Kecelakaan Nuklir Fukushima

12
Kelompok 6: Arum Rahmiati (D 141 11 021) Nia Rahmawati (D 141 12 008) Asmi Nur Aisyah (D 141 12 014) Fira Arisma A. (D 141 12 035) Firza Fariza (D 141 12 036) Riri Kamiati (D 141 12 050) KECELAKAAN NUKLIR FUKUSHIMA A. KRONOLOGI Gempa mengguncang Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 pukul 2:46 p.m. dengan kekuatan 9 skala richter. Tiga puluh menit kemudian tsunami menghantam sepanjang pantai bagian timur laut Jepang. Pada saat itu hanya reaktor unit 1,2, dan 3 yang beroperasi, sementara reaktor unit 4, 5, dan 6 sedang dalam perawatan sesuai jadwal. Episentrum gempa berada sejauh 179 km dari kompleks PLTN Fukushima, namun patahan sumber gempanya tepat berhadapan dengan kompleks ini. Model getaran Gutenberg-Richter memperlihatkan getaran yang dirasakan kompleks PLTN Fukushima mencapai skala 8 MMI dengan percepatan tanag 0,5 g. Percepatan ini hampir 3 kali lipat percepatan

description

kecelakaan nuklir fukusima

Transcript of Kecelakaan Nuklir Fukushima

Page 1: Kecelakaan Nuklir Fukushima

Kelompok 6:

Arum Rahmiati (D 141 11 021)

Nia Rahmawati (D 141 12 008)

Asmi Nur Aisyah (D 141 12 014)

Fira Arisma A. (D 141 12 035)

Firza Fariza (D 141 12 036)

Riri Kamiati (D 141 12 050)

KECELAKAAN NUKLIR FUKUSHIMA

A. KRONOLOGI

Gempa mengguncang Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 pukul 2:46 p.m.

dengan kekuatan 9 skala richter. Tiga puluh menit kemudian tsunami menghantam

sepanjang pantai bagian timur laut Jepang. Pada saat itu hanya reaktor unit 1,2, dan 3

yang beroperasi, sementara reaktor unit 4, 5, dan 6 sedang dalam perawatan sesuai

jadwal. Episentrum gempa berada sejauh 179 km dari kompleks PLTN Fukushima,

namun patahan sumber gempanya tepat berhadapan dengan kompleks ini. Model

getaran Gutenberg-Richter memperlihatkan getaran yang dirasakan kompleks PLTN

Fukushima mencapai skala 8 MMI dengan percepatan tanag 0,5 g. Percepatan ini

hampir 3 kali lipat percepatan maksimum desain reaktor PLTN Fukushima (yakni

0,18 g) namun sejauh itu tidak ditemukan kerusakan. Meski demikian getaran sangat

keras ini merubuhkan menara jaringan tegangan ekstra tinggi sehingga jaringan listrik

setempat padam. (Sudibyo, 2011).

Dinding laut (sea wall) setinggi 4 meter yang melindungi kompleks

Fukushima yang menghadap ke laut, tidak mampu membendung terjangan tsunami

yang diperkirakan mencapai 8,5 meter. Akibatnya kompleks PLTN Fukushima

terendam. Pada saat terjadi gempa, sistem kendali reaktor secara otomatis mematikan

Page 2: Kecelakaan Nuklir Fukushima

semua reaktor dengan sistem SCRAM. Padamnya aliran listrik mengakibatkan katup-

katup aliran pendingin digerakkan oleh diesel cadangan, namun ini pun hanya

bertahan sekitar 1 jam karena diesel kemudian mati terendam air tsunami. Aliran

listrik kemudian diambil alih oleh accumulator selama 8 jam. Bantuan mobile diesel

dan mobile accumulator cadangan segera didatangkan dari PLTN terdekat yang

tidakmengalami gangguan, namun butuh waktu 13 jam pasca gempa untuk mencapai

Fukushima. Bantuan itu pun tuidak langsung tersambung dengan Fukushima, karena

konektornya berada di ruang basement yang terendam air. Akibatnya reaktor unit 1

hanya mendapatkan pendinginan 9 jam pasca gempa dan setelah itu pendinginan

berhenti. Sistem pendingan darurat ECCS (Emergency Core Cooling System) pun tak

bisa diaktifkan akibat listrik padam. Konsekuensinya panas peluruhan tidak bisa

dialirkan keluar dan berpotensi mengakibatkan kegagalan yang dikenal dengan Loss

of Heat Sink Accident (LOHSA) atau Loss of Flow Accident (LOFA).

