Kebiasaan makan remaja

37
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Remaja Definisi dari remaja menurut Sarwono (2001) adalah individu yang berumur antara 10-20 tahun. Adapula tahapan perkembangan remaja yaitu remaja awal (12 - 14 tahun), remaja tengah (15 - 17 tahun) dan remaja lanjut (18 - 21 tahun) (Gunarsa, 1991). Sedangkan tahapan perkembangan pada remaja menurut Robert dan Williams (2000), bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan remaja, yaitu 1. Remaja Awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun, suka membandingkan diri dengan orang lain, sangat mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan lebih senang bergaul dengan teman sejenis. 2. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia 15 -19 tahun, lebih nyaman dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan jenis, serta mengembangkan rencana masa depan. 3. Remaja Akhir (late adolescence) : usia 20 – 24 tahun, mulai memisahkan diri dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya tidak penting, berteman dengan lawan jenis secara dekat lebih penting, serta lebih fokus pada rencana karir masa depan (Robert dan Williams, 2000). Arisman (2004) menyatakan puncak pertambahan berat dan tinggi badan wanita tercapai pada usia masing-masing 11,9 tahun dan 12,1 tahun, sementara pria pada usia 14,3 dan 14,1 tahun. Laju pertumbuhan anak, hampir sama cepatnya Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Transcript of Kebiasaan makan remaja

Page 1: Kebiasaan makan remaja

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Remaja

Definisi dari remaja menurut Sarwono (2001) adalah individu yang berumur

antara 10-20 tahun. Adapula tahapan perkembangan remaja yaitu remaja awal (12 -

14 tahun), remaja tengah (15 - 17 tahun) dan remaja lanjut (18 - 21 tahun) (Gunarsa,

1991).

Sedangkan tahapan perkembangan pada remaja menurut Robert dan Williams

(2000), bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan remaja, yaitu

1. Remaja Awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun, suka membandingkan

diri dengan orang lain, sangat mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan

lebih senang bergaul dengan teman sejenis.

2. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia 15 -19 tahun, lebih nyaman

dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan

jenis, serta mengembangkan rencana masa depan.

3. Remaja Akhir (late adolescence) : usia 20 – 24 tahun, mulai memisahkan diri

dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya

tidak penting, berteman dengan lawan jenis secara dekat lebih penting, serta

lebih fokus pada rencana karir masa depan (Robert dan Williams, 2000).

Arisman (2004) menyatakan puncak pertambahan berat dan tinggi badan

wanita tercapai pada usia masing-masing 11,9 tahun dan 12,1 tahun, sementara pria

pada usia 14,3 dan 14,1 tahun. Laju pertumbuhan anak, hampir sama cepatnya

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 2: Kebiasaan makan remaja

13

sampai pada usia 9 tahun. Antara usia 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan

mengalami percepatan terlebih dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan

menjelang usia reproduksi, sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua tahun

kemudian.

2.2 Gizi Remaja

Remaja memerlukan makanan yang mengadung zat gizi untuk hidup,

tumbuh, berkembang, bergerak dan memelihara kesehatannya. Status gizi seseorang

dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi serta pola hidup yang biasa

dilakukannya setiap hari. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan

dalam bentuk variabel tertentu pada seseorang (Supariasa, 2002).

Masalah gizi remaja sangatlah rentan dan harus segera dilakukan upaya

pencegahan dan tetap dilakukan intervensi. Ada 3 alasan yang mendukung

pernyataan bahwa gizi remaja termasuk dalam kelompok yang rentan, yaitu :

1. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan

zat gizi yang lebih banyak

2. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan

energi dan zat gizi.

3. Kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat-

obatan, akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan, serta ada pula remaja

yan makan secara berlebihan sehingga terjadilah obesitas (Arisman, 2004).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 3: Kebiasaan makan remaja

14

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada

Recommended Dietary Allowances (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG)

(Arisman, 2004). Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reference

values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan

asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan

zat gizi (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004).

Perubahan komposisi tubuh mempengaruhi kebutuhan gizi pada remaja, baik

pada laki-laki maupun perempuan sama-sama membutuhkan banyak energi dan zat-

zat gizi esensial untuk menopang pertumbuhan dan aktivitas fisik. Akan tetapi,

remaja laki-laki membutuhkan lebih banyak zat-zat gizi dibandingkan remaja

perempuan karena adanya perbedaan dalam jenis kegiatan, pengaruh hormonal serta

susunan tubuh sehingga kebutuhan RDA pada laki-laki lebih banyak daripada

perempuan. Pada tabel dapat dilihat kebutuhan gizi remaja laki-laki dan perempuan

berdasarkan umur.

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi dan Protein Yang dianjurkan

untuk Kelompok Umur 10 samapi 17 tahun. Jenis

Kelamin

Umur

(tahun)

Berat

(Kg)

Tinggi

(cm)

Energi

(kkal)

Protein

(gr)

Laki-laki 13-15

16-18

45

55

150

160

2400

2500

60

65

Wanita 13-15

16-18

48

50

153

154

2350

2200

49

51

Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2005

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 4: Kebiasaan makan remaja

15

Sedangkan untuk konsumsi karbohidrat dianjurkan 50-60% dari kecukupan

energi yang diajurkan (Depkes, 2002). Konsumsi lemak tidak melebihi 30% dari

total energi yang dianjurkan (Soedjiningsih, 2004).

2.3. Penilaian Status Gizi

Konsep penilaian status gizi lebih sekedar evaluasi dari status gizi, tetapi

merupakan proses yang komprehensif untuk mengidentifikasi risiko gizi pada

individu dan suatu kelompok masyarakat serta perencanaan, implementasi dan

evaluasi gizi yang tepat bagi mereka (Simko, 1995). Penilaian status gizi dapat

dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu :

a. Antropometri digunakan untuk pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

b. Klinis merupakan metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang

terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.

c. Biokimia dengan cara memeriksa spesimen yang diuji laboratoris yang dilakukan

pada berbagai macam jaringan tubuh.

d. Biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi (khusnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan

(Supariasa, 2002)

Penilaian status gizi secara tidak langsung biasanya digunakan untuk menilai

status gizi masyarakat. Penilaian status gizi ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu :survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengukuran dengan survei

konsumsi makanan metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 5: Kebiasaan makan remaja

16

gizi yang dikonsumsi. Statistik vital adalah dengan menganalisa data beberapa

statistik kesehatan sedangkan penilaian dengan faktor ekologi merupakan penilaian

yang memperhitungkan faktor-faktor seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain

(Supariasa, 2002).

