Kedudukan Anak Dalam Keluarga

14
KONSEP FAMILY CENTRE CARE KEDUDUKAN ANAK DALAM KELUARGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Ada berbagai cara pandang dalam menyikapi dan memperlakukan anak yang terus mengalami perkembangan seiring dengan semakin dihargainya hak-hak anak, termasuk oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Allah dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh orang tua. Sebagai amanah anak harus dijaga sebaik mungkin oleh yang memegangnya, yaitu orang tua. Anak adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apa pun. 1 Adanya tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhan anak, menunjukkan bahwa anak sebagai sosok manusia dengan kelengkapan-kelengkapan dasar dalam dirinya baru mulai mencapai kematangan hidup melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena itu anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Akan tetapi fenomena kelalaian dan penelantaran anak merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat, sebaliknya juga perebutan anak antara orang tua sering terjadi seakan- akan anak adalah harta benda yang dapat dibagi-bagi, dan setelah dibagi seolah putuslah ikatan orang tua yang tidak mendapatkan hak asuhnya. Walaupun sebenarnya masalah kedudukan anak dan kewajiban orang tua terhadap anak ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan hukum Islam. Persoalan ini lah yang akan ditelaah dalam tulisan ini yang analisanya sedikit banyak akan diarahkan kepada aturan hukum dan perundang-undangan mengenai anak.

description

Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Transcript of Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Page 1: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

KONSEP FAMILY CENTRE CARE

KEDUDUKAN ANAK DALAM KELUARGA

BAB IPENDAHULUAN

A.      Latar Belakang MasalahAnak  merupakan  persoalan  yang  selalu  menjadi  perhatian berbagai  elemen

masyarakat,  bagaimana  kedudukan  dan  hak-haknya dalam  keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang  tuanya,  bahkan  juga  dalam  kehidupan masyarakat  dan  negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak.  Ada  berbagai  cara  pandang  dalam  menyikapi  dan memperlakukan  anak  yang  terus  mengalami  perkembangan  seiring dengan  semakin  dihargainya  hak-hak  anak,  termasuk  oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Menurut  ajaran  Islam,  anak  adalah  amanah  Allah  dan  tidak  bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati  oleh  orang  tua.  Sebagai  amanah  anak  harus  dijaga  sebaik mungkin  oleh  yang  memegangnya,  yaitu  orang  tua.  Anak  adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apa pun.

1Adanya  tahap-tahap  perkembangan  dan  pertumbuhan  anak, menunjukkan  bahwa  anak  sebagai  sosok  manusia  dengan kelengkapan-kelengkapan  dasar  dalam  dirinya  baru  mulai  mencapai kematangan  hidup  melalui  beberapa  proses  seiring  dengan pertambahan  usianya.  Oleh  karena  itu  anak  memerlukan  bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Akan  tetapi  fenomena  kelalaian  dan  penelantaran  anak merupakan  permasalahan  yang  sering  terjadi  dalam  masyarakat, sebaliknya juga perebutan anak antara orang tua sering terjadi seakan-akan  anak  adalah  harta  benda  yang  dapat  dibagi-bagi,  dan  setelah dibagi  seolah putuslah  ikatan orang  tua  yang  tidak mendapatkan  hak asuhnya.  Walaupun  sebenarnya  masalah  kedudukan  anak  dan kewajiban  orang  tua  terhadap  anak  ini  telah  diatur  dalam  berbagai peraturan perundang-undangan dan hukum Islam.  Persoalan  ini  lah  yang  akan  ditelaah  dalam  tulisan  ini  yang analisanya  sedikit  banyak  akan  diarahkan  kepada  aturan  hukum  dan perundang-undangan mengenai anak.

  

Page 2: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

BAB II3

PEMBAHASAN MASALAH

A.      Pengertian Anak dan KeluargaKeluarga  adalah  unit  terkecil  dalam  masyarakat  yang terdiri  dari  suami  isteri  atau 

suami  isteri  dan  anaknya  atau  ayah dan  anaknya  atau  ibu  dan  anaknya  atau  keluarga  sedarah  dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

Anak  dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  diartikan sebagai  keturunan,  anak  juga  mengandung  pengertian  sebagai manusia  yang  masih  kecil.  Selain  itu,  anak  pada  hakekatnya seorang  yang  berada  pada  satu masa  perkembangan  tertentu  dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.

Majelis  Umum  PBB  pada  tanggal  20  November  1990 bertempat  di  New  York  menyelenggarakan  Convention  on  the Rights  of  the Childs  (CRC),  di  antara  hasil-hasilnya menyatakan bahwa; Anak adalah setiap orang di bawah usia 18  tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak kedewasaan telah diperoleh sebelumnya.

