Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
-
Author
septinia-silviana -
Category
Education
-
view
39 -
download
3
Embed Size (px)
description
Transcript of Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
(Studi Kasus Dampak Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Terhadap Ruang Terbuka Hijau di Kota Malang)
Dosen Pembimbing :Bpk. Heru Ribawanto, Drs.MS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Perkotaan
Disusun oleh:
Kelompok 2
Septinia Eka Silviana (115030101111069)
Alien Sherly CB (115030100111088)
Vanni Kumalasari (115030100111021)
Imro’atul Mufida (115030107111092)
Achmad Wildan Faris (115030100111091)
Rizki Kurnia P (115030100111132)
Kelas F
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi
permasalahan besar dalam perkembangan kota-kotanya. Fenomena urbanisasi
yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan
ruang kota, seperti fasilitas perumahan, sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
merumuskan bahwa : Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan,
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
Hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak bagi semua
orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (Shellter for All)
sebagaimana dinyatakan dalam Agenda Habitat (Deklarasi Istambul) yang telah
juga disepakati Indonesia. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan
lingkungan pemukimannya terlihat jelas bahwa kualitas sumberdaya manusia di
masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan
permukiman di mana masyarakat tinggal menempatinya (Djoko Kirmanto, 25
Maret 2002). Agenda 21 Rio de Janeiro tahun 1992 mengartikan pembangunan
permukiman secara berkelanjutan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk
memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat
hidup dan bekerja semua orang. Untuk itu perlu disiapkan tempat tinggal yang
layak bagi semua, perlu terus diperbaiki cara mengelola permukiman, mengatur
penggunaan tanah untuk permukiman, meningkatkan prasarana permukiman,
menjamin ketersediaan transportasi dan energi, dan juga perlu dikembangkan
industri konstruksi yang mendukung pembangunan serta pemeliharaan
permukiman. Selain itu di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman
harus mengedepankan strategi pemberdayaan (enabling strategy).
1

Permasalahan permukiman yang dihadapi kota besar semakin kompleks.
Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan
bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin
meningkat serta mayoritas penduduk dari tingkat ekonomi rendah sampai tingkat
ekonomi menengah atas, menimbulkan permukiman-permukiman padat di
kawasan yang dianggap strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan
tinggi. Perumahan dan permukiman sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,
memiliki fungsi strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya,
dan peningkatan kualitaas generasi yang akan datang, serta merupakan
pengejawantahan jati diri.
Dalam makalah ini akan membahas tentang Kebijakan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman (Studi Kasus Dampak Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Terhadap Ruang Terbuka Hijau Di Kota Malang). Seperti yang kita
ketahui seiring dengan perkembangan jaman di era modernisasi ini, kebutuhan
akan tempat tinggal semakin meningkat yang di ikuti dengan meningkatnya angka
kependudukan kota Malang. Kebutuhan tempat tinggal tersebut terealisasikan
dengan maraknya pembangunan perumahan dan pemukiman di Kota Malang baik
yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Namun,
pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut kini menjadi permasalahan
utama bagi masyarakat kota Malang yang terkait dengan Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Wilayah kota malang tahun 2007 tercatat memiliki luas 11005,66 ha dari
keseluruhan luas kecamatan dimana luas kecamatan klojen 883,00 ha dengan luas
area ruang terbuka 441.985 m2, Kecamatan belimbing luas kawasan 1776,65 ha
dengan luas ruang terbuka hijau 196.432 m2, kecamatan sukun luas kawasan
2096,57 ha dengan luas ruang terbuka hijau 381.537 m2, kecamatan lowokwaru
luas kawasan 2260,00 ha dengan ruang terbuka hijau 152.010 m2, kecamatan
kedung kandang luas kawasan 3989,44 ha sementara luas ruang terbuka hijau
131.228 m2 . Sehingga total RTH kota malang 1303.192 ha (Sumber : Bappeko
Kota Malang, 2007 ).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
2

disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan (RTHKP) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang tata ruang
menyebutkan luas areal ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas wilayah
yakni meliputi 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat. Proporsi 30%
merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik
keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan
masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota, lalu jika
melihat pada kota Malang sendiri untuk realisasi RTH (Ruang Terbuka Hijau),
yang standartnya minimal 20% dari luas wilayah sesuai dengan UU No. 26 Tahun
2007 tetapi pada faktanya hanya 17% wilayah di Malang yang menjadi kawasan
RTH. Keseimbangan ekosistem diperkotaan memang sangatlah di perlukan untuk
menunjang keindahan, keasrian serta kenyamanan kota tersebut. Maka ketika
suatu kota tersebut tidak ada keseimbangan ekosistemnya ini akan berakibat buruk
kepada lingkungan. Karena kalau kita lihat antara pembangunan perumahan dan
permukiman maupun bangunan-bangunan lainya haruslah melihat pada
keeksistensian lingkunganya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum pembangunan perumahan dan
pemukiman di Kota Malang ?
2. Apa dampak pembangunan perumahan dan permukiman terhadap
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang?
3

3. Bagaimana kebijakan dan solusi pemerintah dalam mengatasi dampak
pembangunan perumahan dan permukiman terhadap Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di Kota Malang?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan bagaimana gambaran umum pembangunan
perumahan dan permukiman di Kota Malang.
2. Untuk menganalisis dampak pembangunan perumahan dan
permukiman terhadap RTH di Kota Malang
3. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah serta memberikan solusi
dalam mengatasi dampak pembangunan perumahan dan permukiman
terhadap RTH di Kota Malang.
D. Manfaat
1. Manfaat Akademis
a. Sebagai tambahan pengetahuan terkait dengan kebijakan
pembangunan perkotaan
b. Sebagai tambahan pengetahuan terkait dengan pembangunan
perumahan dan permukiman
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai pertimbangan perbaikan dari kebijakan pemerintah terkait
kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman
b. Sebagai pertimbangan atas solusi mengenai permasalahan
pembangunan perumahan dan permukiman
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik
1. Definisi Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah studi tentang apa yang dilakukan pemerintah,
mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan akibat dari
tindakan tersebut (Parsons, 2006).
2. Siklus Kebijakan Publik
Secara garis besar siklus kebijakan publik memiliki beberapa tahapan.
Tahap pertama dalam siklus kebijakan ialah penyusunan agenda (agenda
setting). Tahap kedua dari siklus kebijakan ialah perumusan kebijakan
(policy formulation) atau kadang disebut adopsi kebijakan (policy
adoption). Tahap ketiga disebut implementasi kebijakan (policy
implementation). Implementasi dapat dirumuskan sebagai suatu proses,
suatu output atau keluaran, atau suatu hasil akhir (outcome). Implementasi
mengacu pada serangkaian keputusan dan tindakan pemerintah yang
dimaksudkan untuk sesegera mungkin menghasilkan akibat-akibat
tertentu yang dikehendaki.
3. Implementasi Kebijakan Publik
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi
kebijakan tentang sertifikasi guru adalah teori yang dikemukakan oleh
George C. Edwards III. Ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu
komunikasi, sumberdaya, sikap, dan struktur birokrasi.
B. Kebijakan Pembangunan Perkotaan
1. Tujuan Kebijakan Pembangunan Perkotaan
Pertama, mengelola laju migrasi dari desa ke kota dengan
mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi non pertanian di
perdesaan.
Kedua, mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di
wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan
secara sinergis.
5

Ketiga, meningkatkan keterkaitan pembangunan antarkota.
Keempat, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam hal pelayanan publik, pengelolaan
lingkungan perkotaan, pengembangan kemitraan dengan swasta,
dan terutama peningkatan kapasitas fiskal.
Kelima, mendorong percepatan pembangunan kota-kota menengah
dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga dapat menjalankan
perannya sebagai motor penggerak pembangunan di wilayah-
wilayah pengaruhnya.
Keenam, mengelola pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan
dengan memperhatikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Ketujuh, peningkatan kerja sama antar pemerintah kabupaten/kota ,
khususnya dalam pembangunan prasarana dan sarana. Semua ini
memerlukan adanya keterpaduan dan skala ekonomi tertentu untuk
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
2. Kebijakan Pembangunan Perkotaan dan Pemerintah Daerah
Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah meningkatkan
kesempatan bagi Pemerintah daerah untuk memberikan alternatif
pemecahan-pemecahan inovatif. Saat ini, konsep desentralisasi dan
otonomi daerah masih terfokus untuk menata dan mempercepat
pembangunan di wilayahnya masing-masing. Untuk
memaksimalkan/mengoptimalkan potensinya dan meningkatkan
pelayanan publik, Pemerintah Daerah diharapkan dapat bekerja sama
dan mengeluarkan inovasi-inovasi/konsep yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling
menguntungkan terutama dalam bidang lintas wilayah.
C. Perumahan dan Permukiman
Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, merumuskan bahwa: Perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
6

