KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti...

297
Prosiding Seminar Nasional Bagian I Pusat Penelitian Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI (EVIDENCE-BASED POLICY) UNTUK LEGISLASI DPR RI DAN DAYA SAING BANGSA

Transcript of KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti...

Page 1: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Prosiding Seminar Nasional Bagian IPusat Penelitian Sekretariat Jenderal danBadan Keahlian DPR RI

KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI (EVIDENCE-BASED POLICY)

UNTUK LEGISLASI DPR RI DAN DAYA SAING BANGSA

Page 2: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

JudulProsiding Seminar Nasional Bagian IPusat Penelitian Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RIKebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) untuk Legislasi DPR RIdan Daya Saing Bangsa

Perpustakaan Nasional:Katalog Dalam Terbitan (KDT)ISBN: 978-623-92389-2-615,5 x 23 cm

Cetakan Pertama, 2020Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang All rights reserved

Desain Sampul dan Tata Letak:Tim Kreatif Lingkar Muda Mandiri

Diterbitkan oleh:Pusat Penelitian Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RIGedung Nusantara I Lt. 2Jl. Gatot Subroto Jakarta 10270Telp. (021) 5715409 Fax. (021) 5715245

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)

Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah)

Page 3: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

iiiKebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) semakin didorong oleh pemerintah dan para akademisi. Penggunaan istilah evidence-based policy muncul pada pemilihan Tony Blair sebagai Perdana Menteri Inggris, dengan keinginan untuk mengeluarkan ideologi dan politik dalam proses kebijakan. Fokus dari evidence-based policy adalah menggambarkan bukti yang berasal dari riset untuk mempengaruhi pembuat kebijakan mengenai apa yang akan dikerjakan dan selanjutnya menghasilkan outcome kebijakan yang lebih baik. Evidence-based policy mengadvokasi pembuat kebijakan untuk mengambil kebijakan dengan lebih rasional, teliti, dan menggunakan pendekatan sistematis.

Hubungan antara ilmu pengetahuan (knowledge), riset (research), dan kebijakan (policy) sesungguhnya sudah menjadi perhatian para pakar selama beberapa dekade, dikenal Annette Boaz dan koleganya yang mulai memperkenalkan pada tahun 1895. Evidence-based policy sendiri secara literatur telah mendapat kritikan khususnya mengenai kealamiahan sebuah proses kebijakan, validitas dari bukti, kecenderungan yang mendukung jenis bukti tertentu, dan potensial untuk berimplikasi pada tidak demokratis. Namun demikian, dalam perkembangannya, evidence-based policy terbukti menjadi sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan. Evidence-based policy telah membantu masyarakat untuk memahami sebuah kebijakan karena sangat terinformasikan (well-informed) mengenai keputusan dalam penyusunan kebijakan, program dan proyek, dengan menempatkan data terbaik yang tersedia dari hasil riset sebagai jantung dari pembangunan dan implementasi kebijakan. Evidence-based policy juga membuat jelas apa yang diketahui melalui bukti ilmiah dan yang sangat penting, bahkan apa yang tidak diketahui. Evidence-based policy dapat berperan dalam siklus kebijakan, dalam menentukan agenda kebijakan, isu, berbagai alternatif pilihan, pilihan tindakan, mengeksekusi kebijakan, hingga memantau dampak dan keluaran. Dalam riset yang dilakukan oleh Overseas Development Institute, penggunaan evidence-based

Page 4: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kata Pengantar

iv Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

policy secara baik telah membantu menyelamatkan kehidupan, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kinerja pembangunan di negara berkembang.

Persoalan yang ditimbulkan oleh pembuatan kebijakan yang dibuat tanpa bukti tampaknya semakin membuka lebar mata para pembuat kebijakan untuk menerapkan evidence-based policy dalam penyusunan kebijakan. Di Indonesia, Lembaga Administrasi Negara (LAN) tengah mengembangkan aplikasi Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) yang diharapkan dapat membantu para pengambil kebijakan di Indonesia memproduksi kebijakan yang dilahirkan dari kerangka acuan dan basis pengetahuan yang kuat, implementatif, terkoordinir, dan disosialisasikan dengan baik dalam struktur organisasi dari level tertinggi sampai level operasional.

DPR RI sebagai lembaga penghasil kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang merupakan lembaga strategis yang mengatur kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. DPR RI melalui kebijakannya dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan angka harapan hidup, meningkatkan pendidikan masyarakat, memperluas kesempatan bekerja, dan masih banyak lagi yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya DPR RI dalam kerja legislasinya didukung oleh bukti yang valid, yang dihasilkan oleh berbagai hasil riset, agar menghasilkan produk legislasi yang berkualitas. Hasil kebijakan yang berkualitas, telah terbukti mendapat dukungan dari masyarakat luas. Dengan demikian, DPR RI akan mendapatkan manfaat positif dari penggunaan evidence-based policy.

Selanjutnya legislasi yang baik akan dapat merangsang daya saing bangsa. Keluhan Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam Pidato Pelantikan di hadapan anggota MPR RI pada tanggal 20 Oktober 2019 terhadap puluhan produk legislasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan pengembangan UMKM, telah memperlihatkan kualitas legislasi yang buruk. Pemangkasan dan revisi regulasi akan segera dilakukan. Namun demikian, dalam konteks evidence-based policy, para pembuat kebijakan harus mendasarkan pemangkasan dan revisi pada bukti yang kuat. Riset terhadap berbagai produk legislasi yang telah ada perlu digunakan.

Page 5: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

vKebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Kata Pengantar

Demikian pula riset terhadap rencana produk legislasi harus didasarkan pada evidence-based policy.

Kehadiran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Joko Widodo untuk mendukung penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional, melalui pengintegrasian penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi. Ini artinya evidence-based policy sudah harus diterapkan dalam perumusan dan penetapan kebijakan di Indonesia.

Begitu pula dengan mengeluarkan kebijakan melalui alokasi Dana Abadi untuk kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan. Dana Abadi ini dimaksudkan agar kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan dapat menghasilkan invensi dan inovasi yang dapat digunakan untuk pembangunan nasional berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, serta dapat meningkatkan kemandirian, daya saing bangsa, dan daya tarik bangsa dalam rangka memajukan peradaban bangsa melalui pergaulan internasional.

Dengan demikian, diharapkan mimpi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa pada tahun 2045 Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah dan menjadi negara maju dengan pendapatan Rp320 juta per kapita per tahun, Produk Domestik Bruto mencapai 7 triliun dollar AS, dan masuk 5 besar ekonomi dunia, dengan kemiskinan mendekati nol persen dapat terwujud. Demikian pula membangun daya saing bangsa melalui inovasi dan pembangunan SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi perlu digerakkan melalui evidence-based policy.

Pada kesempatan yang baik ini, saya sampaikan selamat kepada para peneliti yang dengan tekun dan inovatif telah menghasilkan karya tulis ilmiah yang bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman terkait dengan evidence-based policy. Saya juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Himpenindo pusat yang telah bekerjasama dalam mencurahkan pikiran dan waktunya dalam melakukan kegiatan editorial, sehingga buku ini layak untuk

Page 6: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kata Pengantar

vi Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

diterbitkan. Semoga invensi dan inovasi yang tersaji dalam buku ini bermanfaat bagi terciptanya kemajuan Indonesia.

Jakarta, Desember 2019Kepala Pusat PenelitianBadan Keahlian DPR RIDr. Indra Pahlevi, S.IP., M.Si.

Page 7: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

viiKebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Daftar Isi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................vii

PROBLEMATIKA ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS)DALAM MENDUKUNG EASE OF DOING BUSINESS (EODB)DI INDONESIA Anin Dhita Kiky Amrynudin ................................................................................. 1

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3III. METODOLOGI ......................................................................................... 4IV. PEMBAHASAN ........................................................................................ 5V. PENUTUP ................................................................................................10DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................11

MENINJAU KEWENANGAN MPR RIJuniar Laraswanda Umagapi ............................................................................13

I. PENDAHULUAN ...................................................................................13II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................15III. METODOLOGI .......................................................................................16IV. PEMBAHASAN ......................................................................................16V. PENUTUP ................................................................................................21DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................23

PELAKSANAAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PENYELENGGARAN PEMILU:REFLEKSI ATAS KEMATIAN PETUGAS PEMILU 2019Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo ....................................................25

I. PENDAHULUAN ...................................................................................26II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................27III. METODOLOGI .......................................................................................28IV. PEMBAHASAN ......................................................................................29V. PENUTUP ................................................................................................36DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................37

Page 8: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daftar Isi

viii Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

STRATEGI BIRO PEMBERITAAN PARLEMENSEKRETARIAT JENDRAL DAN BADAN KEAHLIAN DPR RIDALAM MENINGKATKAN CITRA ANGGOTA DPRPERIODE 2014-2019Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap .........................................................39

I. PENDAHULUAN ...................................................................................39II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................41III. METODE PENELITIAN ......................................................................42IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................45V. PENUTUP ................................................................................................49DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................50

KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI (EVIDENCE-BASED POLICY) UNTUK KINERJA LEGISLASI DPR-RI DANDAYA SAING BANGSA DILIHAT DARISUDUT PERTAHANAN NEGARATati Herlia dan Diah Ismawati ........................................................................53

I. PENDAHULUAN ...................................................................................53II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................54III. METODOLOGI .......................................................................................55IV. PEMBAHASAN ......................................................................................55V. PENUTUP ................................................................................................61DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................62

ANALISIS PEMBAGIAN TUGAS, FUNGSI DANKEWENANGAN INSTANSI PENGELOLA SDM APARATURDALAM PERATURAN KEPEGAWAIANAhmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani ...............................................63

I. PENDAHULUAN ...................................................................................63II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................65III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................68IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................69V. PENUTUP ................................................................................................75DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................76

Page 9: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

ixKebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Daftar Isi

PEMANFAATAN MEDIA SOSIALSEBAGAI MEDIA ASPIRASI ANGGOTA DPR RIDALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIKSidiq Budi Sejati .....................................................................................................77

I. PENDAHULUAN ...................................................................................78II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................79III. METODOLOGI .......................................................................................80IV. PEMBAHASAN ......................................................................................81V. PENUTUP ................................................................................................84DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................85

KINERJA LEGISLASI DPR DARI MASA KE MASA:TINJAUAN POLITIK-HISTORIS PENTINGNYAEVIDENCE BASED POLICYAyu Wulandari ........................................................................................................87

I. PENDAHULUAN ...................................................................................87II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................89III. METODOLOGI .......................................................................................90IV. PEMBAHASAN ......................................................................................91V. PENUTUP ................................................................................................96DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................97

EVIDENCE BASED POLICY:URGENSI DATA BAGI FORMULASI KEBIJAKAN DI DPRHartuti Purnaweni dan Ari Subowo ...............................................................99

I. PENDAHULUAN ...................................................................................99II. METODOLOGI ....................................................................................101III. PEMBAHASAN ...................................................................................101IV. PENUTUP .............................................................................................109DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................110

PARTICIPATIVE RESEARCH-BASED POLICY:SEBUAH SOLUSI TERCIPTANYA KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI YANG ILMIAH DAN PARTISIPATIFXavier Nugraha, Jihan Anjania Aldi, Sayyidatul Insiyah danAlip Pamungkas Raharjo .................................................................................113

I. PENDAHULUAN ................................................................................114II. METODOLOGI ....................................................................................116III. PEMBAHASAN ...................................................................................116

Page 10: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daftar Isi

x Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

IV. PENUTUP .............................................................................................120DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................120

IMPLEMENTASI KONSEP EVIDENCE BASED POLICYAFRIKA SELATAN DALAM INTEGRASI PEMBUAT KEBIJAKAN DAN PENELITI INDONESIARi’dhollah Purwa Jati ........................................................................................123

I. PENDAHULUAN ................................................................................123II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................125III. METODE PENELITIAN ...................................................................127IV. PEMBAHASAN ...................................................................................127V. PENUTUP .............................................................................................131DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................132

PERLUKAH MEMBENTUK BADAN RISET DANINOVASI DAERAH SEBAGAI IMPLEMENTASI UU 11/2019SISNAS IPTEK DI DAERAH? STUDI KASUS PROVINSI JAWA TENGAHAgus Fanar Syukri, Sri Hestiningsih Widiyanti danWiwin Widiastuti ................................................................................................133

I. LATAR BELAKANG ..........................................................................134II. LANDASAN TEORI ...........................................................................136III. METODE PENELITIAN ...................................................................143IV. PEMBAHASAN ...................................................................................144V. PENUTUP .............................................................................................152DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................154

KEBIJAKAN PEMBENTUKAN BADAN OTORITAPEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA BERBASIS BUKTIUNTUK KINERJA LEGISLASI DPR RI DAN DAYA SAING BANGSA Giri Nurpribadi ....................................................................................................157

I. PENDAHULUAN ................................................................................157II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................160III. METODOLOGI ....................................................................................161IV. PEMBAHASAN ...................................................................................166V. PENUTUP .............................................................................................167DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................168

Page 11: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

xiKebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Daftar Isi

REKONSTRUKSI BADAN KEAHLIAN DPR RIDENGAN PRANATA EVIDENCE BASED POLICYDwi Putra Nugraha dan Sri Purnama ........................................................171

I. PENDAHULUAN ................................................................................171II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................174III. METODOLOGI ....................................................................................174IV. PEMBAHASAN ...................................................................................175V. PENUTUP .............................................................................................179DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................180

CONTROLLING: DPR SEBAGAI THE SUPER LEADERSUPER MANAGER UNTUK MEWUJUDKAN KEPERCAYAAN TRANSENDEN (TRANSCENDENTAL TRUST)MASYARAKAT INDONESIASyamsul Alam .......................................................................................................183

I. PENDAHULUAN ................................................................................183II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................185III. METODOLOGI ....................................................................................187IV. PEMBAHASAN ...................................................................................187V. PENUTUP .............................................................................................192DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................193

KEBIJAKAN STRATEGI NASIONAL KEUANGAN INKLUSIF BERBASIS DIMENSI INDIKATOR KINERJA UTAMA Yesi Hendriani Supartoyo ................................................................................197

I. PENDAHULUAN ................................................................................198II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................200III. METODOLOGI ....................................................................................202IV. PEMBAHASAN ...................................................................................202V. PENUTUP .............................................................................................207DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................208

PENGARUH PENERIMAAN PBB DAN PPh TERHADAP APBNAgus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan .......................................211

I. PENDAHULUAN ................................................................................212II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................212III. METODE PENELITIAN ...................................................................224IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................224V. PENUTUP .............................................................................................230DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................231

Page 12: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daftar Isi

xii Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

DAYA SAING DAN DETERMINAN EKSPORPAKAIAN JADI INDONESIA KE NEGARAORGANISASI KERJASAMA ISLAMRizky Arimawati, Maman Setiawan dan Eva Ervani ............................233

I. PENDAHULUAN ................................................................................233II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................235III. METODOLOGI ....................................................................................237IV. PEMBAHASAN ...................................................................................239V. PENUTUP .............................................................................................240DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................241

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI DAN LAHANTERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN PASCA PENETAPAN KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN(STUDI KASUS: KABUPATEN TEMANGGUNG,PROVINSI JAWA TENGAH)Tria Hatmanto ....................................................................................................243

I. PENDAHULUAN ................................................................................244II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................245III. METODOLOGI ....................................................................................246IV. PEMBAHASAN ...................................................................................247V. PENUTUP .............................................................................................252DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................253

PENGUATAN ASURANSI USAHA TANI PADIUNTUK PERLINDUNGAN PETANI YANG BERKELANJUTANDeny Hidayati, Ali Y. Abdurrahim, dan Intan A. P. Putri ....................255

I. PENDAHULUAN ................................................................................256II. METODOLOGI ....................................................................................258III. PEMBAHASAN ...................................................................................259IV. PENUTUP .............................................................................................274DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................275

Page 13: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

1Anin Dhita Kiky Amrynudin

Problematika Online Single Submission (OSS)

PROBLEMATIKA ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) DALAM MENDUKUNG EASE OF DOING BUSINESS (EODB)

DI INDONESIA

Anin Dhita Kiky Amrynudin

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI,[email protected]

ABSTRAKOnline Single Submission (OSS) yang seharusnya diharapkan dapat menyederhanakan proses perizinan untuk mendukung kemudahan berusaha justru menuai kritikan pada implementasinya. Kritikan tersebut dilandasi adanya indikasi penyimpangan dalam PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang bertentangan dengan beberapa Undang-Undang. Selain itu, OSS yang diharapkan dapat mempermudah pelaku usaha dalam kemudahan berbisnis justru pada tahun 2019 peringkat Ease Of Doing Business (EODB) Indonesia mengalami penurunan. Penulis tertarik untuk mengetahui mengapa OSS tidak efektif dalam mendukung EODB serta bagaimana peran DPR dalam upaya melakukan harmonisasi peraturan-peraturan terkait perizinan. Metode dalam penelitian tulisan ini adalah literature research dengan analisis deskriptif. Hasil dari analisis yang dilakukan menunjukan bahwa keberadaan OSS tidak berhasil dalam menyederhanakan prosedur perizinan dan mendukung EODB Indonesia. Selain itu, ditemukan beberapa substansi dalam PP Nomor 24 Tahun 2018 yang tidak sesuai dengan beberapa ketentuan Undang-Undang. Sehingga kedepan diperlukan upaya untuk mencabut PP Nomor 24 Tahun 2018 serta harmonisasi regulasi melalui omnibus law dimana DPR harus dapat memanfaatkan momentum ini melalui pengambilan keputusan berdasarkan evidence based policy dan mendorong partisipasi masyarakat.

Kata kunci: online single submission; ease of doing business; evidence based policy; harmonisasi

I. PENDAHULUANGlobalisasi perdagangan mengalami pertumbuhan yang

sangat signifikan khususnya pada aspek ekonomi. Dampak dari globalisasi perdagangan yang sangat terlihat jelas adalah munculnya

Page 14: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Problematika Online Single Submission (OSS)

2 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

perdagangan bebas internasional yang tidak dapat dihindari oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Munculnya perdagangan bebas tersebut pada akhirnya mau tidak mau, setiap negara harus menghapus batasan dan hambatan-hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Terkait dengan hal tersebut, Indonesia terus berupaya untuk melakukan percepatan dan peningkatan pelayanan perizinan berusaha. Salah satu upayanya adalah dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang kemudian mengeluarkan suatu program atau aplikasi yang dikenal dengan Online Single Submission (OSS). OSS dalam PP Nomor 24 Tahun 2018 pasal 1 ayat (5) adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri, pimpinan Lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

OSS dikeluarkan dengan tujuan pertama, mempermudah pengurusan berbagai perizinan berusaha baik prasyarat untuk melakukan usaha (izin terkait lokasi, lingkungan, dan bangunan), izin usaha, maupun izin operasional untuk kegiatan operasional usaha di tingkat pusat ataupun daerah dengan mekanisme pemenuhan komitmen persyaratan izin. Kedua, memfasilitasi pelaku usaha untuk terhubung dengan semua stakeholder dan memperoleh izin secara aman, cepat dan real time. Ketiga, memfasilitasi pelaku usaha dalam melakukan pelaporan dan pemecahan masalah perizinan dalam satu tempat. Keempat, memfasilitasi pelaku usaha untuk menyimpan data perizinan dalam satu identitas berusaha/Nomor Izin Berusaha (Portal Informasi Indonesia, 2019). Berbanding terbalik dengan tujuan yang diharapkan, peringkat Ease of Doing Business (EODB) di Indonesia justru mengalami penurunan seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Peringkat Ease of Doing Business (EODB) di IndonesiaActual Previous Highest Lowest Dates Unit Frequency73.00 72.00 129.00 72.00 2008 -2018 Yearly

Sumber : Trading Economics, November 2019

Selain turunnya peringkat EODB pada tahun 2019, penerapan OSS juga menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Salah

Page 15: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

3Anin Dhita Kiky Amrynudin

Problematika Online Single Submission (OSS)

satunya kritik dari Ketua Komisi VI DPR RI (periode 2015-2019) Teguh Juwono. Teguh Juwono mensinyalir ada pelanggaran undang-undang dalam pembentukan OSS. OSS muncul setelah ditetapkannya PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Berlakunya PP Nomor 24 Tahun 2018 berimplikasi pada semua perizinan yang semula merupakan kewenangan BKPM di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menjadi wewenang Lembaga OSS di PP No. 24 Tahun 2018, padahal secara hierarkis kedudukan PP lebih rendah daripada Undang-Undang (DPR RI, 2018).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas menunjukan bahwa OSS yang diharapkan dapat menjadi solusi kemudahan berbisnis dan berinvestasi dalam implementasinya menemui berbagai hambatan. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa program OSS tidak efektif dalam meningkatkan EODB di Indonesia, serta memberikan rekomendasi kepada DPR dalam upaya melakukan harmonisasi peraturan-peraturan terkait perizinan.

II. TINJAUAN PUSTAKAStudi kebijakan publik mengenal konsep bahwa berhasil

dan tidaknya suatu kebijakan dipengaruhi oleh proses formulasi kebijakan seperti yang disampaikan oleh Kadji, bahwa formulasi kebijakan disebut sebagai tahapan yang turut menentukan kebijakan publik karena di dalam tahap inilah dirumuskan batas-batas kebijakan itu sendiri (Kadji, 2015).

Perumusan kebijakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Jann dan Kai, 2011). Pertama, beberapa pilihan kebijakan yang layak direduksi oleh parameter substansial dasar dan beberapa karena kelangkaan sumber daya. Tidak hanya sumber daya ekonomi, tetapi juga karena dukungan politik yang merupakan sumber daya penting dalam proses pembuatan kebijakan. Kedua, alokasi kompetensi antara aktor-aktor yang berbeda (misalnya, pemerintah) memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan. Ketiga, aspek penting lain dari perumusan kebijakan adalah peran saran kebijakan (Ilmiah). Saran kebijakan yang ilmiah didasarkan pada sebuah konsep perlunya menggunakan bukti ilmiah untuk membuat kebijakan atau lazim disebut dengan evidence based policy.

Page 16: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Problematika Online Single Submission (OSS)

4 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Penggunaan evidence based policy dalam perumusan kebijakan publik didasari oleh adanya patologi-patologi dalam perumusan kebijakan seperti pengambilan keputusan yang hanya berdasarkan pada intuisi, pemahaman umum, pengalaman, ideologi, opini publik, atau yang paling buruk dibuat berdasarkan kepentingan-kepentingan politik (Bachtiar, 2011). Konsep evidence based policy muncul dari beberapa dakade yang lalu. Tahun 1999 White Paper on Modernising government secara jelas mengadopsi filosofi (Solesbury, 2001):

“This Government expects more of policy makers. More new ideas, more willingness to question inherited ways of doing things, better use of evidence and research in policy making and better focus on policies that will deliver long term goals”.

Berdasarkan filosofi tersebut menunjukan bahwa kebijakan berbasis bukti menjadi salah satu hal yang diperlukan dalam perumusan kebijakan publik. Penggunaan evidence based policy juga dapat mengacu pada model teori rasionalisme perumusan kebijakan publik milik Dye yang menegaskan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain artinya pemerintah sebagai regulator kebijakan harus mampu memilih kebijakan yang memberi manfaat optimal bagi masyarakat, dan dalam formulasi kebijakannya harus berdasar pada keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya yaitu rasio antara pengorbanan dengan hasil yang akan dicapai (Dye dalam Kadji, 2015). Sehingga kebijakan berbasis bukti diharapkan dapat meminimalisasi permasalahan dan hambatan-hambatan dalam implementasi kebijakan publik.

III. METODOLOGIJenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (literature

research), yaitu serangkaian kegiatan penelitian yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, atau penelitian yang objek penelitiannya digali melalui beragam informasi kepustakaan seperti buku, jurnal ilmiah, koran maupun dokumen-dokumen lain yang relevan.

Teknik analisis data yang dilakukan dalam tulisan ini adalah analisis deksriptif, yaitu menggambarkan secara naratif data-data yang didapatkan serta menguraikannya secara sistematis, kemudian

Page 17: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

5Anin Dhita Kiky Amrynudin

Problematika Online Single Submission (OSS)

diberikan pemahaman untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

IV. PEMBAHASANA. Permasalahan OSS dalam mewujudkan EODB di Indonesia

Terdapat tiga permasalahan mendasar dalam implementasi program OSS yang dirujuk dari hasil penelitian KPPOD yaitu regulasi, sistem dan tata laksana. Pertama, pada aspek regulasi terdapat disharmonisasi menyangkut kewenangan dalam memberikan izin. Kedua, pada aspek sistem OSS yaitu terkait penentuan lokasi usaha yang belum sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta ketersediaan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR). Ketiga, aspek tata laksana OSS menemui kendala di mana sistem OSS belum terintegrasi dengan sistem perizinan Kementerian/Lembaga (KPPOD, 2019).

Berdasarkan permasalahan penelitian dari KPPOD tersebut di atas, penulis menitik beratkan tulisan ini pada permasalahan di aspek regulasi terkait perizinan dan investasi yang banyak ditemukan disharmonisasi antara satu dengan yang lainnya. Menurut pandangan penulis, regulasi menjadi akar permasalahan dari munculnya permasalahan terkait penerapan OSS dalam mendukung ease of doing business. Hal ini dikarenakan regulasi adalah instrument untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan negara dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Sebagai instrument untuk merealisasikan setiap kebijakan negara, maka regulasi harus dibentuk dengan cara yang benar sehingga mampu menghasilkan regulasi yang baik dan mampu mendorong terselenggaranya dinamika sosial yang tertib serta mampu mendorong kinerja penyelenggaraan negara (Bappenas, 2015).

Berdasarkan hasil analisis penulis dari berbagai literatur ditemukan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 saling bertentangan dengan beberapa ketentuan Undang-Undang, berikut matriks hasil analisisnya:

Page 18: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Problematika Online Single Submission (OSS)

6 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Tabe

l 2. D

afta

r Per

unda

ng-u

ndan

gan

yang

Ber

tent

anga

n de

ngan

Per

atur

an P

emer

inta

h N

omor

24

Tahu

n 20

18

No.

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

unda

ngan

Aspe

k ya

ng b

erte

ntan

gan

Pera

tura

n Pe

mer

inta

h N

omor

24

Tahu

n 20

18K

eter

anga

n

1.Un

dang

-Und

ang

Nom

or 2

5 Ta

hun

2007

tent

ang

Pena

nam

an

Mod

al

Pasa

l 25

(5):

Izin

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

4) d

iper

oleh

m

elal

ui p

elay

anan

terp

adu

satu

pin

tu

Dala

m P

P N

omor

24

Tahu

n 20

18 p

asal

19

(1):

Pela

ksan

aan

kew

enan

gan

pene

rbita

n be

rusa

ha

seba

gaim

ana

dim

aksu

d da

lam

pas

al 1

8 te

rmas

uk

pene

rbita

n do

kum

en la

in

yang

ber

kaita

n de

ngan

pe

rizi

nan

beru

saha

w

ajib

dila

kuka

n m

elal

ui

Lem

baga

OSS

.

Aspe

k ya

ng b

erte

ntan

gan

anta

ra U

ndan

g-un

dang

Nom

or 2

5 Ta

hun

2007

den

gan

PP

Nom

or 2

4 Ta

hun

2018

ada

lah

terk

ait d

enga

n ke

wen

anga

n da

lam

men

erbi

tkan

per

izin

an.

UU N

omor

25

Tahu

n 20

07 m

enga

man

atka

n ba

hwa

pene

rbita

n iz

in p

ada

PTSP

seda

ngka

n PP

24/

2018

dila

kuka

n ol

eh L

emba

ga O

SS.

Hal

ini m

enim

bulk

an p

oten

si “k

ompe

tisi”

anta

r Lem

baga

yan

g re

ntan

men

imbu

lkan

ko

nflik

sert

a ke

ranc

uan

info

rmas

i yan

g da

pat

mer

ugik

an p

elak

u us

aha.

Page 19: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

7Anin Dhita Kiky Amrynudin

Problematika Online Single Submission (OSS)

No.

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

unda

ngan

Aspe

k ya

ng b

erte

ntan

gan

Pera

tura

n Pe

mer

inta

h N

omor

24

Tahu

n 20

18K

eter

anga

n

2.Un

dang

-Und

ang

Nom

or 2

3 Ta

hun

2014

tent

ang

Pem

erin

tah

Daer

ah

Pasa

l 350

(1):

Kepa

la d

aera

h w

ajib

m

embe

rika

n pe

laya

nan

peri

zina

n se

suai

den

gan

kete

ntua

n pe

ratu

ran

peru

ndan

g-un

dang

anPa

sal 3

50 (2

): Da

lam

mem

beri

kan

pela

yana

n pe

rizi

nan

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) D

aera

h m

embe

ntuk

uni

t pel

ayan

an

terp

adu

satu

pin

tu.

Dala

m P

P N

omor

24

Tahu

n 20

18 p

asal

19

(1):

Pela

ksan

aan

kew

enan

gan

pene

rbita

n be

rusa

ha

seba

gaim

ana

dim

aksu

d da

lam

pas

al 1

8 te

rmas

uk

pene

rbita

n do

kum

en la

in

yang

ber

kaita

n de

ngan

pe

rizi

nan

beru

saha

w

ajib

dila

kuka

n m

elal

ui

Lem

baga

OSS

.

UU N

o. 2

3 Ta

hun

2014

men

gam

anat

kan

bahw

a ke

pala

dae

rah

mem

iliki

kew

ajib

an m

embe

rika

n pe

laya

nan

peri

zina

n de

ngan

mem

bent

uk P

TSP,

na

mun

PP

24 T

ahun

201

8 m

enye

butk

an b

ahw

a pe

rizi

nan

dila

ksan

akan

mel

alau

i Lem

baga

OSS

. Si

stem

OSS

men

jadi

sing

le re

fere

nce

dala

m

pela

ksan

aan

Peri

zina

n Be

rusa

ha. K

enya

taan

nya

bebe

rapa

dae

rah

suda

h m

emili

ki si

stim

pe

rizi

nan

onlin

e m

andi

ri se

belu

m a

dany

a OS

S.

Page 20: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Problematika Online Single Submission (OSS)

8 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

No.

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

unda

ngan

Aspe

k ya

ng b

erte

ntan

gan

Pera

tura

n Pe

mer

inta

h N

omor

24

Tahu

n 20

18K

eter

anga

n

3.Un

dang

-Und

ang

32 T

ahun

20

09 te

ntan

g Pe

rlin

dung

an

dan

Peng

elol

aan

Ling

kung

an

Hid

up (P

PLH

)

Pasa

l 40

(1):

Izin

ling

kung

an m

erup

akan

pe

rsya

rata

n un

tuk

mem

pero

leh

izin

usa

ha d

an/

atau

keg

iata

n

Pasa

l (20

): Pe

laks

anaa

n Pe

rizi

nan

Beru

saha

mel

iput

i:a.

Pe

ndaf

tara

nb.

Pe

nerb

itan

Izin

Usa

ha

dan

pene

rbita

n Iz

in

Kom

ersi

al/o

pera

sion

al

berd

asar

kan

kom

itmen

c. Pe

men

uhan

kom

itmen

Iz

in U

saha

dan

pe

men

uhan

Kom

itmen

Iz

in K

omer

sial

/op

eras

iona

l

Sist

em O

SS m

emba

lik p

rose

s per

izin

an y

ang

dila

kuka

n se

belu

mny

a. S

iste

m se

belu

mny

a,

izin

ope

rasi

onal

ata

u iz

in k

omer

sil d

ikel

uark

an

sete

lah

sera

ngka

ian

peri

zina

n se

pert

i izi

n lin

gkun

gan,

AM

DAL,

dll

tela

h di

mili

ki p

engu

saha

. N

amun

, den

gan

sist

em O

SS, h

anya

den

gn N

IB,

peng

usah

a bi

sa m

enda

patk

an iz

in o

pera

sion

al

dan

izin

kom

ersi

l. Pr

oses

AM

DAL

dise

lesa

ikan

se

cara

ber

taha

p pa

sca

NIB

terb

it. (I

ndon

esia

n Ce

nter

for E

nvir

onm

enta

l Law

, 201

9)

4,Un

dang

-Und

ang

Nom

or 3

0 Ta

hun

2014

tent

ang

Adm

inis

tras

i Pe

mer

inta

han

Pasa

l 52

(1):

Syar

at sa

hnya

Kep

utus

an

mel

iput

i:a)

Di

teta

pkan

ole

h pe

jaba

t ya

ng b

erw

enan

g

Pasa

l 19:

Doku

men

ele

ktro

nik

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

3) d

iser

tai

deng

an ta

nda

tang

an

elek

tron

ik.

Keny

ataa

nya,

per

izin

an O

SS sa

at in

i han

ya

mem

iliki

QR

code

tanp

a ad

a di

gita

l sig

natu

re.

(Suh

iyat

i, 20

18)

Page 21: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

9Anin Dhita Kiky Amrynudin

Problematika Online Single Submission (OSS)

No.

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

unda

ngan

Aspe

k ya

ng b

erte

ntan

gan

Pera

tura

n Pe

mer

inta

h N

omor

24

Tahu

n 20

18K

eter

anga

n

5.Un

dang

-und

ang

Nom

or 2

6 Ta

hun

2007

tent

ang

Pena

taan

Rua

ng

Pasa

l 35:

Peng

enda

lian

pem

anfa

atan

ru

ang

dila

kuka

n m

elal

ui

pene

tapa

n pe

ratu

ran

zona

si,

peri

zina

n, p

embe

rian

in

sent

if, se

rta

peng

enaa

n sa

nksi

.

Pasa

l 45:

Lem

baga

OSS

mem

uat

renc

ana

tata

ruan

g ka

bupa

ten/

kota

dan

/at

au

RDTR

kab

upat

en/k

ota

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) d

alam

sist

em

OSS.

Keny

ataa

nya

dari

514

kab

upat

en/k

ota

di

Indo

nesi

a ha

nya

40 d

aera

h ya

ng m

emili

ki R

DTR.

(S

itum

oran

g, 1

3 Ag

ustu

s 201

8)

Page 22: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Problematika Online Single Submission (OSS)

10 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

B. Peran DPR dalam upaya harmonisasi peraturan terkait perizinanImplementasi program OSS memperlihatkan bahwa akar

permasalahannya ada pada regulasi yang saling berbenturan, sehingga pada akhirnya menyebabkan sistem dan tata laksana dalam penerapan OSS menjadi tidak terintegrasi antara lembaga OSS, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Melihat berbagai macam regulasi terkait perizinan yang saling bertentangan, pemerintah mengusulkan membentuk omnibus law untuk menyederhanakan peraturan-peraturan terkait perizinan dan investasi.

Pakar hukum Tata Negara Jimmy Z. Usfunan (Rizki, 2019) memberikan catatan yang perlu diperhatikan yaitu penyusunan omnibus law harus dilakukan melalui pengkajian mendalam terhadap landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari ketentuan dalam undang-undang yang hendak dicabut atau dievaluasi. Pengkajian mendalam terhadap perumusan undang-undang harus dilakukan menggunakan evidence based. Sesuai dengan model rasionalisme milik Dye yang memperhatikan pengambilan keputusan berdasarkan pilihan-pilihan rasional untuk dapat menghasilkan kebijakan yang mampu memberikan solusi akan permasalahan yang dihadapi.

Selanjutnya, Pemerintah dan DPR perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membentuk undang-undang omnibus law sehingga kebijakan yang diambil tidak asimeteris dan berpotensi menimbulkan permasalahan baru yang dapat merugikan masyarakat.

V. PENUTUPOSS menjadi program yang diharapkan meningkatkan

kemudahan berusaha, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia. Kenyataannya, program OSS menemui berbagai permasalahan pada tahap implementasinya. Permasalahan yang terjadi dalam implementasi OSS ada pada aspek regulasi, sistem dan tata laksana.

Akar permasalahan dari ketiga permasalahan tersebut adalah banyaknya peraturan terkait perizinan dan investasi yang saling tumpang tindih. Khusus untuk penyelenggaraan OSS, penulis menemukan bahwa

Page 23: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

11Anin Dhita Kiky Amrynudin

Problematika Online Single Submission (OSS)

PP No. 24 Tahun 2018 bertentangan dengan lima Undang-Undang. Aspek yang bertentangan ada pada kewenangan, prosedur menerbitkan izin komersial/operasional yang mendahului izin lingkungan, keabsahan perizinan dari pejabat yang berwenang dalam sistem OSS, serta permasalahan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).

Rekomendasi yang diberikan adalah mencabut PP No. 24 Tahun 2018. Selain itu, omnibus law terkait perizinan dan investasi mendesak untuk dikeluarkan. Hal ini menjadi momentum bagi DPR menjalankan fungsi legislasi dalam penyusunan omnibus law terkait perizinan dan investasi supaya diarahkan penyusunanya berdasarkan evidence based yaitu hasil dari penelitian yang mengakomodir permasalahan sesungguhnya di lapangan sehingga tidak menimbulkan permasalahan pada tahap implementasi kedepannya.

* Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Riris Katharina, S.Sos., M.Si (Peneliti Utama/Pusat Penelitian DPR RI) yang telah bersedia membimbing penulis dalam karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. (2015). Strategi Nasional Reformasi Regulasi. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.

Bachtiar, Palmra Permata. (2011). Menghasilkan Bukti Sebagai Informasi Bagi

Proses Penyusunan Kebijakan di Indonesia: Tantangan Pada Sisi Penawaran. Newletter. SMERU, Edisi No. 32 Sep- Dec/2011.

DPR RI. (2018). Pembentukan Lembaga OSS Dinilai Langgar Undang-Undang.

Jakarta, DKI: Komisi VI, (online), (http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/21185/t/Pembentukan+Lembaga+OSS+Dinilai+Langgar+Undang-Undang, diakses 7 November 2019)

Page 24: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Problematika Online Single Submission (OSS)

12 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Indonesian Center for Environmental Law. PP OSS Dinilai Lemahkan Posisi Wajib AMDAL. (online), (https://icel.or.id/pp-oss-dinilai-lemahkan -posisi-wajib-amdal/, 7 November 2019).

Jann,Werner dan Kai Wegrich. (2014). Teori Siklus Kebijakan: Handbook Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Nusamedia.

Kadji, Yulianto. (2015). Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik, Kepemimpinan dan Perilaku Birokrasi dalam Fakta Realitas. Gorontalo: UNG Press Gorontalo.

KPPOD. (2019). KPPOD Temukan 3 Permasalahan dalam Penerapan OSS. Jakarta,DKI, (online), (https://www.kppod.org/berita/view?id=713, diakses 11 November 2019)

Rizki, Mochamad Januar. (2019,Oktober 14). 5 Catatan Menyederhanakan Izin Investasi Melalui Omnibus Law, (online), (https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5da3efc332c06/5-catatan-menyederhanakan-izin-investasi-melalui-omnibus-law/ diakses 11 November 2019).

Situmorang, P. Anggun. (2018, 13 Agustus). Dari 514 Kabupaten di RI , Hanya 40 yang Punya Rencana Tata Ruang.Liputan 6.com, (online), (https://www.liputan6.com/bisnis/read/3617468/dari-514-kabupaten-di-ri-hanya-40-yang-punya-rencana-tata-ruang, diakes 11 November 2019).

Solesbury, William. (2001). Evidence Based Policy: Whence it Came and Where it’s Going. Diakses dari ESRC UK Center for Evidence Based Policy and Practice, (online), (https://www.kcl.ac.uk/sspp/departments/politicaleconomy/research/cep/pubs/papers/assets/wp1.pdf, diakses 11 November 2019).

Suhiyati, Monika. (2018). Permasalahan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Submission System). Info Singkat. Vol. X, No.23/I/Puslit/Desember/2018, (online), (http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-23-I-P3DI-Desember-2018-241.pdf, diakses 12 November 2019).

Trading Economics. (2019). Ease of Doing Business in Indonesia, (online), (https://tradingeconomics.com/indonesia/ease-of-doing-business, diakses 12 November 2019).

Page 25: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

13Juniar Laraswanda Umagapi

Meninjau Kewenangan MPR RI

MENINJAU KEWENANGAN MPR RI

Juniar Laraswanda Umagapi

Pusat Penelitian DPR RI,[email protected]

ABSTRAKLembaga perwakilan memiliki peranan penting bagi pembangunan demokrasi Indonesia saat ini, karena kurangnya peranan lembaga perwakilan akan berdampak bagi baik buruknya sistem pemerintahan Indonesia. Peran masing-masing lembaga terhadap fungsinya masing-masing masih di pertanyakan. Memperkuat fungsi kelembagaan masing-masing lembaga supaya tidak terlihat kesenjangan wewenang antara lembaga negara. MPR RI adalah salah satu lembaga yang harus di pahami lebih lanjut tentang kewenangannya. Soekarno mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Karena itu harus di jelaskan bentuk demokrasi seperti apa yang di maksud apakah dengan perimbangan antara lembaga-lembaga perwakilan ataukah malah sebaliknya. Sedangkan dalam buku Abdy Yuhana tentang sistem ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945: Sistem Perwakilan di Indonesia dan Masa Depan MPR RI menjelaskan dengan rinci tentang Kedudukan,Tugas dan Wewenang MPR RI dan juga kemungkinan yang timbul dalam praktek tentang kedudukan dan wewenang MPR Pasca Perubahan UUD 1945. Makalah ini mengambil pengumpulan data dari penelitian-penelitian sebelumnya dan juga naskah akademik RUU. Hasil penelitian menunjukkan sudah sangat wajar kedudukan dan wewenang MPR saat ini karena jika diganti seperti sebelum amandemen terdapat kejenjangan wewenang antara para lembaga perwakilan. MPR masih tetap ada sebagai sebuah lembaga tersendiri yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD kan tetapi keberadaannyatidak lagi menjadi lembaga istimewa.

Kata kunci: MPR RI; lembaga perwakilan; perubahan UUD 1945; DPR; DPD

I. PENDAHULUANPengaturan tentang lembaga negara menjadi salah satu materi

penting dan selalu ada dalam konstitusi. Hal ini dapat dipahami

Page 26: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Meninjau Kewenangan MPR RI

14 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

karena kekuasaan negara pada akhirnya diatur ke dalam tugas, fungsi dan wewenang lembaga negara. Tercapai tidaknya tujuan negara tergantung dari pada lembaga-lembaga negara tersebut melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang konstitusionalnya. Namun demikian, pengaturan tentang lembaga negara tesebut memiliki perbedaan subtansi yang diatur. Ada lembaga negara yang diatur secara lengkap mulai dari cara pemilihan, tugas dan wewenangnya, hubungannya dengan lembaga negara lain. Hingga cara pemberhentian pejabatnya sehingga masyarakat mengerti tentang tugas dan wewenanganya. Akan tetapi, adapula lembaga negara yang keberadaannya ditentukan secara umum melaksanakan fungsi tertentu tanpa menentukan nama lembaga tersebut, seperti, komisi pemilihan umum.

Salah satunya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Pertama posisi MPR sebagai institusi tetap (permanen), suatu lembaga atau institusi negara yang permanen dapat memiliki alat kelengkapan sendiri, masa jabatan anggotanya sendiri, bekerja secara penuh waktu selama masa jabatan anggotanya, serta memiliki tugas dan wewenang yang sifatnya permanen,atau lembaga tersebut harus berfungsi secara permanen.Kedua, posisi MPR sebagai sidang bersama (gabungan) DPR dan DPD. Keberadaan DPR dan DPD sebagai hasil perubahan terhadap UUD 1945 tahap kedua, tahun 2000 sebenarnya sudah tepat, hanya saja yang menjadi masalah bagaimana mungkin bisa terjadi perimbangan dalam lembaga legislatif bila keberadaan kedua lembaga tidak seimbang. Setelah amandemen UUD Tahun 1945 terjadi banyak perubahan dalam sistem tata negara Indonesia. Pembagian kewenangan diantara lembaga-lembaga negara lebih berimbang (Abdy, 2007).

Keadaan ini dapat memunculkan wacana untuk mengembalikan wewenang MPR kembali pada zaman sebelum amandemen yaitu memakai nilai GBHN. Dalam hal ini penulis menilai bahwa wacana untuk menghidupkan kembali GHBN sudah tidak relevan lagi. Hal ini karena pemerintahan kita saat ini ialah presidensil bukan lagi semi parlementer. Untuk itu pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan MPR RI terhadap struktur demokrasi Indonesia pasca amandemen UUD 1945? Dan mengapa MPR haruslah tetap di posisi yang sekarang dalam tatanan sistem pemerintahan di Indonesia?

Page 27: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

15Juniar Laraswanda Umagapi

Meninjau Kewenangan MPR RI

II. TINJAUAN PUSTAKAMenurut Robert Paul Wolf, peran lembaga negara yang

mengatasnamakan negara itu, diartikan sebagai “suatu kelompok orang yang mempunyai otoritas tertinggi dalam wilayah tertentu terhadap penduduk tertentu” (Gould, 1993:229). Kekuasaan yang besar diberikan oleh negara menjadi masalah jika ternyata tidak digunakan sebagai sarana mensejahterakan masyarakat dan bagaimana kekuasaan tersebut dapat dikoreksi. Kekuasaan negara sudah terlanjur besar, sedangkan kekuasaan rakyat sangat kecil. Karena itu, harus ada kekuatan besar yang merupakan representasi rakyat dalam mengontrol negara. Pada perkembangannya muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara (Gould, 1993:154).

Menurut Robert Dahl (1998), menyebutkan demokrasi memberikan kesempatan untuk partisipasi secara efektif, setara dalam hak suara, menjalankan kontrol akhir terhadap agenda dan melibatkan orang dewasa. Institusi-institusi politik penting untuk mencapai tujuan-tujuan 1) Pejabat terpilih 2) Pemilu yang bebas, adil dan rutin 3) Kebebasan berpendapat 4) Adanya sumber informasi alternatif 5) Otonomi asosional dan 6) Kewarganegaraan yang inklusif. Menurut Schattschneider (1960), memberikan pengertian terhadap demokrasi adalah sistem politik yang kompetitif yang di mana terdapat persaingan antara para pemimpin dan organisasi-organisasi dalam menjabarkan alternatif-alternatif kebijakan publik sehingga publik dapat turut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Jika melihat berdasarkan apa itu demokrasi tentu keberadaan MPR bisa di mengerti sebagai lembaga tinggi negara di bidang legislatif dan sebagi perimbang kekuasaan di legislatif.

Dalam hal yang sama, Sartori mengemukakan 7 (tujuh) kondisi yang mengindikasikan telah terwujudnya perwakilan politik dalam mekanisme pemerintahan: 1. Rakyat secara bebas dan periodik memilih wakil rakyat; 2. Pemerintah bertanggung jawab kepada pemilih; 3. Rakyat merasa sebagai negaranya;4. Rakyat patuh pada kepada keputusan pemerintahnya;5. Pemerintah adalah wakil yang melaksanakan intruksi dari para

pemilihnya;

Page 28: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Meninjau Kewenangan MPR RI

16 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

6. Rakyat yang menentukan membuat keputusan-keputusan politik yang relevan, dan;

7. Pemerintah adalah contoh wakil dari rakyat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, perwakilan politik dapat didefinisikan sebagai pelimpahan sementara atas kewenangan politik warga negara kepada (sekelompok) orang yang mereka pilih secara bebas, untuk menyelenggarakan kepentingan-kepentingan rakyat yang secara jelas dirumuskan (Sartori, 1976; 68).

III. METODOLOGIAnalisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.

Pengumpulan data awal dilakukan melalui studi kepustakaan dari buku jurnal,media cetak ataupun internet dan juga dokumen kenegaraan seperti naskah UUD 1945 dan juga naskah akademik RUU. Reduksi data dilakukan, sehingga penggunaan metode kualitatif memberikan hasil analisis yang tajam untuk menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian.

IV. PEMBAHASANA. Alasan Perubahan MPR

Untuk mengerti tentang kewenangan MPR RI perlu pemahaman tentang kewenangan MPR RI sebelum dan sesudah amandemen UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Tabel 1. Kewenangan MPR RI Sebelum dan Sesudah AmandemenNo Sebelum Amandemen Sesudah Amandemen1 Menetapkan UUD 1945 dan garis-

garis besar dari pada haluan negara, serta mengubah UUD 1945

Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar

2 Menetapkan garis-garis besar haluan negara

Melantik Presiden dan Wakil Presiden

3 Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden

Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden

Page 29: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

17Juniar Laraswanda Umagapi

Meninjau Kewenangan MPR RI

No Sebelum Amandemen Sesudah Amandemen4 Membuat putusan-putusan yang

tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan GBHN

Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, atau diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya

5 Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis

Memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari

6 Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden

Memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatanny

7 Meminta pertanggungjawaban dari Presiden mengenai pelaksanaan GBHN

Menetapkan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik

8 Mencabut kekuasaan dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden sungguh-sungguh melanggar UUD dan/atau GBHN

Memilih dan menetapkan Pimpinan Majelis

9 Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis

Membentuk alat kelengkapan Majelis

10 Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh Anggota

11 Mengambil dan/atau memberi keputusan terhadap Anggota yang melanggar sumpah/janji Anggota

Sumber: Rohmat Mujib. 2016

Dalam UUD 1945 Pasal 7C seorang Presiden tidak dapat membubarkan DPR meskipun Presiden sangat berkuasa (concentration of power and responsibility upon the President). Dalam sistem parlementer, seorang presiden dapat membubarkan DPR dan mengadakan pemilu untuk menentukkan kehendak rakyat. Tetapi, seandainya dengan alasan tertentu Presiden membubarkan DPR, pada akhirnya presiden juga harus bertanggungjawab kepada

Page 30: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Meninjau Kewenangan MPR RI

18 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

MPR yang sebagian besar para anggota adalah anggota-anggota DPR. Karakteristik pertanggungjawaban yang demikian tidak dapat di katakan sebagai sistem parlementer karena MPR bukanlah parlemen, dan tidak dapat pula dikatakan sistem presidensial karena di dalam sistem presidensial tidak di temukan pertanggungjawaban presiden seperti itu. Kemudian juga sebaliknya, menurut UUD 1945 DPR tidak dapat membubarkan presiden, yang bisa di lakukan hanyalah meminta kepada MPR untuk melakukan sidang istimewa untuk menentukan sikap politik terhadap Presiden bila melakukan suatu kebijakan tertentu yang di anggap telah menyimpang dari aturan main. Dengan demikian, keputusan akhir hanya ada di tangan MPR (Abdy, 2007).

Bergulirnya reformasi telah menghasilkan perubahan konstitusi agar para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan lagi MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi negara MPR menjadi lembaga negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Hal ini karena Amandemen UUD RI Tahun 1945 yang telah dilakukan sebanyak 4 kali telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara, terutama menegaskan kedudukan dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.

Dalam perjalanannya perubahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (selanjutnya disebut UU MD3), membawa politik hukum pembentuk undang-undang hendak mengatur secara khusus masing-masing kelembagaan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dengan undang-undang tersendiri. Bahkan kemudian menambah dua undang-undang yang menghubungkan antar lembaga perwakilan tersebut melalui RUU tentang Etika Lembaga Perwakilan dan RUU tentang Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan. Kondisi ini, membuka peluang wacana perubahan fungsi MPR kembali mengemuka.

B. Dampak Kewenangan MPR RI Saat ini posisi MPR ialah sebagai penengah antara DPR dan DPD.

Meski demikian bila ingin memperkuat dan mengembalikan peran MPR seperti masa orde baru sudah tidak tepat lagi. “Romantisme MPR sudah tidak tepat lagi, cukup sebagai forum saja. Ketika DPR dan DPD bersatu ya sudah membentuk forum MPR untuk merumuskan

Page 31: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

19Juniar Laraswanda Umagapi

Meninjau Kewenangan MPR RI

jalan Indonesia ke depan, tidak perlu berdiri sendiri,” kata Pengamat Hukum Tatanegara, Refly Harun. Hal senada juga diungkapkan koordinator nasional Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang. Menurutnya, keberadaan MPR hanya pemborosan saja terutama di bagian anggaran dan proyek. Namun demikian, anggota DPR dari Fraksi PAN, Sayuti Ashyatri, tidak sependapat dengan penghapusan MPR. Menurutnya, MPR dibutuhkan untuk menyeimbangkan dua kekuatan legislatif bikameral, DPR dan DPD. “Untuk mengatasi permasalahan dalam dua kamar ini perlu lembaga di atasnya yang disebut MPR,” jelasnya (Detiknews, 2009; Juli 3).

Meski demikian sebaliknya menurut pengamat hukum tata negara dari Universitas Udayana Jimmy Usfunan terdapat beberapa masalah yang mengakibatkan perlu dihidupkannya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Permasalahan pertama adalah pada saat ini Indonesia tidak memiliki perencanaan pembangunan nasional secara menyeluruh yang meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudisial serta pemerintah daerah. Pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sangat dimungkinkan berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) atau RPJMN sebelumnya. Dengan adanya GBHN juga akan membantu presiden yang sedang bertugas maupun calon presiden di periode selanjutnya agar stay on track” dalam menjalankan tugas dan wewenangnya untuk kemajuan bangsa (Pebriansyah, 2019).

“Adapun beberapa substansi atau permasalahan terkait MPR yang perlu dikaji dalam rangka penyusunan RUU MPR antara lain mencakup: pertama, selain alat kelengkapan MPR, yaitu pimpinan dan panitia Ad Hoc seperti yang diatur di dalam UU MD3, dalam menjalankan tugas-tugasnya, dilakukan badan-badan yaitu badan sosialisasi, badan pengkajian, dan badan penganggaran yang keberadaannya diatur di dalam Tata Tertib MPR. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sampai sejauh mana kewenangan dan eksistensi lembaga tersebut, karena lembaga ini dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Untuk itu, keberadaan badan-badan tersebut harus diperjelas kedudukan dan kewenangannya agar mampu menjalankan wewenang dan fungsi secara optimal, transparan, dan aspiratif;

Page 32: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Meninjau Kewenangan MPR RI

20 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

kedua, pengaturan wewenang dan tugas MPR saat ini perlu dilakukan reformulasi sesuai dengan dinamika dan kebutuhan ketatanegaraan; ketiga, pengaturan mekanisme pemilihan dan komposisi pimpinan yang aspiratif dan dapat mewakili lembaga DPR dan DPD, agar dapat mencerminkan representasi yang lebih optimal dari lembaga DPR dan DPD di pimpinan MPR; keempat, larangan rangkap jabatan antara pimpinan MPR dengan pimpinan DPR/DPD, agar tidak terjadi tumpang tindih, pemborosan biaya Negara, serta untuk menjaga etika dan marwah MPR; dan kelima, perlu penguatan sumber daya manusia yang dapat mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang MPR (Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD)”

Melihat peran MPR RI kita bisa lihat dari perebutan kursi ketua MPR RI kemarin, Jabatan sebagai ketua MPR ini seolah menjadi idaman para elite politik. Hal itu pula yang diungkapkan oleh pengamat politik asal Universitas Airlangga, Novri Susan. Menurutnya, ketua MPR merupakan posisi politik populer yang mudah terlihat secara publik. Ia juga menilai jabatan ketua MPR merupakan posisi politik yang cukup aman bagi elite politik untuk membangun personal brand (Anggraini AP, 2019). Posisi Ketua MPR di nilai masih merupakan posisi ideal untuk mempersiapkan karir politik seseorang kedepannya jika mau mengambil posisi yang lebih tinggi lagi untuk tahun 2024 nantinya. Karena itu biarpun hanya kursi MPR yang di nilai tugas-tugasnya tidak sestrategis DPR tetapi di butuhkan lobby-lobby yang sangat panjang juga.

Opsi penambahan jumlah pimpinan MPR RI juga sempat muncul sebagai berita utama. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menegaskan usulan elite Partai politik yang meminta penambahan pimpinan MPR RI menjadi 10 orang tidak ada nilai kepentingannya bagi rakyat dan tak ada kaitannya dengan efektivitas kerja kelembagaan MPR itu sendiri. MPR RI bukanlah lembaga yang mengakomodasi kekuasaan (Srihandriatmo, 2019). Tentu saja semua fraksi akan menyetujui opsi seperti ini karena memang kursi kekuasaan di anggap adil jika semua fraksi mendapatkan kursi pimpinan.

Page 33: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

21Juniar Laraswanda Umagapi

Meninjau Kewenangan MPR RI

Pasca Amandemen UUD 1945, tidak di kenal lagi adanya lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara Kini doktrin pemisahan kekuasaan dalam arti modern “Checks ad Balances”. Lembaga MPR tidak lagi identik dengan lembaga tertinggi negara dan posisi lembaga negara lain sebagai lembaga tinggi negara (Sulaiman K.F dan Apriliasari N.U, 2015). Melihat banyaknya isu tentang kewenangan DPR RI, sudah terlihat bagaimana isu-isu untuk mengubah UU MD3, dengan memisahkannya menjadi beberapa RUU yang salah satunya adalah RUU MPR.

C. Posisi MPR Saat IniSeringkali MPR di nilai sebagai lembaga yang kurang berperan

dalam sistem tata negara kecuali untuk pelantikan Presiden dan wakil Presiden. Sementara itu, Acara pelantikan presiden biasanya tidak lebih dari sekedar seremonial karena yang dilantik tentu saja pasangan presiden dan wakil presiden yang sudah menang pemilu.

Demikian pula dengan keadaan bilamana Presiden berhalangan menjabat karena mangkat atau mengundurkan diri sehingga harus dicarikan penggantinya oleh MPR. Hal tersebut merupakan insidental dan bukan merupakan kegiatan rutin lembaga MPR. Oleh sebab itu dapat dikatakan MPR tidak memiliki banyak kegiatan rutin terlebih para anggotanya sudah sibuk di DPR dan DPD.

Kondisi ini membawa pada pertanyaan apakah posisi MPR merupakan lembaga yang harus berkinerja rutin harian atau dimunculkan saat harus melaksanakan kewajiban kenegaraan saja padahal di lain pihak muncul juga wacana untuk menghidupkan kembali GBHN yang dibuat oleh MPR.

V. PENUTUPBerdasarkan hal tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa

ada konsekuensi yang akan timbul bila merubah kelembagaan sistem ketatanegaraan Indonesia. Konsekuensinya adalah MPR tidak akan lagi menjadi sebuah lembaga negara melainkan akan hadir sebatas sebagai forum pertemuan dari dua lembaga negara yaitu DPR dan DPD (Yuhana Abdy, 2007). Sisi positifnya adalah tidak ada kekuasaan yang sangat dominan karena semua lembaga negara punya kekuasaan yang berimbang. Posisi MPR memang di

Page 34: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Meninjau Kewenangan MPR RI

22 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

pengaruhi dari segi mana kita melihatnya apakah dari sisi lembaga negara ataupun dari sisi fungsi kepada masyarakat. Memang terlalu beresiko jika MPR memegang kekuasaan yang sangat besar akan terjadi ketidakberimbangan di antara lembaga legislatif dan eksekutif. Jika tetap mempertahankan posisi MPR harusnya MPR tetap konsisten terhadap apa yang mneadi tuagsnya sekarang agar tidak terjadi pemborosan tanpa ada dampak yang signifikan.

Selain itu untuk membuat peranan MPR lebih berdampak kepada masyarakat perlunya penegasan dan penjabaran lebih rinci serta tegas khususnya mengenai tugas, fungsi, dan wewenang MPR karena pada saat ini pengaturan mengenai MPR dalam peraturan perundang-undangan masih terdapat beberapa kekurangan dan belum sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam kelembagaan MPR.

Atas beberapa simpulan di atas dapat disampaikan saran, yakni: pertama, penyusunan RUU MPR hendaknya ditindaklanjuti dengan memasukkan RUU MPR dalam Program Legislasi Nasional tahun 2019, agar dapat segera dibahas dan disetujuan bersama antara DPR dan Pemerintah untuk menjadi UU. Kedua, dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya, MPR masih perlu ditata untuk menjawab perkembangan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan ketatanegaraan di Indonesia. Penataan lembaga MPR dimaksud mencakup beberapa hal, yaitu pelaksanaan wewenang dan tugasnya, kelembagaan, mekanisme pelaksanaan wewenang dan tugas, dan tata cara serta mekanisme pengambilan keputusan/persidangan di MPR. Dengan demikian, MPR diharapkan dapat menjalankan kewenangan, tugas, dan fungsinya secara lebih efektif, transparan, optimal, dan aspiratif.

Page 35: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

23Juniar Laraswanda Umagapi

Meninjau Kewenangan MPR RI

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini AP. (2019). Mengapa Jabatan Ketua MPR Jadi Rebutan, (online), (https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/04/200900665/mengapa-jabatan-ketua-mpr-jadi-rebutan?page=all, diakses 3 Oktober 2019).

Ariefana Pebriansyah. (2019). Wacana PDIP Kembali Hidupkan GBHN,Apa Pentingnya untuk Indonesia Kini?, (online), (https://www.suara.com/news/2019/08/14/070000/wacana-pdip-kembali-hidupkan-gbhn-apa-pentingnya-untuk-indonesia-kini, diakses 15 Oktober 2019)

Gould Carol. (1993). Demokrasi Ditinjau Kembali. Yogyakarta: PT Tiara Wacara

Detiknews. (2009). Pro Kontra Keberadaan MPR, (online), (https://news.detik.com/berita/1158457/pro-kontra keberadaan-mpr, diakses 20 Oktober 2019)

Dokumen Undang Undang Dasar 1945

Schattsneider Elmer. (1960). The Semisovereign People, Holt, Reinhart and Winston, New York.

Sartori Giovanni. (1976). Parties and Party System, Cambridge: Cambridge University.

Malau Srihandriatmo. (2019). PAN Usulkan Kursi Pimpinan MPR Ditambah,Peneliti LIPI: Apa Pentingnya untuk Rakyat?, (online), (https://www.tribunnews.com/nasional/2019/08/13/pan-usulkan-kursi-pimpinan-mpr-ditambah-peneliti-lipi-apa-pentingnya-untuk-rakyat, diakses 1 November 2019)

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang no 17 tahun2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD tahun 2018.

Rohmat Mujib. (2016). Kedudukan dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Era Reformasi, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume 3 No 2. Mei-Agustus.

Page 36: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Meninjau Kewenangan MPR RI

24 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Robert A. Dahl. (1998). On Democracy, New Have. CN: Yale University Press.

Sulaiman K.F dan Apriliasari N.U (2015). Menggugat Produk Hukum MPR RI Pasca Amandemen UUD 1945, Yogyakarta: UII Press.

Yuhana Abdy. (2007). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung: Fokusmedia.

Page 37: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

25Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

PELAKSANAAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PENYELENGGARAN PEMILU:

REFLEKSI ATAS KEMATIAN PETUGAS PEMILU 2019

Agus Suntoro

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia [email protected]

Nurrahman Aji Utomo

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia [email protected]

ABSTRAKPenyelenggaran pemilu 2019 telah meletakan mekanisme baru berupa keserentakan untuk pertama kalinya untuk memilih presiden-wakil presiden, anggota dewan perwakilan rakyat tingkat pusat, juga provinsi, kabupaten dan kota, serta anggota dewan perwakilan daerah. Perubahan pola keserentakan selain berkait infrastruktur pemilihan juga berkenaan dengan rekruitmen, pola kerja dan administrasi bagi penyelenggara pemilu, termasuk bagi kelompok penyelenggara pemungutan suara, petugas pengawas pemilu, dan tenaga keamanan. Dampaknya jatuhnya korban jiwa, sakit dan kecelakaan bagi para penyelenggara dengan jumlah yang besar. KPU dan Bawaslu dinilai lemah dalam proses antisipasi dan penanganan, serta aspek regulasi yang kurang memberikan perlindungan. Oleh karena itu, triple fungsi DPR dalam aspek legislasi, pengawasan dan anggaran menjadi penting dan strategis. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan menjawab permasalahan mengenai (1) bagaimana peristiwa kematian dan sakitnya para penyelenggara pemilu; (2) bagaimana pengaturan hubungan hukum dan jaminan terhadap hak-hak korban dalam prespektif regulasi kepemiluan dan norma ketenegakerjaan, dan (3) bagaimana implementasi kewenangan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan terkait persoalan ini. Penelitian ini menunjukan bahwa perlindungan terhadap penyelenggara pemilu, terutama KPPS, pengawas dan tenaga keamanan masih lemah, penurunan syarat kesehatan dalam proses rekriutmen, serta tidak adanya mekansime regulasi yang mengatur perlindungan dan pemulihan bagi korban meninggal dunia, sakit dan kecelakaan dalam pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan implementasi fungsi DPR

Page 38: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

26 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

untuk melakukan pengawasan, legislasi dan anggaran untuk menjamin perlindungan dan pemenuhan hak penyelenggara pemilu.

Kata kunci: fungsi DPR; kematian petugas pemilu; penyelenggaraan pemilu.

I. PENDAHULUAN Dua dasawarsa era reformasi yang bercirikan demokrasi dan

menunjung tinggi hak asasi bertepatan dengan penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) 2019. Pemilu kali ini juga menjadi titik balik karena dimulainya keserentakan dalam memilih presiden-wakil presiden, sekaligus untuk melakukan pemilihan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, serta anggota Dewan Perwakilan Daerah. Keserentakan tersebut merupakan implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum yang didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 14/PUU-IX/2013. Pertimbangan dalam memutuskan pemilu serentak, merupakan pilihan terhadap efektifitas dan efisiensi, akan berdampak pada pemutakhiran data pemilih, persiapan logistik dan anggaran, serta memajukan kualitas demokrasi.

Meskipun dinilai positif terutama menyangkut efisiensi anggaran dan waktu pemilihan, akan tetapi dari sisi personil penyelenggara dan pengawas pemilu justru terjadi pembengkakan serta jatuhnya korban jiwa dan sakit. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat jumlah penyelenggara pemilu baik petugas pemungutan suara kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal dunia berjumlah 553 orang dan menderita sakit mencapai 5.097 orang (Komnas HAM, 2019). Sedangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendata jumlah pengawas yang meninggal dunia sebanyak 92 orang dan 2.548 menderita sakit dan kecelakaan (Kurniawati, 2019). Walaupun pada aspek penyelenggaran pemilu 2019 mendapat pujian dari dalam dan luar negeri (Bland, 2019), secara faktual terjadi fenomena kematian serta sakit yang diderita penyelenggara pemilu dengan angka yang besar. Untuk itu, perlu melihat fakta lapangan guna memperoleh deskripsi yang konkret dan presisi terkait tugas penyelenggara pemilu dan kondisi faktual menjelang sakit atau

Page 39: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

27Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

meninggal. Selain itu, perlu melakukan pengujian terhadap regulasi ataupun kebijakan berkaitan tugas penyelenggaran pemilu, yang melingkupi proses rekruitmen, tata kerja, mekanisme perlindungan dan pemulihan korban. Selanjutnya perlu dilakukan review seluruh instrumen terkait ataupun mendorong pembentukan hukum yang menjamin perlindungan bagi penyelenggaran pemilu, termasuk dukungan anggaran dan pengawasannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini akan mendiskusikan beberapa rumusan masalah: (1) bagaimana peristiwa kematian dan sakit penyelenggara pemilu; (2) bagaimana pengaturan hubungan hukum ataupun jaminan hak dalam prespektif regulasi kepemiluan dan norma ketenegakerjaan, dan (3) bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan terkait dengan persoalan ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA Charles N. Steelet dan Jeffrey H. Bowman dalam The

Constitutionality of Independent Regulatory Agencies Under the Necessary and Proper Clause: The Case of the Federal Election Commission (Steele & Bowman, 1987), maupun Richard L. Hasen dalam Bush V. Gore And The Future Of Equal Protection Law In Elections (Hasen, 2005) menekankan urgensi pembentukan lembaga independen penyelenggara pemilu. Konsepsi ini sejalan dengan standar hak asasi manusia dalam kepemiluan yang diatur dalam General Comment No. 25 atas Pasal 25 International Covenant on Civil and Political Rights yang diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005 (OHCHR, 1996) dan di Indonesia diatur melalui Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Akan tetapi, dari keseluruhan norma dan pandangan ahli tersebut, tidak ada yang spesifik mengatur mengenai hubungan hukum terutama relasi kontrak kerja antara organisasi penyelenggara pemilu dengan para pelaksana lapangan (teknis).