4Di  dalam  al-Qur’an,  anak  sering  disebutkan  dengan  kata walad-awlâd yang berarti anak yang dilahirkan orang tuanya, laki- laki maupun perempuan, besar atau kecil, tunggal maupun banyak. Karenanya  jika  anak  belum  lahir  belum  dapat  disebut  al-walad atau  al-mawlûd,  tetapi  disebut  al-janĭn  yang  berarti  al-mastûr (tertutup) dan al-khafy (tersembunyi) di dalam rahim ibu. Kata  al-walad  dipakai  untuk  menggambarkan  adanya hubungan  keturunan,  sehingga  kata  al-wâlid  dan  al-wâlidah diartikan sebagai ayah dan  ibu kandung. Berbeda dengan kata ibn yang  tidak mesti menunjukkan  hubungan  keturunan  dan  kata  ab tidak mesti berarti ayah kandung. Selain  itu,  al-Qur’an  juga  menggunakan  istilah  thifl(kanak-kanak)  dan  ghulâm (muda  remaja)  kepada  anak,  yang menyiratkan  fase  perkembangan  anak  yang  perlu  dicermati  dan diwaspadai orang  tua,  jika ada gejala kurang baik dapat diberikan terapi  sebelum  terlambat,  apalagi  fase  ghulâm  (remaja)  di mana anak  mengalami  puber,  krisis  identitas  dan  transisi  menuju dewasa.

Al-Qur’an  juga menggunakan  istilah ibn pada anak, masih seakar  dengan  kata  bana  yang  berarti  membangun  atau  berbuat baik,  secara  sistemantis  anak  ibarat  sebuah  bangunan  yang  harus diberi pondasi  yang kokoh, orang  tua harus memberikan pondasi keimanan,  akhlak  dan  ilmu  sejak  kecil,  agar  ia  tumbuh  dan berkembang menjadi anak yang memiliki prinsip dan kepribadian yang  teguh.

Kata  ibn  juga  sering  digunakan  dalam  bentuk tashghĭr  sehingga  berubah  menjadi  bunayy  yang  menunjukkan anak secara  fisik masih kecil dan menunjukkan adanya hubungan kedekatan  (al-iqtirâb). Panggilan  ya  bunayya  (wahai  anakku) menyiratkan  anak  yang  dipanggil  masih  kecil  dan  hubungan kedekatan  dan  kasih  sayang  antara  orang  tua  dengan  anaknya. Begitulah mestinya  hubungan  orang  tua  dengan  anak,  hubungan yang  dibangun  dalam fondasi  yang  mengedepankan  kedekatan, kasih  sayang  dan  kelembutan.  Sikap  orang  tua  yang mencerminkan kebencian dan kekerasan  terhadap anak  jelas  tidak dibenarkan dalam al-Qur’an.

Hak dan Kedudukan Anak dalam Keluarga Anak  yang  sah  adalah  anak  yang  dilahirkan  dalam,  atau sebagai  akibat  dari,  perkawinan  yang  sah  atau  hasil  pembuahan suami  isteri  yang  sah  di  luar  rahim  dan  dilahirkan  oleh  isteri tersebut,  sedangkan  anak  yang  dilahirkan  di  luar  perkawinan hanya  mempunyai  hubungan    perdata  dengan  ibu  dan  keluarga ibunya.  Seorang  suami  dapat  menyangkal  sahnya  anak  dengan li’an  (sumpah)  bahwa  isterinya  telah  berzina  dan  anak  itu  akibat dari  perzinaannya  dan  pengadilan  atas  permintaan  pihak berkepentingan memutuskan tentang sah/tidaknya anak.

Asal-usul seorang anak hanya bisa dibuktikan dengan Akta kelahiran autentik oleh pejabat yang berwenang,  jika akta autentik tidak  ada  maka  asal-usul  anak  ditetapkan  oleh 

Page 3: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Pengadilan berdasarkan  pembuktian  yang memenuhi  syarat  untuk  kemudian dibuatkan akte kelahiran pada instansi pencatat kelahiran.

Terhadap  anak  yang  dilahirkan  dari  hasil  perkawinan campuran,  dapat  memperoleh  kewarganegaraan  dan  dapat  pula kehilangan  kewarganegaraan,  kewarganegaraannya  akan menentukan  hukum  yang  berlaku  baik  mengenai  hukum  publik mau pun perdata.

Batas  usia  anak  yang  mampu  berdiri  sendiri  (dewasa) adalah  21  tahun,  sepanjang  ia  tidak  cacat  fisik  atau  pun mental atau  belum  kawin.  Orang  tua  mewakili  anak  mengenai  segala perbuatan hukum di dalam dan di  luar pengadilan. Apabila kedua orang  tua  anak  tidak  mampu,  Pengadilan  dapat menunjuk  salah seorang  kerabat  terdekat  yang  mampu  menunaikan  kewajiban orang tuanya.