baik yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
1. Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Pembangunan di bidang yang berhubungan dengan tempat tinggal
beserta sarana dan prasarananya memang perlu mendapatkan prioritas
mengingat tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic
need) manusia. Sudah selayaknya apabila untuk pembangunan perumahan
dan permukiman itu pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-
undangan tentang perumahan dan permukiman yang dimaksudkan untuk
memberikan arahan (guide line) bagi pembangunan sektorperumahan dan
permukiman.
Apabila dilihat dari perkembangannya, proses pembangunan memang
sangat dipengaruhi oleh adanya landasan pembangunan yang kuat, pelaku
pembangunan, serta modal dasar pembangunan yang kuat pula, yaitu
agama. Dalam lingkup pembangunan, masyarakat merupakan pelaku
utama pembangunan tersebut. Mengarahkan, membimbing, dan
menciptakan suasana yang menunjang pembangunan adalah kewajiban
pemerintah (Sasta, S dan E, Marlina. 2006).
2. Visi dan Misi Pembangunan Perumahan dan Permukiman yang
Berkelanjutan
Visi dan misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman
didasarkan pada kondisi yang diharapkan ideal secara realistis, dengan
memperhatikan kondisi yang ada, potensi kapasitas yang
ditumbuhkembangkan dan sistem nilai yang melandasi hakikat perumahan
dan permukiman bago kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi
serta dalam kerangka tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu sektor yang
strategis dalam upaya membangun manusia Indonesia yang seutuhnya.
Perumahan dan permukiman strategis didalam mendukung
terselenggaranya pendidkan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan
kualitas generasi akan datang yang berjati diri. Karenanya, pada
7

tempatnyalah pada visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman
diarahkan untuk mengusahakan dan mendorong terwujudnya kondisi
setiap orang atau keluarga di Indonesia yang mampu bertanggung jawab
didalam memenuhi kebutuhan perumahannya yang layak terjangkau
dilingkungan permukiman ynag sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan,
guna mendukung terwujudnya masyarakat dan lingkungan ynag berjati
diri, mandiri dan produktif. Untuk selanjutnya, visi yang ditetapkan hingga
2020 didalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman :
“Setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang
layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang berjati diri,
mandiri dan produktif ”.
Misi yang harus dijalankan dalam rangka mewujudkan visi
penyelenggaraan perumahan dan permukiman:
1) Melakukan pemberdayaan masyarakat dan para pelaku kunci lainnya
di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman
2) Mamfasilitasi dan mendorong terciptanya iklim yang kondusif
didalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman
3) mengoptimalkan pandayagunaan sumber daya pendukung
penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Dengan pernyataan misi tersebut jelas bahwa pemerintah harus
berperan sebagai fasilitator dan pendorong dalam upaya pemberdayaan
bagi berlangsungnya seluruh rangkaian proses penyelenggaraan
perumahan dan permukiman.
D. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
1. Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH)
8

adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam
UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya
ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan
estetika.
2. Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan, mengklasifikasikan RTH yang ada sesuai dengan
tipologi berikut :
Berdasarkan Fisik
a. RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-
taman nasional.
b. RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga,
makam, dan jalur-jalur hijau jalan.
Berdasarkan Struktur Ruang
a. RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola
mengelompok, memanjang, tersebar.
b. RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola
mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
Berdasarkan Segi Kepemilikan
1) RTH Publik
2) RTH Privat
Berdasarkan Fungsi
1) Fungsi Ekologis
9

2) Fungsi Sosial Budaya
3) Fungsi Arsitektural/Estetika
4) Fungsi Ekonomi
3. Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem
sirkulasi udara (paru-paru kota);
Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara
alami dapat berlangsung lancar;
Sebagai peneduh;
Produsen oksigen;
Penyerap air hujan;
Penyedia habitat satwa;
Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
Penahan angin.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
Fungsi sosial dan budaya:
o menggambarkan ekspresi budaya lokal;
o merupakan media komunikasi warga kota;
o tempat rekreasi;
o wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
Fungsi ekonomi:
o sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah,
daun, sayur mayur;
o bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lainlain.
Fungsi estetika:
o meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik
dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
10

o menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
o pembentuk faktor keindahan arsitektural;
o menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun
dan tidakterbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota
seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
11

