Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara
-
Upload
phungtuyen -
Category
Documents
-
view
227 -
download
4
Transcript of Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara
Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara
Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah, demi mensejahterakan hajat hidup rakyat
bangasanya. Baik dari segi kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, pertahanan dan
keamanan negara, hingga pencerdasan warganya melalui jalur pendidikan. Dari sisi
perekonomian, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
memberikan insentif berupa subsidi yang diberikan baik untuk mengurangi beban konsumen
dalam mengonsumsi barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maupun untuk
mengurangi biaya produksi yang ditanggung oleh produsen dari suatu barang atau jasa.
Subsidi dapat diterapkan di dalam banyak hal, seperti pendidikan dan kesehatan. Namun
subsidi pada umumnya dititikberatkan pada pemberian keringanan terhadap konsumsi BBM
maupun BBG karena bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar
bagi masyarakat. Subsidi di bidang energi dianggap secara umum sebagai upaya untuk
―memeratakan kekayaan‖. Bagi negara-negara importir seperti Indonesia, subsidi diterapkan
untuk menjaga kestabilan harga ditengah tren harga bahan bakar yang terus naik.
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan berbagai negara dinilai berdampak pada
pemborosan dalam konsumsi, pengurangan keamanan energi, menghambat investasi-investasi
sumber daya alam ramah lingkungan, dan menghambat upaya-upaya dalam mengatasi
perubahan iklim. Subsidi energi menjadi jurus suatu negara dalam membantu masyarakatnya
menghadapi tekanan biaya hidup sehari-hari. Energi menjadi salah satu aspek vital dalam
sendi kehidupan. Maka dari itu perannya dalam tingkat kesejahteraan sangat besar.
Dampak energi pada kehidupan yang sangat penting ini membuat berbagai pemerintahan di
negara manapun memberi perhatian lebih pada komoditas itu. Tingkat kemiskinan suatu
negara juga ditentukan oleh faktor energi ini. Subsidi pada komoditas Bahan Bakar Minyak
(BBM) dalam hal ini membantu menekan naiknya harga barang dan jasa dari aspek biaya
produksi. Oleh karena itu efek dari kenaikan BBM ini akan menimbulkan peningkatan
kemiskinan dan pengangguran. Salah satu penyebab hal ini bisa terjadi karena penyedia
lapangan kerja akan memangkas ongkos labor-nya pada saat terjadi kenaikan harga BBM
dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) demi tetap menjaga kestabilan usaha.
Pada saat itulah pengangguran dan kemiskinan mulai bermunculan.
Subsidi memiliki dua muka dimana itu bisa menolong sekaligus melukai konsumen. Subsidi
menjadi bersifat menolong karena membuat masyarakat memiliki daya beli lebih atas bahan
bakar. Lebih jauh lagi akan mengurangi biaya yang diperlukan untuk memasak, menerangi
rumah, bahkan menjaga harga-harga tetap pada kondisi semula. Sebagai gambaran, menurut
IMF, setiap kenaikan BBM $ 0,25 per liter akan mengurangi daya beli riil masyarakat miskin
lebih dari 5%.
Namun di sisi lain, subsidi BBM menjadi bersifat melukai karena tidak tepat sasaran. Subsidi
BBM dinikmati oleh kalangan menengah keatas dimana 20% masyarakat kelas atas
menikmati murahnya BBM bersubsidi enam kali lipat dibandingkan manfaat yang dapat
dirasakan masyarakat kelas bawah. Merujuk pada kajian sebuah lembaga penelitian
Universitas Indonesia tercatat kelompok yang tidak masuk kategori miskin mengonsumsi
BBM jenis premium 8,2 kali lebih banyak dibandingkan kelompok miskin. Sedangkan untuk
BBM jenis solar, kelompok yang tidak termasuk kategori miskin mengonsumsi 99,4 kali lebih
banyak daripada kelompok miskin.
Bagi masyarakat kelas atas, mereka menjadi pemasukan utama bagi negara dalam menutupi
besarnya subsidi BBM baik melalui pajak penghasilan maupun pajak dari kegiatan konsumsi.
