Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

48
A. Pendahuluan Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita hipertensi (Mohamad yogiantoro , 2006). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (Depkes RI, 2012) Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), telah mengindikasikan bahwa estimasi penderita hipertensi telah mencapai 1 miliar penderita, dan ditemukan 7,1 juta meninggal setiap tahunnya. WHO sendiri melaporkan bahwa hipertensi bertanggung jawab untuk 62 % penyakit serebrovaskular dan 49 % penyakit iskemia pada jantung, dengan variasi yang sedikit dari jenis kelamin (Adam V. Chobanian, ,2003). 1

description

BAlita gizi buruk dengan faringitis pada Keluarga inti berpenghasilan rendah

Transcript of Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Page 1: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

A. Pendahuluan

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa

hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya

pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah

diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit

penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

penderita hipertensi (Mohamad yogiantoro , 2006).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian

besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil

pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi

hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah

mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat

hipertensi (Depkes RI, 2012)

Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES),

telah mengindikasikan bahwa estimasi penderita hipertensi telah mencapai 1

miliar penderita, dan ditemukan 7,1 juta meninggal setiap tahunnya. WHO sendiri

melaporkan bahwa hipertensi bertanggung jawab untuk 62 % penyakit

serebrovaskular dan 49 % penyakit iskemia pada jantung, dengan variasi yang

sedikit dari jenis kelamin (Adam V. Chobanian, ,2003).

Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan

menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh

kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan

serebrovaskuler (Yuliwinars, 2012).

Joint National comite mengevaluasi bahwa pada individu yang berusia

lebih dari 50 tahun, dan mempunyai tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg

mempunyai risiko lebih tinggi untuk mendertia penyakit kardiovaskular

dibandingkan tekanan diastolik yang tinggi . Dan risiko untuk mendertia penyakit

kardiovaskular meningkat dua kali lipat setiap terjadinya peningkatan tekanan

darah 20/10 mmhg, dan pada individu mempunyai tekanan darah yang normal

1

Page 2: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

setelah usia 55 tahun dapat mempunyai risiko 90 % untuk menderita hipertensi

(Adam V. Chobanian, 2003).

Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang dikeluarkan oleh the

7th of Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) 2003, World Health Organization/

International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 dinyatakan bahwa

definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur di atas 18 tahun. Pengobatan

juga bukan berdasarkan penggolongan umur, melainkan berdasarkan tingkat

tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskuler pada pasien (Adam V.

Chobanian, ,2003) .

Berdasarkan pedoman dari European Society of Hypertension (ESH) &

European Society of Cardiology (ESC)-2003 membagi hipertensi dalam 3

tingkatan sedangkan JNC-7 membagi dalam 2 stadium. Menurut ESH & ESC-

2003 dan JNC-7 pengobatan farmakologik dimulai pada hipertensi tingkat 1 atau

TD 140-159/90-99 mmHg, sedangkan menurut British Society of Hypertension

(BSH-IV 2004) memulai pada tekanan darah ≥ 160/100 mmHg. Pengobatan

farmakologik dapat diberikan pada tekanan darah 140- 159/90-99 mmHg bila

terdapat kerusakan organ target, penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, atau

risiko kardiovaskuler dalam 10 tahun mencapai ≥20% (Adam V.

Chobanian, ,2003) .

Lebih dari setengah abad yang lalu, penelitian hipertensi telah membentuk

paradigma yang fokus pada regulasi sistem neuroendokrin vasoaktif sistemik yang

mengatur tonus vaskuler dan hemostasis cairan dan elektrolit pada ginjal. Hal ini

menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan oleh gangguan hemostasis pengaturan

level hormon di sirkulasi dan aktivitas sistem saraf simpatis (Bestari J Budiman,

2012) .

Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri

besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya

pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah (Bestari J Budiman,

2012) .

2

Page 3: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

B. Ilustrasi Kasus

Seorang Lansia , MR, usia 68 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan

Nyeri pada tungkai bawah sejak 2 hari yang lalu, dengan keluhan tambahan nyeri

pada kepala. Dari anamnesis dengan pasien, didapatkan bahwa 1 minggu yang

lalu pasien mengaku sempat pingsan saat sendirian dirumah, kemudian ditolong

oleh tetanggannya yang lewat depan rumah lalu di bawa ke klinik terdekat, dan

saat itu pasien mengaku tekanan darah pasien mencapai 200/110 mmHg.

Penglihatan buram, sesak nafas, bengkak didaerah tungkai, rasa baal dan

rasa lemas pada kaki disangkal. Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak 2

tahun yang lalu, dan pasien mengaku tidak rutin meminun obat untuk darah tinggi.

Pasien mengaku baru meminum obat darah tinggi apabila timbul keluhan seperti

nyeri kepala.Pasien mengaku pernah menderita kolesterol tinggi, akan tetapi

pasien tidak ingat kapan terakhir kali hasil laboratorium untuk kadar kolesterol

total.Pasien menyangkal ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama

dengan yang di derita oleh pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang lansiadengan kesadaran

kompos mentis, tampak sakit ringan. Dari tanda vital (Tekanan darah: 160/ 100

mmHg, Frekuensi nadi: 78 kali/ menit, ritmis, isi cukup, Respirasi: 18 kali/ menit,

Temp: 36,5 º C) tidak didapatkan tanda-tanda kegawatan, status generalis tidak

ditemukan kelainan.

