KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL
Transcript of KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT MIKRO-KECIL
KREDIT MIKRO KECIL DALAM UPAYA MENGURANGI RISIKO
(Studi Kasus pada PD BPR BKK di Kabupaten Purbalingga)
Oleh: Rida Kusumawati(Dibawah bimbingan : DR. Herri, MBA dan Drs. Syahrial Syarif, MBA)
ABSTRACT
In measuring the level of credit risk for micro finance not only depend on monetary indicator but also depend on understanding of debitor candidate himself including characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile. The aim of this research was to identify the characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile which cause the difference rate of credit return. Responder in this research was PD BPR BKK client which have been noted in the board of industry, trading and co-oporation at Purbalingga District. The results indicate that there is significant difference in characteristic among responder belong to groups of fluent collectibility, less fluent, hesitated and stuck. The characteristic of micro finance entrepreneur and his entrepreneur profile which can explain the difference credit collectibiliy in micro finance bussiness were entrepreneurship, period of business, and omzet yielded.
Keywords: Credit risk in micro finance Characteristic of micro finance client
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Usaha mikro dan kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha
nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting serta
strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan
tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Data statistik tahun 2004, jumlah
pengusaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia tercatat mencapai 42 juta unit
usaha, dan sebanyak 99,9% diantaranya adalah pengusaha mikro kecil.
Disamping itu, kesempatan kerja yang tersedia pada sektor usaha mikro kecil
mencapai 89,5% dan juga lebih dari 57% kebutuhan barang dan jasa disediakan
oleh sektor tersebut. Ekspor dari hasil produksi sektor tersebut sekitar 19%.
Sektor tersebut juga memberikan kontribusi antara 2–4% terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional.
Namun demikian, usaha mikro kecil ini secara umum memiliki
kelemahan diantaranya adalah masalah ketersediaan dana untuk pembiayaan
usaha (financial availability), pembentukan modal (capital formation) dan akses
terhadap sumberdaya financial (financial accessibility). Sulitnya pengusaha kecil
mengakses kelembagaaan keuangan formal diantaranya disebabkan oleh berbagai
hambatan teknis perbankan dan keterbatasan informasi. Disinilah peran PD BPR
BKK selaku lembaga keuangan mikro diharapkan guna menciptakan permodalan
dalam kesempatan berusaha bagi pengusaha golongan ekonomi lemah khususnya
didaerah pedesaan. Namun sangat disadari bahwa penyaluran kredit kepada usaha
mikro-kecil mempunyai risiko yang khas, karena biasanya menuntut biaya
pengelolaan yang lebih tinggi sedangkan jumlah kebutuhan kreditnya relatif kecil.
Disamping itu kepemilikan aset umumnya rendah sehingga tidak dapat diikat
sebagai jaminan (non collateral).
Oleh karena itu, menurut Fernando (2004), penggarapan pasar mikro oleh
lembaga keuangan menuntut strategi pengelolaan risiko yang mampu
mengakomodasi kondisi atau karakter segmen mikro itu sendiri yang lebih
bersifat non standarbanking berbeda dengan pasar perbankan formil umumnya
yang bersifat standarbanking. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa ukuran
risiko kredit untuk segmen usaha mikro-kecil tidak hanya cukup menggunakan
indikator keuangan tetapi juga sangat tergantung pada pemahaman calon debitur
yang meliputi karakteristik pengusaha mikro-kecil itu sendiri maupun profil usaha
yang digelutinya.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : (1)
Adakah perbedaan karakteristik dan profil usaha debitur (pelaku usaha mikro
kecil) yang lancar dengan debitur yang non lancar, (2) Jika ada, karakteristik
dan profil usaha yang manakah dari pengusaha mikro-kecil tersebut yang
menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat pengembalian kredit, (3) Implikasi
1
kebijakan apa yang perlu dilaksanakan dalam penyaluran kredit untuk usaha
mikro-kecil sebagai upaya mengurangi timbulnya kredit non lancar / Non
Performance Loan (NPL).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: (1)
Mengkaji ada/tidaknya perbedaan karakteristik dan profil usaha antara debitur
(pengusaha mikro-kecil) yang lancar dengan debitur yang non lancar, (2)
Mengidentifikasi karakteristik dan profil usaha dari debitur (pengusaha mikro-
kecil) yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat pengembalian kredit, dan
(3) Merencanakan strategi kebijakan penyaluran kredit untuk usaha mikro-kecil di
Kabupaten Purbalingga sebagai upaya mengurangi timbulnya kredit non lancar.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan aplikatif dalam
pengambilan keputusan bagi Pengelola PD BPR BKK Di Kabupaten Purbalingga
dalam proses pengelolaan risiko kredit khususnya kredit usaha mikro-kecil,
sehingga diharapkan untuk setiap kredit yang diberikan kepada debitur
pengembaliannya dapat berjalan lancar dan juga sebagai tambahan referensi bagi
Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektor
usaha mikro-kecil. Disamping itu, tulisan ini diharapkan dapat menambah
wawasan, serta digunakan sebagai landasan bagi penelitian lain yang berminat
pada bidang yang sama.
II. Kajian Terhadap Penelitian Yang Telah Dilakukan.
Sebenarnya telah banyak kajian yang dilakukan terhadap upaya
pemberdayaan dan peningkatan usaha kecil lewat pemberian modal usaha baik
modal yang berasal dari lembaga keuangan formal, informal maupun dari dana
program. Namun belum banyak yang meneliti tentang penyebab ketidakmampuan
pengembalian kredit oleh si-penerima pinjaman. Basuki (1999), pernah
melakukan analisa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklancaran
2
pengembalian Kredit Usaha Kecil dari sisi si penerima pinjaman, namun hanya
mengkaji dari sisi finansial usahanya saja. Respondennya adalah pengusaha UKM
di daerah Banyumas yang mendapatkan fasilitas kredit KUK dari Bapindo Cabang
Purwokerto), dan menyimpulkan bahwa ketidaklancaran pengembalian kredit
dipengaruhi oleh likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas perusahaan debitur.
