Kebudayaan Timor

33
Kebudayaan Timor MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA KEBUDAYAAN TIMOR Disusun Oleh: Eldwin (11601020051) Hajera (11601020054) Sri Astuti (11601020059) PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunia kepada hambanya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah masyarakat dan kebudayaan indonesia dengan judul “kebudayaan timor ” dengan tepat waktunya.

description

kebudayaan pulau tmor ntt

Transcript of Kebudayaan Timor

Kebudayaan Timor

MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIAKEBUDAYAAN TIMOR

Disusun Oleh:Eldwin

(11601020051)Hajera

(11601020054)Sri Astuti

(11601020059)

PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAHFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN2011

KATA PENGANTARPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

karunia kepada hambanya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah masyarakat dan kebudayaan indonesia dengan judul “kebudayaan timor ” dengan tepat waktunya.

 Makalah ini ditujukan kepada para MAHASISWA untuk dapat meningkatkan dan menambah wawasan sehingga benar-benar memahami tugas dan peranannya secara profesional. Kami sadar dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Semoga MAKALAH ini dapat berguna dan dapat memberi wawasan kepada kita semua.

Tarakan, 14 November 2011

Tim Penyusun

DAFTAR ISIKATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN

A.    Latar BelakangB.     Rumusan MasalahC.     Tujuan dan Manfaat

BAB II PEMBAHASANA.    Bahasa dan Sejarah Kebudayaan TimorB.     Etimologi Nama TimorC.     Bentuk Desa dan Rumah Adat TimorD.    Mata PencaharianE.     Makanan Khas TimorF.      Instrument Musik Timor dan Tarian Adat TimorG.    Sistem Kekerabatan H.    Sistem KemasyarakatanI.       Usaha Pembangunan di Timor

BAB III PENUTUPA.    KesimpulanB.     Saran

DAFTAR PUSTAKA BAB 1

PENDAHULUANA.    Latar Belakang

Secara geografis dapat dikatakan bahwa semua orang yang lahir dan besar di daratan Timor serta yang berdomisili sementara di pulau Timor disebut orang Timor. Namun dalam tataran ini, orang Timor yang dimaksudkan (di sini) bukan orang Timor dalam arti singular tetapi harus dimengerti dalam arti plural atau bukan dalam arti homogen melainkan heterogen. Itu berarti, bahwa semua orang yang lahir atau yang tinggal di Timor disebut orang Timor. Namun kalau kita hendak berbicara tentang orang Timor asli maka kriteria yang digunakan di sini adalah kriteria kekerabatan. Karena itu, mereka yang menikahi lelaki timor asli otomatis terhitung sebagai orang Timor. Pada di pihak lain, para kaum wanita, yang menikah dengan lelaki luar Timor otomatis terhitung ke dalam marga atau kekerabatan suaminya. Hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar etnis-etnis asli di Timor menganut sistem kekerabatan patriarkat, kecuali beberapa etnis yang menganut sistem kekerabatan matriarkat. Dengan mengacu pada dua kriteria di atas, maka dapat dikatakan bahwa kelompok etnis bukan orang Timor asli (berdasarkan aspek kekerabatan) adalah etnis-etnis dari pulau –pulau lain di Indonesia, yang tinggal dan bekerja di Timor. Pertanyaan lain adalah apakah etnis Rote dan Sabu bisa dimasukan dalam kategori orang Timor atau kategori bukan orang Timor? Dalam kenyataannya, sering orang Rote dan Sabu disebut sebagai orang Timor, kendatipun kedua kelompok itu sangat berbeda dan cara hidupnya. Alasannya adalah bahwa sesuai dengan salah satu orang Timor, etnis Rote dan Sabu adalah saudara-saudara orang Timor. Dengan demikian maka budaya etnis Rote dan Sabu juga termasuk di dalam budaya etnis-etnis di Timor.

Pulau Timor yang untuk sebagian masuk wilayah Negara kita (bagian barat sampai 114º - 125º bujur Timur), dan untuk sebagian lagi masuk wilayah Portugal, merupakan suatu dataran yang pada umumnya terdiri dari padang-padang sabana dan stepa yang luas dengan disana-sini deretan-deretan bukit-bukit dan gunung-gunung dengan hutaan primer dan

sekunder. Dari gunung-gunung itu mengalirlah banyak sungai kecil yang memotong-meotong padang sabana dari stepa tadi. Karena letaknya dekat pada Australia maka Timor amat terpengaruh angin kering yang menghembus dengan sangat kencangnya dari benua itu, dan menyebabkan suatu musim kemarau yang sangat kering dengan perbedaaan suhu yang besar antara siaang dan malam.

Penduduk pulau Timor, baik yang tinggal di wilayah Indonesia, maupun di wiilayah Portugis, terdiri dari beberapa suku-bangsa khusus dari yang berbeda karena bahasa dan beberapa unsure dari adat istiadat serta sistem kemasyarakatannya. Demikian mereka membedakan antara orang Rote, orang Helon, orang Atoni, orang Belu, orang Kamak, orang Marae, dan orang kupang. Namun semua orang yang asal dari pulau Timor dan sekitarnya toh akan menyebut dirinya pulau Timor, apabila mereka berada diluar daerahnya, misalnya seperti di Jakarta.

B.     Rumusan MasalahAda beberapa perumusan masalah yang terdiri dari :

1.      Bagaimana sistem kebudayaan masyarakat timor?2.      Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hidupnya?3.      Apa saja yang terdapat di dalam sistem kemasyarakatan Kebudayaan Timor?

C.    Tujuan dan ManfaatAdapun tujuan dari pembuatan makalah ini agar menambah wawasan kita semua dan

memiliki banyak maanfaat yang dapat kita ambil, kita dapat mengetahui tentang sistem kebudayaan masyarakat timor, mata pencahariannya, sistem kemasyarakatannya, dan masih banyak lagi tentang Kebudayaan Timor.

BAB IIPEMBAHASAN

A.    Bahasa dan Sejarah  Kebudayaan Timor.Adalah satu kenyataan bahwa ada banyak suku, yang mendiami pulau Timor.

Penduduk pulau Timor, baik yang tinggal di wilayah Indonesia, maupun di wiilayah Portugis, terdiri dari beberapa suku-bangsa khusus dari yang berbeda karena bahasa dan beberapa unsur dari adat istiadat serta sistem kemasyarakatannya. Demikian mereka membedakan antara orang Rote, orang Helon, orang Atoni, orang Belu, orang Kamak, orang Marae, dan orang kupang.

         Orang RotiOrang Roti mendiami pulaun Roti dan beberapa pulau kecil di ssekelilingnya, yang letaknya disebelah barat daya dari pulau Timor. Luas pulau Roti adalah sekitar 1.200 km dan pulau itu di diami sekitar 67.000 orang (tahun 1.953). disamping orang-orang Roti yangf berdiam di pulau Roti ada juga banyak orang-orang yang berimigrasi kedaratan pulau Timor dan mendiami daerah-daerah yang terletak di bagian yang paling barat di pulau Timor memanjang dari bagian utara hingga bagian selatan. Orang Roti memiliki cirri-ciri yang mirip dengan Orang Belu, hanya pada yang peretama unsure-unsur ras Melayu tampak lebih menonjol. Di samping itu juga terlihat adanya persamaan pada bahasa orang Roti dan orang Belu.

         Orang HelonOrang Helon mendiami daerah sekitar kota kupang, dan berjumlah sekitar 5.000 orang(1.949). walaupun mereka ini berdekatan dengan orang Atoni, yang tinggal di daerah yang terletak di sebelah timurnya, tetapi bahasa yang di gunakan orang Helon berbeda dengan bahasa yang di gunakan orang Atoni. Di samping itu orang Helon juga mendiami daerah yang terletak di sebelah barat daya kota Kupang, yaitu di sepanjang daerah pantai, di pulau Roti dan beberapa pulau kecil di sekitar pulau Roti.

         Orang AtoniOrang Atoni tinggal di daerah pedalaman dipulau Timor yang luasnya sekitar 11.799 km dan yang bersifat amat kering. Jumlah orsng Atoni sekitar 300.000 orang. Di sebelah barat orang Atoni tinggal Orang Helon dan Orang Roti, disebelah Utaranya mulai wilayah kekuasaan Portugis, dan di sebelah Timornya tinggal orang Belu, Kemak dan Maras.

         Orang Belu Orang belu memiliki cirri-ciri Tubuh yang merupakan campuran antara cirri-ciri tubuh orang Melanesia dan orang Melayu, dengan Lebih banyak cirri-ciri orang Melayunya. Hal ini juga membedakannya dari orang Atoni. Sebagian dari orang Belu tinggal di daerah Portugis, dan diantara oang Belu yang tinggal di daerah Timor Portugis dan daerah Timor Indoneia ada kontak hubungang dengan yang satu dan yang lain.

         Orang KemakSebagian besar dari orang Kemak tingga di daerah bagian Timor Portugis. Jumlah orang Kemak yang tinggal di wilayah Indonesia dengan jelas, tetapin di perkirakan ada 2.000 orang. Cirri-ciri orang Kemak hampir sama dengan ciri-ciri orang Marae, yaitu ukuran kepalanya kebanyakan adalah dolichocephal, bertubuh tinggi lebih tinggi daripada orang Timor lainnya, dan berkulit coklat kehitam-hitaman, serta berambut keriting.