Mempertimbangkan aspek tersebut, maka satu pendekatan yang dilakukan untuk menilainya adalah merujuk standar hak asasi manusia berkait aspek ketenagakerjaan dengan cara pandang merujuk instrumen internasional dan nasional. International Labour Organization (ILO) telah menetapkan standar berkaitan dengan ketenagakerjaan yaitu ”The employer is responsible for the

Page 40: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

28 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

protection of the occupational health and safety, relevant daughter directives, national legislation and collective agreements” (ILO Eurofound, 2017). Konteks ini diperkuat dengan pandangan Jon Messenger dalam Working Time and the Future of Work, yang telah merumuskan indikator kondisi kerja yang layak, yakni (a) jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan; (b) menjamin keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi; (c) mengakui kesetaraan gender; (d) memajukan produktifitas dan keberlanjutan; serta (e) memberikan pilihan atau penawaran terhadap pekerja (Jon Messenger, 2018). Sedangkan di Indonesia, pendekatan hubungan hukum antara Bawaslu dan KPU dengan para KPPS, PPK dan PPS, serta pengawas dapat diletakan dalam konteksi hubungan ketenagakerjaan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama berkaitan dengan perjanjian kerja waktu tertentu.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi seluruh institusi dalam negara Indonesia, eksekutif dan auxiliary state organ seperti KPU dan Bawaslu, maka DPR selaku representasi masyarakat melalui ketentuan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 diberikan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran. Meskipun demikian, salah satu fungsi yang paling menonjol yang dimiliki DPR dalam sistem hukum civil law system adalah membentuk peraturan perundang-undangan (statutory legislations). Konteks ini dalam pandangan Bernard Arif Sidharta merupakan respon atas perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang harus diadopsi melalui pembentukan hukum baru (Ibrahim, 2008).

III. METODOLOGI Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan

penyajian penulisan secara deskriptif. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara pada 13-17 Mei 2019 di Provinsi Jawa Tengah. Wawancara terarah dilakukan dengan penyelenggara pemilu di antaranya KPU Jateng, Bawaslu Jateng, KPUD Demak dan KPUD Karangayar, keluarga korban meninggal dunia, korban sakit serta Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari jurnal, literatur, dan peraturan perundang-undangan.

Page 41: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

29Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

IV. PEMBAHASAN A. Deskripsi Korban

Pertimbangan untuk melakukan penelitian dengan lokasi di Jawa Tengah adalah sebaran korban baik yang sakit dan meninggal yang luas hampir di seluruh kabupaten/kota, serta kedua terbanyak setelah Jawa Barat. Untuk memperoleh gambaran mengenai sebab kematian dan sakit serta kondisi sebelum kejadian, tim memutuskan wilayah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Demak dijadikan lokasi pendalaman data. Hasil tinjauan lapangan khusus terhadap korban pengawas pemilu berdasarkan data Bawaslu Jawa Tengah, yang meninggal sebanyak 11 (sebelas) orang, sakit dan menjalani rawat inap sebanyak 160 (seratus enam puluh) orang, dan kecelakaan dalam tugas 51 (lima puluh satu) orang (Bawaslu Jateng, 2019). Jumlah tersebut lebih sedikit dibanding dengan korban jiwa dari PPK, PPS, KPPS dan petugas keamanan dengan total 96 (sembilan puluh enam) orang, sakit sebanyak 888 (delapan ratus delapan puluh delapan) orang, dan 43 (empat puluh tiga) orang menderita keguguran. Secara total jumlah korban di lingkungan KPU Jawa Tengah berjumlah 1.026 (seribu dua puluh enam) orang (KPU Jateng, 2019).

Apabila dilakukan pencermatan terhadap sebaran korban meninggal dunia terutama yang berada di bawah otoritas KPU Jawa Tengah, dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah hanya Kota Magelang, Kota Salatiga, Kab. Blora dan Kab. Purworejo yang tidak ada korban jiwa. Untuk lima besar sebaran korban jiwa terjadi di Kab. Banyumas (9 orang), Kab. Demak (7 orang), Kab. Brebes (6 orang), Kab. Cilacap (6 orang), Kab. Karanganyar (4 orang). Berdasarkan analisis usia korban yang meninggal dunia sebanyak 96 (sembilan puluh enam), secara umum berusia 40 (empat puluh) tahun ke atas dan hanya 6 (enam) orang yang usianya dibawah 40 tahun, demikian halnya terhadap petugas yang sakit usia rata-rata 30-50 tahun, kemudian umur 50-70 tahun dan yang dibawah 29 tahun sebanyak 58 (lima puluh delapan) orang. Identifikasi korban meninggal rata-rata didominasi laki-laki dan yang berkelamin perempuan hanya lima orang (KPU Jateng, 2019).

KPUD Demak memiliki inisiatif untuk bekerjasama dengan salah satu perusahaan asuransi dengan premi Rp6.000.00/bulan,

Page 42: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

30 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

dampaknya bagi korban sakit dan meninggal dunia dapat diberikan santunan. Misalnya korban meninggal atas nama Subagio dan Mas’ali memperoleh Rp25.000.000,00 (Komnas HAM, 2019). Akan tetapi kondisi ini berbeda di Kabupaten Karanganyar, secara umum para penyelenggara pemilu yang sakit dan meninggal dunia tidak dicover oleh asuransi, dan hanya mengandalkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk berobatnya. KPU dan pemerintah daerah setempat tidak memiliki alokasi anggaran untuk korban. Menariknya, meskipun banyak korban jiwa dan sakit dari hasil dari wawancara tidak ditemukan indikasi ancaman atau tekanan secara langsung terhadap para penyelenggara pemilu baik dari parpol, saksi dan pihak manapun dalam pelaksanaan tugas mereka.Tabel 1. Data Korban Meninggal yang Dipantau di Kabupaten Demak dan

Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

No. Nama Waktu Meninggal

Riwayat Penyakit

Dugaan Penyebab Meninggal Dunia Tugas

1 Subagio (49 th)

16 April 2019

Tidak ada keluhan sakit

Korban menderita kejang-kejang dan meninggal di rumah setelah pulang dari lokasi pendirian TPS pada pukul 19.00 WIB tanggal 16 April 2019.

Petugas KPPS

2 Sutrisno(57 th)

29 April 2019

Sakit liver

Korban meninggal dunia pada 22 April 2019 setelah kondisinya menurun sejak selesai proses pemilihan dan penghitungan suara. Pernah menderia sakit liver sebelumnya.

Petugas KPPS

3 Mas Ali (64 th)

20 April 2019

Tidak ada keluhan sakit

Korban meninggal dunia setelah beberapa hari kondisi kesehatan terus menurun, gejala tubuh sakit-sakitan (pegel).

Petugas KPPS

Page 43: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

31Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

No. Nama Waktu Meninggal

Riwayat Penyakit

Dugaan Penyebab Meninggal Dunia Tugas

4 Suharto (52 th)

17 April 2019

Jantung dan lambung

Korban meninggal dunia pada saat menjaga TPS 17 Desa Tegalgede, Kab. Karanganyar, tiba-tiba pingsan dan terjatuh, kemudian meninggal dunia.

Petugas Linmas

5 Sapto Nugroho (59 th)

24 April 2019

Asam Lambung

Korban meninggal dunia pada 18 April 2019 setelah pingsan. Korban selama ini bekerja sebagai PPK dan tidak langsung dalam proses pemilihan di TPS.

PPK

6 Tri Nugroho (59 th)

24 April 2019

Jantung Korban beraktifitas biasa setelah menjadi petugas KPPS dan baru pada 24 April 2019 sekitar pukul 07.00 WIB meninggal dunia setelah melakukan aktivitas di rumah. Pernah menderita sakit jantung akan tetapi sudah lama.

Petugas KPPS

7 Yustinus Sri Murwanto (45 th)

27 April 2019

Jantung Setelah pelaksanaan pemilu 17 April 2019, korban sakit demam dan dalam diagnosa dokter menderita hipertensi, sampai kemudian meninggal dunia.

Petugas KPPS

Sumber Data: Laporan Komnas HAM 2019

Sedangkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melihat fenomena kematian dan sakitnya penyelenggara pemilu di Jawa Tengah dalam empat aspek: (a) mendasarkan pada penilaian kewajaran terhadap angka kematian dengan populasi penyelenggara sesuai konsep crude death rate; (b) mendasarkan pada analisis faktor pencetus yaitu gangguan cardiovaskuler, pernafasan, persyarafan, kejiwaan, pencernaan dan lain-lainnya; (c) persoalan

Page 44: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

32 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

administratif mengenai Surat Keterangan Sehat yang seharusnya mencantumkan resiko medis dan riwayat kesehatan korban; dan (d) penanganan terhadap para penyelenggara yang sakit dilayani secara umum sesuai standar rumah sakit, akan tetapi pembiayaan sangat tergantung pada layanan dari BPJS (Dinkes Jateng, 2019).

B. Pengaturan Hak Pekerja Pemilu Pelaksanaan penyelenggaran pemilu 2019, secara kuantitatif

melibatkan banyak pihak, terutama jajaran KPU dan Bawaslu dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota, terutama petugas KPPS yang berjumlah 7.385.500 orang. Secara umum tugas KPPS sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum meliputi: (a) pengumuman terhadap daftar pemilih tetap, baik di wilayah administrasinya maupun dalam lokasi TPS; (b) melakukan penyerahan DPT kepada para saksi dan pengawas TPS; (c) melakukan pemungutan suara, sekaligus melaksanakan perhitungan hasil; (d) penyusunan berita acara pemungutan suara dan sertifikat perhitungannya; (e) menyampaikan surat undangan kepada pemilih, serta (f) melakukan tugas lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bambang Setya Budi (Ketua KPUD Demak) mengenai beban kerja para penyelenggara pemilu terutama KPPS tidak terbatas pada hari pemungutan suara semata. KPPS telah aktif sejak tanggal 7-10 April 2019 untuk Bimbingan Teknis (Bimtek), pada 10-14 April 2019 mendistribuskan formulir C-6 dan mencari lokasi TPS; pada 15-16 April 2019 menyiapkan TPS, menerima logistik dan melaporkan distribusi C-6 kepada PPS. Khusus pada hari pemungutan suara 17 April 2019 sudah bekerja dari pukul 06.00 WIB sampai rata-rata esok harinya 18 April 2019.

Dalam konteks pelaksanaan tugas, relasi antara KPU dengan KPPS adalah hubungan kerja, dengan indikasi penerimaan honor dan adanya surat kontrak. Untuk itu, tunduk pada norma ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dan dalam level internasional pada regulasi ILO, yang salah satunya dirumuskan dalam Working Time and the Future of Work. Konsepsi ini mengatur indikator kondisi kerja yang layak, salah satunya jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan.

Page 45: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

33Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

Kesehatan dalam aspek hak asasi manusia dikonsepsikan sebagai kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkin setiap orang produktif secara ekonomis (Pasal 1 angka 1 UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan), seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang pemenuhan hak untuk hidup dan menjalani pekerjaan yang layak. Dalam lingkup nasional jaminan terhadap pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan dan hak untuk mempertahankan kehidupannya diatur melalui ketentuan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Mengenai standar keselamatan, dengan padatnya rangkaian acara penyelenggaran pemilu, dapat menyebabkan kurang istirahat bagi para petugas dan memicu kematian korban. Padahal peristiwa kematian korban ini sangat erat berkaitan dengan pelangaran hak atas kesehatan dan pemenuhan hak untuk hidup. Dalam dimensi HAM, hak hidup merupakan rumpun hak yang bersifat mutlak harus dipenuhi dalam kondisi dan situasi apapun (non derogable rights). Melalui ketentuan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 4 UU HAM, dan Pasal 6 ayat (1) ICCPR membebankan kewajiban kepada negara untuk mencegah terjadinya peristiwa kematian bagi para penyelenggara pemilu, melakukan tindakan emergency dan mengupayakan pemulihan korban.

Dengan demikian, maka sejatinya terdapat institusi ataupun pihak yang harus bertanggungjawab terhadap peristiwa ini, minimal tanggungjawab pemulihan korban, baik pemerintah karena tidak menyediakan asuransi dan pembiayaan perawatan, maupun KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara pemilu 2019 dengan lemahnya aspek perencanaan, pencegahan, antisipasi dan penanganan emergency sehingga jatuh korban jiwa dan sakit. Meskipun pada akhirnya setelah tekanan publik yang masif, Kementerian Keuangan (Menkeu) melalui surat Nomor S-316/MK.02/2019 menetapkan santunan korban meninggal dunia sebesar Rp36 juta, cacat permanen Rp30 juta, luka berat Rp16,5 juta, dan Rp8,25 juta dengan luka sedang.

Berbagai peristiwa yang terjadi berkaitan dengan kematian dan sakitnya para penyelenggara pemilu juga merupakan imbas dari ketidakjelasan norma dalam Pasal 36 ayat (1) PKPU No 36 Tahun 2018 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Panitia

Page 46: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

34 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Penyelenggaran Pemilihan Umum. Definisi “syarat mampu secara jasmani dan rohani” sebagai petugas KPPS dan PPS menimbulkan multitafsir di lapangan bagaimana pembuktiannya, apakah cukup dengan surat kesehatan dari Puskesmas/Rumah Sakit, ataupun cukup surat pernyataan sehat dari masing-masing pribadi. Implikasinya masing-masing KPUD Kabupaten/Kota ataupun Bawaslu Kabupaten/Kota melonggarkan dan tidak mempermasalahan standar kesehatan dari para penyelenggara lapangan.

C. Efektifitas Fungsi dan Kewenangan DPR RI Khusus terkait pelaksanaan fungsi legislatif maka berdasarkan

konstitusi Pasal 20A UUD 1945, DPR diberikan mandat legislasi, penganggaran dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak menyatakan pendapat, hak angket dan hak interpelasi, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Bertitik tolak pada konsep dan kewenangan yang dimandatkan, Shane Martin mendorong agar legislatif secara efektif melakukan Parliamentary Questions sebagai kepanjangan konsep pendelegasian kewenangan dari rakyat kepada legislatif dan untuk diteruskan kepada cabang eksekutif guna memastikan tugasnya demi kepentingan rakyat dan kelancaran demokrasi (Shane, 2011).

Untuk itu, prosedur Rapat Dengar Pendapat (RDP) ataupun pemanggilan terhadap pemerintah (terutama Kemendagri, Kemenkes dan Kemenkeu), institusi penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) mutlak dilakukan guna mendapatkan informasi yang komprehensif dan akurat. Hasil dari Parliamentary Questions tersebut kemudian dikatalisator menjadi produk legislasi melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang koheren untuk mencapai peciptaan UU yang ideal (Utomo, 2015). Secara sederhana, proses legislasi termasuk bagaimana nasib norma yang telah diuji mendapatkan pengaturan kembali dan disempurnakan. Dasar pijak pemilu serentak untuk menyelaraskan rancang bangun sistem pemerintahan, pertimbangan original intent dan penafsiran sistemik, serta efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pemilu (MK, 2013).

Page 47: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

35Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

Sementara itu evidence based memperlihatkan bahwa kelemahan dalam pengaturan hak ketenagakerjaan penyelenggara pemilu berimplikasi terhadap kematian dan sakitnya penyelenggara pemilu. Jika merujuk Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan asas kemanusiaan seharusnya menjadi cerminan materi muatan sebuah UU, akan tetapi perumus UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan peraturan turunannya sepertinya belum menginternalisasi asas tersebut. Dampaknya hak pekerja dalam penyelenggaraan pemilu diabaikan dan tidak ada pengaturan yang konkret. Untuk itu ke depannya, perlunya proses positivitasi norma yang lebih mendasarkan pada realitas masyarakat, tidak sekedar hanya memenuhi tata urutan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Utomo, 2016). Fenomena tersebut terlihat jelas, bahwa semangat melakukan pengaturan pemilu serentak hanya menyasar aspek teknis keserentakan semata. Sementara itu di sisi yang lain, perkembangan jaminan sosial terhadap pekerja penyelenggara pemilu tidak mendapat tempat dalam pengaturannya.

Apakah UU harus mengatur hal teknis yang dalam hal ini perlindungan dan jaminan sosial pekerja penyelenggara pemilu? Pertanyaan ini melintas tatkala perumus pemilu serentak dianggap tidak peka terhadap hak pekerja penyelenggara pemilu. Tentu aturan teknis dari UU diatur dengan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, misalnya PP ataupun PKPU. Namun tidak adanya pengaturan dasar (pasal induk) dalam UU Pemilu serentak sepertinya menjadikan pemerintah tidak mengkhidmati adanya jaminan sosial, baik aspek kesehatan dan ketenagakerjaan dalam peraturan pelaksana UU Pemilu. Upaya pemerintah dalam memberikan santunan bagi korban (meninggal maupun sakit) setelah adanya desakan publik merupakan bagian dari skema pemulihan, namun lebih menonjol sebagai tali asih semata.

Pada konteks ini fungsi pengawasan dan disusul dengan fungsi anggaran bisa mengambil peran lebih dalam menambal kekurangan fungsi legislasi. Fungsi pengawasan dapat dimaknai sebagai checks and balances dengan pemerintah, serta menjalankan peran dasar Parlemen dalam unsur demokrasi (Beetham, 2006). Kedua fungsi dimaksud berperan dalam menjaga norma hukum yang hidup dan bertumbuh dalam dinamika masyarakat. Pengawasan yang dilakukan DPR berkutat

Page 48: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

36 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

pada pelaksanaan undang-undang, dan fungsi anggaran diperlukan untuk menerobos kebuntuan dalam ketiadaan pasal cantolan mengenai hak pekerja penyelenggara pemilu. Sehingga dengan itu, kebuntuan pengaturan bisa diterobos dalam skema yang konstitusional. Skema legislasi berbasis HAM dengan menggunakan prinsip partisipatif, prinsip non diskriminasi dan berorientasi pada kelompok rentan, serta prinsip akuntabilitas bisa menjadi pedoman DPR.

V. PENUTUPBertitik tolak pada keseluruhan pembahasan yang dilakukan

disimpulkan bahwa: (a) bahwa secara umum korban jiwa yang dialami oleh para penyelenggara pemilu di Jawa Tengah memiliki riwayat sakit sebelumnya dan dipengaruhi kondisi kerja yang dinilai tidak manusiwasi dalam rangkaian penyelenggaran pemilu 2019, serta persoalan administrasi surat kesehatan yang tidak akurat mencerminkan kondisi korban; (b) belum adanya upaya maksimal dalam pemenuhan hak untuk hidup dan hak atas jaminan kesehatan dalam hubungan kerja antara para penyelenggara pemilu tingkat teknis di lapangan dengan institusi KPU dan Bawaslu dengan indikasi waktu/beban kerja yang berat, tidak ada fasilitas asuransi jiwa dan kesehatan, serta lemahnya antisipasi, penanganan dalam kondisi darurat dan pemulihan hak-hak korban; (c) belum adanya regulasi yang cukup untuk mengatur jaminan hak bagi penyelenggara pemilu, baik dalam UU Pemilu maupun peraturan KPU dan Bawaslu.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, merekomendasikan agar DPR mengimplementasikan lebih konkret fungsinya dalam aspek legislasi, anggaran dan pengawasan. Tidak terpaku pada aspek teknis, namun melihat perkembangan dan pengaturan yang berbasis hak asasi manusia seperti review ataupun perbaikan regulasi menyangkut kepemiluan dengan mengatur dan memasukan upaya perlindungan jiwa, sosial dan kesehatan bagi penyelenggara pemilu, termasuk hubungan kerja KPU dan Bawaslu dengan para penyelenggara di tingkat teknis. Selain itu, melakukan optimalisasi fungsi pengawasan dan anggaran untuk menjaga kualitas dan ketelitian legislasi, serta dukungan anggaran kepada pemerintah agar mengalokasikan dana yang cukup untuk perlindungan bagi para penyelenggara pemilu. Hal itu dilakukan untuk menjamin pesta demokrasi tidak diciderai dengan catatan hitam mengenai kematian para penyelenggaranya.

Page 49: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

37Agus Suntoro dan Nurrahman Aji Utomo

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

DAFTAR PUSTAKA

Bawaslu Jateng. (2019). Rekap Pengawas yang Terkena Musibah Saat Pengawasan Pemilu 2019 di Provinsi Jawa Tengah. Semarang.

Beetham, D. (2006). Parliament and Democracy in the Twenty-First Century a guide to good practice. Geneva: Inter-Parliamentary Union.

Bland, B. (2019). The World’s Most Complicated Single-Day Election Is a Feat of Democracy. Atlantic, The, pp. 1–2.

Dinkes Jateng. (2019). Laporan Data Angka Kematian dan Kesakitan Petugas Pemilu 2019 di Provinsi Jawa Tengah. Semarang.

Hasen, R. L. (2005). Bush v. Gore and the Future of Equal Protection Law in Elections. SSRN Electronic Journal, 29(2), 377–406. https://doi.org/10.2139/ssrn.262030

Ibrahim, A. (2008). Legislasi dalam Perspektif Demokrasi : Analisis Interaksi Politik dan Hukum dalam Proses Pembentukan Peraturan Daerah di Jawa Timur. Universitas Diponegoro.

ILO Eurofound. (2017). Working anytime, anywhere: The effects on the world of work Joint ILO-Eurofound report.

Jon Messenger. (2018). Working Time and the Future of Work. In Future of Work Research Paper Series.

Komnasham. (2019). Pemilu 2019: Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara. Jakarta: Komnasham.

KPU Jateng. (2019). Rekap Data Badan Penyelenggara Korban Meninggal/Sakit/Keguguran Pemilu 2019. Semarang.

Kurniawati, E. (2019). Bawaslu: 325 Orang Pengawas Pemilu 2019 Sakit dan Meninggal. Www.Tempo.Co, pp. 1–2.

OHCHR. ICCPR General Comment No. 25: Article 25 (Participation in Public Affairs and the Right to Vote) The Right to Participate in Public Affairs, Voting Rights and the Right of Equal Access to Public Service. , 1 § (1996).

Page 50: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat

38 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Shane, M. (2011). Parliamentary Questions, the Behaviour of Legislators, and the Function of Legislatures an Introduction. Journal of Legislative Studies, 17(3), 259–270. https://doi.org/10.1080/13572334.2011.595120

Steele, C., & Bowman, J. (1987). The Constitutionality of Independent Regulatory Agencies Under the Necessary and Proper Clause: The Case of the Federal Election Commission. Yale Journal on Regulation, 4(2), 363–392.

Utomo, N. A. (2015). Dinamika Hubungan Antara Pengujian Undang-Undang dengan Pembentukan Undang-Undang, Vol. 12, No. 4. Jurnal Konstitusi. Desember.

Utomo, N. A. (2016). Mengurai Kerangka Legislasi Sebagai Instrumen Perwujudan Hak Asasi Manusia. Jurnal Konstitusi, Vol. 13 No. 4.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights.

Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-IX/2013.

Page 51: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

39Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

STRATEGI BIRO PEMBERITAAN PARLEMEN SEKRETARIAT JENDRAL DAN BADAN KEAHLIAN

DPR RI DALAM MENINGKATKAN CITRA ANGGOTA DPR PERIODE 2014-2019

Edi Supriyadi

Universitas Esa Unggul Jakarta,[email protected]

Halomoan Harahap

Universitas Esa Unggul Jakarta,[email protected]

ABSTRAKCitra anggota DPR dimata masyarakat rendah. Untuk itu, diperlukan strategi kehumasan untuk meningkatkan citra anggota DPR. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui strategi apa yang digunakan oleh Biro Pemberitaan parlemen dalam meningkatkan citra anggota DPR RI priode 2014-2019. Metode dalam penelitian ini adalah studi kasus. hasil penelitian ini menunjukan bahwa berbagai startegi komunikasi yang dilakukan oleh biro pemberitaan parlemen, diantaranya: pengelolaan media internal, Selain itu, Biro Pemberitaan aktif bekerjasama dengan media televisi untuk mempublikasikan kinerja anggota DPR melalui program Blocking Rubric serta rutin mengadakan konferensi pers dan diskusi dengan wartawan. Setelah dilakukan penelitan lapangan, persepsi masyarakat terhadap citra anggota DPR sudah berubah, Menurut penilaian masyarakat, Upaya strategi yang dilakukan biro pemberitaan parlemen belum maksimal, Namun demikian, setidaknya sudah dapat mengubah citra anggota DPR yang selama ini dipersepsikan buruk oleh masyarakat.

Kata kunci: Strategi, Citra, Humas Parlemen

I. PENDAHULUANAnggota DPR RI adalah lembaga tinggi negara yang bertugas

sebagai pembuat Undang-undang (Legislasi), menyusun dan mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN (Budgeting) dan pengawasan. Sebagai perwakilan rakyat, anggota DPR RI juga dituntut untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat

Page 52: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

40 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

didaerah pemilihanya secara maksimal. DPR sebagai institusi harus memiliki citra yang baik, Posisi DPR sebagai lembaga politik yang sangat strategis dalam pemerintahan memerlukan adanya citra positif dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. Hal ini menjadi tugas yang berat bagi Setjen dan BK DPR RI untuk menyampaikan informasi terkait kinerja DPR. (Renstra Setjen dan BK tahun 2016-2019. 2016)

Permasalahan yang sering terjadi pada Anggota DPR telah menurunkan citra DPR RI secara kelembagaan. Beberapa penyebabnya antara lain, kasus korupsi, kinerja yang tidak mencapai target, kegaduhan internal anggota DPR serta perilaku tidak bermoral anggota DPR.

Dari sisi kinerja, Formappi menyampaikan bahwa DPR gagal mencapai target di bidang legislasi. Sampai ahir masa persidangan DPR tahun 2017, lembaga legistatif ini hanya mampu mengesahkan enam rancangan undang-undang prioritas. Padahal tahun 2017 terdapat 52 Rancangan Undang-undang (RUU) yang menjadi program legislasi nasional prioritas.

Sejak awal periode menjabat, internal Anggota DPR RI juga mengalami kegaduhan sehingga menyebabkan perpecahan lembaga yakni koalisi merah putih dan koalisi Indonesia Hebat. Pada tahun 2015, survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan, dari 1.183 responden yang dilibatkan dalam jajak pendapat ini, sebanyak 67,5% mengaku tidak puas atas kinerja DPR RI. Permasalahan tersebut sangat memprihatinkan. Sebagai lembaga yang tugasnya mengusulkan, membuat dan mengesahkan undang-undang, DPR seharusnya berkomitmen untuk mempercepat pembentukan Undang-undang yang berkualitas demi kepentingan hajat hidup masyarakat.

Banyaknya pemberitaan buruk mengenai anggota DPR RI secara kelembagaan, maka diperlukan strategi kehumasan yang handal untuk dapat mempublikasikan kinerja anggota DPR secara luas. Tujuan penelitain ini untuk mengetahui strategi biro pemberitaan parlemen dalam meningkatkan citra anggota DPR serta, untuk mengetahui strategi apa yang digunakan biro pemberitaan parlemen dalam mengatasi pemberitaan negatif anggota DPR RI.

Page 53: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

41Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

II. TINJAUAN PUSTAKATeori dalam penelitian ini adalah pertama, Teori Kemungkinan

Elaborasi atau Elaboration Likehood Theory (ELT). Teori ini disebut juga teori persuasi karena teori ini mencoba untuk memprediksi kapan serta bagaimana individu akan dan tidak akan terbujuk oleh pesan (Littlejohn & Foss. 2008). Elaboration Likelihood Theory adalah bagaimana orang atau penerima terpengaruh oleh pesan yang diampaikan komunikator sehingga isi pesan yang ingin disampaikan dapat direalisasikan secara langsung. Menurut Lien (Lien. 2001), ELT adalah ihwal proses yang bertanggung jawab atas terciptanya komunikasi presuasif dan kekuatan dari sikap yang dihasilkan dari proses komunikasi tersebut, hubunganya dengan citra, ELT sering digunakan dalam menganalisis komunikasi presuasif, salah satunya adalah bagaimana brand ambassador dapat mempengaruhi brand image. Dalam hal ini bagaimana Biro Pemberitaan Parlemen dapat meningatkan citra para anggota DPR yang dipersepsikan buruk oleh masyarakat.

Kedua, Teori Citra. Dalam Terjemahan Collins English Dictionary sebagaimana dikutip dari Strategi PR, Definisi Citra adalah suatu gambaran tentang mental. Ide yang dihasilkan oleh imajinasi atau keperibadian yang ditunjukan kepada publik oleh seseorang, organisasi dan sebagainya. (oliver. 2007). Citra adalah perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, organisasi atau lembaga. Kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. (Ardianto. 2011) dari pengertian diatas dapat disimpulkan citra adalah gambaran diri, baik personal, organisasi maupun perusahaan yang sengaja dibentuk untuk menunjukan keperibadian atau ciri khas tertentu.

Ketiga, Humas atau hubungan masyarakat. Menurut Ruslan (Ruslan. 2014), Para ahli sampai saat ini belum sependapat mutlak tentang definisi dari PR/humas. Ketidaksepakatan itu dikarenakan oleh beragamnya definisi Public relations yang telah dirumuskan, baik oleh para pakar maupun oleh profesional Public relations/Humas. Sementara Humas parlemen, menurut Handrini Ardiyanti, Kehumasan parlemen merupakan kehumasan yang berbeda dengan kehumasan lembaga pemerintahan lainnya. Secara garis besar, humas pemerintah bertugas menginformasikan kinerja pemerintah sekaligus menyerap reaksi yang ditimbulkan masyarakat

Page 54: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

42 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

sehubungan dengan kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Sama halnya dengan humas pemerintah lainnya, fungsi humas parlemen adalah mengatur lalu lintas, sirkulasi informasi dari dalam dan luar, dengan memberikan informasi serta penjelasan secara maksimal kepada khalayak atau masyarakat, mengenai kebijakan, program, serta tindakan-tindakan dari lembaga atau organisasinya, agar dapat dipahami sebagai public acceptance dan public support.(Handrini. 2015)

Keempat, Strategi. Istilah strategi sangat familiar dikalangan militer dalam situasi lebih dominan pada saat peperangan sebagai tugas seorang komandan dalam menghadapi musuh, yang bertanggungjawab mengatur cara atau taktik untuk memenangkan peperangan. Secara bebas perkataan strategi sebagai tehnik atau taktik dapat diartikan kiat seorang komandan untuk memenangkan peperangan yang menjadi tujuan utamanya (Nawawi. 2005).

Dari segi bahasa, penggunaan kata strategi dapat dipahami sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yang terfokus pada tujuan strategik organisasi. Atau dengan kata lain strategi adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan suatu kiat atau cara-cara yang efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Tahap perumusan strategi merupakan tahap penting dalam proses pengendalian kebijakan, karena kesalahan dalam merumuskan strategi akan berakibat kesalahan arah organisasi. Perumusan strategi merupakan kegiatan untuk merancang atau menciptakan masa depan (creating the future) (Mahmudi. 2007). Hal senada sama dikatakan Wibisono yang menyebutkan bahwa strategi merupakan pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama atau kebijakan dengan rangkaian tindakan dalam sebuah pernyataan yang saling mengikat untuk mencapai misi organisasi (Wibisono. 2006).

III. METODE PENELITIANMetode yang dipakai pada penelitian ini adalah studi kasus,

Menurut Creswell (Creswell. 2014) penelitian studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitiannya mengeksplorasi kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem terbatas (berbagai kasus), melalui pengumpulan data yang detail

Page 55: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

43Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

dan mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi atau sumber informasi majemuk (misalnya, pengamatan, wawancara, bahan audiovisual, dan dokumen serta berbagai laporan), dan melaporkan deskripsi kasus dan tema kasus.

Sumber data dalam peneltian ini dibagi dua bagian, yaitu data primer dan sekunder, Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli. Data primer dapat berupa opini subjek dan hasil observasi. Sementara data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya peneliti harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. Data sekunder dalam penelitian ini berupa litelatur dan data penunjang dimana satu sama lain saling mendukung, yaitu buku-buku, makalah, tesis dan sumber ilmiah lain yang berhubungan dengan penulisan pada penelitian ini.

Peneliti menggunakan teknik penentuan sampel dengan menggunakan pertimbangan. Pertimbangan ini misalnya orang yang dijadikan narasumber adalah orang yang dianggap memahami dan mengerti tentang apa yang diharapkan peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk mendalami yang akan diteliti. Subjek penelitian atau informan adalah orang yang diminta untuk memberikan keterangan suatu fakta atau pendapat. Subjek penelitian merupakan sumber informasi yang digali untuk mengungkapkan fakta-fakta dilapangan.

Penentuan informan didasarkan pada tujuan peneliti untuk menjelaskan masalah yang diangkat pada penelitian. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan pada orang yang dianggap mengetahui tentang informasi yang dibutuhkan dalam penelitian terkait strategi biro pemberitaan Parlemen dalam meningkatkan citra anggota DPR, Informan dalam penelitian ini adalah:a) Kepala biro Pemberitaan Parlemen Setjen dan BK DPR RI.

Informan I adalah kepala Biro Pemberitaan Parlemen Sekretariat Jendral dan Badan Keahlian DPR RI, Y.O.I Tahapari. Sebagai pelaksana dalam menyampaikaan informasi kinerja anggota DPR kepada masyarakat, peran biro pemberitaan parlemen juga merupakan peran penting dalam meningkatkan citra anggota DPR sehingga kinerja dan citra anggota DPR bisa diketahui oleh publik;

Page 56: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

44 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

b) Anggota DPR RI Priode 2014-2019. Informan II adalah wakil ketua komisi I DPR RI dari fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Bapak Asril Hamzah Tanjung, S.IP. Informan dipilih karena merupakan tokoh yang dipersepsikan citranya buruk oleh masyarakat sehingga berdampak pada institusi lembaga tinggi Negara DPR RI. Dalam hal ini peneliti ingin mengatahui kinerja anggota DPR serta peran biro pemberitaan parlemenSetjen dan BK DPR RI dalam meningkatkan citra anggota DPR;

c) Wartawan DPR RI yang tergabung dalam koordinator wartawan DPR, Informan III adalah Eko Nurcahyo, wartawan yang telah melakukan peliputan selama 20 tahun di lingkungan DPR RI, Informan dipilih karena merupakan wartawan yang setiap hari bertugas dilingkungan lembaga DPR, Informan dalam hal ini untuk mengetahui bagaimana kinerja anggota DPR serta citra anggota DPR dimata wartawan, dan

d) Masyarakat. Informan IV bernama Ismail Fahmi, atau yang akrab dipanggil Fahmi. Informan berprofesi sebagai pengusaha dan kepala koperasi Garudayaksa Nusantara cabang Brebes (KGN). Informan dipilih karena masyarakat merupakan konstituen, orang yang di diwakili oleh setiap anggota DPR dalam memperjuangkan aspirasi di daerah pemilihanya. Informan ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kinerja anggota DPR, citra anggota DPR dimata publik, serta harapan terhadap Biro pemberitaan parlemen dalam meningkatkan citra anggota DPR.

Selanjutnya, Narasi disusun berdasarkan pada taktik triangulasi. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode coding. Coding merupakan kegiatan penyandian dalam penelitian yang berfungsi mengubah data-data mentah kualitatif menjadi konsep-konsep yang terorganisir.

Terakhir adalah analisis data. Setelah semua data terkumpul maka langkah berikutnya adalah pengolahan dan analisis data. Yang dimaksud analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan temuan dilapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

Page 57: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

45Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

oleh dirinya sendiri atau orang lain. Peneliti menggunakan logika ini dalam metode analisis studi kasus dengan membangun narasi dari Strategi Biro Pemberitaan Parlemen dalam meningkatan citra Anggota DPR RI.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Kemunculan Citra Negatif Anggota DPR

Pasca reformasi, keterbukaan informasi semakin tinggi. Media massa memiliki kesempatan untuk mempublikasi hal-hal negatif institusi pemerintah, eksekutif, legislatif maupun yudikatif. DPR RI salah satu institusi yang mendapat sorotan tajam dari media massa. Citra negatif DPR mulai meningkat sejak Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi presiden keempat Indonesia. Gusdur beberapakali mengkritik DPR dan mendapat perhatian tinggi dari media massa. Gusdur pernah menyebut DPR seperti taman kanak-kanak (TK), biang provokator dan DPR berisi orang ‘nggak karu-karuan’. Pernyataan Gusdur ini ramai diproduksi menjadi pemberitaan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Lalu, anggota DPR juga sering diberitakan negatif oleh wartawan, seperti berita tentang praktik korupsi, absen rapat, skandal seks, perilaku tindak kekerasan, plesiran ke luar negeri menggunakan fasilitas negara, dan tidur saat sidang paripurna. Perilaku-perilaku negatif ini juga diperkuat dengan survei dan penelitian LSM. Belum lagi, peran media sosial yang sering mempercakapkan perlaku negatif beberapa anggota DPR.

B. Peran Biro Pemberitaan Parlemen Mempublikasikan Kinerja DPRBerdasarkan hasil wawancara, informan mengatakan peran Biro

Pemberitaan parlemen adalah mempublikasikan kinerja anggota DPR. Strategi publikasi menggunakan media massa internal, media sosial dan menjalin kerjasama dengan media arus utama. Jenis media internal DPR adalah, Majalah Parlementaria, Buletin parlementaria, TV Parlemen, Radio Parlemen. Majalah dan bulletin Parlementaria didistribusikan kepada kantor-kantor pemerintah, beberapa perguruan tinggi negeri, DPRD, DPD, kedutaan besar, para anggota DPR dan fasilitas umum seperti di bandara, stasiun dan terminal.

Page 58: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

46 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

DPR juga memiliki empat media sosial resmi yang digunakan untuk menyampaikan kegiatan dan kinerja anggota DPR, yaitu facebook, twitter, youtube dan instagram. Meskipun media sosial DPR sering meng-update konten, tetapi akun media sosial DPR tidak responsif. Beberapa komentar atau tanggapan netizen di media sosial, tidak ditanggapi. Media sosial DPR juga belum menampilkan semua agenda mengenai DPR. Hanya beberapa sidang atau agenda DPR yang dipublis di media sosial. Menurut peneliti, strategi filter konten dilakukan agar tidak memicu persepsi negatif di masyarakat. padahal, jika media sosial menampilkan semua agenda anggota DPR, baik rapat-rapat, sidang maupun kunker, akan menciptakan citra transparansi DPR. Kalaupun ada tanggapan-tanggapan bernada kritis atau nyinyir, seharusnya akun media sosial DPR sudah siap menanggapi komentar tersebut.

C. Komunikasi Interpersonal kepada MasyarakatBiro Pemberitaan Parlemen DPR RI melakukan komunikasi

interpersonal kepada masyarkat. Salah satu bentuk kegiatannya adalah Parlemen Remaja dan kunjungan masyarakat ke dalam gedung DPR. Parlemen Remaja ini ditujukan untuk mengedukasi siswa-siswi SMA dan mahasiswa mengenai bagaimana anggota DPR menjalankan fungsi membentuk undang-undang, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Peneliti merasa program ini adalah program yang baik,

Menurut Kellerman dan Peter (2001) dalam bukunya Interpersonal Communication, komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang memiliki karakteristik, yaitu komunikasi terjadi dari satu orang ke orang lain, komunikasi berlangsung secara tatap muka dan isi dari komunikasi itu merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik hubungan dan peran sosial mereka.

D. Pesan Persuasif Biro Pemberitaan Parlemen dalam Meningkatkan Citra Anggota DPRBiro Pemberitaan Parlemen memiliki peran kehumasan sebagai

pelaksana komunikasi antara organisasi ke publik. Peran sebagai pelaksana komunikasi ini juga sering disebut dengan communicator artinya kemampuan sebagai komunikator baik secara langsung

Page 59: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

47Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

maupun tidak langsung, melalui media cetak/elektronik dan lisan (spoken person) atau tatap muka dan lain sebagainya.

Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI sebagai humas lembaga negara juga wajib berperan dalam memberikan informasi kepada masyarakat khususnya mengenai kinerja anggota dewan. Komunikasi yang dilakukan biro pemberitaan parlemen adalah mempublikasikan hasil kinerja DPR kepada masyarakat. Komunikasi ini dilakukan dengan berbagai sarana komunikasi, yaitu penerbitan bulletin dan majalah Parlementaria, berita di website DPR, bekerja sama dengan media elektronik untuk blocking rubric, publikasi melalui Radio dan TV Parlemen, serta konferensi pers yang dilakukan setiap waktu.

Peran kehumasan Biro Pemberitaan Parlemen dalam menyampaikan informasi dalam bentuk komunikasi persuasif, dapat dianalisis menggunakan Elaboration Likelihood Theory (ELT). Menurut Lien (Lien. 2001), ELT menekankan pada terciptanya komunikasi persuasif dan kekuatan dari sikap yang dihasilkan dari proses komunikasi. Berdasarkan pengakuan informan, komunikasi-komunikasi yang dijalankan Biro Pemberitaan Parlemen, belum bisa dirasakan oleh masyarakat luas, sehingga pembentukan citra dan reputasi kinerja anggota DPR melalui media-media masih belum terbentuk.

Menurut Petty & Cacioppo (1986) dalam (Dainton and Elaine D.Zelley. 2011), penting untuk memahami khalayak yang akan menjadi target pesan komunikasi. Biro pemberitaan parlemen perlu menyusun elaborasi argumen yang akan disampaikan agar pesan komunikasi signifikan terhadap peningkatan citra anggota DPR. Hal ini bisa dilakukan untuk mengklarifikasi berita-berita negatif yang menyerang anggota DPR, seperti isu korupsi, disiplin dan tindak pidana umum.

Pesan-pesan yang disampaikan Biro Pemberitaan Parlemen, dapat diterima dan disalurkan melalui dua jalur berbeda yaitu, central route dan peripheral route (Morisan. 2013). Masyarakat Indonesia banyak menerima paparan informasi negatif mengenai anggota DPR, sehingga pesan-pesan yang disampaikan Biro Pemberitaan Parlemen diterima masyarakaat melalui rute peripheral. Kondisi ini terefleksi melalui cara masyarakat memproses informasi, dengan mengelaborasinya secara tidak mendalam (peripherally).

Page 60: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

48 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Biro Pemberitaan Parlemen sebenarnya sudah berupaya melakukan penyampaian informasi dengan menggunakan media massa mainstream. Menurut informan penelitian, Biro Pemberitaan Parlemen bekerjasama dengan media cetak, online dan elektronik untuk memberitakan kegiatan-kegiatan anggota DPR. Hanya saja, konten berita yang diterima masyarakat belum bisa mengubah kognitif dan persepsi mereka terhadap citra anggota DPR.

Salah satu fungsi Biro Pemberitaan Parlemen DPR adalah melakukan media relasi atau menjaga hubungan baik dengan media dan bekerja sama dalam melakukan publisitas. Hubungan baik tersebut seperti adanya hubungan yang keterkaitan dengan produksi berita dan sumber berita. Biro Pemberitaan Parlemen memberikan informasi kepada media massa dan media massa mempublikasikannya. Karena dengan media massa, masyarakat akan mendapatkan informasi mengenai kinerja DPR.

E. Kerancuan Fungsi Biro Pemberitaan ParlemenBiro Pemberitaan Parlemen memiliki dua tugas utama, yaitu

pemberitaan dan kehumasan. Penggunaan nomenklatur Biro Pemberitaan Parlemen berlaku sejak tahun 2015. Sebelumnya, nomenklatur untuk tugas dan peran kehumasan bernama Biro Humas dan Pemberitaan DPR RI. Berdasarkan struktur organisasi, posisi Biro Pemberitaan Parlemen berada di bawah Sekretariat Jendral dan Badan Keahlian yang menyebabkan, Biro Pemberitaan Parlemen tidak leluasa memiliki akses komunikasi ke anggota DPR. Hal ini menghambat Biro Pemberitaan Parlemen menjalankan tugas komunikasi.

Kehumasan institusi harus memiliki kemandirian sebagai alat manajemen, status dan posisi sebagai alat komunikasi. Posisi humas di DPR, dapat menjadi alat identifikasi tujuan kerja dan dapat juga mencerminkan komunikasi yang digariskan oleh DPR. Hubungan Masyarakat tidak harus selalu ditempatkan dalam lembaga tersendiri atau eksklusif, namun dalam hal ini kemandirian dan keluasaan akses menjadi hal yang penting dalam menjalankan tugas komunikasi (Seitel, 2001).

Dengan memberikan keleluasaan dan kemandirian, bukan berarti Biro Pemberitaan Parlemen memiki tugas seperti anggota DPR, yakni dalam hal anggaran, pengawasan dan legislasi. Melainkan,

Page 61: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

49Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

Biro Pemberitaan Parlemen mendapat akses yang lebih banyak untuk mengetahui hal-hal yang mneyangkut anggota DPR dan DPR sebagai institusi. Biro Pemberitaan Parlemen idealnya berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara anggota DPR dan masyarakat, bukan hanya event organizer atau pelaksana media gathering dan mempersiapkan konferensi pers.

V. PENUTUPKesimpulan ini didapat dari hasil analisa dan interpretasi.

Penelitian ini berusaha untuk mengetahui strategi Biro Pemberitaan Parlemen dalam meningkatkan citra anggota DPR periode 2014-2019. Dalam meningkatkan citra anggota DPR RI, Biro Pemberitaan Parlemen telah melakukan berbagai strategi komunikasi. Diantaranya, pengelolaan media internal seperti penerbitan majalah dan bulletin Parlementaria, penyiaran TV Parlemen, penggunaan website, aplikasi dan media sosial. Biro Pemberitaan Parlemen juga aktif bekerjasama dengan media televisi untuk mempublikasikan kinerja anggota DPR melalui program Blocking Rubric. Biro Pemberitaan Parlemen juga rutin mengadakan konferensi pers dan diskusi dengan wartawan serta program untuk pendekatan kepada masyarakat

Penelitian ini menggambarkan fungsi dan peran Biro Pemberitaan Parlemen belum optimal dalam meningkatkan citra anggota DPR. Beberapa hambatan-hambatan yang muncul seperti tidak adanya komunikasi antara anggota DPR dengan lembaga khususnya Biro Pemberitaan Parlemen untuk mencapai tujuan bersama dalam peningkatan citra anggota DPR. Tidak adanya koordinasi antara lembaga dan anggota DPR dalam menyusun dan mengembangkan pesan untuk dipublikasikan kepada publik, mengakibatkan strategi Biro Pemberitaan Parlemen kurang maksimal.

Keberadaan struktur Biro Pemberitaan Parlemen secara kelembagaan juga tidak strategis seperti struktur kehumasan pada lembaga pemerintah lainnya. Akibatnya, tidak semua kinerja anggota DPR dapat dipublikasikan atau disampaikan Biro Pemberitaan Parlemen kepada masyarakat. Karena kurang kordinasi ini juga, Biro Pemberitaan Parlemen tidak mampu memantau kegiatan dan agenda seluruh anggota DPR baik di dalam gedung maupun di luar gedung DPR.

Page 62: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

50 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Belum lagi, manajemen krisis biro Pemberitaan Parlemen belum berjalan dengan baik. Biro Pemberitaan Parlemen tidak mampu memanajemen isu-isu negatif yang menerpa para anggota DPR, seperti isu korupsi atau tindak pidana lain. dampaknya, karena ulah oknum di DPR, masyarakat beranggapan bahwa semua anggota DPR tidak bekerja sesuai amanah. Padahal masih banyak anggota DPR yang bekerja sesuai dengan konstitusi.

Masa periode 5 tahun dan latar belakang partai politik, turut merenggangkan solidaritas para anggota DPR. Sehingga, tidak jarang, sesama anggota DPR saling menjatuhkan, yang berakibat pada penurunan citra DPR sebagai institusi. Saling serang ini bahkan dilakukan secara terbuka di media massa. Biro Pemberitaan Parlemen, belum mampu memanjemen pertikaian ini, sehingga memunculkan persepsi negatif di masyarakat.

Setelah dilakukan penelitan lapangan, persepsi masyarakat terhadap citra anggota DPR sudah sedikit berubah, Menurut penilaian masyarakat, Upaya strategi yang dilakukan biro pemberitaan parlemen setidaknya sudah mengubah citra anggota DPR yang selama ini dipersepsikan buruk oleh masyarakat, meskipun upaya yang dilakukan oleh biro pemberitaan parlemen belum maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arianti Elvi. (2013). Program Layanan Humas Sekretariat Daerah Kota Tanjungpinang Menuju Good Governance. Jakarta: Universitas Terbuka.

Creswell. John W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih di Antara Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dainton, Marianne and Zelley, Elaine D. (2011). Applying Communication Theoryfor Professional life, a Pratical Introduction. 2nd Edition. London: SAGE Publications Inc.

Handrini Ardiyanti. (2015). Humas Parlemen Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: P3DI dan Azza Grafika.

Page 63: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

51Edi Supriyadi dan Halomoan Harahap

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

DPR ‘paling korup’ menurut persepsi masyarakat Indonesia. (2016). Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39189729.

Indonesia Pengguna Twitter Terbesar Ketiga di Dunia. (2017). Diakses dari http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/22/indonesia-pengguna-twitter-terbesar-ketiga-di-dunia.

Lien, N. (2001). Elaboration Likelihood Model in Consumer Research: A Review. Jurnal of Consumer Research. Volume 11. no 4. hal 301-310.

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.

Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIMYKPN.

Sanjaya, Marta dan Sari, Anna Luvita. (2016). Strategi Media Relations Humas DPR RI dalam Mengelola Citra Sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat. Jurnal Ilmiah Cisec. Volume 3 No. 2. hal 117-122

Morissan, (2013). Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana.

Nawawi, H. H. (2005). Evaluasi dan Manajemen Kinerja dilingkungan perusahaan dan industri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sandra, Oliver. (2007). Pubic PR IN Practice series, relation strategy. London: Kogan Page.

Rosady, Ruslan. (2014). Manajemen Public Relations & Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Saputra, Wahidin, dan Nasrullah, Rulli (2015). Public Relations 2.0:Teori dan Praktik Public Relations di Era Cyber. Jakarta: Gramata Publishing

Seitel, Fraser. (2001). The Practice of Public Relations. New Jersey: Prentice Hall.

Tim Penyusun: Setjen Dan BK DPR RI, (2016), Rencana Strategis Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Tahun 2016-2019.

Page 64: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Strategi Biro Pemberitaan Parlemen

52 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Wibisono, D. (2006). Manajemen Kinerja. Surabaya: Erlangga.

Yin. Robert K. (1997) Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 65: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

53Tati Herlia dan Diah Ismawati

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI(EVIDENCE-BASED POLICY) UNTUK KINERJA

LEGISLASI DPR-RI DAN DAYA SAING BANGSA DILIHAT DARI SUDUT PERTAHANAN NEGARA

Tati Herlia

Balitbang Kemhan,[email protected]

Diah Ismawati

Balitbang Kemhan,[email protected]

ABSTRAKTujuan penulisan ini memberi masukan kepada pusat penelitian Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR-RI dan Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) tentang Kebijakan yang Berbasis Bukti untuk Kinerja Legislasi DPR-RI dan terkai dengan Daya Saing Bangsa dilihat dari sudut Pertahanan Negara. Metode yang digunakan diambil dari beberapa literatur dan teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis. Hasil yang didapat adalah Kinerja Legislasi DPR-RI periode 2014-2019 dikaitkan dengan Kebijakan berbasis bukti pada legislasi DPR- RI, Badan Legislasi yang dibentuk oleh DPR merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap, serta Hakikat Pertahanan Negara dan Analisis Kebijakan Berbasis Bukti Kinerja Legislasi DPR-RI dan Daya Saing Bangsa dari sudut Pertahanan Negara. Kesimpulan dari penulisan ini, Kebijakan Berbasis Bukti Legislasi DPR-RI dilihat dari sudut pertahanan negara, bukan terlihat dari berapa jumlah legislasi yang dihasilkan, namun dilihat dari seberapa besar manfaat dan dampak positif terhadap warga negara juga pertahanan dan keamanan nasional serta seberapa besar daya tawar bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

Kata kunci: kebijakan berbasis bukti; DPR-RI; pertahanan negara.

I. PENDAHULUANPemilihan topik ini berdasarkan penelitian sebelumnya hasil

penelitian DPR-RI yang berisi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) untuk kinerja legislasi DPR- RI dalam rangka Kinerja Legislasi DPR-RI dan untuk meningkatkan daya saing bangsa.

Page 66: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

54 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Kebijakan ini menindaklanjuti dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian terkini dan Informasi yang didapat dalam rangka evaluasi Kinerja Legislasi DPR-RI. Rumusan permasalahan yang akan dikemukan dalam penulisan ini Bagaimana Kebijakan Berbasis Bukti untuk Kinerja Legislasi DPR-RI dan Daya Saing Bangsa dilihat dari sudut pertahanan negara.

II. TINJAUAN PUSTAKACarl Friedrich mengemukakan bahwa pengertian kebijakan

merupakan suatu arah tindakan yang diusulkan oleh sekelompok, seseorang, atau pemerintah di dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap suatu kebijakan yang di usulkan untuk dapat digunakan dan dapat mengatasi suatu tujuan, atau juga dapat merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.

Kebijakan menurut para Ahli pada intinya adalah pencapaian tujuan dalam memecahkan suatu masalah melalui tindakan yang sistematis dan terus menerus. Tingkatan Kebijakan meliputi Kebijakan umum (pedoman), Kebijakan pelaksanaan dan Kebijakan operasional. Beberapa jenis kebijakan meliputi kebijakan keuangan, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara.

Hasil penelitian yang dilakukan para akademisi, lembaga non-pemerintah serta di antaranya Badan penelitian dan pengembangan pemerintah (Balitbang) sering kurang relevan dengan kebutuhan bukti oleh para pengambil kebijakan. Akibatnya banyak kebijakan yang kurang tepat sasaran dan kurang membawa dampak optimal seperti yang diharapkan. Salah satu penyebab ketidakberhasilan penerapan suatu kebijakan adalah adanya penelitian yang tidak akurat atau tidak lengkap.

Penggunaan penelitian berbasis bukti (evidence-based) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam proses perumusan suatu kebijakan. (Universitas Indonesia Library, Artikel Jurnal: Evidence-based policy: A case study on Indonesia’s conditional cash transfer policy). Untuk itu tulisan ini merubah hasil kerja yang tidak relevan menjadi relevan dengan kebutuhan bukti sebagai basis dalam pengambilan kebijakan. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja yang dicapai.

Page 67: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

55Tati Herlia dan Diah Ismawati

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

Legislasi adalah pembuatan Undang-Undang. Sementara daya saing adalah suatu keunggulan pembeda dari yang lain yang terdiri dari comparatif advantage atau faktor keunggulan komparatif dan competitive advantage atau faktor keunggulan kompetitif (Tambunan, 2001).

III. METODOLOGITeknik pengumpulan data diambil dari beberapa literatur

seperti informasi dalam berita, jurnal, dan tulisan para pakar. Teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis yaitu menjelaskan dan menganalisis data dan informasi yang didapat tentang Kebijakan Berbasis Bukti untuk Kinerja Legislasi DPR-RI dan Daya Saing Bangsa dikaitkan dengan current issue Pertahanan Negara.

IV. PEMBAHASANSebelum penulis melanjutkan pembahasan akan disampaikan

hasil data dari beberapa referensi yang didapat yaitu tentang:A. Kinerja Legislasi DPR-RI periode 2014-2019

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah telah menetapkan sekitar 247 (dua ratus empat puluh tujuh) judul Rancangan Undang-Undang yang direncanakan akan disusun dan dibahas dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Namun dalam proses perjalanan tugas dan fungsi DPR, khususnya di bidang Legislasi, banyak terjadi inkonsistensi serta kelemahan karena DPR RI ditemukan belum dapat menghasilkan produk hukum yang sesuai dengan perencanaan. Inkonsistensi DPR RI pada periode saat ini karena disebabkan dalam kurun waktu lima tahun (2009-2014) DPR RI dan Pemerintah sudah mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar dari Daftar Rancangan Undang-Undang (RUU) Program legislasi Nasional (Proglegnas) 2009-2014 sebanyak 5 (lima) RUU. Menurut beberapa sumber penilaian Kinerja Legislasi DPR-I periode 2014- 2019 Lebih Buruk daripada Periode Sebelumnya. Perbandingan Capaian Legislasi DPR 2009-2014 dan 2014-2019 terlihat pada gambar 1.

Menurut Data Formappi, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ditemukan pencapaian legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada tahun 2014-2019 lebih rendah

Page 68: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

56 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

dibandingkan periode sebelumnya. Dalam catatan DPR pada periode 2014-2019 hanya dapat mengesahkan 84 RUU dengan komposisi 49 kumulatif terbuka dan 35 Prolegnas. Pada periode sebelumnya, DPR mengesahkan 125 RUU dengan komposisi 56 RUU kumulatif terbuka dan 69 RUU dalam Prolegnas. Selain itu Formappi juga menyebutkan terdapat 4 RUU tambahan Prolegnas yang tidak terencana serta dikebut pada akhir masa jabatan DPR, antara lain seperti revisi ketiga Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta revisi UU Perkawinan.

Gambar 1. Perbandingan Capaian Legislasi DPR 2009-2014 dan 2014-2019

Fenomena baru terjadi yaitu beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah berunjuk rasa di depan gedung DPR di Jakarta pada hari Selasa tanggal 24 September 2019. Beberapa rangkaian demonstrasi mewarnai penghujung masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk periode tahun 2014-2019 selama kurang lebih hampir dua pekan terakhir. Unjuk rasa yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa, pekerja, masyarakat sampai pada para pelajar ini kerap berujung ricuh. Selain itu juga demonstrasi masih terus ada hingga pelantikan anggota dewan yang baru berlangsung pada tanggal 1 Oktober 2019 lalu. Ketidakpercayaan masyarakat muncul, karena salah satunya penilaian pada rendahnya kinerja DPR dalam lima tahun terakhir.

Kualitas UU yang dihasilkan banyak dipertanyakan. Beberapa UU banyak yang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK), ada yang sampai tiga kali harus direvisi seperti antara lain UU MPR, UU DPR, UU DPD, dan UU DPRD atau yang disebut UU MD3.

Page 69: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

57Tati Herlia dan Diah Ismawati

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

Anggaran Legislasi DPR-RI bertambah tapi capaiannya dianggap rendah dihadapkan pada APBN sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2019, alokasi anggaran untuk wakil rakyat selalu meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan informasi yang ada, peningkatan anggaran itu belum diiringi dengan peningkatan kinerja, khususnya bidang legislasi. Informasi total anggaran untuk legislasi tahun anggaran tahun 2015-2019 sebesar Rp1,57 triliun atau dapat dikatakan rata-rata sebesar Rp314,14 miliar per tahun.

Gambar 2. Rencana Anggaran Legislasi DPR periode 2014-2019

Gambar 3. Anggaran DPR 2015-2020

Page 70: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

58 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Gambar 4. Jumlah UU yang disahkan sepanjang 2015-2019

Kebijakan berbasis bukti pada legislasi DPR-RI, Penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence based policy) merupakan formula penting pemerintah bertindak dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam konteks ini, penyusunan kebijakan berbasis bukti menyasar pada produk hukum, baik berupa peraturan maupun penetapan (keputusan). Kualitas yang dapat dicapai pembuat kebijakan hasilnya jauh lebih baik jika didukung oleh bukti yang teliti dan akurat. Kebijakan berbasis bukti, memungkinkan pemerintah untuk memilih, mendanai dan melaksanakan program publik secara lebih strategis, didukung oleh peta jalan (road map) yang lebih komprehensif. Melalui pendekatan ini, pemerintah dapat mengurangi gap pengeluaran yang tidak perlu, menggunakan bukti hasil program untuk menginformasikan pilihan anggaran, mengidentifikasi dan menghilangkan program yang tidak efektif, memperbanyak program inovatif dan memperkuat akuntabilitas. Lembaga/Kementerian dituntut untuk melahirkan program inovatif. Sebagai contoh, formulasi kebijakan dalam produk hukum atau legislasi DPR-RI, alangkah baiknya didukung oleh Naskah Akademik atau penyusunan keterangan yang di dalamnya melampirkan kebijakan berbasis bukti. Formulasi demikian, diharapkan membantu pengambil keputusan untuk memperoleh informasi yang komprehensif mengenai kebijakan, program, dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan kebijakan dalam rangka pembangunan pemerintah dan pelaksanaannya.

Page 71: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

59Tati Herlia dan Diah Ismawati

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang dan setiap masa sidang. Anggota Badan Legislasi berjumlah paling banyak 2 (dua) kali jumlah anggota komisi, yang mencerminkan Fraksi dan komisi. Untuk Periode tahun 2019-2024 Badan Legislasi memiliki anggota yang mewakili dari 9 fraksi. Keterkaitan dengan Kebijakan Legislasi Berdasar Bukti, DPR seharusnya menghindari memproduksi undang-undang yang justru tidak berpihak kepada rakyat dan berkomitmen menjaga integritas.

B. Hakikat Pertahanan NegaraHakekatnya Pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan

bersifat semesta yang dalam penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak, kewajiban serta keyakinan warga negara pada kekuatannya sendiri. Pertahanan negara disusun berdasar pada prinsip antara lain seperti demokrasi, hak asasi manusia (HAM), kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional, kebiasaan internasional, prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara maritim yang bertujuan menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman baik ancaman militer, nonmiliter maupun ancaman hibrida.

Untuk mewujudkan tujuan strategis pertahanan negara telah disusun pokok-pokok kebijakan umum pertahanan negara seperti antara lain kebijakan pembangunan pertahanan negara yang diarahkan pada pembangunan postur pertahanan negara dalam rangka pemenuhan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF) komponen utama, pembangunan sistem pertahanan negara (sishanneg), pembangunan kelembagaan, pembangunan teknologi dan sistem informasi, kelembagaan, pembangunan teknologi dan sistem komunikasi bidang pertahanan, juga pembangunan di bidang kerjasama internasional, pembangunan industri pertahanan serta pembangunan karakter bangsa. Kebijakan pemberdayaan pertahanan negara tersebut meliputi pemberdayaan industri pertahanan yang diarahkan pada pengembangan industri

Page 72: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

60 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

nasional yang mempunyai kemampuan dalam mendukung industri pertahanan yang berguna untuk pemenuhan alat peralatan pertahanan.

C. Analisis Kebijakan Berbasis Bukti Kinerja Legislasi DPR-RI dan Daya Saing Bangsa dari sudut Pertahanan NegaraDalam mengambil Kebijakan Berbasis Bukti Kinerja Legislasi

DPR-RI dan daya saing bangsa, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan kinerja tahun 2014-2019 dalam rangka mengembalikan kepercayaan rakyat melalui peningkatan kualitas kerja dengan mengambil sikap skala prioritas pada output legislasi yang harus diselesaikan. Skala prioritas yang dimaksud disini dilihat dari sudut pertahanan negara yaitu skala prioritas kebijakan legislasi berbasis bukti yang outcome dan impact-nya meliputi kepentingan seluruh warga negara untuk skala sistem pertahanan dan keamanan nasional seperti tertuang dalam poin hakekat pertahanan negara di atas.

Kebijakan yang berbasis bukti terkait dengan pertahanan negara adalah kepentingan untuk seluruh warga negara. Skala sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang dimaksud penulis di sini adalah kinerja Legislasi DPR-RI yang telah mengesahkan RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut telah dilakukan dalam Rapat Paripurna di kompleks Parlemen Senayan pada tanggal 26 September 2019 yang lalu.

Pelibatan sumber daya nasional untuk pertahanan negara bertujuan untuk memperbesar komponen utama yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama rakyat dan sumber daya alam, sumber daya buatan serta sarana prasarana untuk menghadapi skala ancaman baik militer, ancaman hibrida maupun ancaman non militer. Keberadaan RUU PSDN yang telah disahkan menjadi UU PSDN oleh Badan Legislasi DPR-RI diharapkan sebagai upaya strategis negara dalam menata keteraturan sistem pertahanan negara.

Dalam upaya strategis itulah kita harus menemukan keunggulan pembeda apa yang dapat bersaing dengan bangsa lain. Pembeda kita adalah kekayaan Sumber Daya Nasional yang begitu banyak dan kaya. Bangsa lain tidak mempunyai itu, tetapi mereka punya

Page 73: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

61Tati Herlia dan Diah Ismawati

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

teknologi untuk mengolah sumber daya pertahanan negara kita, maka pada saat itulah bangsa kita masih termasuk unggul dalam bersaing di bidang sumber daya dan perlu bekerjasama dengan bangsa lain yang dapat memberikan transfer teknologinya kepada bangsa kita, tetapi tetap dalam keadaan waspada yang sangat tinggi terhadap kedaulatan negara dan bangsa Indonesia.

V. PENUTUPKebijakan Berbasis Bukti Legislasi DPR-RI dilihat dari sudut

pertahanan negara, bukan terlihat dari berapa jumlah legislasi yang dihasilkan, namun dilihat dari seberapa besar manfaat dan dampak positif terhadap warga negara, pertahanan dan keamanan nasional serta seberapa besar daya tawar bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Skala ancaman yang ada saat ini terbesar adalah ancaman sumber daya. Sumber daya nasional ketersediaannya sangat besar, namun karena pengelolaan dan teknologi kita masih sangat terbatas, maka daya saing bangsa kita masih belum optimal.

Harapan untuk Kinerja DPR-RI ke depan, kiranya lebih selektif dan lebih mengambil upaya skala prioritas legislasi mana yang harus didahulukan penyelesaiannya dari rencana, khususnya terkait keterlibatan seluruh warga negara, ketahanan dan keamanan lingkungannya (rakyat semesta). Penggunaan Anggaran Legislasi DPR-RI ke depan, sebaiknya seefektif dan seefisien mungkin. Utamakan asas manfaat dan dampak positif terhadap warga negara, ketahanan dan keamanan lingkungannya.

Page 74: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

62 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

DAFTAR PUSTAKA

Ibeng, Parta. (2019). Kebijakan-Pengertian-tingkatan- maca- menurut- para- ahli. Jakarta: pendidikan. co.id

Jayani, Dwi Hadya et all. (2019). Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Jakarta.

Kamrussamad Supriyatna, Iwan. (2019). Kinerja DPR Rendah- Kembalikan Kepercayaan Rakyat. Jakarta.

Manggala, Arya. (2019). Suasan-pelantikan-anggota-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)- Periode 2019-2024. Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Jakarta: Suara.com.

Mayasari, Ima. (2018). Kebijakan Daerah berbasis Bukti, Kumpara, Bisnis.

Mugniar’s note. (2018). Mengapa perlu Analisis Kebijakan berbasis Bukti. Semarang.

Puspa Sari, Haryanti. (2019). DPR sahkan RUU pengelolaan Sumber Daya Nasional. Kompas, 26 September 2019.

Safrezi, Fitra & Dwi H. Jayani. (2019). Mengukur Kinerja DPR lama dan Harapan untuk DPR Baru. (Katadata.co.id, diakses 3 Oktober 2019).

Trimaya, Arrista. (2013). Kinerja-fungsi-legislasi-DPR-RI-masa-bakti 2009-2014. Jakarta: Jurnal legislasi Indonesia Vol. 10 No. 03, September.

PEPRES Nomor 97 tahun 2015 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2015- 2019. Jakarta: Kementerian Pertahanan.

Page 75: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

63Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

ANALISIS PEMBAGIAN TUGAS, FUNGSI DAN KEWENANGAN INSTANSI PENGELOLA SDM

APARATUR DALAM PERATURAN KEPEGAWAIAN

Ahmad Juwari

Badan Kepegawaian Negara,[email protected]

Novi Savarianti Fahrani

Badan Kepegawaian Negara,[email protected]

ABSTRAKTulisan ini menganalisis tentang tugas, fungsi dan kewenangan antar Kementerian dan Lembaga pada Pasal 25 UU ASN, yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, KASN, LAN, dan BKN. Banyaknya instansi pemerintah yang mengelola SDM Aparatur ini menyebabkan potensi adanya tumpang tindih antara tugas, fungsi dan kewenangan di antara instansi pemerintah tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana pembagian tugas, fungsi, dan kewenangan antar instansi tersebut di peraturan kepegawaian dengan pendekatan dalam perencaan manajemen PNS yaitu penyusunan dan penetapan kebutuhaan serta pengadaan PNS. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis kualitatif melalui studi literatur peraturan kepegawaian terkait. Hasil dari tulisan ini mengemukakan adanya peta terutama pada bagian perencanaan (penyusunan kebutuhan-pengadaan PNS) dan hubungan antar instansi yang terinci. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada bulan Oktober 2019.