Akibat LOHSA, air pendingin reaktor tidak bisa mengalir sehingga terus

terdidihkan hingga menguap oleh panas peluruhan. Penguapan intensif membuat

tinggi permukaan air reaktor terus menyusut dan suatu saat sampai ke titik di mana

bahan bakar mulai tidak terendam air pendingin. Pada saat itu suhu reaktor sudah

mencapai 800 oC. Tidak terendamnya batang bahan bakar berimplikasi serius, sebab

suhu reaktor melonjak naik hingga mencapai 1000 oC. Pada titik ini, panas telah

mampu melelahkan batang bahan bakar dan isinya, kondisi yang secara teknis disebut

Loss of Coolant Accident (LOCA). Dalam fisika reaktor nuklir, LOCA menduduki

hirarki tertinggi sebagai kecelakaan terparah yang membuat sebuah reaktor bisa mati

untuk selamanya. Zirkonium yang meleleh lantas bereaksi secara kimiawi dengan uap

air panas menghasilkan zirkonium oksida dan gas hidrogen, di mana dalam tiap kg

zirkonium yang bereaksi diproduksi 500 liter gas hidrogen. Terbentuknya gas

hidrogen membuat tekanan di dalam reaktor meningkat hingga mencapai 2 kali lipat

di atas normal.

Pada titik tertentu, campuran air,, udara, dan gas hidrogen cukup berbahaya

karena sanggup menghasilkan detonasi (ledakan) yang ditandai dengan pelepasan

Page 3: Kecelakaan Nuklir Fukushima

gelombang kejut. Setiap reaktor pada dasarnya memiliki perangkat yang mampu

mengalirkan gas hidrogen keluar sebelum konsentrasi berbahaya tercapai. Namun

ketiadaan aliran listrik mengakibatkan fungsi perangkat ini tidak berjalan, sementara

gas hidrogen telah dialirkan keluar memenuhi ruangan di antara lapisan pengukung

pertama dan kedua. Sebagai akibatnya, ketika konsentrasi berbahaya tercapai,

ledakan hidrogen tidak dapat dihindari.

Ledakan hidrogen pertama kali terjadi di reaktor unit 1 pada 12 Maret 2011

pukul 13:36 yang menyebabkan atap reaktor (lapisan pengukung kedua) berlubang,

sedangkan lapisan pengukung pertama masih utuh (berdasarkan inspeksi setelah

kecelakaan). Kejadian di reaktor unit 1 ternyata terjadi juga di reaktor unit 3 yang

berujung pada ledakan hidrogen dua hari kemudian 14 Maret 2011 pukul 09:15.

Ledakan di reaktor unit 3 mengakibatkan puing-puing berhamburan dan mengenai

sistem pendingin reaktor unit 2. Akibatnya, ECCS reaktor 2 pun tidak dapat

berfungsi dan mengakibatkan air dalam reaktor sepenuhnya kosong sehingga

pelelahan pun mulai terjadi. Pada akhirnya, ledakan hidrogen di reaktor unit 2 pun

terjadi pada 15 Maret 2011 pukul 04:14.

Gambar 1. Beberapa saat setelah Ledakan Hidrogen di Reaktor Unit 3

(DigitalGlobe, 2011)

Pada reaktor unit 4, meski telah dimatikan karena dalam masa perawatan

sebelum gempa terjadi dan seluruh batang bahan bakar telah dipindah ke kolam

Page 4: Kecelakaan Nuklir Fukushima

bahan bakar bekas di atas reaktor, pendinginan yang tidak mencukupi membuat air

dalam kolam bahan bakar bekas memanas dan mendidih hingga kering. Gas hidrogen

pun terbentuk dan lama kelamaan mencapai konsentrasi berbahaya sehingga ledakan

hidrogen pun terjadi pada 15 Maret 2011 pukul 04:00. Masih tingginya konsentrasi

gas hidrogen mengakibatkan kolam bahan bakar bekas terbakar empat jam kemudian.