         Orang Marae Tinggal di daerah perbatasan antara Timor bagian Indonesia dan Timor bagian Portugis sepeti halnya dengan Orang Belu dan Orang Kemak sebagian dari Orang Marae juga tinggal di daerah Timor Portugis. Jumlah mereka sekitar 49.000 orang sedangkan di daerah Timor Indonesia sekitar 16.000 orang.

         Orang Kupang

         Di kota Kupang dan sekitarnya tinggal sejumlah orang yang terdiri atas campuran orang-orang yang berasal dari daerah Timor sendiri, dan yang berasal dari luar Timor, yaitu orang-orang Cina, Arab dan orang-orang yang berasal dari daerah lain di Indonesia. Sebagian dari mereka ada yang sudah tercampur dalam hubungan perkaawinan sejak dari beberapa generasi sebelumnya, tetapi sebagian tidak tercampur dalam hubungan Perkawinan.

Mereka memiliki struktur atau sistem kehidupan yang unik dan asli, yang berbeda-beda satu sama lain. Mereka juga memiliki sejarah terbentuknya kelompoknya masing -masing. Bertolak dari aspek – aspek atau unsur - unsur yang membentuk kebudayaan setiap etnis, diakui bahwa ada banyak perbedaan secara kualitatif. Sebut saja perbedaan bahasa, pola pikir, agama, nilai etis dan moral, hasil – hasil kreativitas dan ciptaan kelompok serta masih banyak lagi. Di daratan Timor, hidup dan berkembang berbagai kelompok etnis mulai dari Lospalos di Timor Lorosa’e sampai dengan ujung paling Barat pulau Timor. Di Timor Lorosa’e, hidup lebih dari dua puluhan kelompok etnis dengan bahasanya masing-masing, di mana strukturnya juga berbeda satu sama lain. Ada bahasa Dagada, Makasai, Kairai (Kairui), Galoli, Idate, Mambai, Waimaha, Tukudede dan Tetum, serta Vaikenu di Ambenu. Athur Capel menyebut bahasa - bahasa tersebut di atas sebagai bahasa yang paling banyak digunakan di Timor Lorosa’e, selain beberapa bahasa lainnya, yang tergolong kecil secara kuantitatif. Sementara itu di Timor bagian Barat, terdapat tidak lebih dari lima etnis yang juga mempunyai bahasa, struktur dan kebiasaan-kebiasaannya yang berbeda satu sama lain. Ada bahasa Bunak dan Kemak di Belu Utara, bahasa Tetum di Belu Selatan dan bahasa Dawan (Timor – Barat), Kupang (Helon??), Rote dan Sabu. Bahasa Dawan digunakan oleh hampir sebagian besar penduduk Timor bagian Barat. Dari segi linguistik Athur Capell memasukkan bahasa Rote ke dalam kelompok bahasa Dawan atau Timor - Barat. Perbandingan dilakukan antara beberapa bahasa di Timor seperti bahasa Kupang (Helon??), Timor Barat (Dawan), Vaikenu (Dawan), Tukudede, Tetum, Mambai, Galoli, Makasai, Waimaha dan Bunak. Menurutnya bahasa Tetum, Mambai, Tukudede, Galoli dan Idate dikelompokkan ke dalam kategori bahasa Indonesia atau Melanesia. Sementara itu kelompok bahasa bukan Indonesia atau Papua adalah bahasa Bunak, Makasai, Waimaha, Kairui (bdk. A. Capell. Peoples and Languages of Timor, dalam Oceania, no. XIV-XV / 1943 – 1945, 313 - 314). Dari semua itu dikatakan bahwa bahasa – bahasa di Timor termasuk dalam rumpun bawahan bahasa Melanesia (Helon, Rote, Dawan, Tetum, Mambai dan Galoli). Sementara itu bahasa Sabu (Sawu) bersama dengan bahasa – bahasa di Sumba, Sumbawa dan Manggarai termasuk dalam kelompok atau rumpun bawahan bahasa Malayu. Kedua kelompok bawahan itu bernaung di bawah rumpun besar bahasa Austronesia.

B.     Etimologi Nama TimorAda beberapa kemungkinan untuk menjelaskan nama “Timor”.

Pertama Timor diduga berasal dari kata bahasa Latin yang berarti: Ketakutan. Dalam kaitan dengan sebutan atau arti kata Timor ini, maka diduga pula bahwa kelompok penduduk pertama yang bertemu dengan orang asing (Eropa) menunjukan rasa takut yang berlebihan, sehingga mereka tidak mampu menjawab pertanyaan pendatang tersebut tentang nama pulau mereka. Bertolak dari pengalaman tersebut, maka orang asing itu memberi nama “timor” kepada pulau yang penduduknya takut.

Kedua, Ada sementara orang mengatakan bahwa nama sesungguhnya dari pulau ini bukan timor melainkan timur. Mengapa disebut timur? Dikatakan bahwa kata timur dalam salah satu bahasa asing mengandung pengertian “kuning”. Berdasarkan kesimpulan sementara boleh dibenarkan nama dengan pengertian tersebut, karena di daratan Timor tumbuh sejenis pohon (Orang Dawan menyebutnya: Hau molo’) yang bagian intinya berwarna kuning dan termasuk salah satu bahan perdagangan yang dicari orang-orang asing khususnya Eropa dan Asia.

Ketiga, masih berkaitan dengan nama dan sebutan Timur. Penggunaannya di sini berkaitan dengan letak geografis, yakni di belahan paling timur. Nama ini terpaksa digunakan untuk menyebut pulau tersebut yang diduga belum mempunyai nama yang sesungguhnya. Nama ini kemudian menjadi terkenal di dalam berbagai tulisan Eropa, karena di pulau ini tumbuh dan berkembang tumbuhan cendana, yang kayunya sangat dicari oleh para pedagang dunia Eropa dan sebagian Asia. Nama timur juga sering digunakan oleh orang-orang asli kalau mereka mengungkapkan identitasnya sebagai orang timor. Hal ini bisa dilihat dalam ungkapan berikut: ‘Hai atouen tiumre’ yang artinya: kami orang timur. Untuk pikiran ini kami memilih untuk menggunakan ungkapan pulau Timor bukan pulau Timur.

C.    Bentuk Desa dan Rumah Adat Timor         Pada zaman dahulu orang Timor membangun desanya di tempat-tempat yang tidak mudah

didatangi orang, karena orang-orang takut serangan secara mendadak. Biasanya desa-desa dibangun diatas puncak-puncak gunung karang dan dikelilingi dindingb batu, atau semak-semak berduri. Desa semacam ini biasanya di diami oleh sebuah kelompok kerabat dengan seorang kepalanya sendiri, berjumlah kira-kira 50-60 orang. bila kelompok kerabat yang ada di desa menjadi terlalu besar jumlahnya, maka sebagian dari mereka membangun sebuah desa tempat kediaman yang baru. Dengan demikian kelompok-kelompok kerabat menjadi terpencar-pencar dalam suatu wilayah yang luas. Proses pemencaran itu juga erat berhubungan dengan sistem mata pencaharian mereka, yaitu berladang. Ada juga desa-desa yang lebih besar, yang di diami sekitar 250-500orang, atau bahkan lebih, sepeti misalnya daerah belu selatan. Keadaan ini disebabkan karena tidak mungkin untuk membuat suatu benteng pertahanan desa dengan baik dari keadaan alam dan teritorial yang ada, sehingga keamanan desa dijaga dengan pengelompokan orang yang lebih banyak.Pemerintahan Belanda, pada permulaan abad ke-20 telah mulai berusaha untuk mempersatukan desa-desa kecil yang tersebar dalam suatu daerah wilayah yang luas yang letaknya berjauhan dan terpencil, kedalam sebuah desa yang lebih besar. Desa besar ini biasanya didirikan di dekat jalan patrol militer, yang kemudian menjadi jalan raya umum. Karena usaha-usaha ini banyak mengalami kegagalan maka pejabat-pejabat pemerintahan belanda sering membakar habis desa-desa yang terpencil, supaya penduduknya yang telah di pindahkan ke desa-desa yang lebih besar itu, tidak lagi keembali kedesa asalnya. Demikan telah terjadi proses bahwa orang-orang yang asal dari berbagai desa yang kecil-kecil, sekarang tinggal mengelompok dalam desa-desa yang lebih besar, untuk kemudian menyebar kedalam kelompok-kelompok kecil dengan membangun desa-desa kecil baru yang letaknya berdekatan dengan lading-ladang bersebaran secara luas disekitarnya.Pemerintah Belanda, bersama-sama dengan para raja, kemudian mencari akal untuk memecahkan masalah ini, dengan ketentuan bahwa setiap orang desa besar yang telah di tentukan, akan memperoleh dengan Cuma-Cuma tanah seluas tiga hektar, yang terdiri atas satu hektar tanah yang harus ditanami secara intensif dengan tanaman perdagangan dan dua hektar tanah ladang. Pemerintah Belanda juga menganjurkan desa-desa baru pembangunan rumah-rumah yang baru yaitu, persegi panjang, dengan maksud untuk menjaga kesehatan penduduk. Pola perkampungan yang asli orang-orang timor adalah sebuah kelompok padat dari rumah-kerumah serta beberapa kandang ternak sapi yang diberi pagar sekelilingnya. Daerah-daerah tanah ladang pertanian milik orang desa tersebut tersebar disekitarnya. Pada pola perkampungan yang baru rumah-rumah di bangun di tepi jalan secara memanjang. Rumah-rumah asli dari orang Timor di pedesaan berbentuk seperti sarang lebah, dengan atapnya yang hampir mencapai tanah. Sebuah rumah biasanya didiami oleh satu keluarga batih, dan disitu  mereka makan, tidur, bekerja, dan menerima tamu-tamu mereka. Rumah juga merupakan tempat wanita bekerja, yaitu menenun, memasak, dan menytimpan

