Kebuntingan pada ternak

31
MAKALAH REPRODUKSI TERNAK KEBUNTINGAN KELOMPOK 6 RULLY AGUNG NUGRAHA 200110130242 ABDUL RAHMAN 200110130249 ALDILLA RIFQI M 200110130250 CITRA FARADITA UTAMI 200110130273 INDRA PERMANA 200110130274 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2014

description

Peternakan

Transcript of Kebuntingan pada ternak

MAKALAH REPRODUKSI TERNAKKEBUNTINGANKELOMPOK 6RULLY AGUNG NUGRAHA200110130242ABDUL RAHMAN200110130249ALDILLA RIFQI M200110130250CITRA FARADITA UTAMI200110130273INDRA PERMANA200110130274

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS PADJADJARANSUMEDANG2014

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebuntingan adalah keadaan dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Suatu interval waktu, yang disebut periode kebuntingan (gestasi) terentang dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi atau persatuan antara ovum dan sperma. Selama periode ini sel sel tunggal membagi diri dan berkembang menjadi induvidu yang sempurna..Ketahanan kebuntingan pada hewan dan diakhirnya dengan kelahiran sebagian besar dipengaruhi oleh keseimbangan laju kerja hormon. Kejadian ini dibuktikan oleh kenyataan perubahan perbandingan kadar hormon sering mengakibatkan keguguran. Makalah ini akan menjelaskan mengenai proses kebuntingan beserta mekanisme hormonal dan cara untuk mendeteksi kebuntingan pada ternak.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana proses kebuntingan pada ternak ?2. Bagaimana mekanisme hormonal pada proses kebuntingan ternak?3. Bagaimana cara mendeteksi kebuntingan pada sapi ?

C. Tujuan1. Mengetahui proses kebuntingan pada ternak.2. Mengetahui mekanisme hormonal pada proses kebuntingan ternak.3. Mengetahui cara mendeteksi kebuntingan pada sapi.

BAB IIPEMBAHASAN

A. KebuntinganPeriode kebuntingan adalah periode dari fertilisasi atau konsepsi sampai partus atau kelahiran individu muda. Selama periode ini sel-sel tunggal membelah dan berkembang menjadi organisasi yang lebih tinggi yaitu individu. Tingkat kematian periode ini, yaitu ovum, embrio, maupun fetus lebih tinggi dibanding setelah individu lahir. Keluarnya fetus atau embrio yang mati dan yang ukurannya dapat dikenali disebut abortus. Keluarnya fetus yang hidup dan pada waktunya disebut lahir. Keluarnya fetus yang mati pada saat partus pada babi dan hewan lain disebut stillbirths. Lahirnya individu baru sebelum waktunya disebut prematur. Berdasarkan ukuran individu dan perkembangan jaringan serta organ, periode kebuntingan dibedakan atas tiga bagian yaitu: 1. Periode ovum / blastula adalah periode yang dimulai dari fertilisasi sampai terjadinya implantasi. Segera setelah terjadi fertilisasi, ovum yang dibuahi akan mengalami pembelahan di ampullary - isthnic junction menjadi morula. Pada sapi, masuknya morula kedalam uterus terjadi pada hari ke 3-4 setelah fertilisasi, 5-8 pada anjing dan kucing dan 3 pada babi. Pada spesies politokus, tidak menutup kemungkinan adanya migrasi embrio diantara kornu. Pada unipara (sapi), jarang terjadi. Setelah hari ke 8, blastosit mengalami pembesaran secara pesat, misalnya embrio domba pada hari ke 12 panjangnya 1 cm, 3 cm pada hari ke 13 dan 10 cm pada hari ke 14. Pada babi, 33 cm pada hari ke 13. Lama periode ini pada sapi sampai 12 hari, kuda 12 hari, domba dan kambing 10 hari, babi 6 hari, anjing dan kucing 5 hari. Pada periode ini, embrio yang defektif akan mati dan diserap oleh uterus.2. Periode embrio / Organogenesis adalah dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan organ tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar pada hari ke 12 - 45, domba 11 - 34, anjing dan kucing 6 - 24, dan kuda 12 - 50 atau 60 setelah fertilisasi. Selama periode ini terjadi pembentukan : a. lamina germinativa b. selaput ektraembrionik Terjadi pembentukan amnion dan allantochorion dan berfungsi sampai akhir kebuntingan. Pembentukan kantong kuning telur (yolk sac), yang terlihat pada awal differensiasi.c. organ-organ tubuh Terbentuknya organ-organ dalam seperti jantung, liver, pankreas, paru-paru dan sistim digesti. Ductus mullen berkembang menjadi organ betina. Ductus woifli berkembang menjadi sistim ductus jantan. 3. Periode Fetus/ pertumbuhan fetus adalah dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya ekstremitas, sampai lahir. Periode ini dimulai kira-kira hari ke 34 kebuntingan pada domba dan anjing, 45 pada sapi dan 55 pada kuda. Selama periode ini terjadi perubahan dan defferensiasi organ, jaringan dan sistem tubuh. Sedangkan panjang badan fetus sesuai dengan tahapan kebuntingan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Pada fetus jantan, testis akan mengalami descensus testiculorum melewati canalis inguinalis ke dalam scrotum. Descensus testiculorum ini akan selesai menjelang pertengahan kebuntingan pada sapi, sedang pada kuda menjelang akhir kebuntingan.

