KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA...

66
i KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN 1859 dan 1922 Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.HUM) Disusun oleh: SITI RAHMAWATI 1111022000047 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1439 H

Transcript of KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA...

Page 1: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

i

KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI

BATAVIA PADA TAHUN 1859 dan 1922

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.HUM)

Disusun oleh:

SITI RAHMAWATI

1111022000047

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

Page 2: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN
Page 3: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN
Page 4: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN
Page 5: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

i

ABSTRAK

Siti Rahmawati, NIM (1111022000047) Kebijakan Hindia Belanda Terhadap

Haji di Batavia tahun 1859 dan 1922, Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2018.

Penelitian ini membahas mengenai Kebijakan Hindia Belanda terhadap

jamaah Haji di Batavia. Dimana pada awalnya kolonial Belanda lebih condong

mengatur kebijakan khususnya dalam perekonomian. Namun menurut beberapa

sumber yang penulis temukan pemerintah Kolonial Belanda ikut serta dalam

membuat kebijakan terhadap haji di Batavia. Adapun terkait motif kebijakan

Kolonial Belanda sendiri terhadap para calon jamaah haji di Batavia mulai telihat

tahun 1859-1922. Meskipun demikian, kebijakan kolonial Belanda tidak terdapat

peraturan yang signifikan terhadap jamaah haji di Batavia. Namun Batavia sendiri

menjadi gerbang utama jalur perlintasan yang lebih mudah dijangkau oleh para

calon jamaah haji yang hendak pergi ke Mekkah.

Melihat antusias yang tinggi dari masyarakat yang hendak melaksanakan

ibadah haji melalui Batavia membuat Kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan

yang cukup menyulitkan para calon jamaah haji di Batavia, seperti diwajibkannya

memiliki surat izin dari pemerintah setempat, harus mempunyai biaya yang

cukup, harus mengikuti pelatihan khusus setelah kembali dari tanah suci apabila

dalam pelatihan tersebut tidak memenuhi syarat maka jamaah haji akan dikenakan

denda, serta adanya laporan yang jelas bahwah jamaah haji tersebut telah kembali

ke tanah air. Sayangnya meskipun biaya untuk melaksanakan haji semakin mahal

tapi tidak adanya fasilitas yang memadai bagi jamaah haji baik dari segi

transportasi, kesehatan, dan kebutuhan pokok. Padahal dalam Ordonansi tahun

1859 akan adanya perbaikan mengenai hal tersebut.

Selain itu, terkadang Kolonial Belanda sendiri melarang para calon

jamaah haji untuk ikut menggunkan kapal kolonial Belanda dan melarang jamaah

haji untuk diturunkan di Batavia sepulang dari melakukan ibadah haji bahkan

jamaah haji sampai dibuang ke Pulau Tanjung Harapan. Dari permasalahan yang

diteliti menggambarkan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh Kolonial Belanda

cukup menyulitkan para jamaah, sehingga banyak diantara mereka ada juga yang

tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai ke Mekkah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang

manguji dan menganalisa secara kritis arsip peninggalan masa lampau yang

berlandaskan pada penelitian terhadap perjalanan, transportasi dan peraturan

perhajian pada masa kolonial Belanda sebagai objek penelitian. Teknik analisis

data dalam penelitian ini melalui lima tahap. Yaitu, pemilihan topik, heurustik,

verifikasi, interpretasi, dan historiografi.

Kata kunci: Kebijakan Kolonial Belanda, Perjalanan dan Transportasi Jamaah Haji.

Page 6: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat

dan hidayahNya bagi para hambaNya yang selalu memuja. Shalawat serta salam

semoga selalu terlimpah kepada junjungan nabi Muhammad saw beserta keluarga,

sahabat, dan para pengikunya. Rasa syukur disertai dengan usaha yang sungguh-

sungguh serta tekad yang kuat akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Kebijakan Hindia Belanda Terhadap Haji di Batavia Tahun

1959 dan 1922”. Meskipun penulis sadar betul akan banyaknya kekurangan

dalam karya ini. Penulis berkeyakinan karya ini dapat bersumbangsih bagi siapa

saja yang ingin bergelut pada dunia penelitian, khususnya bagi mereka yang

memfokuskan kajian pada Haji di Batavia.

Layaknya peristiwa sejarah yang penyebabnya tidak tunggal, begitupun

halnya dengan perjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak bisa

dinafikan bahwa penulis bukan satu-satunya aktor sentral, namun di balik usaha

dan kerja keras penulis terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu untuk

membantu. Maka dengan niatan suci yang terpatri kuat dalam sanubari, penulis

sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora.

3. Nurhasan, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

4. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi

yang penulis butuhkan.

5. Prof. Dr. M. Dien Madjid. Selaku dosen pembimbing yang dengan sangat

teliti dan sabar memberikan arahan dan masukan positif bagi penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen, yang telah memberikan ilmu pengetahuannya

kepada penulis selama perkuliahan.

Page 7: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

iii

7. Karyawan/Karyawati Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Adab dan Humaniora yang telah memberikan pelayanan dan menyediakan

fasilitas dalam penulisan skrispi ini.

8. Ayahanda tercinta Burhanudin dan Ibunda Een Lestari, selaku orang tua

penulis. Terima kasih atas motivasi, cinta, kejujuran, dan pengorbanan

tanpa pamrih yang telah diberikan.

9. Rodiah. Selaku ibu sambung penulis. Terima kasih atas partisipasinya

yang telah diberikan.

10. Adik-adikku tercinta, Muhamad Syaid, Muhamad Istikhori, Muhamad

Haikal dan Syahlani Abiatul Nur Faqikh. Terima kasih telah menjadikan

rumah sebagai tempat berdiskusi dan mengadu hati.

11. Kawan-kawan Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam angkatan 2011.

Terima kasih atas diskusi-diskusi yang menarik dan mencerdaskan selama

perkuliahan. Semoga kelak kita dipertemukan dalam keadaan sukses.

12. Sulastri, Wilda Eka Safitri, Arifah Mahfudzoh, Amalia Rachmadanty, Ulfa

Azzahra, Masitah, Husen, dan Budi Permana. penulis hanturkan terima

kasih yang mendalam telah menjadi teman berjuang dalam perburuan

sumber.

13. Fachrum Nisa Ariyani, Rini Yuliyanti, Siti Rahma R.M., sahabat yang

tidak henti memberikan motivasi demi tercapainya cita-cita nan hakiki.

14. Chairul Umam. penulis hanturkan terima kasih telah menjadi inspirasi dan

optimisme yang engkau patrikan dalam hati. Cinta dan harapanmu akan

selalu hidup dalam sanubari.

Jakarta, 10 April 2018

Siti Rahmawati

Page 8: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

iv

DAFTAR ISTILAH

AIAZ Adviseur voor Inlandsche en Arabische Zaken

AMIR Syarif Besar

Algemeene Secretaris Sekretaris Umum

Batavia Ibu Kota Hindia Belanda yang menjadi lokasi sebagai

markas besar perdagangan Vereenigde Oost-Indische

Compagnie (VOC) tahun 1619

DOEN Direktur Departement van Onderwijs

Depresi Ekonomi kejatuhan perekonomian karena perbedaan besar antara

kemampuan kapasitas produksi dengan besaran

konsumsi

Device Et Imperal Kombinasi strategi politik, militer, dan kekuasaan

f satuan Gulden (Mata uang Belanda)

Guild / Gilda : Persekutuan Dagang

GGNI Gouverneur general Nederlandsch Indie

Heterogen Terdiri atas beberapa unsur yang berbeda sifat

Het Reglement Op

Het Beleid Der

Regering Van

Nederlandsch Indie

yang lebih dikenal dalam singkatannya

Regeringsreglement: peraturan baru tentang kebijakan

untuk mengatur tata pemerintahan daerah jajahan yang

pada masa itu dikenal dengan sebutan Hindia Belanda

tahun 1854.

Habib merupakan sapaan masyarakat Arab yang mempunyai

latar belakang keturunan Nabi Muhammad SAW

Inlander penduduk pribumi

Kastel Van Batavia Benteng Kota

mixtiezen atau mestizo Pernikahan antara orang Eropa dan orang Tionghoa

atau orang Eropa dengan pribumi

MBZ Minister Van Buitenladsche Zaken: Mentri Luar Negri

MK Minister van Kolonie

Nederlandsch Indie Hindia Belanda

Ordonansi

(Ordonance)

Segala peraturan atau kebijakan pemerintah Hindia

Belanda yang tertulis dalam Lembaran Negara

Page 9: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

v

(Staatsblad)

Pilgrim Der Laagste Penumpang kelas ekonomi

Plaatsbewijs surat jalan dan bukti tempat

Pelgrimsart Dokter Haji

rust en orde ketertiban dan keteraturan

Staatblad van

Nederlandsch-Indie

Lembaran Hindia Belanda

VOC: Vereenigde Oost-Indishe Compagnie

Page 10: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................... 4

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................. 4

D. Tujuan Penelitian ............................................................... 5

E. Manfaat Penelitian ............................................................ 5

F. Tinjauan Pustaka ................................................................ 5

G. Metode Penelitian............................................................... 6

H. Sistematika Penulisan ........................................................ 7

BAB II: KONDISI UMUM BATAVIA MASA HINDIA BELANDA

SEBELUM TAHUN 1859

A. Kondisi Umum Batavia Sebelum Tahun 1859................... 10

B. Kondisi Politik dan Sosial Mayarakat Batavia Batavia

Sebelum Tahun 1859.......................................................... 15

C. Perkembangan Haji di Batavia ........................................... 16

BAB III: MACAM-MACAM KEBIJAKAN HINDIA BELANDA

TERHADAP JAMAAH HAJI DI BATAVIA

A. Kebijakan Manajemen Haji Masa Kolonial Hindia

Belanda ............................................................................ 21

a) Ordonansi 1859 ................................................... 25

b) Ordonansi 1922 ................................................... 29

B. Kebijakan dan Upaya Mencari Calon Jamaah Haji

Masa Kolonial Hindia Belanda .......................................... 32

Page 11: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

vii

a) Agen Herklots ........................................................ 32

b) Firma Al Segaff & Co (Singapura) ........................ 40

C. Kebijakan Kesehatan Jamaah Haji Masa Kolonial

Hindia Belanda ................................................................... 41

BAB IV: RESPON JAMAAH HAJI BATAVIA TERHADAP

KEBIJAKAN HINDIA BELANDA

A. Kondisi Sosial Jamaah Haji Dari Tanah Suci .................... 45

B. Respon Jamaah Haji Terhadap Kebijakan 1859 dan 1922. 47

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 51

B. Saran ................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53

Lampiran-Lampiran

Page 12: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari beberapa sumber yang ditemukan, penulis belum menemukan

penjelasan yang pasti terkait waktu pertama kali perjalanan haji yang dilakukan

masyarakat Indonesia. Namun menurut beberapa ahli sebagaimana yang telah

dituturkan Schrieke dalam buku Azyumardi Azra bahwa kehadiran orang-orang

Melayu-Indonesia sudah terlihat di dekat barat laut India sejak awal abad ke-12.

Selain itu juga pada tahun 1440 M Abdul Ar-Razzaq menemukan orang-orang

Nusantara di Hormuz.1 Penjelasan tersebut belum bisa dijadikan sebagai tolak

ukur menentukan awal waktu mengenai perjalanan orang Indonesia melaksanakan

ibadah haji.

Menunaikan ibadah haji sendiri merupakan salah satu dari rukun Islam

yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Ibadah haji hanya diwajibkan bagi

mereka yang mampu, dalam arti kuat fisik dan memiliki biaya bagi keperluan

dalam perjalanan dan keluarga yang ditinggalkan, Ibadah haji dikenal oleh orang-

orang Islam Indonesia sejak awal berkembangnya Islam di Indonesia.2

Adapun munculnya kebijakan haji sendiri mulai diberlakukan ketika

kolonial Belanda merasa keberadaanya akan terancam, dimana banyak orang yang

setelah melakukan ibadah haji menjadi pelopor pembaharu dalam bidang

keagamaan, serta sudut pandang yang berbeda mengenai kebijakan yang

diterapkan oleh kolonial Belanda sebagian besar merugikan masyarakat Indonesia

khususnya bagi para calon jamaah ha ji di Batavia.

Terlihat pada tahun 1859 banyak kebijakan yang diterapkan oleh Belanda

untuk para calon jamaah haji di Batavia, mulai dari harus mempunyai materi yang

cukup, memiliki surat izin untuk melakukan ibadah haji dari penguasa setempat,

adanya keterangan yang jelas mengenai kepulangan jamaah haji, serta adanya

1 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan

XVIII, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, hal. 73.

2 Penerbitan Naskah Sumber, Biro Perjalanan Haji Di Indonesia Masa Kolonial, (Jakarta,

Yayasan Adi Karya Ikapi dan The Ford Foundation dengan Arsip Nasional RI 2001), hal, ix.

Page 13: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

2

pelatihan khusus bagi para jamaah setelah melakukan ibadah haji agar

memperoleh Sertifikat dan diperbolehkannya memakai pakaian haji. Akan tetapi,

jika tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Kolonial Belanda akan

dikenakan denda.3

Lahirnya kebijakan haji sendiri diharapkan dapat mempermudah para

calon jamaah untuk melaksanakan ibadah haji. Namun pada kenyataannya

kebijakan yang tertera dalam Ordonansi yang dibuat tahun 1859 tidak sesuai

dengan apa yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dimana Ordonansi tahun 1859

menjelaskan bahwa akan adanya perbaikan baik dari segi fasilitas kapal yang akan

mengangkut para calon jamaah haji maupun fasilitas kesehatan serta kebutuhan

pokok. Kenyataannya banyak para calon jamaah haji yang tidak mendapatkan

fasilitas yang layak.4

Ordonansi sendiri merupakan sebuah kebijakan yang meliputi persoalan-

persoalan terkait masalah hubungan antara pemerintah kolonial Belanda dengan

rakyat Batavia. Kebijakan Ordonansi haji itu di bentuk oleh pemerintah kolonial

Belanda untuk mengatur rakyat Batavia agar “patuh” terhadap peraturan.5

Seiring berjalannya waktu timbul rasa kekahwatiran pemerintah Belanda

karena eratnya rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi akan

menimbulkan pemberontakan. Oleh sebab itu, berbagai macam bentuk

peribadatan sangat dibatasi oleh pemerintah Belanda temasuk pembatasan

menganai ibadah haji. Sejak saat itu pula, Belanda sangat berhati-hati terhadap

orang yang kembali ke tanah air dia akan melakukan perubahan, mulai dari

perubahan sikap, tingkah laku, hingga menjadi pembaharu untuk penduduk

setempat. Selain itu pemerintah Belanda menghawatirkan pandangan politik para

jamaah haji yang mengalami perubahan setelah mereka berinterksi dan

memperoleh berbagai informasi tentang dunia Islam dari beragai belahan dunia.6

3 Ketetapan tentang denda yang harus dibayar pada ordonansi 6 Juli 1859 No. 42 dicantumkan

kembali pada ordonansi tahun 1902 No. 381. Lihat Stattblad Van Nederlandsch-Indie 12 Agustus

Tahun 1902 No. 318

4 Hal-ihwal Perdjalanan Naik Hadji jang laloe di Kamaran, 1927-1937, Dalam Pandji

Poestaka, No.81 Tahoen XV edisi 8 October 1937

5 mengenai masalah ini akan penulis jelaskan di bab 3

6Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta, FDK Press, 2008), hal, 46.

Page 14: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

3

Pada awalnya Belanda tidak begitu mencampuri mengenai kebijakan yang

di terapkan terhadap umat Islam termasuk juga kebijakan untuk menunaikan

ibadah haji, akan tetapi karena penduduk Batavia yang mayoritas umat Islam7

sehingga membuat Belanda bergerak untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang

memperketat gerak gerik umat Islam. Maka dari situlah Belanda menduga para

jamaah haji sering membawa agama Islam yang fanatik dan dianggap

pemberontak oleh sebab itu pemerintah Belanda mempersempit gerak gerik umat

Islam untuk menajankan ibadah haji, hingga saat para jamaah sudah berada di

Jeddah, Belanda memberi utusan kepada pesuruhnya untuk memantau atau

memata-matai gerak gerik umat Islam yang sedang menjalankan ibadah haji.

Pada tahun 1859 Gubernur Jendral membuat kebijakan mengenai

pembatasan untuk para pembaharu Islam. karena banyaknya para pembaharu yang

mendoktrin umatnya.8 Maka dari itu kebijakan yang di buat oleh Belanda

bertujuan untuk membatasi segala aktifitas para ulama.