BAB III
PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Kota
Malang
Sejalan perkembangan yang pesat di Kota Malang, urbanisasi terus berlangsung
dan kebutuhan masyarakat akan perumahan meningkat diluar kemampuan
pemerintah, sementara tingkat ekonomi urbanis sangat terbatas, yang selanjutnya
akan berakibat timbulnya perumahan-perumahan liar yang pada umumnya
berkembang di sekitar daerah perdagangan, di sepanjang jalur hijau, sekitar sungai,
rel kereta api, dan lahan –lahan yang dianggap tidak bertuan. Selang beberapa lama
kemudian daerah itu menjadi perkampungan, dan degradasi kualitas lingkungan hidup
mulai terjadi dengan segala dampak bawaannya. Gejala-gejala itu cenderung terus
meningkat dan sulit dibayangkan apay ang terjadi seandainya masalah itu diabaikan.
Kota Malang memiliki luas 110.06 Km2. Kota dengan jumlah penduduk sampai
Tahun 2013 sebesar 836.373 jiwa yang terdiri dari 418.100 jiwa penduduk laki-laki,
dan penduduk perempuan sebesar 418.273 jiwa. Kepadatan penduduk kurang lebih
7.599 jiwa per kilometer persegi. Tersebar di 5 (lima) Kecamatam (Klojen = 107.212
jiwa, Blimbing = 185.187 jiwa, Kedungkandang = 191.851 jiwa, Sukun = 191.229
jiwa, dan Lowokwaru = 160.894 jiwa). Terdiri dari 57 Kelurahan, 536 unit RW dan
4.011 RT.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh faktor alamiah
maupun adanya perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, permintaan akan lahan
untuk pemukiman juga semakin meningkat, sedangkan jumlah lahan jika dilihat
secara administratif jumlahnya tetap sehingga membuat penduduk yang status
ekonominya lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk memiliki rumah
membangun sejumlah pemukiman yang akhirnya menjadi daerah permukiman kumuh
(slum area) yang dibangun di daerah tepi sungai (contohnya: terdapat beberapa
kawasan permukiman di Kota Malang yang berbatasan langsung dengan sungai
Brantas atau sungai Amprong, yang berada di Kampung Kebalen, permukiman di
Kampung Embong Brantas, permukiman industri keramik di Dinoyo, dan
permukiman di Kampung Kotalama. Hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan
permasalahan dan dampak terhadap pelaksanaan penataan ruang dan kebijakan
12

pembangunan permukiman dan perumahan di Kota Malang. Kawasan permukiman
yang berbatasan langsung dengan sungai tersebut mempunyai ciri yaitu adanya
permukiman yang kumuh dan tidak layak huni yang berkembang pesat yang
dibangun di tepi sungai yang dari waktu ke waktu dan jumlahnya semakin padat.
Selain itu, kawasan perumahan yang berdiri pada pertengahan 2007 Ijen Nirwana
Residence melanggar Perda Nomor 7 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Karena kawasan tesebut pada mulanya terdapat hutan Kota yang
berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Malang. Kini kawasan yang
sebelumnya berfungsi sebagai hutan Kota tersebut telah disulap menjadi kawasan
pemukiman dengan berdirinya Ijen Nirwana Residence.
Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun pedesaan pada
hakekatnya untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan pedesaan yang layak huni
(livible), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan
akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni,
sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini
meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan
permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan
sosial budaya di perkotaan.
Sedangkan perumahan merupakan sebagai salah satu kebutuhan dasar,
sampai dengan saat ini sebagian besar disediakan secara mandiri oleh masyarakat
baik membangun sendiri maupun sewa kepada pihak lain. Kendala utama yang
dihadapi masyarakat pada umumnya keterjangkauan pembiayaan rumah. Di lain
pihak, kredit pemilikan rumah dari perbankan memerlukan berbagai persyaratan
yang tidak setiap pihak dapat memperolehnya dengan mudah serta suku bunga
yang tidak murah.
Isu Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Isu-isu perkembangan yang ada pada saat ini adalah :
Konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada
suatu kelompok dalam pembangunan perumahan dan permukiman;
Alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan
yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi
13

tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain
dan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan;
Terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat
urbanisasi dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam;
Urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk
secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata;
Perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh
dengan mengabaikan sektor lainnya seperti sektor pertanian, hal ini berakibat
pada semakin tingginya alih fungsi lahan sawah. Ironisnya alih fungsi terjadi
pada sawah lestari, dengan lokasi yang relatif datar/landai cocok untuk
pengembangan permukiman atau industri/perdagangan;
Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang
selalu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Permasalahan perumahan
dan permukiman merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan
akan terus meningkat, seirama dengan pertumbuhan penduduk, dinamika
kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial ekonomi yang semakin
berkembang;
Kekurangsiapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang
tepat, dalam mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif
dan keragaman, nampaknya menjadi penyebab utama yang memicu
timbulnya permasalahan perumahan dan permukiman.
Tidak sesuainya jumlah hunian yang tersedia jika dibandingkan dengan
kebutuhan dan jumlah masyarakat yang akan menempatinya; dan
Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama yang
menyebabkan permasalahan perumahan dan permukiman. Pesatnya angka
pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana
perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius;
2. Dampak Pembangunan Perumahan dan Permukiman terhadap
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang
Sebagai kota wisata dan kota pendidikan, Kota Malang cukup dikenal bagi
sebagian masyarakat Indonesia dan luar negeri. Diapit oleh beberapa gunung
membuat udara Kota Malang menjadi sejuk sehingga cocok sebagai kawasan
14

pemukiman. Lalu bagaimana kondisi Kota Malang saat ini jika dibandingkan
dengan beberapa tahun lalu?
Banyak perubahan yang terjadi di kota Malang. Bukan perubahan ke arah
yang lebih baik namun justru sebaliknya. Pembangunan yang cukup pesat lebih
berdampak pada kerusakan lingkungan. Pertama, kenaikan suhu di wilayah Kota
Malang. Kota Malang kini tidak dingin lagi terlebih di saat siang hari. Kenaikan
suhu ini didukung oleh banyak faktor. Selain karena dampak pemanasan global,
banyaknya pembangunan perumahan dan ruko di hampir semua kawasan
membuat berkurangnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan. Kedua,
pertumbuhan ruang terbuka hijau seperti hutan kota sepertinya cenderung stagnan.
Kawasan hutan kota hanya dapat ditemui di daerah Jalan Jakarta dan sekitarnya
yang sudah ada sejak lama. Ketiga, menurunnya kualitas lingkungan hidup di
kawasan kota dan di lingkungan permukiman warga. Keempat, perubahan
perilaku sosial masyarakat yang cenderung kontra-produktif dan destruktif seperti
kriminalitas. Kelima, rendahnya kualitas air tanah. Keenam, tingginya polusi
udara dan, ketujuh, kebisingan di perkotaan
Berkurangnya daerah resapan juga mengakibatkan banjir di saat hujan.
Contoh nyata: pada 29 April 2013 hujan mengguyur sebagian wilayah Kota
Malang dengan intensitas sedang. Namun di Jalan Veteran di sekitar salah satu
mall dan perumahan terjadi banjir yang menggenangi sebagian jalan tersebut.
Ketika hujan reda, banjir tidak kunjung surut. Hal ini dipicu karena buruknya
drainase dan kurangnya daerah resapan. Setelah banjir surut, sampah pun
berserakan dimana-mana. Penyebab kerusakan lingkungan lainnya adalah
pertumbuhan kendaraan pribadi yang cukup tinggi. Hal ini tentunya berdampak
pada naiknya polusi udara dan kemacetan.
Salah satu permasalahan dalam pembangunan perumahan disuatu
kawasan adalah faktor lingkungan terutama keberadaan ruang terbuka hijau
(RTH) yang selalu menjadi bagian terkecil dari keberadaannya didalam lokasi
perumahan. Banyak pemikiran bahwa keberadaan ruang terbuka hijau tersebut
hanya bagian dari suatu sistem keindahan dan estetika belaka. Padahal, fungsi
RTH dalam suatu kawasan memberikan konstribusi menjaga keseimbangan
15