C. Penilaian Struktur dan Komposisi Keluarga

Keluarga terdiri atas 2 generasi dengan kepala keluarga Lansia atau pasien

itu sendiri dan pasien tinggal bersama seorang cucu dari anak keempat pasien

yang berusia 13 tahun. Bentuk keluarga adalah keluarga Janda (single family)

3

Page 4: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Ny.M , 68 thn Tn.M (64)meninggal karena stroke

An. A (2 thn) An.E Ny. L Tn.S (45 thn) Ny.L Tn.N (43 thn) Ny.N Ny.T (36) tn.J

An.H 9 bulan An. R (14 thn) An.MR(8 thn) An.A (8 thn)

Keterangan :

4

Gambar 1 Genogram

PasienLaki- laki

Perempuan

Laki-laki meninggal

Perempuan meninggal

Tinggal serumah dengan pasien

Bayi (1 bln)

Page 5: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

D. Penilaian Terhadap Keluarga

Dalam penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta dan

peran aktif seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak pasien dalam merawat

dan memperhatikan kesehatan bagi ibu mereka yaitu pasien. Pasien membutuhkan

perhatian dari keluarganya terutama anak-anaknya, dan harusnya pasien ditemani

pelaku rawat yang sesuai dan mampu. Karena apabila masalah kepatuhan obat dan

kesadaran untuk kontrol pasien tidak dipenuhi dapat menyebabkan komplikasi

yang fatal bagi penyakit pasien. Keluarga dan pasien sendiri berperan penting

dalam mengkontrol penyakit yang diderita pasien dan untuk menekan kerusakan

target organ yang diakibatkan oleh penyakit yang di derita pasien. Keluarga

terutama anak-anak pasien seharusnya mengetahui lebih detail mengenai penyakit

pasien dan memberikan perhatian yang lebih besar dengan lebih sering

berkunjung ke rumah pasien.. Untuk itu, agar tujuan dapat tercapai dalam

menangani pasien dengan melibatkan keluarga dalam perawatan serta untuk

mendeteksi faktor resiko yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologik, sosial,

dan lingkungan keluarga, maka dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 12

November 2012, 23 November 2012, dan 25 November 2012.

E. Identifikasi Masalah Keluarga

1. Masalah dalam fungsi biologis: Pasien adalah seorang wanita lansia

berusia 68 tahun dengan Hipertensi grade II tidak terkontrol, dan tidak

patuh minum obat.

2. Masalah dalam fungsi psikologis: Hubungan antar anggota keluarga,

pasien mengaku hanya dekat dengan Tn.N yaitu anak keempat pasien, dan

hanya Tn.Nana yang paling sering berkunjung, Anak- anaknya yang lain

jarang berkunjung ke rumah pasien dan lebih sibuk dengan keluarga

mereka sendiri. Dukungan terhadap masalah kesehatan pasien dinilai

kurang karena anak-anak pasien kurang mengerti masalah kesehatan.

3. Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan: Kebutuhan

pokok pasien dipenuhi oleh pasien sendiri dari uang pensiunan pasien dan

pasien mengaku mempunyai sejumlah hutang di bank tempat pasien

mengambil uang pensiunan, dan sebab itu uang pensiunannya jauh

5

Page 6: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

berkurang, dan pasien sering kekurangan uang, maka dari itu pasien sering

meminta tambahan kepada anak- anak pasien terutama Tn.Nana

sedangkan kebutuhan cucunya yang tinggal dirumah pasien di biayai

langsung oleh anak pasien yaitu ayah kandung dari cucu pasien itu sendiri.

4. Masalah perilaku kesehatan: Pasien kurang mengerti akan pentingnya

kesehatan dan pemeliharaan kesehatan, hal ini terlihat dengan

ketidakpatuhan pasien untuk kontrol dan minum obat dan kadang- kadang

pasien malah percaya pada pengobatan herbal yang dianjurkan oleh

tetangga pasien, karena pasien tidak tahu akan dampak obat-obatan herbal

pada penyakitnya.

5. Masalah lingkungan: Lingkungan rumah kurang mendukung (kebersihan

lingkungan rumah kurang), serta keadaan rumah cukup sempit sehingga

mudah menjangkitkan penyakit–penyakit infeksi, dan atap rumah yang

bocor dan meningkatkan risiko pasien untuk terjadi trauma akibat

tergelincir, keadaan ini di perparah dengan keadaan pasien hanya tinggal

berdua dengan cucu pasien.

Kondisi lingkungan ditinjau dari kondisi rumah. Pasien tinggal

dikawasan perumahan yang padat penduduk bersama cucu pasien yang

berusia 14 tahun.Suami pasien sudah meninggal sejak ± 11 tahun yang

lalu. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan layak huni.Rumah

berada dalam gang yang cukup lebar. Akan tetapi rumah pasien dinilai

kurang layak huni untuk usia lansia dikarenakan atap yang sering bocor.

Rumah tidak bertingkat, terdiri dari dua kamar, satu ruang tamu sekaligus

ruang makan, dan ruang keluarga., satu dapur, dan satu kamar mandi.

