapa dalil serta

dasar dasar permohonan dalam hal pengujian pasal a quo tidaklah

bertentangan dengan pasal 24A ayat 1, pasal 24B ayat 1, dan Pasal 28D ayat 1

Undang Undang Dasar 1945. 13

13

Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.85

Page 80: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

70

Adapun Peran Komisi Yudisial memiliki amanat yang penting dalam

proses seleksi Hakim Agung diantaranya :

Peran Komisi Yudisial dalam proses seleksi Hakim Agung pada pasal 24A

ayat 1 tidak melanggar prinsip kekuasan kehakiman yang merdeka. Bahwa

proses seleksi calon Hakim tidak dapat dikatakan sebagai intervensi

terhadap kekuasan kehakiman yang merdeka karena dalam Pasal 1 angka 2

dan angka 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman dikatakan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

adalah pelaku kekuasaan kehakiman dalam proses seleksi serta pemilihan

Hakim Agung yang dilakukan melibatkan Komisi Yudisial dan DPR tidaklah

dipandang sebagai proses yang mencederai atau mengekang kebebasan

kemerdekaan institusional lembaga peradilan yang tercermin dalam kebebasan

para hakim sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, seperti yang didalilkan oleh

para Pemohon.

Demikian pula dengan proses seleksi, serta pemilihan hakim konstitusi

yang dipilih dengan berdasarkan representasi dari lembaga eksekutif, legislatif,

dan yudikatif. Bahwa independensi hakim agung serta hakim konstitusi tidak

terganggu dengan mekanisme seleksi, serta pemilihan seperti yang telah

dijelaskan di atas, sehingga alasan para Pemohon yang mengatakan bahwa

pasal a quo bertentangan dengan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

tidak beralasan menurut hukum, sehingga pihak terkait menyatakan bahwa tidak

ada pertentangan norma antara pasal a quo dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-

Undang Dasar 1945.

Page 81: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

71

Peran Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan Hakim yang

diatur dalam pasal a quo sudah sesuai dengan konstitusi.14

Bahwa

berdasarkan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan

hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim.

Jadi konstitusi telah memberikan wewenang yang luas kepada

Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran,

martabat, serta perilaku Hakim dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku

hakim, hal ini harus dimaknai termasuk melakukan seleksi pengangkatan hakim

agar dapat memenuhi kriteria hakim yang berkualitas, berintegritas, serta

bernurani keadilan.

Bahwa jelas peran Komisi Yudisial dalam proses seleksi

pengangkatan Hakim adalah merupakan amanat dari konstitusi, di mana Komisi

Yudisial diberikan wewenang lain dari konstitusi dalam rangka menjaga

kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku Hakim bahwa proses menjaga

kehormatan, keluhuran, martabat Hakim sangatlah memiliki hubungan yang

sangat tidak terpisahkan dari proses seleksi pengangkatan hakim. Karena proses

seleksi pengangkatan Hakim harus dipandang sebagai upaya preventif

Komisi Yudisial dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran, martabat

hakim.

14

Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.86

Page 82: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

72

Bahwa dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa keterlibatan Komisi

Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan Hakim pada Pengadilan Umum,

Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara seperti yang diatur dalam

pasal a quo adalah inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 24B ayat

(1) Undang-Undang Dasar 1945 menurut Pihak Terkait tidak mendasar dan

tidak beralasan menurut hukum. Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, maka

Pihak Terkait menyatakan bahwa pasal a quo yang diujikan oleh para Pemohon

tidak memiliki pertentangan norma dengan konstitusi, sehingga norma yang

terdapat dalam pasal a quo tersebut sesuai dengan prinsip lex superior derogat

legi inferior.

Peran Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan hakim agung

pada pasal 28D ayat 1 tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dalam

penerapannya.Bahwa berdasarkan ketentuan pasal a quo ditegaskan bahwa proses

seleksi pengangkatan hakim pada peradilan umum, peradilan agama,

peradilan tata usaha negara dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial melalui peraturan bersama yang dibuat oleh Mahkamah

Agung dan Komisi Yudisial.

