KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI...

148
KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA MAKNA ESAI FOTO JURNALISTIK KARYA NG SWAN TI BERJUDUL FLORES REVISITED PADA PAMERAN JAKARTA BIENNALE 2015). Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh : Ardiansyah Pratama NIM : 1110051100107 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Transcript of KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI...

Page 1: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN

(STUDI SEMIOTIKA MAKNA ESAI FOTO JURNALISTIK KARYA NG

SWAN TI BERJUDUL FLORES REVISITED PADA PAMERAN

JAKARTA BIENNALE 2015).

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh : Ardiansyah Pratama

NIM : 1110051100107

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

i

Page 3: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

ii

Page 4: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

iii

Page 5: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

iv

ABSTRAK

Ardiansyah Pratama

1110051100107

Keberagamaan Masyarakat Flores Modern (Studi Semiotika Makna Esai

Foto Jurnalistik Karya Ng Swan Ti Berjudul Flores Revisited Pada Pameran

Jakarta Biennale 2015)

Keberagamaan merupakan proses representasi dari setiap individu

masyarakat dalam berkeyakinan terhadap agama yang dianutnya. Baik langsung

dan tidak langsung perilaku individu dalam beragama dibentuk oleh tatanan

masyarakatnya. Yakni tidak saja tatanan masyarakat yang “natural” berlangsung

dari generasi ke generasi, tetapi juga hasil percampuran dengan kebudayaan asing

yang terintergrasi dengan kultur keberagamaan lokal.

Melalui media fotografi, jurnalis foto Ng Swan Ti dari PannaFoto Institute

berhasil mendokumentasikan ritual keagamaan hari raya paskah agama Katolik

yang dilakukan masyarakat Flores tahun 2015. Karya ini berhasil masuk dalam

pameran berskala Internasional yaitu Jakarta Biennale 2015 “Maju Kena Mundur

Kena: bertindak sekarang”.

Representasi keberagamaan masyarakat Flores dalam dokumentasi esai foto

tersebut menurut hemat penulis penting dikaji. Pertama, foto secara detail dan luas

menggambarkan konteks objek yang didokumentasikan Tetapi foto tidak

selamanya objektif dalam menggambarkan realita faktual karena terbatas pada

pose-pose tertentu. Kedua, karena itu, penting mendapatkan keseluruhan objek foto

yang didokumentasikan dalam esai foto agar dapat dinarasikan gambaran

keberagamaan masyarakat Flores sehingga secara faktual merepresentasikan

realitas yang sesungguhnya.

Pada penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis dengan

pendekatan kualitatif. Sementara metode penelitian yang digunakan adalah

semiotika Roland Barthes. Semiotika model Roland Barthes memiliki tiga tahapan

dalam memaknai sebuah foto, yaitu tahapan denotasi, konotasi serta mitos.

Setelah melakukan pengkajian melalui analisis semiotika model Roland

Barthes terhadap foto Flores Revisited karya Ng Swan Ti, Penulis menemukan ciri

keberagamaan masyarakat modern yang terintegrasi dengan budaya lokal modern

karena agama Katolik masuk ke Flores pada abad ke-16. Dalam ritual

keagamaannya agama Katolik menggunakan ornament seperti lilin, patung,

confetti, bunga dan seterusnya. Hal tersebut menjadi kebudayaan baru bagi

masyarakat Flores. Lalu penulis juga melihat adanya evolusi keberagamaan di

Flores dalam waktu yang cukup lama.

Kata Kunci: Fotografi, Semiotika, Keberagamaan, Masyarakat Modern, Flores

Page 6: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru

sekalian alam yang menyeru sekalian hati hamba-Nya untuk selalu turut serta dalam

samudra makrifat hingga tenggelam dalam kecintaan kepada-Nya. Tiada kata yang

tepat untuk mendeskripsikan segalanya selain rasa syukur atas petunjuk dan

pertolongan kepada penulis, sehingga terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta

salam atas Al-Mustafa Sayyidina Muhammad SAW, serta keluarga dan para

sahabatnya yang telah membawa kebaikan kepada umatnya dari jalan kegelapan

menuju jalan yang terang benderang.

Setelah beberapa semester lamanya menimba ilmu di kampus tercinta,

akhirnya penulis dapat dengan sabar mengentaskan karya ini sebagai tongkat estafet

pengejawantahan ilmu. Penulis menyadari, karya ini belum mencapai

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis membuka dengan lebar kritik dan saran

para pembaca. Penulisan karya ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.

Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M,Ed, Ph,D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik,

Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan

Keuangan, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaki Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan.

Page 7: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

vi

2. Kholis Ridho. M.Si selaku Ketua Program Studi Jurnalistik sekaligus

menjadi dosen pembimbing dalam penelitian ini yang telah banyak

meluangkan waktu serta memberikan ilmunya dalam selama proses

bimbingan. Sebagai Ketua Program Studi beliau juga telah banyak

memberikan bantuan moril kepada penulis.

3. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A selaku sekertaris Program Studi Jurnalistik

yang telah meluangkan waktu untuk berkonsultasi dan membantu penulis

dalam hal perkuliahan

4. Terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-

ilmunya kepada penulis selama penulis menimba ilmu di sana.

5. Terima kasih kepada segenap staf Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi.

6. Terima kasih kepada fotografer Ng Swan Ti selaku narasumber yang telah

meluangkan waktu untuk wawancara serta berbagi wawasan dan

pengalaman kepada penulis.

7. Kepada orang tua penulis, Bapak Syape’i dan Ibu Nursiah yang telah

menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih

telah bersabar dengan waktu yang lama.

8. Terima kasih kepada adik-adik penulis, Maulana Yusuf dan Mitha Aulia

yang tiada hentinya memberi dukungan baik yang bersifat moril mapun

materiil.

Page 8: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

vii

9. Terima kasih kepada Nanda Aullia yang telah banyak memberi semangat

dan memantau perkembangan penelitian.

10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat Jurnalistik UIN, Rizki Solehudin

(kinoy), Rezha Alfian (Ejhon), Mario (bonte), Hanggi tyo, Diyah Halim,

Aditya (bebeks), Sayid Muarif (atep), Algifari, Nissa, Doci, Denny, Khoirur

Rozi, Singgih, Bisri, Syahrijal dan seluruh sahabat Jurnalistik lainnya.

11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat SMAN 32 Jakarta, Kiting, Matius,

Roy, Reza, Yusran, Imam, Ucup, Fadil yang tidak bosan-bosannya

menemani dalam mencari inspirasi serta referensi.

12. Terima kasih kepada keluarga besar LPM Journo Liberta yang telah

mengajarkan penulis tentang betapa pentingnya menjadi manusia yang

bermanfaat bagi manusia lainnya, terlebih dalam memberikan ilmu serta

pengalaman di bidang kejurnalistikan.

13. Terima kasih kepada keluarga besar UKM FORSA UIN, Mas Syaifullah

Nur (Coach), Mas Wahyu (Bosek), Mas Topik (Orixs), Mas Ade Shofari,

Dek Doyok, Dek Khafi, dan para senior juga seluruh anggota tim lainnya.

14. Terimakasih kepada UKM KALA CITRA, Kak Elisha, Kak Rizkikim, Kak

Muhammad Ibnu, Kak Fakhri, Dian, dan segenap teman-teman lainnya

yang telah banyak membantu.

15. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Jakarta, 3 Juli 2017

Page 9: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah ....................................

1. Batasan Masalah .....................................................

2. Rumusan Masalah ..................................................

6

6

7

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ........................................................

1. Manfaat Akademis .................................................

2. Manfaat Praktis .......................................................

8

8

9

E. Metode Penelitian .........................................................

1. Paradigma Penelitian ..............................................

2. Metode Penelitian ...................................................

3. Subjek dan Objek Penelitian ...................................

4. Waktu Penelitian ………….....................................

5. Sumber dan Jenis Data ............................................

6. Teknik Pengumpulan Data ......................................

7. Analisis Data ...........................................................

9

9

10

11

11

11

12

13

F. Tinjauan Pustaka .......................................................... 13

G. Sistematika Penulisan ................................................... 15

Page 10: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

ix

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Keberagamaan dan

Masyarakat Modern ......................................................

1. Konsep Keberagamaan ...........................................

2. Konsep Masyarakat Modern ...................................

17

17

27

B. Konsep Evolusi Agama ................................................. 33

C. Fotografi Jurnalistik .....................................................

1. Sejarah Foto Jurnalistik ...........................................

2. Jenis Foto Jurnalistik ...............................................

38

40

42

D. Tinjauan Umum Tentang Semiotika .............................

1. Pengertian Semiotika .............................................

2. Semiotika Roland Barthes .......................................

52

52

56

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Tentang Sejarah Flores .................................................

B. Tentang Jakarta Biennale 2015 .....................................

1. Sejarah Jakarta Biennale .........................................

2. Jakarta Biennale ......................................................

C. Profile Ng Swan Ti .......................................................

64

67

67

71

72

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Data Foto 1 .....................................................

1. Makna Denotasi .......................................................

2. Makna Konotasi ......................................................

3. Makna Mitos ............................................................

77

77

78

84

B. Analisis Data Foto 2 .....................................................

1. Makna Denotasi .......................................................

2. Makna Konotasi ......................................................

3. Makna Mitos ...........................................................

86

86

87

93

C. Analisis Data Foto 3 ......................................................

1. Makna Denotasi .......................................................

2. Makna Konotasi ......................................................

3. Makna Mitos ...........................................................

94

94

95

101

Page 11: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

x

D. Analisis Data Foto 4 .....................................................

1. Makna Denotasi .......................................................

2. Makna Konotasi ......................................................

3. Makna Mitos ............................................................

105

105

106

112

E. Pembahasan ................................................................... 113

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................

1. Tahap Denotasi .....................................................

2. Tahap Konotasi .....................................................

3. Tahap Mitos ..........................................................

118

118

118

119

B. Saran ............................................................................ 120

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 123

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 129

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Studi Evolusi Agama Wallace ..................................................... 37

Tabel 2 : Peta Tanda Roland Barthes .......................................................... 57

Tabel 3 : Perbandingan antara Konotatif dan Denotatif ............................. 59

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Tatanan Penandaan Barthes ..................................................... 58

Page 12: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman etnis, budaya,

bahasa, dan agama. Menurut sejarah, kaum pendatang yang telah menjadi

pendorong utama keanekaragamaan agama dan kultur di Indonesia, seperti

pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda.1 Hal tersebut

menjadikan Indonesia sebagai negara yang multikultur dan multiagama.

Berdasarkan uraian di atas, Agama2 di Indonesia tampil dalam bentuk yang

berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu

berkembang. Dengan maksud, seiring melalui pemahaman kebudayaan tersebut

seseorang akan dapat mengamalkan atau menjalankan ajaran agama. Misalnya,

kebudayaan dalam berpakaian, kebudayaan dalam pengartian sebuah benda, dan

tata cara bergaul bermasyarakat. Dalam unsur kebudayaan tersebut unsur agama

ikut berintegrasi, seperti model jilbab, kebaya, songket atau tenun ikat dan hal

lainnya yang dapat dijumpai dalam pengalaman agama tertentu pada tiap

masyarakat. Oleh karena itu, agama di Indonesia berbaur harmonis dengan beragam

kebudayaan yang terbentuk dalam sebuah masyarakat.

Agama merupakan salah satu unsur yang utama dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan di Indonesia, sehingga agama mempunyai landasan secara yuridis

1 Laode Monto Bauto, Prespektif Agama dan Kebudayaan Dalam Kehidupan Masyarakat

Indonesia, (Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Desember, 2014), hal, 19. 2 Menurut Kamus Bahasa Indonesia, agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur

tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan

dengan pergaulan manusia dan manusia berserta lingkungan. Dikutip dari Tim Redaksi Kamus

Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa 2008), hal. 17.

Page 13: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

2

yang termaktum dalam Pancasila pada sila pertama yaitu pinsip dasar negara

berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti setiap warga negara bebas

berkeyakinan atau memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.3

Dalam kitab Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Republik Indonesia,

agama diatur dalam Pasal 29 yang berbunyi:

1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Sebagai pelaksanaan Pasal 29 (2) UUD 1945 pemerintah mengeluarkan

Ketetapan Presiden No. 1/PNPS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan

atau penodaan agama yang dikukuhkan oleh UU No. 5 Tahun 1969 tentang

pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-

Undang.4

Secara formal ada enam agama yang diakui di Indonesia, seperti dalam

Peraturan Presiden (Pepres) nomor 1 tahun 1965 (Setelah Keputusan Presiden No.

6 Tahun 2000) disebutkan:5

"Agama-agama yang dapat dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khongucu. lni tidak berarti bahwa

agama agama lain, rnisalnya yahudi, Zaratustrian, Shinto dan Taoisme

dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang

diberikan Pasal 29 ayat (2) UUD 45 dan mereka dibiarkan adanya, asal

tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini

atau peraturan perundangan lain".

3 Budiyono, Hubungan Negara Dan Agama Dalam Negara Pancasila, Fiat Justisia Jurnal

Ilmu Hukum Volume 8 No. 3, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Juli-September 2014, hal.

410. 4 UU No.1/PNPS/1965/ UU No. 5/PERPRES/1969,

https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posting/read/562-postingreadimplementasi-rekomendasi-

kunci-terkait-penodaan-agama-di-indonesia-antara-tantangan-dan-peluang diakses pada tanggal 3

maret 2017. 5 Tambahan Lembaran Ncgara Nornor 2726, Penjelasan UU (Perpres) nomor 1 tahun 1965.

Dikutip dari https://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.pdf diakses pada tanggal 3 maret

2017.

Page 14: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

3

Pada zaman orde baru yang berlangsung pada Maret 1966 hingga 1998,

masyarakat Indonesia diwajibkan memilih agama yang telah sah tentukan

pemerintah saat itu untuk dicantumkan pada kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP).6

Namun masalah timbul ketika pemerintah mengeluarkan aturan pembatasan

kegiataan salah satu agama yang telah diresmikan sebelumnya. Pemerintah Orde

Baru mengeluarkan Inpres No. 14 tahun 1967 yang menghendaki agar adat, budaya

dan kepercayaan yang bercirikan Cina dibatasi atau dipersempit ruang geraknya,

sehingga agama Khonghucu hanya dianggap sebagai kepercayaan saja sehingga

tidak diizinkan mencantumkan agama tersebut dalam kolom Kartu Tanda

Penduduk. Selain itu, pemerintah menghapus mata pelajaran agama Khonghucu

dalam kurikulum pendidikan Sekolah Dasar. Sehingga mengakibatkan kaum

pelajar Khonghucu pada tahun 1977 dipaksa mengikuti pelajaran pendidikan agama

lain demi memenuhi tuntunan kurikulum yang berlaku.7

Ng Swan Ti adalah fotografer keturunan Cina Khongucu yang besar pada

era orde baru. Sebagai keturunan Cina Khongucu yang besar pada orde baru, Ng

Swan Ti hidup di luar sekat agama yang disediakan pemerintah dan diamini

masyarakat8. Fotografer kelahiran Malang 1970 ini mencoba menyajikan foto cerita

berjudul Flores Revisited mengenai kegelisahannya dalam beragama di Indonesia.

Sejak kecil, Ng Swan Ti telah dikenalkan dengan berbagai agama. Ibunya beragama

Konguchu -yang dulu masih dilarang pemerintah- di sekolah, ia sempat belajar

islam dan katolik hingga akhirnya ia dibaptis ketika kuliah. Pengalaman pribadi

6 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, (Yayasan

Jakarta Biennale, 2015) hal. 197. 7 Gunawan Saidi, Perkembangan Agama Khongchu di Indonesia (Study Kasus di

Masyarakat Cina Penganut Agama Khonghucu di Tangerang), hal. 6. 8 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, hal 196.

Page 15: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

4

sejak kecil menjadi bahan bakar yang menggerakan hasratnya untuk menciptakan

karya tersebut.9 Flores Revisited menjadi menarik bagi penulis, pasalnya Ng Swan

Ti mengajak pelihat foto (termasuk penulis) merasakan kegelisahan yang sama

dalam perjalanan atau proses hidupnya dalam beragama.

Flores Revisited hadir di tengah masyarakat dalam acara seni bergengsi dua

tahunan Jakarta Biennale yang bertema “Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak

Sekarang” yang berlangsung di Gudang Sarinah pada 15 November 2015 hingga

17 Januari 2016.10 Pada umumnya 14 foto Ng Swan Ti yang tersaji dalam pameran

tersebut memperlihatkan kehidupan beragama masyarakat Larantuka, Flores saat

menyambut perayaan Hari Paskah atau Kenaikan Isa Almasih. Namun dibalik itu

semua tersirat persepsi dirinya dalam beragama.

Ng Swan Ti yang memang menyukai perjalanan seorang diri (seperti terlihat

dalam karya sebelumnya Ilusion), tetap membawa karakternya tersebut dalam

karya Flores Revisited. Terlihat secara samar-samar foto esai Flores Revisited

merupakan gambaran perjalanannya yang dapat dikatakan bukan perjalanan singkat

untuk memahami identitasnya sebagai katolik dengan mengikuti dan melihat

keberagamaan yang dilakukan masyarakat Larantuka Flores dalam menyambut hari

raya Paskah.11

Foto-foto karya Ng Swan Ti ini merupakan foto jurnalistik dalam bentuk

foto esai yang bertujuan untuk menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus,

fakta dan peristiwa hanyalah pelengkap saja.12 Foto esai bukan hanya melaporkan

9 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, hal 197 10 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, hal 6 11 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, hal 197 12 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hal. 70.

Page 16: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

5

suatu gejala, peristiwa atau isu tertentu, ia juga mampu menganalisa suatu kejadian.

Foto esai adalah rangkaian argumen yang menyatakan sudut pandang tertentu dari

si fotografer.13 Dengan begitu foto esai memiliki sebuah cerita tersendiri, kerap kali

foto esai digunakan untuk bercerita, kritik, serta sarana bantu belajar.

Setelah melihat dan mengamati karya tersebut, penulis ingin masuk lebih

dalam untuk mengetahui dan menganalisis14 makna yang terkandung dalam foto-

foto yang Ng Swan Ti tampilkan. Karena foto dapat dianalisis, dapat dijabarkan dan

dapat memberikan pandangan baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Seperti

yang dikatakan Paul Messaris pada buku Kisah Mata karya Seno Gumira

Adjidarma, bahwa

“Gambar-gambar yang telah dihasilkan manusia termasuk hasil dari

fotogarfi dapat dipandang sebagai suatu keberaksaraan visual. Dengan

kata lain, gambar tersebut bisa dibaca karena merupakan bagian dari suatu

cara berbahasa. Jika dalam berbahasa bisa diandaikan sebagai produk

pikiran, sehingga tercipta wacana pengetahuan, maka demikian pula

halnya dengan penghadiran gambar-gambar.”15

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gambar-gambar atau foto sama

halnya dengan teks atau aksara dapat dibahas melalui makna-makna yang

terkandung dalam foto tersebut, karena semua yang ada dalam kehidupan kita

sebenarnya memiliki makna atau pesan yang ingin disampaikan.16

Untuk menganalisis karya foto yang berjudul Flores Revisited karya Ng

Swan Ti, penulis menggunakan pisau bedah analisis semiotika model Roland

13 Taufan Wijaya. Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), hal. 76. 14 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu

peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Seperti sebab musabab, duduk perkara dan

sebaginya. Dikutip dari Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indoensia, Kamus Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal 59. 15 Seno Gumira Ajidarma. Kisah Mata, Fotografi Antara Dua Subjek: Perbincangan

Tentang Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2002) hal. 26 16 Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata, Fotografi Antara Dua Subjek: Perbincangan

Tentang Ada, hal. 29.

Page 17: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

6

Barthes melalui tiga tahap pemaknaan, yakni tahap denotasi, tahap konotasi, dan

tahap mitos.17 Dalam semiotika Roland Barthes, terdapat teori mengenai matinya

seorang pencipta, atau yang Barthes maksud Author dengan istilah The Death of the

Author. Menurut Barthes, sebuah karya -yang dalam hal ini adalah foto- telah lahir

dan hidup sendiri, menguatkan dirinya sendiri dalam pandangan para pelihat setelah

karya tersebut dilempar atau dipamerkan kepada khalayak, tanpa penjelasan apapun

dari sang pembuat.18 Oleh karena itu penulis hanya akan memfokuskan penelitian

pada karya foto yang telah dipublikasi oleh Ng Swan Ti dengan sudut pandang

pelihat foto atau penulis, sudut pandang fotografer hanya menjadi dasar dari

pemaknaan-pemaknaan yang akan ditampilkan oleh penulis.19 Meski, nantinya

penulis tetap akan melakukan wawancara dengan Ng Swanti mengenai karya

tersebut.

Dari latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka penelitian ini diberi

judul: Keberagamaan Masyarakat Flores Modern (Studi Semiotika Makna

Esai Foto Jurnalistik Karya Ng Swan Ti Berjudul Flores Revisited Pada

Pameran Jakarta Biennale 2015).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada foto Jurnalistik esai karya Ng Swan Ti

dalam pameran Jakarta Biennale yang berjudul Flores Revisited pada tanggal

15 November 2015 – 17 januari 2016. Foto karya Ng Swan Ti tersebut bercerita

tentang kehidupan beragama masyarakat saat menyambut dan menjalani ritual-

17 Alex sobur. Semiotika Komunikasi,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), hal 69. 18 Roland Barthes, Imaji Musik Teks, (Yogyakarta: Jalasutra, Anggota IKAPI,2010), hal. 145. 19 Roland Barthes, Imaji Musik Teks, hal. 145.