Lebih jauh lagi, penggunaan BBM yang semakin masif akan semakin menurunkan kualitas
hidup masyarakat di semua level pendapatan. Kemacetan dan polusi adalah dua hal utama
yang paling disorot. Bahkan New York Times pernah menggambarkan kondisi Jakarta
sebagai kota terbesar di dunia dengan tingkat kelajuan transportasi yang sangat lambat.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat juga merupakan efek samping dari penerapan subsidi
BBM. Bisnis biasanya menganggap bahwa tingginya harga bahan bakar akan membut mereka
kurang mampu bersaing dalam pasar global. Dalam jangka pendek hal tersebut mungkin saja
benar, namun di jangka panjang efeknya malah berbalik 180 derajat. Subsidi BBM akan
menghambat pertumbuhan dengan mengikat anggaran yang seharusnya bisa saja dipakai
untuk perbaikan human capital dan atau perbaikan infrastruktur.
Kebijakan yang Diterapkan di Indonesia
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2014 Republik Indonesia, dijelaskan bahwa Subsidi
merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian
rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Penyediaan anggaran subsidi oleh
pemerintah dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup besar,
penyediaan anggaran subsidi ini pun tetap harus memperhatikan kemampuan keuangan
Negara.
Sedangkan, Subsidi Energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui
perusahaan/lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM),
bahan bakar nabati (BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied
gas for vehicle (LGV) serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat.
Realisasi anggaran belanja subsidi energy dalam rentang waktu 2008 – 2013 secara nominal
mengalami peningkatan sebesar Rp76,8 triliun atau tumbuh rata – rata 6,1% per tahun, yaitu
dari Rp223,0 triliun pada tahun 2008 dan sebesar Rp299,8 triliun pada APBNP tahun 2013.
Dalam rentang waktu 2008 – 2013, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, dan LPG tabung 3
kg secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp60,8 triliun atau tumbuh rata – rata
7,5% per tahun dari sebesar Rp139,1 triliun pada tahun 2008 dan sebesar Rp199,9 triliun pada
APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran ini disebabkan oleh meningkatnya
volume konsumsi BBM bersubsidi dan LPG tabung 3 kg bersubsidi.
Melihat kondisi ini, Pemerintah kemudian mengambil langkah – langkah pengendalian agar
beban subsidi tidak memberatkan APBN. Kebijakan pengendalian yang dilakukan pemerintah
dari tahun 2008 – 2013 diantaranya adalah:
1. Meningkatkan program pengalihan pemakaian minyak tanah bersubsidi ke LPG
tabung 3 kg.
2. Meningkatkan pemanfaatan energi alternatif dan diversifikasi energi.
3. Melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume.
4. Mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusi tertutup secara
bertahap dan penyempurnaan regulasi.
Dan kebijakan lain yang dilakukan pemerintah dalam periode waktu ini adalah melakukan
penyesuaian terhadap harga jual eceran BBM bersubsidi.
Di tahun 2014 ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pembatasan
terhadap konsumsi BBM bersubsidi. Namun, kebijakan ini hanya diperuntukkan untuk BBM
subsidi berjenis solar. Staff Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah,
menjelaskan bahwa penghapusan subsidi BBM jenis solar yang di mulai pada 1 Agustus 2014
ditargetkan bisa menghemat dua juta kilo liter. Pemerintah akan melihat efektifitas dari
kebijakan baru ini yang kemudian akan dijadikan bahan evaluasi.
Dari banyak kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dari waktu ke waktu,
volume pertambahan terhadap BBM subsidi tetap saja mengalami peningkatan. Sehingga,
Uraian 1 Jan 2006 –
23 Mei 2008
24 Mei –
Nov 2008
1 Des – 14
Des 2008
15 Des 2008 –
14 Jan 2009
15 Jan 2009 –
21 Juni 2013
22 Juni 2013 -
Sekarang
Premium 4.500 6.000 5.500 5.000 4.500 6.500
Solar 4.300 5.500 5.500 4.800 4.500 5.500
Minyak Tanah 2.000 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500
Perkembangan Harga Eceran BBM bersubsidi tahun 2006 -
sekarang
kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dapat dikatakan tidak efektif untuk mencegah
meningkatkatnya volume penggunaan BBM bersubsidi.
Lalu siapakah yang menikmati BBM bersubsidi di Indonesia ?