Sejak dibukanya terusan suez pada tahun 1869, masyarakat Batavia

semakin dimudahkan untuk menjalankan ibadah haji, setiap tahun ribuan kaum

muslim Indonesia menunaikan ibadah haji ke Mekkah.9 Tidak sedikit dari mereka

yang membawa ajaran ortodoks10

setelah naik haji atau sekian lama bermukim di

tanah suci.11

Usaha Belanda untuk menghalangi umat Islam yang ingin menunaikan

ibadah haji sangatlah ketat, mulai dari dikeluarannya peraturan yang menaikan

harga passport, sampai memasang radar, bukan hanya di Jeddah tetapi juga di

7 Yang memang pada saat itu Belanda sangat takut terhadap umat Islam, karena menurut

Belanda umat Islam tidak jauh seperti Umat kristiani yang apabila ada satu yang mengusik maka

semua merasa terusik.

8 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta, LP3ES, 1985), hal,10.

9 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hal, 3.

10

Ajaran ortodoks adalah sebutan pemerintah Belanda dan Kristen untuk ajaran-ajaran isla

yang menyangkut aqiqah, yang dikembalikan kepada tuntutan Al-Qur’an dn Hadits. Tentu saja

pemerintah Belanda pun tidak melupaka kenyataan bahwa berbagai perlawanan umat Islam di

Hindia Belanda memang banyak dimotori oleh para haji dan ulama. Kenyataan ini menimbulkan

banyak suara dikalangan pejabat pemerintah Hindia Belanda yang menginginkan agar pemerintah

melarang orang Islam berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Haji. pemerintah Hindia

Belanda beranggapan bahwa ibadah haji dinilai akan meyebabkan kaum pribumi menjadi

fatanik, maka dari itu berbagai larangan pun di terapkan oleh Hindia Belanda.

11 berbagai cara pun dilakukan oleh Hindia Belanda untuk mengurungkan niat umat Islam

Batavia agar tidak menunaikan ibadah haji.

Page 15: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

4

Kairo. Setelah kebijakan yang diterapkan gagal dilaksanakan, pemerintah kembali

menetapkan langkah-langkah baru dalam pelaksanaan ibadah haji yang dikenal

dengan Ordonansi 1859.12

Berangkat dari permasalahan diatas perlu kiranya ditelusuri lebih dalam

mengenai apa motif yang melatar belakangi Kolonial Belanda terhadap calon

jamaah haji, dan bagaimana kebijakan (ordonansi) yang dikelurkan pada tahun

1869 dan 1922 khususnya di Batavia.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas penulis dapat mengidentifikasi beberapa

permasalahan diantaranya:

1. Kondisi umum mengenai para calon jamaah haji di Batavia baik

sebelum berangkat maupun setelah kembali ke tanah air.

2. Mengenai kondisi Transportasi yang digunakan para calon jamaah haji.

3. Jalur yang dilintasi para calon jamaah haji dari Batavia menuju ke

Mekkah.

4. Kebijakan Kolonial Belanda terhadap Haji di Batavia tahun 1859 dan

1922.

5. Kebijakan kolonial Belanda terhadap jamaah haji tidak menyurutkan

keinginan masyarakat Batavia untuk pergi haji.

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, akhirnya

penulis hanya memfokuskan kepada masa ordonansi haji di Batavia pada tahun

1859 dan 1922. Dalam kajian ini terdapat tulisan yang tahunnya lebih cepat dari

tahun yang penulis fokuskan itu merupakan prolog saja. Penulis juga akan

memaparkan sedikit keluar dari tahun yang penulis batasi untuk mengetahui

dampak dari kebijakan yang telah diterapkan oleh kolonial Hindia Belanda.

12 Latar belakang lahir ordonansi ini karena banyak penyalahgunaan gelar haji dan sebagian

jamaah pasca menunaikan ibadah haji tidak kembali ketanah air, akibatnya menimbulak masalah

social ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. C. Snouck Hurgronje, De Hadji – Politiek der

Indische Regeering dalam Verspreide Geschriften jilid IV, hal, 175 dsb. Lihat M. Dien Madjid,

Berhaji Masa Kolonial, hal, 95.

Page 16: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

5

Berasarkan uraian dan judul di atas, maka penulis memfokuskan

pembahasan skripsi ini hanya berkisar pada masalah Kebijakan Hindia Belanda

terhadap haji di Batavia tahun 1859 dan 1922.

Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini penulis mengajukan

beberapa pertanyaan di bawah ini:

1. Apa motif yang melatarbelakangi Kebijakan Haji di Batavia?

2. Apa saja Kebijakan Belanda terhadap haji di Batavia?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dalam penelitian skripsi ini ialah

a. Untuk mengetahui motif dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

Kolonial Belanda.

b. Untuk memperoleh gambaran umum mengenai Kebijakan Hindia

Belanda terhadap Haji di Batavia.

c. Untuk mengetahui respon jamaah haji Batavia terhadap kebijakan yang

diterapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Mampu memberikan Kontribusi, yaitu pembelajaran bagi siapa saja

yang membutuhkan informasi mengenai Jama’ah haji di Batavia.

b. Memberikan gambaran mengenai motif dari kebijakan yang dibuat

pemerintah Kolonial Belanda tahun 1859 dan 1922.

c. Dapat memperkaya khazanah perbendaharaan keilmuan fakultas Adab

dan Humaniora terutama mahasiswa sejarah kebudayaan Islam.

d. Menjawab permasalahan sejarah yang belum terungkap secara

mendetail dengan menggunakan metode sejarah yang ilmiah.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam buku M. Dien Madjid yang berjudul Berhaji di masa Kolonial

menjelaskan perjalanan dan perjuangan haji Islam Batavia, dibuku ini juga sudah

dituliskan mengenai kebijakan-kebijakan yang sudah diterapkan oleh Hindia

Belanda, akan tetapi tidak ditulis secara mendetail. Maka dari itu penulis akan

Page 17: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

6

melengkapi permasalahan yang belum terjawab dalam buku tersebut dan menjadi

fokus kajian penulis.

Dalam buku Haji dari Masa ke Masa menjelaskan bahwa haji pada masa

kolonial kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara pada akhir abad ke-15 Masehi

Nusantara mulai di semaraki oleh orang-orang Muslim, baik pendatang maupun

pribumi, bangsa Eropa menyusun rencana untuk menghentikan Islam di

Nusantara. Salah satu jalan yang di tempuh ialah bekerjasama dengan kerajaan-

kerajaan Hindu Budha untuk memerangi pribumi yang masih menganut agama

Islam.13

Dalam buku Harry J. Benda tentang Bulan Sabit dan Matahari Terbit:

Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang, dijelaskan pada bab pertama

mengenai dasar-dasar politik Belanda terhadap Islam yang didalamnya membahas

jelas tentang panIslamisme yang menjadi dasar ketakutan orang Belanda terhadap

jamaah haji Batavia yang akan melaksanakan ibadah haji.14

Dalam buku Dr. Karel A. Steenbrink yang berjudul Beberapa Aspek

Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19: dijelaskan pada bab V poin ke-3

mengenai Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dalam Bidang Peradilan dan

Perhajian yang menjelaskan tentang perjalanan jamaah haji, dan juga menjelaskan

perbandingan jamaah haji Indonesia dengan Negara lain.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat Anatical History15

sehingga metode yang digunakan

dalam penelitian sejarah pada umumnya ialah metode heuristik, Heuristik adalah

kegiatan untuk mencari data atau pengumpulan bahan-bahan atau sumber sejarah.

Hal ini merupakan sebuah tahap awal yang mana harus dilakukan bagi seorang

peneliti Untuk melengkapi informasi mengenai Kebijakan Hindia Belanda

terhadap Haji di Batavia masa ordonansi.

13 Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggara Haji dan Umrah 2012, Haji dari

Masa ke Masa, (Jakarta, Direktorat Jendral Penyelenggara Haji dan Umrah, 2012).

14 Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada masa Pendudukan

Jepang, (Jakarta, Pustaka Jaya, 1980).

15 Anatical History merupakan jenis penelitian yang memanfaatkan teori dan metodologi. Lihat:

M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi. Ilmu Sejarah Sebuah Pengatar. (Jakarta: Kencana, 2014).

Page 18: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

7

Dalam proses Heuristik penulis menggunakan metode kepustakaan.

Penulis juga menghimpun sumber-sumber tertulis baik yang bersifat primer

maupun sekunder dan pengumpulan data-data yang behubungan dengan judul.

Untuk sumber primer penulis menggunakan surat kabar, yang berada di

Perpustakaan Nasional, naskah-naskah yang penulis temukan di ANRI (Arsip

Nasional Republik Indonesia). Selebihnya penulis menggunakan data-data yang

bersifat sekunder baik berupa buku, artikel, maupun skripsi yang penulis temukan

di perpustakaan Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, perpustakaan Adab

dan Humaniora, perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan

perpustakaan LIPI.

Tahap berikutnya ialah kritik sumber atau verifikasi. Setelah melakukan

heuristic atau pengumpulan sumber-sumber, maka tahap selanjutnya yang harus

dilakukan adalah kritik sumber. Kritik sumber adalah sebuah usaha untuk

mendapatkan sumber-sumber yang relevan dengan cerita sejarah yang ingin

disusun dengan judul.16

Dalam proses ini, penulis melakukan uji keaslian sumber atau otentifikasi

melalui kritik ekstern. Selain itu penulis juga melakukan uji kelayakan sumber

atau kredibilitas, yang penulis telusuri melalui kritik intern. Dalam kritik ekstrn

penulis mengkritisi secara fisik mengenai sumber-sumber primer berupa Koran,

jurnal, serta buku pelengkap yang penulis dapatkan. Mengenai naskah usang yang

penulis dapatkan, hemat penulis tidak terdapat masalah yang berarti karena bila

dilihat secara fisik baik mengenai tahun dibuatnya, siapa pembuatnya, dimana

dibuatnya, dan apa bahan pembuatnya. Hemat penulis sumber-sumber tersebut

valid nampaknya jika dikatakan otentik. Karena masih dalam bentuk yang asli dan

penyimpanan yang rapih maka penulis berprasangka baik sangat kecil bila

dipalsukan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi permasalahan-permasalahan

yang menjadi pembahasan dalam lima bab dan dirinci sebagai berikut:

16 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta, Logos, 1999) hal, 54.

Page 19: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

8

BAB I: Berisikan Pendahuluan yang terdiri dari penjabaran singkat

permasalahan yang menjadi fokus kajian, Latar Belakang,

Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Penelitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II: Membahas mengenai Kondisi Umum Batavia Masa Hindia

Belanda Sebelum Tahun 1859. Yang meliputi Kondisi umum

Batavia sebelum 1859, Kondisi Politik dan Sosial Mayarakat

Batavia, Perkembangan Haji di Batavia.

BAB III: Membahas Mengenai Macam-Macam Kebijakan Hindia

Belanda Terhadap Jamaah Haji Di Batavia. Yang meliputi

Manajemen Haji Masa Kolonial Hindia Belanda. yang dibagi

menjadi 2 yaitu: Ordonansi 1859 dan Ordonansi 1922, Kebijakan

dan upaya mencari calon Jamaah Haji Masa Kolonial Hindia

Belanda. yang dibagi menjadi 2 yaitu: Agen Herklots dan Firma

Al-Segaff & CO (Singapura), dan Kebijakan Terhadap Kesehatan

Jamaah Haji Masa Kolonial Hindia Belanda.

BAB IV: Membahas mengenai Respon Jamaah Haji Batavia Kebijakan

Hindia Belanda. Yang meliputi Kondisi Sosial Jamaah Haji dari

Tanah Suci, dan Respon Jamaah Haji Terhadap Kebijakan 1859

dan 1922.

BAB V: Berisikan Penutup yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan

jawaban dari permasalahan yang menjadi motif awal pengkajian

penelitian ini. Dan saran-saran yang menjadi masukan-masukan

untuk perbaikan penelitia berikutnya.

Page 20: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

10

BAB II

Kondisi Umum Batavia Masa Hindia Belanda Sebelum Tahun 1859

A. Kondisi Umum Batavia Sebelum Tahun 1859

Sejak zaman kuno, Nusantara terutama Batavia merupakan tempat

persilangan jaringan lintas laut yang menghubungkan benua timur dengan benua

barat. Batavia juga merupakan kota utama yang dibangun oleh Belanda sejak

pendiriannya mendominasi kegiatan perdagangan di Asia dan kepualaun

Indonesia.17

Oleh sebab itu, letak Indonesia bisa dikatakan sangat strategis.18

terlebih lagi sejak dibukanya Terusan Suez pada 1869 yang mempersingkat jarak

tempuh berkat kamampuan kapal-kapal uap yang lebih maju meningkatkan arus

pelayaran antar samudera.19

Sampai abad ke-18 Batavia merupakan kota yang terdapat banyak

benteng. Setelah abad tersebut, kota ini banyak ditinggalkan penduduknya,

banyak bangunan-bangunan besar dekat pelabuhan dihancurkan. Sebagian

benteng kota juga sudah diratakan dengan tanah. Beberapa penduduk Batavia juga

sudah tinggal di luar benteng. Perubahan tata kota ini, dianggap seorang

pelancong Belanda bernama Wietzel sebagai akar dari merosotnya reputasi kota

yang indah di masa lampau.20

Kota Batavia berkembang dari hasil pajak serta

hasil penjualan yang dilakukan di pelabuhan. Sejak sebelum abad 18, telah banyak

kapal-kapal mancanegara yang hilir mudik di bandar ini, Kapal-kapal tersebut

berasal dari Eropa dan dari Cina.

Leonard Blusse mengungkapkan bahwa salah satu pedagang asing yang

banyak melakukan aktivitas di pelabuhan ini adalah orang Cina, orang-orang Cina

datang menggunakan kapal tradisional mereka yang disebut Junk. Mereka

17 Jean Gelan Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur,

(Depok, Masup Jakarta, 2009), hal, xxiii.

18 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, (Jakarta, Gramedia

Pustaka Utama, 1992), hal, 35.

19 M. Dien Madjid, Berhaji di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008) hal,56.

20

Leonard Blusse, Persekutuan Aneh; Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di

batavia VOC (Yogyakarta: LkiS, 2004) hal. 29 – 30.

Page 21: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

11

membangun persekutuan dagang (gilda), salah satu dari mereka yang terkenal

bernama Amoy.21

Masyarakat Batavia terdiri dari suku bangsa yang beragam, Mereka

terbagi dalam tiga golongan. Pertama, masyarakat Belanda dan Eropa, kedua

masyarakat Timur Asing yakni Arab, Tionghoa, Jepang, India dan lain-lain, serta

ketiga ditempati oleh inlander (penduduk pribumi). Mereka hidup bersama-sama

dalam benteng kota (Kasteel van Batavia) maupun di luar kota. Di antara mereka

terjalin hubungan yang berjarak, namun tetap rukun. Masyarakat Eropa sebagai

kelas penguasa memberlakukan kebijakan lokalisir, terutama dalam hal

perdagangan dan pemukiman bagi penduduk yang berada pada golongan kedua

dan ketiga.22

Masyarakat Arab dan Tionghoa, sebagai golongan kedua, diberi peluang

untuk beraktivitas di bidang perniagaan namun mereka tidak ikut campur dalam

bidang politik. Boleh dikatakan mereka tidak diberi kesempatan untuk berkarya di

ranah pemerintahan. Karena pembatasan ini mereka memilih perniagaan sebagai

ruang ekspresi. Khusus bagi orang Arab mereka diberi peluang untuk beraktivitas

di bidang keagamaan.23

Agus Permana dan Mawardi mengungkapkan bahwa perkembangan Islam

di Batavia bukan hanya dilakukan oleh para haji, namun juga peran para habib

dari Yaman. Habib merupakan sapaan masyarakat Arab yang mempunyai latar

belakang keturunan Nabi Muhammad SAW. Banyak dari mereka yang tinggal di

daerah Pekojan, Tanah Abang dan Krukut.24

Keberadaan Pekojan merupakan dampak dari maraknya gilda

(perdagangan) di Batavia pada abad 18, Terlihat sejak dirubahnya pelabuhan lokal

Sunda Kalapa menjadi Batavia yang berada di bawah pengelolaan Vereenigde

21 Leonard Blusse, Chinese Trade to Batavia During the Days of the VOC, (Archipel, 18, 1979),

hal. 195 – 213.

22 Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002) hal. 32.

23

Ahmad Athaillah, Islam di Betawi: Peran Mufti Betawi Sayyid Utsman bin Yahya dan

Dampaknya pada Perkembangan Pola Dakwah pada Generasi Berikut, makalah dipresentasikan

dalam Seminar Nasional “Sejarah Dakwah Dan Pendidikan Islam di Betawi”, Sabtu 22 Desember

2012 di Gedung Rabithah Alawiyah Jakarta, hal. 10.

24 Agus Permana dan Mawardi, Habaib in Batavia in the 17

th Century: A Study on the Roles of

Habaib in the Process of Islamization and Islamic Preaching, dalam (Tawarikh, Vol. 9, No. 1,

2017), hal. 23 – 32.

