Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta
-
Upload
tiktik-martika -
Category
Documents
-
view
81 -
download
14
description
Transcript of Kedokteran Keluarga IKM UPN Jakarta
A. Pendahuluan
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa
hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya
pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah
diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit
penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penderita hipertensi (Mohamad yogiantoro , 2006).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian
besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah
mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat
hipertensi (Depkes RI, 2012)
Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES),
telah mengindikasikan bahwa estimasi penderita hipertensi telah mencapai 1
miliar penderita, dan ditemukan 7,1 juta meninggal setiap tahunnya. WHO sendiri
melaporkan bahwa hipertensi bertanggung jawab untuk 62 % penyakit
serebrovaskular dan 49 % penyakit iskemia pada jantung, dengan variasi yang
sedikit dari jenis kelamin (Adam V. Chobanian, ,2003).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan
menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh
kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan
serebrovaskuler (Yuliwinars, 2012).
Joint National comite mengevaluasi bahwa pada individu yang berusia
lebih dari 50 tahun, dan mempunyai tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg
mempunyai risiko lebih tinggi untuk mendertia penyakit kardiovaskular
dibandingkan tekanan diastolik yang tinggi . Dan risiko untuk mendertia penyakit
kardiovaskular meningkat dua kali lipat setiap terjadinya peningkatan tekanan
darah 20/10 mmhg, dan pada individu mempunyai tekanan darah yang normal
1
setelah usia 55 tahun dapat mempunyai risiko 90 % untuk menderita hipertensi
(Adam V. Chobanian, 2003).
Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang dikeluarkan oleh the
7th of Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) 2003, World Health Organization/
International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 dinyatakan bahwa
definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur di atas 18 tahun. Pengobatan
juga bukan berdasarkan penggolongan umur, melainkan berdasarkan tingkat
tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskuler pada pasien (Adam V.
Chobanian, ,2003) .
Berdasarkan pedoman dari European Society of Hypertension (ESH) &
European Society of Cardiology (ESC)-2003 membagi hipertensi dalam 3
tingkatan sedangkan JNC-7 membagi dalam 2 stadium. Menurut ESH & ESC-
2003 dan JNC-7 pengobatan farmakologik dimulai pada hipertensi tingkat 1 atau
TD 140-159/90-99 mmHg, sedangkan menurut British Society of Hypertension
(BSH-IV 2004) memulai pada tekanan darah ≥ 160/100 mmHg. Pengobatan
farmakologik dapat diberikan pada tekanan darah 140- 159/90-99 mmHg bila
terdapat kerusakan organ target, penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, atau
risiko kardiovaskuler dalam 10 tahun mencapai ≥20% (Adam V.
Chobanian, ,2003) .
Lebih dari setengah abad yang lalu, penelitian hipertensi telah membentuk
paradigma yang fokus pada regulasi sistem neuroendokrin vasoaktif sistemik yang
mengatur tonus vaskuler dan hemostasis cairan dan elektrolit pada ginjal. Hal ini
menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan oleh gangguan hemostasis pengaturan
level hormon di sirkulasi dan aktivitas sistem saraf simpatis (Bestari J Budiman,
2012) .
Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri
besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya
pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah (Bestari J Budiman,
2012) .
2
B. Ilustrasi Kasus
Seorang Lansia , MR, usia 68 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan
Nyeri pada tungkai bawah sejak 2 hari yang lalu, dengan keluhan tambahan nyeri
pada kepala. Dari anamnesis dengan pasien, didapatkan bahwa 1 minggu yang
lalu pasien mengaku sempat pingsan saat sendirian dirumah, kemudian ditolong
oleh tetanggannya yang lewat depan rumah lalu di bawa ke klinik terdekat, dan
saat itu pasien mengaku tekanan darah pasien mencapai 200/110 mmHg.
Penglihatan buram, sesak nafas, bengkak didaerah tungkai, rasa baal dan
rasa lemas pada kaki disangkal. Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak 2
tahun yang lalu, dan pasien mengaku tidak rutin meminun obat untuk darah tinggi.
Pasien mengaku baru meminum obat darah tinggi apabila timbul keluhan seperti
nyeri kepala.Pasien mengaku pernah menderita kolesterol tinggi, akan tetapi
pasien tidak ingat kapan terakhir kali hasil laboratorium untuk kadar kolesterol
total.Pasien menyangkal ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
dengan yang di derita oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang lansiadengan kesadaran
kompos mentis, tampak sakit ringan. Dari tanda vital (Tekanan darah: 160/ 100
mmHg, Frekuensi nadi: 78 kali/ menit, ritmis, isi cukup, Respirasi: 18 kali/ menit,
Temp: 36,5 º C) tidak didapatkan tanda-tanda kegawatan, status generalis tidak
ditemukan kelainan.
