Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

27
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Kristina Galuh Sista S. 13.70.0117 Kelompok D3

description

kecap ikan ini diperoleh dari proses hidrolisis ikan asin setelah beberapa waktu proses pengasinan

Transcript of Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

Page 1: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Kristina Galuh Sista S. 13.70.0117

Kelompok D3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Page 2: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

Acara III

2015

Page 3: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples,

panci, kain saring, dan pengaduk kayu.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim

papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples sebanyak 50 gram

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),

konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)

Page 4: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

2

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml

Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring

Page 5: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

3

Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula kelapa.

Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Page 6: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

4

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1)

Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer

Page 7: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

5

Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Page 8: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%) D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00

D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50

Keterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui pada kelompok D1 dengan perlakuan penambahan

enzim papain 0,2% diperoleh warna coklat gelap, rasa sangat asin, aroma kurang tajam,

dan penampakan sangat kental, serta memperoleh nilai salinitas 4,00%. Pada kelompok

D2 dengan perlakuan penambahan enzim papain 0,4% diperoleh warna sangat coklat

gelap, rasa asin, aroma kurang tajam, dan penampakan kental, serta memperoleh nilai

salinitas 3,00%. Pada kelompok D3 dengan perlakuan penambahan enzim papain 0,6%

diperoleh warna agak coklat gelap, rasa asin, aroma kurang tajam, dan penampakan

agak kental, serta memperoleh nilai salinitas 3,00%. Pada kelompok D4 dengan

perlakuan penambahan enzim papain 0,8% diperoleh warna agak coklat gelap, rasa

kurang asin, aroma tajam, dan penampakan sangat cair, serta memperoleh nilai salinitas

2,50%. Pada kelompok D5 dengan perlakuan penambahan enzim papain 1% diperoleh

warna agak coklat gelap, rasa kurang asin, aroma agak tajam, dan penampakan sangat

cair, serta memperoleh nilai salinitas 3,50%.

6

Page 9: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Menurut Akolkar, A. V. et al. (2010) masalah pangan didunia adalah adanya kelaparan

atau gizi buruk karena tidak tercukupnya pangan atau tidak tercukupnya ekonomi yang

menyediakan pangan yang penting. Nutrisi pangan yang mengalami kekurangan adaah

protein. Produk fermentasi ikan menjadi salah satu pangan yang menyediakan protein

yang tinggi. Fermentasi kecap ikan tradisional menggunakan Halobacterium sp. SP1(1)

sebagai kultur utama. Aktivitas protease, pelepasan peptide dan kandungan alfa-amino

menjadi parameter dalam mengontrol kemajuan dari fermentasi naik pada hari ke 10

dan hari ke 20. Maka dari itu pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini membahas

tentang pembuatan kecap ikan menggunakan tulang dan kepala ikan. Percobaan ini

dilakukan sesuai dengan teori Afrianto & Liviawaty (1989) karena ikan termasuk bahan

pangan yang mudah sekali rusak. Maka perlu dilakukan pengolahan dan pengawetan

ikan agar dapat mempertahankan mutu dan kesegaran ikan, sehingga ikan tetap dalam

kondisi baik sampai ditangan konsumen. Menurut Udomsil et al. (2010) kecap ikan

termasuk bumbu yang penting dalam masakan Asia, dibuat dengan cara tradisional

mencampurkan ikan dengan garam dengan rasio 3:1 dan fermentasi selama 12-18 bulan.