Kata kunci: UU ASN; kelembagaan; perencanaan PNS; SDM Aparatur

I. PENDAHULUANPembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara (UU ASN) menurut (nn, 2014) dimaksudkan untuk terciptanya tata pemerintahan yang baik, sebagai perubahan sistem kepegawaian dari sentralisasi ke desentralisasi dan demokratis serta menjadi transformasi dalam pelayanan yang berkualitas dari sektor publik. Dalam melakukan manajemen ASN,

Page 76: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

64 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

menurut Pasal 25 UU ASN (Indonesia, 2014) menyebutkan bahwa Presiden sebagai pucuk pimpinan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi dan manajemen ASN, namun pengelolaannya didelegasikan kepada 4 (empat) instansi yaitu kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Secara garis besar kekuasaan masing-masing instansi tersebut berdasarkan (Indonesia, 2014), di antaranya:a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang pendayagunaan aparatur negara, berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakn ASN;

b. KASN, berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin perwujudan sistem merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN;

c. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan manajeman ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan

d. BKN, berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria manajemen ASN.

Adanya beberapa instansi yang turut dalam pengelolaan manajemen ASN dapat berpotensi tumpang tindih dalam melaksanakan tugas, fungsi dan juga kewenangannya. Dalam manajemen ASN, seperti termuat dalam Pasal 55 UU ASN (Indonesia, 2014) maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (PP Manajemen PNS) (Indonesia, 2017), bagian-bagian yang berkaitan dengan manajemen ASN (PNS dan PPPK) melingkupi penyusunan dan penetapan kebutuhan; pengadaan; pangkat dan jabatan; pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan perlindungan.

Page 77: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

65Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

Pasal 25 ayat (2) UU ASN (Indonesia, 2014) seperti yang sudah disebutkan sebelumnya menyatakan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dalam kaitannya ini adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) berada di ranah kebijakan manajemen ASN, KASN sebagai pengawas manajemen ASN, BKN sebagai penyelenggara manajemen ASN dan LAN sebagai pusat pengkajian kebijakan manajemen ASN.

Dalam tulisan ini, peneliti fokus terkait dengan penyusunan dan penetapan kebutuhan serta pengadaan pegawai yang merupakan titik awal pemerintah mendapatkan SDM Aparatur yang berkualitas sesuai dengan landasan pembetukan UU ASN. Keberhasilan dari penyusunan dan penetapan kebutuhan serta pengadaan pegawai tidak lepas dari hubungan antar instansi pengelola SDM aparatur. Pada tahun 2017 hingga tahun 2019, pemerintah membuka seleksi CPNS baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keterlibatan 4 (empat) instansi, yakni Kementerian PAN dan RB, LAN, BKN dan KASN dalam proses seleksi CPNS beberapa tahun terakhir tersebut perlu melihat tugas, fungsi dan wewenang masing-masing dalam UU ASN maupun aturan di bawahnya untuk meminimalisir risiko benturan/tumpang tindih yang bisa saja terjadi.

Tulisan ini menganalisis dan mengidentifikasi bagian-bagian apa saja dari kewenangan yang dimiliki oleh instansi pengelola SDM aparatur, yakni KemenPAN RB, LAN, BKN dan KASN terutama dalam tahap perencanaan ASN yang ada dalam UU ASN dan aturan di bawahnya. Peta hasil identifikasi tersebut diharapkan mampu dipahami instansi pengelola SDM aparatur dan masyarakat agar tidak terjadi tumpang tindih kelembagaan.

II. TINJAUAN PUSTAKAInstansi pemerintah, baik KemenPAN dan RB, LAN, BKN

dan KASN memainkan peran penting dalam pengelolaan ASN di Indonesia, dalam memahami wewenang, tugas, dan fungsi tersebut UU ASN menyebut keempat instansi tersebut dalam konteks kelembagaan di bawah Presiden sebagai pucuk pimpinan tertinggi dalam pengelolaan ASN.

Kelembagaan diartikan dalam literatur bahasa Inggris sebagai bureaucracy atau diserap dalam bahasa Indonesia sebagai birokrasi.

Page 78: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

66 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Menurut Weber dalam (Thaha, 2009) mendefinisikan kelembagaan sebagai suatu bentuk organisasi yang ditandai oleh hierarki, spesialiasi peranan dan tingkat kompetensi yang tinggi yang ditunjukkan oleh para pejabat yang terlatih untuk mengisi peran-peran tersebut. Secara lebih detail, Weber mencirikan kelembagaan sebagai (Thaha, 2009):a. Kewenangan yang berjenjang sesuai dengan tindakan organisasi;b. Spesialisasi tugas, kewajiban dan tanggungjawab;c. Posisi didesain sebagai jabatan;d. Penggantian dalam jabatan secara terencana;e. Jabatan bersifat impersonal;f. Suatu sistem aturan dan prosedur yang standar untuk

menegakkan disiplin dan pengendaliannya;g. Kualifikasi yang rinci mengenai individu yang akan memangku

jabatan;h. Perlindungan terhadap individu dari pemecatan.

Uraian senada juga diutarakan Nugroho dalam (Thaha, 2009), di mana kelembagaan memilliki ciri, yaitu: a. Para anggotanya (staf) secara pribadi bebas, dan hanya

melakukan tugas-tugas impersonal dari jabatan-jabatannya;b. Terdapat hierarki jabatan yang jelas;c. Fungsi-fungsi jabatan diperinci dengan jelas;d. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak;e. Penyeleksian atas dasar kualifikasi profesional yang secara

ideal diperkuat dengan diploma yang diperoleh melalui ujian;f. Anggotanya digaji dengan uang dan biasanya mempunyai hak-

hak pensiun;g. Pekerjaan pejabat ialah pekerjaan yang satu-satunya;h. Terdapat suatu struktur karier dan kenaikan pangkat adalah

yang mungkin baik melalui senioritas ataupun prestasi dan sesuai dengan penilaian para atasan;

i. Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi begitu pula sumber-sumber yang menyertai kedudukan itu; dan

j. Pejabat tunduk kepada pengendalian yang dipersatukan dan kepada sistem disipliner.

Page 79: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

67Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

Kaitannya dengan penataan kelembagaan/birokrasi, Fukuyama (LAN, 2013) menjabarkan dua prinsip dalam mendesain kelembagaan pemerintah yang ideal. Pertama, pemerintah harus memiliki kapasitas yang tinggi pada satu sisi dan pemerintah perlu memberikan diskresi yang besar kepada masyarakat dan swasta pada sisi lain. Kapasitas pemerintah sendiri dapat diukur dalam berbagai variabel, misalnya ukuran prosedural birokrasi pemerintah, ukuran kapasitas (misalnya dalam menarik pajak, mengelola sumber daya dan SDM di birokrasi) dan ukuran hasil (output). Menurutnya, yang selama ini terjadi adalah banyak kapasitas pemerintah sangat rendah pada satu sisi dan pemerintah terlalu banyak membuat regulasi pada sisi yang lain sehingga membuat peran dan fungsi pemerintah berjalan tidak efektif. Kedua, menurut Fukuyama, pemerintah perlu mempertimbangkan kekuatan kelembagaan pada satu sisi dan jangkauan fungsi pemerintah pada sisi lain. Sebagai contoh, pemerintah perlu membatasi jangkauannya apabila masyarakat dan kalangan swasta dapat mengambil peran dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, contoh lain pemerintah perlu memperkuat kelembagaannya dalam bentuk misalnya koordinasi antarsektor dan desentralisasi kewenangan agar kapasitas pemerintah (governability) dapat selalu ditingkatkan.

High Capacity

Low Capacity

Too Many Rules

Subordination

Excessive Discretion

Autonomy

Sweet Spot

Gambar 1. Fukuyama (LAN, 2013)

Page 80: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

68 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Hubungan antarInstansi PemerintahLembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai yang berwenang

melakukan kajian terhadap kebijakan pernah melakukan kajian terhadap birokrasi/kelembagaan, dengan memberi kesimpulan sebagai berikut (LAN, 2013):a. Tumpang tindih tugas dan fungsi antar lembaga pemerintah

pusat (Kementerian, LPNK, LNS) masih terjadi. Paling tidak, telah ditemukan 32 bidang yang mengindikasikan terjadinya tumpang tindih dalam menjalankan peran, tugas dan fungsi kelembagaan. Hasil penelitian ini selaras dengan pendapat Prasojo yang intinya menyatakan saat ini birokrasi belum efektif. Tugas dan fungsinya seringkali tumpang tindih, terdeferensiasi dan fragmented. Akibatnya, banyak sekali uang negara yang keluar sia-sia/percuma hanya untuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang overlapping;

b. Pertumbuhan lembaga pemerintah pusat yang tergolong tinggi. Namun, ironisnya, hal tersebut belum diiringi dengan perbaikan tingkat efisiensi, efektifitas dan kinerja secara signifikan. Fenomena ini justru mengakibatkan terjadinya pertumbuhan organisasi kelembagaan pemerintah yang semakin banyak dan/atau membesar yang tercermin dari jumlah jabatan struktural yang cukup besar (terdapat 19.478 di kementerian dan 5.020 pejabat struktural di LPNK). Bila dibandingkan dengan best practices pada tataran internasional, jumlah kementerian di Indonesia tergolong sangat gemuk karena menempati posisi terbanyak nomor 4 (empat) di seluruh dunia;

c. Masalah koordinasi antar organisasi pemerintah pusat dan antara pusat dan daerah yang belum terurai sebagaimana yang diharapkan;

d. Belum adanya standarisasi organisasi pemerintah pusat, terutama bagi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan Lembaga Non Struktural (LNS).

III. METODOLOGI PENELITIANKarya tulis ini mendeskripsikan mengenai analisis dan

identifikasi instansi pengelola ASN di Indonesia yang ada di pusat, terdiri dari KemenPAN dan RB, BKN, LAN dan KASN. Metode yang

Page 81: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

69Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian kepustakaan (library research) terhadap peraturan perundang-undangan dengan melakukan penelusuran peraturan perundang-undangan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau disebut dengan data sekunder dan penelitian. Data diperoleh dengan membandingkan kewenangan, tugas dan fungsi yang diemban keempat lembaga tersebut, dianalisis dan disimpulkan pada peta kewenangan kelembagaan pengelola SDM aparatur terutama pada tahap perencanaan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2019.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keempat instansi yang mengelola SDM aparatur, baik KemenPAN

dan RB, BKN, LAN dan KASN diatur dalam UU ASN, PP Manajemen PNS maupun Peraturan Presiden (Perpres) tentang masing-masing lembaga (Perpres No. 47 Tahun 2015 tentang KemenPAN, Prepres No. 79 Tahun 2018 tentang LAN, dan Perpres No. 58 Tahun 2013 tentang BKN). Keempatnya memiliki fungsi, tugas dan kewenangan sendiri-sendiri. Secara garis besar, matriks fungsi, tugas dan kewenangan keempat instansi tersebut dapat tergambar dalam matriks berikut:Tabel 1. Fungsi, Tugas dan Wewenang Instansi Pengelola Aparatur

Negara dalam UU ASNFungsi Tugas Wewenang

KemenPAN dan RB

1) Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang reformasi birokrasi, akuntabilitas aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata laksana, sumber daya manusia aparatur, dan pelayanan publik;2) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang

Menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk membantu Presiden dalam menyelengarakan pemerintahan negara

Menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan pegawai ASN, meliputi kebijakan: reformasi birokrasi, pembinaan profesi ASN, kebijakan umum manajemen ASN, klasifikasi jabatan ASN,standar kompetansi jabatan, kebutuhan pegawai ASN secara nasional, penggajian,tunjangan dan sistem pensiun.

Page 82: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

70 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Fungsi Tugas Wewenangreformasi birokrasi, akuntabilitas aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata laksana, sumber daya manusia aparatur, dan pelayanan publik; 3) Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; 4) Koordinasi pelaksanaan supervisi dan pengawasan penyelenggaraan administrasi pemerintahan; 5) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; 6) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Selain itu juga kebijakan pemindahan PNS antarjabatan, daerah dan instansi, kebijakan pertimbangan kepada Presiden dalam penindakan PyB dan PPK yang menyimpang pada sistem merit dan kebijakan rencana kerja KASN, LAN, dan BKN

Page 83: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

71Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

Fungsi Tugas WewenangLAN 1)Pengembangan

standar kualitas pendidikan dan pelatihan ASN, 2) Pembinaan pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial ASN, 3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial, 4) Pengkajian terkait kebijakan dan manajemen ASN, dan 5) Akreditasi lembaha pendidikan dan pelatihan ASN

1) Meneliti, mengkaji dan melakukan inovasi manajemen ASN; 2) Membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ASN berbasis kompetensi; 3)Merencanakan dan mengawasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan ASN; 4) Menyusun standar dan pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidkan, pelatihan teknis fungsional dan penjenjangan tertentu; 5) Memberikan sertifikasi kelulusan peserta diklat penjenjangan; 6) Membina dan menyelenggarakan diklat analis kebijakan publik; 7) Membina jabfung di bidang diklat.

1)Mencabut izin penyelenggaraan diklat ASN yang melanggar UU; 2) Memberi rekomendasi kepada menteri dalam bidang kebijakan dan manajemen ASN; 3) Mencabut akreditasi lembaga diklat yang tidak memenuhi standar.

BKN 1)Pembinaan penyelenggaraan manajemen ASN;2) Penyelenggaraan manajemen ASN

1)Mengendalikan seleksi calon pegawai ASN; 2) Membina dan menyelenggarakan

Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan norma, standar, prosedur

Page 84: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

72 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Fungsi Tugas Wewenangdalam bidang pertimbangan teknis formasi, pengadaan, pemindahan antarinstansi, persetujuan kenaikan pangkat, pensiun; 3) Penyimpanan informasi pegawai ASN dan bertanggungjawab atas pengelolaan dan pengembangan sistem informasi ASN.

penilaian kompetensi serta mengevaluasi pelaksanaan peilaian kinerja pegawai ASN; 3) Membina jabfung di bidang kepegawaian; 4) Mengelola dan mengembangkan sistem informasi kepegawaian ASN berbasis kompetensi; 5) Menyusun norma, standar, dan prosedur teknis pelaksanaan kebijakan manajemen ASN; 6) Menyelenggarakan administrasi kepegawaian ASN; 7) Mengawasi dan mengendalikan NSP manajemen kepegawaian ASN

dan kriteria manajemen ASN

KASN KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah

1) Menjaga netralitas pegawai ASN; 2) Melakukan pengawasan dan pembinaan profesi ASN; 3) Melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan

1) Mengawasi setiap tahapan proses pengisian JPT mulai dari seleksi hingga pelantikan JPT; 2) Mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN; 3) Meminta informasi dari

Page 85: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

73Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

Fungsi Tugas Wewenangmanajemen ASN kepada Presiden.

pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN; 4) Memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN; 5) Meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi pemerintah.

Sumber: Diolah oleh Tim Peneliti

Dari matriks aturan tersebut, terdefinisikan fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing instansi. Ringkasnya, KemenPAN berada di ranah kebijakan, BKN pada tataran regulasi teknis dan manajemen ASN, LAN pada pengkajian kebijakan manajemen ASN dan juga pendidikan dan pelatihan ASN, sedangkan KASN menjadi pemimpin dalam pengawasan sistem merit.

Kaitannya dengan tahap perencanaan ASN, yakni pada proses penyusunan dan penetapan kebutuhan hingga pada penetapan CPNS menjadi PNS, maka KemenPAN RB berada dalam area kebijakan kebutuhan pegawai ASN secara nasional, BKN kemudian melaksanakan tugasnya dalam kerangka pengendalian seleksi CPNS. LAN, kaitannya dengan pendidikan dan latihan CPNS, merencanakan dan mengawasi kebutuhan pendidikan dan pelatihannya. Semua tahapan penetapan kebutuhan hingga pelatihan tersebut diawasi oleh KASN dalam ruang lingkup penerapan sistem merit.

Identifikasi kewenangan masing-masing lembaga secara lebih rinci diatur dalam PP Manajemen PNS di BAB II (Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan) dan BAB III (Pengadaan). Berikut tabel yang menunjukkan proses tersebut.

Page 86: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

74 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Tabel 2. Output dan Pembagian Kewenangan dalam Perencanaan PNS(PP Manajemen PNS)

No Output KemenPAN RB BKN LAN KASN

Instansi Pusat dan

Daerah1. Penyusunan kebutuhan √

2. Penetapan pedoman penyusunan kebutuhan √

3.Collecting dokumen kebutuhan PNS √ √

4.Ketentuan tata cara penyusunan kebutuhan bersifat elektronik

5.Ketentuan tata cara pelaksanaan penyusunan kebutuhan

6. Pertimbangan teknis penetapan kebutuhan √

7. Penetapan kebutuhan √

8. Pembentukan panitia seleksi pengadaan PNS √

9. Penetapan NIP setelah lulus seleksi √

10. Pembinaan pendidikan dan pelatihan √

11. Aturan mengenai diklat √

12. Ketentuan teknis pengadaan PNS √

Sumber: Diolah oleh Tim Peneliti

Output dari masing-masing instansi di atas memperlihatkan pembagian tugas yang cukup jelas di antara KemenPAN, BKN, dan LAN. Walaupun dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan serta pengadaan tidak disebutkan, namun KASN kaitannya dalam penerapan sistem merit perlu melihat proses tersebut apakah melenceng dari pelaksanaan merit system atau tidak.

Page 87: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

75Ahmad Juwari dan Novi Savarianti Fahrani

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

Hal yang menjadi catatan adalah hubungan antara KemenPAN RB sebagai organisasi level kementerian dengan Lembaga Pemenerintah Non Kementerian (LPNK), kaitannya dengan KemenPAN, yakni dengan BKN, LAN dan KASN. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) Pasal 25 ayat (2) menurut (LAN, 2013) disebutkan bahwa “Lembaga Pemerintah Non Kementerian berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri yang mengoordinasikan”. Kajian LAN tersebut memberikan penjelasan bawah ada ketidakjelasan peran dan hubungan antara kementerian dan LPNK yang bisa menciptakan kerancuan tata kelola dan juga efektifitas pelaksanaan tugas kepemerintahan.

Resiko tumpang tindih kewenangan tersebut setidaknya ada. Baik UU ASN, PP Manajemen PNS, maupun aturan di level Peraturan Menteri dan Peraturan Kepala dengan secara spesifik mengatur kewenangan masing-masing instansi mampu meminimalisir overlapping kewenangan organisasi. Di satu sisi, KemenPAN sebagai koordinator ketiga LPNK (BKN, LAN, dan KASN) perlu memperkuat fungsi sebagai koordinator agar pengelolaan SDM aparatur berjalan dengan efektif dan efisien.

V. PENUTUPDari hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa pembagian kewenangan antarinstansi pengelola SDM aparatur dalam UU ASN maupun PP Manajemen PNS sudah ditetapkan secara spesifik terutama terkait dengan proses perencanaan ASN, dari penyusunan kebutuhan hingga pengadaan. Namun demikian, masih adanya resiko overlapping kelembagaan antarinstansi pengelola SDM aparatur perlu diperkecil dengan cara spesifikasi kewenangan turunan dari UU ASN maupun PP Manajemen PNS serta menguatkan peran KemenPAN RB sebagai koordinator BKN, LAN, dan KASN dalam melakukan pengelolaan SDM aparatur yang efektif dan efisien.

Page 88: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Analisis Pembagian Tugas, Fumgsi dan Kewenangan Instansi

76 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian PAN dan RB.

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2018 tentang Lembaga Administrasi Negara.

Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2013 tentang Badan Kepegawaian Negara.

Indonesia, R. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. , Pub. L. No. 5494, 1 (2014).

Indonesia, R. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. , Pub. L. No. 6037 (2017).

LAN, P. K. K. K. (2013). Kajian Desain Kelembagaan Pemerintah Pusat; Arsitektur Kelembagaan Tahun 2014-2019. Jakarta.

nn. (2014). Naskah Akademik RUU-ASN.

Thaha, R. (2009). Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah, Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 2, No. 1, pp. 39–62. https://doi.org/10.34225/jidc.2005.3.103.

Page 89: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

77Sidiq Budi Sejati

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

PEMANFAATAN MEDIA SOSIALSEBAGAI MEDIA ASPIRASI ANGGOTA DPR RI

DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK

Sidiq Budi Sejati

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI,[email protected]

ABSTRAKAnggota DPR dipilih oleh rakyat menjadi wakil rakyat dengan harapan dapat menyuarakan aspirasinya. Aspirasi merupakan sebuah bukti data aktual harapan masyarakat terkait solusi yang diinginkan terhadap permasalahan yang terjadi. Aspirasi tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah kebijakan yang menjawab berbagai masalah di masyarakat, dalam hal ini sebagai konstituen. Salah satu momentum untuk mendengarkan aspirasi konstituen yaitu pada saat masa reses. Namun kenyataannya masih banyak anggota DPR yang belum optimal dalam memanfaatkan masa resesnya, sehingga banyak aspirasi dari masyarakat yang belum terjaring dengan baik. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, seperti media sosial yang telah berkembang pesat saat ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan masa reses tersebut. Tujuan penulisan ini ingin menunjukkan bahwa dengan mengoptimalkan pemanfaatan penggunaan media sosial, aspirasi dari masyarakat akan dapat terjaring dengan lebih cepat, selain itu masyarakat juga dapat ikut berpartisipasi di setiap tahapan proses perumusan kebijakan publik oleh DPR. Dengan pemanfaatan media sosial, proses komunikasi antara anggota DPR dengan masyarakat dapat lebih mudah dilakukan sehingga perwujudan dari parlemen modern dapat tercipta dengan adanya transparansi dan akuntabilitas di dalamnya. Selain itu melalui media sosial, aspirasi dapat terus disuarakan dan diawasi prosesnya sampai menjadi sebuah produk kebijakan publik. Proses pembuatan kebijakan publik yang melibatkan partisipasi masyarakat melalui penyampaian aspirasi diharapkan dapat menjadi produk kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga akan dapat dirasakan manfaatnya dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai konstituen terhadap wakilnya di parlemen.

Kata kunci: Aspirasi; DPR; Rakyat, Media Sosial; Reses; Kebijakan Publik.

Page 90: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

78 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

I. PENDAHULUANMenjalankan peran sebagai seorang wakil rakyat, anggota

DPR harus mengetahui dan memahami apa yang diinginkan rakyat sebagai konstituen yang diwakilinya. Banyak sekali cara yang dapat dilakukan oleh wakil rakyat untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh masyarakat. Cara yang paling mendasar adalah dengan melakukan sebuah komunikasi dengan konstituennya. Komunikasi antara wakil rakyat dengan konstituen merupakan hal wajib yang tidak bisa dikesampingkan oleh seorang wakil rakyat. Rakyat sebagai konstituen berhak untuk menyampaikan aspirasinya kepada wakilnya untuk ditampung serta diolah kemudian disuarakan dan diperjuangkan menjadi sebuah kebijakan.

Hal tersebut merupakan amanat yang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang tertuang pada pasal 72. Selain itu kewajiban anggota DPR untuk menyerap aspirasi dari masyarakat secara teknis juga tertuang jelas dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib pada Pasal 210 Bab XIII Representasi Rakyat dan Partisipasi Masyarakat.

Pada tahun 2017 DPR menempati posisi paling rendah terkait tingkat kepuasan masyarakat di antara 13 institusi demokrasi dan penegak hukum di Indonesia. Diantara indikator nilai pengukuran kepuasan penilaian tersebut penyerapan aspirasi mendapatkan nilai paling rendah yaitu sebesar 29 persen dibandingkan indikator lainnya. Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa penyerapan aspirasi publik menempati tingkat kepuasan yang paling rendah, sehingga anggota DPR perlu meningkatkan kinerjanya dengan melahirkan produk kebijakan publik yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Tashandra, 2017). Dengan melihat perkembangan teknologi informasi di era revolusi industri 4.0 saat ini, media sosial menjadi salah satu alat komunikasi yang efektif dan efisien di masyarakat. Oleh karena itu, tulisan ini ingin menunjukkan bagaimana peran pemanfaatan media sosial yang digunakan secara optimal oleh anggota DPR RI sebagai media aspirasi di dalam proses pembuatan kebijakan publik.

Page 91: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

79Sidiq Budi Sejati

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Komunikasi Politik dan Good Governance

Aspirasi yang disampaikan kepada anggota dewan merupakan sebuah bentuk komunikasi politik atas informasi mengenai harapan atau tujuan atas keberhasilan pada masa yang akan datang. Sastroadmodjo (1995:123) mengatakan fungsi komunikasi politik merupakan sebuah bagian struktur politik dalam menyerap berbagai aspirasi, pandangan serta gagasan dalam masyarakat dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan. Selain itu komunikasi politik juga berfungsi untuk menginformasikan rencana serta kebijaksanaan pemerintah kepada rakyatnya. Cara komunikasi ini bisa dilakukan secara person to person, person to many person dan many person to many person (Arinanto dan Fatmawati, 2009:27).

Sedangkan menurut Sedarmayanti (2012:5-6) ada empat prinsip utama kepemerintahan yang baik berdasarkan administrasi publik, diantaranya adanya pertanggung jawaban yakni akuntabilitas, transparan, terbuka terhadap kritik, dan memiliki jaminan kepastian hukum di setiap kebijakan publik yang dibuat.

B. Media SosialPerkembangan teknologi informasi yang berkembang saat

ini dengan pesatnya merupakan sebuah media baru yang dapat digunakan sebagai sarana untuk berdemokrasi. Jenkins dan Thorburn dalam Debora (2015:309) mengatakan media sosial akan melahirkan terbentuknya medan baru dalam relasi-relasi sosial. Dimulai dari terbentuknya cyberspace, lalu membentuk cyberculture, dan akhirnya membentuk cyber democracy. Media sosial ini akan membuat perubahan menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti perubahan kultur media, ekonomi sampai kepada bentuk pemerintahan serta aliansi politik sehingga ruang publik akan menjadi terbuka.

Ada semacam pandangan bahwa dalam cyberspace dapat berubah menjadi civic cyberspace. Asumsi ini berkembang karena penggunaan media sosial dapat memunculkan peran baru bagi para penggunanya untuk langsung menjadi netizen. Yaitu sebuah kewarganegaraan yang aktif dan partisipatif untuk terlibat dalam proses-proses sosial bahkan politik.

Page 92: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

80 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

C. Formulasi Kebijakan PublikEllison, Bauld dan Powell dalam Rutiana (2011:8) mengatakan

kebijakan publik merupakan sebuah perangkat untuk menggunakan kekuatan, seluruh sumber daya dan sistem dalam menangani kebutuhan dan keperluan publik. Proses pembuatan kebijakan publik yang demokratis menurut Thoha (2014:104) akan lebih bermakna apabila mampu mempromosikan kepentingan dan aspirasi masyarakat itu sendiri, dan bukannya kepentingan elite dan sekelompok orang saja. Karena proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal yang lebih penting ketimbang isinya. Dengan demikian prinsip ini berarti bahwa proses pembuatan kebijakan publik dalam pemerintahan yang demokratis terletak bagaimana proses kebijakan itu dibuat, bukannya terletak pada isi kebijakan tersebut. Jadi proses pembuatan kebijakan publik dari hulu ke hilir, dapat dilihat sebagaimana diagram pada Gambar 1 (Nugroho, 2008: 189).

Proses Kebijakan

Isu Kebijakan(Agenda Pemerintah)

Proses Politik

input

Formulasi Kebijakan

proses

Lingkungan Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Kinerja Kebijakan

output

Gambar 1. Tahap Proses Pembuatan Kebijakan Publik

III. METODOLOGIMetode yang digunakan di dalam penulisan artikel ilmiah ini

adalah mengunakan tinjauan literatur. Tinjauan literatur dilakukan dengan mencari, membaca, dan menelaah laporan-laporan yang relevan baik pada media massa, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku teknis dan dokumen dari berbagai lembaga survei. Atas dasar data, teori serta studi yang pernah dilakukan kemudian dianalisa secara deduktif untuk menjelaskan masalah artikel ini.

Page 93: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

81Sidiq Budi Sejati

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

IV. PEMBAHASANSurvei yang dilakukan oleh Center for Strategic and Internasional

(CSIS) pada tahun 2013 di 31 provinsi menunjukan 82 persen masyarakat tidak mengenal siapa anggota dewan di daerahnya dan hanya 18 persen masyarakat yang mengenal anggota dewannya. Hasil survei juga menunjukan 88,3 persen masyarakat tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan anggota dewannya, sedangkan hanya 11,7 persen yang tahu bagaimana berkomunikasi dalam menyampaikan aspirasinya. Angka tersebut menunjukan masih adanya sikap pesimis dari masyarakat yang beranggapan meskipun aspirasi mereka disampaikan harapan mereka terhadap aspirasi tersebut tidak akan pernah terwujud (Gatra, 2013). Hal ini juga didukung oleh data dari dari Bapennas (2004) yang menunjukan bahwa konstituen lebih banyak menyatakan tidak dihubungi oleh anggota DPR ketika ada kunjungan kerja ke daerahnya.

Tabel 1. Kunjungan ke KonstituenPernah dihubungi DPR/D 2001 2002 2003

Dihubungi 7% 4% 2%

Tidak Dihubungi 85% 87% 95%

Tidak Tahu 8% 8% 2%

Tidak Menjawab 1% 1% 1%Sumber: Bappenas.go.id, 2004

Dari sisi legislasi keberpihakan dalam pembentukan undang-undang DPR periode Tahun 2014-2019 lebih fokus mengurus legislasi yang terkait dengan kepentingan dan keperluan anggota DPR sendiri. Undang-Undang tentang UU MD3 merupakan undang-undang yang paling sering direvisi di periode 2014-2019. Sementara beberapa RUU yang penting bagi publik dan perlindungan HAM belum selesai dirampungkan, seperti RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Penyadapan, RUU Data Pribadi, dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Sikap apatis masyarakat kepada DPR ini dikarenakan dalam tubuh DPR dianggap masih banyak yang melakukan korupsi serta dinilai kurang fungsinya. Selain itu melekatnya hubungan antara DPR dengan partai politik juga mempengaruhi dikarenakan sering mendapat nilai kepercayaan

Page 94: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

82 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

yang rendah dari masyarakat. Misalnya dalam hal legislasi terkait capaian target pembuatan undang-undang serta aspirasi atau kepentingan masyarakat yang benar-benar diperjuangkan atau tidak di dalamnya (Saputra, 2019).

Gatra (2014) juga mengungkapkan penilaian dari Centre for People Studies and Advocation (CEPSA) terhadap hasil pelaksanaan reses yang mengatakan bahwa hasil reses belum menghasilkan laporan substantif serta kontruktif terhadap perubahan kesejahteraan rakyat. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga belum pernah melihat kehadiran anggota DPR di dalam rapat paripurna lebih dari 50 persen pada setiap masa sidang, rata-rata kehadiran selalu kurang dari 50 persen sehingga sidang tersebut tidak mencapai hasil kuorum (Faradhipta, 2019). Absennya para anggota ini dikarenakan banyak anggota DPR yang melakukan kunjungan ke berbagai daerah, baik itu ke daerah konstituen ataupun daerah lainnya. Kunjungan yang begitu banyaknya tidak menjadi jaminan apabila dalam setiap sidang kebutuhan jumlah anggota mencapai kuorum saja tidak terpenuhi. Padahal perjuangan sesungguhnya adalah bagaimana para anggota dewan bisa menyampaikan seluruh aspirasi dari kunjungan tersebut menjadi pembahasan dalam sidang. Adapun grafik kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna Tahun 2018-2019 dapat dilihat pada Gambar 2.

Banyak cara untuk menutup celah kekurangan dalam proses penyampaian aspirasi konstituen dengan anggota dewan diantaranya dengan mengoptimalkan kemajuan teknologi informasi. Anggota dewan saat ini harus bisa memaksimalkan penggunaan media sosial yang sudah tersedia dengan cara membuat media sosialnya secara pribadi ataupun media sosial yang dimiliki oleh DPR (Twitter, FB, Youtube, Instagram, DPR Now) sebagai sarana menyerap aspirasi dan kalau perlu mensosialisasikan media tersebut kepada konstituennya masing-masing agar dapat menjadi sarana penyampaian aspirasi mereka kepada wakilnya di DPR. Media sosial ini akan terus dapat menampung aspirasi-aspirasi konstituen yang belum sempat tersampaikan ataupun konstituen yang memang tidak sempat bertemu oleh anggota DPR ketika kunjungan pada masa reses. Media sosial ini juga dapat memberikan informasi kepada konstituen mengenai program kegiatan dan proses kerja yang dilakukan

Page 95: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

83Sidiq Budi Sejati

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

para wakilnya di parlemen, sehingga konstituen juga dapat ikut berpartisipasi dalam mengawasi wakilnya dan mengambil bagian dalam program kerja DPR. Hal ini sangat mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam mewujudkan Parlemen Modern yang sudah dicanangkan di periode sebelumnya.

Sumber: Lokadata, Beritagar.id, 2019Gambar 2. Grafik Kehadiran Anggota DPR dalam Rapat Paripurna Tahun

2018-2019

Jika DPR ingin memperbaiki penilaiannya di mata publik, maka perlu dilakukan sebuah proses demokrasi yang jujur dan juga mendidik di mana seharusnya pengisian masa reses tidak hanya sebuah formalitas biasa antara rakyat dan wakilnya (menjalin silaturahim), tetapi juga kualitas dari reses itu sendiri perlu ditingkatkan agar lebih bertanggung jawab dan dapat benar-benar dijalankan sebagai bentuk pelayanan serta pembelajaran politik oleh wakil rakyat terhadap publik. Selain mempengaruhi dalam proses pembuatan kebijakan, komunikasi politik sendiri merupakan wadah atau tempat mengalirnya informasi, sehingga secara lebih akurat dapat mengetahui aspirasi apa saja yang akan diproses oleh para terwakilnya menjadi sebuah kebijakan. Di mana kebijakan tersebut akan dapat diakui dan dirasakan oleh rakyat sebagai amanah dari aspirasi yang mereka sampaikan. Amanah dalam menyerap aspirasi sudah tercantum jelas dalam undang-undang dan juga diperjelas

Page 96: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

84 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

kembali di dalam tata tertib DPR, anggota DPR diharapkan dapat benar-benar memanfaatkan masa reses dengan maksimal untuk menyerap aspirasi rakyat dan memperjuangkannya menjadi sebuah kebijakan yang pro rakyat, anggota DPR tidak bisa menyatakan dirinya sebagai wakil aspirasi rakyat, namun kenyataanya sama sekali tidak mendengar apa sebenarnya aspirasi rakyat itu. Anggota DPR harus bisa menghapus citra negatif yang timbul selama ini di mata publik, sehingga rakyat sebagai konstituen tidak kehilangan kepercayaan kepada para wakilnya di parlemen.

V. PENUTUPPenyerapan aspirasi rakyat oleh anggota DPR sebagai wakil

rakyat sangat diperlukan guna melakukan fungsinya sebagai representasi rakyat. Masa reses sebagai momentum penting dalam menyerap aspirasi di mana terjadi proses komunikasi politik antara rakyat sebagai pemberi mandat dan anggota dewan sebagai penerima mandat. Sebuah aspirasi seharusnya tidak hanya bisa diserap pada saat melakukan kunjungan ke konstituen, tetapi juga dapat disalurkan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang berkembang saat ini. Hasil kerja serta prestasi anggota dewan sangatlah berpengaruh terhadap kepercayaan rakyat. Sedangkan kepercayaan merupakan modal utama bagi anggota dewan dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai representasi rakyat. Anggota DPR merupakan pejuang aspirasi rakyat yang ditunjuk oleh rakyat dengan harapan dapat menunjukan kinerja dan prestasinya dalam implementasinya sebagai legislator di dalam proses pembuatan kebijakan publik. Jika kinerja wakilnya tidak baik maka kepercayaan publik akan lemah dan akhirnya akan merusak kepercayaan rakyat terhadap para wakilnya di parlemen.

Oleh karena itu, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat memanfaatkan perkembangan teknologi yang kian nyata. Terlebih lagi perkembangan media sosial ini juga dapat mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dari anggota DPR kepada para konstituennya. Melalui media sosial, anggota DPR dapat turut menyerap aspirasi dari konstituennya. Selain itu, Parlemen Modern yang dicanangkan DPR sangat membantu dalam menyerap aspirasi rakyat dengan lebih optimal yaitu melalui penggunaan media sosial sehingga masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam proses

Page 97: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

85Sidiq Budi Sejati

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

pembuatan kebijakan di DPR. Dengan demikian, jika pembuatan kebijakan publik dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel maka akan meningkatkan trust atau kepercayaan publik terhadap DPR sehingga dapat mewujudkan good governance dalam pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. (2004). Akuntabilitas Wakil rakyat masih Rendah Perlu Penyusunan Indikator demokrasi dan Perbaikan Perundang-Undangan, (online), (https://www.bappenas.go.id/files/1413/5228/2735/1akuntabilitas-wakil-rakyat-masih-rendah-perlu-penyusunan-indikator-demokrasi-dan-perbaikan-perundang-undangan__20081123185136__1261__0.pdf, diakses tanggal 25 Oktober 2019).

Faradhipta, A. Chandra. (2019). Masa Kelam DPR RI Periode 2014-2019 dan PR Besar Anggota DPR RI 2019-2024, (online), (https://www.kompasiana.com/adrian42207/5d786f6f097f3637900b8ea2/masa-kelam-dpr-ri-periode-2014-2019-dan-pr-besar-anggota-dpr-ri-2019-2024?page=2, diakses 16 November 2019).

Fatmawati & Satya Arinanto. (2009). Buku Panduan Tentang Menjalin Hubungan Konstituen dan Keterwakilan. Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI dan UNDP.

Gatra, Sandro. (2013). Memprihatinkan, Anggota DPR Tak Dikenal Konstituen, (online), (https://nasional.kompas.com/read/2013/05/26/ 22013970/Memprihatinkan.Anggota.DPR.Tak.Dikenal.Konstituen, diakses 29 Oktober 2019).

Gatra, Sandro. (2014). Masa Reses DPR untuk Serap Aspirasi Rakyat, Bukan Waktu Istirahat!, (online), (https://nasional.kompas.com/read/2014/12/11/14422321/Masa.Reses.DPR.untuk.Serap.Aspirasi.Rakyat.Bukan.Waktu.Istirahat., diakses 24 Oktober 2019).

Page 98: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pemanfaatan Media Sosial sebagai Media Aspirasi Anggota DPR RI

86 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Lokadata (2019). Kehadiran anggota DPR Dalam Rapat Paripurna, (online), (https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/kehadiran-anggota-dpr-dalam-rapat-paripurna-2018-2019-1569569325#, diakses 16 November 2019).

Napitupulu, P. (2007). Menuju Pemerintahan Perwakilan. Jakarta: PT. Alumni.

Nugroho, Riant & H.A.R. Tilaar (2008). Kebijakan dan Pendidikan “Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib

Sanur, Debora L. (2015). Urgensi Membangun Parlemen Modern. Jurnal Kajian Vol. 20 No. 4 Desember 2015, 309.

Saputra, Andi. (2019). Kinerja Legislasi DPR 2014-2019 Sangat mengecewakan, (online), (https://news.detik.com/berita/d-4726353/kinerja-legislasi-dpr-2014-2019-sangat-mengecewakan/2, diakses 05 November 2019).

Sastroadmodjo, S. (1995). Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sedarmayanti. (2012). GOOD GOVERNANCE “Kepemerintahan Yang Baik” Bagian Kedua Edisi Revisi Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju good Governance. Bandung: CV. Mandar Maju.

Tashandra, Nabila. (2017). Kepuasan Publik Terhadap DPR Paling Buncit, (online), (https://nasional.kompas.com/read/2017/11/26/22391171/kepuasan-publik-terhadap-dpr-paling-buncit, diakses 24 oktober 2019).

Thoha, M. (2014). Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 TentangMPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Page 99: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

87Ayu Wulandari

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

KINERJA LEGISLASI DPR DARI MASA KE MASA: TINJAUAN POLITIK-HISTORIS PENTINGNYA

EVIDENCE BASED POLICY

Ayu Wulandari

Universitas Gadjah Mada,[email protected]

ABSTRAKPasca reformasi, hasil kinerja DPR RI dalam legislasi mengalami penurunan. Bahkan pasca periode SBY, kinerja legislasi DPR semakin lemah, terbukti dari sedikitnya pengesahan RUU menjadi Undang-Undang. Hal ini dikarenakan masih kurangnya antusias DPR untuk mengadakan kinerja legislasi berbasis bukti atau evidence based policy, yang berakibat pada kebijakan DPR yang hanya melihat pada kepentingan elit politik. Penelitian ini hadir dengan pendekatan sejarah, dimana proses penelitian dilakukan dengan pengumpulan sumber atau heuristik, verifikasi, interpretasi, dan diakhiri dengan penulisan hasil penelitian. Dengan pendekatan sejarah, terbukti bahwa kinerja legislasi DPR RI dari masa ke masa mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan peraturan hingga perubahan iklim politik nasional. Untuk meningkatkan kinerja legislasi DPR, maka DPR setidaknya harus melakukan kinerja berbasis bukti melalui dua program besar, yaitu melalui riset ilmiah dan melalui interaksi dengan warga negara. Interaksi ini dapat dilakuka baik secara langsung maupun tidak langsung. Kinerja legislasi berdasarkan bukti memiliki tingkat urgensi yang tinggi untuk meningkatkan transparansi kebijakan Pemerintah, meningkatkan kualitas daya saing bangsa Indonesia, hingga meningkatkan daya pikir bangsa yang kritis.

Kata kunci: legislasi; evidence based policy; riset; interaksi

I. PENDAHULUANSebagai negara demokrasi, Indonesia memiliki Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga penyalur aspirasi. Atau dengan kata lain, DPR merupakan penghubung antara rakyat dengan Pemerintah dan jajarannya. Hal ini selaras dengan konsep DPR yang dijelaskan oleh Marbun (1982:55) bahwa dewan perwakilan rakyat adalah suatu lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai penyalur

Page 100: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

88 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

aspirasi rakyat mengenai penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.

Dalam melaksanakan wewenangnya, DPR memiliki tiga fungsi yaitu legislasi, anggaran, serta pengawasan. Dari ketiga fungsi yang ada, pada kenyataannya hanya fungsi legislasi-lah yang paling menonjol. Pada dasarnya fungsi legislasi ini berkaitan dengan kewenangan DPR untuk membuat kebijakan dan undang-undang. Dalam prosesnya, DPR memiliki wewenang untuk menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas); Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU); Menerima RUU yang diajukan oleh DPD; Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD; MenetapkanUndang-Undangbersama dengan Presiden; serta berhak menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang yang diajukan Presiden untuk ditetapkan menjadi UU.

Fungsi legislasi DPR ini telah dilaksanakan dari masa ke masa, dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, fungsi DPR yang paling kentara dalam hal ini adalah menerima, membahas, dan menyetujui atau tidak mengenai penetapan RUU menjadi UU. Berkaitan dengan hal ini, Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga negara yang berwenang merumuskan kehendak rakyat atau publik untuk kemudian dituangkan ke dalam undang-undang atau kebijakan (Yani, 2018: 349). Artinya, undang-undang yang dibahas bersama DPR harus merepresentasikan kepentingan publik, sehingga dalam hal ini DPR juga merupakan lembaga yang keputusannya mewadahi kepentingan umum (Budiardjo, 2008:173). Sayangnya, fungsi legislasi DPR selama ini belum dijalankan berdasarkan riset atau bukti. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya demonstrasi atau protes dari berbagai kalangan, yang menuntut pembatalan ataupun revisi Undang-Undang yang telah disetujui oleh DPR. Padahal, jika DPR hendak mengkaji RUU atau hendak menyetujuinya, seharusnya DPR melakukan kajian ilmiah terlebih dahulu. Hal ini penting dilakukan, agar RUU yang disahkan benar-benar mewakili kepentingan publik, bukan kepentingan elit.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengkaji fungsi dan kebijakan legislasi DPR RI dari masa ke masa melalui perspektif historis dan politik. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut.

Page 101: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

89Ayu Wulandari

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

1. Bagaimana rekam jejak fungsi dan kebijakan legislasi DPR dari masa ke masa?

2. Bagaimana seharusnya evidence based policy diintegrasikan ke dalam fungsi legislasi DPR RI?

3. Bagaimana pengaruh penerapan evidence based policy pada legislasi DPR terhadap perkembangan negara dan daya saing bangsa?

II. TINJAUAN PUSTAKADewasa ini, telah banyak kajian akademik tentang kinerja

legislasi DPR RI. Misalnya saja tulisan Rahayu Setua Wardani (2014) yang berjudul Kinerja Legislasi DPR RI Periode 2009-2014: Perspektif Sumber Daya Manusia. Buku ini secara umum mengkaji fungsi dan kebijakan DPR sebagai wakil rakyat di Indonesia sejak 2009-2014. Namun buku ini tidak serta merta langsung membahas DPR pada periode tersebut, melainkan melacak ke periode sebelumnya. Dalam kaitannya dengan fungsi dan kinerja legislasi DPR RI, Wardani (2014) dalam buku tersebut menjelaskan bahwa pasca reformasi, kinerja legislasi DPR dinilai mengalami penurunan. Hal ini terutama pada 2004-2009, DPR hanya menyelesaikan 166 Undang-undang dari 284 yang direncanakan dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Kemudian pada periode 2009 sampai 2014, DPR RI hanya mampu menyetujui 126 RUU menjadi Undang-undang.

Kemudian, terdapat tulisan Wisnu Nugraha (2018) yang berjudul “Fungsi Legislasi Menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Studi Kasus Badan Legislasi DPR RI Periode 2004-2009)”. Tulisan tersebut pada dasarnya mengkaji fungsi legislasi DPR RI pada periode pertama pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono. Dalam mengkaji fungsi legislasi, Nugraha merunutnya dengan mengkaji legislasi DPR sejak era Soekarno. Sayangnya, dalam tesis yang diangkatnya, Nugraha tidak menyinggung pentingnya rekam jejak legislasi DPR sebagai basis untuk melaksanakan kebijakan berbasis bukti atau evidence based policy.

Mengenai pentingnya evidence based policy dalam fungsi legislasi DPR RI juga tidak disinggung oleh Adika Akbarrudin dalam tulisannya, “Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI dan DPD RI Pasca Amandemen UUD 1945”. Kajian ini lebih melihat kepada pola kerja legislasi DPR RI dan DPD. Berdasarkan kajian tersebut, maka

Page 102: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

90 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

diketahui bahwa baik DPR maupun DPD memiliki hubungan kerja fungsional yang cukup dekat. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksaaan fungsi legislasinya, keduanya baik DPR maupun DPD seringkali mendapat kendala sepeti hasil legislasi, anggaran, administrasi, dan yang lainnya.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka sejauh ini belum ditemukan kajian akademik yang secara serius merunut kinerja legislatif DPR dari masa ke masa dan menghubungkannya dengan pentingnya evidence based policy. Dengan demikian, penelitian ini layak dihadirkan dengan harapan dapat member landasan pikir bagi pemerintah dan DPR RI kedepannya.

III. METODOLOGIPenelitian ini dilakukan menggunakan metodologi sejarah,

dengan ilmu bantu politik dan pemerintahan. Metode penelitian ini terdiri dari penentuan tema yang diikuti heuristic (mengumpulkan sumber), verifikasi atau kritik sumber, interpretasi atau penafsiran fakta sejarah, serta proses penulisan hasil rekonstruksi atau historiografi (Kuntowijoyo, 2013:69). Langkah pertama dalam penelitian ini adalah menentukan tema, dimana penulis memutuskan untuk meneliti kinerja legislasi DPR RI dari masa ke masa, yaitu sejak 1945 sampai 2019. Tema ini penting dikaji karena dapat menjadi landasan yang kuat bagi bangsa untuk mendorong DPR membuat kebijakan berbasis bukti (evidence based policy). Setelah menentukan tema, maka langkah penelitian selanjutnya adalah heuristik atau pengumpulan sumber. Seluruh proses pengumpulan sumber dilakukan di Yogyakarta, dengan melakukan studi pustaka di perpustakaan daerah hingga universitas, serta mengumpulkan sumber berupa arsip, surat kabar, atau sumber yang bisa diakses secara daring.

Setelah pengumpulan sumber, penulis melakukan verifikasi atau kritik sumber. Dalam kritik intern, penulis memeriksa kredibilitas konten masing – masing sumber dengan membandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya. Sementara dalam melakukan kritik eksternal, penulis akan mengamati tata bahasa sumber dan unsur lain dari sumber penelitian untuk memastikan otentisitasnya. Langkah selanjutnya adalah melakukan penafsiran (interpretasi atau aufassung). Dalam tahap ini, penulis melakukan analisis dengan

Page 103: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

91Ayu Wulandari

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

mengaitkan isi satu sumber dengan sumber lainnya, sehingga diperoleh fakta sejarah yang berkesinambungan, kronologis, dan dapat dipercaya. Disamping itu, penulis juga menempatkan fakta yang ditemukan dalam sejarah nasional dan global, sehingga tulisan yang dihasilkan tidak hanya melihat lokalitas tema penelitian. Setelah melakukan analisis atau interpretasi, langkah selanjutnya yang dilakukan penulis adalah menyusun fakta – fakta sejarah yang ditemukan menjadi tulisan sejarah (historiografi) yang kronologis, rinci, serta objektif.

IV. PEMBAHASANA. Rekam Jejak Kinerja Legislasi DPR Dari Masa Ke Masa dan

Pentingnya Evidence Based Policy bagi DPRKeharusan kinerja legislasi DPR yang berdasarkan bukti

(evidence based policy) sejatinya harus dilacak sejak masa awal DPR didirikan. Hal ini penting untuk mengetahui kinerja legislasi DPR dari masa ke masa. Fungsi legislasi DPR RI ditetapkan pada periode awal kemerdekaan, yaitu 1945-1949. Berkaitan dengan hal ini, Yamin (1951:260) menyatakan bahwa dalam draf rancangan UUD, pasal 21 tertera bahwa: “Tiap-tiap undang-undang harus disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. Jika sesuatu rencana undang-undang tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka rencana tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada masa itu.” Dengan demikian, fungsi legislasi DPR sangat menentukan jalannya roda pemerintahan Indonesia. Undang-undang yang telah disetujui DPR, tentu akan sangat berpengaruh bagi perjalanan bangsa Indonesia kedepannya.

Pada awal kemerdekaan, kinerja legslasi DPR memang masih belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan kondisi politik nasional yang masih berjuang untuk mempertahankan kedaulatan. Kemudian pada masa Republik Indonesia Serikat, fungsi legislasi DPR (saat itu DPR RIS) mulai memiliki kejelasan. Pada era ini, DPR RIS memiliki tugas untuk membuat undang-undang, dibantu Senat bersama pemerintah. Namun, kinerja legislasi DPR disini masih sangat diawasi oleh Pemerintah RIS yang dinaungi Belanda. Akibatnya, undang-undang yang dihasilkan pun, tidak jarang merugikan bangsa Indonesia sendiri.

Page 104: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

92 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Ketika pada 17 Agustus 1950 Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali terbentuk, UUD RIS digantikan dengan UUD Sementara 1950. Perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara 1950 ini tentu berdampak pada pelaksanaan fungsi legislasi DPR. Nugraha (2018) menyatakan bahwa salah satu perubahan mendasarnya adalah, “…UUD Sementara 1950 tidak lagi menggunakan model lembaga perwakilan dua kamar (bicameral) sebagaimana Konstitusi RIS”. Terkait dengan fungsi legislasi, UUD Sementara 1950 menjelaskan bahwa pelaksanaan fungsi legislasi DPR dilakukan bersama dengan pemerintah. Lebih lanjut, Nugroho (2018) menyatakan bahwa pada UUD Sementara 1950 telah ditegaskan bahwa DPR juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada pemerintah. Pada tahun 1950 sampai 1955 ini, DPRS (DPR Sementara) berhasil menyetujui 167 UU dari 237 RUU yang ada.

Berdasarkan studi dengan pendekatan sejarah, maka ditemukan fakta bahwa kinerja legislasi DPR RI baru secara jelas dilakukan ketika Indonesia memasuki Orde Baru. Meskipun pada periode ini DPR hanya menjadi pendukung kebijakan pemerintah, namun kinerja legislasinya sudah cukup baik dibandingkan pada era Soekarno. Pada masa orde baru, bahkan terjadi peningkatan kinerja legislasi DPR RI. Wardani (2014) menyatakan bahwa pada tahun 1997-1999, DPR sangat aktif membuat Undang-undang. Bahkan selama dua tahun tersebut, sebanyak 72 RUU berhasil disahkan menjadi Undang Undang. Sayangnya, Undang-Undang yang disetujui DPR masa Orde Baru adalah undang-undang yang cenderung menguntungkan pemerintah. Misanya saja, terdapat paket undang-undang poltik, yang antara lain isinya mencakup UU No. 1 Tahun 1985 mengenai Pemilu. Kemudian terdapat undang-undang pers dan yang lainnya, yang dibuat tanpa mengadakan riset besar terhadap opini publik. Akibatnya, Undang-Undang dengan mudah menjadi lahan permainan pemerintah, sehingga kepentingan rakyat menjadi dikorbankan. Akibat kinerja DPR ini, demonstrasi mahasiswa pun meletus pada 1998. Secara kasar, demonstrasi tersebut memang menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto. Akan tetapi, jika ditelusuri secara historis, demonstrasi juga muncul akibat kekecewaan masyarakat terhadap undang-undang yang diskriminatif dan tidak mencerminkan kepentingan publik.

Page 105: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

93Ayu Wulandari

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

Kehancuran Orde Baru kemudian tidak lantas membuat DPR tumbang dalam menyetujui rancangan undang-undang. Bahkan pada 1999-2004, ketika politik nasional belum begitu stabil, DPR berhasil membuat 175 undang-undang (Wardani, 2014). Periode ini dinilai sebagai yang paling produktif. Namun pada periode pertama pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono, DPR hanya berhasil menyelesaikan 166 Undang-undang dari 284 yang direncanakan dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Kemerosotan kinerja legislasi DPR terus terjadi. Pada 2009-2014, DPR RI hanya bisa mengesahkan 126 RUU menjadi Undang-undang. Bahkan kinerja legislasi DPR dapat dikatakan semakin buruk atau mengalami penurunan (Wardani, 2014:67). Hal ini selaras dengan yang terjadi pada akhir pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Demonstrasi mahasiswa atas tuntutan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) misalnya, menunjukkan bahwa kinerja legislasi DPR belum dijalankan dengan baik. Ketika kalangan mahasiswa turun ke jalan dan melayangkan protesnya, setidaknya dapat menjadi sinyal bahwa belum meluasnya sosialisasi dan belum diadakannya riset yang komprehensif mengenai penerimaan masyarakat terhadap undang-undang yang akan disetujui oleh DPR.

Memperhatikan kinerja legislasi DPR RI dari masa ke masa, maka sudah jelas bahwa DPR sejak didirikan di Indonesia, belum mampu merepresentasikan kepentingan publik. Bahkan dalam realitas sosialnya, DPR oleh masyarakat dinilai sebagai wadah persaingan eksistensi antarpartai, sekaligus wadah perebutan legitimasi kekuasaan. Dengan demikian, jika DPR berkomitmen memperbaiki kinerja legislasinya, maka sudah tentu perlu mengadopsi sistem evidence based policy atau kebijakan berbasis bukti. Hal ini sangat diperlukan agar hasil kerja legislasi DPR benar-benar yang dibutuhkan oleh rakyat banyak, bukan hasil kerja yang hanya menyentuh kepentingan elit.

Ada dua hal yang ditawarkan oleh penelitian ini yang dapat menjadi solusi bagi DPR dalam menerapkan evidence based policy. Dalam pelaksanaan fungsi legislasinya, sudah seharusnya DPR mengadakan riset secara terstruktur terhadap kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh DPR. Atau dengan kata lain, DPR harus mengadakan studi terlebih dahulu terhadap Undang-Undang yang

Page 106: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

94 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

pernah disahkan. Hal ini sangat berlaku terutama ketika DPR akan membahas revisi undang-undang. Tentu, masyarakat tidak menginginkan hasil revisi undang-undang yang merugikan. Dalam melakukan studi ini, maka DPR bisa menggunakan pendekatan sejarah politik sebagai alternatif. Dalam hal ini tentu DPR membutuhkan peran serta sejarawan, terutama sejarawan politik.

Pendekatan sejarah politik sangat penting dalam pelaksanaan evidence based policy. Hal ini dikarenakan, hanya dengan pendekatan sejarah-lah arsip Undang-Undang yang pernah disahkan oleh DPR dapat dibaca dengan baik, dengan menempatkannya pada jiwa zamannya. DPR melalui pendekatan sejarah politik dapat melakukan studi terhadap arsip era Soekarno, Soeharto, atau periode kontemporer untuk mengetahui Undang-Undang yang pernah disahkan dan bagaimana respons masyarakat terhadap undang-undang tersebut. Di sisi lain, dalam pendekatan sejarah pada evidence based policy, DPR juga harus melakukan studi terhadap berbagai referensi. Misalnya saja DPR dapat melakukan kajian terhadap tulisan-tulisan sejarah yang mengulas pemerintahan dan politik Indonesia, gerakan sosial yang timbul akibat kebijakan pemerintah (terutama setelah pengesahan suatu undang-undang), atau tulisan lain yang relevan dengan kebijakan yang akan disahkan oleh DPR.

Disamping melakukan riset dengan pendekatan sejarah politik, DPR juga perlu melibatkan warga negara dalam proses evidence based policy atau kebijakan berbasis bukti. Keterlibatan warga negara sangat penting dalam proses perumusan kebijakan, karena hanya dengan mendengarkan suara warga negara, DPR dapat merumuskan apakah kebijakan tersebut layak untuk disahkan atau tidak. Untuk mengetahui opini warga negara, DPR melalui Pusat Penelitiannya dapat melakukan survei, observasi, atau menyebarkan kuesioner yang berisi seputar kebijakan yang tengah dirumuskan. Setidaknya, melalui metode ini, DPR tidak hanya mendapatkan opini masyarakat, tetapi juga mampu memahami mentalitas masyarakat.

Mengingat Indonesia tengah turut menyambut Revolusi Industri 4.0, maka DPR dapat memanfaatkan teknologi dalam mendengarkan suara warga negara. Dalam hal ini, DPR dapat membuat kuesioner secara daring, yang sebelumnya harus disosialisasikan DPR melalui laman daring pemerintah hingga melalui media sosial. Dengan

Page 107: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

95Ayu Wulandari

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

adanya kuesioner yang bersifat daring, maka DPR dapat mengetahui suara warga negara dengan lebih cepat. Di sisi lain, proses ini juga menghemat anggaran dan menjaga efektivitas waktu. Efektivitas penyerapan aspirasi secara daring ini, setidaknya telah dibuktikan melalui kehadiran petisi online, atau tagar di media sosial. Misalnya saja, tagar “#SAVEKPK” yang marak di media sosial ketika mahasiswa melakukan demonstrasi terhadap DPR. Namun penting untuk diperhatikan, bahwa pengambilan aspirasi secara daring juga harus memuat keamanan data dan privasi warga negara.

Dua solusi di atas setidaknya dapat dilakukan oleh DPR dengan bantuan Pusat Penelitian DPR, akademisi, hingga warga negara agar kebijakan yan dikeluarkan oleh DPR benar-benar berbasis bukti. Dengan demikian, warga negara dan akademisi dapat terlibat dalam perumusan kebijakan negara – meskipun secara tidak langsung. Namun hal ini sangat penting untuk menjaga transparansi kinerja legislasi DPR dan meningkatkan interaksi antara warga negara dengan pemerintah atau negara.

B. Pengaruh Penerapan Evidence Based PolicyKinerja legislasi DPR yang dijalankan berdasarkan kebijakan

berbasis bukti sedikit banyak akan memberikan pengaruh positif. Pengaruh ini secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu bagi Pemerintah atau DPR itu sendiri dan bagi bangsa Indonesia. Bagi Pemerintah atau DPR secara khusus, keberadaan kebijakan yang dirumuskan dengan konsep evidence based policy akan membantu transparansi kebijakan mereka. Hal ini dikarenakan DPR melibatkan warga negara dan akademisi, sehingga opini mereka dapat ditampung oleh DPR dan menjadi bahan pertimbangan perumusan kebijakan. Di sisi lain, dengan kebijakan berbasis bukti atau evidence based policy, juga turut meningkatkan kepercayaan warga negara terhadap Pemerintah dan DPR sebagai wakil rakyat. Kepercayaan ini meningkat ketika warga negara terlibat dalam perumusan kebijakan, baik melalui penelitian maupun metode lain yang dilakukan oleh DPR.

Disamping memberikan pengaruh bagi kinerja DPR dan Pemerintah, kebijakan yang berporos pada evidence based policy juga berpengaruh bagi perkembangan bangsa Indonesia. Perumusan kebijakan berbasis bukti, sebagaimana yang telah disebutkan

Page 108: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

96 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

sebelumnya, menuntut DPR melakukan satu atau beberapa riset. Dalam hal ini, DPR melalui Pusat Penelitian tentu membutuhkan bantuan akademisi dan ilmuwan. Inilah yang turut mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan sumber daya manusia di Indonesia. Dengan demikian, bangsa Indonesia juga turut terbangun menjadi bangsa yang melek ilmu pengetahuan.

Riset dan kuesioner yang dilakukan DPR dan akademisi yang juga melibatkan warga negara juga turut membantu peningkatan daya saing bangsa. Disamping terbentuk menjadi bangsa yang melek pengetahuan, bangsa Indonesia juga belajar menyampaikan pendapat atau opini untuk kebijakan pemerintah. Bangsa Indonesia akan tumbuh menjadi sebuah bangsa yang tidak gagap dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Hal ini dalam prosesnya akan mendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kritis, peka terhadap fenomena politik dan sebagainya di Indonesia, atau bahkan di dunia global. Dengan demikian, kebijakan legislasi DPR yang dibangun atas dasar bukti, turut membantu meningkatkan daya saing bangsa.

V. PENUTUPKinerja DPR RI sangat dipengaruhi oleh iklim politik nasional,

terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasinya. Perubahan ketatanegaraan hingga amandemen UUD 1945, sejatinya turut mempengaruhi kinerja legislasi DPR. Bahkan, tidak jarang DPR tidak mampu mencapai angka target dalam pengesahan RUU menjadi Undang-Undang. Untuk memperbaiki kinerja legislasi ini, maka DPR perlu menerapkan sistem kebijakan berbasis bukti. Kebijakan ini dapat dikaji melalui dua hal, yaitu riset ilmiah dengan menggandeng akademisi, serta melalui dialog dengan warga negara.

Dialog dengan warga negara tidak harus dilakukan secara langsung, melainkan dapat dilakukan dengan penyebaran kuesioner, survey, atau obervasi. Keberadaan kebijakan legislasi yang berbasis bukti ini sangat penting bagi keberlangsungan negara. Warga negara akan tumbuh menjadi bangsa yang kritis, berdaya saing tinggi, dan terbiasa berinteraksi dengan negara. Dengan demikian, yang menjadi aktor perumus kebijakan bukan hanya elit politik, melainkan juga warga negara secara umum.

Page 109: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

97Ayu Wulandari

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

DAFTAR PUSTAKA

Adiputri, Ratih D. (2014). The Dutch Legacy in the Indonesian Parliament, Journal of Political Sciences & Public Affairs, Vol. 2, No. 2, Juli.

Akbarrudin, Adika. (2013). Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI dan DPD RI Pasca Amandemen UUD 1945, Pandecta, Vol, 8. No. 1.

Assidiqie, J. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Bintan, R.S. (1987). Lembaga Perwakilan Dan Pemilihan Umum Di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hamid, Hamdan, (2012), Demokrasi Ala Soekarno (Demokrasi Terpimpin), Skripsi, Program Akidah Filsafat Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.

Kuntowijoyo. (2013). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana.

Mahfud MD. (2007). Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Manan, B. (2003). DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: FH UII Press.

Marbun, B.N. (1982). DPR Daerah: Pertumbuhan, Masalah Dan Masa Depannya DanUndang-Undang No.5 Tahun 1974. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nugraha, Wisnu. (2018). Fungsi Legislasi Menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945(Studi Kasus Badan Legislasi DPR RI Periode 2004-2009), Binamulia Hukum, Vol. 7, No. 2.

Prayudi (ed.). (2015). DPR RI Menuju Parlemen Modern. Jakarta Pusat: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) DPR RI.

Page 110: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kinerja Legislasi DPR dari Masa ke Masa

98 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Wardani, Rahayu Setua. (2014). Kinerja Legislasi DPR RI Periode 2009-2014: Perspektif Sumber Daya Manusia. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI bekerjasama dengan Azza Grafika.

Yani, Ahmad. (2018). Analisis Kontruksi Struktural dan Kewenangan DPR dalam Fungsi Legislasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (The Analysis of Structural Construction and the Authority of People’s Representative Assembly on its Legislative Function Based on the 1945 Constitution), Jurnal Konstitusi, Vol.5, No.2, Juni.

Yamin, Muhammad. (1951). Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 111: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

99Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

EVIDENCE BASED POLICY: URGENSI DATA BAGI FORMULASI KEBIJAKAN DI DPR

Hartuti Purnaweni

Departemen Administrasi Publik, FISIP, Universitas Diponegoro (Undip)Program Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan,

Sekolah Pascasarjana, [email protected]

Ari Subowo

Departemen Administrasi Publik, FISIP, Universitas Diponegoro (Undip)

ABSTRAKPermasalahan-permasalahan publik diatasi Negara dengan pembuatan kebijakan publik, sejalan dengan otoritas yang dimiliki oleh negara untuk mewajibkan publik mentaati kebijakan yang sudah dibuat negara. Berbagai penelitian menunjukkan penyebab banyaknya kegagalan kebijakan antara lain adalah karena penelitian guna pembuatan kebijakan dilakukan dengan tingkat akurasi dan kelengkapan data yang lemah. Oleh karena itu pemanfaatan bukti-bukti berbasis penelitian yang baik dan benar semakin dibutuhkan dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah kajian pustaka (literature review), yaitu menggunakan data sekunder atau sumber berupa jurnal, buku, dokumentasi, internet dan berbagai pustaka yang relevan dengan isu atau topik yang diangkat. Tujuannya untuk menganalisis seberapa krusial fungsi informasi atau data dalam kebijakan publik, yang kemudian seharusnya menjadi bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membuat kebijakan. Hasil analisis dirinci menjadi pentingnya data, urgensi data untuk pembuatan kebijakan, dan kaitan antara DPR dengan evidence-based policy (EBP). Disarankan bahwa EBP yang mensyaratkan pembuktian, berlandaskan pada nilai-nilai ilmiah, harus selalu menjadi pegangan bagi DPR, dengan meminimalkan kepentingan pribadi dan golongan.

Kata kunci: Evidence-based policy; legislasi; DPR; formulasi kebijakan

I. PENDAHULUANKehidupan masyarakat dalam sebuah negara pasti menghadapi

banyak permasalahan, privat maupun publik. Masalah privat adalah

Page 112: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

100 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

masalah yang harus dicari sendiri solusinya oleh mereka yang menghadapi masalah tersebut. Akan tetapi untuk masalah-masalah publik kewajiban Negara adalah untuk step in, ikut campur dalam penyelesaian masalah-masalah tersebut, agar tercipta ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat. Mengapa Negara harus step in, adalah karena permasalahan publik yang bersifat luas, saling tergantung antar berbagai masalah, dan dinamis. Selain itu juga karena adanya subyektivitas dari masalah kebijakan, artinya masalah kebijakan ada karena terkait konteks lingkungan tertentu (Naihasy, 2006)

Terkait publik, maka permasalahan publik merupakan sesuatu permasalahan yang dianggap publik, bukan lagi permasalahan yang bersifat privat, yang harus diselesaikan oleh pemerintah/Negara agar publik dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik. Demi kepentingan publik, permasalahan publik diselesaikan oleh Negara menggunakan kebijakan publik (Purnaweni, 2014), yang dikutip Fischer (1991) dari Bauer sebagai “a policy is a decision implying impending or intended action”. Kebijakan publik yang baik harus berlandaskan pada informasi atau data yang cukup mengenai permasalahan tersebut (asal usul, penyebab, siapa yang memunculkan masalah, mengapa, bagaimana, dan seterusnya). Dengan kata lain, kebijakan harus berdasarkan pada data, sehingga dikenal istilah evidence-based policy.