Page 22: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

12

Oost-Indishe Compagnie (VOC). Bandar dagang ini semakin menunjukkan nilai

pentingnya sebagai salah satu pusat perdagangan penting di Pulau Jawa. 25

Bagi

Para pedagang yang berada di Sunda Kelapa hal seperti ini menjadi persekutuan

perdangangan. Setelah mengetahui hal ini akhirnya VOC memberi mereka

sebagian tanah untuk didiami oleh masyarakat pedagang. 26

Pekojan di kawasan Batavia terletak di wilayah Jakarta Utara sekarang.

Sekitar abad 19 kampung ini sudah dipenuhi oleh para keturunan Arab, di tengah

kampung ini terdapat dua masjid, yakni masjid langgar tinggi dan masjid lainnya

yang menjadi sentra berkumpulnya umat Muslim yang tinggal di sekitar Pekojan.

Tempat ini selain digunakan sebagai sarana beribadah, juga difungsikan sebagai

pendidikan agama Islam dan pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan.

Sebagaimana yang dikatakan Pemerintah Hindia Belanda bahwa di antara mereka

sama sekali tidak ada perbedaan ras, kedudukan, maupun warna kulit.27

Awalnya, Pekojan tercipta bukan diperuntukkan bagi orang Arab. L.W.C.

Van den Berg mengungkapkan bahwa Pekojan sudah ada sejak abad 17.

Penduduk yang tinggal di sana merupakan pedagang India Kojah, yakni orang

India yang beragama Islam. Beberapa dari mereka ada yang bermukim secara

permanen, namun ada pula yang menjadikannya sebagai tempat singgah

menunggu ketersediaan barang atau menunggu angin musim tiba sebagai sarana

berlayar ke negeri asal. Lama kelamaan penduduk yang tinggal di sana tidak

hanya orang India, melainkan ada pula orang Arab. Bahkan semakin mendekati

abad 19, jumlah keturunan Arab asal Yaman lebih banyak tinggal di sini

ketimbang India Koja. Namun kenyataan itu tidak sampai merubah nama daerah

tersebut.

Kedatangan orang Arab Hadrami ke Batavia dilatarbelakangi oleh motif

ekonomi dan dakwah. Bahkan tidak jarang juga yang berprofesi ganda sebagai

25 H.W. Dick, Prahu Shipping in Eastern Indonesia, Part I, dalam Bulletin of Indonesian

Economic Studies, (Vol. 11, No. 2, 1975), hal. 69 – 107.

26 Geoff Wade, “An Early Age of Commerce in Southeast Asia, 900 – 1300 CE” dalam Journal

of Southeast Asian Studies, (Vol. 40, No. 2, 2009), hal. 221 – 265.

27 M. Dien Madjid, Pekojan Citra Kampung Arab di Batavia Abad XVIII – XIX, makalah

dipresentasikan pada International Conference “The Early Islam and Culture in Southeast Asia”

pada 30-31 Oktober 2017 di Grand Kanaya Hotel, Medan Sumatera Utara, hal. 1 – 17.

Page 23: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

13

pendakwah dan pedagang. Dalam kesehariannya mereka juga berinteraksi dengan

penduduk lokal sekitar Batavia. Hal inilah yang menyebabkan mengapa Islam

begitu kental mewarnai budaya masyarakat pribumi Batavia.

Sebelum abad 18, telah ada beberapa orang Tionghoa yang beragama

Islam. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan makam seorang perempuan

Tionghoa di belakang Masjid Al-Anwar di Angke. Akan tetapi Jejak dakwah

orang Tionghoa yang beragama Muslim belum banyak terlihat di dalam catatan

sejarah. Namun dari temuan makam tersebut, setidaknya diketahui bahwa telah

ada orang Tionghoa yang memeluk Islam.28

Umumnya, orang pribumi yang tinggal di Batavia hidup dalam ruang

kegiatan yang lebih sederhana dibandingkan dengan orang Arab. Profesi mereka

antara lain adalah petani, nelayan, pedagang kecil, buruh, penjaga gudang, pemilik

warung dan lain-lain.29

Mereka menjalin hubungan yang baik dengan orang Arab

maupun Tionghoa serta suku bangsa yang lain. Uka Tjandrasasmita menjelaskan

bahwa penduduk pribumi memiliki keseharian sebagai petani. Mereka menanam

aneka ragam tumbuhan konsumsi seperti lada, asem, padi dan buah-buahan.30

Selain bertani, penduduk sekitar Batavia juga sebagai pemburu binatang

buas, kegiatan seperti ini tidak hanya menjadi pekerjaan sampingan melaikan

sudah dijadikan sebagai profesi. Karena tidak jauh dari Batavia masih terhampar

rawa-rawa, hutan rimba dan semak belukar yang semakin memudahkan para

pemburu untuk memangsa hewan buruannya. Akan tetapi tidak jarang diantara

orang pribumi juga ada yang beternak sapi, babi, kambing dan lembu.31

Penduduk pribumi sekitar Batavia sudah mengenal Islam dengan baik

sejak sebelum 1850. Hal tersebut dikarenakan di wilayah tetangga Batavia sendiri

terdapat beberapa penyebar Islam yang terkenal seperti Sheikh Quro (Karawang),

Datuk Ibrahim (Condet), Datu Biru (Jatinegara), Dato Tonggara (Cililitan), Mak

Datu Tanjung Kait (Tangerang), Kumpi Datu (Depok) dan lain sebagainya.

28 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun (Depok: Komunitas Bambu, 2014) hal.49.

29

Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, hal. 96.

30 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta (Jakarta: Pemerintah Propinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Museum dan Pemugaran, 2000) hal. 12.

31 Abdurrahman Surjomiharjo, Pemekaran Kota Jakarta (Jakarta: Djambatan, 1977) hal.8.

Page 24: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

14

Tokoh-tokoh Islam lokal tersebut ikut memperlebar dakwah Islam di wilayah

perbatasan Batavia.32

Sebagai pihak penguasa Eropa merasa berkewajiban untuk menertibkan

penduduk Batavia dan sekitarnya. Melalui sistem strategi politik, militer, dan

ekonomi yang bertujuan mendapatkan kekuasaan dengan cara memecah

kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah

ditaklukkan, Belanda menginginkan agar bangsa-bangsa di Batavia selalu terlibat

dalam persaingan dengan ketidak akraban.33

Meskipun masyarakat Batavia terdiri dari tiga kelompok, tidak membuat

hubungan antar mereka saling mengasingkan.34

Belanda sudah lama mengetahui

eksistensi para pedagang Arab di Pantai Jawa. Salah satu konribusi mereka adalah

menggairahkan perdagangan setempat bukan hanya pedagang tapi juga beberapa

dari mereka ada yang membina rumah tangga dengan perempuan pribumi, Realita

ini membuat hubungan mereka dengan penduduk pribumi kian dekat. 35

Keharmonisan yang terjalin di antara orang Arab dan pribumi tidak

disukai oleh pemerintah Belanda, karena pemerintah memandang pergaulan di

antara mereka adalah bahaya yang akan muncul sewaktu-waktu, karena dapat

berubah menjadi gerak perlawanan kepada kedudukan mereka. Oleh karena itu

Pemerintah Hindia Belanda mulai memberlakukan pas jalan kepada mereka, di

depan komplek pemukiman orang Arab akan diadakan pemeriksaan pas jalan oleh

petugas, hal ini dikhususkan bagi mereka yang ingin bepergian. Pembatasan ini

tentu saja menjadi penghambat mereka untuk menyebarkan dakwah Islam di

Batavia.36

32 Agus Permana dan Mawardi, Habaib in Batavia in the 17

th Century: A Study on the Roles of

Habaib in the Process of Islamization and Islamic Preaching, dalam (Tawarikh, Vol. 9, No. 1,

2017), hal. 27.

33 Leonard Blusse, Persekutuan Aneh; Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di

batavia VOC (Yogyakarta: LkiS, 2004) hal. 9.

34 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun (Depok: Komunitas Bambu, 2014) hal.29.

35

Adolf Heuken, “Arab Landowners in Batavia/Jakarta” dalam Indonesian Circle. School of

Oriental and African Newsletter, (Vol. 24, 1996), hal. 65-74.

36 Nurhasan dkk, Kebijakan Kolonial terhadap Orang Arab di Batavia Abad XIX (Jakarta:

kementerian Agama Republik Indonesia, 2014)

Page 25: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

15

B. Kondisi Politik dan Sosial Masyarakat Batavia Sebelum Tahun 1859

Salah satu tujuan utama Kolonial Belanda datang ke Indonesia adalah

untuk mengusai perdagangan. Hal ini terlihat pada tahun 1602 Pemerintah

Kolonial Belanda membentuk sebuah perkumpulan yang dikenal dengan sebutan

VOC (Verenigde Oost Indische Compagne).37

Dimana VOC sendiri tidak

memiliki politik Islam, tetapi hanya berusaha mencapai keuntungan.38

Seiring berjalannya waktu, sikap Pemerintah Kolonial Belanda mulai

berubah ketika umat Islam banyak yang menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

Bahkan tidak jarang Pemerintah Kolonial Belanda melarang para calon jamaah

haji untuk ikut menaiki kapal miliknya dan melarang pula para jamaah haji untuk

berlabuh di Batavia selepas melaksanakan ibadah haji.39

Selain itu tidak jarang para jamaah haji dicurigai sebagai pelopor yang

akan menimbulkan pemberontakan. Ini terlihat dari pesan rahasia pada tahun

1859, dimana Gubernur Jendral dibernarkan mencampuri masalah agama bahkan

harus mengawasi setiap gerak-gerik para ulama, bila dipandang perlu demi

kepentingan dan ketertiban keagamaan.40

Namun, setelah kedatangan Snouck Hurgronje pada tahun 1889, barulah

pemerintah Hindia Belanda memiliki kebijakan yang jelas mengenai masalah

Islam sebagai ranah untuk melawan ketakutannya terhadap Islam. Selain itu juga

Snouck Hurgronje menegaskan bahwa dalam Islam tidak mengenal perbedaan

antara sesama, kyai pun tidak apriori fanatik, dan ulama bukanlah komplotan

jahat, sebab pergi haji ke Mekkah hanya untuk beribadah.41

Pada dasarnya para jamaah sendiri yang berangkat ke Mekkah bertujuan

hanya untuk beribadah. Akan tetapi, di samping mereka menjalankan ibadah haji

meraka juga banyak yang memperdalam ilmu agama, kemudian ilmu yang didapat

37 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai

Imperium Jilid I, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hal. 70.

38

H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia,

1996), hal. 17.

39

Kareel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta: PT.

Bulan Bintang, 1984), hal. 234.

40 H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia,

1996), hal.10.

41

H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hal.11.

Page 26: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

16

disebarkan kepada masyarakat, sehingga tidak jarang jamaah yang pulang

mendapat penghormatan tinggi dan memiliki pengaruh besar dikalangan

masyarakat. Hal ini memberikan pengaruh yang cukup signifikan karena ibadah

haji dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas politik di Hindia Belanda yang

memang dalam keadaan goyah.

Sejak saat itulah, di Jeddah di beri tugas utama untuk mengawasi dengan

cermat gerak-gerik jamaah. Konsulat mendapatkan informasi-informasi penting

dari jamaah sendiri dan dari orang yang dipercaya. Orang-orang terpercaya ini,

dengan diberi imbalan, disebarkan untuk mengumpulakan keterangan-keterangan,

menemukan dan mengawasi orang-orang yang dicurigai. Konsul memberi kabar

kepada pemerintah di Karantina dan apabila orang yang dicurigai bersiap-siap

untuk berayar pulang ke Hindia Belanda. Seringkali orang-orang itu bertindak

selaku utusan dan menyeludupkan surat-surat atau adakalanya senjata ke Hindia

Belanda. Pengawasan politik ini mempengaruhi cara melaksanakan tugas lain,

yakni menjuru kepada kepentingan jamaah dari Hindia Belanda.

C. Perkembangan Haji di Batavia

Secara umum perjalanan menuju ke Mekkah dibagi menjadi dua, yaitu

rute darat dan rute laut. Rute perjalanan dari Batavia ke Mekkah hanya dapat

menggunakan jalur darat dan jalur laut. Rute perjalanan jalur laut dapat

dikelompokkan menjadi tiga rute pelayaran. Pertama, umat Islam yang berasal

dari Hindia Belanda seperti, Straits Setlement, British Indie, Afganistan, dan

Persia berangkat melalui selat Bab el- Mandab. Kedua, umat Islam yang berasal

dari Mesir, Sudan, Somalia, Prancis, Erytria dan Yaman berangkat melalui Laut

Merah. Ketiga, umat Islam yang berasal dari Tunisia, Asia Kecil, Siria dan

Maroko berangkat dari Utara.42

Pada abad ke-17 dan ke-18 sejumlah penduduk Hindia Belanda terutama

Batavia sudah melaksanakan ibadah haji ke Mekkah pada setiap tahunnya. Dan

selama pertengahan abad ke-19 jumlah mereka makin bertambah banyak. Ini

terlihat Pada tahun 1858 hasil dari laporan beberapa wilayah menujukkan

42 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal,46.

Page 27: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

17

fluktuasi keberangkatan jamaah haji tercatat 202 orang yang berasal dari Bogor,

pada tahun 1854 tecatat 194 orang yang berasal dari Sumatra Barat, pada tahun

1856 terdapat 523 orang yang berasal dari Semarang, pada tahun 1861 tercatat

184 orang yang berasal dari Banten, dan di tahun yang sama ditemukan sejulah

jamaah haji asal Banten yang telah kembali dari Mekkah berjumlah 222 orang.

Artinya jamaah haji asal Banten yang kembali ke tanah air melebihi jumlah

keberngkatannya. Hal ini terjadi karena adanya jamaah haji yang telah bermukim

di Mekkah kemudian kembali ke tanah kelahirannya.

Selain itu, pada tahun 1958 tercatat calon jamaah haji asal Tegal berjumlah

118 orang, tahun 1860-1864 tercatat 356 orang dan yang kembali hanya 106

orang. Dari rata-rata uang yang dibawa para jamaah sebesar 400 hingga 500

gulden sesuai dengan ketentuan pemerintah. Laporan-laporan tersebut semakin

meningkat ke Batavia baik di Jawa maupun luar Jawa bahwa semakin

meningkatnya para calon jamaah haji yang meminta pas jalan.

Peningkatan jamaah haji sendiri di wilayah Batavia semakin meningkat

dari tahun ke tahun dari berbagai wilayah. Ini dapat dilihat dari tabel berikut:

TAHUN JUMLAH JAMAAH

1879 (1.296 H) 5.331 Orang

1880 (9.542 H) 9.542 Orang

1881 (1.298 H) 4.605 Orang

1882 (1.299 H) 4.302 Orang

1883 (1.300 H) 5.269 Orang

1884 (1.301 H) 4.540 Orang

1885 (1.302 H) 4.492 Orang

1886 (1.303 H) 2.524 Orang

1887 (1.304 H) 2.426 Orang

1888 (1.305 H) 4.328 Orang

Page 28: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

18

Sumber: ANRI, Mgs. 4 April 1911 no. 785

Dari tabel di atas menunjukkan perkembangan para calon jamaah haji dari

tahun ke tahun, meskipun adanya penurunan maupun peningkatan calon jamaah

haji tidak menyurutkan keinginan para calon jamaah haji yang lain untuk tetap

1889 (1.306 H) 3.146 Orang

1890 (1.307 H) 5.076 Orang

1891 (1.308 H) 6.044 Orang

1892 (1.309 H) 6.861 Orang

1893 (1.310 H) 8.092 Orang

1894 (1.311 H) 6.874 Orang

1895 (1.312 H) 7.128 Orang

1896 (1.313 H) 11.788 Orang

1897 (1.314 H) 7.075 Orang

1898 (1.315 H) 7.875 Orang

1899 (1.316 H) 7.694 Orang

1900 (1.317 H) 5.088 Orang

1901 (1.318 H) 7.421 Orang

1902 (1.319 H) 6.092 Orang

1903 (1.320 H) 5.679 Orang

1904 (1.321 H) 9.481 Orang

1905 (1.322 H) 4.964 Orang

1906 (1.323 H) 6.683 Orang

1907 (1.324 H) 8.514 Orang

1908 (1.325 H) 9.169 Orang

1909 (1.326 H) 9.644 Orang

Page 29: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

19

bisa melaksanakan ibadah haji. Adapun peningkatan calon jamaah haji sendiri

pada tahun 1885, 1888, dan 1893 disebabkan tahun tersebut bertepatan dengan

haji akbar.

Adapun peningkatan para calon jamaah haji yang hendak pergi ke Mekkah

maupun yang kembali ke tanah air terjadi di wilayah Batavia. Hal ini di tunjukkan

oleh tabel dibawah ini.

