KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI INDONESIA (STUDY KASUS...
-
Upload
ikamariescha -
Category
Environment
-
view
1.475 -
download
3
Transcript of KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI INDONESIA (STUDY KASUS...
TUGAS MANDIRI
MATA KULIAH
EKONOMI POLITIK
(Dr. Marzuki, SE, DEA.)
MAKALAH
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI INDONESIA
(STUDY KASUS KEBIJAKAN RAD-GRK DI PROV. SULSEL)
IKA MARIESCHA M. TANRO
NIM : P0204214003
MAGISTER PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH
KONSENTRASI STUDI MANAJEMEN PERENCANAAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
(1)
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Isu perubahan iklim mulai mendapat perhatian dunia sejak diselenggarakannya
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil, pada tahun 1992. Pada
pertemuan itu, para pemimpin dunia sepakat untuk mengadopsi sebuah perjanjian
mengenai perubahan iklim yang dikenal dengan Konvensi Perubahan Iklim PBB
atau United Nations Framework Conventions on Climate Change (UNFCCC).
Tujuan utama dari konvensi ini adalah untuk menjaga kestabilan emisi Gas
Rumah Kaca (GRK) di atmosfer pada tingkat yang aman sehingga tidak
membahayakan sistem iklim bumi. Konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfer
yang tak terkendali adalah penyebab terjadinya perubahan iklim secara global
(Global Warming).
Di Indonesia sendiri, isu perubahan iklim belakangan ini mulai mendapat
perhatian luas dari berbagai kalangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa akibat
perubahan iklim banyak membawa dampak pada berbagai sektor kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Perubahan Iklim yang mendadak pasti akan memunculkan
perubahan kebijakan strategis yang dibuat oleh Pemerintah. Kadang perubahan
iklim yang drastis dapat menimbulkan bencana bagi kehidupan masyarakat.
Maka peran Pemerintah dalam menstabilkan perekonomian masyarakat sangat
dibutuhkan.
Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia.
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sedang menghadapi berbagai dampak yang
ditimbulkan oleh perubahan iklim. WWF Indonesia (1999) memperkirakan,
temperatur akan meningkat antara 1,30° C sampai dengan 4,60° C pada tahun
2100 dengan trend sebesar 0,10° C – 0,40° C per tahun. Selanjutnya, pemanasan
global akan menaikkan muka air laut sebesar 100 cm pada tahun 2100. Oleh
karena itu, dalam konferensi PBB tentang Perubahan Iklim tahun 2007 yang lalu
di Bali, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) pada tahun 2020 sebesar 26 persen dari BAU (business as usual) dengan
upaya sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional.
Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi yang menjadi tolak ukur pembangunan
di Indonesia Bagian Timur dan telah berkomitmen untuk melaksanakan amanat
(2)
Perpres 61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK dengan menuangkan rencana
penurunan emisi karbon lewat penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Serta menyadari pula bahwa aksi mitigasi
yang dilakukan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah prov. Sulsel
semata, namun menjadi tanggung jawab kabupaten / kota secara bersama-sama.
1.2. Rumusan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang, maka pembahasan yang akan coba diuraikan
atau dipaparkan pada penulisan paper ini antara lain :
1. Bagaimana ancaman perubahan iklim di Indonesia?
2. Bagaimana hubungan antara iklim dengan pemerintahan di Indonesia?
3. Bagaimana Kebijakan - kebijakan yang dilakukan Pemerintah mengenai
perubahan iklim berkaitan dengan kondisi ekonomi di Indonesia?
4. Bagaimana aksi mitigasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
terkait dengan penurunan gas rumah kaca?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana ancaman perubahan iklim di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara iklim dengan pemerintahan di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah
mengenai Perubahan Iklim berkaitan dengan kondisi ekonomi di Indonesia.
4. Untuk mengetahui bagaimana aksi mitigasi yang dilakukan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan terkait dengan penurunan gas rumah kaca.
(3)
2. LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Iklim
Iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan komposit
dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer di dalam suatu
kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Iklim bukan hanya sekedar
cuaca rata-rata, karena tidak ada konsep iklim yang cukup memadai tanpa ada
apresiasi atas perubahan cuaca harian dan perubahan cuaca musiman serta suksesi
episode cuaca yang ditimbulkan oleh gangguan atmosfer yang bersifat selalu
berubah, meski dalam studi tentang iklim penekanan diberikan pada nilai rata-
rata, namun penyimpangan, variasi dan keadaan atau nilai-nilai yang ekstrim juga
mempunyai arti penting.
Trenberth, Houghton and Filho (1995) dalam Hidayati (2001) mendefinisikan
perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer yang
akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang.
Menurut Effendy (2001) salah satu akibat dari penyimpangan iklim adalah
terjadinya fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena El-Nino akan menyebabkan
penurunan jumlah curah hujan jauh di bawah normal untuk beberapa daerah di
Indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat fenomena La-nina berlangsung.
Jenis-jenis iklim adalah sebagai berikut:
Iklim Matahari: iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya intensitas
sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
Iklim Koppen: iklim koppen didasarkan pada data temperatur udara dan
endapan yang dihubungkan dengan kelompok-kelompok tanaman.
Iklim Schmidt-Ferguson: iklim ini didasarkan pada perhitungan jumlah bulan-
bulan terkering dan bulan-bulan terbasah setiap tahun, kemudian dirata-
ratakan.