Menurut Jiang Jin-Jin, et al. (2008) Yu Lu adalah kecap ikan tradisional cina yang

memiliki bau yang kuat dan khusus. Kandungan volatile yang terdapat di kecap ikan ini

berasal dari anchovy (Engraulis japonius) dan snakehed fish (Channa asiatica) yang

diisolasi dengan Simultaneous distillation-solvent extraction (SDE) dan dianalisa

dengan menggunakan gas-kromatografi dan spektrometri. Dari penilitian ini didapatkan

dari kecap ikan ini mengandung volatile sekitar 70, meliputi 20 asam, 4 karbonil, 14

kandungan komponen nitrogen, 14 hidrokarbon, 8 ester, dan 3 kandungan komponen

sulfur. Sedangkan yang berkonstribusi dalam bau kecap ikan ini adalah dimetil sulfide,

dimetil trisulfida, asam propanoat, asam butanoat, 3 (methylyhio)-propanol, 2

metilbutenal dan beberapa kandungan komponen nitrogen. Berdasarkan teori Dincer et

al. (2010) kecap ikan ini diperoleh dari proses hidrolisis ikan asin setelah beberapa

waktu proses pengasinan. Kandungan nitrogen pada kecap ikan sebesar 20g/L, juga

mengandung asam amino sekitar 16g/L. Kualitas kecap ikan tergantung dari aroma dan

rasa yang diperoleh. Menurut Zaman et al. (2010) kadar histamin dalam kecap ikan

7

Page 10: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

8

menurut US FDA adalah 50 ppm. Kecap ikan aman dikonsumsi sebagai bumbu. Tetapi

tidak disarankan untuk mengkonsumsi secara berlebihan karena bakteri pada kecap ikan

berpotensi untuk menghasilkan histamine, putresin, dan dapat mendegradasi amina.

Pembuatan kecap ini menggunakan tulang dan kepala ikan bawal. Mula-mula tulang

dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples sebanyak 50 gram.

Berdasarkan teori Soeparno (1994) proses penghancuran ini bertujuan untuk

memperluas permukaan kontak sisa ikan (waste) dengan enzim yang digunakan.

Kemudian enzim papain ditambahkan kedalam toples supaya proses fermentasi dapat

berjalan lebih optimal, enzim ditambahkan dengan konsentrasi 0,2% (kelompok D1),

konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3), konsentrasi 0,8%

(kelompok D4) serta konsentrasi 1% (kelompok D5). Kemudian toples diinkubasi pada

suhu ruang selama 4 hari. Pada proses fermentasi yang menggunakan enzim proteolitik

ini bertujuan agar dapat menghidrolisa protein di dalam sisa ikan sebesar 65-90%

menjadi bentuk hidrofobik, hal ini dikemukakan oleh Fellow (1992). Menurut Dincer et

al. (2010) fermentasi ini tidak hanya memiliki tujuan untuk memperpanjang umur

simpan saja tetapi dapat meningkatkan rasa serta kualitas kandungan gizi pada produk

pangan tersebut. Berdasarkan teori Udomsil et al. (2010) dalam proses fermentasi,

protein di dalam ikan akan terhidrolisis oleh bakteri dan enzim proteinase dalam ikan.

Bakteri halofilik, spora, bakteri berbentuk batang biasanya ditemukan dalam lingkungan

yang mengandung NaCl yang tinggi, seperti dalam kecap ikan. Maka penanganan dan

proses pembuatan kecap ikan perlu hati-hati dan steril supaya hasil yang diperoleh tidak

terkontaminasi dan diperoleh hasil yang maksimal, hal ini dikemukakan oleh

Tanasupawat et al. (2006). Menurut Hezayen Francis F. et al. (2010) bakteri halophilic

halotolerant (Oceanobacillus aswanensis ) dapat diisolasi dari kecap ikan yang berasal

dari ikan asin yang dijual di kota Aswan Egypt. Strain tumbuh di range salinitas yang

luas. Mikroorgnisme extremophiles ini digunakan dalam aplikasi bioteknologi .

Setelah itu hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml. Kemudian hasil

fermentasi disaring menggunakan kain saring. Kimbal (1992) menyatakan bahwa

Page 11: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

9

penyaringan ini memiliki fungsi untuk menghilangkan kotoran-kotoran (debris) agar

dihasilkan kecap ikan yang jernih dan bersih. Lalu filtrat ditambahkan dengan 50 gram

bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula kelapa. Ketiga bumbu tersebut dapat

mempengaruhi kualitas rasa, warna dan aroma dari kecap ikan yang dihasilkan.