Sedangkan pada penelitian ini mencoba mengkaji karakteristik pelaku
dan profil usaha mikro kecil yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat
pengembalian kredit. Variabel karakteristik usaha mikro kecil yang digunakan
dalam penelitian ini telah merujuk pada teori yang ada dan beberapa peneliti
terdahulu juga telah menggunakan beberapa variabel tersebut dalam
penelitiannya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Daerah dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Purbalingga, dengan objek
penelitian nasabah PD BPR BKK. Pertimbangannya adalah (a) PD BPR BKK
merupakan lembaga keuangan milik Pemerintah Daerah, (b) Segmen pasar PD
BPR BKK Kabupaten Purbalingga adalah pengusaha mikro-kecil yang berada di
wilayah pedesaan (c) fenomena yang ada sekarang adalah tingginya kredit non
lancar di PD BPR BKK Kabupaten Purbalingga. Pada akhir tahun 2005 NPL PD
BPR BKK mencapai 17,52%. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama
3 (tiga) bulan yaitu pada Bulan Maret sampai pada bulan Mei 2006.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder; (1) Data primer diperoleh secara langsung dengan wawancara secara
terstruktur dan mendalam (depth interview) dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuisioner), dan observasi, (2) Data sekunder, diperoleh dari berbagai
jenis laporan-laporan/dokumen dan data yang ada pada PD BPR BKK, dinas,
instansi terkait.
3
3.3. Penentuan Sampel
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha
mikro-kecil yang usahanya telah tercatat di DISPERINDAGKOP Kabupaten
Purbalingga dan mendapat fasilitas kredit dari PD BPR BKK Kabupaten
Purbalingga. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 120 responden, terdiri dari
nasabah lancar, kurang lancar, diragukan dan macet, masing-masing 30 sampel.
Penentuan jumlah sampel didasarkan pada pedoman yang dikemukakan Santoso
(2002). Penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Dependen
Variabel dependennya adalah tingkat pengembalian kredit yang
diklasifikasikan dalam 4 (empat) katagori atau dikenal dengan kolektibilitas
kredit. Katagori ini didasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/BPPP
tanggal 30 April 1997. tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR dan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 30/12/Kep/Dir tanggal 30 April 1997
tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR.
a. Lancar : Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
b. Kurang lancar : Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang
telah melampaui 90 hari sampai dengan 120 hari.
d. Diragukan : Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 120 hari sampai dengan 180 hari.
e. Macet : Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180
hari.
3.4.2. Variabel Independen
Variabel independennya adalah karakteristik responden dan profil usahanya.
a. Karakteristik responden meliputi :
a.1. Umur yaitu angka yang menyatakan umur seseorang yang dihitung sejak ia
dilahirkan sampai dengan pada saat penelitian ini dilakukan.
4
a.2. Pendidikan formal yaitu tingkat pendidikan formal yang ditamatkan.
a.3. Pendidikan Khusus yaitu pendidikan tambahan yang diperoleh diluar
pendidikan formal seperti pelatihan/kursus, diklat dan sebagainya.
a.4. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah jiwa yang menetap di dalam
rumah tangga baik yang menjadi tanggungan keluarga ataupun yang
bertanggungjawab sebagai kepala rumahtangga, anggota rumah tangga ini
bukan hanya istri dan anak tetapi juga orang tua, saudara dan lain-lain yang
masih menjadi tanggungannya.
a.5. Kewirausahaan (entrepreneurship), artinya memiliki jiwa wiraswasta murni
dan bukan karena fasilitas atau warisan orang tua yang tercermin dari
keberaniannya menghadapi risiko dan mencari terobosan-terobosan.
b. Profil usaha responden meliputi :
b.1. Lama usaha terkait dengan pengalaman dalam berusaha.
b.2. Jenis usaha yaitu jenis usaha yang dikelola pengusaha mikro-kecil.
b.3. Jumlah modal yaitu banyaknya modal yang dimiliki sendiri.
b.4. Omset penjualan yaitu penerimaan dari hasil penjualan produk yang
dihasilkan.
3.5. Metode Pengukuran dan Analisis Data
3.5.1. Metode Pengukuran Variabel Karakteristik Jiwa Wirausaha
Pengukuran karakteristik wirausaha sebagai variabel bebas dilakukan
dengan menggunakan instrumen yang digunakan oleh Herri (2004). Menurut
Herri (2004), pengukuran ini pada awalnya dikembangkan oleh Steers dan
Braunstein pada tahun 1976, dan juga telah digunakan dalam penelitian Miller
dan Toulouse (1986).
3.5.2. Metode Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas
dilakukan pengolahan data dengan cross tabulasi dan dilanjutkan dengan
analisis diskriminan.
5
Menurut Supranto (2004) dan Hair dkk. (1998), Analisis Diskriminan
termasuk dalam Multivariate Dependence Method, dengan model sebagai
berikut :
Di = b0 + b1Xi1 + b2Xi2 + b3Xi3 +…. + bjXij +….+ bkX1k
Di
Xi
Bj
Xij
=
=
=
=
Nilai (skor) diskriminan dari responden (objek) ke-i.
i = 1,2,..,n. D = variable dependen (tidak bebas).
Variable (atribut) ke-j dari responden ke-i.
Koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel atau atribut ke-j.
Variabel bebas/predictor ke-j dari responden ke-i, juga disebut atribut.
Koefisien atau timbangan (weight) fungsi diskriminan bj diperkirakan
sedemikian rupa sehingga kelompok (katagori) mempunyai nilai fungsi
diskriminan (skor) yang sangat berbeda. Dan asumsi dalam analisis
diskriminan adalah bahwa setiap kelompok (group) merupakan suatu sample
dari multivariate nomal population dan setiap populasi mempunyai matrix
kovarian yang sama.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Pelaku Usaha Mikro Kecil
a. Jenis Kelamin
Sebagian besar pelaku usaha mikro kecil yang menjadi responden pada
penelitian ini adalah laki-laki. Dari 120 responden yang diambil secara acak,
hanya 25 orang responden atau 20,8% saja yang berjenis kelamin perempuan.
Hal ini memperlihatkan bahwa segmen usaha mikro kecil di Kabupaten
Purbalingga masih didominasi oleh kaum laki-laki sesuai dengan peranannya
sebagai kepala rumah tangga.
b. Umur
Sekitar 80,8 % responden pada penelitian ini berumur 30 sampai
dengan 50 tahun. Usia ini merupakan usia produktif untuk berusaha. Hanya 5
6
% atau 6 orang responden yang berumur dibawah 30 tahun dan 14,2 % atau 17
orang responden berusia diatas 50 tahun.