Topik ini sudah cukup lama menjadi perhatian pada ahli, misalnya sebagaimana yang diteliti oleh Oh (1997) tentang kausalitas antara faktor-faktor informasi yang mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintah, dan Almeida (2006) tentang hubungan antara hasil atau produksi pengetahuan ilmiah dan pemanfaatannya dalam formulasi dan implementasi kebijakan. SMERU Institute menulis bahwa banyaknya penyebab kegagalam kebijakan antara lain adalah karena penelitian guna pembuatan kebijakan dilakukan dengan tingkat akurasi dan kelengkapan data yang lemah. Oleh karena itu pemanfaatan bukti-bukti berbasis penelitian yang baik dan benar semakin dibutuhkan dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan.

Seberapa krusialkah fungsi informasi atau data dalam kebijakan publik, yang seharusnya menjadi bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membuat kebijakan? Hal-hal itulah yang menjadi fokus dari artikel ini.

Page 113: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

101Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

II. METODOLOGIMetodologi yang digunakan dalam penulisan artikel ini

adalah dengan kajian pustaka (literature review), yaitu dengan menggunakan data sekunder atau sumber berupa jurnal, buku, dokumentasi, internet dan berbagai pustaka yang relevan dengan isu atau topik yang diangkat dalam penulisan melalui metode pencarian dan pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, mengolah serta menganalisis bahan-bahan penulisan (Nursalam, 2015). Selain itu juga ditambah dengan metode wawancara mendalam dengan beberapa politisi nasional dan regional.

III. PEMBAHASANA. Pentingnya Data

Apakah yang dimaksud dengan informasi? Apakah yang dimaksud dengan data? Dalam Kamus bahasa Inggris-Indonesia, kata data dirunut dari asalnya adalah dari kata datum yang merupakan sebuah kata dalam bahasa Latin yang artinya adalah fakta. Dalam pengertian ilmiah, fakta dikumpulkan sehingga menjadi kumpulan fakta atau data. Data adalah gambaran dari suatu kejadian yang dihadapi (Kismartini, et al, 2014). Sementara itu Vardiansyah (2008:3) menyatakan bahwa data merupakan catatan tentang sekumpulan fakta, merupakan keterangan mengenai suatu hal yang telal sering terjadi. Adapun dalam pengertian sehari-hari data merupakan pernyataan tentang suatu hal yang diterima apa adanya. Pernyataan tersebut merupakan hasil pengamatan ataupun pengukuran terhadap satu fenomena atau variable. Bentuknya bisa saja berbentuk angka, kata-kata dan gambar. Data bisa juga berujud suara, grafik, huruf, tabel, keadaan, simbol, lambang, bahasa, dan lain sebagainya. Bahkan, data bisa juga merupakan kumpulan atau gabungan dari semua hal yang sudah disebutkan tersebut (wikipedia.org, 2011, diakses 23 Oktober 2019).

Ciri data adalah sifatnya yang berupa suatu bentuk yang masih mentah, dan relatif belum mempunyai makna bagi penerimanya sehingga masih perlu diolah agar dapat disampaikan dengan tepat dan jelas, sehingga data harus diubah terlebih dahulu (Umar, 2004:63). Dengan demikian data yang merupakan deskripsi terhadap suatu hal ini, dapat dipahami oleh pihak lain yang tidak

Page 114: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

102 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

langsung mengalami atau melihat sendiri, Jadi, data adalah fakta yang mendeskripsikan suatu kejadian, merupakan kesatuan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar suatu informasi.

Informasi adalah hasil pengolahan dari sebuah model, formasi, organisasi, atau perubahan bentuk dari data yang mempunyai nilai tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan bagi penerimanya. Dengan demikian informasi merupakan hasil dari pemrosesan ataupun pengolahan data. Singkatnya, data bisa dikatakan merupakan obyek, sedangkan informasi merupakan subyek yang bermanfaat bagi penerimanya. Informasi adalah data yang telah diproses atau diolah ke dalam bentuk yang bermakna atau bernilai untuk penerima atau penggunanya. Jadi informasi merupakan data yang mempunyai arti (Kismartini et al, 2014).

Dalam dunia jurnalistik, berita merupakan bentuk informasi yang krusial. Fungsi berita bisa berbagai macam, baik sebagai penyampai informasi, meningkatkan kepedulian dan kesadaran publik atas suatu hal, membantu publik agar bersikap terbuka, memberi pendidikan pada masyarakat, memberi hiburan, menambah pengetahuan, dan juga membentuk opini publik. Secara harfiah, berita dikatakan sebagai sebuah berita bila informasi yang diberikan mempunyai beberapa karakteristik yang bernilai tinggi seperti tepat waktu, layak, kontroversial, terkenal, recent atau baru, aneh, menimbulkan emosi, berguna, mendidik, dan beberapa lagi yang lainnya (https://pakarkomunikasi.com/fungsi-berita-dalam-kehidupan-sehari-hari).

Di dunia bisnis, informasi juga merupakan suatu hal yang krusial. Dari sudut pandang bisnis, misalnya data tentang sumber daya yang tersedia (sumber daya alam, energi, asal dan kemampuan pemasok/supplier, peristiwa, transaksi, situasi politik terbaru dan yang akan datang, arus perdagangan, dan lain sebagainya) dapat merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sebuah bisnis. Begitu krusialnya sehingga dapat sangat menentukan mati dan hidupnya organisasi bisnis tersebut di tengah persaingan yang sangat dan makin ketat. Sebagaimana dikatakan oleh Kaye (1995), “Good information is essential for effective operation and decision making at all levels in businesses”. Informasi, kemudian sangat terkait dengan teknologi informasi, yang oleh perusahaan dianggap sebagai

Page 115: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

103Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

investasi yang penting (Chulkov, 2017). Semua hal ini terkait dengan data.

Dalam dunia perbankan misalnya, penggunaan data juga sangat penting. Terlebih kaitannya dengan pemanfaatan big data yaitu data dengan volume yang amat besar, sangat beragam dan sangat cepat berkembang. Kebijakan-kebijakan strategis sangat perlu memanfaatkan big data karena perkembangan keuangan dan ekonomi digital yang pesat, yang sangat perlu dimonitor dengan ketat. Informasi perbankan sangat bermanfaat bagi peningkatan daya saing bangsa di level internasional (https://bisnis.tempo.co/read/1110719/ dan https://ekbis.sindonews.com/read/ 1325524/ 178/).

Informasi digunakan sebagai dasar membuat ramalan atau pembuatan keputusan dan tindakan, demi kepentingan sekarang ataupun di masa yang akan datang. Dalam abad informasi sekarang ini, informasi mempunyai makna yang sangat penting. Informasi sama dengan kekuasaan! Memiliki informasi berarti memiliki kekuasaan Semakin banyak seseorang atau sebuah organisasi memiliki informasi, maka akan semakin besar kekuasaan yang dimiliki oleh orang ataupun organisasi tersebut. Ini berlaku untuk organisasai privat seperti perusahaan maupun publik sebagaimana halnya negara.

B. Urgensi Data untuk Pembuatan Kebijakan Di dunia administrasi publik, data dan informasi juga

merupakan suatu hal yang krusial. Nah, dalam kebijakan publik, data dan informasi merupakan suatu keniscayaan, artinya tidak bisa tidak harus ada! Kebijakan publik adalah sesuai definisi yang paling sederhana dan dikenal adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas Dye, yaitu “anything a government chooses to do or not to do” (Dye, 1972: 2). Arti kebijakan ini sangat luas karena meliputi apapun yang dilakukan atai tidak dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah yang membuat kebijakan publik, karena mempunyai otoritas untuk wajib ditaati oleh semua unsur dalam sebuah sistem kepemerintahan (Howlet and Cashore, 2014).

Di ranah administrasi publik, permasalahan-permasalahan publik diatasi dengan berbagai kebijakan, misalnya dalam “redistribute income and wealth, reducing monopoly of power,

Page 116: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

104 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

elimination of specific forms of price discrimination, and correcting market failure” (Alamsyah, 2019). Kebijakan publik yang lebih baik makin menjadi tuntutan masyarakat, sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan dan tuntutan masyarakat. Kemampuan masyarakat berkembang menjadi lebih baik karena pengaruh pendidikan dan pengalaman, sedangkan tuntutan masyarakat meningkat karena perkembangan teknologi informasi yang meningkatkan aksesibilitas mereka terhadap informasi. Ketika membicarakan tentang informasi maka kita membicarakan tentang data. Data sangat krusial dalam melakukan analisis kebijakan, yaitu sebuah bantuan atau alat yang sangat berguna bagi pembuatan dan adopsi kebijakan yang berorientasi publik (Marume et al, 2016).

Analisis kebijakan merupakan suatu usaha membuat kebijakan publik yang rasional (Kismartini, et al, 2014). Kebijakan publik tidak seharusnya dibuat dengan asal-asalan, tidak berdasarkan pada data dan informasi yang memadai tentang permasalahan kebijakan, tujuan kebijakan, parameter yang seharusnya digunakan, dan rekomendasi yang sebaiknya dibuat sesuai dengan kondisi dan fakta di lapangan. Solusi permasalahan harus dibuat dengan melakukan telaah dan analisis, didasarkan pada: (a) data yang cukup (kualitas dan kuantitasnya), valid, dapat dipercaya; (b) sumber yang memadai (yang layak dipercaya, kredibel, dapat dipertanggungjawabkan).

Sudah bukan masanya lagi kebijakan dibuat dengan menggunakan bantuan kemampuan paranormal, atau mengharapkan “wangsit” yang datang dari langit. Intuisi penting untuk pengambilan keputusan, akan tetapi data tetap merupakan hal yang sangat penting. Kebijakan harus dibuat dengan data yang benar sehingga menghasilkan informasi yang benar dan bermanfaat pula.

Data merupakan unsur utama yang menentukan tingkat kualitas kebijakan (Widyanuratikah, 2019). Data yang tidak valid dapat mendorong ke arah analisis kebijakan yang salah, sehingga hasilnyapun kemudian juga salah. Misalnya, ketiadaan data yang valid tentang produksi sebuah komoditas pertanian di dalam negeri mendorong ke arah pengambilan kebijakan yang salah, yaitu dilakukannya kebijakan impor. Hal ini tentu akan sangat merugikan petani dalam negeri, yang sudah menderita karena produk mereka yang harganya terpaksa dijual lebih mahal berhubung buruknya sarana prasarana transportasi dan kebijakan pemerintah yang

Page 117: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

105Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

tidak berpihak pada mereka (Kismartini, et al, 2014). Data juga sangat penting untuk melakukan pembangunan. Dengan dana desa yang sangat besar saat ini, misalnya, data yang akurat tentang permasalahan dan kebutuhan desa sangat vital perannya untuk mensejahterakan masyarakat desa (Widyanuratikah, 2019).

Contoh lain misalnya dalam kebijakan tata kota di Indonesia misalnya, yang mengenal istilah evidence-based city planning. Perencanaan kota sangat membutuhkan data yang lengkap dan akurat terkait kondisi geografis dan sosial ekonomi masyarakat. Dalam perencanaan tata kota, tahapan persiapan mensyaratkan berbagai data dan informasi terkait dengan antara lain (a) demografi; (b) sosial dan budaya keruangan; (c) kondisi fisik lingkungan; (d) penggunaan lahan eksisting; (e) potensi ekonomi dan kelestarian lingkungan; (f) prasarana dan sarana kota; (g) ekonomi wilayah; (h) kemampuan keuangan dan kelembagaan pembangunan dara, dan lain sebagainya (http://jhli.icel.or.id/index.php/jhli/article/download/76/74).

Selain kebijakan tata kota, kebijakan kesehatan juga sangat membutuhkan evidence-based practice (EBP), di samping evidence-based medicine (EBM) dan evidence-based nursing (EBN) karena kebijakan kesehatan sangat menekankan pada implementasi hasil penelitian yang terbaik dalam membuat keputusan terkait perawatan kesehatan (Putradana, 2019; Rahmayanti, 2019). Peran EBP sangat integral dalam pelayanan kesehatan yang menekankan pada pelayanan dengan kualitas prima, membantu praktisi kesehatan tetap up to date sehingga dapat memberikan perawatan terbaik bagi pasien. Di dunia internasional, badan dunia seperti WHO serta Uni Eropa menekankan pentingnya layanan kesehatan dan sosial yang harus berdasarkan pada hasil penelitian yang terbaik (WHO, 2017).

Di Indonesia komitmen pemanfaatan hasil penelitian di bidang keperawatan sesuai EBP tertulis dalam Undang -Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, yang antara lain menyatakan bahwa praktik keperawatan harus berasaskan nilai-nilai ilmiah, berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi yang didapat melalui penelitian, pendidikan, pengabdian ataupun hasil pengalaman praktek.

Dengan demikian disimpulkan bahwa evidence-based policy (EBP), kebijakan yang berdasarkan pembuktian, berlandaskan pada nilai-nilai ilmiah, merupakan suatu hal yang urgen.

Page 118: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

106 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

C. Kaitan DPR dengan EBPDi ranah administrasi publik, permasalahan-permasalahan

publik diatasi dengan berbagai kebijakan, misalnya dalam “redistribute income and wealth, reducing monopoly of power, elimination of specific forms of price discrimination, and correcting market failure” (Alamsyah, 2019). Sesuai fungsinya dalam kehidupan bernegara, kebijakan merupakan atribut Negara modern. Dalam hal inilah maka peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat krusial karena merupakan lembaga pemerintahan yang tugas dan fungsi khususnya terutama adalah untuk membuat legislasi (legislative function) sebagai perwujudan kekuasaan membentuk Undang-Undang sesuai isi UU 1945, selain fungsi budgeting (anggaran) dan fungsi controlling (pengawasan) pelaksanaan UU (Solihah dan Witianti, 2016).

Peran pemerintah sangat penting dalam pembangunan, yang dilakukan dengan berbagai kebijakan publik. DPR sebagai salah satu unsur Pemerintah yang berfungsi mewakili kepentingan rakyat, tentu harus membuat kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dalam kaitannya dengan penjelasan di sub-bab di atas, adalah dalam hal berpihak pada petani sebagai penyedia pangan sehingga sangat berperan pada ketahanan pangan di Indonesia, misalnya. Dalam hal berpihak pada masyarakat desa, yang masih merupakan mayoritas penduduk di Indonesia. Di sinilah maka peran para anggota legislatif yang mempunyai peran dan kecakapan yang mumpuni sangat dibutuhkan.

Selama Orde Baru, DPR nyaris tidak dapat mempengaruhi proses legislasi. Perubahan mulai terjadi sejak parlemen hasil Pemilu 1999 ketika fungsi legislasi (membuat Undang-Undang) mulai berjalan, dengan semakin nyatanya peran dan kewenangan DPR dalam proses legislasi secara khusus maupun keseluruhan sistem politik yang demokratis secara umum (Yuwanto, 2016). Dalam hal inilah, maka data sangat penting kedudukannya.

Pembuatan kebijakan yang berbasis bukti (evidence-based policy making) merupakan prasyarat kebijakan publik yang lebih andal karena dilandasi dengan bukti empiris dan ilmu pengetahuan yang kuat. Meski demikian, sebagai suatu proses politik, formulasi kebijakan publik berbasis bukti sulit lepas dari pengaruh kekuasaan yang melingkupinya. Oleh karena itu, ketika peran

Page 119: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

107Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

DPR menguat, seharusnya ini merupakan kesempatan yang baik bagi momentum pembuatan kebijakan yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat yang diwakili oleh para anggota DPR. (http://jhli.icel.or.id/index.php/jhli/article/download/76/74). Memanfaatkan data sesuai dengan apa yang dikutip oleh Bates (2014) dari argumen Braman tentang kebijakan pemerintah dalam menerapkan kekuasaannya dan dalam pengembangan negara yang berdasarkan informasi (‘informational state’).

Kebijakan (yang dibuat DPR) sangat strategis, sehingga memerlukan kecermatan dan keterlibatan berbagai pihak, terutama para pakar dan praktisi yang mempunyai pengetahuan yang cukup. Mengapa? Adalah karena kebijakan berdampak luas (Naihasy, 2006). Kebijakan yang dibuat dengan data yang tidak valid atau tidak sah tidak akan dapat menyelesaikan masalah dengan baik, bahkan dapat memperparah masalah yang sudah terjadi. Pemahaman anggota-anggota DPR dalam hal data yang berkualitas sangat diperlukan. Dalam hal ini misalnya sangat perlu pemahaman para anggota DPR terkait Big Data, sehingga mereka akan dapat memanfaatkannya untuk sebaik-baik membuat kebijakan yang menguntungkan Indonesia. Anggota Dewan jangan hanya mengandalkan pada sumber-sumber konvensional untuk mendapatkan data dan informasi, misalnya dengan kunjungan lapangan, namun perlu memperkaya diri dengan pengayaan berbagai isu melalui berbagai sumber informasi dan mempunyai berbagai expertise (keahlian) dalam pembuatan kebijakan (May, 2016).

Untuk itu, ada baiknya perpustakaan DPR diperkuat dan dilengkapi, sebagaimana yang nampak pada Perpustakaan Kongres Amerika Serikat. Library of Congress atau Perpustakaan Kongres Amerika Serikat sebagaimana disarikan dari Wikipedia (2019) dan ditambah hasil observasi, adalah perpustakaan nasional dan pusat riset Kongres AS yang mempunyai sejumlah koleksi sangat besar data dan informasi. Perpustakaan ini terbesar di dunia dilihat dari rak buku yang panjangnya 850 km, dan dari jumlah koleksinya. Tercatat ada sekitar 130 juta bahan pustaka, dengan lebih dari 32 juta judul buku dalam 470 bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Ada lebih dari 1 juta judul yang diterbitkan pemerintah AS, 33.000 volume terjilid surat kabar, 1 juta surat kabar terbitan dari seluruh dunia selama 3 abad terakhir. Menariknya termasuk di dalamnya

Page 120: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

108 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

adalah majalah berbahasa Jawa Mekar Sari terbitan surat kabar Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Di samping itu masih ada koleksi non-buku yang terdiri dari sejumlah besar film, peta, lembar musik, rekaman suara, dan jutaan foto. Koleksi literatur hukumnya terbesar di dunia, sesuai dengan fungsi utamanya yaitu perpustakaan untuk parlemen. Diharapkan, anggota-anggota parlemen dapat mengakses bahan apapun yang dibutuhkan mereka untuk membuat kebijakan yang baik.

Perpustakaan yang berdiri tanggal 24 April 1800 dengan akta Kongres ini juga menyebutkan uang sejumlah AS$5.000 untuk membeli buku-buku yang mungkin dibutuhkan oleh Kongres. Koleksi awal yang hanya terdiri dari 740-an judul buku, sebagian besar merupakan buku-buku hukum untuk memfasilitasi kebutuhan anggota Kongres sebagai pembuat hukum di AS. Luar biasa, bahkan di tahun 1800-an, Kongres Amerika sudah menyadari betapa pentingnya data dan informasi untuk pembuatan kebijakan.

Kemudian perpustakaan ini berkembang menjadi perpustakaan nasional dan bukan lagi sekedar pusat informasi legislatif dan melayani parlemen. Eloknya, pengangkatan Pustakawan Kongres dilakukan oleh Presiden dan harus disetujui terlebih dahulu oleh Senat. Ini menunjukkan betapa pentingnya fungsi perpustakaan bagi pemerintah AS. Perpustakaan ini terutama memusatkan layanan bagi Kongres dan komite-komitenya melalui Divisi Layanan Riset Kongres. Peminjaman koleksi hanya boleh dilakukan oleh anggota Kongres, Hakim Mahkamah Agung AS beserta staf mereka, staf Perpustakaan Kongres, dan pejabat badan pemerintah lainnya.

Luar biasa yang sudah dilakukan oleh Amerika. Sebagai sebuah Negara demokrasi, alangkah baiknya apabila badan DPR Indonesia mempraktekkan dengan serius pembuatan kebijakan berdasarkan bukti (ecidence-based policy making) semacam ini, menggunakan data yang akurat dan terpercaya. Harus semakin intens dipraktekkan penyusunan kebijakan berbasis bukti ilmiah dengan argumen yang rasional. Dengan demikian kehadiran instrumen sebagaimana Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) yang dikembangkan oleh Pusat Pembinaan Analis Kebijakan LAN RI sangat dinantikan di Indonesia.

Sudah sangat tepat pula bahwa anggota DPR diperkuat oleh Badan Keahlian DPR RI yang terbentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Page 121: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

109Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Derwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Khususnya Pasal 413 ayat (2) yang menyatakan bahwa Badan Keahlian DPR adalah untuk mendukung (supporting system) tugas DPR dalam fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Badan ini berisi 5 (lima) struktur pusat yang masing-masing mempunyai tugas tersendiri meliputi Pusat Perancangan UU, Penelitian, Analisa APBN, Akuntabilitas Keuangan Negara, dan Pemantauan Pelaksanaan UU (Rajab, 2017).

UU Nomor 17 Tahun 2014 ini menggantikan UU No. 27 Tahun 2009 (biasa disebut UU MD3) yang mengayur bahwa supporting system hanya Sekretariat Jenderal DPR. Fungsi legislasi Dewan didukung oleh berbagai pihak, misalnya Deputi Perundang-Undangan pada Sekretariat Jenderal DPR dan juga Badan Legislasi DPRI RI.

Fungsi legislasi DPR selama ini sering memperoleh “rapor merah” di mata publik baik dari sisi kualitas maupun kuantitas (Rajab, 2017), karena dinilai kurang berpihak pada kepentingan publik dan lebih mengedepankan faktor politik yang notabene terkait dengan kekuasaan (power). Harapannya adalah, citra negatif DPR di mata publik dapat diminimalisir dengan aktifnya Badan Keahlian, khususnya yang terkait dengan fungsi Penelitian dan Legislasi, dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian yang evidence-based untuk pembuatan kebijakan.

IV. PENUTUPData atau informasi adalah sumber kekuasaan di era informasi

kini. Kebijakan yang berbasis data sangat penting bagi kebijakan publik, agar kebijakan yang dibuat tersebut sesuai dengan sebesar-besar kepentingan publik. Dalam hal ini peran DPR yang salah satu fungsinya adalah legislasi, sangat berkepentingan dalam mendapatkan data yang valid dan sahih untuk dapat membuat keputusan dan kebijakan yang baik, sehingga tercipta kebijakan publik yang evidence-based dan bukan semata-mata berdasarkan kepentingan kekuasaan.

Page 122: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

110 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

DAFTAR PUSTAKA

Chulkov, Dmitriy V. (2017). On the role of switching costs and decision reversibility in information technology adoption and investment. Journal of Information Systems and Technology Management, Vol. 14 (3), Sep/Dec, pp. 309–321.

Fischer, John R. (1991). News Media Functions in Policy Making, Canadian Journal of Communication, Vol 16 (1).

Gabby, Maria. (2015). Prinsip Evidence Based Policy Making dalam konteks audit pendahuluan operasional BPJS Kesehatan. 2nd Conference on Business, Accounting and Management. Unissula.

Hexagraha, Shafira Anindia Alif. (2018). Trajektori Ko-Produksi Kota di Indonesia: Telaah Geografi Kritis, Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol 5(1).

Fungsi Berita dalam Kehidupan Sehari-hari, (online), (https://pakarkomunikasi.com/fungsi-berita-dalam-kehidupan-sehari-hari, 17, diakses 20 November 2019).

Howlett, Michael and Ben Cashore. (2014). Conceptualizing Public Policy. Comparative Policy Studies, pp 17-33, Springer link, (http://link.springer.com).

Jefferson’s Legacy: A Brief History of the Library of Congress. Library of Congress. 6 Maret 2006, (online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_Kongres_Amerika_Serikat, diakses Desember 2019).

Kismartini, Sri Suwitri, Hartuti Purnaweni. (2014). Analisis Kebijakan Publik, Jakarta: UT.

Marume, S. B. M., R.R. Jubenkanda, C.W. Namusi, N. C. Madziyire. (2016). The Concept of Public Policy Analysis. IOSR Journal of Business and Management. Vol. 18(4), Apr. pp 52-58.

May, Peter J, C. Koski, N. Stramp. (2016). Issue expertise in policymaking, Journal of Public Policy, Vol 36 (2), June, pp. 195-218.

Page 123: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

111Hartuti Purnaweni dan Ari Subowo

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

Naihasy, Syahrin. (2006). Kebijakan Publik: Menggapai Masyarakat Madani, Yogyakarta: Mida Pustaka.

Putradana, N.A. Konsep evidence based practice, (online), (https://www.academia.edu/15628741/konsep_evidence_based_practice_agus_putradana, dialses Desember 2019).

Rajab, Achmadudin, (2017). Peran penting badan keahlian DPR RI dalam sistem hukum pembentukan peraturan perundang-undangan yang mendukung terwujudnya keadilan untuk kedamaian, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14(02), Juni, pp 233 - 244.

Rahmayanti, E. Ihda, K.S. Kadar, A. Saleh. (2019). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kesiapan perawat dalam melaksanakan Evidence-Based Practice (Ebp): A Literature review. Jurnal Keperawatan, Vol 10 (1), Januari, hal 26-37.

Republika, 9 Mei 2019, Pengelolaan data penting dalam pembangunan desa, (online), (https://republika.co.id/berita/ekonomi/desa-bangkit/pr8eri368/pengelolaan-data-penting-dalam-pembangunan-desa, diakses tanggal 7 November 2019).

Roosyana, Rommy, ILOC 2019 Mengupas pentingnya data dalam pengambilan keputusan, (online), (https://beritagar.id/artikel/berita/iloc-2019-mengupas-pentingnya-data-dalam-pengambilan-keputusan 28 Agustus 2019, diakses tanggal 19 Nov 2019).

Sindonews, 27 Juli 2018, BI Paparkan Pemanfaatan Big Data Bagi Bank Sentral, (online), (https://ekbis.sindonews.com/berita/1325524/178/bi-paparkan-pemanfaatan-big-data-bagi-bank-sentral, diakses 7 November 2019).

TEMPO.CO. 26 Juli 2018. Bank Indonesia tegaskan pentingnya memanfaatkan big data, (online), (https://bisnis.tempo.co/read/1110719/bank-indonesia-tegaskan-pentingnya-memanfaatkan-big-data).

The Smeru Research Institute. (2011). Bridging research and policy through evidence-based policy advocacy, No. 32 Sep–Dec, (online), (http://www.smeru.or.id/sites/default/files/publication/news32.pdf).

Page 124: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Evidence Based Policy: Urgensi Data bagi Formulasi Kebijakan di DPR

112 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Umar, Husein. (2004). Metode Riset Ilmu Administrasi, Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.

Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Vardiansyah, Dani. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi, Jakarta: Indeks.

WHO. (2017). Facilitating evidence-based practice in nursing and midwifery in the WHO European Region, (online), (http://www.euro.who.int/en/health-topics/Health-systems/nursing-and-midwifery/publications/2017/).

wikipedia.org. (2011). Diakses 23 Oktober 2019.

Page 125: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

113Xavier Nugraha, dkk.

Participative Research-Based Policy

PARTICIPATIVE RESEARCH-BASED POLICY: SEBUAH SOLUSI TERCIPTANYA KEBIJAKAN BERBASIS

BUKTI YANG ILMIAH DAN PARTISIPATIF

Xavier Nugraha

Fakultas Hukum Universitas Airlangga,[email protected]

Jihan Anjania Aldi

Fakultas Hukum Universitas Airlangga,[email protected]

Sayyidatul Insiyah

Fakultas Hukum Universitas Airlangga,[email protected]

Alip Pamungkas Raharjo

Fakultas Hukum Universitas Airlangga,[email protected]

ABSTRAKBanyaknya penelitian di Indonesia ternyata tidak berkoherensi dengan banyaknya pemanfaatan penelitian tersebut. Banyak ditemui berbagai penelitian yang berhenti hingga proses publikasi, padahal tujuan penelitian pada hakikatnya adalah untuk dimanfaatkan. Salah satu pemanfaatan terhadap hasil penelitian tersebut adalah melalui pemanfaatan hasil penelitian sebagai dasar dalam pembuatan Naskah Akademik Undang-Undang. Apabila melihat fakta saat ini, proses penyusunan Naskah Akademik terlalu bersifat ekslusif yaitu hanya melibatkan pihak-pihak tertentu saja dan kurang membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi peneliti-peneliti di berbagai wilayah Indonesia. Sehingga, mengacu pada permasalahan tersebut, maka rumusan masalah alam artikel ini adalah: mekanisme apa yang dapat melahirkan suatu bentuk kebijakan yang berdasarkan bukti yang ilmiah dan partisipatif? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan statute approach dan conceptual approach. Penelitian ini menghasilkan gagasan dalam pembuatan kebijakan yang lebih bersifat partisipatif dan ilmiah, yaitu melalui mekanisme open tender berupa Call for Research yang terbuka untuk para akademisi

Page 126: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Participative Research-Based Policy

114 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

sehingga nantinya hasil dari Call for Research tersebut akan dijadikan sebagai dasar dalam perumusan Naskah Akademik.

Kata kunci: partisipatif; penelitian ilmiah; naskah akademik

I. PENDAHULUAN Berdasarkan data yang dirilis oleh Scimago (2019) jumlah

penelitian di Indonesia tahun 2018 terdapat 32.456 penelitian. Jumlah ini, meningkat jauh jika dibandingkan dengan tahun 2016, di mana hanya terdapat 12.429 penelitian di Indonesia. Artinya hanya dalam dua tahun saja, terdapat kenaikan 20.027 penelitian atau lebih dari 200% kenaikan penelitian di Indonesia. Jumlah ini membuat Indonesia berada pada peringkat 24 dunia, dimana peringkat ini lebih tinggi daripada negara tetangga Indonesia, seperti Singapura yang berada pada peringkat 34 dan Thailand yang berada pada peringkat 40.

Banyaknya jumlah penelitian di Indonesia, ternyata tidak berkoherensi dengan banyaknya pemanfaatan akan penelitian tersebut. Hal ini dapat dilihat, misal di dalam Global Inovatioan Index (GII), sebuah laporan tahunan yang dikeluarkan oleh Cornell University, INSEAD, dan World Intellectual Property Organization (WIPO). Dalam laporan tahunan tersebut berisi mengenai indeks perkembangan terhadap inovasi di suatu negara, dimana pada tahun 2018, Indonesia menempati peringkat 85 dunia (Global Innovation Index, 2018). Peringkat ini seolah-olah sangat jauh berbeda dengan peringkat jumlah penelitian di Indonesia. Jika diihat di dalam indikator realisasi inovasi di dalam efficency ratio di GII, maka Indonesia baru memanfaatkan sekitar 61% dari inovasi yang ada. Hal ini menunjukan, bahwa belum banyak pemanfaatan akan penelitian-penelitian yang ada di Indonesia tersebut.

Menurut Indria Samego, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Kompas, 2014), sedikitnya seorang perwujudan dari penelitian-penelitian di Indonesia salah satunya dikarenakan pemerintah masih belum memanfaatkan penelitian-penelitian yang ada. Belum banyak tindakan-tindakan atau kebijakan pemerintah yang bersumber dari berbagai penelitian tersebut, seolah-olah menjadikan tujuan akhir penelitian hanyalah untuk dipublikasikan, padahal tujuan penelitian pada hakikatnya adalah

Page 127: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

115Xavier Nugraha, dkk.

Participative Research-Based Policy

untuk direalisasikan. Dengan demikian, pemerintah dalam membuat kebijakan seharusnya bersumber dari berbagai penelitian yang telah ada.

Salah satu proses pembuatan kebijakan yang belum berlandaskan seluruh penelitian ilmiah yang terkait adalah proses pembuatan Undang-Undang. Saat ini, dalam mekansime pembuatan Undang-Undang, memang dilandaskan pada suatu penelitian ilmiah yang diejawantahkan melalui naskah akademik sesuai dengan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut UU 12/11). Namun, proses penyusunan akademik tersebut tidak bersifat partisipatif, dimana penelitian yang menjadi landasan dari nasakah akademik tersebut hanya berasal dari penunjukan secara langsung dari lembaga pengusul Undang-Undang. Padahal, tidak menutup kemungkinan terdapat penelitian dari peneliti lainnya yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat suatu Undnag-Undang.

Berlandaskan hal tersebut, dapat dilihat bahwa belum ada suatu mekanisme yang bersifat inklusif, dimana setiap peneliti yang memiliki penelitian yang memiliki relevansi dengan sebuah Undang-Undang yang akan dibuat dapat terlibat secara aktif. Padahal, di dalam Pasal 5 UU 12/2011 dijelaskan, bahwa salah satu asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik adalah keterbukaan, yang berarti harusnya melibatkan setiap pihak yang berkompeten dalam membuat suatu Undang-Undang. Belum lagi, jika dilihat berdasarkan data yang dirilis oleh Scimago tersebut akan banyaknya peneltian di Indonesia, maka seharusnya terdapat begitu banyak peneliti yang dapat dan ingin berpartisipasi di dalam proses pembentukan suatu Undang-Undang. Hal ini agar jangan sampai penelitian tersebut berakhir di dalam publikasi semata, tetapi juga dapat menjadi penelitan yang berhasil direalisasikan. Dengan adanya latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Mekanisme apa yang dapat melahirkan suatu bentuk kebijakan yang berdasarkan bukti yang ilmiah dan partisipatif?”

Page 128: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Participative Research-Based Policy

116 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

II. METODOLOGI Tulisan ini merupakan penelitian argumentasi hukum dengan

memfokuskan ciri utama mengkaji pemberlakuan suatu kasus dengan disertai argumentasi/pertimbangan hukum yang dibuat penegak hukum, serta interpretasi di balik pemberlakuan tersebut (Xavier Nugraha dkk, 2019). Penelitian ini dilakukan dengan penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma, yang terdiri dari asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin/ ajaran (Liber, Debri Sonata, 2017). Penelitian normatif ini dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan ataupun bahan hukum lain yang berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa undang-undang yang berbasis bukti ilmiah dan partisipatif.

Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan dengan isu hukum yang ditangani, sehingga dapat diketahui ratio legis, dasar ontologis, dan landasan filosofis pengaturan yang berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa undang-undang yang berbasis bukti ilmiah dan partisipatif (Mandasari, Zayanti, 2014). Adanya pengaturan tersebut diakomodir dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, UU 12/1, dan sebagainya.

Pendekatan konseptual (conceptual approach) ialah pendekatan berlandasrkan pada doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum (Barus, Zulfadi, 2014). Pendekatan ini dilakukan dengan pemahaman atas konsep yang dikemukakan para ahli yang terdapat di berbagai literatur terutama yang terkait dengan dengan pembentukan kebijakan berupa undang-undang yang berbasis bukti ilmiah dan partisipatif.

III. PEMBAHASANSebagaimana pentingnya suatu kebijakan dalam menentukan

keputusan yang berdampak luas bagi masyarakat, maka kebijakan yang akan disusun perlu memperhatikan bagaimana kenyataan

Page 129: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

117Xavier Nugraha, dkk.

Participative Research-Based Policy

yang berkaitan dengan fokus utama dibuatnya kebijakan, [Asmara, Yuka Anugerah, 2015] atau dalam kata lain bahwa kebijakan tersebut harus didasarkan pada bukti-bukti yang mendukung objek kebijakan. Bukti (evidence) dapat diartikan sebagai cara yang rasional guna menyelesaikan masalah dengan menguraikannya menjadi suatu hipotesa dan hubungan sebab akibat. Dengan demikian, maka bukti memiliki peran penting dalam penyusunan suatu kebijakan dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan konkrit yang terjadi. Kebijakan dalam kerangka tersebutlah yang kemudian dikenal dengan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy-making). Istilah evidence-based policy-making tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Perdana Menteri Inggris, Tonny Blair, pada tahun 1997 yang menyatakan bahwa “evidence-based policy, as defined here, is all about public policy where vested interests sprawl, and the central issue is the compass and generalizability of research findings.”[Pawson R, 2006]. Mengacu pada definisi tersebut, maka salah satu indikator suatu kebijakan dapat dikatakan sebagai kebijakan berbasis bukti adalah ketika kebijakan tersebut didasarkan pada sebuah research findings, atau penelitian ilmiah.

Dalam membuat suatu kebijakan yang berkualitas, pemerintah pada hakikatnya harus menyusun kebijakan tersebut berdasarkan penelitian yang mendalam. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada faktanya, terdapat banyak penelitian yang dilakukan oleh para akademisi mengenai suatu isu tertentu namun penelitian tersebut tidak memiliki muara yang jelas. Padahal, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh para akademisi khususnya akademisi perguruan tinggi sangat berpotensi untuk menjadi dasar membuat Undang-Undang. Adapun kebijakan yang dapat didasarkan pada hasil penelitian adalah berupa kebijakan yang lebih bersifat praktis yaitu kebijakan dengan tema pangan, kesehatan, energi, manufaktur, informasi teknologi, lingkungan, sosial kemanusiaan, dimana perlu ada dukungan data-data atau informasi yang valid dan terpercaya melalui pengkajian dan penelitian sebelum kebijakan diformulasikan yang didasarkan pada pendekatan-pendekatan ilmiah dan sistematis. Hal ini berarti, menunjukan bahwa dalam proses pembentukan suatu Undang-Undang harus disertai dengan penelitian yang bersifat ilmiah.

Kebijakan berbasis data sebenarnya bukanlah yang baru, dimana terhadap beberapa aspek, pemerintah telah melakukan penyusunan

Page 130: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Participative Research-Based Policy

118 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

kebijakan berlandaskan penelitian ilmiah terlebih dahulu. Hal ini misal dapat dilihat di dalam proses pembentukan Undang-Undang. Didalam Pasal 43 ayat (3) UU12/11 dijelaskan, bahwa “Rancangan Undang-Undang harus disertai dengan naskah akademik.” Definisi naskah akademik berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU12/2011 ialah “naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.” Hal ini, menunjukan bahwa dalam membuat Undang-Undang ternyata didasarkan pada suatu penelitian yang bersifat ilmiah, bahkan di dalam Pasal 3 Perpres Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (selanjutnya disebut Perpres 87/2014), dijelaskan bahwa bagian pertama dari Rancangan Undang-Undang adalah Naskah Akademik. Hal ini, berarti awal dari suatu Undang-Undang adalah Nasakah Akademik.

Dengan adanya Nasakah Akademik sebelum dibentuknya Undang-Undang sesuai dengan UU 12/2011 dan Perpres 87/2014, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang yang lahir adalah suatu kebijakan yang berdasarkan bukti (evidance-based policy), khususnya bukti yang bersifat ilmiah (research-based policy). Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan tersebut masih bersifat internal dari pemrakarsa, baik dari Pemerintah (Badan Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kementerian atau Lembaga Non Kementerian), DPR (Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat) yang memiliki visi dalam mengoptimalkan dukungan ataupun DPD (Pusat Kajian Daerah dan Anggaran). Alat kelengkapan yang dimiliki baik oleh Kementerian, DPR, maupun DPD tersebut dalam melakukan penelitian masih bersifat internal kelembagaan dan belum mencerminkan partisipasi masyarakat secara langsung. Di mana, harusnya di dalam pembuatan naskah akademik melibatkan peneliti di luar lingkup pemrakarsa sebagai wujud partisipasi masyarakat. Keterlibatan peneliti di luar lembaga pramakersa adalah wujud partisipasi masyarakat yang oleh Ekawestri Prajwalita Widiati (2018), disebut sebagai different stages, different participations.

Page 131: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

119Xavier Nugraha, dkk.

Participative Research-Based Policy

Dalam rangka mengakomodir bentuk partisipasi tersebut, perlu suatu gagasan yaitu berupa open tender untuk membuka ruang kontestasi bagi para peneliti agar dapat menyumbangkan ide dan gagasannya berkaitan dengan objek rancangan undang-undang yang akan dibuat. Dalam gagasan tersebut, nantinya, open tender tersebut berupa kegiatan “Call for Research” yang dikhususkan bagi seluruh peneliti yaitu dengan gelar Doktor. Tujuannya adalah agar penelitian yang dibuat merupakan penelitian ilmiah yang mengutamakan kualitas mengingat gelar Doktor merupakan gelar tertinggi di bidang akademik.[Kasry, Adnan, 2019]

Call for Research tersebut dilaksanakan ketika DPR, DPD, maupun Pemerintah akan mencanangkan untuk membuat suatu kebijakan, yaitu Undang-Undang, dimana DPR, DPD maupun Pemerintah mengumumkan adanya open tender tersebut melalui website resmi masing-masing lembaga untuk selanjutnya para peneliti yang telah memiliki hasil penelitian yang relevan dengan topik rancangan undang–undang dapat mendaftarkan penelitiannya. Call for Research tersebut akan dilaksanakan dalam bentuk kerjasama oleh DPR, DPD, dan Pemerintah sebagai otoritas yang berwenang dalam pembuatan produk Undang-Undang. Call for Research tersebut nantinya akan dilaksanakan dengan membuka metode pembagian wilayah Indonesia, dimana nantinya kegiatan tersebut akan dilaksanakan di Indonesia bagian Timur, Indonesia bagian Tengah, dan Indonesia bagian Barat. Tujuannya adalah agar kegiatan Call for Research tersebut merata ke seluruh wilayah Indonesia sehingga diharapkan dapat benar-benar menyerap ide dan gagasan para peneliti di seluruh wilayah Indonesia yang tertuang dalam masing-masing penelitian mereka. Adapun penelitian yang nantinya akan dipilih dari proses seleksi tersebut akan disesuaikan secara proporsional agar tetap menjamin adanya partisipasi.

Proses seleksi tersebut akan didasarkan pada beberapa pertimbangan oleh lembaga pemrakarsa, antara lain adalah seberapa besar biaya dan keuntungan (cost and benefit) yang akan ditimbulkan apabila menerapkan kebijakan tersebut, dan juga mempertimbangkan kuantitas dari penelitian tersebut, manakah yang paling banyak di antara mendukung atau menolak kebijakan yang dicanangkan oleh DPR, DPD, maupun Pemerintah. Adapun hasil nyata dari penelitian tersebut adalah peneliti dengan

Page 132: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Participative Research-Based Policy

120 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

penelitian terbaiknya akan dimasukkan dalam Tim Asistensi Badan Legislasi DPR ketika Undang-Undang tersebut diinisiasi oleh DPR, dan akan dimasukkan ke dalam Panitia Antar Kementerian dan/atau Antar Non Kementerian apabila Undang-Undang tersebut diinisiasi oleh Pemerintah, serta dimasukkan dalam Tim Asistensi Pusat Kajian dan Daerah. Adapun penelitian terbaik yang sejalan dengan indikator pertimbangan DPR, DPD, dan Pemerintah tersebut nantinya akan dijadikan sebagai pedoman utama dalam proses pembuatan Naskah Akademik. Sehingga, Naskah Akademik RUU yang akan dibuat tersebut merupakan pengejawantahan dari berbagai penelitian terbaik yang dilakukan oleh para akademisi Indonesia. Naskah Akademik yang dihasilkan dari proses Call for Research itulah merupakan gagasan “Participative Research Based Policy: Sebuah Solusi Terciptanya Kebijakan Berbasis Bukti Yang Ilmiah dan Partisipatif” sebagaimana dimaksud dalam tulisan ini.

IV. PENUTUP Mengacu pada mekanisme pembentukan Undang-Undang saat

ini yang Naskah Akademiknya menggunakan penelitian ilmiah tetapi peneliti yang terlibat masih terbatas pada penunjukkan langsung oleh lembaga pemrakarsa, sehingga kurang menunjukkan nilai keterbukaan sebagaimana diamanatkan Pasal 5 UU 12/11. Selain itu, adanya research-based policy sebagai mekanisme pembentukan Undang-Undang yang lebih partisipatif dengan memberikan ruang terbuka bagi peneliti secara luas untuk terlibat dalam perumusan Naskah Akademik, sehingga akan tercipta mekanisme yang partisipatif berdasarkan penelitian ilmiah yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Asmara, Anugerah Yuka dan Setiowiji Handoyo. (2015). Pembuatan Kebijakan Berbasis Bukti: Studi Pada Proses Pembuatan Kebijakan Standardisasi Alat dan Mesin Pertanian di Indonesia, Warta KIMIL Pusat Penelitian Perkembangan Iptek LIPI, Volume 13 Nomor 1.

Page 133: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

121Xavier Nugraha, dkk.

Participative Research-Based Policy

Barus, Zulfida. (2013). Analisis Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Sosiologis. Dinamika Hukum. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 13, No. 2, Mei.

Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja. (2019). Susun Master Plan Berbasis CORA, (online), (http://www.lokabaturaja.com/index.php/2011-07-25-15-58-1/item/90-susun-master-plan-berbasis-cora, diakses 20 November 2019).

Cahaya Indriaty, SKM., M.Kes. (2016). Mendayagunakan Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Kebijakan Kesehatan, (online), (https://www.ksiindonesia.org/in/news/detail/mendayagunan-penelitian-untuk-meningkatkan-kualitas-kebijakan-kesehatan, diakses pada 14 Desember 2019).

Cornell University, INSEAD, dan WIPO. (2018). The Global Innovation Index 2018: Energizing the World with Innovation. Ithaca, Fontainebleau, and Geneva.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, (online), (https://dpd.go.id/halaman-setjen-dpd, diakses 20 November 2019).

Gusti Grehenson. (2015). Adrinof Pastikan Kebijakan Pemerintah Diarahkan Berbasis Riset, (online), (https://www.ugm.ac.id/id/berita/10105-adrinof-pastikan-kebijakan-pemerintah-diarahkan-berbasis-riset, diakses 20 November 2019).

Ichwanuddin, Wawan, (2006). Masyarakat Sipil dan Kebijakan Publik, Studi Kasus Masyarakat Sipil dalam Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan. Jakarta: YAPPIKA.

Imam Solehudin. (2018). Muncul Kabar Dilebur, Begini Nasib Badan Litbang di Kementerian, (online) (https://www.jawapos.com/features/humaniora/07/12/2018/muncul-kabar-dilebur-begini-nasib-badan-litbang-di kementerian/, diakses 20 November 2019).

Joko Riskoyono. (2015). Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perundang-Undangan untuk Mewujudkan Kesejahteraan, Aspirasi, Volume 6 Nomor 2, Desember.

Mandasari, Zayanti. (2014). Politik Hukum Pengaturan Masyarakat Hukum Adat (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi). Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Volume 2 Nomor 12, April.

Page 134: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Participative Research-Based Policy

122 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Nugraha, Xavier, et al. (2019). Rekonstruksi Batas UsiaMinimal Perkawinan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum TerhadapPerempuan (Analisa Putusan Mk No.22/Puu-Xv/2017), Lex Scientia Law Review, Volume 3 Nomor 1, Mei.

Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, (online), (https://puslit.dpr.go.id/tentang/visimisi, diakses 20 November 2019).

R, Pawson. (2006), Evidence Based Policy: A Realist Perspective, UK: Sage, London.

Samego, I. (2014) Peneliti LIPI: Banyak Hasil Penelitian di Indonesia Tidak Dihargai, (online), (https://nasional.kompas.com/read/2014/06/30/1220168/Peneliti.LIPI.Banyak.Hasil.Penelitian.di.Indonesia.Tidak.Dihargai, diakses 14 Desember 2019).

Sirajuddin, et.al, (2012). Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan Keterbukaan Informasi. Malang: Setara Press, 2012.

Sonata, Liber Debri. (2017). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8 Nomor 1, Januari-Maret.

Sundari. (2007). Menerjemahkan Hasil Penelitian Ke Dalam Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan, Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 35 Nomor 4. Desember.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

W, Head B. (2008). Research and Evaluation: Three:Lenses of Evidence-Based Policy. The Australian Journal of Public Administration, Volume 67 Nomor 1, Maret.

Page 135: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

123Ri'dhollah Purwa Jati

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

IMPLEMENTASI KONSEP EVIDENCE BASED POLICY AFRIKA SELATAN DALAM INTEGRASI

PEMBUAT KEBIJAKAN DAN PENELITI INDONESIA

Ri’dhollah Purwa Jati

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,[email protected]

ABSTRAKKegagalan Regulasi atau kebijakan memang sering menjadi permasalahan tersendiri dalam suatu negara. Seringkali regulasi maupun kebijakan tidak dapat diterapkan dalam suatu masyarakat. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kurangnya suatu data, maupun adanya suatu kepentingan politis yang memaksa suatu regulasi atau kebijakan tampak ideal, namun lemah dalam pengaplikasiannya. Kelemahan dalam pengaplikasian ini merupakan dampak dari penafsiran suatu data yang salah atau kajian yang kurang matang. Sehingga diperlukan suatu komunikasi yang intensif antara pembuat kebijakan dengan sumber yang memperoleh hasil penelitian tersebut. Penelitian berbasiskan bukti inilah yang kemudian disebut sebagai Evidence Based Policy. Melalui metode penelitian normatif, tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaraan mengenai konsep Evidence based policy dalam perumusan kebijakan, sekaligus memberikan solusi terbaik dalam menjembatani legislator/pembuat kebiakan (policy maker) dengan peneliti.

Kata kunci: evidence based policy; pembuat kebijakan; peneliti; kolaborasi.

I. PENDAHULUANIndonesia merupakan negara hukum sebagaimana dinyatakan

dalam Konstitusi Indoensia dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat) bukan negara kekuasaan (Machtsstaat). Indonesia sebagai negara hukum tidak lepas dari pembentukan regulasi. Pemerintah sebagai penyelenggara negara telah banyak merumuskan regulasi atau kebijakan, baik dalam tingkat undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri. Sehingga, banyak sekali output produk hukum di Indonesia. Hal itu tentu perlu adanya sinkronisasi yang

Page 136: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

124 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

dilandasi sifat aplikatif dari keberlakuan kebijakan tersebut dalam masyarakat.

Terkait dengan produk regulasi akan terintegrasi dalam Sistem Regulasi Nasional (SRN). Sehingga apabila terdapat kegagalan dalam menjaga Sistem Regulasi Nasional berdampak pada turunnya kualitas regulasi serta tidak terkendalinya kuantitas regulasi. Akibatnya Indonesia mengalami banyak kendala baik dalam peraturan (regel) maupun kebijakan (beleidsregel). Banyak regulasi yang tidak sinkron, atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, hal inilah yang disebut dengan turunnya kualitas regulasi. Hal tersebut terjadi ketika suatu peraturan maupun kebijakan tidak memberi manfaat, atau bahkan justru merugikan. Regulasi yang demikian tentu tidak dapat diterapkan (applied) dalam masyarakat.

Masalah yang demikian terjadi akibat kurangnya kematangan keputusan pembuat peraturan atau kebijakan (policy maker). Tindakan ini merupakan suatu tindakan yang ceroboh, yang mana apabila dalam membuat regulasi akan terus berlangsung demikian, maka akan sangan kontradiktif dengan apa yang terjadi dalam lapangan yang sesungguhnya. Dengan inilah kemudian riset menjadi sangat vital dalam perumusan regulasi. Selain riset, perlunya penerjemahan yang benar terhadap suatu bukti. Tentu diperlukan sebuah sinergi antara pembuat kebijakan dengan peneliti yang dapat menerjemahkan data secara objektif. Sehingga didapatkan suatu kebijakan yang lebih sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

Penelitian ini memodifikasi penelitian sebelumnya dan menerapkannya ke dalam sebuah gagasan ranah kebijakan Indonesia, yakni penelitian yang berjudul “Merefleksikan 20 Tahun Demokrasi Afrika Selatan dengan menggunakan Bukti dalam Ranah Kebijakan”, yang dikaji oleh Pemerintah Indonesia (Kementrian PPN/Bappenas), Pemerintah Austraila (Australian Aid), dan Knowlege Sector Initiative. Sehingga, penelitian ini diharapkan mampu menyampaikan konsep kolaborasi yang harmonis antara peneliti dengan pembuat kebijakan demi tercapainya suatu kebijakan atau regulasi dengan tepat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengemukakan rumusan masalah yaitu, bagaimana kolaborasi peneliti sebagai penerjemah bukti dengan pembuat kebijakan sebagai pengaplikasi bukti dalam perumusan kebijakan?

Page 137: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

125Ri'dhollah Purwa Jati

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKAPelaksanaan Evidence Based Policy Afrika Selatan

Dua Puluh tahun terakhir perkembangan demokrasi Afrika Selatan menuju ke arah yang sempurna. Refleksi demokrasi ini juga tercermin dalam ranah kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan pemerintah demokrasi Afrika Selatan yang cukup terbilang baru melaksanakan kajian dalam jangka waktu lima tahunan demi melihat progress dan program yang telah dilaksanakan dan dicapai. Sehingga, dengan kajian lima tahunan tersebut, pemerintah Afrika Selatan dapat memperoleh bukti-bukti yang digunakan sebagai pijakan ke depan. Pemerintah Afrika Selatan dalam hal kajian lima tahunan ataupun dalam mengumpulkan bukti-bukti, melibatkan para peneliti yang dalam hal ini peneliti dimaksudkan adalah mereka yang memperoleh bukti dan ahli dalam bukti, yang berasal dari berbagai sektor seperti, sektor pemerintahan, lembaga penelitian kunci, dunia usaha/perusahaan baik milik negara maupun swasta, dan untuk yang menggunakan data narasi yang melibatkan masyarakat sipil. Dalam hal data narasi dapat berupa: kajian data informasi selama masa kepresidenan; commissioned research; refleksi pemerintah tentang apa yang telah dicapai dalam setiap departemen maupun bagian; penelitian ilmiah; menjamin keterlibatan dengan melaksanakan 21 acara meja; audit evaluasi. Pemerintah Afrika Selatan pada tahun 2012, kabinet juga menyetujui rencana kajian tahun ke-20, diikuti oleh pembentukan komite untuk memandu manajemen dan implikasi kajian, yang dalam hal ini pemerintah mengikutsertakan menteri dan kepala departemen yang yang digambarkan dalam peta berikut ini (Dayal, 2016).

Page 138: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

126 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Sumber: Penelitian Kerjasama Kementerian PPN-Australian AidGambar 1. Komite Manajemen dan Implikasi Kajian Afrika Selatan

Seperti yang tergambar dalam bagan di atas, terdapat enam sumber yang dijadikan rujukan oleh Afrika Selatan dalam menyusun basis bukti yang bersifat komprehensif yang dimasukan ke dalam proses kajian sebagai berikut:1. Informasi dan data dari kajian atau sintetis selama periode

kepresidenan- dalam hal ini sumber ini menjadi basis basis pertama yang harus dilihat, merujuk pada masa pemerintah sejak demokratis pertama terhadap memori kelembagaan.

2. Commisioned research atau yang biasa disebut dengan penelitian atas permintaan- dalam hal ini biasanya akademisi atau peneliti dikerahkan untuk menjawab jurang identifikasi pejabat pemerintah dalam menghasilkan bukti penelitian sebagai rujukan dalam kajian.

3. Refleksi kemajuan dan kelemahan yang ada setiap departemen pemerintahan. Seruan untuk melaksanakan kajian diperintahkan secara nasional dan daerah, terutama dalam hal

Page 139: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

127Ri'dhollah Purwa Jati

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

data administratif maupun informasi hasil pemantauan, serta studi kasus kualitatif dan pengetahuan lokal.

4. Penelitian ilmiah berdasarkan kajian literatur. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk setiap 21 tema oleh ahli informasi yang bertujuan agar tidak ada hasil penelitian yang penting terlewatkan.

5. Menjalin keterlibatan dengan mengadakan 21 acara meja bundar. Mengundang pembuat kebijakan, peneliti, masyarakat sipil, perwakilan pejabat publik agar terlibat secara kolektif dalam basis pengetahuan. Dengan berdiskusi dan berdialog yang akan dilaksanakan per tema untuk pertimbangan pembuatan konten.

6. Audit Evaluasi. Sebagai sarana mengevaluasi kinerja pemerintah dalam implementasi intevensi kunci.

III. METODE PENELITIANDalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data

sekunder. Untuk memperoleh data sekunder diperlukan studi kepustakaan. Data sekunder ini berguna sebagai landasan teori untuk mendasari analisis terhadap pokok-pokok permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Dalam penelitian terdapat tiga jenis pengumpulan data yaitu studi pustaka, bahan pustaka, dan obesrvasi. Dalam hal ini penulis menggunakan studi pustaka dan bahan pustaka. Penulkis mengambil data dari buku maupun dokumen hasil penelitiaj masalah yang terkait dan jurnal serta website yang relevan yang dapat menjadi sumber pedoman pengetahuan yang kemudian dikembangkan oleh penulis.

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis normatif yaitu berdasarkan fakta munculnya permasalahan dalam pengambilan kebijakan. kemudian dengan fakta-fakta permasalahan ini penulis mengambil rumusan yang dapat diaplikasikan ke dalam sistem pembuatan kebijakan di Indonesia.

IV. PEMBAHASANPembentukan suatu peraturan atau pengambilan kebijakan

diperlukan suatu bukti konkret, yang kemudaian dapat dijadikan acuan dalam menyususn regulasi. Penyususnan regulasi berdasarkan

Page 140: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

128 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

bukti sangat diperlukan demi terciptanya sebuah regulasi yang ideal sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Situasi yang demikian tentu menuntut pembuat kebijakan (policy maker/legislator) untuk objektif terhadap aturan yang sedang dibentuk. Sebab, pada dasarnya dapat saja dimungkinkan kebijakan hanya berpacu pada pemangku kepentingan (stakeholder) saja atau bahkan terbatas pada pengetahuan dan pengalaman pembuat kebijakan.

Objektivitas pembuat kebijakan sangat diperlukan, selain itu diperlukan proses berpikir yang berorientasi pada bukti (evidence thinking) yang kemudian dapat menghasilkan kebijakan yang berbasiskan bukti (evidence based policy). Akan tetapi, pada dasarnya evidence based policy ini tidak sesederhana itu. Perlakuan terhadap bukti atau riset perlu dibaca dengan matang. Karena, pada dasarnya hasil sebuah penelitian ataupun data yanng menjadi bukti tidak dapat “berbicara sendiri”. Artinya data masih bersifat mentah untuk menuju pada sebuah kebijakan. Masih banyak diperlukan pertimbangan data, yang dapat berupa opini publik, selain itu kelayakan politis, efek atau dampak yang timbul daripada suatu kebijakan dan pengetahuan lokal adalah bentuk-bentuk bukti yang sah.

Penting adanya sebuah komunikasi intensif policy maker dengan penghasil bukti, yang biasanya dapat peneliti ataupun pihak pemerintah terhadsp laporannya, yang mana koordinasi keduanya amat sangat diperlukan saat ini jika menilik pada Indoensia, selain akibat politis, akibat kurang harmonisnya pembuat kebijakan dan penghasil bukti juga menjadi sebab kegagalan konsep suatu regulasi. Keterpisahan antara keduanya, menjadi celah cacatnya suatu regulasi. Sebab dalam perumusan kebijakan peneliti adalah yang menjembatani antara data penelitian dengan pembuat kebijakan. Seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh. Sehingga apabila terdapat koordinasi dan kolaborasi yang baik, maka dapat dipastikan bahwa kebijakan akan lebih relevan dapat diterapkan.

Dalam konteks ini, perlu adanya suatu wadah tersendiri yang menjembatani komunikasi antara pembuat kebijakan atau undang-undang dengan penerjemah bukti, yang dalam hal ini dapat berasal dari kalangan peneliti, instansi, dunia usaha, maupun masyarakat sipil, yang mana semua itu terlibat dalam bukti tersebut. Wadah tersebut dimaksudkan adalah tempat berkumpulnya penerjemah

Page 141: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

129Ri'dhollah Purwa Jati

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

bukti, yang mana dalam era modern ini dapat dilaksanakan secara daring. Artinya komunikasi antara penerjemah bukti dengan pembuat kebijakan dapat diawali secara online, lalu dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya berupa kerjasama antara keduanya. Yang dalam hal ini dapat berupa sebuah website maupun aplikasi tertentu yang dapat diakses oleh pembuat kebijakan, peneliti yang telah diterima untuk bergabung dalam sistem ini, yang artinya peneliti harus memenuhi syarat tertentu, seperti syarat telah melakukan penelitian, berasal dari instansi yang diakui, atau telah mendapatkkan sertifikasi sebagai peneliti, atau bahkan terdaftar dengan keahlian tertentu yang sewaktu-waktu diperlukan dalam suatu perumusan kebijakan. Hal tersebut dimaksudkan supaya tidak ada data yang mentah, yang pada akhirnya justru berdampak buruk pada pelaksanaannya.

Dengan adanya sistem pengumpulan data dalam suatu wadah ini, akan memudahkan dalam pencarian sebuah data. Konsep ini tidak hanya untuk mengakses data, namun konsep ini ini juga dapat menawarkan penelitian berdasarkan permintaan, yang dalam hal ini dapat juga dilakukan oleh peneliti dari perguruan tinggi yang berkompeten dalam bidangnya, ataupun peneliti lain dengan sertifikasi tertentu, maupun instansi, dan auditor.

Konsep bersifat dua arah, yang artinya suatu bukti, baik itu berasal dari penelitian, hasil audit, maupun refleksi pemerintahan selama lima tahun terakhir dapat di input ke dalam. Yang dalam hal ini meliputi seluruh peraturan (regel) maupun kebijakan (beleidsregels) yang telah diterapkan maupun kebijakan atau peraturan yang sedang dalam proses pengkajian oleh pembuat kebijakan (policy maker), tentu hal tersebut terlepas dari kewenangan seorang pembuat kebijakan itu sendiri. Artinya, dengan satu wadah ini masyarakat, melalui peneliti yang ahli dalam bidangnya dapat mengkritik atau memberi saran secara objektif, meskipun pada akhirnya semua itu merupakan kewenangan daripada policy maker itu sendiri untuk menentukan sebuah kebijakan. namun demikian, setidaknya semua dapat terpantau secara keilmuan/ilmiah atau diidapatkan kebijakan yang rasional sesuai dengan keadaan data yang sebenarnya.

Dengan konsep ini, pembuat kebijakan yang mengambil sebuah ahasil penelitian atau hasil audit maupun laporan pemerintahan, akan dihadapkan langsung dengan sumber atau pembuatnya. Sehingga, suatu bahasa bukti dapat diterjemahkan oleh si pembuat

Page 142: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

130 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

bukti itu sendiri, sehingga maksud daripada adanya kajian atau penelitian tersebut dapat tersampaikan dalam sebuah kebijakan yang akan diambil. Konsep ini juga menawarkan kelebihan terkait dengan keberagaman disiplin ilmu, sebab wadah ini memfasilitasi semua peneliti, birokrat, maupun auditor untuk saling terbuka dalam data, yang kemudian dijadikan sebagai bekal awal bagi pembuat kebijakan, sebelum kemudian dijadikan sebagai pijakan awal komunikasi bagi pihak terkait dengan data tersebut dengan pembuat kebijakan. Dengan begitu sebuah bukti yang akan digunakan dapat dipertanggungjawabkan serta proses pengolahannya dapat dipantau.

Gagasan yang diajukan penulis dalam hal ini lebih menekankan kepada bagaimana interaksi daripada para pihak yang akan mempengaruhi hasil kebijakan. Yang mana para pihak tersebut bukan hanya pembuat kebijakan atau pejabat publik saja, melainkan penghasil bukti atau peneliti itu sendiri, baik yang berasal dari departemen pemerintahan, akademisi, maupun masyarakat yang secara kolektif dapat memberikan masukan terkait dengan output kebijakan. Sebab, belum tentu seorang ahli hukum akan memahami sebuah data statistika, seorang ahli statistika belum tentu memahami sebuah teori ekonomi, begitu pula latar belakang daripada pembuat kebijakan itu sendiri, yang mungkin saja menguasai suatu bidang namun tidak yang lainnya. Berangkat dari situlah tulisan ini mengusung sebuah pola interaksi dan kolaborasi antara pihak-pihak yang akan berdampak pada sifat aplikatif kebijakan itu sendiri, yang tidak hanya didasarkan pada sebuah hasil penelitian (bukti), melainkan juga bagaimana penafsiran terhadap bukti itu sendiri.

Sehingga apabila mengingat Indonesia sudah menuju era digitalisasi informasi bahkan otomatisasi, maka perlu mempertemukan pembuat kebijakan dengan bukti, yang dapat berupa hasil audit departemen pemerintahan, penelitian permintaan, penelitian, karya akademisi, maupun hasil refleksi pemerintahan selama masa satu periode ataupun masa-masa yang sebelumnya, serta sekaligus mempertemukan kepada penghasil bukti-bukti itu sendiri sepagai intepretator dengan ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Tentu hal tersebut perlu dukungan kuat dari semua elemen, termasuk dukungan moral dari pembuat kebijakan itu sendiri.

Page 143: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

131Ri'dhollah Purwa Jati

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

V. PENUTUP Kurang matangnya kajian dalam pembuatan kebijakan

atau peraturan dapat menimbulkan dampak yang berat. Hal ini dikarenakan setiap kebijakan yang tidak sesuai dengan data atau kondisi lapangan yang sesungguhnya mengakibatkan kebijakan tersebut tidak dapat diaplikasikan. Kurang matangnya sebuah kajian tidak hanya disebabkan oleh kekurangan data. Namun, salah penafsiran atau salah dalam membaca suatu data itulah yang meyebabkan miskonsepsi data antara tafsiran pembuat undang-undang dengan maksud peneliti ataupun keadaan yang sebenarnya.

Berkaca dari Afrika Selatan, maka menjadikan penting adanya suatu hubungan pembuat kebijakan dengan peneliti atau sumber data yang dapat menerjemahkan suatu bukti. Diperlukan suatu wadah untuk menjembatani hubungan pemilik bukti (peneliti) dengan pembuat kebijakan. sehingga, dengan adanya kolaborasi keduannya, suatu kebijakan dapat ditelaah dan dihasilkan dengan sebaik-baiknya. Diperlukan pula suatu konsep pengawasan dari penelitian itu sendiri terkait dengan susbtansi yang menyangkut data/bukti, terlepas dari kewenangan pembuat kebijakan itu sendiri, yang mana berhak untuk memutuskan kemana sebuah kebijakan akan ditentukan. Setidaknya ada sebuah bukti yang dijadikan sebagai referensi sandaran

Selain itu, jika berkaca pada strategi yang dilakukan oleh negara demokrasi Afrika selatan, yang memiliki komunitas riset yang diakui serta mapan dalam kancah internasional, tantangan dan data sistem informasi menjadi sebuah sarana yang penting. Sebab, kelangkaan sebuah data dan sistem informasi ini kemudian yang membuat kebijakan didasarkan dengan basis data yang sangat minim, akibatnya kebijakan menjadi tidak dapat diterapkan karena terdapat ketidaksesuaian.

Oleh karena itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyatuan atau perekrutan ilmuwan data/penghasil data (bukti), pembuat kebijakan, dan bukti dalam satu platform ini sangat perlu untuk membantu proses validasi data dengan arahan yang strategis. Tidak hanya itu, perekrutan tersebut juga berdampak pada penelitian akademisi, yang masa sebuah hasil tulisan penelitian yang selama ini tidak terpakai dan dibiarkan begitu saja dapat dijadikan basis dalam pembuatan kebijakan, tentu hal tersebut akan memperkaya

Page 144: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Implementasi Konsep Evidence Based Policy Afrika Selatan

132 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

khasanah keilmuwan yang digunakan sebagai referensi dalam pembuatan kebijakan. Dengan demikian, diharapkan dibentuk suatu wadah yang dapat menyatukan komunikasi, integrasi dan kolaborasi antara bagi pembuat kebijakan (policy maker) dengan peneliti (researchers). Sehingga, dalam menentukan arah kebijakan akan lebih konkret dan dapat diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Academy of Science of South Africa (ASSAF). (2006). Evidence-Based Practice: Double Sumposium Proceedings On Problems, Possibilities And Politica. Thawana/Pretoria:ASSAF, (online), (http://www.assaf.org.za/files/reports/evidence_based_practice.pdf. diakses 20 Desember 2019)

Boaz, A; Ashby, D and Young, K. (2002). Systematic reviews: what have they got to offer evidence based policy and practice?. London: ESRC UK Centre for Evidence Based Policy and Practice, Department of Politics, Queen Mary, University of London, (online) http://www.evidencenetwork.org, diakses 20 Desember 2019)

Dayal, H 2016, Menggunakan Bukti untuk Merefleksikan 20 Tahun Demokrasi Afrika Selatan: Pandangan dari Dalam Ranah Kebijakan, Jakarta: Kementrian PPN.