Page 18: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

7

ritual keagamaan pada hari raya Paskah di Larantuka, Flores, Nusa Tenggara

Timur(NTT).20 Dalam penelitian ini penulis membatasi kajian sosial dan

beragama yang tergambar dalam foto melalui teori Emile Durkheim perihal

beragama. Penulis menduga masyarakat tersebut telah mengalami evolusi

dalam proses keagaamaan dan kebudayaan sehingga terjadi asimilasi dalam

sistem norma-norma sosial dan proses kegamaan di Larantuka, Flores, NTT.

Selain itu, berdasarkan latar belakang fotografer yang ingin memahami

identitasnya sebagai katolik penulis menduga adanya emosi keagamaan yang

terlibat dalam proses dokumentasi foto Flores Revisited. Sehingga tampaknya

fotografer juga mengalami proses beragama yang evolutive.

Penulis hanya mengambil empat dari 14 foto esai ini, karena menurut

penulis keempat foto tersebut sudah mewakili apa yang ingin disampaikan oleh

fotografer.

2. Rumusan Masalah

Keberagamaan merupakan sikap yang selalu tampak dari semua orang

dalam menjalankan aturan agama. Seperti halnya masyarakat Flores. Maka,

penulis ingin mengkaji representasi keberagamaan yang tertuang dalam foto

Flores Revisited karya Ng Swan Ti tersebut. Berikut pertanyaan umum

mengenai masalah tersebut:

a. Bagaimana makna denotasi dalam foto Flores Revisited, yang dipamerkan

pada ajang Jakarta Biennale 2015?

20 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, (Yayasan

Jakarta Biennale,2015) hal 197.

Page 19: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

8

b. Bagaimana makna konotasi pada foto Flores Revisited, yang dipamerkan

pada ajang Jakarta Biennale 2015?

c. Bagaimana makna mitos pada foto Flores Revisited, yang juga dipamerkan

pada ajang Jakarta Biennale 2015?

C. Tujuan Penelitian

1. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mendeskripsikan representasi makna foto mengenai

keberagamaan masyarakat modern atau proses perjalanan hidup dalam mencari

sebuah identitas beragama yang direpresentasikan pada keseharian warga di

Flores saat upacara keagamaan Paskah, melalui karya foto jurnalistik esai karya

Ng Swan Ti yang berjudul Flores Revisited.

2. Untuk mengetahui dan memahami proses keberagamaan melalui representasi

makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam enam foto karya Ng Swan Ti

berjudul Flores Revisited yang juga dipamerkan dalam ajang Jakarta Biennale

2015.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Memberikan sumbangsih ilmiah dalam kajian Semiotika Roland

Barthes, mengenai makna denotasi, konotasi dan mitos. Serta memberikan

pemahaman ilmiah dalam komunikasi antar agama dan budaya, juga

pemahaman ilmiah dalam kajian antropologi mengenai konsep perjalanan

keberagamaaan dalam setiap individu atau bermasyarakat. Penelitian ini

Page 20: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

9

diharapkan dapat mempermudah dan membantu penelitian lain yang nantinya

bisa digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah penelitian khusunya

bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat berupa wawasan

dan pengetahuan bagi peminat fotografi, fotografer kebudayaan, antropolog,

agmawan, psikolog, Mahasiswa/I Komunikasi Jurnalistik, dan Mahasiswa/I

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodelogi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan salah satu metode atau cara berfikir yang

digunakan penulis untuk melakukan penelitian baik itu pra maupun pasca

penelitian. Paradigma juga diperlukan agar penulis tidak kehilangan atau keluar

dari jalur cara berpikir penelitiannya.21

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma ini

menekankan bahwa realitas merupakan konstruksi sosial. Namun, kebenaran

suatu realitas sosial tersebut bersifat tidak mutlak, sesuai dengan konteks

spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.22 Penggunaan paradigma

konstruktivis dalam penelitian ini, untuk mengetahui konstruksi realitas dalam

menjalankan ritual keagamaan. Konstruksi yang dimaksud di sini bukan dari

21 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKIS, 2009),

hal. 5. 22 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2011), hal. 11.

Page 21: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

10

peneliti, melainkan peneliti melihat konstruksi dari subjek penelitian, yakni

salah satu foto yang menggambarkan ekspresi keberagamaan sesorang dalam

foto jurnalistik esai karya Ng Swan Ti yang berjudul Flores Revisited.

2. Metode Penelitian

Sesuai dengan paradigma dan permasalahan yang penulis ambil dalam

penelitian ini, maka penulis menggunakan kualitatif sebagai metode penelitian

yang penemuannya dideskripsikan kemudian ditinjau kembali untuk dianalisis

dari hasil pengamatan dilapangan. Observasi, wawancara, dokumen pribadi dan

resmi, foto, rekaman, gambar, dan percakapan informal semua merupakan

sumber data kualitatif.23

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang memusatkan perhatian

pada prinsip-prinsip umum yang medasari dalam perwujudan sebuah makna

dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan

kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan

menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk

memperoleh gambaran mengenai kategori tertentu.24

Melalui pendekatan kualitatif ini peneliti bertujuan untuk menjelaskan

sebuah fenomena keberagamaan masyarakat modern atau evolusi agama terjadi

dengan pengumpulan data dan analisis yang mendalam untuk mencoba

memahami masalah berdasarkan pada keseluruhan penelitian. Yakni pada foto

jurnalistik esai karya Ng Swan Ti yang berjudul Flores Revisited.

23 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data. (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010), hal. 37. 24 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 23.

Page 22: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

11

3. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam riset ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan sesuatu

yang berkaitan dengan apa dan siapa yang ditelaah.25 Yang menjadi subjek

dalam penelitian ini adalah fotografer yaitu Ng Swan Ti dan objek dalam

penelitian ini adalah esai foto Flores Revisited karya Ng Swan Ti yang

dipamerkan pada ajang Jakarta Biennale 2015. Dari 14 foto yang dipamerkan,

peneliti hanya melakukan penelitian pada lima foto saja yang dapat mewakili

secara keseluruhan dari foto yang ditampilkan.

4. Waktu Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu melakukan Preliminary

research atau pratinjau penelitian. Peninjauan sebelum penelitian dilakukan

pada desember 2016. Dalam kurun waktu tersebut, telah dilakukan untuk

penelusuran sosok Ng Swan Ti, serta fenomena-fenomena keberagamaan yang

dialami olehnya dalam pencarian jati diri agamanya. Memperdalam kajian ilmu

yang berhubungan dengan semiotika untuk memperkuat teori yang digunakan

dalam penelitian pada januari 2017. Sedangkan proses penelitian dengan

melakukan wawancara pada maret 2017 dan pembahasan bersama dosen

pembimbing mulai januari 2017 – april 2017 serta melakukan revisi pada mei

2017.

5. Sumber dan Jenis Data

Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, digunakan data

primer dan data sekunder.

25 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hal. 66.

Page 23: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

12

a. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil foto yang dipilih

penulis sesuai dengan penelitian. Penulis lebih memfokuskan pada lima foto

karya Ng Swan Ti yang berjudul Flores Revisited karena menurut penulis

foto-foto tersebut mewakili apa yang ingin disampaikan oleh fotografer

secara menyeluruh.

b. Data sekunder diperoleh dari observasi dengan mengunjungi pameran

Jakarta Biennale 2015 di gedung Sarinah, Jakarta Pusat pada tanggal 13

januari 2016 untuk mengamati foto jurnalistik esai karya Ng Swan Ti secara

konseptual Pamaren. juga wawancara mendalam dengan mengunjungi

kediaman fotografer yang karyanya akan diteliti, yaitu Ng Swan Ti.

6. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi

Penggunaan data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data berupa foto,

dokumen, arsip, atau catatan-catatan tentang berbagai hal yang

berhubungan dengan esai foto Flores Revisited.

b. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan

untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.26 Wawancara yang

digunakan adalah wawancara secara mendalam, agar data yang dihasilkan

benar-benar utuh dan bisa dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian ini

penulis melakukan wawancara secara tatap muka dengan narasumber.

26 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup, 2012), hal 100.

Page 24: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

13

Peneliti telah membuat atau merumuskan kerangka dan garis besar

pokok-pokok yang akan ditanyakan. Pokok-pokok wawancara berisi

landasan ekspresi keberagamaan Ng Swan Ti yang kerap silang-sengkarut

dengan tradisi lokal bahkan kepentingan politik, proses kebudayaan yang

terjadi, juga pemahaman sedikit mengenai foto secara teknis.

7. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis semiotik Roland Barthes pada

karya foto Ng Swan Ti yang berjudul Flores Revisited dalam pameran Jakarta

Biennale mengenai proses hidupnya dalam keberagamaan.

Dalam semiotika Roland Barthes terdapat beberapa tahapan, yang

pertama adalah tahap denotasi yang mana pertandaan yang menjelaskan

hubungan penanda dan petanda pada realitas, tahap berikutnya yaitu konotasi

yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi

makna yang tidak langsung dan tidak pasti. Dari dua tahapan tersebut Barthes

mengembangkannya pada tahapan mitos ketika suatu tanda yang memiliki

makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna

denotasi tersebut akan menjadi mitos.27

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, sebelum peneliti memulai penelitian lebih

jauh dan kemudian menyusun menjadi skripsi. Maka langkah awal yang peneliti

tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi yang memiliki kajian yang sama

dengan kajian yang akan peneliti teliti. Adapun maksud dari penelitian ini untuk

27 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya UI Depok, 2008), h. 153.

Page 25: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

14

mengetahui permasalahan yang peneliti teliti berbeda dengan yang di teliti

sebelumnya.

Setelah peneliti melakukan kajian terhadapat penelitian atau tinjauan

pustaka. Maka peneliti menemukan, beberapa karya ilmiah yang akan peneliti

dijadikan tinjauan pustaka:

1. “Makna Foto Berita Perjalanan Ibadah Haji (Analisis Semiotika Karya

Zarqoni Maksum Pada Galeri Foto Antara.co.id),” oleh Fatimah Thamrin

tahun 2008, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Konsentrasi Jurnalistik,

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidatullah Jakarta.

2. “Analisis Semiotika Foto pada Buku Foto Jakarta Estetika Banal karya Erik

Prasetya”, oleh Marifka Wahyu Hidayat 2014, Jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

UIN Syarif Hidatullah Jakarta.

3. “Denotasi dan Konotasi dalam Karya Foto Jurnalistik Bencana Alam Tanah

Longsor di Banjarmasin pada Harian Kompas edisi 13-18 Desember 2014”

oleh Yudho Priambodo, Jurusan Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut

Seni Indonesia, Yogyakarta.

Dalam ketiga skripsi yang di teliti tersebut, mempunyai kesamaan dari

Subjek penelitian yang akan peneliti teliti yaitu foto, akan tetapi berbeda dalam

membahas objek penelitian yang mana peneliti akan membahas tentang perjalanan

atau proses keberagamaan Ng Swan Ti dalam mencari identitas agama yang terjadi

pada perayaan Hari Paskah atau Kenaikan Isa Almasih di Larantuka, Flores Timur,

Nusa Tenggara Timur(NTT).

Page 26: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

15

G. Sistematika Penulisan

Teknik dari penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman

penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang telah di susun oleh tim UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta press, 2007.

BAB 1 : Pendahuluan, merupakan penjelasan dari latar belakang

permasalahan penelitian skripsi ini. Didalamnya juga dijelaskan

fokus dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,

metodologi penelitian (paradigma penelitian, pendekatan penelitian,

metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek

penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data),

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan yang mendasari

penelitian :

Keberagamaan Masyarakat Flores Modern (Studi Semiotika

Makna Esai Foto Jurnalistik Karya Ng Swan Ti Berjudul Flores

Revisited Pada Pameran Jakarta Biennale 2015).

BAB 2 : Membahas tentang keberagamaan masyarakat modern, Evolusi

agama, foto jurnalistik serta teori semiotika Roland Barthes.

BAB 3 : Pemaparan mengenai gambaran umum tentang Sejarah Flores,

tentang Pameran Jakarta Biennale 2015 dan Profil Ng Swan Ti

mengenai karya-karya yang telah di buat termasuk Flores Revisited.

BAB 4 : Pemaparan data analisis tentang foto Flores Revisited karya Ng

Swan Ti yang dipamerkan di Jakarta Biennale 2015 melalui

semiotika Roland Barthes serta pembahasannya.

Page 27: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

16

BAB 5 : Merupakan tahap akhir dari skripsi yang berisi terkait dengan

kesimpulan dan saran.

Page 28: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

17

17

BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Keberagamaan dan Masyarakat Modern

1. Konsep Keberagamaan

Agama merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan

dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, sehingga sebagai umat

beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan

kita melalui rutinitas beribadah serta mencapai rohani yang menyempurnakan

kesuciannya. Dengan kata lain agama adalah usaha yang dilakukan manusia

untuk mengenal dan menyembah tuhannya yang diyakini, dapat memberikan

kesejahterahan dan keselamatan hidup manusia. Hal tersebut akan didapat

dengan cara taat kepadanya dan melakukan berbagai ritual penyembahan

sebagai bukti bakti manusia kepada tuhannya.1

Dalam bukunya The Elementary From of Religious Life, Emile

Durkheim membagi unsur-unsur yang sangat penting yang menjadi syarat

sesuatu dapat disebut sebagai agama, yaitu praktek-praktek(upacara/ritual),

sistem kepercayaan, emosi keagamaan, umat penganut religi.

a. Upacara keagamaan/ritual yaitu Fenomena religi terbagi menjadi dua

kategori meliputi kepercayaan dan ritual. Kepercayaan merupakan sebuah

opini yang terdiri dari representasi. Sementara ritual merupakan sebuah

tindakan-tindakan tertentu. Diantara dua fenomena tersebut terdapat hal

yang membedakan antara pemikiran dan aksi.2 Dengan maksud

1 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, (The Free Press,1995), hal 35. 2 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 36.

Page 29: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

18

kepercayaan hanya merupakan sebuah bentuk pemikiran untuk percaya

terhadap sesuatu yang diyakini, sedangkan ritual merupakan bentuk dari

tindakan yang merepresentasikan kepercayaan terhadap apa yang diyakini

yaitu agama.

Sebuah ritual dapat dibedakan dari praktik-praktik kemanusiaan

lainnya, sebagai contoh: Praktik moral hanya dari sifat murni objek-

objeknya. Layaknya ritual, aturan moral menetapkan cara kita berperilaku,

namun cara kita berperilaku merupakan objek dari hal-hal yang lain. Objek

dari ritual lah yang harus dicirikan jika kita ingin mencirikan ritual itu

sendiri. Sifat-sifat khusus dari objek tersebut diperlihatkan didalam

kepercayaan.3 Oleh sebab itu, hanya jika kita telah berhasil mendefinisikan

kepercayaan barulah kita dapat mendefinisikan ritual. Dengan kata lain

sebuah ritual akan terjadi atau terlaksana ketika manusia telah meyakini

satu hal atau percaya terhadap apa yang diyakini.

b. Sistem Kepercayaan adalah hal-hal yang mempresentasikan sifat-sifat dari

hal yang sakral berhubungan dengan hal sakral lainnya yang dianggap

tidak suci. Hal-hal sakral tersebut merupakan sesuatu yang terlindungi dan

terisolasi oleh batasan-batasan tertentu. Sedangkan hal yang tidak suci

merupakan hal-hal yang dilarang dan harus dipisahkan dari segala yang

dianggap sakral. Sesuatu yang dianggap sakral atau dapat dikatakan

sebagai aturan sebuah agama dalam menjalaninya harus dipisahkan dari

sesuatu yang dianggap tidak suci.4 Dengan kata lain seseorang yang

percaya terhadap agama yang ia yakini akan mendorong untuk melakukan

3 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 36. 4 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 38.

Page 30: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

19

hal-hal yang dianggap sakral. Sebagai contoh, pada pandangan umat

muslim, beribadah merupakan suatu hal yang dianggap sakral namun

setelah melakukan ibadah tersebut ia berbuat sesuatu hal yang dianggap

tidak suci yaitu mengumbar kepada orang lain atas ibadah yang ia lakukan.

Hal tersebut tidak bisa beriringan dilakukan. Oleh karena itu pada sistem

kepercayaan yang disebutkan Emile Durkheim, bahwa keyakinan

seseorang dalam beragama merupakan hal yang teramat penting dalam

menjalankan sistem kepercayaan tersebut. Keyakinan beragama menurut

Emile Durkheim ialah sesuatu yang diakui dan dipercaya oleh sekumpulan

orang yang menjalani ritual yang sama. Tidak hanya diakui satu sama lain

tapi mereka juga memiliki rasa memiliki dan memersatukan hal (ritual,

kepercayaan) tersebut. Dan setiap orang merasa semakin menyatu dengan

yang lain karena mereka memiliki kepercayaan (iman) yang sama.5

c. Emosi keagamaan yaitu hal yang membuat seseorang melakukan tindakan-

tindakan bersifat religi. Dengan kata lain, masyarakat pada umumnya

memiliki pengaruh dalam pikiran seseorang, yang secara tak terelakan

memiliki segalanya yang dibutuhkan untuk membangkitkan rasa

ketuhanan mereka. Tuhan utamanya merupakan dzat yang manusia

hormati serta percayai memiliki kekuasaan atas diri mereka sebagai tempat

bergantung.6 Masyarakat mengharuskan kita menjadi pengikutnya,

melupakan segala kepentingan individual. Hal-hal tersebut menjadikan

kita subjek dari segala bentuk pengekangan, cobaan dan pengorbanan yang

mana tanpa hal tersebut segala kehidupan sosial akan mustahil tercipta.

5 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 38. 6 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 40.

Page 31: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

20

Sebab itu, secara langsung kita tunduk pada aturan-aturan dalam bertindak

dan berfikir yang mana hal tersebut belum tentu merupakan hal kita buat

atau inginkan. Hal-hal ini kemudian terkadang bertolak belakang dengan

keinginan dan naluri dasar kita.7 Dalam hal ini seseorang yang memiliki

keyakinan-keyakinan dan percaya akan suatu agama dengan melakukan

praktek-praktek keagamaan seperti ritual akan memiliki perasaan-perasaan

mendalam akan dirinya sendiri yang akan membentuk sebuah pandangan

terhadap apa yang diyakininya.

d. Umat penganut religi yaitu sebuah masyarakat yang anggotanya bersatu

karena mereka melihat dunia yang sakral dan hubungannya dengan dunia

yang fana dengan cara yang sama, dan karena mereka menerjemahkan

representasi umum ini kedalam praktik yang sama (menjalankan ritual

yang sama). Dengan kata lain sekelompok atau seseorang yang menganut

sistem religi atau suatu sistem keyakinan.8

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pengetian agama dan unsur-

unsur yang dianggap penting dan menjadi syarat sesuatu dikatakan sebagai

agama oleh Emile Durkheim, dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah agama

perlu sikap atau tindakan dalam melakukannya. Dalam hal ini keberagamaan

seseorang dalam menjalankan sebuah agama perlu dipraktekan secara benar

dengan berbagai bentuk.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Keberagamaan berasal dari

kata agama, yang berartikan suatu sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah

7 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 40. 8 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 43.

Page 32: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

21

yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dan

lingkungannya.9 Kata “agama” berasal dari Bahasa sansekerta agama yang

berarti “tradisi”. Terdapat juga dalam Bahasa latin religio yang berakar pada

kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat erat”.10 Dengan demikian individu

yang beragama mengikat dirinya kepada yang diyakininya.

Berdasarkan pengertian di atas keberagamaan dari kata dasar Agama

yang berarti segenap kepercayaan kepada Tuhan, Beragama berarti memeluk

atau menjalankan agama. Dan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri

individu dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut.11 Meski

berasal dari kata dasar yang sama dengan agama, namun dalam penggunaannya

istilah keberagamaan mempunyai makna yang berbeda dengan agama. Jika

agama menunjukan pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan

kewajiban –kewajiban keberagamaan menunjuk pada aspek agama yang telah

dihayati oleh individu di dalam hati dengan kata lain seberapa jauh

pengetahuan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama yang diyakininya.12

Oleh karena itu “agama”(religi) dan keberagamaan(religiousity) sedikit

berbeda.

Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam sisi kehidupan

manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan

ritual(beribadah), tetapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh

9 Dewi S. Baharta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Bintang Terang 1995)

diakses pada 3 maret 2017 10 https://id.wikipedia.org/wiki/Agama (diakses pada tanggal 3 maret 2017). 11 Abdullah, Taufiq, dan Rusli Kasim. Penelitian Agama Suatu Pengantar, (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 1989), hal 93. 12 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan kreativitas dalam

perspektif psikologi islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), hal 70-71.

Page 33: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

22

kekuatan akhir. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat

dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati

seseorang.13

Menurut Jalaluddin Rakhmat Religiusitas (keberagamaan) adalah

perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash.14 Dari

definisi keberagamaan tersebut, maksudnya adalah pola sikap seseorang yang

berusaha menuju kepada pola kehidupan yang sesuai. Keberagamaan juga

diartikan sebagai kondisi pemeluk agama dalam mencapai dan mengamalkan

ajaran agamanya dalam kehidupan atau segenap kerukunan, kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran dan kewajiban melakukan sesuatu

ibadah menurut agama.15

Dalam pandangan Abu Hamid dalam perilaku keberagamaan seseorang

terdapat beberapa sebab yakni Adapun orang yang mempunyai perilaku

keberagamaan sebgai berikut:16

a. Perilaku seseorang bukanlah pembawaan atau tidak dibawa sejak lahir

adalah perilaku seseorang memang tidak dibawa sejak dilahirkan, tetapi

harus dipelajari sejak perkembangan hidupnya. Oleh karena itu orang tua

hendaknya selalu memberikan arahan yang baik dan benar sehingga anak-

anaknya dalam mengalami pengalaman dapat berjalan baik dan lancar.