Data kementerian ESDM menunjukkan proporsi BBM bersubsidi dinikmati oleh:
1) Pemilik mobil (53%) dibandingkan pemilik motor (47%);
2) Masyarakat di Jawa dan Bali (59%) dan
3) Angkutan darat (89 %).
Tercatat 25 persen rumah tangga berpenghasilan tertinggi menikmati 77 persen subsidi BBM
dibandingkan 25 persen rumah tangga berpenghasilan terendah yang hanya menikmati 15
persen subsidi BBM (Kementerian Keuangan, 2012).
Data ini menunjukan bahwa Subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah
atas dibandingkah oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Jika dibandingkan dengan
anggaran pendidikan dan kesehatan, persentase anggaran subsidi BBM ternyata jauh lebih
besar. BBM yang sebagian besar dikonsumsi untuk kebutuhan transportasi dan masalah
logistik ternyata bisa mengalahkan kebutuhan akan pendidikan yang pada APBN 2014
dianggarkan Rp368,9 triliun, bahkan anggaran kesehatan jauh lebih kecil dari subsidi BBM
dimana anggaran kesehatan pada APBN 2014 hanya dianggarkan 46,5 triliun.
Kebijakan yang Diterapkan di India
India merupakan negara besar di Asia yang populasi penduduknya menembus angka satu
miliar jiwa. Jumlah penduduk yang sangat besar ini berimplikasi pada besarnya jumlah
subsidi di bidang energi yang harus ditanggung oleh Pemerintah. India merupakan negara
dengan konsumsi bahan bakar fosil keempat terbesar di dunia, disertai dengan demand yang
terus meningkat seiring perkembangan perekonomian negara tersebut.
Subsidi energi di India meliputi subsidi terhadap produk – produk minyak bumi/gas serta
subsidi terhadap energi listrik. Produk turunan minyak bumi dan gas yang diberikan subsidi
hanyalah Solar, minyak tanah, dan LPG sehingga rakyat India menikmati harga yang lebih
rendah daripada harga di pasar internasional. Besaran harga untuk solar, minyak tanah dan
LPG itu diatur secara terpusat oleh Pemerintah India. Sedangkan untuk bensin, pemerintah
India telah melepas kendali penuh sejak tahun 2010 lalu, kemudian besaran harga bensin
diserahkan kepada Oil Marketing Company (OMC) yang penetapannya mengikuti harga
pasar. Akan tetapi, OMC hanya diperkenakan menyesuaikan harga bensin setiap dua minggu
sekali dan harus mendapat persetujuan pemerintah. Hingga akhirnya subsidi terhadap bensin
menjadi relatif sangat kecil.
Bahan Bakar Harga
Pasar
Harga
Ditetapkan
Total Subsidi
INR US$
Solar (dalam liter) 46,42 33,47 34.706 7.614
LPG (per 14,2 kg) 721,58 373,43 23.746 5.210
Minyak tanah (per
liter) 42,31 12,99 20.415 4.479
Bensin - - 2.227 489
Total 81.094 17.792
Sumber: International Institute for Sustainable Development
*Kalkulasi diatas menggunakan asumsi harga pada Januari 2012
Total subsidi yang ditanggung oleh India pada tahun 2011 sesuai jumlah dalam tabel diatas
memiliki proporsi 1,02 % terhadap PDB India. Di sisi lain, belanja pemerintah di bidang
kesehatan sebesar 1,27% terhadap PDB dan untuk belanja pemerintah di bidang pendidikan
sebesar 2,98% terhadap PDB.
Besaran subsidi untuk setiap satuan hitung di masing – masing jenis bahan bakar
menunjukkan angka yang sangat tinggi. Bahkan besaran subsidi mencapai dua per tiga dari
harga pasar. Artinya untuk setiap pembelian, pemerintah membayar lebih besar daripada
rakyat yang membeli.
Berikut tabel di bawah ini akan menggambarkan perbandingan besaran subsidi, harga pasar,
beserta harga yang ditetapkan pemerintah untuk setiap jenis bahan bakar mulai tahun 2004
hingga 2012.
Sumber: IMF
Dari grafik di atas tergambar bahwa terjadi tren kenaikan besaran subsidi bahan bakar di India
untuk minyak tanah, LPG, dan solar semenjak kuartal IV tahun 2008, setelah sebelumnya
mengenai penurunan yang sangat tajam. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak
internasional yang terus terjadi hingga sekarang.