Adapun rata-rata umur responden yang masuk katagori kolektibilitas
lancar adalah 41,5 tahun, dan yang masuk katagori kolektibilitas kurang lancar
41,1 tahun, diragukan 40,5 tahun serta rata-rata usia responen yang
mempunyai kolektibilitas macet adalah 40,6 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa umur responden untuk setiap kategori relatif sama atau dapat dikatakan
tidak terdapat perbedaan antara umur responden yang masuk kategori lancar,
kurang lancar, diragukan dan macet.
c. Asal
Responden dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari Kabupaten
Purbalingga sendiri, hanya 9 orang atau 7,5% saja yang berasal dari luar
daerah Kabupaten Purbalingga. Hal ini dapat dimaklumi karena responden /
pelaku usaha mikro kecil dalam penelitian ini mayoritas tinggal di daerah
perdesaan yang juga merupakan warga penduduk asli di daerah tersebut. Di
Kabupaten Purbalingga penduduk pendatang (dari luar daerah) biasanya
berusaha di wilayah perkotaan.
d. Pendidikan (Formal dan Khusus)
Dari 120 orang pelaku usaha mikro kecil pada penelitian ini, yang
berpendidikan atau menamatkan pendidikan SD sebanyak 23 orang atau
19,2%, SMP 44 orang atau 36,6%, SMA 45 orang (37,5 %), D3 sebanyak 2
orang (1,7%) dan S1 sebanyak 6 orang ( 5%).
Sedangkan bila dilihat dari pendidikan informal/khusus baik yang
berupa kursus atau pelatihan yang pernah diikuti responden, menunjukkan
bahwa sekitar 59% responden atau 71 orang belum pernah mengikuti
pendidikan khusus. Dan sebagian besar mereka yang tidak memiliki
pendidikan informal/khusus masuk pada kategori kredit non lancar. Hal ini
mengindikasikan bahwa pendidikan informal/khusus memberikan pengaruh
yang cukup besar terhadap tingkat pengembalian kredit.
7
e. Jumlah Tanggungan Keluarga
Rata-rata responden baik lancar, kurang lancar, diragukan dan macet
mempunyai beban tanggungan keluarga sebanyak 3 sampai 4 orang. Besarnya
beban tanggungan keluarga responden cenderung hampir sama untuk semua
kategori baik lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Pada kebanyakan
kasus, biasanya semakin besar beban tanggungan keluarga yang dipikul akan
semakin besar pula pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi dan semakin
sulit untuk malakukan pengembalian kredit. Namun pada kasus ini
menunjukkan bahwa tidak terdapatnya pengaruh antara jumlah tanggungan
keluarga dengan tingkat pengembalian kredit.
f. Wirausaha
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa tingkat kewirausahaan 120
responden bervariasi. Pada tabel 1. terlihat bahwa semakin tinggi tingkat
kewirausahaannya maka responden cenderung akan mempunyai karakter yang
baik yang dicerminkan dari semakin lancarnya pengembalian kredit,
begitupun sebaliknya semakin kurang tingkat jiwa kewirausahaannya, maka
responden ini akan cenderung mengalami kesulitan dalam pengembalian
kredit.
8
Tabel 1. Tingkat Pengembalian Kredit berdasarkan Karakteristik Pelaku Usaha
KarakteristikPelaku Usaha Lancar % Kurang % Diragu- % Macet % (orang) %
Mikro-Kecil (orang) Lancar kan (orang)(orang) (orang)
A. Jenis KelaminLaki-laki 22 23,2 24 25,3 23 24,2 26 27,4 95 79,2 Perempuan 8 32,0 6 24,0 7 28,0 4 16,0 25 20,8 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 B. Umur< 30 2 33,3 2 33,3 0 - 2 33,3 6 5,0 30 - 50 23 23,7 22 22,7 28 28,9 24 24,7 97 80,8 > 50 5 29,4 6 35,3 2 11,8 4 23,5 17 14,2 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata Umur (th)C. Daerah AsalPenduduk Asli 25 22,5 28 25,2 28 25,2 30 27,0 111 92,5 Penduduk 5 55,6 2 22,2 2 22,2 0 - 9 7,5 PendatangTotal 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 D. Pendidikan formalSD 4 17,4 7 30,4 8 34,8 4 17,4 23 19,2 SMP 11 25,0 11 25,0 10 22,7 12 27,3 44 36,7 SMA 13 28,9 10 22,2 9 20,0 13 28,9 45 37,5 Diploma 0 - 1 50,0 0 - 1 50,0 2 1,7 S1 2 33,3 1 16,7 3 50,0 0 - 6 5,0 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 E. Pendidikan Khusus1. Ada 22 44,9 14 28,6 6 12,2 7 14,3 49 40,8 2. Tidak ada 8 11,3 16 22,5 24 33,8 23 32,4 71 59,2 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 F. Jumlah Tanggungan Keluarga1 - 3 20 30,8 15 23,1 15 23,1 15 23,1 65 54,2 4 - 6 10 18,9 14 26,4 15 28,3 14 26,4 53 44,2 7 -9 0 - 1 100,0 0 - 0 - 1 0,8 10 - 12 0 - 0 - 0 - 1 100,0 1 0,8 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 G. Tingkat KewiraushaanTinggi 6 66,7 3 33,3 0 - 0 - 9 7,5 Sedang 24 28,2 27 31,8 20 23,5 14 16,5 85 70,8 Kurang 0 - 0 - 10 38,5 16 61,5 26 21,7 Tidak memiliki 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata nilaiWirausaha 2,8 3,1 3,8 4
Total
3,44
41,5 41,1 40,5 40,6 41
Tingkat Pengembalian(Kolektibilitas)
Sumber : Hasil Penelitian, 2006
9
4.2. Profil Usaha Mikro Kecil
a. Lama Usaha
Lamanya usaha didirikan akan terkait dengan pengalaman dalam
berusaha. Dari tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki usaha
cukup lama cenderung mempunyai kemampuan pengembalian kredit yang
baik. Dari 27 responden yang berusaha dibawah 5 tahun, hanya 7,4% atau 2
responden yang masuk kategori lancar dan sebagian besar masuk kategori
non lancar. Sedangkan dari 8 responden yang telah berusaha diatas 20 tahun,
50%-nya atau 4 orang masuk kategori lancar, dan hanya 2 orang (25%) yang
masuk kategori macet.
Hal ini dapat dipahami karena semakin lama dia berusaha, semakin
tinggi pengalamannya dalam melakukan usaha tersebut dan diharapkan
semakin mudah dia mengendalikan resiko yang muncul dalam setiap kegiatan
usahanya.
b. Jumlah Modal Awal UsahaDari 120 responden dalam penelitian ini, sebanyak 67 pelaku usaha
mikro kecil atau 55,8% responden mendirikan usaha dengan modal awal
dibawah Rp. 10 juta. Jumlah responden dengan modal awal antara Rp. 10 juta
dan Rp. 50 juta sebanyak 53 responden atau 44,2%. Dan tidak seorang
respondenpun yang memiliki modal awal usaha diatas Rp. 50 juta. Komposisi
modal awal pendirian usaha diatas menunjukkan bahwa pengusaha mikro
kecil mempunyai keterbatasan dalam modal yang dimiliki pada saat
pendiriannya.