Bahwa kemudian pada tahun 2010, proses seleksi pengangakatan hakim

pada peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha

negara dilakukan dengan menggunakan rekrutmen CPNS oleh Pemerintah, dalam

hal ini Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, dengan melibatkan

Mahkamah Agung tanpa melibatkan Komisi Yudisial. Namun, guna menjaga

legitimasi keberadaan calon Hakim hasil seleksi tahun 2010 tersebut, disusunlah

Page 83: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

73

peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor

01/PB/MA/IX/2012-01/PB/P.KY/09/2012 tentang Seleksi Pengangkatan Hakim

bahwa terhitung sejak dikeluarkannya peraturan bersama antara Mahkamah

Agung dan Komisi Yudisial tersebut, hingga saat ini proses seleksi

pengangkatan hakim pada peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan

tata usaha negara belum dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial.

Walaupun belum ada penerapan seleksi pengangkatan hakim sejak

dibuatnya peraturan bersama yang telah dibuat dan ditandatangani oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, sehingga tidak beralasan jika

dikatakan tidak timbul ketidakpastian hukum terhadap norma pasal a quo

dalam penerapannya. Namun, lebih kepada ketidakpatuhan masing-masing

lembaga dalam menjalankan peraturan bersama tersebut.15

Mahkamah juga berpendapat bahwa dalam Pasal 24 Undang Undang

Dasar 1945 tidak menyebutkan secara tersurat mengenai kewenangan Mahkamah

Agung dalam proses seleksi dan pengangkatan calon Hakim dari lingkungan

Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Tata Usaha Negara, akan tetapi dalam

pasal 24 ayat 2 telah secara tegas menyatakan bahwa ketiga undang undang yang

diajukan Pemohon dalam perkara a quo berada dalam lingkungan kekuasaan

kehakiman di bawah Mahkamah Agung. Serta dihubungkan dengan peradilan

15

Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.87

Page 84: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

74

“satu atap” menurut mahkamah seleksi pengangkatan calon Hakim pengadilan

tingkat pertama menjadi kewenangan Mahkamah Agung. 16

Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang lahir atas kehendak

politik yang dituangkan melalui perubahan Undang Undang Dasar 1945,

kemudian komisi Yudisial diorentasikan untuk membangun sistem checks and

balances dalam sistem kekuasaan kehakiman dan kekuasaan kehakiman yang

merdeka tidak bisa dibiarkan tanpa kontrol atau pengawasan sebagai wujud

akuntabilitas.17

Adapun faktor faktor penentu independensi peradilan sebagai pelaksana

kekuasaan kehakiman adalah ketersediaan infrastruktur pendukung bekerjanya

hakim yang bebas dan bermartabat. Infrastruktur pendukung dalam hal ini adalah

segenap kompenen dalam struktur dan mekanisme pengadilan yang membantu

dan mendukung hakim dalam melaksanakan tugas tugas yudisialnya.18

Menurut Lawrence M. Friedman yang menyatakan efektif tidaknya

penegakan hukum itu tergantung pada ketiga elemen sistem hukum, yakni

struktur hukum (legal structure), substansi (legal substance), dan budaya hukum

(legal culture). Struktur hukum (legal structure) adalah bagian- bagian yang

bergerak di dalam suatu mekanisme sistem atau fasilitas yang ada dan disiapkan

dalam sistem yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.19

16

Putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h.120 17

Elza Faiz, Risalah Komisi Yudisial Cikal Bakal, Pelembagaa, dan Dinamika Wewenang,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2013), h.7 18

Mario Prakas.“Merajut Independensi Peradilan Dalam Skenario Perbaikan Kesejah

teraan Hakim”. Artikel ini diakses pada hari senin, 03 Oktober 2016 jam 09.00 dari

http://www.komisiyudisial.go.id/Makalah Tentang Independens Peradilan.pdf. 19

Lawrence M. Friedman, “American Law An Introduction Second Edition (Hukum Amerika