Ayah kandung  berkewajiban memberikan  jaminan  nafkah anak  kandungnya  dan  seorang  anak  begitu  dilahirkan  berhak mendapatkan  nafkah  dari  ayahnya  baik  pakaian,  tempat  tinggal, dan  kebutuhan-kebutuhan  lainnya.  Landasan  kewajiban  ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga karena kondisi anak  yang  belum  mandiri  dan  sedang  membutuhkan pembelanjaan,  hidupnya  tergantung  kepada  adanya  pihak  yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat  dengan  anak  adalah  ayah  dan  ibunya,  apabila  ibu bertanggung  jawab  atas  pengasuhan  anak  di  rumah  maka  ayah bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak ayah hanya berkewajiban  menafkahi  anak  kandungnya  selama  anak kandungnya  dalam  keadaan membutuhkan  nafkah,  ia  tidak wajib menafkahi anaknya  yang mempunyai  harta untuk membiayai diri sendiri.  Seorang  ayah  yang  mampu  akan  tetapi  tidak  memberi nafkah  kepada  anaknya  padahal anaknya  sedang  membutuhkan, dapat  dipaksa  oleh  hakim  atau  dipenjarakan  sampai  ia  bersedia menunaikan kewajibannya. Seorang ayah yang menunggak nafkah anaknya  tetapi  ternyata  anaknya  tidak  sedang  membutuhkan nafkah  dari  ayahnya maka  hak  nafkahnya  gugur,  karena  si  anak dalam  memenuhi  kebutuhan  selama  ayahnya  menunggak  tidak sampai  berhutang karena  ia mampu membiayai diri  sendiri, akan tetapi  jika  anak  tidak  mempunyai  dana  sendiri  sehingga  untuk memenuhi  kebutuhannya  ia  harus  berhutang  maka  si  ayah dianggap  berhutang  nafkah  yang  belum  dibayarkan  kepada anaknya.

Di  sisi  lain, si anak wajib menghormati orang  tuanya dan wajib mentaati  kehendak  dan  keinginan  yang  baik  orang  tuanya, dan jika anak sudah dewasa ia mengemban kewajiban memelihara orang tua serta karib kerabatnya yang memerlukan bantuan sesuai kemampuannya.

Menurut Wahbah    al-Zuhaili,  ada  lima macam  hak  anak terhadap  orang  tuanya,  yaitu:  hak  nasab  (keturunan),  hak  radla’ (menyusui),  hak  hadlanah  (pemeliharaan),  hak  walâyah  (wali), dan hak nafkah (alimentasi). Dengan terpenuhinya lima kebutuhan ini, orang  tua akan mampu mengantarkan anaknya dalam kondisi yang siap untuk mandiri. Kelahiran  anak  merupakan  peristiwa  hukum, dengan resminya  seorang  anak  menjadi  anggota  keluarga  melalui  garis nasab,  ia berhak mendapatkan berbagai macam hak dan mewarisi ayah dan  ibunya. Dengan hubungan nasab ada  sederetan hak-hak anak  yang  harus ditunaikan orang  tuanya  dan dengan  nasab pula dijamin  hak orang  tua  terhadap  anaknya. Hak Radla’  adalah  hak anak  menyusui,  ibu  bertanggung  jawab  di  hadapan  Allah menyusui  anaknya  ketika  masih  bayi  hingga  umur  dua  tahun,baik masih  dalam  tali  perkawinan  dengan  ayah  si  bayi  atau  pun sudah  bercerai.  Hadlanah  adalah  tugas  menjaga,  mengasuh  dan mendidik bayi/anak yang masih kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur diri sendiri. Walâyah disamping bermakna hak  perwalian  dalam  pernikahan  juga  berarti  pemeliharaan  diri anak  setelah  berakhir  periode  hadlanah  sampai  ia  dewasa  dan berakal, atau sampai menikah dan perwalian  terhadap harta anak. Hak nafkah merupakan pembiayaan dari semua kebutuhan di atas yang didasarkan pada hubungan nasab. Hak dan  tanggung  jawab adalah dua hal yang  tidak dapat dipisahkan,  anak memiliki  hak  dari  orang  tuanya  dan  orang  tua dibebani  tanggung  jawab  terhadap  anaknya.  Jika  digolongankan hak anak dapat diketagorikan dalam empat kelompok besar, yaitu hak  untuk  hidup,  hak  untuk  tumbuh  dan  berkembang,  hak  untuk mendapat perlindungan dan hak untuk berpartisipasi.

Sebaliknya anak keturunan sudah semestinya berbuat baik dan  berkhidmat  kepada  orang  tuanya  secara  tulus,  orang  tualah yang  menjadi  sebab  terlahirnya  ia  ke  dunia.  Al-Qur’an memerintahkan  supaya  anak  memperlakukan  orang  tua  dengan sebaik-baiknya, ibu  yang  telah mengandungnya  dalam  keadaan lemah  dan  bertambah  lemah  serta  menyapihnya  (menyusui) selama  dua  tahun  sehingga  sepatutnya  anak  bersyukur  kepada

Page 4: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Allah  SWT dan  kepada  kedua  ibu  bapaknya, ibu  mengandung dengan  susah  payah  melahirkan  dengan  susah  payah  yang semuanya  itu berlangsung berturut-turut selama  tiga puluh bulan, sehingga  ketika  anak  sudah  dewasa  dan  mencapai  umur  empat puluh  tahun memohonlah dia kepada Allah supaya menunjukinya untuk mensyukuri  nikmat Allah  yang  telah  diberikan  kepadanya selama  ini  dan  untuk  bersyukur  (berterima  kasih)  kepada  kedua orang tuanya seraya memohon kebaikan untuknya dan untuk anak cucunya  di  kemudian  hari.

Allah  SWT  mengharuskan  manusia berbuat kebaikan dan mentaati kedua orang  tua, hanya  terkecuali jika keduanya memaksa menyekutukan Allah, jika salah seorang atau  keduanya  berusia  lanjut  dalam  pemeliharaan  anak  jangan sekali-kali  mengatakan  “ah”  atau  membentak,  ucapkan  pada mereka perkataan yang mulia, Orang tua memiliki hak atas anak, ketika mereka sudah tua dan lemah berhak mendapatkan jaminan nafkah dari anaknya yang sudah mampu mencari  nafkah  sendiri, mereka  berhak menerima warisan jika anaknya meninggal terlebih dahulu.

