Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

23
KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING INDONESIA MELALUI PENGUATAN SISTEM INOVASI Alkadri Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT PENGANTAR Tidak dapat dipungkiri lagi, intensitas persaingan antarnegara yang semakin tinggi telah menjadi ciri utama dinamika perekonomian global pada abad ke-21 ini. Eksistensi sebuah negara menjadi sangat ditentukan oleh kemampuan negara itu menciptakan basis-basis keunggulan kompetitif secara berkelanjutan. Kemampuan sumber daya manusia serta kemajuan inovasi dan teknologi pun menjadi kunci sukses dalam peningkatan daya saing suatu negara. Daya saing antarnegara di level internasional telah dikaji oleh berbagai institusi, baik secara menyeluruh maupun fokus pada sektor atau bidang tertentu. Berbagai institusi tersebut di antaranya adalah World Economic Forum (WEF), World Bank (WB), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), United Nations Development Programme (UNDP), Institute for Management Development (IMD) dan lain-lain. Daya saing yang disusun oleh WEF adalah berupa Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index atau GCI) yang menggunakan 12 pilar untuk mengukur daya saing suatu negara. WEF juga menyusun Indeks Daya Saing Pariwisata dan Perjalanan 1

Transcript of Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

Page 1: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING INDONESIA MELALUI PENGUATAN SISTEM INOVASI

AlkadriPusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT

PENGANTAR

Tidak dapat dipungkiri lagi, intensitas persaingan antarnegara yang

semakin tinggi telah menjadi ciri utama dinamika perekonomian global pada abad

ke-21 ini. Eksistensi sebuah negara menjadi sangat ditentukan oleh kemampuan

negara itu menciptakan basis-basis keunggulan kompetitif secara berkelanjutan.

Kemampuan sumber daya manusia serta kemajuan inovasi dan teknologi pun

menjadi kunci sukses dalam peningkatan daya saing suatu negara.

Daya saing antarnegara di level internasional telah dikaji oleh berbagai

institusi, baik secara menyeluruh maupun fokus pada sektor atau bidang tertentu.

Berbagai institusi tersebut di antaranya adalah World Economic Forum (WEF),

World Bank (WB), United Nations Conference on Trade and Development

(UNCTAD), United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), United

Nations Development Programme (UNDP), Institute for Management

Development (IMD) dan lain-lain.

Daya saing yang disusun oleh WEF adalah berupa Indeks Daya Saing

Global (Global Competitiveness Index atau GCI) yang menggunakan 12 pilar

untuk mengukur daya saing suatu negara. WEF juga menyusun Indeks Daya

Saing Pariwisata dan Perjalanan (Travel and Tourism Competitiveness Index atau

TTCI), Indeks Daya Tarik Investasi Swasta di Bidang Infrastruktur (Infrastructure

Private Investment Attractiveness Index), Indeks Teknologi Informasi Global

(Global Information Technology Index atau GITI) dan Indeks Kesenjangan Gender

Global (Global Gender Gap Index).

Selanjutnya, UNCTAD menyusun indeks kapabilitas inovasi (Innovation

Capability Index atau UNICI). UNICI ini fokus pada dua aspek, yakni aktivitas

inovasi sebagai indeks aktivitas teknologi (Technological Activity Index) dan

ketersediaan ketrampilan untuk inovasi sebagai indeks kapital manusia (Human 1

Page 2: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

Capital Index). Adapun UNIDO mengukur indeks kinerja daya saing industri,

khususnya daya saing industri manufaktur. Bentuk lainnya adalah indeks

pencapaian teknologi (Technology Achievement Index atau TAI) yang disusun

oleh UNDP, dengan penekanan pada teknologi informasi dan komunikasi

(information and communication technology). UNDP juga menyusun indeks

pembangunan sumberdaya manusia (Human Development Index atau HDI).

Sedangkan World Bank menyusun indikator kemudahan berbisnis (Doing

Business atau DB), untuk melihat kondusivitas lingkungan bisnis bagi pengusaha.

Kemudian, IMD mengupas daya saing berbagai negara secara komprehensif yang

disajikan dalam World Competitiveness Yearbook (WCY).