Kasmidjo (1990) menyatakan bahwa penambahan gula kelapa ini dapat mempengaruhi

kekentalan, warna dan rasa dari kecap ikan. Semakin banyak gula kelapa yang

diberikan maka akan menyebabkan warna, rasa dan kekentalan kecap menjadi lebih

meningkat. Sedangkan penambahan garam sebagai pengawet bertujuan untuk

mereduksi jumlah mikroorganisme di dalam kecap (Astawan & Astawan, 1988).

Menurut Ramadanti (2008) penambahan bawang putih ini digunakan untuk memberikan

rasa yang lebih sedap juga dapat sebagai pengawet, karena bawang putih memiliki

kandungan senyawa allisin sehingga dapat membunuh mikroorganisme. Kemudian

filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit. Sesuai dengan teori

Winarno (1993) filtrat yang direbus sampai mendidih bertujuan untuk mematikan semua

enzim yang ada dan membunuh mikroorganisme di dalam kecap. Setelah dingin hasil

perebusan disaring, kemudian dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan

aroma kecap. Lalu kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades

sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1). Setelah itu dilakukan uji salinitas kecap dengan

menggunakan hand refractometer. Berdasarkan teori Arpah (1993) hand refractometer

dapat digunakan untuk mengukur kandungan total padatan terlarut (TPT) dan besarnya

kandungan sari buah murni pada produk sari buah. Padatan terlarut biasanya ditentukan

dengan menggunakan refraktometer pada suhu 200C tanpa koreksi untuk keasaman dan

dibaca sebagai derajat brix pada skala sukrosa internasional. Selanjutnya salinitas kecap

ikan dihitung dengan menggunakan rumus.

Berdasarkan metode yang dilakukan maka akan diperoleh nilai salinitas pada perlakuan

penambahan enzim papain dengan konsentrasi terendah yaitu 0,2% sebesar 4,00%

kemudian penambahan enzim papain dengan konsentrasi paling tinggi yaitu 1%

diperoleh salinitas sebesar 3,50%. Maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi

konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka besar salinitas akan semakin rendah.

Hal ini dapat terjadi karena sesuai dengan teori Afrianto & Liviawaty (1989) bahwa

enzim papain merupakan enzim proteolitik dimana akan memecahkan protein menjadi

Page 12: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

10

lebih sederhana di dalam kecap. Hasil yang oleh jika dibandingkan dengan teori

Astawan & Astawan (1991) enzim papain yang tinggi dapat menyebabkan fermentasi

kecap ikan berjalan lebih sempurna dan lebih optimal, maka kandungan padatan total

terlarut pada kecap ikan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar enzim

papain yang diberikan. Sedangkan warna yang diperoleh yaitu warna agak coklat gelap

pada penambahan enzim papain 0,6%, 0,8%, dan 1%, untuk warna coklat gelap

diperoleh dengan penambahan enzim papain 0,4% sedangkan warna sangat coklat gelap

diperoleh pada penambahan enzim papain paling rendah yaitu 0,2%. Tetapi menurut

Kasmidjo (1990) warna coklat disebabkan oleh penambahan gula jawa yang

ditambahkan. Sehingga dari teori tersebut dapat diketahui bahwa penambahan enzim

papain tidak mempengaruhi warna. Pada teori yang dikemukakan oleh Dincer et al.

(2010) diketahui bahwa kecap ikan memiliki warna coklat dan memiliki kekeruhan

yang bening.