Suatu  akad  nikah  merupakan  lambang  kerelaan  dan kesiapan  suami  isteri  memikul  segala  konsekwensi  yang diakibatkan  oleh  akad  nikah,  manakala  suatu  sebab  sudah dilakukan  pelakunya  harus  memikul  musabbab  (akibat),  akan timbul hak dan kewajiban antara suami  isteri baik materil maupun non materil.

Menurut  ajaran  Islam,  Tujuan  utama  dari  perkawinan adalah  melestarikan  keturunan,  oleh  karenanya  anak  menjadi bagian  yang  sentral  dalam  keluarga,  anak  adalah  amanah  Allah yang  senantiasa wajib  dipelihara,  diberi  bekal  hidup  dan  dididik. Begitu  keluarga  dikaruniai  keturunan  timbul  berbagai  hak  dan kewajiban  yang  harus  dipenuhi  suami  isteri  demi  kemaslahatan anak,  kelangsungan  hidup  anak  baik  jasmani  maupun  rohani sangat ditentukan oleh dapat  tidaknya anak meraih haknya secara baik. Lahirnya anak di satu sisi merupakan nikmat karunia Allah, di  sisi  lain  adalah  amanah  yang  jika  orang  tua  berhasil menjaga dan menjalankannya  justru  nikmat  bertambah  dengan  anak  yang saleh dan  berbakti  serta mendoakan orang  tuanya,  jika orang  tua gagal  berarti  ia  telah  mengkhianati  amanah  sehingga  ia  dinilai tidak bertanggung jawab.

Sehingga dalam Islam anak juga disebut sebagai fitnah dan cobaan Allah SWT kepada orang  tuanya, kekayaan dan keluarga yang  besar  adalah  suatu  ujian  dan  percobaan,  semuanya  dapat berbalik menjadi sumber keruntuhan  jika salah ditangani atau  jika kecintaan  kepadanya  justru  menyisihkan  kecintaan  kepada Tuhan. Anak  disebut  cobaan  karena  ia  menjadi  tolok  ukur kualitas  hidup  dan  kepribadian  orang  tuanya  yang  tercermin  dari perlakuannya terhadap anak apakah membawa pada kebaikan atau keburukan.  Kecintaan  sejati  seseorang  kepada  anak  merupakan konsistensi  kecintaan  kepada  Tuhan  untuk  menjaga  dan memelihara  diri  dan  keluarganya  dari  kesengsaraan  di  akhirat, sebagaimana  firman  Allah  yang menyuruh  orang  beriman  untuk menjaga  diri  dan  keluarga  dari  api  neraka.

Bahkan,  jika  para orang tua gagal mendidik anak-anaknya, tidak mustahil anak-anak itu  akan  menjadi  musuhnya,  sebagaimana  pernyataan  al-Qur’an kepada orang-orang beriman bahwa  isteri-isteri dan anak-anakmu ada  yang menjadi musuh  bagimu, maka  berhati-hatilah  terhadap mereka.

Tanggung  jawab orang  tua  tidak hanya  terbatas pada segi fisik  semata  tetapi  yang  lebih  penting  adalah  usaha  peningkatan potensi  positif  agar  menjadi  manusia  berkualitas.  Orang  tua bertanggung  jawab  agar  anak  tidak menyimpang  dari  nature  dan potensi kebaikannya karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Bahwa surga berada di bawah telapak kaki  ibu, artinya para ibu sangat berperan dalam menentukan nasib anak sehingga surga bagi anak sepenuhnya berada dibawah kekuasaan mereka, karena kuatnya  hubungan emosional  seorang  ibu dapat membentuk  jiwa anak hampir sekehendak hati.berpesan kepada para orang tua, agar jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. “Hendaklah  mereka  takut  kepada  Allah  jika meninggalkan  generasi  yang  lemah  di  belakang  mereka,  yang mereka  khawatir  terhadap  kesejahteraannya,  hendaklah  mereka bertaqwa pada Allah dan mengucapkan perkataan yang baik”.

�.

Page 5: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Orang tua harus menjadi teladan yang baik, satu kata dan perbuatan, adil dan tidak membeda-bedakan  anak  baik  dari  segi  usia,  jenis  kelamin, kelebihan maupun kekurangannya  serta menghargai potensi anak dengan sikap kasih dan sayang.