C. Penilaian Struktur dan Komposisi Keluarga
Keluarga terdiri atas 2 generasi dengan kepala keluarga Lansia atau pasien
itu sendiri dan pasien tinggal bersama seorang cucu dari anak keempat pasien
yang berusia 13 tahun. Bentuk keluarga adalah keluarga Janda (single family)
3
Ny.M , 68 thn Tn.M (64)meninggal karena stroke
An. A (2 thn) An.E Ny. L Tn.S (45 thn) Ny.L Tn.N (43 thn) Ny.N Ny.T (36) tn.J
An.H 9 bulan An. R (14 thn) An.MR(8 thn) An.A (8 thn)
Keterangan :
4
Gambar 1 Genogram
PasienLaki- laki
Perempuan
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
Tinggal serumah dengan pasien
Bayi (1 bln)
D. Penilaian Terhadap Keluarga
Dalam penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta dan
peran aktif seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak pasien dalam merawat
dan memperhatikan kesehatan bagi ibu mereka yaitu pasien. Pasien membutuhkan
perhatian dari keluarganya terutama anak-anaknya, dan harusnya pasien ditemani
pelaku rawat yang sesuai dan mampu. Karena apabila masalah kepatuhan obat dan
kesadaran untuk kontrol pasien tidak dipenuhi dapat menyebabkan komplikasi
yang fatal bagi penyakit pasien. Keluarga dan pasien sendiri berperan penting
dalam mengkontrol penyakit yang diderita pasien dan untuk menekan kerusakan
target organ yang diakibatkan oleh penyakit yang di derita pasien. Keluarga
terutama anak-anak pasien seharusnya mengetahui lebih detail mengenai penyakit
pasien dan memberikan perhatian yang lebih besar dengan lebih sering
berkunjung ke rumah pasien.. Untuk itu, agar tujuan dapat tercapai dalam
menangani pasien dengan melibatkan keluarga dalam perawatan serta untuk
mendeteksi faktor resiko yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologik, sosial,
dan lingkungan keluarga, maka dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 12
November 2012, 23 November 2012, dan 25 November 2012.
E. Identifikasi Masalah Keluarga
1. Masalah dalam fungsi biologis: Pasien adalah seorang wanita lansia
berusia 68 tahun dengan Hipertensi grade II tidak terkontrol, dan tidak
patuh minum obat.
2. Masalah dalam fungsi psikologis: Hubungan antar anggota keluarga,
pasien mengaku hanya dekat dengan Tn.N yaitu anak keempat pasien, dan
hanya Tn.Nana yang paling sering berkunjung, Anak- anaknya yang lain
jarang berkunjung ke rumah pasien dan lebih sibuk dengan keluarga
mereka sendiri. Dukungan terhadap masalah kesehatan pasien dinilai
kurang karena anak-anak pasien kurang mengerti masalah kesehatan.
3. Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan: Kebutuhan
pokok pasien dipenuhi oleh pasien sendiri dari uang pensiunan pasien dan
pasien mengaku mempunyai sejumlah hutang di bank tempat pasien
mengambil uang pensiunan, dan sebab itu uang pensiunannya jauh
5
berkurang, dan pasien sering kekurangan uang, maka dari itu pasien sering
meminta tambahan kepada anak- anak pasien terutama Tn.Nana
sedangkan kebutuhan cucunya yang tinggal dirumah pasien di biayai
langsung oleh anak pasien yaitu ayah kandung dari cucu pasien itu sendiri.
4. Masalah perilaku kesehatan: Pasien kurang mengerti akan pentingnya
kesehatan dan pemeliharaan kesehatan, hal ini terlihat dengan
ketidakpatuhan pasien untuk kontrol dan minum obat dan kadang- kadang
pasien malah percaya pada pengobatan herbal yang dianjurkan oleh
tetangga pasien, karena pasien tidak tahu akan dampak obat-obatan herbal
pada penyakitnya.
5. Masalah lingkungan: Lingkungan rumah kurang mendukung (kebersihan
lingkungan rumah kurang), serta keadaan rumah cukup sempit sehingga
mudah menjangkitkan penyakit–penyakit infeksi, dan atap rumah yang
bocor dan meningkatkan risiko pasien untuk terjadi trauma akibat
tergelincir, keadaan ini di perparah dengan keadaan pasien hanya tinggal
berdua dengan cucu pasien.
Kondisi lingkungan ditinjau dari kondisi rumah. Pasien tinggal
dikawasan perumahan yang padat penduduk bersama cucu pasien yang
berusia 14 tahun.Suami pasien sudah meninggal sejak ± 11 tahun yang
lalu. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan layak huni.Rumah
berada dalam gang yang cukup lebar. Akan tetapi rumah pasien dinilai
kurang layak huni untuk usia lansia dikarenakan atap yang sering bocor.
Rumah tidak bertingkat, terdiri dari dua kamar, satu ruang tamu sekaligus
ruang makan, dan ruang keluarga., satu dapur, dan satu kamar mandi.
Lantai rumah pasien berupa semen yang diplester, dan dinding rumah
pasien berupa tembok yang dilapisi cat dan atap rumah pasien ditutupi
oleh asbes dan seng, akan tetapi beberapa bagian sudah banyak yang
rusak, sehingga sering terjadi genangan air di lantai yang dapat
meningkatkan risiko pasien untuk tergelincir.