2.3.1. Antropometri Remaja

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi,

maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002).

Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah berat badan dan

tinggi badan. Indikator antropometri ini terdiri dari tiga indikator, yaitu berat badan

menurut (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran

massa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam

keadaan normal, apabila kesehatan dalam keadaan baik terjadi keseimbangan antara

konsumsi dan kebutuhan zat gizi, maka berat badan akan berkembang mengikuti

pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan yang abnormal, ada dua kemungkinan

perkembangan yang terjadi pada berat badan ini, maka indeks berat badan menurut

umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi dan indeks BB/U ini

lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status)

(Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 6: Kebiasaan makan remaja

17

Kelebihan indeks BB/U antara lain :

1. Lebih mudan dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum

2. Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronik

3. Berat badan dapat berfluktuasi

4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil

5. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight) (Supariasa, 2002)

Kelemahan indeks BB/U antara lain :

1. Dapat mengakibatkan intepretasi status gizi yang keliru apabila terdapat edema

atau asites

2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit

ditaksir secara tepat karena pencatatan umur belum baik.

3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima

tahun

4. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan anak pada saat penimbangan

5. secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya

setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena

dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya (Supariasa, 2002).

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang dapat menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiiring dengan

pertamabahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. (Supariasa,

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 7: Kebiasaan makan remaja

18

2002). Berdasarkan karakteristik diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi

masa lalu.

Kelebihan indeks TB/U antara lain :

1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa (Supariasa,

2002)

Kelemahan indeks TB/U antara lain :

1. tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun

2. Pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan

dua orang untuk melakukannya

3. Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2002).

4. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam hal

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan petumbuhan

tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang

baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks

yang independen terhadap umur (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks BB/TB antara lain :

1. Tidak memerlukan data umur

2. Dapat membedakan proporsi badan yaitu gemuk, normal dan kurus

(Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 8: Kebiasaan makan remaja

19

Kekurangan indeks BB/TB antara lain :

1. Tidak dapat memberi suatu gambaran, apakah anak tersebut tergolong

pendek. Memiliki tinggi badan yang cukup atau tinggi badan yang berlebih

menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan

2. Dalam pratiknya, sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran

panjang/tinggi badan pada kelompok balita.

3. Membutuhkan dua macam alat ukur

4. Pengukuran relatif lama

5. Membutuhkan dua orang untuk melakukan pengukuran

6. Sering terjadi kesalahan hasil dalam melakukan pengukuran, terutama apabila

dilakukan oleh kelompok non-potensial (Supariasa, 2002).

Pada remaja penilaian status gizi dapat dilakukan secara antropometri dengan

menggunakan indeks BB/TB yang dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT)

berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rumus perhitungan IMT adalah dengan

membandingkan berat badan dalam satuan kilo gram dengan kuadrat tinggi badan

dalam meter.

Pada anak/remaja status gizi diperoleh dari perbandingan IMT dan umur. Hal

ini terlihat pada kurva Growth Chart CDC-NCHS.

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Anak/Remaja (CDC-NCHS Tahun 2000)

IMT Status Gizi

< 5th tile Gizi kurang 5 - < 85th tile Gizi normal

≥ 85 - < 95th tile Overweight ≥ 95 th tile Obesitas

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 9: Kebiasaan makan remaja

20

2.4. Gizi Lebih

Di Negara maju masalah yang umum dihadapi ialah obesitas atau kelebihan

gizi yang diakibatkan oleh konsumsi zat gizi yang berlebihan, kurang aktivitas fisik.

Ini biasanya terjadi pada orang-orang yang hidupnya sudah makmur dan kurang bisa

menjaga makanannya (Sediaoetama, 1991)

Menurut Samsudin (1993) yang dimaksud dengan gizi lebih adalah berat

badan yang relatif berlebihan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya, sebagai

akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh.

Dalam status gizi lebih, tubuh sudah kewalahan menampung kelebihan zat gizi,

terutama sumber tenaga. Kelebihan tersebut akhirnya disimpan dalam bentuk lemak

di bawah kulit yang akan mengakibatkan seseorang menjadi gemuk, dan lemak juga

disimpan diantara jaringan tubuh. Lemak yang disimpan di antara jaringan tubuh

akan menimbulkan berbagai permasalahan baru seperti menyempitnya pembuluh

darah dan meningginya tekanan darah (Sediaoetama, 1991). Menurut WHO (1995)

seorang remaja dikatakan gizi lebih bila indeks massa tubuh menurut umur dan jenis

kelamin melebihi 85 persentil.

Selain itu penyebab gangguan pada umunya yaitu pemasukan energi yang

melebihi kebutuhan, tanpa diimbangi dengan penggunaan energi, hal tersebut

berhubungan dengan pola makan yang salah, sebagian besar dipengaruhi oleh gaya

hidup seseorang. Makan lebih banyak dari kebutuhan atau makan tidak seimbang,

dengan kata lain terlalu banyak faktor resiko yang disebabkan oleh makanan yang

dapat menyebabkan gizi lebih (Satoto dkk dalam WKNPG, 1998).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 10: Kebiasaan makan remaja

21

Berdasarkan penjelasan diatas maka pada gilirannya kejadian gizi lebih akan

meningkatkan resiko morbiditas penyakit tidak menular (degeneratif) yang

disebabkan oleh berbagai perilaku kehidupan modern. Perilaku yang dimaksud

menekankan pada kebiasaan pola makan tinggi kalori tinggi lemak dan kolesterol

serta rendah serat (Soekirman, 2000)

2.5. Faktor Penyebab Gizi Lebih

Penyebab gizi lebih secara umum adalah asupan energi yang melebihi

kebutuhan yaitu melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan,

proses tumbuh kembang dan berbagai aktivitas jasmani anak. Kelebihan asupan

makanan merupakan penyebab terpenting dibanding penyebab lainnya (Suyono,

1994).