Seperti memberikan endidikan agama bagi seorang anak harus ditanamkan

13 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan kreativitas dalam

perspektif psikologi islam, hal 71. 14 Abdullah, Taufiq, dan Rusli Kasim. Penelitian Agama Suatu Pengantar, (Yogyakarta,

Tiara Wacana, 1989), hal. 93. 15 Ahmad Syaefudin Janu Arbain, Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam

Jumat Pagi Terhadap Tingkat Keberagamaan Penghuni Lokalisasi Karaoke, (Universitas Islam

Negeri Walisongo, Semarang 2014), hal 30. 16 Abu Hamid, Psikologi Sosial, (Semarang: PT Bina Ilmu, 1979), hal. 53.

Page 34: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

23

orang tuanya sejak dini, sehingga tidak ada kata terlambat untuk dipelajari

dan mengembangkan perilaku keberagamaan tetapi harus dipelajari selama

perkembangan hidupnya.

b. Perilaku keberagamaan tidak berdiri sendiri artinya ada faktor-faktor yang

mempengaruhi, oleh sebab itu faktor-faktor yang mempengaruhi

diusahakan faktor-faktor yang berakibat baik dalam pembentukan sikap

keberagamaan.

c. Perilaku pada umumnya memiliki segi-segi motivasi dan emosi, artinya

seorang dalam membentuk sikap keberagamaan selalu mempunyai perasaan

dan semangat maupun dorongan untuk mencapai tujuan yang hendak

dicapai.

Menurut Jalaluddin, ada dua faktor yang mempengaruhi religiusitas

diantaranya adalah faktor intern dan ekstern. Faktor intern meliputi hereditas

(keturunan), usia, kepribadian dan kondisi kejiwaan. Sedangkan faktor ekstern

meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.17 Karena sering kali

diwarnai perubahan-perubahan yang disebabkan beberapa faktor-faktor

tertentu, maka perilaku keberagamaan seseorang dalam perjalanan hidupnya

tidak berlangsung secara baik. namun perubahan tersebut dapat dilihat dari segi

kualitas maupun kuantitas perilaku keberagamaannya.

Selain Jalaludin yang mengungkapkan beberapa faktor yang

mempengaruhi keberagamaan seesorang, ada pula faktor-faktor yang bisa

menghasilkan perilaku keberagamaan, yakni dalam buku ilmu jiwa agama

17 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers. 2010), hal. 305.

Page 35: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

24

karangan Sururin, Robert H. Thouless mengemukakan faktor-faktor yang

menghasilkan perilaku keberagamaan antara lain.18

a. Pengaruh-pengaruh sosial yaitu Faktor sosial mencakup semua pengaruh

sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: seperti pendidikan

orang tua, tradisi-tradisi dan tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk

menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh

lingkungan.

b. Berbagai Pengalaman yakni Pada umumnya anggapan bahwa adanya suatu

keindahan, keselarasan, dan kebaikan yang dirasakan dalam dunia nyata

memainkan peranan dalam pembentukan sifat keberagamaan

c. Kebutuhan yakni Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan

agama adalah kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara

sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan

agama. Kebutuhan tersebut dikategorikan menjadi empat bagian yaitu:

kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk

memperoleh harga diri dan kebutuhan akan adanya kehidupan dan

kematian.

d. Proses pemikiran yakni manusia adalah makhluk berfikir, salah satu akibat

dari pemikiran manusia bahwa ia membantu dirinya untuk menentukan

keyakinan-keyakinan mana yang harus diterima dan keyakinan yang harus

ditolak. Faktor tersebut merupakan faktor yang relevan untuk masa remaja,

karena bahwa pada masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal-soal

18 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 79.

Page 36: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

25

keagamaan, terutama bagi remaja yang mempunyai keyakinan secara sadar

dan bersikap terbuka.19

Manusia memiliki pola sikap terhadap bermacam-macam hal,

sedangkan pola sikap yang termasuk dalam keberagamaan misalnya:

“Bagi orang muslim yang benar-benar taat ia akan mengatakan

daging babi adalah haram, tidak disukai dan kotor, Mungkin sekali

seseorang yang betul-betul bersikap demikian dikatakan bahwa ia

sedang makan daging babi maka ia akan memuntahkan keluar apa yang

sedang ia makan, inilah salah satu contoh mengenai sikap

keberagamaan seseorang terhadap makanan tersebut yang dalam

pandangan agamanya bahwa itu haram”.20

Dengan demikian bahwa keberagamaan dalam setiap individu

mempunyai sikap-sikap tersendiri yang akan menguatkan jiwa seseorang dalam

keyakinannya terhadap agama yang dianut.

Sarwono menyebutkan, bahwa sikap (attitude) adalah istilah yang

mencerminkan rasa senang, tidak senang, atau perasaan biasa-biasa saja (netral)

dalam diri seseorang terhadap sesuatu. “Sesuatu” itu bisa benda, kejadian,

situasi, orang-orang atau kelompok. Sikap tersebut dinyatakan dalam tiga

dominan yaitu, Affect adalah perasaan yang timbul (senang atau tidak senang),

Behaviour adalah perilaku yang mengikuti perasaan itu (mendekat atau

menghindar), cognition adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus atau tidak

bagus).21

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap

keberagamaan adalah sebagai berikut:

19 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, hal. 81. 20 Ahmad Syaefudin Janu Arbain , Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam

Jumat Pagi Terhadap Tingkat Keberagamaan Penghuni Lokalisasi Karaoke. hal 36 21 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Press,

2010), hal. 20.

Page 37: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

26

a. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor yang terdapat dalam diri

pribadi manusia itu yakni aktifitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri, atau

minat perhatiannya untuk menerima atau mengolah pengaruh-pengaruh

yang datang dari luar dirinya.22

b. Faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor yang datang dari luar individu

Dimana faktor ini biasa timbul melalui interaksi sosial maupun non sosial.23

Faktor eksternal tersebut dipengaruhi oleh:

1) Interaksi sosial interaksi sosial adalah hasil kebudayaan manusia yang

sampai melalui keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Thouless

menambahkan bahwa:

“Tidak ada seorang pun yang dapat mengembangkan sikap-

sikap keagamaan kita dalam keadaan terisolasi dalam

masyarakat. Sejak masa kanak-kanak hingga masa tua kita

menerima perilaku dari apa yang mereka katakan pengaruh

terhadap sikap-sikap keagamaan kita”.24

Sedemikian penting faktor lingkungan sosial dalam pembentukan

sikap, maka selektifitas pergaulan sangat penting untuk diperhatikan,

karena kesalahan dalam pemilihan lingkungan sosial akan dapat

berakibat negatif bagi pembentukan sikap seseorang.

2) Interaksi non sosial adalah hasil kebudayaan manusia yang sampai

kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio,

televisi, buku, risalah dan lain-lain. Dengan demikian interaksi sosial

22 Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 1991), hal. 155. 23 Gerungan, Psikologi Sosial, hal.156. 24 Robert H Thouless, , Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers 1992 edisi

terjemah), hal. 37.

Page 38: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

27

dan non sosial mempunyai peranan dalam rangka pembentukan sikap

dalam keberagamaan.25

Satu-satunya fungsi akal dalam pembentukan keyakinan-keyakinan

keagamaan tampaknya hanya rasionalisasi. Manusia adalah mahluk yang

berfikir dan salah satu akibat dari pemikiranya adalah bahwa ia membantu

dirinya untuk menentukan keyakinan-keyakinan yang mana yang harus

diterimanya dan yang mana pula yang harus ditolaknya. Dalam hal ini perilaku,

sikap, pengetahuannya terhadap agama akan sangat menentukan sikap

keberagamaan.26

Dengan demikian, beberapa konsep serta pandangan yang telah

dipaparkan, menurut penulis hakikat keberagamaan seseorang terletak pada

ikhtiar atau usahanya dalam mencari Tuhan dalam ragam keyakinan dan

peribadatannya. Dikarenakan seseorang pemeluk agama akan selalu memasuki

fase kesalehan baru dalam setiap rentang kehidupannya, sehingga dengan

berbagai fenomena yang akan terjadi setiap individu bertanggung jawab dengan

apa yang ia lakukan terhadap keyakinannya.27

2. Konsep Masyarakat Modern

Secara terminologi istilah masyarakat berasal dari kata bahasa arab yaitu

syaraka yang berarti ikut serta atau berpartisipasi. Sedangkan kata musyaraka

berarti “saling bergaul”. Adapun bahasa Arab untuk masyarakat adalah

mujtama, Sedangkan dalam bahsa Inggris istilah yang digunakan pada

25 Gerungan. 1991. Psikologi Sosial, hal. 156 26 Ahmad Syaefudin Janu Arbain, Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam

Jumat Pagi Terhadap Tingkat Keberagamaan Penghuni Lokalisasi Karaoke, hal 39. 27 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UINPress, 2014),

hal 32

Page 39: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

28

masyarakat adalah society yang berasal dari kata latin yaitu socius, yang berarti

“kawan”.28

Koentjaraningrat mengartikan masyarakat sebagai istilah yang lazim

untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah

maupun dalam bahasa sehari-hari, dengan maksud secara etimologi masyarakat

adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat

istiadat tertentu yang bersifat continue yang terikat oleh suatu rasa identitas

bersama.29 Menurut definisi lain, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang

saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan

manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling

berinteraksi.30

Sejarah kehidupan masyarakat sekarang ini telah memasuki apa yang

disebut dengan era modern. Istilah modern yang berarti “baru” dapat digunakan

sebagai istilah yang menyebut sesuatu terhadap perkembangan kehidupan

manusia yang sedang berlangsung saat ini, yaitu “zaman modern”. Secara

bahasa kata “modern” berasal dari bahasa Latin “modo” yang berarti “just

now” atau “yang kini”. Istilah ini seringkali dikaitkan dengan kehidupan yang

ditemukan dalam masyarakat Barat yang sudah mengalami industrialisasi dan

tingkat teknologi yang maju.31

28 https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat (diakses pada tanggal 20 maret 2017) 29 Koentjaraningrat, Pengantar ilmu antroplogi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal, 147-

148. 30 Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa

2008) 31 Arfan Gaffar, Modern dan Islam; Dua Kutub yang Bertentangan dalam Al-Qur’an dan

Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: SIPRESS, 1993), hal. 106.

Page 40: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

29

Konsep modernisasi dalam arti khusus yang disepakati teoritisi

modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara:

historis, relatif, dan analisis. Menurut definisi historis, modernisasi sama

dengan westernisasi atau Amerikanisasi. Modernisasi dilihat sebagai gerakan

menuju cita-cita masyarakat yang dijadikan model. Menurut pengertian relatif,

modernisasi berarti upaya yang bertujuan untuk menyamai standar yang

dianggap modern baik oleh masyarakat banyak maupun oleh penguasa. Definisi

analisis berciri lebih khusus dari pada kedua definisi sebelumnya yakni

melukiskan dimensi masyarakat modern dengan maksud untuk ditanamkan

dalam masyarakat tradisional atau masyarakat pra modern.32

Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan

ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan

masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah

proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju,

di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.33 Seiring

dengan pendapat Wilbert E. Moore yang mengemukakan bahwa modernisasi

adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra

moderen dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola ekonomis dan

politis yang menjadi ciri-ciri negara barat yang stabil.34

32 Piort Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2004), hal. 152-153. 33 Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994),

hal. 176-177. 34 Wilbert E. Moore, "Social Verandering" dalam Social Change, diterjemahkan oleh A.

Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen, 196, hal. 129.

Page 41: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

30

Amin Rais menyatakan bahwa suatu abad dapat dikatakan modern

apabila memiliki ciri-ciri:35

a. Ledakan informasi tanpa batas – berkat teknologi komunikasi yang semakin

maju, produktif, dan efektif – sehingga dapat menjangkau seluruh penjuru

dunia.

b. Nilai moral semakin longgar, yang ditunjukkan dengan semakin kaburnya

batas antara halal dan haram maupun baik dan buruk.

c. Semakin tumpulnya peri kemanusiaan.

d. Sangat mengagungkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

e. Kehidupan masyarakat yang semakin materialistik.

Sementara itu Ali Yafie yang juga menyebutkan bahwa peradaban

modern ditandai dengan:36

a. Kemajuan di bidang teknologi.

b. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.

c. Kehidupan lebih individualis dan materialis.

d. Kekuasaan jaringan informasi.

e. Terjadi pelecehan dan pendangkalan nilai-nilai agama.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan

modern diidentikan dengan manusia yang rasional dengan ditandai dengan

kemajuan ilmu pengetahuan, semakin derasnya arus informasi. Kehidupan

modern juga mempunyai sisi negatif seperti masyarakat yang cenderung

individual, materialis dan menurunnya minat terhadap agama. Modernisasi

35 Amin Rais, Tauhid Sosial : Formula Menggempur Kesenjangan, (Bandung: Mizan,

1998), hal. 151-153. 36 Ali Yafie, Teologi Sosial Telaah Kritis Persoalan Keagamaan Kemanusiaan,

(Yogyakarta: LKPSM, 1997), hal. 65.

Page 42: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

31

yang ada di masyarakat saat ini tentu tidak bisa dihindari oleh masing-masing

individu yang ada.

Modernisasi juga menimbulkan perubahan di berbagai bidang nilai,

sikap dan kepribadian. Sebagian besar perkara ini terhimpun dalam konsep

"manusia moderen".37 Menurut Lerner, manusia moderen adalah orang yang

gemar mencari mencari sesuatu sendiri yang mempunyai kebutuhan untuk

berprestasi dan gemar mencari sesuatu yang berbeda dari orang lain.38

Manusia modern mempunyai berbagai macam ciri. Alex Inkeles dan

David Smith menjabarkan ciri-ciri manusia modern ada 5 ciri sebagaimana

dikutip oleh Arfan Gaffar, yaitu:39

a. Opens to new experience (Keterbukaan untuk menerima hal-hal baru).

b. The realism of growth of opinion (Memiliki kemampuan untuk membentuk

dan menyatakan pendapat menyangkut permasalahan di sekitarnya).

c. The readiness for social change (Siap menerima perubahan sosial).

d. The need of information (Membutuhkan dan selalu mengikuti informasi

perkembangan).

e. Oriented to world future and punctuality (Berorientasi ke depan).

Modernisasi sebagai sebuah gejala perubahan sosial tentunya sangat

penting bagi sebuah masyarakat, terutama pada masyarakat yang mempunyai

sifat terbuka terhadap suatu perubahan. Modernisasi erat hubungannya dengan

globalisasi di mana pembaharuan yang terjadi dalam masyarakat lebih besar

37 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2001), hal. 384. 38 Ellya Rosana,“ Moderenisasi dan Perubahan Sosial” Jurnal Tapis Volume 7 Nomor 12,

2011, hal. 40. 39 Arfan Gaffar, Modern dan Islam; Dua Kutub yang Bertentangan dalam Al-Qur’an dan

Tantangan Modernitas, (Jakarta: SIPRESS, 1993), hal. 106.

Page 43: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

32

terjadi karena masuknya teknologi. Melalui teknologi tersebut akan sedikit

banyak membawa dampak yang progres bagi masyarakat, misalnya saja dengan

adanya modernisasi maka secara tidak langsung teknologi akan mudah diserap

oleh masyarakat, dan lebih cepat merubah pola pikir masyarakat.40 Dengan

deimikian modernisasi dirasa penting karena menyangkut dampak yang akan

terjadi dalam suatu masyarakat, baik positif maupun negatif.

Dari beberapa pernyataan yang telah dipaparkan, konsep masyarakat

modern telah mengubah perilaku masyarakat secara luas. Mulai dari berpikir

logis dan rasional hingga lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

dan tekhnologi. Di sisi lain konsep masyarakat modern juga telah mengubah

sikap masyarakat terhadap proses keagamaan.41 Masyarakat modern dipandang

sebagai masyarakat yang seakan-akan lupa terhadap nilai-nilai sakral agama.42

Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu

menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih

bijak dan arif, tetapi dalam kenyataannya banyak manusia moderen yang

kualitas kemanusiaannya lebih rendah dibandingkan dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dicapainya, sehingga melahirkan berbagai

macam problema dalam kehidupannya.

40 Yeni Ristiana, Pola Interaksi Masyarakat di Kampung Cyber RT. 36 RW. 09 Taman,

Kelurahan Patehan,Kecamatan Kraton, Yogyakarta, (Universitas Negeri Yogyakarta 2012), hal. 1. 41 Amin Rais, Tauhid Sosial : Formula Menggempur Kesenjangan, hal. 151-153 42 Ali Yafie, Teologi Sosial Telaah Kritis Persoalan Keagamaan Kemanusiaan, hal. 65.

Page 44: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

33

B. Konsep Evolusi Agama

Dalam buku Sosiologi Agama yang ditulis Dadang Kahmad disebutkan

"tingkat perkembangan agama dan kepercayaan di suatu masyarakat dipengaruhi

oleh tingkat perkembangan peradaban masyarakat tersebut”.43 Pernyataan ini

secara eksplisit menunjukkan bahwa agama tumbuh dan berkembang sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan manusia yang secara langsung

mempengaruhi proses evolusi agama. Oleh karenanya, proses evolusi agama

sesungguhnya dimulai ketika manusia mengenal agama.44

Dadang mengatakan, tingkat paling dasar dari evolusi agama adalah ketika

manusia percaya bahwa makhluk-makhluk halus menempati alam sekeliling tempat

tinggal manusia. Pandangan ini dikemukakan oleh E. B Taylor sebagai tokoh yang

memperkenalkan "teori jiwa" sebagai salah satu teori asal mula manusia

beragama.45 Dalam teori ini disebutkan, agama yang paling awal datang bersamaan

dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa dunia ini tidak hanya dihuni oleh

makhluk materi, tetapi juga makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). E. B.

Taylor berpendapat, agama muncul dari kesadaran manusia akan adanya roh atau

jiwa, keyakinan ini disebutnya animisme.46

Masih menurut pandangan E. B. Taylor, evolusi agama pada tingkat

selanjutnya ditunjukkan dengan keyakinan bahwa gerak alam disebabkan oleh jiwa

yang ada di belakang pristiwa dan gejala alam tersebut. Tingkat kedua dari evolusi

agama ini disebut Taylor ialah polytheisme yang merupakan perkembangan dari

43 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remadja Rosdakarya, 2006), hal. 24. 44 Dadang Kahmad – mengutip Koentjoroningrat, menyebutkan enam teori asal mula

agama, yaitu: teori jiwa, teori batas akal, teori krisis dalam hidup individu, teori kekuatan luar biasa,

teori sentiment masyarakat, dan teori wahyu Tuhan. 45 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, hal. 24-25. 46 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, hal 24-25.

Page 45: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

34

pemujaan terhadap roh nenek moyang (manisme). Sementara tingkat terakhir dari

evolusi agama dalam pandangan Taylor lahir bersamaan dengan timbulnya susunan

kenegaraan di dalam masyarakat manusia.47 Taylor memandang, ketika muncul

susunan kenegaraan di masyarakat, muncul pula kepercayaan bahwa di alam

dewadewa juga terdapat susunan kenegaraan yang serupa dengan susunan

kenegaraan manusia. Susunan kenegaraan dewa semacam ini lambat laun

menimbulkan kesadaran baru dari keyakinan bahwa pada hakikatnya semua dewa-

dewa tersebut merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi.48

Stephen K. Sanderson dalam buku Macrosociology mengatakan bahwa

kajian ilmiah tentang evolusi agama telah tertinggal jauh di belakang kajian

mengenai evolusi berbagai ciri kehidupan sosial-budaya lainnya.49 Namun

demikian, pada buku tersebut Sanderson tetap menyebutkan tokoh-tokoh seperti

Robert N. Bellah dan Wallace yang dipandangnya memiliki skema evolusi agama

dan cukup berharga untuk dikemukakan mengingat penelitian tentang masalah ini

kurang menjadi perhatian dan sangat sedikit dilakukan.

Robert N. Bellah (1927-2013) mengkonsepsi tentang evolusi agama yaitu

dalam upaya menjelaskan berbagai perubahan agama manusia akibat meningkatnya

perbedaan dan kompleksitas kelembagaan, sistem sosial atau satuan apapun yang

ada dalam masyarakat yang mampu mendorong kemampuan manusia melakukan

adaptasi dengan lingkungannya.50

47 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, hal. 24. 48 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, hal. 25. 49 Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 521. 50 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UINPress, 2014),

hal 41.

Page 46: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

35

Skema evolusi agama yang diperkenalkan Bellah dibagi ke dalam lima

tahap, yaitu: primitif, purbakala, historis, modern awal, dan modern. Bellah

memandang agama primitif terisi dengan mitos dan makhluk spiritual, sementara

agama purbakala dikarakteristikan oleh munculnya dewa-dewa, padri-padri, ibadah

kurban, dan konsepsi tentang kerajaan Tuhan. Agama historis dipandang Bellah

sebagai agama-agama besar dunia yang timbul satu saat selama atau sesudah masa

seribu tahun (millenium) pertama sebelum Kristus. Agama modern awal dalam

pandangan Bellah timbul dengan adanya Reformasi Protestan yang meneruskan

pembedaan yang dilakukan agama-agama historis antara dunia sekular dan dunia

yang lain (spiritual, pen).51 Sedangkan pada tahap agama modern, Bellah meyakini

bahwa abada keduapuluh sedang mengalami timbulnya agama modern secara

gradual, ia memaknai agama modern sebagai suatu bentuk kehidupan keagamaan

di mana konsep-konsep dan ritual-ritual agama tradisional digantikan dengan

kekhawatiran etik humanistik dari berbagai hal yang sekuler. Pada tahap ini,

persoalan-persoalan tentang penderitaan akhir manusia semakin banyak dijawab

dalam arti yang nonteistik.52

Manusia modern tampaknya mulai tergoda dengan ungkapan “my mind is

my church”, atau “I am is a sect myself” atau ungkapan “ its my life” persetan

dengan kata masyarakat karena itu sistem sosial mengalami kelenturan mengikuti

kekauan doktrin (ortodoksi) dan kekakuan karaktorologi (kepribadian uritan). Dan

tentunya dikhawatrirkan kemungkinan kemungkinan lainnya konsekuensi dari

distorsi patologis dalam situasi masyarakat modern. Pertanyaan lanjutnya apakah

kepribadian dalam jati diri suatu bangsa dapat bertahan pada era masyarakat

51 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal 41-47. 52 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal 46.