Iklim Junghuhn: Iklim ini didasarkan pada perhitungan garis ketinggian.
Penggolongan iklim ini sangat cocok digunakan untuk keperluan pola
pembudidayaan tanaman perkebunan, seperti teh, kopi, dan kina. Iklim (4)
Junghuhn meliputi iklim panas, iklim sedang, iklim sejuk, iklim dingin, dan
iklim salju tropis.
Iklim Oldeman: iklim ini didasarkan pada jumlah curah hujan di suatu tempat.
Perubahan iklim bukanlah hal baru. Iklim global sudah selalu berubah-ubah.
Jutaan tahun yang lalu, sebagian wilayah dunia yang kini lebih hangat, dahulunya
merupakan wilayah yang tertutupi oleh es, dan beberapa abad terakhir ini, suhu
rata-rata telah naik turun secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi
matahari, misalnya, atau akibat letusan gunung berapi secara berkala. Namun,
yang baru adalah bahwa perubahan iklim yang ada saat ini dan yang akan datang
dapat disebabkan bukan hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena
berbagai aktivitas manusia.
2.2. Pengertian Efek Rumah Kaca
Perubahan iklim yang ada saat ini dan yang akan datang dapat disebabkan bukan
hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia.
Kemajuan pesat pembangunan ekonomi kita memberikan dampak yang serius
terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran secara besar-besaran batu
bara, minyak, dan kayu, misalnya, serta pembabatan hutan. Kerusakannya
terutama terjadi melalui produksi ‘gas rumah kaca’, dinamakan demikian karena
gas-gas itu memiliki efek yang sama dengan atap sebuah rumah kaca. Gas-gas itu
memungkinkan sinar matahari menembus atmosfer bumi sehingga
menghangatkan bumi, tetapi gas-gas ini mencegah pemantulan kembali sebagian
udara panas ke ruang angkasa. Akibatnya, bumi dan atmosfer, perlahan-lahan
memanas.
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Efek Rumah Kaca adalah
Suatu proses pemantulan energi panas ke atmosfer dalam bentuk sinar-sinar infra
merah. Sinar-sinar infra merah ini diserap oleh karbondioksida dan di atmosfer
yang menyebabkan kenaikan suhu. Berbagai unsur di atmosfer yang
mengakibatkan efek rumah kaca. Beberapa gas rumah kaca dihasilkan secara
alamiah di atmosfer, sementara yang lainnya merupakan akibat berbagai aktivitas
manusia seperti membakar bahan bakar fosil seperti batu bara. Gas-gas rumah
kaca terdiri dari uap air, karbon dioksida, metan, nitrogen oksida, dan ozon.
Berikut proses dari efek rumah kaca :
(5)
Di dalam atmosfer GRK berperan seperti layaknya suatu kubah kaca yang
menyelubungi bumi, dalam artian gas ini meloloskan gelombang-gelombang
pendek dari matahari menuju bumi, akan tetapi di saat gelombang tersebut
diradiasikan kembali oleh bumi gas ini menahannya. Dengan kata lain, radiasi
yang datang ke bumi dari matahari tidak dapat dipantulkan kembali karena
terjebak oleh adanya gas-gas rumah kaca tersebut. Secara otomatis radiasi yang
terkumpul di bumi akan semakin besar dan meningkatkan suhu bumi. Ini
merupakan analog sederhana mengenai GRK dan peningkatan suhu di bumi.
2.3. Pengertian Pemerintahan
Ada beberapa pengertian mengenai istilah “pemerintah” atau ”pemerintahan”
yang dikenal dalam berbagai disiplin ilmu yaitu antara lain :
1. J.S.T Simorangkir
Pemerintahan adalah sebagai organ (alat) negara yang menjalankan tugas (fungsi)
dan pengertian pemerintahan sebagai fungsi daripada pemerintah.
2. Muh. Kusnardi
(6)
E f e k R u m a h K a c a
A T M O S F I R
B U M I
Sebagian radiasi matahari dipantulkan oleh atmosfir dan permukaan bumi
Sebagian radiasi infra merah melewati atmosfir dan hilang di angkasa
Radiasi matahari yang keluar:103 Watt per m2
Radiasi neto matahari yang masuk: 240 Watt per m2
Radiasi neto matahari yang masuk: 240 Watt per m2
Radiasi matahari yang masuk: 343 Watt per m2
Radiasi matahari melalui atmosfir yang jernih
168 Watt per m2
Energi matahari diserap permukaan bumi dan menghangatkannya …
Sebagian radiasi infra merah diserap dandiemisikan kembali oleh molekul-molekulgas rumah kaca. Efek yang langsungditimbulkan adalah meningkatnya suhupermukaan bumi dan troposfir
Permukaan bumi menerima lebih banyak panas dan radiasi inframerah diemisikan kembali
… dan diubah menjadi panas yang menyebabkan emisi gelombang panjang (infra merah) kembali ke atmosfir
MATAHARI
Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan yang tidak hanya
menjalankan tugas eksekutif saja melainkan juga meliputi tugas-tugas lainya,
termasuk legislatif dan yudikatif.
3. U. Rosenal
Pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi tentang penunjukan cara kerja
kedalam dan keluar struktur dan proses pemerintahan umum.
4. W.S.Sayre
Pemerintahan definisinya sebagai organisasi dari negara yang memperlihatkan
dan menjalankan kekuasaannya.