Hak  dan  kedudukan  anak  setelah  perceraian  orang tuanya di  antara  kewajiban  orang  tua  terhadap  anaknya  adalah memberi  nafkah,  seorang  ayah  berkewajiban  untuk  memberikan jaminan  nafkah  terhadap  anaknya,  baik  pakaian,  tempat  tinggal maupun  kebutuhan  lainnya,  meskipun  hubungan  perkawinan orang  tua  si  anak  putus.  Suatu  perceraian  tidak  berakibat hilangnya  kewajiban  orang  tua  untuk  tetap  memberi  nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa atau dapat berdiri sendiri.  Peristiwa  perceraian,  apapun  alasannya,  merupakan malapetaka bagi anak, anak tidak akan dapat lagi menikmati kasih sayang  orang  tua  secara  bersamaan  yang  sangat  penting  bagi pertumbuhan  mentalnya,  tidak  jarang  pecahnya  rumah  tangga mengakibatkan  terlantarnya  pengasuhan  anak.  Itulah  sebabnya dalam ajaran Islam perceraian harus dihindarkan sedapat mungkin bahkan merupakan perbuatan yang paling dibenci Allah swt. Bagi anak-anak  yang  dilahirkan,  perceraian  orang  tuanya  merupakan hal  yang  akan mengguncang  kehidupannya  dan  akan  berdampak buruk  bagi  pertumbuhan  dan  perkembangannya,  sehingga biasanya  anak-anak  adalah  pihak  yang  paling  menderita  dengan terjadinya perceraian orang tuanya.

Setelah  terjadinya  perceraian,  Pengadilan  memutuskan siapa di antara ayah dan ibu yang berhak menjalankan kuasa orang tua demi kelangsungan pemeliharaan dan pengasuhan anak,  tidak jarang  terjadi perebutan mengenai hak asuh anak, masing-masing bekas  suami  isteri merasa  paling  berhak  dan  paling  layak  untuk menjalankan hak asuh.  Dalam ajaran  Islam, ada dua periode perkembangan anak dalam  hubungannya  dengan  hak  asuh  orang  tua,  yaitu  periode sebelum  mumayyiz  (anak  belum  bisa  membedakan  antara  yang bermanfaat  dan  yang  berbahaya  bagi  dirinya),  dari  lahir  sampai berumur  tujuh  atau  delapan  tahun,  menurut  Kompilasi  Hukum Islam sampai berusia 12 tahun,dan sesudah mumayyiz. Sebelum anak  mumayyiz,  ibu  lebih  berhak  menjalankan  hak  asuh  anak karena ibu lebih mengerti kebutuhan anak dengan kasih sayangnya apalagi  anak  pada  usia  tersebut  sangat  membutuhkan  hidup  di dekat ibunya.

Masa  mumayyiz  dimulai  sejak  anak  secara  sederhana sudah mampu membedakan mana yang berbahaya dan bermanfaat bagi dirinya, ini dimulai sejak umur tujuh tahun sampai menjelang dewasa  (balig berakal). Pada masa  ini anak  sudah dapat memilih dan  memutuskan  apakah  akan  memilih  ikut  ibu  atau  ayahnya. Tetapi  dalam  kondisi  tertentu  ketika  pilihan  anak  tidak menguntungkan  bagi  anak,  demi  kepentingan  anak  hakim  boleh mengubah putusan  itu dan menentukan mana yang maslahat bagi anak. Sengketa  hak  asuh  anak  berbeda  dengan  sengketa  harta, dalam sengketa harta putusan hakim bersifat menafikan hak milik pihak  yang  kalah,  tetapi  putusan  hak  asuh  sama  sekali  tidak menafikan  hubungan  pihak  yang  kalah  dengan  anak  yang disengketakan,  sehingga  tidak  sepatutnya  sengketa  hak  asuh dipertajam  ketika  sudah  diputuskan  oleh  Pengadilan.  Sehingga lazimnya  walaupun  putusan  memenangkan  pihak  ibu  dan mengalahkan pihak ayah, biasanya putusan  juga menyatakan ayah tetap berkewajiban membelanjai kebutuhan anaknya dan  ibu tidak boleh  menghalang-halangi  ayah  berhubungan  dengan  anaknya demikian  juga sebaliknya, meskipun orang  tuanya sudah bercerai anak tetap bebas berhubungan dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Dengan  terjadinya  perceraian,  pengadilan  dapat mewajibkan  kepada  bekas  suami  untuk  memberikan  biaya penghidupan  dan atau menentukan  sesuatu  kewajiban  bagi  bekas isteri.  Sebagai  ibu  atau  bapak  mereka  tetap  berkewajiban memelihara  dan  mendidik  anak-anak  dan  jika  ada  perselisihan mengenai  penguasaan  anak  pengadilan memberi  putusan  dengan semata-mata  mendasarkan  kepada  kepentingan  anak.  Seorang bapak  bertanggung  jawab  atas  semua  biaya  pemeliharaan  dan pendidikan  yang  diperlukan  anak  dan  jika  bapak  ternyata  tidak dapat memenuhi kewajibannya pengadilan dapat menentukan  ibu ikut memikulnya.

Semua  biaya  hadlanah  dan  nafkah  anak  menjadi tanggungan  ayah  menurut  kemampuannya,  sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri atau sampai  usia  21  tahun.  Bilamana  terjadi  perselisihan  mengenai hadlanah  dan  nafkah  anak  maka  pengadilanlah  yang memutuskannya. Karena orang  tua berkewajiban  dan  bertanggung jawab  untuk  mengasuh,  memelihara,  mendidik  dan  melindungi anak.

Page 6: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Menumbuh  kembangkan  anak  sesuai  dengan  kemampuan, bakat  dan minatnya. Mencegah  terjadinya  perkawinan  pada  usia nak-anak.