Lantai rumah pasien berupa semen yang diplester, dan dinding rumah

pasien berupa tembok yang dilapisi cat dan atap rumah pasien ditutupi

oleh asbes dan seng, akan tetapi beberapa bagian sudah banyak yang

rusak, sehingga sering terjadi genangan air di lantai yang dapat

meningkatkan risiko pasien untuk tergelincir.

Sinar matahari kurang dapat masuk ke dalam rumah. Ventilasi

cukup karena pasien sering membuka pintu depan. Tetapi kamar pasien

terasa lembab dan kurang cahaya masuk karena tidak terdapatnya jendela

6

Page 7: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

yang berventilasi. Kebersihan dan kerapihan dinilai kurang, karena

terdapatnya pakaian yang bertumpuk di atas tempat tidur.

Didalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan sebuah

kran air serta bak mandi, pasien juga mencuci baju di dalam kamar mandi.

Lantai menuju kamar mandi sering terdapat genangan air jika hujan. Air

minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air PAM, saluran air

keluar mengalir ke got di depan rumah. Pasien memiliki satu televisi, satu

kipas angin, dan satu rice coocker. Dan seperangkat komputer dan PC

untuk digunakan oleh cucu pasien.

F. Diagnosis Holistik (12 November 2012; primary care)

Aspek Personal : Alasan Kedatangan : nyeri kepala yang dirasakan seperti di ikat, nyeri dirasakan terutama di daerah belakang kepala.

Kekhawatiran : Penyakit bertambah berat akibat darah tingginya dan pasien tidak sadarkan diri

Harapan: Keluhan bisa sembuh atau minimal berkurang Persepsi : Keluhan diatas membutuhkan pengobatan yang

rutin (alasan kedatangan, harapan, dan kekahwatiran)Aspek Klinis : Lansia Ny. MR (68 tahun) dengan Hipertensi garde II tekanan

darah tidak terkontrolAspek Individual : Pasien adalah lansia berusia 68 tahun yang memiliki masalah

ketidakpatuhan dalam kontrol, dan meminum obat untuk penyakit yang dideritanya.

Aspek Psikososial : Pelaku rawat pasien adalah anak di bawah umur Kurangnya kesadaran pasien dan keluarga mengenai masalah

kesehatan Kurangnya kesadaran pasien mengenai penyakit yang

dideritanya Dari ke lima anaknya, hanya anak pasien yang ke empat yang

memberi perhatian baik pada pasien Kurangnya kesadaran pasien untuk melaksanakan PHBS

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)Aspek Fungsional : Derajat 4 (mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di

dalam dan luar rumah.)

G. Diagnosis Keluarga

Keluarga janda dengan kepala keluarga seorang lansia, dan beban keluarga

ditanggung oleh kepala keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan kurang

terpenuhi.. Dan kepala keluarga membutuhkan dukungan dari anak- anaknya baik

secara moral dan finansial, karena kepala keluarga menderita penyakit degeneratif

dengan risiko komplikasi.

7

Page 8: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

H. Tujuan Penyelesaian Masalah Pasien dan Keluarga

1. Meningkatnya pengetahuan mengenai penyakit yang diderita pasien

2. Meningkatnya kepatuhan pasien untuk kontrol dan meminum obat.

3. Menurunnya risiko komplikasi dari penyakit pasien.

4. Meningkatnya perhatian anak-anak pasien baik secara moril ataupun

fungsional.

5. Tersedianya pelaku rawat yang sesuai untuk pasien.

I. Indikator Keberhasilan

Tekanan Darah pasien menjadi terkontrol, dan tidak terjadi kerusakan

organ target. Pasien kontrol teratur ke puskesmas, dan patuh meminum obat

sesuai anjuran dokter. Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang di deritanya,

dan pasien memperbaiki gaya hidup untuk mencegah komplikasi dan perburukan

dari penyakit.

Anak- anak pasien harus bertindak sebagai pelaku rawat, atau ada orang

dewasa yang menemani pasien dirumah untuk mengawasi minum obat dan pasien

tidak di tinggalkan hanya berdua dengan pelaku rawat yang masih di bawah umur.

Pelaku rawat juga mampu menerapkan pemberian nutrisi yang tepat untuk pasien

dan memotivasi pasien untuk beraktivitas untuk menurunkan faktor risiko, dan

mencegah komplikasi.

Setiap anggota keluarga memahami pentingnya peranan keluarga dalam

mencegah perburukan penyakit pasien dan mencegah terjadinya komplikasi

J. Tindak Lanjut Terhadap Pasien dan Keluarga

Untuk menindaklanjuti permasalahan klinis dan keluarga maka dilakukan

rencana penatalaksanaan pasien dan keluarga. Masalah klinis pasien direncanakan

dengan tatalaksana non farmakologis dengan pembinaan terhadap keluarga.

Keluhan pada pasien nyeri kepala yang dirasakan seperti di ikat, nyeri dirasakan

terutama di daerah belakang kepala, kemungkinan disebabkan tekanan darah pasien yang

tinggi . Pembinaan untuk pasien adalah memberikan pengetahuan pentingnya

kontrol teratur ke puskesmas dan meminum obat anti hipertensi secara teratur,

sedangkan untuk keluarga adalah memotivasi anak-anak pasien agar ada yang

8

Page 9: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

mau bertindak sebagai pelaku rawat dirumah pasien, agar pasien tidak hanay

tinggal berdua dengan pelaku rawat di bawah umur.