5. Syafie Inu Kencana
Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan
pengurusan (eksekutif), pengaturan (legistlatif), kepemimpinan dan koordinasi
pemerintahan (baik pusat dengan daerah maupun rakyat dengan pemerintahnya)
dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar.
6. C.F.Strong
Pemerintahan adalah suatu yang mempunyai kewenangan atau kekuasaan untuk
memelihara kedamaian dan keamanan negara, kedalam dan keluar.
2.4. Pengertian Ekonomi
Pengertian Ekonomi adalah salah satu bagian dari ilmu sosial yang mempelajari
aktivitas manusia yang hubungannya dengan distribusi, produksi, dan juga
konsumsi terhadap jasa dan juga barang. Untuk pengertian Ekonomi secara umum
adalah sebuah bidang ilmu tentang pengurusan sumber material per Individu,
masyarakat dan juga Negara, guna untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
Berikut adalah beberapa Pemahaman para ahli ekonomi yaitu antara lain :
1. Hermawan Kartajaya - Menurutnya Pengertian Ekonomi ialah platform
dimana sektor industri yang melekat diatasnya
2. Paul A. Samuelson - Cara-cara yang dilakukan oleh manusia dan juga
kelompoknya guna untuk memanfaatkan sumber yang terbatas dan untuk
memperoleh berbagai komoditif dan mendistribusikannya dan akan dijadikan
konsumsi oleh masyarakat.
3. Mill J. S - Ekonomi adalah sains pratikal tentang penagihan dan
pengeluaran.(7)
4. Abraham Maslow - Ekonomi menurut Abraham Maslow adalah suatu
bidang pengkajian yang mencoba untuk menyelesaikan masalah keperluan asas
kehidupan didalam manusia dengan melalui pengemblengan segala sumber
ekonomi yang berasaskan prinsip dan teori dalam suatu sistem ekonomi yang
dianggap efisien dan efektif.
5. M. Manulang - Menurutnya pengertian ekonomi adalah suatu ilmu yang
mempelajari masyarakat dalam usahanya tersebut guna untuk mencapai
kemakmuran, keadaan dimana suatu manusia dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dari segi pemenuhan kebutuhan barang atau jasa.
6. Adam Smith - Pengertian Ekonomi menurut adam smith adalah
penyelidikan tentang keadaan dan juga sebab adanya kekayaan suatu negara.
3. PEMBAHASAN
3.1. Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia
Di Indonesia sendiri, isu perubahan iklim belakangan ini mulai mendapat
perhatian luas dari berbagai kalangan. Laporan para ahli perubahan iklim yang
tergabung dalam IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang
dipublikasikan pada awal april tahaun 2012, menjadi salah satu pemicu
munculnya kesadaran berbagai kalangan terhadap ancaman perubahan iklim di
negeri ini. Laporan yang bertajuk Climate Change Impacts, Adaptation, and
Vulnerability menunjukkan ancaman-ancaman perubahan iklim yang sudah
terjadi dan diperkirakan akan terjadi di masa depan. Selain itu, posisi Indonesia
sebagai tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim tahunan yang diselenggarakan di
Nusa Dua, Bali, pada tahun 2007, mau tidak mau mewajibkan pemerintah untuk
meningkatkan perhatian dan kesadarannya terhadap isu ini. Selain itu, posisi
Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim tahunan yang
diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, pada tahun 2007, mau tidak mau mewajibkan
pemerintah untuk meningkatkan perhatian dan kesadarannya terhadap isu ini.
Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis, Indonesia merupakan
salah satu negara yang paling rentan terhadap ancaman dan dampak dari
perubahan iklim. Letak geografis dan kondisi geologisnya menjadikan negeri ini
semakin rawan terhadap berbagai bencana alam yang yang terkait perubahan
(8)
iklim, menurut laporan IPCC, Indonesia akan menghadapi berbagai ancaman dan
dampak dari perubahan iklim. .
Pemanasan global telah menyebabkan pergeseran iklim yang tidak menentu,
dimulai dari berubahnya musim penghujan dan musim kemarau, berubahnya
intensitas curah hujan di beberapa daerah yang berdampak pada banjir di satu
daerah sementara daerah lain mengalami kekeringan. Potensi kejadian bencana
iklim ekstrim dapat menyebabkan kerugian baik materi maupun non material, dan
dapat mempengaruhi dan mengganggu berkembangnya faktor ekonomi dan sosial
yang ada di masyarakat, antara lain kesehatan masyarakat, kerusakan dan
kehilangan properti, kerusakan infrastruktur, kehilangan mata pencaharian,
kerugian akibat gagal panen, dan kerusakan ekosistem dan sumber daya
lingkungan. Banyak sektor pembangunan yang akan terkena dampak perubahan
iklim, dan sektor tersebut adalah sektor yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat, karena terkait dengan penyediaan kebutuhan hidup masyarakat.
Sektor pertanian, sumber daya air, perikanan dan pesisir, kesehatan adalah
beberapa sektor yang dianggap penting dan berpotensi mempunyai kerentanan
yang tinggi terhadap perubahan iklim.