hasil ladang mereka. Rumah orang timor di buat dari balok-balok kayu untuk tiangnya, dari bilah-bilah bambu tipis untuk dinding –dindingnya, dan dari daun rumbia untuk atapnya. Sebuah rumah terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar yang disebut sulak, dan bagian dalam disebut nanan. Bagian luar adalah bagi para tamu untuk berkunjung, tempat tidur para tamu dan tempat bagi para anak laki-laki si penghuni yang sudah dewasa. Bagian dalam adalah tempat bagi keluarga penghuni untuk tidur, makan, dan juga tempat menginap bagi anak perempuan yang sudah kawin, kalau ia dating berkunjung. Keluarga yang tidur dibagian dalam dari rumah, tidur diatas beberapa balai yang tersedia disitu, menurut kedudukannya didalam keluarga tersebut.

         Rumah adat TimorRumah adat asli masyarakat Timor yang ada di pedesaan berbnruk seperti sarang

lebah, dengan atapnya hampir mencapai tanah. Sebuah rumah biasa dihuni oleh satu keluarga batih, dan di situ mereka makan, tidur, bekerja, dan menerima tamu mereka. Rumah juga tempat para wanita bekerja, yaitu menenun, memasak, dan menyimpan hasil lading mereka. Di samping itu, rumah juga merupakan tempat untuk menjalankan upacara keagamaan asli yang berhubungan dengan klen mereka.

Rumah orang Timor dibuat dari balok kayu untuk tiang – tiangnya, dindingnya terbuat dari bilah bambu tipis, dan atapnya terbuat dari daun rumbia. Sebuah rumah terdiri atas dua bagian, yaitu begian luar yang disebut sulak, dan bagian dalam yang disebut nanan. Bagian luar adalah bagi para tamu yang berkunjung, tempat tidur para tamu, dan tempat bagi para anak laki-laki si penhuni yang sudah dewasa. Bagian dalam adalah tempat bagi keluarga penghuni untuk tidur, makan, dan juga tempat menginap anak perempuan yang sudah kawin kalau ia dating berkunjung. Keluarga yang tidur di bagian dalam dari rumah tidur di atas beberapa balai yang tersedia di situ menurut kedudukannya dalam keluarga tersebut. Rumah Suku Tetun Foho umumnya diatapi Rumput Alang-Alang (Uma Hae). Tetun Fehan biasanya diatapi Daun Gewang (Uma Tali). Rumah Suku atau Rumah Pemali disebut: Uma Manaran. Bagian-bagian terpenting sebuah rumah adat Tetun adalah: Slak, Labis.Umebubu

Di desa Kaenbaun di pulau Timor terdapat tipe bangunan umebubu atau rumah bulat. Menurut para kepala suku, umebubu adalah bangunan pertama yang harus didirikan oleh sebuah rumah tangga di desa Kaenbaun. Pedoman tersebut sama dengan tradisi nenek-moyang, orang Kaenbaun harus membangun umebubu sebagai bangunan pertama, sebelum bangunan lain didirikan. Artinya, bangunan lain boleh didirikan setelah umebubu berdiri.

Rumah Bulat

Dinding rumah bulat (umek bubu) melingkar dengan garis tengah antara tiga sampai lima meter. Atapnya yang berbentuk seperti kepala jamur merang terbuat dari rumput alang-alang. Ujung alang-alangnya hampir menyentuh permukaan tanah. Dindingnya terbuat dari potongan-potongan kayu dan bambu. Pintunya setengah lonjong dengan ketinggian kurang satu meter. Untuk masuk orang dewasa harus membungkukkan badan terlebih dahulu. Rumah bulat mampunyai tinggi kurang lebih 3 meter dan mempunyai satu pintu yang cukup kecil dengan tinggi sekitar 0.5 meter dan lebar 0,75 meter. Rumah bulat digunakan masyarakat untuk menyimpan jagung dengan cara digantung pada penyanggah atap dan dipanaskan dengan bara api agar tidak rusak dan kualitasnya tidak menurun. Selain sebagai lumbung pangan warga di kala musim paceklik, rumah bulat juga difungsikan sebagai dapur (umumnya digunakan kayu bakar) dan tempat penyimpanan perkakas rumah tangga bahkan tempat untuk melahirkan. Dapat dikatakan rumah bulat ini sangat ekonomis, karena digunakan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga. Dalam adat masyarakat Meto

(atoin meto) yang merupakan masyarakat asli Timor Tengah Selatan, rumah bulat diasosiasikan dengan peranan perempuan dan sikap kerendahan hati. Berbeda dengan Lopo, bangunan khas lainnya yang juga terbuat dari bahan dasar rumput alang-alang dan bambu, tak berdinding (terbuka) dan beratap tinggi. Lopo dikaitkan dengan peranan laki-laki dan lambang perlindungan serta pengayoman terhadap penghuninya. Adat Meto juga menyebutkan bahwa zaman dahulu kala, setiap lelaki penakut akan dimasukkan ke dalam rumah bulat. Wanita di Timor Tengah Selatan bahkan melahirkan di rumah bulat dengan proses panggang yang dilakukannya selama 40 hari. Asap memenuhi seluruh ruang dalam rumah bulat. Sebab, kecuali untuk memasak dengan kayu bakar, keluarga ini juga menghangatkan tubuh ibu yang baru saja melahirkan dengan cara membuat bara api dan kemudian meletakkan arang panasnya di bawah kolong tempat tidur ibu yang baru saja melahirkan. Proses melahirkan juga dilakukan di tempat tidur itu. Proses panggang dipercaya masyarakat menjadi penangkal dari sakit berat. Ada pula ketakutan dari para orang tua: jika proses ini tak dilakukan, kondisi badan anak akan lembek dan tak kuat, bahkan akan menyebabkan kegilaan pada si ibu. Rumah bulat menjadi ciri khas adat dan budaya orang Timor yang masih dipertahankan sampai saat ini, padahal sebetulnya ia juga sumber persoalan. Sulit menemukan rumah bulat berjendela. Lubang angin pun tidak menjadi pertimbangan dalam membangun rumah bulat. Udara dan sinar matahari hanya bisa menerobos dari lubang-lubang kecil pada dinding-dinding bambu.Rumah adat Sumba

D.    Mata PencaharianMata pencaharian dari sebagian orang Timor daerah pedesaan adalah bercocok tanam

diladang. Suatu terkecualian adalah di daerah Belu Selatan, dimana orang sudah mulai mengerjakan  sawah. Tanaman yang ditanam diladang adalah jagung, yang merupakan makanan pokok, padi huma, ubi kayu, keladi, labu, sayur-sayuran, dan kemudian menanam kacang hijau, jeruk, kopi, tembakau, bawang, kedelai.

Tanah yang dijadikan ladang biasanya ada dua macam, yaitu: tanah hutan dan tanah datar yang berumput. Penggarapan sebidang tanah hutan atau bekas hutan dilakukan dengan jalan menebang pohon-pohon dan semak-semak, kemudian dengan cara membakar batang dan semak-semak yang telah ditebang dan ditangkas. Ladang yang dibuka dengan cara itu dicangkul atau digarap dengan baja.

Pada umumnya para petani berhak untuk menentukan tempat-tempat di mana ia akanmembuka ladangnya, ialah biasanya suatu tempat di hutan di mana dulunya ia pernah membuka ladang dan yang kemudian ditinggalkannya karena tanahnya tidak subur lagi. Walaupun demikian, ia harus juga memberitahukan terlebih dahulu kepada kepala desa. Sebidang tanah lading bias ditanami secara terus-menerus antara dua tahun sampai dengan lima tahun.

Bila sebidang tanah telah di pilih untuk dijadikan ladang, maka pekerjaan penggarapan dilakukan oleh satu keluarga batih, kadang-kadang dibantu oleh beberapa keluarga-batih yang lain, yang masih mempunyai hubungan kekrabatan yang dekat. Kemudian bila keluarga-batih yang telah membantu tadi membutuhkan pertolongan untuk pekerjaan yang serupa maka ia wajib untuk membantunya. Begitu pula halnya pada waktu panen. Pada beberapa tempat, misalnya di distrik Amarasi, pranata tolongmenolong ini tidak amat lazim, malahan sebaliknya orang lebih suka mengerjakan lading-ladangnya secara perseorangan atau seseorang yang telah terlalu tua usianya yang tidak merasa malu untuk minta  pertolongan dari kerabatnya.