Pasien dianjurkan mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi pada lansia

yang diadakan di puskesmas pada tanggal 23 November 2012. Agar pengetahuan

pasien mengenai penyakit yang dideritanya meningkat, mengetahui bahaya

komplikasi apabila penyakitnya tidak di kontrol, dan mengetahui keseimbangan

gaya hidup yang sesuai untuk penyakit hipertensi.

Masalah kondisi fisik pasien yang sering mengeluh nyeri pada tungkai

juga harus ditangani, tidak hanya minum obat, akan tetapi pentingnya berolaah

raga agar sendi-sendi pasien tidak kaku.

Kondisi psikososial pasien juga perlu ditangani. Masalah psikososial

pasien adalah kurangnya kesadaran pasien dan keluarga mengenai masalah

kesehatan, kurangnya kesadaran pasien mengenai penyakit yang dideritanya, dari

ke lima anaknya, hanya anak pasien yang ke empat yang memberi perhatian

secara finansial dan moril pada pasien. Akan tetapi anaknya tersebut pun tidak

tinggal serumah dengan pasien, sehingga dukungannya dinilai belum cukup dan

sesuai untuk pasien.Sementara anak-anak pasien yang lain sangat

jarangberkunjung dan cenderung sibuk dengan keluarga baru mereka, atau alasan

jarak jauh dari tempat tinggal mereka yang sekarang. Pasien mengaku tidak

mempremasalahkan hhal tersebut, tetapi hal tersebut dapat menjadi salah satu

beban psikologi pasien yang menimbulkan stress yang dapat mempengaruhi

penyakit hipertensi yang diderita oleh pasien. Hal ini harus dibenahi dengan cara

memotivasi dan mengedukasi pasa anak-anak pasien yang lain mengenai masalah

kesehatan pasien, dan pentingnya peran serta keluarga dalam mencegah

perburukan dari penyakit pasien.

9

Melakukan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol teratur untuk mencegah komplikasi

Ny. MR: TD : 160/100 mmHgRiwayat HT(+) sejak 1 tahu yang lalu tidak rutin minum obat

12 november 2012 seorang lansia ny.MR (68 tahun) datang ke poli lansia dengan keluhan nyeri tungkai bawah dan nyeri kepala seperti di ikat

Hipertensi grade II tekanan darah tidak terkontrol dengan

risiko kerusakakan organ target

1 minggu yang lalu pasien pingsan dan di bawa oleh tetangga ke klinik dan TD pasien saat itu : 220/110 mmHg

Pasien hanya tinggal berdua dengan cucu pasien yang berusia 13 tahun

Kurangnya kepatuhan pasien untuk kontrol ke puskes secara teratur dan meminum obat secara teratur.

Kurang perhatian anak- anak pasien baik secara finansial dan moril terhadap pasien.

Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit pasien

Menganjurkan pasien untuk mengikuti penyuluhan mengenai ’Hipertensi pada Lansia ’tanggal 23 nov 2012 di puskesmas

Mengedukasi anak-anak pasien untuk lebih mengetahui penyakit pasien Memotivasi anak-anak pasien untuk lebih sering berkunjung

Page 10: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

10

Alur Penatalaksanaan Pasien

Gambar 2. Alur Penatalaksanaan pasien

Page 11: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

K. Tindakan Terhadap Keluarga

Yang paling penting dari masalah psikososial dari pasien adalah keluarga

tidak turut serta untuk mendukung masalah kesehatan pasien. Tindakan yang

harus dilakukan terhadap keluarga memotivasi dan mengedukasi pasa anak-anak

pasien yang lain mengenai masalah kesehatan pasien, dan pentingnya peran serta

keluarga dalam mencegah perburukan dari penyakit pasien.

Tindakan awal pada keluarga adalah menjelaskan masalah yang dihadapi

keluarga pasien. Masalah pada keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan, dan

kurangnya perhatian anak- anak pasien terhadap masalah kesehatan pasien baik

secara moril ataupun finansial , dan diperlukannya pelaku rawat yang sesuai untuk

pasien Dan anak-anak pasien juga harus diberikan motivasi untuk hidup sehat,

karena anak-anak pasien berisiko untuk terkena penyakit yang sama dengan

pasien mengingat kedua orang tua mereka mempunyai riwayat penyakit hipertensi

yang berat.

Hubungan antar anggota keluarga, pasien mengaku hanya dekat dengan

Tn.N yaitu anak keempat pasien, dan hanya Tn.Nana yang paling sering

berkunjung, Karena Tn.N menitipkan anaknya yang sekarang menjadi pelaku

rawat pasien dan rumah Tn.N yang dinilai paling dekat dengan rumah pasien.