Dampak dari hal ini tentu saja berpengaruh besar terhadap kita semua khususnya
bagi daerah-daerah yang menggantungkan roda ekonominya pada sektor
pertanian. Pergeseran musim tanam, serangan hama dan penyakit dan bahkan
kegagalan panen merupakan momok bagi petani-petani kita. Begitu pula dengan
saudara kita di pesisir yang menggantungkan hidupnya di laut, mereka harus
berjuang melawan tidak menentunya musim dan perubahan migrasi ikan. Hal
tersebut secara mikro dapat menurunkan pendapatan masyarakat dan pada tataran
makro dapat menurunkan tingkat produktifitas secara umum.
Penelitian yang dilakukan oleh Gordon Mc Grahanan dari International Institute
for Environment and Development Inggris, menemukan bahwa sekitar 10% dari
total penduduk bumi atau sekitar 630 Juta orang yang bermukim sekitar 10 meter
dari pinggir pantai terancam akan tenggelam ketika es di kutub mencair akibat
perubahan iklim. Kota-kota besar seperti Jakarta, Makassar, Padang, dan beberapa
kota di Jawa Barat akan tenggelam beberapa dekade mendatang, jika kita merujuk
pada penelitian tersebut. Menurunnya produksi pangan akibat gagal panen yang
disebabkan oleh banjir dan kekeringan juga diperkirakan akan semakin sering
(9)
terjadi, beberapa daerah di bagian timur Indonesia seperti papua dan Nusa
Tenggara Timur merupakan wilayah yang paling rawan terhadap ancaman ini.
Sebagaimana diketahui, kejadian kekeringan dan banjir dapat berakibat pada
kondisi sosial-ekonomi. Sebagai gambaran, kerugian ekonomi akibat bencana
terkait iklim sejak tahun 2007 dapat mencapai jutaan US dollar dan
mempengaruhi kehidupan jutaan manusia.
Meningkatnya suhu memicu peningkatan prevalensi beberapa penyakit yang
terkait iklim seperti malaria, diare, dan penyakit saluran pernapasan. Kelangkaan
air bersih akibat kekeringan dan merembesnya air asin karena permukaan air laut,
memicu peningkatan penyakit di masa depan. Untuk kasus malaria, peningkatan
suhu menyebabkan vektor nyamuk malaria yang sebelumnya hanya hidup di
daerah rendah, kini dapat hidup di daerah dataran tinggi yang sebelumnya bebas
malaria. Hal ini menyebabkan peningkatan penyakit malaria di berbagai daerah di
Indonesia.
Untuk konteks kekinian di Indonesia, Indonesia dikarakteristikkan sebagai negara
dengan emisi GRK level tinggi, yang menempatkan Indonesia sebagai satu dari
sepuluh negara dengan peringkat tinggi di dunia terkait emisi GRK juga negara
yang paling terkena dampak negatif perubahan iklim. Emisi GRK mencapai 1.79
Gt CO2e pada tahun 2005, dengan penyebab emisi utama dari pengalihan
penggunaan lahan dan hutan, diikuti energi, emisi terkait kebakaran lahan gambut,
limbah, pertanian dan industri. Berikut lihat gambar di bawah ini.
(10)
3.2. Hubungan antara Iklim dan Pemerintahan
Ada hubungan secara langsung maupun tidak langsung antara iklim dan kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah suatu Negara. Secara tidak langsung, iklim dapat
mempengaruhi karakter dan watak suatu negara yang akan terbawa pada
pengambilan kebijakan luar negerinya. Secara langsung, iklim dapat berpengaruh
terhadap kebijakan strategis yang mengatur tatanan kehidupan sosial ekonomi.
Jika ada perubahan iklim yang mendadak, pasti akan memunculkan perubahan
kebijakan strategis dalam sosial ekonomi masyarakat.
Para ahli ekonomi memandang bahwa selain kondisi politik dan keamanan, maka
kondisi umum geografis dalam hal ini kondisi iklim dari suatu negara merupakan
faktor x yang sangat luas berpengaruh terhadap berbagai aktifitas perekonomian
masyarakat. Mereka berpendapat bahwa ; inti dari masalah perubahan iklim
adalah “Ekonomi”. Perekonomian Global telah menciptakan kontradiksi-
kontradiksi dalam kehidupan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain,
antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Sistem pasar gagal
mengakomodasi masalah lingkungan sehingga proses ekonomi meninggalkan
masalah serius , seperti penipisan lapisan ozon, kehancuran keragaman
hayati, dan perubahan iklim, serta membuat semakin memburuknya situasi
kemiskinan di Negara-negara berkembang. Resiko akibat pemanasan global
berbeda-beda. Tetapi kenaikan suhu dua derajat celcius adalah bencana bagi
(11)
Negara berkembang. Negara-negara pulau kecil, seperti maladewa, terancam
tenggelam kalau permukan laut naik. Sementara Negara maju seperti belanda
letaknya di bawah permukaan laut, dapat bertahan karena memiliki teknologi.
Negara maju tidak memenuhi target protocol Kyoto. Antara tahun 1994 dan 2004
jumlah emisi karbon dioksida di negara maju, kecuali rusia, polandia, rusia, naik
88 %. Mereka meminta Negara berkembang juga mengurangi emisinya tanpa ahli
teknologi dan pendanaan. Rintangan besar dalam kerjasama global untuk
menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, adalah kesenjangan tingkat
pendapatan, sumber daya financial, perdagangan, teknologi, kontrol dan hak
voting di lembaga-lembaga multilateral seperti bank dunia, Dana Moneter
Internasional, organisasi perdagangan dunia (WTO), serta kurangnya kepatuhan
pada demokrasi multilateralisme
3.3. Hubungan antara Iklim dengan Perekonomian di Indonesia
Pada tataran global, perubahan iklim merupakan isu global, yang tidak dapat
diselesaikan hanya oleh satu atau dua negara saja. Secara historis sebagian besar
dari emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global yang bertumpuk di atmosfer
disebabkan oleh negara maju, yang telah lebih dulu melakukan kegiatan ekonomi.