Bila tanah telah dikerjakan, maka bibit tanaman mulai disebarkan pada permulaan musim huja, biasanya pada bulan-bulan Nopember-Desember.pekerjaan laki-laki biasanya adalah membersihkan dan membakar hutan, atau mengerjakan tanah, membuat pagar,

menyiangi tanaman, kadang-kadang dengan bantuanisteri atau anak-anaknya. Sedangkan pekerjaan si isteri adalah menanam bibit tanaman kadang-kadang dengan bantuan suaminya, dan menuai hasil tanaman.

Suatu keluarga batih, dengan menggunakan alat yang amat sederhana, yaitu sebuah tongkat yang ujungnya diberi berlapis besi yang runcing dan tajam, dan dengan sebuah parang, biasanya bias mengerjakan sebidang tanah rumputyang luasnya antara satu sampai satu setengah hektar, pada setiap musim menanam. Sedangkan penggarapan tanah hutan atau bekas hutan bias lebih luas lagi, karena di sini dipergunakan teknik menebang dan membakar. Toh biasanya mereka membatasi luas hutan yang dibukanya, mengingat panjangnya pagar yang harus dibuatnya dan sukarnya mengurus dan menjaga tanaman dari serangan binatang-binatang hutan. Pembuatan dan penggarapan ladang di tanah-tanah hutan memang lebih mudah daripada pengerjaan tanah-tanah lading yang gudul atau yang berupa padang alang-alang dengan semak-semak berduri.

Selain bercocok tanam, peternakan pada masa sekarang merupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang Timor, di samping pertania. Ternak yang dipelihara adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, babi, dan ternak unggas. Sebelum kedatangan orang Belanda di Timor, peternakan sudah ada, tetapi tidakmempunyai arti ekonomis yang penting. Ternak, khususnyakerbau dan babi, dipergunakan untuk upacara, sebagai lambing kedudukan dan gengsi. Sapi, yang merupakan ternak yang paling banyak dipelihara oleh orang Timor pada masa sekarang baru dimasukkan ke Timor oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1912, dengan maksud untuk menambah bahan makanan bagi penduduk Timor, dan juga bagi penduduk Jawa.

Selama beberapa tahun jumlah sapi yang berkembang biak telah meningkat dengan pesat dan jumlahnya melebihi jumlah ternak-ternak lain. Jumlah sapi yang terbanyak dipelihara orang di daerah Swapraja Molo, Miumafo, dan Amanuban, yang merupakan separuh dari seluruh jumlah ternak yang dpelihara di Timor. Terna, khususnya sapi, merupakan milik perseorangan yang dapat diperjualbelikan atau ditukarkan dengan tasbih dari manik-manik (muti salak), atau dengan mata uang perak. Jarang sekali ternak sapi ditukarkan dengan bahan makanan atau pohon buah-buahan, kalau pemiliknya tidak benar-benar berada dalam kesulitan dan terpaksa menukarkan sapinya.

Ternak yang didapat oleh sebuah rumah-tangga, dianggap sebagai milik dari suami isteri. Jika si suami meninggal dunia, maka hak hak untuk memiliki dan memelihara jatuh pada tangan isterinya dan kemudian diwariskan kepada anak laki-laki yang telah dewasa. Ternak diwariskankepada anak laki-laki, tetapi bila tidak ada anak laki-laki, maka ternak tersebut di wariskan kepada saudara laki-laki ayah atau anak laki-laki dari saudara perempuannya. Ahli-ahli waris memelihara ternak itu, tetapi saudaralaki-laki, saudara laki-laki ayah, dan saudara-saudara sepupu dari pihak ayah, mempunyai hak atas ternak itu bila mereka membutuhkannya untuk membayar mas kawin.wanita-wanita yang belum kawin amat jarang bias memiiki atau mewarisi ternak, sedangkan anak laki-laki yang belum kawin bisa. Jika seorang anak laki-laki memperoleh ternak dari saudaranya, ia tidak boleh menyerahkan ternak itu kepada orang lain.

Seseorang yang tidak mampu membeli ternak, dapat menjadi penggembala ternak milik orang lain, denganperjanjian bahwa dia akan menerima sebagian dari hasilanak-anak ternak yang digembalakanya dan dengan demikian ia akan memiliki ternak sendiri dan mengembang biakkannya. Penggembala-penggembala ternak ini pada umumnya adalah orang-orang Roti yang dating menetap di daerah-daerah di pedalaman pulau Timor. Orang-orang yang mempunyai ternak dalam jumlah yang besar pada umumnya adalah raja dan pedagang-pedagang Cina. Mereka menyuruh orang-orang lain untuk memelihara dan menggembalakan ternak-ternak mereka.

Sesuatu mata pencaharia lain yang penting terutama bagi orang-orang yang tinggal di daerah pantai, adalah menangkapikan-ikan kecil, kerang dan teripang. Pada waktu-waktu menjelang dan selama musim kemarau, bilamana air sungai menjadi kering, banyak orang-orang menangkap ikan di sungai-sungai dengan cara membendungnya dan kemudian mengeringkannya, atau dengan menggunakan sejenis serok. Orang Timor tidak melakukan penangkapan ikan dengan perahu di tengah laut.

Kerajinan tangan yang terutama di kerjakan oleh orang Timor adalah menenun dan menganyam keranjang dikerjakan oleh para wanita. Kain-kain yang ditenun itu pada umumnya adalah untuk dipakai sendiri atau untuk diperjualbelikan kepada pedagang-pedagang pemborong.

Kerajinan mengukir, terutama dipakai untuk menghiasi tiang rumah, kulit kerbau, tanduk kerbau, tempurung kelapa, dan bamboo. Benda-benda ini dipakai sebagai benda-benda peralatan rumah tangga seperti misalnya tempat kapur sirih, sendok, dan tempat-tempat untuk menyimpan benda-benda kecil yang berharga. Kerajinan megukir dikerjakan oleh orang laki-laki.

Kerajinan membuat benda-benda perak hanya dikerjakan oleh orang Roti yang berasal dari Ndau. Mereka itu membuat benda-benda seperti kalung, gelang, giwang, piring-piring, dan lain-lain benda perhiasan yang amat disukai oleh orang-orangTimor.

Disamping itu, ada juga sebagian dari orang Timor yang hidupnya terutama dari mengambil nira pohon lontar. Mereka ini adalah biasanya orang-orang dari pulau Roti yang banyak mendiami daerah-daerah di bagian barat dari pulau Timor, tempat banyak ditumbuhi pohon-pohon lontar.pohon-pohon lontar ini diambil niranya untuk dijadikan miuman ataupun untuk dijadikan gula.

Perdagangan biasanya berpusat di pasar-pasar dari sebuah desa yang agak besar, yang di adakan tiap minggu sekali. Sehari sebelum hari pasar, adalah hari yang paling sibukbagipenduduk desa yang bersangkutan. Laki-laki, wanita-wanita dan anak-ana, memetikhasil-hasil kebun dan lading-ladang mereka, mempersiapkan hasil bumi dan hasil kerajinan yang akan dijual di pasar pada keesokan harinya. Dipasar juga datang pedagang-pedagang dari berbagai  daerah sekitar desa yang sedangberhari pasaran. Para pedagang yang dating dari daerah-daerah yang agak jauh, adalah terutama tengkulak-tengkulak, yang biasanya terdiri dari orang Roti, Sabu, dan orang Cina, dan yang menurut bahasa Atoni dinamakan papalele. Barang-barang yang telah mereka beli itu dibawa ke kota kupang untuk dijual lagi. Sedangkan sisa-sisanya yang lain dibeli oleh para pegawai negeri, dan penduduk desa yang lain untuk di konsumsi sendiri.

Ternak, khususnya sapid an kerbau sering diperdagangkan di pasar dalam jumlah yang besar. Pembelinya adalah para tengkulak yang dating dari jauh, untuk kemudian membawa ternak itu kekota Kupang dan menjualnya lagi kepada tengkulak-tengkulak Arab, Cina atau Roti. Sebagian dari ternak itu di potong untuk di konsumsi di Timor sendiri, dan sebagian besar lainnya diekspor ke tempat-tempat lain di Indonesia melalui pelabuhan kota Kupang. Kecuali juga hasil-hasil hutan seperti misalnya kayu cendana, lilin dan madu, merupakan barang-barang yang diekspor melalui pelabuhan kota Kupang.

E.     Makanan Khas Timor

         Makanan khas TimorMakanan orang Timor juga bermacam-macam, jagung bose, lawar tomat, rendang,

tumis bunga dan daun papaya, dan bermacam-macam lagi. Jagung bose merupakan salah satu makanan khas Timor yang dibuat dari jagung.

Jagung direbus sampai matang kemudian dicampur kacang nasi dan garam kemudian direbus

bersama santan yang kental dan daun pandan. Dalam bahasa Tetun disebut: Batar Fai, atau Batar Inan.

Lawar tomat adalah makanan khas Timor yang dibuat dari campuran cabe rawit, terasi, bawang merah, daun bawang, tomat, minyak kelapa, daun ketumbar, jeruk peruk , dan garam.

F.     Instrumen Musik Timor dan Tarian Adat Timor         Instrumen Musik di Timor

Timor juga sudah mengenal beberapa instrumen musik, seperti; foy doa, foy pay, knobe khabetas, knobe oh, sunding tongkeng, prere, suling, heo, reba, leko boko, sowito, mendut, ketadu mara, sasando, leto, tobo, gong.

