KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

27
KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA PENGUNGSI KE AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : Budyanto NIM : 130200291 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Transcript of KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

Page 1: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA PENGUNGSI

KE AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI KONVENSI 1951 DAN

PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Budyanto

NIM : 130200291

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 2: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA PENGUNGSI

KE AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI KONVENSI 1951 DAN

PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Budyanto

NIM : 130200291

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui Oleh :

Penanggung Jawab

Abdul Rahman, SH.,MH

NIP : 195710301984031002

Editor

Dr.Sutiarnoto, SH.,M.Hum

NIP : 195610101986031003

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 3: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

ABSTRAK

Budyanto*)

Dr. Sutiarnoto, SH.M.Hum **)

Arif, SH.MH ***)

Pada masa sekarang ini, masalah pengungsi menjadi masalah yang

menjadi perhatian di dunia Internasional. Konflik yang berkepanjangan di negara

asal para pengungsi menjadi pemicu terjadinya pengungsian besar-besaran. Akan

tetapi Amerika Serikat dibawah pemerintahan Donald Trump mengeluarkan

Perintah Eksekutif yang melarang masuknya Imigran dari 7 Negara Mayoritas

Muslim dan semua Pengungsi dari negara manapun yang kemudian menjadi

sebuah kebijakan yang kontroversial tersebut. Adapun permasalahan dalam

skripsi ini adalah bagaimana perlindungan Hukum Internasional bagi para

pengungsi, bagaimana kedaulatan sebuah negara dikaitkan dengan daya ikat

Hukum Internasional serta pandangan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 terhadap

kebijakan Donald Trump.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat

deskriptif. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data

menggunakan studi kepustakaan. Analisa data dilakukan secara kualitatif.

Pengungsi dan pengungsian telah ada sejak lama di dalam peradaban

manusia. Pengungsi merupakan sekelompok manusia yang rentan akan tindak

kekerasan dan penganiayaan baik oleh negara asalnya maupun negara penerima.

Pengaturan tentang perlindungan untuk para pengungsi di dalam dunia

Internasional merupakan sebuah kebiasaan Internasional yang telah ada sejak

lama dan secara khusus diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang

Status Pengungsi. Kedaulatan Negara dan Hukum Internasional terlihat saling berseberangan satu sama lain, sebab tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi

daripada sebuah negara. Itulah sebabnya, sulit bagi Hukum Internasional untuk

benar-benar mengikat sebuah negara. Amerika Serikat merupakan pihak di dalam

Protokol 1967, namun Donald Trump mengeluarkan Perintah Eksekutif yang

melarang masuknya Pengungsi ke Amerika Serikat. Apa yang dilakukan oleh

Donald Trump tidak etis di dalam kebiasaan Internasional. Sebab, Amerika

merupakan pihak di dalam Protokol 1967 telah sepakat untuk tunduk dibawah

Protokol tersebut. Seharusnya sebagai negara yang meratifikasi Protokol tersebut

maka Amerika Serikat tidak begitu saja mengabaikan ketentuan-ketentuan di

dalam Konvensi dan Protokol ini.

Kata Kunci: Perlindungan Pengungsi, Pengungsi, Konvensi 1951 dan

Protokol 1967, Hak Asasi Manusia

__________________

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Page 4: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

ABSTRACT

Budyanto *)

Dr. Sutiarnoto, SH.M.Hum **)

Arif, SH.MH ***)

Nowadays, the problem of refugees is a problem in our international

world. The prolonged conflict in the refugee country's home has triggered a

massive refugee camp. The United States under the Donald Trump government

issue an executive order prohibit entry of Immigrants from 7 Muslim Majority

Countries and all Refugees from any country which became a controversial

policy. As the question in this paper is how the law of International Law for the

refugees, how the sovereignty of a state with the binding force of International

Law and the views of the 1951 Convention and 1967 Protocol against Donald

Trump policy.

The research used is normative juridical with descriptive nature. The

data used in this study are primary legal materials, secondary legal materials and

tertiary legal materials. Methods of data data using literature study. Data analysis

is done qualitatively.

Refugees have existed long in human civilization. Refugees are groups

of vulnerable people that threatened by violence and ill-treatment by both their

home country and receiving country. The regulatory arrangements for internally

displaced persons are an international custom that has existed within the time of

the 1951 Convention and 1967 Protocol on Refugee Status. The Sovereignty of

the State and International Law are seen opposed from one another, because there

is no higher power than a country. That is why, it is difficult for International Law

to actually eradicate a country. The United States was a party to the 1967

Protocol, but Donald Trump issued an Executive order that prohibiting Refugees

entering the United States. What Donald Trump does is unethical in international

customs. America is a party to the 1967 Protocol which has agreed to under the

Protocol. Should as a country ratify the Protocol, the United States obey directly

on the provisions of the Conventions and this Protocol.