Sebuah Pengantar” Penerjemah Wishnu Basuki, (Jakarta: Tatanusa, 2001), h.7-9

Page 85: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

75

Kedudukan Komisi Yudisial ditentukan oleh Undang Undang Dasar 1945

sebagai lembaga negara yang tersendiri karena dianggap sangat penting dalam

upaya menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku

hakim. Jika hakim dihormati karena integritas dan kualitasnya maka rule of

law dapat sungguh sungguh ditegakkan sebagaimana mestinya. tegaknya rule

of law itu justru merupakan prasyarat bagi tumbuh dan berkembang

sehatnya sistem demokrasi yang hendak dibangun menurut sistem konstitusional

UUD 1945. Demokrasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang, jika rule of law

tidak tegak dengan kehormatan ,kewibawaan ,dan keterpercayaannya.20

Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung memiliki kolerasi yang erat

terdapat pada pasal 24A ayat 3 dan Pasal 24B ayat 1 UUD NRI tahun 1945

menegaskan, bahwa calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial Kepada

DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan Hakim Agung

oleh Presiden.

Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan

kehakiman. Dari ketentuan ini, bahwa jabatan hakim merupakan jabatan

kehormatan yang harus dihormati, dijaga dan ditegakkan kehormatannya oleh

suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan

Mahkamah Agung, tugas Komisi Yudisial hanya dikaitkan dengan fungsi

20

Jimly Asshiddiqie,“Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,” Cet. Kedua

(2), (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.158

Page 86: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

76

pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan hakim lainnya, seperti

Hakim Mahkamah Konstitusi, tidak dikaitkan dengan Komisi Yudisial. 21

Konsep mengenai pengawasan terhadap hakim yang

lahir pasca rangkaian amandemen UUD 1945 era reformasi tidak sepenuhnya

mulus dalam tataran praktik. Hubungan antara Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial berjalan tidak harmonis. Mahkamah Agung berpendapat bahwa Komisi

Yudisial terlalu luas mengartikan tugasnya sebagai pengawas terhadap hakim

karena menjadikan putusan sebagai pintu masuk pengawasan. Pertikaian tersebut

berujung pada permohonan judicial review para Hakim Agung ke Mahkamah

Konstitusi dan meminta Konstitusi membatalkan pasal-pasal yang mengatur

mengenai kewenangan Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan terhadap

Hakim (dan Hakim Agung).

Namun, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015)

ini tidak diambil secara bulat. Salah satu hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna

mengajukan dissenting opinion. Ia berpendapat bahwa seharusnya Mahkamah

Konstitusi memutus ketiga pasal dengan konstitusional bersyarat. Alasannya,

keterlibatan Komisi Yudisial bersama Mahkamah Agung dalam proses seleksi

pengangkatan hakim di tiga lingkungan peradilan tidaklah mengganggu

administrasi, organisasi, maupun finansial pengadilan.

Lebih lanjut hakim konstitusi tersebut berpendapat bahwa sepanjang

dipahami keterlibatan Komisi Yudisial itu konteksnya adalah keterlibatan

21

A. Salman Magalatung “Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, (Bekasi:

Gramata Publishing, 2016), h.172

Page 87: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

77

dalam memberikan pemahaman kode etik dan pedoman perilaku hakim bagi para

calon hakim yang telah dinyatakan lulus dalam proses seleksi calon hakim.

Menurut beliau, jika keterlibatan Komisi Yudisial dipahami demikian, sebenarnya

hal itu merupakan penafsiran sekaligus implementasi yang tepat terhadap

pengertian “wewenang lain” dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

keluhuran martabat serta perilaku hakim yang diamanatkan Undang Undang

Dasar Tahun 1945 kepada Komisi Yudisial.

Penafsiran Demikian Dipandang Konstitusional disamping karena tidak

mengganggu kemerdekaan kekuasaan kehakiman (baik secara organisasi,

administrasi, maupun finansial) juga konstektual dengan tujuan utama

pembentukan Komisi Yudisial yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung.

Sayangnya buruknya hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

dalam mengimplementasikan gagasan mulia konstitusi itu, sebagaimana tampak

nyata dari fakta fakta yang terungkap dalam persidangan maupun melalui sebaran

berita di media massa, telah menyebabkan penafsiran dan implementasi yang

sungguh memberi harapan besar bukan hanya bagi tegaknya kemerdekaan

kekuasaan kehakiman tetapi juga bagi terjaganya kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim itu menjadi sirna.