Head B. W., (2014), Public Administration and The Promise Of Evidence Based Policy: Experience In And Beyond Australia, Asia Pacific Journal of Public Administration, Vol. 36 No. 1, March.

Page 145: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

133Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

PERLUKAH MEMBENTUK BADAN RISET DANINOVASI DAERAH SEBAGAI IMPLEMENTASI

UU 11/2019 SISNAS IPTEK DI DAERAH? STUDI KASUS PROVINSI JAWA TENGAH

Agus Fanar Syukri

Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi – LIPIJl. Jendral Gatot Subroto 10, Jakarta, 12710;

[email protected]

Sri Hestiningsih Widiyanti

Badan Perencanan Pembangun, Penelitian danPengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Jl. Pemuda No.127-133, Sekayu, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, 50132

[email protected]

Wiwin Widiastuti

Badan Perencanan Pembangun, Penelitian danPengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Jl. Pemuda No.127-133, Sekayu, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, 50132

[email protected]

ABSTRAKPersaingan yang semakin tinggi di era globalisasi saat ini, menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dan inovasi (iptekin) menuju ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Untuk meningkatkan daya saing bangsadibutuhkan transformasi bertahap dari perekonomian yang berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif yaitu dengan cara pengembangan dan penerapan iptekin menuju ekonomi maju, sehingga dapat mendukung kemandirian dan ketahanan bangsa secara berkelanjutan. UU Sisnas Iptek menyatakan bahwa Sisnas Iptek adalahi landasan dalam perumusan kebijakan pembangunan sehingga dapat meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa. Sisnas Iptek terdiri atas Sumber Daya Manusia (SDM), sarana prasana, pendanaan serta kelembagaan iptek dan inovasi; termasuk di dalamnya keberadaan organisasi profesi dan investasi. Di dalam perjalanannya kegiatan Badan

Page 146: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

134 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) dirasa masih belum optimal, demikian pula dengan adanya UU Sisnas Iptek masih banyak tantangannya berkaitan dengan implementasinya di daerah, antara lain keberadaan lembaga penelitian dan pengembangan daerah (Litbangda), Dewan Riset Daerah (DRD) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDa), yang telah ada di daerah. Apakah Balitbangda harus bertransformasi menjadi badan riset dan inovasi daerah (BRID) dalam mengimplementasikan UU Sisnas Iptek tersebut di daerah? Dengan metode IRSA (Identify, Reflect, Share and Apply), disimpulkan bahwa balitbangda belum mencukupi persyaratannya bertransformasi menjadi BRID, tetapi tugas dan fungsi sebagai koordinator kegiatan riset dan inovasi di daerah dapat terus dilaksanakan, dalam rangka membantu pembangunan daerah, dengan memperkuat kemampuan iptekin di tingkat lokal, sehingga berdampak secara nasional, bahkan juga di tingkat global, yaitu meningkatkan indeks daya saing Indonesia.

Kata kunci: iptekin; balitbangda; indeks daya saing; pembangungan daerah; sisnas iptek

I. LATAR BELAKANGPembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini

telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi (iptekin), politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan khususnya terkait pengembangan iptekin. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-20025 (RPJMN 2005-2025) disebutkan bahwa kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan pemanfaatan ilmu sumber daya organisasi, teknologi dan inovasi oleh pihak industri dan masyarakat. Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal itu ditunjukkan, antara lain, oleh masih rendahnya sumbangan

Page 147: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

135Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

iptek di sektor produksi, belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya iptekin di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek secara nasional.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek nasional, tantangan yang dihadapi antara lain adalah meningkatkan kontribusi iptek untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hajat hidup bangsa; menciptakan rasa aman; memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, energi, dan pangan; memperkuat sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain; mengembangkan budaya iptek di kalangan masyarakat; meningkatkan komitmen bangsa terhadap pengembangan iptek; serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan iptek.

Dalam rangka mewujudkan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, negara berkewajiban memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Untuk memenuhi kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan nasional dan memenuhi hak asasi setiap orang dalam memperoleh manfaat ilmu pengtahuan dan teknologi, perlu diatur mengenai sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pembangunan agar mampu memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mencapai tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa.

Sebelumnya sudah ada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan teknologi namun UU tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan perkembangan lingkungan strategis yang sangat dinamis sehingga diperlukan perbaikan dari UU tersebut melalui UU Sisnas Iptek. UU Sisnas Iptek memiliki pokok–pokok pengaturan perundang–undangan yaitu, Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dijadikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pembangunan dengan tujuan agar dapat memperkuat daya dukung Ilmu Pengetahuan dan

Page 148: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

136 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Teknologi sehingga dapat meningkatkan daya saing nasional dan dapat mencapai kemandirian bangsa.

Tujuan kajian ini adalah untuk memotret kondisi riil balitbangda dalam membantu mewujudkan pembangunan di daerah melalui iptekin, yang dengan lahirnya UU Sisnas Iptek apakah balitbangda dapat bertransformasi menjadi badan riset dan inovasi daerah (BRID) dilihat dari berbagai parameter. Sasaran penelitian ini adalah balitbangda, dengan studi kasus Balitbangda Jawa Tengah yang telah dimerger ke dalam Bappeda Jawa Tengah. Dengan tersedianya model balitbangda dalam membantu pembangunan daerah melalui iptekin, untuk mewujudkan industri berbasis manajemen sumber daya organisasi yang memiliki kemampuan memenuhi persyaratan mutu produk/jasa dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk peningkatan peran serta balitbangda dalam pembangunan daerah, dalam rangka mengimplementasikan UU 11/2019 tentang Sisnas Iptek di daerah.

II. LANDASAN TEORI Teori dan konsep-konsep yang menjadi landasan kegiatan

penelitian ini, yang juga menjadi parameter analisis dalam kajian, secara garis besar dijelaskan sebagai berikut:A. UU Sisnas Iptek

Rencana induk pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dijadikan sebagai acuan dari rencana pembangunan jangka panjang nasional dan menjadi dasar dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional (Ristekdikti, 2019). Kliring teknologi, audit teknologi, dan alih teknologi dalam penelitian, pengembangan, dan pengkajian terhadap teknologi yang besifat strategis dan/atau yang sumber pendanaannya berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Ristekdikti, 2019) juga diatur dalam undang–undang ini. Penegasan mengenai penyelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui pendekatan proses yang mencakup Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan serta pendekatan produk yang mencakup invensi dan inovasi juga dibahas dalam UU ini.

Page 149: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

137Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

Kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pendanaan, serta jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian penting dalam penyelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pembinaan dan pengawasan, serta tanggung jawab dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi guna menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan.

Kemitraan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dengan luar negeri dilakukan dengan berpedoman pada politik luar negeri bebas aktif. Untuk kepentingan perlindungan keanekaragaman hayati, spesimen lokal Indonesia, baik fisik mapun digital, serta budaya dan kearifan lokal Indonesia, dilakukan pengaturan pengalihan material bagi kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi asing dan/atau orang asing dan orang Indonesia dengan dunia yang bersumber dari pembiayaan asing dalam melakukan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi di Indonesia.

B. Kelembagaan LitbangdaLembaga penelitian dan pengembangan (lemlitbang) atau

badan penelitian dan pengembangan (balitbang) berperan penting dalam mendorong kemajuan suatu negara. Hasil litbang yang akurat dalam bentuk konsep, model, skenario, maupun pilihan kebijakan yang tepat dapat menjadi rekomendasi dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul di suatu negara mulai dari perubahan iklim, krisis pangan dan energi hingga solusi dalam rangka meningkatkan produktivitas di berbagai sektor pembangunan. Tidak mengherankan jika pengambil kebijakan di negara-negara maju umumnya terlebih dulu melakukan kegiatan penelitian dan kajian sebelum merumuskan, membuat, dan menetapkan suatu kebijakan pemerintah (Balitbang Kemendagri, 2019).

Arti penting peran lemlitbang tersebut terangkum pada Pasal 209 dan 219 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah). Amanah tersebut menyebutkan, pentingnya pembentukan badan daerah untuk melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan yang meliputi perencanaan, keuangan, kepegawaian dan pendidikan, serta pelatihan dan penelitian pengembangan.

Page 150: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

138 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Selain itu, pada Pasal 373 dan Pasal 374 UU Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa balitbang juga berfungsi sebagai salah satu instrumen pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang selanjutnya pada Pasal 388 juga menyebutkan sebagai penilaian inovasi daerah. Peraturan pelaksanaan pada tingkat Peraturan Pemerintah yang juga mengatur tentang fungsi dan peran Balitbangda, hingga saat ini juga sedang dibahas menjelang penetapan RPP OPD (Organisasi Perangkat Daerah) berlandaskan UU Pemerintahan Daerah.

Pentingnya balitbangda juga berdasarkan alasan teoritis, antara lain berkaitan dengan fungsi research & development dalam konsep manajemen strategis yaitu peran litbang dalam melakukan scanning lingkungan internal dan eksternal sebagai dasar perencanaan (planning by research), fungsi formulasi kebijakan (formulating policy), dan fungsi kontrol (controlling). Dalam konteks manajemen pembangunan nasional dan daerah, BPP berperan menghasilkan berbagai proxy, model, dan pilihan kebijakan yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan di pusat dan daerah. Baik itu untuk perencanaan, perumusan kebijakan, serta pembinaan dan pengawasan pembangunan.

C. SDM Iptek Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diperlukan

dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kualitas sumber daya manusianya, di samping dukungan sistem dan kelembagaan, dan politiknya, inovasi dan teknologi menjadi penghela pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Jika semua penyelenggara iptek bergerak bersamaan maka kemajuan suatu bangsa akan terwujud.

Banyak hal yang harus dibenahi dan diupayakan untuk meningkatkan daya saing SDM IPTEK, salah satunya adalah melalui penguasaan teknologi dan inovasi tata kelola SDM. Peningkatan kualitas SDM Indonesia dipengaruhi beberapa faktor mulai dari aspek kesehatan, lingkungan, pendidikan, sampai infrastruktur pendukungnya. Pemerintahan saat telah memberikan prioritas pada pembangunan sumber daya manusia karena menjadi kunci kemajuan Indonesia di masa akan datang. Dalam Pasal 50 ayat (1) UU Sisnas Iptek disebutkan bahwa SDM Iptek terdiri dari: peneliti, perekayasa, dosen dan pendukung lainnya.

Page 151: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

139Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

D. Organisasi ProfesiOrganisasi profesi adalah suatu organisasi, yang biasanya

bersifat nirlaba, yang ditujukan untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan melindungi kepentingan publik maupun profesional pada bidang tertentu. Organisasi profesi dapat memelihara atau menerapkan suatu standar pelatihan dan etika pada profesi mereka untuk melindungi kepentingan publik. Banyak organisasi memberikan sertifikasi profesional untuk menunjukkan bahwa seseorang memiliki kualifikasi pada suatu bidang tertentu. Terkadang, walaupun tidak selalu, keanggotaan pada suatu organisasi profesi bersinonim dengan sertifikasi.

Jabatan Fungsional (jabfung) Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu. Jabatan Fungsional terdiri dari beberapa rumpun jabatan yang ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil di pasal 101 tentang organisasi profesi dinyatakan bahwa setiap jabatan fungsional harus memiliki 1 organisasi profesi, dan setiap pejabat fungsional harus menjadi anggota organisasi profesi tersebut. Tugas organisasi profesi adalah menyusun kode etik dan kode perilaku profesi, memberikan advokasi, memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.

E. Indeks Daya Saing Daerah (IDSD)Kemenristekdikti melalui Direktorat Sistem Inovasi, Deputi

Bidang Penguatan Inovasi telah menginisiasi penyusunan model pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) yang diharapkan dapat menggambarkan kondisi dan kemampuan suatu daerah dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan produktifitas, nilai tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan (Ristekdikti, 2018).

IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya

Page 152: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

140 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

IDSD sebagai alat untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan mendukung daya saing nasional. Pengukuran IDSD diharapkan menjadi salah satu dasar utama penyusunan dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang mendorong sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan daerah yang inovatif.

Selain diperkuat oleh hasil kajian teoritik, model IDSD juga disusun dengan mempelajari model indeks yang sedang dikembangkan atau dikeluarkan oleh lembaga lain baik dalam maupun luar negeri seperti Indeks Inovasi Daerah (LAN); Index Government Award (Kemendagri); dan Indeks Pembangunan Manusia; Global Competitiveness Index - World Economic Forum (GCI-WEF); Global Innovation Index (GII - Johnson Cornell University, WIPO dan Insead) dan Asian Competitiveness Indeks (ACI) yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia dan ketersediaan data sampai level provinsi dan kabupaten/kota (Bappeda Jepara, 2018).

IDSD menggunakan 4 aspek utama, yaitu lingkungan penguat, sumber daya manusia, pasar dan ekosistem inovasi; 12 pilar yaitu Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan dan Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi dan Kesiapan Teknologi dengan 23 Dimensi dan 78 indikator/kuesioner.

Tujuan dari penyelenggaraan IDSD ini, antara lain adalah: a. Memetakan tingkat daya saing daerah sebagai bagian dari

upaya untuk mendukung kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia.

b. Menjadikan tingkat daya saing daerah sebagai bahan dalam perumusan, penetapan, evaluasi dan monitoring kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah.

c. Menjadikan indeks daya saing daerah sebagai alat dalam proses harmonisasi berbagai kebijakan dan program pembangunan baik pada level nasional dan daerah.

d. Memberikan dorongan kepada seluruh stake-holder, terutama para pelaku inovasi (seluruh lembaga, daerah, dunia usaha dan masyarakat) agar dapat terpacu dalam mewujudkan ide

Page 153: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

141Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

kreatif dalam penciptaan nilai tambah, baik sebagai individu maupun melalui kemitraan dan kerjasama antar unsur inovasi dalam rangka meningkatkan tingkat daya saing daerah dan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.

F. Sistem Inovasi Daerah (SIDa)Sistem Inovasi Daerah dapat diselenggarakan dan disinergikan

dengan sistem pembangunan melalui pemanfaatan inovasi dalam mendukung daya saing daerah. Inovasi daerah sendiri dilakukan untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan daerah, baik dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan maupun peningkatan kuantitas dan kualitas produk barang dan jasa di daerah.

Tujuan penyelenggaraan inovasi daerah menurut Perda Jawa Tengah No. 3 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Inovasi Daerah Provinsi Jawa Tengah, adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.

Prinsip penyelenggaraannya harus memenuhi beberapa persyaratan di antaranya adalah simultan, berkelanjutan, sistemastis, integratif, sinergis, efisien dan efektif, memperbaiki kualitas pelayanan umum dan produk barang dan jasa, tidak menimbulkan konflik kepentingan, berorientasi pada peningkatan daya saing dan kepentingan umum, dilakukan secara terbuka, layak, patut, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kriteria inovasi daerah menurut perda tersebut harus mengandung unsur atau keseluruhan pembaharuan, memberi manfaat bagi daerah dan masyarakat, tidak membebani masyarakat, menyediakan solusi bagi kebutuhan masuarakat dalam rangka meningkat proses dan atau produk, dapat direplikasi, dan merupakan urusan dan kewenangan daerah.

Implikasi inovasi terhadap pembangunan daerah akan terkait dengan siapa yang melakukan inovasi, bagaimana menerapkannya, siapa penggunanya, dan apa tugas dari pemerintah daerah. Pelaku inovasi adalah lembaga OPD, perguruan tinggi, masyarakat dan/atau dunia usaha. Hasilnya akan digunakan baik oleh pemerintah, masyarakat serta dunia usaha dengan cara penerapan secara langsung maupun tidak langsung, di mana pemerintah daerah

Page 154: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

142 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

mempunyai tugas sebagai dalam pengembangan, penyebaran, penilaian, pembinaan dan pengawasan. Implikasi inovasi terhadap pembangunan daerah dan daya saing daerah adalah bahwa inovasi akan menjadi masukan bagi perencanaan pembangunan tahunan melalui RPJMD.

G. Dewan Riset Daerah (DRD)Dasar hukum pembentukan DRD adalah UU No 18 Tahun

2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pada Pasal 20 mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki fungsi untuk menumbuhkembangkan motivasi, memberi stimulasi dan fasilitasi, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan serta sinergi unsur kelembagaan, sumber daya, dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di wilayah pemerintahannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, pemerintah daerah wajib merumuskan prioritas serta kerangka kebijakan di bidang Iptek yang dituangkan sebagai kebijakan strategis pembangunan Iptek di daerah. Dalam merumuskan kebijakan yang strategis pemerintah daerah harus memperhatikan masukan dan pandangan yang diberikan oleh unsur kelembagaan Iptek. Untuk mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek, maka pemerintah daerah membentuk Dewan Riset Daerah yang selanjutnya disingkat DRD, beranggotakan masyarakat, unsur kelembagaan Iptek di daerah.

Tugas Pokok DRD adalah:a. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah untuk

menyusun arah, prioritas, serta kerangka kebijakan pemerintah daerah di bidang iptek;

b. membantu Pemerintah Daerah dalam melakukan koordinasi di bidang iptek dengan para pihak.

c. memberi second opinion kepada kepala daerah dalam melaksanakan pembangunan.

d. memberi pandangan kelitbangan kepada daerah sesuai kepakaran.

Page 155: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

143Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

e. memberi pandangan resiko kelitbangan di daerahf. menghubungkan kebijakan iptek pusat dengan daerah melalui

kerjasama Dewan Riset Nasional dan DRD Provinsi serta DRD Kabupaten/Kota melalui perwakilan serta dengan cara saling menukar dan membagi informasi.

H. Investasi dan Pendanaan RisetYang dimaksud dengan Investasi Pendanaan Riset adalah

sumber daya pendanaan dan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan riset dan inovasi. Investasi di bidang riset dan pengembangan baik yang dilakukan pemerintah maupun sektor swasta merupakan pendorong penting bagi pertumbuhan ekonomi, mendukung inovasi dan meningkatkan produktivitas suatu negara. Investasi di bidang riset juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan efektivitas dari kebijakan publik.

Riset pengembangan sebagai bagian dari investasi merupakan instrumen percepatan kemajuannasional untuk menjadi bangsa maju dan sejahtera. Guna meningkatkan produktivitas riset dan pengembangan, perlu terus dilakukan reformasi regulasi terkait dengan percepatan implementasi regulasi yang telah selesai direformasi.

III. METODE PENELITIANSeperti disebutkan sebelumnya bahwa balitbangda memerlukan

akses terhadap teknologi untuk meningkatkan keunggulan atau daya saing dalam menghadapi era globalisasi. Meningkatnya daya saing daerah akan berpengaruh terhadap produktivitas dan kontribusi bagi negara (Fajar, 2009). Namun pada kenyataannya, akses teknologi pada lingkungan industri di daerah yang perencanaannya ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di mana di dalamnya terdapat fungsi balitbangda, di Indonesia masih rendah.

Rendahnya akses teknologi di lingkungan litbangda dapat disebabkan berbagai faktor seperti kesadaran, keterbatasan sumber daya organisasi, budaya birokrasi dan lain-lain. Paradigma bisnis saat ini tidak hanya memperhitungkan nilai aset berwujud, namun sudah mengarah pada aset tidak berwujud seperti informasi dan sumber daya organisasi (Widianingsih, 2013). Untuk merespon

Page 156: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

144 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

perubahan paradigma tersebut, balitbangda harus mampu melakukan pengelolaan atau manajemen terhadap semua sumber daya yang dimiliki organisasi untuk membantu industri agar dapat menghasilkan produk yang lebih kompetitif yakni dengan kerangka berpikir seperti yang disajikan pada gambar 1 berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Pada Gambar 1 di atas dapat ditunjukkan bahwa dengan disatukannya fungsi litbangda ke dalam bappeda, sumber daya organisasi yang dimiliki balitbangda dan industri sebagai sumber daya strategis pembangungan di daerah untuk mampu menciptakan keunggulan bersaing secara berkelanjutan, semakin mengecil ruang lingkupnya, karena menurun tingkat eselonisasi struktur organisasinya dari eselon 2 menjadi hanya eselon 3. Oleh karena itu, balitbangda sangat memerlukan pengembangan organisasi dan ruang lingkup untuk dapat menggali dan memanfaatkan sumber daya organisasi yang ada, sehingga dapat membantu industri dalam melalukan inovasi pengembangan produk yang lebih kompetitif (Galia, 2003; Ferdow, 2010).

IV. PEMBAHASANBerdasarkan konsep-konsep yang menjadi parameter analisis

dalam kajian ini yang telah dijelaskan di bagian III, hasil analisis atas permasalahan dan kondisi aktual di lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut:A. UU 11/2019 Sisnas Iptek

UU 11/2019 tentang Sisnas Iptek yang disahkan oleh Presiden bersama DPR 13 Agustus 2019, dalam pengumuman Kabinet Indonesia Maju 23 Oktober 2019, Menteri Riset dan Teknologi diangkat juga sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional

Page 157: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

145Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

(BRIN). Sampai akhir 2019, bagaimana struktur organisasi BRIN masih belum jelas, apakah berbentuk holding, BPPT dan LIPI serta balitbang K/L masih eksis, ataukah beberapa balitbang K/L termasuk di dalamnya BPPT dan LIPI dimerger ke dalam BRIN, ataukah seperti arahan Presiden Jokowi agar seluruh balitbang di K/L dimerger ke dalam BRIN agar seluruh kegiatan riset di seluruh Indonesia tidak tumpang tindih lagi, dan anggaran riset 24,9 Trilyun Rupiah termasuk gaji dan tunjangan dapat mewujud dalam bentuk nyata di akhir periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi. Konsep Badan Riset dan Inovasi Nasional adalah merupakan badan yang mengintegrasikan riset dari hulu sampai hilir, yang sebelumnya tersebar di berbagai kementerian dan lembaga riset pemerintahnon-kementerian.

B. Kelembagaan LitbangdaDi Indonesia, kelembagaan litbang belum menjadi garda

terdepan sebagai lembaga think thank dalam merumuskan kebijakan pemerintah. Meskipun lembaga litbang berperan dalam menghasilkan berbagai kajian dan penelitian, namun konsep, model, dan pilihan kebijakan yang dihasilkan masih kurang atau bahkan jarang dimanfaatkan sebagai dasar dalam formulasi dan penetapan kebijakan oleh para pengambil kebijakan. Lemahnya peran lembaga litbang untuk turut menentukan arah dan strategi pembangunan dilihat dari kebijakan dan langkah yang diambil oleh instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah, disebabkan oleh lemahnya pemahaman pimpinan daerah, perencanaannya tidak berdasarkan pada hasil riset, dan aturan yang tumpang tindih, serta kebijakan yang impulsif dan kekurangtegasan balitbang K/L terkait.

Demikian pula dengan kondisi balitbangda Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mengalami perubahan kelembagaan, dimulai dengan tahun 1997 yang semula merupakan salah satu bidang di Bappeda Provinsi Jawa Tengah berubah menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan (balitbang) yang berdiri sendiri dengan Kepala Badan setingkat eselon 2 (dua). Namun dalam rangka menindaklanjuti UU tentang Pemerintahan Daerah maka sejak tahun 2017 Balitbang digabung dengan Bappeda menjadi Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah dengan singkatan yang tetap Bappeda Provinsi Jawa Tengah.

Page 158: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

146 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Selanjutnya didalam pelaksanaanya terdapat 2 (dua) bidang di Bappeda yang menangani urusan kelitbangan yaitu Bidang Riset dan Pengembangan (Risbang) dan Bidang Inovasi dan Teknologi (Inotek). Beberapa program yang berkaitan dengan urusan kelitbangan antara lain tentang pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD), Sistem Inovasi Daerah (SIDa), Dewan Riset Daerah (DRD), fasilitasi organisasi profesi Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), dan Himpunan Perekayasa Indonesia (HIMPERINDO) dalam rangka pemerkuatan SDM Iptek di Jawa Tengah. Program-program tersebut merupakan program yang juga dilaksanakan oleh lembaga litbangda di daerah lain di Indonesia baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Beberapa masalah yang menjadi hambatan dalam upaya membangun balitbangda yang kuat di Indonesia, antara lain:a. Terbatasnya sumberdaya peneliti. Rasio jumlah peneliti

terhadap jumlah penduduk di Indonesia tergolong kecil, hanya 4,7 per 10 ribu penduduk. Sementara di Malaysia ada 18 peneliti per 10 ribu penduduk, dan di negara-negara maju mencapai 80 peneliti per 10 ribu penduduk. Selain itu, jumlah peneliti di instansi pemerintah juga belum memadai untuk mendukung kegiatan litbang;

b. Masalah dukungan anggaran untuk aktivitas litbang di Indonesia juga masih tergolong rendah;

c. Masalah penggabungan litbang dengan lembaga yang lain (perencanaan) di beberapa daerah menyebabkan fungsi kelitbangan kurang optimal meskipun ada pula yang merasakan lebih optimal dari aspek sinergi penelitian dan perencanaan namun belum bisa mensinergikan perencanaan dengan program program inovasi dari masyarakat seperti kreativitas dan inovasi masyarakat (krenova). Karena tampaknya dalam perkembangannnya litbangda juga mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan perekayasaan dan inovasi produk atau sering dikenal dengan Sistem Inovasi Daerah (SIDa);

d. Beberapa daerah yang sebelumnya digabung dan saat ini berdiri sendiri banyak terkendala dengan minimnya SDM dan program pengembangan, sehingga ada keinginan dari pemerintah daerahnya untuk menggabungkan kembali dengan Institusi lain; dan

Page 159: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

147Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

e. Program-program yang dilaksanakan oleh litbangda antara yang satu dengan yang lainnya masih berbeda, sehingga perlu ada semacam panduan tentang lembaga litbang yang ideal.

f. Dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2019 maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana posisi Balitbangda dengan adanya Undang Undang tersebut.

Permasalahan balitbangda sebagaimana tersebut di atas, dikarenakan belum ada aturan yang khusus tentang lembaga litbang daerah. Dengan adanya UU Sisnas Iptek diharapkan memberikan angin segar bagi kelembagaan litbangda yang tidak seragam tersebut. Dengan pertimbangan bahwa nasional membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional maka di daerah juga perlu dibentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDa). Sebagai pelaksana kelitbangan di tingkat pemerintah daerah adalah litbangda maka litbangda diharapkan dapat bertransformasi menjadi BRIDa, termasuk untuk menyatukan program-program litbangda, seperti IDSD, SIDa, DRD, organisasi profesi ke dalam BRIDa.

C. SDM Iptek Dalam UU Sisnas Iptek di pasal 50 ayat (1) disebutkan bahwa

SDM Iptek terdiri dari: peneliti, perekayasa, dosen dan pendukung lainnya. Permasalahan SDM Iptek saat ini adalah jumlahnya belum mencapai critical mass, dan terpusat di lembaga litbang K/L, serta penyebarannya belum merata, khususnya di balitbangda lebih terbatas lagi jumlahnya, karena faktor kekurangpahaman pimpinan daerah. Di Provinsi Jawa Tengah, dari 35 kabupaten/kota yang ada, hanya 4 kabupaten/kota yang memiliki SDM peneliti. Kedua, adalah kompetensi SDM yang belum memenuhi standar yang diharapkan, yang memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh instansi Pembina jabatan fungsional peneliti di Indonesia.

Permasalahan pengembangan SDM IPTEK di balitbangda adalah masalah peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan, relevansi pendidikan dan pelatihan terhadap masalah riil daerah; serta efisiensi dan efektivitas sistem manajemen pendidikan dan pelatihannya. SDM Iptek di balitbangda yang merupakan para peneliti yang rata-rata jumlahnya relatif kecil, bahkan ada balitbangda yang tidak memiliki peneliti menjadi kendala sebagai lembaga penelitian dan

Page 160: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

148 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

pengembangan. Dilihat dari peran para peneliti di balitbangda yang juga diharapkan memfasilitasi hasil penelitian menjadi masukan perencana maka perlu adanya analisis kebijakan di samping peneliti dan perekayasa.

D. Organisasi ProfesiPara peneliti di Indonesia telah berhimpun di Himpunan

Peneliti Indonesia (Himpenindo) yang terbentuk tahun 2013, dan para perekayasa pun telah berhimpun di Himpunan Perekayasa Indonesia (Himperindo) yang terbentuk tahun 2017; dan di Provinsi Jawa Tengah telah terbentuk pula kepengurusannya di bulan November tahun 2019 ini.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi profesi yang baru muncul, antara lain:a. Organisasi profesi tersebut belum banyak dikenal oleh para

calon anggotanya dan pemangku kepentingan, karena masih baru, dan belum terlihat manfaat nyata bagi para anggota dan daerah.

b. Organisasi profesi harus dapat mandiri dalam mengelola kelembagaannya, khususnya dalam menyediakan sumber daya manusia, sarana prasarana dan sumber dananya.

Dengan berhimpun di organisasi profesi, maka para pejabat fungsional akan terwadahi dalam sebuah ikatan yang lebih kuat dalam berkontribusi dalam pembangunan daerah maupun nasional, hingga ke tingkat global. Merujuk pada UU Sisnas Iptek di mana SDM Iptek sangat penting, maka keberadaan organisasi profesi di daerah sangat diperlukan khususnya dalam melindungi dan memperkuat SDM Iptek di daerah termasuk di balitbangda, khususnya berkaitan dengan kode etik. Dalam praktik, peneliti yang ada di pemerintahan daerah masih merasa belum membutuhkan organisasi profesi seperti himpenindo maupun himperindo, padahal untuk memperkuat BRIDa sangat diperlukan organisasi profesi di daerah.

E. Indeks Daya Saing Daerah (IDSD)Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2018 telah

melakukan pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) untuk 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Mekanisme dan metode dari

Page 161: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

149Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

Kemenristek/BRIN untuk Provinsi Jawa Tengah sama dengan yang dilaksanakan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang lain. Yang membedakan adalah adanya penghargaan IDSD pada Tingkat Provinsi Jawa Tengah untuk Kabupaten/Kota di Jawa Tengah baik tahun 2018 maupun 2019. Di samping itu juga dilaksanakan penyusunan laporan dengan menggunakan time series 2018 dan 2019 yang digunakan untuk bahan penyusunan perencanaan 2020, 2021, dan tahun-tahun selanjutnya.

Permasalahan IDSD antara lain:a. Metode perhitungan belum memenuhi kondisi faktual;b. Hasil pengukurannya belum sepenuhnya dapat digunakan di

dalam proses perencanaan pembangunan daerah; c. Data-data belum terstandardasi; dand. Pelaksanaan kegiatan pengukuran belum optimal.

Permasalahan yang paling krusial tentang IDSD adalah belum adanya payung hukum dari Pemerintah Pusat khususnya dari Kemenristek/BRIN sehingga keberlanjutannya di tahun 2020 masih kurang jelas. Ditambah dengan perubahan struktur organisasi di Kemenristek/BRIN membuat program tersebut di tahun 2020 menjadi tidak jelas keberlanjutannya. Namun Bappeda Provinsi Jawa Tengah khususnya bidang Risbang akan tetap memperjuangkan program IDSD tetap berjalan di tahun 2020 khususnya untuk digunakan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. dikarenakan program tersebut dianggap baik untuk kepentingan daerah. Program pengukuran IDSD akan lebih efektif jika fungsi Balitbang bertransformasi dalam wadah BRIDa.

F. Sistem Inovasi Daerah (SIDa)Mendasarkan Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan

Teknologi RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 03 Tahun 2012 dan 36 tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah berdampak pada hampir seluruh Balitbang di Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia mengembangkan Sistem Inovasi Daerah (SIDa). Meskipun Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemenristek maupun BPPT yang sebelumnya memfasilitasi SIDa di daerah belakangan malah tidak melanjutkan program tersebut, berdampak pada beraneka ragamnya program SIDa di daerah, termasuk tidak adanya evaluasi

Page 162: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

150 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

dan pembinaan dari Pemerintah Pusat. Di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, program SIDa yang dilaksanakan sejak tahun 2012 sebelum lahirnya Sekber tersebut telah selesai di tahun 2018, dan di tahun 2019 telah memasuki tahap kedua.

Permasalahan yang terjadi tentang SIDa di Jawa Tengah antara lain kesulitan di dalam mengukur keberhasilan program SIDa tersebut, khususnya dampaknya terhadap pembangunan daerah, Pemerintah Pusat mengajarkan bagaimana SIDa dibentuk, namun tidak mengajarkan bagaimana melakukan evaluasi program tersebut dikarenakan tidak adanya komitmen dari Pemerintah Pusat bagi keberlanjutan SIDa di daerah.

Ketidakkonsisten dan ketidakharmonisan Pemerintah Pusat terbukti dengan keluarnya PP No. 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah yang merupakan kepanjangan dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang lebih menitikberatkan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sementara untuk SIDa tidak dibahas dalam PP tersebut, menjadikan daerah termasuk Balitbang Provinsi Jawa Tengah yang akhirnya berintegrasi dengan Bappeda Provinsi Jawa Tengah mengakomodir inovasi atau SIDa dari Kemenristek dan inovasi tentang penyelenggaran Pemerintah dari Kemendagri dalam wadah Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Inovasi di Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Permasalahan SIDa yang lain, yang masih dihadapi Jawa Tengah adalah bagaimana sistem penyelenggaraan yang sudah ada dapat mengembangkan kelembagaan, mengembangkan jejaring kerja sama yang berkelanjutan, memberi akses terhadap pemanfaatan sumber daya yang efisien dan efektif, dan memanfaatkan inovasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan masyarakat secara tepat guna, tepat mutu, dan tepat sasaran, serta menghasilkan dampak nyata pada keluaran pembangunan mulai dari kualitas rencana, program, dan hasil inovasi yang mendukung langsung daya saing daerah.

Pemerintah daerah masih merasakan bahwa SIDa belum secara tegas diatur di UU Sisnas Iptek, meskipun secara tersirat disinggung di beberapa pasal dan makna dari UU Sisnas Iptek hampir sama dengan esensi SIDa yang berkaitan dengan fungsi jejaring, sumber daya Iptek dan kelembagaan. Namun demikian, Provinsi Jawa Tengah, tetap berkomitmen melaksanakan Sistem Inovasi Daerah.

Page 163: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

151Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

G. Dewan Riset Daerah (DRD)Pembentukan DRD didasarkan pada UU No. 18 Tahun 2002,

seiring dengan berubahnya menjadi UU Sisnas Iptek, lembaga DRD tidak disebutkan secara implisit yang berdampak pada aspek legalitas organisasinya. Namun ada pula pendapat bahwa UU Sisnas Iptek lebih bersifat umum, sehingga keberadaan DRD masih dapat dipertahankan sesuai kebutuhan.

Di Provinsi Jawa Tengah telah terbentuk DRD Provinsi Jawa Tengah dan 21 DRD di Kabupaten/Kota dari 35 kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah. Sedangkan untuk Indonesia keberadaan DRD kurang lebih 90 DRD baik Kab/Kota maupun Provinsi. Dilihat dari Jumlah DRD maka DRD terbanyak berada di Provinsi Jawa Tengah. Saat ini DRD menjadi partner bagi bidang Riset dan Pengembangan (Risbang) di Bappeda khususnya sebagai tenaga ahli dalam penelitian, reviewer hasil penelitian dan pelaksanaan kajian yang berkaitan dengan perumusan isue strategis daerah. DRD di Jawa Tengah melaporkan hasil kajiannya kepada Gubernur Jawa Tengah melalui Kepala Bappeda Jateng, Dengan adanya UU Sisnas Iptek yang secara implisit tidak menunjukkan keberadaan DRD di daerah menyulitkan bagi DRD untuk keberlanjutan dari aspek legalitas.

H. Investasi dan Pendanaan RisetIndonesia harus memecahkan masalah riset secara fundamental.

Riset harus ditempatkan sebagai investasi, bukan sekedar belanja, sehingga perlakuannya harus dibedakan dengan pengadaan barang atau jasa biasa. Filosofi ini hendaknya diikuti oleh seluruh stakeholders terkait, terutama pemeriksa keuangan mulai dari satuan pemeriksa keuangan internal, inspektorat, sampai dengan pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan.

Masalah pertama investasi riset adalah penempatan riset itu sendiri sebagai investasi, terutama di industri. Masalah fundamental lain yang penting dan saling terkait, mulai dari masalah pembinaan kelembagaan seperti akreditasi lembaga litbang, sumberdaya riset, manajemen riset, anggaran riset, sampai dengan relevansi dan produktivitas Iptek.

Page 164: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

152 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Perpres 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) dan Prioritas Riset Nasional (PRN) sebagai turunannya merupakan dasar hukum yang harus diacu dalam pelaksanaan riset ke depannya agar riset lebih fokus dan terarah untuk Indonesia yang lebih baik lagi. Kemenristek/BRIN sebagai instansi yang memiliki kewenangan pembuatan kebijakan bidang iptek merupakan “leading sector” yang harus dijadikan acuan dalam pelaksanaan kebijakan bidang iptek yang dilakukan oleh lemlitbang di Indonesia, baik PT, lemlitbang K/L, lemlitbang daerah, sampai dengan lemlitbang BUMN dan Industri.

Permasalahan investasi pendanaan riset secara nasinal antara lain:a. Prosentase anggaran riset hanya 0,1% dari GDP;b. Kontribusi anggaran pemerintah masih terlalu dominan

dibandingkan dengan swasta;c. Sistem keuangan dalam pelaksanaan kegiatan riset kurang

fleksibel, masih menggunakan sistem pengelolaan keuangan negara dan pengadaan barang dan jasa; dan

d. Pihak swasta masih belum merasakan minat dan urgensi riset, karena masih berorientasi pada perdagangan, belum sampai kepada level memproduksi barang/jasa dalam negeri yang berkualitas.

V. PENUTUPKajian ini sangat penting dilakukan mengingat urgensinya

di Indonesia dengan lahirnya UU Sisnas Iptek yang oleh Presiden Jokowi sejak tahun 2018 memerintahkan untuk menyatukan seluruh balitbang kementerian/lembaga dalam Badan Riset Nasional (BRN) di mana di tingkat lokal/daerah bagaimana implementasinya menjadi hal yang sangat penting untuk dipetakan, sehingga bagaimana pemerintah daerah, khususnya balitbangda harus berubah tugas dan fungsi sesuai dengan UU tersebut. Dengan demikian manfaat kajian ini khususnya bagi balitbangda adalah untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing balitbangda di kancah lokal, termasuk hubungannya dengan perguruan tinggi dan industri di wilayah terkait.

Dari 8 (delapan) parameter yang telah dijelaskan di bagian III dan dengan hasil analisis permasalahan yang telah dibahas di bagian

Page 165: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

153Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

V, yaitu: kelembagaan nasional, kelembagaan daerah, SDM iptek, organisasi profesi, IDSD, SIDa, DRD dan pendanaan riset; maka dengan belum terbentuknya struktur organisasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) secara pasti, maka pemerintah daerah dan balitbangda pun belum memiliki model implementasinya di daerah. Dari hasil analisis permasalahan 8 (delapan) parameter tersebut, Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRID) masih terlalu prematur untuk dibentuk. Tetapi, secara fungsi balitbangda harus mampu mengkoordinasikan seluruh kegiatan riset dan inovasi di daerah, khususnya yang pendanaannya disediakan/dikoordinasikan oleh pemerintah daerah.

Kajian ini dilakukan dalam waktu singkat dengan metode forum grup discussion (FGD) 18-19 November 2019 di Sukoharjo, sehingga hasilnya baru tahap potret kondisi balitbangda Jawa Tengah saja, yang menjadi bagian Bappeda Propinsi Jawa Tengah. Hasil kajian akan diperdalam lagi dengan memperdalam data dan analisisnya, termasuk dengan membandingkan dengan data-data dari balitbangda provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.

Selain memperluas lokus kajian, para peneliti merencanakan pembuatan sistem pengukuran maturitas organisasi (SPMO) yang merupakan proses penciptaan nilai yang bersumber dari aset organisasi yang berbasis pada sumber daya organisasi dan intelektual, yaitu meliputi aset balitbangda yang berupa sumber daya organisasi yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif organisasi karena memberikan diferensiasi bagi organisasi. Sistem pengukuran maturitas organisasi (SPMO) dapat digunakan sebagai strategi peningkatan daya saing balitbangda melalui penerapan IRSA (Identify, Reflect, Share and Apply) sehingga balitbangda dapat menggali dan mengenali seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi yang kemudian dikembangkan menjadi suatu nilai untuk menciptakan inovasi dan produktivitas organisasi dalam membantu pembangunan daerah, khususnya industri di wilayahnya. Inovasi yang dihasilkan berbasis teknologi dapat membangun keunggulan bersaing balitbangdadan industri secara berkelanjutan serta pada gilirannya dapat menguatkan kemampuan iptekinsecara nasional, sehingga indeks daya saing daerah dapat meningkat, yang berkontribusi pada daya saing nasional di tingkat global.

Page 166: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

154 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Ucapan Terima KasihPara peneliti mengucapkan terima kasih kepada: M. Amin,

Sri Yuwanti, Rachman Djamal, Mursid, dan Untung Usmanto atas masukan dan diskusi tentang parameter riset dan inovasi daerah, dalam kegiatan persiapan seminar dan lokakarya inovasi 2019 yang diselenggarakan 28-29 November di Sukoharjo, Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. (2010). Litbang dan Peranannya terhadap Daerah, (online), (http://litbang.kemendagri.go.id/website/litbang-dan-peranannya-terhadap-daerah/)

Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Jepara. (2018). Panduan Uji Terap IDSD Jateng, (online), (https://bappeda.jepara.go.id/wp-content/uploads/sites/53/2018/05/Panduan-Uji-Terap-IDSD-Jateng.pdf)

Balaji, S., & Murugaiyan, S. (2012). Waterfall Vs V-Model Vs Agile: A Comparative Study on SDLC. International Journal of Information Technology and Business Management, Vol. 2, No. 1, Juni.

Bappenas. (2012). Indeks Daya Saing (IDS) UKM 2010 dan 2011, (online), (http://www.bappenas.go.id/files/5914/4255/9402/Laporan_Analisis_Daya_Saing_UMKM_di_Indonesia.pdf)

Djaja, S., & Asep, T. (2012). Knowledge Management for Small and Medium Enterprises to Win the Competition on the Knowledge Economy Era: Case of SME Knowledge Management Model of KADIN Tasikmalaya- Indonesia.

Ferdows, S.S., & Das, S. (2010). Knowledge Management and Human Resource Management, International Journal of Information Technology and Knowledge Management, Vol. 3, No. 2, September.

Page 167: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

155Agus Fanar Syukri, dkk.

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

Galia, F., & Legros, D, (2003). Knowledge Management and Human Resource Management Pracices Innovation Perspective: Evidence From France. DRUID Summer Conference, 12-14 Copenhagen/Elsinore.

Gourove, E. (2010). Knowledge Management Strategy for Small and Medium Enterprise. Proceeding, The International Conference on Applied Computer Science.

Indarti, N. (2007). Rendahnya Adopsi Teknologi Informasi oleh UKM di Indonesia, (online), (http://nurulindarti.wordpress.com/2007/06/23/rendah-adopsi-teknologi-informasi-oleh-balitbangda-di-indonesia/)

Man, T. et al (2002). The Competitiveness of Small and Medium Enterprise – A Conceptualization with Focus on Entrepreneurial Competencies. Journal of Business Venturing, Vol. 17, No. 2

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Paparan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (online), (https://risbang.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2019/09/Paparan-Sistem-Nasional-Ilmu-Pengetahuan-dan-Teknologi.pdf)

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. (2018). Buku Panduang Budhipraja. (online), (http://hakteknas.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2018/06/BUKU_PANDUAN_BUDHIPRAJA.pdf)

Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 03 Tahun 2012 dan 36 tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 168: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Perlukah Membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah

156 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Widianingsih. (2013). Knowledge Management dalam Mendorong Inovasi dan Daya Saing pada Usaha Kecil Menengah. Jurnal Gema Aktualita, Vol. 2, No. 1, Juni.

Page 169: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

157Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

KEBIJAKAN PEMBENTUKAN BADAN OTORITA PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA BERBASIS

BUKTI UNTUK KINERJA LEGISLASI DPR RI DANDAYA SAING BANGSA

Giri Nurpribadi

Universitas Pelita Bangsa,[email protected]

ABSTRAKPenelitian dengan pendekatan metode campuran yang diimplementasikan menggunakan deskriptif naratif merupakan suatu upaya menerapkan manajemen kinerja pada kinerja Legislasi DPR RI dengan menggunakan obyek kebijakan sebagai sampel berupa konsep pemindahan Ibukota Negara. Metode Penyusunan kebijakan berbasis bukti diperlukan untuk menunjang Kinerja Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Daya Saing Bangsa. Daya Saing Bangsa merupakan suatu konsep proxy yang memerlukan predikat unggulan pada metode kebijakan dan obyek kebijakan. Tahapan penyusunan suatu kebijakan diperlukan untuk menunjang Kinerja Legislasi DPR RI dengan maksud suatu program yang dilaksanakan memerlukan pertanggungjawaban, dan untuk melakukan verifikasi terhadap pelaksanaan program tersebut memerlukan suatu bukti sehingga dengan demikian perlu adanya Evidence Based Policy. Objek kebijakan dirancang sebagai upaya persiapan untuk dapat digunakan dengan metode kuantitatif menggunakan Decision Theory. Proyek besar Pemindahan Ibukota Negara sebagaisampel obyek kebijakan, sesuai Tahapan pengerjaannya mendapatkan dukungan sepenuhnya >31 persen dari hadirin, sedangkan untuk perolehan EMV maksimum dan EOL minimum adalah Provinsi Kalimantan Timur.

Kata kunci: metode; kinerja legislasi; ibukota negara

I. PENDAHULUANManajemen kinerja yang terdapat pada fungsi legislasi Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) memerlukan suatu bukti yang dapat digunakan sebagai argumen untuk menetapkan suatu kebijakan, agar semua keputusan yang ada pada akhirnya berlanjut pada proses penyusunan perundang undangan selalu

Page 170: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

158 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

melalui beberapa tahapan yang telah dilakukan secara sistematis sesuai kesepakatan dengan menggunakan bukti untuk menjamin kinerja legislasi DPR RI menjadi lebih baik.

Daya saing bangsa merupakan suatu fenomena yang menjadi kriteria unggulan kinerja kelembagaan pada suatu bangsa merupakan suatu Competitive Advantage yang diperlukan untuk menunjukkan pada dunia internasional bahwa suatu bangsa mampu memberikan suatu prestasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Daya saing bangsa merupakan segenap kekuatan suatu bangsa untuk:1. Kemampuan beradaptasi untuk menjalani kebijakan bersifat

modern, kreatif, produktif, dan inovatif.2. Kemampuan merencanakan, merancang dan menggunakan

smart technology yang bersifat modern agar dapat berkompetisi dengan bangsa lain.

3. Alam Semesta dengan perbedaan suatu bangsa yang merupakan Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa pula, sehingga Bangsa Indonesia juga mempunyai Leadership yang sangat kompetitif dalam hal berkompetisi dengan berbagai bangsa di dunia, agar budaya bangsa Indonesia menjadi lebih unggul dibandingkan dengan bangsa lain.

4. Sumber daya manusia sebagai fokus kebijakan pada periode Pemerintahan 2019-2024 untuk mendukung daya saing bangsa memerlukan konsep Ideologi Pancasila, Futuristic Mindset, dan Policy Implementer.

Proses pemindahan Ibukota negara diperlukan dengan berbagai argumen mengenai keterkaitan keadaan Jakarta sebagai Ibukota Negara sesuai aspek geografi, lingkungan, kepadatan populasi penduduk. Pada tanggal 29 April 2019 melalui Rapat Terbatas Pemerintah, Presiden telah mengambil keputusan mengenai pemindahan Ibukota Negara ke luar Pulau Jawa, lagipula substansi keputusan tersebut sudah tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020–2024).

Seminar yang dilakukan di Universitas Guna Dharma pada tanggal 11 Juli 2019 terdapat diskusi yang membahas mengenai calon ibukota negara fokus pada Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Tengah. Selain wilayah yang menjadi acuan itu, Kementerian Perencanaan

Page 171: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

159Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga melakukan kajian mendalam dan comprehensive juga di lokasi lain untuk melakukan penjajagan dengan jalan menyeluruh.

Sebagai Mantan Gubernur Kalimantan Timur, Ishak menyatakan bahwa berkenaan dengan kesiapan pemindahan ibukota negara memberikan informasi sebagai berikut: Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki Visi “Mewujudkan Kalimantan Timur Berdaulat” sebagaimana tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 terdiri dari 3 (tiga) Kota dan 7 (tujuh) Kabupaten, yaitu Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Paser, dan Kabupaten Penajam Paser Utara (Ishak, 2009).

Wilayah Daratan seluas 127.267,52 kilometer persegi dan wilayah laut seluas 25.656 kilometer persegi. Kalimantan Timur mempunyai jumlah penduduk sebagai penopang manajemen sumber daya manusia kewilayahan pertahun 2018 sebanyak 3,5 Juta Jiwa. Adapun 65 persen Wilayah Daratan seluas 82.723,89 kilometer persegi merupakan Ekosistem Hutan pada suatu Kawasan Hutan untuk Forest City Style. Roda perekonomian di Provinsi Kalimantan Timur masuk ke dalam kategori Baik dengan PDRB (Harga Berlaku) senilai 638,12 Trilliun. Pertumbuhan Ekonomi 2,7 persen. Indeks Pembangunan Manusia 75,12, Tingkat Kemiskinan 6,06 persen, Tingkat Pengangguran sebesar 6,6 persen dan Laju Inflasi sebesar 3,24 persen.

Ekspektasi Provinsi Kalimantan Timur jika ditetapkan menjadi sebagai Ibukota Negara Baru. Lima harapan apabila Provinsi Kalimantan Timur ditetapkan menjadi Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:1. Menjadikan Ibukota Negara Modern terbaik melalui konsep

smart city dan forest city serta menjadikan symbol identitas Bangsa dan Negara Indonesia.

2. Tetap menjaga nilai-nilai kearifan lokal3. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup melalui RTH dan

revitalisasi Kawasan Hutan.

Page 172: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

160 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

4. Meningkatknya kuantitas dan kualitas pertanahan dan keamanan untuk kedaulatan dan martabat bangsa.

5. Berkembangnya perekonomian yang sustainable serta ramah Lingkungan dengan bermuara pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat Kalimantan Timur dan Pulau Kalimantan.

II. TINJAUAN PUSTAKAMetode yang digunakan untuk menyusun kebijakan berbasis

bukti merupakan suatu kebaruan dalam hal penyusunan kebijakan publik yang merupakan implementasi dari manajemen kinerja yang dilakukan identik dengan menggunakan kajian yang mendalam dan komprehensif. Objek kebijakan yang berupa upaya membentuk Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara merupakan pengimplementasian suatu rencana yang merupakan aktivitas merancang organisasi yang lazim disebut dengan Desain Organisasi sesuai yang dikemukakan oleh Schermerhorn. Menurutnya Desain Organisasi merupakan proses pemilihan dan pengimplementasian struktur terbaik dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk pencapaian misi dan sasaran organisasi (Schermerhorn, 1996).

Desain organisasi untuk digunakan merancang Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara (terminologi bisa menyesuaikan) mengacu pada kelembagaan Bappenas sebenarnya adalah topik sampel, yang utama adalah dokumen yang diperlukan untuk manajemen kinerja, khususnya berkaitan dengan kebijakan publik. Sebagaimana dinyatakan oleh Mangkunegara, kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000).

Sedangkan menurut Hamdi, kebijakan publik merupakan salah satu output atau hasil dari proses penyelenggaraan pemerintahan, disamping pelayanan publik, barang publik, dan regulasi (Hamdi, 2014). Oleh karena itu substansi dan kebijakan publik akan selalu berkaitan dengan berbagai aspek keberadaan pemerintahan. Bentuk Negara memberi pengaruh pada substansi dan proses kebijakan publik, terutama karena peranan negara sebagai wadah dari proses kebijakan publik. Suatu Negara merupakan bangunan pengelolaan kekuasaan, yang strukturnya akan menjadi saluran

Page 173: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

161Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

bagi mengalirnya proses kebijakan, demikian juga dengan bentuk dan sistem pemerintahan.

Nuh (2010) di dalam Dwiyanto, Widaningrum, Kumorotomo (2010) menyatakan bahwa proses kebijakan publik adalah sebuah proses politik yang melibatkan berbagai kepentingan dan sumberdaya sehingga hasil akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan pilihan sadar dari pelaku kebijakan. Teori Keputusan atau Analisis Keputusan dapat digunakan pada situasi yang mana pengambil keputusan mempunyai beberapa alternatif pada kondisi ketidakpastian di masadepan pada kejadian yang memungkinkan (Markland, 1991).

Lebih lanjut Markland menyatakan bahwa Decision Making Under Risk adalah pada situasi pengambil keputusan tidak mempunyai ketersediaan informasi yang sempurna, tetapi dapat diperkirakan probabilitas pada kondisi alami (Markland, 1991). EMV (Expected Monetary Value) memerlukan kriteria pengambil keputusan untuk membangun tabel keputusan dengan daftar outcomes pada beberapa alternatif keputusan, kondisi alami, dan probabilitas kondisi alami. EMV berkesempatan mendapatkan peluang maksimal sebagai indikasi positif pada variabel keuntungan. Pada kondisi regret maka opportunity losses adalah harga minimum, Expected Opportunity Losses (EPL) meliputi biaya yang dibayarkan, sedangkan EVPI yang dikenal sebagai Expected Value Perfect Information adalah harga yang paling besar yang dibayarkan untuk mendapatkan informasi yang paling canggih. dan digunakan untuk mencari Value Added.

III. METODOLOGIMetodologi berarti the set of methods and principles that you

use when studying a particular subject or doing a particular kind of work. Sedangkan metode adalah a way of doing something, especially one that is well known and often used (Longman Dictionary, 2018). Metode yang digunakan untuk membuat suatu kebijakan adalah dengan sistem kualitatif. Sistem tersebut merupakan suatu jalan yang dipergunakan dengan cara perancangan kebijakan secara bertahap yang meliputi seperangkat skema yang diawali dengan argumen mengenai arti penting kebijakan. Kebijakan yang dimaksud merupakan suatu kategori perubahan suatu keadaan yang terkandung arti status.

Page 174: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

162 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Suatu keadaan awal untuk diubah menjadi keadaan berikutnya memerlukan argumen masuk akal, kemudian diikuti oleh pengambilan keputusan oleh yang berwenang untuk melakukan perubahan. Langkah selanjutnya adalah pada tahap perundang undangan, yaitu menerbitkan suatu peraturan yang merupakan peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk sebagai argumen mengapa suatu status perlu diubah.

Perundang-undangan berikutnya adalah membuat suatu ketetapan yang diundangkan pada status yang telah mengalami perubahan disertai perencanaan kinerja. Kinerja yang dimaksud adalah kinerja yang akan dipergunakan untuk Kinerja Legislasi DPR RI, sedangkan arti Daya Saing Bangsa merupakan value yang terdapat kualitas kebijakan yang merupakan unggulan dari mekanisme kerja yang diterapkan dengan jangkauan suatu upaya kompetisi antar bangsa untuk menunjukkan kualitas pekerjaan yang dimaksud yang dikondisikan oleh Bangsa Indonesia.

A. Metode Pembuatan Kebijakan.Tata cara yang digunakan sejak awal dilakukan pada fase

perencanaan sampai melakukan performance appraisal dengan memerlukan bukti sehingga digunakan terminologi Evidence Based Policy. Bukti yang dimaksud adalah tak lain dan tak bukan merupakan Dokumen Pekerjaan yang diimplementasikan secara bertahap. Kebijakan tersebut memerlukan metode pada penyusunan dokumen, antara lain adalah:1. Argumentasi Keharusan Suatu Kebijakan

Menurut Object setidaknya terdapat beberapa argumentasi yang mendorong kebijakan pemindahan ibukota, yaitu (Object, 2019): a. Memperkecil jurang perbedaan pembangunan antara

Kawasan Barat Indonesia dengan kawasan Timur Indonesia;b. Memperkecil jurang perbedaan pembangunan antar pulau

Jawa dengan pulau di luar Jawa;c. Memperkecil kesenjangan infrastruktur;d. Memperkecil kesenjangan kesejahteraan; dan e. Menumbuhkan pemerataan pembangunan yang

berkeadilan.

Page 175: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

163Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

2. Pengambilan Keputusan.Object menambahkan bahwa terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan secara langsung terkait dengan kebijakan pemindahan Ibukota yang akan terjadi bagi perekonomian masyarakat Provinsi Kalimantan Timur, yaitu (Object, 2019): a. Terjadinya peningkatan produksi, konsumsi, dan distribusi

produk tangible dan intangible;b. Terbukanya lapangan pekerjaan;c. Berkurangnya angka pengangguran; d. Berkurangnya angka kemiskinan; e. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat; danf. Pertumbuhan Ekonomi Sumberdaya Manusia

3. Rencana Kebijakan.Proses pembuatan kebijakan telah mengalami proses pengambilan keputusan yang dilakukan secara bertahap melalui suatu pentahapan iterative untuk mencapai suatu kriteria keputusan yang diinginkan. Pada konteks SDM berkaitan dengan pengambilan keputusan tersebut merupakan keputusan pada tingkat kebijakan, artinya bukan sekedar keputusan teknis belaka melainkan sudah menjadi kebijakan yang berorientasi pada publik berkenaan dengan program legislasi yang diselenggarakan oleh DPR RI.

4. Penetapan Kebijakan.Kebijakan setelah memasuki fase penetapan memerlukan koordinasi sesuai kebutuhan informasi mengenai perlunya suatu kebijakan. Kebutuhan suatu informasi tersebut penting setelah melalui penetapan berbagai argumen yang rasional berbasis ekonomi, geografi, dan sosial budaya.

5. Implementasi Kebijakan.Implementasi adalah realisasi mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menggunakan kebijakan tersebut sebagai acuan pengambilan keputusan DPR RI dengan pertimbangan pembangunan dan realisasi pembiayaan.

6. Evaluasi Kebijakan.Evaluasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan feedback dan koreksi terhadap pengambilan keputusan organisasi yang dimaksud untuk kepentingan para pihak, khususnya digunakan oleh DPR RI. Evaluasi merupakan tahapan mekanisme kerja

Page 176: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

164 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

yang menghubungkan antara hasil yang diperoleh atau bahkan pencapaian yang diperoleh dengan rencana yang telah disepakati bersama.

7. Bukti Hasil Kebijakan.Tabel 1. Tahapan Bukti Hasil Kebijakan

No. Tahapan Pembuatan Kebijakan Dokumen 1. Argumentasi Keharusan Kebijakan Berbagai Argumen2. Pengambilan Keputusan Keputusan Final3. Rencana Kebijakan Rencana Lokasi dan Pembangunan

beserta Anggaran4. Penetapan Lokasi Pembangunan dan Anggaran5. Implementasi Kebijakan Pembangunan dan Realisasi

Pembiayaan6. Evaluasi Kebijakan Indikator Pencapaian7. Bukti Hasil Kebijakan Tertulis dan Realisasi Hasil

Pembangunan

B. Metode Kuantitatif Penentuan Object KebijakanSubstansi yang digunakan pada penelitian ini adalah substansi

metode yang merupakan penjelasan dari suatu metodologi, sedangkan substansi berikutnya adalah objek kebijakan. Untuk mendapatkan suatu informasi yang valid dari suatu Kebijakan diperlukan data yang mencukupi, dengan verifikasi yang dilakukan pada saat Acara Aanwijzing Sayembara Gagasan Desain Kawasan Ibukota Negara Baru pada tanggal 18 Oktober 2019 diperoleh data bahwa dukungan terhadap pemindahan Ibukota Negara Baru tersebut terdapat sejumlah 672 grup pendaftar kemudian disaring menjadi 30 grup pendaftar dan akan mendapatkan final 5 grup pendaftar. Metode pengumpulan data berdasarkan asas kecukupan data yang lebih dari sampel populasi.

Sesuai dengan proses perjalanan untuk merancang Ibukota Negara Baru, yaitu tahapan awal sampai dengan terselesaikannya gagasan rancangan kawasan Ibukota Negara baru dengan memperhatikan indikator yang terdapat pada Kementerian PUPR berupa poster yang beredar yang menampilkan pada fase perencanaan. Pada perencanaan Ibukota Negara tersebut terdapat suatu keputusan bahwa tenggat waktu penyelesaian adalah

Page 177: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

165Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

Desember 2019, dan akan berlanjut secara bertahap diperkirakan diselesaikan sampai 6 (enam) bulan pengerjaan untuk menentukan lokasi pasti disertai lokasi bangunan Istana Presiden pada Kawasan Ring 1.

Metode Penelitian penyusunan kebijakan yang disertai dengan objek kebijakan memerlukan pengujian keputusan secara kuantitatif dengan menggunakan Decision Theory. Teori keputusan yang dimaksud sesuai permasalahan pada objek kebijakan memerlukan pembobotan (Weighted), yaitu dengan mengemukakan beberapa lokasi, di antaranya adalah Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Tengah.

Berdasarkan hal tersebut penentuan daerah mana yang akan dijadikan sebagai lahan Ibukota Negara dapat dilihat pada tabulasi mengenai Decision Theory dengan ketentuan pada acuan sesuai menurut Markland bahwa States of Nature dengan pembobotan merupakan bentuk pengujian suatu keputusan untuk menentukan lokasi IKN (Markland, 1991).

Tabel 2. Keputusan AlternatifDECISION

ALTERNATIVES HIGH MODERATE LOW EXPECTED MONETARY VALUE

KALIMANTAN TENGAH.A

1000000 500000 -100000 580000

KALIMANTAN TIMUR.B

2500000 1200000 -500000 1380000

KALIMANTAN SELATAN.C

1500000 800000 -50000 910000

PROBABILITY 0.4 0.4 0.2

Metode Analisis Data pada Keputusan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan Tabel 3.1 Keputusan Alternatif memerlukan tata cara penghitungan sebagai berikut:Expected Monetary Value A:

(0.4)(1000000)+(0.4)(500000)+(0.2)(100000)= 580000

Expected Monetary Value B:

(0.4)(2500000)+(0.4)(1200000)+(0.2)(-500000)=1380000

Expected Monetary Value C:

(0.4)(1500000) + (0.4)(800000)+ (0.2)(-50000) = 910000

Page 178: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

166 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Sedangkan tata cara penghitungan Expected Opportunity Losses adalah sebagai berikut: Expected Opportunity Losses A:

(0.4)(1500000) + (0.4)(700000) + (0.2)(50000)= 890000

Expected Opportunity Losses B:

(0.4)(0)+(0.4)(0)+(0.2)(450000)= 90000

Expected Opportunity Losses C:

(0.4)(1000000) + (0.4)(400000) + (0.2)(0)= 560000

Expected Value Perfect Information :

(0.4)(2500000)+(0.4(1200000) + (0.2)(-50000) = 1470000

EMV yang paling besar adalah pada Provinsi Kalimantan Timur yang sudah meliputi kriteria Penanggulangan Bencana, Ekonomi Makro, serta Ekologi Lingkungan.EOL yang paling minimal adalah pada Provinsi Kalimantan Timur yaitu dengan anggaran dengan ekspektasi paling minimal, dan diperkirakan memerlukan anggaran untuk memindahkan Ibukota Negara sebesar Rp.466 Trilliun lebih.EVPI untuk perhitungan pada kuantifikasi di atas sudah meliputi keperluan akan Value Added.

IV. PEMBAHASANKebijakan yang digunakan oleh DPR RI untuk menunjang

kinerja legislasi DPR RI dan Daya Saing Bangsa selama mengalami proses penelitian tersebut merupakan suatu metode yang pantas, perlu digunakan sesuai ketentuan yang berlaku dengan silogisme bahwa suatu manajemen kinerja merupakan upaya untuk menilai hasil pekerjaan, artinya responden yang merupakan hadirin suatu aktivitas diskusi publik berjumlah lebih dari sampel populasi penelitian sejumlah 31 orang sehingga dapat dikatakan layak untuk dipergunakan sebagai dukungan untuk langkah langkah yang ditempuh agar supaya kebijakan kinerja berbasis bukti dapat dipergunakan serta metode yang ditempuh untuk menentukan lokasi berdasarkan Wilayah Daerah Tingkat I Provinsi dapat ditempuh dengan pertimbangan utama adalah prediksi mengenai smart economy khususnya berkaitan dengan variabel ekonomi makro yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi.

Page 179: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

167Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

Metode penghitungan dukungan tersebut sudah menjelaskan mengenai jumlah sampel yang sudah melebihi syarat sampel statistik dan berdasarkan suatu pemikiran yang masuk akal menyatakan bahwa metode Kebijakan Berbasis Bukti selalu diperlukan untuk mempertanggungjawabkan pekerjaan. Analisis yang diperlukan untuk membahas mengenai kuantifikasi objek kebijakan adalah menggunakan Decision Making Under Risk yang membahas mengenai penentuan Calon Lokasi Ibukota Negara yang meliputi tiga alternatif, yaitu Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Metode Kuantitatif adalah metode dengan melibatkan manajemen resiko, yaitu suatu proses pengambilan keputusan pada penelitian beresiko dengan menggunakan pembobotan sehingga didapatkan variabel penentu keputusan EMV adalah Expected Monetary Value, EOL adalah Expected Opportunity Losses, dan EVPI adalah Expected Value Perfect Information. Sesuai dengan Tabel 3.1 Keputusan Alternatif maka dapat diuji bahwa Provinsi Kalimantan Timur menempati EMV paling banyak, sedangkan untuk variabel EOL paling efisien dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi lebih baik.

V. PENUTUPUlasan topik utama penelitian berkaitan dengan suatu kebaruan

yang membahas mengenai penggunaan kebijakan dengan suatu cara yang sangat relevan dengan jumlah sampel populasi, adapun mengenai obyek pendalaman materi kebijakan adalah diperlukannya suatu pentahapan dari penyusunan argumen yang memerlukan dokumen untuk pertanggungjawaban. Metode kinerja berbasis bukti untuk kinerja legislasi DPR RI dan daya aing bangsa diperlukan untuk dipergunakan sebagai dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan yang meliputi manajemen kinerja beserta anggaran dan merupakan metode pembuatan kebijakan secara bertahap yang perlu dilakukan. Provinsi Kalimantan Timur, khususnya Penajam Paser Utara merupakan suatu area direncanakan dibangun sebagai Pusat Pemerintahan khususnya digunakan untuk Kawasan Ring 1 dengan argumen utama adalah berdasarkan metode kuantifikasi menggunakan teori keputusan yang melibatkan variabel EMV dan EOL, serta EVPI. Kalimantan Timur merupakan Provinsi dengan potensi bahan tambang, migas, dan perusahaan perkebunan dengan

Page 180: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

168 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

ekspektasi akan dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai. Interpretasi yang ada adalah untuk penyusunan kebijakan memerlukan metode kualitatif, sedangkan penerapan Decision Theory adalah metode kuantitatif, sehingga dapat diperoleh simpulan bahwa metode yang diterapkan adalah metode campuran.

Rekomendasi diperlukan bahwasanya penelitian perlu dilanjutkan untuk tidak sebatas pernyataan berbasis silogisme saja melainkan memerlukan uji responden mengenai kelayakan suatu kebijakan diterapkan,sedangkan penelitian mengenai objek kebijakan selalu masih bisa dilakukan penelitian berikutnya sesuai tahapan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan melibatkan variabel yang muncul dari lembaga berkompeten, ekonomi makro dan berbagai sektor yang berkaitan dengan pembangunan Ibukota Negara dengan estimasi anggaran 466 Trilliun Rupiah untuk Pemindahan Ibukota Negara di Puncak Bukit Sepaku Provinsi Kalimantan Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2014). Longman Dictionary of Contemporery English for Advanced Learner. Edinburgh: Pearson Education Limited.