Keywords: Refugee Protection, Refugees, 1951 Convention and 1967

Protocol, Human Rights

__________________________

* Student of Faculty of Law University of North Sumatra

** Advisor Lecturer I, Lecturer Faculty of Law University of North Sumatra

*** Advisor Lecturer II, Lecturer Faculty of Law University of North

Sumatra

Page 5: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah pengungsi belakangan ini bagaikan sebuah fenomena yang

lumrah kita dengar dan kita lihat pada saat ini. Media-media pemberitaan baik

radio, televisi hingga portal berita berbasis online pun seakan berlomba-lomba

membahas tentang masalah pengungsi ini. Pengungsi adalah orang yang terpaksa

meninggalkan negara asalnya karena rasa takut mendasar dan mengalami

penindasan (persecution). Rasa takut yang mendasar inilah yang membedakan

pengungsi dengan jenis migran lainnya, seberat apapun situasinya.

Mereka tidak memiliki pilihan lagi selain harus mengungsi keluar dari

negara asal mereka yang terdampak perang saudara, genosida, bencana alam,

kemiskinan dan kelaparan. Mereka kemudian melakukan perantauan ke negara-

negara yang dirasa akan memberikan mereka perlindungan serta rasa aman dan

nyaman.

Belakangan ini, dunia dikejutkan dengan kebijakan Presiden Amerika

Serikat, Donald Trump yang mengeluarkan sebuah perintah eksekutif yang intinya

melarang penerimaan imigran dari 7 Negara mayoritas Muslim serta pengungsi

untuk masuk ke Amerika Serikat. Hal ini sudah ia utarakan sejak masa kampanye-

nya. Trump seolah ingin menunjukkan bahwa apa yang dia kampanyekan selama

masa kampanye bukan hanya bualan belaka, dan benar saja, ia wujudkan ketika

menjadi Presiden Amerika Serikat sekarang. Berikut adalah isi dari perintah

eksekutif tersebut dikutip dari NBC News:

Page 6: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

“Protecting the Nation From Foreign Terrorist Entry Into the United States”

Signed: Jan. 27, 2017

The order suspends the entry of immigrants from seven Muslim-majority countries

— Syria, Iran, Iraq, Libya, Sudan, Yemen and Somalia — for 90 days and stops

all refugees from entering the country for 120 days. Syrian refugees are banned

indefinitely. During the time of the ban, the secretary of homeland security and

the secretary of state will review and revise the refugee admission process.

Also in the order is the suspension of Obama's 2012 Visa Interview Waiver

Program, which allowed frequent U.S. tourists to bypass the visa interview

process.

White House officials have made a number of contradictory statements, at

times calling the order a "ban" and at other times referring to it as a "travel

restriction." After the order was signed, thousands of protesters popped up at

airports across the country to denounce it.1

Setelah Trump mengeluarkan kebijakan kontroversialnya, gelombang protes

berdatangan, baik di dalam negeri hingga luar negeri Amerika Serikat. Dalam

perintah eksekutif itu, Donald Trump akan melarang masuknya imigran-imigran

yang berasal dari 7 Negara mayoritas Muslim ( Suriah, Iran, Irak, Libya, Sudan,

Yaman dan Somalia ) selama 90 hari sejak perintah eksekutif itu ditandatangani

dan Trump juga menghentikan sementara program penerimaan pengungsi untuk

masuk ke Amerika Serikat selama 120 hari sejak perintah eksekutif itu

1http://www.nbcnews.com/politics/white-house/here-s-full-list-donald-trump-s-executive-

orders-n720796 diakses tanggal 29 Maret 2017.

Page 7: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

dikeluarkan. Terkhusus untuk pengungsi Suriah, belum ditentukan jangka waktu

yang pasti kapan larangan itu akan dicabut.

Para pengungsi Suriah, mereka adalah orang-orang yang tidak lagi

mendapatkan rasa aman dan nyaman di negara asal mereka. Kekacauan sungguh

melanda Suriah. Di saat yang bersamaan, Amerika memberlakukan pelarangan

masuknya pengungsi Suriah ke Amerika Serikat.

Kebijakan eksekutif pertama Donald Trump yang ia keluarkan pada

tanggal 27 Januari 2017 telah ditolak oleh Hakim Pengadilan Federal Amerika

Serikat. Pemerintahan Donald Trump melakukan banding terhadap Pengadilan

Federal Amerika Serikat , namun perintah eksekutif milik Donald Trump tetap

ditangguhkan. Dikutip dari Kompas2,Pengadilan banding federal Amerika Serikat,

Jumat pagi WIB (10/2/2017), memutuskan, kebijakan "anti-imigran" yang diambil

Presiden Donald Trump tetap ditangguhkan. Putusan bulat dari panel tiga hakim

ini sekaligus mengartikan, warga dari tujuh negara mayoritas Muslim akan terus

dapat melakukan perjalanan ke AS. Hal itu mengabaikan perintah eksekutif

Trump bulan lalu.