lingkungan dan justru akan menambah nilai eksternalitas kawasan yang
berdampak pada harga riel produk “rumah” yang semakin tinggi.
Dasar dari kebijakan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau
berlandaskan pada Permendagri N0 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dengan tujuan adalah, pertama,
meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah,
bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan, kedua, menciptakan
keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi
masyarakat banyak.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang tata
ruang menyebutkan luas areal ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas
wilayah yakni meliputi 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat. Dan
pada kenyataannya RTH publik kota Malang hanya 17 % dari luas Kota
Malang. Namun, untuk RTH privat yang terdapat di area privat luasnya
mencapai sekitar 13 % dari luas Kota Malang. Untuk RTH privat (pribadi)
seluas 10 persen sudah melebihi ketentuan, sedangkan untuk RTH publik masih
belum tercapai dan masih dalam proses target pencapaian oleh Pemerintah Kota
Malang. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
3. Kebijakan dan Solusi Pemerintah dalam Mengatasi Dampak
Pembangunan Perumahan dan Permukiman terhadap Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di Kota Malang
Kajian Kebijakan Perumahan dan Permukiman
Rekomendasi akan perlunya penetapan prioritas kebijakan di dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman, secara ringkas dibagi dalam 4 isu
strategis yang perlu secara ditindaklanjuti antara lain sebagai berikut:
1. Merumuskan agenda kebijakan dan mendorong BKP4N untuk lebih berperan
sebagai lembaga pengambil keputusan, sekaligus berperan sebagai
16

mengoordinasikan implementasi berbagai program perumahan dan
permukiman. Persoalan utama yang dihadapi sektor perumahan dan
permukiman di Indonesia adalah masih rendahnya kinerja sektor memenuhi
kebutuhan yang ada. Untuk menangani masalah perumahan dan permukiman
diusulkan untuk mendorong lembaga koordinasi lintas sektoral dibidang
perumahan dan permukiman (BKP4N) sebagai lembaga yang permanen, yang
mengambil keputusan- keputusan penting dalam mengarahkan fungsi-fungsi
kebijakan perumahan dan permukiman. Adapun perlu dibentuk anggota
kelompok dibawah BKP4N, yaitu anggota tetap dan anggota sementara
seperti para spesialis dalam bidang tertentu dan dapat berasal dari lembaga
pemerintah swasta amaupun LSM. Tugas kelompok kerja ini adalah
mempersiapkan alternative keputusan kebijakan penyelenggaraan perumahan
dan permukiman.
2. Membuat kebijakan dan peraturan baru yang meningkatkan partisipasi sektor
keuangan dalam pembiayaan perumahan dan mempelajari penyediaan lahan
siap bangun.
3. Menyusun program-program bantuan perumahan yang bersifat komplementer
terhadap kebijakan yang ada.
4. Merumuskan sistem pelaksanaan yang efektif untuk program-program
bantuan perumahan nasional.
Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan
Dalam rangka mewujudkan pembangunan perumahan dan pemukiman
yang berwawasan lingkungan pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang
nomor 23 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH). Khusus
menyangkut perumahan dan pemukiman pemerintah mengundangkan Undang-
Undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Undang-Undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Pemukiman mengarahkan pemenuhan kebutuhan pemukiman diwujudkan melalui
pembangunan kawasan pemukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh
dan terpadu dengan pelaksanaan secara bertahap. Disamping itu juga
mengarahkan bahwa penataan perumahan dan pemukiman berlandaskan pada azas
17

manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri
sendiri, keterjangkauan dan kelestarian lingkungan hidup.
Demikian juga dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang menyatakan tujuan penataan ruang yaitu terselenggaranya
pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pemanfaatan ruang
kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta tercapainya pemanfaatan ruang
yang berkualitas.
Sementara itu Undang-Undang nomor 23 tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, menuliskan bahwa pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan adalahupaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup termasuk sumber daya, kedalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Salah satu pedoman dalam mewujudkan berbagai sarana dan prasarana
serta utilitas adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri no 1 tahun 1987 tentang
penyerahan prasarana lingkungan utilitas umum dan fasilitas sosial kepada
pemerintah daerah, dimana diatur mengenai jenis jenis fasosum yang harus
diadakan serta bentuk dan tata cara penyerahannya kepada Pemerintah Daerah.
Tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH), hal ini diatur dalam Permendagri N0 1
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Dengan mengacu pada perundang-undangan dan peraturan mengenai
lingkungan hidup serta memperhatikan masalah utama dalam pembangunan
perumahan dan pemukiman, maka upaya mewujudkan pembangunan kawasan
perumahan yang berwawasan lingkungan adalah melaksanakan pembangunan
yang terpadu dan terencana yang dapat mengatasi masalah tersebut dan
menghasilkan pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
mengurangi kemungkinan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan perumahan dan pemukiman yang berwawasan lingkungan
menyangkut berbagai aspek. Salah satunya adalah keberadaan Ruang Terbuka
Hijau sebagai bagian dari sistem ruang terbuka di wilayah perkotaan (Urban
Metropolitan Park System).
18