Bandur, Agustinus. (2019). Penelitian Kualitatif. Bogor: Mitra Wacana Media.

Dwiyanto, Agus. (2012). Reformasi Birokrasi Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Glasman, Hillary. (2016). Science Research Writing. London: Imperial College Press.

Gully, Phillips. (2014). Human Resources Management. Singapore: Cengage

Hamdi, Muchlis. (2014). Kebijakan Publik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Irwin McGraw Hill.

Page 181: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

169Giri Nurpribadi

Kebijakan Pembentukan Badan Otorita Pemindahan Ibukota Negara

Ishak, Awang Faroek. (2019). Kesiapan Kalimantan Timur Sebagai Salah Satu Calon Lokasi Pemindahan Ibukota Negara. Jakarta: PA GMNI.

Jamin, Ahmad. (2016). Filsafat Ilmu. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Karuniasa, Mahawan. (2016). Pembangunan Berkelanjutan Daerah dalam, Kendari: Unhalu Press.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2006). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT. Refika Aditama.

Markland. (1991). Decision Making Analysis. Ohio: Prentice Hall.

Nurpribadi, Giri. (2009). Program CSR Kerjasama PSPPR UGM, KIPPSKS dan PT Kaltim Prima Coal. Yogyakarta: PSPPR UGM.

Padangaran, Ayub. (2011). Manajemen Proyek Pengembangan Masyarakat, Paradigma Systems Thinking. Jakarta: PSIL UI.

Sevilla, Consuelo G. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit UI.

Strickland and Thompson, Arthur. (1999). Strategic Management. Singapore:

Sulistyo. (2010). Metode Penelitian. Jakarta: Penaku.

Sunyoto, Danang. (2015). Penelitian Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: CAPS.

Widaningrum, Ambar dan Kumorotomo, Wahyudi. (2010). Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali, Yogyakarta: Gaya Media.

Winardi. (2009). Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Page 182: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan
Page 183: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

171Dwi Putra Nugraha dan Sri Purnama

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

REKONSTRUKSI BADAN KEAHLIAN DPR RI DENGAN PRANATA EVIDENCE BASED POLICY

Dwi Putra Nugraha

Universitas Pelita Harapan,[email protected]

Sri Purnama

Mahasiswa Universitas Pelita Harapan,[email protected]

ABSTRAKBadan Pemerintah memiliki peran yang besar dalam membuat dan menegakkan peraturan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Sebagai negara Republik yang berjalan didasarkan atas kepercayaan rakyat terhadap Dewan Perwakilan Rakyatnya sendiri, fakta bahwa adanya penurunan kinerja Badan Keahlian DPR RI yang terlihat dari berkurangnya jumlah Undang-Undang yang disahkan perlu dicermati. Selain daripada jumlahnya, substansi dan isi Undang-Undang yang disahkan tersebut juga mengalami penurunan di mana bahkan terdapat beberapa Undang-Undang yang disahkan yang berisikan hal yang berkontradiksi dengan Undang-Undang yang sebelumnya sudah disahkan. Dibandingkan dengan kinerja periode sebelumnya yang juga menerima kritikan atas kinerjanya, kinerja periode terakhir ini memiliki hasil yang paling buruk. Melihat masalah ini, ditemukan saran untuk menggunakan Kebijakan Berbasis bukti guna merekonstruksi peran Badan Keahlian DPR RI ini. Penelitian ini mengimplementasikan metode penelitian yuridis normatif. Dengan membandingkan hasil dari pengimplementasian kebijakan ini dengan negara asing yang telah pernah menggunakannya, telah ditemukan bahwa kebijakan ini dapat membawa peningkatan yang signifikan terhadap Badan Keahlian DPR RI. Maka dari itu, rekonstruksi atas Badan Keahlian DPR RI menggunakan Kebijakan Berbasis Bukti ini sangat diperlukan.

Kata kunci: badan keahlian; kebijakan berbasis bukti; rekonstruksi badan pemerintah

I. PENDAHULUANBerdasarkan catatan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam

periode 2014-2019 mengesahkan hanya sejumlah 84 Rancangan

Page 184: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

172 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Undang-Undang (selanjutnya disebut RUU), di mana sekitar 18,5% atau tepatnya 35 dari 84 RUU tersebut berasal dari 189 RUU yang berada di dalam Prolegnas lima tahunan. Kemudian, 49 RUU lainnya memiliki asal dari luar Prolegnas. Jumlah yang baru disebut ini menurun apabila dilakukan perbandingan dengan periode 2009-2014 (periode sebelumnya), di mana para anggota DPR dapat mengesahkan 125 RUU, di mana sekitar 28% atau 69 RUU dari 247 RUU yang tecantum di Prolegnas serta 56 RUU dari luar Prolegnas.

Rumitnya menilai kinerja legislasi DPR diperkeruh dengan berbagai regulasi yang disahkan pada akhir masa jabatan ternyata penuh dengan kontroversi. Paling tidak terdapat 10 RUU yang bermasalah dari sudut prosedur pembentukan dan substansi. Indikator awam ialah dengan melihat dalam kurun waktu 15 hari apakah DPR memiliki kemampuan untuk mengesahkan 10 RUU tersebut (Antoni, 2019).

Paling sedikit sebanyak 10 RUU yang diketok oleh DPR pada penghujung masa jabatan mereka dianggap RUU yang kontroversial dari segi substansi maupun prosedur pembentukannya. Dalam kurun waktu hanya 15 hari, DPR melakukan pengesahan atas 10 RUU tersebut. Undang-Undang (selanjutnya disebut UU) tersebut berisikan tentang DPR, MPR, DPRD dan DPD (biasa disebut sebagai MD3), Sumber Daya Air, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Budidaya Pertanian, Pesantren, Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara, Ekonomi Kreatif, Perkoperasian, serta Perkawinan. Sedangkan, DPR periode sebelumnya mengesahkan 125 RUU kurang lebih dalam jangka waktu 4 tahun, yang berarti rata-rata mengesahkan 2 RUU setiap 2 sampai 3 bulan.

Terdapat tiga RUU yang tidak direncanakan dari sepuluh UU tersebut, yaitu RUU KPK, RUU MD3, serta RUU Perkawinan. RUU kumulatif terbuka merupakan jalan masuk dari ketiga RUU tersebut. RUU Kumulatif terbuka merupakan RUU yang berasal dari luar Prolegnas, yang pengajuannya dapat dilakukan oleh presiden maupun DPR dalam suatu keadaan tertentu. Dalam periode 2014-2019, sejumlah 49 RUU kumulatif ditemukan di mana 49 RUU tersebut bahkan lebih dari setengah RUU yang telah disahkan. Sementara itu, periode yang sebelumnya hanya sebanyak 45% dari RUU yang mengalami pengesahan.

Page 185: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

173Dwi Putra Nugraha dan Sri Purnama

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

UU No. 1 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pun dilanggar oleh RUU kumulatif hasil pengesahan DPR periode terakhir ini. Dalam jalur kumulatif terbuka ini, UU yang diperbolehkan untuk dibahas hanya merupakan RUU yang mencakup tentang akibat putusan Mahakamah Konstitusi, pengesahan perjanjian internasional, pembentukan daerah provinsi serta kabupaten/kota, anggaran pendapatan dan belanja negara, serta mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang menjadi undang-undang.

Isu mengenai topik ketidakoptimalan kinerja DPR sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Dalam artikel yang di unggah oleh kompas.com pada tahun 2009, DPR masa bakti 2004-2009 dinilai mendapat “rapor” merah, di mana Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR lima tahun terakhir ini bercitra buruk dan rendah (Kompas, 2009). Demikian pula dengan artikel yang diunggah detiknews pada 8 September 2014 yang menyatakan bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR menyatakan kinerja anggota DPR dalam menyelesaikan Prolegnas tak optimal karena RUU yang bisa disahkan hanya 30% dari total keseluruhan yang harus disahkan (DetikNews, 2014).

Namun, perbedaan yang menonjol terletak pada alasan yang digunakan untuk mengkritik kinerja tiap periode DPR. Kedua periode yang telah disebutkan di atas mendapatkan kritikan atas rendahnya citra DPR maupun sedikitnya RUU yang disahkan, namun tidak ada periode yang menghasilkan RUU yang melanggar Undang-Undang lain yang sudah berlaku maupun mengesahkan sebanyak 10 RUU dibawah 15 hari. Maka dari itu, makalah ini akan membahas tentang Evidence-Based Policy guna merekonstruksi peran Badan Keahlian DPR RI agar lebih optimal.

Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penulisan makalah ini dirumuskan sebagai berikut:1) Bagaimanakah rekonstruksi peran Badan Keahlian DPR RI yang

dapat dilakukan guna mewujudkan BKD yang efektif?2) Bagaimanakah Evidence-Based Policy dapat diterapkan dalam

badan pemerintahan negara?

Page 186: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

174 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Badan Keahlian DPR RI

Menurut Pasal 287 Tentang Badan Keahlian DPR RI, Badan Keahlian DPR RI (BKD) adalah aparatur pemerintah yang bertanggung jawab terhadap Pimpinan DPR RI dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta berada di bawah Sekretariat Jenderal secara administratif. Dalam Pasal 288, tugas dari Badan Keahlian ini dijelaskan sebagai mendukung kelancaran dari pelaksanaan wewenang serta tugas DPR RI dalam bidang keahlian. Struktur kelembagaan BKD sendiri terdiri dari pusat Pemantauan pelaksanaan UU, Pusat Kajian Anggaran, Pusat Perancangan Undang-Undang, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara, serta Pusat Penelitian.

B. Evidence-Based Policy (EBP)Evidence-Based Policy merupakan suatu rangkaian metode yang

memberikan informasi proses suatu kebijakan daripada dengan mempengaruhi tujuan akhir suatu kebijakan secara langsung. Pendekatan yang dianggap ketat, rasional, serta sistematis merupakan bentuk anjuran dari EBP. Premis di mana keputusan kebijakan lebih baik diinformasikan oleh kajian bukti yang sudah tersedia dan harus mencakup analisis yang dianggap rasional merupakan dasar dari EBP. Hal ini dikarenakan bukti sistematis sebagai dasar suatu kebijakan dipandang memberikan hasil yang optimal. Pendekatan ini juga menggabungkan praktik berbasis bukti (Sutcliffe, 2005). Gerakan EBP mewakili kedua set penting praktik dan aspirasi profesional; dan juga retorika politik yang mencari bentuk pengambilan keputusan yang sah yang merupakan alternatif untuk pembuatan kebijakan berbasis ideologis atau agama (Head, 2010).

III. METODOLOGI Dalam makalah ini, penulis menggunakan metode penelitian

yuridis normatif. Menurut Soerjono Soekanto, metode penelitian yuridis normatif merupakan suatu penelitian hukum yang dilaksanakan dengan menggunakan bahan dasar kepustakaan atau data sekunder yang kemudian akan diteliti melalui penelusuran terhadap peraturan-peraturan serta literatur-literatur yang

Page 187: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

175Dwi Putra Nugraha dan Sri Purnama

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti (Soekanto & Mamudji, 2001).

Metode pengumpulan data dalam makalah ini dilakukan dengan mencari bahan kepustakaan melalui mempelajari, membaca, serta meneliti berbagai literatur sebagai sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, dan sumber hukum tersier yaitu peraturan perundang-undangan, buku, makalah seminar, artikel, dan lain sebagainya (Soekanto & Mamudji, 2001).

Bahan hukum primer merupakan bahan pustaka berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (ide). Bahan ini mencakup: a. buku; b. kertas kerja konferensi, lokakarya, seminar, simposium, dan seterusnya; c. laporan penelitian; d. laporan teknis; e. majalah; f. disertasi atau tesis; dan g. paten (Soekanto & Mamudji, 2001).

Bahan hukum sekunder merupakan bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer, yang antara lain mencakup: a. abstrak; b. indeks; c. bibliografi; d. penerbitan pemerintah; dan e. bahan acuan lainnya. Sedangkan, bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup: a. bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya adalah abstrak perundang-undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan seterusnya; dan b. bahan-bahan primer, sekunder dan penunjang (tersier) di luar bidang hukum, misalnya, yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain sebagainya, yang oleh para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitiannya. Obyek penelitian dalam makalah ini merupakan Badan Keahlian DPR RI serta studi mengenai Evidence-Based Policy.

IV. PEMBAHASANA. Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Secara Optimal

Institusi kunci (key institution) suatu perkembangan politik dari negara-negara modern merupakan Dewan Perwakilan Rakyatnya

Page 188: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

176 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

sendiri (Isra, 2010). Lembaga legislatif dapat dilihat sebagai cabang kekuasaan yang paling utama dalam mencerminkan kedaulatan rakyat dengan menilik perkembangan lembaga-lembaga negara (Asshidiqie, 2006). Pengaturan tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terdapat dalam Pasal (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berbunyi, “Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai dengan Naskah Akademik”.

Menurut Pasal 1 angka 1 UU no. 12 Tahun 2011 tersebut, naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Menilik peraturan perundang-undangan yang telah dijabarkan di atas, dapat dimengerti bahwa guna menyusun sebuah peraturan perundang-undangan yang optimal diperlukan naskah akademik sebagai tolak ukur pembuatan undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan fungsi dari naskah akademik ini sendiri dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tentang konsepsi yang meliputi tujuan penyusunan, jangkauan, sasaran, latar belakang, maupun arah atau objek dari suatu pengaturan rancangan undang-undang.

Pentingnya penggunaan naskah akademik ini perlu diingat oleh para pembentuk Undang-Undang agar mampu melahirkan suatu produk perundang-undangan yang kredibel dan baik serta sejalan dengan aspirasi rakyat. Akan tetapi, hasil perundang-undangan lima tahun terakhir yang kurang memuaskan telah dijabarkan di bagian latar belakang dari makalah ini merupakan bukti nyata atas ketidakefisienan BKD meskipun telah adanya naskah akademik untuk menuntut proses pembuatan perundang-undangan.

B. Studi Mengenai Evidence-Based Policy di PemerintahanKetika mempertimbangkan evolusi dari gerakan Evidence-

Based Policy, perlu diperhatikan pada saat pengoperasiannya kedua faktor supply dan demand. Demand untuk lembaga riset sosial dan

Page 189: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

177Dwi Putra Nugraha dan Sri Purnama

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

ekonomi membutuhkan dana yang besar dari badan pemerintahan dan badan legislatif untuk mendapatkan informasi (Head, 2010). Penelitian yang didanai pemerintah telah menjadi secara langsung dan tidak langsung sumber terpenting untuk memahami kehidupan sosial negara bagi pemerintahan. Preferensi badan pemerintah atas jenis penelitian tertentu berdampak besar pada bagaimana penelitian dilakukan. Di sisi supply, peneliti sosial dan ekonomi telah mengembangkan kapasitas penelitian yang memungkinkan mereka untuk memberikan temuan penelitian tentang topik yang menarik bagi pemerintah. Topik dan format biasanya dipengaruhi oleh penyedia dana. Kapasitas penelitian ini telah dikonsolidasikan sepanjang waktu di beberapa pusat penelitian substansial. Ada beberapa jenis organisasi di sektor penelitian termasuk universitas, perusahaan-perusahaan konsultan, pusat-pusat penelitian sektor swasta.

C. Studi Mengenai Evidence-Based Policy di Negara MajuMeningkatkan penggunaan EBP di negara-negara berkembang

menimbulkan tantangan baru. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik beragam dan sering kali lebih rumit; kapasitas lebih terbatas; sumber daya lebih langka. Selain itu, aktor internasional memiliki dampak besar pada penelitian dan proses kebijakan. Sebagai hasil dari tantangan ini, pendekatan EBP perlu disesuaikan. Terlepas dari tantangan yang menghadang penggunaan EBP di negara berkembang, alat dan pendekatannya masih relevan dan dapat diadaptasi untuk konteks yang berbeda. Maka dari itu, perlu dipelajari pemberlakuan Evidence-Based Policy di negara-negara maju.1. Kerajaan Bersatu Britania Raya (United Kingdom)

Pada tahun 1997, terdapat sebuah upaya yang digalang oleh Perdana Menteri Blair di pemerintahan pusat UK untuk mengembangkan pendekatan yang lebih koheren tentang Evidence-Based Policy guna menggarisbawahi fakta bahwa mereka merupakan pemerintahan reformis (British Academy). Sebuah laporan baru-baru ini menemukan bahwa hingga 60% dari anggaran penelitian departemen pemerintah Inggris dikhususkan untuk proyek-proyek jangka pendek untuk memenuhi tuntutan politik dan administrasi saat ini. Para pemimpin politik sering bersikeras bahwa hasil yang terukur tersedia dalam kerangka waktu yang singkat, yang

Page 190: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

178 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

mengarah ke fokus yang lebih besar pada kegiatan yang terlihat ketimbang membangun fondasi untuk manfaat berkelanjutan. Selain itu, pemerintah memiliki kecenderungan untuk mengubah program sebelum hasil dinilai, sehingga setiap evaluasi dengan demikian akan mengukur target bergerak dengan kriteria keberhasilan yang bervariasi.2. Amerika Serikat

Pada tahun 2015 lalu, kota Massachusetts berada di tengah krisis opioid ketika Chapter 55 of the Acts of 15 disahkan oleh legislasi. Hal ini menggerakkan Sekretaris Layanan Kesehatan dan Manusia serta Departemen Kesehatan Masyarakat untuk bekerja sama dalam membuat laporan yang mendokumentasi semua orang yang mengalami overdosis di Commonwealth of Massachusetts pada 2014 lampau. Berdasarkan laporan dokumentasi tersebut, pemerintah setempat Massachusetts kemudian melembagakan intervensi kesehatan berdasarkan data-data yang telah terkumpul, yang kemudian menurunkan pengedaran resep opioid dalam negara bagian tersebut sebesar 30% serta mengurangi tingkat kematian terkait opioid di seluruh negara bagian (Reynolds, 2018).

Amerika Serikat juga memiliki Komisi Kebijakan Evidence-Based Policy yaitu The Commission on Evidence-Based Policy Making (CEP) yaitu komisi yang dibuat untuk mengembangkan strategi guna meningkatkan ketersediaan dan penggunaan data dalam membangun bukti tentang program pemerintah sekaligus melindungi privasi dan kerahasiaan.

Selain daripada itu, dalam Public Law 115-435 yang dibuat dalam Kongres ke-115, telah diatur tentang Pembuatan Kebijakan Berbasis Bukti yang berjudul The Foundations for Evidence-Based Policy Making Act. Undang-Undang ini menetapkan proses pagi pemerintah federal untuk memodernisasikan praktik manajemen datanya dan mendorong penggunaan data tertentu untuk memberikan informasi atas kebijakan keputusan. Undang-Undang ini terbagi menjadi empat judul yang masing-masing membahas kapasitas bukti, data terbuka (OPEN Government Data Act), serta kerahasiaan data (Confidential Information Protection and Statistical Efficiency Act) (Data Coalition, 2018).

Namun, meski terdapat upaya yang cukup signifikan dalam tingkat federal, penggunaan Evidence-Based Policymaking di

Page 191: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

179Dwi Putra Nugraha dan Sri Purnama

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

sebagian besar negara bagian di Amerika Serikat baru saja masuk dalam tahap perkenalan. Menurut laporan yang dilakukan oleh A Pew-MacArthur Results First Initiative, belum ada negara bagian yang menginvestasi setidaknya 1% dari anggaran negara bagiannya guna mengimplementasikan Evidence-Based Policy ini, dan hanya beberapa negara bagian memiliki kepala pendataan.

V. PENUTUP Badan Keahlian DPR RI tengah mengalami penurunan dalam

kualitas perancangan Undang-Undang dalam lima tahun terakhir terlepas adanya naskah akademik dan waktu selama 5 tahun dengan jumlah anggota yang cukup banyak. Hal ini menggarisbawahi butuhnya dilakukan perubahan mengenai peran Badan Keahlian ini guna menghasilkan produk hukum yang lebih efektif maupun meningkatkan kinerja keseluruhan cabang pemerintahan. Perlu dibentuk suatu kebijakan yang baru dan terpercaya untuk merekonstruksi kinerja BKD. Rekonstruksi peran Badan Keahlian DPR RI yang dapat dilakukan guna mewujudkan BKD yang efektif dapat dilakukan dengan pengimplementasian Evidence-Based Policy.

Penerapan Evidence-Based Policy ketika memasuki lingkup pemerintahan dapat langsung diawali dengan menyerang masalah utama yaitu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Badan Keahlian DPR RI. Dalam proses pembentukan undang-undang, selain melihat naskah akademik, perlu diimplementasikan Evidence-Based Policy yaitu dengan melakukan riset untuk mengumpulkan laporan serta data mengenai peraturan yang akan diundangkan. Walaupun belum sempurna, dapat dilihat bahwa sebenarnya tujuan dan cara dari penerapan kebijakan ini secara logis pun merupakan hal yang menguntungkan. Pada intinya, Evidence-Based Policy making merupakan penggunaan bukti secara sistematis untuk memandu proses pengambilan keputusan untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara. Evidence-Based Policymaking ini dapat menyediakan kesempatan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dengan menemukan program-program baru yang efektif, yang dapat membantu badan legislasi dalam menentukan pilihan dan pendanaan serta perumusan peraturan perundang-undangan di masa depan.

Page 192: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

180 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, (2001). Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers.

Isla, Sakri. (2010). Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Asshidiqie, Jimly. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. (2019). Dua Tantangan Legislasi DPR yang Baru, (online), (https://www.pshk.or.id/blog-id/dua-tantangan-legislasi-dpr-yang-baru/, diakses 17 November 2019).

DPR RI. Pasal 287 Tentang Badan Keahlian DPR RI, (online), (http://dpr.go.id/bk/tentang, diakses 18 November 2019).

Kompas. (2009). Formappi: DPR 2004-2009 Kinerja Rendah, Citra Terburuk, (online), (https://ekonomi.kompas.com/read/2009/09/30/12480981/formappi.dpr.2004-2009.kinerja.rendah.citra, diakses 15 November 2019).

DetikNews. (2014). Jelang Akhir Periode, Anggota DPR 2009-2014 Baru Tuntaskan 30% RUU, (online), (https://news.detik.com/berita/2684343/jelang-akhir-periode-anggota-dpr-2009-2014-baru-tuntaskan-30-ruu, diakses 17 November 2019).

Sutcliffe, Sophie. (2005). Evidence-Based Policymaking: What is it? How does it work? What relevance for developing countries?, (online), (https://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/3683.pdf, diakses 16 November 2019).

Page 193: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

181Dwi Putra Nugraha dan Sri Purnama

Rekonstruksi Badan Keahlian DPR RI dengan Pratana Evidence Based Policy

Reynolds, Kathryn. (2018). Evidence-Based Policymaking at the State Level, (online), (https://www.urban.org/sites/default/files/publication/99293/evidence-based_policymaking_at_the_state_level.pdf, diakses 14 November 2019).

Head, Brian. (2010). Reconsidering Evidence-Based Policy: Key issues and challenges, (online), (https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1016/j.polsoc.2010.03.001?needAccess=true, diakses 18 November 2019).

British Academy. Future Directions: a response to the consultation by the AHRC,(online), (https://www.thebritishacademy.ac.uk/sites/default/files/BA%20response%20to%20AHRC%20Future%20Directions.pdf, diakses 18 November 2019).

Commission on Evidence-Based Policy Making. Commission on Evidence-Based Policy Making, (online), (https://cep.gov, diakses 20 November 2019).

Data Coalition. (2018). Foundations for Evidence-Based Policymaking Act of 2018 (P.L 115-435), (online), (http://www.datacoalition.org/wp-content/uploads/2019/06/Evidence-Act-Web-version-2019.pdf, diakses 20 November 2019).

Authenticated U.S Government Information. (2019). PUBLIC LAW 115–435, (online), (https://www.govinfo.gov/content/pkg/PLAW-115publ435/pdf/PLAW-115publ435.pdf, diakses 20 November 2019).

Page 194: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan
Page 195: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

183Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

CONTROLLING: DPR SEBAGAI THE SUPER LEADER SUPER MANAGER UNTUK MEWUJUDKAN

KEPERCAYAAN TRANSENDEN(TRANSCENDENTAL TRUST) MASYARAKAT INDONESIA

Syamsul Alam

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,[email protected]

ABSTRAKKepercayaan merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan suatu kebijakan sehingga implementasi dari suatu peraturan dapat dimaknai oleh masyarakat sebagai sesuatu yang bermanfaat, pelaksanaan fungsi pengawasan (controlling) oleh DPR dianggap belum optimal akibatnya masyarakat mengalami degradasi kepercayaan terhadap DPR sebagai lembaga representatif, penelitian ini bertujuan untuk meminimalisir krisis kepercayaan transenden (transcendental trust) publik terhadap DPR dalam fungsi pengawasan (controlling), adapun jenis penelitian yang digunakan adalah riset pustaka (library research) dengan melakukan penelusuran pustaka baik jurnal, buku maupun literatur lainnya memiliki relevansi dengan variabel yang diteliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan dengan prinsip kontribusi, reputasi keselarasan, kejujuran, perilaku dan kredibilitas serta menjunjung tinggi integritas yang diaplikasikan secara konsisten dan berkomitmen dapat meminimalisir krisis kepercayaan transenden (transcendental trust) masyarakat terhadap DPR.

Kata kunci: kepercayaan; transenden; DPR; kebijakan

I. PENDAHULUANDPR mengalami perubahan secara fundamental baik secara

struktural, fungsional dan hak, maupun secara tugas dan kewenangan yang dipangku, secara struktural, anggota DPR berasal dari partai politik yang dipilih melalu pemilihan umum sebagai manifestasi demokrasi untuk memperjuangkan aspirasi rakyat (Putera, ibid) DPR mempunyai suatu tugas dan kewenangan yang sudah tertera dalam UUD 1945 yakni mengajukan pendapat kepada MPR mengenai pemberhentian Kepala Negara dalam hal ini Presiden dan

Page 196: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

184 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

pendampingnya atau wakilnya, memberikan persetujuan berkaitan dengan pernyataan perang dan memberi pertimbangan terhadap Kepala Negara serta pengangkatan duta besar. (Putera, ibid) DPR mempunyai peran penting dalam memberikan dukungan kepada pemerintah untuk menjalankan program-programnya. (Mahfud, 2009)

Kepercayaan merupakan tolok ukur keberhasilan suatu lembaga dalam melaksanakan aktivitas serta amanah yang diberikan oleh rakyat. Berdasarkan survei LSI bahwa DPR memiliki tingkat kepercayaan yang paling rendah diantara lembaga-lembaga lainnya hanya memperoleh 65 persen. (Kompas, 2019), hal ini membuktikan bahwa masyarakat belum mempercayai DPR sebagai lembaga representatif yang memperjuangkan apirasi rakyat. Kemudian hal ini diperkuat oleh Puan Maharani selaku Ketua DPR, yang menyatakan bahwa tantangan yang terbesar adalah bagaimana meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja DPR sehingga harus ada mekanisme dan sistem yang baik untuk mewujudkan perihal tersebut. (Kompas, 2019)

Senada dengan pendapat Ali Rifaan Direktur Eksekutif Survei Indonesia, menyatakan bahwa tugas besar anggota DPR adalah meraih kembali kepercayaan masyarakat karena kepercayaan masyarakat terhadap DPR dari tahun 2014-2019 mengalami titik terendah akibat kinerja yang buruk disertai dengan manuver yang buruk dengan mengesahkan undang-undang yang kontroversial mengakibatkan persepsi masyarakat semakin memburuk, survei Charta Politika membuktikan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap DPR 49,3 persen, lembaga Arus Survei sebesar 48,7 persen dan survei Kompas 45,1 persen hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yakni, rendahnya kinerja legislasi, persoalan korupsi dan ketidakpatuhan. (Investor, 2019)

Kamrusamad menyatakan bahwa prioritas utama yang harus dikerjakan oleh DPR adalah mengembalikan kepercayaan rakyat sehingga harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan fungsi pengawasan dengan sebaik-baiknya dan berhenti memproduksi undang-undang yang tidak memihak kepada rakyat, komitmen tersebut harus dibuktikan dalam kualitas kerja. (Suara, 2019). Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan kepada DPR untuk

Page 197: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

185Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

menciptakan sekaligus membangun kepercayaan transenden kepada masyarakat berkaitan dengan citra dan kinerja DPR dalam pelaksanaan fungsi pengawasan (controlling).

II. TINJAUAN PUSTAKA Kejujuran merupakan sumber penyelamat di dunia dan akhirat,

maka ketidakjujuran akan menghalangi sebuah elektabilitas sehingga berpengaruh kepada masyarakat dan akan berimplikasi secara general dalam kehidupan sosial (Antonio, 2007). Allah berfirman “ketaatan dan mengatakan suatu kebenaran hal itu lebih baik baginya dan jika sudah tiba bagi mereka yang benar beriman maka Allah akan memberikan gelar yang terbaik untuknya (Muhammad, 21) senada dengan sabda Rasulullah “sesungguhnya suatu kebenaran akan menunjukkan kepada kebaikan dan sebaliknya kejujuran akan menunjukkan pada kebaikan sesungguhnya apabila seseorang berlaku jujur maka ditulis sebagai orang siddiq, dusta itu akan menunjukkan kepada kemaksiatan dan suatu kemaksitan akan menunjukkan pada neraka dan jika seseorang berbuat dusta maka akan ditulis sebagai pendusta. (Bukhari, 6094)

Selaras dengan sifat amanah, seorang pemimpin harus memiliki sifat amanah karena amanah merupakan sesuatu yang dapat dipercaya seakar dengan kata iman semakin menipis keimanan seseorang maka akan semakin pudar keimanan seseorang. (Ilyas, 2012) Rasulullah bersabda “ tidak akan komprehensif keimanan seseorang ketika tidak dapat dipercaya (amanah) dan tidak ada kesempurnaan agama tanpa adanya perbuatan menepati janji dengan baik (Ahmad, 2607) Adapun bentuk-bentuk amanah memelihara titipan dan mengembalikannya, menjaga rahasia, tidak menyalahgunakan jabatan, menunaikan kewajiban dengan baik, memelihara semua nikmat yang diberikan oleh Allah. (Ilyas, 2012)

Kepercayaan transenden merupakan suatu kepercayaan yang tercipta karena adanya perlakuan the spirit of trust memberikan beberapa variabel dalam berperilaku baik cara memandang, berbica, dan berperilaku. (Alam, 2018) kepercayaan transendan (transcendental Trust) hakikatnya merupakan suatu yang tampak dan bukan merupakan sesuatu yang abstrak yang timbul akibat aksi yang dilakukan menurut ajaran- ajaran kepercayaan (the spirit of trust) berasal dari al-Quran dan hadits dan ajaran Islam yang

Page 198: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

186 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

lainnya yang bersumber dari wahyu. (Fauzia, 2012) Kepercayaan transenden merupakan reaksi dari beberapa aksi suatu akibat dari suatu sebab yang bisa dikuantifikasikan dan diukur. (ibid)

Jika tidak ada kepercayaan maka kemungkinan besar Pemerintah mengalami kesulitan dalam menjalankan program-programnya akibat lemahnya dukungan dari rakyat, kondisi yang seperti ini akan mudah dijatuhkan sebelum waktunya dan membuat proses demokrasi menjadi lamban oleh karena itu pemerintah akan dipercaya oleh rakyat jika mampu menumbuhkan rasa percaya pada dirinya sendiri sehingga menumbuhkan pula rasa percaya masyarakat luas terhadap pemerintah

Ketika kepercayaaan memasuki ranah politik maka harus ada aktivitas yang diusahakan sebagai manifestasi untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena kepercayaan bukanlah sesuatu yang ada dengan sendirinya dan hilang dengan sendirinya akan tetapi kepercayaan adalah satu simpul dari ikatan beberapa tali yang saling berkaitan, sebut saja hal hal yang berkaitan dengan kebijakan dan undang-undang seringkali tidak berpihak kepada masyarakat dan hanya untuk kepentingan golongan tertentu.

Perlu diketahui bahwa lembaga Representatif dalam hal ini adalah DPR mempunyai kewenangan dalam hal legislasi, anggaran dan pengawasan perihal tersebut merupakan ketentuan konstitusional yang semula termaktub dalam ketentuan lebih rendah dari UUD 1945 bahkan terdapat aturan dalam tata tertib DPR. Menurut Miriam Budiharjo bahwa sistem checks and balances merupakan sistem disetiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya. (Mawardi, 2008)

Pasal 5 (1) UUD 1945 menyatakan bahwa DPR merupakan pemegang kekuasaan legislatif dengan tugas pokok yaitu kekuasaan membuat undang-undang, (Samidjo, 1993) dan merupakan lembaga tinggi Negara yang terdiri dari anggota partai politik serta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum dalam pasal 19 (1) menentukan bahwa struktur anggota DPR ditetapkan berdasarkan undang undang, (Ippah, 2014). DPR memiliki fungsi pengawasan sebagai parlemen yang dapat di rinci yakni: (Asshidqie, 2010) pengawasan terhadap penentuan kebijakan, pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, pengawasan terhadap penganggaran dan belanja Negara, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran

Page 199: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

187Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

dan belanja Negara, pengawasan terhadap kinerja pemerintahan, pengawasan terhadap pengangkatan jabatan publik.

III. METODOLOGI Dalam penulisan Ini menggunakan jenis penelitian riset pustaka

(library research) dengan melakukan studi pustaka baik melaui buku, jurnal atau referensi lainnya yang berkaitan dengan obyek yang diteliti, riset pustaka adalah penelitian yang dilakukan dengan penelusuran pustaka terhadap bahan penelitian yang dinginkan melalui membaca, melihat, mendengarkan maupun melalui internet (Penyusun, 2007). Variabel penelitian adalah pengawasan DPR dan kepercayaan transenden masyarakat (trancendental Trust), teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahan primer, sekunder dan tersier sedangkan teknik pengolahan penelitian dilakukan secara sistematis. Analisis dilakukan secara kualitatif berdasarkan data-data yang diperoleh terkait dengan obyek yang diteliti kemudian menyimpulkan berdasarkan hasil analisis.

IV. PEMBAHASANFungsi pengawasan sangat diperlukan untuk mengawasi roda

pemerintahan untuk mengatahui apakah suatu kebijakan yang telah ditetapkan sesuai atau menyimpang. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPR, terdapat beberapa hak yakni hak interpelasi, (Ridwan, 2015) hak berpendapat dan hak angket yang tidak dapat dilepaskan dari check and balances Presiden dengan DPR yang terwujud dari amandemen UUD 1945. (Sunarto, 2018)

UU N0 2 Tahun 2018 menyatakan hak interpelasi yang dimiliki oleh DPR adalah suatu hak yang meminta penjelasan atau keterangan dari pemerintah berkaitan dengan suatu kebijakan yang berasal dari pemerintah yang dianggap strategis, urgen dan memiliki dampak luas terhadap kehidupan masyarakat bangsa dan Negara. Hak angket merupakan hak dalam melaksanakan atau melakukan sautu penyelidikan terhadap pemerintah atas suatu kebijakan yang bersifat urgen, strategis dan memiliki dampak terhadap kehidupan bangsa dan Negara, sedangkan hak menyatakan suatu pendapat (right to express opinion) merupakan hak untuk menyatakan pendapat terhadap kepala Negara dalam hal ini pemerintahan

Page 200: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

188 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

berkaitan dengan kebijakan mengenai peristiwa yang terjadi secara nasional maupun internasional. (ibid)

Pasal 77 (3) UU/27/2009 tentang Hak Angket menyatakan bahwa hak angket merupakan hak DPR dalam melakukan penyelidikan terhadap undang-undang atau suatu kebijakan (policy) pemerintah yang urgen yang berkaitan dengan masa depan dan cita-cita suatu bangsa dan negara hak angket diasumsikan bertentangan peraturan perundang-undangan, sebab hak angket (inquiry right) hanya dapat diusulkan ketika memperoleh paling sedikit 25 orang dari anggota DPR. (ibid)

Pelaksanaan hak interpelasi didasarkan pada peraturan DPR RI No 1/ 2014 mengenai Tata Tertib Pasal (TTP) 165-168 yakni sebagai berikut, suatu hak interpelasi akan dilakukan jika memperoleh suara paling sedikit 25 orang dari anggota DPR dan lebih satu fraksi dan juga memuat dokumen yang sekurang-kurangnya beirisi materi kebijakan serta pelaksanaan atau pengimplementasian kebijakan pemerintah, atas permintaan apabila diterima dan disetujui oleh DPR setidaknya ½ dalam sidang parpurna DPR berdasarkan persetujuan lebih dari ½ jumlah fellow yang ada. (Sobahah, 2017)

Pengimplementasian hak menyatakan pendapat rumit untuk direalisasikan oleh DPR karena terbentur oleh ketentuan UU No/27/2009 Pasal 184 yang mengatur tentang (MPR, DPR, DPD, DPRD) termaktub tentang aturan hak menyatakan pendapat yang dianggap menghambat pelaksaan menyatakan pendapat oleh DPR mengakibatkan fungsi pengawasan dan penyeimbang (check dan balances) DPR kurang optimal (Hermayanti, 2017). Hak ini dimaknai sebagai penguatan fungsi pengawasan parlemen terhadap pemerintah, hal ini merupakan perwujudan dari penerapan prinsip check and balances, sehingga kekuasaan yang dijalankan pemerintah tidak menyimpang dari suatu aturan yang termaktub dalam hukum positif. Hak menyatakan pendapat merupakan hak yang paling kuat dibandingkan dengan hak angket dan hak interpelasi.

Melanggar aturan hukum yang berupa pengkhianatan (betrayal) terhadap suatu negara dalam bentuk penyuapan, korupsi, serta perbuatan pidana berat atau tindakan yang tidak beretika (tercela) serta apabila kedua pemimpin tersebut sudah tidak memenuhi syarat (ibid). Mekanisme atau prosedur dari pelaksanaan hak menyatakan pendapat termaktub dalam Pasal 184 UU /27/2009

Page 201: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

189Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

yakni, berkaitan dengan hak menyatakan pendapat (right to express an opinion) setidaknya diusulkan oleh anggota DPR paling sedikit 25 anggota dengan dokumen yang memuat materi berdasarkan pasal 77 (4) dan alasan pengajuan hak tersebut, usulan tersebut akan diterima dalam rapat paripurna apabila disetujui oleh anggota DPR yang hadir setidaknya ¾ hal ini mengindikasikan bahwa hak menyatakan pendapat sangat berat. (ibid)

A. Tingkat Kepercayaan Publik terhadap DPRTingkat kepercayaan masyarakat terhadap DPR perlu diketahui

agar dapat menjadi tolok ukur dalam melakukan suatu penilaian terhadap kinerja DPR. Dari Grafik. 1 terlihat jelas bahwa asumsi publik terhadap DPR lebih mewakili keinginan partai daripada kepentingan masyarakat. Sedangkan pada Grafik. 2 menandakan bahwa media massa lebih mewakili kepentingan rakyat daripada DPR atau Partai.

Sumber: Lembaga Survei IndonesiaGrafik 1. Asumsi Publik terhadap DPR

Page 202: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

190 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Sumber : Lembaga Survei IndonesiaGrafik 2. Keterwakilan terhadap Kepentingan Rakyat

B. Penyebab Degradasi Kepercayaan MasyarakatMenciptakan kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat

penting dalam melakukan interaksi sosial baik yang berhubungan dengan keluarga, kolega, institusi dan masyarakat pada umumnya karena hal ini merupakan professional trust, (Frowe, 2005) kepercayaan akan melekat pada insting dan instuisi seseorang yang diperoleh terhadap apa yang dilakukan olehnya (Bunting, 2006). Karena kepercayaan adalah skill yang harus diasah, (Weil, 2019), Graham Green menyatakan tidak ada kehidupan tanpa kepercayaan, karena kepercayaan merupakan konsep fundamental yang sangat urgen dalam interaksi sosial dan merupakan sesuatu yang sangat berharga. (Weigelt, 2005)

Adapun faktor yang menyebabkan degradasi kepercayaan publik terhadap DPR adalah, belum terlaksananya tata kelola pemerintahan yang baik dan demokratis yang tidak dapat mempresentasikan diri sebagai lembaga yang bersih dan berwibawa yang bebas dari perbuatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Belum mampunya mengoptimalkan fungsi pengawasan sehingga dianggap tidak profesional, lebih mengutamakan kekuasaan semata, pengelolaan anggaran dilakukan tidak teratur sehingga cenderung dianggap asal asalan dan mengecewakan, pengawasan terhadap pembangunan infrakstruktur yang tidak optimal dan belum memahami fungsi pengawasan yang sebenarnya. (Oyan, 2018)

Page 203: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

191Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

Kasus-kasus yang sering terjadi pada lembaga DPR yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat adalah tiadanya kredibilitas lembaga mengakibatkan asumsi masyarakat mengenai korupsi yang sistematik, mengakar dan sulit untuk diberantas. Tidak independen karena dipengaruhi oleh kekuasaan Negara atau kekuasaan lain, ketidakmampuan untuk melakukan kewajiban-kewajiban yang penting karena persoalan birokrasi dan KKN. Pengaruh global dengan adanya pembentukan auxiliary state agency di berbagai Negara yang berada dalam situasi menuju demokrasi merupakan suatu kebutuhan dan suatu keharusan sehingga memerlukan suatu sistem yang harus direformasi. Tuntutan lembaga internasional yang tidak hanya sebagai syarat dalam memasuki pasar dunia, tetapi juga membuat demokrasi sebagai jalan bagi negara-negara yang asalnya dibawah kekuasaan otoriter sehingga lembaga DPR harus memiliki landasan yang kuat dan paradigma yang jelas sehingga keberadaaanya membawa manfaat bagi kepentingan masyarakat. (Wijayanti, 2009)

DPR dianggap tidak mampu mewujudkan hak rakyat serta banyaknya skandal korupsi pelecehan seksual sehingga publik menganggap DPR yang sekarang tidak lebih baik dari DPR yang sebelumnya, bahkan menurut Amin Rais, DPR yang sekarang hanya merupakan stempel pemerintah karena tidak mampu melaksanakan fungsi pengawasan dengan baik untuk membela kepentingan rakyat. (Ippah, Loc, Cit)

C. Membangun Kepercayaan Transenden (transcendental trust) Masyarakat terhadap DPRPembudayaan kepercayaan dimulai dari dalam diri seseorang

kemudian membentuk kepercayaan kepada orang lain begitu juga dengan kepercayaan transenden membentuk kepercayaan dari satu lembaga. DPR merupakan suatu permulaan yang baik untuk bisa mengembangkan jaringan kepercayaan kepada masyarakat, karena kepercayaan transenden dalam lembaga DPR merupakan kunci kepercayaan transenden dalam hubungannya dengan lembaga lain dan masyarakat pada umumnya. (Fauzia, loc,cit )

Jika kepercayaan transenden DPR sangat baik maka akan menjadi embrio yang luar biasa dalam masyarakat dan akan membentuk sirkulasi kepercayaan yang kuat dan mengakar. Menurut Covey

Page 204: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

192 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

yang dikenal dengan teorinya the spirit of Trust, untuk membangun suatu kepercayaan transenden diperlukan aksi yang mengandung variabel cara memandang, berbicara, berperilaku dan bekerja yang didalamnya terdapat prinsip kontribusi, reputasi, keselarasan, perilaku dan kredibilitas. Kepercayaan transenden dianggap integritas untuk menciptakan dan menjaga integritas diperlukan kejujuran menajerial dan komitmen, menjaga dan mempertahankan amanah, kesiapan untuk menerima kebaikan, memimpin adalah ibadah, keadilan yang membawa kesejahteraan. (Stephen, 2010)

V. PENUTUPMasyarakat Indonesia mengalami degradasi kepercayaan

terhadap DPR sebagai lembaga representatif yang mewakili kepentingan rakyat karena dianggap belum optimal melakukan fungsi pengawasan (controlling) dengan baik disertai berbagai macam polemik seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk membangun kepercayaan transenden (transcendental trust) masyarakat Indonesia terhadap DPR, diperlukan pengoptimalisasian fungsi pengawasan dengan penerapan prinsip kontribusi, reputasi keselaran, kejujuran, perilaku dan kredibilitas serta menjunjung tinggi integritas yang diaplikasikan secara konsisten dan berkomitmen dalam melakukan fungsi pengawasan (controlling) sehingga mampu meminimalisir krisis kepercayaan transenden (transcendental trust) masyarakat terhadap DPR.

Kepercayaan transenden merupakan fondasi utama suatu lembaga dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga dapat berjalan dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. DPR telah mengalami degradasi kepercayaan dari masyarakat, hal ini mengindikasikan bahwasanya DPR memiliki tugas moral yang urgen dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat demi menjaga citra dan reputasi DPR sebagai lembaga representatif sesuai dengan harapan dan amanah masyarakat. Sehingga, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus berlandaskan integritas yang transenden diwujudkan dalam kinerja baik dan konsistensi.

Page 205: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

193Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

DAFTAR PUSTAKA

Andi, Ippah. (2014). Keberadaan Hak Angket Dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Pemerintah, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 Nomor 3, April.

Anica, Leon-Weil & Carol Hewitt. (2008). Trust as a Teaching Skill, (online), (https://www.jstor.org/stable/42730324, diakses 15 November 2019)

Arsyad, Mawardi. (2008). Pengawasan dan Keseimbangan antara DPR dan Presiden dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor 1, Januari.

Carolyn, Bunting. (2006). Getting Personal about, (online), (https://www.jstor.org/stable/20442178, diakses 15 November 2019).

Covey, Stephen. (2010). The speed of Trust penerjemah Alvin Saputra. Jakarta : Karisma Publishing

Hermayanti. (2018). Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hak Menyatakan Pendapat DPR dan Implikasinya terhadap Pemakzulan Presiden dan/ atau Wakil Presiden, Laporan Penelitian, FH Universitas Batanghari Jambi.

IanFrowe. (2005). Professional Trust, (online), (https://www.jstor.org/stable/1556018, diakses 15 November 2019).

Ika, Yunia Fauzia. (2012). Etika Bisnis dalam Islam, Sidoarjo: Kencana Prenada Media Group.

Jimly, Asshidqiqie. (2010). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo.

James, Oyan. (2017). Implementasi Fungsi Implementasi Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Manado, Skripsi, Program Studi Ilmu Politik FISIP UNSRAT.

Moh Mahfud, MD. (2009). Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada .

Muhammad, Syafii Antonio. (2007). Muhammad SAW the Super Leader Super Manager. Jakarta: ProLM.

Page 206: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

194 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Nurush, Shobahah. (2017). Penggunaan Hak Interpelasi Dewan Perwakilan Rakyat Perspektif Fiqih Siyasah, Jurnal Ahkam, Volume 5, Nomor 1, Juni.

Putera, Astomo. (2014). Hukum Tata Negara Teori dan Praktek, Yogyakarta: Thafa Media Samidjo.

Septi Nur, Wijayanti & Iwan Satriawan. (2009). Hukum Tata Negara Teori dan Prakteknya di Indonesia. Yogyakarta: FH dan LP3M UMY.

Sunarto. (2018). Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR (Perbandingan antara Era Orde Baru dan Era Reformasi), Jurnal Integralistik, Volume 4 Nomor 1, Juli.

Syamsul Alam. (2018). Kepercayaan Transenden (Trancendental Trust) Masyarakat Indonesia terhadap Kebijakan Kenaikan Harga BBM berdasarkan Amanat Pancasila dan UUD 1945: Pendekatan Pareto dan Kaldor-Hicks Efficiency, Laporan Penelitian, SEMNA P2KP FH UMY.

Teck-Hua Ho & Keith Weigelt, Trust Building among Strangers, (online), (https://www.jstor.org/stable/20110350, diakses 15 November 2019).

Tim Penyusun. (2007). Buku Pedoman Penulisan Hukum, Yogyakarta: FH UMY.

Yunahar, Ilyas. (2012). Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY & Pustaka Pelajar Offset.

Zulkarnain, Ridwan. (2015). Cita Demokrasi Indonesia dalam Politik Hukum Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Pemerintah, Jurnal Konstitusi, Volume 12 Nomor 2, Juni.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 & Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang (MPR, DPR, DPD dan DPRD).

Peraturan DPRI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

Ali Rif’an. (2019). DPR Baru dan Kepercayaan Masyarakat, (online), (https://investor.id/opinion/dpr-baru-dan-kepercayaan-masyarakat, diakses 11 September 2019).

Page 207: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

195Syamsul Alam

Controlling: DPR sebagai the Super Leader Super Manager

Supriyatna, Iwan. (2019). Kinerja DPR Rendah, Kamrussamad: Kembalikan Kepercayaan Rakyat, (online), (https://www.suara.com/news/2019/10/03/145228/kinerja-dpr-rendah-kamrussamad-kembalikan-kepercayaan-rakyat, diakses 11 September 2019).

Sukmana, Yoga. (2018). Survei LSI: DPR, Lembaga Negara dengan Tingkat Kepercayaan Terendah, (online), (https://nasional.kompas.com/read/2018/07/31/17242921/survei-lsi-dpr-lembaga-negara-dengan-tingkat-kepercayaan-terendah, diakses September 2019).

Page 208: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan
Page 209: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

197Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

KEBIJAKAN STRATEGI NASIONALKEUANGAN INKLUSIF BERBASIS DIMENSI

INDIKATOR KINERJA UTAMA

Yesi Hendriani Supartoyo

Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia,

[email protected]

ABSTRAKPeraturan Presiden Republik Indonesia No. 82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif ditetapkan dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Hal ini mendasari Parlemen untuk menekankan pentingnya sinergi antara Strategi Nasional Keuangan Inklusif dan strategi pembangunan ekonomi untuk menanggulangi kemiskinan. Mengingat masih terdapat permasalahan berupa rendahnya literasi keuangan masyarakat dan terbatasnya infrastruktur. Indikator keuangan inklusif terdiri dari dimensi akses, dimensi penggunaan dan dimensi kualitas. Artikel ini bertujuan menganalisis capaian utama kebijakan keuangan inklusif berdasar Indikator Kinerja Utama. Teknik dan prosedur pengumpulan data melalui kajian literatur dengan Teknik analisa data secara statistik deskriptif. Indeks keuangan inklusif adalah alternatif pengukuran keuangan inklusif yang menggunakan indeks multidimensional berdasarkan data makroekonomi pada jangkauan layanan sektor perbankan. Hasilnya menunjukkan bahwa berbagai program keuangan inklusif dengan memperluas akses keuangan kepada masyarakat telah dilakukan. Kesimpulannya ialah sistem keuangan yang bersifat inklusif membuat seluruh kelompok masyarakat memperoleh manfaat dari jasa keuangan. Saran sebagai tindak lanjut ialah upaya perluasan akses masyarakat terhadap layanan sistem keuangan perlu diiringi peningkatan kualitas. Parlemen sebagai institusi pembuat kebijakan memiliki peran penting dalam kebijakan keuangan inklusif dan berkelanjutan agar tidak ada satupun orang yang tertinggal (no one left behind).

Kata kunci: dimensi akses; dimensi penggunaan; dimensi kualitas; indikator kinerja utama; strategi nasional keuangan inklusif

Page 210: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

198 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

I. PENDAHULUANThe 3rd World Parliamentary Forum on Sustainable Development

yang dilaksanakan di Bali pada September 2019 silam diantaranya membahas isu tentang keuangan inklusif. Isu ini menjadi salah satu fokus pembahasan dan merupakan solusi untuk mengatasi ketimpangan ekonomi. Disinyalir bahwa faktor penyebab terjadi ketimpangan ekonomi salah satunya ialah akses masyarakat pada lembaga keuangan yang rendah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ketimpangan ekonomi yang tidak ditangani akan menekan pertumbuhan ekonomi sehingga dalam jangka panjang akan mengakibatkan gejolak sosial karena akses dan pemberdayaan masyarakat yang tidak merata.

Hal inilah yang mendasari Parlemen untuk menekankan pentingnya sinergi antara strategi nasional keuangan inklusif dan strategi pembangunan ekonomi untuk menanggulangi kemiskinan secara lebih luas. Supartoyo et al (2013) menekankan bahwa pembangunan merupakan suatu proses menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karenanya, ketimpangan ekonomi perlu diatasi dengan sistem keuangan yang inklusif. Layanan keuangan inklusif membantu kelompok rentan dan berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan, memperoleh modal, dan mengelola risiko guna terbebas dari kemiskinan. Jadi, dapat dipahami bahwa salah satu upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan serta kemiskinan dapat ditempuh melalui upaya percepatan keuangan inklusif.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) ditetapkan dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan. SNKI adalah strategi nasional yang dituangkan dalam dokumen yang memuat visi, misi, sasaran dan kebijakan keuangan inklusif dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antar individu dan antar daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Istilah keuangan inklusif (financial inclusion) menjadi tren pasca krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid yang umumnya unbanked. Keuangan

Page 211: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

199Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

inklusif merupakan komponen penting dalam proses inklusi sosial dan inklusi ekonomi yang berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan stabilitas sistem keuangan, mendukung program penanggulangan kemiskinan, serta mengurangi kesenjangan antarindividu dan antardaerah. Sistem keuangan inklusif diwujudkan melalui akses masyarakat terhadap layanan keuangan sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi dan pada akhirnya membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta mengurangi kesenjangan ekonomi. Akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan merupakan hal penting dalam upaya peningkatan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam perekonomian.

Perluasan akses keuangan dan pendalaman sektor keuangan serta stabilitas sistem keuangan domestik perlu dilakukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Upaya perluasan akses masyarakat terhadap layanan keuangan dalam RPJMN 2015–2019 yang merupakan penjabaran dari Nawa Cita, bertujuan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Sasarannya adalah meningkatkan akses masyarakat dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap layanan jasa keuangan formal dalam kerangka pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Hal senada juga diungkapkan oleh Supartoyo et al (2015) bahwa keuangan inklusif dan pembangunan UMKM menjadi poin dari pemberdayaan ekonomi.

Kasmiati dan Yesi (2013) menyatakan bahwa pengaruh sektor keuangan terhadap perekonomian diantaranya melibatkan perbankan. Hal ini berimplikasi bahwa sektor keuangan yang berkembang dengan baik dapat mendorong perekonomian, akumulasi kapital dan peningkatan produktivitas. Lebih lanjut Supartoyo dan Kasmiati (2013) mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan keuangan inklusif peran perbankan perlu didorong diantaranya melalui edukasi keuangan terhadap masyarakat dan meningkatkan jangkauan distribusi perbankan ke daerah pelosok.

Berkenaan dengan hal tersebut, Santoso (2019) menyebutkan implikasi revolusi digital di sektor jasa keuangan. Kaitannya dengan peran fintech membuka akses keuangan, secara khusus keberadaan perusahaan fintech diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan inklusi keuangan. Transformasi digital disinyalir

Page 212: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

200 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

dapat mewujudkan ekonomi yang inklusif. Inovasi keuangan berbasis teknologi dapat diandalkan untuk memainkan peran besar dalam ekonomi melalui kontribusi dalam pencapaian keuangan inklusif yang kemudian diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Pemerintah Indonesia akan terus mendorong perluasan akses layanan keuangan kepada seluruh masyarakat. Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi, antara lain masih rendahnya literasi keuangan masyarakat dan masih terbatasnya infrastruktur. Kendala yang dihadapi dalam memperluas inklusi keuangan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yakni kendala yang dihadapi masyarakat dan kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang kedepan yang perlu dioptimalkan dan dibahas lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Keuangan Inklusif dan Sasaran Masyarakat

Keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Layanan keuangan yang disediakan harus dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan mudah untuk diakses dari sisi persyaratan serta layanan. Selain itu, layanan keuangan yang aman dimaksudkan agar masyarakat terlindungi hak dan kewajibannya dari risiko yang mungkin timbul.

Keuangan inklusif menekankan penyediaan layanan keuangan berdasarkan kebutuhan yang berbeda dari tiap kelompok masyarakat. Meskipun mencakup semua segmen masyarakat, kegiatan keuangan inklusif difokuskan pada kelompok yang belum terpenuhi oleh layanan keuangan formal yaitu masyarakat berpendapatan rendah, pelaku usaha mikro dan kecil, serta masyarakat yang merupakan lintas kelompok. Sasaran keuangan inklusif juga mencakup masyarakat lintas kelompok, yang terdiri dari: Pekerja migran; Wanita; Kelompok Masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan

Page 213: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

201Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Sosial (PMKS); Masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan dan pulau-pulau terluar; dan Kelompok Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda.

B. Target dan Indikator Keuangan InklusifUntuk mengukur pencapaian target utama keuangan inklusif,

perlu ditetapkan indikator keuangan inklusif sebagai pedoman untuk: Menetapkan tolok ukur pengembangan program keuangan inklusif; Mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan program keuangan inklusif; dan Monitoring pencapaian program keuangan inklusif baik di tingkat nasional maupun daerah. Indikator keuangan inklusif dikelompokkan menjadi tiga jenis dimensi sebagai berikut: 1. Akses, yaitu kemampuan untuk menggunakan layanan keuangan

formal dalam hal keterjangkauan secara fisik dan biaya;2. Penggunaan, yaitu penggunaan aktual atas layanan dan produk

keuangan;3. Kualitas, yaitu tingkat pemenuhan kebutuhan atas produk dan

layanan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

C. Kebijakan Keuangan InklusifKebijakan keuangan inklusif mencakup pilar dan fondasi SNKI

beserta indikator keuangan inklusif yang didukung koordinasi antar kementerian/lembaga atau instansi terkait, serta dilengkapi dengan Aksi Keuangan Inklusif. Pilar dan fondasi SNKI antara lain: Pilar edukasi keuangan; Pilar hak properti masyarakat; Pilar fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan; Pilar layanan keuangan pada sektor pemerintah; dan Pilar perlindungan konsumen. Kelima pilar SNKI ini harus ditopang oleh tiga fondasi antara lain: Kebijakan dan regulasi yang kondusif; Infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang mendukung; dan Organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif.

Page 214: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

202 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Keuangan InklusifGambar 1. Pilar dan Fondasi SNKI

III. METODOLOGI Kajian ini menggunakan teknik dan prosedur pengumpulan

data melalui kajian literatur (literature review) dan teknik analisa data secara statistik deskriptif yang diolah melalui aplikasi Microsoft Excel.

IV. PEMBAHASANA. Capaian Utama Pembangunan Keuangan Inklusif

Indonesia berada pada jajaran terdepan negara-negara di dunia dengan perkembangan terbesar dalam tingkat keuangan inklusif. Hal ini berdasarkan data Global Findex, dimana kepemilikan akun bank oleh orang dewasa di Indonesia bertumbuh pesat dari 36 persen pada tahun 2014, menjadi 48,9 persen di tahun 2017.

Bahkan, berdasarkan Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif 2018 oleh Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang telah diluncurkan pada 14 November 2019 diperoleh angka indeks penggunaan akun sebesar 70,3 persen dan kepemilikan akun sebesar 55,7 persen. Angka indeks ini mengintepretasikan bahwa sebanyak 70,3 persen orang dewasa pernah menggunakan produk atau layanan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dan 55,7 persen orang dewasa memiliki akun.

Page 215: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

203Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Inklusi keuangan di Indonesia diukur melalui akses berupa penggunaan layanan keuangan formal dan kepemilikan akun. Hal ini menjadi justifikasi bahwa keuangan inklusif merupakan kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berbagai program keuangan inklusif dengan memperluas akses keuangan kepada masyarakat telah dilakukan, antara lain: (1) penyaluran bantuan sosial secara nontunai. Sampai dengan Juni 2019, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) telah disalurkan sebesar 12 Juta Keluarga Penerima Manfaat di 312 Kabupaten/Kota dan, sampai dengan April 2019, Program Keluarga Harapan (PKH) mencapai 10 juta Keluarga Penerima Manfaat di 511 Kabupaten/Kota; (2) Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sampai dengan Desember 2018, sebanyak 9,4 juta bidang tanah telah didaftarkan melalui program PTSL; (3) Kampanye Nasional tentang Agen Bank; (4) Proyek Percontohan Data Biometrik untuk Proses Electronic Know Your Customer (E-KYC) sebagai upaya mengoptimalkan percepatan keuangan inklusif dalam keperluan proses E-KYC; (5) Petunjuk Teknis Operasional (PTO) untuk Pelayanan Keuangan kepada Penyandang Disabilitas; (6) Penetapan Hari Indonesia Menabung; (7) Layanan Keuangan Tanpa Kantor yaitu LaKu Pandai. Pada Maret 2019, jumlah rekening nasabah maupun jumlah agen masing-masing mencapai sebesar 23,34 juta nasabah dan 1,07 juta agen; serta (8) Layanan Keuangan Digital (LKD). Jumlah agen LKD mencapai sebesar 433,62 ribu unit pada Juni 2019.

B. Indikator Kinerja Utama Keuangan InklusifIndeks Keuangan Inklusif adalah salah satu cara alternatif

untuk pengukuran keuangan inklusif yang menggunakan indeks multidimensional berdasarkan data makroekonomi, terutama pada jangkauan layanan sektor perbankan. Pengukuran indeks pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengkombinasikan berbagai indikator sektor perbankan, sehingga pada akhirnya Indeks Keuangan Inklusif dapat menggabungkan

Page 216: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

204 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

beberapa informasi mengenai berbagai dimensi dari sebuah sistem keuangan yang inklusif, yaitu akses, penggunaan dan kualitas dari layanan perbankan.

Dimensi akses adalah dimensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan penggunaan jasa keuangan formal, sehingga dapat dilihat terjadinya potensi hambatan untuk membuka dan mempergunakan rekening bank, seperti biaya atau keterjangkauan fisik layanan jasa keuangan (kantor bank, ATM, dll).

Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan dapat tercermin dari beberapa indikator. Diantaranya yaitu ketersediaan jumlah kantor bank dan jumlah ATM per 100 ribu penduduk dewasa. Dengan berkembangnya era digital keuangan, jumlah kantor bank per 100 ribu penduduk dewasa di Indonesia dan jumlah ATM per 100 ribu penduduk dewasa sedikit mengalami penurunan. Jumlah kantor bank per 100 ribu penduduk dewasa di Indonesia menurun dari 15,84 unit pada Desember 2018 menjadi 15,59 pada Juni 2019. Demikian pula, jumlah ATM per 100 ribu penduduk dewasa Indonesia sedikit menurun dari 54,95 unit pada Desember 2018 menjadi 54,74 pada Juni 2019.

Pemerintah telah bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia melalui program Agen Laku Pandai dan LKD. Agen Laku Pandai dan LKD ini adalah salah satu upaya bersama dalam menjawab tantangan dalam penyediaan titik – titik akses keuangan yang lebih dekat di masyarakat. Saat ini, sudah terdapat lebih dari 1 juta agen di tengah masyarakat.

Gambar 2. Indikator Akses Keuangan Per 100.000 Penduduk Dewasa

Page 217: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

205Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Dimensi penggunaan adalah dimensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan jasa keuangan, antara lain terkait keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan. Pengguna uang elektronik berbasis seluler kebanyakan adalah orang dewasa muda yang tinggal di daerah perkotaan. Uang elektronik berbasis seluler menjadi kontributor akses keuangan.

Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi uang elektronik tumbuh pesat dalam 5 tahun terakhir. Nilai transaksi sudah meningkat lebih dari 5 kali lipat dengan volume meningkat lebih dari 17 kali lipat dibandingkan tahun 2015. Nilai transaksi dari uang elektronik telah mencapai Rp3,71 triliun dengan volume transaksi lebih dari 95 juta transaksi dari Januari hingga September 2019. Demografi uang elektronik menunjukkan bahwa penggunaan uang elektronik masih dalam fase awal.

Pemerintah juga menunjukkan komitmennya di sektor jasa dan keuangan dalam meningkatkan akses kepada pembiayaan melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah mencapai 449,77 Triliun kepada lebih dari 18 juta penerima sejak tahun 2015.

Gambar 3. Indikator Pengguna Perbankan Per 1.000 Penduduk Dewasa

Dimensi kualitas adalah dimensi yang digunakan untuk mengetahui apakah ketersediaan atribut produk dan jasa keuangan telah memenuhi

Page 218: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

206 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

kebutuhan pelanggan. Pada dasarnya, dimensi ini merupakan yang paling sulit dianalisa. Sehingga pendekatan yang digunakan ialah melalui jumlah pengaduan layanan keuangan dan jumlah pengaduan yang terselesaikan dalam nilai absolut. Serta angka pengaduan yang terselesaikan dalam persentase. Adapun OJK telah memiliki tim satuan tugas (satgas) yang khusus menangani masalah pengaduan tersebut.

Gambar 4. Indikator Kualitas Layanan Keuangan

C. Keuangan Inklusif dan Pengentasan KemiskinanRelatif masih banyaknya masyarakat Indonesia yang belum bisa

mengakses pelayanan jasa keuangan, menjadi perhatian multipihak tidak terkecuali pemerintah. Upaya mewujudkan keuangan inklusif merupakan upaya untuk mendorong sistem keuangan agar dapat diakses seluruh lapisan masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan.

Keuangan inklusif membuat penduduk, khususnya kelompok miskin, terhubung dengan peluang ekonomi. Ada hubungan yang kuat antara peranan sektor perbankan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Sistem keuangan yang inklusif berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan mengurangi perbedaan pendapatan. Mobilisasi yang efektif dari tabungan dalam negeri untuk investasi swasta memainkan peran kunci dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan. Oleh karena itu sebuah sistem keuangan yang efisien dan inklusif akan memberdayakan individu, memfasilitasi pertukaran barang dan

Page 219: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

207Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

jasa, mengintegrasikan masyarakat dengan perekonomian serta memberi perlindungan terhadap guncangan ekonomi.

Beberapa penelitian lain juga menekankan pentingnya keterkaitan antara penguatan sektor keuangan dan penurunan kemiskinan, pengembangan sektor keuangan berpengaruh positif pada GDP per kapita melalui alokasi dana yang efisien dan meningkatkan output per pekerja serta dapat mengundang masuknya modal asing (Levine, 1997 dalam Supartoyo et al, 2018).

V. PENUTUP Untuk membangun sistem keuangan inklusif, diperlukan

upaya dari semua pihak terkait, khususnya pembuat kebijakan dan regulator. Berdasarkan catatan sejarah, kegiatan promosi keuangan inklusif cenderung berada di luar fungsi utama bank sentral dan regulator industri jasa keuangan. Akan tetapi, saat ini promosi keuangan inklusif telah berkembang menjadi perhatian utama. Peran penting keuangan inklusif dalam isu pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan membutuhkan kepemimpinan dan kepemilikan yang jelas dari para pemangku kebijakan. Sistem keuangan yang bersifat inklusif membuat seluruh kelompok masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa keuangan.

Kondisi lingkungan kebijakan merupakan faktor penting dalam menentukan ruang lingkup dan kecepatan penyelesaian masalah kesenjangan akses akan layanan jasa keuangan di setiap pelosok wilayah dari suatu negara. Saat ini, Indonesia memiliki kesempatan untuk terlibat dalam proses ini, dengan catatan bahwa pendekatan institusional harus memperoleh dukungan dan terkoordinasikan dengan baik di pemerintah pusat maupun daerah.

Arah kebijakan dan strategi peningkatan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan antara lain: (1) inovasi layanan keuangan yang menjangkau seluruh wilayah dan masyarakat; (2) sinergi layanan keuangan bank dengan lembaga nonbank; (3) pemanfaatan teknologi digital; (4) peningkatan perlindungan konsumen; (5) peningkatan literasi keuangan; dan (6) pengembangan infrastruktur, baik infrastruktur dasar maupun infrastruktur sektor keuangan untuk dapat menjangkau wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).