Sinar matahari kurang dapat masuk ke dalam rumah. Ventilasi
cukup karena pasien sering membuka pintu depan. Tetapi kamar pasien
terasa lembab dan kurang cahaya masuk karena tidak terdapatnya jendela
6
yang berventilasi. Kebersihan dan kerapihan dinilai kurang, karena
terdapatnya pakaian yang bertumpuk di atas tempat tidur.
Didalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan sebuah
kran air serta bak mandi, pasien juga mencuci baju di dalam kamar mandi.
Lantai menuju kamar mandi sering terdapat genangan air jika hujan. Air
minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air PAM, saluran air
keluar mengalir ke got di depan rumah. Pasien memiliki satu televisi, satu
kipas angin, dan satu rice coocker. Dan seperangkat komputer dan PC
untuk digunakan oleh cucu pasien.
F. Diagnosis Holistik (12 November 2012; primary care)
Aspek Personal : Alasan Kedatangan : nyeri kepala yang dirasakan seperti di ikat, nyeri dirasakan terutama di daerah belakang kepala.
Kekhawatiran : Penyakit bertambah berat akibat darah tingginya dan pasien tidak sadarkan diri
Harapan: Keluhan bisa sembuh atau minimal berkurang Persepsi : Keluhan diatas membutuhkan pengobatan yang
rutin (alasan kedatangan, harapan, dan kekahwatiran)Aspek Klinis : Lansia Ny. MR (68 tahun) dengan Hipertensi garde II tekanan
darah tidak terkontrolAspek Individual : Pasien adalah lansia berusia 68 tahun yang memiliki masalah
ketidakpatuhan dalam kontrol, dan meminum obat untuk penyakit yang dideritanya.
Aspek Psikososial : Pelaku rawat pasien adalah anak di bawah umur Kurangnya kesadaran pasien dan keluarga mengenai masalah
kesehatan Kurangnya kesadaran pasien mengenai penyakit yang
dideritanya Dari ke lima anaknya, hanya anak pasien yang ke empat yang
memberi perhatian baik pada pasien Kurangnya kesadaran pasien untuk melaksanakan PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)Aspek Fungsional : Derajat 4 (mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di
dalam dan luar rumah.)
G. Diagnosis Keluarga
Keluarga janda dengan kepala keluarga seorang lansia, dan beban keluarga
ditanggung oleh kepala keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan kurang
terpenuhi.. Dan kepala keluarga membutuhkan dukungan dari anak- anaknya baik
secara moral dan finansial, karena kepala keluarga menderita penyakit degeneratif
dengan risiko komplikasi.
7
H. Tujuan Penyelesaian Masalah Pasien dan Keluarga
1. Meningkatnya pengetahuan mengenai penyakit yang diderita pasien
2. Meningkatnya kepatuhan pasien untuk kontrol dan meminum obat.
3. Menurunnya risiko komplikasi dari penyakit pasien.
4. Meningkatnya perhatian anak-anak pasien baik secara moril ataupun
fungsional.
5. Tersedianya pelaku rawat yang sesuai untuk pasien.
I. Indikator Keberhasilan
Tekanan Darah pasien menjadi terkontrol, dan tidak terjadi kerusakan
organ target. Pasien kontrol teratur ke puskesmas, dan patuh meminum obat
sesuai anjuran dokter. Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang di deritanya,
dan pasien memperbaiki gaya hidup untuk mencegah komplikasi dan perburukan
dari penyakit.
Anak- anak pasien harus bertindak sebagai pelaku rawat, atau ada orang
dewasa yang menemani pasien dirumah untuk mengawasi minum obat dan pasien
tidak di tinggalkan hanya berdua dengan pelaku rawat yang masih di bawah umur.
Pelaku rawat juga mampu menerapkan pemberian nutrisi yang tepat untuk pasien
dan memotivasi pasien untuk beraktivitas untuk menurunkan faktor risiko, dan
mencegah komplikasi.
Setiap anggota keluarga memahami pentingnya peranan keluarga dalam
mencegah perburukan penyakit pasien dan mencegah terjadinya komplikasi
J. Tindak Lanjut Terhadap Pasien dan Keluarga
Untuk menindaklanjuti permasalahan klinis dan keluarga maka dilakukan
rencana penatalaksanaan pasien dan keluarga. Masalah klinis pasien direncanakan
dengan tatalaksana non farmakologis dengan pembinaan terhadap keluarga.
Keluhan pada pasien nyeri kepala yang dirasakan seperti di ikat, nyeri dirasakan
terutama di daerah belakang kepala, kemungkinan disebabkan tekanan darah pasien yang
tinggi . Pembinaan untuk pasien adalah memberikan pengetahuan pentingnya
kontrol teratur ke puskesmas dan meminum obat anti hipertensi secara teratur,
sedangkan untuk keluarga adalah memotivasi anak-anak pasien agar ada yang
8
mau bertindak sebagai pelaku rawat dirumah pasien, agar pasien tidak hanay
tinggal berdua dengan pelaku rawat di bawah umur.