Dari berbagai pengukuran daya saing di atas, umumnya posisi Indonesia

relatif tertinggal oleh beberapa negara tetangga di kawasan Asia Pasifik (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan Ranking Daya Saing Indonesia dan Beberapa Negara di Kawasan Asia Pasifik

Negara

WEF (GCI)

WEF (Capacity

Innovation)

WEF (High-tech

Exports)

UNDP (Human Development

Index)

UNDP (Technology Achievement

Index)

WB (Doing

Business)

142 negara 138 negara 138 negara 187 negara 67 negara 183

negara2011-12 2010-11 2010-11 2011 2001 2011

Indonesia 46 30 40 124 56 126Malaysia 21 25 5 61 28 23Singapura 2 17 4 26 - 1Thailand 39 56 11 103 35 16Filipina 75 80 1 112 41 134Vietnam 65 32 58 128 - 90Brunei Darussalam 28 83 106 33 - 86

Korea 24 18 7 15 5 15Jepang 9 2 14 12 4 20Cina 26 21 6 101 40 87Hong Kong 11 49 26 13 - 2Taiwan 13 14 3 - - 24India 56 33 38 134 57 139Pakistan 118 58 75 145 61 96Banglades 108 115 86 146 - 118Sri Lanka 52 41 84 97 58 98Australia 20 23 61 2 8 11Selandia Baru 25 28 63 5 14 3Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, World Bank, UNDP.

POSISI DAYA SAING INDONESIA VERSI WORLD ECONOMIC FORUM

2

Page 3: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

Rilis terbaru indeks daya saing global (GCI) tahun 2011-2012 yang

dikeluarkan oleh WEF menempatkan Indonesia pada posisi ke-46 dengan skor

4,38, yang berarti menurun dua level dibandingkan tahun 2010, tetapi masih jauh

lebih baik dibandingkan tahun 2008 dimana Indonesia berada pada ranking ke-55.

Meskipun menempati urutan ke-46 pada tahun 2011, Indonesia tetap menjadi

salah satu negara berkinerja terbaik di kawasan Asia mengungguli India, Vietnam

dan Filipina, akan tetapi masih di bawah Malaysia, Cina dan Thailand.

Tabel 2. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI, 2008-2011

PillarRanking Score

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011Overall 55 54 44 46 4,25 4,26 4,43 4,38Pillar 1 Institutions 68 58 61 71 3,89 4,00 3,98 3,81Pillar 2 Infrastructure 86 84 82 76 2,95 3,20 3,56 3,77Pillar 3 Macroeconomic stability 72 52 35 23 4,91 4,82 5,15 5,66Pillar 4 Health and primary education 87 82 62 64 5,26 5,20 5,78 5,74Pillar 5 Higher education and training 71 69 66 69 3,88 3,91 4,18 4,16Pillar 6 Goods market efficiency 37 41 49 67 4,67 4,49 4,35 4,23Pillar 7 Labor market efficiency 43 75 84 94 4,59 4,30 4,23 4,06Pillar 8 Financial market sophistication 57 61 62 69 4,48 4,30 4,23 4,06

Pilar 9 Technological readiness 88 88 91 94 3,02 3,20 3,25 3,33Pillar 10 Marker size 17 16 15 15 5,11 5,21 5,21 5,22Pillar 11 Business sophistication 39 40 37 45 4,55 4,49 4,40 4,22Pillar 12 Innovation 47 39 36 36 3,42 3,57 3,71 3,59Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.

Menurunnya ranking Indonesia pada tahun 2011 ini terutama disebabkan

merosotnya kinerja sebagian besar pilar daya saing (perhatikan Tabel 2). Dari 12

pilar daya saing yang dijadikan ukuran oleh WEF, Indonesia mengalami

penurunan pada 8 pilar, yakni pilar institusi (dari urutan ke-61 tahun 2010 menjadi

ranking ke-71 tahun 2011), pilar kesehatan dan pendidikan dasar (dari 62 ke 64),

pilar pendidikan tinggi dan pelatihan (dari 66 ke 69), pilar efisiensi pasar barang

(dari 49 ke 67), pilar efisiensi pasar tenaga kerja (dari 84 ke 94), pilar kecanggihan

pasar keuangan (dari 62 ke 69), pilar kesiapan teknologi (dari 91 ke 94) dan pilar

kecanggihan bisnis (dari 37 ke 45). Sementara itu, dua pilar menggoreskan

peningkatan posisi, yaitu pilar infrastruktur dari 82 ke 76 serta pilar stabilitas

ekonomimakro dari 35 ke 23. Sedangkan dua pilar lainnya tidak mengalami

3

Page 4: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

perubahan ranking, dimana pilar ukuran pasar masih berada pada urutan ke-15

dan pilar inovasi tetap pada posisi ke-36.