Namun , Donald Trump tidak menyerah. Dia masih tetap bersikeras

mempertahankan perintah eksekutifnya dan melakukan revisi terhadap perintah

eksekutifnya yang telah ditolak oleh Pengadilan Federal Amerika Serikat. Di

2

http://internasional.kompas.com/read/2017/02/10/06594231/banding.trump.gagal.hakim.

tolak.pemberlakuan.kebijakan.anti-imigran. diakses tanggal 19 April 2017.

Page 8: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

dalam perintah eksekutifnya yang baru, Trump mengeluarkan Irak dari daftar

negara yang dilarang masuk ke Amerika Serikat.3

Akan tetapi, seorang Hakim di distrik Hawaii, Derrick Watson kembali

menolak revisi perintah eksekutif milik Donald Trump tersebut. Sebab,

menurutnya revisi dari perintah eksekutif tersebut masih identik dengan perintah

eksekutifnya yang pertama dan ini dianggap melanggar konstitusi Amerika

Serikat.4

PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa) sendiri sebenarnya telah memiliki

badan khusus untuk menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan pengungsi

yaitu UNHCR / United Nations High Comissioner for Refugees. Tujuan utamanya

adalah untuk melindungi hak – hak dan keamanan pengungsi. UNHCR bekerja

untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencari suaka dan

mendapatkan suaka yang aman di negara lain, dengan pilihan selanjutnya untuk

kembali ke negara asalnya secara sukarela, diintegrasi secara lokal atau

ditempatkan di negara ketiga. UNHCR juga dimandatkan oleh Majelis Umum

PBB untuk membantu dan mencari solusi bagi orang – orang tanpa

kewarganegaraan5.

UNHCR sendiri telah mengecam apa yang dilakukan oleh Donald Trump,

"Tentu saja UNHCR percaya bahwa pengungsi harus ditawarkan bantuan,

3

https://news.detik.com/internasional/3440074/trump-teken-revisi-kebijakan-imigrasi-

warga-irak-kini-bisa-ke-as diakses tanggal 19 April 2017 4

https://news.detik.com/internasional/d-3448167/hakim-hawaii-bekukan-revisi-kebijakan-

imigrasi-trump diakses tanggal 19 April 2017.

5www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr diakses tanggal 29 Maret 2017.

Page 9: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

perlindungan, peluang untuk mendapatkan pemukiman kembali, tanpa

memandang ras, agama atau etnis," kata juru bicara UNHCR, Vannina

Maestracci.6 Akan tetapi, Trump seolah-olah menutup matanya dari keberadaan

PBB, UNHCR dan gelombang pendemo yang menentang serta mengecam keras

kebijakannya yang sangat kontroversial tersebut.

Dalam Konvensi PBB tahun 1951 dan Protokol 1967 tentang Status

Pengungsi pun telah diatur tentang hal tersebut, seperti perlindungan terhadap

hak-hak pengungsi dan bagaimana seharusnya perlakuan negara penerima

terhadap para pengungsi. Terlebih lagi, Amerika Serikat merupakan salah satu

pihak yang turut serta menandatangani Protokol 1967 tentang Status Pengungsi.

Setiap negara mempunyai tugas umum untuk memberikan perlindungan

internasional sebagai kewajiban yang dilandasi hukum internasional, termasuk

hukum hak asasi internasional dan hukum kebiasaan internasional. Prinsip non-

refoulement sebagaimana tercantum dalam pasal 33 Konvensi mengenai Status

Pengungsi 1951 merupakan aspek dasar hukum pengungsi yang melarang negara

untuk mengusir atau mengembalikan seseorang ke negara asalnya dimana

kehidupan dan kebebasannya akan terancam, dan oleh karenanya mengikat semua

negara yang menjadi peserta Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi.7

Berdasarkan fakta-fakta dan opini-opini yang ada diatas, penulis tertarik

untuk membahas dan melakukan penelitian terkait masalah ini dengan judul

6https://international.sindonews.com/read/1174913/41/pbb-kecam-keputusan-trump-soal-

penyiksaan-dan-pengungsi-1485531914 diakses tanggal 29 Maret 2017.

7Wagiman. 2012. Hukum Pengungsi Internasional. (Sinar Grafika, Jakarta Timur). Hlm.

120.

Page 10: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

“Kebijakan Donald Trump Melarang Masuknya Pengungsi ke Amerika Serikat

Ditinjau Dari Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan Hukum Internasional bagi para pengungsi?

2. Bagaimana hubungan kedaulatan negara dengan kewajiban tidak

mengembalikan pengungsi ke wilayah dimana kehidupannya terancam?

3. Bagaimana pandangan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status

Pengungsi terhadap kebijakan Donald Trump?

C. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis

normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa hukum atas peraturan

perundang-undaangan dan keputusan hakim dalam penulisan ini pendekatan

yuridis normatif ini dilakukan untuk menelti norma-norma hukum yang

berlaku yang mengatur tentang perlindungan pengungsi sebagaimana yang

terdapat di dalam perangkat hukum nasional maupun perangkat hukum

Internasional.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu metode

penelitian yang menggambarkan semua data kemudian dianalisis dan

Page 11: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan

selanjutnya mencoba untuk diberikan pemecahan masalahnya.

3. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Bahan hukum primer,yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan

hukum Primer yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Konvensi 1951

dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi serta konvensi- konvensi

internasional yang berkaitan dengan masalah pengungsi, kemanusiaan serta

perjanjian internasional.

b. Bahan hukum sekunder,yaitu bahan hukum yang menunjang dan member

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah

dan pendapat para ahli hukum internasional yang terkait dengan masalah

pengungsi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum dan

Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui Penelitian Pustaka

(Library Research). Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mempelajari

dan menganalisis berbagai macam bahan bacaan yang berkaitan dengan objek

kajian dalam skripsi ini antara lain berupa buku, jurnal, dokumen-dokumen,

artikel dan karya-karya tulis dalam bentuk media cetak dan media internet.

Page 12: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa data-data

yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya maupun tidak

langsung (internet). Dengan demikian akan diperoleh kesimpulan yang lebih

terarah dari pokok bahasan.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan

deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara

menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu

metode yang diperoleh menurut kualitas kebenarannya kemudian

dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan

sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

Page 13: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Pengungsi

1. Pengertian Pengungsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , Pengungsi berasal dari kata

dasar ungsi ( ung·si ) yang artinya pergi menghindarkan (menyingkirkan) diri dari

bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata

pengungsi berarti seseorang yang mengungsi dari negara asalnya pergi ke negara

lain untuk menyelamatkan diri dan mencari rasa aman.

Dalam Konvensi 1951 terdapat pengertian Pengungsi di dalam Pasal 1 .

Menurut pasal tersebut maka “pengungsi” berlaku bagi setiap orang yang :

a. Telah dianggap sebagai pengungsi menurut Perjanjian 12 Mei 1926 dan

Perjanjian 30 Juni 1928, atau Konvensi 28 Oktober 1933, Protokol 14

September 1939 atau Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional ;

b. Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 serta

disebabkan rasa takut yang benar-benar berdasarkan akan persekusi karena

alasan-alasan ras, agama , kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial

tertentu atau pendapat politik , berada di luar negara asal kewarganegaraannya

dan tidak dapat, atau disebabkan rasa takut yang dialami yang bersangkutan

tidak mau memanfaatkan perlindungan negara tersebut , atau mereka yang

tidak berkewarganegaraan dan sebagai akibat dari peristiwa tersebut berada di

luar negara bekas tempat tinggalnya, semula tidak dapat akan disebabkan rasa

ketakutan, tidak bersedia kembali ke negara itu;

Page 14: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

14

c. Dalam hal seseorang yang memiliki lebih dari satu kewarganegaraan, istilah

“negara kewarganegaraan-nya” akan berarti masing-masing negara, dimana

dia menjadi warga negara, dan seseorang tidak akan dianggap tidak

mendapatkan perlindungan negara kewarganegaraannya bila, tanpa adanya

alasan yang dapat diterima, didasarkan rasa takut yang benar-benar ia alami

tidak memanfaatkan perlindungan salah satu dari negara dimana dia adalah

warga negaranya.8

2. Macam-macam Pengungsi

Haryo Mataram dalam Prasetyo Hadi membagi dua macam Refugees (

Pengungsi ) , yaitu Human Rights Refugees dan Humanitarian Refugees :9

a. Human Rights Refugees adalah pengungsi yang (terpaksa) meninggalkan

negara atau kampung halamannya karena adanya “fear of being persecuted”,

disebabkan masalah ras, agama, kebangsaan, atau keyakinan politik.

b. Humanitarian Refugees adalah pengungsi yang terpaksa meninggalkan

negara atau kampung halamannya karena merasa tidak aman disebabkan

adanya konflik bersenjata yang berkecamuk dalam negaranya. Pada

umumnya, di negara tempat mengungsi.

B. Tinjauan Umum tentang Kedaulatan Negara

1. Pengertian Umum Kedaulatan Negara

Kata daulat dalam pemerintahan berasal dari kata supremus (bahasa

Latin), daulah (bahasa Arab), sovereignity (bahasa Inggris), souvereiniteit (bahasa

8Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional ,(PT Rajagrapindo

Persada: Jakarta, 2002) hlm. 138.

9Arfan Effendi, Konsep Dasar Hukum Pengungsi Internasional

http://www.duniahukum.info/2017/01/hukum-pengungsi-internasional.html?m=0 diakses tanggal

9 Mei 2017.

Page 15: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

15

Prancis), dan sovranita (bahasa Italia) yang berarti “kekuasaan tertinggi”.