Untuk menutupi subsidi bahan bakar yang sangat besar ini, terdapat tiga komponen yang
―bertanggung jawab‖ dalam artian menanggung subsidi tersebut, diantaranya
Penanggung subsidi Total
INR US$ Millions
Government 43.905 9.632
Upstream oil company 30.297 6.647
Oil marketing companies 6.893 1.512
Sumber : international institute for sustainable development
*Data dalam tabel diatas adalah besaran subsidi yang ditanggung pada tahun anggaran 2010-
2011
Tak berbeda jauh dengan Indonesia, pihak yang paling merasakan manfaat dari subsidi bahan
bakar adalah kelompok penduduk yang berpendapatan menengah keatas. Mereka adalah
kelompok masyarakat yang menggunakan bahan bakar dalam jumlah yang paling besar.
Penikmat Subsidi:
1. LPG
Dalam kurun waktu 2007-2008, 76% pengguna LPG sebagai bahan bakar utama untuk
memasak adalah masyarakat perkotaan, dan sekiar 40% penggunaan LPG dinikmati
oleh 6,75% penduduk terkaya India. Data tersebut berdasarkan studi yang dilakukan
oleh The Energy and Resources Institute.
2. Solar
Hampir 60% dari total penggunaan solar di India adalah untuk transportasi, dimana
54%nya adalah untuk transportasi jalan raya. Dan penggunaan ini menunjukkan tren
yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya kepemilikan atas kendaraan
pribadi, sehingga subsidi pun akan dinikmati oleh orang – orang yang memiliki
pendapatan mencukupi.
3. Minyak Tanah
Subsidi minyak tanah ditargetkan untuk meningkatkan aksesibiltas masyarakat miskin
terhadap bahan bakar minyak. Minyak tanah bukan hanya digunakan untuk memasak
akan tetapi juga untuk bahan bakar pencahayaan di dalam rumah. Sekitar 39% dari
masyarakat perkampungan menggunakan minyak tanah untuk bahan bakar
pencahayaan dan hanya 1,3 % yang menggunakannya untuk memasak. Sedangkan di
masyarakat perkotaan, 5,1% menggunakan minyak tanah untuk pencahayaan dan 8%
menggunakannya untuk memasak.
India yang notabene adalah sebuah negara berkembang dengan masih banyaknya penduduk
miskin sering dikomparasikan dengan kondisi di Indonesia. Pada tahun 2010, Pemerintah
India mengumumkan untuk menderegulasi sektor energi dengan mencabut subsidi BBM jenis
premium. Deregulasi ini berdampak naiknya harga BBM jenis premium dan meningkatkan
inflasi India yang saat itu sudah dua digit. Dengan dicabutnya subsidi BBM jenis premium,
Harga premium akan langsung mengacu kepada harga pasar dunia yang fluktuatif. Tujuan
utama pencabutan bertujuan mengurangi defisit anggaran belanja melalui mencabut subsidi
yang dibayar Pemerintah India ke BUMN migasnya. Walaupun sudah mengurangi subsidi
untuk BBM berjenis premium, subsidi untuk energi lainnya masih besar. Sumnber energi
yang masih disubsidi India antara lain, Diesel atau Solar, LPG, LSD Kerosene, dan Natural
Gas. Hal ini dimaksudkan agar anggaran subsidi lebih tepat sasaran dimana solar dan LPG
lebih banyak digunakan oleh penduduk yang berpenghasilan rendah.