  Foy Doa

Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui dengan pasti karena tidak ada peninggalan- peninggalan yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Foy Doa berarti suling berganda yang terbuat dari buluh/bamabu keil yang bergandeng dua atau lebih.Mungkin musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam permainan rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran. Sistem penalaan, Nada-nada yang diproduksi oleh musik Foy Doa adalah nada-nada tunggal dan nada-nada ganda atau dua suara, hak ini tergantung selera si pemain musik Foy Doa. Bentuk syair, umumnya syair-syair dari nyanyian musik Foy Doa bertemakan kehidupan , sebagai contoh : Kami bhodha ngo kami bhodha ngongo ngangi rupu-rupu, go-tuka ate wi me menge, yang artinya kami harus rajin bekerja agar jangan kelaparan. Cara Memainkan, Hembuskan angin dari mulut secara lembut ke lubang peniup, sementara itu jari-jari tangan kanan dan kiri menutup lubang suara. Perkembangan Musik Foy Doa, Awal mulanya musik Foy Doa dimainkan seara sendiri, dan baru sekitar 1958 musisi di daerah setempat mulai memadukan dengan alat-alat musik lainya seperti : Sowito, Thobo, Foy Pai, Laba Dera, dan Laba Toka. Fungsi dari alat-alat musik tersebut di atas adalah sebagai pengiring musik Foy Doa.

  Foy Pay

Alat musik tiup dari bambu ini dahulunya berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu tandak seperti halnya musik Foy Doa. Dalam perkembangannya waditra ini selalu berpasangan dengan musik Foy Doa. Nada-nada yang diproduksi oleh Foy Pai : do, re, mi, fa, sol.

  Knobe Khabetas

Bentuk alat musik ini sama dengan busur panah. Cara memainkannya ialah, salah satu bagian ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur dipetik dengan jari. Merupakan kebiasaaan masyarakat dawan di pedesaan apabila pergi berook tanam atau mengembala hewan mereka selalu membawa alat-alat musik seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun atau mengawasi hewan-hewan, maka musik digunakan untuk melepas kesepian. Selain digunakan untuk hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk upacara adat seperti, Napoitan Li'ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru dilahirkan tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka diadakan pesta adat (Napoitan Li'ana).

  Knobe Oh

Nama alat musik yang terbuat dari kulit bambu dengan ukuran panjang lebih kurang 12,5 cm. ditengah-tengahnya sebagian dikerat menjadi belahan bambu yang memanjang (semacam lidah) sedemikian halusnya, sehingga dapat berfungsi sebagai vibrator (penggetar). Apabila

pangkal ujungnya ditarik dengan untaian tali yang terkait erat pada pangkal ujung tersebut maka timbul bunyi melalui proses rongga mulut yang berfungsi sebagai resonator.

  Sunding Tongkeng

Nama alat musik tiup ini berhubungan dengan bentuk serta ara memainkannya, yaitu seruas bambu atau buluh yang panjangnya kira-kira 30 cm. Buku salah satu ujung jari dari ruas bambu dibiarkan. Lubang suara berjumlah 6 buah dan bmbu berbuku. Sebagian lubang peniutp dililitkan searik daun tala. Cara memainkan alat musik ini seperti memainkan flute. Karena posisi meniup yang tegak itu orang Manggarai menyebutnya Tongkeng, sedangkan sunding adalah suling., sehingga alat musik ini disebut dengan nama Sunding Tongkeng. Alat musik ini bisanya digunakan pada waktu malam hari sewaktu menjaga babi hutan di kebun. Memainkan alat musik ini tidak ada pantangan, keuali lagu memanggil roh halus yaitu Ratu Dita.

  Prere

Alat bunyi-bunyian ini terbuat dari seruas bambu kecil sekecil pensil yang panjangnya kira-kira 15 cm. Buku ruas bagian bawah dibiarkan tertutup, tetapi bagian atasnya dipotong untuk tempat meniup. Buku ruas bagian bawah dibelah untuk menyaluirkan udara tiupan mulut dari tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu itu untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai orong terompet yang berfungsi memperbesar suaranya. Alat musik ini selain digunakan untuk hiburan pribadi, juga digunakan untuk mengiringi musik gong gendang pada permainan penak silat rakyat setempat. Nada-nada yang dihasilkan adalah do dan re, sehingga nama alat ini disebut Prere.

  Suling

Umumnya seluruh kabupaten yang ada di Timor memiliki instrumen suling bambu, Kalau di Kabupaten Belu terdapat orkes suling dengan jumlah pemain ( 40 orang. Orkes suling ini terdiri dari suling pembawa melodi (suling keil), dan suling pengiring yang berbentuk silinder yaitu, suling alto, tenor, dan bass. Suling pengiring ini terdiri dari 2 bambu yang berbentuk silinder yaitu, bambu peniup berukuran kecil dan bambu pengatur nada berbentuk besar. Suling melodi bernada 1 oktaf lebih, suling pengiring bernada 2 oktaf. Dengan demikian untuk meniptakan harmoni atau akord, maka suling alto bernada mi, tenor bernada sol, dan bass bernada do, atau suling alto bernada sol, tenor mi,dan dan bass bernada do. Cara memainkan : suling sopran atau pembawa melodi seperti memainkan suling pada umumnya, dan suling pengiring sementar bambu peniup dibunyikan, maka bambu pengatur nada digerakkan turun dan naik, yaitu sesuai dengan nada yang dipilih. Keculi pada suling bass, bambu peniup yang digerakkan turun dan naik. Fungsi alat musik suling ini untuk menyambut tamu atau untuk memeriahkan hari-hari nasional.

  Heo

Alat gesek (heo) terbuat dari kayu dan penggeseknya terbuat dari ekor kuda yang dirangkai menjadi satu ikatan yang diikat pada kayu penggesek yang berbentuk seperti busur. Alat ini mempunyai 4 dawai, dan masing-masing bernama :- dawai 1 (paling bawah) Tain Mone, artinya tali laki-laki- dawai 2 Tain Ana, artinya tali ana- dawai 3 Tain Feto, artinya tali perempuan- dawai 4 Tain Enf, artinya tali indukTali 1 bernada sol, tali 2 bernada re, tali tiga bernada la dan tali 4 bernada do.

  Leko Boko/ Bijol

Alat musik petik ini terbuat dari labu hutan (wadah resonansi), kayu (bagian untuk merentangkn dawai), dan usus kuskus sebagai dawainya. Jumlah dawai sama dengan Heo yaitu 4, serta nama dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi Leko dalam masyarakat Dawan untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta adat. Alat musik ini selalu berpasangan dengan heo dalam suatu pertunjukan, sehingga dimana ada heo, disitu ada Leko. Dalam penggabungan ini Lelo berperan sebagai pembei harmoni, sedangkan Heo berperan sebagi pembawa melodi atau kadang-kadang sebagai pengisi (Filter) Nyanyian-nyayian pada masyarakat Dawan umumnya berupa improvisasi dengan menuturkan tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi pda masa lampau maupun kejadian yang sedang terjadi (aktual).Dalam nyanyian ini sering disisipi dengan Koa (semaam musik rap). Koa ada dua macam yaitu, Koa bersyair dan Koa tak bersyair.

  Sowito

Merupakan seruas bambu yang dicungkil kulitnya berukuran 2 cm yang kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit bambu ini berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan dipukul dengan sebatang kayu sebesar jari tangan yang panjangnya kurang dari 30 cm. Sertiap ruas bambu menghasilkn satu nada. Untuk keperluan penggiringan, alat musik ini dibuat beberapa buah sesuai kebutuhan.

  Reba

Alat musik ini berdawai tunggal ini, terbuat dari tempurung kelapa/labu hutan sebagai wadah resonansi yang ditutupi dengan kulit kambing yang ditengahnya telah dilubangi. Dawainya terbuat dari benang tenun asli yang telah digosok dengan lilin lebah. Penggeseknya terbuat dari sebilah bambu yang telah diikat dengan benang tenun yang juga telah digosok dengan lilin lebah. Dalam pengembangannya alat ini dari jenis gesek menjadi alat musik petik, yang juga berdawai satu dimodifikasikan menjadi 12 dawai, serta dawainya pun diganti dengan senar plastik. Reba tiruan ini berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu daerah populer.

  Mendut

Alat musik petik/pukul dari bambu ini berasal dari Manggarai. Seruas bambu betung yang 1,5 tahun yang panjangnya kira-kira 40 m. Kedua ujung bambu dibiarkan, namun salah satunya dilubangi. Cara pembuatannya, di tengah bambu dilubangi persegi empat dengan ukuran 5 x 4 m. Disamping kiri kanan lubang masing-masing dicungkil satu kulit bambu yang kemudian diganjal dengan batangan kayu hingga berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan alat musik ini adalah dengan dipetik atau dipukul-pukul dengan kayu kecil.

  Ketadu Mara

Alat musik petik dua dawai yang biasa digunakan untuk menghibur diri dan juga sebagai sarana menggoda hati wanita. Alat musik ini dipercayai pula dapat mengajak cecak bernyanyi dan juga suaranya disenangi makluk halus.