Membrana Fetus dan Plasenta Fungsi membran fetus adalah melindungi fetus, sarana transport nutrisi dan induk ke fetus, sarana penampung sisa hasil metabolisme, tempat sintesa enzim dan hormon. Membran atau selaput fetus terdiri dari : a. Kantong kuning telur primitif Kantong kuning telur primitif asalnya dan entoderm. Suatu struktur primitif yang berkembang pada awal embrio dan menghilang beberapa saat, sehingga peranannya hanya pada awal kebuntingan. Berperan sebagai plasenta yang terbatas dalam menyediakan makanan dan bahan-bahan sisa untuk embrio muda (awal). b. Amnion Kantong amnion terbentuk pada han ke 13 - 16 setelah konsepsi pada kambing, sapi dan mungkin pada kuda. Kantong amnion ini berisi cairan amnion sehingga berfungsi sebagai pelindung mekanik fetus dan mencegah adhesi. Cairan amnion bersifat jemth, tidak berwarna dan mukoid dan mengandung pepsin, protein, fruktosa, lemak dan garam. Volume cairan amnion Sapi : 2000-8000 ml, Kuda: 3000-7000 ml, Kambing : 350-700 ml, Domba: 400-1200 ml, Babi : 40-200 ml, Anjing dan kucing: 8-30 ml. Sumber cairan amnion , epitel amnion dan urine fetus (awalnya), air ludah dan sekresi nasopharynk. Cairan ini membantu kelahiran karena licin seperti lendir.c. Alantois Terbentuk pada minggu kedua dan ketiga masa kebuntingan. Lapisan luar alantois kaya pembuluh darah yang berhubungan dengan aorta fetus melalui umbilicalis dan dengan vena cava posterior oleh vena umbilicallis. Kantong allantois berisi cairan allantois yang jernih seperti air, kekuningan dan mengandung albumin, fruktosa dan urea. Kantong allantoi menyimpan zat buangan dan ginjal fetus. Volume cairan allantois akhir masa kebuntingan pada sapi : 4000-15000 ml, kuda: 8000-18000 ml, kambing dan domba: 500-1500 ml, babi: 100-200 ml, kucing:3-15 ml, anjing: 10-50 ml. Cairan allantois berasal dan epitel allantois. d. Korion atau tropoblas Terbentuk karena fusi lapisan luar allantois dengan tropoblas (korion). Sangat kaya pembuluh darah yang menghubungkan fetus dengan endometrium, sehingga berperan dalam pengangkutan/ pertukaran metabolit, zat-zat makanan, gas dan bahan sisa. PlasentaPada permulaan periode embrio, kantong kuning telur dan korion-amniotik berfungsi sebagai plasenta pnimitif, dimana zat-zat makanan diabsorbsi dan sekresi uterus. Selama bulan pertama/ lebih kebuntingan Blastosyt bertaut dengan endometnium - Selaput fetus berkembang - Terjadi penonjolan villi formis dan kripta endometrium. Pada akhir bulan ketiga kebuntingan terjadi pertautan anatomik plasenta induk dengan fetus secara komplek.Plasenta terdiri dan dua bagian, yaitu Plasenta fetus (korio-alantois) disebut juga kotiledon dan Plasenta induk (endometrium) disebut juga karunkula. Penggabungan karunkula dengan kotiledon disebut plasentom. Peranan / fungsj plasenta : Mensintesis zat-zat yang diperlukan fetus, Menghasilkan enzimdan hormon (P4 dan E), Menyimpan dan mengkatabolisir zat-zat lain.Menurut bentuknya, secara anatomik plasenta digolongkan 4 tipe: 1. Tipe DifusaPada hewan kuda dan babi. Seluruh permukaan korio-allantois dipenuhi baik mikro kotiledon, villi, dan mikro villi masuk ke dalam kripta endometrium (plasentasi) kecuali muara kelenjar uterin. Struktur ini komplek dan terbentuk setelah 150 hari usia kebuntingan. Pada babi tipe plasentanya difusa inkomplete (karena dibagian kutub tidak ada plasentasi). 2. Tipe kotiledonariaPada hewan ruminansia. Hanya sebagian karunkula dan kotiledon yang membentuk plasentom . Lebih komplek dibanding tipe difusa. Plasentom tersusun empat bans, dua ventral dan dua dorsal sepanjang komu. Pada sapi, mempunyai 75-120 plasentom sedang kambing 80-90. Bentuk plasentom sapi cembung, kambing cekung. Diantara karunkula disebut interkarunkula dan diantara kotiledon disebut interkotiledonaria. Keduanya tidak mengalami plasentasi. 3. Tipe ZonariaPada hewan anjing dan kucing (karnivora). Bentuknya melingkar seperti sabuk dengan lebar 2,5-7,5 cm.4. Tipe diskoidalisPada primata dan rodensia. Pertautannya paling erat. Bentuknya melingkar seperti cakram.Secara mikroskopik plasenta dibedakan atas 4 tipe, yaitu :a. Tipe epiteliokorialis, pada kuda, sapi, babi dan kambing, tersusun atas enam strutur yaitu endotelium, jaringan ikat, epitelium endometrium dan korion, mesencim dan endotelium fetus.b. Tipe sindesmokorialis c. Tipe endoteliokorialis, pada anjing dan kucing d. Tipe hemokorialis, pada manusia dan rodensia