Namun bila dikaitkan antara besarnya modal awal usaha yang dimiliki
dengan tingkat pengembalian kredit responden terlihat bahwa terdapat
kecenderungan mereka yang memiliki jumlah modal lebih besar mempunyai
kemampuan tingkat pengembalian yang lebih baik. Hal ini terlihat dari rata-
rata modal yang dimiliki kelompok/grup lancar lebih besar dibanding grup
kurang lancar, diragukan dan macet.
10
c. Cara Mulai Usaha
Dari 120 responden, sebanyak 77 responden atau 64,2% memulai
usahanya dengan mendirikan sendiri. Sebanyak 42 responden atau 35%
merupakan lanjutan bisnis /warisan dari orang tua dan hanya satu (1)
responden yang memulai usaha dengan cara membeli. Komposisi ini
memperlihatkan bahwa perusahaan responden merupakan perusahaan yang
didirikan oleh para entrepreuner. Dari tabel 3.menunjukkan bahwa cenderung
tidak terlihat perbedaan antara mereka yang memulai usaha sendiri dengan
mereka yang memulai usahanya dari warisan orang tua terhadap tingkat
pengembalian kredit. Hal ini memberikan arti bahwa tingkat pengembalian
kredit tidak dipengaruhi oleh bagaimana cara memulai usaha.
d. Omset Usaha
Tersedianya kredit yang memadai diharapkan dapat menciptakan
pembentukan modal bagi usaha mikro kecil sehingga diharapkan dapat
meningkatkan omset usaha dan pendapatan yang pada akhirnya akan
menciptakan surplus yang dapat digunakan untuk membayar kembali
kreditnya dan melakukan pemupukan modal. Gambaran antara tingkat
pengembalian kredit dengan omset usaha yang dihasilkan responden 3 (tiga)
bulan terakhir diperlihatkan pada tabel 5.12.
Rata-rata omset yang dihasilkan responden selama tiga bulan terakhir
pada kategori lancar sebesar Rp. 23,97 juta, jumlah ini lebih besar dibanding
rata-rata omset yang dihasilkan responden yang masuk kategori kurang lancar,
diragukan dan macet yang masing-masing hanya sebesar Rp. 12,06 juta untuk
kategori kuranglancar, Rp. 3,39 juta untuk kategori diragukan dan Rp. 2,95
juta untuk responden yang masuk kategori macet. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi omset yang dihasilkan oleh pelaku usaha
mikro kecil cenderung semakin besar pula kemampuannya dalam membayar
pinjamannya ke PD BPR BKK.
11
e. Jenis Usaha
Sebagian besar pengusaha/pelaku usaha mikro kecil yang menjadi
sampel adalah pengusaha yang melakukan jenis kegiatan usaha pengolahan
yaitu usaha yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi atau setengah
jadi. Dari 120 sampel yang diambil, 70,8% bergerak diusaha pengolahan atau
sebanyak 85 responden. Sisanya 29,2% atau 35 responden berusaha di bidang
perdagangan dan jasa.
Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa 30,6% atau 26 responden
yang memiliki usaha pengolahan, masuk pada kategori lancar, dan 59
responden lainnya tersebar hampir merata masuk pada kategori kurang lancar,
diragukan dan macet yaitu masing-masing sebanyak 24,7%, 21,2% dan
23,5%. Untuk pelaku usaha mikro kecil yang bergerak pada jenis usaha
pengolahan memang agak sulit memprediksi tingkat kelancaran arus kasnya
karena usahanya sangat tergantung pada kondisi eksternal seperti situasi pasar,
kondisi makro ekonomi, ketersediaan bahan baku dan lain sebagainya.
f. Jumlah Tenaga Kerja
Responden dalam penelitian ini rata-rata memiliki tenaga kerja
sebanyak 3 orang. Dari 120 responden, yang memiliki jumlah tenaga kerja 1-3
orang sebanyak 82 responden atau 68,33%, sedangkan yang memiliki jumlah
tenaga kerja 4-6 orang sebanyak 18 responden atau 15% dan 20 responen
lainnya memiliki tenaga kerja antara 7-13 orang. Dan sebagian besar dari
mereka yang bekerja berasal dari keluarga sendiri. Hal ini dapat dipahami
karena pada umumnya usaha mikro kecil merupakan usaha home industri
dengan jumlah pekerja untuk usaha mikro sebanyak 1 – 4 orang dan usaha
kecil sebanyak 5 – 19 orang.
12
Tabel 3. Tingkat Pengembalian Kredit berdasarkan Karakteristik Profil Usaha Responden
KarakteristikProfil Usaha Lancar % Kurang % Diragu- % Macet % (orang) %Mikro-Kecil (orang) Lancar kan (orang)
(orang) (orang)A. Lama Usaha (th)< 5 2 7,4 4 14,8 13 48,1 8 29,6 27 22,5 6 - 10 11 23,9 13 28,3 11 23,9 11 23,9 46 38,3 11 - 15 8 33,3 7 29,2 4 16,7 5 20,8 24 20,0 16 - 20 5 33,3 4 26,7 2 13,3 4 26,7 15 12,5 > 21 4 50,0 2 25,0 0 - 2 25,0 8 6,7 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 B. Modal Awal Usaha (Rp.)< 10 juta 15 22,4 16 23,9 19 28,4 17 25,4 67 55,8 10 - 50 juta 15 28,3 14 26,4 11 20,8 13 24,5 53 44,2 > 50 juta 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata ModalUsaha (Rp.Juta)C. Cara Mulai UsahaWarisan Orang Tua 13 31,0 12 28,6 7 16,7 10 23,8 42 35,0 Dimulai Sendiri 17 22,1 25 32,5 15 19,5 20 26,0 77 64,2 Dibeli 0 - 0 - 1 - 0 - 1 0,8 Total 30 25,0 37 30,8 23 19,2 30 25,0 120 100,0 D. Omset< 5 juta 1 2,0 7 13,7 23 45,1 20 39,2 51 42,5 5 – 20 juta 15 29,4 19 37,3 7 13,7 10 19,6 51 42,5 21 - 36 juta 6 66,7 3 33,3 0 - 0 - 9 7,5 37 – 52 juta 7 87,5 1 12,5 0 - 0 - 8 6,7 > 53 juta 1 - 0 - 0 - 0 - 1 0,8 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rataOmset (Rp.Juta)E. Jenis UsahaPengolahan 13 31,0 12 28,6 7 16,7 10 23,8 42 35,0 Perdagangan 17 22,1 25 32,5 15 19,5 20 26,0 77 64,2 Jasa 0 - 0 - 1 - 0 - 1 0,8 Total 30 25,0 37 30,8 23 19,2 30 25,0 120 100,0 Rata-rata Jenis Usaha PengolahanF. Jumlah Pekerja (orang)1 - 3 11 13,4 24 29,3 23 28,0 24 29,3 82 68,3 3 - 6 8 44,4 4 22,2 2 11,1 4 22,2 18 15,0 7 - 9 9 60,0 2 13,3 3 20,0 1 6,7 15 12,5 10 - 13 2 40,0 0 - 2 40,0 1 20,0 5 4,2 Total 30 25,0 30 25,0 30 25,0 30 25,0 120 100,0 Rata-rata Pekerja (org)
10,6
13,2 10 12,3 11 11,7
24 12 3,9 3
3 4 3 2
Responden
3
Tingkat Pengembalian Total(Kolektibilitas)
Sumber : Hasil Penelitian, 2006.