Orang  tua  adalah  yang  pertama-tama  bertanggung  jawab atas  kesejahteraan  anak,  kewajiban  memelihara  dan  mendidik anak  sedemikian  rupa,  sehingga  anak  dapat  tumbuh  dan berkembang  menjadi  orang  yang  cerdas,  sehat,  berbakti  kepada orang  tua,  berbudi  pekerti  luhur,  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan meneruskan cita-cita  bangsa  berdasarkan  Pancasila.  Orang  tua  yang terbukti melalaikan  tanggung  jawabnya,  dapat  dicabut  kuasa  asuhnya dengan  putusan  Hakim.  Pencabutan  kuasa  asuh  tidak menghapuskan  kewajiban  orang  tua  untuk  membiayai penghidupan,  pemeliharaan  dan  pendidikan  anak  sesuai kemampuan penghidupannya.

Selagi anak belum berusia 18 tahun atau belum menikah ia berada di bawah kekuasaan orang  tuanya yang akan mewakilinya mengenai  perbuatan  hukum  di  dalam  dan  di  luar  pengadilan. Meskipun memegang kuasa, orang  tua  tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap milik anaknya kecuali kepentingan  anak  menghendaki.

Jika  orang  tua  melalaikan kewajibannya atau berkelakuan yang sangat buruk, kekuasaannya terhadap  anak  dapat  dicabut  untuk  waktu  tertentu,  pencabutan kekuasaan  orang  tua  dapat  dimintakan  ke  pengadilan  oleh  salah satu  orang  tua,  keluarga  anak  dalam  garis  lurus  ke  atas,  saudara kandung  yang  telah  dewasa  atau  oleh  pejabat  berwenang, kekuasaan  orang  tua  yang  dicabut  tidak  menghilangkan kewajibannya  untuk  tetap  memberi  biaya  pemeliharaan  kepada anak.

Bagaimana dengan kelahiran seorang anak saja, beberapa anak dalam satu keluarga dan pengaruh urutan kelahiranya.

Keuntungan dari pada kelahiran seorang anak saja dalam satu keluarga, tentunya dapat kita lihat pada banyaknya perhatian yang dapat dicurahkan terhadap pada satu-satunya anak. Anak dapat berbicara seperti orang dewasa dan pengetahuan umumnya biasanya luas sekali.

Sebaiknya, seorang anak yang mempunyai kakak, dan atau adik sudah akan sibuk dengan saudara-saudaranya, sehingga orang tua tidak merasa perlu memberikan waktu khusus untuk menambah pengetahuan anak. Orang tua repot dengan hal-hal lain.

Keuntungan dari adanya beberapa anak dalam satu keluarga adalah dalam perkembangan kepribadian. Dalam hidup bersama dengan kakak dan adik, anak belajar bergaul, belajar membagi-bagi apa yang dimilikinya. Belajar membagi kasih sayang yang diperoleh, dan terbiasa dengan perhatian orang tua yang harus dibagi bersama dengan saudara lainya. Dengan demikian mereka lebih lancar dalam  hubungan  sosial dengan anak-anak lain dan dalam perkembangan kepribadian.

B.       Kedudukan Anak Dalam Keluarga1.         Anak Tunggal

Seorang anak saja dalam keluarga memang keuntunganya terlihat dari pengetahuan umum dan kemampuan berbicaranya. Tetapi karena anak tersebut sendiri saja, tentunya membawa masalah lain. Kepribadianya terpengaruh oleh keadaan yang telah menyebabkan orang tua mengambil keputusan untuk hanya mempunyai seorang anak.

Mungkin mereka menganggap kurang bijaksana kalau mempunyai banyak anak karena cemas akan pendidikanya. Mungkin juga orang tua menganggap lebih dari satu anak terlalu membebani kesanggupan pembiayaan, pendidikan sampai selesai. Masih alasan lain yang menentukanya hanya menghendaki satu anak saja.

Anak tunggal ini biasanya disayang berlebih-lebihan serta terlalu dilindungi. Sering pula orang tua merasa cemas yang luar basa. Anak memperlihatkan beberapa sifat:

a.    Anak menjadi manja, mungkin juga penurut (tidak mau mengecewakan orang tua)b.    Takut, menyendiri, tidak ada teman-teman karena selalu dikelilingi orang dewasa, yang tidak

sebanding umurnya.c.    Menarik perhatian dengan cara kekanak-kanakan, tidak sesuai dengan umur.d.   Kurang disenangi teman sebaya, karena anak tunggal tidak bisa bergaul dengan teman sebaya,

tidak tahu bagemana bertingkah laku.Sering kali terlihat bahwa orang tua dalam hubunganya dengan anak tunggal

memperlihatkan sikap perfek.

Page 7: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

Sikap perfek terlihat pada orang tua yang memperlhatkan desakan, dorongan yang kuat untuk mencapai kesempurnaandalam segala hal yang akan dikerjakan atau dilaksanakanya. Desakan ini juga ditunjukan terhadap anak supaya unggul dalam berbagai bidang. Sebaliknya anak mungkin saja tidak sanggup menjalani dan memenuhi tuntutan orang tua, sehingga anak frustasi. Anak merasa dirinya tidak sesuai, bersalah dan menjadi cemas, tidak dapat tidur, tidak ada nafsu makan dan gugup.

Mengatasi masalah anak perfek ini harus disertai penaganan masalah sikap lainya yang diperlihatkan terhadap anak tunggal, dan telah dibicarakan pada bab sebelum ini.