Dengan posisi seperti di atas, WEF memasukkan Indonesia ke dalam

kategori efficiency-driven economy, bersama dengan 28 negara lainnya. Di

antaranya Cina, Malaysia dan Thailand. Dibandingkan dengan tahun 2008,

Indonesia telah mengalami transformasi tahapan pembangunan dari semula

factor-driven economy pada tahun 2008 menjadi economy in transition from factor-

driven economy to efficiency-driven economy pada tahun 2009 dan 2010.

Memasuki tahun 2011, tahapan pembangunan Indonesia bertransformasi lagi

menjadi efficiency-driven economy (perhatikan Gambar 1).

Gambar 1. Transformasi Tahapan Pembangunan Indonesia Menurut GCI, 2008-2011

4

20092008

2010 2011

Page 5: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

Memprhatikan kecenderungan transformasi di atas, maka peluang

Indonesia untuk mencapai tahapan innovation-driven economy dalam beberapa

tahun ke depan masih sangat terbuka. Sebagaimana diamanatkan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025

dan kemudian dipertegas melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pada tahun 2005 nanti tahapan

pembangunan Indonesia direncanakan sudah berada pada kategori innovation-

driven economy.

Gambar 2. Transformasi Pembangunan Indonesia Menurut Amanat RPJPN 2005-2025

Untuk mencapai tahapan innovation-driven economy, maka Indonesia

harus terus memperkuat pilar kecanggihan bisnis dan pilar inovasi. Dengan lain

perkataan, Indonesia membutuhkan kebijakan peningkatan daya saing nasional

melalui penguatan sistem inovasi.

5

Page 6: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

Daya Saing Pilar Kecanggihan Bisnis

Di dalam pilar kecanggihan bisnis, dalam beberapa tahun terakhir ranking

daya saing Indonesia memperlihatkan kecenderungan melemah. Apabila pada

tahun 2008 Indonesia mampu menduduki posisi ke-39 dari 134 negara (dengan

skor 4,5) dan kemudian meningkat menjadi urutan ke-37 dari 139 negara (skor

4,4) pada tahun 2010, maka memasuki tahun 2011 posisi Indonesia merosot

cukup signifikan ke urutan ke-45 dari 142 negara (skor 4,2).

Tabel 3. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI untuk Pilar Kecanggihan Bisnis, 2008-2011

Pillar and Variables

Ranking Score2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011134

negara133

negara139

negara142

negaraPillar 11 Business Sophistication 39 40 37 45 4,5 4,5 4,4 4,2

11.01 Local supplier quantity 50 50 43 57 5,0 (4,7)

5,0 (4,7)

5,0 (4,7)

4,9 (4,7)

11.02 Local supplier quality 57 58 61 68 4,8 (4,6)

4,7 (4,6)

4,6 (4,5)

4,5 (4,5)

11.03 State of cluster development 18 24 24 33 4,6

(3,6)4,5

(3,6)3,6

(4,5)4,2

(3,6)11.04 Nature of competitive advantage 38 34 33 41 3,9

(3,7)4,0

(3,6)4,1

(3,6)3,9

(3,6)

11.05 Value chain breadth 36 35 26 29 4,2 (3,8)

4,2 (3,7)

4,4 (3,7)

4,4 (3,7)

11.06 Control of international distribution 35 39 33 43 4,5

(4,1)4,4

(4,1)4,4

(4,0)4,3

(4,0)11.07 Production process sophistication 72 60 52 56 3,5

(3,8)3,7

(3,8)4,0

(3,9)3,9

(3,8)

11.08 Extent of marketing 55 56 56 61 4,7 (4,4)

4,4 (4,2)

4,4 (4,1)

4,2 (4,1)

11.09 Willingness to delegate authority 28 26 32 56 4,7

(4,1)4,5

(3,8)4,1

(3,7)3,8

(3,7)Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.