Page 47: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

36

modern, tetap terlembaga secara mantap dalam sistem sosial yang lebih luas.

Ataukah semua ini adalah bagian dari upaya menawarkan inovasi kreatif dari

tindakan manusia untuk menuguhkan kembali ukuran nilai nilai moral dan sistem

dalam bermasyarakat.53

Sementara itu, Wallace memandang agama suatu masyarakat sebagai

pranata pemujaan (cult institutions), yaitu seperangkat "spiritual yang semuanya

mempunyai tujuan umum yang sama, semuanya secara eksplisit dirasionalkan oleh

seperangkat kepercayaan yang serupa atau yang berkaitan, dan semuanya didukung

oleh kelompok sosial yang sama." Wallace mengidentifikasikan empat tipe agama

evolusioner yang didasarkan pada gabungan pranata-pranata pemujaan tersebut,

yaitu pertama, agama-agama shaman yang hanya terdiri dari pranata pemujaan

individual dan shamanik. Kedua, agama-agama komunal, yang mengandung

pranata pemujaan komunal, shamanik dan individualistik. Ketiga, gama-agama

Olympian, yang mengandung pranata pemujaan individual, shamanik dan komunal,

maupun pranata pemujaan eklesiastikal yang terorganisasi sekeliling rumah-rumah

pemujaan dewa-dea tinggi yang politeistik. Dan keempat, agama-agama

monoteistik, yang menganndung pranata pemujaan individualistik, shamanik, dan

komunal, sejalan dengan pranata pemujaan eklesiastikal yang terorganisasi sekitar

konsep suatu dewa tinggi tunggal.54

Studi mengenai evolusi agama (sebagaimana skema Wallace) selanjutnya

dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini:55

53 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal. 46. 54 Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial,

hal. 524. 55 Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial,

hal. 526.

Page 48: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

37

Tabel 1: Studi Evolusi Agama Wallace

Tipe Agama (Skema

Wallace)

Tingkat Teknologi

Khusus Masyarakat

Contoh

Shamanik: hanya ada

pranata pemujaan

individualistik dan

shamanik

Pemburu dan peramu Eskimo, Kung, Mbuti

dari Afrika Tengah

Komunal: terdapat

pranata pemujaan

individualistik,

shamanik, dan

kommunal

Hortikultur sederhana Masyarakat kepulauan

Trobriand, banyak

suku Indian Amerika

Utara

Olympian: terdapat

pranata pemujaan

individualistik,

shamanik, komunal,

daneklesiastik

politeistik

Hortikultur intensif

dan pertanian awal

Maya, Aztek, Inca,

Yunani dan Romawi

kuno, Kerajaan-

kerajaan Afrika

Monoteistik: terdapat

pranata pemujaan

individualistik,

shamanik, komunal,

dan eklesiastik

monoteistik

Agraris yang

kompleks dan industri

kontemporer

China dan India kuno,

Erop abad

pertengahan,

Kapitalisme Barat,

Jepang Kontemporer

Sumber: Buku Sosiologi Makro, Stephen K. Sanderson, 1995, hal 526

Pada evolusi agama yang akan dibahas dalam penelitian ini, penulis

memaparkan bagaimana terjadinya evolusi agama pada masrayakat Larantuka

Flores dalam melakukan ritual-ritual peribadatan. Evolusi agama yang terjadi pada

Page 49: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

38

Masyarakat Larantuka Flores yang direpresentasikan melalui karya foto jurnalistik

berbentuk esai berjudul Flores Revisited. Penulis merasa konsep yang dipaparkan

Robert N Bellah pada tahapan kelima, yaitu zaman modern sangat tepat dengan apa

yang terjadi dalam kehidupan beragama masyarakat Flores saat itu.56 Percampuran

budaya dan agama yang dialami masyarakat Flores saat itu menjadi landasan

penting terhadap pola kehidupan beragama dan norma-norma sosial yang terjadi

hingga saat ini.

C. Fotografi Jurnalistik

Fotografi Jurnalistik adalah salah satu aliran fotografi yang lebih

mengutamakan realita dibandingkan dengan aliran lainnya. Dalam dunia

jurnalistik, foto menjadi hal yang paling penting untuk mewakili sebuah

pemberitaan atau informasi yang tidak dapat disampaikan hanya dengan sebuah

tulisan.57 Taufan menambahkan bahwa foto jurnalstik Sebagai produk jurnalistik

memang tak setua jurnalistik tulis. Ia berakar dari fotografi dokumenter setelah

teknik perekaman gambar secara realis ditemukan.58 Foto dikategorikan sebagai

foto jurnalistik saat foto itu terdapat nilai-nilai berita yang terkandung di dalamnya,

foto jurnalistik tidak harus bersifat kekerasan dan hal-hal berat lainnya, jika sebuah

foto sudah memiliki nilai berita bagi umum sesederhana apa pun foto tersebut sudah

bisa dikategorikan sebagai foto jurnalistik.59

Menurut Wilson Hicks foto jurnalistik adalah kombinasi dari kata dan

gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara

56 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal. 46. 57 Drs. Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999), hal. 100. 58 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), hal. 130. 59 Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 165.

Page 50: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

39

latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya. Jika dilihat dari fungsi foto

jurnalistik menurut Edwin Emery, antara lain adalah untuk menginformasikan (to

inform), meyakinkan (to persuade) dan menghibur (to intertaint).60

Salah satu pendiri Magnum Photo, Henri Cartier-Bresson yang terkenal

dengan teori decesive moment menjelaskan bahwa foto jurnalistik berkisah dengan

gambar, melaporkannya dengan kamera, merekamnya dalam waktu, yang

seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersebut mengungkapkan sebuah

cerita.61 Seorang fotografer terutama fotografer jurnalistik, menginginkan foto yang

dihasilkan adalah moment puncak(decesive moment) dari sebuah peristiwa. Karena

moment tersebut sulit untuk diulang kembali.62

Fotografi jurnalistik bukan cuma sebagai pelengkap berita, penarik

pembaca ataupun hanya sekadar mengisi bagian kosong dari rubrik di kolom sebuah

media, ini alat terbaik yang saat ini dimiliki berita sebagai penyampainya karena

ringkas dan efektif, hal ini dinyatakan oleh tokoh fotografi dunia Kenneth Kobre

yang juga sebagai pengajar di salah satu universitas luar negeri.63 Di dalam negeri

sosok yang sudah tidak asing lagi dengan foto jurnalistik, Oscar Motuloh

mengatakan bahwa foto jurnalistik itu terdapat dua elemen, yaitu elemen verbal dan

elemen visual. Caption adalah keterangan pelengkap foto yang menjelaskan foto,

caption yang dibuat harus singkat dan menjelaskan secara sekilas.64 Visual yang

dimaksud Oscar Motuloh adalah penampilan mengenai foto itu sendiri.

60 Drs. Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek, hal. 102.

61 Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, hal. 166. 62 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 130. 63 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 17. 64 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 17.

Page 51: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

40

Dari beberapa pengertian yang tertera, secara menyeluruh taufan dalam

bukunya Foto Jurnalistik mendefinisikan bahwa foto jurnalistik seperti

menghentikan waktu, dan memberi kita gambaran nyata bagaimana waktu

membentuk sejarah. Karena sifat dasarnya yang dokumentatif, foto jurnalistik

mampu membuat masyarakat melihat kembali rekaman imaji atas apa yang telah

mereka lakukan pada masa lalu, sekaligus memuat pertanyaan tentang apa yang

terjadi di masa datang, juga mampu membantu masyarakat memahami

lingkungannya dan diri mereka sendiri termasuk mengedentifikasi segala sesuatu

yang harus diwaspadai.65

1. Sejarah Foto Jurnalistik

Sejarah mencatat surat kabar harian Daily Graphic, pada Senin 16 April

1877 memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada

halaman satu seperti yang disebutkan Taufan Wijaya dalam bukunya Foto

Jurnalistik, merupakan embrio dari foto jurnalistik.66

Perkembangan foto jurnalistik sampai pada era foto jurnalistik modern

dikenal sebagai “golden age” (1930-1950). Saat itu terbitan seperti Sports

Illustrated, The Daily Mirror, The New York Daily News, Vu, dan LIFE

menunjukan eksistensinya dengan tampilan foto-foto yang menawan. Pada era

itu muncul nama nama jurnalis foto, seperti Robert capa, Alfred Eisenstaedt,

Margaret Bourke-White, David Seymour, dan W.Eugene Smith. Lalu ada Henri

Cartier-Bresson dengan gaya candid dan dokumenternya.67 Cartie-Bresson,

bersama Robert Capa, David Seymour, dan George Rodger kemudian

65 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal, 16.

66 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik hal, 1. 67 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal,4-5.

Page 52: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

41

mendirikan Magnum photos pada 1947, menjadikan agensi foto berita pertama

yang menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Para

pendirinya yang alumni LIFE kemudian membagi area kerja, Afrika dan Timur

Tengah, India dan Cina, Eropa, serta Amerika.68

Terbitan National Geographic Magazine (NG) juga mendorong

kemajuan foto jurnalistik, terutama edisi yang mengangkat isu-isu kultural

dengan terbitan pertamanya pada januari 1950. NG dikenal sebagai media yang

menerapkan standart teknis tinggi untuk menjaga kualitas foto terbitannya.69

Di Indonesia sendiri awal mulanya muncul fotografi jurnalistik pada

1841, orang tersebut adalah Juriaan Munich, seorang utusan kementerian

kolonial lewat jalan laut di Batavia. Seorang anak Indonesia yang diangkat oleh

pasangan Belanda bernama Kassian Cephas dikenal dengan hasil fotonya pada

tahun 1875.70

Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama

juru foto H.M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal tentang perang aceh

pada kurun 1904 tanpa kehadiran Neeb, tak ada sama sekali kesaksian

terjadinya perang Aceh melawan colonial. Seperti yang dikatakan sebelumnya,

foto dokumenter sebagai akar dari foto jurnalistik telah dikenal di tanah air sejak

abad ke-19.71

Dalam buku IPPHOS karya Yudhi Soerjoatmodjo, Oscar Motuloh

mengungkapkan, pada 2 Oktober 1946 Justus Umbas bersama Frans “Nyong”

68 Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, hal. 63. 69 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 6. 70 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 7. 71 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 7.

Page 53: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

42

Mendur, Alex Mamusung serta Oscar Ganda, mereka mendirikan IPPHOS,

yang tercatat sebagai kantor berita foto independen pertama di Indonesia.72

Hingga pada 1992 Lembaga Kantor Berita Negara Antara mendirikan

Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), galeri pertama yang fokus pada foto

jurnalistik. Dengan kelas foto jurnalistiknya, Antara menjadi katalis lahirnya

jurnalis foto muda. Lewat jalur pendidikan mereka mengembangkan minat dan

wawasan jurnalistik.73

Oscar Motuloh dalam tulisannya tahun 2014 di situs resmi agensi foto

milik Indonesia Antara Foto memperkuat tentang kiblat atau sumber referensi,

bahwa masyarakat fotografi Indonesia tidak perlu kuatir akan perkembangan

fotografi jurnalistik kontemporer nantinya, karena World Press Photo masih

menjadian acuan yang baik bagi perkembangan fotografi dunia.74

2. Jenis Foto Jurnalistik

Foto jurnalistik dibagi dalam beberapa kategori. Menurut Rully Kesuma

dalam presentasinya tentang foto jurnalistik yang ia sampaikan pada kelas

Galeri Foto Jurnalistik Antara(GFJA) XVIII, bahwa kategori foto jurnalistik

berdasarkan standar World Press Photo(WPP) terdiri dari spot news, general

news, people in news, daily life, portrait , sport, science and technology, arts

and culture, nature and environment.75

72 Yudhi Soerjoatmodjo, IPPHOS Indonesian Press Photo Service, (Jakarta: Galeri Foto

Jurnalistik Antara, 2013), hal. 220.

73http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/ (diakses pada Februari 2017) 74http://www.antarafoto.com/artikel/v1392441035/piramidaromantismekebuasanmanusia

(Diakses pada Februari 2017) 75 Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) adalah suatu lembaga pendidikan fotografi

dokumenter dan jurnalistik yang diadakan oleh Kantor Berita Antara setiap tahun sejak 1992. Untuk

info lengkap mengenai GFJA dapat dikunjungi di situs http://www.gfja.org/ atau Facebook resmi

GFJA Museum & Galeri Foto Jurnalistik Antara.

Page 54: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

43

a. Spot Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal.

Misalnya foto kebakaran, kecelakaan dan sebagainya. Foto jenis ini harus

segera disiarkan karena merupakan sesuatu yang up to date.76 Sampai kini

jenis foto ini merupakan primadona dalam foto jurnalistik secara umum, ia

menjadi kekuatan penting untuk menyampaikan suatu peristiwa kepada

khalayak secara gamblang.77

b. General News Photo Adalah foto yang diabadikan dari peristiwa yang

terjadwal, rutin dan biasa. Temanya bisa bermacam-macam, yaitu : politik,

ekonomi dan humor.

c. People in The News Photo Adalah foto tentang orang atau masyarakat

dalam suatu berita, yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang

menjadi berita itu.

d. Daily Life Photo Adalah foto yang tentang kehidupan sehari-hari manusia

dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).

e. Portrait Adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up

dan “mejeng”. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang

dimiliki atau kekhasan lainnya.

f. Sport Photo Adalah foto yang dibuat ketika ada peristiwa/ event olahraga.

Pada pengambilan foto ini, dibutuhkan peralatan foto yang memadai,

karena objek dengan si pemotret berada pada jarak tertentu. fotografer

yang biasa meliput di stadion, lensa yang mereka gunakan berukuran

panjang dengan spesifikasi khusus. Serta fotografer di sirkuit balap,

76 Audy MirzaAlwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hal. 5. 77 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 69.

Page 55: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

44

dimana kamera yang digunakan mampu mem-freeze-kan objek dengan

fokus tinggi.

g. Science and Technology Photo Adalah foto yang diambil dari peristiwa-

peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

h. Art and Culture Photo Adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan

budaya.

i. Nature and Environment foto-foto tentang kehidupan sosial masyarakat

serta lingkungan sekitarnya. Contoh foto penduduk disekitar TPA Sampah

dan kegiatannya, pemburu yang fokus membidik hewan buruannya,

dll.Adalah foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan

hidupnya.

Ketegori foto jurnalistik seperti yang dikemukakan WPP dijadikan

acuan untuk berbagai pembelajaran tentang foto jurnalistik di dunia.

Menurut Taufan wijaya untuk memenuhi kebutuhan pemberitaan serta

penyajiannya dalam era jurnalistik saat ini terdapat jenis foto feature dan foto

cerita.78 Foto feature seperti membawa gambaran kehidupan di sekililing kita.

Sesuatu yang kadang berupa “adonan” dari cerita yang dekat dengan berita, atau

penggalan hidup yang teradang luput dari penglihatan banyak orang.79 Oscar

Matulloh dalam sebuah diskusi mengatakan, “foto feature pada sebuah

peristiwa ibarat mata uang yang dilihat dari sisi sebaliknya”,80 maksudnya

adalah menyampaikan sesuatu di balik kerak peristiwa agar mampu mengetahui

dan memahami cerita yang ada di balik setiap peristiwa. Kekuatan utama dalam

78 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 73. 79 Taufan wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 74. 80 Taufan wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 74.

Page 56: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

45

foto feature ini adalah kesan yang ditimbulkannya menancap di benak karena

mempengaruhi emosi dan lebih memberi ruang kepada penikmat foto untuk

memaknai foto jurnalistik secara konotatif.

Foto cerita yakni terbagi menjadi dua, yaitu: foto tunggal (single

photo), dan foto seri (story photo).81

a. Foto Tunggal adalah foto yang memiliki informasi cukup lengkap dan

lugas secara visual sehingga dapat berdiri sendiri tanpa perlu diperkuat

oleh kehadiran foto lainnya.

b. Foto Story/cerita yakni lebih memunculkan keutuhan cerita dan detail

dalam sebuah peristiwa, idealnya terdiri antara 7-12 foto yang

merupakan kumpulan foto-foto terbaik dari suatu rangkaian cerita. Gaya

penyampaian foto cerita pertama kali muncul di jerman pada 1929 di

majalah Muncher Illustrierte Presse dengan judul ”Politische Potrats”

yang menampilkan 13 foto politikus jerman saat itu.82

Sejatinya foto cerita di level internasional lebih beragam dalam

bentuk penyajiannya, ialah Descriptive, Narrative, Photo Essay.83

a. Descriptive – Fotografer hanya menampilkan hal-hal yang menarik dari

sudut pandangnya. Sajian foto cerita dengan gaya ini adalah kompilasi

foto hasil observasinya. Ciri jenis foto cerita ini adalah susunan foto bias

diubah atau dibalik tanpa mengubah isi cerita. Bila pewarta-foto hanya

ingin merekam sesuatu yang mempesonanya atau menarik perhatiannya,

tanpa mengikuti perkembangan atau perubahan-perubahan yang terjadi,

81 Taufan wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 76. 82 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 79. 83 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 76.

Page 57: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

46

ia bisa memilih bentuk deskriptif ini sebagai laporan akhirnya. Bentuk

ini berupa suatu paket rangkaian foto-foto hasil observasi dan liputan

yang memiliki tema atau issue tertentu sering kali bisa tanpa

permasalahan apa pun di dalamnya yang disajikan tanpa alur yang tegas.

Semacam paparan saja. Pendek kata, sebuah kompilasi deskriptif

bertumpu pada jumlah(banyak) atau sedikit foto yang membentuknya,

bukan pada alur cerita. Urutan tak terlalu penting susunan bisa

dipertukarkan tanpa merubah cerita yang hendak disampaikan.84

b. Narrative – Photo story yang memiliki tema dan penggambaran situasi

atau struktur yang spesifik. Ciri foto cerita narrative memiliki alur dan

penanda yang tidak bisa sembarangan diubah susunannya. Narrative

atau yang di dalam perbincangan atau di dalam teks-teks rujukan lebih

sering disebut sebagai Photo Story saja adalah tutur yang memiliki tema

tertentu dan sedikitnya sebuah alur kisah/cerita spesifik di dalamnya.

Strukturnya terbentuk dari komplikasi dan resolusi.

Komplikasi adalah persoalan atau isue utama yang disorot, yang

diliput dan yang dilaporkan. Di dalam jurnalisme, lazimnya komplikasi

berpusar pada masalah-masalah dasar dan cukup signifikan sehingga

orang-orang dapat mengaitkan dirinya dengan masalah

tersebut(relevan) atau bisa juga berupa karakter atau portrait seseorang

yang bisa dijadikan teladan, sumber inspirasi, atau membangkitkan

empati dan solidaritas.

84

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_ARBAINRAMBEY_

(diaksespada 23 maret 2017).

Page 58: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

47

Resolusi adalah perubahan yang terjadi pada situasi/keadaan

atau pada karakter, sang tokoh yang disorot tersebut, biasanya berupa

aksi-aksi/tindakan untuk mengatasi komplikasi. Rangkaian aksi yang

menandai perubahan-perubahan dari komplikasi ke resolusi ini lah yang

membentuk alur (plot) cerita atau story. Tanpa perubahan tak akan ada

cerita, tak ada alur, tak ada kisah di dalamnya. Naratif bergantung pada

kelengkapan elemen/unsur cerita dan alur yang kukuh di dalamnya.85

c. Photo Essay – Adalah sebuah cerita dengan sudut pandang tertentu

menyangkut pertanyaan atau rangkaian argument. Bias juga berua

analisis. Ciri photo essay, yaitu menggunakan teks yang porsinya lebih

banyak dan kumpulan foto terbagi dalam blok-blok. Esai foto dibedakan

dengan tegas dari photo story karena memang berbeda fungsi dan

karakternya. Jika photo story adalah tentang fakta dan peristiwa sebagai

informasi utama yang dihantarkannya namun esai foto melampaui itu.

Esai foto bertujuan utama untuk menyampaikan pendapat atau opini

secara sekaligus, fakta dan peristiwa hanyalah pelengkapnya. Ia

menganalisa dari pada melaporkan suatu gejala, peristiwa atau isue

tertentu. Ia adalah rangkaian argumen yang menyatakan sudut pandang

tertentu dari si pewarta foto (dan/atau redaksi).86 Karena karakter dan

fungsinya itu, esai foto sangat mengandalkan keberadaan teks atau kata-

kata yang mendampinginya, tidak sekedar caption yang memang

85

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_ARBAINRAMBEY_

(diaksespada 23 maret 2017). 86

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_ARBAINRAMBEY_

(diaksespada 23 maret 2017).

