Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

14
DISUSUN OLEH : M. ROMADHON FAHLEVI 2013 11 290 KELAS G STT-PLN Jakarta

description

 

Transcript of Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

Page 1: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

DISUSUN OLEH :

M. ROMADHON FAHLEVI

2013 11 290

KELAS G

STT-PLN Jakarta 2014

Page 2: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

Peran Penting Kebijakan Energi Nasional

• Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan energi Indonesia mencapai angka 7 – 8 persen per tahun. Meskipun demikian, masih tingginya elastisitas energi Indonesia yang berada pada kisaran 1,6, mencerminkan belum efisiennya penggunaan energi di Indonesia. Sebagai perbandingan, Thailand dan Singapura memiliki elastisitas energi sebesar 1,4 dan 1,1. Sementara negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika memiliki elastisitas energi yang berkisar antara 0,1 dan 0,2. Namun pertumbuhan energi yang tinggi ini tidak pula ditunjang dengan kebijakan penyediaan energi yang baik. Data menunjukkan, pada tahun 2011, minyak masih menjadi energi dengan pangsa terbesar yang mencapai 49,5 persen dari jumlah total energi sebesar 1,176 miliar Setara Barel Minyak (SBM)/Barrel Oil Equivalent (BOE). Pangsa terbesar selanjutnya adalah Batubara dan Gas dengan jumlah proporsi masing-masing sebesar 26 persen dan 20,4 persen (Gambar 1). Hal ini menunjukkan sangat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil yang mencapai 95 persen.

Page 3: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

Gambar 1. Kondisi Bauran Energi Indonesia

Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius mengingat dari tahun ke tahun kondisi cadangan energi fosil semakin menipis. Berdasarkan data neraca energi diperkirakan potensi minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 23 tahun dari sekarang, sementara gas bumi dan batubara diperkirakan akan habis masing-masing pada 55 dan 83 tahun dari sekarang. Kondisi tersebut mengisyaratkan keharusan untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Dengan

Page 4: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

kondisi geologis dan letak geografisnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar.

Tabel Neraca Energi

Perkembangan Kebijakan Energi

Page 5: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

• Sampai dengan tahun tujuh puluhan, sumber daya energi dianggap masih sangat melimpah. Persoalan utama pada masa itu adalah usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak bumi melalui kontrak bagi hasil. Dengan meningkatnya produksi minyak maka penerimaan negara yang masih bertumpu pada ekspor komoditas ini diharapkan semakin besar.

• Gagasan penyusunan kebijakan energi di Indonesia itu sendiri pertama kali muncul pada tahun 1976. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya energi. Pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang setingkat dengan departemen dan bertanggung jawab memformulasikan kebijakan energi serta mengkoordinasikan implementasi kebijakan ini. BAKOREN untuk pertama kalinya mengeluarkan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) pada tahun 1981. Kebijakan ini terus menerus diperbarui sesuai dengan perkembangan strategis lingkungan yang mempengaruhi pembangunan energi di Indonesia.

Page 6: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

• Pada tahun 1998, BAKOREN menyusun KUBE (Kebijakan Umum Bidaang Energi) KUBE ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendukung terlaksananya strategi pembangunan bidang energi dan memberikan kepastian kepada pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan pengadaan, penyediaan dan penggunaan energi. Dalam KUBE ini mulai diindikasikan adanya keterbatasan sumber daya energi, terutama minyak bumi. Minyak bumi diarahkan secara bertahap untuk digunakan di dalam negeri sebagai bahan bakar dan bahan baku industri yang dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Kebijakan energi yang perlu ditempuh mencakup lima kebijakan utama dan sembilan kebijakan pendukung (BAKOREN 1998).

Kebijakan utama tersebut adalah:

Page 7: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

• a. Diversifikasi, yaitu penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Untuk energi fosil tidak menutup kemungkinan untuk melakukan impor sejauh menguntungkan secara ekonomis dan tidak merusak lingkungan.

• b. Intensifikasi, yaitu pencarian sumber energi melalui kegiatan survei dan eksplorasi agar dapat meningkatkan cadangan baru terutama energi fosil. Pencarian sumber daya energi diarahkan di daerah yang belum pernah disurvei dan untuk daerah yang terindikasi dilakukan upaya untuk peningkatan status cadangan menjadi lebih pasti.

• c. Konservasi, yang dilakukan mulai dari sisi hulu sampai ke hilir.

• d. Penetapan harga rata-rata energi yang secara bertahap diarahkan mengikuti mekanisme pasar.

• e. Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan di sektor energi termasuk didalamnya memberikan prioritas dalam pemanfaatan energi bersih.

Berdasarkan Perpres No 5 Tahun 2006 tersebut, tujuan kebijakan energi nasional adalah untuk mengarahkan

Page 8: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sementara sasaran kebijakan energi nasional adalah:

• a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025.

• b. Terwujudnya bauran energi primer dengan peranan masing-masing jenis energi pada tahun 2025 adalah:

- Minyak bumi menjadi kurang dari 20 persen.

- Gas Bumi menjadi lebih dari 30 persen.

- Batubara menjadi lebih dari 33 persen.

- Bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5 persen.

- Panasbumi menjadi lebih dari 5 persen.

- Biomassa, nuklir, mikrohidro, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi5 persen.

- Batubara yang dicairkan menjadi lebih dari 2 persen.

Page 9: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

• Perumusan KEN sebagai kebijakan publik haruslah mempertimbangkan faktor-faktor strategis, di antaranya :

a. Faktor politik

b. Faktor ekonomi dan finansial

c. Faktor kelembagaan dan administratif

d. Faktor teknologi

e. Faktor sosial dan budaya

f. Faktor keamanan dan pertahanan

• Setiap kebijakan publik, sebagaimana juga KEN, akan memiliki tiga aspek yaitu input, proses dan output. Sebagai input dalam hal ini adalah permasalahan energi yang timbul karena faktor lingkungan dan keadaan yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya “masalah kebijakan” tersebut, yang berupa tuntutan masyarakat atau tantangan dan peluang, dan diharapkan dapat diatasi melalui suatu kebijakan publik. Sementara itu, proses perumusan KEN telah berjalan dengan mengikuti tata kerja DEN yang ditetapkan melalui Permen

Page 10: Kebijakan Nasional Untuk Energi Nasional

ESDM. Untuk output, KEN masih menunggu persetujuan DPR. Penyusunan KEN harus juga memperhatikan siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dapat dimonitoring dan dapat dievaluasi.