Berdasarkan erat tidaknya hubungan, plasenta dibedakan atas 2 tipe, yaitu :1. Tipedesiduata, pada primata dan rodensia. Mengalami perdarahan saat partus dan sebagian endometnium mengelupas.2. Tipe non desiduata, pada hewan domestik seperti babi, kuda, dan ruminan. Plasenta dikeluarkan segera setelah partus. Tali Pusat Tali pusat menghubungkan fetus dengan plasenta. Tali pusat terdiri dari 2 arterii umbilikales, 1 vena, uracus dan sisa tangkai kuning telur disatukan oleh wharton dan dibungkus selubung tali pusat. Panjang tali pusat pada: Sapi : 30 - 40 cm Kuda : 45 - 60 cm atau bisa mencapai 90 cm Babi : 25 cm Anjing dan Kucing : 8 - 12 cm. Pada sapi, kambing dan babi biasanya tali pusat putus pada saat melewati saluran peranakan, sedangkan pada anjing, kucing dan kuda biasanya tali pusat putus oleh aksi induknya atau fetus setelah lahir. Untuk lebih amannya agar tidak terjadi perdarahan dan infeksi maka tall pusat yang telah putus sebaiknya diligasi. Akibat panjang tali pusat, kadang- kadang tali pusat selama kebuntingan melingkari kepala, leher dan badan fetus sehingga menyebabkan kematian fetus akibat suplai darah ke fetus terganggu.Perubahan-perubahan Organ Reproduksi Pada vulva dan Vagina Vulva semakin edernatous dan lebih vaskuler. Mukosa vagina pucat dan likat kering selama kebuntingan dan menjadi edematous dan lembek pada akhir kebuntingan. Pada servik Os ekterna servik tertutup rapat-rapat. Kripta endoservikal bertambah jumlahnya dan menghasilkan mukus yang sangat kental dan menyumbat saluran servik (sehingga disebut sumbat, servik) selama kebuntingan dan mencair segera sebelum partus. Pada uterus Uterus membesar secara progresif sesuai usia kebuntingan. Ada 3 fase adaptasi uterus selama kebuntingan yaitu proliferasi endometrium akibat pengaruh progesteron, pertumbuhan uterus, peregangan uterus. Pada ovaria adanya korpus luteum kebuntingan (verum) sehingga siklus estrus terhenti. Pada ligamentum pelvis dan symphisis pubis Terjadi releksasi sejak awal kebuntingan dan meningkat secara progresif menjelang partus. Bentuk dan Lokasi Uterus Bunting Pada hewan piara uterus tertarik ke depan dan ke bawah masuk ruang abdomen. Pada ruminansia uterus bunting lokasinya disebelah kanan abdomen. Pada akhir kebuntingan (sapi dan kuda) panjang fetus membentang dan diafragma sampai pelvis. Pada sapi dan kuda bentuk uterusnya tubuler memanjang, sedangkan pada babi uterusnya sangat panjang terletak pada lantai abdomen. Posisi Fetus Dalam Uterus Pada pertengahan kebuntingan posisi fetus terletak pada sembarangan arah. Pada kebuntingan yang lanjut, posisi fetus adalah longitudinal terhadap sumbu panjang induk dalam presentai anterior dengan kepala dan kedua kaki depannya mengarah ke servik. Kuda, babi, anjing dan kucing punggung mengarah ke dinding abdomen yang kemudian merotasi menjelang partus yaitu punggungnya mengarah punggung induk.B. Mekanisme HormonalProgesteron mempunyai peran dominan selama kebuntingan terutama pada tahap-tahap awal. Apabila dalam uterus tidak terdapat embrio pada hari ke 11 sampai 13 pada babi serta pada hari ke 15 17 pada domba, maka PGF2 akan dikeluarkan dari endometrium dan disalurkan melalui pola sirkulasi ke ovarium yang dapat menyebabkan regresinya corpus luteum (Bearden and Fuquay, 2000). Apabila PGF2 diinjeksikan pada awal kebuntingan, maka kebuntingan tersebut akan berakhir. Oleh sebab itu, embrio harus dapat berkomunikasi tentang kehadirannya kepada sistem maternal sehingga dapat mencegah PGF2 yang dapat menginduce luteolisis. Proses biokimia dimana embrio memberi sinyal kehadirannya inilah yang disebut sebagai maternal recognition of pregnancy.Pada sapi dan domba, unit embrionik memproduksi suatu protein, yang disebut bovine interferon- dan ovine interferon- . Pada kedua spesies tersebut, protein ini mempunyai perangkat antiluteolitik melalui pengubahan biosintesa prostaglandin dan pengaturan reseptor uterin-oxytocin. Baik bovine interferon- pada sapi maupun ovine interferon- pada domba, telah dilaporkan dapat menghambat sintesa.PGF2 dari endometrium. Pada domba, ovine interferon- telah terbukti dapat meningkatkan konsentrasi PGE2 (sebuah hormon antiluteolitik) dalam plasma darah pada kebuntingan hari ke 13. Sehubungan dengan hal itu, apakah melalui peningkatan sintesa PGE2 atau penghambatan sintesis PGF2, rasio perbandingan yang tinggi antara PGE2 dan PGF2 adalah kondisi yang mendukung pemeliharaan corpus luteum.Konsentrasi tinggi progesteron, menurunkan tonus myometrium dan menghambat