Melemahnya daya saing kecanggihan bisnis di atas terutama disebabkan

oleh merosotnya daya saing Indonesia dalam tujuh dari sembilan variabel

kecanggihan bisnis (perhatikan Tabel 3). Ketujuh variabel tersebut adalah

kuantitas pasokan lokal, kualitas pasokan lokal, pengembangan klaster oleh

negara, daya saing sumber daya alam, pengawasan terhadap distribusi

internasional, perluasan pasar dan pendelegasian dari pemerintah kepada swasta.

Menguatnya daya saing variabel keluasan rantai nilai dan variabel

kecanggihan proses produksi dalam waktu yang bersamaan ternyata belum

6

Page 7: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

mampu menahan laju penurunan daya saing pilar kecanggihan bisnis secara

kesuluruhan.

Sepanjang kurun waktu 2008-2011, skor yang diraih Indonesia untuk

semua variabel dalam pilar kecanggihan bisnis melebihi skor rata-rata, kecuali

variabel pengembangan klaster oleh pemerintah (2010) serta variabel

kecanggihan proses produksi (2008 dan 2009).

Daya Saing Pilar Inovasi

Berbeda dengan pilar keanggihan bisnis, posisi daya saing Indonesia untuk

pilar inovasi memperlihatkan tren yang semakin meningkat dalam beberapa tahun

terakhir. Jika pada tahun 2008 daya saing inovasi Indonesia masih menduduki

posisi ke-47 dengan skor 3,42, maka memasuki tahun 2011 (dan juga 2010)

Indonesia sudah mampu mendongkrak posisinya ke urutan ke-36 dengan skor

3,59 (simak Tabel 4).

Tabel 4. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI untuk Pilar Inovasi, 2008-2011

Pillar and VariablesRanking Score

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011134

negara133

negara139

negara142

negaraPillar 12 Innovation 47 39 36 36 3,42 3,57 3,71 3,59

12.01 Capacity of innovation 53 44 30 30 3,3 (3,4)

3,4 (3,3)

3,7 (3,2)

3,8 (3,2)

12.02 Quality of scientific research institutions 39 43 44 55 4,4

(4,0)4,2

(3,9)4,2

(3,8)3,9

(3,7)12.03 Company spending on R&D 34 28 26 31 3,8

(3,4)3,8

(3,3)4,0

(3,2)3,7

(3,2)12.04 University-industry collaboration in R&D 54 43 38 41 3,5

(3,4)3,8

(3,6)4,2

(3,7)4,1

(3,7)12.05 Government procurement of advanced technology product 87 34 30 34 3,4

(3,6)4,1

(3,6)4,2

(3,7)4,1

(3,6)12.06 Availability of scientists and engineers 31 31 31 45 4,9

(4,2)4,7

(4,1)4,7

(4,1)4,4

(4,1)12.07 Utility patents per million population 84 87 89 86 0,0 0,0 0,0 0,0

Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.

Ada empat dari tujuh variabel yang menjadi sumber penguatan daya saing

pilar inovasi, yakni variabel kapasitas inovasi (dari level ke-53 tahun 2008 menjadi

urutan ke-30 tahun 2011), variabel pengeluaran swasta untuk R&D (dari nomor 34

menjadi posisi ke-31, bahkan sempat menduduki ranking ke-26 pada tahun 2010),

7

Page 8: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

variabel kolaborasi perguruan tinggi-industri dalam R&D (dari nomor 54 tahun

2008 menjadi urutan ke-38 tahun 2010 dan menurun ke level 41 tahun 2011) serta

variabel belanja pemerintah terhadap produk teknologi tinggi (dari ranking ke-87

tahun 2008 menjadi urutan ke-34 tahun 2011, padahal sebelumnya sempat

menduduki posisi ke-30 tahun 2010).

Kecuali utilitas paten, secara keseluruhan variabel dalam pilar inovasi

memiliki skor di atas skor rata-rata selama periode 2008-2011. Hanya pada tahun

2008 skor yang diraih berada di bawah skor rata-rata, yakni variabel kapasitas

inovasi dan variabel belanja pemerintah untuk produk teknologi tinggi.