Page 59: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

48

merupakan syarat wajib di dalam jurnalisme. Kerja sama foto dan teks

menghasilkan efek-efek khusus yang sangat kuat di dalam penyampaian

opini atau pernyataan pendapat.87

Menurut Jacob Cecil dalam esai nya yang berjudul A Photographic

Essay, sebuah esai foto adalah seperangkat atau serangkaian foto-foto yang

dimaksudkan untuk menceritakan sebuah cerita atau membangkitkan

serangkaian emosi di penampil. Esai foto berkisar dari karya murni fotografi

untuk foto dengan keterangan atau catatan kecil untuk esai teks lengkap

dengan sedikit atau banyak foto-foto yang menyertainya.88 Esai foto bisa

berurutan dari peristiwa yang disoroti, dilihat dalam urutan tertentu, atau

mereka dapat terdiri dari yang tidak diurutkan, foto-foto yang dapat dilihat

sekaligus atau dalam urutan yang dipilih oleh penonton.89 Semua esai foto

adalah koleksi foto-foto, tapi tidak semua koleksi foto-foto yang esai foto.

Esai foto seringkali mengatasi masalah tertentu atau mencoba untuk

menangkap karakter tempat dan acara. Digunakan oleh jurnalis foto kelas

dunia seperti Lauren Greenfield, Bruce Davidson, Jan Sochor, Peter

Menzel, James Nachtwey, dan Joachim Ladefoged sebagai contohnya, esai

foto mengambil teknik bercerita yang sama sebagai esai normal,

diterjemahkan menjadi gambar visual.90

Sebuah esai foto, atau cerita bergambar, adalah cara fotografer

menunjukkan cerita yang lebih lengkap daripada hanya dengan satu gambar.

Ini adalah koleksi gambar yang bekerja sama untuk bercerita. Secara umum,

87 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 78. 88 Jurnal Jacob Cecil, A Photographic Essay, Bagian 1. 89 Taufan Wijaya. Foto Jurnalistik, hal.78. 90 Jurnal Jacob Cecil, A Photographic Essay, Bagian 1.

Page 60: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

49

ada antara 5 dan 15 gambar, meskipun lebih atau kurang gambar. Kadang-

kadang gambar ini memiliki keterangan, bisa juga tidak. Meskipun tidak

ada aturan konkret bagaimana esai foto harus dibuat, ada beberapa cara

umum yang esai foto dapat dikembangkan. Antara lain:91

a. Urutan Waktu

Urutan waktu adalah awal dari esai foto. Esai foto dimulai sebagai

fotografer mulai menunjukkan urutan foto untuk mencatat suatu peristiwa.

Hal ini sering seperti melihat serangkaian gambar diam dari sebuah film.

Jenis esai foto paling baik digunakan di mana ada jalan yang jelas waktu.

Ilustrasi peristiwa linear di daerah kompak seperti menyelam tebing,

pemadam kebakaran, dan penetasan burung merupakan contoh dari jenis

esai foto. Waktu esai urutan foto juga dapat diperluas untuk mencakup

jumlah waktu di daerah yang lebih kompak lagi. Esai ini memiliki

kesenjangan yang jauh lebih besar dari waktu antara gambar daripada dasar

urutan waktu esai.

b. Tempat

Lokasi esai foto berupaya menangkap nuansa lokasi melalui sekilas

orang dan tempat dalam lokasi yang ditetapkan. Lokasi bisa seperti sekolah

atau taman, atau lebih luas lagi seperti sebuah negara. Jenis esai foto

seringkali non-linear dari sudut pandang kronologis tetapi tidak harus non-

linear. Lokasi esai sering mulai pada satu titik fisik dan perjalanan ke luar,

seperti tur ke sebuah daerah tersebut mengikuti perjalanan sang fotografer.

91 Jurnal Jacob Cecil, “A Photographic Essay.” Bagian 2

Page 61: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

50

c. Ide

Ide esai foto sering menampilkan sangat beragam gambar yang

semua memiliki benang merah dari satu tema atau ide. Topik seperti

harapan, cinta, dan pekerjaan dapat tercakup dalam esai. Karena esai ide

yang sering menampilkan beragam mata pelajaran itu adalah ide yang baik

untuk memiliki perjalanan benang merah melalui gambar. Menggunakan

properti umum atau mengikuti skema warna dapat membantu untuk obligasi

visual gambar-gambar tersebut. Misalnya, esai foto tentang kanker

payudara mungkin menggunakan simbol pita merah muda akrab dalam

bentuk jilbab merah muda yang dikenakan oleh subjek dalam setiap gambar

untuk mengikat set bersama-sama. Atau sebuah esai tentang pekerjaan

mungkin mengikat gambar bersama-sama dengan mengalirkan kesamaan.

Setiap gambar akan menunjukkan gambar berikutnya.

d. Peristiwa

Peristiwa pada esai foto cenderung untuk menggabungkan ide-ide

dari kategori lainnya. Esai peristiwa mencakup terjadi tertentu (seperti

kebakaran bangunan atau pernikahan) tetapi tidak terikat dengan metode

tertentu urutan gambar. Banyak peristiwa esai foto mengikuti urutan waktu

garis tetapi beberapa lebih mengalir dalam presentasi mereka. Esai acara

setidaknya harus menunjukkan bagian-bagian utama penting untuk acara

tersebut. Sebagai contoh, sebuah esai pernikahan tanpa pengantin atau

pengantin pria tidak akan lengkap.

Seperti seni apapun, esai foto memiliki pedoman dasar tetapi barang

yang sangat sukses menyimpang drastis dari aturan “normal”. Sebuah esai

Page 62: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

51

foto pada dasarnya menempatkan seorang fotografer di kursi sutradara.

Cerita yang ada, fotografer harus kreatif memutuskan cara terbaik untuk

menyampaikan cerita kepada orang lain.

Bentuk foto cerita modern dikenalkan oleh W. Eugene Smith saat

masih bekerja untuk life pada tahun 1940an. Lalu banyak fotografer di dunia

mengikuti jejaknya dengan membuat foto cerita secara mendalam dengan

waktu pengerjaan yang panjang. “minamata” foto esai W. Eugene Smith

yang dibuat dalam satu buku, memakan waktu tiga tahun.92 Seperti yang di

lakukan Ng Swan Ti, dalam karyanya yang berjudul Flores Revisited

memakan waktu yang panjang dalam pengerjaanya, sebuah cerita sebuah

kisah dalam pandangan Ng Swan Ti perihal keberagamaan yang ia jalani

untuk mencari suatu keyakinan dalam kehidupan yaitu agama. Tidak jarang

fotografi jurnalistik dalam bentuk esai ini dijadikan sebagai acuan tentang

kehidupan atau juga sebagai kajian antropologi. Hal ini diperkuat oleh

pernyataan Roland Barthes dalam buku “Camera Lucida” yang dikutip

Taufan Wijaya dalam buku fotonya Foto Jurnalistik:93 “Fotografi tidak

perlu memberitahukan apa yang sudah tidak ada, tapi hanya apa yang

pernah berlangsung” dengan demikian yang nantinya penulis akan

membahas dan menjabarkan pada bab selanjutnya.

92 Taufan Wijaya. Foto Jurnalistik, hal 79. 93 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, hal. 16.

Page 63: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

52

D. Tinjauan Umum Tentang Semiotika

1. Pengertian Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion

yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu- yang atas

dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya-dapat dianggap mewakili

sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang

menunjukan hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang

keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota.94

Secara terminologis, Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu

yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh

kebudayaan sebagai tanda.95

Pada dasarnya semiotika merupakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang

perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana

tertentu. Analisanya bersifat paradigmatik dalam arti berupaya menemukan

makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks.96

Pada dasarnya, semiotika mempelajari tentang kode-kode sebagai tanda

atau sesuatu yang memiliki makna. Semiotika digunakan untuk

mengkomunikasikan informasi. Semiotika juga meliputi tanda-tanda visual dan

verbal serta semua tanda yang dapat diterima oleh semua panca indera.97 Tanda-

tanda tersebut akan membentuk sebuah sistem kode yang secara sistematis

94 Indiwan Seto Wahyu Wibowo Semiotika Komunikasi (Jakarta, Mitra Wacana Media,

2011), hal. 5. 95 Indiwan Seto Wahyu Wibowo Semiotika Komunikasi, hal. 5. 96 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1996) dalam Indiwan Seto Wahyu Wibowo

“Semiotika Komunikasi” (Jakarta, Mitra Wacana Media,2011), hal. 6. 97 http://id.wikipedia.org/wiki/semiotika (diakses pada 20 februari 2017)

Page 64: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

53

menyampaikan sebuah pesan atau informasi tertulis dari perilaku manusia yang

kemudian diterima sehingga maknanya akan lebih mudah di mengerti.

Dalam perkembangannya, semiotika mempunyai dua tokoh sentral yang

memiliki latar belakang berbeda, yaitu Charles Sanders Pierce dan Ferdinand

De Saussure. Saussure berpandangan bahwa semiotika merupakan sebuah

kajian yang memperlajari tentang tanda-tanda yang menjadi bagian dari

kehidupan sosial.98 Saussure memiliki latar belakang keilmuan linguistik. Ia

memandang tanda sebagai sesuatu yang dapat dimaknai dengan melihat

hubungan antara petanda dan penanda yang biasa disebut signifikasi. Dalam hal

ini Saussure menegaskan bahwa dalam memaknai sebuah tanda perlu adanya

kesepakatan sosial. Tanda-tanda tersebut berupa bunyi-bunyian dan gambar.99

Saussure juga menyebutkan objek yang dimaknai sebagai unsur tambahan

dalam proses penandaan. Contohnya, ketika orang menyebut kata “anjing”

dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan. Penanda

dan petanda yang dikemukakan Saussure merupakan sebuah kesatuan, tak dapat

dipisahkan, seperti dua sisi sebuah koin. Jadi Saussure lebih mengembangkan

bahasa dalam pandangan semiotikanya.

Sedangkan Pierce memandang bahwa semiotika merupakan sesuatu

yang berkaitan dengan logika.100 Logika mempelajari bagaimana manusia

bernalar yang menurut Pierce dapat dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-

tanda tersebut memungkinkan manusia dalam berpikir, berkomunikasi dengan

orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh kehidupan

98 Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), hal. 4. 99 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. x 100 Kris Budiman, Semiotika Visual, (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004), hal. 3.

Page 65: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

54

manusia. Tanda yang dimaksud Pierce dapat berupa tanda visual yang bersifat

verbal maupun non-verbal. Selain itu dapat juga berupa lambang, contohnya

lampu merah yang mewakili sebuah larangan.101

Perbedaan kedua tokoh ini dalam mengkaji semiotika terlihat jelas

bagaimana sebuah tanda dapat dimaknai. Saussure mengkaji semiotika melalui

bahasa yang dituturkan oleh manusia. Sedangkan Pierce lebih kepada logika

atau cara berpikir manusia dalam melihat suatu tanda yang dapat dimaknai di

kehidupan sehari-hari102.

Terdapat tiga cabang penelitian (branches of inquiry) dalam semiotika,

yaitu sintatik, semantik, dan pragmatik. Pertama, sintatik merupakan suatu

cabang penyelidikan yang mengkaji tentang hubungan formal antara satu tanda

dengan tanda lain yang mengendalikan tuturan dan interpretasi. Kedua,

semantik yaitu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan

antara tanda dengan design objek-objek yang diacunya.103 Menurut Moris,

design yang dimaksud adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan dalam

urutan tertentu. Ketiga, pragmatik adalah cabang penyelidikan semiotika yang

mempelajari hubungan antara tanda dengan interpretasi.104 Cabang yang

dikemukakan Moris tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang dapat

dimaknai sebagai tingkatan atau level. Ketiga cabang tersebut juga memiliki

spesifikasi kerja dan objek kajian tersendiri, sehingga apabila dipakai untuk

metode analisa akan menghasilkan “pembacaan” yang mendalam.

101 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi,(Jakarta ; Mitra Wacana Media, 2011), hal. 5. 102 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 35 103 Anthon Freedy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), hal. 26. 104 Anthon Freedy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna, hal. 26.

Page 66: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

55

Selain itu terdapat beberapa elemen penting dalam semiotik, yaitu

komponen tanda, aksis tanda, tingkatan tanda, dan relasi antar tanda.105

Komponen tanda yang merupakan komponen penting pertama dalam semiotik

memandang praktik sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seni selain sebagai

fenomena bahasa, juga dapat dipandang sebagai tanda. Lalu, komponen penting

selanjutnya adalah aksis tanda, analisis tanda yang mengkombinasikan

pembendaharaan tanda atau kata dengan cara pemilihan dan pengkombinasian

tanda berdasarkan aturan atau kode tertentu, sehingga menghasilkan ekpresi

yang memiliki makna. Selanjutnya adalah tingkatan tanda. Dalam tingkatan

tanda yang dikembangkan oleh Roland Barthes ini terdapat dua tingkatan

lainnya, yaitu denotasi (makna sebenarnya) dan konotasi (makna tidak

sebenarnya). Terakhir adalah relasi tanda. Relasi atau hubungan tanda ini

terdapat dua bentuk interaksi, yaitu metafora dan metomimi.106

Studi semiotik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tanda, kode, dan

kebudayaan. Tanda adalah kode adalah suatu medan asosiatif yang memiliki

gagasan-gagasan struktural. Kode ini merupakan beberapa jenis dari hal yang

sudah pernah dilihat, dibaca, dan dilakukan yang bersifat konstitutif bagi

penulisan yang dilakukan dunia ini.107

105 Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna, hal. 27-28. 106 Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna, hal. 28 107 Roland Barthes, Petualangan Semiologi (L’aventure Semiologique), (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), hal. 420.

Page 67: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

56

2. Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah

Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne. Ayahnya seorang perwira

angkatan laut, meninggal dalam sebuah pertempuran di Laut Utara sebelum usia

genap mencapai satu tahun.108 Barthes mengembangkan pemaknaan tentang

semiotik atau yang ia sebut sémiologie yang juga masuk dalam pandangan

strukturalis.109

Barthes telah banyak menulis buku, yang beberapa diantaranya telah

menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia. Semiotik

berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke luar kaidah tata

bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan

bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada

makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denonative). Kaitan dan

kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi

tanda. Pelaksanaan hal itu dilakukan dengan mengakui adanya mitos.110

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas yang

menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti.111

Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan antara penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang

tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai

108 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 63. 109 Roland Barthes, Petualangan Semiologi (terjemahan), hal. sampul belakang 110 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 65. 111 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), hal. 261.

Page 68: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

57

kemungkinan). Ia menciptakan makan-makna lapis kedua, yang terbentuk

ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti perasaan,

emosi atau keyakinan.112

Model Barthes ini dikenal dengan signifikasi dua tahap (two way of

signification) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.

Tabel 2: Peta Tanda Roland Barthes113

1. Signifier

(Penanda)

2. Signified

(Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGN

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Sumber: Buku Semiotika Komunikasi, Alex Sobur, 2009, hal 69

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut merupakan

unsur material. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang

melandasi keberadaanya.

Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya,

yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos adalah cerita yang

112 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, hal. 261. 113 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69.

Page 69: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

58

digunakan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau

alam. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan

tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu.

Tidak ada mitos yang universal pada suatu kebudayaan. Mitos ini bersifat

dinamis. Mitos berubah dan beberapa diantaranya dapat berubah dengan cepat

guna memenuhi kebutuhan perubahan dan nilai-nilai kultural dimana mitos itu

sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut.

Konotasi dan mitos merupakan cara pokok tanda-tanda berfungsi

dalam tatanan kedua pertandaan, yakni tatanan tempat berlangsungnya

interkasi antara tanda dan pengguna / budayanya yang sangat aktif.114

Teori tentang mitos tersebut kemudian diterangkannya dengan

mengetengahkan konsep konotasi, yakni pengembangan segi signified

(petanda) oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi menjadi mantap, ia akan

menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi mantap, ia akan menjadi ideologi.

Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai

hasil konotasi.115 Seperti pada gambar di bawah:

Gambar 1: Tatanan Penandaan Barthes116

114 John Fiske, Cultural and Communication Studies, (Yogyakarta: Jalasutra, 1990), hal.

121. 115 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: PT Serambi Ilmu,

2008), hal. 14. 116 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 22.

Page 70: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

59

(Sumber: Semiotika Komunikasi, Benny H. Hoed, 2008, hal 22)

Dua tatanan pertandaan Barthes. Pada tatanan kedua, sistem tanda dari

tatanan pertama disisipkan ke dalam sistem nilai budaya.

Denotasi adalah penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan

apa yang terucap. Namun menurut Barthes, denotasi merupakan sistem

signifikasi tingkat pertama, yaitu apa yang digambarkan tanda terhadap

sebuah obyek.

Denotasi didapat dari pengamatan langsung dari tanda-tanda yang ada

yang menghasilkan makna nyata, makna yang sebenarnya hadir. Dalam hal

ini, digambarkan bahwa denotasi lebih menitik beratkan pada ketertutupan

makna.117 Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Konotasi

merupakan penciptaan makna lapis kedua yang terbentuk ketika lambang

denotasi dikaitkan dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau

keyakinan. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai

mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-

nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Karena pada

dasarnya penanda konotasi dibangun dari tanda-tanda dari sistem denotasi.118

Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan

denotasi sebagai berikut:

Tabel 3: Perbandingan antara Konotatif dan Denotatif119

KONOTASI DENOTASI

Pemakaian figure Literatur

Petanda Penanda

117 Fiske, Cultural and communication Studies, hal. 122. 118 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 71. 119 Berger Arthur Asa, Tehnik-tehnik Analisis Media (Yogyakarta: Universitas Atmajaya,

2000), hal. 55.

Page 71: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

60

Kesimpulan Jelas

Memberi kesan tentang makna Menjabarkan

Dunia Mitos Dunia keberadaan / eksistensi

a. Menurut Barthes, citra pesan ikonik/iconic message (yang dapat kita lihat,

baik berupa adegan/scene, lanskep, atau realitas harfiah yang terekam)

dapat dibedakan lagi dalam dua tataran, yaitu.120 Pesan harfiah/pesan

ikonik tak berkode (non-coded iconic message), sebagai sebuah analogon

yang berada pada tataran denotasi citra yang berfungsi menaturalkan

pesan simbolik.

b. Pesan simbolik/pesan ikonik berkode (coded iconic message), sebagai

analogon yang berada pada tataran konotasi yang keberadaannya

didasarkan atas kode budaya tertentu atau familiaritas terhadap stereotip

tertentu. Pada tataran ini, Barthes mengemukakan enam prosedur

konotasi citra khususnya menyangkut fotografi untuk membangkitkan

konotasi dalam proses produksi foto menurut Roland Barthes. Prosedur-

prosedur tersebut terbagi dalam dua bagian besar, yaitu konotasi yang

diproduksi melalui modifikasi atau intervensi langsung terhadap realita

itu sendiri (Trick Effect, Pose, dan Object) dan konotasi yang diproduksi

melalui wilayah estetis foto (Photogenia, Aestheticism dan Syntax),

yaitu:121

1) Trick Effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang

berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita.

120 Yuwono dan Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004), hal.

77-78. 121 Sunardi, Semiotika Negativa,( Yogyakarta: Kanal, 2002).hal. 173.

Page 72: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

61

2) Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam

mengambil foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan

memilih objek yang sedang diambil.

3) Objek, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke

dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest (POI)

pada sebuah gambar/foto.

4) Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar.

Misalnya: lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman foto),

bluring (keburaman), panning (efek kecepatan), moving (efek

gerak), freeze (efek beku), angle (sudut pandang pengambilan objek)

dan sebagainya.122

5) Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar

secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.

6) Syntax, yaitu rangkaian cerita dari isi foto/gambar yang biasanya

berada pada caption (keterangan foto) dalam foto berita dan dapat

membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Terdapat dua fungsi

caption yaitu, yang pertama berfungsi sebagai penambat /

pembatasan (anchorage) agar pokok pikiran dari pesan dapat dibatasi

sesuai dengan maksud penyampaiannya. Kemudian yang kedua

adalah berfungsi sebagai pemancar / percepatan (relay) agar langsung

dipahami maksud dari pesan yang disampaikan.123

John Fiske menjelaskan masalah denotasi dan konotasi dengan

122 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 174. 123 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012), hal. 128.

Page 73: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

62

menggunakan contoh fotografi. Menurut Fiske, denotasi ialah apa yang difoto

yang memunculkan pertanyaan, “ini foto apa”, sedangkan konotasi adalah

“bagaimana ini bisa difoto?” Atau menitik beratkan pertanyaan, “mengapa

fotonya ditampilkan dengan cara seperti itu?”124 Atau dengan kata lain,

denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sedangkan

konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

Mitos menurut Roland Barthes, mitos bukanlah seperti apa yang kita

pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masu akal, transenden,

ahistoris, dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita

kubur. Tetapi mitos menurut Roland Barthes adalah sebuah ilmu tentang

tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of specch (tipe wicara atau gaya

bicara) seseorang.125 Mitos digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang

tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala kebiasaan

dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan

analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam

sebuah bahasa atau benda (gambar). Roland Barthes pernah mengatakan “Apa

yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah

mengatakannya”. Pernyataan itu mengindikasikan signifikansi bahasa

simbolik manusia. Dalam kehidupan ini, manusia selain dibekali kemampuan

berbahasa juga dibekali kemampuan interpretasi terhadap bahasa itu sendiri.

Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya terfokus pada bahasa verbal atau bahasa

nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa simbolik suatu benda

124 Fiske, Cultural and Communication Studies, hal. 48. 125 Alex Sobur, Analisis Teks Media, hal. 127.

Page 74: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

63

(seperti gambar) atau gerakan-gerakan tertentu.126 Menurut Barthes, mitos

memiliki empat ciri, yaitu:127

a. Distorsif. Hubungan antara form dan concept bersifat distorsif dan

deformatif. Concept mendistorsi form sehingga makna pada sistem

tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta

yang sebenarnya.

b. Intensional. Mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan,

dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu.

c. Statement of fact. Mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita

menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan

lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam.

d. Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi.

Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai

kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik

tingkat pertamanya.