kontraksi uterus. Efeknya pada myometrium tersebut, membuat konsentrasi tinggi progesteron akan menghentikan siklus estrus dengan mencegah dikeluarkannya gonadotropin. Progesteron diproduksi oleh corpus luteum dan placenta.Pada sapi, lutectomy ( pengambilan corpus luteum atau injeksi PGF2) pada kebuntingan tahap akhir, setelah 6 8 bulan kebuntingan, tidak akan menyebabkan aborsi karena cukupnya steroid yang diproduksi placenta. Pada domba, pengambilalihan fungsi placenta ini terjadi pada 50 hari usia kebuntingan, sedang pada kuda sekitar 70 hari usia kebuntingan. Pada beberapa spesies, ketika placenta mulai mengambil alih fungsi sebagai sumber progesteron pada tahap dini kebuntingan, corpus luteum terus mensekresi progesteron dan memelihara kebuntingan tersebut. Pregnancy-spesific protein, protein B mungkin saja membantu corpus luteum kebuntingan pada sapi dan domba (Bearden and Fuquay, 2000).Polipeptida relaxin dan relaxin-like factors yang diproduksi oleh corpus luteum (pada babi dan sapi) dan plasenta (pada kuda) adalah penting selama terjadinya kebuntingan. Peran utamanya melunakkan jaringan, yang menyebabkan otot-otot uterus dapat mengakomodir perkembangan fetus. Relaxin menyebabkan saluran pelvis melebar, terutama pada tahap akhir kebuntingan.Konsentrasi estrogen rendah selama awal kebuntingan dan meningkat pada pertengahan dan akhir kebuntingan. Pada kuda, level estrogen cukup tinggi selama pertengahan kebuntingan. Sumber utama estrogen ini adalah palsenta. Estrogen mengalami kenaikan yang progresif dalam aliran darah uterus selagi proses kebuntingan terjadi. Estrogen bekerja sama secara sinergis dengan progesteron pada perkembangan dan persiapan kelenjar mammae untuk sintesa susu setelah kelahiran. Laktogen plasenta juga sepertinya mempunyai peran dalam perkembangan kelenjar mammae sebagaimana perannya dalam mengatur pertumbuhan fetus.C. Cara Mendeteksi Kebuntingan Pada SapiDeteksi kebuntingan merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan setelah ternak dikawinkan. Secara umum, deteksi kebuntingan dini diperlukan dalam hal mengindentifikasi ternak yang tidak bunting segera setelah perkawinan atau IB, sehingga waktu produksi yang hilang karena infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat seperti ternak harus dijual atau diculling. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya pada breeding program dan membantu manajemen ternak secara ekonomis. Biasanya para peternak mendeteksi kebuntingan dengan memperhatikan tingkah ternak tersebut, apabila ternak telah dikawinkan tidak terlihat gejala estrus maka peternak menyimpulkan bahwa ternak bunting dan sebaliknya. Namun cara tersebut tidaklah sempurna dan sering terjadi kesalahan deteksi kebuntingan. Menurut Partodihardjo (1987) tidak adanya gejala estrus bisa saja karena adanya corpus luteum persistent atau gangguan hormonal lainnya, hingga siklus berahi hewan terganggu. Pemeriksaan kebuntingan ternak khususnya sapi umumnya dilakukan dengan explorasi rectal atau palpasi rektum.Metode Pemeriksaan Kebuntingan Pada Sapi Antara Lain :Non Return to Estrus (NR)Selama kebuningan, konseptus menekan regresi corpus luteum (CL) dan mencegah hewan kembali estrus. Oleh sebab itu, apabila hewan tidak kembali estrus setelah perkawinan maka diasumsikan bunting. Pada sapi dan kerbau, ketidakhadiran estrus setelah perkawinan digunakan secara luas oleh peternak dan sentra-sentra IB sebagai indikator terjadinya kebuntingan, tetapi ketepatan metoda ini tergantung dari ketepatan deteksi estrusnya. Pada kerbau, penggunaan metoda NR ini tidak dapat dipercaya karena sulitnya mendeteksi estrus.Eksplarasi RektalEksplorasi rektal adalah metoda diagnosa kebuntingan yang dapat dilakukan pada ternak besar seperti kuda, kerbau dan sapi. Prosedurnya adalah palpasi uterus melalui dinding rektum untuk meraba pembesaran yang terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran fetus. Teknik yang dapat digunakan pada tahap awal kebuntingan ini adalah akurat, dan hasilnya dapat langsung diketahui. Sempitnya rongga pelvic pada kambing, domba dan babi maka eksplorasi rektal untuk mengetahui isi uterus tidak dapat dilakukan (Arthur, et al., 1996). Palpasi transrectal pada uterus telah sejak lama dilakukan. Teknik yang dikenal cukup akurat dan cepat ini juga relative murah. Namun demikian dibutuhkan pengalaman dan training bagi petugas yang melakukannya, sehingga dapat tepat dalam mendiagnosa. Teknik ini baru dapat dilakukan pada usia kebuntingan di atas 30 hari.