Kedaulatan, “sovereignity” merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara.

Seperti diketahui bahwa salah satu syarat berdirinya negara adalah adanya

pemeritahan yang berdaulat. Dengan demikian, pemerintah dalam suatu negara

harus memiliki kewibawaan (authority) yang tertinggi (supreme) dan tak terbatas

(unlimited).10

2. Daya Ikat Hukum Internasional dikaitkan dengan Kedaulatan Negara

Setelah kita membahas tentang pengertian kedaulatan sebuah negara

diatas, maka dalam poin ini, kita akan membahas tentang seberapa mengikatnya

Hukum Internasional jika kita kaitkan dengan Kedaulatan Negara.

Menurut S.M. Noor, Hukum Internasional merupakan Hukum yang

lemah. Meskipun eksistensi hukum internasional sudah tidak perlu diragukan lagi,

namun pandangan umum yang masih menghinggapi orang yang awam hukum,

bahkan juga kalangan Para ahli hukum pada umumnya, bahwa hukum

internasional merupakan hukum yang lemah (weak law).11

Lemah karena Hukum

Internasional tidak seperti layaknya Hukum Nasional yang memiliki sanksi tegas

dan nyata terhadap yang melanggarnya. Sebenarnya hal semacam ini dapat kita

temui di dalam fakta dunia Internasional yang semakin membuktikan bahwa

Hukum Internasional sebenarnya memang merupakan hukum yang lemah seperti

yang dikemukakan oleh S.M. Noor ,peristiwa-peristiwa yang pada dasarnya jelas-

jelas merupakan pelanggaran atas kaidah ataupun kebiasaan hukum internasional,

tetapi pelakunya (negara-negara yang melanggar) tetap saja tidak dikenai sanksi

10https://kiftiyaningsih.wordpress.com/pertemuan-3/materi-bab-iii/d-kedaulatan-negara-

republik-indonesia/ diakses tanggal 22 Mei 2017.

11

http://www.negarahukum.com/hukum/hukum-internasional-merupakan-hukum-yang-

lemah.html diakses tanggal 31 Mei 2017.

Page 16: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

16

ataupun tidak mendapatkan tindakan tegas. Apalagi jika negara tersebut

merupakan negara besar dan kuat secara dunia Internasional, Hukum Internasional

seperti tidak ada apa-apanya. Terlihat bahwa adanya diskriminasi bahkan di dunia

Internasional.

3. Daya Ikat Perjanjian Internasional Bagi Negara Pihak

Negara adalah salah satu subyek hukum Internasional yang memiliki

kemampuan penuh untuk mengadakan atau untuk duduk sebagai pihak dalam

suatu perjanjian internasional. Hak suatu negara untuk mengadakan perjanjian

internasional adalah merupakan atribut dari kedaulatan yang dimiliki oleh suatu

negara. Negara dapat mengadakan perjanjian apapun tanpa ada hak dari pihak lain

untuk membatasi maupun melarangnya.12

Induk dari Perjanjian Internasional adalah Konvensi Wina 1969 tentang

Hukum Perjanjian. Sebelum adanya Konvensi Wina 1969, perjanjian antar negara,

baik bilateral maupun multilateral, diselenggarakan semata-mata berdasarkan

asas-asas seperti, good faith, pacta sunt servanda dan perjanjian tersebut

terbentuk atas consent dari negara-negara di dalamnya.13

C. Kebijakan Donald Trump dikaitkan dengan Konvensi 1951 tentang

Status Pengungsi dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi

Kebijakan Donald Trump bukan hanya menyakiti hati para pengungsi

yang terdampak untuk masuk ke Amerika, namun kebijakannya sungguh melukai

semangat dunia Internasional yang selalu menggaungkan semangat Hak Asasi

Manusia. Namun, kali ini Donald Trump telah jelas-jelas mengabaikan semangat

12Parthiana,I Wayan. 2002. Perjanjian Internasional Bagian 1. (PT. Mandar Maju :

Bandung). Hlm. 19.

13

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4268/konvensi-wina-1969-induk-

pengaturan-perjanjian-internasional diakses tanggal 23 Juni 2017.

Page 17: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

17

tersebut dan seolah tidak memperdulikan nasib tidak beruntung yang menimpa

para pengungsi.

Trump di dalam mengeluarkan perintah eksekutifnya ini menyatakan

bahwa perintah eksekutifnya adalah karena alasan keamanan di Amerika Serikat.

Meskipun alasan ini masih belum ada bukti kuat untuk mendukungnya dan

mengingat yang telah kita bahas pada bahasan diatas bahwa Amerika merupakan

pihak di dalam Protokol 1967 dan bahkan telah meratifikasi Protokol tersebut,

maka sudah seharusnya Donald Trump sadar betul akan hal tersebut.