  Sasando

Fungsi musik sasando gong dalam masyarakat pemiliknya sebagi alat musik pengiring tari, menghibur keluarga yang sedang berduka, menghibur keluarga yang sedang mengadakan pesta, dan sebagai hiburan pribadi. Sasando gong yang pentatonis ini mempunyai banyak ragam cara memainkannya, antara lain : Teo renda, Ofalangga, Feto boi, Batu matia, Basili, Lendo Ndao, Hela, Kaka musu, Tai Benu, Ronggeng, Dae muris, Te'o tonak. Ragam-ragam tersebut sudah merupakan ragam yang baku, namun dengan sedikit perbedaan ini dikarenakan :(a). Rote terdiri dalam 18 Nusak adat dan terbagi dalam 6 keamatan. Dengan sendirinya setiap nusak mempunyai gaya permainan yang berbeda-beda.

(b). Perbedaan-perbendaan ini dipengaruhi oleh kemampuan musikalis dari masing-masing pemain sasando gong.(c). Belum adanya sistem notasi musik sasando gong yang baku.Sasando pada mulanya menggunakan tangga nada pentatonis. Diperkirakan akhir abad ke-18 sansando mengalami perkembangan sesuai tuntutan zaman, yaitu menggunakan tangga nada diatonis. Sasando diatonis khusunya berkembang di Kabupaten Kupang.Jumlah dawai yang digunakan oleh sasando diatonis bervariasi yaitu, 24 dawai, 28 dawai, 30 dawai, 32 dawai, dan 34 dawai. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya yaitu kira-kira 1960 untuk pertam kalinya sasando menggunakan listrik. Ide ini datang dari seorang yang bernama Bapak edu Pah, yaitu salah seorang pakar pemain sasando di Nusa Tenggara Timur.

  Kerontang

Pada jaman lampau wilayah pulau komodo masih berhutan, karena itu masih banyak binatang buas perusak tanaman seperti Kera. Untuk mengusir binatang pengganggu tanaman, terciptalah alat musik ini. Alat musik bunyi-bunyian ini terbuat dari tiga belahan kayu bulat kering yang panjangnya 30 cm. Ketiga belahan kayu ini diletakkan di atas kaki pemain yang sedang duduk dan kemudian dipikul dengan batangan kayu sebesar jari tengah.

  Leto

Alat musik ini mirip dengan Totobuang, alat musik dari Maluku. Kemungkinan besar alat musik ini dibawa oleh suku Kera (Keraf) dari Maluku. Terdapat sebuah erita bahwa asal muasal alat musik ini dari seorang anak yang selalu mau mengikuti orang tuanya ke kebun. Setiap hari sang anak selalu menangis, dan ini sangat mengganggu kepergian mereka ke kebun. Untuk mengatasinya sang ayah membuat alat musik ini untuk sang anak. Permainan Leto ada dua cara, yaitu digantung dan yang lain diletakkan di atas pangkuan. Leto dibuat dari batangan kayu Sukun yang digantung berbentuk bulat dan hati dari kayu tersebut dikeluarkan. Leto yang digantung bernama Letor di Sikka dan yang dipangku bernama Preson di Wulanggintang.

  Thobo

Merupakan alat musik tumbuk yang terbuat dari bambu. Seruas Bambu betung yang buku bagian bawahnya dibiarkan, sedangkan bagian atasnya dilubangi. Ara memainkannya ditumbuk ke lantai atau tanah (seperti menumbuk padi). Alat musik ini berfungsi sebagai bass dalam mengiringi musik Foy doa.

  Gong

Gong merupakan alat musik yang umum terdapat pada masyarakat Nusa Tenggara Timur yang terbuat dari tembaga, kuningan, atau dari besi. Biasanya digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk pesta adat, mengiringi tarian dalam penerimaan tamu dan sebagainya. Perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain antara lain jumlah gong , ukurannya, cara memainkannya, serta penglarasnya. Khusus penglaras umunya berkisar pada laras pelog dan slendro. Nama-nama gong pada masing-masing daerah tidak sama, untuk jelas lihat ontoh berikut :a. Gong SabuNama-nama gong sesuai dengan cara menabuhnya, contoh gong pengiring tari Ledo Hawu :Leko yaitu dua buah gong yang mula-mula ditabuh seara bergantian, Didale ae, Didala Iki, dan Gaha yaitu tiga buah gong yang berukuran agak besar (gong bass) yang juga ditabuh secara bergantian, Wo Peibho Abho yaitu dua buah gong yang ditabuh sebagai pengiring gong Leko, Wo Paheli yaitu dua buah gong yang ditabuh sebagai pengiring Leko dan We Peibho Abho.b. Gong Alor

Nama-nama gong :- Kingkang yaitu dua buah gong kecil.- Dung-dung/kong-kong yaitu dua buah gong sedang.- Posa yaitu tiga buah gong besar.c. Gong DawanGong Dawan yang dimaksudkan di sini adalah dari Amanuban tepatnya di Desa Nusa Timor Tengah Selatan. Gong yang digunakan umumnya berjumlah 6 buah. Nama-nama gong :Tetun yaitu dua buah gong keil, namun apabila dari kedua gong ini hanya dibunyikan salah satunya maka namnya berubah menjadi Toluk, Ote' yaitu dua buah gong sedang. Kedua gong ini dibunyikan dengan penuh perasaan, Kbolo' yaitu dua buah gong besar yang dimainkan dengan tidak terlalu cepat.d. Gong Belu. Umumnya dipakai untuk memadukannya dengan pukulan Tihar (gendang) ketika para perempuan menarikan Likurai. Gong dalam Bahasa Tetun disebut Tala.

         Tarian adat Timor

Tarian Likurai merupakan salah satu tarian tradisional dari pulau timor. Kebanyakkan orang bilang pulau timor adalah pulau gersang yang miskin sumber air dan ditaburi begitu banyak bukit berbatu ketimbang lahan subur untuk digarap. Terlepas dari itu semua. Pulau Timor memiliki banyak kekayaan yang terkandung dalam seni budaya, adat istiadat serta asal usul antropologi manusianya yang apabila diusut akan semakin kusut. Hal ini yang membuat banyak warga asing untuk mengeksplorasi ketimbang para pribumi yang tidak menyadari nilai dalam nafas mereka sendiri. Tarian Likurai merupakan salah satu tarian tertua yang ditarikan sebagian besar penduduk di pulau Timor (Timor Indonesia maupun Timor Leste). Likurai merupakan tarian yang di dendangkan. Pada jaman dahulu tarian Likurai dilakukan oleh para wanita untuk menyambut para prajurit yang pulang dari peperangan.

G.    Sistem KekerabatanPola perkawinan yang paling disukai oleh orang Timor, adalah perkawinan yang

terjadi antara seorang pemuda dengan seorang anak putri saudara laki-laki ibu. Walaupun demikian seorang pemuda bisa kawin dengan wanita manapun, asal tidak dengan aak saudara ibunya yang dianggap masih sekerabat.

Pemilihan jodoh dalam perkawinan, erat hubungannya dengan jumlah mas kawin yang harus dibayarkan oleh kerabat pemuda kepada kerabat wanita. Perkawinan antara seorang pemuda dengan seorang gadis yang berasal dari dua kerabat yang pada angkatan sebelumnya pernah ada hubungan perkawinan, akan di anggap sebagai penguatan tali hubungan yang pernah ada, sehingga mas kawin yang harus dibayar oleh kerabat pemuda kepada kerabat-kerabat gadis tidak usah terlalu besar harganya. Berbeda keadaannya kalau belum ada hubungan perkawinan dahulu antara kerabat pemuda dan kerabat gadis; mas kawin yang harus dibayarkan biasanya berjumlah besar.

Mas kawin biasanya dibayar secara berangsur-angsur, sehingga penerimaan keanggotaan dari si isteri dan anak-anaknya kedalam klen si suami adalah secara berangsur-angsur pula. Bila mas kawin  yang harus dibayarkan telah dianggap lunas, maka si isteri dianggap telah menjadi anggota klen suaminya dan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu, anatara lain mengikuti upacara-upacara keagamaan dalam klen asalnya. Ada juga kebiasaan untuk tidak menerima pelunasan harta mas kawin yang terakhir, misalnya didaerah

Swapraja Amarasi. Disana angsuran mas kawin yang terakhir ditolak oleh kerabat-kerabat dari klen si isteri, supaya si isteri tetap dapat mempertahankan hak-hak da kewajiban-kewajibannya dalam klen asalnya.

Mas kawin yang diserahkan oleh kerabat si pemuda terdiri atas piring-piring dari emas atau perak, kadang-kadang disertai dengan sejumlah ternak. Sebagai imbalannya kerabat si gadis menyerahkan selimut-selimut atau pakaian-pakaian kepada kerabat si pemuda. Pada orang Marae mas kawin yang pertama kali dibayarkan oleh pihak pemuda kepada pihak wanita berupa sebuah piring dari emas atau dari perak, yang dimaksudkan sebagai tanda pertunangan. Sebaliknya, pihak wanita menyerahkan sebuah piring emas dan seekor babi. Setelah upacara ini selesai,maka perkawinan telah dianggap sah.