Solusi Pemecahan Masalah Urbanisasi di Kota
Menurut Todaro (1997:343-345) berpendapat bahwa adapun strategi yang
tepat untuk menanggulangi persoalan urbanisasi dan kaitannya dengan
kesempatan kerja secara komprehensif, adalah sebagai berikut :
1. Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadai antara desa – kota.
Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota
merupakan suatu unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam strategi
untuk menanggulangi masalah pengangguran di desa-desa maupun di
perkotaan, jadi dalam hal ini perlu ada titik berat pembangunan ke sektor
perdesaan.
2. Perluasan industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan
kerja karena beberapa produk. Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi
tiap unit output dan tiap unit modal dari pada produk atau barang lainnya.
3. Penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi
Untuk meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki penggunaan sumber
daya modal langka yang tersedia maka upaya untuk menghilangkan distorsi
harga faktor produksi, terutama melalui penghapusan berbagai subsidi modal
dan menghentikan pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
4. Pemilihan teknologi produksi padat karya yang tepat
Salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan setiap program
penciptaan kesempatan kerja dalam jangka panjang baik pada sektor industri di
perkotaan maupun pada sektor pertanian diperdesaan adalah terlalu besarnya
kekaguman dan kepercayaan pemerintah dari negara-negara dunia ketiga
terhadap mesin-mesin dan aneka peralatan yang canggih (biasanya hemat
tenaga kerja) yang diimpor dari negara-negara maju.
5. Pengubahan keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya fenomena “pengangguran berpendidikan” dibanyak negara
berkembang mengundang berbagai pertanyaan tentang kelayakan
pengembangan pendidikan khususnya pendidikan tinggi secara besar-besaran
yang terkadang kelewat berlebihan.
19

6. Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan
kemiskinan absolut dan perbaikan distribusi pendapatan yang disertai dengan
penggalakan program keluarga berencana dan penyediaan pelayanan
kesehatan di daerah perdesaan.
Selain itu dikena pula pembangunan agropolitan yang dapat mendorong
kegiatan sektor pertanian dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan.
Untuk itu diharapkan adanya kebijaksanaan desentralisasi, sehingga terjadi
keseimbangan ekonomi secara spasial antar wilayah perdesaan dengan
kawasan perkotaan yang lebih baik dan sekaligus mampu menyumbang pada
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Adapun komponen dari strategi pembangunan agropolitan, antara lain :
a. Melakukan dan menggalakan kebijaksanaan desentralisasi dan
penentuan keputusan alokasi investasi dengan mempermudah ijin-ijin
kepada pihak swasta yang didelegasikan dari pusat kepada pemerintah
daerah dan lokal.
b. Meningkatnya partisipasi kelompok sasaran dalam pembayaran sub-sub
proyek untuk membangun rasa memiliki terhadap proyek yang
dibangun bersama mereka.
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemecahannya terhadap
masalah Urbanisasi dan Perkotaan adalah, adalah:
1. Mengembalikan para penganggur di kota ke desa masing-masing.
2. Memberikan keterampilan kerja (usaha) produktif kepada angkatan kerja di
daerah pedesaan.
3. Memberikan bantuan modal untuk usaha produktif.
4. Mentransmigrasikan para penganggur yang berada di perkotaan.
5. Dan langkah-langkah lainnya yang dapat mengurangi atau mengatasi terjadinya
"urbanisasi".
Selain langkah-langkah tersebut di atas, juga dapat dilaksanakan berbagai
upaya preventif yang dapat mencegah terjadinya "urbanisasi", antara lain:
1. Mengantisipasi perpindahan penduduk dari desa ke kota, sehingga "urbanisasi"
dapat ditekan.
20

2. Memperbaiki tingkat ekonomi daerah pedesaan, sehingga mereka mampu hidup
dengan penghasilan yang diperoleh di desa.
3. Meningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan dan rekreasi di daerah pedesaan,
sehingga membuat mereka kerasan 'betah' tinggal di desa mereka masing-masing.
4. Dan langkah-langkah lain yang kiranya dapat mencegah mereka untuk tidak
berbondong-bondong berpindah ke kota.
Berbagai langkah tersebut di atas akan dapat dilaksanakan apabila ada
jalinan kerja sama yang baik antara masyarakat dan pihak pemerintah. Dalam hal
ini partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan, sehingga program-program
pembangunan akan berjalan lebih tertib dan lancar.
21