Ledakan telah mengakibatkan dinding lapisan pengukung kedua berlubang.

Berlubangnya dinding dan habisnya air dalam kolam bahan bakar menempatkan

reaktor unit 4 sebagai reaktor paling berbahaya selama rangkaian kecelakaan nuklir,

karena nyaris tidak ada pelidung lagi antara batang bahan bakar nuklir dengan

lingkungan luas.

B. DAMPAK LEDAKAN NUKLIR

Kecelakaan nuklir Fukushima ini pada awalnya dinilai skala 5 dalam INES

(Internaional Nuclear Emergency Scale), setara dengan kecelakaan nuklir PLTN

Three Mile Island di Pennsylvania (AS) yang sama-sama disebabkan oleh LOCA,

namun pada akhirnya ditetapkan menjadi skala 7 (nilai tertinggi) setara dengan

kecelakaan Chernobyl. Radiasi di dalam kompleks PLTN Fukushima sempat

menyentuh angka 1 juta µSv/ jam atau 3 juta kali lipat dari nilai radiasi natural/ latar,

kemudian turun menjadi 0,6 juta µSv/ jam. Pada jarak 20 km dari reaktor, paparan

radiasinya 330 µSv/ jam, sedangkan batas aman bagi manusia (pekerja radiasi) adalah

10 µSv/ jam (20 mSv/tahun untuk 2000 jam kerja/tahun). Inilah yang menjadi dasar

evakuasi sebanyak 200.000 penduduk radius 20 km dari kompleks PLTN, sementara

penduduk pada radius 20 hingga 30 km diminta untuk tetap tinggal di dalam rumah

(sheltering). Namun pada jarak yang lebih jauh, seperti Tokyo, radiasi masih berada

di ambang batas normal. Tingkat radiasi di Tokyo tercatat 0,8 µSv/ jam.

Page 5: Kecelakaan Nuklir Fukushima

Gambar 2. Skala INES untuk Kecelakaan Nuklir

Dampak lain dari kecelakaan ini, pemerintah Jepang menonaktifkan 2/3 dari

jumlah reaktor yang ada, sebagian besar dinonaktifkan untuk dilakukan inspeksi. Hal

ini menyebabkan krisis energi di Jepang, berlanjut dengan jatuhnya ekonomi Jepang

karena membutuhkan impor minyak bumi dan batu bara lebih untuk suplai energi

lisrik serta menurunnya kinerja produksi yang semula memiliki tingkat pertumbuhan

35%, turun menjadi 17%. Di samping itu, kepercayaan masyarakat terhadap

penggunaan energi nuklir menurun drastis.

C. FAKTOR PENYEBAB LEDAKAN

Faktor penyebab kecelakaan ini secara garis besar dapat dibagi 2, yaitu

penyebab langsung (direct causes) dan penyebab tidak langsung (indirect causes).

Penyebab langsungnya adalah kegagalan sistem pendingin reaktor yang

mengakibatkan pelelehan bahan bakar dan ledakan hidrogen. Sedangkan beberapa

penyebab tidak langsungnya adalah : seawall yang gagal menghalang gelombang

tsunami, koneksi sambungan listrik darurat yang terletak di basement (terendam air),

dan kegagalan Emergency Core Cooling System (ECCS) karena tidak adanya

pasokan listrik.

.

Page 7: Kecelakaan Nuklir Fukushima

Gambar 3. Fault Tree Analysis dari Kecelakaan Nuklir Fukushima (Labib, 2014)

D. KERUGIAN YANG DIALAMI PEMERINTAH JEPANG

Pasca gempa 11 Maret 2011, Jepang mengalami kerusakan infrastruktur yang

cukup parah. Kerusakan-kerusakan tersebut diantaranya :

1. Bangunan; dengan kerugian mencapai 10,4 milyar Yen.

2. Air, gas, listrik, jaringan komunikasi, layanan siaran televisi; dengan kerugian

mecapai 1,3 milyar Yen.