Sedangkan untuk parameter rasa yang dihasilkan pada kelompok D1 dengan konsentrasi

enzim papain paling rendah yaitu 0,2% didapatkan rasa sangat asin sama dengan

konsentrasi enzim papain tertinggi yaitu 1%. Pada kelompok D2 dan D3 dengan

konsentrasi enzim papain berturut-turut yaitu 0,4% dan 0,6% didapatkan rasa yang asin,

sedangkan pada kelompok D4 dengan penambahan enzim papain 0,8% didapatkan rasa

yang kurang asin. Berdasarkan teori yang ada yang dikemukakan oleh Astawan &

Astawan (1991) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi kandungan enzim papain

maka rasa yang dihasilkan akan semakin asin. Hal ini dapat terjadi karena dalam

pembuatan kecap ikan dilakukan penambahan garam yang dapat memberikan rasa asin

yang dapat menutupi rasa dari kecap tersebut.

Pada parameter aroma dapat diketahui bahwa pada kelompok D1, D2 dan D3 dengan

penambahan konsentrasi enzim papain berturut-turut 0,2%, 0,4%, dan 0,6%

menimbulkan aroma yang kurang tajam. Kelompok D4 dengan penambahan enzim

papain 0,8% menimbulkan aroma tajam. Sedangkan pada kelompok D5 dengan

penambahan enzim papain 1% memperoleh aroma agak tajam. Jika hasil tersebut

dibandingkan dengan teori Astawan & Astawan (1991) maka hasil tersebut tidak sesuai

dengan teori yang ada, karena Astawan & Astawan menyatakan bahwa semakin tinggi

Page 13: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

11

kadar enzim papain yang ditambahkan maka aroma yang dihasilkan akan semakin tidak

tajam. Penentuan aroma dan rasa pada kecap ikan dapat ditentukan dari komponen

nitrogennya seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin dan ammonia. Jika komponen-

komponen tersebut berikatan dengan garam maupun dengan asam glutamat maka dapat

menghasilkan rasa yang enak. Tetapi jika bereaksi dengan garam tiamin, kolin, garam

dari asam laktat, format dan asetat maka dapat menyebabkan rasa yang pahit.

Parameter yang selanjutnya adalah menguji penampakan dari setiap kecap ikan dengan

perlakuan masing-masing. Pada hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pada

kelompok D1 dengan penambahan enzim papain 0,2% memperoleh penampakan sangat

kental, sedangkan pada kelompok D5 dengan penambahan enzim papain 1% diperoleh

penampakan yang sangat cair. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka penampakan akan semakin cair.

Tetapi berdasarkan teori Kasmidjo (1990) dapat diketahui bahwa kekentalan kecap ikan

ini dipengaruhi oleh banyaknya penambahan gula kelapa. Sedangkan percobaan yang

dilakukan, kandungan gula kelapa yang ditambahkan pada setiap kelompok adalah

sama. Selain itu menurut Winarno (1993) pemanasan juga menyebabkan kentalnya

kecap ikan karena pemanasan berfungsi untuk membunuh mikroorganisme dan

menonaktifkan enzim didalam kecap ikan, juga untuk menguapkan atau mengentalkan

kecap ikan. Besar kecilnya api juga faktor yang menyebabkan perbedaan kekentalan

kecap ikan tersebut.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dihubungkan dengan teori Astawan &

Astawan (1988) bahwa faktor yang mempengaruhi hasil dari kecap ikan adalah lama

dan kesuksessan dari proses fermentasi yang dilakukan, karena dapat mempengaruhi

cita rasa pada kecap ikan. Jika waktu fermentasi tidak cukup atau kurang, maka enzim

tidak akan bekerja secara optimal sehingga tidak dapat menghasilkan komponen-

komponen penting dalam kecap. Namun sebaliknya jika waktu fermentasi terlalu lama,

maka akan menghasilkan rasa yang kurang baik, disebabkan terbentuknya enzim yang

berlebihan.

.

Page 14: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Kecap ikan memiliki warna coklat dan memiliki kekeruhan yang bening.

Penghancuran pada bahan bertujuan untuk memperluas permukaan kontak sisa ikan

(waste) dengan enzim yang digunakan.

Fermentasi tidak hanya memiliki tujuan untuk memperpanjang umur simpan saja,

tetapi dapat meningkatkan rasa serta kualitas kandungan gizi pada produk pangan

tersebut.