Amerika tidak meratifikasi Konvensi 1969, maka mereka tidak terikat

dengan Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian yang artinya juga

secara otomatis Asas Hukum Pacta Sunt Servanda yang tercantum di dalam pasal

26 Konvensi tersebut secara Hukum Internasional tidak mengikat mereka, namun

Pacta Sunt Servanda merupakan sebuah asas yang sudah diakui sejak lama di

dalam dunia Internasional dan Amerika juga menganggap Konvensi Wina

tersebut merupakan kebiasaan Internasional.

Amerika Serikat merupakan pihak di dalam Protokol tahun 1967 tentang

Status Pengungsi dan faktanya juga adalah Amerika telah meratifikasi Protokol

1967 tentang Status Pengungsi tersebut. Artinya, menjadi negara yang

meratifikasi Protokol tersebut maka menjadikan Amerika telah setuju untuk

menjalankan segala isi Protokol tahun 1967 tentang Status Pengungsi tersebut

sesuai dengan kebiasaan Internasional.

Menurut Konvensi Wina, ratifikasi adalah salah satu cara untuk

mengikatkan diri pada suatu perjanjian25 dan lazimnya selalu didahului dengan

penandatanganan. Perjanjian yang berlaku tanpa melalui persyaratan ratifikasi

Page 18: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

18

biasanya mulai berlaku pada saat penandatanganan dan dalam berbagai perjanjian

selalu dirumuskan sebagai berikut: “The present agreement shall come into force

on the date of its signing”.14

Kita telah sampai pada fakta bahwa Amerika merupakan negara yang

meratifikasi Protokol tahun 1967 tentang Status Pengungsi. Selanjutnya juga kita

akan mendapati fakta bahwa di dalam Pasal 1 ayat ( 1 ) Protokol 1967 tentang

Status Pengungsi tersebut juga telah jelas termaktub bahwa “ Negara-negara Pihak

pada Protokol ini berjanji untuk menerapkan Pasal 2 sampai dengan Pasal 34

Konvensi pada para pengungsi sebagaimana didefinisikan sebagai berikut.”

Pasal tersebut kembali menegaskan fakta bahwa meskipun Amerika bukan

merupakan pihak di dalam Konvensi tahun 1951, akan tetapi Amerika menjadi

pihak di dalam Protokol 1967 tentang Status Pengungsi yang menjadikan mereka

harus menjalankan Pasal 2 sampai dengan Pasal 34 di dalam Konvensi tahun 1951

tentang Status Pengungsi.

Mari kita kembali lagi kepada Konvensi tahun 1951 tentang Status

Pengungsi. Jika kita kaitkan dengan kebijakan Donald Trump yang ia tuangkan di

dalam Perintah Eksekutifnya, maka jelas Trump telah mengabaikan ketentuan-

ketentuan yang ada di dalam Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi. Di

dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi , Donald Trump telah

mengabaikan prinsip Non-Refoulement yang tercantum di dalam pasal 3315

:

A. Tidak ada Negara Pihak yang akan mengusir atau mengembalikan (“refouler”)

pengungsi dengan cara apapun ke perbatasan wilayah-wilayah dimana hidup

14

Damos Dumoli Agusman, 2010 , Hukum Perjanjian Internasional, Kajian Teori dan

Praktek, (PT. Refika Aditama, Bandung). 15 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi.

Page 19: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

19

atau kebebasannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan,

keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politiknya.

B. Namun, keuntungan ketentuan ini tidak boleh diklaim oleh pengungsi dimana

terdapat alasan-alasan yang layak untuk menganggapnya sebagai bahaya

terhadap keamanan negara dimana ia berada atau, karena telah dijatuhi

hukuman oleh putusan hakim yang bersifat final atas tindak pidana sangat

berat ia merupakan bahaya bagi masyarakat negara itu.

Donald Trump melanggar prinsip Non-Refoulement. Amerika Serikat

merupakan negara yang meratifikasi Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Apa

yang dilakukan oleh Donald Trump jelas-jelas telah menolak kedatangan

pengungsi ke Amerika Serikat, apalagi bagi Pengungsi Suriah, mereka awalnya

tidak diperbolehkan masuk ke Amerika Serikat hingga waktu yang belum

ditentukan pasca Trump mengeluarkan perintah eksekutifnya.

Page 20: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

20

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlindungan untuk para pengungsi di dunia Internasional sebenarnya

merupakan sebuah kebiasaan Internasional yang juga diatur di dalam

Hukum Pengungsi Internasional yang khusus mengatur tentang masalah

pengungsi, serta ada juga Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,

Konvensi tahun 1954 tentang Orang-Orang tanpa Kewarganegaraan,

Konvensi tahun 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa

Kewarganegaraan , Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan

Warga Sipil dalam Waktu Perang serta Deklarasi PBB tahun 1967 tentang

Suaka Teritorial dan sebagainya.