Daya Saing Innovation-driven Economy

Merujuk kepada perkembangan posisi daya saing kedua pilar di atas, yakni

pilar kecanggihan bisnis dan pilar inovasi, maka untuk menuju innovation-driven

economy Indonesia sudah berada jalur yang cukup baik. Hal ini diindikasikan oleh

terus meningkatnya posisi Indonesia dalam subindex innovation and sophistication

factors dari semula urutan ke-45 tahun 2008 menjadi ranking ke-41 tahun 2011.

Bahkan pada tahun 2010 Indonesia sempat menempati nomor 37 dari 139 negara

(lihat Tabel 5).

Tabel 5. Perkembangan Ranking Daya Saing Indonesia dalam GCI untuk Subindex Innovation and Sophistication Factors, 2008-2011

Subindex and PillarRanking Score

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011Subindex Innovation and Sophistication Factors 45 40 37 41 3,98 4,03 4,06 3,90

Pillar 11 Business Sophistication 39 40 37 45 4,55 4,49 4,40 4,22Pillar 12 Innovation 47 39 36 36 3,42 3,57 3,71 3,59Sumber : Dikutip dari Laporan WEF, beberapa edisi.

Menurunnya posisi daya saing Indonesia dalam subindex innovation and

sophistication factors selama periode 2011-2011 di atas memberikan peringatan

bahwa untuk menuju transformasi pembangunan ke tahapan innovation-driven

economy Indonesia harus menata kembali dan meningkatkan lagi kebijakan

pembangunannya pada basis-basis kecanggihan bisnis dan inovasi. Salah satu

upaya yang dapat ditempuh adalah penerapan kebijakan penguatan sistem

inovasi, baik di level nasional secara keseluruhan maupun di level regional,

sektoral dan tematik secara khusus.8

Page 9: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

KEBIJAKAN PENGUATAN SISTEM INOVASI

Untuk meningkatkan kembali daya saing Indonesia di ranah internasional,

maka kebijakan penguatan sistem inovasi dapat menjadi jawabannya (simak

Gambar 3). Kebijakan penguatan sistem inovasi merupakan wahana utama untuk

meningkatkan daya saing dan kohesi sosial dalam mewujudkan masyarakat yang

sejahtera, adil, maju mandiri dan beradab berbasis innovation-driven economy

sebagaimana diamanatkan dalam RPJPN 2005-2025.

Gambar 3. Kerangka Umum Penguatan Sistem Inovasi untuk Transformasi Pembangunan Indonesia Menuju Innovation-driven Economy 2025

Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, maju mandiri dan

beradab berbasis innovation-driven economy pada tahun 2025, ada enam misi

yang diemban, yaitu :

1. Membangun lingkungan atau kerangka dasar sistem inovasi yang

kondusif.

2. Membangun kapasitas inovatif institusi iptek dan daya absorpsi

industri.

9

Page 10: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

3. Membangun interaksi iptek-industri.

4. Membangun budaya inovasi.

5. Membangun koherensi dan keterpaduan fokus tematik.

6. Membangun kemampuan dalam menyelaraskan tantangan global.

Ada lima strategi utama berikut kebijakan-kebijakannya yang harus diusung

untuk merealisasikan innovation-driven economy pada tahun 2025, yakni :

1. Pengembangan pilar-pilar sistem inovasi nasional.

Pengembangan pilar-pilar sistem inovasi merupakan prasyarat dasar

yang perlu mendapatkan prioritas dalam menerapkan sistem inovasi

nasional. Pilar-pilar sistem inovasi ini menyangkut sumber daya

manusia, infrastruktur, kelembagaan, dokumen perencanaan,

pengembangan kerja sama dan lain-lain.

Fokus kebijakan yang terkait dengan pengembangan pilar-pilar sistem

inovasi antara lain adalah sebagai berikut :10

Page 11: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

a. Tata kelola penguatan sistem inovasi nasional.

a.1. Kelembagaan penguatan sistem inovasi nasional.

a.2. Dokumen strategis penguatan sistem inovasi nasional.

b. Penguatan infrastruktur khusus sistem inovasi nasional, terutama

yang berhubungan dengan peningkatan perlindungan dan

pemanfaatan HKI, perpajakan, pengembangan infrastruktur dasar

bagi sistem inovasi seperti taman iptek, laboratorium khusus

berstandar internasional, teknologi informasi dan komunikasi (ICT),

serta pendanaan aktivitas inovasi.

c. Pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang

menguasai iptek secara bertahap dari labor intensive menuju skilled

labor intensive dan kemudian human capital intensive berbasis

inovasi.

d. Pengembangan kerja sama internasional yang mendorong

pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

pemanfaatan berbagai best practices yang sudah dikembangkan di

berbagai negara.