13
4.3. Analisis berbagai factor yang berkaitan dengan karakteristik usaha
mikro kecil terhadap tingkat pengembalian kredit.
Berkaitan dengan tujuan dari penelitian ini, maka pada bagian ini akan
dibahas mengenai hasil analisis diskriminan yang memperlihatkan ada tidak-nya
perbedaan antar grup/ kelompok/kategori tingkat pengembalian/kolektibilitas
kredit dan juga untuk memperlihatkan variabel-variabel apa saja yang secara
signifikan berpengaruh terhadap teciptanya perbedaan tersebut.
Untuk mengestimasi koefisien fungsi diskriminan atau membuat
model/fungsi diskriminan digunakan sampel analisis (80 responden) dan untuk
menguji valid tidaknya fungsi diskriminan yang diperoleh digunakan holdout
sample atau sample validasi (40 responden).
4.3.1. Pengujian Asumsi
Sebelum masuk pada pembuatan model diskriminan dilakukan pengujian
terhadap asumsi yang harus dipenuhi pada analisa diskriminan yaitu bahwa varian
variabel bebas untuk tiap grup seharusnya sama. Dari hasil test of equality of
covariance matrices (tes persamaan matrik kovarian) yang diperlihatkan pada
output log determinan, dimana angka log determinan baik untuk kategori lancar
(12,050), kurang lancar (12,402), diragukan (11,701) dan macet (12,091) tidak
berbeda banyak sehingga grup matrik kavarian akan relatif sama untuk semua
grup. Sehingga proses diskriminant dapat dilanjutkan.
4.3.2. Pengujian Variabel Bebas
Berdasarkan hasil uji test of equality of goup means (tes persamaan rata-rata grup)
yaitu untuk menguji signifikansi variabel bebas, diperoleh adanya perbedaan yang
signifikan antar kelompok kolektibilitas kredit untuk variabel pendidikan khusus,
wirausaha, lama usaha dan omset. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya
angka sig. untuk F test pada tingkat signifikan 5% (dibawah 0,05) atau pada
tingkat derajat kepercayaan 95%, dimana:
- Jika sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar grup/kelompok;
14
- Jika sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar grup/kelompok
Dari 9 variabel yang diuji terdapat 4 variabel yang berbeda secara
signifikan untuk 4 grup/kelompok, yaitu Pendidikan Khusus, Wirausaha, lama
usaha dan omset. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian kredit oleh
para pelaku usaha mikro kecil dipengaruhi oleh adanya pendidikan tambahan
(bisa pelatihan atau kursus), jiwa kewirausahaan, lamanya usaha digeluti dan
banyaknya omset usaha yang dihasilkan.
Sedangkan pada variabel umur, pendidikan formal, tanggungan keluarga,
modal dan jenis usaha diperoleh angka sig. diatas 0,05. Hal ini berarti perbedaan
antar grup/kelompok atau kategori responden yang lancar, kurang lancar,
diragukan dan macet tidak dipengaruhi oleh variable tersebut.
4.3.3. Analisis Terhadap Variabel Yang Membentuk Fungsi Diskriminan
Untuk memastikan bahwa keempat variabel tersebut layak dimasukkan
pada fungsi diskriminan (mempunyai discriminating power yang tinggi), maka
dilakukan pendekatan dengan menggunakan Stepwise discriminant analysis atau
analisis diskriminan bertahap, dengan metode Mahalanobis distences. Untuk
melakukan analisis disriminan ini, seluruh variabel yang ada baik yang signifikan
maupun tidak pada uji variabel bebas tetap dikutsertakan, karena pada analisis
multivariat variabel-variabel dianggap suatu kesatuan. Hasil analisis menunjukkan
bahwa ternyata hanya ada 3 (tiga) variabel bebas saja yang akan digunakan untuk
membentuk fungsi diskriminan, yaitu variabel lama usaha, kewirausahaan dan
omset yang dihasilkan sedangkan variabel pendidikan khusus ternyata tidak
masuk dalam fungsi diskriminan. Hal ini menandakan bahwa discriminating
power ketiga variabel (usaha, kewirausahaan dan omset) memang tinggi,
sedangkan discriminating power untuk pendidikan khusus adalah rendah
sehingga tidak dimasukkan dalam pembentukan fungsi diskriminan.
Dan hasil metode Mahalanobis distences diketahui bahwa terdapat
perbedaan yang cukup besar antara responden yang mempunyai kriteria tingkat
pengembalian/ kolektibilitas lancar dengan responden yang diragukan dan macet,
adanya perbedaan ini dipertegas dengan munculnya nilai F sig yang kurang dari
15
0,05. Sedangkan antara grup lancar, dengan kurang lancar, serta antara grup
diragukan dengan macet memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar.
4.3.4. Pembentukan Fungsi Diskriminan
Sebuah fungsi diskriminan berfungsi untuk menempatkan sebuah kasus pada
pilihan grup tertentu, apakah akan masuk grup lancar, kuranglancar, diragukan atau
macet. Pada penelitian ini akan terbentuk 3 fungsi diskriminan karena ada 4 grup yang
digunakan. Fungsi diskriminan yang terbentuk pada analisis ini adalah sebagai berikut :
a) Fungsi Diskriminan 1
- Z Skor 1 = 4,794 +-1,768 Wrusaha +0,071 Lamaush +0,037 omset
b) Fungsi Diskriminan 2
- Z Skor 2 = -7,433 + 1,721 Wrusaha +0,084 Lamaush +0,070 omset
c) Fungsi Diskriminan 3
- Z Skor 3 = -1,444 + 0,604 Wrusaha +-0,129 Lamaush +0,071 omset
Ketiga fungsi diskriminan diatas, akan menempatkan/ memprediksi
responden masuk pada grup/kelompok/kategori mana pada kolektibilitas kredit,
apakah akan masuk kategori lancar, kuranglancar, diragukan atau macet.