UltrasonografiUltrasonography merupakan alat yang cukup modern, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kebuntingan pada ternak secara dini. Alat ini menggunakan probe untuk mendeteksi adanya perubahan di dalam rongga abdomen. Alat ini dapat mendeteksi adanya perubahan bentuk dan ukuran dari cornua uteri. Harga alat ini masih sangat mahal, diperlukan operator yang terlatih untuk dapat menginterpretasikan gambar yang muncul pada monitor. Ada resiko kehilangan embrio pada saat pemeriksaan akibat traumatik pada saat memasukkan pobe. Pemeriksaan kebuntingan menggunakan alat ultrasonografi ini dapat dilakukan pada usia kebuntingan antara 20 22 hari, namun lebih jelas pada usia kebuntingan diatas 30 hari.Gelombang ultrasonografi tidak terdengar oleh telinga manusia dan dioperasikan pada frekuensi 1 10 megahertz (MHz). Ada dua tipe ultrasonografi yang digunakan pada manusia dan kedokteran hewan yaitu : fenomena Doppler dan prinsip pulse-echo. Pada fenomena Doppler transducer atau probe ketika diaplikasikan pada dinding abdominal atau dimasukkan ke dalam rektum, akan memancarkan cahaya gelombang frekuensi tinggi (ultrasonic). Pergerakan jantung fetus dan aliran darah dalam fetus (pembuluh umbilical) serta sirkulasi maternal (arteri uterina) merubah frekuensi gelombang dan memantul kembali ke probe dan dikonversi ke suara yang dapat terdengar. Sedang pada pulse-echo ultrasound getaran ultrasound yang digerakkan oleh kristal piezoelectric dalam transducer ketika kontak dengan jaringan akan memantul kembali ke transducer kemudian dikonversi ke dalam energi elektrik dan diidsplay pada osciloscope. Prinsip dasar diagnostik secara fisik dari ultrasonografi telah banyak diketahui. Komponen utama dari alat ultrasound adalah : a. Generator elektrik pulse, b. Trasducer, c. scan konverter dan d. video display.