Hukum Pengungsi Internasional merupakan turunan dari Hukum

Internasional itu sendiri, dimana tujuannya adalah untuk menjamin

keamanan dan keselamatan pengungsi Internasional di negara tujuan

mengungsi, termasuk pada saat pengungsi melewati negara-negara ketika

menuju ke negara tujuan.

Hukum Pengungsi Internasional sendiri masih berkaitan dengan Hukum

Hak Asasi Manusia, yang artinya hak-hak asasi manusia masih melekat di

dalam diri para pengungsi. Sebab para pengungsi merupakan kelompok

yang sangat rentan , baik di negara asalnya maupun di negara penerima.

2. Kedaulatan Negara merupakan hal mutlak yang tidak boleh diganggu

gugat oleh negara manapun dan ini telah menjadi sebuah kebiasaan

Internasional. Setiap negara yang berdaulat memiliki hak untuk

Page 21: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

21

mendapatkan pengakuan dari negara lainnya. Penerimaan pengungsi

sebenarnya bukan tentang kedaulatan negara. Akan tetapi, penerimaan

pengungsi itu merupakan sebuah dorongan rasa kemanusiaan yang sudah

seharusnya dijalankan oleh negara-negara berdaulat di dunia Internasional.

Apalagi jika kita mengingat bahwa para pengungsi tersebut merupakan

golongan yang sangat rentan dan membutuhkan bantuan dari negara-

negara tujuan pengungsian mereka. Lagipula, prinsip Non-Refoulement

telah menjadi sebuah kebiasaan internasional tanpa melihat apakah negara

tersebut merupakan negara yang meratifikasi ataupun tidak. Faktanya

adalah Amerika Serikat merupakan negara yang meratifikasi Protokol

1967 tentang Status Pengungsi, maka sudah menjadi kewajibannya sesuai

dengan kebiasaan Internasional untuk mematuhi dan menjalankan

perjanjian yang telah dibuat atas dasar kesepakatan bersama. Dalam

hal ini maka Amerika Serikat seharusnya menerapkan seluruh isi dari

Protokol 1967 tersebut yang termasuk prinsip Non-Refoulment pada

pasal 33 Konvensi 1951.

3. Amerika Serikat telah meratifikasi Protokol 1967 tentang Status

Pengungsi, artinya mereka telah setuju untuk menjalankan dan

menyatakan berlaku Protokol tersebut. Ini berarti juga mereka menyatakan

diri tunduk kepada Protokol 1967 beserta isinya. Di dalam Pasal 1 ayat (1)

Protokol 1967 telah jelas tercantum bahwa negara pihak setuju untuk

menerapkan Pasal 2 sampai dengan Pasal 34 Konvensi untuk para

pengungsi. Negara pihak memiliki hak untuk membatalkan Protokol ini,

Page 22: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

22

akan tetapi Amerika tidak membatalkan Protokol ini. Ini berarti mereka

masih terikat dengan Protokol 1967 ini.

B. Saran

1. Mungkin sudah saatnya negara-negara Internasional melalui PBB

misalnya, bisa menambah peraturan-peraturan yang lebih tegas mengenai

Hukum Pengungsi Internasional. Hal ini diperlukan untuk memperkuat

perlindungan bagi para pengungsi yang terpaksa harus meninggalkan

negara asal mereka yang tidak lagi aman. Meskipun sekarang telah ada

peraturan-peraturan Internasional berkaitan dengan pengungsi, akan tetapi

masih saja ada negara-negara yang menolak kedatangan pengungsi di

negara mereka.

2. Masalah mengikatnya Hukum Internasional dan kedaulatan sebuah negara

memang masih menjadi sebuah dilema hingga saat ini di dunia

Internasional. Sebab, meskipun telah ada hukum Internasional, tetap saja

masih ada beberapa kasus pelanggaran di dunia Internasional. Memang

tidak ada lembaga yang ada di atas sebuah negara lagi yang memiliki

kekuatan yang mengatur secara nyata atau bahkan memberikan sanksi

secara nyata. Akan tetapi, sebagai sebuah negara yang berdaulat,

seharusnya setiap negara-negara Internasional yang telah setuju untuk

mengikatkan diri kepada sebuah perjanjian, harusnya secara etis tunduk

kepada perjanjian itu. Kebiasaan Internasional di dalam memberikan

perlindungan terhadap pengungsi juga seharusnya lebih diperhatikan

kembali agar tidak adanya saling lempar antar negara. Sebab, pengungsi

merupakan kelompok manusia yang sangat rentan terhadap kekerasan dan

Page 23: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

23

penganiayaan. Penerimaan pengungsi memang menimbulkan masalah bagi

negara penerima karena lonjakan pengungsi yang terus berdatangan dan

masuk. Mungkin saja, jika dirasa bahwa sebagai negara pihak, negara-

negara pihak tidak mampu lagi untuk menerima pengungsi, maka mungkin

harus kembali dibuat sebuah ketentuan baru dan dirundingkan kembali,

sehingga ada sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan. Sebab,

yang kasihan itu adalah para pengungsi yang kebingungan untuk mencari

tempat mengungsi dan hidup aman dan nyaman.