Tetapi cucu pasien dan pelaku rawat pasien ini dinilai tidak sesuai karena masih

berusia 13 tahun, dan tidak bisa diandalkan pada saat darurat. Anak- anaknya

yang lain jarang berkunjung ke rumah pasien dan lebih sibuk dengan keluarga

mereka sendiri. Dukungan terhadap masalah kesehatan pasien dinilai kurang

karena anak-anak pasien kurang mengerti masalah kesehatan. Maka dari itu

keluarga terutama anak-anak pasien penting untuk diberikan penegertian akan

pentingnya dukungan masalah finansial dan moril untuk pasien, dan harus ada

jalan tengah mengenai pelaku rawat yang sesuai untuk pasien. Apabila tidak

mampu membayar pelaku rawat, di berikan solusi mengenai anak- anak pasien

untuk bergantian sebagai pelaku rawat.

Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan

beradaptasi yang dapat dilihat pada Tabel 1. Penilaian kemampuan mengatasi

masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi dengan skala:

5 : dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya

11

Page 12: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

4 : penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit

petunjuk dari orang lain / dokter / pelayanan kesehatan

3 : ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu

penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi

keluarga dan sebagian besar masih dilakukan provider.

2 : partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak

mampu, tidak ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan

oleh orang lain/dokter/pelayanan kesehatan

1 : tidak ada partisipasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun

sarana tersedia

99 : tidak dapat dinilai.

Tabel 1. Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah (Koping Keluarga)

No. Masalah Rencana Intervensi Hasil Intervensi NilaiAwal

CopingAkhir

1 Hipertensi grade II Pasien Pertemuan 1: 3 3

12

Page 13: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Tekanan darah tidak terkontrol

mengkonsumsi obat anti hipertensi dari puskesmas yaitu Nifedipin 2 x 10 mg dan HCT 1x 25 mg

Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital setiap berkunjung ke rumah pasien.

Melakukan observasi mengenai adanya komplikasi dari penyakit yang di derita pasien di setiap kunjungan Deteksi Komplikasi:

a. Susunan saraf pusat tanda-tanda kelemahan otot, atau kelumpuhan saraf atau kehilangan kesadaran dari pemeriksaan fisik

b.Mata : pandangan mata kabur (retinopati hipertensi)

c. Jantung : batas- batas jantung dinilai normal, dan functional class

d. Ginjal : keluhan berkemih, bengkak pada kedua tungkai atau pada kelopak mata

Menyarankan

pasien untuk melakukan

12 November 2012Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg)

Pertemuan 2 : 23 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg)

Pertemuan 3 : 26 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg)

Tidak ditemukannya tanda- tanda komplikasi dari kunjungan 1,2, dan 3

a. SSP : Tidak ditemukanb. Mata : Tidak ditemukanc. Jantung : tidak ditemukand. Ginjal : Tidak ditemukan

Tidak dilakukan oleh pasien, karena pasien

3

2

4

2

13

Page 14: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

pemeriksaan tambahan untuk mendeteksi adanya komplikasi seperti EKG, Rongten thoraks ,Ureum,kreatinin,dan Cek protein dalam Urine.

mengaku tidak mempunyai biaya dan tidak ada yang mengantar ke rumah sakit, karena letak rumah sakit yang jauh dari rumah pasien.

2 Kurangnya kepatuhan pasien untuk kontrol ke puskesmas dan meminum obat secara teratur

Melakukan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol teratur untuk mencegah komplikasi

Melihat adanya faktor penyebab lain menyangkut kepatuhan pasien.

Pasien mulai kontrol teratur ke puskesmas seminggu sekali .(tgl 17 November 2012- 23 November 2012)

Obat pasien selalu berkurang setiap kunjungan, hal ini membuktikan bahwa pasien rutin meminum obat

Dari ketiga kunjungan pasien menyangkal ada sebab lain yang menyebabkan pasien tidak rutin kontrol dan minum obat , seperti faktor jauhnya pusat kesehatan, kemudian faktor ekonomi dan yang di menjadi penyebab masalah adalah tidak adanya yang mengantar pasien ke pusat kesehatan.

3

3

3

4

4

4

3 Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit pasien

Menganjurkan pasien untuk mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi tanggal 23 nov 2012 di puskesmas

Pasien mengikuti penyuluhan (23-11-2012)

Pasien mengaku pengetahuannya mengenai hipertensi bertambah,

3 4

14

Page 15: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

karena pasien mengaku dapat menjawab beberapa postest yang diberikan

4 Kurangnya perhatian anak-anak pasien dan keluarga terdekatnya terhadap masalah kesehatan pasien, dari segi finansial dan moril

Mengedukasi anak-anak pasien untuk lebih mengetahui penyakit pasien agar meningkatkan empati anak-anak pasien terhadap pasien

Menganjurkan anak-anak pasien untuk menjadi pelaku rawat atau menyediakan pelaku rawat yang sesuai untuk pasien

Dari ketiga anak pasien, hanya satu anak pasien yang berhasil dihubungi yaitu Tn.N Anak pasien

mengaku mengerti mengenai masalah kesehatan pasien. Dan anak pasien mengaku terkadang dapat memberi bantuan secara finansial untuk masalah kesehatan pasien.

Anak pasien mengaku tidak bisa sering berkunjung atau menjadi pelaku rawat yang tinggal serumah dengan pasien karena mereka masih harus bekerja, dan terikat kontrak oleh tempat mereka bekerja. Dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka, karena masih ada masalah ekonomi.

Dan anak pasien hingga saat ini belum dapat menyewa pelaku rawat karena ada kendala biaya.