Diagnosa ImunologikTeknik Imunologik untuk diagnosa kebuntingan berdasarkan pada pengukuran level cairan yang berasal dari konseptus, uterus atau ovarium yang memasuki aliran darah induk, urin dan air susu. Test imonologik sebagaimana pada Tabel 4, mengukur dua macam cairan yaitu:1. Pregnancy Specific yg hadir dalam peredaran darah maternal : eCG dan EPF2. Pregnancy Not Specific, perubahan-perubahan selama kebuntingan, konsentrasi dalam darah maternal,urin dan air susu, contoh : progesteron dan estrone sulfate.Beberapa protein-like substance telah diidentifikasi dari dalam peredaran darah maternal selama terjadi kebuntingan. Substansi ini merupakan produk yang berasal dari konseptus yang dapat digunakan sebagai indikator adanya kebuntingan.(Jainudeen dan Hafez, 2000). Interaksi konseptus dengan sistem imun melibatkan baik anti-sperma maupun respon imun anti-konseptus yang membatasi keberhasilan kebuntingan dan juga membatasi efek yang menguntungakan dari pengeluaran cytokine dari sel-sel lymphoid pada perkembangan embrio dan ekspresi gennya (Hansen, 1995). Sistem imun ini bekerja di uterus maka terdapat respon imun anti-konseptus yang potensial.Juga ada beberapa sistem kontrol yang membatasi respon imun anti-konseptus. Hal ini terutama karena tidak adanya atau sedikit ekspresi major histocompatibility antigen pada trophoblast. Aktivasi respon imun anti-konseptus yang mengarah pada respon cytolytic selanjutnya dibatasi oleh kehadiran molekul-molekul yang dapat menghambat transformasi lymphosit. Peristiwa ini terutama karena adanya prostaglandin E2 (PGE2) dari plasenta dan jaringan 9 endometrial, interferon-tau (IFN-) dari sel-sel trophoblast selama awal kebuntingan dan protein endometrial yang disebut uterin milk protein (UTMP) (Hansen, 1995). Early pregnancy factor (EPF) pertama kali dilaporkan berada dalam sirkulasi darah wanita hamil (pre-implantasi stage), kemudian dilaporkan ditemukan pula ditemukan pada babi, domba dan sapi. EPF bersifat immunosuppressive, dapat dideteksi dari serum dalam beberapa hari setelah konsepsi pada babi, domba dan sapi. EPF juga merupakan bioassay, berdasarkan formasi inhibitornya. Pregnancy-Associated Antigen (PSA) yaitu antigen spesifik pada kebuntingan yang dilaporkan terdapat dalam jaringan maternal pada spesies ternak termasuk domba, sapi dan kuda. Sebagian besar antigen ini dapat dideteksi dalam darah maternal selama kebuntingan. Bovine conceptus memproduksi beberapa signal selama awal kebuntingan (Jainudeen dan Hafez, 2000). Protein dari jaringan plasenta ini sebagian sudah berhasil dipurifikasi yaitu pregnancy specific protein B (bPSPB). bPSPB ini dapat dideteksi dengan menggunakan teknik radio immuno assay (RIA) mulai hari ke 24 kebuntingan sampai kelahiran (Sasser, et al, 1986). RIA berdasarkan bPSPB ini lebih akurat dari pada RIA berdasarkan progesteron, karena bPSPB ini adalah protein pregnancy secific. bPSPB ini tidak terdeteksi pada air susu atau urine. Dan bPSPB ini hadir terus dlm darah sampai beberapa bulan setelah kelahiran sehingga dapat mempengaruhi diagnosa dini kebuntingan apabila digunakan sebagai bahan marker kit diagnostik. Selain bPSPB, protein pregnancy specific yang lain adalah pregnancy serum protein (PSP60) yang dapat dideteksi dengan RIA pada hari ke 28 kebuntingan pada sapi (Mialon, eta al., 1994). Progesteron berperan utama dalam menghambat respon imun yang difasilitasi oleh sekresi dari endometrium yaitu uterin milk protein (UTMP).Diagnosa Kebuntingan berdasarkan konsentrasi hormonPengukuran hormon-hormon kebuntingan dalam cairan tubuh dapat dilakukan dengan metoda RIA dan ELISA. Metoda-metoda yang menggunakan plasma dan air susu ini, dapat mendiagnosa kebuntingan pada ternak lebih dini dibandingkan dengan metoda rektal (Jainudeen dan Hafez, 2000).