Untuk solusi dari mahalnya harga BBM premium yang jika mengikuti harga pasar dapat
mencapai sekitar Rp11.500-12.000, pemerintah India melakukan kebijakan konversi BBG
memasang catalytic converter kit di mobil untuk mengalihkan bahan bakar antara gas dan
BBM. Jika BBM mahal maka gas yang akan dipakai. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah
India lebih memikirkan solusi dengan mendayagunakan sumber energi alternatif, yaitu bahan
bakar murah CNG (Compressed Natural Gas). Selain itu, Produsen mobil India seperti Tata
Motors yang umumnya menjadi produk mobil yang digunakan di India juga sudah
mengembangkan teknologi untuk memfasilitasi energi terbarukan. Hal ini sebenarnya dapat
ditiru oleh pemerintah Indonesia, alih-alih mengalokasikan anggaran subsidi BBM yang
sangat besar, Pemerintah Indonesia seharusnya juga fokus pada pengembangan industri yang
memfasilitasi energi terbarukan dan fokus pada bidang penelitian. Contohnya dalam mobil
listrik, Pemerintah Indonesia menganggap era mobil listrik masih jauh karena keterbatasan
infrastruktur di dalam negeri. Sementara pemerintah India terlihat agresif karena sudah
memiliki rencana terkait mobil listrik yang mereka sebut National Electric Mobility Mission
2020 dengan program mensubsidi mobil listrik.
Komparasi Strategi Pengendalian terhadap Konsumsi BBM Indonesia dan India
Indonesia India
1. Meningkatkan program pengalihan
pemakaian minyak tanah bersubsidi ke
LPG tabung 3 kg
2. Meningkatkan pemanfaatan energi
alternatif dan diversifikasi energi
3. Melakukan pembatasan kategori
pengguna BBM bersubsidi serta
pembatasan volume
4. Mengendalikan penggunaan BBM
bersubsidi melalui sistem distribusi
tertutup secara bertahap dan
penyempurnaan regulasi.
5. Melakukan penyesuaian terhadap harga
jual eceran BBM bersubsidi.
6. Melakukan pembatasan terhadap harga
BBM subsidi berjenis solar
1. Pemerintah India mengumumkan untuk
menderegulasi sektor energi dengan
mencabut subsidi BBM jenis premium
2. Pemerintah India melakukan kebijakan
konversi BBG memasang catalytic
converter kit di mobil untuk mengalihkan
bahan bakar antara gas dan BBM
3. Produsen mobil India seperti Tata Motors
yang umumnya menjadi produk mobil
yang digunakan di India juga sudah
mengembangkan teknologi untuk
memfasilitasi energi terbarukan
Penikmat Subsidi BBM
Indonesia India
1. Pemilik mobil (53%) dibandingkan
pemilik motor (47%);
2. Masyarakat di Jawa dan Bali (59%) dan
3. Angkutan darat (89 %)
Tercatat 25 persen rumah tangga
berpenghasilan tertinggi menikmati 77 persen
subsidi BBM dibandingkan 25 persen rumah
tangga berpenghasilan terendah yang hanya
menikmati 15 persen subsidi BBM
1. LPG
Pada tahun 2007-2008, 76% pengguna
LPG sebagai bahan bakar utama untuk memasak
adalah masyarakat perkotaan, dan sekiar 40%
penggunaan LPG dinikmati oleh 6,75% penduduk
terkaya India.
2. Solar
Hampir 60% dari total penggunaan solar
di India adalah untuk transportasi, dimana
54%nya adalah untuk transportasi jalan raya. Dan
penggunaan ini menunjukkan tren yang terus
meningkat seiring dengan meningkatnya
kepemilikan atas kendaraan pribadi, sehingga
subsidi pun akan dinikmati oleh orang – orang
yang memiliki pendapatan mencukupi.
3. Minyak Tanah
Minyak tanah bukan hanya digunakan untuk
memasak akan tetapi juga untuk bahan bakar
pencahayaan di dalam rumah. Sekitar 39% dari
masyarakat perkampungan menggunakan minyak
tanah untuk bahan bakar pencahayaan dan hanya
1,3 % yang menggunakannya untuk memasak.
Sedangkan di masyarakat perkotaan, 5,1%
menggunakan minyak tanah untuk pencahayaan
dan 8% menggunakannya untuk memasak
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2014 Republik Indonesia, Pemerintah telah memberikan
arah kebijakan subsidi BBM yang dapat dilakukan dalam periode 2015—2017, sebagai
berikut
Menata ulang kebijakan subsidi agar makin adil dan tepat sasaran
Menyusun sistem seleksi yang ketat dalam menentukan sasaran penerima subsidi
Menggunakan metode perhitungan subsidi yang didukung basis data yang transparan
Menata ulang sistem penyaluran subsidi agar lebih akuntabel
Mengendalikan anggaran subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 kg dan LGV
Serta arah kebijakan subsidi listrik melalui
Pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi;
Peningkatan penggunaan energi alternatif seperti gas, panas bumi, bahan bakar nabati
(biofuel), dan batubara untuk pembangkit listrik (sebagai pengganti BBM).