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi gizi lebih adalah ketersediaan

makanan berenergi tinggi dan rendah serat, aktivitas fisik yang rendah, kurangnya

pengetahuan gizi dan faktor keturunan (Samsudin, 1993)

Menurut Wahlqvist (1997) gizi lebih (obesitas) disebabkan oleh faktor

makanan, faktor aktifitas fisik, faktor hormonal, faktor genetik dan psikologis :

1. Asupan energi yang tinggi

Makanan memang diperlukan untuk kehidupan, selain untuk energi makanan

juga dibutuhkan untuk menganti sel-sel tubuh yang rusak dan pada anak-anak

diperlukan untuk pertumbuhan. Tetapi akan menjadi persoalan jika makanan yang

dikonsumsi melebihi kebutuhan. Kelebihan energi tersebut akan disimpan didalam

tubuh, keadaan demikian yang terus menerus akan mengakibatkan penimbunan

lemak di dalam tubuh semakin banyak sehingga orang akan menjadi gemuk

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 11: Kebiasaan makan remaja

22

2. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi tubuh, jika

asupan kalori berlebihan dan tidak diikuti oleh aktivitas fisik yang tinggi akan

menyebabkan kelebihan berat badan. Aktivitas fisik merupakan salah satu komponen

yang berperan dalam penggunaan energi. Penggunaan energi tiap jenis aktivitas itu

berbeda tergantung dari tipe, lamanya dan berat orang yang melakukan aktivitas

tersebut. Semakin berat aktivitas, semakin lama waktunya dan semakin berat, badan

orang yang melakukannya maka energi yang dikeluarkan pun lebih banyak,

akibatnya kebutuhan energi pun lebih banyak. Aktivitas seperti olah raga jika

dilakukan remaja secara teratur dan cukup takaran akan memberikan keuntungan,

uaitu menjaga kesehatan sepanjang hidup dan mencegah dari penyakit salah makan

(eating disorders) dan obesitas (Guthrie, 1995).

Menurut Hanley et al (2000) tingginya aktivitas fisik memiliki potensi

perlindungan melawan obesitas dengan memelihara keseimbangan energi dan

mencegah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan.

Menurut Depkes (2002) menjelaskan bahwa olahraga yang baik dilakukan

dengan melihat intesitas latihan (frekuensi dan lama latihan). Latihan fisik olahraga

dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu

untuk mempertahankan kesehatan fisik.

Olah raga yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan, dapat

meningkatkan kualitas fisik seseorang. Apabila kualitas fisik meningkat maka

kualitas manusia secara keseluruhan cenderung akan meningkat pula. Hal ini

membuktikan bahwa ada keterkaitan antara kualitas fisik dqan non fisik seperti yang

dinyatakan dalam sebuah istilah klasik ”Mensana In Corpore Sano” yang artinya

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 12: Kebiasaan makan remaja

23

adalah ”di dalam Tubuh yang Sehat terdapat jiwa yang Kuat”. Sejalan dengan itu,

partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga sangat diharapkan guna peningkatan

kualitas kesehatan dan kualitas manusia secara keseluruhan (BPS, 2006)

3. Kelainan Hormon (endokrin)

Penyakit yang menyebabkan kegemukan sebenarnya jarang terjadi, tetapi

kegemukan dapat disebabkan oleh penyakit endokrin atau ganguan hormon. Penyakit

endokrin yang menyebabkan kegemukan adalah hipofungsi kelenjar gondok

(kelenjar Tryroid), mengakibatkan orang menjadi gemuk dan lamban. Penyakit gula

(diabetes mellitus), kegemukan sering dijumpai. Kegemukan dapat merupakan

penyebab atau dapat juga merupakan akibat dari penyakit ini (Suyono, 1994)

4. Faktor Genetik

Faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya obesitas (kegemukan) walaupun

pengaruhnya sendiri sebenarnya belum jelas. Menurut Dietz dalam Penuntun Diit

Anak (2003), kemungkinan seorang anak beresiko menderita obesitas sebesar 80%

jika kedua orang tuanya mengalami obesitas. Sedangkan seorang anak akan beresiko

menderita obesitas sebesar 40% jika salah satu orang tuanya mengalami obesitas.

Anak yang mempinyai bakat gemuk karena faktor genetik akan cepat menjadi

gemuk, apalagi jika lingkungannya pun kondusif, misalnya anak memiliki

lingkungan dengan perilaku makan tinggi energi dan lemak

5. Faktor Emosional/Psikologis

Emosional/psikologis seseorang berhubungan erat dengan rasa lapar dan

nafsu makan. Sejumlah hormon akan disekresi sebagai tanggapan dari keadaan

psikologis, sehingga terjadi peningkatan metabolisme dimana energi akan dipecah

dan digunakan untuk aktivitas fisik. Jika seseorang tidak mempergunakan bahan

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 13: Kebiasaan makan remaja

24

bakar yang telah disediakan, maka tubuh tidak mempunyai alternatif lain sehingga

menyimpannya sebagai lemak. Proses tersebut menyebabkan glukosa darah menurun

sehingga menyebabkan rasa lapar pada orang yang mempunyai tekanan psikologis

(Wirakusumah, 1997 dalam Welis, 2003).

2.6. Faktor –faktor lain yang Berhubungan Dengan Gizi Lebih

2.6.1. Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Modern (Fast Food ) pada

Remaja

Bertram (1975) dalam Hayati (2000) mendefinisikan fast food sebagai

makanan yang dapat disiapkan dan dikonsumsi dalam waktu singkat baik memasak

maupun menyediakan makanan. Fast food merupakan istilah yang mengandung

kedua arti tersebut : pertama, fast food dapat diartikan sebagai makanan yang dapat

disajikan dan dikonsumsi dalam waktu sesingkat mungkin, sedangkan arti kedua

fast food merupakan makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat.

Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena pengaruh budaya

dari luar karena mereka sedang mengalami masa pencaharian identitas diri akibat

proses transisi yang dilalui. Pengaruh yang terjadi bukan hanya tampak pada

penampilan fisik, tetapi juga pada perubahan pola konsumsi makan.

Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia juga bisa

mempengaruhi pola kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah

keatas, restoran fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di

restoran fast food ditawarkan dengan harga yang terjankau dengan kantong mereka,

servisnya cepat, dan jenis makanannya memenuhi selera. Fast food adalah gaya

hidup remaja kota. (Khomsan, 2004).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 14: Kebiasaan makan remaja

25

Salah satu masalah serius yang telah menjadi kecenderungan kebiasaan

makan remaja masa kini adalah mengkonsumsi makanan terolah, seperti ditayangkan

melalui media elektronik terlalu banyak hal yang dilebih-lebihkan. Makanan olahan

(fast food) modern, walaupun dalam iklan di berbagai media diklaim kaya akan

vitamin dan mineral, sebagian besar mengandung tinggi gula dan lemak selain zat

additive yang dapat mengganggu kesehatan. Kegemaran pada makanan cepat saji

modern yang mengandung tinggi kalori bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang

lama, pada akhirnya akan mengarahkan remaja ke perubahan patologis yang terlalu

dini (Arisman, 2004).

keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota

besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat berupa

makanan tradisional Indonesia (seperti restoran Padang) dan makanan barat (seperti

Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken) yang terkenal ayam gorengnya,

disamping jenis makanan yang tidak kalah popular seperti Burger, Pizza, Sandwich

dan sebagainya. Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan

misalnya, pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan

bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat

mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis

fast food, karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan

masyarakat. Bahkan di hari libur pun biasanya banyak keluarga yang memilih

makanan diluar dengan jajanan fast food (Khomsan, 2005).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 15: Kebiasaan makan remaja

26

2.6.2. Pola Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan adalah jenis dan banyak makanan yang dimakan dan

dapatt diukur dengan jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi. Susunan

beragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau kelompok orang disebut pola

konsumsi pangan (Depkes, 1995).

Seorang remaja biasanya telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan

yang ia senangi. Banyak remaja cenderung memiliki kebiasaan makan yang tidak

teratur, tidak makan dirumah dan jajan bersama dengan teman sebayanya yang dalam

banyak hal kurang menguntungkan (Anwar, 2006). Remaja putri malah melewatkan

dua kali waktu makan dan lebih memilih mengkonsumsi makanan yang cenderung

mengandung sedikit zat-zat gizi (Arisman, 2004). Remaja yang banyak

mengkonsumsi makanan jajanan akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang

terkandung dalam makanan jajanan. Sementara zat gizi lain seperti protein, vitamin

dan mineral masih sangat kurang (Khomsan, 2006).

Kebiasaan makan yang salah pada remaja akan mempertinggi resiko

terjadinya gizi lebih. Kebiasaan tersebut meliputi pola makan, kebiasaan makan pagi

dan makan malam, kebiasaan makan jajanan dan makan cemilan serta kebiasaan

makan fast food. Kebiasaan makan pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain : teman sebaya, keadaan emosional dan pelaksanaan diet penurunan berat

badan (Gunawan, 1997).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 16: Kebiasaan makan remaja

27

2.6.2.1. Konsumsi Energi Total

Energi merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Fungsi energi adalah sumber tenaga untuk metabolisme, pengaturan suhu tubuh,

pertumbuhan dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan untuk cadangan energi

dalam bentuk glikogen sebagai cadangan jangka pendek dan dalam bentuk lemak

sebagai cadangan dalam jangka panjang. Sedangkan karbohidrat dan lemak memiliki

peran sebagai protein sparer (Hardinsyah & Tambunan, 2004).

Almatsier (2003) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi

yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan.

Keadaan ini menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila

konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan

energi dapat diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau

kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal jenis

karbohidrat, lemak, tetapi juga karena kurang gerak.

2.6.2.2. Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh.

Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori (Almatsier, 2003). Terpenuhinya

kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah energi yang tersedia

bagi tubuh setiap hari. Menurut pedoman umum gizi seimbang (PUGS) kecukupan

karbohidrat yang baik adalah ½ dari kebutuhan energi 50% - 60% jika lebih dari itu

kemungkinan zat-zat lain akan sulit terpenuhi kebutuhannya (Depkes, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 17: Kebiasaan makan remaja

28

Karbohidrat berperan dalam menentukan karakteristik bahan makanan,

seperti rasa, warna, tekstur dan lainnya. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat

berfungsi membantu metabolisme lemak dan protein, mencegah ketosis, mencegah

pemecahan proteintubuh yang berlebihan, dan memcegah kehilangan meneral.

Karbohidrat selain dapat dari bahan makanan yang dikonsumsi harian khususnya

yang berasal dari tumbuhan, karbohidrat juga dibentuk dalam tubuh dari beberapa

asam amino dan sebagian dari gliserol lemak (Winarno, 1991).

Kelebihan glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini

terjadi dihati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan

lemak dalam jumlah tidak terbatas (Almatsier, 2003). Namun untuk mengubah

kelebihan karbohidrat menjadi lemak tubuh diperlukan 23% dari kalori yang dicerna,

sedangkan untuk mengubah lemak menjadi lemah tubuh hanya 3% dari kalori yang

dicerna. Dalam satu studi yang dilakukan oleh peneliti dari Swiss DR Kevin

Acheson, 12 orang diawasi selama satu periode 14 jam, tiap orang tidak makan

apapun kecuali 2000 kalori karbohidrat (gula), dan hasilnya didapatkan hanya 40

kalori karbohidrat berlebih yang diubah menjadi lemak tubuh (Clark, 1996).

2.6.2.3. Komsumsi Lemak

Lemak terdiri dari fosfolipid, sterol dan trigliserida. Sebagian besar lemak

(99%) merupakan trigliserida yang terdiri dari asam lemak dan gliserol (Hardinsyah

&Tambunan, 2004). Fungsi lemak dan minyak dalam makanan adalah membantu

penyerapan vitamin A,D,E,K, menambah energi dan melezatkan makanan. Lemak

dikelompokkan menjadi tiga menurut kemudahan pencernaannya yaitu asam lemak

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 18: Kebiasaan makan remaja

29

jenuh yang sulit dicerna, asam lemak tak jenuh tunggal yang mudah dicerna dan

asam lemak tak jenuh ganda yang paling mudah dicerna (PUGS, 2002).

Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibanding zat gizi makro

lainnya. Lemak mengandung 38kj/g energi sedangkan energi dari karbohidrat dan

protein berkisar 17kj/g (Willet, 1998). Tiap gram lemak mengandung 9 kkal,

dibanding karbohidrat dan protein yang menghasilkan 4 kkal per gram. Anjuran

konsumsi lemak dan minyak tidak boleh lebih dari 30% dari kebutuhan energi

sehari-hari (Soetjiningsih, 2004).