Dalam penelitian ini, penulis merumuskan bagaimana pembacaan makna

evolusi agama dalam foto esai yang terdapat dalam pameran Jakarta Biennale

karya Ng Swan Ti yang berjudul Flores Revisited. Selanjutnya, untuk

menjelaskan hal tersebut, penulis menggunakan enam prosedur konotasi citra

yang dikemukakan Barthes, yakni meliputi trick effects, pose, objects (objek),

photogenia (fotogenia), aestheticism (estetisme), dan syntax (sintaksis).

126 Alex Sobur, Analisis Teks Media, hal. 128. 127 “Bedah Buku Belajar Membelah Mitos (Mitologi karya Roland Barthes),” Media

Indonesia, Minggu, 25 Maret 2007, hal. 4.

Page 75: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

64

64

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Tentang Sejarah Flores

Nama Pulau Flores berasal dari Bahasa Portugis "Cabo de Flores" yang

berarti "Tanjung Bunga". Nama ini awalnya diberikan oleh S. M. Cabot untuk

menyebut wilayah paling timur dari Pulau Flores.1 Nama ini kemudian dipakai

secara resmi sejak tahun 1636 oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda Hendrik

Brouwer. Lewat sebuah studi yang cukup mendalam Orinbao (1969)

mengungkapkan bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa (yang artinya

Pulau Ular). Dari sudut Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena

mengandung berbagai makna filosofis, kultural dan ritual masyarakat Flores.2

Kristianitas, khususnya Katolik, sudah dikenal penduduk Pulau Flores sejak

abad ke-16. Tahun 1556 Portugis tiba pertama kali di Solor. Tahun 1561 Uskup

Malaka mengirim empat misionaris Dominikan untuk mendirikan misi permanen

di sana. Tahun 1566 Pastor Antonio da Cruz membangun sebuah benteng di Solor

dan sebuah lembaga pendidikan untuk calon pendeta di dekat kota Larantuka.

Tahun 1577, sudah terdapat sekitar 50.000 orang Katolik di Flores.3 Kemudian

tahun 1641 terjadi migrasi besar-besaran penduduk Melayu Kristen ke Larantuka

karena Portugis ditaklukkan Belanda di Malaka. Sejak itulah kebanyakan penduduk

Flores mulai mengenal kristianitas. Penyebaran kristianitas dimulai dari Pulau

1 Yoseph Yapi Taum, Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah Inkulturasi

Musik Liturgi, Jurnal Sarasehan Oleh Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2002. Hal, 1. 2 Yoseph Yapi Taum, Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah Inkulturasi

Musik Liturgi. Hal, 1. 3 Yoseph Yapi Taum, Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah Inkulturasi

Musik Liturgi. Hal 3.

Page 76: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

65

Solor dan Larantuka di Flores Timur kemudian menyebar ke seluruh daratan Flores

dan Timor. Dengan demikian, berbeda dari penduduk di daerah-daerah lain di

Indonesia, mayoritas masyarakat Pulau Flores memeluk agama Katolik.4

Sebelum agama Katolik tiba di Flores, masyarakat di sana sudah mengenal

Tuhan yang Kuasa, yang disebut “Lera Wulan Tanah Ekan” atau Tuhan Langit dan

Bumi.5 Bukti masyarakat Flores sudah mengenal Tuhan sebelum Katolik datang

terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Flores. Misalnya, untuk landasan

masyarakat Flores bertindak benar dan jujur, mereka mempunyai semacam

wejangan seperti "Lera Wulan Tanah Ekan no-on matan" yang artinya Tuhan

mempunyai mata (untuk melihat), dengan maksud Tuhan mengetahui, ia maha tahu,

ia maha adil, dan ia akan bertindak adil. Kemudian jika ada kematian, masyarakat

Flores juga biasa berkata "Lera Wulan Tanah Ekan guti na-en" yang berarti Tuhan

mengambil pulang miliknya.6

Berdasarkan paparan di atas, meskipun kristianitas sudah dikenal sejak

permulaan abad ke-16, kehidupan keagamaan di Pulau Flores memiliki berbagai

kekhasan. Bagaimanapun, hidup beragama di Flores –sebagaimana juga di berbagai

daerah lainnya di Nusantara- sangat diwarnai oleh unsur-unsur kultural yaitu pola

tradisi asli warisan nenek-moyang.7

Di samping itu, unsur-unsur historis, yakni tradisi-tradisi luar yang masuk

melalui para misionaris turut berperan pula dalam kehidupan masyarakat. Kedua

4 Yoseph Yapi Taum, Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah Inkulturasi

Musik Liturgi. Hal,3. 5 https://m.tempo.co/read/news/2015/11/21/204720937/wisata-pantai-sejarah-flores-

memeluk-Katolik diakses pada 5 juli 2017 6 Yoseph Yapi Taum, Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah Inkulturasi

Musik Liturgi. Hal,3. 7 https://m.tempo.co/read/news/2015/11/21/204720937/wisata-pantai-sejarah-flores-

memeluk-Katolik diakses pada 5 juli 2017

Page 77: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

66

unsur ini diberi bentuk oleh sistem kebudayaan Flores sehingga Vatter menilai di

beberapa tempat di Flores ada semacam percampuran. Oleh karena itu, agama

Katolik di Flores tidak murni, tetapi bercampur dengan kebudayaan lokal.8

Tradisi Katolik yang berlangsung hingga kini adalah prosesi Pekan Suci

Semana Santa menjelang Hari Raya Paskah di Kota Larantuka, ibu kota Kabupaten

Flores Timur. Pada saat perayaan ini, akan ada arak-arakan Tuan Ana atau Patung

Yesus dan Tuan Ma alias Bunda Maria pada malam Jumat Agung, yang diiringi

cahaya lilin serta lantunan doa-doa.9 Patung Tuan Ma ditemukan pada 1510 di

pesisir Larantuka. Patung ini kemudian dibawa oleh Kepala Kampung Lewomana

ke korke atau tempat pemujaan dan ketika Ordo Dominikan datang, Patung Tuan

Ma ini disebut Bunda Maria dan dianggap keramat serta didoakan menjelang pekan

suci. Puncak perayaan Semana Santa berlangsung pada Jumat Agung. Tubuh Yesus

Kristus bakal diusung dari kapela ke katedral pada sore hari sebelum misa. Yesus

Kristus ditempatkan sebagai pusat kebaktian serta Bunda Maria menjadi pusat

perhatian sebagai ibu yang berkabung (mater dolorosa). Setelah pelaksanaan misa,

masyarakat berdoa di makam leluhur dan kemudian arak-arakan di malam hari.

Upacara ini berakhir pada Sabtu Santo (Sabtu Suci) dan Minggu Paskah.

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa adat istiadat,

misi keagamaan Kristen, dan budaya asing yang pernah menjajah Flores

menjadikan terbentuknya keberagamaan masyarakat Flores yang baru.

8 Yoseph Yapi Taum, Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah Inkulturasi

Musik Liturgi. Hal, 4. 9 Tempo, Wisata Pantai Sejarah Flores Memeluk Katolik, artikel diakses pada tanggal 5

Juli 2017, dari https://m.tempo.co/read/news/2015/11/21/204720937/wisata-pantai-sejarah-flores-

memeluk-katolik.

Page 78: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

67

B. Tentang Jakarta Biennale

1. Sejarah Jakarta Biennale

Biennale merupakan pameran karya seni yang diselenggarakan dua

tahun sekali, baik dengan skala besar maupun kecil, lokal maupun internasional.

Dalam khazanah terminologi seni rupa, kata biennale memiliki pengertian yang

cukup spesifik, bukan hanya sebagai “pameran dua tahunan” tetapi juga sebagai

tradisi pameran seni rupa yang secara khusus diselenggarakan oleh sebuah

museum seni rupa modern.10

Pada awalnya pameran biennale bernamakan Pameran Seni Lukis

Indonesia. Pameran tersebut pertama kali diadakan di Taman Ismail Marzuki

oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1974.11 Dalam pameran tersebut

diikuti oleh 81 pelukis dari berbagai wilayah dari lintas generasi, dan dilakukan

penjurian untuk memberi penghargaan pada karya-karya terbaik. Seiring

berjalannya waktu, penyelenggaraan pameran tersebut menuai protes dari

generasi muda yang tak puas dengan kriteria penjurian. Sehingga hal tersebut

membuat kita mengenal protes itu sebagai peristiwa Desember Hitam yang

memicu kemunculan Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia pada tahun 1975, yang

kemudian di akomodasikan oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk mengadakan

pameran perdana mereka di Taman Ismail Marzuki.12.

10 Nur Azizah Rien. Biennale, dikutip dari https://www.academia.edu/Biennale, diakses

pada tanggal 7 mei 2017. 11 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017. 12 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017.

Page 79: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

68

Pameran Seni Lukis Indonesia (1974) kembali di selenggarakan di tahun

1976. Saat itu pameran tersebut telah berganti nama menjadi “Pameran Besar

Seni Lukis Indonesia” dengan penyeleksian mengandalkan data yang lebih

beragam tidak seperti sebelumnya saat biennale pertama.13 Nama pameran

tersebut bertahan di 2 periode, pada tahun 1978 dan 1980. Berselang 2 tahun

setelahnya pada yaitu pada tahun 1982, biennale resmi ditulis sebagai nama

acara menggantikan “Pameran Besar Seni Lukis Indonesia”, yaitu pameran

Biennale V, hanya saja dalam seleksi karya tidak berbeda jauh seperti

sebelumnya masih dominan pada seni lukis. Setelah penggunaan istilah

biennale pada tahun 1982, ditahun 1984 diteruskan kembali dengan nama

Biennale Seni Lukis Indonesia VI.14

Mundur satu tahun dari seharusnya, Biennale VII akhirnya

terselenggara pada tahun 1987. Berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya,

pameran kali ini membuka kompetisi untuk seniman-seniman muda. DKJ

beserta para juri merasa pameran-pameran sebelumnya kurang melahirkan

pembaruan. Kemudian muncul urgensi untuk melibatkan darah muda dalam

perhelatan akbar seni rupa ini. Model kompetisi tersebut berlanjut pada

Biennale VII pada tahun 1989, yang juga masih menggunakan pola penjurian

dan pembagian wilayah geografis.15

Sejumlah perubahan mengemuka pada Biennale Jakarta IX 1993.

Perubahan paling kentara adalah penggunaan istilah “seni rupa” menggantikan

13 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017. 14 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017. 15 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017.

Page 80: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

69

“seni lukis” yang sudah mentradisi. Sejumlah karya non-lukisan ditampilkan,

seperti seni instalasi, seni video, dan performans. Pada perhelatan kali ini,

Jakarta Biennale pertama kalinya menggunakan “kurator” sebagai perumus

perspektif pemilihan dan penyajian karya dalam pameran. Tanggapan publik

positif, meski tidak tanpa polemik. Biennale ini kerap dianggap sebagai proyek

pribadi kurator dalam menerjemahkan ide-ide pascamodernisme, dan wacana

yang sedang hangat-hangatnya kala itu.16

Seni lukis kembali mendominasi Biennale X pada 1996 dan Biennale

XI pada 1998. Penyelenggara turut mengadakan program tambahan untuk

menampilkan kembali karya-karya maestro pelukis Indonesia. Pasca 1998,

Biennale “vakum” untuk waktu yang cukup lama, terkait pergantian rezim dan

gejolak sosial-politik yang melanda Indonesia tahun-tahun itu. Pada periode ini

seni rupa Indonesia kehilangan barometer yang sudah berlangsung selama tiga

dekade, tapi pada periode ini juga DKJ mulai mengevaluasi biennale agar ke

depannya dapat menjawab tantangan zaman yang lebih luas dan kompleks.17

Biennale kembali diadakan delapan tahun kemudian, dengan tajuk

Biennale Jakarta 2006. Pada edisi ke-12 (dua belas) ini, pameran

diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Museum Seni Rupa & Keramik, dan

sejumlah galeri lainya. Tiga tahun sesudahnya pameran kembali diadakan,

dengan tajuk Jakarta Biennale XIII pada tahun 2009. Namun pada kali ini

terdapat sejumlah terobosan baru, yaitu biennale memulai menggunakan tema

besar untuk lebih mengarahkan para seniman terhadap isu-isu yang terkait

16 Nur Azizah Rien. Biennale, dikutip dari https://www.academia.edu/Biennale, diakses

pada tanggal 7 mei 2017. 17 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017.

Page 81: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

70

dengan tema yang akan dibuat. Tema ARENA dipilih untuk mendampingi nama

biennale di tahun 2009 ini menjadi Jakarta Biennale XIII ARENA. Pada

pameran kali ini, untuk pertama kalinya perhelatan tersebut didesain berkala

internasional, dengan mengundang seniman-seniman mancanegara,

menjadikan Jakarta sebagai tuan rumah bagi perkembangan seni rupa dunia.

Terobosan lainnya adalah menyelenggarakan karya-karya seni rupa di berbagai

ruang publik Jakarta.18

Seiring berkembangnya zaman dan tren mode pada tahun 2011, Jakarta

Biennale hadir dengan aksen baru, tidak lagi menggunakan angka romawi

sebagai penunjuk jumlah rentetan acara yang telah diselenggarakan, yaitu

Jakarta Biennale #14. Pada kali ini bertemakan Maximum City, untuk

menanggapi kota Jakarta yang semakin penuh dan juga sesak. Skala acara

menjadi semakin besar, melibatkan lebih dari 150 seniman dan puluhan lokasi

di ruang publik.19 Pada tahun berikutnya, yaitu 2013, Jakarta Biennale diadakan

dengan tema SIASAT. Pameran berfokus pada siasat-siasat warga yang lahir

organik di tengah perkembangan kota yang seringkali tak melibatkan mereka.

Tradisi pemanfaatan ruang publik dipertahankan, bahkan diperluas

cakupannya. Ruang-ruang publik tidak sekadar menjadi ruang singgah dan

menetap karya, tapi turut melibatkan warga melalui kegiatan komunitas-

komunitas setempat di berbagai wilayah Jakarta.20 Karya dan kegiatan ruang

publik ini mendampingi karya-karya yang dipamerkan di galeri.

18 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017. 19 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017. 20 Sejarah Jakarta Biennale. Dikutip dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Diakses tanggal 7 Mei 2017.

Page 82: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

71

Beberapa pergelaran pameran Jakarta Biennale terus berkembang dari

skala nasional hingga internasional. Pada tahun 2015 penyelanggara Jakarta

Biennale membuat ide untuk mendirikan sebuah yayasan atau lembaga

independen yang dapat menjalankan biennale secara mandiri agar dapat lebih

baik dalam menyoroti persoalan-persoalan aktual sosial, budaya, dan politik.

Baik lokal maupun secara global.21

2. Jakarta Biennale 2015, “Maju Kena, Mundur Kena : Bertindak Sekarang”

Jakarta Biennale memasuki gelaran ke-16 dengan segala perbaikan

kualitas dan kemajuan di dalamnya. Pada pameran kali ini membawa misi untuk

lebih mendekatkan seni ke masyarakat dengan isu-isu yang sangat dekat dengan

masyarakat. Maka untuk menyambutnya, dilakukan Roadshow Art on the Spot

(RAOS) yaitu program untuk merangkul khalayak ramai dengan mengusung

tema “Hidup itu Seni”. RAOS menyambangi sepuluh universitas dan sepuluh

ruang publik di Jakarta. Setiap lokasi memiliki perbedaan yang signifikan dan

mewakili salah satu segmen di masyarakat.22

Jakarta Biennale ke-16 ini berlangsung dari tanggal 15 November 2015

hingga 17 Januari 2016 di Gudang Sarinah, dengan tema besar “Maju Kena,

Mundur Kena: Bertindak Sekarang”. Pameran tersebut diikuti lebih dari 70

seniman besar dan tujuh kurator, di antaranya Charles Esche, Irma Chantily,

21 Nur Azizah Rien. Biennale, dikutip dari https://www.academia.edu/Biennale, diakses

pada tanggal 7 mei 2017. 22 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”,(Yayasan

Jakarta Biennale,2015) hal 260

Page 83: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

72

Anwar ‘Jimpe’ Rachman, Putra Hidayatullah, Asep Topan, Riska Afiaty, dan

Benny Wicaksono.23

Berbagai karya yang ditampilkan pada pameran ini mengangkat isu-isu

yang sedang hangat. Para seniman membahas mengenai kondisi ekonomi,

sosial, dan emosional masyarakat di Indonesia. Tidak hanya itu, pameran ini

juga berfokus pada tiga isu besar yaitu air, sejarah dan gender. Khusus air,

pameran ini menceritakan tentang fenomena banjir di Ciliwung dan sekitarnya.

Jakarta Biennale 2015 berharap, berbagai karya yang dihadirkan dapat

membanggakan dan akan berpengaruh besar bagi Indonesia.24

Selain itu, Jakarta Biennale 2015 menghadirkan berbagai macam

program publik seperti, Simposium, Akademik Maju Kena Mundur Kena, Duta

Seni & Seni Rupa Kita, Tur Biennale, Program Anak dan Keluarga, Live Music,

Workshop dan Creative Weekend Market.25

C. Profil Ng Swan Ti

Ng Swan Ti adalah seorang fotografer jurnalistik yang telah melahirkan

banyak karya dari tahun 2002. Wanita kelahiran tahun 1970 ini mulai menggeluti

dunia fotografi jurnalistik setelah sepuluh tahun bekerja sebagai pegawai di sebuah

perusahaan manufaktur makanan di Jakarta.

Pada awal karirnya sebagai fotografer lepas di tahun 2002, ia berpartisipasi

di workshop dan pameran fotografi yang diadakan oleh World Press Photo dan “I

23 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, (Yayasan

Jakarta Biennale,2015) hal 12. 24 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, (Yayasan

Jakarta Biennale,2015), hal 12. 25 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”, (Yayasan

Jakarta Biennale,2015) hal 12.

Page 84: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

73

See” Imaging Center, Jakarta. Pada tahun tersebut ia menancapkan tiang karirnya

di harian Tempo sebagai fotografer magang yang meliputi berita harian dan fitur

harian di Jakarta. Di tahun selanjutnya, wanita yang mempunyai garis keturunan

Vietnam ini turut serta berpartisipasi dalam workshop dan pameran fotografi yang

kembali diadakan oleh World Press Photo dan Asia Europe Foundation di

Amsterdam, Belanda tahun 2003. Tiga tahun berselang, di tahun 2006 ia diberikan

kepercayaan oleh Save the Children UK yang menugaskannya dirinya untuk

menjadi fasilitator utama pada workshop fotografi untuk remaja Aceh dan ikut serta

pada latihan pengajaran untuk aktivitas anak-anak yang diberikan oleh David Glass

Ensemble, hingga Juli tahun 2007. Di tahun yang sama karya Ng Swan Ti di

pamerkan di Pameran Fotografi Noorderlicht Photo Festival dengan judul

“Chatoloicism in Indonesia”. Pada tahun berikutnya ia turut serta dalam

pembahasan perubahan iklim di Saumlaki, untuk Oxfam Inggris di Indonesia tahun

2007.

Tidak hanya sampai disitu wanita yang telah menjadi fotografer di berbagai

media, baik media nasional maupun media internasional ini pun telah mendirikan

Malang Meeting Point yang lebih dikenal dengan Mamipo di Malang, Indonesia,

sebagai tempat alternatif bagi anak muda dari berbagai macam latar belakang untuk

berinteraksi dan berkomunikasi dengan fotografi di tahun 2008 hingga 2011. Di

tahun yang sama ia juga turut berpartisipasi pada Program REDD untuk UNDP.

Mundur 1 tahun, di tahun 2010 ia di berikan tugas untuk membuat arsip foto pada

Proyek Cita Citarum dengan mendokumentasikan kehidupan sosial di sepanjang

tepi sungai Citarum hingga 2011. Tahun 2011 merupakan tahun pertamanya

bergabung dengan Panna Foto Institut di Jakarta sebagai Program Manajer. Di

Page 85: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

74

yayasan yang bergerak di bidang edukasi fotografi ini, ia juga telah mengajar pada

workshop untuk fotografer muda, foto jurnalis, komunitas dan umum juga

mengatur berbagai proyek latihan fotografi bersama Panna sampai sekarang.

Wanita yang pernah terlibat pada acara Festival Erau dan subjek terkait

program pengelolaan hutan, Forclime program bersama GIZ di Malinau,

Kalimantan dan UNFCC untuk Oxfam Internasional di Bali ini telah menerbitkan

buku perdananya “Illusion” pada tahun 2014. Setahun kemudian, di tahun 2015 ia

ditugaskan untuk mendokumentasikan Program Mampu. Program Mampu

ditujukan untuk memberdayakan wanita untuk mengurangi kemiskinan di

Indonesia. Pada penghujung tahun 2015 ia turut meramaikan pameran Jakarta

Biennale (2015) dengan karyanya yang berjudul Flores Revisited yang merupakan

sebuah foto yang mendokumentasikan kehidupan beragama pada masyarakat

Flores. Pengambaran tersebut sebetulnya mewakili persepsi dirinya perihal

beragama. Di tahun berikutnya salah satu karyanya yang berjudul “Chatolocism in

Indonesia” juga turut mengikuti pameran DongGang International Photo Festival.

Kini wanita yang pernah menjadi salah satu panitia seleksi dari World Press Photo

(WPP) Joop Master Class tersebut tinggal di Jakarta dan ia percaya bahwa fotografi

memberinya alasan untuk membuka pintu menuju hal yang tidak pernah diketahui

dan menjadi bagian dari hal tersebut.