Pasien dianjurkan mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi pada lansia
yang diadakan di puskesmas pada tanggal 23 November 2012. Agar pengetahuan
pasien mengenai penyakit yang dideritanya meningkat, mengetahui bahaya
komplikasi apabila penyakitnya tidak di kontrol, dan mengetahui keseimbangan
gaya hidup yang sesuai untuk penyakit hipertensi.
Masalah kondisi fisik pasien yang sering mengeluh nyeri pada tungkai
juga harus ditangani, tidak hanya minum obat, akan tetapi pentingnya berolaah
raga agar sendi-sendi pasien tidak kaku.
Kondisi psikososial pasien juga perlu ditangani. Masalah psikososial
pasien adalah kurangnya kesadaran pasien dan keluarga mengenai masalah
kesehatan, kurangnya kesadaran pasien mengenai penyakit yang dideritanya, dari
ke lima anaknya, hanya anak pasien yang ke empat yang memberi perhatian
secara finansial dan moril pada pasien. Akan tetapi anaknya tersebut pun tidak
tinggal serumah dengan pasien, sehingga dukungannya dinilai belum cukup dan
sesuai untuk pasien.Sementara anak-anak pasien yang lain sangat
jarangberkunjung dan cenderung sibuk dengan keluarga baru mereka, atau alasan
jarak jauh dari tempat tinggal mereka yang sekarang. Pasien mengaku tidak
mempremasalahkan hhal tersebut, tetapi hal tersebut dapat menjadi salah satu
beban psikologi pasien yang menimbulkan stress yang dapat mempengaruhi
penyakit hipertensi yang diderita oleh pasien. Hal ini harus dibenahi dengan cara
memotivasi dan mengedukasi pasa anak-anak pasien yang lain mengenai masalah
kesehatan pasien, dan pentingnya peran serta keluarga dalam mencegah
perburukan dari penyakit pasien.
9
Melakukan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol teratur untuk mencegah komplikasi
Ny. MR: TD : 160/100 mmHgRiwayat HT(+) sejak 1 tahu yang lalu tidak rutin minum obat
12 november 2012 seorang lansia ny.MR (68 tahun) datang ke poli lansia dengan keluhan nyeri tungkai bawah dan nyeri kepala seperti di ikat
Hipertensi grade II tekanan darah tidak terkontrol dengan
risiko kerusakakan organ target
1 minggu yang lalu pasien pingsan dan di bawa oleh tetangga ke klinik dan TD pasien saat itu : 220/110 mmHg
Pasien hanya tinggal berdua dengan cucu pasien yang berusia 13 tahun
Kurangnya kepatuhan pasien untuk kontrol ke puskes secara teratur dan meminum obat secara teratur.
Kurang perhatian anak- anak pasien baik secara finansial dan moril terhadap pasien.
Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit pasien
Menganjurkan pasien untuk mengikuti penyuluhan mengenai ’Hipertensi pada Lansia ’tanggal 23 nov 2012 di puskesmas
Mengedukasi anak-anak pasien untuk lebih mengetahui penyakit pasien Memotivasi anak-anak pasien untuk lebih sering berkunjung
10
Alur Penatalaksanaan Pasien
Gambar 2. Alur Penatalaksanaan pasien
K. Tindakan Terhadap Keluarga
Yang paling penting dari masalah psikososial dari pasien adalah keluarga
tidak turut serta untuk mendukung masalah kesehatan pasien. Tindakan yang
harus dilakukan terhadap keluarga memotivasi dan mengedukasi pasa anak-anak
pasien yang lain mengenai masalah kesehatan pasien, dan pentingnya peran serta
keluarga dalam mencegah perburukan dari penyakit pasien.
Tindakan awal pada keluarga adalah menjelaskan masalah yang dihadapi
keluarga pasien. Masalah pada keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan, dan
kurangnya perhatian anak- anak pasien terhadap masalah kesehatan pasien baik
secara moril ataupun finansial , dan diperlukannya pelaku rawat yang sesuai untuk
pasien Dan anak-anak pasien juga harus diberikan motivasi untuk hidup sehat,
karena anak-anak pasien berisiko untuk terkena penyakit yang sama dengan
pasien mengingat kedua orang tua mereka mempunyai riwayat penyakit hipertensi
yang berat.
Hubungan antar anggota keluarga, pasien mengaku hanya dekat dengan
Tn.N yaitu anak keempat pasien, dan hanya Tn.Nana yang paling sering
berkunjung, Karena Tn.N menitipkan anaknya yang sekarang menjadi pelaku
rawat pasien dan rumah Tn.N yang dinilai paling dekat dengan rumah pasien.