Menurut I Dewa Gede Palguna, Mahkamah seharusnya memutus dan

menyatakan norma Undang Undang yang dimohonkan pengujian dalam

permohonan a quo konstitusional bersyarat (conditionally constitusional), yaitu

sepanjang prasa “bersama Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan

Hakim Pengadilan Negeri, Hakim Pengadilan Agama, dan Hakim Pengadilan

Page 88: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

78

Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam ketiga Undang Undang a quo

dimaknai sebagai diikut sertakannya Komisi Yudisial dalam proses pemberian

materi kode etik dan pedoman perilaku hakim bagi para calon Hakim Pengadilan

Negeri, calon Hakim Pengadilan Agama, dan calon Hakim Pengadilan Tata Usaha

Negara dalam proses seleksi tersebut.22

22

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, h. 125-128

Page 89: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah di sampaikan di bab sebelumnya, maka penulis

mengambil kesimpulan, diantarnya :

1. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU- XIII/2015

dalam melakukan pengujian pasal 13A ayat 2, Ayat 3 dan 14A ayat (2) Ayat (3)

undang undang nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Undang Undang

Nomor 50 tahun 2009 tantang Peradilan Agama, Undang Undang Nomor 51 tahun

2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan dengan ketentuan pasal

tersebut, telah mengurangi hak konstitusional para pemohon khususnya dalam

mengusulkan promosi/mutasi hakim yang baik dan berprestasi, Menjaga dan

mempertahankan prinsip peradilan yang bebas dan mandiri, Membina dan

meningkatkan kemampuan hakim untuk dapat menjalankan tugas dan kewajiban

memerikasa, mengadili dan memutus perkara secara baik, serta menjaga

kemerdekaan dan independensi peradilan untuk kepentingan seluruh warga negara

pencari keadilan (Justitiabelen).

2. Sekilas hasil putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 43/PUU-XIII/2015 mengenai

kewenangan tunggal seleksi hakim oleh Mahkamah Konstitusi memberi tanda bahwa

penundaan proses seleksi hakim yang telah terjadi selama lima tahun terakhir ini akan

segera berakhir. Tarik menarik kepentingan antara Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial memang menjadi salah satu alasan mengapa proses seleksi hakim tingkat

pertama dan banding tertunda pelaksanaannya. Namun ada tiga faktor hal yang bisa

Page 90: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

80

dicermati pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015

yang menghapus peran Komisi Yudisial dalam seleksi hakim.

A. Pertama yaitu kegagalan Mahkamah Konstitusi untuk memaknai Konstitusi

dengan lebih luas. Mahkamah Konstitusi melalui keputusannya menyatakan

bahwa adanya kewenangan Komisi Yudisial untuk bersama Mahkamah Agung

melakukan seleksi hakim di tiga lingkup peradilan (umum, agama, dan tata

usaha) bertentangan dengan makna “wewenang lain”Komisi Yudisial dalam

rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku

hakim sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 B ayat (1) Undang Undang Dasar

1945. Mahkamah Konstitusi merasa bahwa kewenangan pemilihan hakim oleh

Komisi Yudisial hanya limitatif (terbatas) untuk hakim agung saja. Padahal

seharusnya tidak begitu. Penjagaan martabat dan keluhuran hakim itu tentu tidak

bisa tidak harus dimulai dari proses seleksi awal penerimaan hakim itu sendiri.

Begitu juga penegakan kehormatan serta perilaku hakim tentunya harus

ditegaskan sejak awal sehingga menjadi cara pandang bagi orang yang nantinya

menjadi hakim. Dan lagi ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kewenangan

Komisi Yudisial dalam melakukan seleksi itu dilakukan bersama dengan

Mahkamah Agung, bukan wewenang tunggal sehingga tidak seharusnya dimaknai

bertentangan dengan Konstitusi.