Arah kebijakan yang diberikan masih bersifat normatif, untuk hal yang bersifat teknis
pemerintah Indonesia bisa berkaca dari strategi yang dilakukan oleh negara India.
Kebijakan yang Diterapkan di Rusia
Rusia sebagai salah satu negara maju juga menerapka subsidi energi bagi warganya. Rusia
menduduki peringkat ke-3 dunia dalam pemberian subsidi terhadap penggunaan BBM bagi
masyarakatnya. Iran menduduki posisi pertama dengan subsidi tahunan mencapai sekitar $49
miliar dollar US dan pada tahun 2010 dan mencapai $65 miliar dollar US pada tahun 2012.
Pada posisi kedua, terdapat negara Arab yang memberikan subsidi sebanyak $44 miliar dollar
US untuk sektor perminyakan saja. kemudian diikuti dengan Russia sebesar $39,3 miliar
dollar US untuk sektor perminyakannya dan diikuti oleh India dan China.
Subsidi yang diberikan oleh pemerintah Rusia pada tahun 2009 untuk bahan bakar fosil
mencapai sebesar $34 miliar dollar US, sedangkan subsidi bahan bakar fosil secara global
pada saat itu adalah sebesar $312 miliar dollar US. Hal ini memiliki arti bahwa subsidi yang
diberikan oleh pemerintah Rusia cukup besar, yang mencapai lebih dari 10% subsidi dunia.
Dalam memberikan subsidi terhadap bahan bakar fosil, pemerintah Rusia memberikannya
dalam beberapa bentuk. Pertama, pemerintah Rusia memberikannya dalam bentuk subsidi
migas bagi perusahaan yang bergerak padak bidang produksi bahan bakar fosil di laut Arktik.
Pemerintah Rusia memberikan insentif bagi produsen – produsen ini untuk dapat berproduksi
terus menerus, sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan menghasilkan tenaga listrik yang
cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Contohnya adalah seperti yang
diberikan kepada Yamal Liquified Natural Gas, salah satu produsen LNG di Rusia.
Pemerintah Rusia memberikan bantuan dalam bentuk investasi dalam perusahaan tersebut
sebesar $5,75 miliar dollar US, padahal perusahaan tersebut hanya menghasilkan return
sebesar $4,35 miliar dollar US. Selain itu, pemerintah Rusia juga memberikan subsidi kepada
Prirazlomnoe Projects yang menghasilkan return sebesar $22,34 miliar dollar US, atau setara
dengan 53% kepemilikan perusahaan tersebut. Kedua, pemerintah juga menyalurkan bantuan
kredit terhadap perusahaan produsen bahan bakar fosil yang membutuhkan pinjaman sebesar
$3 miliar dollar US hingga $8 miliar dollar US untuk setiap proyeknya. Dan rata – rata
pinjaman ini banyak diberikan kepada listrik termal serta minyak dan gas. Hal ini
dimaksutkan oleh pemerintah Rusia untuk mencegah pengambil alihan kepemilikan oleh
pihak asing. Serta hal ketiga yang dilakukan oleh pemerintah Rusia adalah dengan
membebaskan pajak properti serta jaringan pipa yang sangat dibutuhkan oleh setiap
perusahaan minyak dan gas. Beberapa bentuk insentif inilah yang diberikan oleh pemerintah
Rusia kepada pihak produsen dari minyak dan gas yang terdapat disana. Sebetulnya,
pemerintah Rusia memberikan insentif – insentif tersebut bukan hanya untuk memberikan
kemudahan bagi pengusaha dan masyarakatnya saja, melainkan dengan maksud untuk
mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi yang berasal dari pasar modal atas berdirinya
perusahaan – perusahaan tersebut.
Kebijakan yang Diterapkan di Amerika Serikat
Dalam Pittsburgh Summit di bulan September 2009, negara-negara yang tergabung dalam G-
20 sepakat untuk menghapuskan setahap demi setahap dan merasionalisasi subsidi BBM-nya.