Page 86: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

75

75

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Fotografi sebagai sebuah seni semakin diminati oleh khalayak dari waktu

ke waktu. Hasil karya foto dapat dijadikan khalayak dalam merepresentasikan

realitas. Khalayak dapat memainkan imajinya sehingga dapat menimbulkan makna

yang luas. Sebagai medium komunikasi, foto mampu menyampaikan pesan kepada

para penikmat foto. 1 Seperti yang dilakukan Ng Swan Ti, seorang fotografer

freelance. Ia menggunakan fotografi sebagai alat untuk menyampaikan pesan

tentang perjalanan identitas spiritualnya yaitu mengenai agama katolik yang selama

ini melekat pada dirinya. Berawal pada tahun 2000, Ng Swan Ti mulai memortret

ritus keagamaan katolik di Gua maria, Jawa tengah. Lalu pada tahun 2003 ia pergi

ke Flores karena mayoritas masyarakatnya memeluk agama katolik. belum

menemukan apa yang ia cari, pada tahun 2009 ia kembali ke Flores. kemudian pada

tahun 2014 untuk yang ketiga kalinya ia mengunjungi Flores memotret acara

keagamaan paskah di Larantuka. Dari ketiga perjalanannya tersebut lahirlah sebuah

karya fotografi berjudul Flores Revisited.2

Melalui karya foto jurnalistik dalam bentuk esai foto yang di Pameran kan

pada ajang Jakarta Biennale tersebut penulis akan menggali representasi pencarian

atau perjalanan keberagamaan yang terdapat pada karya foto Flores Revisited

dengan menggunakan semiotika barthes.

1 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h.3. 2 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan Panna

Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 87: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

76

Seperti apa yang telah peneliti jabarkan pada bab II, terdapat tiga tahap

dalam konsep semiotika Roland Barthes. Pertama, tahap denotasi, peneliti akan

menjabarkan elemen yang terdapat dalam foto. Kedua tahap Konotasi, terdapat

enam komponen yang akan menjelaskan secara rinci makna dalam suatu elemen

pada foto, yakni Trick Effect (efek tiruan), Pose atau gesture tubuh, objek,

photogenia (Teknik foto), Aestheticism(komposisi), dan sintaksis. Ketiga yaitu

tahapan menentukan Mitos.3

3 Sunardi, Semiotika Negativa, (Yogyakarta, kanal, 2002), hal. 174

Page 88: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

77

A. Analisis Data Foto 1

Secara umum foto ini menggambarkan Masyarakat lokal atau Umat

beragama yang pada saat itu sedang menunggu untuk melakukan salah satu tradisi

keagamaan paskah4 di Larantuka, Flores. Untuk menguji dugaan awal tersebut,

penulis akan memberikan analisa sebagai berikut:

Gambar 1. Foto Pertama

Sumber: File data Original Flores Revisited

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terlihat sejumlah masyarakat paruh baya dengan pakaian

sederhana berbalut corak dan motif khas daerah sedang berbaris. Dalam

4 Paskah merupakan perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Bagi umat

Kirsten, Paskah merayakan hari kebangkitan yang memperingati peristiwa yang paling sakral dalam

hidup Yesus yaitu Yesus di salibkan, mati dan dikuburkan, lalu pada hari berikutnya bangkit diantara

orang mati. Dikutip dari Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Paskah diakses pada 20 juni 2017

Page 89: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

78

barisnya, para wanita yang terdapat dalam foto sedang khidmat menunggu

Kapela Tuan Ma dibuka untuk melaksanakan cium patung Tuan Ma (Bunda

maria) yang dibuka setahun sekali dihari kamis putih, bagian dari prosesi tradisi

Paskah Samana santa di Larantuka.5 Terlihat keringat pada dahi wanita yang

berada paling depan. Ia juga mengenakan kalung Rosario6 berwarna putih dan

tenun berwana dominan ungu yang diikatkan di kepala.

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Trick Effect adalah memanipulasi gambar secara artifisial, dengan

maksud membuat foto menjadi lebih baik dengan menambahkan atau

mengurangi bagian dalam foto menggunakan perangkat editing sehingga

mengubah isi foto yang sebenarnya.7

Foto pertama tidak mengandung trick effect atau mengubah

keaslian foto saat “dijepret” dari kamera, tidak ada elemen yang

dihilangkan apalagi diganti atau digabungkan menjadi satu dalam foto

tersebut. Hal tersebut sangat jelas, karena foto ini adalah rangkaian dalam

foto esai yang merupakan bagian dari foto jurnalistik dengan sifat dasarnya

yaitu dokumentatif, sehingga menempatkan keaslian foto pada tahap utama

pengambilan sebuah gambar yang dapat membuat masyarakat melihat

5 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

PannaFoto Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 6 Kalung Rosario merupakan sebuah kalung yang banyak dikenal bagi para umat Katolik.

kalung tersebut digunakan dalam doa yang dipanjatkan sebagai devosi kepada Bunda Maria. kalung

yang tidak lain hanyalah alat dalam tradisi agama Katolik yaitu Doa rosario ini pada umumnya

terdiri dari 59 manik-manik yang saling tersambung sehingga menyerupai sebuah kalung. Manik-

manik yang tersusun terebut bukan tanpa maksud melainkan 53 biji manik-manik dimaksudkan

untuk memanjatkan doa”Salam Maria” enam lainnya dimaksudkan untuk memanjatkan doa kepada

sosok Yesus. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Doa_Rosario diakses pada 20 juni 2017) 7 Sunardi, Semiotika Negativa (Yogyakarta, kanal, 2002), hal. 162.

Page 90: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

79

kembali rekaman imaji atas apa yang telah terjadi.8 Oleh karena itu dalam

retouching atau pengeditan gambar, fotografer hanya boleh merapihkan

cahaya jika ada yang terlalu gelap ataupun terang, meyelaraskan warna dan

melakukan crooping jika diperlukan untuk menyederhanakan pesan dalam

foto, cropping sah saja dilakukan selama tidak mengubah persepsi

pembaca pada sebuah imaji.9

b. Pose

Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto.10 Pada foto

pertama ini, terlihat gesture atau sikap tubuh beberapa wanita yang sedang

berbaris untuk mengikuti salah satu ritual keagamaan paskah di Larantuka,

Flores. Sikap tersebut menunjukan kesabaran dalam menjalankan ritual

juga ketaatan mereka dalam menjalankan ajaran agama. Dalam antrian

para peserta ritual keagamaan tidak sedikit pun mengurungkan niat mereka

untuk berteduh atau meninggalkan acara keagamaan. Hal tersebut dapat

terlihat dari wanita paling depan yang mengeluarkan keringat di dahinya

akibat teriknya matahari. Antusiasme nampak terlihat dari mimik muka

wanita-wanita yang sedang berbaris, menunjukan betapa kuatnya

keinginan mereka untuk mengikuti kegiatan keagamaan tersebut. Meski

sudah paruh baya, wanita-wanita ini tetap menjalankan prosesi ibadah saat

itu. Hal itu merepresentasikan diri mereka sebagai kaum atau umat

beragama yang taat.11

8 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014),

Jurnalistik Foto, hal 16. 9 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal 41 10 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 165. 11 Menurut Emil Durkheim dalam bukunya The Elementary From Of Religious Life

mengatakan ketaatan adalah dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai ketetapan untuk

Page 91: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

80

c. Objek

Keseluruhan elemen yang ada dalam satu bingkai foto sebetulnya

dapat dikatakan sebagai objek foto. Namun terkait dengan objek dalam

membaca foto di sini, sebagaimana yang penulis jabarkan pada bab 2,

objek dapat dipahami sebagai benda-benda atau yang dikomposisikan

sedemekian rupa sehingga dapat diasosiasikan dengan ide-ide tertentu juga

merupakan point of interest(poi) atau pusat perhatian dalam foto.12

Di dalam foto pertama ini terdapat objek beberapa wanita paruh

baya. Namun fokus atau point of interest dalam foto tersebut terlihat pada

tampilan foreground atau tampak depan pada gambar, yaitu seorang wanita

yang mengenakan tenun ikat di kepala, pakaian modern berbalut corak

tradisional, serta memakai kalung keagamaan katolik yang ditandakan

dengan adanya Corpus Christi (tubuh kristus) pada lambang salib. Kalung

Rosario yang dikenakan pada objek wanita yang menjadi POI, menunjukan

makna konotasi bahwa dengan mengenakan kalung tersebut dapat

dikatakan sebagai katolik yang taat. Ketaatan yang tergambar dari

keseriusannya menjalankan ritual keagamaan. Selain itu, hal tersebut

dikarenakan dalam kalung rosario terdapat simbol bunda maria yang

diasumsikan sebagai simbol perempuan yang dihormati oleh umat katolik

lebih dari pada kudus lainnya. Jika dalam protestan tidak mempunyai

tradisi seperti itu, Maria hanyalah manusia biasa bukan orang suci sehingga

selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan

frekuensi dan intensitas dalam beribadah. Khusuk ketika megerjakan kegiatan keagamaan adalah

salah satu dari indikator seorang dapat dikatakan taat kepada agamanya. Dikutip dari Karen E.

Fields, The Elementary From Of Religious Life, (The Free Pass,1995), hal 35. 12 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 167.

Page 92: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

81

tidak ada penghormatan kepadanya seperti yang dilakukan oleh umat

katolik.13 Objek lainya penggunaan tenun yang diikatkan di kepala dan

pakaian bercorak atau bermotif menunjukan bahwa adanya unsur budaya

yang melekat pada masyarakat agama di Flores. Seperti yang dikatakan

Koentjaraningrat bahwa kebudayaan merupakan salah satu unsur yang

dimiliki oleh suatu masyarakat.14 Dengan demikian unsur budaya

merupakan ciri khas dari bangsa tertentu untuk mencirikan identitasnya,

dalam hal ini masyarakat Flores yang mengenakan kain tenun ikat juga

baju bercorak daerah saat acara keagamaan paskah di Larantuka, Flores.

d. Photoghenia

Dalam Photogenia, kita akan melihat foto dari segi teknik

pengambilannya. Pada pengambilan foto pertama ini menggunakan lensa

dengan diameter lebar pada focal length 10mm.15 biasanya pemilihan lensa

dengan diameter lebar dapat menimbulkan jarak antara fotografer dan

subyek yang difoto, namun dalam foto pertama terlihat fotogafer

memposisikan jarak yang dekat dengan subjek untuk mengambil foto

dalam ukuran medium shot. Dapat diketahui teknik ini mengambil gambar

dimana objek diambil secara lebih dekat untuk melihat gerakan

partisipannya, dan hubungannya dengan objek lain, serta lingkungannya.

medium shot menghasilkan kesan dramatis saat fotografer menangkap aksi

13 Linda Evirianti. Rosario Sana Perawan Maria:Pandangan Terhadap Simbol Doa

Rosario di Komunitas Seminarium Anging Mammiri Yogyakarta.( Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga, Yogyakarta 2014). Hal 5. 14 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta,Djambatan,1979) hal.

30. 15 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 93: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

82

atau gerakan objeknya16. Terlihat suasana dengan ekspresi yang natural

walaupun objek sangat dekat kepada fotografer dan kameranya. Dengan

begitu terlihat makna konotasi bahwa fotografer telah melakukan

pendekatan yang baik dengan subjek. Foto tersebut diambil dengan angle

atau sudut pandang eye level, di mana lensa kamera sejajar dengan objek

utama. Hal tersebut menunjukan bahwa fotografer ingin mensejajarkan

objek utama dengan pelihat foto. Berdasarkan pencahayaan yang terlihat

pada foto, penulis meyakini bahwa fotografer tidak menggunakan cahaya

tambahan seperti flash internal maupun eksternal pada kamera. Sebab

pencahayaan yang bersumber dari matahari dirasa sudah cukup menerangi

beberapa objek tersebut.17 Keadaan tersebut membuat fotografer dapat

menggunakan iso rendah, dengan kecepatan rana yang tinggi dan

diagfragma yang menyempit atau kecil menjadikan foto dengan detail yang

amat baik.

e. Aestheticism (estetika)

Komposisi merupakan susunan dari berbagai elemen atau objek

yang mempunyai dua sifat saling bertentangan, bisa “membangun” gambar

namun juga bisa mengacaukan gambar.18 Dalam foto pertama ini penulis

melihat adanya komposisi garis diagonal.19 Wanita paling belakang

(sebelah kiri dalam gambar) akan membentuk garis diagonal, jika ditarik

16 Kenneth Kobre, Photo Journalism: The Professionals Approach (Boston: Focal

Press,2004). Hal.13-16 17 Natural light atau pencahayaan matahari ialah pencahayaan yang menggunakan sinar

matahari sebagai sumber cahaya dalam pemotretan, fotografer harus benar benar memahami arah

datangnya sinar, teruntuk jika memotret objek manusia. Dilihat dari Ferry Darmawan, Dunia dalam

Bingkai,(Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009), hal.56. 18 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 168 19 Komposisi diagonal adalah komposisi fotografi yang objeknya terletak dari sudut gambar

sehingga terlihat membentuk silang pada gambar. Lihat Audy Mirza Alwi, hal. 50.

Page 94: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

83

menggunakan garis imajiner sampai ke foto wanita paling depan (sebelah

kanan gambar). Sehingga menjelaskan bahwa wanita-wanita dalam foto

tersebut akan melangsungkan prosesi ritual keagamaan. Jika tergambar

dengan arah sebaliknya berarti wanita-wanita tersebut telah usai

melaksanakan prosesi keagamaan. Oleh karena itu komposisi diagonal ini

menggambarkan sebuah antrian untuk memasuki salah satu ritual

keagamaan.20 menunjukan makna konotasi bahwa beberapa wanita ini

bersabar dalam antrian dengan perlahan-perlahan melaju kedepan hanya

untuk menjalakan ajaran agama guna mencapai sebuah keinginan ataupun

mempertebal keyakinan yang mereka anut sejak kecil.

f. Sintaksis

Syntax merupakan pengamatan keseluruhan elemen dalam

penyajian suatu karya yang biasanya terdapat pada foto dan teks.21 Namun

dalam foto ini penulis tidak menemukan teks atau caption foto. Hanya saja

terdapat sebuah narasi yang secara garis besar meng gambarkan apa yang

telah ditangkap dan dimaksud oleh fotografer. Walaupun narasi tersebut

bukanlah ditujukan untuk menjelaskan secara literal apa yang ia maksud,

melainkan sisi lain sebab akibat atau latar belakang kenapa foto ini

dihasilkan. Oleh karena itu penulis lebih melihat susunan elemen yang

terdapat dalam foto pertama ini yang juga diperkuat dari hasil wawancara

fotografer yaitu sosok yang terlihat seperti pemimpin atau tokoh agama

sedang bersama umat beragama lainnya berbaris menunggu kapela tuan ma

20 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 21 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 168

Page 95: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

84

dibuka untuk melaksanakan cium patung Tuan Ma (Bunda maria) yang

dibuka setahun sekali dihari kamis putih, bagian dari prosesi tradisi Paskah

Samana santa di Larantuka, Flores.22

3. Makna Mitos

Mitos yang tergambar dalam foto pertama ini ialah bagaimana budaya

hidup berdampingan dengan agama. tergambar dari objek foto wanita yang

menggunakan pakaian adat ketika melakukan prosesi keagamaan. Seringkali

budaya juga dibenturkan dengan agama. Namun nyatanya budaya dapat

berdampingan, bahkan mendukung dan dapat memperkaya prosesi keagamaan.

Budaya dalam pandangan antropologi sosial bisa diumpakan seperti sebuah

pakaian yang dipakai oleh sebuah masyarakat. Dalam kehidupan manusia,

agama dan budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan

yang sangat erat dalam dialektikanya, selaras menciptakan dan kemudian saling

menegasikan.23

Tidak hanya itu, dalam foto ini juga terdapat kalung Rosario. Kalung

sering digunakan oleh masyarakat sebagai sebuah identitas. Dalam foto ini

identitas sebagai seorang Katolik ditunjukan dengan menggunakan kalung

Rosario, yang mana dalam kalung tersebut terdapat gambar bunda Maria di

dalam satu lingkaran dan Yesus yang tersalib. Mitos kalung Rosario juga

digunakan sebagai pembeda Katolik dengan Protestan. Jika pada Protestan,

22 Kapela Tuan Ma merupakan gereja yang terletak di kota Larantuka, Flores Timur, NTT.

Istilah kata Tuan Ma yang berartikan Bunda Maria merupakan sebuah patung yang berwujud Bunda

Maria atau Mater Dolorosa. Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di

Perpustakaan Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 23 Loade Montobauto, Persfektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan Masyarakat

Indonesia, Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Haluwoleo Kendari, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial,

Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014, Hal,24.

Page 96: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

85

kalung salib ditunjukan tanpa adanya gambar bunda Maria dan Yesus yang

tersalib.24 Selain itu, mitos yang berkembang di masyarakat beranggapan bahwa

kalung rosario atau kalung berlambang salib tersebut juga dapat mengusir atau

menjauhkan pribadi seseorang dari roh-roh jahat atau alam gaib.

Mitos lainnya yang terkandung dalam foto pertama ini adalah

bagaimana orangtua atau sesepuh berperan besar dalam prosesi keagamaan.

Mitos yang berkembang di masyarakat adalah orangtua atau sesepuh menjadi

pintu gerbang seseorang dan masyarakat dalam menjalani prosesi keagamaan.

Agama, sering kali menjadi pelajaran pertama yang diberikan orangtua kepada

anaknya, atau seperti sesepuh kepada orang yang lebih muda. Sehingga prosesi

keagamaan seorang anak sangat lekat dengan pengetahuan agama orangtuanya.

Jika orangtua sudah mempunyai pengetahuan agama yang baik, otomatis

anaknya akan mendapat pelajaran-pelajaran agama dari orangtuanya. Peran

orangtua sangat penting dalam membentuk perilaku dan kepribadian generasi

di bawahnya. Memberikan sosialiasi tentang ketaatan beragama, sehingga

generasi di bawahnya dapat mengetahui adanya norma dan nilai-nilai yang

berlaku di masyarakat, kemudian dengan menanamkan nilai dan norma

tersebut, generasi di bawahnya dapat menerapkan nilai dan norma-norma

tersebut dalam bermasyarakat, itulah salah satu fungsi orangtua.25

Dengan demikian kesimpulan yang ditarik dari beberapa mitos yang

tergambar pada foto pertama ini ialah agama tidak mungkin masuk dalam ruang

24 Markus Hildebrandt Rambe, Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen,(Jurnal STT Intim

Makassar Edisi Khusus 2004) hal 26. 25 Nur Tiara Sinta, Peranan Orang Tua dalam Mensosialisasikan Nilai Agama Remaja

Muslim, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Pekanbaru. JOM

FISIP Vol.3 No.1-Februari 2016. Hal, 11.

Page 97: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

86

hampa, agama hadir bersama dengan kebudayaan yang melatari tumbuhnya

agama.

B. Analisis Data Foto 2

Secara umum foto ini menggambarkan seseorang yang sedang melakukan

ritual/peribadatan yang terepresentasikan melalui simbol-simbol yang tergambar.

Untuk menguji dugaan awal tersebut, penulis akan memberikan analisa sebagai

berikut:

Gambar 2 . Foto Kedua

Sumber: File data Original Flores Revisited

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terlihat seorang perempuan mengenakan kerudung

berwarna biru sedang menunduk dengan tangan kanan di dada. Di depannya

Page 98: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

87

terdapat tiga buah patung.26 Patung pertama nampak terlihat lelaki, sedangkan

yang kedua seorang perempuan dengan tudung dikepala, dan yang ketiga anak

kecil. Dalam foto ini terlihat pencahayaan yang amat minim.

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto kedua ini juga tidak mengandung trick effect atau

mengubah keaslian foto saat dijepret dari kamera. Penulis meyakini tidak

ada elemen yang dihilangkan apalagi diganti atau digabungkan menjadi satu

dalam foto tersebut. Hal itu sangat jelas karena foto esai merupakan sebuah

karya fotografi sebagai suatu cerita dalam bentuk teks bahasa gambar yang

menampilkan suatu masalah lebih dari satu foto dengan bahasa visual yang

berkesinambungan antara foto yang satu dengan lainnya, sehingga lebih

memunculkan keutuhan cerita dan detail pada setiap gambarnya.27 Namun

penulis merasa sentuhan editing dalam batas yang normal dengan tujuan

mengatur kontras warna yang lebih baik juga dapat dilakukan pada foto 2

ini, dengan tujuan keindahan visual semata tanpa mengubah foto atau

gambar yang sebenarnya.

b. Pose

Pada foto kedua ini terlihat gesture seorang wanita yang sedang

menundukan kepala dengan sebelah tangan kanan di dada. Di depannya

26 Patung tersebut merupakan attribute keagamaan yang dikeluarkan saat berlangsungnya

tradisi arak-arakan patung Bunda Maria di sepanjang jalan kota Larantuka, Flores. Pada saat

berlangsungnya tradisi tersebut, rumah yang dilalui arak-arakan tersebut dianjurkan mengeluarkan

attribute keagamaan mereka dalam bentuk apapun. Hal tersebut dikatakan oleh fotografer dalam

Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan Panna Institute,

Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 27 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, hal. 9.

Page 99: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

88

terdapat sebuah patung yang merupakan simbol agama katolik.28 Sikap

tubuh yang menunduk tersebut menunjukan rasa berserah diri dan patuh.

Sementara tangan yang diletakkan di dada dapat berarti sebuah

penghormatan. Dengan maksud dalam foto kedua ini seseorang wanita yang

sudah berserah diri sekaligus memberikan penghormatan kepada sesuatu

yang dirasa lebih tinggi nilainya. Di sini, sesuatu yang dirasa lebih tinggi

nilainya yakni Tuhan Yesus, dimana Tuhan Yesus sendiri di wujudkan

dengan patung anak kecil yang terdapat di depan wanita tersebut.