Lemak yang berasal dari makanan digunakan tubuh untuk hal-hal berikut :

1. Pemberi kalori, tiap gram lemak dalam peristiwa oksidasi akan memberikan

kalori sebanyak 9 kalori (Moehyi, 2002 dalam Putri, 2004)

2. Melarutkan vitamin –vitamin ADEK sehingga vitamin tersebut dapat diserap

oleh usus.

3. Memberikan asam lemak esensial

Kelebihan lemak lebih menggemukkan daripada kelebihan karbohidrat

karena tubuh kita lebih efisien mengubah lemak menjadi lemak tubuh

daripada mengubah karbohidrat menjadi lemak tubuh (Clark, 1996).

2.6.2.4. Konsumsi Protein

Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi

sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang

mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki lemak dan karbohidrat

(Winarno, 1991). Dengan demikian protein amatlah penting bagi semua taraf

kehidupan, mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang tumbuh, juga pada masa

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 19: Kebiasaan makan remaja

30

hamil dan menyusui pada wanita dewasa, orang yang sakit dan dalam taraf

penhyembuhan, demikian juga orang dewasa dan lanjut usia (Suhardjo & Kusharto,

(1992). Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein asam-asam amino esensial

terdiri dari histidin, isoleucin, leucin, lysin, methionine, sistein, phinilalanin, tirosin,

treonin, triptophan dan valin. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino

esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka

semakin tinggi mutu proteinnya. Pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu

protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. (Hardinsyah & Tambunan,

2004). Anjuran konsumsi protein sebaiknya sesuai dengan Angka Kecukupam Gizi.

2.6.3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi,

sehinggga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi (Apriadji, 1986).

Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan antara jenis kelamin dengan status gizi

dimana prevalensi kejadian overweight pada wanita lebih tinggi dari laki-laki. Hasil

penelitian Hanley et al (2000), di Kanada didapatkan prevalensi overweight anak usia

2 – 19 tahun terdapat 27,7% pada anak laki-laki dan 33,7% pada anak perempuan.

Pada penelitian gizi lebih dengan indeks BB/TB menunjukkan bahwa prevalensi gizi

lebih dengan nilai batas > 110% terdapat 23% pada anak perempuan, yang berarti

lebih tinggi dibandingkan dengan 10% pada anak laki-laki. Demikian juga prevalensi

untuk obesitas yaitu 10,2% pada anak wanita, sedangkan pada anak laki-laki adalah

3,1% (Samsudin, 1993).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 20: Kebiasaan makan remaja

31

2.6.4. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi berpengaruh positif terhadap pemilihan dan konsumsi

makan seseorang pengetahuan gizi diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap

ada tidaknya masalah gizi pada dirinya sehingga dapat mengambil tindakan yang

tepat (Soehardjo, 1989). Pengetahuan gizi sebaiknya diberikan sejak dini sehingga

dapat memberi kesan yang mendalam dan dapat menuntun anak dalam memilih

makanan yang tepat dan dapat memahami serta menerapkan untuk mengkonsumsi

makanan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari (Irawati, 1998). Salah satu faktor

yang mempengaruhi gizi lebih adalah pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang

(Samsudin, 1993).

Menurut Satoto (1993), pada gizi lebih, sumberdaya informasi adalah cukup

bahkan sampai berlebihan. Namun yang bersangkutan salah pilih dalam memilih

makanan yang sehat dan seimbang, termasuk dalam membentuk gaya hidup, karena :

pertama salah menilai, dalam arti menilai makanan enak sebagai makanan yang baik

atau menilai kegemukan sebagai indikator sukses. Kedua kelemahan, dalam arti tidak

memiliki keberanian untuk mengatakan tidak pada pilihan makanan berlebihan

dalam berbagai kesempatan : rapat, jamuan bisnis, pesta dan sebagainya, serta

ketidakberanian untuk mengatakan tidak terhadap gaya hidup sendetaris tanpa

olahraga dan gerak yang memadai. Penelitian Gordon-Larsen (2002) menemukan

bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan gizi

lebih pada remaja wanita di perkotaan Philadelpia.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 21: Kebiasaan makan remaja

32

2.6.5. Uang Saku

Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan

kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu harian, mingguan maupun bulanan.

Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar

mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu, 1994)

Menurut (Berg, 1986) uang yang dimiliki oleh seseorang akan dapat

mempengaruhi apa yang dikonsumsinya. Biasanya remaja memilih makanan sesuai

dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja

sering mengkonsumsi makanan-makanan modern dengan pertimbangan prestise dan

juga dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka. Makanan yang

biasanya dipilih adalah fast food dengan pertimbangan harganya juga tidak terlalu

mahal. Peluang anak menjadi konsumen makanan sesungguhnya akan sangat

ditentukan oleh daya beli keluarga atau orang tua anak, karena keputusan konsumsi

untuk anak snagat dipengaruhi oleh daya beli (Sumarwan, 2007).

Pada remaja yang memiliki uang saku, Insel et al (2006) dalam Wulandari

(2007) menyatakan bahwa remaja yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola

uang sakunya sendiri cenderung memiliki kebebasan untuk memilih sesuka hatinya.

Kebebasan memilih makanan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi status

gizi remaja. Dengan memiliki kebebasan untuk memilih sendiri makanannya, remaja

cenderung untuk membeli apapun yang disukainya atau yang menarik menurut

mereka, tanpa memperhatikan apakah makanan tersebut bergizi seimbang atau tidak.

Pemilihan makanan yang salah pada akhirnya dapat berpengaruh pada status gizi

mereka.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 22: Kebiasaan makan remaja

33

2.6.6. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam menyerap dan

memahami sesuatu (Apriadji, 1986). Tingkat pendidikan turut mempengaruhi pola

konsumsi makan melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan

kuantitas dibandingkan orang tua berpendidikan rendah (Hidayat, 1980 dalam

Mariani, 2003)

Menurut Ritchie (1979) dalam Mariani (2003) tingkat pendidikan erat

berkaitan dengan pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Sedangkan menurut

Sedioetama (1987) dalam Mariani (2003) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai

kesehatan dan gizi merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pola konsumsi.