Tetapi cucu pasien dan pelaku rawat pasien ini dinilai tidak sesuai karena masih
berusia 13 tahun, dan tidak bisa diandalkan pada saat darurat. Anak- anaknya
yang lain jarang berkunjung ke rumah pasien dan lebih sibuk dengan keluarga
mereka sendiri. Dukungan terhadap masalah kesehatan pasien dinilai kurang
karena anak-anak pasien kurang mengerti masalah kesehatan. Maka dari itu
keluarga terutama anak-anak pasien penting untuk diberikan penegertian akan
pentingnya dukungan masalah finansial dan moril untuk pasien, dan harus ada
jalan tengah mengenai pelaku rawat yang sesuai untuk pasien. Apabila tidak
mampu membayar pelaku rawat, di berikan solusi mengenai anak- anak pasien
untuk bergantian sebagai pelaku rawat.
Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan
beradaptasi yang dapat dilihat pada Tabel 1. Penilaian kemampuan mengatasi
masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi dengan skala:
5 : dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya
11
4 : penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit
petunjuk dari orang lain / dokter / pelayanan kesehatan
3 : ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu
penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi
keluarga dan sebagian besar masih dilakukan provider.
2 : partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak
mampu, tidak ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan
oleh orang lain/dokter/pelayanan kesehatan
1 : tidak ada partisipasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun
sarana tersedia
99 : tidak dapat dinilai.
Tabel 1. Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah (Koping Keluarga)
No. Masalah Rencana Intervensi Hasil Intervensi NilaiAwal
CopingAkhir
1 Hipertensi grade II Pasien Pertemuan 1: 3 3
12
Tekanan darah tidak terkontrol
mengkonsumsi obat anti hipertensi dari puskesmas yaitu Nifedipin 2 x 10 mg dan HCT 1x 25 mg
Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital setiap berkunjung ke rumah pasien.
Melakukan observasi mengenai adanya komplikasi dari penyakit yang di derita pasien di setiap kunjungan Deteksi Komplikasi:
a. Susunan saraf pusat tanda-tanda kelemahan otot, atau kelumpuhan saraf atau kehilangan kesadaran dari pemeriksaan fisik
b.Mata : pandangan mata kabur (retinopati hipertensi)
c. Jantung : batas- batas jantung dinilai normal, dan functional class
d. Ginjal : keluhan berkemih, bengkak pada kedua tungkai atau pada kelopak mata
Menyarankan
pasien untuk melakukan
12 November 2012Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg)
Pertemuan 2 : 23 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg)
Pertemuan 3 : 26 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg)
Tidak ditemukannya tanda- tanda komplikasi dari kunjungan 1,2, dan 3
a. SSP : Tidak ditemukanb. Mata : Tidak ditemukanc. Jantung : tidak ditemukand. Ginjal : Tidak ditemukan
Tidak dilakukan oleh pasien, karena pasien
3
2
4
2
13
pemeriksaan tambahan untuk mendeteksi adanya komplikasi seperti EKG, Rongten thoraks ,Ureum,kreatinin,dan Cek protein dalam Urine.
mengaku tidak mempunyai biaya dan tidak ada yang mengantar ke rumah sakit, karena letak rumah sakit yang jauh dari rumah pasien.
2 Kurangnya kepatuhan pasien untuk kontrol ke puskesmas dan meminum obat secara teratur
Melakukan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol teratur untuk mencegah komplikasi
Melihat adanya faktor penyebab lain menyangkut kepatuhan pasien.
Pasien mulai kontrol teratur ke puskesmas seminggu sekali .(tgl 17 November 2012- 23 November 2012)
Obat pasien selalu berkurang setiap kunjungan, hal ini membuktikan bahwa pasien rutin meminum obat
Dari ketiga kunjungan pasien menyangkal ada sebab lain yang menyebabkan pasien tidak rutin kontrol dan minum obat , seperti faktor jauhnya pusat kesehatan, kemudian faktor ekonomi dan yang di menjadi penyebab masalah adalah tidak adanya yang mengantar pasien ke pusat kesehatan.
3
3
3
4
4
4
3 Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit pasien
Menganjurkan pasien untuk mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi tanggal 23 nov 2012 di puskesmas
Pasien mengikuti penyuluhan (23-11-2012)
Pasien mengaku pengetahuannya mengenai hipertensi bertambah,
3 4
14
karena pasien mengaku dapat menjawab beberapa postest yang diberikan
4 Kurangnya perhatian anak-anak pasien dan keluarga terdekatnya terhadap masalah kesehatan pasien, dari segi finansial dan moril
Mengedukasi anak-anak pasien untuk lebih mengetahui penyakit pasien agar meningkatkan empati anak-anak pasien terhadap pasien
Menganjurkan anak-anak pasien untuk menjadi pelaku rawat atau menyediakan pelaku rawat yang sesuai untuk pasien
Dari ketiga anak pasien, hanya satu anak pasien yang berhasil dihubungi yaitu Tn.N Anak pasien
mengaku mengerti mengenai masalah kesehatan pasien. Dan anak pasien mengaku terkadang dapat memberi bantuan secara finansial untuk masalah kesehatan pasien.
Anak pasien mengaku tidak bisa sering berkunjung atau menjadi pelaku rawat yang tinggal serumah dengan pasien karena mereka masih harus bekerja, dan terikat kontrak oleh tempat mereka bekerja. Dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka, karena masih ada masalah ekonomi.