Penanganan dan proses pembuatan kecap ikan perlu hati-hati dan steril supaya hasil

yang diperoleh tidak terkontaminasi dan diperoleh hasil yang maksimal.

Semakin banyak gula kelapa yang diberikan maka akan menyebabkan warna, rasa

dan kekentalan kecap menjadi lebih meningkat.

Penambahan bawang putih digunakan untuk memberikan rasa yang lebih sedap juga

dapat sebagai pengawet, karena bawang putih memiliki kandungan senyawa allisin

sehingga dapat membunuh mikroorganisme.

Enzim papain yang tinggi dapat menyebabkan fermentasi kecap ikan berjalan lebih

sempurna dan lebih optimal, maka kandungan padatan total terlarut pada kecap ikan

akan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar enzim papain yang diberikan.

Penambahan enzim papain tidak mempengaruhi warna.

Semakin tinggi kandungan enzim papain maka rasa yang dihasilkan akan semakin

asin.

Semakin tinggi kadar enzim papain yang ditambahkan maka aroma yang dihasilkan

akan semakin tidak tajam, dan penampakan akan semakin cair.

Faktor yang mempengaruhi hasil dari kecap ikan adalah lama dan kesuksessan dari

proses fermentasi yang dilakukan, karena dapat mempengaruhi cita rasa pada kecap

ikan.

Semarang, 29 Oktober 2015Praktikan

Kristina Galuh Sista S.13.70.0117

Asisten Dosen,- Michelle Darmawan

12

Page 15: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Akolkar, A. V. et al. (2010). Halobacterium sp. SP1(1) as a Starter Culture for Accelerating Fish Sauce Fermentation. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarselo. Bandung.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Dincer, Tolga; Sukran Cakli; Berna Kilinc & Sebnem Tolasa. (2010). Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Journal of Animal and Veterinary Advances 9 (2): 311-315, 2010 ISSN: 1680-5593.

Fellow, P. (1992). Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.

Hezayen Francis F. et al. (2010). Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp. Nov., an Extremly Halotolerant Bacterium Isolated from Salted Fish Sauce in Aswan City, Egypt. Global Journal of Molecular Science 5 (1): 01-06. South Valley University, Agypt.

Jiang Jin-Jin, et al. (2008). Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Food Bioprocess Technical DOI 10.1007/s1 1947-008-0173-8.

Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Kimball, J.W. (1992). Biologi jilid 1 edisi 5. Erlangga. Jakarta.

Ramadanti, I.A. (2008). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn) terhadap Bakteri Escherchia coli in Vitro. Universitas Diponegoro. Semarang.

Soeparno. (1994). Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

13

Page 16: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

14

Tanasupawat, Somboon; Amnat Pakdeeto; Sirilak Namwong; Chitti Thawai; Takuji Kudo & Takashi Itoh. (2006). Lentibacillus halophilus sp. nov., From Fish Souce in Thailand. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology (2006), 56, 1859-1863 DOI 10.1099/ijs.0.63997-0.

Udomsil, Natteewan; Sureelak Rodtong; Somboon Tanasupawat & Jirawat Yingsawatdigul. (2010). Proteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds. International Journal of Food Microbiology 141 (2010) 186-194.

Winarno, F.G. 1993. Pangan: Gizi, teknologi, dan Konsumen. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zaman et al. (2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Vol. 28, 2010, No. 5: 440–449.

Page 17: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok D1

Hasilpengukuran = 40

Gram Papain :

Kelompok D 2

Hasilpengukuran = 30

Gram Papain :

Kelompok D 3

Hasilpengukuran = 30

Gram Papain :

Kelompok D 4

Hasilpengukuran =25

15

Page 18: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

16

Gram Papain :

Kelompok D 5

Hasilpengukuran = 35

Gram Papain :

Page 19: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

17

6.2. Laporan Sementara

Page 20: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

18

6.3. Diagram Alir

Page 21: Kecap Ikan_kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_unika Soegijapranata

19

6.4. Abstrak Jurnal