Penanganan anak dengan masalah dimana orang tua telah perfek, adalah:a.    Anak perlu diberi waktu terluang dengan permainan yang bebas.b.    Anjuran dan pujian bagi anak akan lebih berhasil dari pada kritik dan bimbingan yang berlebih-

lebih dan merupakan kekangan bagi anak.Sebenarnya perfeksionisme ada segi positifnya, bila tidak terlalu ditekankan. Dengan

perfeksionisme yang oktimal maka inspirasi akan berkembang dan tercapai kemajuan. Sikap perfek ini sering ditunjukan anak sulung.

2.         Anak SulungPada kelahiran anak pertama, orang tua belum berpengalaman, maka bayi yang pertama

lebih sering dibawa kedokter. Orang tua cenderung untuk menjadi terlalu cemas dan terlalu melindungi anak sulung.

Bilamana orang tua masih muda dan belum siap untuk menjalani keadaan yang berubah dengan lahirnya bayi pertama dan tanggung jawabnya, maka mungkin timbul kesalahan. Bila anak sulung sudah bertambah besar, disamping orang tua mungkin bersikap terlalu sayang, melindungi, terlalu perfek, mungkin juga terlalu membebani anak dengan tanggung jawab yang berlebih-lebihan.

Sikap orang tua membebani tanggung jawab berlebihan pada anak. Orang tua kadang-kadang mengharapkan anak menerima tanggung jawab melebihi kesediaan untuk melaksanakanya. Kesanggupan teknis untuk suatu tugas tertentu belum berarti kesediaan, siapnya anak, untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakanya.

Perasaan  tanggung jawab adalah kemampuan untuk menyingkirkan semua godaan-godaan, gangguan-gangguan dan menyadari keuntungan dari pelaksanaan yang memuaskan.

Sifat anak yang dibebani tanggung jawab lebih dari kematangan perkembanganya, akan nampak lebih matang, lebih diam, dan tekun dalam pekerjaanya. Sebaliknya, kadang-kadang memperlihatkan sifat kekanak-kanakanya:

a.    Kebiasaan menghisap jari, gangguan tidur, dan bermain permainan anak-anak.b.    Ajak kali menolak tanggung jawab dan pura-pura tidak sanggup melaksanakan tugas

sederhana.c.    Anak-anak yang dibesarkan tanpa disiplin, tanpa bimbingan, tetap diharapkan bertanggung

jawab, harus menentukan sendiri sampai dimana batas-batas tanggung jawab.d.   Apabila ia tidak dapat menentukan apa yang sebaliknya dilakukan, ia menjadi binggung dan

cemas dengan penjelmaan kecemasan: tidak dapat tidur, mimpi cemas, ketegang-ketegangan dan perasaan tidak puas dengan dirinya sendiri.

Penanganan masalah beban tanggung jawab yang terlalu berat anak diberi bermacam-macam latihan ketangkasan yang membantu proses perkembanganya. Tanggung jawab dan latihan harus sesuai dengan kematangan.

Bila anak kedua lahir, anak sulung untuk pertama kali merasa dikesampingkan dan disisikan ibunya. Ibu sibuk karena harus mengurus, merawat bayi yang kedua ini.

Acak kali anak sulung yang sebelumnya memperoleh kasih sayang yang sepenuhnya, kurang dapat menerima keadaan baru dimana perhatian orang tua terbagi-bagi dan dialihkan keadiknya. Anak sulung memberi reaksi atas kedatangan adiknya dengan menarik perhatian dengan cara-cara yang aneh. Bila kedatangan adik baru tidak dipersiapkan dengan baik, maka anak sulung dapat menunjukan regresi dan kembali ketingkah laku anak kecil.

a.    Pembentukan kebiasaan gigit kuku, mengisap jempol.b.    Sulit tidur, agresif dan negativisitas.

Tingkah laku negatif ini tidak selalu menetap, tetapi biasa menjadi baik lagi. Sifat-sifat yang terlihat pada anak:

a.    Bertanggung jawab terhadap, adik-adiknya disertai perasaan berkuasa terhadap adik-adik.

Page 8: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

b.    Adanya pandangan kedepan, pengertian tentang kehidupan dan proses-prosesnya.c.    Senang bersikap mengajar orang lain karena biasa mengajar adik-adiknya.d.   Berfikir mendalam, berkesungguhan, lebih matang dan kurang bersika humor.e.    Selalu merasa diri tidak aman dan cemas akan dikesampingkan lagi.f.     Mencari kedudukan pemimpin dan bila menikah mencari partner yang dapat dikuasainya

3.         Anak tengahAnak antara anak sulung dan bungsu, anaka kedua dan anak-anak lain, akan dididik

dengan lebih meyakinkan. Orang tua sudah lebih banyak pengalaman dan tidak mencoba-coba dalam mengasuh dan merawat anak.