ProgesteronProgesteron dapat digunakan sebagai test kebuntingan karena CL hadir selama awal kebuntingan pada semua spesies ternak. Level progesteron dapat diukur dalam cairan biologis seperti darah dan susu , kadarnya menurun pada hewan yang tidak bunting. Progesteron rendah pada saat tidak bunting dan tinggi pada hewan yang bunting. Test pada susu lebih dianjurkan dari pada test pada darah, karena kadar progesteron lebih tinggi dalam susu daripada dalam plasma darah. Lagi pula sample susu mudah didapat saat memerah tanpa menimbulkan stress pada ternaknya. Sample susu ditest menggunakan radio immuno assay (RIA). Sample ini dikoleksi pada hari ke 22 24 setelah inseminasi. Teknik koleksi sample bervariasi namun lebih banyak diambil dari pemerahan sore hari. Bahan preservasi seperti potasium dichromate atau mercuris chloride ditambahkan untuk menghindari susu menjadi basi selama transportasi ke laboratorium. Metoda ini cukup akurat, tetapi relatif mahal, membutuhkan fasilitas laboratorium dan hasilnya harus menunggu beberapa hari. Kit progesteron susu sudah banyak digunakan secara komersial di peternakanpeternakan dan dapat mengatasi problem yang disebabkan oleh penggunaan RIA yaitu antara lain karena keamanan penanganan dan disposal radioaktivnya.. Test dapat dilakukan baik dengan enzyme-linked immuno assay (ELISA) maupun latex aggluination assay. Evaluasi hasilnya berdasarkan warna atau reaksi aglutinasi yang terjadi, dibandingkan dengan standard yang sudah diketahui (Kaul and Prakash, 1994).Test progesteron susu lebih sesuai untuk mendiagnosa ketidakbuntingan dari pada kebuntingan dan dapat mengidentifikasi hewan yang tidak bunting jauh lebih dini dari pada dengan metoda palpasi rektal. Test progesteron susu aplikasinya terbatas pada spesies-spesies ternak lain. ELISA assay P4 pada hari ke 24 post inseminasi, adalah 100 % akurat untuk yang tidak bunting dan 77 % untuk yang bunting (Kaul and Prakash, 1994). Karena domba tidak laktasi pada saat kawin, maka test dilakukan dengan sampel darah. Pada kambing, test ELISA dapat digunakan untuk diagnosa dini dengan sample susu yang diambil pada hari ke 20 setelah perkawinan (Engeland, et al. 1997), tetapi gagal untuk membedakan kebntingan dengan hydrometra. Sedang pada babi dan kuda, keakuratan test ini adalah rendah karena corpus luteum persisten (CLP) menyebabkan pseudopregnancy pada hewan yang tidak bunting.Estrone SulphateEstrone sulphate adalah derifat terbesar estrogen yang diproduksi oleh konseptus dan dapat diukur dalam plasma maternal, susu atau urine pada semua species ternak. Estrone sulphate dapat dideteksi dalam plasma lebih awal pada babi ( hari ke 20) dan kuda (hari ke 40), dibandingkan pada domba dan kambing (hari ke 40 sampai 50) atau sapi (hari ke 72). Kedua level hormon baik estrone sulphate maupun eCG dapat digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada kuda setelah hari ke 40 kebuntingan. Karena fetus yang berkembang mengeluarkan sejumlah besar estrone sulphate ke dalam sirkulasi maternal antara hari ke 75 100 kebuntingan, maka estrone sulphate lebih dapat dimanfaatkan dari pada eCG untuk mengetahui adanya kehadiran fetus.GonadotropinEquine chorionic gonadotropin (eCG atau PMSG) muncul dalam darah kuda 40 hari setelah konsepsi dan deteksi kehadirannya merupakan bukti terjadinya kebuntingan. Diagnosa kebuntingan secara imunologi pada kuda berdasarkan pada eCG tersebut, dimana kehadirannya dalam sampel darah diperiksa dengan hemagglutination inhibition ( HI ) test. Bila terjadi aglutinasi dari sel darah merah berarti negative (yaitu tidak bunting) dan apabila terjadi inhibisi dari aglutinasi, artinya hasilnya positive. Test ini akan lebih akurat apabila dilakukan antara hari ke 50 dan 100 kebuntingan. Pada kejadian fetus yang mati dalam periode ini, plasma eCG akan tetap tinggi. Oleh sebab itu apabila pengukuran eCG dilakukan setelah fetus mati, maka akan menghasilkan false positive.