Pendidikan ibu akan mempengaruhi status gizi anak. Semakin tinggi tingkat

pendidikan ibu cenderung memiliki anak berstatus baik. Tingkat pendidikan

berkaitan atau sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan gizi, semakin baik pula tingkat pemilihan bahan makanan. Anak dari

ibu berpendidikan tinggi akan memiliki pertumbuhan baik. Hal ini disebabkan karena

keterbukaan dalam menerima perubaha atau hal-hal baru berkaitan dengan

pemeliharaan kesehatan anak (Suroto, 1985 dalam Mariani, 2003).

2.6.7. Pendapatan Orang Tua

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kualitas dan

kuantitas hidangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan berarti semakin baik kualitas

dan kuantitas makanan yang diperoleh seperti membeli buah, sayuran dan aneka

ragam jenis makanan (Berg, 1986). Selanjutnya dikatakan pertambahan pendapatan

tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi makanan, karena walaupun banyak

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 23: Kebiasaan makan remaja

34

pengeluaran untuk makanan tetapi belum tentu kuantitas dan kualitas bahan makanan

yang dibeli lebih baik. Demikian juga pertambahan pendapatan walaupun

meningkatkan pengeluaran belum tentu digunakan untuk membeli makanan.

Hasil studi Hermanto,dkk (1996) dalam WNPG VI (1998), yang

mengungkapkan pendapatan dan pendidikan kepala keluarga berpengaruh nyata pada

perilaku konsumsi pangan rmah tangga. Dalam kaitannya dengan perilaku konsumsi

makanan jadi data Susenas menunjukkan adanya kecenderungan konsumsi makanan

jadi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di kota-kota besar seperti Jakarta,

pengeluaran untuk makanan jadi (fast food) ini lebih besar yaitu sekitar seperempat

dari total pengeluaran pangan.

2.7. Pengukuran Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan ststus gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa,

2002).

Tujuan survei konsumsi makanan terbagi atas :

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui kebiasaan makan, gambaran tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat-zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta

faktor yang berepengaruh terhadap konsumsi makanan.

2. Tujuan khusus

a. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok

masyarakat

b. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 24: Kebiasaan makan remaja

35

c. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan

d. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi

e. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang

beresiko tinggi mengalami kekurangan gizi

f. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan,

kesehatan dan gizi masyarakat

Berdasarkan jenis data didapat, metode survei konsumsi makanan dibagi dua

yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif antara lain :

Metode pengkuran makanan bersifat kualitatif :

1. Metode frekuensi makanan (food frequency)

2. Metode dietary history

3. Metode telepon

4. Metode pendaftaran makanan (food list)

Sedangkan metode kuantitatif antara lain :

1. Metode recall 24 jam

2. Perkiraan makanan (estimated food records)

3. Penimbangan makanan (food weighing)

4. Metode food account

5. Metode inventaris (inventory method)

6. Pencatatan (household food records)

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 25: Kebiasaan makan remaja

36

Metode pengukuran konsumsi makanan individu antara lain :

1. Metode Food Recall 24 Jam

Prinsip dari metode food recall 24 jam adalah mencatat jenis dan jumlah

bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Hal penting yang perlu

diketahui pada food recall 24 jam adalah data yang diperoleh cenderung lebih

kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah

konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat

ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang

biasa digunakan sehari-hari (Supariasa, 2002).

Menurut Supariasa (2002) langkah-langkah pelaksanaan food recall 24 jam

ialah :

1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua

makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah

tangga selama kurun waktu 24 jam yang lalu.

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar

Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DGKA)

atau angka kecukupan gizi (AKG) untuk Indonesia.

Agar wawancara berjalan secara sistematis, perlu dipersiapkan kuesioner

sebelumnya sehingga wawancara terarah menurut urutan waktu dan

pengelompokkan bahan makanan. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa

makan pagi, siang, malam, snack serta makanan jajanan (Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 26: Kebiasaan makan remaja

37

Pengukuran konsumsi makanan dengan recall apabila hanya dilakukan 1x24

jam tidak representatif sehingga recall seharusnya dilakukan berulang-ulang dengan

hari yang tidak berturut-turut minimal dilakukan recall 2x24 jam. Metode recall

memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah :

- Mudah dilakukan

- Cepat dan dapat mencakup banyak responden

- Biaya murah karena tidak memerlukan tempat yang luas dan peralatan khusus

- Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

- Dapat menghitung asupan makanan yang benar-benar dikonsumsi harian oleh

responden.

Diantara kelebihan penggunaan metode recall terdapat beberapa kekurangan, antara

lain :

- Bila recall dilakukan hanya 1 (hari) tidak dapat menggambarkan asupan

makanan harian responden

- Ketepatan metode ini tergantung dari daya ingat responden

- Adanya flat slope syndrome, dimana terdapat kecenderungan responden yang

kurus akan melaporkan konsumsinya lebih banyak dan responden yang

gemuk melaporkan konsumsinya lebih sedikit.

- Membutuhkan tenaga terlatih dan terampil dalam memperkirakan URT dan

ketepatan alat bantu

- Responden harusdiberikan penjelasan dan motivasi dari tujuan penelitian

- Recall sebaiknya tidak dilakukan saat acara-acara besar seperti akhir pekan,

upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain agar dapat mengetahui gambaran

konsumsi makanan sehari-hari.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 27: Kebiasaan makan remaja

38

2. Metode perkiraan makanan (estimated food records)

Dalam memperkirakan makanan yang dikonsumsi, responden mencatat

semua jumlah makanan dan snack yang dikonsumsi dalam ukuran rumah tangga

(URT) atau menimbang dalam ukuran gram setiap kali makan. Jumlah hari dalam

memperkirakan asupan makanan tergantung tujuan penelitian. Apabila penelitian

bertujuan untuk meneliti rata-rata asupan kelompok maka 1 (satu) hari untuk 1 (satu)

responden sudah memenuhi syarat (Gibson, 2005).

Kelebihan metode food record ini adalah relatif murah dan cepat, lebih

akurat, dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar dan diketahui konsumsi zat

gizi sehari. Kekurangannya antara lain bisa menyebabkan beban bagi responden

sehingga terkadang responden merubah kebiasaan makannya, tidak dapat digunakan

untuk responden buta huruf dan tergantung kepada kejujuran dan kemampuan

responden dalam memperkirakan jumlah konsumsi makanan (Supariasa, 2002).