3. Jika kita melihat pada Pasal 1 ayat (1) Protokol 1967 tentang Status

Pengungsi yang intinya bahwa negara-negara pihak di dalam Protokol

tersebut berjanji untuk menjalankan pasal 2 sampai dengan pasal 34

Konvensi 1951 dimana di dalam Pasal 33 Konvensi tersebut terdapat

prinsip Non-Refoulement. Amerika juga telah meratifikasi Protokol

tersebut, dan sebagai perwujudannya, seharusnya Amerika secara

kebiasaan Internasional tunduk terhadap Protokol 1967 tersebut dengan

itikad baik. Donald Trump berdalih bahwa untuk alasan keamanan dalam

negeri, ia mengeluarkan Perintah Eksekutif tersebut. Sebuah alasan yang

tentu tidak bisa kita terima dengan akal sehat, sebab Trump bisa

menggunakan pasal 33 ayat (2) dalam Konvensi 1951 di atas untuk

mengusir orang-orang yang telah terbukti mengacau di dalam negara dan

mengancam keamanan dimana ia ditempatkan. Bukannya mengeluarkan

Perintah Eksekutif seperti ini.

Amerika Serikat sebagai sebuah negara yang besar seharusnya bisa lebih

bijak lagi dalam bertindak, apalagi jika kita mengingat bahwa Amerika

Page 24: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

24

merupakan negara yang selalu menggaungkan semangat Hak Asasi

Manusia yang kini mereka langgar sendiri.

Donald Trump juga seharusnya tidak begitu saja mengabaikan ketentuan

di dalam Konvensi dan Protokol tersebut, sebab Konvensi maupun

Protokol merupakan salah satu bentuk perjanjian Internasional yang telah

disepakati bersama-sama antar negara pihak.

Dengan Donald Trump mengeluarkan kebijakan nya tersebut, maka para

pengungsi yang mencari tempat aman akan mengalami kebingungan sebab

bukan tidak mungkin akan ada negara-negara yang melakukan hal serupa

seperti yang telah dilakukan oleh Donald Trump ke depannya.

Page 25: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

25

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Dumoli Agusman, Damos, Hukum Perjanjian Internasional; Kajian Teori dan

Praktek, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010.

Effendi, H.A Mahsyur. 1993. Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan

Internasional. Malang : PT. Ghalia Indonesia hlm. 112.

Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional,PT

Rajagrapindo Persada: Jakarta.

Parthiana,I Wayan. 2005. Perjanjian Internasional Bagian I. PT. Mandar Maju :

Bandung

________ , Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi, 2010,

UNHCR, Jenewa

Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta

2. INTERNET

www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr diakses tanggal 29 Maret 2017.

http://www.duniahukum.info/2017/01/hukum-pengungsi-internasional.html?m=0

diakses tanggal 9 Mei 2017

https://kiftiyaningsih.wordpress.com/pertemuan-3/materi-bab-iii/d-kedaulatan-

negara-republik-indonesia/ diakses tanggal 22 Mei 2017.

http://www.negarahukum.com/hukum/hukum-internasional-merupakan-hukum-

yang-lemah.html diakses tanggal 31 Mei 2017

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4268/konvensi-wina-1969-induk-

pengaturan-perjanjian-internasional diakses tanggal 23 Juni 2017

Page 26: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

26

http://www.nbcnews.com/politics/white-house/here-s-full-list-donald-trump-s-

executive-orders-n720796 diakses tanggal 29 Maret 2017.

http://internasional.kompas.com/read/2017/02/10/06594231/banding.trump.gagal.

hakim.tolak.pemberlakuan.kebijakan.anti-imigran. diakses tanggal 19 April 2017

https://news.detik.com/internasional/3440074/trump-teken-revisi-kebijakan-

imigrasi-warga-irak-kini-bisa-ke-as diakses tanggal 19 April 2017

https://news.detik.com/internasional/d-3448167/hakim-hawaii-bekukan-revisi-

kebijakan-imigrasi-trump diakses tanggal 19 April 2017

https://international.sindonews.com/read/1174913/41/pbb-kecam-keputusan-

trump-soal-penyiksaan-dan-pengungsi-1485531914 diakses tanggal 29 Maret

2017.

Page 27: KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA …

27

BUDYANTO, S.H , dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 18

Maret 1995. Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMP Swasta Methodist-3 Medan pada

tahun 2007. Pada tahun itu juga peneliti melanjutkan

pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta

Methodist-3 Medan pada tahun 2013. Pada tahun 2013

peneliti melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri,

tepatnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(USU) dengan Program Kekhususan Hukum Internasional.

Peneliti menyelesaikan kuliah Strata Satu (S1) pada tahun

2017

Email : [email protected]