B. Kedua, yaitu kelalaian Mahkamah Konstitusi untuk membedakan larangan

dengan norma Mahkamah Konstitusi berdasar keputusannya mengungkapkan

bahwa pembahasan mengenai norma kewenangan Komisi Yudisial untuk

melakukan seleksi atas hakim tingkat pertama dan banding dahulu sudah pernah

Page 91: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

81

diperdebatkan dalam pembahasan perubahan Undang Undang Dasar 1945 di era

awal reformasi dahulu dan ditolak. Menurut Mahkamah Konstitusi, dengan tidak

disepakatinya suatu usulan norma itu berarti juga larangan terhadap hal itu.

Padahal itu tidaklah beralasan. Sesuatu dikatakan bertentangan dengan konstitusi

jika secara tegas melanggar norma Undang Undang Dasar ataupun prinsip umum

yang termuat di Konstitusi. Justru pembahasan yang pernah dilakukan oleh para

perumus amandemen Undang Undnag Dasar 1945 mengenai kewenangan Komisi

Yudisial melakukan seleksi hakim hingga tingkat pertama menunjukkan gagasan

mengenai peran lebih Komisi Yudisial. Maka dari itu, tentu sangat disayangkan

saat perumus undang-undang peradilan membuat policy adanya kewenangan

seleksi hakim tingkat pertama pada Komisi Yudisial yang sebenarnya tetaplah

dilakukan bersama Mahkamah Agung dipermasalahkan.

C. Ketiga, yaitu kegagapan Mahkamah Konstitusi untuk melihat hubungan ideal

antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial. Mahkamah Konstitusi

berdasar keputusannya seakan mengangguk setuju begitu saja pada argumen

pihak IKAHI yang menyatakan bahwa dengan adanya Komisi Yudisial yang turut

melakukan seleksi hakim bersama Mahkamah Agung akan mengganggu

independensi dan kemandirian peradilan. Mahkamah Konstitusi menyetujui

bahwa kemandirian hakim bisa terjamin jika seleksi hakim bebas “intervensi” dari

lembaga lain.

Page 92: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

82

B. Saran

1. Perlunya penyusunan Undang Undang Komisi Yudisial menyebutkan secara

rinci tugas pengawasan yang dapat dilakukan Komisi Yudisial, sehingga

putusannya lebih jelas daya berlakunya semakin kuat. Dan mengatur tegas

pembedaan antara ranah perilaku, ranah teknis yudisial dan ranah administrasi.

Selain itu, diperlukan pula tanggung jawab negara melalui fungsi legislasi yang

dalam hal ini harus diperankan DPR dan Pemerintah.

2. Komisi Yudisial memegang peranan penting dalam menyeleksi hakim agung,

maka yang harus diperhatikan adalah calon hakim yang dipilih adalah hakim yang

benar benar bisa bertanggung jawab kepada provesinya sebagai hakim agung.

3. Komisi Yudisial perlu melakukan penguatan internal dalam membangun sistem

pengawasan dan penguatan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan

teknis terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan.

4. Penulis mengharapkan adanya kajian lanjut dan lebih mendalam mengenai

Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim khususnya masalah

pengangkatan, pemberhentian dan penjatuhan sanksi yang dilakukan oleh

komisi Yudisial khususnya peradilan pada hukum Islam yang benar benar

Valid dan Credible.

Page 93: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

83

DAFTAR PUSTAKA

Arfawie, Kurde, Nukhtoh, Telaah Kritis Teori Negara Hukum Konstitusi dan Demokrasi

dalam Rangka Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah berdasarkan

UUD 1945, Pustaka Pelajar, Arto, 2005

A. Mukti, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung, Redefenisi Peran dan Fungsi Mahkamah Agung

untuk Membangan Indonesia Baru, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan Kesatu (1), Konstitusi

Press, Jakarta, 2005

Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

Cetakan Kesatu (1), Konstitusi Press, Jakarta, 2005.

Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,” Cetakan Kedua

(2), Sinar Grafika, Jakarta 2012

Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Cetakan

Kesatu (1), PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2007

Asshiddiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Cetakan Kesatu (1), PT. Bhuana

Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2009

Chaidir, Ellydar. Negara Hukum, Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia, Total

Media, Yogyakarta, 2007

C.S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Bina Aksara, Jakarta 1986

Dahlan Thaib, DPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta,

1994. Jakarta, 1986.

Fuady, Munir. Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Rafika Aditama, Bandung, 2009.