Berangkat Jumlah Penumpang Nama Kapal Tujuan

10 Juli 1.186 Amarapura Batavia

10 Juli 22 Lyilops Batavia

15 Juli 115 Drenta Batavia

17 Juli 1.084 Knight of John Singapura

21 Juli 268 Sentor Batavia

25 Juli 204 Agamenan Singapura

26 Juli 1.012 Ocampo Singapura

26 Juli 304 Glaucus Batavia

1 Agustus 222 Laertes Singapura

5 Agustus 150 Soenda Batavia

6 Agustus 100 Arion Singapura

7 Agustus 2.500 Samoa Batavia

30 Agustus 325 Ballerophon Batavia

13 September 800 Dencalion Batavia

28 Oktober 117 Antenor Batavia

17 Nopember 7 Patroekes Batavia

Page 30: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

21

BAB III

Macam- Macam Kebijakan Hindia Belanda Terhadap Haji di Batavia

A. Kebijakan Manajemen Haji Masa Kolonial Hindia Belanda

Secara substansi haji merupakan ritual keagamaan kaum Muslim yang

bersifat personal. Meskipun demikian, sepanjang sejarahnya pelaksanaan ibadah

haji selalu mendapatkan perhatian oleh Pemerintah. Karena haji melibatkan

hubungan bilateral antara dua negara yaitu, Indonesia dan Arab Saudi. Di samping

itu, banyak komponen yang menuntut keterlibatan berbagai pihak dalam proses

ibadah haji. proses itu mulai dari pendaftaran, transportasi, akomodasi, kesehatan,

keamanan dan sebagainya. Tentu saja setiap negara memiliki pola yang berbeda

dalam konteks proses haji.

Sebagian manajemen jamaah haji Hindia Belanda di Hijaz di tangani oleh

Konsulat Belanda di Jeddah. meskipun pemerintah menginginkan konsulat sejak

1859. Tapi keinginan itu belum juga terwujud sehingga timbul kritikan dan

desakan dari beberapa pihak. Keizer mengkritik pemerintah Belanda yang belum

membuka konsulatnya di Jeddah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Inggris

dan Prancis. Ia mengemukakan bahwa setiap tahun, 25 sampai 30 kapal

perusahaan pelayaran Inggris mengangkut jamaah haji yang sebagian diantaranya

dari Hindia Belanda.

Pada saat itu ada sekitar 1.500 jamaah Hindia Belanda yang bermukim di

Mekah, dan terdapat tujuh sampai delapan ribu yang bermukim di Yaman. Akan

tetapi disini tidak dijelaskan mengapa mereka berkumpul di Yaman, mungkin

Yaman dijadikan alternative untuk mereka ingin menuntut ilmu setelah Hijaz.

1. Posisi puncak manajemen konsulat ini selalu dipangku oleh orang

Belanda. Konsul adalah salah satunya orang Belanda yang bertugas di

konsulat ini. Mengingat tempat tugas dan masyarakat yang dilayani,

Snouck Hurgronje pada tahun 1889 mengusulkan agar konsul di Jeddah itu

harus menguasai Bahasa Arab, mengetahui secara luas negeri Arab, Islam

dan Hindia Belanda.

Page 31: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

22

Di Indonesia keterlibatan negara sudah dimulai sejak priode kolonial,

ketika negara ini berada dibawah pemerintahan penjajah Belanda.43

Pemerintah

Belanda sebagai pengelola haji terbatas atas pemerintah pusat di Negeri Belanda

dan pemerintah Nederlandsch Indie (Hindia Belanda). Pemerintah pusat diwakili

oleh Minister Van Buitenladsche Zaken (MBZ, Mentri Luar Negri). MBZ turut

serta dalam pengelolaan haji karena perjalanan dan pelaksanaan haji dilakukan di

luar wilayah Hindia Belanda.

Pengelolaan haji oleh pemerintah Hindia Belanda dilakukan oleh

Gouverneur general Nederlandsch Indie (GGNI) dan Algemeene Secretaris

(Sekretaris Umum) bersama pimpinan dari beberapa instansi yang terkait, seperti

Direktur Departement van Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid (DOEN) dan

Adviseur voor Inlandsche en Arabische Zaken (AIAZ). Gubernur Jendral dan

sekretaris menerbitkan berbagai peratutan yang dituangkan dalam Staatblad van

Nederlandsch-Indie (Lembaran Hindia Belanda) yang bertalian dengan perjalanan

haji, terutama tentang kapal haji dan pas jalan.44

Pemerintah Belanda sebagai pengelola haji terbagi atas pemerintah pusat

di Negeri Belanda dan Pemerintah Nederlandsch Indie (Hindia Belanda).

Pemerintah pusat yang di wakili oleh Minister Van Buitenlandsche Zaken (MBZ,

Menteri Luar Negri) dan Minister van Kolonie (MK), Menteri Penjajahan. MBZ

turut serta dalam pengelolaan haji karena perjalanan dan pelaksanaan haji di

lakukan di luar wilayah Hindia Belanda. Sementara keikutsertaan Minister van

Koloni mengelola haji karena jamaah haji berasal dari daerah-daerah tanah

jajahan. Pengelolaan haji oleh kedua departemen tersebut berupa penentuan

kebijakan umum sesuai pandangan mereka tentang haji. selain itu, mereka

mengkoordinasikan dan menyelesaikan permasalahan haji dengan pemerintah

43 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta, FDK Press, 2008),

hal,45.

44 Peraturan tentang haji diatur pertama kali dengan Staatblad. No. 42, 1859, yang kemudian

diubah dan ditambah dengan beberapa Staatblad. Sesudahnya. Peraturan pertama tentang

pelayaran diatur dalam Staatblad. No. 294, 1892, yang selanjutnya diperbaiki dengan peraturan

lainnya, sedangkan yang menyangkut kesehatan jamaah haji atau karantina diatur dengan

Staatblad. No. 227, 1911. Dalam M. Shaleh Putuhena. Historiografi Haji Indonesia. (Yogyakarta.

LKiS. 2007), hal, 224

Page 32: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

23

yang terkait, misalnya Turki Utsmani, pemerintah Arab Hasyimiah , atau

pemerintah Arab Saudi.45

Manajemen haji yang berlangsung bertalian dengan kepentingan jamaah

haji berupa dokumen perjalanan dilakukan oleh para pejabat tingkat bawah.

Pejabat-pejabat yang berwenang mengeluarkan pas jalan dan visa itu ditetapkan

dalam Staatblad tentang pas jalan.

Pada awal penguasaan Belanda di Indonesia, mereka tidak banyak

mencampuri umat Islam di Indonesia. Kebijakan Belanda hanya berdasarkan rasa

takut, Mereka juga tidak mau mencampuri urusan umat Islam secara langsung

karena Belanda pada saat itu belum tahu banyak tentang Islam. Akan tetapi karena

umat Islam adalah mayoritas penduduk Indonesia, maka Belanda bersikap serius

dalam menyikapi umat ini. Belanda saat itu memiliki dua sikap yang kontradiktif,

disatu sisi mereka takut akan kekuatan umat Islam yang fanatik, dan di sisi lain

mereka optimis bahwa keberhasilan kristenisasi akan segera menyelesaikan semua

persoalan.

Pemerintah tidak dapat memantau apa yang dilakukan jamaah selama tinggal

di “koloni jawa” tersebut. Jumlah jamaah yang berangkat haji jauh lebih banyak

dari pada yang kembali dan Ini terjadi setiap tahun. Walaupun di Hindia Belanda

telah diberlakukan berbagai ordonansi tetapi kenyataannya tidak mengurangi

minat orang untuk pergi haji. Keadaan ini sangat dikhawatirkan pemerintah

karena disinyalir para pemukim yang kembali ke tanah air inilah sebagai penyebar

faham “Pan Islamisme” yang sangat ditakuti pemerintah.46

Perjalanan haji nusantara ke Mekkah melalui jalur laut dapat dilakukan tidak

hanya dari Indonesia, tetapi juga dapat berlayar dari Singapura ke Malaka.

Akibatnya dapat merugikan pemerintah baik dalam bidang ekonomi maupun

politik. Dalam konteks inilah timbul ide pemerintah Kolonial Belanda mengambil

suatu kebijakan berkaitan dengan pengelolaan keberangkatan jamaah haji

Nusantara, terutama Batavia. Dari sudut ekonomi diketahui bahwa jika ada

masyarakat muslim yang hendak pergi menunaikan ibadah haji melalui Singapura

45 M. Shaleh Putuhena. Historiografi Haji Indonesia. (Jogjakarta. LKIS 2007), hal, 223.

46

M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, Jakarta, CV Sejahtera, 2008, hal,123.

Page 33: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

24

dapat mengurangi pendapatan pemerintah karena semua kebutuhan sebagaimana

layaknya orang pergi haji harus dibeli di Singapura. Dalam kesempatan itu

pemerintah sebenarnya telah mengoperasionalkan semua emberkasi yang

dianggap layak untuk disinggahi kapal-kapal bertonase besar. Beralihnya

pemberangkatan pergi-pulang jamaah haji dari emberkasi yang ada di Nusantara

akan mengurangi pendapatan pemerintah, karena sebagian besar kapal yang

dipergunakan untuk pengangkutan jamaah itu adalah kapal milik pemerintah

Belanda yang seharusnya dapat dikoordinir setiap penumpang secara

professional.47

Dari segi politik bahwa perlu diterapkan kebijakan terhadap para calon

jamaah yang hendak pergi atau bagi yang telah selesai menunaikan ibadah haji.

Sebagai legitimasi politik dapat dilihat dalam sejarah Banten yang dinyatakan

bahwa Sunan Gunung Jati naik haji bersama anak dan penggantinya. Haji mereka

bukan sebagai suatu perjalanan biasa naik perahu melainkan sulit diterima secara

rasio karena dipandang sebagai orang keramat.48

Kebiasaan serupa juga terjadi

pada masyarakat yang pergi haji mendatang dengan menggunakan perahu layar

bahkan ada yang dengan kapal api. Kekhawatiran itu mendorong pemerintah

Belanda melahirkan berbagai peraturan tentang haji sebagai sebuah kebijakan

politik. 49

Tujuan utama menerapkan kebijakan itu agar jamaah dapat merasa aman

dalam perjalanan atau selama menunaikan ibadah di Mekah. Tetapi dalam konteks

politik yang sangat mendasar diterapkannya kebijakan itu ialah agar para jamaah

haji yang menggali ilmu pengetahuan agama di sana (Mekah) dalam pandangan

kolonial dapat “dikendalikan” sikapnya dari hal-hal yang merugikan bahkan

melawan pemerintah kolonial yang disosialisasikan oleh para jamaah yang baru

pulang itu. Pemerintah Belanda menyadari bahwa di Mekah para haji Indonesia

dapat bertemu dengan sesama muslim dari seluruh dunia Islam.50

47 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, Jakarta, CV Sejahtera, 2008, hal. 81.

48

Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, (Jakarta: Djambatan,

1983), hal. 113.

49 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, hal, 82.

50

M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, hal, 25.

Page 34: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

25

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 jumlah jamaah haji semakin

meningkat terutama di Batavia lebih dari 40 persen dari seluruh jamaah haji yang

datang dari berbagai negara di belahan dunia. Pada dasarnya perjalanan haji

sendiri tidak hanya bisa melalui jalur laut yang ada di Batavia, akan tetapi bisa

juga melintasi dari jalur Singapura dan Malaka. Namun sebagian besar para calon

jamaah haji lebih banyak melakukan perjalanan haji melalui Batavia. Dalam

konteks ini timbul ide pemerintah kolonial Belanda untuk mengambil suatu

kebijakan yang berkaitan mengenai pengelolaan pemberangkatan jamaah haji.

a. Ordonansi 1859

Latar belakang lahirnya ordonasi 1859 karena bayaknya peyalahgunaan

gelar haji dan ada sebagian jamah pasca menunaikan ibadah haji tidak kembali ke

tanah air. Akibatnya menimbulkan masalah sosial ekonomi masyarakat bagi

keluarga yang ditinggalkan. C. Snouck meragukan kesungguhan dan ketetapan

pemerintah atas pengamatan di lapangan itu.51

Secara resmi gubernur jendral mengeluarkan ordonasi haji tahun 1859.

Agar semua mengetahui dan melaksanakan aturan tersebut maka dijelaskankan

dalam staatsblad van nederlandsch indie 6 juli 1859, nomor 42, dan

diterjemahkan dalam bahasa melayu dan cina. Maklumat tersebut bertujuan untuk

mempertegas peraturan-peraturan yang diterbitkan sebelumnya, namun

pelaksanaanya belum optimal. Ini dapat diketahui dari tingginya keinginan

masyarakat Islam nusantara pergi naik haji setiap tahun semakin bertambah

jumlahnya. Misalnya pada tahun 1850 umat Islam nusantara pergi haji hanya

berjumlah 74 orang. Lima tahun kemudian (1855) jumlahnya meningkat menjadi

1.668 orang. Dari jumlah tersebut, 860 orang bermukim di mekah.52

Pada tahun 1893 masyarakat muslim Hindia Belanda pergi haji berjumlah

5.193 orang, sementara yang kembali hanya 1.984 orang.53

tidak dapat di pungkiri

bahwa ada jamaah yang terlantar di berbagai tempat sepanjang rute pelayaran haji

51 C.Snouck Hurgronje, De Hadji-Politiek der Indische Regeering dalam Verspreide

Geschriften, jilid IV, 2, hal. 175.

52 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal, 95.

53

Arsip Nasional RI, Laporan Konsul Belanda di Jeddah tahun 1893.

Page 35: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

26

akibat kekurangan makanan bahkan tidak memiliki uang. Di antaranya, terpaksa

tidak meneruskan perjalanan ke Mekkah atau hanya sampai di Singapura saja, lalu

kembali ke kampung halaman. Ada istilah khusus bagi mereka yang hanya sampai

di singapura dengan menyandang gelar “Haji Singapura”. Hal ini terjadi karena

prilaku orang-orang tertentu yang mengeruk keuntungan, dan menjanjikan akan

mengurus kelanjutan perjalanan, tetapi sebaliknya uang mereka diperas sehingga

tidak dapat melanjutkan perjalanan.54

para jamaah juga sudah membeli surat

keterangan di Singapura sebagai bukti bahwa yang bersangkutan telah

melaksanakan ibadah haji di mekah.55

Kees Van Dijk, yang dikutip dari keijzer,

menerjemahkan piagam haji tersebut berbunyi :

“ Atas nama Allah, Yang Maha Pengasih dan Pengampun! Dan

semoga Allah member rahmat kepada Nabi Muhammad beserta

keluarga dan sahabatnya.

Imam mazhab syafi’i

Dari negri…Haji… Telah menjalankan ibadah haji di

mesjid suci dan sudah berziarah ke makan nabi, semoga ia

berada dalam kedamaian!

Dengan sepenuhnya dan kesempurnaanya,

demikianlah semoga Allah meridai (meridhoi) ibadahnya,

perjalanannya dan kunjungannya, serta memberikan kedamaian

kepadanya dan kepada segenap jamaah haji Amin”56

Biasanya istilah tersebut hanya diperuntukan bagi orang-orang

Indonesia, yang niatnya untuk beribadah haji tidak terpenuhi, namun tetap

“dengan berani” menyandang gelar haji dan memakai kopiah serta baju

haji. Karena itu pemerintah dengan keras mengharuska penduduk mematuhi

dan melaksanakan peraturan tersebut. Isinya sebagai berikut.57

1. Ieder, het zij man of vrouw, behoorende tot de inheemse bevolking

onder het gezag der nederlandsch Indische regering, die zich ter

bedevaart naar Mekka wenscht te begeven, blijft gehouden zich bij het

bestuur van het gewest zijner inwoning te voorzien van eene reispas

(Tiap orang baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi penduduk

pribumi di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, yang ingin

54 Ibid. hal, 96.

55

Kees Van Dijk, Perjalanan Jamaah Haji Indonesia dalam Indonesia dan haji dalam Berhaji

Masa Kolonial, Jakarta, CV Sejahtera, 2008, hal, 96.

56 Kees Van Dijk, Perjalanan Jamaah Haji Indonesia dalam Indonesia dan haji dalam Berhaji

Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal, 96.

57Staatblad Van Nederlansch Indie 6 Juli 1859 No. 42.

Page 36: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

27

pergi ke Mekah tetap wajib melengkapi diri dengan surat pas yang

dapat diminta pada penguasa setempat di mana ia tinggal.

2. Deze passen moeten worden angevraad door tusschenkomst van de

betrokkene regenten, of bij ontstentenis van dezen, van zoodanige

hoofden als de regenten vervangen.

Geene passen worden verleend, als op hunne voordragt en

verklaring, dat de aanvragers om passen de middelen bezitten voor de

heen-en terugreis en behoorlijk hebben voorzien in het onderhoud

hunner achterblijvende betrekkingen, gendurende hunne afwezigheid.

(Surat pas yang khusus diminta kepada bupati masing-masing, atau

jika tidak ada bupati, pejabat-pejabat seperti itu menggantikan sebagai

bupati pas sudah diberikan seperti yang dikatakan dan diterangkan

pada mereka, cara untuk mendapat pas jalan pergi-pulang bagi para

pemohon dan sepantasnyalah mentaati untuk mencukupi keluarga yang

ditinggalkan di rumah mereka, selama mereka tidak ada.