Dan anak pasien hingga saat ini belum dapat menyewa pelaku rawat karena ada kendala biaya.
2
2
2
3
2
2
Total coping 26 28
15
Kesan dari kemampuan penyelesaian masalah awal dalam pasien adalah 3
yaitu ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian
yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian
besar masih dilakukan provider. Sementara pada keluarga adalah 2 dimana
partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak ada
sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/dokter/pelayanan
kesehatan adalah keluarga Pada akhir studi dilakukan penilaian kembali
kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Nilai akhir koping pasien dan
keluarga tidak sama dimana rata- rata koping pasien adalah 4 sementara koping
untuk keluarga tidak berkembang yaitu tetap 2. Keluarga sulit diintervensi karena
tidak tinggal serumah dengan pasien dan sulit untuk di hubungi.
L. Hasil Pembinaan
1. Dari tiga kali kunjungan ke rumah pasien didapatkan tekanan darah
pasien yang tidak turun sesuai harapan di duga, tubuh pasien telah
terkompensasi oleh tekanan darah yang tinggi, atau tekanan darah
pasien telah terisolasi.
2. Tidak ditemukan tanda- tanda komplikasi dari tiga kali kunjungan
ke rumah pasien. Deteksi Komplikasi:
a. Susunan saraf pusat = tidak ditemukan tanda-tanda
kelemahan otot, atau kelumpuhan saraf atau kehilangan
kesadaran dari pemeriksaan fisik
b. Mata : pandangan mata kabur disangkal (retinopati
hipertensi)
c. Jantung : batas- batas jantung dinilai normal, dan functional
class pasien masih baik.
d. Ginjal : tidak ada keluhan mengenai berkemih, atau
bengkak pada kedua tungkai atau pada mata
3. Tidak dilakukan oleh pasien, karena pasien mengaku tidak
mempunyai biaya dan tidak ada yang mengantar ke rumah sakit,
karena letak rumah sakit yang jauh dari rumah pasien.
4. Pasien mulai kontrol teratur ke puskesma seminggu sekali (tgl 17
November 2012- 23 November 2012), dan pasien mengaku selalu
16
rutin meminum obat. Dan di lihat dari jumlah obat yang selalu
berkurang setiap kunjungan.
5. Dari ketiga kunjungan pasien menyangkal ada sebab lain yang
menyebabkan pasien tidak rutin kontrol dan minum obat , seperti
faktor jauhnya pusat kesehatan, kemudian faktor ekonomi dan
yang di menjadi penyebab masalah adalah tidak adanya yang
mengantar pasien ke pusat kesehatan.
6. Pasien mengikuti penyuluhan ’Hipertensi pada lansia’ yang
diadakan oleh dokter muda di puskesmas sukmajaya pada tanggal
23 November 2012
7. Pasien mengaku pengetahuannya mengenai hipertensi bertambah,
karena pasien mengaku dapat menjawab beberapa postest yang
diberikan 25 November 2012
8. Anak pasien mengaku mengerti mengenai masalah kesehatan
pasien. Dan anak pasien mengaku terkadang dapat memberi
bantuan secara finansial untuk masalah kesehatan pasien.
9. Anak pasien mengaku tidak bisa sering berkunjung atau menjadi
pelaku rawat yang tinggal serumah dengan pasien karena mereka
masih harus bekerja, dan terikat kontrak oleh tempat mereka
bekerja. Dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka,
karena masih ada masalah ekonomi.
10. Dan anak pasien hingga saat ini belum dapat menyewa pelaku
rawat karena ada kendala biaya
Sebagian besar hasil pembinaan keluarga secara keseluruhan menunjukkan
peningkatan indeks koping/penguasaan masalah dari 3 sebelum pembinaan
menjadi 4 setelah pembinaan. Tetapi intervensi terhadap keluarga dinilai kurang
berhasil karena tidak ada peningkatan nilai koping. Konsep pelayanan kedokteran
keluarga telah dijalankan dan perlu ditunjang dengan kerjasama yang baik antara
provider kesehatan serta keluarga.
M. Pembahasan
17
Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif,
berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Keluarga dan lingkungannya.
Ny.MR didiagnosis Hipertensi grade II tekanan darah tidak terkontrol
berdasarkan anamnesa yang didapat yaitu riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang
lalu dengan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg .
Diduga tekanan darah tinggi pada pasien ddisebabkan faktor risiko yang
tidak dapat di kontrol yaitu akibat umur dan jenis kelamin. Karena pada wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita
sekitar 56,5%. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun,
sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan
perubahan hormon setelah menopause .
Kemudian umur, Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan
darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang
tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus
ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati
mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat.
Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada
wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009)
18
mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk
samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan
menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada
lanjut usia adalah :
1. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses
menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-
sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya
usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan
hipertensi sistolik.
4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi
kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan
lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.
Keluarga berperan penting dalam mengontrol faktor risiko yang dapat di
kontrol yaitu Obesitas, pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu
sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.
Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis,
jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obese 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Yang kedua adalah pasien kurang
berolah raga berdasarkan anamnesa pasien tidak mau berolah raga karena merasa
badannya tidak sebugar dulu lagi padahal Olahraga banyak dihubungkan dengan
pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
19
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif
cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. Pada pasien tidak
ditemukan faktor risiko kebiasaan merokok, tapi merokok menyebabkan
peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan
insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S
Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236
subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,
36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari
dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti
dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu
kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok
lebih dari 15 batang perhari .
Pasien mengaku lebih suka memakan yang gurih-gurih, dan hal ini dapat
di sebabkan menjadi faktor yang dapat memacu terjadinya hipertensi karena
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairanekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraselulerditarik
ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. Badan kesehatan dunia yaitu World
Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari.
Salah satu faktor risiko yang dapat memacu peningkatan tekanan darah
pada pasien diduga adalah stress, maksudnya disini adalah terdapatnya masalah
20
psikososial pada diri pasien . Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti
akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang
dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Stres akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi
aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,
kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan
farmakologis, selain pengobatan pada hipertensi sendiri diperlukan juga
pengobatan faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya. Tujuan dari pengobatan
hipertensi adalah target tekanan darah <140/90 mmHg , untuk individu berisiko
tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg, penurunan morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular, dan menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
(Mohamad yogiantoro , 2006).
Pengobatan hipertensi terdapat tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi
penderita adalah :
1. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor risiko kardiovaskuler
2. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer
3. Organ yang rusak karena hipertensi.
Upaya non farmakologi menurut berdasarkan perubahan gaya hidup disini peran
keluarga sangat penting untuk memotivasi pasien dalam memperbaiki gaya hidup
1. Sering Berolah raga
2. Berhenti merokok
3. Penurunan berat badan yang berlebihan
4. Berhenti/mengurangi asupan alkohol
5. Mengurangi asupan garam.
6. Menghindari stress
21
Karena pasien sudah lansia Terapi farmakologi pada pasien perlu dipikirkan
kemungkinan adanya :
1. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2. Interaksi obat
3. Efek samping obat.
4. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal.
Gambar 3. Alogaritma Penatalaksanaan Hipertensi (JNC-7 .2003)
Pembinaan pada keluarga ini di perlukan karena ketidakpatuhan pasien
masalah kontrol ke puskesmas dan meminum obat anti hipertensi itu dapat
dipengaruhi oleh kurangnya motivasi dan edukasi pada pasien dan keluarga
22
pasien. Karena pentingnya mengontrol tekanan darah pada pasien agar tidak
terjadi komplikasi seperti
1. Penyakit jantung iskemik
Pasien hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena myocardial
infarction (MI). atau lebih dikenal sebagai serangan jantung atau kejadian
dari penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan pada penyakit hipertensi
suplai oksigen ke arteri koroner cenderung menurun dan diperburuk
dengan keadaan penyakit jantung koroner seharusnya suplai oksigen
dibutuhkan lebih banyak, karena meningkatnya aktivitas ventrikel kiri
untuk mempertahankan suplai darah ddan oksigen di perifer atau akibat
adanya hipertrofi dari ventrikel kiri.
2. Stroke
Stroke dapat terjadi perdarahan di otak akibat pecahnya jantung pembuluh
darah di otak. Atau akibat iskemia jaringan otak diakibatkan adanya
sumbatan dari penyakit penyerta hipertensi.
3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang
yang tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus.
4. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meninglkat dengan cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan
ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke dalam ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
N. Kesimpulan
23
1. Telah teridentifikasi fungsi-fungsi keluarga pasien meliputi fungsi
biologis, fungsi sosial, fungsi psikososial, fungsi ekonomi dan faktor
perilaku kesehatan, serta faktor lingkungan sekitar tempat tinggal.
2. Telah ditegakkan diagnosis hipertensi grade II dengan tekanan darah
belum terkontrol berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
3. Penatalaksanaan hipertensi grade II dapat dilakukan di pelayanan
kesehatan primer.
4. Penatalaksanaan masalah kesehatan pada pasien harus dilakukan secara
holistik, komprehensif dan berkesinambungan.
5. Perlu partisipasi keluarga sebagai mitra dokter dalam penatalaksaan
masalah kesehatan pasien.
O. Saran
Saran bagi kesinambungan pelayanan adalah:
Untuk pembina berikutnya :
1. Sumber Daya Manusia :
Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka pembinaan kesehatan
perlu kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan masyarakat
sekitar.
2. Mental psikologikal :
Untuk melakukan pembinaan terhadap suatu keluarga perlu pendekatan–
tertentu yang sangat membutuhkan keuletan dalam menjalankan
pembinaan.
3. Komunikasi :
Kemampuan berkomunikasi merupakan hal utama pelayan kesehatan yang
bertugas sebagai pembina. Komunikasi yang baik bertujuan untuk menjadi
perantara dan juga keluarga yang akan dibina agar lebih terbuka terhadap
permasalahannya dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh
pembina sehingga program keluarga binaan ini dapat terlaksana.