BAB IVKESIMPULAN

Periode kebuntingan adalah periode dari fertilisasi atau konsepsi sampai partus atau kelahiran individu muda. Berdasarkan ukuran individu dan perkembangan jaringan serta organ, periode kebuntingan dibedakan atas tiga bagian yaitu: 1. Periode ovum / blastula adalah periode yang dimulai dari fertilisasi sampai terjadinya implantasi. 2. Periode embrio / Organogenesis adalah dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan organ tubuh bagian dalam. 3. Periode Fetus/ pertumbuhan fetus adalah dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya ekstremitas, sampai lahir.Hormon yang berperan dalam pengaturan kebuntingan berasal dari korpus luteum, plasenta dan hipofisa anterior, misalnya hormon Progesteron, Estrogen, LH, Relaxin. Adapun cara untuk mendeteksi kebuntingan pada sapi antara lain : Non Return to Estrus (NR) Eksplarasi Rektal Ultrasonografi Diagnosa Imunologik Diagnosa Kebuntingan berdasarkan konsentrasi hormon

DAFTAR PUSTAKA

Arthur, G. F.; Noakes, D.E.;Pearson, H. and Parkison,T.M. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. London : W.B.Sounders.Engeland, I.V.;Ropstad,E.;Andresen, O. And Eik,L.O. 1997. Pregnancy diagnosis in dairy goats using progesteron assay. Anim. Reprod.Sci.47 : 237 243.Helmer, S.D; Hansen, P.J;Anthony, R.V.; Thatcher, W.W.; Bazer,F.W. and Roberts,R.M. 1987. Identification of bovine trophoblast protein-1, a secretory protein immunologically relatd to ovine trophoblast protein-1. Endocrinology.132:1869.Jainudeen, M.R. and Hafez. E.S.E. 2000. Pregnancy Diagnosis, dalam Hafez, E.S.E and Hafez, B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.Kaul V. and Prakash, B.S. 1994. Accuracy of pregnancy/no pregnancy diagnosis in zebu and crossbred cattle and Murrah buffaloes by milk progesterone determination post insemination. Trop. Anim. Health Prod. 26 : 187 192Mialon, M.M.; Renand, G.; Camous, S.; Martal, J. and Menissier, F. 1994. Detection of pregnancy by radioimmunoassay of a pregnancy srum protein (PSP60) in cattle.eprod. Nutr. Dev. 1994;34: 65 72.Partodihardjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.Saser,R.G.;Ruder,C.A.;Ivani,K.A.;Butler,J.E. and Hamilton,W.C. 1986. Detection of pregnancy by radioimmunoassay of a novel pregnancy-specific protein serum of cows and a profile of serum concentrations during gestation. Biol.Reprod. 1986;35: 936 942.Tim Dosen UGM. Faal Kebuntingan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.