3. Wanneer de houder eerner pas naar Mekka op plaatsen komt, waar een

Nederlandsch consul of consulair agent gevestigd is, is hij vervligt die

aan denzelven ter visa aan te bieden. (Apabila pemegang pas tiba di

tempat, dimana konsul atau Agen konsuler Belanda telah dibuka, ia

menangani visa untuk diberikan kepada mereka (Jamaah).

4. De van reis teruggekeerde personen zijn gehouden bij hunne

terugkomst in Nederlandsch-Indie zich onverwijld te melden hij het

bestuur plaats henner eerste aankomst en daar te doen afteekenen de

aan hen verleende reispas, welke alsdan geldizg zal zijn voor de

verdure reis naar de plaats hunner bestemming.

Daar aangkome zijnde, moeten zij zich onverwijld aanmelden bij

het gewestelijk bestuur, waarvan, zoomed van hunne terugkomst, op

de pas, die in hun bezit word gelaten, aanteekening wordt gehouden.

(orang-orang yang telah kembali dari perjalanan wajib melapor ketika

kembali ke Hindia Belanda kepada penguasa setempat saat pertama

kali tiba dan di san diberi tanda pada pas jalan mereka, yang mana

dalam hal demekian akan berlaku untuk perjalanan selanjutnya menuju

tempat yang telah ditentukan.

5. De van de bedvaart naar Mekka terugkeerde personen zullen zich

voorst aanmelden bij den regent, of het dezen vervangende inlandsche

hoofd, binnen wiens resort hunne woonplaats gelegen is, en zal deze,

in tegenwoordigheid van eenen priester en des geraden geacht ook van

eenen achtingswaardigen hadji, zich door ondervraging overtuigen, of

de terugkeerde werkelijk de heilige plaatsen heft bezocht en bij

bevinding dat dit zoo is, hem daarvan een certificaat uitreike, door de

bij het onderzoek aanwezigen en den belanghebbende

medeonderteekend, waarvan door den regent wordt kennis gegeven

aan het hoofd van gewestelijk bestuur.

6. Gelijke straf is van toepassing op hen, die in verzuim zijn gebleven bij

hun vertrek naar Mekka eene reispas te ligten, zoomed op het

verzuimen van get beppaalde bij de artikelen 3 en 4. (Orang-orang

Page 37: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

28

yang pulang dari naik haji ke Mekah, selanjutnya akan diberitahukan

kepada bupati, atau penguasa pribumi pengganti bupati setempat, dan

akan kedatangan seorang ulama dan juga dianjurkan dihormati seperti

yang patut dihormati, diajukan pertanyaan yang meyakinkan setelah

pulang apakah betul-betul dari mengunjungi tempat-tempat suci dan

jika hasil penyelidikan demikian itu, maka padaya diberi sertifikat,

yang dalam penyelidikan telah terbukti dan yang berkepentingan

membubuhi tanda tangan, lalu oleh bupati diberitahukan pada

pemerintah daerah.

Mereka yang dalam penyelidikan terbukti tidak mengunjungi

Mekah, tidak diberi sertifikat dan tidak boleh berpakaian dengan

menggunakan baju haji, dihukum denda dari f.25 hingga f.100

untuk tiap-tiap pelanggaran.

Hukuman yang sama berlaku bagi mereka, yang terbukti

mengabaikan surat jalan ke Mekah pada keberangkatan mereka,

juga melalaikan ketentuan Ayat 3 dan 4.

Van de voor bedevaarrtreizen naar Mekka verleende reispassen

worden door de hoofden van gewestelijke registers, volges het

aan deze ordonancie gehectmodel, waarin ook aanteekening

wordt gehouden van de teruggekeede bedevaartgangers.

En opdat niemand hiervan onwetendheid voorwende, zal deze

in het staatblad van Nederadsche en Chineesche talen aangeplakt

worden.

Gelast en beveelt voorts, dat alle hooge en lage collegian en

ambtenaren, officieren en justicieren, ieder voor zooveel hem

aangeet, aan de stipte naleving dezer de hand zullen houden,

zonder oogluiking of aanzien des persons.58

Dari paparan di atas menjelaskan bahwa surat izin jalan yang

diberikan kepada calon jamaah haji untuk melakukan ibadah haji harus

sesuai dengan ordonansi yang berlaku dan dikeluarkan oleh penguasa

pemerintah setempat. Kebijakan ini harus ditaati oleh para calon jamaah haji

apabila mereka tidak ingin terkena masalah dengan pemerintah Kolonial

Belanda.

Selain itu juga, para calon jamaah haji diwajibkan untuk melapor

setelah mendapatkan surat izin untuk melakukan perjalanan haji dan

membawa uang sesuia dengan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah

Kolonial Belanda. Meskipun demikian kebijakan tersebut sudah diberlakuan

58

M. Dien Madjid, Berhaji di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal,95-99.

Page 38: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

29

sebelum ordonansi itu ada, sayangnya tidak ada ketegasan terhadap para

calon jamaan haji yang melanggar peraturan.

b. Ordonansi 1922

Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah Kolonial Belanda

mengeluarkan peraturan mengenai angkutan haji disusun dalam pilgrim

Ordonasi tahun 1922, yang memuat aturan-aturan pelayaran haji terdiri dari

IX bab, 74 ayat, dikenal dengan nama Ordonasi 1922 tertuang dalam

staadblad, Nomor 698. Ketentuan ini kemudian disempurnakan kembali

pada tahun 1923, 1925, 1927, 1932 dan 1937.

Dalam ketentuan ini dijelaskan bahwa penumpang yang pergi menunaikan

ibadah haji ke Mekah tidak dibedakan jenis kelamin dan usia. Penumpangnya

tergolong pilgrim der laagste klasse (penumpang kelas ekonomi) naik kapal

khusus (pelgrimschip) dari pelabuhan di Hindia Belanda ke kota-kota pantai di

Laut merah, teluk Aden, atau kembali dari laut Arab ke pelabuhan di kota Hindia

Belanda. Beberapa pelabuhan haji (embarkasi atau debarkasi) yang menyediakan

karcis adalah Makassar, Surabaya, Tanjung priok (Jakarta), Enema (Padang),

Palembang dan Sabang. Kapal diperkenankan membawa penumpang hanya

dengan kecepatan 10 mil per jam dan brutonnya kurang dari 2500 m3.

Kondisi kapal harus memuaskan karena dipergunakan sebagai tempat

tinggal jamaah selama pelayaran Sekurang-kurangnya bagian atas dek tebuat dari

kayu atau besi, ventilasinya baik dan cukup penerangan. Di ruang geledak harus

terpasang daun pintu yang dilengkapi dengan kaca, Tiap areal dak terdapat dua

tenda di atasnya setinggi 1,72 m yang dilengkapi dengan pagar perlindungan rel

atau sejenisnya, Bentuk pintu penutup dek sedikit lebih besar dari pintu yang ada

di kapal, sehingga jika turun hujan airnya akan jatuh keluar, dan Pintu dapat

dibuka bila cuaca baik.59

Dalam Ordonansi ini juga dijelaskan bahwa setiap jamaah yang berangkat

dari Hindia Belanda menuju Mekah dan setelah kembali harus memiliki sertifikat

haji. Sertifikat itu dapat diperoleh dari pemilik, agen atau nahkoda kapal tiga hari

59

M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal,105.

Page 39: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

30

sebelum kapal berangkat meninggalkan tanah suci. Biayanya sebesar f. 300 atas

tanggung jawab kepala daerah. Dana sertifikat tercantum di tempat meletakan

kapal. Setifikat itu akan diperiksa pada setiap siggah di pelabuhan oleh petugas

pelabuhan. Dan setelah sampai di Batavia, sertifikat itu di serahkan kepada

konsulat Belanda untuk pemeriksaan terakhir.

Kapal yang dipergunakan untuk mengangkut jamaah haji, khususnya kelas

ekonomi, harus mempunyai daftar tampung yang diperoleh dari syahbandar di

tempat kapal bersandar dan itu berlaku dalam waktu terbatas. Jika daftar ukur itu

tidak sesuai dengan daya tampung kapal, pemilik agen atau nahkoda dapat

mengajukan keberatan kepada kepala pelabuhan dalam waktu 14 hari dari daftar

ukur yang telah ada. Dan daftar ukur ini baru dapat dikeluarkan apabila dilakukan

inspeksi oleh Inspektur pelayaran dan ditolerir temuannya jika terjadi selisih

perbedaan 4 persen lebih banyak dari daftar ukur pertama. Apabila daftar ukur itu

rusak atau hilang dapat diajukan permohonan tertulis atau lisan kepada Inspektur

kepala pelayaran untuk memperoleh yang baru dan tembusannya dikirim ke

pejabat pelabuhan lain. Biaya administrasi daftar ukur baru itu harus dibayar lunas

sebesar f. 100.

Calon haji yang akan berangkat dengan kapal laut harus memiliki izin

tempat di kapal yang masih berlaku untuk pergi dan pulang, tetapi ada juga hanya

untuk berangkat saja. Izin itu dapat diperoleh dari agen haji di Hindia Belanda.

Dalam surat bukti tempat itu tercantum nomor tempat, harga, batas berlaku, dan

nama agen haji yang memberagkatkan. Surat bukti tempat itu sengaja dibedakan

warnanya supaya mudah diketahui klasifikasi penumpangnya seperti untuk orang

dewasa diberikan bukti tempat berwarna putih, merah untuk awak kapal dan

warna biru untuk anak-anak. Biaya surat bukti tempat itu sebesar f. 90 ditanggung

oleh penumpang, Surat bukti tempat itu hanya berlaku sekali musim haji atau

tidak berlaku jika agennya ditutup. Surat bukti tempat tersebut akan dikembalikan

kepada keluarganya melalui konsul Belanda di Jeddah apabila pemegang surat

tersebut meninggal dunia.

Agen bertanggung jawab memulangkan jamaah dari Jeddah ke Hindia

Belanda dan biasanya dilakukan pada hari ke 7 dan ke 40 setelah Hari Raya Idul

Page 40: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

31

Adha. Agen menentukan pemilihan tempat, hari, waktu, dan nama kapal yang

ditumpangi. Jika agen tidak melengkapi kewajiban yang telah di tentukan,

khususnya tempat jamaah di kapal, kepala penguasa melalui Departemen Marine

di Hindia Belanda dan konsulat di Jeddah berwenang menangani kesulitannya,

termasuk atas penyelenggaraan angkutan haji, serta menyampaikan surat bukti

tempat kepada jamaah.

Nahkoda atau pemilik kapal wajib memberikan pelayanan yang layak

kepada jamaah sesuai dengan persetujuan kepala pelabuhan. Agar kapal diizinkan

berlayar, nahkoda terlebih dahulu menyerahkan sertifikat dan daftar haji kepada

kepala pelabuhan. Peraturan tertulis itu dibuat dalam bahasa Belanda atau Melayu

dan Inggris (bagi yang berbendera asing) ditempel pada tempat-tempat yang

mudah dilihat penumpang. Isinya mencakup tentang; jatah makan, harga

makanan, dan minuman di luar jatah, serta denah lokasi tempat di dalam kapal.

Selain itu nahkoda harus menyediakan tenda-tenda sebagai tempat berlindung dari

cuaca panas dan hujan.60

Setiap penumpan meninggal di kapal harus diumumkan dalam jurnal kapal

dengan menuliskan nama, usia, tempat lahir, dan tanggal meninggal. Juga ditulis

sebab-sebab kematian yang bersangkutan, surat jalan dan bukti tempat

(plaatsbewijs). Di setiap pelabuhan luar negeri yang disingahi kapal, nahkoda

menyerahkan daftar jamaah kepada penguasa yang berwenang untuk diperiksa

dan ditanda tangani, termasuk dicek buku kesehatannya. Dalam daftar nama itu

tertera nama, jenis kelamin, visa, kelas dan di pelabuhan mana penumpang itu

naik. Jika telah tiba di pelabuhan terakhir (Jeddah), nahkoda menyerahkan daftar

nama dan surat jalan jamaah yang meninggal kepada konsul Belanda untuk

diarsipkan.

Para penumpang dilarang memiliki korek api, merokok di dek, berjalan

dengan menggunakan lampu (obor), menghidupkan api di dapur waktu malam.

Lantai dek kapal harus bersih dari kuman dan kering, disediakan tong sampah,

WC dan tempat air bersih. Apabila diragukan kualitas air bersih penumpang dapat

60 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal.109.

Page 41: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

32

membeli pada nahkoda atau melalui kran air di luar pelabuhan pertama sebelum

kapal berangkat.

Nahkoda diizinkan menaikan penumpang dari kota-kota pantai Laut

Merah, Teluk Aden menuju Hindia-Belanda, tetapi tidak boleh singgah ke

pelabuhan lain sesuai ketentuan kecuali ada izin khusus. Di pelabuhan lain yang

singgahi itu tidak diperkenankan menaiki penumpang, kecuali terpaksa dan ada

tanda bukti jelas sebagai penumpang. Setelah Hindia Belanda, jamaah diturunkan

di Sabang (Pulau Rubiah). Kuiper (Tanjung Priok) atau Onrust (Pulau Seribu,

Jakarta).61

Di pelabuhan tersebut, diperkenankan bersandar kapal-kapal yang tidak

membawa jamaah. Setelah kapal datang kepala pelabuhan segera naik menemui

nahkoda. Kepadanya nahkoda menyerahkan sertifikat untuk perjalanan haji,

jadwal kapal, daftar jamaah, bukti dokter kapal bertugas.

Kepala pelabuhan melakukan penyelidikan atas ketidakteraturan di kapal.

Proses verbalnya dibuat rangkap dua. Satu eksemplar disampaikan kepada

inspektur kepala pelayaran dan satu lagi diberikan kepada nahkoda kapal yang

bersangkutan. Nahkoda dapat memohon dilakukan penyelidikan lanjutan kepada

inspektur pemerintahan setempat sebelum kepala pelabuhan meninggalkan kapal.

Penyelidikan lanjutan itu ditangani oleh suatu komisi terdiri dari tiga anggota

yaitu dokter kapal dan dua lainnya ditetapkan oleh inspektur kepala pelayaran.

Jika penyidikan membuktikan bahwa kapal tersebut tidak layak mengangkut

penumpang, maka awak kapal dilarang membawa jamaah.

B. Kebijakan dan upaya mencari calon Jamaah Haji pada Masa Kolonial

Hindia Belanda

a) Agen Herklots

Dari sumber arsip dapat diketahui sepak terjang agen-agen perjalanan haji

tersebut dan calo-calo mereka dalam mengeksploitasi para jamaah, dua agen yang

arsipnya diterbitkan yaitu Agen Herklots dan Firma Alsegoff & Co, agen tersebut

dapat menjadi contoh atas kebobrokan agen-agen perjalanan haji swasta di masa

61 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal.110.

Page 42: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

33

itu dalam melayani para jamaah yang bermaksud menunaikan rukun Islam yang

kelima.62

Nama perusahaan Herklots diambil dari nama pendirinya, Johanes

Gregorius Marianus Herklots (Y.G.M. Herklots) dia adalah seorang Indo

Eropa yang lahir di Indramayu Jawa Barat, karena faktor pengaruh

lingkungan tempat tinggal menyebabkan kemampuan berbahasanya terbatas

pada tingkat Bahasa Belanda pasar. belum diketahui secara pasti tentang

alasanya mengapa ia pindah dan tinggal di Tanah Abang, Batavia (Jakarta).

Akan tetapi dalam Arsip kolonial dikatakan bahwa pada usia 33 tahun J.G.M.

Herklots bekerja di sebuah agen perusahaan perjalanan haji Firma Knowles &

Co di Batavia.63

Firma Knowles & Co dikenal sebagai perusahaan yang memiliki

kualitas pelayaran dan manajemen yang baik sehingga reputasinya dalam

mengurus keberangkatan calon jamaan dari tanah Hindia Belanda hingga ke

Arab tidak banyak mengalami hambatan. Dalam menjalankan bisnisnya

Firma Knowles & Co, menjalin kerjasama dengan para pengusaha kapal di

dalam maupun luar negeri, seperti dengan Firma Al-Segaff & Co

(Singapura), yang menyewakan kapal penumpangnya.

Karena ketekunan dan kejujurannya menyebabkan Herklots menjadi

orang kepercayaan W.H.J Keukenis, pemilik Firma Al-Segaff & Co di

Singapura untuk memberangkatkan calon jamaah dari Hindia Belanda ke

tanah suci. Karier Herklots di Firma Knowles & Co semakin meningkat, ia

mendapat lisensi untuk membuka cabang agen perusahaan seperti halnya

Agen Java & Co di Jeddah dalam pengangkutan jamaah dari tahan suci ke

Hindia Belanda. Kedua perusahaan itu memberikan pelayanan yang baik

sehingga berdampak positif kepada reputasi dan kemajuan perusahaan.