Namun, dalam kurun dua dekade terakhir ini, penumpukan emisi juga terjadi di
negara berkembang yang disebabkan karena pertumbuhan ekonomi dan kegiatan
alih guna lahan di negara-negara berkembang.
Indonesia adalah contoh negeri yang telah dan sedang menjadi korban perubahan
iklim. Banyak negara-negara berkembang mengalami situasi yang sama. Siapa
yang harus mengakhiri penderitaan negeri dan masyarakat ? Amat jelas,
dibutuhkan sejumlah upaya untuk merekonstruksi, diluar hanya sekedar adaptasi.
Ini adalah isu mengenai pembangunan dan hak asasi manusia, bukan sekedar
derma atau bantuan.
Jawaban atas pertanyaan ini adalah tindakan pemerintah yang memiliki tanggung
jawab historis dan terus menerus mengemisi gas rumah kaca dan kapasitas dengan
kekayaan yang cukup. Isu yang penting adalah bagaimana upaya pemerintah bisa
menemukan jalan pembangunan bagi negara yang tidak hanya mengurus
perlindungan iklim, tetapi juga jalan untuk mengembangkan standar kehidupan
warga dan mengentaskan kemiskinan dalam kerangka ekologi, dan mendorong
(12)
kebijakan-kebijakan baru di bidang pertanian, industri, perdagangan, dan
keuangan. Menjadi catatan penting bahwa “kemajuan pesat pembangunan
ekonomi kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain
lewat pembakaran secara besar-besaran misalnya batu bara, minyak, dan kayu,
serta pembabatan hutan”.
3.4. Kebijakan Pemerintah mengenai Perubahan Iklim berkaitan dengan Kondisi
Ekonomi di Indonesia
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
sekaligus mengurangi risiko perubahan iklim tercermin melalui serangkaian
kebijakan baru yang diberlakukan beberapa tahun terakhir untuk mencapai target
pengurangan emisi yang diumumkan di tahun 2009. Indonesia menargetkan
pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada tahun 2020 (bila
dibandingkan dengan tanpa perubahan kebijakan), atau sebesar 41 persen dengan
dukungan internasional. Kebijakan dan pendanaan publik berperan penting untuk
mencapai tujuan tersebut. Saat ini, para pelaku pendanaan publik (pemerintah dan
mitra internasional) mulai meningkatkan investasi.
Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, maka pemerintah Indonesia melalui
Bappenas bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Dalam
Negeri meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang
digunakan sebagai panduan bagi daerah dalam menyusun Rencana Aksi Daerah
(RAD) dalam upaya mencapai target penurunan emisi GRK Nasional. Dokumen
tersebut memuat kegiatan inti dan kegiatan pendukung untuk beberapa bidang
pembangunan prioritas yaitu kehutanan, lahan gambut, pertanian, industri, energi,
transportasi dan pengelolaan limbah.
RAD-GRK yang merupakan implementasi dari Pasal 8 Perpres Nomor 61 berisi
penjelasan tentang keterkaitan RAN-GRK dengan kebijakan pembangunan baik di
tingkat pusat maupun daerah, pengorganisasian, langkah teknis dan jadwal
penyusunan RAD-GRK, sistematika RAD-GRK, dan matrik kegiatan yang perlu
disusun, mengingat permasalahan perubahan iklim merupakan masalah kita
bersama sehingga diharapkan agar RAD-GRK dapat mendorong pelaksanaan
pembangunan di daerah yang lebih ramah lingkungan yang sejalan dengan
(13)
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan tersusunnya RAD-GRK di
seluruh provinsi, dan mekanisme pendanaan yang ada, maka target penurunan
emisi gas rumah kaca yang sudah menjadi komitmen Pemerintah kepada
masyarakat global, dapat dilaksanakan secara konkret di lapangan.
Berbagai lembaga pemerintahan di Indonesia kini mulai menyusun kerangka
insentif untuk mendorong pendanaan perubahan iklim dari pihak swasta, yang
juga sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui
siapa pelaku publik yang berinvestasi, mekanisme apa yang digunakan, kegiatan
apa yang didanai, dan mengapa. Dengan mengidentifikasi dan memetakan apa
yang sudah terjadi di Indonesia sejauh ini, kita memiliki landasan untuk mengukur
kemajuan dan merencanakan peningkatan pendanaan perubahan iklim di masa
yang akan datang. Melalui studi ini, kita juga dapat melihat pola investasi yang
ada, yang kemudian memperlihatkan di mana saja hambatan dan peluang terbesar
terletak.
Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia yang
dilaksanakan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Indonesia dan
Climate Policy Initiative (CPI) merupakan kali pertama dilakukan pemetaan
pendanaan perubahan iklim di sebuah negara berkembang. Pemetaan ini tidak
hanya memberikan gambaran besar mengenai aliran dana publik untuk perubahan
iklim di Indonesia, tetapi juga memperlihatkan berbagai tantangan metodologi
yang dihadapi dalam proses penelusuran dan pengumpulan informasi tersebut.