Anak tidak disalurkan dari dokter yang satu ke dokter yang lainnya, orang tua lebih tegas dalam tindakan dan sikapnya. Karena sudah tau bagaimana cara-cara membesarkan anak. Orang tua lebih yakin akan dirinya. Anak yang kedua menerima segalanya sebagai nomor dua, mungkin juga bekas-bekas kakaknya.

a.    Pakaian, mainan kakaknya diteruskan keanak kedua.b.    Dalam pendididkan anak-anak sulung menentukan arah dan kecepatan pendidikan.c.    Anak kedua mungkin ingin mendapat “perlakuan”, dengan cara menggabungkan diri dengan

adik-adiknya, tidak mengganggu adik-adiknya bahkan sebaliknya, bersikap baik terhadap adik-adik dan menjauhkan diri dari ibu dan ingin bersama ayah.

Sebaiknya orang tua dalam mengatasi persoalan anak tengah ini :a.       Berusaha bersama-sama dengan anak menyenangi hobi, kesenangan yang sama.b.    Berdiskusi dan membicarakan pandangan-pandangan tertentu dengan anak yang sudah remaja.

4.         Anak bungsuBiasanya anak bungsu cenderung akan dimanja dianggap bayi terus. Bukan saja orang

tua memanjakan anak bungsu, tetapi kakak-kakaknya juga turut memanjakan sibungsu. Ia seolah-olah dimanja dan dididik oleh orangtuanya sendiri ditambah dengan ayah atau ibu sebanyak jumlah kakak-kakaknya. Pemanjaan maupun pendidikan yang beraneka ragam coraknya baik dari orang tua maupun dari kakak-kakaknya, tentu saja dapat mengakibatkan ketidak tegasan (inkonsistensi) dalam pendidikan.

Sikap anak sulung dan anak bungsu menunjukan banyak persamaan. Anak sulung sering menunjukan sifat-sifat khas:

a.    Kegelisahan dan kesulitan makan.b.    Merasa diri kurang dari anak-anak yang lain, tetapi ingin dipujinya.c.    Kurang mendapat kesempatan untuk belajar bertanggungjawab.d.   Optimis, karena merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan,

dibantu oleh orang lain (kakak-kakaknya).e.    Akan memilih pasangan yang ada persamaan dengan sikap orangtuanya.

C.      Persaingan Antar AnakSetiap anak selalu ingin meminta perhatian orangtuanya. Setiap menginginkan kasih

sayang orang tuanya. Hanya cara menuntut porsi kasih sayang orang tua tidak selalu sama bagi masing-masing anak. Anak tunggal tidak perlu memperjuangkan kasih sayang orang tua. Sebaliknya, anak-anak lain dalam keluarga yang besar perlu berjuang untuk memperoleh kasih sayang.

Acapkali anak-anak keluarga yang besar bersaing dalam menuntut kasih sayang orang tua. Bila mereka merasa tidak berhasil, maka mulai timbul iri hati. Iri hati antar anak-anak merupakan suatu gejola yang umum. Hanya dalm beberapa hal dimana ia memperoleh perhatian orang tua sepenuhnya, sampai kelahiran adiknya.

Persaingan antar anak pada keluarga yang besar tidak terlalu berat, bila dibandingkan dengan keluarga yang kecil jumlahnya. Pada keluarga yang banyak anaknya, anak-anak harus belajar membagi kasih sayang dan perhatian orang tua. Sikap orangtua yang “pilih anak emas” tidak terlalu kelihatan. Anak-anak lebih bersahabat satu sama lain dan solider. Iri hati yang mungkin timbul antara anak-anak:

1.    Anak sulung terhadap adik-adik, iri hati karena si bungsu lebih tergantung dan seakan-akan lebih banyak mendapat kasih sayang.

Page 9: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

2.    Anak bungsu, anak-anak lain terhadap kakak sulung, kakak sulung lebih banyak keuntungannya, boleh pergi sendiri, uang saku lebih banyak, tidur malam malam dan sebagainya.

3.    Anak-anak lain, antara anak, mungkin iri hati karena perbuatan hasil prestasi sekolah dan membandingkan hasil prestasi masing-masing anak.

Iri hati ini akan terasa paling berat bila adik baru lahir, sedangkan perbedaan umur mereka anatara 2 sampai 4 tahun. Mengatasi masalah persaingan antara saudara dan mengurangi iri hati, perlu diperhatikan oleh orang tua dengan beberapa usaha pemecahan masalah ;

1. Orang tua harus menerima reaksi anak terhadap kelahiran adik dengan sikap yang biasa, memandang reaksi tersebut sebagai hasil dari keadaan yang dihadapi anak, misalnya timbul rasa benci, menghina atau iri hati terhadap adik.

2. Orang tua meyakinkan anak bahwa anak tetap dicintai orang tua.3. Orang tua berhati-hati supaya jangan terlalu banyak memberikan perhatian kepada bayi,

kalau anak-anak lainya yang lebih tua ada hadir.4. Ibu berusaha supaya anak tidak merasa disisihkan dengan bersama-sama mengurus

bayi.5. Orang tua memberi kebebasan tertentu kepada anak-anak sesuai dengan urutan dan

kematangan tingkah lakunya.6. Ayah harus memegang peranan yang harus lebih penting bagi anak-anak yang lebih tua.

Page 10: Kedudukan Anak Dalam Keluarga

PENUTUP

BAB IV

Simpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan anak dalam urutan kelahiran dan hubungan antara anak dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.

Dalam membantu mengatasi persoalan anak, maka perlu juga menganalisa kedudukan anak dalam keluarga dan hubunganya dengan masalah anak.