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan. Sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan, maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Pembangunan perumahan dan pemukiman di Kota Malang kini menjadi
permasalahan karena hal ini akan berdampak pada Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang tata
ruang menyebutkan luas areal ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas
wilayah yakni meliputi 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat. Dan
pada kenyataannya RTH publik kota Malang hanya 17 % dari luas Kota
Malang. Namun, untuk RTH privat yang terdapat di area privat luasnya
mencapai sekitar 13 % dari luas Kota Malang. Untuk RTH privat (pribadi)
seluas 10 persen sudah melebihi ketentuan, sedangkan untuk RTH publik masih
belum tercapai dan masih dalam proses target pencapaian oleh Pemerintah Kota
Malang. Keseimbangan ekosistem diperkotaan memang sangatlah di perlukan
untuk menunjang keindahan, keasrian serta kenyamanan kota Malang. Maka
ketika suatu kota tersebut tidak ada keseimbangan ekosistemnya ini akan
berakibat buruk kepada lingkungan.
Dengan mengacu pada perundang-undangan dan peraturan mengenai
lingkungan hidup serta memperhatikan masalah utama dalam pembangunan
perumahan dan pemukiman, maka upaya mewujudkan pembangunan kawasan
perumahan yang berwawasan lingkungan adalah melaksanakan pembangunan
yang terpadu dan terencana yang dapat mengatasi masalah tersebut dan
menghasilkan pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan
generasi mendatang.
22

B. Saran
Untuk itu diperlukan upaya untuk mengatasi masalah perumahan dan
permukiman antara lain:
Perlu dilakukan judicial review atas regulasi atau undang-undang yang
terkait mengenai pembangunan perumahan dan perkotaan
Perlu adanya pengawasan yang lebih dari pihak yang terkait maupun dari
masyarakat, jika perlu diadakannya sidak langsung atau pengawasan
bangunan di titik-titik yang terjadi penyalahgunaan pemanfaatan bangunan
atau pelanggaran tata ruang.
Upaya penegakan hukum terhadap penerbitan IMB yang melanggar tata
ruang dibagi menjadi 3, yaitu sarana hukum administrasi, sarana hukum
perdata dan sarana hukum pidana.
Harus adanya tindakan yang tegas dari pihak pemerintah kota Malang dan
Badan Lingkungan Hidup (BLH) mengenai Ijin Mendirikan Usaha (IMB)
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan perkotaan dan
memberikan peluang bagi masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi
lemah untuk memiliki tempat tinggal, serta untuk membangun kawasan RTH
(ruang terbuka hijau), yang sesuai dengan standart ataupun ketentuan hukum
yakni 20%, sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007, mungkin solusi ataupun saran
dari kelompok kami mengenai semakin sedikitnya lahan produktif di perkotaan,
maka seharusnya mulai dipikirkan pembentukan bank tanah (land banking).
Konsep bank tanah merupakan konsep pembangunan berkelanjutan
dimana pemerintah mampu menjamin ketersediaan tanah bagi masyarakatnya
terutama untuk penyediaan prasarana dan fasilitas umum. Pengertian yang lebih
jelas dan konsep bank tanah adalah suatu proses pembelian tanah dan property
untuk keperluan di masa mendatang. Melalui bank tanah setiap individu,
kelompok atau perusahaan dapat membeli tanah dengan harga riil saat itu (today’s
prices).
23

DAFTAR PUSTAKA
http://lovebintang.blogdetik.com/2010/04/21/masalah-perumahan/
http://bojhezjanur.blogspot.com/2012/02/kebijakan-pemerintah-tentang-lingkungan.html
http://rustam2000.wordpress.com/karya-tulisku/
http://dispendukcapil.malangkota.go.id/?p=496
http://carlz185fr.wordpress.com/2013/04/24/strategi-kebijakan-yang-dapat-dilakukan-untuk-mengatasi-permasalahan-yang-dihadapi-dalam-migrasi-dan-urbanisasi-penduduk/
http://catatankecillina.blogspot.com/2012/03/masalah-perumahan-bagi-masyarakat.html
24