4. Manajemen klinis :
24
Untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam keluarga perlu adanya
kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota keluarga.
5. Evaluasi masalah
Menindak lanjuti tindakan yang belum terlaksana yaitu:
a. Apakah pasien dapat mengontrol tekanan darah pasien.
b. Apakah pasien akan selalu kontrol secara teratur dan meminum
obat secara teratur
c. Apakah pengetahuan pasien akan penyakit pasien akan
memperbaiki gaya hidup pasien.
d. Apakah anak-anak pasien dapat mencari solusi untuk
menempatkan pelaku rawat yang layak untuk pasien.
P. Penutup
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa
hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya
pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah
diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit
penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penderita hipertensi. Dan penatalaksanaannya tidak hanya melalui terapi
farmakologis dan sama pentingnya dengan terapi farmakologis, terapi non
farmakologis juga penting untuk menurunkan mortalitas dari penderita hipertensi.
Dan hal ini sangat dibutuhkan dukungan dari keluarga baik secara finansial atau
moril.
Daftar Pustaka
25
Mohamad yogiantoro 2006., Hipertensi Esensial dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Editor Slamet Suyono, Balai
Penerbit FKUI. Jakarta, Hal 599
Adam V. Chobanian, et all, .‘Seventh Report Of The JNC on prevention,
detection, evaluation, and treatment of High Blood Pressure ‘the 7th of Joint
National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC-7)
Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et al.Hypertension. Harrison’s Manual of
Medicine, 16th edition. New York : McGraw-Hill, 2005.
Yuliwinars, 2012 , Hipertensi pada lansia tersedia di http://digilib.unimus.ac.id
diunduh tanggal 16 November 2012
Bestari J Budiman, Al Hafiz, 2012.Epistaksis dan hipertensi Apakah ada
Hubungannya, tersedia di http: jurnal.fk.unand.ac diunduh tanggal 14 november
`2012.
Lampiran 1
Keadaan Rumah Pasien :
26
Ruang tamu sekaligus ruang makan dan ruang keluarga
Atap Rumah Pasien
27
Kamar pasien dan cucu pasien
Dapur Pasien
28
Kamar Mandi sekaligus tempat cuci baju
Lampiran 2. Algoritma Penanganan Hipertensi (menurut JNC VII)
29
Lampiran 3. Anjuran Diet Rendah Garam II
Belum mencapai target TD
(<140 mmHg atau < 130/80 mmHg pada DM dan CKD)
Modifikasi gaya hidup
Terapi farmakologis awal
Hipertensi tanpa kerusakan target organ
Hipertensi dengan kerusakan target organ
Hipertensi Stage1:Diuretik Tiazid atau ACE-I, ARB, -
Bloker,CCB atau kombinasi
Hipertensi Stage 2
2 kombinasi obat (tiazid dan ACE-I atau ARB
atau -Bloker atau CCB
Obat untuk kerusakan organ target
Obat hipertensi lain bila diperlukan
TD target belum tercapai
Optimasi dosis sampai TD target tercapai
Pertimbangkan konsul ahli hipertensi
30
Pembagian Makanan Sehari
Diit 1600 kalori rendah garam II (600-800 mg Na)
Dalam pemasakan diperbolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 g). Bahan
makanan tinggi natrium dihindarkan.
Makanan ini diberikan pada pasien dengan oedema, asites dan atau hipertensi
berat.
Bahan makanan yang diberikan sehari
Jenis bahan makanan
Berat (g) Ukuran
Nasi 350 5 gls sedangDaging 100 2 ptg sedangTelur 50 1 btrTempe 100 4 ptg sedangKacang hijau 25 2½ sdmSayuran 200 2 glsBuah 150 2 bh pisang sedangMinyak 25 2 ½ sdmGula pasir 25 2 ½ sdm
Nilai gizi
Kalori 2230 kalProtein 75 gLemak 53 gHidrat arang 365 gKalsium 0,5 gBesi 24 mgVitamin A 6139 SIThiamin 1,2 mgVitamin C 87 mgNatrium 305 mg
Pembagian makanan sehari
Pagi Siang dan Sore
Beras 70 g= 1 gls nasi Beras 140 g = 2 gls nasi
Telur 50 g= 1 btr Daging 50 g= 1 ptg daging
Sayuran 50 g= ½ gls Tempe 50 g = 2 ptg sdg
Minyak 5 g= ½ sdm Sayuran 75 g = ¼ gls
Gula pasir 10 g= 1 sdm Buah 75 g = 1 bh pisang
Minyak 10 g= 1 sdm
Pukul 10.00
31
Kacang hijau 25 g = 2 ½ sdm
Gula pasir 15 g = 1 ½ sdm
Contoh menu :
Pagi : nasi, telur dadar, tumis kacang panjang
Pukul 10.00 : bubur kacang hijau
Siang : nasi, ikan acar kuning, tahu bacam, sayur lodeh, pepaya
Sore : nasi, daging pesmol, tempe keripik, cah sayuran, pisang
32