2. Penguatan sistem inovasi pada klaster-klaster industri nasional untuk

mendukung pengembangan koridor ekonomi.

Pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia harus diiringi

dengan strategi penguatan sistem inovasi pada klaster-klaster industri

nasional sebagai centre of excellence dalam rangka mendukung

peningkatan kemampuan berinovasi untuk meningkatkan daya saing

nasional.

Strategi penguatan sistem inovasi pada klaster-klaster industri nasional

yang mendukung pengembangan koridor ekonomi ini membutuhkan

kebijakan-kebijakan yang terkait dengan :

a. Tata kelola penguatan klaster industri nasional dalam kerangka

sistem inovasi.

b. Penetapan klaster-klaster industri prioritas nasional.

11

Page 12: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

3. Penguatan sistem inovasi daerah.

Strategi penguatan sistem inovasi daerah ditujukan untuk mendorong

dan memberdayakan masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah

daerah yang sudah memiliki inisiatif untuk menumbuhkembangkan

potensi inovasi pada beberapa produk dan program unggulan wilayah,

misalnya :

Pengembangan Kawasan Inovasi Agroindustri di Gresik (Provinsi

Jawa Timur).

Pengembangan kawasan industri inovasi produk-produk hilir yang

terintegrasi untuk pengembangan kelapa sawit, kakao dan

perikanan.

Pengembangan Kawasan Inovasi Energi berbasis nonrenewable

dan renewable energy di Provinsi Kalimantan Timur.

Strategi penguatan sistem inovasi daerah membutuhkan kebijakan-

kebijakan berikut :

a. Tata kelola penguatan sistem inovasi daerah.

a.1. Kelembagaan penguatan sistem inovasi daerah.

a.2. Dokumen strategis penguatan sistem inovasi daerah.

b. Penetapan klaster industri prioritas daerah.

4. Penguatan jaringan sistem inovasi.

Keberhasilan penguatan jaringan sistem inovasi tergantung pada

upaya cerdas dan efektif para aktor inovasi dalam berkolaborasi, baik

dari unsur lembaga iptek dan perguruan tinggi, dunia usaha maupun

pemerintahan.

Pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan katalisator dapat berperan

dalam penguatan sistem inovasi melalui pemberian :

Insentif fiskal kepada dunia usaha (swasta, BUMN/BUMD) yang

melakukan inovasi. Insentif fiskal dapat pula diberikan kepada

12

Page 13: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

perusahan asing yang menggunakan teknologi dalam negeri atau

mentransfer teknologi dari luar negeri ke Indonesia.

Dana penelitian kepada pelaku inovasi dengan syarat bahwa (a)

produk inovasi sesuai dengan kebutuhan industri, (b) produk

inovasi sudah terbukti dapat meningkatkan produktivitas industri

yang bersangkutan. Kedua persyaratan ini menjadi penting bagi

pengembangan inovasi secara nasional.

Dunia usaha selaku pengguna hasil invensi dapat berperan dalam

penguatan sistem inovasi sebagai penggerak utama inovasi dengan

memberikan informasi state of the art kebutuhan invensi teknologi yang

memiliki nilai pasar yang baik. Sedangkan lembaga iptek dan

perguruan tinggi bisa mengambil peran dalam penguatan sistem

inovasi sebagai penghasil produk invensi.

Adapun kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh dalam strategi

penguatan jaringan sistem inovasi antara lain berkaitan dengan hal-hal

berikut :

a. Tata kelola jaringan sistem inovasi, terutama berupa kebijakan

penguatan interaksi antaraktor dalam sistem inovasi melalui tata

kelola kelembagaan, standar dan pedoman, serta mekanisme

pengelolaan interaksi.

13

Page 14: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

b. Manajemen pengetahuan, terutama berupa kebijakan pengelolaan

sumber daya manusia, organisasi, teknologi dan budaya

pembelajaran dalam rangka meningkatkan kapasitas inovatif aktor-

aktor yang terlibat dalam jaringan sistem inovasi

c. Penguatan infrastruktur jaringan sistem inovasi untuk mendukung

peningkatan interaksi dan aliran pengetahuan antaraktor dalam

kerangka jaringan sistem inovasi. Misalnya melalui e-development

dan science and technology park.