Kesepakatan ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfer. Tidak lama
setelah itu, Amerika Serikat di bawah pemerintahan Obama mengajukan pengeliminasian
pajak preferensi untuk produksi minyak dan gas dalam anggaran tahun 2010.
Kesepakatan G-20 dan pengajuan anggaran tahun 2010 tersebut menimbulkan pertanyaan
akan efek yang dapat ditimbulkan dari perubahan kebijakan yang bersangkutan, terutama
pada industri minyak dan gas Amerika Serikat, harga konsumen, dan sekuritas energi. Bagi
negara-negara di luar Organisation for Economic Co-opretaion and Development (OECD),
menghilangkan subsidi BBM dapat menjadi signifikan. Subsidi BBM pada 20 negara non-
OECD terbesar kebanyakan ditujukan langsung kepada harga konsumen, berjumlah sekitar
USD 310 milyar pada 2007 (IEA 2008). Subsidi BBM di Amerika Serikat sendiri memiliki
total sekitar USD 5,5 milyar pada tahun 2007, di mana mayoritasnya berbentuk keringanan
pajak bagi produsen (IEA 2007).
Jika dibandingkan dengan beberapa negara anggota G-20, subsidi minyak dan gas di Amerika
Serikat dapat dikatakan relatif kecil. Untuk estimasi 9 tahun periode dari 2011 hingga 2019,
pemerintahan Obama memproyeksikan kenaikan dalam pendapatan pajak sebesar USD 31,5
milyar. Dalam periode yang sama, perhitungan berdasarkan proyeksi US Energy Information
Administration (EIA) mengindikasikan produksi minyak dan gas domestik akan
menghasilkan pendapatan sebesar sekitar USD 3,4 triliun.
Tabel . Estimasi Pendapatan Pajak dari Penghapusan Pajak Preferensi Minyak dan Gas
(Sumber: US Office and Management Budget 2009)
Penutup
Memang kita tidak dapat membandingkan kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintahan
Indonesia dengan pemerintahan Rusia atau Amerika Serikat. Indonesia saat ini masih masuk
dalam kategori negara berkembang dan juga Indonesia kini sudah tidak lagi menjadi negara
eksportir minyak, namun satu hal yang dapat dijadikan masukan berharga bagi Indonesia
adalah subsidi yang sangat besar yang dilakukan baik oleh Rusia maupun Amerika Serikat
tidak ditujukan bagi konsumen untuk melakukan kegiatan konsumsi melainkan bagi produsen
yang mana tentu saja akan sangat berdampak bagi pendapatan negara.
Besarnya subsidi BBM yang diberikan pemerintah bagi warganya untuk melakukan kegiatan
konsumsi seharusnya dialihkan ke sektor lain yang lebih vital yang lebih mampu
menyejahterkan masyarakat kelas bawah. Masyarakat kelas bawah problemnya adalah
masalah kesehatan, pendidikan, dan pangan. Oleh karena itu, ketiga sektor itulah yang perlu
disubsidi pemerintah.
Alasan lain adalah subsidi BBM menimbulkan ekstenalitas negatif, maksudnya subsidi BBM
memberi dampak buruk (langsung atau tidak langsung) bagi sektor lain di sekitarnya.
Eksternalitas negatif ini misalnya: berkurangnya minyak bumi di dunia, polusi asap kendaraan
bermotor, kemacetan, dll. Dalam ilmu ekonomi barang yang memiliki eksternalitas negatif
hendaknya dikurangi atau dimusnahkan. Di negara maju, pemerintah sering tidak cukup untuk
menutupi eksternalitas yang diciptakan dari mengemudi. Situasi yang lebih gawat muncul di
negara berkembang. Banyak pemerintahan yang tidak hanya tidak cukup memberikan pajak
namun juga mengeluarkan biaya pendapatan untuk menyubsidi bahan bakar dan menjaga
harga gas tetap rendah. Akibatnya, pemerintah secara harfiah, membayari masyarakat untuk
mengemudi.
Menurut sebuah studi baru-baru ini IMF, pada 2011,sebanyak $ 480 milyar dihabiskan untuk
subsidi bahan bakar. Ini setara dengan 0,3 persen dari GDP global, atau 0,9 persen dari
pendapatan pemerintah di seluruh dunia, secara harfiah dihabiskan menjadi asap.