Fungsi Z skor 1 akan memilah responden dengan katagori lancar atau
kurang lancar, Fungsi Z skor 2 akan memilah responden dengan katagori kurang
lancar atau diragukan, sedangkan Fungsi Z skor 3 akan memilah responden
dengan katagori diragukan atau macet. Pada kasus diskriminan 2 faktor, hal
tersebut mudah dilakukan karena hanya ada satu fungsi diskriminan, serta hanya
ada 2 kode (tipe). Dengan menetapkan Z cu sebagai batas skor, maka
pemasukan input segera menempatkan kasus pada tipe tertentu. Namun untuk
kasus pada penelitian ini menggunakan 4 tipe kelompok (kolektibilitas kredit),
sehingga perhitungannya akan lebih kompleks. Untuk itu Territorial Map atau
peta wilayah akan membantu penempatkan sebuah data pada tipe/kelompok
tertentu. Territorial Map atau peta wilayah pada dasarnya memetakan (mapping)
batas-batas setiap kode berdasar sumbu X (fungsi diskriminan 1), sumbu Y
(fungsi diskriminan 2) dan sumbu Z (fungsi diskriminan 3) sehingga dengan
16
melihat koordinat sebuah kasus (skor diskriminan yang diperoleh pada masing-
masing fungsi) maka akan dengan mudah melihat kasus atau data tersebut masuk
pada grup/kelompok mana. Didalam territorial map, setiap centroid kelompok
(nilai rata-rata skor fungsi diskriminan untuk suatu kelompok tertentu) ditandai
dengan asterisk (*). Batas kelompok ditunjukkan dengan angka yang sesuai
dengan nomor kelompok. Centroid kelompok 1 dibatasi dengan angka 1, begitu
juga untuk centroid kelompok 2, 3 dan 4.
Tabel 4. Nilai Rata-rata Skor Fungsi Diskriminan Untuk Setiap Grup/Kelompok Kolektibilitas Kredit
KOLEKTIBILITAS
Fungsi
1 2 3
1 1,593 ,419 ,072
2 ,813 -,423 -,125
3 -,897 -,522 ,106
4 -1,510 ,525 -,053
Sumber : Hasil Penelitian, 2006
17
Gambar 1. Grafik Territorial MapFungsi Diakriminan 2 -6,0 -4,0 -2,0 ,0 2,0 4,0 6,0 6,0 41 41 41 41 41 41 4,0 41 41 41 41 41 41 2,0 41 41 41 41 * 44211 4443322211 * ,0 44333 32 2211 44433 32 * 2211 444333 * 32 221 444333 32 211 444333 32 2211 444333 32 2211 -2,0 44333 32 2211 44433 32 221 444333 32 211 4333 32 2211 3 32 2211 32 2211 -4,0 32 221 32 211 32 22 32 32 32 -6,0 32
18
4.3.5. Menilai Validitas Analisis Diskriminan
Untuk mengetahui sejauh mana klasifikasi yang telah ditentukan sudah
tepat atau berapa persen terjadi kesalahan pada proses klasifikasi tersebut, dapat
dilihat dari hasil metode case wise results dan metode leave-one-out cross
validation. Hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan pada Sampel AnalisisTotal
1 2 3 4 DATA AWAL: Jumlah 1 8 10 1 1 20 Responden 2 3 15 1 1 20 3 0 2 11 7 20 4 0 1 1 18 20 % 1 40 50 5 5 100 2 15 75 5 5 100 3 0 10 55 35 100 4 0 5 5 90 100
VALIDASI Jumlah 1 8 10 1 1 20 SILANG Responden 2 3 13 3 1 20
3 0 3 10 7 20 4 0 2 3 15 20 % 1 40 50 5 5 100 2 15 65 15 5 100 3 0 15 50 35 100 4 0 10 15 75 100Sumber : Hasil Penelitian, 2006
Keterangan :a. 65,0% responden diprediksi atau diklasifikasikan secara tepat sesuai data aslinya.b. 57,5% dari hasil validasi silang diklasifikasikan secara tepat sesuai data aslinya.
KOLEKTIBILITAS Prediksi Keanggotaan Grup
Pada tabel 5 diatas, terlihat bahwa ketepatan prediksi dari model/fungsi
diskriminan adalah : ( 8 + 15 + 11 + 18 ) / 80 = 0,65 atau 65%. Hal ini berarti
65% dari 80 data yang diolah telah dimasukkan pada grup yang sesuai dengan
data semula atau dapat juga dikatakan 65% dari data telah terklasifikasi dengan
benar. Sedangkan hasil pengklasifikasian dengan metode leave-one-out cross
validation (kode b), didapat angka ketepatan klasifikasi data sebesar 57,5%.
Dengan diperolehnya angka ketepatan yang cukup tinggi tersebut yaitu masih
diatas 50%, menunjukkan maka model/fungsi diskriminan yang dihasilkan sudah
layak untuk membedakan keempat grup/kelompok tingkat pengembalian
kredit/kolektibilitas. Menurut Supranto (2004), apabila kelompok mempunyai
19
objek yang sama (the same sample size), persentase klasifikasi yang tepat karena
kebetulan ialah angka 1 (satu) dibagi dengan banyaknya kelompok (equal
chance). Pada penelitian ini terdapat 4 kelompok, sehingga 1/4 = 0,25. Hasil
ketepatan prediksi dari model/fungsi diskriminan adalah 65% lebih besar dari
25%, sehingga hasil analisis dianggap memuaskan.
Oleh karena angka ketepatan klasifikasi tersebut berasal dari sampel
analisis ( data yang digunakan untuk keperluan estimasi juga untuk validasi)
sehingga dikhawatirkan kesahihannya/ kevalidannya maka untuk pengujian model
dilakukan dengan menggunakan holdout sample atau sampel validasi. Caranya
adalah koefisien atau timbangan (weight) fungsi diskriminan yang diestimasi
dengan menggunakan analisis sampel dikalikan dengan nilai variabel prediktor
didalam sampel validasi untuk menghasilkan skor (nilai) diskriminan. Hasil skor
yang diperoleh akan menentukan apakah responden pada holdout sampel masuk
kategori lancar, kurang lancar, diragukan atau macet dengan bantuan grafik
territoral mapping.
Hasil analisis menunjukkan bahwa the hit ratio yaitu persentase
objek/kasus yang secara tepat diklasifikasi oleh fungsi diskriminan sebesar ( 7
+ 6 + 7 +8)/40 =0,70 atau 70%.