Pengantin baru biasanya tinggal untuk sementara di tempat kediaman si isteri(uxorilokal). Keadaan ini bisa berlangsung antara satu minggu sampai beberapa tahun llamanya dan selama itu si suami biasanya membantu dalam segala pekerjaan dalam rumah tangga mertuanya. Baru kemudian mereka pindah ke tempat tinggal kerabat si suami(virilokal). Walaupun demikian, kadang-kadang ada juga suami-isteri yang lalu terus menetap secara uxorilokal. Hal ini tergantung kepada kebutuhan keluarga, keiklasan perseorangan, ataupun, karena alasan-alasan ekonomi.

Secara ideal, sebuah rumah tangga terdiri atas seorang suami, seorang isteri dan anak-anaknya yang belum kawin, tetapi kadang-kadang ada juga orang tua atau janda, ikut dengan salah seorang kerabatnya. Dalam hal itu seorang janda biasanya ikut dengan saudara laki-lakinya dan seorang duda ikut dengan saudara wanitanya, atau mereka itu ikutdengan anak laki-laki dari seoarang saudara perempuan atau laki-laki, atau ikut dengan anak-anak mereka yang sudah kawin.

Tiap-tiap orang Timor menjadi anggota dari sesuatuklen tertentuyang patrineal. Satu desa biasanya didiami oleh beberapa rupa klen, sedangkan satu klen biasanya mempunyai warganya di beberapa desa. Disamping klen-klen yang patrineal, ada juga klen-klen yang matrineal, seperti misalnya di Wehali, Suai, di daerah Belu bagian selatan.

Tiap-tiap klen biasanya memunyai benda-benda pusaka tertentu yang dianggap suci dan yang berhubungan dengan asal mula dari klen tersebut. Para warga klen wajib melakukan serangkaian upacara yang berhubungan dengan benda-benda pusaka suci tersebut. Orang Atoni menyebut benda-benda suci noni, dan suatu klen biasanya disebut dengan nama benda-benda itu dari klen tersebut.

Seorang isteri diakui sebagai warga klen suaminya, walaupun ia masih juga mempunyai beberapa hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu terhadap ken asalnya. Ada pula isteri-isteri yang hubungannya dengan klen asalnya terputus, maka dalam keadaan demikian, kalau suaminya meninggal dunia, maka ia harus kawin secara levirate.

Di samping kewargaraan klen yang bisa diperoleh secara patrinealada juga yang diperoleh secara matrineal,ialah dengan adopsi.seseorang yang menjadi warga klen ibunya dianggap lebih rendah derajatnya daripada saudara-saudaranya yang lain yang menjadi warga klen ayahnya. Ia disebut feto(wanita),sedangkan saudara-saudaranya yang lain disebut mone(laki-laki).

Orang Atoni sampai sekarang umumnya masih menggolongkan laki-laki sebagai golongan yang tinggi kedudukannya dan wanita sebagai golongan yang rendah. Di daerah-daerah Amarasi misalnya,klen terbagi atas bagian laki-laki dan bagian wanita. Walaupun sifat klen adalah exogami, tetapi warga dari klen laki-laki bisa kawin dengan warga dari klen wanita.

Di dalam setiap upacara yang diadakan oleh suatu klen, maka warga klen mempunyai hubungan karena perkawinan dengan klenyang mengadakan upacara tersebut di undang dan mendapat tempat terhormat. Adapun undangan lain yang tidak berasal dari klen-klen tersebut dianggap sebagai orang luar.

Di dalam kehidupan sehari-hari, maupun di dalam upacara-upacara golongan, pemberi isteri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada golongan, pemberi isteri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada golongan pengambil isteri.

Kelompok-kelompokkekerabatan yang ada di suatu desa yang anggota-anggotanya telah terlalu amat padat, biasanya lalu menyebar dan membentuk desa yang baru. Klen-klen yang mempunyai nama yang sama pada beberapa daerah masih bisa diurut dengan jelas hubungan-hubungan diantara warga-warganya, sedangkan pada daerah-daerah lain sudah tidak jelas lagi hubungan itu.

Klen-ken yang ada dalam suatu daerah Swapraja, pada masa-masa yang lalu dapat digolongkan kedalam tigalapisan, yaitu:usif(bangsawan), tob(orang biasa), ate(budak). Golongan ate sekarang tentu tidak ada lagi. Jumlah klen-klen bangsawan amat sedikit dan sebagianbesar dari penduduk termasuk klen-klen biasa. Kewargaan didalam satu klen menentukan status seseorang didalam masyarakat, walaupun di beberapa daerah, misalnya pada orang Atoni, telah juga terjadi pergeseran-pergeseran dari klen-klen biasa menjadi klen-klen bangsawan.

Lapisan-lapisan itu biasanya mempunyai adat kawin endogamy, akan tetapi ada juga wanita-wanita bangsawan yang kawin dengan orang-orang dari kalangan orang biasa terutamaa dengan pemuda-pemuda yang berpegaruh didalam masyarakat, dengankepala-kepala desa, atau dengan pedagang-pedagang Cina. Hal ini dihubungkan dengan alam pikiran mereka, bahwa pemberi isteri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada pengambil isteri dari ken-klen bangsawan tertentu ialah klen-klen yang tinggal dalam suatu daerah Swapraja yang sama dengan raja tersebut dan yang dinamakan amfini.

Disamping penggolongan-penggolongan seperti tersebut diatas, maka penduduk desa di Timor masih bisa lagi digolongkan kedalam orang-orang yang dianggap sebagai pemilik desa dan orang-orang yang dianggap sebagai bukan pemilik desa. Pada orang Atoni, golongan pemilik desa dinamakan kuantif, sedangkan golongan bukan pemilik dsa dinamakan atoin asaot(golongan orang-orang yang dating dari desa lain dan kawin dengan wanita dari desa tersebut) dan golngan ketiga dinamakan atoin anaot(orang pengembara).

Golongan kuantif, terdiri dari orang-orang yang menjadi keturunan dari orang yang dianggap sebagai pendiri desa. Merekalah yang menguasai tanah. Datuk-datuk dari klen-klen ini mempunyai kekuasaan yang besar dalam segala hal yang berhubungan dengan desa mereka. Golongan kedua ialah golongan atoin asaot, terdiri dari orang-orang yang dating kemudian menetap di desa tersebut. Juga semua laki-laki yang diam di desa tersebut secara matrilineal termasuk golongan ini. Hubungan antara golongan pertama dengan golongan kedua dapat disamakan dengan hubungan antara golongan pemberi isteri dengan golongan penerima isteri. Seorang datuk dari golongan atoin asaot tidak boleh memegang sesuatu jabatan yang mempunyai kekuasaan, seperti misalnya menjadi kepala desa, jabatan mana hanya diperuntukkan bagi orang-orang dari klen kuantif. Namun seorang datuk dariatoin asaot tak dapat juga menjaga kedudukan terhormat, karena kepribadiannya yang besar. Akhirnya golongan ketiga terdiri dari orang-orang yang secara perseorangan atau secara berkelompok pindah dari satu desa asal, ke desa yang lain. Golongan ini oleh orang Atoni dianggap sebagai golongan yang paling rendah kedudukannya dan sama sekali tidak mempunyai hak untuk memegang sesuatu jabatan di dalam desa. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang telah meninggalkan desa asal mereka karena sesuatu pertengkaran, atau karena dicurigai sebagai pencuri atau tukang tenung. Orang-orang atoin anaot ini dapat meninggikan derajatnya, yaitu menjadi golongan atoin asaot, dengan cara kawin dengan salah seorang wanita dari desa yang didatangi, atau dengan cara mengawinkan anak-anak mereka dengan perempuan dari desa tersebut.

H.    Sistem Kemasyarakatan

Dalam zaman Belanda, pulau Timor bagian Indonesia secara administrative merupakan suatu kepresidenan, bersama pulau Roti, pulau Sabu, pulau Alor, pulau Pantar, pulau Flores, pulau Samba dan pulau Sumbawa. Pulau Timor bagian Indonesia, terbagi atas beberapa kesatuan pemerintahan local yang dinamakan vorstendom(kerajaan). Kesatuan-kesatuan pemerintahan lokal tersebut adalah:Kupang, Timor Tengah bagian Selatan, Timor Tengah bagian Utara dan Belu. Ke;lompok-kelompok pemerintahan local ini mempunyai beberapa kerajaan local yang berada di bawah kekuasaannya secara administrative.

Kerajaan-kerajaan local atau Swapraja-swapraja ini, masing-masing terbagi lagi atas beberapa daerah kekuasaan administratif yang lebih kecil lagi, bernama kefettoran, yang dikepalai oleh seorang fettor. Wilayah kekuasaan dan kedudukan kefettoran ini kira-kira sama dengan distrik. Di bawah kefettoran, ada desa yang dinamakan ketemukungan yang dikepalai oleh seorang kepala desa yang dinamakan temukung. Pada zaman Pemerintah Indonesia sekarang, pembagian secara administratifnya dirobah. Vorstendom menjadi kabupaten, Swapraja menjadi distrik dan kefettoran disamakan dengan kecamatan.