Huda, Ni’Matul, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, UII Press, Yogyakarta,

2005.

Hadjon, Philipus, M, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara Menurut UUD

1945 Suatu Analisa Hukum dan Kenegaraan, Cetakan Pertama, Bina Ilmu,

Surabaya, 1992.

Harahap, Yahya M, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan

Kembali Perkara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1984.

Kusnardi, Muhammad dan Hermaily Ibrahim. Pengatar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat

Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV “Sinar

Bakti”, Jakarta Pusat, 1983.

Page 94: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

84

Kusnardi Muhammad dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI, Jakarta,

1988.

Kansil, C.S.T dan Kansil S.T.Christine“Hukum Tata Negara Republik Indonesia” Cetakan

Pertama Edisi Revisi 2, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008

Latif, Abdul. Fungsi Mahkamah Konstitusi (Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi),

Total Media, Yogyakarta, 2009.

Mujahidin, Ahmad, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2007.

Mahfud MD, Moh Perdebatan Hukum Tata Negara, LP3ES, Jakarta, 2007.

Mahfud MD, Moh Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Penerbit Rineke Cipta,

Jakarta, 2001.

Prodjohamidjojo, Martiman, S.H., Kekuasaan Kehakiman dan Wewenang untuk Mengadili,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.

Salman, A, Magalatung “Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945” Gramata

Publishing, Bekasi, 2016.

Satjipto Rahardjo, Komisi Yudisial untuk Hakim dan Pengadilan Progersif, Bunga Rampai

Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial, Komisi Yudisial RI, Jakarta, 2006.

Sirajuddin, dan Zulkarnain, Komisi Yudisial & Eksaminasi Publik Menuju Peradilan yang Bersih

dan Berwibawa, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Soemantri M., Sri. Prosedur dan dan Sistem Perubahan Konstitusi, Penerbit PT. Alumni,

Bandung.

Soekanto, Sorejono. Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1998.

Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992.

Sumali. Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang Undang (Perpu),

UMM Press, Malang, 2003.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Suyuthi, Wildan “Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama”

dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan

Makalah Berkaitan. Mahkamah Agung RI, Jakarta 2006.

Thalib, Abdul Rasyid. Wewenang Mahkama Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya, Bandung, 2006.

Thohari, A. Ahsin, Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan, Elsam, Jakarta, 2004.

Page 95: Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Pengangkatan Hakim Agung ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42551/1/NURDIN... · pengadilan tingkat pertama juga harus dilaksanakan

85

Wahjono, Padmo. Beberapa Masalah Ketatanegaraan di Indonesia, Penerbit Rajawali, Jakarta,

1984.

Yuhana, Abdy, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Fokus

Media,Bandung, 2007.

Zaini, Abdulah. Pengantar Hukum Tata Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991.

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22

tahun 2004 tentang Komisi Yudisal.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang

Tentang Komisi Yudisal, Jakarta, 2003.

Naskah Akademik RUU tentang Komisi Yudisial yang disusun oleh Mahkamah Agung

menjadi Naskah Akademik yang digunakan DPR dalam menyusun UU Nomor 22

Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 005/PUU-IV/2006, diucapkan

dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada Rabu,

23 Agustus 2006

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Konstitusi Republik Indonesia Nomor 43/PUU-XIII/2015

dalam proses pengangkatan Hakim Agung

Artikel

Santosa, Mas Achmad. artikel: Menjelang Pembentukan Komisi Yudisial, dalam harian

Kompas, 02 Maret 2005.

Widjoyanto, Bambang. Komisi Yudisial: Checks and Balances Dan Urgensi Kewenangan

Pengawasan, artikel dalam Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi

Yudisial, 2006

Makalah dan Jurnal

Thohari, A. Ahsin. Mengembalikan Khittah Komisi Yudisial Sebagai Pengawas Eksternal

Hakim, dalam Jurnal Hukum Panta Rei, Vol 1, No. 3, Februari 2009

Sirajuddin, Profesi Hakim dalam Pusaran Krisis, Media Kampus, edisi Juli Desember 2007