Tabel 6. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan pada Sampel Validasi/ Holdout
SampleTotal
1 2 3 4 DATA AWAL: Jumlah 1 7 3 0 0 10 Respoden 2 1 6 2 1 10 3 0 1 7 2 10 4 0 0 2 8 10 % 1 70 30 0 0 100 2 10 70 10 10 100 3 0 10 70 20 100 4 0 0 20 80 100Sumber : Hasil Penelitian, 2006
KOLEKTIBILITAS Prediksi Keanggotaan Grup
Pada kasus ini terlihat bahwa terdapat perbaikan nilai validasi dari
65,0% (pada analisis sampel) menjadi 70,0% (pada sampel validasi atau holdout
20
sample), semakin tinggi nilai validasi tentu semakin bagus karena akan semakin
tepat fungsi diskriminan dalam membedakan keempat kelompok kolektibilitas
kredit. Dan hal ini menunjukkan juga bahwa fungsi diskriminan yang telah
dibentuk juga territorial map yang telah dibuat, sudah layak dan valid untuk
digunakan dalam mengklasifikasi responden masuk pada grup/kelompok/kategori
mana dalam kolektibilitas kredit.
4.3.6. Pembahasan
Dari hasil analisis diskriminan diatas menunjukkan bahwa terdapat
beberapa variabel dari karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan profil usahanya
yang dapat membedakan atau mendiskriminasi responden pada kriteria
pengelompokkan tingkat pengembalian kredit/kolektibilitas. Hal tersebut
memberikan gambaran bahwa ukuran risiko kredit untuk segmen usaha mikro-
kecil tidak hanya cukup menggunakan indikator keuangan tetapi juga sangat
tergantung pada pemahaman calon debitur yang meliputi karakteristik pengusaha
mikro-kecil itu sendiri maupun profil usaha yang digelutinya.
Adapun variabel-variabel yang mempunyai discriminating power atau
kemampuan mendiskriminasi tinggi, sehingga mampu membedakan objek atau
responden pada kriteria kategori lancar dan non lancar (kurang lancar, diragukan
dan macet) adalah variabel wirausaha, lama usaha dan omset yang dihasilkan.
Terpilihnya ketiga variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Wirausaha.
Terpilihnya variabel ini sebagai variabel yang mampu membedakan
antara mereka yang lancar dan non lancar dalam hal pengembalian kredit
sangat dapat dipahami. Mereka yang memiliki jiwa wirausaha akan memiliki
pola pikir yang berbeda dengan mereka yang tidak memiliki jiwa wirausaha.
Pola pikir ini akan mempengaruhi sikap/karakter, tanggungjawab dan tindakan
seseorang terhadap usaha yang dijalankannya.
Melalui kajian empirikal, Hornoday (1982) dalam Herri (2004: 12-13),
berhasil merumuskan beberapa karakteristik wirausaha. Adapun karakteristik
dari wirausaha tersebut adalah : (1) kepercayaan terhadap diri sendiri, (2)
21
penuh energi, dan bekerja dengan cermat, (3) kemampuan untuk menerima
menerima resiko yang telah diperhitungkan, (4) memiliki kreatifitas yang
tinggi, (5) memilik tanggungjawab yang tinggi terhadap usaha yang dibentuk,
(6) memiliki fleksibilitas dan reaksi positif terhadap tantangan yang dihadapi,
(7) memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan, (8) memiliki kemampuan yang
tinggi untuk bergaul dengan orang lain, (9) memiliki kepekaan untuk
menerima saran-saran dan kritikan, (10) Memiliki pengetahuan akan pasar
yang dihadapi, (11) memiliki keuletan dan kebulatan tekad untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, (12) memiliki banyak akal dan
kebutuhan berprestasi yang tinggi, (13) memiliki inisiatif dan kemampuan
berdiri sendiri, (14) memiliki pandangan tentang masa yang akan datang, (15)
berorientasi pada laba, (16) memiliki sifat perseptif, jiwa optimisme dan
keluwesan, serta (17) memiliki pengetahuan/ pemahaman tentang produk dan
teknologi.
b. Lama Usaha
Lamanya usaha yang didirikan pelaku usaha mikro kecil terkait
dengan pengalaman dalam mengelola bisnis yang digelutinya. Semakin lama
dia berusaha, semakin tinggi pengalamannya dalam melakukan usaha tersebut
dan diharapkan semakin mudah dia mengendalikan resiko yang muncul dalam
setiap kegiatan usahanya.
Menurut Zimmerer (2002: 2 – 32), manajer-manajer bisnis kecil
perlu memiliki pengalaman dalam bidang yang akan dimasukinya. Dan
idealnya, wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai
berupa pengalaman kerja mengenai pengoperasian fisik bisnis dan
kemampuan konsep yang mencukupi; kemampuan memvisualisasi,
mengkoordinasi dan mengintegrasikan berbagai kegiatan bisnis yang sinergis.
Data statistik dari Small Business Administration (SBA)
memperlihatkan bahwa 63 % bisnis baru gagal dalam waktu 6 tahun. Sebab
utama kegagalan ini adalah karena manajemen yang kurang kompeten,
kurangnya pengalaman, lemahnya pengendalian keuangan, tidak adanya
perencanaan strategis, pertumbuhan yang tidak terkendali, salah lokasi,
22
kurangnya pengendalian persediaan, dan ketidakmampuan melaksanakan
transisi kewirausahaan.
c. Omset Usaha
Omset usaha akan terkait dengan pendapatan dan laba yang
diperoleh pengusaha mikro kecil. Semakin besar omset usaha yang
dihasilkan, semakin tinggi pula harapan untuk mendapatkan pendapatan dan
pada akhirnya semakin baik/lancar pula tingkat pengembalian kredit yang
diterimanya.
Menurunnya omset usaha seseorang akan mempengaruhi
keberhasilan bisnis usaha yang dikelolanya. Turunnya omset, diantaranya
dipengaruhi oleh kurangnya modal pengusaha dan kondisi pasar yang tidak
mendukung. Kasus di Kabupaten Purbalingga, tekanan terhadap bisnis usaha
mikro kecil (khususnya yang bergerak pada jenis usaha pengolahan) didalam
menjual produk yang dihasilkan dengan sistem konsinyasi/ kerjasama dengan
pemilik toko sangat kuat. Padahal sistem ini kurang menguntungkan bagi
pelaku usaha mikro kecil karena pembayaran dilakukan setelah barang/produk
laku terjual, disisi lain untuk membeli bahan baku dibayar dengan tunai.
Akibatnya omset usahanya menurun dan bila tidak mampu mengelola
keuangan dengan baik akan berakhir pada penutupan usaha yang akan
berimbas pada ketidaklancaran pengembalian kredit.
Menurut Zimmerer (2002), manajemen yang sehat adalah kunci
keberhasilan perusahaan kecil, dan manajer yang handal akan menyadari
bahwa semua keberhasilan bisnis memerlukan kendali keuangan yang pantas.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa investasi terbesar yang harus dilakukan
manajer bisnis adalah dalam persediaan, namun pengendalian persediaan
adalah salah satu tanggungjawab manajerial yang paling sering diabaikan
seorang pengusaha. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan
mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok akibatnya omset menurun.