Selain itu, upaya perluasan akses masyarakat terhadap layanan sistem keuangan perlu diiringi peningkatan kualitas. Oleh karenanya,

Page 220: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

208 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

upaya aktif meningkatkan literasi keuangan masyarakat menjadi hal yang patut diperhatikan kedepannya tidak hanya oleh institusi keuangan, melainkan juga oleh Parlemen sebagai institusi pembuat kebijakan. Parlemen memiliki peran penting dalam mengadopsi kebijakan yang menitikberatkan pada pembangunan universal, inklusif dan berkelanjutan untuk memastikan tidak ada satupun orang yang tertinggal (no one left behind) dalam upaya pencapaian SDGs di tahun 2030 mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Kasmiati., Yesi Hendriani Supartoyo. (2013). Kebijakan Mikro Prudensial Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Pengawasan Pasar Modal: Pendekatan Analisis Pengaruh Kapitalisasi Sahan dan Ekspor terhadap Perekonomian Indonesia. Prosiding, Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. (2019). Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

Santoso, Wimboh. (2019). Revolusi Digital: “New Paradigm” di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tidak Tetap, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Supartoyo, Yesi., Hendriani, Bambang Juanda., Muhammad Firdaus., Jaenal Effendi. (2015). Study of Regional Development Based Micro, Small and Medium Enterprises. Scientific Journal of PPI – Universiti Kebangsaan Malaysia.

____________________________________________________________________. (2016). Credit and Regional Economic: A Review. Prosiding, Universiti Teknologi Malaysia (UTM).

Page 221: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

209Yesi Hendriani Supartoyo

Kebijakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

____________________________________________________________________.(2018). Pengaruh Sektor Keuangan Bank Perkreditan Rakyat terhadap Perekonomian Regional Wilayah Sulawesi. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 2 Nomor 1.

Supartoyo, Yesi Hendriani., Jen Tatuh., Recky H.E. Sendouw. (2013). The Economic Growth and The Regional Characteristics: The Case of Indonesia. Jurnal Buletin Ekonomi Monter dan Perbankan Bank Indonesia, Volume 16 Nomor 1.

Supartoyo, Yesi Hendriani., Kasmiati. (2013). Branchless Banking Mewujudkan Keuangan Inklusif sebagai Alternatif Solusi Inovatif Menanggulangi Kemiskinan: Review dan Rekomendasi. Prosiding, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Page 222: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan
Page 223: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

211Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

PENGARUH PENERIMAAN PBB DAN PPhTERHADAP APBN

Agus Jamaludin, Toto Widiarto, dan Iramadan

UNINDRA,[email protected]

ABSTRAKAPBN merupakan suatu kebijakan pemerintah di bidang fiskal yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui anggaran dan belanja negara. APBN berisi penerimaan dan pengeluaran Negara, hal mana, pendapatan negara terdiri dari sektor pajak dan diluar pajak. Pendapatan sektor pajak diperoleh melalui penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, maupun penerimaan dari Bea Masuk. Sedangkan penerimaan di luar pajak bersumber dari Penerimaan Minyak Bumi, Gas Alam, Laba Bersih dari PenjualanMinyak dan lain-lain. Penerimaan pemerintah dari sektor pajak merupakan pendapatan nasional yang sangat diandalkan. Pajak disamping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (fungsi budgetair) juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi (fungsi regulerend) atas kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian. Dengan demikian jelaslah bahwa Pajak digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan rutin. Penerimaan dari sektor Pajak, dirasakan masih belum maksimal. Hal ini diakibatkan kurangnya kesadaran masyarakat dan kurangnya pemahaman masyarakat akan peran dan manfaat pajak dalam rangka hidup dan berkehidupan dalam bingkai negara. Dampaknya, sumber penerimaan APBN kurang mencapai target,bahkan sering terjadi defisit Anggaran. Keadaan seperti ini secara bertahap harus dirubah, karena bila terus menerus terjadi defisit penerimaan, lama kelamaan negara akan mengalami krisis Anggaran Pembiayaan Belanja Negara yang serius. Metode Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif, dengan melakukan studi lapangan dan studi pustaka. Sedangkan tehnik pengumpulan data dilakukan dengan mengekspos data kwantitatif dari kantor Dirjen Pajak tentang penerimaan PPh, PBB, dan APBN. Rencana kegiatan penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, dimana pada 3 bulan pertama melakukan pengukuran kinerja, 3 bulan kedua adalah pengukuran rencana strategis dan pada tahap selanjutnya, yakni bulan ke 6 sampai dengan 3 tahun

Page 224: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

212 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

akan diimplementasikan manajemen strategis berdasarkan metode By Push, sehingga penelitian ini akan menhasilkan luaran berupa model baku dari penerimaan PBB,dan PPh terhadap penerimaan APBN, yang akan dipublikasikan dalam publikasi ilmiah guna memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dibidang perpajakan.

Kata kunci: PBB; PPh; APBN

I. PENDAHULUANButuh dana yang tidak sedikit untuk mengurus negara. Di

Indonesia dana itu diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendapatan maupun Belanja Negara direncanakan dan dianggarkan oleh Pemerintah, diusulkan dan dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hasil pembahasan yang disetujui itu namanya APBN dan merupakan pedoman Pemerintah untuk mengelola negara ini untuk masa satu tahun lamanya. Demikianlah setiap tahun Pemerintah dan DPR mempunyai tugas menyusun APBN yang diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ada beberapa sumber pendapatan negara, antara lain dari pajak dan non-pajak. Pendapatan pajak dipungut dari masyarakat yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penerimaan non-pajak diperoleh dari sektor pertambangan, minyak dan gas bumi, bagi hasil atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta pendapatan negara bukan pajak lainnya.

Dari dua sumber penerimaan negara terbesar itu, ternyata peran pajak sangat dominan dalam memberikan kontribusi kepada APBN. Apalagi di tengah keadaan hasil bagi hasil minyak dan gas bumi hari demi hari terus mengalami penurunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak dan gas bumi itu terbatas adanya. Oleh karena itu lambat laun ketersediaan minyak dan gas bumi atau hasil tambang apapun lama-lama akan habis. Karena kandungan yang ada dalam perut bumi itu tak tergantikan, tidak terbarukan sifatnya.

II. TINJAUAN PUSTAKAMenurut Prof. Rahmat Soemitro Pajak adalah “iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Page 225: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

213Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulannya bahwa, a. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara dan hanya

kepada negara, karena apabila iuran itu dibayarkan kepada selain negara bukan pajak namanya;

b. Berupa uang (bukan barang), dengan demikian besarnya pajak itu standar besarnya yaitu sebesar nominal yang dibayarkan.

c. Pajak dipungut harus berdasarkan Undang-Undang dan aturan pelaksanaannya, tanpa undang-undang berarti pungutan liar.

d. Tanpa jasa timbal, yaitu tanpa dapat diperlihatkan atau dinikmati secara langsung manfaat yang dirasakan oleh si pembayar pajak tersebut

e. Hasilnya digunakan untuk membiayai rumah tangga negara seperti pengadaan fasilitas umum, pengadaan sarana dan prasarana dan menjaga keamanan negara.

Dilihat dari siapa yang memikulnya, pajak dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu:a. Pajak Langsung

Pajak Langsung ialah pajak yang dipikul langsung oleh pembayarnya tanpa dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). PPh Pasal 21 umpamanya, dibayar oleh siapapun yang menerima upah, gaji, honor dan sejenis itu sepanjang si penerima pajak itu sudah memenuhi ketentuan sebagai subyek dan obyek atas penghasilannya itu. Yang bersangkutan tidak bisa mengalihkan PPh nya itu kepada pihak lainnya.

b. Pajak Tidak LangsungPajak yang dibayar oleh Wajib Pajak untuk kemudian dapat dibebankan kepada pihak lainnya, sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut pada setiap mata rantai kegiatan, mulai dari pabrikan, pedagang besar, pengecer dan terakhir kepada konsumen. Ujungnya seluruh PPN yang dipungut dibebankan kepada konsumen. Contoh lainnya adalah PBB. Tidak semua PBB dibayar oleh si pemilik Properti. Bila

Page 226: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

214 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Properti itu dimanfaatkan oleh pihak ketiga, maka untuk dan atas nama pemilik properti PBB dibayar oleh pihak ketiga yang mendapatkan manfaat menggunakan properti tersebut.

Dalam pengenaan pajak tersebut Adam Smith telah mengajukan beberapa prinsip yang disebut dengan “Smith Canaus”, yaitu:a. Prinsip kesamaan/keadilan (equity), artinya bahwa beban pajak

harus sesuai dengan kemampuan relatif arti setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasulan harus digunakan sebagai dasar di dalam distribusi beban pajak itu sehingga bukan beban pajak dalam arti uang yang penting, tetapi beban riil dalam arti kepuasaan yang hilang.

b. Prinsip kepastian (certainty), pajak hendaknya tegas dan jelas serta pasti bagi setiap wajib pajak, sehingga mudah dimengerti mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri.

c. Prinsip kecocokan/kelayakan (convenience), yaitu pajak jangan sampai terlalu menekan si wajib pajak, sehingga wajib pajak diharapkan akan dengan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

d. Prinsip ekonomi (economics), yaitu upaya hendaknya menimbulkan pengorbanan yang minimal dalam arti jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar daripada jumlah penerimaan pajaknya.

Membayar pajak, bagi manusia yang beradab merupakan salah satu hukum alam. Tidak ada satupun di antara manusia yang beradab yang tidak membayar pajak. Ketika seseorang itu memakai baju, sendal maupun sepatu, pada benda itu sudah melekat pembayaran pajak. Ketika makan nasi, ikan dan sayur, pada benda itu melekat pajak yang harus dibayar, sekurang-kurang dibayar oleh pabrik pupuk dan pedagang, yang berakibat menambah harga pokok penjualan atas beras, ikan dan sayur tersebut. Karena itulah tidak berlebihan kalau pajak itu merupakan sesuatu yang pasti bagi manusia yang beradab.

Salah satu fugsi pajak adalah berperan budgetair, yaitu sebagai sumber keuangan negara, yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Implementasi pembiayaan itu tercermin pada APBN dan APBD. APBN dan APBD itu sekitar delapan puluh

Page 227: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

215Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

persen didapatkan dari pajak. Dari APN dan APD itulah sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, sekolah, rasa aman semuanya dibiayai. Karena pajak berperan penting mengisi kantong APBN dan APBD tidaklah berlebihan jika rakyat menuntut negara untuk melakukan pengelolaan pajak secara optimal.

Rendahnya TR itu berakibat rendah pula pajak yang diperoleh, selanjutnya berdampak pada rendah pula ketersediaan dana APBN. Pada ujungnya berdampak pada terbatasnya belanja keperluan sarana dan prasarana. Sering kita dengar keluhan bahwa banyak gedung sekolah yang rusak bahkan ambruk, jalan-jalan yang bolong, berlubang bahkan terkadang seperti kubangan kerbau, itu semua akibat terbatasnya dana APBN/APBD yang tersedia. Karena itulah peningkatan TR merupakan pekerjaan rumah kita bersama.

Di lain pihak, sesungguhnya keadaan politik dan ekonomi negara kita relatif stabil dan terus tumbuh. Pertumbuhan netto ekonomi dari tahun ke tahun sudah terbukti. Pembangunan di kota sampai ke pelosok negeri tetap berjalan, walaupun ketimpangan itu masih ada. Di kota-kota besar maupun di pinggirannya atau di dekat jalan-jalan tol, berdiri properti berupa komplek-komplek perumahan, ruko dan apartemen berbagai tipe dan kelas. Di tempat-tempat wisata juga berdiri vila-vila mewah. Kalau sepuluh tahun yang lalu naik haji tidak perlu antri, namun saat ini pada daerah tertentu terpaksa antri sampai 25 tahun. Umrohpun menjadi ladang yang menjanjikan. Diperkirakan lebih sejuta orang tiap tahun yang pergi umroh, karena tidak sabar menunggu waiting list yang demikian panjang dan lama. Ini semua merupakan indikator yang memberikan informasi bahwa rakyat kita semakin sejahtera. Ini semua merupakan potensi yang dapat digunakan memperbaiki TR.

Data kepemilikan properti tersebut sesungguhnya ada dalam pengelolaan DJP dalam bentuk pembayaran PBB. Apabila data PBB itu dipadukan dengan pelaporan SPT PPh, sangat memungkinkan membawa akibat yang sangat signifikan atas penerimaan PPh. Sayangnya data itu belum secara maksimal bisa dimanfaatkan. Apabila data PBB itu bisa dimasukan dalam sistem pelaporan SPT Tahunan akan memungkinkan fiskus memantau penghasilan si pemilik properti tersebut.

Pemerintah dalam mendapatkan dana dari sektor pajak sekaligus menaikan TR, perlu campur tangan dengan menggunakan

Page 228: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

216 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

instrumen kebijakan fiskal. Kebijakan itu selalu berkembang seiring dengan berkembangnya bisnis dari hari ke hari. Untuk itu diperlukan upaya tersendiri secara khusus sehingga ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan merupakan upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Pemajakan atas Google yang memperoleh penghasilan besar di Republik ini, transaksi online baik di dalam maupun dari dan ke luar negeri diupayakan secara optimal pemajakannya. Pada akhirnya harapan rakyat kiranya pajak mampu secara optimal berperan memenuhi fungsi budgetair.

Masalah lain yang dihadapi bangsa saat ini adalah ketimpangan yang sangat mencolok atas penghasilah yang diperoleh oleh sebagian yang sangat kecil orang kaya dibandingkan dengan penghasilan orang miskin. Dalam hal pemerataan penghasilan, Indonesia tidak seorang diri.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.

Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Yang menjadi obyek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Itu berarti apa yang ada/terdapat di permukaan bumi seperti tumbuh-tumbuhan adalah merupakan yang terkena pajak menurut Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB) Nomor 12 tahun 1985. Apa yang ada dalam kandungan perut bumi seperti hasil tambang berupa emas perak minyak bumi, bauksit, air dan lain sebagainya juga merupakan obyek pajak menurut UU PBB.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. rumah, gedung bertingkat maupun hotel dan toko merupakan obyek PBB. Pokoknya bangunan apa saja sepanjang melekat pada bumi merupakan obyek PBB. Termasuk rig atau anjungan lepas pantai yang dipergunakan untuk mengebor minyak, karena rig itu ada bagian yang ditanamkan ke dalam tubuh atau permukaan bumi.

Page 229: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

217Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Jadi Wajib Pajak, bisa saja bukan merupakan pemilik tanah dan atau bangunan tersebut. Sepanjang orang atau badan itu memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan tersebut dapat ditetapkan sebagai wajib pajak. Subyek pajak PBB adalah mereka (orang atau badan) yang:a. Mempunyai hak atas bumi/tanah dan/ataub. Memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atauc. Memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau, d. Memperoleh manfaat atas bangunan.

Yang harus didaftarkan oleh orang atau badan sebagai pajak atau wajib pajak adalah:a. Semua tanah yang dimiliki dengan suatu hak dan atau

dimanfaatkanb. Semua bangunan yang dimiliki dan atau dikuasai atau dimanfaatkan.

Bagi Pemerintah bukanlah merupakan masalah siapa yang membayar PBB. Yang perlu bagi pemerintah adalah memastikan bahwa PBB atas tanah dan bangunan dibayar. Tidak penting siapa yang membayarnya, pemiliknya, yang mengambil manfaat atas tanah dan bangunan itu, atau yang menguasai obyek pajak tersebut.

Nilai jual obyek pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, nilai jual obyek pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual obyek pajak pengganti.

Mengingat NJOP itu secara umum selalu meningkat harganya, maka harga tanah dan atau bangunan itu perlu disesuaikan berdasarkan kondisi bisnis di lingkungan itu. Kewenangan penyesuaian harga tanah dan bangunan itu ada ditangan Bupati atau Walikota setempat. Kalau pada PPh dikenal PTKP atau Biaya-biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan, pada PBB dikenal NJOPTKP sebagai unsur pengurang NJOP. Besarnya NJOP ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat secara berkala. NJOPTKP itu bisa berbeda-beda, tergantung kebijakan Bupati/Walikota setempat.

Page 230: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

218 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah oleh Bupati/Walikota setempat serta memerhatikan:a. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang

terjadi secara wajar;b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang

letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

c. nilai perolehan baru;d. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Besarnya NJOPTKP juga diserahkan sepenuhnya kepada Bupati/Walikota setempat. Karena itulah besarnya NJOPTKP itu tidak seragam. Bupati/Walikota mempunyai kebijakan tersendiri dalam menetapkan besarnya NJOPTKP di wilayahnya masing-masing.

Besarnya tarif PBB adalah 0,5 persen. Cara menghitung besarnya PBB adalah Tarif x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah sama dengan NJOP – NJOPTKP. Contoh perhitungan sebagai berikut:a. Jika NJKP > Rp

1.000.000.000b. Jika NJKP < 1.000.000.000

= 0,5 persen x 40 persen x (NJOP-NJOPTKP)

a. = 0,2 persen x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,5 persen x 20 persen x (NJOP-NJOPTKP)

b. = 0,1 persen x (NJOP-NJOPTKP)

Sesungguhnya Ipeda telah menggantikan verponding, Verponding Indonesia dan pajak hasil bumi, namun karena kurang ada kepastian hukum maka pajak bumi dan bangunan sekali lagi menghapuskan ketiga jenis pajak. Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang No 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terhutang ditentukan oleh keadaan yaitu bumi/tanah atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Pengertian bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi(yang ada di bawah permukaan bumi). Permukaan bumi sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 1 ayat 1 meliputi tanah, perairan, pedalaman, laut wilayah

Page 231: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

219Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah kontruksi tehnik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Contoh bangunan yaitu rumah tinggal, bangunan, tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan, minyak lepas pantai.

PBB adalah Pajak Pusat, namun hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah 90 persen, sedangkan Pemerintah Pusat hanya menerima 10 persen saja. Selanjutnya 10 persen bagian Pemerintah pusatpun diserahkan kembali dengan formula tertentu kepada Pemerintah Daerah. Pada kenyataannya, Pemerintah Daerah lebih paham kondisi nyata di lapangan, sehingga boleh jadi besarnya NJOP mereka lebih tahu ketimbang Pemerintah Pusat. Praktiknya penyesuaian besarnya NJOP dilakukan secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat dan bisa jadi ini menjadi kendala dalam penyesuaian NJOP. Karenanyalah banyak kenyataan ditemukan bahwa NJOP suatu wilayah kurang adil dirasakan.

Berdasarkan pertimbangan paling tidak dari dua hal di atas, maka PBB khususnya Sektor Pedesaan dan Perkotaan (P2) mulai tahun 2011 diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Kota/Kabupaten. Diharapkan dengan dikelola oleh pihak yang membutuhkan dana PBB dan relatif lebih mengetahui keadaan lapangan maka PBB sektor P2 akan lebih maksimal pengelolaannya.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Wajib Pajak adalah orang ataupun badan yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008. Kepada mereka diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan apabia memenuhi persyaratan tertentu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP dan Pengukuhan PKP berfungsi sebagai :

Page 232: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

220 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

a) NPWP, yakni sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, tanda pengenal diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dan menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Setiap WP hanya diberikan satu NPWP

b) Fungsi Pengukuhan PKP, yaitu berfungsi sebagai pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn BM, dan sebagai identitas PKP yang bersangkutan.

Pasal 2 Nomor 36 Tahun 2008 mengatur yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Subyek pajak dikelompokan dalam 2 kelompok yaitu Subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri adalah:a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan;2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan.

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Subyek Pajak Luar Negeri adalah :1) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

Page 233: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

221Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

2) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang dan lain-lain yang diatur oleh UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.

Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk. Kata kunci yang perlu mendapat perhatian adalah diterima atau diperoleh dan dapata dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan.

Menerima penghasilan berupa gaji misalnya, merupakan wujud dari penghasilan, karena nyata-nyata Wajib Pajak menerima penghasilan. Penghasilan itu dapat dinikmati dan dipergunakan untuk menambah kekayaan pribadi Wajib Pajak. Penghasilan berupa gaji ini merupakan obyek pajak penghasilan. Memperoleh fasilitas rumah dinas atau kendaraan dinas, ini juga merupakan obyek pajak penghasilan, walaupun tidak terjadi penambahan harta bagi Wajib Pajak. Fasilitas menggunakan rumah dinas ataupun kendaraan dinas

Page 234: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

222 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

itu dihitung sebagai penghasilan, karena fasilitas itu menambah kenikmatan bagi Wajib Pajak yang memperolehnya.

Dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang, penghasilan bruto yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dalam tahun pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Tidak semua biaya yang dikeluarkan dapat mengurangi penghasilan. Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan biaya dikenal dengan biaya yang Deductible dan biaya Non Deductible. Hanya biaya yang deductible saja yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan untuk menghitung besarnya PPh. Biaya Deductible adalah biaya yang secara langsung ada hubungannya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Termasuk dalam biaya yang deductible antara lain: biaya gaji, biaya bahan baku, biaya penyusutan aktiva tetap, kerugian atas selisih kurs dan lain-lainnya.

Unsur pengurang penghasilan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri per tahun diberikan paling sedikit sebesar:a. Rp 54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib

Pajak orang pribadi;b. Rp 4.500.000 (empat juta limaratus rupiah) tambahan untuk

Wajib Pajak yang kawin;c. Rp 54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan

untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan

d. Rp 4.500.000 (empat juta lima ratus rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Berdasarkan Pasal 17 UU Pajak Penghasilan tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak sebagai berikut:a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri b. Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap sebesar 25 persen (dua

puluh lima persen)

Page 235: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

223Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa PPh merupakan sumber yang berhubungan erat dengan pajak lain seperti PPN dan PBB dan jenis pajak lainnya. Sebagai ilustrasi membeli mobil tentunya karena adanya akumulasi kelebihan penghasilan dan dibelikan mobil. Atas pembelian mobil tersebut terhutang PPN. Begitu juga ketika membeli rumah tentunya karena adanya akumulasi penghasilan yang lebih untuk disisihkan membeli rumah. Atas pembelian rumah tersebut dikenakan BPHTB dan atas rumah tersebut setiap tahunnya dikenakan PBB.

Idealnya belanja untuk membeli mobil atau membeli rumah lebih kecil dari akumulasi pendapatan setiap Wajib Pajak. Kenapa? Karena tentunya sebagian dari penghasilan itu diperlukan untuk biaya hidup Wajib Pajak dan keluarganya. Untuk itulah mestinya akan selalu terlihat benang merah antara penghasilan yang diperoleh dengan kepemilikan Mobil, rumah atau kekayaan Wajib Pajak lainnya

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Cara memperhitungkan besarnya PPh Pasal 21 ini adalah dengan menghimpun seluruh penghasilan WP menjadi satu dan setelah dikurangi PTKP dan biaya-biaya yang diperkenankan dikalikan dengan tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh. Mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 dipercayakan kepada pihak lembaga yang membayar gaji, upah, honorarium tersebut dan menyetorkannya kepada kas negara. Wajib Pajak berhak menerima bukti potong sebesar pajak yang dibayarnya, untuk selanjutnya dilaporkan pada SPT setiap tahun.

PPh Pasal 25 adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP sebagai angsuran dalam tahun pajak berjalan. UU mengatur seolah-olah penghasilan WP sama dengan tahun sebelumnya, sesuai dengan laporan SPT terakhir Wajib Pajak. Mekanisme ini akan menjamin kelancaran dana mengalir ke kas negara setiap bulannya. Apabila saat melaporkan SPT ternyata penghasilan lebih besar, maka WP menambahkan kekurangannya. Apabila ternyata penghasilannya lebih kecil, maka WP berhak meminta kembali kelebihan pembayaran pajaknya.

Page 236: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

224 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Cara menghitungan PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut :a. Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap masa pajak, adalah sebasar pajak yang terhutang pada tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pajak serta pajak yang dibayar atau terhutang di luar negeri sebagaimana dimaksud masing-masing dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi dengan banyaknya masa pajak.

b. Yang dimaksud dengan pajak yang terhutang dalam ayat (1) adalah pajak menurut surat pemberitahuan tahunan terakhir, kecuali apabila pajak yang ditetapkan terakhir oleh Direktur Jenderal Pajak jumlah lebih besar.

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak tertentu untuk setiap masa pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

III. METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian field

research atau metode studi lapangan dan perpustakaan, yaitu dengan mendapatkan data yang sudah terealisir. Data yang diteliti adalah data penerimaan pajak tahun 2008 s.d. 2010 dan data tahun 2014 s.d. 2016. Instrumen penelitian adalah: observasi, wawancara dan menyebar kuesioner kepada wajib pajak di bank pembayaran pajak. Sampel penelitiannya adalah 10 tahun. Variabel penelitiannya adalah: variabel bebasnya adalah: PBB dan PPh sedangkan variable terikatnya adalah APBN. Teknik analisa datanya menggunakan eviews 10 untuk mencari regresi linier, korelasi, kofisien degermasi dan uji hipotesis simultan dan parsial.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANData yang diperoleh dari DPR, DJP dan Pemerintah Kota Medan

adalah sebagai terlampir pada Lampiran 1. Dari pengolahan data sebagaimana dilakukan pada Bab-Bab sebelumnya diperoleh hasil sebagai berikut:1. Total Penerimaan APBN dibandingkan Penerimaan PPh Orang

Pribadi dan PBB Sektor P2 Tahun 2008 s.d. 2010 dibandingkan dengan Total Penerimaan APBN dibandingkan Penerimaan

Page 237: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

225Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

PPh Orang Pribadi dan PBB Sektor P2 Tahun 2014 s.d. 2016. Terlihat dengan jelas bahwa setiap tahun penerimaan PPh selalu meningkat secara signifikan, sementara penerimaan PBB justru menurun secara nasional.

Tabel 1. Peran PPh OP Terhadap Penerimaan Nasional Tahun Nasional PPh OP PBB Ratio

1 2 3 4 (3/2) (4/2)

2008 s.d. 2010

2.818.650.000.000.000 9.854.984.273.696 75.465.933.138.737 0,00350 0,02677

2014 s.d. 2016

4.825.753.500.000.000 32.962.041.734.638 72.173.264.990.596 0,00683 0,01496

Kenaikan/Penurunan

2.007.103.500.000.000 23.107.057.460.942 (3.292.668.148.141) 0,00333 (0,01182)

Sumber : Data yang diolah

2. Penerimaan PBB tahun 2008 sd 2010 yang dikelola DJP dibandingkan dengan yang dikelola Pemerintah Kota Medan tahun 2014 s.d. 2016. Penerimaan PBB yang dikelola DJP lebih baik. Secara prosentase Penerimaan PBB Kota Medan hanya tahun 2016

Tabel 2. Penerimaan PBB tahun 2008 sd 2010 yang dikelola DJP dibandingkan dengan yang dikelola Pemerintah Kota Medan Tahun 2014 s.d. 2016

Tahun Penerimaan Rata-rata 2008 sd 2010 857.159.362.944 285.719.787.6482014 sd 2016 829.298.113.264 276.432.704.421Kenaikan/Penurunan (27.861.249.680) (9.287.083.227)

Sumber: Data yang diolah

3. Target dibandingkan Realisasi PBB tahun 2008 sd 2010 lebih besar dibandingkan dengan target dibandingkan realisasi PBB tahun 2014 sd 2016. Sedangkan dilihat dari jumlah SPPT yang tercatat sebanyak 1.452.682 SPPT terealisasi sebanyak 795.322 SPPT atau hanya 54,75 persen.

Tabel 3. Perbandingan Realisasi PBBTahun Target Realisasi Ratio

2008 sd 2010 665.354.259.609 857.159.362.944 1,288282014 sd 2016 1.234.369.602.487 829.298.113.264 0,67184Kenaikan/Penurunan 569.015.342.878 (27.861.249.680) (0,61644)

Sumber : Data yang diolah

Page 238: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

226 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

4. Target dibandingkan dengan realisasi SPPT yang dibayar terdapat 45 persen lebih SPPT yang menunggak pembayaran.

Tabel 4. Target dibandingkan dengan Realisasi SPPT yang dibayarTarget Realisasi Ratio

1.452.682 795.322 0,5475Sumber : Data yang diolah

5. Penerimaan PBB dibandingkan Penerimaan PPh OP Kota Medan tahun 2008 sd 2010 dengan tahun 2014 sd 2016. Ratio Penerimaan PBB di bawah pengelolaan DJP lebih baik dibandingkan dengan ketika dikelola oleh Pemda Kota Medan.

Tabel 5. Perbandingan Penerimaan PBB dengan PPh OP di Kota MedanTahun PBB PPh OP Ratio

2008 sd 2010 857.159.362.944 304.290.516.659 2,81692014 sd 2016 829.298.113.264 587.978.807.033 1,4104Kenaikan/Penurunan (27.861.249.680) 283.688.290.374 (1,4065)

Sumber : Data yang diolah

6. Peran PBB Kota Medan dengan Penerimaan PBB Nasional Tahun 2008 sd 2010 dibandingkan dengan tahun 2014 sd 2016.Tabel 6. Perbandingan Peran PBB Kota Medan dengan Nasional

Tahun PBB PBB Nasional Ratio2008 sd 2010 857.159.362.944 75.465.933.138.737 0,01142014 sd 2016 829.298.113.264 72.173.264.990.596 0,0115Kenaikan/Penurunan (27.861.249.680) (3.292.668.148.141) 0,0001

Sumber : Data yang diolah

7. Peran PBB Kota Medan dengan penerimaan PBB nasional tahun 2008 sd 2010 dibandingkan dengan tahun 2014 sd 2016. Ratio penerimaan PBB secara nasional di bawah pengelolaan DJP lebih tinggi.

Tabel 7. Perbandingan Peran PBB Kota Medan dengan PPh OP NasionalTahun PBB PPh OP Nasional Ratio

2008 sd 2010 304.290.516.659 857.159.362.944 2,8169112014 sd 2016 587.978.807.033 829.298.113.264 1,410422Kenaikan/Penurunan 283.688.290.374 (27.861.249.680) (1,40649)

Sumber : Data yang diolah

Page 239: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

227Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

8. Realisasi PBB secara nasional tahun 2008 s.d. 2010 yang dikelola DJP lebih besar dibandingkan dikelola Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2014 s.d. tahun 2016:

Tabel 8. Realisasi PBB NasionalTahun Realisasi

2008 sd 2010 75.465.933.138.7372014 sd 2016 72.173.264.990.596Selisih (3.292.668.148.141)

Sumber : Data yang diolah

Penerimaan PBB (P3) secara nasional yang paling tajam penurunannya pada tahun 2016 yaitu -33,59, akibat dari penurunan penerimaan PBB dari Perkebunan, Perindustrian dan Pertambangan. Adapun penerimaan PBB secara nasional mengalami kenaikan pada 2015 sebesar 25,56 persen. Adapun rata–rata penerimaan PBB selama 10 tahun adalah 0,62 persen. Penerimaan PBB adanya penurunan akibat dari PBB (P2) diambil alih penanganan dan manfaatnya oleh Daerah (Dispenda) dan hanya 10 persen saja PBB (P2) disetorkan ke APBN.

Penerimaan PPhPenerimaan PPh tahun 2009 terjadi penurunan penerimaan

sebesar 4,81 persen, sedangkan pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang paling tinggi dalam penerimaan PPh sebesar 38,29 persen. Adapun rata-rata penerimaan PPh selama 10 tahun dari 2007-2016 sebesar 10,49 persen.

Penerimaan APBNAPBN 2008 kenaikannya 39,26 persen dari tahun 2007 dan

ternyata kenaikan APBN 2008 paling tinggi kenaikannya selama 10 tahun dari APBN 2007-2016, sedangkan 2009 terjadi penurunan.

Page 240: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

228 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Tabel 9. Tabel Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016

Realisasi belanja pemerintah pada 2016 sebesar Rp2.095.7 triliun sementara pendapatan hanya mencapai Rp1.822.5 triliun. Alhasil, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 terjadi defisit sebesar Rp273.2 triliun (2,45 persen) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih besar dari target dalam APBN-P, yakni Rp296,7 triliun (2,35 persen) terhadap PDB dan merupakan yang terbesar sepanjang sejarah berdasarkan nominal.

Tabel 10. Penerimaan PBB, PPh dan APBN 2006-2016 (Dalam miliar )TAHUN APBN PBB PPh

2007 707.806 23.725 258.4392008 985.745 28.016 357.4002009 870.999 23.863 340.2092010 949.656 26.506 350.9582011 1.104.902 29.880 433.1402012 1.311.390 28.967 465.4562013 1.529.670 25.301 505.9992014 1.667.140 23.481 542.9242015 1.793.600 29.249 602.1512016 1.822.500 19.422 665.705

Page 241: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

229Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

Tabel 11. Hasil Output Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

Dependent Variable: YMethod: Least SquaresDate: 12/16/19 Time: 20:42Sample: 1 10Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -189.2023 272.4971 -0.694328 0.5099X1 2.066594 8.914334 0.231828 0.8233X2 3.118137 0.228956 13.61896 0.0000

R-squared 0.964864 Mean dependent var 1274.341Adjusted R-squared 0.954825 S.D. dependent var 407.1621S.E. of regression 86.53980 Akaike info criterion 12.00241Sum squared resid 52423.96 Schwarz criterion 12.09319Log likelihood -57.01205 Hannan-Quinn criter. 11.90283F-statistic 96.11288 Durbin-Watson stat 1.274506Prob(F-statistic) 0.000008

Dari hasil eviews 10 pengaruh penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN yaitu:1. Probablilitas statistik Penerimaan PBB terhadap APBN tidak

signifikan karena 0.8233 > 0,05, sedangkan PPh terhadap APBN signifikan pengaruhnya 0.0000008 < 0.05.

2. PPh korelasi terhadap APBN sebesar 0.964864 = 0,982274 artinya sangat kuat pengaruhnya.

3. Koefisien Determinasi PPh terhadap APBN sebesar 0,964864 x 100 persen = 96,48 persen artinya penerimaan PPh berpengaruh terhadap APBN, sisanya 3,52 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

4. Uji hipotesis PPh terhadap APBN sebesar 13.61896 artinya positif berpengaruh.

Page 242: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

230 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

V. PENUTUPDari paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kontribusi

PPh secara nasional, khususnya PPh Orang Pribadi berkontribusi positif, sementara PBB kontribusinya negatif. Hal itu terlihat bahwa penerimaan PBB Sektor P2 tahun 2008 s.d. 2010 lebih besar daripada penerimaan PBB 2014 s.d. 2016. Di lain pihak penerimaan secara nasional tahun 2014 s.d. 2016 naik dibandingkan penerimaan tahun 2008 s.d. 2010. Pengelolaan PBB oleh DJP tahun 2008 s.d. 2010 lebih baik dibandingkan dengan pengelolaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, termasuk pengelolaan oleh Pemerintah Kota Medan. Penerimaan PPh Orang Pribadi secara nasional lebih kecil dibandingkan dengan Penerimaan PBB Sektor P2, termasuk penerimaan PBB di Pemerintah Kota Medan. Pengaruh penerimaan PBB terhadap APBN sangat kecil pengaruhnya karena penerimaan PBB perkotaan dan pedesaan sudah diambil oleh pemerintah daerah kabupaten dan kotamadya. Pengaruh penerimaan PPh sangat berpengaruh terhadap APBN.

Dari kesimpulan di atas dapat disarankan adalah pertama, perlu dioptimalkan penerimaan khusus PPh Orang Pribadi maupun Penerimaan PBB baik secara nasional maupun ditingkat Kabupaten Kota. Kedua, perlu dioptimalkan penerimaan PBB yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketiga, perlu Penelitian lebih lanjut untuk dapat mengoptimalkan penerimaan PPh Orang Pribadi berdasarkan data Pembayaran PBB di Pemerintahan Kabupaten/Kota. Keempat, pemerintah untuk meningkatkan penerimaan APBN perlu ditingkatkan penerimaan PPh, PPN, PPNBM, dan ekspor migas dan non migas.

Page 243: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

231Agus Jamaludin, Toto Widiarto dan Iramadan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

DAFTAR PUSTAKA

__________________________. Penerimaan Pajak Tahun Ini Hanya Mencapai 83 persen dari Target, (online), (https://ekbis.sindonews.com/read/1167304/33/ penerimaan-pajak-tahun-ini-hanya-mencapai-83-dari-target-1483197841).

___________________________ . Menko Darmin: Negara Maju Pajaknya Didominasi Orang Pribadi, (online), (www.merdeka.com/uang/menko-darmin-negara-maju-pajaknya-didominasi-orang-pribadi.html).

____________________________. (online), (http://infid.org/res/widget/produk/ briefing/Briefing_Paper-INFID-OXFAM-menuju-indonesia-yang-lebih-setara.pdf).

_____________________________. (online), (http://www.ahalliance.co.id/ah/?mod =berita&page=show&id=12539&q=&hlm=198).

Anonim. (2012). Buku Keanggotaan Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI.

Bisnis Post. (2016). Tax Ratio Indonesia Terendah se-Asia Tenggara, DJP Gunakan Strategi Ini, (online), (http://www.bisnispost.com/executive-corner/hipmi-corner/2016/03/29/tax-ratio-indonesia-terendah-se-asia-tenggara-djp-gunakan-startegi-ini).

Okezone. (2016). Di Negara Maju PPh Pribadi Jadi Basis Utama Penerimaan Pajak, (online), (http://economy.okezone.com/read/2016/03/08/20/ 1330684/di-negara-maju-pph-pribadi-jadi-basis-utama-penerimaan-pajak).

Siti Resmi. (2019). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 7 Buku . Jakarta: Salemba Empat.

Siti Resmi. (2019). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang No.12 Tahun 1985.

Page 244: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Penerimaan PBB dan PPh terhadap APBN

232 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Page 245: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

233Rizky Arimawati, Maman Setiawan dan Eva Ervani

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

DAYA SAING DAN DETERMINANEKSPOR PAKAIAN JADI INDONESIA

KE NEGARA ORGANISASI KERJASAMA ISLAM

Rizky Arimawati

Universitas Padjadjaran Bandung,[email protected]

Maman Setiawan

Universitas Padjadjaran Bandung,[email protected]

Eva Ervani

Universitas Padjadjaran Bandung,[email protected]

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing ekspor dan determinan ekspor produk pakaian jadi Indonesia di negara OKI selama periode 2010 - 2017. Untuk menganalisis daya saing ekspor, penelitian ini menggunakan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA). Selanjutnya analisis regresi data panel diaplikasikan untuk menganalisis determinan ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara-negara anggota OKI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 32 jenis produk pakaian jadi Indonesia, hanya 18 produk yang memiliki daya saing ekspor di pasar OKI. Selanjutnya hasil analisis determinan ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara anggota OKI menunjukkan bahwa GDP Perkapita negara tujuan, populasi dan nilai tukar riil berpengaruh positif signifikan. Sedangkan variabel GDP riil Indonesia dan jarak ekonomi berpengaruh negatif signifikan. Berdasarkan hasil penelitian, diperlukan perhatian khusus pada produk yang tidak memiliki daya saing dan peningkatan kerjasama bilateral antara negara Indonesia dan negara-negara anggota OKI dalam rangka meningkatkan ekspor produk pakaian jadi Indonesia di pasar OKI.

Kata kunci: produk pakaian jadi; rsca; gravity model

I. PENDAHULUANProduk pakaian jadi Indonesia merupakan salah satu produk

utama ekspor Indonesia. Sepanjang periode tahun 2007 hingga

Page 246: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

234 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

2017, negara tujuan utama ekspor produk pakaian jadi Indonesia adalah Amerika Serikat. Pada tahun 2017, kontribusi ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 52% dari total ekspor pakaian jadi Indonesia (Trademap, 2019). Dalam kajian kebijakan diversifikasi pasar oleh Kementerian Perdagangan pada tahun 2011, terdapat risiko yang tinggi jika suatu negara memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pasar ekspor tertentu jika terjadi krisis ekonomi global. Oleh karena itu diperlukan kebijakan pengembangan pasar tujuan ekspor yang potensial. Salah satu pasar tujuan ekspor produk pakaian jadi Indonesia yang potensial adalah pasar negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). OKI merupakan organisasi terbesar ke-2 setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan jumlah anggota sebanyak 57 (lima puluh tujuh) negara dengan penduduk mayoritas muslim. Berdasarkan Grafik 1, Perkembangan ekspor pakaian jadi Indonesia ke negara OKI selama tahun 2010 hingga 2017 cenderung stagnan dibandingkan dengan pesaing utamanya yaitu Turki dan Bangladesh.

Sumber : Trademap 2019, diolah Grafik 1. Perkembangan Nilai Ekspor Pakaian Jadi Indonesia dan Negara

Pesaing (sesama negara anggota OKI) ke pasar OKI

Page 247: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

235Rizky Arimawati, Maman Setiawan dan Eva Ervani

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

Dalam upaya meningkatkan kinerja ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara anggota OKI, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah tingkat daya saing dan faktor – faktor penentu ekspor. Daya saing menjadi aspek penting seiring dengan meningkatnya persaingan ekspor produk pakaian jadi. Ketatnya persaingan produk pakaian jadi antara Indonesia dengan pesaing menunjukkan bahwa daya saing diperlukan untuk menjaga agar pakaian jadi Indonesia dapat tetap bersaing di pasar tujuan ekspor. Abidin (2013) dalam penelitiannya menggunakan gravity model menemukan bahwa ekspor Malaysia ke negara-negara anggota OKI ditentukan oleh GDP negara tujuan, GDP Percapita negara tujuan, nilai tukar, inflasi dan tingkat keterbukaan (rasio perdagangan terhadap GDP). Nguyen (2010) menjelaskan bahwa faktor–faktor penentu ekspor Vietnam ditentukan oleh pertumbuhan GDP negara asal, GDP negara tujuan, biaya transportasi (jarak), nilai tukar, dan keanggotaan ASEAN. Jafari et al (2011) menggunakan gravity model menjelaskan bahwa faktor penentu aliran ekspor antara negara anggota D8 secara positif ditentukan oleh GDP mitra dagang, populasi eksportir, depresiasi nilai tukar eksportir dan pengaruh perbatasan. Selanjutnya secara negatif ditentukan oleh biaya transportasi, apresiasi nilai tukar importir. Terkait dengan penelitian tentang kinerja ekspor, daya saing produk pakaian jadi Indonesia ke negara OKI, saat ini masih sulit ditemukan penelitian tersebut di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian terkait dengan daya saing ekspor, tingkat integrasi perdagangan, dan faktor penentu ekspor produk pakaian jadi Indonesia di negara-negara anggota OKI akan sangat relevan di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKAMenurut Tambunan (2003), daya saing merupakan kemampuan

suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut. Jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebut yang banyak diminati konsumen. Daya saing mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain guna melakukan persaingan dalam meningkatkan kesejahteraan tetapi juga untuk dapat bersaing pada sesama industri-industri sejenis (Porter, 1990). Daya saing suatu negara berkaitan dengan keunggulan komparatif negara tersebut.

Page 248: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

236 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

David Ricardo menerbitkan buku berjudul Principles of Political Economy and Taxation pada tahun 1817, yang berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Salah satu metode untuk mengetahui daya saing suatu negara yaitu menggunakan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) yang merupakan penyempurnaan dari indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) (Laursen, 1998).

Salah satu pendekatan empiris terbaik dalam menganalisis perdagangan adalah model gravitasi (Nguyen, 2010). Model gravitasi pertama kali diterapkan oleh Tinbergen (1962) untuk menghitung aliran perdagangan internasional. Perumusan gravity model ini diadopsi dari persamaan umum Gravitasi Newton dalam bidang ilmu fisika yang menyatakan bahwa “Interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan masanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”. Pernyataan tersebut teraplikasi dalam rumus sebagai berikut:

Fij =G x Mi x Mj

(1)Dij

Di mana: F = volume interaksi antar dua negara (aliran perdagangan bilateral) Mi dan Mj = Ukuran ekonomi untuk kedua negara Dij = Jarak ekonomi kedua negara G = Konstanta

Model gravitasi didasarkan gagasan bahwa arus perdagangan sebanding dengan ukuran ekonomi masing-masing negara dan berbanding terbalik dengan jarak geografisnya. Selain variabel yang menjadi dasar pada model gravitasi (GDP dan jarak), beberapa penelitian terdahulu menambahkan variabel yang diduga menjadi penentu ekspor suatu negara. Beberapa variabel tersebut antara lain nilai tukar dan populasi negara tujuan. Variabel nilai tukar merupakan salah satu variabel yang penting dalam menganalisis aliran perdagangan. Nilai tukar (exchange rate) merupakan tingkat harga yang disepakati oleh kedua negara untuk saling bertransaksi

Page 249: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

237Rizky Arimawati, Maman Setiawan dan Eva Ervani

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

dalam perdagangan internasional (Mankiw, 2009). Jika nilai tukar riil suatu negara lebih rendah dibandingkan negara lain, maka harga barang atau jasa di dalam negeri lebih murah dibandingkan di negara lain. Hal ini memicu peningkatan ekspor, dan sebaliknya. Selain variabel nilai tukar, beberapa penelitian juga menambahkan variabel populasi. Maulana & Katriasih (2017) menemukan bahwa populasi negara tujuan ekspor berhubungan positif signifikan terhadap ekspor. Jumlah penduduk memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan banyaknya komoditi yang diminta (Lipsey et al, 1995).

III. METODOLOGIData yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang bersumber dari Kementerian Perdagangan, Trademap, Worldbank, dan CEPII. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: analisis daya saing ekspor menggunakan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan analisis determinan ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke OKI menggunakan regresi data panel dengan pendekatan Gravity Model. Analisis daya saing ekspor akan dibandingkan dengan negara Turki dan Pakistan. Pemilihan negara-negara tersebut merupakan negara yang termasuk tiga besar eksportir pakaian jadi terbesar ke OKI dan pertimbangan ketersediaan data. 1) Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA)

Penyempurnaan dilakukan dengan membuat indeks RCA menjadi symmetric sehingga ada pada rentang -1 sampai dengan +1. Nilai RSCA positif menunjukkan produk memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Sedangkan RSCA negatif, maka produk ini tidak memiliki keunggulan komparatif. Dalam menghitung indeks RSCA, maka akan dilakukan perhitungan indeks RCA terlebih dahulu. Rumus indeks RSCA adalah sebagai berikut :

RCA=Xij / Xit (2)Wj/Wt

Di mana:Xij = Nilai ekspor Indonesia untuk komoditi i ke negara tujuanXit = Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuanWj = Nilai ekspor komoditi i ke negara tujuanWt = Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan

Page 250: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

238 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Indeks RSCA=RCA - 1

(3)RCA + 1

Di mana:RSCA = Nilai Symmetric Revealed Comparative AdvantageRCA = Nilai Revealed Comparative Advantage

2) Analisis Gravity ModelMetode yang digunakan untuk menganalisis determinan ekspor

produk pakaian jadi Indonesia ke negara anggota OKI menggunakan analisis data panel dengan pendekatan model gravitasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel ekspor produk pakaian jadi Indonesia (kode HS 4 digit) ke sepuluh negara tujuan utama anggota OKI selama periode tahun 2010 hingga tahun 2017. Negara-negara tersebut antara lain adalah Malaysia, United Arab Emirates (UAE), Turki, Saudi Arabia, Nigeria, Egypt, Kuwait, Togo, Guinea, dan Senegal. Spesifikasi model yang menjadi referensi dalam penelitian ini adalah modifikasi model penelitian Abidin et al (2013) dan Jafari et al (2011). Berdasarkan referensi model tersebut, estimasi model penelitian ini secara lengkap dirumuskan sebagai berikut:LnEXijt = α + β1LnGDPit + β2LnGDPCAPjt + β3ECODISTijt + β4LnRERijt +

β6LnPOPjt + εijt (4)Di mana: EXijt : Nilai ekspor pakaian jadi Indonesia ke negara tujuan

(US$) pada tahun tGDPit : GDP riil Indonesia pada tahun ke-t (US$) pada tahun tGDPCAPjt : GDP percapita riil negara tujuan ekspor pada tahun

ke-t (US$) pada tahun tECODISTijt : Jarak ekonomi antar Indonesia dan negara tujuan

pada tahun tRERit : Nilai tukar riil antara Indonesia dan negara j pada

tahun tPOPit : Populasi negara tujuan ekspor pada tahun tεit : error termα : interceptβn : slope (n= 1, 2, ...)

Page 251: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

239Rizky Arimawati, Maman Setiawan dan Eva Ervani

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

IV. PEMBAHASANA. Analisis Daya Saing Ekspor Menggunakan Metode RSCA

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 32 jenis produk pakaian jadi Indonesia (kode HS 4 digit), hanya 18 produk yang memiliki nilai rata – rata RSCA positif atau memiliki keunggulan komparatif pada periode tahun 2010 sampai dengan 2017. Jika dibandingkan dengan eksportir lainnya yang juga merupakan anggota OKI, negara Turki masih yang paling unggul. Turki memiliki 25 jenis produk yang unggul secara komparatif. Selanjutnya, Pakistan memiliki jumlah yang lebih rendah yaitu sebesar 17 produk dengan keunggulan komparatif.

B. Determinan Ekspor Produk Pakaian Jadi Indonesia ke negara Organisasi Kerjasama Islam dengan pendekatan Gravity ModelTabel 1 menunjukkan hasil regresi persamaan (4) dengan

menggunakan model terpilih yaitu random effects model. Hasil estimasi menunjukkan bahwa GDP Riil Indonesia memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara – negara anggota OKI. Hasil estimasi ini ini berlawanan dengan dengan teori. Kondisi ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi didorong oleh tingkat konsumsi yang tinggi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak serta merta menyebabkan peningkatan produksi untuk peningkatan ekspor melainkan menyebabkan peningkatan konsumsi domestik akan produk tekstil yang didalamnya termasuk konsumsi produk pakaian jadi. Berdasarkan data dari Indotextile (2018) nilai produksi pada tahun 2010 sebesar 1736 (ribu Ton) dan meningkat menjadi 2082 (ribu Ton) pada tahun 2017. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan konsumsi domestik, yang semula pada tahun 2010 sebesar 1281 (ribu Ton) menjadi 1712 (ribu Ton) pada tahun 2017. Hasil serupa ditemukan pada penelitian Filippina & Molini (2003) yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi negara eksportir berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor suatu produk. GDP Percapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara – negara OKI.

Variabel GDP Percapita negara tujuan ekspor merupakan proxy dari pendapatan perkapita penduduk (income) di negara tujuan. Hasil ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan impor sejalan

Page 252: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

240 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

dengan peningkatan pendapatan dari penduduk di negara tujuan ekspor. Hasil estimasi ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jafari et al (2011).

Variabel Jarak ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara – negara OKI. Variabel jarak ekonomi merupakan proxy dari biaya transportasi. Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nguyen (2010) dan Jafari et al (2011).

Nilai tukar riil berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara – negara anggota OKI. Hubungan yang positif berarti ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi maka ekspor akan meningkat (Nguyen, 2010). Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jafari et al (2011) dan Nguyen (2010).

Populasi negara tujuan ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara-negara OKI. Variabel populasi negara tujuan merupakan gambaran peluang pasar tujuan ekspor. Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana & Katriasih (2017).Tabel 1. Hasil Regresi Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke

Negara OKIVariabel Independen Coefficients

Intercept 52.92140***LnGDPi -2.648344***

LnGDPCAPj 1.434276***LnECODIST -0.866257**

LnRER 0.697843***LnPOP 1.324120***

F-Statistic 4.638399***Sumber : Hasil olah data Eviews 9.0Keterangan:*** signifikan pada α = 1%** signifikan pada α = 5%

V. PENUTUPBerdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, kesimpulan yang

dapat diambil yaitu 18 dari total 32 jenis produk pakaian jadi Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar OKI selama periode tahun

Page 253: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

241Rizky Arimawati, Maman Setiawan dan Eva Ervani

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

2010 hingga 2017. Jika dibandingkan dengan negara Turki, Indonesia masih kalah tingkat daya saing produk pakaian jadinya. Sedangkan jika dibandingkan dengan pesaing lainnya yaitu Pakistan, Indonesia masih lebih unggul. Hasil analisis determinan ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara-negara OKI menunjukkan bahwa GDP Perkapita negara tujuan ekspor, jarak ekonomi, nilai tukar riil dan populasi merupakan faktor penentu ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara-negara OKI berpengaruh signifikan dan sesuai dengan teori. Namun untuk variabel GDP Riil Indonesia, menunjukkan hasil yang berlawanan dengan teori dan hipotesis penelitian ini. Kondisi ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak serta merta meningkatkan ekspor produk pakaian jadi Indonesia, namun meningkatkan tingkat konsumsi domestik.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, berikut saran yang dapat diberikan, pertama, meningkatkan daya saing untuk jenis produk pakaian jadi yang memiliki indeks RSCA negatif atau tidak memiliki daya saing. Kedua, memberikan insentif pada sektor industri pakaian jadi untuk mendorong peningkatan produksi pakaian jadi, meningkatkan hubungan kerjasama bilateral dengan negara OKI tujuan ekspor, khususnya untuk negara-negara yang memiliki perkembangan GDP Perkapita dan populasi yang tinggi. Selanjutnya memberikan keamanan bagi pengusaha melalui pengendalian stabilitas nilai tukar. Selain itu juga meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk mengurangi biaya transportasi terkait ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke negara anggota OKI. Ketiga, penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan variabel lain yang juga relevan dan berpengaruh pada ekspor produk pakaian jadi Indonesia ke pasar OKI.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, I.S.Z., Bakar, N.A.A., Sahlan, R. (2013). The Determinants of Exports Between Malaysia and the OIC Member Countries: A Gravity Model Approach. Procedia Economics and Finance.

Page 254: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Daya Saing dan Determinan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia

242 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Austria, Myrna S (2004). ”The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors”. REPSF Project No 03/006e. ASEAN Secretariat.

Ballasa, Bela. (1965). Trade Liberalisation and Revealed Comparative Advantage. Manchester School, Vol. 33, No. 2: 99-123.

Filippina, C., & Molini, V. (2003). The Determinats of East Asian Trade Flows: A Gravity Equation Approach. Journal of Asian Economics, Vo. 14, pp. 695-711.

Indotextile. (2019). Textile and Garment Distribution 2010 – 2017, (online), (http://www.indotextiles.com/index.php?option=com_docman&task=cat_view&gid=391&Itemid=119, diakses 1 Oktober 2019).

Jafari, Yaghoob., Adib, Mohd., and Sadegh, Morteza. (2011). Determinants of Trade Flows among D8 Countries: Evidence from the Gravity Model. Journal of Economic Cooperation and Development.

Laursen, K. (1998). Revealed Comparative Advantage and the alternative as measures of international specialization. Danish Research Unit for Industrial Dynamics (DRUID) Working Paper.

Maulana, A., & Katriasih, F. (2017). Analisis Ekspor Kakao Olahan Indonesia ke Sembilan Negara Tujuan Tahun 2000 – 2014. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia. Vol.17 No. 2.

Mankiw, NG. (2009). Macroeconomics 7th Edition (Ebook). Worth Publishers.

Nguyen, BX. (2010). The Determinants of Vietnamese Export Flow: Static and Dynamic Panel Gravity Approaches. International Journal of Economics and Finance. Vo. 2 No.4 November.

Trademap. (2019). Data Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke OKI, (online), (http://www.trademap.org, diakses 2 September 2019)

Worldbank, (2019). Data Makroekonomi Indonesia dan Negara OKI, (online), (http://www.worldbank.org, diakses 3 September 2019)

Page 255: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

243Tria Hatmanto

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI DANLAHAN TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

PASCA PENETAPAN KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS: KABUPATEN TEMANGGUNG, PROVINSI JAWA TENGAH)

Tria Hatmanto

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,email: [email protected]

ABSTRAKPerkembangan suatu wilayah menimbulkan konsekuensi berupa peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan aktivitas ekonomi yang dihadapkan pada keterbatasan penyediaan lahan. Perencanaan tata guna lahan dan instrumen regulasi berupa penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) diharapkan dapat mengendalikan terjadinya konversi lahan pertanian. Kabupaten Temanggung merupakan daerah yang telah menerbitkan regulasi LP2B dengan dilengkapi peta spasial melalui Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Namun, kondisi di lapangan masih ditemukan adanya konversi lahan sawah di Kabupaten Temanggung. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh karakteristik petani dan lahan yang mengalami konversi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara, telaah dokumen dan observasi lapangan. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi multivariat. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan bertani, produktivitas lahan, dan harga jual lahan merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan, sedangkan pemahaman petani terhadap LP2B, pendapatan di luar bertani, dan jarak ke pusat kota tidak berpengaruh terhadap konversi lahan.

kata kunci: karakteristik petani dan lahan; kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan; konversi lahan; Temanggung.

Page 256: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

244 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

I. PENDAHULUANPembangunan merupakan proses perubahan menuju arah yang

lebih baik melalui upaya terencana dengan mendayagunakan sumber daya yang tersedia termasuk sumber daya lahan. Kebutuhan lahan akan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, namun ketersediaan lahan dalam bentuk luasan jumlahnya cenderung tetap. Oleh karena itu, dalam perspektif pengembangan wilayah, lahan selain sebagai sumber daya penyedia ruang bagi manusia, juga perlu dipandang dari sisi ekologi dan lingkungan hidup yang perlu dikonservasi sehingga diperlukan adanya perencanaan tata guna lahan dalam suatu wilayah (Baja, 2012).

Beberapa isu pokok dalam tata guna lahan di Indonesia yaitu: 1) alih fungsi lahan; 2) disparitas penguasaan lahan; 3) penyelesaian Perda RTRW; 4) penegakan regulasi; dan 5) koordinasi antar stakeholder (Baja, 2012; Prajanti, 2014). Kondisi yang perlu mendapatkan perhatian saat ini yaitu persaingan penggunaan lahan antara pertanian dan non pertanian. Data Kementerian Pertanian (2017) menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi konversi lahan sawah seluas 110.000 hektar, sedangkan kemampuan cetak sawah hanya 40.000 hektar per tahun.

Regulasi yang telah diterbitkan sebagai upaya pencegahan konversi lahan pangan adalah Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Sebagai amanah Undang-Undang serta dalam rangka pengendalian konversi lahan pertanian, Kabupaten Temanggung telah menerbitkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan LP2B. Lahan LP2B seluas 20.709 hektar yang harus dipertahankan sampai tahun 2031 dan 5.000 hektar Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B). Perda tersebut telah dilengkapi dengan peta spasial sehingga dapat digunakan sebagai perangkat teknis dalam pengendalian konversi lahan pertanian.

Hasil penelitian Wibowo (2015) menggambarkan bahwa implementasi Perda LP2B di Kabupaten Temanggung masih berada pada tahap sosialisasi terhadap instansi terkait. Muryono (2016) menyatakan bahwa dalam upaya pengendalian penggunaan tanah di Kabupaten Temanggung masih terjadi overlap antara instrumen Peta RTRW, Peta Penggunaan Tanah, dan Peta LP2B. Berdasarkan data dari Pemda Temanggung masih terjadi konversi lahan

Page 257: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

245Tria Hatmanto

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

pertanian dengan rerata 30 hektar per tahun. Oleh karena itu, perlu dianalisis karakteristik petani dan lahan yang mengalami konversi di Kabupaten Temanggung.

II. TINJAUAN PUSTAKAPerencanaan tata guna lahan merupakan kegiatan penilaian

terhadap potensi lahan untuk menentukan penggunaan lahan terbaik berdasarkan potensi dan kondisi biofisik, sosial, dan ekonomi guna meningkatkan produktivitas dan ekuitas serta menjaga kelestarian lingkungan (FAO, 2003). Perencanaan tata guna lahan mencakup intervensi dari pemerintah berupa penetapan suatu kebijakan. Prajanti (2014) menyatakan bahwa strategi utama dalam pengendalian konversi lahan adalah aspek hukum berupa penerapan peraturan perundang-undangan tentang mekanisme konversi lahan, di samping aspek zonasi dan ekonomi. Adanya alih fungsi yang masih terjadi, diindikasikan karena kurangnya pemahaman dan sosialisasi dari peraturan tersebut serta adanya faktor pendorong lain dari sisi petani pemilik lahan. Siswanto dan Kurniawati (2016) menyatakan bahwa kendala dalam pelaksanaan LP2B di Provinsi Jawa Timur adalah pemahaman petani terhadap peraturan LP2B yang masih kurang.

Lahan pertanian bagi masyarakat perdesaan mempunyai nilai ekonomis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan. Namun, kondisi saat ini nilai produk pertanian cenderung mengalami penurunan dan menjadi faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Xingjie, et.al. (2011) menyatakan bahwa subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada petani bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sehingga dapat meminimalkan terjadinya konversi lahan. Pendapatan bertani yang rendah, membuat petani memiliki pekerjaan sampingan yang dilakukan untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Berdasarkan penelitian dari Pramudita, et.al. (2015), petani tidak hanya mengandalkan pendapatan dari sektor pertanian, tetapi juga mempunyai pendapatan di luar bertani sebagai strategi bertahan hidup. Pekerjaan sampingan yang dijalani oleh petani sebagian besar adalah sebagai pekerja lepas yang berkaitan dengan sektor primer karena terbatasnya keterampilan.

Azadi, et.al. (2011) menyatakan bahwa produktivitas lahan dan rasio modal lahan pertanian menjadi faktor pendorong konversi

Page 258: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

246 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

lahan di negara berkembang. Irianto (2016) menambahkan bahwa penurunan kualitas lahan akibat lahan sekitar telah berubah menjadi kawasan perumahan atau industri mendorong pemilik lahan lain untuk ikut mengkonversi atau menjual lahan pertaniannya. Produktivitas pertanian yang rendah dan tingginya harga lahan perumahan meningkatkan minat petani dalam menjual tanah untuk tujuan non pertanian. Harini, et.al (2012) menyatakan bahwa harga dan lokasi lahan menjadi pendorong konversi lahan pertanian.

Dalam proses konversi lahan pertanian terdapat tiga aktor utama yang mempunyai peran penting yaitu pemerintah sebagai regulator, petani atau pemilik tanah yang diidentikkan sebagai produsen dan penyedia lahan serta pengembang swasta sebagai pihak konsumen atau pembeli lahan. Pemerintah sebagai regulator telah mempunyai regulasi perlindungan LP2B. Di sisi lain, pengembang swasta dengan modal besar cenderung untuk melakukan pembelian tanah pertanian untuk berspekulasi demi keuntungan di masa mendatang (Firman, 2000). Sedangkan dari sisi petani atau pemilik lahan, konversi dapat diminimalisir dengan mempertahankan fungsi ekonomis lahan pertanian.

III. METODOLOGI Data penelitian yang dikumpulkan berkaitan dengan variabel

penelitian berupa karakteristik petani dan lahan yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kabupaten Temanggung. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, telaah dokumen, dan observasi lapangan yang bersumber dari Petani dan Pemerintah Daerah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi multivariat untuk menganalisis variabel penelitian yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kabupaten Temanggung.

Analisis Regresi digunakan untuk menentukan pengaruh sebuah variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Paham LP2B, Pendapatan Bertani, Pendapatan di luar Bertani, Produktivitas Lahan, Harga Jual Lahan, Jarak dengan Pusat Kota, sedangkan variabel terikat yaitu luas konversi lahan pertanian.

Dengan memasukkan variabel-variabel bebas ke dalam analisis regresi multivariat, maka diperoleh persamaan penduga variabel terikat sebagai berikut:

Page 259: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

247Tria Hatmanto

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + ε ........................(1)

Keterangan:Y = Luas Sawah yang dikonversi (ha)X1 = Paham terhadap peraturan LP2B (dummy variabel)X2 = Pendapatan dari Bertani (Rp. juta/bulan)X3 = Pendapatan di luar Bertani (Rp. juta/bulan)X4 = Produktivitas Lahan Sawah (ton/ha) X5 = Harga Jual Lahan (Rp. juta/ha)X6 = Jarak dengan Pusat Kota (km)β = Konstantaε = Eror

Variabel-variabel bebas yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan alat bantu berupa software SPSS. Analisis regresi metode OLS (Ordinary Least Square) memperhatikan asumsi regresi klasik yaitu uji normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Pemenuhan asumsi tersebut akan menghasilkan estimator yang linear, tidak bias dan mempunyai varian yang minimum (Best Linear Unbiased Estimator = BLUE) (Santoso, 2017).

IV. PEMBAHASANKonversi lahan merupakan perubahan lahan pertanian menjadi

bangunan tempat tinggal atau aktivitas ekonomi. Konversi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan dan pembangunan suatu daerah. Dalam hal ini, konversi lahan merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari namun dapat dikendalikan melalui intervensi kebijakan dari Pemerintah. Dalam rangka penataan, pemanfaatan dan pengendalian ruang wilayah, Temanggung telah menetapkan Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Temanggung Tahun 2011-2031. Kebijakan penataan ruang mencakup pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif. Secara khusus, Kabupaten Temanggung telah menetapkan Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan LP2B. Perda tersebut mengatur tentang lahan LP2B dan LCP2B, dengan sebaran spasial disajikan pada Gambar 1.

Page 260: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

248 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Temanggung, 2018Gambar 1. Peta Deliniasi LP2B Dan LCP2B di Kabupaten Temanggung

Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan dari 71 titik responden, dan telah lolos uji asumsi regresi klasik dilakukan uji statistik mengenai pengaruh variabel X terhadap Y. Ringkasan hasil uji statistik menggunakan software SPSS 16.0 disajikan pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan terhadap

Konversi Lahan Pertanian di Kab. TemanggungVariabel Coeff. Std. Error t Sig.

Constant 0,540 0,065 8,293 0,000Paham LP2B (X1) 0,034 0,025 1,345 0,184Pendapatan Bertani (X2) -0,077 0,033 -2,321 0,023Pendapatan di luar Bertani (X3) 0,034 0,028 1,189 0,239Produktivitas Lahan (X4) -0,076 0,011 -6,634 0,000Harga Jual Lahan (X5) 0,199 0,060 3,306 0,002Jarak ke Pusat Kota (X6) 0,001 0,005 0,163 0,871R-Squared 0,747 F 31,441Adjusted R-Squared 0,723 Sig. 0,000

Sumber: Hasil analisis (2018)

Berdasarkan Tabel 1, nilai koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0,747 yang berarti variasi luas konversi lahan di Kabupaten Temanggung sebagai variabel Y dijelaskan oleh variasi variabel X1

Page 261: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

249Tria Hatmanto

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

sampai dengan X6 sebesar 74,7%. Berdasarkan angka signifikasi, enam variabel X tersebut secara bersama-sama berpengaruh terhadap luas konversi. Namun, jika dilihat per variabel, hanya Pendapatan Bertani (X2), Produktivitas Lahan (X4), Harga Jual Lahan (X6) yang berpengaruh secara signifikan terhadap luas konversi. Model regresi linier yang didapat berdasarkan hasil analisis, sebagai berikut:

Y = 0,540 + 0,034X1 – 0,077X2 + 0,034X3 – 0,076X4 + 0,199X5 + 0,001X6 ...................................................................................................(2)

Uraian mengenai pengaruh tiap variabel terhadap konversi lahan pertanian di Kabupaten Temanggung adalah sebagai berikut:A. Pengaruh Pemahaman Petani tentang Peraturan LP2B

terhadap Konversi Lahan PertanianPengertian “Paham LP2B” adalah petani paham atau mengetahui

bahwa lahan sawah yang dimiliki termasuk dalam sawah LP2B. Perda No. 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa “Lahan yang sudah ditetapkan sebagai LP2B dilindungi dan dilarang dialihfungsikan, kecuali oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau terjadi bencana”. Berdasarkan hasil penelitian, persentase petani yang mengetahui bahwa sawah mereka termasuk bagian dari lahan LP2B hanya 19,7%, sedangkan 80,3% tidak mengetahui. Variabel ini tidak berpengaruh terhadap luasan konversi, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa petani yang “paham” dan “tidak paham” bahwa sawah mereka termasuk bagian LP2B, mempunyai kencenderungan yang sama untuk melakukan konversi.

Kondisi tersebut disebabkan karena Perda LP2B yang telah berjalan selama empat tahun, ternyata belum dipahami oleh petani LP2B. Jika melihat proses yang dilakukan pada tahap perencanaan, penetapan lahan LP2B tersebut tidak melibatkan petani selaku pemilik lahan. Pemetaan dan deliniasi lahan LP2B yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dilakukan secara top-down. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Perrin (2013) menyatakan bahwa perencanaan penggunaan lahan melalui insiatif perencanaan bottom-up dengan pertimbangan fungsi produktif, budaya dan ekologis menjadi strategi efektif dalam mempertahankan lahan pertanian.