Pada tahun 2011, setidaknya sebesar Rp 8,4 triliun (USD 951 juta) dana
untuk perubahan iklim berasal dari sumber-sumber pendanaan publik. Dana
publik dalam negeri merupakan penyumbang terbesar dalam pendanaan iklim di
Indonesia. Pemerintah mengucurkan dana sedikitnya Rp 5,5 triliun (USD 627
juta) atau 66 % dari pendanaan publik untuk perubahan iklim melalui
mekanisme belanja Negara (APBN).
Sebagian besar pendanaan dalam negeri untuk perubahan iklim (hampir 75
persen) dialokasikan untuk “kegiatan pendukung” yang utama, seperti
pengembangan kebijakan, kegiatan penelitian dan pengembangan, pembentukan
sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi serta penyiapan lingkungan
pendukung lainnya. Kegiatan-kegiatan ini berperan menyiapkan landasan untuk
berbagai “kegiatan inti” di bidang mitigasi, sehingga diharapkan akan membantu
(14)
mendorong peningkatan baik dari segi jumlah maupun efektifitas alokasi
pendanaan di masa yang akan datang. Fokus pendanaan Pemerintah Indonesia
pada kegiatan pendukung merupakan hal yang wajar mengingat perannya dalam
mengembangkan dan melaksanakan berbagai kerangka kebijakan untuk
menstimulasi investasi langsung. Pengeluaran yang besar untuk kegiatan
pendukung wajar terjadi pada tahun tersebut, karena merupakan periode
penyusunan kerangka kebijakan nasional, yakni RAN-GRK, yang baru
diperkenalkan pada akhir tahun 2011.
Untuk kegiatan pendukung, sebagian besar dukungan pendanaan ditujukan
ke sektor kehutanan (73 %) , sedangkan (10 %) ditujukan untuk pertanian dan
(7%) untuk sektor energi. Fokus ini sejalan dengan fakta bahwa tingginya
persentase emisi Indonesia berasal dari sektor lahan. Pendanaan untuk kegiatan
inti mitigasi juga ditujukan untuk beberapa sektor yang memiliki emisi tinggi,
antara lain sektor perhubungan (35%), limbah dan persampahan (26 %), pertanian
dan peternakan (27%), serta energi (10%). Sementara itu, pendanaan untuk
kegiatan inti adaptasi direalisasikan terutama untuk pengelolaan risiko bencana.
3.5. Kebijakan RAD-GRK di Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi yang menjadi tolak ukur pembangunan
di Indonesia Bagian Timur. Majunya provinsi Sulawesi Selatan diharapkan dapat
memacu perkembangan provinsi-provinsi lain di Bagian Timur Indonesia. Posisi
Sulawesi Selatan yang terletak di tengah-tengah Indonesia merupakan posisi
strategis yang menjadi daya dukung tersendiri bagi Sulsel untuk mengembangkan
daerah di sekitarnya.
Provinsi Sulawesi Selatan telah berkomitmen untuk melaksanakan amanat Perpres
61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK dengan menuangkan rencana penurunan emisi
karbon lewat penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca (RAD-GRK) yang telah di-launching secara Nasional pada bulan Desember
tahun 2012 yang lalu. Penyusunan RAD-GRK Provinsi Sulawesi Selatan juga
merupakan wujud bagi daerah untuk berpartisipasi dalam pengembangan
pembangunan berkelanjutan, selain sebagai upaya untuk mencapai target
penurunan emisi GRK Nasional. Oleh karena itu, suatu rencana aksi daerah
(15)
seharusnya sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Penghitungan Emisi Gas Rumah Kaca di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa
dari 6 (enam) sektor yang dihitung, Land Use menempati urutan teratas dalam
sumbangan emisi gas rumah kaca yaitu sebesar 27 Juta Ton CO2e diikuti oleh
sektor energi dan industri serta transportasi, pertanian dan yang terkecil adalah
sektor limbah. Secara total mitigasi yang dilakukan lewat Rencana Aksi Daerah
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Sulsel dapat menurunkan emisi sebesar
22,8%. Hal ini bukan berarti bahwa mitigasi yang dilakukan berada dibawah 26%,
namun masih banyak program mitigasi lainnya yang belum dihitung tingkat
penurunan emisi karbonnya karena rumitnya menghitung penurunan emisi dari
tiap program. Untuk lebih jelasnya BAU dan mitigasi yang akan dilakukan
Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 2020 dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
BAU dan Pengurangan Emisi Karbon 2010 -2020 di
Provinsi Sulawesi Selatan
SEKTOR BAU 2020 (Ton CO2eq)
BAU Mitigasi 2020 (Ton CO2eq)
MITIGASI (Ton
CO2eq)
Persentase (%)
LAND USE 27,885,462 22,572,415 5,313,047 19.05 ENERGI + INDUSTRI 9,147,600 6,664,240 2,483,360 27.15 TRANSPORTASI 5,912,126 4,470,126 1,442,000 24.39 PERTANIAN 5,243,147 3,743,654 1,499,493 28.60 LIMBAH 1,799 1,680 119 6.61
Total 48,190,134 37,452,115 10,738,019 22.28 Sumber : Hasil olahan, 2012 (RAD-GRK Prov. Sulsel)
Penggunaan lahan (Land Use) sendiri tidak terlepas dari kebutuhan penduduk
akan lahan yang semakin meningkat, terutama untuk usaha pertanian sehingga
tekanan terhadap pemanfaatan sumber daya alam tanah juga semakin meningkat.