2

2

2

3

2

2

Total coping 26 28

15

Page 16: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Kesan dari kemampuan penyelesaian masalah awal dalam pasien adalah 3

yaitu ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian

yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian

besar masih dilakukan provider. Sementara pada keluarga adalah 2 dimana

partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak ada

sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/dokter/pelayanan

kesehatan adalah keluarga Pada akhir studi dilakukan penilaian kembali

kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Nilai akhir koping pasien dan

keluarga tidak sama dimana rata- rata koping pasien adalah 4 sementara koping

untuk keluarga tidak berkembang yaitu tetap 2. Keluarga sulit diintervensi karena

tidak tinggal serumah dengan pasien dan sulit untuk di hubungi.

L. Hasil Pembinaan

1. Dari tiga kali kunjungan ke rumah pasien didapatkan tekanan darah

pasien yang tidak turun sesuai harapan di duga, tubuh pasien telah

terkompensasi oleh tekanan darah yang tinggi, atau tekanan darah

pasien telah terisolasi.

2. Tidak ditemukan tanda- tanda komplikasi dari tiga kali kunjungan

ke rumah pasien. Deteksi Komplikasi:

a. Susunan saraf pusat = tidak ditemukan tanda-tanda

kelemahan otot, atau kelumpuhan saraf atau kehilangan

kesadaran dari pemeriksaan fisik

b. Mata : pandangan mata kabur disangkal (retinopati

hipertensi)

c. Jantung : batas- batas jantung dinilai normal, dan functional

class pasien masih baik.

d. Ginjal : tidak ada keluhan mengenai berkemih, atau

bengkak pada kedua tungkai atau pada mata

3. Tidak dilakukan oleh pasien, karena pasien mengaku tidak

mempunyai biaya dan tidak ada yang mengantar ke rumah sakit,

karena letak rumah sakit yang jauh dari rumah pasien.

4. Pasien mulai kontrol teratur ke puskesma seminggu sekali (tgl 17

November 2012- 23 November 2012), dan pasien mengaku selalu

16

Page 17: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

rutin meminum obat. Dan di lihat dari jumlah obat yang selalu

berkurang setiap kunjungan.

5. Dari ketiga kunjungan pasien menyangkal ada sebab lain yang

menyebabkan pasien tidak rutin kontrol dan minum obat , seperti

faktor jauhnya pusat kesehatan, kemudian faktor ekonomi dan

yang di menjadi penyebab masalah adalah tidak adanya yang

mengantar pasien ke pusat kesehatan.

6. Pasien mengikuti penyuluhan ’Hipertensi pada lansia’ yang

diadakan oleh dokter muda di puskesmas sukmajaya pada tanggal

23 November 2012

7. Pasien mengaku pengetahuannya mengenai hipertensi bertambah,

karena pasien mengaku dapat menjawab beberapa postest yang

diberikan 25 November 2012

8. Anak pasien mengaku mengerti mengenai masalah kesehatan

pasien. Dan anak pasien mengaku terkadang dapat memberi

bantuan secara finansial untuk masalah kesehatan pasien.

9. Anak pasien mengaku tidak bisa sering berkunjung atau menjadi

pelaku rawat yang tinggal serumah dengan pasien karena mereka

masih harus bekerja, dan terikat kontrak oleh tempat mereka

bekerja. Dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka,

karena masih ada masalah ekonomi.

10. Dan anak pasien hingga saat ini belum dapat menyewa pelaku

rawat karena ada kendala biaya

Sebagian besar hasil pembinaan keluarga secara keseluruhan menunjukkan

peningkatan indeks koping/penguasaan masalah dari 3 sebelum pembinaan

menjadi 4 setelah pembinaan. Tetapi intervensi terhadap keluarga dinilai kurang

berhasil karena tidak ada peningkatan nilai koping. Konsep pelayanan kedokteran

keluarga telah dijalankan dan perlu ditunjang dengan kerjasama yang baik antara

provider kesehatan serta keluarga.

M. Pembahasan

17

Page 18: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga

untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif,

berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai

bagian dari dirinya sendiri. Keluarga dan lingkungannya.

Ny.MR didiagnosis Hipertensi grade II tekanan darah tidak terkontrol

berdasarkan anamnesa yang didapat yaitu riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang

lalu dengan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg .

Diduga tekanan darah tinggi pada pasien ddisebabkan faktor risiko yang

tidak dapat di kontrol yaitu akibat umur dan jenis kelamin. Karena pada wanita

terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL

yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya

imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi

pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,

yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian

didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita

sekitar 56,5%. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia

dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun,

sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan

perubahan hormon setelah menopause .

Kemudian umur, Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan

darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang

tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus

ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati

mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat.

Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada

wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan

terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009)

18

Page 19: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk

samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan

akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan

menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.

Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada

lanjut usia adalah :

1. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses

menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-

sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya

usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan

meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan

hipertensi sistolik.

4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi

endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi

kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus

ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan

lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

Keluarga berperan penting dalam mengontrol faktor risiko yang dapat di

kontrol yaitu Obesitas, pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori

mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu

sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.

Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis,

jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi

langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif

untuk menderita hipertensi pada orang obese 5 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan

sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Yang kedua adalah pasien kurang

berolah raga berdasarkan anamnesa pasien tidak mau berolah raga karena merasa

badannya tidak sebugar dulu lagi padahal Olahraga banyak dihubungkan dengan

pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat

19

Page 20: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk

hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung

harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena

bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif

cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus

memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. Pada pasien tidak

ditemukan faktor risiko kebiasaan merokok, tapi merokok menyebabkan

peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan

insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang

mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S

Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236

subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,

36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari

dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti

dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu

kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok

lebih dari 15 batang perhari .

Pasien mengaku lebih suka memakan yang gurih-gurih, dan hal ini dapat

di sebabkan menjadi faktor yang dapat memacu terjadinya hipertensi karena

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam

cairanekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraselulerditarik

ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume

cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga

berdampak kepada timbulnya hipertensi. Badan kesehatan dunia yaitu World

Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat

mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan

adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)

perhari.

Salah satu faktor risiko yang dapat memacu peningkatan tekanan darah

pada pasien diduga adalah stress, maksudnya disini adalah terdapatnya masalah

20

Page 21: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

psikososial pada diri pasien . Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga

melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah

secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti

akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan

dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang

dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Stres akan meningkatkan

resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi

aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,

kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan

farmakologis, selain pengobatan pada hipertensi sendiri diperlukan juga

pengobatan faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya. Tujuan dari pengobatan

hipertensi adalah target tekanan darah <140/90 mmHg , untuk individu berisiko

tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg, penurunan morbiditas

dan mortalitas kardiovaskular, dan menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

(Mohamad yogiantoro , 2006).

Pengobatan hipertensi terdapat tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi

penderita adalah :

1. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor risiko kardiovaskuler

2. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer

3. Organ yang rusak karena hipertensi.

Upaya non farmakologi menurut berdasarkan perubahan gaya hidup disini peran

keluarga sangat penting untuk memotivasi pasien dalam memperbaiki gaya hidup

1. Sering Berolah raga

2. Berhenti merokok

3. Penurunan berat badan yang berlebihan

4. Berhenti/mengurangi asupan alkohol

5. Mengurangi asupan garam.

6. Menghindari stress

21

Page 22: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Karena pasien sudah lansia Terapi farmakologi pada pasien perlu dipikirkan

kemungkinan adanya :

1. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan

2. Interaksi obat

3. Efek samping obat.

4. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya

melalui ginjal.

Gambar 3. Alogaritma Penatalaksanaan Hipertensi (JNC-7 .2003)

Pembinaan pada keluarga ini di perlukan karena ketidakpatuhan pasien

masalah kontrol ke puskesmas dan meminum obat anti hipertensi itu dapat

dipengaruhi oleh kurangnya motivasi dan edukasi pada pasien dan keluarga

22

Page 23: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

pasien. Karena pentingnya mengontrol tekanan darah pada pasien agar tidak

terjadi komplikasi seperti

1. Penyakit jantung iskemik

Pasien hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena myocardial

infarction (MI). atau lebih dikenal sebagai serangan jantung atau kejadian

dari penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan pada penyakit hipertensi

suplai oksigen ke arteri koroner cenderung menurun dan diperburuk

dengan keadaan penyakit jantung koroner seharusnya suplai oksigen

dibutuhkan lebih banyak, karena meningkatnya aktivitas ventrikel kiri

untuk mempertahankan suplai darah ddan oksigen di perifer atau akibat

adanya hipertrofi dari ventrikel kiri.

2. Stroke

Stroke dapat terjadi perdarahan di otak akibat pecahnya jantung pembuluh

darah di otak. Atau akibat iskemia jaringan otak diakibatkan adanya

sumbatan dari penyakit penyerta hipertensi.

3. Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang

yang tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus.

4. Ensefalopati

Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi

yang meninglkat dengan cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan

ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan

ke dalam ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron

disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

N. Kesimpulan

23

Page 24: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

1. Telah teridentifikasi fungsi-fungsi keluarga pasien meliputi fungsi

biologis, fungsi sosial, fungsi psikososial, fungsi ekonomi dan faktor

perilaku kesehatan, serta faktor lingkungan sekitar tempat tinggal.

2. Telah ditegakkan diagnosis hipertensi grade II dengan tekanan darah

belum terkontrol berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

3. Penatalaksanaan hipertensi grade II dapat dilakukan di pelayanan

kesehatan primer.

4. Penatalaksanaan masalah kesehatan pada pasien harus dilakukan secara

holistik, komprehensif dan berkesinambungan.

5. Perlu partisipasi keluarga sebagai mitra dokter dalam penatalaksaan

masalah kesehatan pasien.

O. Saran

Saran bagi kesinambungan pelayanan adalah:

Untuk pembina berikutnya :

1. Sumber Daya Manusia :

Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka pembinaan kesehatan

perlu kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan masyarakat

sekitar.

2. Mental psikologikal :

Untuk melakukan pembinaan terhadap suatu keluarga perlu pendekatan–

tertentu yang sangat membutuhkan keuletan dalam menjalankan

pembinaan.

3. Komunikasi :

Kemampuan berkomunikasi merupakan hal utama pelayan kesehatan yang

bertugas sebagai pembina. Komunikasi yang baik bertujuan untuk menjadi

perantara dan juga keluarga yang akan dibina agar lebih terbuka terhadap

permasalahannya dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh

pembina sehingga program keluarga binaan ini dapat terlaksana.