3. Metode food Weighting (Penimbangan Makanan)

Dalam metode ini, responden diminta untuk menimbang semua makanan dan

snack yang dikonsumsi dalam periode waktu tertentu. Cara penyiapan makanan,

detail penjelasan makanan dan merk makanan (jika diketahui) juga harus dicatat.

Metode ini lebihn akurat untuk memperkirakan kebiasaan konsumsi makanan dan

asupan gizi seseorang (Gibson, 2005).

Kelebihan metode penimbangan makanan antara lain data yang didapat lebih

teliti. Kekurangan metode ini antara lain butuh waktu dan biaya mahal, bila

dilakukan dalam waktu lama maka responden dapat berubah kebiasaan makannya,

tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil serta perlu kerjasama yang baik

dengan responden (Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 28: Kebiasaan makan remaja

39

4. Metode Dietary History

Metode ini digunakan untuk memperkirakan kebiasaan asupan makanan dan

pola makan individu yang umumnya dilakukan dalam jangka waktu lama sekitar 1

bulan. Metode ini memiliki 3 (tiga) komponen antara lain mewawancarai responden

tentang kebiasaan pola makan keseluruhan dalam 24 jam terakhir yaitu waktu

makan utama dana makan selingan, kedua adalah melakukan pengecekan ulang

kuesioner dari jenis makanan tertentu yang dikonsumsi dan ketiga adalah subjek

mencatatat konsumsi makanan di rumah selama 3 hari (Gibson, 2005).

Kelebihan metode ini adalah murah, dapat memberikan gambaran konsumsi

makan dalam waktu relatif panjang dan dapat digunakan di klinik gizi. Sedangkan

kekurangan metode ini adalah membebankan responden dan pengumpul data, perlu

tenaga terlatih, data lebih bersifat kualitatif, tidak cocok untuk sampel besar dan

umumnya bagi makanan khusus saja (Supariasa, 2002).

5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Food Frequency Questinnaire (FFQ) bertujuan untuk menilai frekuensi

makanan dan berbagai jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Metode ini dapat

menjelaskan informasi kualitatif mengenai pola konsumsi makan seseorang (Gibson,

2005).

Kelebiahan metode ini adalah murah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri

oleh responden, tidak membutuhkan keterampilan khusus, dan dapat

menghubungkan penyakit dengan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangan metode

ini adalah tidak dapat menghitung asupan zat gizi, sulit mengembangkan kuesioner,

perlu membuat percobaan pendahuluan, cukup menjemukan pewawancara dan

responden harus jujur (Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 29: Kebiasaan makan remaja

40

Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Menurut Supariasa (2002) langkah-langkah metode frekuensi makanan

adalah :

1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia

pada kuesioner mengenai frekuensi pengggunaannya dan ukuran porsinya.

2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan

makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumser-sumber zat gizi

tertentu selama periode tertentu pula.

2.8. Dampak Gizi lebih Pada Remaja

Dampak gizi lebih pada anak terhadap kesehatan pada umumnya lebih ringan

jika dibandingkan dengan pada orang dewasa. Dampak gizi lebih/obesitas pada anak

antara lain pertumbuhan dan perkembangan fisik yang lebih cepat matang. Pada anak

perempuan, mereka mendapat menarche pada usia yang lebih dini. Umunya anak

yang mengalami gizi lebih memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dalam

berbagai kegiatan, lebih senang menyendiri dan memuaskan dirinya dengan santai

dan makan. Untuk kasus gizi lebih dengan derajat yang berat, biasanya disertai

keluhan ganguan pernafasan, hipertensi, dermatitis atau eksema pada lipatan kulit

menyebabkan bau badan yang tidak enak sehingga tidak disukai (Samsudin, 1993).

Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam faktor antara lain daya beli yang

cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat

seperti berbagai jenis makanan modern yang sekarang banyak di kota-kota besar. Di

samping itu defisiensi aktifitas fisik, pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang,

keturunan dan faktor hormonal juga merupakan penyebab gizi lebih. Dalam usaha

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 30: Kebiasaan makan remaja

41

mencegah dan mengobati gizi lebih, pengetahuan tentang faktor penyebab

munculnya kelebihan lemak tubuh akan sangat membantu (Harjadi dan Soejono,

1986).

Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (1992) kegemukan atau gizi lebih

memberikan beban psikologi bahkan memberikan penderitaan mental. Betapa

banyak anak yang sering mendapat tekanan mental oleh sebab ejekan yang datang,

oleh karena memiliki tubuh yang kegemukan. Tekanan inipun terasa pada masa

remaja ataupun dewasa.

Gizi lebih pada masa anak dan remaja 1,5-2 kali meningkatkan resiko gizi

lebih seelah dewasa (Nicklas et al, 2001 dalam Wellis, 2003). Menurut Wang et al

(2002) dalam Wellis (2003) gizi lebih pada awal masa kehidupan berhubungan

dengan beberapa faktor resiko seperti penyakit jantung koroner dan prediksi terhadap

kejadian hipertensi dan diabetes mellitus di masa dewasa.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 31: Kebiasaan makan remaja

42

Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Remaja (Modifikasi Adiningsih, 2003 dan Apriadji, 1986)

Psikologi : • Harga diri • Citra diri • Konflik psikis • Konsep sehat • Persepsi

Individu : Pengetahuan dan sikap : • Pengetahuan gizi • Sikap makan • Praktek makan

Perilaku Makan : • Frekuensi makan • Diet • Meninggalkan

makanan

Sosial Ekonomi : • Tren makanan modern • Nilai makanan • Makanan yang tersedia • Tren mode • Pendapatan / Uang saku • Pendidikan • Kebiasaan makan

Aktivitas Tubuh : • Mobilitas – Menonton

TV • Rekreasi - Tidur • Olahraga • Kegiatan sekolah

Penggunaan Zat Gizi Tidak Efisien

Kelainan Metabolik

STATUS GIZI

REMAJA

Biologis : • Umur • Jenis kelamin • Status pertumbuhan • Status kesehatan • Keturunan

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 32: Kebiasaan makan remaja

43

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat

saji modern (fast food), aktivitas fisik dan faktor lainnya dengan kejadian gizi lebih

pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur. Penelitian ini memasukkan

kerangka konsep dengan variabel independen adalah kebiasaan konsumsi makanan

cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam, waktu menonton

televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga) , pola konsumsi

(konsumsi energi, karbohidrat, lemak dan protein), karakteristik remaja (jenis

kelamin, pengetahuan gizi, uang saku) dan karakteristik orang tua (pendidikan ibu

dan pendapatan orang tua). Sedangkan variabel dependennya adalah gizi lebih.