Kemampuan dan pengetahuan sifat dan ciri tanah oleh penduduk yang rendah,
menyebabkan penggunaan lahan seolah-olah tidak memperhatikan tindakan-
tindakan konservasi tanah. Ekstensifikasi lebih menonjol dibandingkan dengan
usaha tani intensif dengan penggunaan lahan yang terbatas. Selain itu, konversi
lahan menjadi permukiman menyebabkan berkurangnya lahan serapan air.
Kondisi inilah yang menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan di Provinsi (16)
Sulawesi Selatan cenderung meningkat. Tekanan yang semakin tinggi ini terjadi
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Peningkatan
jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan kemampuan teknologi baik teknologi
budidaya tanaman maupun teknologi konservasi tanah dan air akan berdampak
negatif terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi lahan di Provinsi Sulawesi Selatan pada
beberapa tahun terakhir ini mengalami degradasi yang terus meningkat. Pada
Tahun 2010 tercatat luas lahan kritis di Sulawesi Selatan adalah 682.784,29 Ha
dan yang terluas terdapat di Kabupaten Tana Toraja yaitu 160.326,81 Ha. Selain
itu, luas kerusakan hutan di Sulawesi Selatan telah mencapai areal seluas
59.332,50 Ha yang terdiri dari kebakaran hutan 25,50 Ha dan perambahan hutan
dan ladang berpindah 59.297 Ha.
Berdasarkan isu strategis dan kebijakan terkait penurunan emisi gas rumah kaca
dalam RPJMD 2008-2013, ada 5 (lima) sektor yang melaksanakan aksi mitigasi
antara lain :
1. Aksi mitigasi sektor Land Use
- Program hutan rakyat; rehabilitasi hutan dan lahan; perlindungan hutan;
pembangunan hutan kota; pembuatan kebun bibit; perlindungan suaka
(Kehutanan).
- Pengendalian alih fungsi lahan, pengendalian dan optimalisasi pemakaian
pupuk dan pestisida, pengolahan lahan ramah lingkungan, peningkatan
fungsi dan pemeliharaan sistem irigasi untuk efisiensi penggunaan air,
pemanfaatan kembali limbah pertanian dan peternakan untuk masukan
dalam kegiatan pertanian, pengenalan dan penerapan sistem pengolahan
tanah yang meminimalkan emisi GRK, serta pengembangan pengolahan
limbah ternak dan pemanfaatan biogas yang ditimbulkan (Pertanian).
2. Aksi Mitigasi sektor limbah
- Aksi mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan penanganan sampah.
Konsep penanganan sampah yang baik adalah penanganan sampah dengan
menerapkan 3R (reduce, re-use, recycle)
- peningkatan sarana dan prasarana persampahan yaitu dengan peningkatan
sistem pengolahan sampah di TPA dari open dumping menjadi control
landfill di kota kecil dan menengah serta sanitary landfill di kota besar.
(17)
3. Aksi mitigasi sektor energi dan industri
- Penghematan listrik, dimanapada tahun 2015 sebesar 20% dapat
tercapai melalui penggunaan peralatan hemat energy misalnya penggunaan
Lampu Hemat Energi (LHE).
- Selain itu, perhatian terhadap emisi perlu diterapkan pada produk-
produk yang digunakan oleh masyarakat, penggunaan AC hydrocarbon
dan penggunaan peralatan hemat energi akan memberi dampak yang
signifikan dalam penurunan emisi.
- Pengembangan potensi energi terbarukan di Sulawesi Selatan
diutamakan bagi daerah-daerah yang mempunyai potensi energi untuk
pembangkit tenaga listrik seperti energi air, matahari dan angin, jenis
pembangkit yang memanfaatkan energi setempat untuk sumber energi
listrik pada daerah perdesaan terdiri dari PLTMH, PLTS, PLTB.
- Pengembangan biogas untuk rumah tangga dan komersial.
4. Aksi mitigasi sektor transportasi
- Mitigasi dilakukan dengan mencegah serta mengurangi jumlah panjang
perjalanan setiap kendaraan sehingga mampu menghemat penggunaan
bahan bakar yang kemudian berdampak pada penurunan jumlah emisi CO2
- Mengganti sumber-sumber moda yang berpotensi menghasilkan emisi
berlebih dengan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan.
- Peningkatan kualitas prasarana dan moda/kendaraan sehingga efisien dalam
penggunaan energi.
Berdasarkan isu strategis dan kebijakan terkait penurunan emisi gas rumah kaca
dalam RPJMD 2013-2018, ada 5 (lima) aksi mitigasi yang dilaksanakan antara
lain :
1. Peningkatan konservasi dan pengendalian kerusakan hutan dan lahan serta
pengendalian kerusakan lingkungan.
2. Peningkatan kapasitas pelayanan infrastruktur wilayah secara responsif
terhadap perkembangan kebutuhan pengguna dan kemajuan daerah sebagai
simpul luar Jawa (BRT, Kereta Api, Irigasi, Persampahan, dll).
3. Peningkatan ratio elektrifikasi melalui penggunaan energi baru terbarukan
(Bio Gas, Tenaga Air, Tenaga Surya, dll).
4. Peningkatan luasan RTH khususnya pada kawasan perkotaan.
(18)
5. Pengembangan sistem informasi spasial (dapat diarahkan untuk mendukung
Pemantauan dan Evaluasi RAD-GRK).