4. Manajemen klinis :

24

Page 25: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam keluarga perlu adanya

kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota keluarga.

5. Evaluasi masalah

Menindak lanjuti tindakan yang belum terlaksana yaitu:

a. Apakah pasien dapat mengontrol tekanan darah pasien.

b. Apakah pasien akan selalu kontrol secara teratur dan meminum

obat secara teratur

c. Apakah pengetahuan pasien akan penyakit pasien akan

memperbaiki gaya hidup pasien.

d. Apakah anak-anak pasien dapat mencari solusi untuk

menempatkan pelaku rawat yang layak untuk pasien.

P. Penutup

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa

hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya

pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah

diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit

penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

penderita hipertensi. Dan penatalaksanaannya tidak hanya melalui terapi

farmakologis dan sama pentingnya dengan terapi farmakologis, terapi non

farmakologis juga penting untuk menurunkan mortalitas dari penderita hipertensi.

Dan hal ini sangat dibutuhkan dukungan dari keluarga baik secara finansial atau

moril.

Daftar Pustaka

25

Page 26: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Mohamad yogiantoro 2006., Hipertensi Esensial dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Editor Slamet Suyono, Balai

Penerbit FKUI. Jakarta, Hal 599

Adam V. Chobanian, et all, .‘Seventh Report Of The JNC on prevention,

detection, evaluation, and treatment of High Blood Pressure ‘the 7th of Joint

National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure (JNC-7)

Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et al.Hypertension. Harrison’s Manual of

Medicine, 16th edition. New York : McGraw-Hill, 2005.

Yuliwinars, 2012 , Hipertensi pada lansia tersedia di http://digilib.unimus.ac.id

diunduh tanggal 16 November 2012

Bestari J Budiman, Al Hafiz, 2012.Epistaksis dan hipertensi Apakah ada

Hubungannya, tersedia di http: jurnal.fk.unand.ac diunduh tanggal 14 november

`2012.

Lampiran 1

Keadaan Rumah Pasien :

26

Page 27: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Ruang tamu sekaligus ruang makan dan ruang keluarga

Atap Rumah Pasien

27

Page 28: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Kamar pasien dan cucu pasien

Dapur Pasien

28

Page 29: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Kamar Mandi sekaligus tempat cuci baju

Lampiran 2. Algoritma Penanganan Hipertensi (menurut JNC VII)

29

Page 30: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Lampiran 3. Anjuran Diet Rendah Garam II

Belum mencapai target TD

(<140 mmHg atau < 130/80 mmHg pada DM dan CKD)

Modifikasi gaya hidup

Terapi farmakologis awal

Hipertensi tanpa kerusakan target organ

Hipertensi dengan kerusakan target organ

Hipertensi Stage1:Diuretik Tiazid atau ACE-I, ARB, -

Bloker,CCB atau kombinasi

Hipertensi Stage 2

2 kombinasi obat (tiazid dan ACE-I atau ARB

atau -Bloker atau CCB

Obat untuk kerusakan organ target

Obat hipertensi lain bila diperlukan

TD target belum tercapai

Optimasi dosis sampai TD target tercapai

Pertimbangkan konsul ahli hipertensi

30

Page 31: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Pembagian Makanan Sehari

Diit 1600 kalori rendah garam II (600-800 mg Na)

Dalam pemasakan diperbolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 g). Bahan

makanan tinggi natrium dihindarkan.

Makanan ini diberikan pada pasien dengan oedema, asites dan atau hipertensi

berat.

Bahan makanan yang diberikan sehari

Jenis bahan makanan

Berat (g) Ukuran

Nasi 350 5 gls sedangDaging 100 2 ptg sedangTelur 50 1 btrTempe 100 4 ptg sedangKacang hijau 25 2½ sdmSayuran 200 2 glsBuah 150 2 bh pisang sedangMinyak 25 2 ½ sdmGula pasir 25 2 ½ sdm

Nilai gizi

Kalori 2230 kalProtein 75 gLemak 53 gHidrat arang 365 gKalsium 0,5 gBesi 24 mgVitamin A 6139 SIThiamin 1,2 mgVitamin C 87 mgNatrium 305 mg

Pembagian makanan sehari

Pagi Siang dan Sore

Beras 70 g= 1 gls nasi Beras 140 g = 2 gls nasi

Telur 50 g= 1 btr Daging 50 g= 1 ptg daging

Sayuran 50 g= ½ gls Tempe 50 g = 2 ptg sdg

Minyak 5 g= ½ sdm Sayuran 75 g = ¼ gls

Gula pasir 10 g= 1 sdm Buah 75 g = 1 bh pisang

Minyak 10 g= 1 sdm

Pukul 10.00

31

Page 32: Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta

Kacang hijau 25 g = 2 ½ sdm

Gula pasir 15 g = 1 ½ sdm

Contoh menu :

Pagi : nasi, telur dadar, tumis kacang panjang

Pukul 10.00 : bubur kacang hijau

Siang : nasi, ikan acar kuning, tahu bacam, sayur lodeh, pepaya

Sore : nasi, daging pesmol, tempe keripik, cah sayuran, pisang

32