23
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik
yang jelas antara kelompok responden yang lancar, kurang lancar, diragukan dan
macet. Adapun karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan profil usahanya yang
secara signifikan mampu menjelaskan terdapatnya perbedaan tingkat
pengembalian kredit usaha mikro kecil tersebut adalah jiwa wirausaha yang
dimiliki, lama usaha dijalankan, dan omset yang dihasilkan dalam usahanya. Dari
hasil cross tabulasi juga memperlihatkan bahwa ketersediaan modal awal usaha
dan adanya keikutsertaan pelaku usaha mikro kecil dalam pendidikan khusus
(pelatihan/keterampilan) juga cenderung memberikan pengaruh yang baik
terhadap terhadap kemampuan pengusaha mikro kecil dalam mengelola usahanya
dan ini tercermin dari kemampuan mereka memenuhi kewajiban pinjamannya.
Hal tersebut memberi petunjuk bahwa dalam mengelola lembaga keuangan
mikro pemahaman terhadap calon debitur menjadi suatu yang mutlak diperlukan.
Beberapa tahapan kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan
mikro sebagai upaya meminimalisasi risiko antara lain : (a) Evaluasi daftar
riwayat hidup calon debitur berdasarkan pengalaman dan sector usaha yang
dimiliki, (b) Evaluasi terhadap transaksi, (c) Optimisasi, artinya setiap outlet
mikro (unit operasional) diberi target tertentu untuk tetap menjaga agar
performance kredit yang diberikan tetap terjaga dengan baik.
Disisi lain keberhasilan penyaluran kredit oleh lembaga keuangan mikro
tidak hanya menyangkut keberhasilan dalam pendistribusian tetapi juga
menyangkut pemanfaatan kredit dan tingkat pengembalian kredit oleh pelaku
usaha mikro kecil. Oleh karena itu mekanisme kredit yang baik adalah yang
mampu mendistribusikan kredit secara tepat, efisien dan juga mampu
mengoptimalkan kemampuan penerima.
Hasil penelitian ini juga memberikan petunjuk bahwa selain ketersediaan
modal dalam upaya peningkatan omset usaha, pengembangan usaha dibidang
sumberdaya manusia juga perlu dilakukan dalam upaya penguatan usaha mikro
kecil dan sekaligus sebagai upaya dalam mengantisipasi timbulnya kredit
24
bermasalah. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: perlunya memasyarakatkan
kewirausahaan, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial, membentuk
dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan dan konsultasi usaha mikro
kecil serta penyediaan tenaga penyuluh yang memadai dan handal.
Disamping itu, Pemerintah Daerah juga perlu melakukan pemetaan
(mapping) terhadap keberadaan dan karakteristik pelaku usaha mikro kecil di
wilayahnya. informasi tentang keberadaan usaha mikro kecil ini tidak hanya
bermanfaat bagi lembaga keuangan tapi juga bermanfaat bagi pemerintah dalam
rangka mengambil kebijakan yang tepat dalam upaya pengembangan dan
penguatan usaha mikro kecil.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
a. Sulitnya memperoleh data tentang kondisi keuangan pengusaha mikro-kecil
karena pada umumnya administrasi/pencatatan keuangan usaha mereka kurang
tertib dan masih sangat sederhana, sehingga dalam penelitian ini tidak
mengangkat variabel rasio keuangan usaha mikro kecil.
b. Jumlah sampel sangat bervariatif untuk masing-masing variabel, sehingga
sulit untuk mengkaji secara mendalam bagaimana pengaruh variabel-variabel
yang diteliti (seperti variabel jenis usaha yang terdiri dari pengolahan,
perdagangan, dan jasa) terhadap tingkat pengembalian kredit. Hal tersebut
dikarenakan dalam penelitian ini hanya fokus melihat perbedaan antara
mereka yang lancar, kurang lancar, diragukan dan macet sehingga jumlah
sampel yang diambil hanya proporsional pada keempat perbedaan tersebut,
dan tidak proporsional terhadap perbedaan jenis usaha.
5.3. Saran
a. Untuk menganalisis secara mendalam terhadap variabel-variabel pada
karakteristik usaha mikro kecil yang akan diteliti maka jumlah sampel yang
diambil diusahakan proporsional berdasarkan jenis variabelnya.
b. Dalam upaya mengurangi resiko kredit perlu memperhatikan banyak aspek,
baik aspek internal perbankan sendiri maupun eksternal bank. Dalam
25
penelitian ini hanya menganalisa aspek eksternal bank saja yaitu melihat
hubungan tingkat pengembalian kredit dengan karakteristik peminjam/nasabah
(pelaku usaha mikro kecil). Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan
yang terkait dengan pengelolaan kredit oleh bank itu sendiri, seperti pengaruh
tingkat suku bunga, tingkat penagihan kredit, jumlah karyawan, kebijakan
perbankan dan lain sebagainya. Diharapkan dengan memperhatikan berbagai
aspek tersebut, strategi yang diambil dalam pengelolaan kredit untuk usaha
mikro kecil ini dapat dilakukan secara terpadu sehingga mendapatkan hasil
yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, 1997, Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/BPPP tanggal 30 April 1997 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
Basuki, Iben, 1999. Kajian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidaklancaran Pengembalian Kredit Usaha Kecil (Study Kasus di Bapindo Cabang Purwokerto). Tesis S-2, Program Pascasarjana, UNSOED, Purwokerto.(Tidak dipublikasikan).
Fernando, A.P, 2004. Pemahaman Debitur Mikro dan Pengelolaan Risiko Mikro Banking. Bank dan Manajemen edisi 78 Mei/Juni 2004, Jakarta.
Hair, S.E., Anderson, R.E., Tatham R.L, Black, W. Multivariate Data Analysis, Prentice Hall, Fifthe Edition, 1998.
Herri, 2004. “Karakteristik Kewirausahaan dan Prestasi Usaha Kecil dan Menengah Indonesia (Pendekatan Teori Berbasis Sumberdaya), Lembaga Penelitian Universitas Andalas, Padang.
Miller, D., and Toulouse,J.M., 1986. Strategi, Structure, CEO Personality and Performance in Small Firms, American Journal of Small Business.
Santoso, Singgih, 2002. Statistik Multivariat, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Supranto, J, 2004. Analisis Multivariat : Arti dan Interpretasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Zimmerer dan Scarborough, 2002. Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil, “Essentials of Entrepreuneurship and Small Business Management”. Prenhallindo, Jakarta.
26