5. Penguatan teknoprener.

Strategi penguatan teknoprener ditujukan untuk melahirkan IKM/UKM

berbasis inovasi dalam berbagai bidang strategis yang mampu

mengoptimalkan interaksi dan pemanfaatan sumber daya perguruan

tinggi, lembaga litbang dan dunia usaha, sehingga dapat menghasilkan

berbagai produk inovatif.

Strategi penguatan teknoprener memerlukan berbagai kebijakan yang

terkait dengan hal-hal berikut :

a. Penguatan kerangka umum teknoprener yang kondusif untuk

menciptakan para wirausahawan baru berbasis teknologi.

b. Pengembangan infrastruktur khusus teknoprener, seperti sarana

pendidikan khusus teknoprener, lembaga intermediasi (pusat

inovasi UMKM, inkubator teknologi, inkubator bisnis) serta sarana

pembiayaan berisiko.

c. Penguatan budaya inovasi melalui pendidikan kewirausahaan

berbasis teknologi sedini mungkin, peningkatan kompetensi para

pengajar kewirausahaan berbasis teknologi, peningkatan apresiasi,

pengembangan teknologi masyarakat (kearifan lokal) serta

perlindungan HKI.

PENUTUP

Untuk meningkatkan kembali daya saing Indonesia di ranah internasional,

maka perlu dilakukan transformasi pembangunan dari tahapan efficiency-driven

14

Page 15: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

economy kepada tahapan innovation-driven economy melalui penguatan sistem

inovasi. Proses transformasi seperti ini memerlukan input pendanaan penelitian

dan pengembangan sebesar 1-3 persen dari PDB, yang berasal dari pemerintah

maupun dunia usaha.

Pelaksanaan transformasi pembangunan melalui penguatan sistem inovasi

dapat dilakukan melalui tujuh langkah perbaikan ekosistem inovasi, sedangkan

prosesnya dilakukan dengan menggunakan empat wahana percepatan

pertumbuhan ekonomi sebagai model penguatan aktor-aktor inovasi yang dikawal

secara ketat. Ketujuh langkah perbaikan ekosistem inovasi tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Perbaikan sistem insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan

budaya penggunaan produk dalam negeri.

2. Peningkatan kualitas dan fleksibilitas perpindahan sumber daya

manusia.

3. Pembangunan pusat-pusat inovasi untuk mendukung indusri/usaha

mikro, kecil dan menengah.

4. Pembangunan klaster inovasi daerah.

5. Perbaikan sistem remunerasi peneliti.

6. Revitalisasi infrastruktur penelitian dan pengembangan.

7. Perbaikan sistem dan manajemen pendanaan riset yang mendukung

inovasi.

Sedangkan empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi sebagai

model penguatan aktor-aktor inovasi terdiri dari :

1. Industri kebutuhan dasar (pangan, obat-obatan, energi dan air bersih).

2. Industri kreatif (berbasis budaya dan digital content).

3. Industri berbasis daya dukung daerah berstandar internasional seperti

taman iptek dan taman industri.

4. Industri strategis (pertahanan, transportasi, informasi dan komunikasi).

15

Page 16: Kebijakan Peningkatan Daya Saing Indonesia

Melalui tujuh langkah perbaikan ekosistem dan empat wahana percepatan

pertumbuhan ekonomi di atas, maka diharapkan innovation-driven economy akan

dapat tercapai pada tahun 2025, yang ditandai oleh :

1. Meningkatnya jumlah HaKI dari penelitian dan industri yang langsung

berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.

2. Meningkatnya infrastruktur taman iptek dan taman industri berstandar

internasional.

3. Tercapainya swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih

yang berkesinambungan.

4. Meningkatnya ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat

dibandingkan saat ini.

5. Meningkatnya jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah

industri dari berbagai daerah.

6. Tercapainya swasembada produk dan sistem industri pertahanan,

transportasi, serta informasi dan komunikasi (ICT).

7. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan,

kemakmuran yang merata dan kekokohan NKRI.

strengthening the innovation system to increase the competitiveness of Indonesia

16