3. Fasilitas publik; dengan kerugian mencapai 2,2 milyar Yen.

4. Sektor perikanan, kehutanan, dan pertanian; dengan kerugian mencapai 3 milyar

Yen.

Maka jika ditotal keseluruhan kerugian yang dialami oleh pemerintah Jepang

adalah sekitar 16,9 milyar Yen. Dengan kerugian sebanyak itu, maka pemerintah

Jepang harus pandai-pandai mengelola dana yang ada untuk memperbaiki semua

sektor, tidak terkecuali perbaikan kerusakan yang terjadi pada Pembangkit Listrik

Tenaga Nuklir Fukushima. Perbaikan yang dilakukan harus ekstra detail dan hati-hati,

dan memakan biaya yang tidak sedikit. Untuk biaya dekontaminasinya saja sudah

mencapai lebih dari 50 milyar Dollar Amerika Serikat. Perkiraan tersebut dihitung

berdasarkan standar biaya yang disusun pemerintah dan informasi dari pemerintah

daerah setempat. Anggaran tersebut sudah mencakup biaya pembersihan,

pengangkutan, dan penyimpanan sampah radioaktif, seperti tanah yang

terkontaminasi.

E. KEBIJAKAN PEMERINTAH JEPANG PASCA INSIDEN FUKUSHIMA

Krisis Fukushima tidak hanya meninggalkan kerusakan infrastruktur yang

sangat parah tetapi juga menimbulkan perdebatan nasional menyangkut masa depan

energi nuklir di Jepang. Perdebatan tersebut berpusat pada apakah tetap

mempertahankan energi nuklir sebagai salah satu sumber energi utama ataukah

meninggalkan energi nuklir dan beralih ke sumber energi lain. Sampai dengan

Page 8: Kecelakaan Nuklir Fukushima

kecelakaan Fukushima, sentimen anti-nuklir dalam partai-partai politik dan

masyarakat Jepang sebagian besar tidak begitu mempengaruhi kebijakan energi

Jepang. Namun krisis Fukushima dan berikut penutupan semua reaktor nuklir

menjadi momentum bagi kelompok anti-nuklir untuk menyuarakan pandangan

mereka saat pemerintah Jepang memperdebatkan revisi kebijakan energi yang ada. Di

level akar rumput krisis Fukushima telah mengguncang kepercayaan warga Jepang

terhadap jaminan pemerintah, industri nuklir dan media atas keselamatan energi

nuklir dan memaksa dilakukannya tinjauan ulang atas kebijakan energi.

Jepang saat ini telah menerapkan standar pengecekan keselamatan tambahan

untuk memastikan bahwa semua unit PLTN bisa dijamin keselamatannya terutama

terhadap gempa dan tsunami, salah satunya dengan menerapkan uji ketahanan. Pasca

Tragedi Fukushima, pemerintah Jepang saat ini sedang berupaya menyusun kebijakan

baru dalam rangka merevisi kebijakan jangka panjang energi nasional mereka. Salah

satu poin penting dalam kebijakan itu adalah berupaya menyusun kebijakan yang

tidak lagi bergantung pada nuklir, namun lebih terfokus pada energi alternatif lainnya

seperti angin maupun tenaga surya.

Dari sisi penggunaan, kekurangan pasokan listrik di awal-awal periode pasca

bencana, membuat pemerintah harus memberlakukan pemadaman bergilir. Program

ini dilaksanakan di hampir seluruh bagian Jepang. Pemadaman bergilir ini dilakukan

dalam periode 14 Maret sampai 28 Maret 2011. Target dari pemadaman ini adalah

untuk menghemat pasokan listrik sebesar 15%. Pemerintah mendorong masyarakat

umum untuk mengurangi atau menghemat konsumsi listriknya (a new culture of

energy consumption).