Dalam laporan konsul Belanda di Jeddah kepada Gubernur jenderal

Hindia Belanda teranggal Jeddah 17 Maret 1893 No. 161, disebutkan bahwa

Herklots tiba di Arab pada tanggal 27 Februari 1893 dengan menggunakan

62 Penerbitan Naskah Sumber, Biro Perjalanan Haji Di Indonesia Masa Kolonial, Jakarta,

Yayasan Adi Karya Ikapi dan The Ford Foundation dengan Arsip Nasional RI 2001, hal, xiii.

63 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal,130.

Page 43: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

34

kapal api Dencalion milik British India Steam Navigation Company Limited.

Bersama itu pula W.H.J. Keukenis pemilik Firma Knowles & Co mengirim

surat kepada Konsul Belanda di Jeddah memohon agar tidak keberatan

memberikan advis (saran) dan pertimbangan kepada J.G.M. Herklots beserta

saudaranya W.H. Herklots bila bertindak tidak professional dalam menangani

kepentingan jamaah yang diamanatkan kepadanya.

Usaha yang dilakukan oleh Herklots bersaudara tersebut ternyata

mendapat ijin dan perlindungan dari penguasa setempat , keduanya telah

mendapat ijin untuk membuka Firma (cabang) di kota suci tak lama setelah

mereka datang ke Jeddah ia menyatakan sebagai anggota Firma Knowladges

& Co di Batavia yang ingin mencarter kapal api untuk mengangkut sejumlah

besar jamaah yang ingin pulang ke Hindia Belanda. Dengan dibantu oleh

saudaranya, W.H. Herklots yang kemudian, Y,G,M. Herklots memanfaatkan

Firma Knowladges & Co yang telah berpengalaman memberangkatkan dan

memulangkan jamaah haji dari Arab ke Jawa.

Karena pekerjaan sebagai agen pemberangkatan jamaah di jawa tidak

dapat ditinggalkan begitu saja, maka saudaranya yang bernama W.H.

Herklots segera menyusul ke Jeddah untuk membantu di bidang pemasaran.

Dalam melakukan penjaringan jamaah beliau tetap menggunakan paying

perusahaan The Java Agency. Disamping itu agar semua lapisan masyarakat

mengetahui tentang perusahaannya, maka dibuatlah reklame dalam Bahasa

Sunda dan Melayu dengan menggunakan huruf cetak latin maupun dalam

huruf Arab Pegon. Dengan huruf cetak tebal dan besar reklame itu

terpampang di setiap sudut jalan sehingga mudah dilihat oleh masyarakat.

Dalam reklame itu disebutkan bahwa kapal api British India Steam

Navigation Company Limited, calon jamaah akan mendapat pelayanan yang

memuaskan selama pelayaran dari Betawi menuju Jeddah yang akan

berangkat pada 2 Februari 1893 menjelang musim haji tahun ini atau 15

bulan Rajab 1310 H. Isi reklame adalah:

Sewah Dari Betawi

Passagiers orang-orang tuwa f.95,

Page 44: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

35

“anak-anak” f.47,50.

Harga penoempang f.95. Satoe orang troes sampai di Jeddah dan

anak-anak oemoer dibawah 10 taoen baijar separo harga, anak jang

menetek tidak baijar. Di kapal dapet pagi-pagi nassi sesoekanja

dengan daging assin branja 4/10 kati, garem dan Lombok.

Tengah hari nassi sesoekanja dengan daging assin branja 4/10 kati,

garem dan Lombok.

Sore nassi sesoekanja dengan ikan branja 1/10 kati dengan garem dan

Lombok, kopi dan thee bole dapet tiap-tiap makn sesoekanja.

Menoeroet Staatsblad 1872 No. 179

J.G.M. Herklots

Adres kantornja The Java Agency

Batavia Kali Besar

Ini kapal mampir di Chirebon tanggal 12 bulan Radjab64

Sementara J.G.M. Herklost sibuk berada di tanah air, tidak lama

berselang pihak konsul Belanda mengajukan protes kepadanya dan kepada

Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dasar somasi pihak konsulat ini karena

Herklots yang mengaku sebagai cabang agen Knowles telah

menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Jamaah harus

membayar tiket pulang yang telah ditetapkan, ditambah lagi 500 gulden

sebagai pembayar jasa bagi Herklots. Tindakan ini jelas merusak citra dan

nama baik Firma Java Knowles. Pihak konsulat segera melakukan

penyelidikan terhadap Herklots dan terbukti bahwa “Hij was echer niet in het

bezit van eene aanstelling van genoemden agent en kon ook overingens gene

legitimatiepapieren vertoonen”.65

Usaha keduanya memungut uang tambahan telah menyusahkan

jamaah. Banyak jamaah yang akhirnya lari mencari perlindugan ke konsul

belanda karena kehabisan uang. Pihak konsul di Jeddah berusaha untuk

memulangkan Herklots karena tindakannya telah melanggar hukum, namun

usaha ini tidak berhasil karena terbentur pada peraturan setempat.

Sementara itu usaha Herklots jalan terus sebagai agen pemulangan

jamaah haji ke Jawa. Ketika ia kesulitan modal, dengan bantuan syekh Abdul

Karim, penunggu Ka’bah yang bertindak sebagai penerjemah ia meminjam

64 Arsip Nasional RI, Mgs, 16-8-1893 No. 2081. Dalam M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa

Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), hal. 132.

65 Arsip Nasional RI, Agenda 29-6-1893 No 12937, hal, 133.

Page 45: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

36

uang kepada Amir (Syarif besar) penguasa Mekkah. Percaya kepada usulan

Herklots yang mengaku bernama Haji Abdul Hamid, Syarif besar

memberinya bantuan uang sebesar 150.000 gulden. Bantuan ini sangat

menyenangkan Herklots, sebagai imbalannya Syarif besar mendapatkan

seorang pegawai yang disebut syech untuk bertugas mengawasi para jamaah

yang akan kembali ke Hindia Belanda dengan menumpang kapal yang

dicarter Herklots.

Dengan dibantu oleh para syech, Herklots mengumpulkan para calon

penumpang sebanyak-banyaknya. Sungguhpun ongkos pulang yang wajib

dibayar oleh para jamaah dianggap terlalu mudah oleh agen-agen lain,

Herklots tidak menghiraukannya. Karena yang penting baginya adalah

memperoleh penumpang sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu jamaah yang

telah berjanji untuk menumpang dikapalnya atau telah membayar padanya

tidak diijinkan meninggalkan Mekkah untuk menumpang pada kapal agen

lain, Mereka harus menunggu kapal api yang telah dicarter oleh Herklot.

Selain biaya tersebut para jamaah masih juga dipungut biaya

pengangkutan dari Mekkah ke Jeddah. Herklots memerintahkan para

syechnya untuk mengatakan kepada para jamaah bahwa mereka tidak dapat

meninggalkan Mekkah karena tidak akan mendapat unta untuk pergi ke

Jeddah tanpa membayar sebesar 15 ringgit. Dengan demikian jumlah yang

harus dibayar oleh para jamaah sebesar 37 ringgit.

Teks:

Process Verbaal 28 Agustus 1893

Pada hari Isnajen Doewa Poeloeh delapan hari boelan

Agustus taoen 1800 sembilan poeloeh tiga, datang menghadap kami

dalam kantoor kami orang Mlajoe Si Tang Kin gelar Radja Moeda

nama seseorang Haji Moesa Soekoe Piliangsam oemoer + 45 taoen

pekerdjaan sawah baharoe poelang dari Mekkah negri Singkarak,

akan menerangkan hal dan persaannja selamanja toeroen dari

Mekkah sehingga sampai di Padang ini seperti terseboet di bawah

ini:

Adapoen sepandjang pendengaran saja selama ini djikalaoe

orang maoe toeroen dari Mekkah, sampai di Djeddah waktoe ada

kapal jang hendak berlajer ke Padang ini baharoe di bajer sewa kapal

jang handak di tompang, di bajer itoe sewa di moeka Consul, tetapi

ini satoe kali tiada begitoe. Kerna chabarnja ada satoe orang

Page 46: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

37

Hollanda masok Islam orang kata namanja Prekoloos dia berjanjdi

dengan Radja Mekkah sopaja dia akoe kapal dan di bajer sewa kapal

di Mekkah dalam itoe dia beri oewang bahagia kapada Radja berapa

banjak di beri saja tiada taoe, sebab itoe kasi perentah kapada Sjach

Doemaat siapa orang jang akan toeroen di bajar oewang sewa kapal

37 ringgit Holland ka Padang, ka Pulau Pinang 31 ringgit boeroeng.

Ka Djawa sama dengan ka Padang. Kaloe siapa jang tiada maoe

bajer akan ditangkap oleh laskar, dan djikaloe sjech beri dijalan

orangnja tiada bajer sewa kapal itoe sjech nanti di hantikan dari pada

pekerdjaanja, sebab itoe sjech minta sewa kapal kapada kami dan

kami bajer sewa 37 ringgit kapada sjech dan sjech bajer kapada

kapada Radja Mekkah baharoe kami boleh toeroen Ka Djeddah.

Sampai di Djeddah saja liat ada banjak kapal tetapi tiada boleh kami

naik di lain kapal hanja misti masoek dalam kapal samoa, dan kapal

lain sewanja tjoema 15 ringgit ada djoega jang 10 ringgit djikaloe

orang maoe naik di lain kapal oewang jang telah di bajer di Mekaah

itoe ilang sadja. Satoe doewa orang jang ada oewang dia tiada

perdoeli ilang oewangnja 37 ringgit itoe dia sewa lain kapal, sebab di

kapal Samoa itoe terlaloe banjak orang sampei sesak tiada bias tidoer

dan tiada boleh sambahjang karna semoewa orang ada 3300

(sepandjang chabar orang) djadi bersoesoen sadja hingga tempat

doedoek ada soesah. Tetapi kami jang tiada oewang boewat sewa

lain kapal apa boleh boewat kami masoek djoega di itu kapal lantas

berlajer dari Djeddah pada hari selasa soedah kira-kira poekoel 5

sore. 5 hari berlajer sampei di Aden bermalam satoe malam disitu

besoknja berlajer dari Aden kami dapat angina badei keras, Kaptein

tiada beri taoe lebeh dahoeloe Bahasa badei akan datang. Dan pintoe

perka tiada ditoetoep sebab itoe waktoe badei mendapat kesoesahan

segala orang dalam kapal kerna berhimpit dengan peti-peti sampei

ada jang petjah kepala, ada jang poetoes kakinja, dan ada jang hilang

samasekli tiada dapat bangkeinja barangkali djatoeh ke laoet.

Sepandjang kata orang itoe malam sadja ada seratoes orang jang mati

sebab itoe badai begitoe djoega barang-barang dan ada orang-orang

jang masi dalam kapal di boewang sadja oleh orang kapal tiada

disambahjangkan dan tiada dikapani atau dimandikan.

Orang-orang jang dapet loeka atau jang patah kaki itoe apa

ada di obati oleh doctor dalam kapal itoe?

Doctor ada obati dan ada djagai orang-orang itoe dengan baik

dan saban hari dipereksa oleh doctor. Pendjagaan dalam kapal itoe

apakah sempoerna seperti makan dan tempat boewang ajer dan

sebagainja?

Dari makanan tiada tjoekoep sebab sepandjang kata sjech

dahoeloe dapat koffie 2 kali sekali pagi sekali sore dapat makan nasi

2 kali sekali pagi sekali sore akan tetapi koffie dapat satoe kali sadja

pagi tetapi sedikit sadja karna masih poetih ajernya, dan dari nasi

tiada di atoer baik-baik hanja bereboet sadja banjak jang tiada dapat

Page 47: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

38

kerna siapa jang koewat dapatlah makanan siapa jang tiada koewat

tiada dapat.. Kaloe tiada bereboet begitoe tentoe tiada dapat makanan

sehingga ada jang sampai berkalai dan ada jang terbakar, saja sendiri

terbakar tangan saja kena perioek jang panas.

Dari tempat boewang ajer di teroeh sadja ….. kajoe di pinggir

kapal di ikat dengan tali dan dinding dengan goni-goni lagi tiada

tjoekoep banjaknja, sebab itoe kaloe perempoewan-perempoewan

atau orang-orang jang koerang koewat dari toewa dan sakit tiada jang

berani pergi disitoe hanja boewang ajer sadja ditempatnja sebab itoe

penoeh boewang ajer berhanjak dalam kapal sadja.

Djikaloe pintoe perka tiada ditoetoep tentoe ajer masuk kadalam?

Soenggoeh masok ajer basah kadalam kapal sebab itoe

semoewa barang-barang djadi basah dan boesoek di dalam kapal ito

ada satoe malam tergenang ajer kira-kira satoe kaki dalamnja pagi-

pagi soedah kering sadja sebab itoe banjak sekali keroegian orang

dari barang-barang basah dan djadi boesoek. tiada lain jang boleh

diterangkan lagi?

Tiada lain.

Tindakan Herklots yang tidak terpuji itu ternyata tak data diperoleh,

gubernur Mekkah Ahmad Ratib Pasha memandang perbuatan Herklots

tersebut tidak bersalah, karena tidak menyalahi aturan yang berlaku.

Gubernur sendiri mendapat keuntungan besar dari perbuatan Herklots itu

yang disaksikan sendiri oleh Konsulat Belanda di Jeddah.

Sementara itu jamaah haji yang telah sampai di Jedah tidak semuanya dapat

diberangkatkan karena kapal yang dicarter Herklots tidak semuanya dapat

diberangkatkan karena kapal yang dicarter Herklots tidak dapat memuat

seluruh jamaah. Akibatnya sebanyak hampir 2000 jamaah terpaksa harus

tetap tinggal di Jeddah menunggu kapal certeran lagi. Hal ini sangat

menyusahkan jamaah karena mereka harus berkemah dibawah langit terbuka.

Oleh Konsul Belanda dan Inggris Herklost dipaksa untuk mengembalikan

uang jamaah. Mereka lalu diangkut dengan kapal yang ada bukan dicarter

Herklots.

Kapal Samoa yang dicarter Herklots datang untuk mengangkut

jamaah yang belum terangkat oleh kapal sebelumnya. Sungguhpun kapal ini

cukup besar dengan bobot mati 4507 ton, segi kesehatan dan keamanan tidak

Page 48: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

39

terjamin, karena besarnya jumlah penumpang yang diangkut. Sehingga dek

bawah dan atas penuh terisi, dengan ventilasi yang tidak memadai.

Atas kecurangan yang dilakukannya, Herklots ditahan di Konsulat

Belanda di Jeddah. Konsul Belanda minta bantuan penguasa Turki untuk

menghukum Herklots. Tetapi pemerintah Turki tidak bersedia melakukan hal

itu, karena berdasarkan peraturan yang berlaku di Mekkah, perbuatan

Herklost tidak dapat dinyatakan salah.

Pemerintah Turki meminta agar Herklots tidak perlu ditahan lama-

lama Khawatir akan timbul hasutan bahwa Herklots ditahan karna masuk

Islam.

Pada tanggal 18 Agustus 1893 Herklots dikirim ke Batavia untuk

diadili oleh Dewan Justisi. Herklots tiba di Batavia pada tanggal 12

September dan segera di bawa ke meja hijau. Ternyata dalam persidangan

tidak didapati kesalahan yang memungkinkan ia dapat dihukum. Dengan

demikian ia bebas dari segala tuduhan yang dilontakan oleh Justisi Batavia.

Setelah bebas Herklots kembali menjalankan bisnisnya semula. Kali

ini ia membawa jamaah dari Singapura dengan menumpang kapal api

Belanda Somerfield. Kedatangannya di Jeddah dilakukan secara diam-diam

dan pendaratan baru dapat dilakukan setelah mendapat bantuan dari Firma

Gelatelly Henkey Sewell & Co. karena datang secara illegal Herklots

ditangkap oleh polisi lalu dibawa ke Konsulat Belanda. Karena tindakannya

jelas tidak benar dan melawan hukum yang berlaku. Konsul Belanda

memutuskan memulangkan Herlots ke Batavia dan Firmanya di Jeddah

ditutup.

Sekembalinya dari Jeddah Herklots memulai lagi kegiatannya. Kali

ini ia mencari jamaah yang dengan berbagai cara dan akal dapat dijadikan

kuli. Usaha ini dilakukan karena mendapat pesanan dari pemerintah Prancis

yang memerlukan 8000 buruh untuk dipekerjakan di Noumea (Kaledonia

Baru). Untuk itu Herklots bekerjasama dengan Firma Aliste & Co yang telah

mengadakan kontrak rahasia untuk pengiriman buruh-buruh tersebut.

Page 49: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

40

Berbagai cara ditempuh oleh Herklots untuk mendapatkan kuli, baik

dilakukan oleh dirinya atau oleh kaki tangannya ke seluruh Hindia Belanda.

Di Singapura Herklots telah menyebarkan reklame mengenai kesempatan

bagi para calon jamaah untuk berangkat ke Jeddah dengan kapal api milik

agen-agennya. Begitu terkenalnya reklame ini bukan hanya di Singapura tapi

bahkan sampai ke Jawa.