Page 262: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

250 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

B. Pengaruh Pendapatan Bertani terhadap Konversi Lahan PertanianPendapatan bertani dalam variabel ini merupakan pendapatan

yang didapat dari usaha tani padi. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel besaran “Pendapatan Bertani” berpengaruh signifikan terhadap luas konversi lahan pertanian. Pendapatan Bertani berbanding terbalik terhadap luasan konversi, dimana semakin besar pendapatan bertani akan memperkecil konversi lahan pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama petani masih mendapatkan selisih margin keuntungan dari hasil bertani, mereka cenderung untuk tidak melakukan konversi lahan pertanian. Kebijakan LP2B telah mengatur tentang aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Perlindungan mencakup jaminan kesejahteraan petani atas hasil panen dan pemberdayaan mencakup fasilitas sarana prasarana yang didapat oleh Petani LP2B. Selain itu, juga telah diatur mengenai mekanisme pemberian insentif sehingga dapat mengurangi beban pengeluaran dan memperbesar margin biaya produksi yang diterima oleh petani.

C. Pengaruh Pendapatan di luar Bertani terhadap Konversi Lahan PertanianPendapatan dari bertani yang tergolong rendah dan hanya

diperoleh pada saat musim panen, membuat petani menjalani pekerjaan sampingan untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Pekerjaan tersebut dilakukan disela-sela waktu bertani dan atau pada saat sawah diistirahatkan atau bero. Beberapa pekerjaan sampingan yang dijalani oleh petani antara lain: beternak, budidaya ikan, budidaya tembakau, dan buruh bangunan. Berdasarkan hasil analisis, pendapatan di luar bertani tidak berpengaruh terhadap luas konversi lahan pertanian. Hal ini menggambarkan bahwa besaran Pendapatan di luar Bertani tidak menentukan luasan konversi sawah yang dilakukan oleh Petani. Kondisi tersebut dapat terjadi karena pendapatan di luar bertani hanya sebagai tambahan penghasilan dari pekerjaan sampingan. Hasil dari pendapatan di luar bertani pun, relatif lebih kecil dibandingkan pendapatan dari bertani.

Page 263: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

251Tria Hatmanto

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

D. Pengaruh Produktivitas Lahan terhadap Konversi Lahan PertanianProduktivitas lahan berpengaruh siginifikan terhadap luasan

konversi lahan pertanian. Semakin tinggi produktivitas lahan, maka akan semakin sedikit luasan konversi lahan pertanian sehingga dapat disimpulkan bahwa petani cenderung untuk tidak melakukan konversi di lahan pertanian yang masih subur. Azadi, et. al. (2011) menyatakan bahwa produktivitas lahan dan rasio modal-tenaga kerja menjadi faktor pendorong terjadinya alih fungsi di negara berkembang. Ditambahkan bahwa produktivitas akan berpengaruh terhadap nilai total komoditas pertanian yang diterima oleh petani. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan penurunan produktivitas terhadap lahan pertanian sekitar akibat rusaknya jaringan irigasi. Firman (1997) yang menyatakan bahwa konversi lahan menyebabkan terjadinya kerusakan saluran irigasi tersier akibat konstruksi untuk pembangunan industri dan perumahan yang selanjutnya dapat mempengaruhi pola penanaman dan produksi saat panen. Dalam rangka meminimalisir kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Temanggung telah menetapkan kebijakan disinsentif berupa penggantian lahan dan fungsi irigasi sebelum dilakukan konversi lahan di area yang diijinkan.

E. Pengaruh Harga Jual Lahan terhadap Konversi Lahan PertanianHarga jual lahan berpengaruh signifikan terhadap luas konversi

lahan pertanian di Kabupaten Temanggung. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya harga jual lahan mendorong terjadinya kecenderungan konversi lahan pertanian. Harga jual lahan yang berkorelasi positif dengan luasan konversi lahan pertanian, menunjukkan bahwa nilai ekonomi lahan menjadi pendorong utama terjadinya konversi. Petani mempunyai kecenderungan untuk mengalihfungsikan lahan pertanian yang dimiliki, dikarenakan nilai lahan untuk pertanian dianggap lebih rendah dibandingkan dengan nilai lahan non pertanian. Hal ini juga didorong dengan rendahnya pendapatan bertani, yang juga berpengaruh signifikan terhadap luas konversi lahan pertanian. Selain itu, pembangunan kawasan perumahan dan industri mendorong terjadinya permintaan lahan oleh pengembang sehingga nilai jual tanah sekitar menjadi naik. Hal

Page 264: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

252 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

tersebut mendorong petani lain disekitarnya untuk menjual lahan pertanian yang dimilikinya.

F. Pengaruh Jarak ke Pusat Kota terhadap Konversi Lahan PertanianJarak ke pusat kota tidak berpengaruh terhadap luas konversi

lahan pertanian, sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan luas konversi lahan pertanian di titik yang dekat pusat kota kecamatan maupun di titik yang jauh dari pusat kota kecamatan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan aksesibilitas di dalam Kabupaten Temanggung sudah tergolong baik. Berdasarkan data Kabupaten Temanggung dalam Angka 2018, kondisi jalan kategori Mantap sebesar 84%. Selain itu, juga terdapat angkutan umum yang menghubungkan antar desa, termasuk sudah adanya transportasi online. Kemudahan aksesibilitas ini membuat satuan jarak tidak lagi menjadi kendala dalam menuju pusat kota. Namun, di sisi lain mempunyai dampak negatif berupa terjadi “pengkotaan di perdesaan” yang menimbulkan ancaman terjadinya konversi lahan pertanian. Dalam rangka mengantisipasi terjadinya perluasan perkotaan dan mengakomodir perencanaan pembangunan di luar sektor pertanian, deliniasi Peta LP2B yang ditetapkan dalam Perda No. 2 Tahun 2014, tidak memasukkan lahan pertanian yang berada dalam radius tertentu dari jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten.

V. PENUTUPDalam rangka pengendalian konversi lahan pertanian,

Pemerintah Kabupaten Temanggung telah menetapkan Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang telah dilengkapi dengan data numerik dan peta spasial LP2B. Lahan yang dilindungi dan tidak dapat dialihfungsikan seluas 20.709 hektar. Namun, penetapan lahan LP2B yang dilakukan secara top down oleh pemerintah membuat sebagian besar petani tidak mengetahui bahwa lahannya termasuk sebagai lahan LP2B.

Jika melihat karakteristik petani yang melakukan konversi, faktor pendorong yang berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan adalah pendapatan bertani. Sedangkan pendapatan di luar bertani yang sebagian besar masih berhubungan dengan sektor

Page 265: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

253Tria Hatmanto

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

pertanian tidak berpengaruh terhadap luas konversi. Berdasarkan karakteristik lahan pertanian yang mengalami konversi lahan, produktivitas lahan dan harga jual lahan menjadi faktor yang berpengaruh signifikan terhadap luas konversi di Kabupaten Temanggung. Sedangkan jarak dengan pusat kota merupakan variabel yang tidak berpengaruh terhadap konversi lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Azadi, H., Ho, P., & Hasfiati, L. (2011). Agricultural land conversion drivers: A comparison between less developed, developing and developed countries. Land Degradation and Development, 22(6), 596–604. https://doi.org/10.1002/ldr.1037.

Baja, S. (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan Dalam Pengembangan Wilayah (Pendekatan Spasial dan Aplikasinya). Yogyakarta: CV. Andi.

FAO. 1993. Guidelines for Land Use Planning. FAO Development Series 1. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome.

Firman, T. (1997). Land Conversion and Urban Development in the Northern Region of West Java, Indonesia. Urban Studies, 34(7), 1027–1046. https://doi.org/10.1080/0042098975718.

___________. (2000). Rural to urban land conversion in Indonesia during boom and bust periods. Land Use Policy, 17(1), 13–20. https://doi.org/10.1016/S0264-8377(99)00037-X.

Harini, R., Yunus, H. S., Kasto, & Hartono, S. . (2012). Agricultural Land Conversion : Determinants and Impact for Food Sufficiency in Sleman Regency. Indonesian Journal of Geography, 44(2), 120–133.

Irianto, G. (2016). Lahan dan Kedaulatan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Kementerian Pertanian. (2017). Statistik Lahan Pertanian Tahun 2012 - 2016. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Page 266: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Pengaruh Karakteristik Petani dan Lahan

254 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Muryono, S. (2016). Kajian Upaya Pengendalian Penggunaan Tanah di Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah. Bhumi, 2(1), 84–101.

Perrin, C. (2013). Regulation of Farmland Conversion on the Urban Fringe: From Land-Use Planning to Food Strategies. Insight into Two Case Studies in Provence and Tuscany. International Planning Studies, 18(1), 21–36. https://doi.org/10.1080/13563475.2013.750943.

Prajanti, S. (2014). Strategy for controlling agricultural land conversion of paddy by using analytical hierarchy process in Central Java. Management of Environmental Quality: An International Journal, 25(5), 631–647. https://doi.org/10.1108/MEQ-07-2013-0080.

Pramudita, D., Dharmawan, A. H. & Barus, B. (2015). Kesesuaian Sosial Ekonomi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Kuningan. Sodality: Sosiologi Perdesaan, 3 (2), 125-134. http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11337.

Santoso, S. (2017). Statistik Multivariat dengan SPSS. Jakarta: PT. Gramedia.

Siswanto, V. K., & Kurniawati, U. F. (2016). Problematic Determination of Sustainable Food Land Policy in East Java. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 227, 754–760. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.06.142.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Wibowo, S.P. (2015). Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Temanggung. Jurnal of Politic and Government Studies, Vol. 4 No. 3, Hal. 1-15.

Xingjie, W., Shuzhong, G., Xinhua, Z., Hong, W., Hong, Z., & Wujun, W. (2011). Conversion margins for the major uses of agricultural land and their variations in Shandong Province, China. Chinese Journal of Population Resources and Environment, 9(1), 55–62. https://doi.org/10.1080/10042857.2011.10685019.

Page 267: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

255Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

PENGUATAN ASURANSI USAHA TANI PADI UNTUK PERLINDUNGAN PETANI

YANG BERKELANJUTAN

Deny Hidayati

Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, [email protected]

Ali Yansyah Abdurrahim

Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, [email protected]; [email protected]

Intan Adhi Perdana Putri

Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, [email protected]; [email protected]

ABSTRAKUpaya melindungi petani dalam bentuk risk sharing melalui program asuransi pertanian sangat diperlukan karena petani menghadapi risiko kegagalan panen yang tinggi, padahal kebanyakan petani adalah petani kecil dengan kemampuan yang terbatas. Ketidakpastian usaha tani akhir-akhir ini semakin meningkat akibat bencana dan serangan organisme pengganggu tanaman, terutama setelah dipengaruhi h dampak perubahan iklim. Pemerintah berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013 mengembangkan Program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang mulai dilaksanakan 2012. Program ini menghadapi berbagai permasalahan yang berpengaruh terhadap keberlanjutannya. Makalah ini bertujuan untuk memahami permasalahan AUTP dan memberikan solusi untuk penguatan program. Makalah ini merekomendasikan empat alternatif kebijakan, yaitu: 1) mengoptimalkan program asuransi, 2) meningkatkan kegiatan sosialisasi, 3) meningkatkan jumlah kepesertaan asuransi dan 4) mengefektifkan proses klaim asuransi. Makalah ini didasarkan pada hasil penelitian di Kabupaten Indramayu dan Subang, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, menggunakan metode kualitatif (wawancara terbuka, FGD dan observasi lapangan) dengan teknik analisis SWOT dan TOWS.

Kata kunci: risk sharing, asuransi pertanian, perubahan lingkungan, perubahan iklim, bencana.

Page 268: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

256 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

I. PENDAHULUANAsuransi pertanian merupakan upaya risk sharing untuk

melindungi petani yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013. UU ini belum diturunkan ke dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, tetapi langsung diturunkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/ SR.230/7/2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 30/Kpts/SR.210/B/2018 tentang Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Perlindungan petani melalui asuransi pertanian sangat diperlukan karena tiga alasan utama: “Pertama, sebagian besar petani kita adalah petani kecil yang kemampuannya dalan mengatasi risiko tidak memadai. Kedua, petani adalah ‘soko guru’ penyedia pangan bangsa, sehingga secara moral dan rasional negara berkewajiban melindungi petani dari risiko yang mengancam keberlanjutan usaha tani dan kesejahteraannnya untuk menjamin keberlanjuta produksi secara nasional. Ketiga, perlindungan melalui skema asuransi memungkinkan tebentuknya risk sharing antarpetani yang sinergis dengan prinsip penguatan kohesi sosial dalam komunitas petani” (Sulaiman et al., 2018).

Pengembangan Program AUTP juga didorong oleh tingginya target produksi padi untuk mencapai swasembada pangan yang dihadapkan pada tingginya risiko ketidakpastian usaha tani akibat bencana dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama setelah dipengaruhi oleh dampak perubahan iklim yang semakin meningkat. AUTP diharapkan menjadi instrumen kebijakan pengalih risiko agar dapat meminimalkan dampak yang dihadapi (Pasaribu, 2010).

Sasaran yang ingin dicapai oleh program AUTP adalah (1) Terlindunginya petani dari kerugian karena memperoleh ganti rugi jika terjadi gagal panen sebagai akibat risiko banjir, kekeringan, dan atau serangan OPT yang frekuensinya cenderung meningkat akibat dampak perubahan iklim/cuaca ekstrim; dan (2) Teralihkannya kerugian petani kepada pihak lain melalui skema pertanggungan asuransi. Dengan mengikuti program ini, petani diharapkan mendapatkan manfaat: (1) Memperoleh ganti rugi keuangan yang akan digunakan sebagai modal kerja usahatani untuk pertanaman berikutnya; (2) Meningkatkan aksesibilitas petani terhadap sumber-

Page 269: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

257Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

sumber pembiayaan dan menerapkan pola pertanian modern; dan (3) Mendorong petani untuk menggunakan input produksi sesuai anjuran usahatani yang baik.

Program AUTP telah dijalankan dalam dua tahap, yaitu (1) tahap uji coba 2012-2015 dan (2) tahap implementasi 2016-sekarang, tetapi pengembangan program ini masih menghadapi permasalahan yang serius, terutama terkait dengan keberlanjutannya (BKF-Kemenkeu, 2013, Insyafiah & Wardhani 2014, Adithya et al, 2016, Fadliani, 2016, KPK, 2017, Dirjen PSP-Kementan, 2017, 2018a, 2019b, JICA, 2018, Lopulisa et al, 2018, MoE Japan, 2018, Sulaiman et al, 2018). Kondisi ini diidentifikasikan oleh masih tingginya fluktuasi lahan dan jumlah petani peserta sehingga belum sesuai dengan target yang harus dicapai. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa terjadinya fluktuasi luas lahan dan jumlah petani peserta yang berhasil di-cover AUTP. Dibandingkan tahun 2016, jumlah luas lahan yg di-cover dan jumlah petani peserta yang mengikuti program AUTP meningkat sebesar 92,47 persen dan 66,72 persen. Namun, pada tahun 2018, jumlahnya mengalami penurunan masing-masing 9,67 persen dan 6,71 persen. Gambaran ini menunjukkan adanya ancaman akan ketidakberlanjutan kepesertaan petani dalam mengikuti AUTP, terutama para petani di lokasi non-endemis yang tidak mengalami kegagalan panen. Mereka merasa tidak mendapatkan manfaat dari keikutsertaan AUTP.

Tabel 1. Realisasi pelaksanaan AUTP 2015-2019

Keterangan 2015 2016 2017 20182019

(per 31 Juli 2019)

Target lahan (Ha) 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00

Realisasi lahan (Ha)

233.499,00(23,34%)

518.506,86 (51,85%)

997.960,55 (99,80%)

901.420,56 (90,14%)

392.649,00(39,26%)

Cakupan provinsi

16 23 27 27 27

Jumlah petani peserta (org)

401.408 929.945 1.550.398 1.446.399 676.455

Jumlah premi (Rp)

42 milyar 93,33 milyar 179,63 milyar

161,73 milyar

70,67 milyar

Jumlah klaim dibayar (Rp)

124,48 juta 55,50 miliar 149,64 milyar

73,16 milyar 10,94 milyar

Sumber: Ditjen PSP-Kementan (2017 & 2018b), OJK (2019)

Page 270: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

258 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Sumber: Hasil analisis dari Ditjen PSP-Kementan (2017 & 2018b), OJK (2019)Gambar 1. Grafik Perkembangan Realisasi Lahan dan Jumlah Petani

Peserta AUTP 2015-2018

II. METODOLOGI Penelitan dilakukan di Kabupaten Indramayu dan Subang,

Provinsi Jawa Barat pada 2019 dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi pada 2015-2109 bertujuan untuk memahami permasalahan penting terkait dengan kondisi dan implementasi AUTP. Pemahaman ini sangat diperlukan untuk mendapatkan solusi dan alternatif kebijakan pengembangan AUTP secara berkelanjutan.

Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis SWOT dan TOWS (Aslan et al., 2012, Yogaswara et al., 2015, Putri et al., 2017, Abdurrahm et al., 2019). Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara terbuka dengan perwakilan peserta, mantan peserta, dan calon peserta AUTP serta pelaksana pemerintah (di tingkat pusat dan daerah) dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), focus group discussion (FGD)/diskusi kelompok terpumpun (DKT), dan observasi di lapangan (lokasi penelitian dan tingkat kabupaten), terutama untuk memahami permasalahan yang terkait dengan tata kelola AUTP dan implementasi di lapangan serta kebutuhan dan potensi untuk alternatif penyelesaiannya. Untuk mendapatkan pemahaman yang holistik dan terintegrasi dilakukan diskusi

Page 271: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

259Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

kelompok terpumpun lanjutan di tingkat nasional (Young & Quinn, 2002).

Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT dan TOWS untuk menghasilkan rumusan kebijakan alternatif. Analisis SWOT dilakukan dengan mengkaji kekuatan-kekuatan (strengths), kelemahan-kelemahan (weaknessses), peluang-peluang (opportunities), dan ancaman-ancaman (threats) terhadap kondisi yang sedang berjalan (existing). Sementara itu, analisis TOWS dilakukan untuk menyusun:1. Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memaksimalkan

peluang (Strategies that use strengths to maximize opportunities [SO])

2. Strategi yang menggunakan kekuatan untuk meminimalkan ancaman (Strategies that use strengths to minimize threats [ST])

3. Strategi yang meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang (Strategies that minimize weakness by taking advantage of opportunitues [WO])

4. Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman (Strategies that minimize weakness and avoid threats [WT])

III. PEMBAHASANA. Identifikasi Permasalahan Implementasi AUTP

Proses identifikasi yang dilakukan mengungkapkan masih banyaknya permasalahan yang terkait dengan kondisi dan implementasi AUTP. Permasalahan dapat dikelompokakn ke dalam empat kelompok, yaitu (a) pengelolaan asuransi (umum), (b) sosialisasi asuransi, (c) kepesertaan asuransi, dan (d) klaim asuransi (persyaratan dan proses).

Pengelolaan Asuransi (Umum)Secara umum, permasalahan pengelolaan AUTP terkait dengan

legalitas yang masih lemah, jumlah peserta yang masih rendah, ketergantungan terhadap satu perusahaan, kurangnya sarana dan prasaran, serta kurangnya pelibatan pemerintah desa. Secara detail, permasalahan pengelolaan asuransi dijelaskan sebagai berikut:

Page 272: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

260 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

(1) Masih lemahnya legalitas penugasan Jasindo sebagai pelaksana tunggal AUTP. PT Jasindo (persero) mendapatkan penugasan sebagai pelaksana AUTP melalui Surat Menteri BUMN Nomor S-587/MBU/09/2015 tanggal 21 September 2015. Surat ini merupakan respons dari Surat Menteri Pertanian Nomor 193/SR.230/M/8/2015 tanggal 28 Agustus 2015 tentang Pelaksana AUTP. Produk AUTP juga telah tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nomor surat S-5427/NB.111/2015 tanggal 8 Oktober 2015. Pemberian tugas yang dilakukan melalui Surat Menteri BUMN dinilai masih lemah, terutama terkait keberlanjutan program. Penugasan tersebut seharusnya dituangkan dalam sebuah Peraturan Presiden. Persoalan lainnya adalah adaanya perbedaan antara menteri yang mengeluarkan tugas dan menteri yang menganggarkan bantuan/subsidi premi AUTP.

(2) Kurang jelasnya skema penganggaran untuk premi AUTP: apakah bantuan atau subsidi pemerintah? Penganggaran AUTP selama didasarkan pada Permen Keuangan No 168/PMK.05/2015 jo No 173/PMK.05/2016 tentang Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian dan Lembaga. Namun, dalam dokumen hasil kajian KPK (2017) dan dokumen lainnya terdapat penggunaan istilah subsidi. Padahal, bantuan dan subsidi merupakan dua hal yang berbeda. Bantuan menargetkan pada pentingnya program, sedangkan subsidi lebih menargetkan pada penerima manfaat.

(3) Minat petani untuk mengikuti asuransi masih rendah. Hal ini disebabkan masih terbatasnya informasi dan pengetahuan petani mengenai AUTP, mulai dari manfaat, tata cara pendaftaran, hingga bagaimana proses klaim. Selain itu, petani dengan kondisi lahan yang jarang mengalami kerusakan/bencana tidak mau mengikuti asuransi ini. Hanya petani yang mempunyai risiko tinggi yang membeli asuransi.

(4) Kurang operasionalnya Pedoman Bantuan Premi AUTP (Pedum). Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan persepsi antara pelaksana asuransi, baik perusahaan, pemerintah, maupun petani. Padahal, sejak 2015 sampai dengan 2019, Pedum ini mengalami perubahan sebanyak lima kali. Terdapat banyak perubahan dalam pedoman terakhir (Kepmen

Page 273: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

261Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Pertanian No, 30/Kpts/SR.210/B/2018), dibandingkan dengan pedum sebelumnya, yaitu perihal tugas dan tanggung jawab pemerintah pelaksana asuransi dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan, Daftar Peserta Definitif (DPD) yang dapat didaftarkan secara periodik, serta perubahan poin-poin di dalam bagian monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

(5) Ketergantungan pada satu perusahaan Asuransi. Jasindo sebagai pelaksana satu-satunya program bantuan AUTP dengan keterbatasan sumber daya manusia mengakibatkan cakupannya menjadi terbatas.

(6) Posko asuransi pertanian tidak tersedia di tingkat lapangan (kecamatan) yang dapat membantu petani/kelompok petani untuk mendaftar dan mendapatkan infomasi mengenai AUTP.

(7) Anggaran operasional untuk AUTP yang terbatas di tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Hal ini disebabkan anggaran pemerintah daerah dalam memperluas dan memberi pemahaman terhadap petani cukup terbatas sehingga harus dilaksanakan dengan cara bergabung dengan kegiatan lainnya. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh terbatasnya kemampuan fiskal daerah ataupun kurangnya kemampuan daerah dalam menudukung program AUTP.

(8) Pemerintah Desa kurang dilibatkan dalam mendukung pelaksanaan AUTP. Padahal, Pemerintahan Desa sebagai unit pemerintahan terkecil mempunyai kewenangan formal dan juga informal yang kuat. Dengan adanya Dana Desa yang cukup besar, Pemerintahan Desa dapat mengalokasikan anggaran untuk mendukung implementasi AUTP. Pemerintahan Desa juga mempunyai kewenangan dalam merekomendasikan dan menyutujui kebijakan pembangunan pertanian lainnya yang dapat mendukung program AUTP. Dari sisi informal, Pemerintahan Desa dapat menggerakkan berbagai ikatan/modal sosial untuk mendukung pelaksanaan AUTP.

Sosialisasi AsuransiSosialisasi program AUTP menurut UU 19/2013 merupakan

salah satu kegiatan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah agar petani menjadi pesert asuransi pertanian. Lebih lanjut dalam Permen Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/ SR.230/7/2015,

Page 274: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

262 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

sosialisasi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan perusahan asuransi. Permasalahan terkait sosialisasi yang mengganggu kelancaranan program ini diantaranya adalah:(1) Minimnya jumlah petani yang mengkikuti kegiatan sosialisasi

disebabkan terbatasnya pemahaman petani terhadap produk asuransi usahatani padi dan manfaat jika menjadi peserta sosialisasi.

(2) Terbatasnya kemampuan dan jangkauan pemerintah dan Jasindo dalam melakukan sosialisasi serta adanya beberapa lokasi yang sulit dijangka mengakibatkan kurang tersebarnya infomasi terkait sosialisasi. Selain itu, kurangnya pemahaman petugas lapangan yang bersentuhan langsung dengan petani menyebabkan informasi ini kurang dipahami oleh petani.

(3) Sosialisasi mengenai AUTP kurang bisa dipahami secara komprehensif karena di lapangan sering terjadi penggabungan sosialisasi AUTP dengan sosialisasi kegiatan lainnya. Porsi yang ssedikit dalam penjelasan AUTP ini mengakibatkan pemahaman petugas pelaksana maupun petani jadi kurang menyeluruh.

(4) Penyampaian materi sosialisasi yang monoton sehinga kurang bisa dipahami oleh petani. Monotonnya penyampaian materi yang menyebabkan petani kurang memahami dan tidak teryarik mengikuti program AUTP.

(5) Sumber informasi mengenai AUTP yang biasa diakses masih terbatas. Sampai saat ini belum tersedianya website dan media sosial khusus mengenai asuransi pertanian sehingga informasi yang dibutuhkan dan penjelasan detail seputar asuransi belum dapat diakes dengan mudah setiap saat.

Kepesertaan AsuransiProgram AUTP ini tidak dapat berjalan secara berkelanjutan jika

tidak ada petani yang berkeinginan untuk berpartisipasi menjadi peserta. Masalah rendahnya kepesertaan yang teridentifikasi adalah:1) Jumlah peserta program AUTP belum optimal. Sebagian besar

peserta merupakan petani di daerah endemis yang berisiko tinggi mengalami gagal panenn. Hal ini menyebabkan risiko Jasindo mengalami kerugian pun meningkat sehingga dapat mengganggu keberlanjutan program ini.

Page 275: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

263Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

2) Petani yang sudah pernah ikut enggan ikut kembali pada musim tanam selanjutnya karena petani walaupun lokasinya berada di daerah endemis, namun pada saat terdaftar tidak terjadi kegagalan panen, oleh karenanya di musim tanam selanjutnya petani tidak mau mengikuti program tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah keikutsertaan khususnya di tingkat kecamatan menjadi fluktuatif.

3) Petani ikut hanya saat diberi bantuan sarana produksi pertanian sehingga saat pemerintah tidak memberikan bantuan tersebut sehingga petani tidak merasa wajib mengikuti asuransi tersebut.

4) Pengalaman ditolak kepesertaannya oleh perusahaan asuransi mengakibatkan petani tidak mau ikut program tersebut. Penolakan tersebut disebabkan petani kurang paham terhadap kriteria dan persyaratan untuk mengikuti AUTP.

5) Keengganan petani membayar premi asuransi karena menurut petani, asuransi seluruhnya merupakan bantuan pemerintah.

6) Tidak bermanfaatnya AUTP bagi petani yang berada pada lokasi yang jarang mengalami kegagalan panen.

7) Kemampuan pemerintah daerah dan Jasindo yang terbatas dalam hal memasarkan produk AUTP yang kurang menarik sehingga petani kurang tertarik mengikuti program tersebut.

8) Kemampuan petugas asuransi dan pemerintah daerah yang terbatas dalam pendafataran online terjadi karena banyak petugas pelaksana khususnya di tingkat kecamatan dan desa yang kurang memahami teknologi pendaftaran online terutama petugas yang sudah berusia.

9) Terbatasnya sarana dan prasarana petugas untuk input aplikasi online, seperti belum tersedianya komputer dengan jaringan internet dan telepon genggam yang belum bisa menggakomodir teknologi internet. Selain itu, biaya internet (pulsa paket data) jika dibebankan kepada petugas lapangan akan membebankan mereka. Belum lagi, tidak adanya insentif petugas lapangan yang pendapatannya juga terbatas.

Klaim Asuransi Kategori permasalahan yang sering dihadapi lainnya adalah

mengenai klaim asuransi. Beberapa permasalahan mengenai klaim

Page 276: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

264 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

asuransi tidak lepas dari cara, waktu dan hasil pencairan. Secara detil permasalahan terkait klaim asuransi diantaranya adalah:1) Terbatasnya jumlah staf pemerintah dan Jasindo yang

bertanggung jawab dalam proses klaim. Perusahaan Jasindo di daerah memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, namun jumlah staf/petugasnya sangat terbatas. Hal ini menyebabkan proses klaim menjadi lama, apalagi jika terjadi kegagalan panen dalam hamparan yang luas di beberapa lokasi yang sulit dijangkau secara bersamaan.

2) Adanya perbedaan hasil verifikasi kerusakan antara POPT dan Jasindo mengakibatkan terhambatnya proses klaim. Hal ini berdampak pada tidak disetujuinya klaim tersebut.

3) Penolakan klaim yang diajukan mengecewakan petani yang mengakibatkan petani tidak percaya dengan asuransi dan tidak mau lagi mengikuti program ini ke depan.

4) Beratnya persyaratan persentase kerusakan yang dijamin polis, yaitu sebesar lebih dari 75%, memberatkan petani. Apalagi, jika petani tersebut mempunyai luas lahan kurang dari 2 hektar dan tergabung dalam kelompok.

5) Berbelitnya proses klaim bagi petani yang menjadikan proses klaim menjadi lama sehingga petani menjadi terhambat untuk mengolah lahannya kembali. Selain itu pembayaran premi asuransi yang delay dari pemerintah pusat ke Jasindo juga mengganggu proses klaim tersebut. Hal ini membuat petani menjadi kecewa kepada perusahaan asuransi karena proses yang lama.

6) Proses klaim yang lama mengganggu pengolahan kembali lahan pertanian. Petani tidak dapat mengolah lahan mereka jika belum ada verifikasi dari pihak Jasindo yang datang ke lokasi. Padahal, petani membutuhkan proses yang cepat karena harus kembali mengolah lahan dan membutuhkan uang hasil pencairan sebagai modal awal usaha.

7) Terjadinya perbedaan persepsi petani terhadap hasil verifikasi dan klaim. Petani peserta dengan lahan kurang dari 2 hektar juga berharap bahwa jika terjadi gagal panen, klaim mereka akan dibayarkan penuh sebesar 6 juta rupiah. Padahal, nilai tersebut akan dibayarkan jika luasan lahan pertaniannya seluas 2 ha dan jika kurang dari 2 ha akan dihitung secara proposional.

Page 277: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

265Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Informasi tersebut belum dapat dipahami oleh petani sehingga petani menjadi tidak percaya dengan program tersebut.

B. Alternatif KebijakanHasil identifikasi berbagai permasalahan implementasi

AUTP yang telah disampaikan di atas kemudian dianalisis dengan menggunakan matriks SWOT dan TOWS untuk menghasilkan tawaran alternatif kebijakan (lihat lampiran). Berdasarkan hasil SWOT dan TOWS tersebut, bagian ini menawarkan empat alternatif kebijakan untuk perbaikan implementasi AUTP, yaitu pentingnya mengoptimalkan (a) tata kelola program asuransi pertanian, (b) kegiatan sosialisasi, (c) kepesertaan asuransi, dan (d) klaim ganti rugi asuransi.

Mengoptimalkan Program Asuransi PertanianUpaya mengoptimalkan tata kelola program AUTP sangat

penting dan urgen untuk dilakukan. Kebijakan optimalisasi tata kelola dilakukan melalui: penguatan legalitas AUTP, perbaikan sistem tata kelola dan Pedoman Umum (Pedum) pelaksanaan asuransi, penganggaran asuransi, dan penguatan peran dan koordinasi pelaksana asuransi di semua tingkat.

1. Memperkuat Legalitas AUTP Hasil penelitian mengungkapkan pentingnya memperkuat

legalitas AUTP, khususnya penugasan BUMN sebagai perusahaan pelaksana AUTP. Meskipun landasan hukum AUTP cukup kuat, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pembiayaan Petani, khususnya pasal 7 ayat 2 terkait dengan asuransi petani, tetapi UU ini belum diturunkan menjadi peraturan pelaksanaan AUTP. Untuk itu perlu disusun PP/Perpres yang mengatur tentang kerangka kelembagaan, kerangka pendanaan, dan kerangka operasional.

Menteri Pertanian telah menindak lanjuti UU dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 40 Tahun 2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian, namun Permentan ini masih belum spesifik dan operasional.

Page 278: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

266 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Berdasarkan Surat Menteri BUMN Nomor S-586/MBU/09/2015 tanggal 21 September 2019, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo ditugaskan sebagai perusahaan BUMN pelaksana AUTP, tetapi surat menteri ini legalitasnya belum cukup kuat. Kurang kuatnya dasar hukum penugasan BUMN pelaksana AUTP berdampak pada pelaksanaan dan keberlanjutan program asuransi pertanian tersebut. Penguatan legalitas (peraturan) untuk penugasan BUMN pelaksana (saat ini Jasindo), seperti Peraturan Presiden (Perpres), sangat diperlukan agar AUTP dapat diimplementasikan secara optimal.

Peraturan ini penting untuk memberikan kepastian bagi Jasindo dalam menjalankan AUTP dan keberlanjutan program, meskipun menteri pertanian mengalami pergantian. Legalitas ini juga diperlukan Jasindo sebagai jaminan mengingat perusahaan ini harus melakukan investasi (SDM, Kantor) dalam melaksanakan AUTP di daerah-daerah yang menjadi lokasi asuransi.

2. Memperbaiki Sistem Tata Kelola dan Pedoman Umum Agar Lebih OperasionalSistem tata kelola AUTP yang tercantum dalam Pedum disusun

secara umum oleh Kementerian Pertanian (Kementan) agar lebih fleksibel dalam pelaksanaannya di lapangan. Tetapi, panduan yang masih sangat umum ini seringkali menimbulkan multi tafsir dan kekurang jelasan dalam implementasinya oleh pemerintah daerah (Pemda) di tingkat Provinsi, Kabupaten dan tingkat Kecamatan/UPTD/ POPT).

Hasil penelitian menginformasikan adanya missing link antara Pedum yang dibuat oleh Kementan di tingkat pusat dan dilaksanakan oleh pemda di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan grass root. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya memperbaiki dan/atau melengkapi Pedum agar lebih jelas dan operasional di lapangan, seperti:a. Menyusun petunjuk pelaksana dan teknis (juklak dan juknis)

untuk setiap komponen pelaksana (sosialisasi, kepesertaan asuransi, proses klaim ganti rugi) di tingkat kabupaten dan kecamatan.

b. Mengevaluasi struktur pelaksana asuransi dan menyusun pedoman teknis terkait pembagian tugas, fungsi dan tanggung

Page 279: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

267Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

jawab Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan Pemda di tingkat kabupaten (Dinas Pertanian dan Bappeda) dan tingkat kecamatan (UPTD, penyuluh, dan POPT)

c. Mewajibkan adanya desk/posko AUTP di tingkat kecamatan (lapangan) di dalam Pedum.

Penelitian ini juga merekomendasikan pentingnya melakukan evaluasi sistem tata kelola pelaksanaan AUTP agar dapat menarik minat petani untuk menjadi peserta asuransi. Hasil penelitian mengindikasikan minimnya minat petani untuk menjadi peserta asuransi erat kaitannya dengan kurangnya sosialisasi dan terbatasnya cara dan pendekatan yang dilakukan oleh pelaksana asuransi dalam mempromosikan pentingnya petani mengikuti asuransi.

Selain itu, keberlanjutan kepesertaan petani yang telah mengikuti asuransi juga masih terbatas, antara lain disebabkan oleh rumit dan lamanya pengurusan klaim asuransi ketika mereka mengalami bencana atau serangan OPT. Sistem tata kelola terkait dengan sosialisasi, kepesertaan petani dan proses klaim yang jelas dan cepat menjadi sangat penting bagi keberlangsungan pelaksanaan AUTP kedepan.

3. Memperkuat Sistem Perencanaan dan Penganggaran Kejelasan sistem yang dituangkan dalam skema pengganggaran

program AUTP sangat diperlukan untuk pengembangan dan keberlanjutan asuransi petani. Skema premi AUTP yang bersumber dari dana APBN (melalui Kementerian Pertanian) berupa premi asuransi sebesar 80 persen (Rp144 ribu per hektar) dari total premi peserta AUTP masih belum jelas apakah masuk dalam kategori bantuan atau subsidi. Kejelasan ini sangat penting karena adanya perbedaan antara Kementan dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menurut Kementan (UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pembiayaan Petani) pembayaran premi sementara pemerintah dialokasikan sebagai subsidi. Namun, kedepan subsidi perlu dikurangi secara bertahap.

Oleh karena itu, skema pembayaran premi asuransi pertanian sebaiknya dimasukan dalam kategori bantuan yang dikelola oleh

Page 280: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

268 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Kementan. Dengan demikian, Kementan dapat mengontrol dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan AUTP.

Pengalokasian anggaran premi sangat tergantung pada kebijakan Menteri Pertanian. Saat ini Kementan telah menganggarkan dana AUTP sebesar Rp. 144 miliar per tahun. Jumlah anggaran premi tahun-tahun mendatang idealnya terus meningkat meskipun adanya pergantian Menteri Pertanian.

Selain kejelasan skema penganggaran bantuan premi, landasan data yang digunakan untuk mengalokasikan anggaran juga harus jelas. Alokasi anggaran apakah berbasis data petani dengan luas lahan maksimal 2 hektar (sesuai dengan persyaratan petani peserta asuransi) atau berdasarkan basis data lainnya? Kalau menggunakan data petani dengan luas lahan maksimal 2 hektar, sumber datanya darimana? Karena sampai saat ini data based petani ini belum tersedia. Alokasi anggaran premi AUTP apakah berbasis target dari Kementan yaitu lahan seluas satu (1) juta hektar? Bagaimana penentuan target satu juta hektar tersebut? Apa landasannya?

Penentuan landasan data perhitungan alokasi anggaran ini sangat penting untuk mengetahui data dasar banyaknya petani yang memenuhi syarat menjadi peserta AUTP, melakukan kegiatan monitoring perkembangan jumlah peserta, dan menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan AUTP di tingkat daerah dan pusat.

Kejelasan skema penganggaran bantuan premi juga sangat diperlukan mengingat selain anggaran dari APBN, beberapa daerah juga telah mengalokasikan anggaran APBD untuk pembayaran bantuan premi. Kejelasan dan keterpaduan antara skema penganggaran dari dana APBN dan APBD sangat penting untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AUTP dan perluasan jangkauan peserta asuransi. Perluasan jangkauan sangat diperlukan mengingat risiko kegagalan petani semakin tinggi dengan semakin tingginya frekuensi bencana ekologis atau hidro-meteorologi (banjir, kekeringan) terkait dengan perubahan iklim atau cuaca ekstrim yang berimplikasi pada meningkatnya kejadian bencana dan OPT.

Di samping itu, hasil penelitian menginformasikan bahwa biaya operasional menjadi salah satu kendala penting dalam pelaksanaan AUTP di tingkat daerah dan lapangan, meskipun biaya operasional ini telah dicantumkan dalam Pedum bersumber dari APBN dan APBD dari sektor pertanian.

Page 281: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

269Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Penyediaan anggaran operasional sangat penting untuk pelaksanaan asuransi, mulai dari kegiatan sosialisasi, pendaftaran peserta (termasuk pulsa, jaringan listrik dan insentif bagi petugas lapangan yang melakukan pendaftaran peserta secara online), proses klaim, monitoring dan evaluasi pelaksanaan AUTP di lapangan.

4. Memperkuat Peran dan Koordinasi Pelaksana Asuransi di Semua Tingkat Peran pelaksana asuransi (pemerintah dan perusahaan/

Jasindo) sangat penting untuk mensukseskan pelaksanaan AUTP. Peran ini ditentukan oleh sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sarana yang diperlukan. Sumber daya pemerintah yang tersedia saat ini masih sangat terbatas, baik jumlah tenaga maupun kapasitas mereka, terutama di tingkat lapangan (kecamatan). Jumlah tenaga UPTD, penyuluh, dan POPT sangat terbatas, padahal masing-masing mempunyai tugas utama yang cukup berat. Kondisi serupa bahkan lebih berat juga terjadi pada perusahaan pelaksana AUTP (Jasindo), staf Jasindo bertanggung jawab pada beberapa kabupaten yang kawasannya sangat luas.

Kebijakan untuk memperkuat peran pelaksana asuransi menjadi sangat penting, terutama dalam kondisi dimana target jumlah peserta asuransi terus meningkat dari waktu ke waktu sesuai dengan target yang telah ditentukan di tingkat nasional. Upaya memperkuat SDM, baik jumlah, kapasitas dan fungsi masing-masing (pemerintah dan perusahaan pelaksana/ Jasindo), dan sarana (jumlah dan jenis, khususnya untuk pendaftaran online, seperti: komputer, listrik, jaringan internet, pulsa) sangat penting dan urgen untuk dilakukan.

Peran pelaksana asuransi dapat dilakukan secara optimal apabila koordinasi antar para pihak, pemerintah (pemerintah pusat dan pemda di tingkat provinsi, kabupaten sampai tingkat desa) dan Jasindo dapat berjalan dengan baik. Upaya memperkuat kerja sama dan koordinasi menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan AUTP. Hal ini dapat dilakukan melalui mekanisme kerja yang jelas dalam tugas dan fungsi masing-masing pelaksana serta komunikasi yang baik antar pihak pelaksana asuransi tersebut.

Page 282: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

270 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

5. Menambah Perusahaan Pelaksana AsuransiHasil SWOT dan TOWS dalam penelitian ini juga menginformasikan

perlunya membuka kesempatan kepada pihak/perusahaan lain untuk turut serta menjadi perusahaan pelaksana, selain perusahaan Jasindo yang telah ditugaskan saat ini. Keterbatasan (jumlah tenaga dan kapasitas) Jasindo berimplikasi pada keterbatasan kegiatan sosialisasi (frekuensi dan pendekatan), peningkatan kepesertaan petani, dan proses serta verifikasi klaim yang diajukan petani. Oleh karena itu kebijakan untuk membuka kesempatan pada pihak/perusahaan asuransi lain atau menambah perusahaan pelaksana akan menjadikan perusahaan asuransi akan lebih kompetitif, sehingga diharapkan dapat meningkatkan jangkauan dan mempercepat verifikasi klaim asuransi petani serta akan memperlancar dan meningkatkan kepersetaan petani dalam program AUTP.

Meningkatkan Kegiatan Sosialisasi Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kegiatan sosialisasi

masih sangat terbatas, padahal kegiatan ini sangat penting untuk menjaring peserta dengan memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi tentang pentingnya petani menjadi peserta asuransi pertanian, manfaat yang diperoleh, syarat dan cara menjadi peserta serta proses mengajukan klaim asuransi dan ganti rugi. Penelitian ini mengemukakan beberapa kebijakan yang perlu dilakukan, antara lain:• Menyusun pedoman teknis sosialisasi untuk a) pelaksana

asuransi secara berjenjang dari pusat ke Dinas Pertanian Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan serta Desa, dan b) calon/potensial peserta asuransi, seperti gapoktan/kelompok tani/petani di tingkat grass roots.

• Pedoman sosialisasi mencakup materi sosialisasi, metode/cara pendekatan dan media yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi. Selain itu, sumber dan alokasi anggaran yang diperlukan untuk operasional kegiatan sosialisasi dan insentif bagi penyelenggara juga harus jelas dan dicantumkan dalam pedoman teknis.

• Kegiatan sosialisasi harus menarik dan bervariasi meggunakan berbagai media, termasuk media cetak, elektronik dan media sosial yang sedang berkembang dan disukai masyarakat/petani

Page 283: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

271Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

saat ini, namun tetap disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, potensi dan minat petani yang akan menjadi peserta asuransi. Penentuan variasi pendekatan sangat penting, menjadi salah satu kunci untuk menarik petani

• Meningkatkan kemampuan pelaksana asuransi, baik pemda maupun Jasindo dalam melakukan sosialisasi. Upaya meningkatkan kemampuan petugas pemerintah dan Jasindo sangat diperlukan agar mereka mempunyai pemahaman tentang AUTP dan variasi metode/cara penyampaian informasi sesuai kebutuhan petani dan potensi daerah.

• Mengoptimalkan peran Jasindo dalam kegiatan dengan cara: a) melakukan kegiatan sosialisasi AUTP secara lebih intensif, b) melengkapi materi sosialisasi agar dapat memberikan pemahaman optimal kepada petani, c) mengembangkan variasi dan inovasi metode penyampaian sosialisasi, dan d) memperbanyak sumber informasi sosialisasi, termasuk website dan media sosial, poster/leaflet dan media lainnya.

• Melibatkan peran pemerintahan desa dalam kegiatan AUTP, terutama untuk menarik minat dan meningkatkan pemahaman petani tentang asuransi pertanian. Pemerintahan desa dapat berperan penting dan aktif dalam melakukan sosialisasi AUTP dan monitoring agar kegiatan asuransi berjalan lancar dan berkembang di wilayahnya.

• Meningkatkan peran kelompok tani/gapoktan dan modal sosial petani (kelompok pengajian, kelompok pemuda, ibu-ibu tani, dan lain-lain) untuk memperluas dan mengintensifkan sosialisasi, baik cakupan wilayah maupun frekuensi kegiatan. Penguatan peran petani dan modal sosial petani penting untuk menjadikan petani sebagai subjek dalam program AUTP, bukan hanya sebagai objek dalam asuransi pertanian.

• Meningkatkan pemahaman petani/ kelompok tani/gapoktan mengenai asuransi (manfaat, persyaratan, cara pendaftaran, pembayaran iuran dan penerimaan premi serta proses klaim dan ganti rugi).

Meningkatkan Jumlah Kepesertaan AsuransiHasil analisis menggungkapkan bahwa keberlanjutan dan

peningkatan jumlah peserta asuransi pertanian masih menjadi

Page 284: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

272 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

tantangan yang perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan AUTP. Beberapa kebijakan yang perlu dilakukan, antara lain:• Menentukan persyaratan petani menjadi peserta asuransi,

apakah petani pemilik atau petani penggarap atau pemilik dan penggarap yang mengusahakan lahan maksimal 2 hektar bagi peserta yang mendapat bantuan premi dan lebih dari 2 hektar bagi peserta yang mandiri (tidak mendapat bantuan premi). Persyaratan peserta asuransi ini harus dicantumkan dalam peraturan menteri pertanian (Permentan) agar mempunyai legalitas yang kuat dan mempermudah dalam proses klaim dan ganti rugi.

• Mengoptimalkan peran pemda dan Jasindo untuk meningkatkan jumlah kepesertaan petani sesuai dengan target dan alokasi anggaran premi. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui: (a) membuat data based petani dengan lahan maksimum 2 hektar (sesuai dengan persyaratan peserta asuransi pertanian) yang menjadi peserta dan belum (berpotensi) menjadi peserta asuransi. Penyusunan data based dilakukan dengan kolaborasi atau memanfaatkan data based petani atau kartu tani yang sudah ada, (b) mengintegrasikan program asuransi petani dengan program pertanian lainnya yang dilakukan secara rutin setiap tahun/musim tanam, seperti pupuk bersubsidi, bibit bersubsidi dan bantuan rutin lainnya, (c) meningkatkan kemampuan staf pemda, khususnya tingkat kecamatan untuk melakukan pendaftaran peserta secara online, misalnya “on-job training”, dan (d) memaksimalkan implementasi kebijakan pendaftaran online (menyediakan sarana peralatan/komputer, jaringan listrik, pulsa internet) dan insentif petugas pendaftaran. Data based peserta asuransi pertanian by name dan by address dan peta risiko diperlukan agar peserta asuransi tepat sasaran dan tertib administrasi (konsistensi antara lahan yang diklaim dan penerima klaim ganti rugi). Hal ini penting untuk menjaga akuntabilitas penggunaan anggaran ganti rugi yang dikeluarkan oleh pemerintah (sebanyak 80 persen dari total premi peserta asuransi).

• Jumlah peserta AUTP untuk daerah endemis sebaiknya lebih dari 20 persen. Upaya ini penting mengingat minat petani di daerah endemis untuk menjadi peserta asuransi jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani di daerah yang non-endemis.

Page 285: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

273Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

• Mengevaluasi besaran premi untuk lokasi endemis dan non-endemis. Hasil penelitian menginformasikan bahwa petani di daerah endemis bersedia membayar premi asuransi lebih mahal dari premi normal (Rp 36 ribu/ha) dikarenakan padi sawah/ladang mereka mempunyai risiko kegagalan yang tinggi. Sebaliknya, petani di daerah non-endemis mempunyai minat yang rendah untuk menjadi peserta asuransi karena mereka kurang mendapat manfaat dari keikutsertaannya dalam asuransi, karena itu mereka masih belum berminat untuk ikut asuransi, apalagi harus membayar premi sebesar Rp 36 ribu/ha.

• Meningkatkan peran kelompok tani/gapoktan dan modal sosial petani (kelompok pengajian, kelompok pemuda, ibu-ibu tani, dan lainnya) untuk meningkatkan minat dan keikutsertaan petani dalam program asuransi.

Mengefektifkan Proses Klaim Asuransi Kebijakan untuk memperbaiki dan/atau menyederhanakan klaim

asuransi sangat diperlukan untuk keberlanjutan pelaksanaan AUTP. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses klaim menurut petani cukup berbelit dan membutuhkan waktu yang lama, padahal petani di daerah yang frekuensi tanamnya dua-tiga kali per tahun (seperti Subang dan Indramayu di Jawa Barat) mempunyai waktu yang sangat terbatas karena mereka sudah harus mengolah lahan dan menanam kembali setelah terjadinya bencana yang mengganggu kegiatan dan produksi padi mereka. Selain itu, beberapa jenis OPT juga memerlukan penanganan segera agar tidak meluas ke lahan di sekitarnya.

Penelitian ini mengemukakan beberapa upaya untuk mengatasi permasalahan klaim ganti rugi, antara lain:• Memberbaiki/menyederhanakan prosedur klaim, verifikasi,

dan ganti rugi. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu: a) verifikasi keabsahan foto “open camera” cukup dilakukan oleh lembaga berwenang terdekat, seperti Kepala Desa atau Kepala UPTD, tidak perlu menunggu dari pihak Jasindo yang cakupan wilayahnya sangat luas meliputi beberapa kabupaten padahal jumlah tenaganya terbatas, dan b) menyesuaikan dengan karakteristik penyebab kerusakan, verifikasi cukup dilakukan oleh POPT untuk kerusakan akibat ledakan OPT, dan diketahui oleh Kepala Desa atau Kepala UPTD/POPT kecamatan setempat.

Page 286: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

274 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

• Menyusun panduan teknis verifikasi yang lebih operasional agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama. Upaya ini penting dilakukan karena kadangkala terjadi perbedaan hasil verifikasi antara POTP dan Jasindo.

• Mengevaluasi persyaratan kerusakan (75 persen) untuk penerimaan klaim kerugian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kerusakan 75 persen itu terlalu tinggi bagi petani, karena itu diharapkan adanya penurunan persyaratan kerusakan sampai dengan 50 persen untuk mendapatkan klaim kerugian dengan besaran yang bergradasi. Sebagai contoh, kerusakan 75 persen atau lebih akan mendapat ganti rugi Rp 6 juta/ha, kerusakan 65-74 persen mendapat ganti rudi Rp 3 juta/ha, dan kerusakan 50-64 persen mendapat ganti rugi Rp 1,5 juta/ha.

• Meningkatkan jumlah dan kapasitas staf pemda (khususnya tingkat kecamatan) dan Jasindo yang bertanggung jawab dalam proses klaim. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai pelatihan teknis untuk meningkatkan kapasitas pemda dan Jasindo di lapangan, termasuk penanganan proses klaim ganti rugi petani.

IV. PENUTUP Asuransi pertanian yang bertujuan melindungi petani

merupakan amanat UU No. 19 Tahun 2013 yang harus dijalankan oleh pemerintah dan berbagai pemangku kebijakan lainnya. Pemerintah, terutama dipimpin oleh Kementerian Pertanian, telah berusaha menjalankan AUTP melalui dua tahapan, yaitu tahap uji coba 2012-2015 dan tahap implementasi 2016-sekarang.

Namun, berdasarkan hasil identifikasi dan analisis yang dilakukan, masih banyak persoalan dalam impelementasinya. Persoalan dikelompokan ke dalam empat persoalan utama, yaitu pengelolaan, sosialisasi, kepesertaan, dan klaim asuransi. Salah satu penyebab utama dari munculnya berbagai permasalahan tersebut adalah belum adanya Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden sebagai aturan turunan UU yang mengatur lebih detail implementasi asuransi pertanian.

Makalah kebijakan yang dilengkapi dengan empat tawaran alternatif kebijakan ini, yaitu (a) pengoptimalan program asuransi pertanian, (b) peningkatan kegiatan sosialisasi, (c) peningkatan

Page 287: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

275Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

jumlah kepesertaan asuransi, dan (d) pengefektifan proses klaim asuransi, diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan ilmiah bagi penguatan AUTP, termasuk menjadi landasan akademik penyusunan PP atau Perpres.

Acknowledgment

Kajian ini merupakan bagian dari penelitian “Resiliensi Penduduk Menghadapi Perubahan Lingkungan dan Bencana di Era Globalisasi (2015-2019)” dengan pendanaan penuh dari LIPI. Makalah ini ditulis ulang dengan penyesuaian dari policy paper yang berjudul Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) untuk Perlindungan Petani dan Usaha Tani yang Berkelanjutan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama seluruh anggota tim penelitian, yang telah membantu pelaksanaan kajian dan penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim AY, Hidayati D, Putri IAP, Prasojo AP, Yogaswara HY. (2019). Community Resilience in Dealing with Flood and Haze in Jambi Province, Indonesia. Proceeding Book Vol 1 The 6th Annual Scientific Meeting on Disaster Research 2019 International Conference on Disaster Management in Bogor, 18-19 June 2019: 147-159

Adithya M, Daryanto A, Sahara. (2016). Analysis of Implementation of Rice Farming Insurance: Case in Indonesia. Developing Country Studies Vol. 6, No. 10: 113-118.

Aslan I, Cinar O, Kumikaite V. (2012). Creating Strategies from TOWS Matrix for Strategies Sustainable Development of KIPAS Group. Journal of Business Economics and Management Vol 13(1): 95-110. doi:10.3846/16111699.2011.620134

Page 288: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

276 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

BKF-Kemenkeu. (2013). Agriculture Insurance in Indonesia – Opportunities and Challenges. Presented at COP 19 Japan Pavilion, Warsaw-Poland, 16 Nov 2013.

Ditjen PSP-Kementan. (2019a). Pedoman Bantuan Premi AUTP Direktorat Pembiayaan Pertanian. Jakarta: Ditjen PSP-Kementan.

______. (2019b). Laporan Kinerja TA 2018. Jakarta: Ditjen PSP-Kementan.

_____. (2017). Laporan Kinerja Direktorat Pembiayaan Pertanian TA 2016. Jakarta: Ditjen PSP-Kementan.

_____. (2018a). Laporan Kinerja TA 2017. Jakarta: Ditjen PSP-Kementan

_____. (2018b). Laporan Kinerja Direktorat Pembiayaan Pertanian TA 2017. Jakarta: Ditjen PSP-Kementan

DPR-RI. (2010). Naskah Akademik Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Jakarta: Setjen dan BK DPR RI.

Fadliani Z. (2016). The Impact of Crop Insurance on Indonesian Rice Production. Theses and Dissertations. 1773.

Insyafiah, Wardhani I. (2014). Kajian Persiapan Implementasi Asuransi Pertanian Secara Nasional. Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal-Kemenkeu.

JICA, (2018). Final Report of Preparation Survey for BOP Business on Weather Index Insurance in Agricultural Sector in Indonesia. Tokyo: JICA, RESTEC, NARO.

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 30/Kpts/SR.210/B/2018 tentang Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).

KPK. (2017). Laporan Hasil Kajian Kebijakan Subsidi di Bidang Pertanian. Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengembangan, KPK.

Lopulisa, O., Rismaneswati., Ramlan A., & Suryani I. (2018). The emerging roles of agricultural insurance and farmers cooperatives on sustainable rice productions in Indonesia. IOP Conference Series Earth and Environmental Science 157(1):012070. DOI:10.1088/1755-1315/157/1/012070

Page 289: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

277Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

MoE Japan. (2018). Implementing Adaptation Measures: Rice Crop Pilot Project in Indonesia. Tokyo: MoE Japan

OJK. (2019). Asuransi Usaha Tani Padi, Asuransi Usaha Ternak, Asuransi Perikanan Pembudidaya Ikan, dan Asuransi Nelayan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan.

Pasaribu SM. (2010). Developing rice farm insurance in Indonesia. Agriculture and Agricultural Science Proceedia Vol 1 2010: 33-41. https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2010.09.005

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/ SR.230/7/2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian

Permen Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 jo Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah

Putri I A P P, Hidayati D, Yogaswara H, dan Abdurrahim AY. (2017). Kapasitas Penduduk dalam Merespons Perubahan Lingkungan dan Bencana. Jakarta: Pusat Penelitian Kependudukan .

Sulaiman AA, Candradijaya A, Syakir M. (2018). Insurance for Farmer Protection: Indonesian Experience. IJDRO – Journal of Agriculture and Research Vol 4, Issue-12: 14-22.

Sulaiman AA, Syahyuti, Sumaryanto, Inounu I. (2018). Asuransi Pengayom Petani (Cetakan ke-2). Jakarta: IAARD Press, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Yogaswara H, Hidayati D, Dalimunthe S A, Ekaputri AD dan Putri IAP. (2015). Pemetaan Kerentanan, Resiko dan Ketahanan Masyarakat. Jakarta: Pusat Penelitian Kependudukann Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Young E, Quinn L. (2002). Writing Effective Public Policy Papers. Budapest: Local Government and Public Service Reform Initiative, Open Society Instittute.

Page 290: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

278 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Lampiran-lampiranTabel Lampiran 1. SWOT Pengelolaan Asuransi (Umum)Internal Strengths (S)

• Keinginan petani meningkatkan produksi

• Kuatnya modal sosial petani • Tingginya kebutuhan petani di

daerah endemis ikut asuransi.

Internal Weaknesses (W)• Masih rendahnya minat utk ikut

asuransi• Terbatasnya informasi dan

pengetahuan tentang asuransi.

External Opportunities (O)• Adanya awareness pemerintah • Tersedianya payung hukum • Adanya pelaksanaan asuransi

di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota

• Adanya BUMN pelaksana asuransi (Jasindo)

• Tersedianya pedum• Meningkatnya target jumlah

peserta• Meningkatnya anggaran asuransi

External Threats (T)• Kurang operasionalnya pedum • Keterbatasan jumlah dan kapasitas

SDM pemerintah & Jasindo• Kurang jelasnya pembagian tugas

dan tanggung jawab • Ketergantungan pada satu

perusahaan asuransi • Tidak adanya desk/posko di

lapangan• Terbatasnya anggaran operasional

di lapangan• Kurang dilibatkannya pemerintah

desa

Page 291: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

279Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Tabel Lampiran 2. TOWS Pengelolaan Asuransi (Umum)Opportunities (O) Threats (T)

Stre

ngth

s (S)

S-O• Mengoptimalkan payung hukum

dalam kebijakan asuransi • Mengoptimalkan program

asuransi untuk mengurangi kerentanan

• Memperkuat peran dan koordinasi pelaksana asuransi

• Meningkatkan jumlah peserta asuransi sesuai target

S-T• Perbaikan pedum yang lebih

operasional (juklak/juknis, informasi yang mudah dipahami, & desk/posko di lapangan)

• Memperkuat sumberdaya (SDM & sarana)

• Membuka kesempatan kepada pihak lain untuk menjadi perusahaan pelaksana.

• Menyediakan anggaran operasional di semua tingkatan.

• Menyusun sistem pengelolaan anggaran khusus yang sesuai waktu tanam

Wea

knes

ses (

W)

W-O• Meningkatkan (peluang)

awareness pemerintah untuk mendukung pelaksanaan asuransi

• Mengoptimalkan peran pemerintah dan perusahaan asuransi dalam meningkatkan kegiatan sosialisasi

W-T• Menyusun pedoman teknis:

- Sosialisasi (meliputi metode, konten, insentif, dan anggaran)

- Pedoman teknis pembagian tugas dan tanggung jawab di tingkat kecamatan: antara UPTD, penyuluh, dan POPT

• Memperbaiki tata kelola asuransi, termasuk proses klaim

• Melibatkan peran pemerintahan desa

Page 292: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

280 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Tabel Lampiran 3. SWOT Sosialisasi AsuransiInternal Strengths (S)

• Tingginya kebutuhan petani terhadap informasi asuransi

• Terbiasanya petani menerima penyuluhan

• Adanya tradisi “ketok-tular” • Adanya kebiasan petani yang

meniru kesuksesan petani lain.

Internal Weaknesses (W)• Minimnya peserta sosialisasi• Minimnya pemahaman petani.

External Opportunities (O)• Adanya cabang/perwakilan Jasindo

di tingkat wilayah • Adanya kelembagaan pemerintah

di tiap tingkatan• Adanya staf lapangan UPTD, PPL,

dan POPT di tiap kecamatan

External Threats (T)• Terbatasnya kemampuan dan

jangkauan sosialisasi• Kurang fokusnya sosialisasi akibat

digabung dengan kegiatan lain.• Kurangnya frekuensi, monotonnya

metode, dan terbatasnya materi sosialisasi

• Terbatasnya sumber informasi

Page 293: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

281Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Tabel Lampiran 4. TWOS Sosialisasi Asuransi Opportunities (O) Threats (T)

Stre

ngth

s (S)

S-O• Mengoptimalkan peran

pemerintah dan Jasindo dalam sosialisasi

• Mengoptimalkan keterlibatan petani/kelompok tani dalam sosialisasi

S-T• Meningkatkan kemampuan dan

jangkauan sosialisasi• Melakukan kegiatan sosialisasi

khusus yang fokus pada asuransi.

Wea

knes

ses (

W)

W-O• Mengoptimalkan peran

pemerintah dan Jasindo dalam meningkatkan jumlah dan pemahaman petani.

W-T• Meningkatkan pemahaman

petani • Mengembangkan variasi dan

inovasi metode penyampaian • Memperkaya materi sosialisasi

yang mudah dipahami• Memperbanyak variasi sumber

penyampaian (website, media sosial khusus, poster, dll)

Page 294: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

282 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Tabel Lampiram 5. SWOT Kepesertaan AsuransiInternal Strengths (S)

• Keinginan kuat terwujudnya keberlanjutan produksi

• Kuatnya modal sosial petani • Tingginya kebutuhan petani di

daerah endemis utk ikut asuransi

Internal Weaknesses (W)• Rendahnya minat, kecuali di

lokasi endemis yang pernah mendapatkan ganti rugi

• Terbatasnya petani yg terpapar promosi asuransi

• Rendahnya keberlanjutan kepesertaan

• Pengalaman penolakan • Keengganan petani membayar

premi karena menganggap sebagai bantuan.

• Tidak terasanya manfaat, terutama bagi petani yg sawahnya tidak bermasalah

External Opportunities (O)• Tingginya semangat untuk

melindungi petani • Peningkatan target peserta dan

anggaran • Proporsi lokasi: 80% non-endemis

dan 20% endemis • Kebijakan daerah bantuan alsintan

(untuk mendapat bantuan petani harus menjadi peserta asuransi) → tidak kontinyu

• Bantuan pupuk bersubsidi yang kontinyu

• Adanya Kartu Tani yang didasarkan pada data based

• Kebijakan pendaftaran online • Tingginya komitmen Jasindo untuk

memberikan pelatihan pendaftaran online

External Threats (T)• Tidak tercapainya target jumlah

peserta.• Terbatasnya kemampuan menarik

minat petani • Terbatasnya kemampuan staf

pemerintah dalam melakukan pendaftaran peserta secara online

• Terbatasnya sarana (peralatan/komputer, jaringan dan pulsa internet) dan insentif petugas pendaftaran.

Page 295: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

283Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Tabel Lampiran 6. TOWS Kepesertaan AsuransiOpportunities (O) Threats (T)

Stre

ngth

s (S)

S-O• Mengawinkan kebijakan

asuransi dan kartu tani’ untuk meningkatkan jumlah peserta asuransi

• Memperluas coverage kepesertaan asuransi untuk daerah endemis

• Memanfaatkan modal sosial untuk meningkatkan jumlah peserta asuransi

S-T• Meningkatkan peran modal

sosial petani untuk memperluas sosialisasi (frekuensi, cakupan wilayah)

• Meningkatkan kepesertaan petani terutama di lokasi endemis

Wea

knes

ses (

W)

W-O• Mengoptimalkan peran

pemerintah dan Jasindo untuk meningkatkan jumlah peserta sesuai target

• Mengintegrasikan program Kartu Tani, pupuk bersubsidi, dan bantuan rutin lainnya dengan asuransi.

• Memaksimalkan pendaftaran online

• Mengevaluasi besaran premi (endemis harus lebih mahal dari non-endemis).

W-T• Meningkatkan kemampuan

pemerintah dan Jasindo dalam menarik minat petani

• Meningkatkan kemampuan staf pemerintah dalam proses pendaftaran online, misalnya “on-job training”

• Menyediakan sarana (peralatan/komputer, jaringan, pulsa internet) dan insentif petugas pendaftaran

Page 296: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

284 Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy)

Tabel Lampiran 7. SWOT Klaim AsuransiInternal Strengths (S)

• Keinginan petani untuk mengikuti prosedur

• Tingginya keinginan petani di daerah endemis untuk mengurangi risiko, meskipun harus membayar premi lebih mahal

Internal Weaknesses (W)• Pengalaman penolakan klaim

asuransi• Beratnya persyaratan kerusakan

untuk menerima klaim kerugian (75% kerusakan)

• Lama dan berbelitnya proses klaim• Kebutuhan untuk segera kembali

mengolah sawah yang masih dalam proses verifikasi klaim

• Perbedaan persepsi petani terhadap hasil verifikasi dan ganti rugi

• Munculnya ketidakpercayaan petani terhadap asuransi

External Opportunities (O)• Adanya sistem/prosedur klaim

dalam pedum- Persyaratan kerusakan yang

berhak menerima klaim - Prosedur verifikasi kerusakan

oleh POPT dan Jasindo

External Threats (T)• Terbatasnya staf pemerintah dan

Jasindo yang bertanggung jawab dalam proses klaim.

• Adanya perbedaan hasil verifikasi kerusakan antara POPT dan Jasindo

Page 297: KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI EVIDENCE-BASED POLICY UNTUK ... · Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-based Policy) iiiKata Pengantar KATA PENGANTAR Pada akhir tahun 1990-an, pembuatan kebijakan

285Deny Hidayati, dkk.

Penguatan Asuransi Usaha Tani Padi

Tabel 9. TOWS Klaim Asuransi Opportunities (O) Threats (T)

Stre

ngth

s (S)

S-O• Memberbaiki/menyederhanakan

prosedur klaim, verifikasi, dan ganti rugi

• Membedakan prosedur untuk sawah di lokasi endemis dan non-endemis (premi di lokasi endemis lebih mahal karena risikonya lebih tinggi)

S-T • Meningkatkan jumlah dan

kapasitas staf pemerintah dan Jasindo yang bertanggung jawab dalam proses klaim.

• Menyusun panduan teknis verifikasi yang lebih operasional agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama.

Wea

knes

ses (

W)

W-O• Mengevaluasi persyaratan

kerusakan untuk penerimaan klaim kerugian

• Menyederhanakan prosedur proses klaim (misal, sesuaikan dengan karakteristik penyebab kerusakan, verifikasi cukup dilakukan oleh POPT untuk kerusakan akibat ledakan OPT, verifikasi keabsahan foto “open camera” cukup dilakukan oleh lembaga berwenang terdekat: kades & UPTD).

W-T• Menurunkan persyaratan

kerusakan (menjadi < 75% kerusakan à harapan petani s.d. 50%)

• Menyelenggarakan berbagai pelatihan teknis