Alasan terakhir adalah kausalitas klasik BBM yaitu jika BBM masih murah maka orang-orang
tidak akan tertarik untuk menggunakan transportasi publik sebab mereka cenderung lebih
memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi yang lebih nyaman dan memakan biaya
murah. Harga BBM yang murah membuat masyarakat cenderung boros, over consumption,
dan tentu efeknya buruk, seperti anggaran negara yang semakin terbebani, polusi dan lainnya.
Sedangkan jika dialihkan ke infrastruktur atau pendidikan, apakah kondisi over infrastruktur
atau over pendidikan jelek dampaknya? Tentu tidak, efeknya jauh lebih bagus. Serupa tapi tak
sama, energi terbarukan pun tidak akan mungkin tercipta apabila masyarakat terus
mengandalkan BBM seperti premium dan solar. Jika BBM menjadi mahal, implikasinya
adalah kurangnya minat masyarakat untuk mengonsumsi BBM sehingga mereka akan mulai
‗melirik‘ energi lain yang lebih murah, dan tentunya transportasi publik akan laku sebab biaya
transportasi akan lebih murah dibandingkan biaya menggunakan kendaraan pribadi. Ini adalah
kunci sesungguhnya untuk mencapai masyarakat yang inovatif dan green-thinking.
Sumber referensi:
http://www.bps.go.id/getfile.php?news=1070
http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_india_review_february2014.pdf
http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_indonesia_review_i1v1.pdf
http://jakartagreater.com/haruskah-bbm-subsidi-dihapus/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/18/0746006/Hitunghitungan.Subsidi.BBM.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/02/10/anggaran-subsidi-energi-indonesia-
532932.html
http://oilprice.com/Energy/Gas-Prices/Why-Fuel-Subsidies-are-Bad-for-Everyone.html
http://oto.detik.com/read/2014/07/22/173658/2645056/1207/india-saja-ingin-beri-subsidi-
mobil-listrik-indonesia-kapan?
http://www.bappenas.go.id/files/4513/6508/2376/apakah-persoalannya-pada-subsidi-bbm---
oleh-hanan-nugroho__20081123135217__19.pdf
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Pembatasan%20Subsidi%20Bahan%20Bakar%
20Fosil%20dan%20Efisiensi%20Energi.pdf
http://m.kompasiana.com/post/read/491270/2/pengurangan-subsidi-bbm-kebijakan-yang-
mengawali-sebuah-kebijaksanaan.html
http://bisnis.liputan6.com/read/2089030/subsidi-bbm-lebih-tepat-untuk-pengembangan-
infrastruktur
http://www.lihat.co.id/2013/05/7-negara-dengan-subsidi-bbm-terboros-
di.html#axzz3Ah6QlEjE
http://www.jaringnews.com/ekonomi/umum/12894/soal-subsidi-bbm-indonesia-kalah-cerdas-
dibanding-brasil-dan-india
http://blogs.wsj.com/indiarealtime/2014/07/07/this-is-why-india-has-to-shrink-the-subsidy-
raj/
http://www.iisd.org/sites/default/files/publications/india_fuel_subsidies_fact_sheet.pdf
http://www.equitymaster.com/5MinWrapUp/detail.asp?date=05/19/2011&story=4&title=The-
real-culprit-behind-high-fuel-prices-in-India
http://www.antaranews.com/berita/447707/pembatasan-bbm-bersubsidi-bukan-pencabutan
http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2013/wp13128.pdf
http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/NK%202014.pdf
http://news.nationalgeographic.com/news/energy/2012/06/pictures/120618-large-fossil-fuel-
subsidies/
http://www.ictsd.org/bridges-news/biores/news/opinion-the-high-cost-of-cheap-energy-
russia%E2%80%99s-fossil-fuel-subsidies
http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_awc_russia_yamalprirazlomnoe_en.pdf
http://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/8668.pdf
http://www.earthtrack.net/blog/fossil-fuel-producer-subsidies-russia-first-look
http://rff.org/RFF/Documents/RFF-IB-09-10.pdf
http://sumutpos.co/2014/08/83386/pembatasan-solar-subsidi-cuma-kebijakan-konyol
Government Support to Upstream Oil & Gas in Russia : Lars Petter Lunden & Daniel
Fjaertoft, 2014