Usaha herklots ternyata tidak sia-sia, ia berhasil memperoleh sekitar

400 orang jamaah dari berbagai daerah Jawa dan Singapura. Mereka telah

membeli tiket penumpang untuk perjalanan haji ke Jeddah baik dari Herklots

sendiri maupun dari agennya.

Ternyata setelah berada di Singapura selama satu bulan para jamaah

belum juga diberangkatkan ke Jeddah. banyak diantara mereka yang

mengadu ke Konsulat Belanda di Singapura. Ternyata sebab tertundanya

keberangkatan tersebut adalah Karena perusahaan pelayaran Borneo

Company yang sebelumnya menjadi mitra usaha Herklots tidak bersedia

bekerja sama dengan Herklots. Kecuali kalau Herklots mau membayar kontan

biaya pengangkutan yang dilakukan perusahaan tersebut.

Dengan adannya kesulitan memperoleh kapal api itu membuat

Herklots menelantarkan begitu saja calon jamaah yang sebenarnya akan

diberangkatkan ke Noumea.

Karena berkali-kali mengalami kerugian, Herklots akhirnya tidak lagi

melakukan bisnis yang berhubungan dengan pengangkutan jamaah haji.

b) Firma Al Segaff & Co ( Singapura)

Bagi masyarakat muslim Hindia Belanda yang ingin menunaikan

ibadah haji ke tanah suci di penghujung abad ke-19 tepatnya tahun 1885

sehingga 1899-an, nama Firma Al-segaff & Co, sudah tidak asing lagi. Firma

Alsegoff, salah satu agen terkenal berkedudukan di Singapura, bergerak

dibidang jasa pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji Jawa dari dan ke

Singapura ke Mekkah. Perusahaan tersebut sekaligus pemilik agen dipimpin

Sayid Mohamad Bin Achmad Alsegaff. Pada masa itu perusahaan Al-segaff

Page 50: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

41

sedang mengalami masa kejayaan. Karena dalam kegiatannya, Alsegaff

bermitra dengan beberapa perusahaan kapal api lain dalam mengangkut

jamaah haji.66

Firma Assegaff merupakan agen yang berasal Arab yang memiliki

perkebunan karet di Pulau Cocob (dekat dengan Singapura), Johor dan

Malaysia. Assegaf memanfaatkan para jamaah haji yang kekurangan biaya

untuk pulang ke tanah air setelah melakukan ibadah haji agar ikut bekerja di

perkebunan miliknya, dengan catatan harus sesuai dengan kontrak kerja yang

dibuatnya.

Sudah barang tentu kontrak ini dibuat karena Assegoff kekurangan

tenaga kerja dan memanfaatkan para jamaah haji untuk menggarap

perkebunannya, kontrak itu digunakan sebagai jaminan dari uang yang

dipinjam oleh para jamaah haji, dan kontrak itu pula sebagai perjanjian

tertulis dalam usaha Assegaff agar para jamaah tetap bekerja di

perkebunannya dan dapat melunasi uang yang dipinjamnya. Akan tetapi hal

ini terjadi tidak memakan waktu yang lama, karena surat dari konsul Belanda

yang berada di selat Malaka pada tahun 188967

menunjukan bahwa dari 200

orang jamaah haji yang melakukan kontrak seperti itu dengan firma Assegoff

hanya 10 orang yang belum melunasi hutangnya. Kesepuluh jamaah haji yang

belum melunasi hutangnya mereka berangkat ke Cocob untuk melunasi

hutangnya dengan cara bekerja di perkebunan milik Assagaff dan dibantu

juga oleh para jamaah haji lainnya.

C. Kebijakan Kesehatan Jamaah Haji Masa Kolonial Hindia Belanda

66 Penerbitan Naskah Sumber, Biro Perjalanan Haji Di Indonesia Masa Kolonial, (Jakarta,

Tayasan Adi Karya Ikapi dan The Ford Fondation dengan Arsip Nasional RI 2001), hal, 96.

67 surat tanggal 16 April 1889, dari Konsul Jendral Belanda di wilayah selat Malaka kepada

Gubernur Jendral Hindia Belanda (dapat ditemukan dalam apa yang disebut Jeddah-Archives

Kementrian Luar Negri Belanda) dalam Dick Dowes dan Nico Kaptein Indonesia dan Haji,

(Jakarta, INIS, 1997), hal.35.

Page 51: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

42

Jamaah haji yang datang dari berbagai manca negara bergabung di

Mekkah, suatu tempat yang “sempit” untuk melaksanakan ibadah haji.

berkumpulnya ratusan ribu manusia ini menjadi dasar penularan penyakit, yang

dibawa dari negeri asal jamaah atau penularan penyakit itu terjadi saat

melaksanakan ritual haji. Penularan penyakit cepat menyebar disebabkan

berbedanya ketahanan tubuh jamaah selama tinggal berbulan-bulan di Hjiaz

(Mekkah).68

Dalam sejarah perjalanan haji sejak abad ke-19 problem atas penyebaran

penyakit endemik dalam aktivitas perkapalan telah menjadi perhatian dunia

internasional, umumnya penumpang yang tidak mendapat ruangan karena penuh

akibatnya jama‟ah yang tinggal di atas geladak kapal bahkan dalam gudang kapal

lebih sering terkena penyakit menular.69

Karena itu upaya untuk pencegahan

penyakit endemik terus di berlakukan untuk kapal pengangkutan jama‟ah haji saat

di Pelabuhan maupun saat masuk Karantina haji. Di sini peran para Dokter Haji

(Pelgrimsart) sangat penting karena praktik untuk menjaga kebersihan harus

sudah disosialisasikan baik diatas kapal ataupun saat di Jeddah sebagai bekal

jama‟ah nanti.70

Peran seorang nahkoda kapal juga sangat dibutuhkan dalam penjagaan

kesehatan penumpang selama di Kapal selain peran Dokter Kapal atau Dokter

Haji. sebelum berangkat mereka harus disuntik dan selama di kapal harus

mendapatkan makanan yang layak.

Perlengkapan kapal seperti baju pelampung, perlengkapan regu penolong,

inventaris lainnya71 diletakan pada tempat yang mudah diambil jika suatu saat

akan dipakai. Kebutuhan lainnya yang diperlukan adalah rumah sakit yang baik

dan permanen minimal 6 tempat tidur dengan luas sekitar 13 m2, tinggi sekitar

68 M. Dien Madjid, Berhaji Di Masa Kolonial, Jakarta, CV Sejahtera, 2008, hal. 112.

69

Wibowo Priyanto,dkk.Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda...(2009:131-132)

dalam skripsi Muhamad Fauzan Baihaqi, Transportasi Jamaah Haji :Di Embarkasi/Debarkasi

Pelabuhan Batavia (Tahun 1911-1930). hal.118.

70 Staatsblad 1898 No.294 yang di kutip oleh Liesbeth Hesselink.Healers On The Colonial

Market:Native Doctors and Midwives in The Dutch East Indies.(2011:302) dalam skripsi

Muhamad Fauzan Baihaqi, Transportasi Jamaah Haji :Di Embarkasi/Debarkasi Pelabuhan

Batavia (Tahun 1911-1930). hal.118.

71Staatblad 1905 No 370, mengenai Ordonansi Pelayaran Kapal Api. Dalam M. Dien Madjid,

Berhaji Masa Kolonial, hal, 105.

Page 52: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

43

1,80 m, terutama rumah sakit permanen khusus untuk perempuan Di dalamnya

terdapat tidak kurang dari 2 tempat tidur terletak pada ruangan seluas 6,5 m2.

Rumah sakit harus tahan air dan mudah dibersihkan. Ruangan isolasi bagi

penderita penyakit menular berukuran 13 m2 merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari kebutuhan ruang lainnya. Guna menjamin terlaksananya

perawatan diperlukan kamar rawat inap seluas 3 m2 per orang sedikitnya 5 persen

dari jumlah penumpang serta dilengkapi dengan apotik. Selain itu kapak harus

memiliki sedikitnya dua ruang dapur untuk awak kapal dan penumpang serta

dilengkapi ruangan mandi, cuci dan kakus (MCK).72

Urusan kebersihan, kesehatan dan perawatan medis dipimpin oleh

inspektur kepala atau kepala dinas kesehatan masyarakat sesuai dengan ayat 27

Ordonansi karantina. Di samping itu diperlukan penyediaan air bersih yang

disuling dari air laut, kemudian diisi ke dalam ketel (tempat air) melalui pipa

ledeng dari tempat penampungan air yang tertutup.

Untuk memeriksa kesehatan 1.000 penumpang minimal ada 2 orang dokter

mempunyai wewenang praktek setelah medapat izin tertulis dari inspektur kepala

dinas kesehatan Masyarakat. Optimalisasi kerja dokter harus ditunjang dengan

obat-obatan, kain perban dan bahan pembersih kuman. Untuk kebutuhan jamaah

disediakan makanan tahan lama, air minum, bahan bakar keperluan dapur, alat

memasak, tikar, timbangan, anak timbangan dan peralatan lainnya. Nahkoda yang

tidak memberikan pelayanan baik terhadap penumpang didenda sebesar f. 1.000.73

Saat itu penyakit kolera dan pes sedang mewabah, penumpang kapal yang

terinfeksi penyakit harus diinformasikan kepada penguasa pelabuhan untuk

ditanggulangi. Penumpang kapal, sekurang-kurangnya selama 120 jam harus

dipantau kesehatannya sampai dinyatakan negative. Dalam masa pemeriksaan

kesehatan itu, tidak seorang pun boleh naik ke kapal. Bahkan nahkoda

berkewajiban mengawasi kapal selama berada di pelabuhan sesuai dengan

Ordonansi karantin. Berdasarkan pertimbangan dokter, barang-barang penampung

yang dicurigai terinfeksi virus kolera, pes atau cacar, tidak boleh dinaikan ke

72 Staatblad Van Nederlandsch Indie 1922 No 698, hlm. 3 Dalam M. Dien Madjid, Berhaji

Masa Kolonial, hal, 106.

73 Dalam M. Dien Madjid, Berhaji Masa Kolonial, hlm, 107.

Page 53: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

44

kapal, kecuali atas rekomendasi dokter pelabuhan, bahkan barang itu diisolasikan

pada tempat tertentu untuk dibersihkan dari kuman penyakit. Penumpang

diharapkan membayar f.3 per kepala untuk setiap pemeriksaan kesehatan. Uang

tersebut diberikan kepada kepala pelabuhan terakhir sebelum berangkat ke luar

negeri untuk disetorkan ke kas negara. Untuk itu nahkoda pemilik kapal atau agen

diperintahkan mengirimkan daftar penumpang dalam waktu 24 jam kepada kepala

pelabuhan guna pemeriksaan administrasi dan menetapkan waktu dan hari

embarkasi. Kepala dan dokter pelabuhan memohon kepada pemilik nahkoda atau

agen agar melindungi dan memberi tempat yang baik bagi para jamaah sesuai

dengan daftar dan buku kesehatan penumpang yang telah ditanda tangani.

Untuk kepentingan kesehatan selama perjalanan perlu dicantumkan dalam

jurnal, waktu dan daftar praktek dokter setiap hari agar yang sakit segera ditangani

dan dirawat. Seorang dokter bertugas melakukan inspeksi sedikitnya 2 kali selama

24 jam untuk mengambil tindakan kesehatan terhadap tempat yang diduduki

penumpang. Apabila dalam pelayaran menunjukan ada suatu penyakit epidemic.

Para penumpang segera diisolasikan. Semua benda-benda seperti baju, selimut,

tikar yang dapat menyebabkan virus penyakit berkembang harus dibuang ke laut.

Jika ada kotoran manusia yang diduga mengandung bakteri segera dikumpulkan

dalam tong lalu dibersikan dari kuman dan kemudian dibuang kelaut lewat pipa

khusus.

Jika penumpang kapal meninggal akibat tertular penyakit, maka

jenazahnya dicuci dengan air keras. Bagi yang meninggal bukan karena penyakit

biasanya disiapkan kain kafan, kemudian diturunkan dengan tali secara perlahan-

lahan hingga tenggelam ke dasar laut.

Page 54: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

45

BAB IV

Respon Jamaah Haji Batavia Kebijakan Hindia Belanda

A. Kondisi Jamaah Haji dari Tanah Suci

Pada abad 19, perjalanan haji menuju Tanah Suci merupakan suatu

pengalaman yang menakjubkan bagi para jamaah haji asal Indonesia. Aneka

ragam kesulitan selama masa pendaftaran dan perjalanan menemukan muaranya

di Tanah Suci. Setidaknya, dengan sampai ke Tanah Suci mereka sudah mendapat

pelipur lara, meskipun sesaat. Bukankah, semua yang dilakukan adalah untuk

menuju ke Mekkah. Rasanya dengan sampai ke tempat tujuan, kesukaran demi

kesukaran akhirnya menemukan kemudahan.

Salah satu kunci kesuksesan jamaah haji dapat sampai dengan selamat di

tujuan adalah bekal yang dipersiapkan. Bagi mereka yang memiliki anggaran dana

perjalanan haji yang cukup, maka mereka dapat menjalani aneka ragam ritual haji

dengan tenang. Namun, bagi jamaah haji yang kekuranagan bekal, maka akan

menjadi masalah tersendiri. Ibadah hajinya menjadi tidak tenang, karena

dibayang-bayangi oleh kelangkaan uang dan perasaan khawatir tidak dapat

kembali ke negeri asal.

Kekurangan dana yang dialami jamaah haji, agaknya sudah diketahui dan

diantisipasi oleh syekh. Sebagai sosok yang dianggap paling tahu mengenai hal

ihwal perhajian dan kondisi di Tanah Suci, syekh merupakan orang yang tepat

dijadikan tempat bertanya bagi jamaah haji yang bermasalah dengan bekal. Syekh

akan memberikan beberapa anjuran taktis, yang salah satunya berupa pinjaman

sejumah uang dengan bunga yang telah ditentukan olehnya. Tidak ada pilihan lain

bagi jamaah haji selain menggunakan jasa syekh.

Kebingungan tentu saja segera berganti dengan kebingungan lain,

manakala jamaah haji yang meminjam uang tersadar akan bagaimana cara

membayarnya. Mereka hidup di tanah yang sama sakali bukan lingkungan tempat

tinggalnya. Maksud mereka datang ke Mekkah adalah untuk berhaji dan bukan

untuk mencari penghidupan. Bayang-bayang kesulitan membayar utang dengan

segera menyergap diri si haji. Untuk masalah ini, syekh juga memiliki beberapa

Page 55: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

46

jalan keluar. Jamaah haji diperbolehkan membayar hutangnya setelah menunaikan

ibadah haji.74

Syekh berperan penting dalam hari-hari jamaah haji di Tanah Suci. Ia

adalah orang yang akan memandu peribadatan jamaah haji berikut kebutuhan-

kebutuhan dasar seperti informasi haji, pemondokan dan pengangkutan barang-

barang jamaah haji. Di abad 19, sarana transportasi dari Jeddah ke Mekkah masih

menggunakan unta. Biasanya, seorang jamaah haji akan memesan dua unta, yakni

untuk dikendarainya dan untuk mengangkut barang.

Perjalanan menuju Mekkah memiliki ujian tersendiri. Para penyamun akan

mengintai perjalanan kafilah haji. Mereka akan menyergap rombongan jamaah

haji yang lengah. Di samping itu, di beberapa tempat terdapat orang-orang Badui

yang meminta sumbangan dari para jamaah haji. Beberapa dari mereka ada yang

menunjukkan perangai kasar bahkan ada yang mengancam akan membakar

barang-barang jamaah haji, jika tidak diberi santunan. Terkait hal ini, pemerintah

Turki dan Arab telah memberikan jaminan keamanan semaksimal mungkin.75

Ada dua tipe jamaah haji ketika ia sampai di Mekkah. Pertama, jamaah

haji yang hanya tinggal di Mekkah selama ibadah haji berlangsung. Kedua,

jamaah haji yang berhaji sambil menuntut ilmu. Waktu mukim jamaah haji jenis

kedua relatif lebih lama dibanding yang pertama. beberapa pelajar Muslim

Indonesia menjadikan haji sebagai saluran untuk berguru ke Mekkah. Kota ini

menjadi salah satu kiblat pengajaran Islam yang didatangi oleh pelajar Muslim

dari belahan dunia manapun.

Snouck Hugronje pernah menulis suatu karya khusus mengenai haji di

Mekkah yang berjudul “Het Mekaansche Fest”. Ia mengatakan bahwa orang Jawa

(yakni orang dari Nusantara) merupakan penganut Islam yang taat. Meskipun

mereka tidak memiliki pengetahuan agama yang mendalam, namun mereka

menunjukkan gairah untuk mengkuti hampir semua ritual keagamaan di Mekkah.