Sebuah ketemukungan biasanya terdiri atas sebuah desa-induk dengan beberapa desa-desa anakkecil-kecil lainnya, yang berada dalam wilayah kekuasaannya. Kadang-kadang ada juga desa-desa kecil yang jauh letaknya dari desa induk, dengan wilayah dan tanah pertanian dari desa-desa lain di antaranya. Walaupun setiap orang tahu dengan jells batas-batas wilayah sebuah desa, tetapi tidak pernah ada satu garis jelas yang membatasi desa-desa yang letaknya berdekatan. Demikian pula halnya dengan batas-batas kefettoran.

Jabatan-jabatan di desa, termasuk jabatan kepala desa, dipegang oleh orang-orang dari klen-klen tertentu. Tugas seorang kepala desa pada masa sekarang adalah mengumpulkan pajak, membagi-bagikan tanah untuk berladang, mempertahankan tata tertib dan melaksanakan instruksi-instruksi Pemerintah serta perintah-perintah dari fettor dan raja. Kepala desa menjalankan pengadilan menurut hokum adat, melaporkan peristiwa-peristiwa hokum perdata dan hokum pidana kepada fettor, melaporkan pelanggaran-pelanggaran kepada fettor, dan polisi setempat, dan mewakili desanya dalam hubngan dengan desa –desa yang lain. Kehadirannya diperlukan pada setiap upacara perkawinan yang diadakan, atau pada setiap kegiatan social menyangkut pemindahan hak milik dari warga desanya untuk menyaksikannya dan mengesahkannya. Bilamenghadapi hal-hal yang sulit ia menyampaikannya kepada fettor atau kepada raja, tetapi hal-hal yang berhubungan dengan pengadilan, biasanya jarang sekali sampai ketangan raja. Fettorlah yang berkewajiban untuk melaksanakan pengadilan.

Menurut data dari salah satu desa di Swapraja Amarasi(suku bangsa Atoni), ialah desa Soba, maka anak-anak desa(11 buah), digolongkan dalam beberapa kelompok yang dikepalai oleh amnais ko’u(amnasit besar),dan amnais ana’(amnasit kecil). Mereka ini membantu kepalla desa di dalam menjalankan tugas-tugasnya dan mereka juga tidak mendapat gaji dari pemerintah.

Penunjukan kepala desa adalah oleh fettor, sedangkan penunjukan amnasit besar dan amnasit kecil adalah oleh kepala desa. Kepala desa, amnasit besar, dan amnasit kecil ditunjuk di antara orang-orang yang berasal dari klen pemilik desa.

Di dalam susunan hierarki pemerintahan, seorang kepala desa, seorang amnasit besar, dan seorang amnasit kecil merupakan suatu urutan-urutan dari atas ke bawah, tetapi kenyartaan pola kekuasaan di dalam masyarakat adalah lebih complex lagi. Secara administrative peranan klen-klen  ini amat besar pengaruhnya dalam pola kekuasaan suatu masyarakat desa. Ontohnya kita ambil lagi dari desa Soba. Kepala desanya sekarang adalahanggota dari salah satu di antara empat klen kepala desa yang dulu pernah berkuasa, karena itukekuasaanya diakui oleh warga desanya dan warga anak-anak desa soba, namun ada dua desa anak yang di kepalai oleh seorang amnasit kecil, yang berasal dari klen bangsawan yang upacara yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa pada lingkaran hidup

individu harus digabungkan dengan upacara-upacara yang ada didalam agama Kristen. Kecuali itu sebutan Uis Neno dipergunakan untuk menterjemahkan perkataan Tuhan yang terdapat dalam kitab Injil.

Usaha-usaha lain dari para pendeta penyebar agama Kristen di Timor adalah menterjemahkan Kitab Injil Perjanjian Baru; mereka juga mengusahakan agar penyelenggaraan uoacara-upacara keagamaan dipusatkan di gereja-gereja dan tidak lagi di rumah-rumah atau di tempat-tempat keramat; tetapi karena rumah bagi orang Timor masih tetap dianggap sebagai pusat dari sebagian besar dari upacara-upacara keagamaannya, maka para pendeta dan guru agama seering mengunjungi rumah-rumah untuk melakukan upacara-upacara keagamaan.

Di samping itu, Gereja Protestan mengakui perkawinan yang diselenggarakan secara adat. Hanya mereka yang menjadi pegawai negeri sering merasa terpaksa untuk kawin secara Kristen resmi di depan seorang pegawai catatan sipil, dan seorang pendeta.

I.       Usaha Pembangunan di TimorSerupa dengan banyak daerah lain di nusa tenggara Timor, pembangunan dari Timor

akan mengalami banyak kesukaran karena: a) tanahnya tidak subur, sumber-sumber alamnya miskin dan iklimnya kering. b) susunan masyarakat dan sikap mental orang Timor masih banyak terpengaruh tradisi kuno dan adat feudal, terutama diantara mereka yang belum maju pendidikannya.

Tanah yang tak subur dan iklimnya yang kering membuat timor itu suatu daerah yang tidak cocok untuk pertanian, artinya perytanian yang bisa menghasilkan cukup banyak, diatas keperluan konsumsi sendiri, sehingga ada kelebihan yang dapat ditanam sebagai modal untuk pembangunan. Namun ada suatu mata pencaharian yang dapat dikembangkan menjadi suatu usaha untuk membentuk modal, ialah peternakan. Padang-padang rumput untuk menggembala ternak cukup. Usaha itu sudah dilaksanakan sejak zaman Belanda, sehingga sudah ada cukup banyak orang Timor yang mempunyai keterampilan dan pengalaman dalam hal mengurus dan mengembangkan perusahaan ternak. Hanyauntuk usaha petrnakan secra besar-besaran dengan cara-cara modern berdasarkan ilmiah dan teknologi baru, sehingga bisa member hasil yang cukup untuk menjadi landasan guna pembangunan daerah Timor membutuhkan banyak modal permulaan. Dalam hal ini mungkin pemerintah pusat dapat membantu dengan kredit dan sebagai persiapan mendidik pemuda-pemuda Timor yang pandai dan yang pada dasarnya sudah mempunyai bakat mengenai usaha peternakan, dalam hal teknologi peternakan modern.

Adapun sifat terpecah-pecah dari penduduk Timor memang merupakan salah suatu penghambat yang amat besar bagi pelaksanaan suatu pembangunan yang cepat. Dalam hal ini mungkin agama Kristen dan Katholik dengan usaha zending dan misinya dapat menjadi faktor penyatu dan menyebabkan aneka warna penduduk Timor. Terintegrasi dan mulai merasakan identitetnya sebagai suatu suku-bangsa yang berguna dalam rangka kesatuan bangsa Indonesia . dalam hubungan ini, salah satu usaha yang penting dalam rangka pembangunan masyarakat desa Timor adalah pembentukan desa-desa kesatuan yang besar dengan mengumpulkan penduduk dalam desa-desa kecil yang terpencar luas, pada tempat-tempat yang cocok untuk bercocok tanam menetap dengan irigasi. Dalam hal itu harus disediakan insentif dengan pemberian tanah yang cukup dan bantuan dalam hal teknik-teknik bercocok tanam menetap yang efektif.

Sifat lain yang juga merupakan suatu penghambat yang amat besar bagi pembangunan daerah Timor adalah sikap mental dari penduduknya yang masih terlampau terpengaruh oleh tradisi kuno dan adat feudal. Contoh-contohnya telah kita lihat dalam seksi-seksi di atas, terutama mengenai hal system kepemimpinan, serta konflik antara system kepemimpinan kuno dan keperluan-keperluan dari suatu administrasi yang modern. Namun kita lihat juga

beberapa ciri baik dalam sikap mental orang Timor, ialah sifat rajinnya dan kebanggaannya akan hasil karya sendiri. Untuk menghilangkan sifat-sifat yang menghambat dan memupuk sifat-sifat yang cocok untuk membangun tidak ada jalan lain kecuali mengintensifkan pendidikan, terutama pendidikan dalam keahlian-keahlian yang praktis, seperti misalnya peternakan dan bukan pendidikan yang menyiapkan orang untuk kepegawaian. Di sinipun Zending dan Missi dapat mengambil suatu peranan yang penting.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

Jadi lestarikanlah kebudayaan yang ada di Indonesia, karena kebudayaan merupakan sesuatu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adat-istiadatnya, pemerintahan negeri, agama atau ilmu kebatinan.

B.     Saran

Untuk tetap melestarikan budaya kita Indonesia, ambil dampak positif dari kebudayaan barat yang sudah lama sekali masuk ke Indonesia untuk merubah tata nilai dan sikap masyarakat agar semua yang irasional menjadi rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat(1999). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Kementrian Penerangan(1954). Daerah Timor Dahulu Sampai Sekarang. Kementrian Penerangan. Jakarta: djambatan.

Louis, Berthe(1966). CaraPerkawinanDanSusunanMasyarakatPadaOrangBuna. DiTimorTengah. Majalahilmu-ilmusastraIndonesia,III:hlm.91-28

www.blogger.com/feeds/1112007831424288451/posts/default

http://bambangpriantono.multiply.com/

http://anakgununglakaan.blogspot.com/search/label/Timor

Bijlmer, H.J.T(1929).Outlines of The Anthropology of The Timor Archipelago. Weltevreden:Batavia