Variabel –variabel yang akan diteliti melalui penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut :

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 33: Kebiasaan makan remaja

44

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Modern (fast food), Aktifitas Fisik dan Faktor Lain Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja SMU Sudirman di Jakarta Timur Tahun 2008.

Variabel Independen Variabel Dependen

Kebiasaan Konsumsi Fast Food

Aktivitas Fisik : • Waktu tidur • Waktu menonton TV,

main komputer/main video games

• Kebiasaan olahraga

Pola Konsumsi : • Konsumsi energi • Konsumsi karbohidrat • Konsumsi lemak • Konsumsi protein

Karakteristik Remaja : • Jenis kelamin • Pengetahuan gizi • Uang saku

Karakteristik Orang Tua : • Pendidikan ibu • Pendapatan orang tua

GIZI LEBIH REMAJA

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 34: Kebiasaan makan remaja

45

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Pengukuran

Skala

1 Gizi lebih Status gizi remaja yang diukur berdasarkan indeks antropometri yang dinyatakan dengan IMT yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin dengan cut of point > 85 pencentil

Penimbangan berat badan tanpa alas kaki dab mengukur tinggi badan

Timbangan injak scale standar (SECA) dengan tingkat ketelitian 0,1 kg dan microtoice

1. Gizi lebih, jika IMT ≥ 85

percentil

2. Gizi tidak lebih, jika IMT

< 85 percentil

(CDC, 2000)

Ordinal

2. Frekuensi konsumsi fast food modern

Banyaknya konsumsi fast food modern yang dikonsumsi oleh responden dalam satu minggu

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Sering (≥ 2x /minggu) 2. Tidak sering (< 2x / minggu) (Khomsan, 2006 )

Ordinal

3. Lama tidur Rata-rata jumlah waktu yang digunakan untuk tidur dalam sehari

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Lama (> median) 2. Sebentar (≤ median)

Ordinal

4 Lama menonton televisi/main komputer dan video games

Rata-rata jumlah waktu yang digunakan uantuk menonton televisi/main komputer dan video games dalam sehari

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. > 2 jam per hari 2. < 2 jam per hari

(Gortmaker, 1986 dalam Wellis, 2003)

Ordinal

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 35: Kebiasaan makan remaja

46

5. Kebiasaan olah raga

Frekuensi anak melakukan olah raga dalam seminggu

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Ringan(< 3 kali/minggu)2. Berat ( ≥ 3 kali/minggu) @ 30 menit/latihan

(Depkes, 2002)

Ordinal

7. Total asupan energi

Jumlah energi yang dikonsumsi sehari dibandingkan dengan AKG

Wawancara dengan Recall 1 x 24 jam

Format isian recall Makanan

1. Konsumsi Energi >AKG 2. Konsumsi energi ≤AKG

(WKNPG, 1998)

Ordinal

8. Konsumsi karbohidrat

Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi sehari dibandingkan dengan PUGS

Wawancara dengan Recall 1 x 24 jam

Format isian recall Makanan

1. Konsumsi karbohidrat (> 60% energi total)

2. Konsumsi karbohidrat (≤ 60% energi total) (Depkes,2002)

Ordinal

9 Konsumsi lemak

Jumlah lemak yang dikonsumsi sehari dibandingkan dengan PUGS

Wawancara dengan Recall 1 x 24 jam

Format isian recall Makanan

1. Konsumsi lemak (> 30% energi total) 2. Konsumsi karbohidrat (≤ 30% energi total) (Soetjiningsih, 2004)

Ordinal

10 Konsumsi Protein

Jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satu hari dinyatakan sebagai total protein terhadap persentase AKG (energi) dari protein

Wawancara dengan recall 1x24 jam

Format isian recall makanan

1.Konsumsi Protein > AKG 2.Konsumsi Protein ≤ AKG (WKNPG, 1998)

Ordinal

10 Jenis kelamin Status gender responden dilihat dari keadaan fisiknya

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. laki – laki

2. Perempuan

Nominal

11 Pengetahuan gizi

Tingkat penguasaan responden terhadap pertanyaan mengenai ilmu gizi dasar yang meliputi pengertian makanan bergizi, menu seimbang, kandungan zat

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Kurang (skor < 80%) 2. Baik (skor nilai ≥ 80%) (Khomsan, 2000)

Ordinal

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 36: Kebiasaan makan remaja

47

gizi makanan modern (fast food) 12 Uang saku Jumlah uang yang diterima

responden setiap hari dari orang tua/wali diluar biaya sekolah

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Besar : (jika uang saku ≥ dari median)

2. Kecil : (jika uang saku <dari median)

(Suhartini, 2004)

Ordinal

13 Pendapatan orang tua

Rata-rata jumlah pendapatan ayah dan ibu dalam satu bulan

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Tinggi (≥ median) 2. Rendah (< median)

Ordinal

14 Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan formal terakhir yang telah diselesaikan oleh ibu dari responden

Form kuesioner diisi sendiri

Kuesioner 1. Rendah, bila ≤ SMA 2. Tinggi, bila > SMA

(Kodyat, 1996)

Ordinal

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Page 37: Kebiasaan makan remaja

48

3.3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas maka hipotesa

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern

(fast food) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di

Jakarta Timur tahun 2008

2. Adanya hubungan antara aktifitas fisik (waktu tidur, waktu menonton

televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olahraga) dengan kejadian

gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.

3. Adanya hubungan antara pola konsumsi (total konsumsi energi, konsumsi

karbohidrat, konsumsi lemak dsn konsumsi protein) dengan kejadian gizi lebih

pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakata Timur tahun 2008.

4. Adanya hubungan antara karakteristik remaja (jenis kelamin, pengetahuan gizi

dan jumlah uang saku) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB

Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.

5. Adanya hubungan antara karakteristik orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan

orang tua) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman

di Jakarta Timur tahun 2008.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008