Hasil progress program mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca yang
dilaksanakan pada tahun 2010-2012 menunjukkan bahwa realisasi penurunan
emisi dari sektor land use sebesar 1,3 Juta Ton CO2e (24,6%) diikuti oleh sektor
energi dan industri serta transportasi. Sedangkan untuk sektor pertanian dan
limbah, data belum dimasukkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Sumber : Dokumen RAD-GRK Prov. Sulsel (2012)
Dalam penanganan emisi gas rumah kaca, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
memilih kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagai Quick Win dikarenakan
kegiatan tersebut efektif dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dengan
persentase terbesar emisi ada pada perubahan lahan hutan. Program kegiatan
tersebut merupakan program yang telah dilakukan sejak dulu sehingga akses
pemerintah provinsi juga besar ke tingkat kabupaten. Selain itu, program ini juga
dilaksanakan oleh kabupaten dan mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat.
Berikut lampiran matriks RAD-GRK, dengan perkiraan tingkat emisi baseline
pada tahun 2020 untuk sektor Land Use.
(19)
(18)
4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
a) Ada hubungan secara langsung maupun tidak langsung antara iklim dan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah suatu Negara. Secara tidak langsung,
iklim dapat mempengaruhi karakter dan watak suatu negara yang akan
terbawa pada pengambilan kebijakan luar negerinya. Secara langsung, iklim
dapat berpengaruh terhadap kebijakan strategis yang mengatur tatanan
kehidupan sosial ekonomi. Jika ada perubahan iklim yang mendadak, pasti
akan memunculkan perubahan kebijakan strategis dalam sosial ekonomi
masyarakat.
b) Iklim tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari; kita hanya
diberikan dua pilihan dalam berhadapan dengan iklim, yaitu beradaptasi
dengan lingkungan yang berubah, atau melakukan mitigasi untuk mencegah
terjadinya penyebab perubahan iklim.
c) Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
sekaligus mengurangi risiko perubahan iklim tercermin melalui serangkaian
kebijakan baru yang diberlakukan beberapa tahun terakhir untuk mencapai
target pengurangan emisi yang diumumkan di tahun 2009. Indonesia
menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada
tahun 2020 dengan menyediakan pembiayaan anggaran melalui APBN dan
penyertaan modal mitra pembangunan internasional.
4.2. Kritik
a) Menurut saya, perubahan iklim selain menghambat pertumbuhan ekonomi
juga mengancam berbagai upaya Indonesia untuk memerangi kemiskinan.
Dampaknya dapat memperparah berbagai risiko dan kerentanan yang
dihadapi oleh rakyat miskin, serta menambah beban persoalan yang sudah di
luar kemampuan mereka untuk menghadapinya. Dengan demikian,
perubahan iklim menghambat upaya orang miskin untuk membangun
kehidupan yang lebih baik lagi. Disini diperlukannya pelibatan seluruh
stakeholder dalam melaksanakan program-program adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
(19)
b) Pembangunan dapat dianggap berkelanjutan, hanya bila pembangunan
ekonomi tidak dapat dilepaskan dari pembangunan bidang sosial maupun
lingkungan. Oleh karena itu, indikator pertumbuhan ekonomi yang baik
belum cukup menjadi indikator pembangunan. Dalam kurun waktu 2006
hingga 2010, perekonomian Indonesia mampu tumbuh rata-rata sebesar
5,73% setiap tahunnya, namun di sisi lain, pada kurun waktu yang sama,
jumlah lahan kritis juga mengalami peningkatan. Demikian juga dengan
dimensi sosial, seharusnya dapat mengikuti perkembangan yang sama
dengan dimensi ekonomi.
c) Seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan isu urbanisasi pada kota-
kota besar di Indonesia karena pembangunan perkotaan ikut menyumbang
penyebab sekaligus penanggung akibat yang paling parah dalam kasus
perubahan iklim. Dan menghadapi tantangan dalam meminimalkan risiko-
risiko bencana perkotaan dan perubahan iklim, suatu hal yang dapat
terbantu yakni dengan penerapan diagnostik risiko secara cepat.
d) Bahwa program-program penanganan perubahan iklim di Indonesia baik di
provinsi maupun kabupaten/kota masih berfokus pada pengurangan emisi
dari proses-proses deforestasi dan degradasi hutan. Hal ini masih didasarkan
pada fakta bahwa sektor tersebut menyumbang paling besar pada tingkat
emisi Indonesia yang menduduki peringkat ketiga di dunia. Di Indonesia
sendiri, persoalan ini masih pelik karena beberapa faktor seperti tata kelola
lahan lemah; koordinasi perizinan antar sektor dan pusat-daerah minim;
kebijakan tata ruang yang lemah; adanya korupsi di sektor ini; unit
manajemen hutan tidak efektif; masalah kepemilikan dan penegakan hukum
yang lemah.
(20)
REFERENSI
Angela Falconer, Skye Glenday, Anja Rosenberg and Jane Wilkinson. 2014.
Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia.
www.climatepolicyinitiative.org
Bappeda Prov. Sulsel. 2012. Dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas
Rumah Kaca Provinsi Sulawesi Selatan.
Hari Kusnanto. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim di Indonesia.
www.pslh.ugm.ac.id
United Nations Development Programme Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan
Iklim. Jakarta : UNDP Indonesia
(21)