Motivasi mereka sampai ke kota ini adalah untuk beribadah dan melakukan

perbuatan mulia. Oleh sebab itu, jarang ditemui di antara mereka yang membawa

74 M. Dien Madjid, Berhaji di Masa Kolonial (Jakarta: CV Sejahtera, 2008), hal. 84 – 85.

75

M. Dien Madjid, Berhaji Masa Kolonial, hal, 61.

Page 56: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

47

barang dagangan yang nantinya diperdagangkan di sini. Justru mereka datang

dengan uang yang banyak, dan berencana menghabiskan uang itu sebagai bekal

hidup beribadah.

Selain mengandalkan tabungan sendiri, biaya para orang Jawa di mekkah

didapat dari kiriman sanak famili mereka dari kampung halaman. Sebagian yang

lain mendapatkannya dari uang pensiunan. Orang Jawa yang berusia senja

biasanya ingin tinggal lebih lama di Mekkah untuk beberapa tahun bahkan ada

yang ingin menatap selama-lamanya. Tidak jarang di antara mereka yang ingin

menutup hidup di Mekkah.

Para haji berusia muda mempunyai motivasi ke mekkah untuk

memperdalam ilmu agama. Selain mengunjungi Mekkah, mereka juga mendatangi

tempat-tempat suci di Madinah. Orang-orang Arab di Mekkah memiliki kesan

yang baik kepada orang Jawa. Para pedagang Arab tidak segan menitip barang

mereka ke orang Jawa dan berkata: “Tidak apa-apa, dia adalah orang Jawa”.76

Haji juga menjadi sarana bagi Muslim Nusantara berjumpa dengan

Muslim dari belahan dunia lainnya. Banyak hal yang akan mereka bahas usai

saling berkenalan dan mengakrabkan diri, salah satunya adalah mengenai

penjajahan. Belanda menganggap haji sering dijadikan momen untuk bertemu

bagi pemimpin perjuangan rakyat dari seluruh penjuru dunia Islam yang melawan

kekuatan Eropa. Mereka berdiskusi dan bertukar pemikiran mengenai bagaimana

cara menumbangkan kekuasaan kolonial di wilayah mereka. Pada titik ini boleh

dikatakan haji merupakan corong menguatnya anti-kolonialisme. Fenomena ini

yang sejak awal ditakuti Belanda.77

B. Respon Jamaah Haji terhadap kebijakan 1859 dan 1922

Berhaji merupakan ibadah Muslim yang mendapat sorotan tajam

pemerintah Hindia Belanda. Menurut mereka ibadah ini bukan hanya sekedar

76 Karel Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam Abad ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, 1984),

hal. 246 – 247.

77 Suprio Guntoro, Spirit Haji; Inspirasi Menjawab Fenomena Global (Jakarta: Elex Media

Komputindo, 2013) hal, 2.

Page 57: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

48

kewajiban beragama, melainkan corong bagi para jamaah haji untuk mendapatkan

gagasan antikolonialisme. Ibadah ini memungkinkan jamaah haji Hindia Belanda

bertemu dengan jamaah haji dari negeri lain. Pembicaraan mereka dapat

menyinggung permasalahan politik di masing-masing bangsa. Satu momen yang

mempertemukan mereka adalah ketika tiba musim haji, dikhawatirkan hasil tukar

pengalaman dan pandangan mengenai gerakan antikolonialisme, dapat menular ke

ruang berpikir para jamaah haji dari Hindia Belanda sehingga menyebabkan

mereka mempunyai wawasan anti-pemerintah.78

Tingginya biaya dan ketatnya peraturan haji yang ditetapkan oleh

pemerintah Hindia Belanda tidak membuat umat Muslim di Nusantara

menurunkan hasrat mereka untuk berhaji. Dalam ingatan mereka, ibadah haji

merupakan sesuatu yang sakral dan pengalaman hidup yang tidak terkira

indahnya. Seorang haji bukan hanya bereksempatan menunaikan salah satu

kewajiban dalam ajaran Islam ini, melainkan juga kesempatan bertamasya. Haji

juga sebagai sarana yang tepat dan cepat untuk meningkatkan harkat dan martabat

seseorang di tengah masyarakatnya.79

Gubernur Jenderal menerbitkan Kebijakan Haji 1859 agar semua pihak,

terutama para haji dan calon haji, mengetahui dan menjalan peraturan di

dalamnya. Kebijakan ini tertuang dalam Staatblad van Nederlandsch Indie yang

ditetapkan pada 6 Juli 1859, nomor 42. Agar mudah dipahami, peraturan ini juga

ditulis ke dalam bahasa Melayu dan Cina. Secara umum isi dari kebijakan ini

adalah mempertegas peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang

sebelumnya, agar lebih dipatuhi dan dijalankan secara optimal. Kenyataan yang

ditemukan di lapangan justru terbalik dari harapan Gubernur Jenderal. Banyak

dari para haji yang tidak mengindahkan kebijakan ini. Keinginan umat Islam

untuk berhaji tetap saja tinggi dan sulit dibendung.

Adapun dokumen staatblad 6 Juli 1859 yang menerangkan tentang

Kebijakan 1859, sebagaimana dikutip dari M. Dien Madjid adalah sebagai

berikut:

78 Martin van Bruinessen, “Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik

Haji”, (Ulumul Quran, No. 5, Vol. 2, 1990), hal. 42 – 49.

79

M. Dien Madjid, Berhaji di Masa Kolonial (Jakarta: CV Sejahtera, 2008), hal,103.

Page 58: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

49

Surat jalan ke Mekah yang diberikan untuk perjalanan haji, oleh penguasa

pemerintah daerah dibuat daftar tersediri, sesuai dengan model yang tetap pada

Kebijakan ini, dibubuhi juga tanda tangan dari para jamaah yang telah kembali.

Dan agar tidak seorang pun yang berpura-pura tidak tahu, ini akan ditempatkan

dalam Staatblad van Nederlandsch Indie, dan perlu sebanyak mungkin

diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan Cina.

Diperintahkan dan perintah selanjutnya, bahwa lembaga pemerintah tingkat

tinggi dan rendah, pegawai-pegawai, opsir-opsir, hakim-hakim, setiap orang

sebanyak mungkin percaya, semua orang akan mentaati ini, tanpa pura-pura

tidak melihat atau tanpa pandangan buku.80

Para calon jamaah haji diwajibkan mendaftar jika ingin pergi berhaji.

Setelah itu, mereka diminta memenuhi sejumlah uang yang ditetapkan oleh

pemerintah. Jika sudah, mereka mendapat surat pas jalan untuk berhaji.

Sebenarnya langkah seperti ini sudah ditetapkan sebelum kebijakan 1859

ditetapkan. Hanya saja pemerintah tidak tegas untuk menindak para jamaah yang

terbukti melanggar. Demikain halnya dengan perusahaan pengangkut haji yang

melanggar, juga tidak atau kurang diberikan sanksi sebagaimana mestinya.

Objek peraturan ini banyak diarahkan ke para penyedia layanan

keberangkatan haji. terlihat dari cara pemerintah untuk melakukan kontrol kepada

mereka. Sebagaimana diketahui, pada praktek penyelenggaraan haji kerap ditemui

kecurangan-kecurangan yang merugikan negara dan konsumen. Jika hal tersebut

terus dibiarkan, maka kerugian yang ditanggung pemerintah akan semakin

membengkak. Hal tersebut juga akan memperburuk citra pemerintah di hadapan

warganya sendiri. Monopoli pengangkutan ibadah haji yang diberlakukan

nyatanya tidak dibarengi dengan pelayanan yang memuasakan. Tentu saja, ini

menjadi indikasi bahwa pemerintah tidak profesional dan tidak serius menangani

perhajian.

Jamaah haji sebagai pihak yang membutuhkan fasilitas pengangkut jamaah

haji, tentu saja tidak keberatan dengan kebijakan yang diberlakukan pemerintah.

Pengalaman buruk akibat tata kelola perhajian yang tidak profesional dimaknai

secara positif oleh jamaah haji dan dijadikan sarana untuk memupuk kesabaran.

80 ANRI, Staatblad 6 Juli 1859, No. 42, dalam Dien Madjid, Berhaji, hal. 99 – 100.

Page 59: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

50

Tujuan mereka adalah untuk berhaji, menunaikan perintah Tuhan. Dalam

perjalanan ke tempat haji sudah tentu terdapat halang rintang yang harus dilewati.

Ketidakprofesionalan pengelolaan haji merupakan satu dari banyaknya peraturan-

peraturan yang dibuatnya, akan tetapi tidak sesuai dengan apa yang dirasakan oleh

para jamaah.

Pada umumnya, respon jamaah haji terhadap kedua kebijakan pada tahun

1859 dan 1922. Terlihat dari pembatasan dan kesukaran yang dialami oleh jamaah

haji tidak lebih dianggap sebagai ujian dalam melaksanakan haji. Para haji sama

sekali tidak merasa dibatasi karena mereka juga membutuhkan bantuan dari

pemerintah selaku penyelenggara negara yang memperhatikan kebutuhan umat

Islam. Sebisa mungkin, mereka akan memenuhi ketentuan-ketentuan yang

digariskan. Di sisi lain, maksud pembatasan haji yang digagas pemerintah

kolonial, nyatanya tidak terlalu mebuahkan hasil. Selama periode 1850 – 1860,

jumlah haji tetap mengalami peningkatan, dari tahun ke tahun penurunan yang

terjadi tidak terlalu signifikan.

Kebijakan kolonial terhadap aktivitas sosial umat Islam, serta dalam

perhajian khususnya, menjadi objek penelitian yang hendaknya terus

dikembangkan. Ini merupakan bagian dari dinamika penulisan sejarah, sekaligus

upaya untuk membincangkan sejarah dalam wilayah yang lebih luas, ketimbang

hanya berhubungan dengan politik kerajaan atau tema-tema lain yang lebih

banyak di angkat. Penulis berharap kajian ini menjadi pemantik munculnya

kajian-kajian lain yang menyangkut sejarah sosial umat Islam di Indonesia.

Page 60: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berhaji di masa kolonial merupakan sesuatu yang menarik untuk diikuti.

Terkadang, hasrat untuk berhaji yang terdapat dalam diri seorang Muslim harus

mengalami beberapa hal yang mengganjal. Problem bukan hanya datang dari

dirinya sendiri, namun juga dari realita sosial-politik yang mengitarinya.

Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan serangkaian kebijakan yang

diindikasikan sebagai pembatasan gerak terhadap para haji, baik sejak masa

keberangkatan maupun saat mereka kembali ke Tanah Air.

Pada umumnya setiap kebijakan haji yang dikeluarkan oleh pemerintah

Kolonial Belanda berlaku diseluruh wilayah Indonesia. Namun kebijakan tersebut

lebih sentral di Bativia sebab wilayah ini merupakan jalur yang lebih banyak

diminati oleh para calon jamaah haji. Hal ini terlihat dari bertambahnya para calon

jamaah yang berangkat melalui jalur Batavia dari tahun ke tahun dibandingkan

dengan wilayah lain.

Pemerintah kolonial memandang haji sebagai sekumpulan golongan yang

membahayakan. Mereka khawatir di balik niat para Muslim untuk berhaji terdapat

motivasi perlawanan terhadapa kedudukan Bangsa Eropa. Dalam beberapa kasus

dijumpai, para kepala pejuang yang melawan Belanda memiliki rekam jejak

sebagai haji di masa lalunya. Oleh sebab itu, dengan dalih administrasi dan

pencatatan haji, pemerintah kolonial berupaya untuk meminimalisir motivasi

perlawanan yang dapat membesar, manakala seseorang selesai menunaikan ibadah

ini.

Kebijakan 1859 dan Ordonansi 1922, merupakan dua dari banyak produk

hukum pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan untuk menertibkan

perhajian di Nusantara. Fokus dari kebijakan pertama adalah tentang administrasi

pendaftaran dan ujian tentang haji yang diselenggarakan oleh bupati. Tes tersebut

diyakini mampu mengetahui maksud seseorang ketika berhaji yang sesungguhnya

sekaligus sebagai wahana penyuluhan agar para haji tidak melakukan perbuatan

makar kepada pemerintah. Sedangkan kebijakan hukum kedua lebih menyorot

Page 61: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

52

masalah optimalisasi fasilitas haji, utamanya menyangkut manajemen kapal

pengangkutan haji. Pangadaan instalasi kesehatan dan dokter yang cukup menjadi

salah satu peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pengangkut haji.

B. Saran

Penulis memahami betul dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan

jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat dibutuhkan demi

baiknya tulisan/karya ini.

Untuk generasi selanjutnya akan lebih bagus lagi jika mengkaji lebih

mendalam dan memunculkan ide-ide yang cemerlang untuk menggali tulisan

khusus kebijakan-kebijakan yang dibuat Belanda di Indonesia seperti: kebijakan

militer pada masa penjajahan Hindia Belanda, pelatihan terhadap ulama pada

masa penjajahan Belanda dan lain-lain.

Page 62: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

53

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian Sejarah Jakarta:Logos, 1999.

Benda Harry J., Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada masa

Pendudukan Jepang, Jakarta, Pustaka Jaya, 1980.

Ball John, Indonesia Legal History: 1602-1848, Sidney, Ouhtershaw Press, 19

82.

Basyuni Muhammad M., Reformasi Manajemen Haji, Jakarta, FDK Press, 2008.

C.Snouck Hurgronje, De Hadji-Politiek der Indische Regeering dalam Verspreide

Geschriften, jilid IV, 2.

Djajadiningrat Hoesein, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Jakarta:

Djambatan, 1983.

Jean Gelan Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia orang Eropa dan Eurasia di

Hindia Timur, Depok, Masup Jakarta, 2009.

Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Jakarta:

Djambatan, 1983.

Kementerian Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggara Haji dan Umrah 2012,

Haji dari Masa ke Masa, Jakarta: Direktorat Jendral Penyelenggara Haji

dan Umrah, 2012.

Madjid M. Dien, Berhaji Di Masa Kolonial, Jakarta, CV Sejahtera, 2008

Putuhena M. Shaleh. Historiografi Haji Indonesia. Jogjakarta. LKIS 2007.

Penerbitan Naskah Sumber, Biro Perjalanan Haji Di Indonesia Masa Kolonial,

Jakarta, Yayasan Adi Karya Ikapi dan The Ford Foundation dengan

Arsip Nasional RI 2001.

Page 63: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

54

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Suminto Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta, LP3ES, 1985.

Wigniosoebroto Soetandyo, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional

“Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum Selama Satu

Setengah Abad di Indonesia 1840-1990”.Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada.

Wibowo Priyanto,dkk. Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda

2009:131-132

SUMBER SEJAMAN

Arsip Nasional RI, Laporan Konsul Belanda di Jeddah tahun 1893.

Arsip Nasional RI, Residensi Tegal 1858 No. 198 B/3.

Kees Van Dijk, Perjalanan Jamaah Haji Indonesia

Staatblad Van Nederlansch Indie 6 Juli 1859 No. 42.

Staatblad 1905 No 370, mengenai Ordonansi Pelayaran Kapal Api

Staatblad Van Nederlandsch Indie 1922 No 698.

Staatblad Van Nederlansch Indie 1922.

Staatsblad 1898 No.294 yang di kutip oleh Liesbeth Hesselink.Healers On The

Colonial Market:Native Doctors and Midwives in The Dutch East

Indies.(2011:302)

Page 64: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

64

Lampiran-lampiran

Jamaah Haji Menaiki Kapal Milik Inggris (Sumber Foto: Google.com)

Haji Tempoe Doeloe, Haji Singapura. (Sumber Foto: Google.com)

Page 65: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

Kapal-Kapal Kecil menjemput jamaah di Karantina Onrust tahun 1929 (Sumber Foto: ANRI,KIT. Batavia no.115/14 Lihat juga buku M.Dien Madjid.Berhaji di

Masa Kolonial.(Jakarta:CV Sejahtera,2008:hal.210)

Pengecekan Pasport oleh pemerintah colonial Belanda

(Sumber Foto: Google.com)

Page 66: KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40467/1/SITI... · KEBIJAKAN HINDIA BELANDA TERHADAP HAJI DI BATAVIA PADA TAHUN

Terugkeerende Hadjis et Quarantaine op Onrust 1929 Jamaah Haji yang pulang singgah di Karantina Onrust tahun 1929

(Sumber Foto: ANRI, KIT Batavia No.115/18)

De quarantaine loods op het eiland Onrust voor de kust met Batavia

“Barak Karantina Haji di Kepulauan Onrust, Batavia (tahun 1914)

(Sumber Foto: Arsip Nasional Republik Indonesia. No.1965- 1925 A 38/1/17-

Stukken Betreffende de Verbetering van den aanlegsteir van het

quarantainestation op het eiland Kuiper-Batavia 1916-1929.)

(Dalam Skripsi Ahmad Fauzan Baihaqi, Transportasi Jamaah Haji :

Di Embarkasi/Debarkasi Pelabuhan Batavia

(Tahun 1911-1930)