Penulis melihat pose atau gesture tubuh pada foto kedua ini terdapat

keunikan. Terlihat adanya kesamaan pose yang ditampilkan oleh wanita

berkerudung dengan patung Bunda Maria yang juga mengenakan tudung

kepala. Mereka terlihat seolah olah melakukan hal yang sama dengan kepala

menunduk dan tangan yang seakan akan berada di dada. Tidak hanya itu,

secara keseluruhan visual, patung lainnya juga mengarahkan pandangannya

ke arah bawah. Hal tersebut dalam persepsi visual gestalt dikategorikan

sebagai Similarity (kesamaan bentuk) karena objek manusia dengan patung

tersebut terlihat seragam atau melakukan kegiatan yang sama.29

28 Patung tersebut ialah Bunda Maria, Yesus (saat masih kecil), dan Yossef. Bunda maria

sebagai "Bunda Allah," atau lebih harafiah lagi "Yang Melahirkan Allah." Makna Teologis yang

terkandung dalam gelar ini adalah bahwa putera Maria, Yesus, adalah sepenuhnya Allah dan

sepenuhnya manusia, dan bahwa dua sifat Yesus (Illahi dan insani) dipersatukan dalam satu Pribadi

tunggal. Yossef atau lebih tepatnya santo yussuf adalah suami maria yang akhirnya turut

mebesarkan putra roh kudus yang dilahirkan oleh maria. https://id.wikipedia.org/wiki/Maria,

diakses pada 29 mei 2017. 29 Teori gestalt merupakan sebuah istilah psikologi yang dikembangkan pada tahun 1920an.

Pada dasarnya Gestalt memandang atau memahami sebuah objek sebagai satu kesatuan. Otak

manusia secara otomatis dan tanpa sadar akan menyusun dan mengurutkan objek objek yang terlihat

oleh mata. Dalam fotografi, teori ini dipakai untuk menyusun beberapa elemen visual yang

tergambar menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan.

http://psycnet.apa.org/journals/bul/138/6/1172/ diakses pada 29 mei 2017.

Page 100: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

89

c. Objek

Terdapat beberapa objek dalam foto kedua ini yaitu patung Bunda

maria bersama anak kecil yang diyakini bahwa itu Yesus, juga Joseef suami

Bunda Maria. Lalu yang terakhir seorang wanita mengenakan kerudung

berwarna biru sedang menundukan kepala dengan tangan kanan di dada.

Figure atau point of interest pada foto kedua ini terdapat pada sosok wanita

berkerudung yang menundukan kepalanya. Penulis melihat pada foto kedua

ini sosok wanita berkerudung tersebut ialah umat yang sedang khidmat

melakukan ritual peribadatan atau menyembah Tuhannya. Terlihat pada

objek tiga buah patung tepat didepannya yang menjadi simbol ketuhanan

umat Kristen. Tidak hanya itu, pada objek manusia yang ada pada foto

kedua terlihat mengenakan kerudung berwana biru dengan corak atau motif

pada bagian lehernya menunjukan sebuah penyampaian pesan sosial dan

budaya dalam tingkat religus seseorang bahwa mengenakan kerudung

sebagai penutup kepala mengartikan sisi keperempuanan dan kesalehan

seseorang dalam melakukan peribadatan.30

d. Photoghenia

Teknis pada pengambilan foto ke 2 ini menggunakan lensa dengan

diameter lebar namun digunakan pada focal length 10mm, untuk mengambil

foto pada ukuran Close-Up. Teknik ini lebih menekankan pada ekspresi

objek atau bagian-bagian kecil dari objek tersebut untuk menarik empati

dari penikmat foto.31 Hal lainnya foto tersebut diambil dengan angle atau

30 Fadwa El Guindi, Jilbab Antara Kesalehan, Kesopanan, dan Perlawanan,

(Jakarta:serambi,2006),hal.167. 31 Kenneth kobre. Photo Journalism: The Professionals Approach (Boston: Focal

Press,2004). Hal 13-16

Page 101: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

90

sudut pandang high angle, dimana lensa kamera berada sedikit di atas dari

beberapa elemen yang ada. Jika foto dengan low angle dipakai untuk

meninggikan sesuatu seperti sosok, foto high angle akan mengungkapkan

sebaliknya.32 Di sini penulis meyakini bahwa maksud fotografer mengambil

high angle bermaksudkan untuk menaruh objek simbol Tuhan sedikit di atas

wanita berkerudung, dengan maksud mengungkapkan tentang kecilnya

manusia dimata Tuhannya, tentang apa yang diperbuat sebagaimana

manusia yaitu dengan kebesaran Tuhannya. Fotografer tidak menggunakan

cahaya tambahan seperti flash internal maupun eksternal, satu satunya

sumber pencahayaan bersumber dari lilin.33 Hal tersebut mengakibatkan

hanya sedikit cahaya yang menerangi objek, sehingga menimbukan kesan

gelap. Kesan gelap tersebut memang sengaja ingin ditunjukan oleh

fotografer dengan maksud adanya sebuah ketenangan dan kesunyian pada

saat seseorang melakukan ritual peribadatan.34

e. Aestheticism (estetika)

Dari segi estetika, foto kedua menggunakan metode framing.

Framing merupakan suatu tahapan dimana fotografer membingkai suatu

detil peristiwa.35 Seperti yang terlihat pada foto kedua, fotografer

memframing objek utama dengan patung. Menunjukan makna konotasi

bahwa wanita tersebut ialah umat beragama yang melakukan sebuah

32 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa hal. 46. 33 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 34 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 35 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa), hal. 46.

Page 102: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

91

komunikasi atau berdoa kepada simbol patung yang menjadi simbol

kepercayaan umat Katolik. Dalam persepsi visual gestalt juga dikatakan

sebagai figure and ground yang berarti fotografer memandang setiap bidang

pengamatan dapat dibagi menjadi dua yaitu figure (bentuk) dan ground

(latar belakang).36 Prinsip figure and ground ini menggambarkan bahwa

fotografer secara sengaja maupun tidak, akan memilih serangkaian stimulus

untuk menentukan mana yang dianggap sebagai figure dan mana yang

dianggap sebagai ground. Dalam hal ini penulis melihat figure tersebut ialah

patung yang menjadi simbol umat katolik dan groundnya ialah wanita

berkerudung yaitu umat beragama. Menunjukan makna konotasi bahwa

patung tersebut merupakan landasan wanita tersebut melakukan sebuah

ritual beribadah.

Tidak hanya itu, dalam foto 2 estetika yang ditangkap ialah warna

orange/warm yang menjadi visual yang sangat tampak bagi penulis.37

Warna tersebut sangat menggambarkan visual penulis akan khidmadnya

suasana dalam foto 2 ini dengan adanya umat beragama yang sedang

melakukan ritual beribadah.

f. Sintaksis

Sama halnya dengan data foto satu, dalam foto kedua ini tidak

terdapat caption yang menjelaskan atau mengubungkan sebuah gambar

kepada teks atau caption. Hanya saja terdapat sebuah narasi yang secara

36 Gestalt Theory http://psycnet.apa.org/journals/bul/138/6/1172/ diakses pada 29 mei

2017. 37 Arum Akminanti Simbolisasi Filosofi Perusahaan Melalui Logo Pada PT. Pertamina

Persero, Ejournal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman,

Volume 1, Nomor 1, 2013, hal. 5.

Page 103: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

92

garis besar menggambarkan apa yang telah ditangkap dan dimaksud oleh

fotografer. Walaupun narasi tersebut bukanlah ditujukan untuk menjelaskan

secara literal apa yang ia maksud, melainkan sisi lain sebab akibat atau latar

belakang kenapa foto ini dihasilkan. Oleh karena itu penulis lebih melihat

beberapa elemen yang terdapat dalam foto kedua ini yang juga diperkuat

dari hasil wawancara fotografer yaitu seorang perempuan berkerudung

melakukan komunikasi atau berdoa pada salah satu rentetan acara paskah

yang dilakukan di larantuka, Flores.38 Penulis menduga ada maksud lain

dalam penggambaran di foto kedua ini dari fotografer jika dilihat dari narasi

yang tertulis. Penulis berpendapat bahwa makna perempuan berkerudung

yang sedang beribadah ini merupakan penggambaran dari teks yang

diungkapkan pada narasi

“Sejak kecil dia sudah biasa menghadapi perbedaan dan alienasi.

Di rumah ibunya beragama khonghucu-yang dulu masih dilarang

oleh pemerintah. Di sekolah, ia sempat belajar islam dan katolik

dan akhirnya dibaptis ketika kuliah”.39

Dalam teks yang tertulis menjelaskan bahwa pengalaman-

pengalaman fotografer terhadap agama yang telah dipelajari membuat

penggambaran kerudung yang dikenakan wanita dalam foto 2 bukan hanya

sebagai agama katolik saja, namun terdapat pemahaman tentang agama lain

seperti agama islam yang juga menggunakan kerudung sebagai penutup

kepala untuk melakukan ibadah.

38 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan 39 Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”,(Yayasan

Jakarta Biennale,2015), hal. 196.

Page 104: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

93

3. Makna Mitos

Mitos yang terkandung dalam foto ke dua ini adalah gambaran tentang

Tuhan dalam agama Kristen. Tuhan dalam agama Kristen digambarkan pada

sosok Yesus Kristus. Umat kristiani mengenal penggambaran sosok Yesus

sebagai satu Allah dengan tiga pribadi yaitu Allah bapa yang menciptakan,

yang menjelma dalam Allah putera, dan hadir dalam spirit Allah roh kudus.40

Namun, dalam agama Katolik, tidak hanya sosok Yesus yang diagungkan,

sosok Bunda Maria yang merupakan ibu dari Yesus juga sangat diagungkan

dalam agama Katolik. Bagi umat katolik perawan Maria mendapatkan status

yang jauh lebih mulia, bukan hanya sekadar ibu yesus, karena ia mengandung

yesus secara adikodrati dengan perantara roh kudus, dan tetap perawan sampai

akhir hidupnya, yang diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya tanpa

mengalami kematian badan, dan yang sekarang sangat dekat dengan allah

sehingga ia mampu menyampaikan kebutuhan semua umat manusia yang

masih hidup di dunia.41 Dalam agama Katolik pengkultusan Bunda Maria juga

sering disebut dengan Devosi Maria. Devosi Maria merupakan sikap bakti yang

berupa penyerahan seluruh pribadi kepada allah dan kehendaknya sebagai

perwujudan cinta kasih atau kebaktian khusus kepada berbagai misteri iman

yang dikaitkan dengan pribadi tertentu.42

40 Dwi Retno Palupi, Analisis Tanda Visual Kesucian Melalui Pendekatan Semiotik: Studi

Kasus Kartu Imlek, Natal Dan Idul Fitri, Wimba, Jurnal Komunikasi Visual & Multimedia. Vol.3

No.1 Tahun 2011. Hal.27 41 Dwi Retno Palupi, Jurnal Komunikasi Visual & Multimedia. Vol.3 No.1 Tahun 2011.

Hal.29 42 Nirma Riyanti, Pengaruh Perarakan Lilin Dalam Ekaristi Bunda Maria Terhadap Umat

Islam Desa Panjang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, (Fakultas Ushuluddin IAIN

Walisongo, Semarang 2012). Hal, 22

Page 105: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

94

C. Analisis Data Foto 3

Secara umum foto ini menggambarkan budaya dan tradisi yang dilakukan

masyarakat Flores, tepatnya ziarah makam. dapat dilihat dari apa yang terdapat

pada gambar yaitu ornament/alat sebagai medium yang memang sering digunakan

pada upacara maupun ritual keagamaan. Untuk menguji dugaan awal tersebut,

penulis akan memberikan analisa sebagai berikut:

Gambar 3 . Foto Ketiga

Sumber: File data Original Flores Revisited

1. Makna Denotasi

Foto ketiga ini diambil dengan nuansa yang gelap. Terlihat beberapa

lilin yang menyala di atas bangunan makam. Di sekitar lilin tersebut juga

Page 106: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

95

terdapat taburan bunga, kembang dan “conffeti”43. Selain itu terlihat pula

beberapa lilin yang telah mati dan mencair.

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto ketiga ini juga tidak terdapat trick effect atau manipulasi

gambar. Sudah jelas seperti yang dikatakan pada foto-foto sebelumnya

dalam trick effect ini bahwa pada foto jurnalistik tidak diperbolehkan

merubah atau menambahkan elemen ke dalam foto (olah digital) hingga

merubah keaslian informasi pada foto tersebut.44

Namun dalam wawancara dengan Ng Swan Ti, beliau menjelaskan

bahwa foto ketiga ini telah melewati proses editing, seperti penyesuaian

gelap dan terang, perbaikan kontras gambar dan keselarasan warna. Editing

tersebut dimaksudkan untuk kebutuhan visual atau estetika pada foto,

sehingga pelihat foto akan menemukan kenyamanan hingga merasakan

emosi atau ekspresi pada gambar ketika sedang melihat sebuah foto.45

Karya foto sebagai komunikasi visual merujuk pada rekonstruksi atas

realitas, yang berarti penggambaran kembali realitas yang terjadi.46 Dengan

demikian fotografer perlu menyajikan suatu cerita dengan estetika yang

43 Confetti adalah beragam potongan kertas, milar atau bahan logam. Confetti dibuat dalam

bentuk imajinatif. Terdapat perbedaan antara confetti dan glitter, glitter lebih kecil dari confetti

dengan potongan dibawah 1mm. confetti pada umumnya digunakan pada pertemuan social seperti

pesta, pernikahan, namun dianggap tabu pada saat pemakaman walaupun ada dari banyaknya

pemakaian confetti pada umumnya.(https://id.m.Wikipedia.org/wiki/Conffeti) diakses pada 20 juni

2017. 44 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa. hal. 9. 45 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 46 Seno Gumira Ajidarma Kisah Mata, Fotografi antara Dua subjek:Perbincangan tentang

Ada, (Yogyakarta:Galang Press, 2002), hal.13.

Page 107: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

96

baik pada gambar sehingga akan membuat rasa foto tersampaikan dengan

baik.

b. Pose

Pose dapat dipahami sebagai gesture (sikap tubuh) ataupun gaya.

Pose seringkali mudah ditemukan dalam foto yang berisi objek manusia

atau hewan. Sedangkan dalam foto dengan objek pemandangan atau benda

akan sulit menemukan pose di dalamnya.47 Sebab, pemandangan alam atau

benda yang menjadi objek foto tidak terdapat unsur gaya dan ekspresi.

Namun penulis meyakini bahwa dalam sebuah benda juga memiliki pose

yang mesti dijabarkan. Seperti yang dinyatakan dalam Kisah Mata

Senogumira Ajidarma

“Seorang fotografer melihat dan memotret pohon, pada saat ia

memandang hasil fotonya, ia bukan seorang fotografer lagi. Bila

sebagai fotografer ia adalah subjek-yang-memotret, ketika

memandang fotonya sendiri ia menjadi subjek-yang-memandang.

Pohon dan foto tentang pohon adalah dua hal yang sangat berbeda,

yang menentukan posisi Da-sein di hadapannya. Subyek-yang-

Memotret akan berkemungkinan menghadapi sesama Da-sein,

benda-benda, bahkan mungkin juga foto-foto tentang Da-sein

maupun benda-benda, yang semua itu akan segera dan kemudian

telah dipotretnya. Sesama Da-sein, benda-benda, bahkan foto-foto,

dalam posisinya sebagai fotografer adalah obyek yang dipotretnya.

Perbedaan obyek-obyek foto itu, bahwa Da-sein berkesadaran dan

benda-benda tidak, menjadikan posisinya lebih kompleks.

Sedangkan Subyek-yang-Memandang sudah pasti hanya

memandang satu jenis obyek saja, yakni foto, yang harus dibaca

sebagai karya manusia".48

Dengan kata lain, foto-foto bagi pemandangnya diandaikan sebagai

subyek, yang selalu diterima sebagai mengatakan sesuatu. Tetapi foto-foto

adalah benda mati, subyek yang memandang atau penulis dalam hal ini

47 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 163. 48 Seno Gumira Ajidarma Kisah Mata, Fotografi antara Dua subjek:Perbincangan tentang

Ada. hal.55.

Page 108: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

97

harus membahasakannya, jika subyek yang memotret harus membendakan

makna-makna ke dalam wujud foto tersebut. Maka subyek yang

memandang harus mengurai makna-makna dari benda foto tersebut. Seperti

dalam foto ketiga ini terlihat beberapa lilin yang menyala berdiri dan

diletakan sejajar di tepi makam. Dari berdirinya lilin tersebut menunjukan

adanya sebuah sikap ataupun ungkapan penghormatan secara nonverbal

yang ditujukan kepada yang telah mati(meninggal). Jika lilin dalam keadaan

tidak berdiri atau terjatuh maka makna penghormatan tersebut akan hilang.

Dalam hal ini Spencer dalam karyanya yang berjudul Principle of Sociology

menyebutnya sebagai praktik penghormatan yang berasumsikan bahwa

“Di dalam orang-orang ini, kita menemukan hampir semua

masyarakat manusia percaya akan “aku” yang lain dari seseorang

yang telah mati dan yakin bahwa ia -”aku” yang lain itu- hidup

terus untuk sebuah jangka waktu yang lama sesudah kematian”.49

Dengan demikian dapat dipahami lilin yang berdiri menyala di atas

makam menjadi mediasi untuk sebuah ungkapan kepedulian atau rasa

hormat yang menggambarkan walaupun “mereka” ada dalam suasana dan

tempat yang terpisah namun tetap dalam hubungan yang saling

memperhatikan.

c. Objek

Terdapat beberapa objek dalam foto ketiga ini yaitu jajaran lilin

yang menyala, taburan bunga, potongan-potongan kecil kertas berwarna

perak (confetti) dan beberapa lilin yang telah meleleh. Figure atau point of

interest pada foto kedua ini terdapat pada jajaran lilin yang menyala di atas

49 Norman Mesker Nenohai. “Bakar Lilin” di Makam;Studi Tentang Pandangan Suku

“Atoni” di Kefamananu Mengenai Ritus “Bakar Lilin” di Makam dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya, (Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2014). Hal. 13.

Page 109: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

98

tepi pembatas kuburan. Karena lilin tersebut mewakili gambaran dari

keseluruhan objek yang ada pada gambar, dengan adanya objek tambahan

seperti taburan bunga dan conffety tersebut tergambar adanya praktik atau

ritual keagamaan yang telah dilakukan. Jajaran lilin yang menyala tersebut

menunjukan sedang berlangsungnya prosesi keagamaan, bahkan

menunjukan waktu prosesi yang tidak sebentar, terlihat dari beberapa lilin

yang padam. Tidak hanya itu, gerakan lilin seperti tertiup angin memberikan

kesan bahwa adanya gangguan atau goncangan-goncangan dalam

kehidupan. Gerakan lilin yang dinamis memberikan arti bahwa hidup

memiliki siklus kehidupan yang tidak statis atau begitu saja. Api lilin yang

menyala ketika membakar sumbu dan badannya menunjukan bahwa sifat

lilin ini lalu memberikan makna pengorbanan akan diri sendiri untuk dapat

menciptakan terang.

Dalam agama Kristen simbol lilin memang sering dipakai dalam

ritual atau peribadatan hingga saat ini, yang memaknai sebagai cahaya

kebangkitan Yesus dan keyakinan bahwa Yesus telah mengalahkan

kegelapan dari dosa dan kematian50.

Objek lainnya seperti taburan bunga merupakan perlambang kasih

atau duka terhadap yang ditinggalkan. Confetti yang terdapat di kuburan

sebetulnya dianggap tabu jika dipakai dalam prosesi pemakaman, karena

fungsi dari confetti sendiri untuk sebuah perayaan atas kesuksesan atau

kemenangan51. Namun dalam hal ini penulis meyakini kehadiran Confetti

50 Markus Hildebrandt Rambe, Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen,(Jurnal STT Intim

Makassar Edisi Khusus 2004) hal 26. 51 https://id.wikipedia.org/wiki/Confetti diakses pada 28 maret 2017

Page 110: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

99

tersebut sebagai wujud ucapan selamat karena yang meninggal sudah

berada dalam kasih sayang yesus.

d. Photogenia

Pada foto ketiga, foto diambil pada focal length 13mm digital zoom

sehingga foto diambil dalam ukuran Close-Up. teknik ini lebih menekankan

pada ekspresi objek atau bagian-bagian kecil dari objek tersebut untuk

menarik empati dari penikmat foto.52 Pengambilan gambar menggunakan

angle atau sudut pandang high angle dengan sudut pengambilan gambar di

atas objek. Foto ketiga ini diambil dengan ruang tajam luas sehingga

detailnya amat jelas, penulis meyakini bahwa sang fotografer memilih untuk

memakai ruang tajam yang luas karena ingin menampilkan objek-objek

kecil yang ada pada sekitar gambar seperti confetti dan taburan bunga pada

sekeliling POI. Dengan penggunaan ruang tajam luas, fotografer ingin

menunjukan secara detail bahwasanya benda-benda tersebut merupakan

bagian dari budaya dalam setiap tradisi keagamaan terutama pada agama

Katolik.53

Untuk pencahayaan, fotografer tidak menggunakan cahaya

tambahan seperti flash internal maupun eksternal sehingga membuat foto

terlihat sedikit gelap. Satu satunya sumber cahaya yang ada di foto ketiga

ini berasal dari lilin. Hal tersebut sengaja dilakukan fotografer untuk

menunjukan kesan dramatis dalam melakukan ziarah kubur.54

52 Kenneth kobre. Photo Journalism: The Professionals Approach (Boston: Focal

Press,2004). Hal 13-16 53 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 54 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 111: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

100

e. Aestheticism (estetika)

Dalam foto ketiga, terdapat dimensi ruang pandang yang seimbang

dan proporsi. Hal tersebut dapat dilihat dari barisan lilin yang berada tepat

di tengah frame, sehingga menimbulkan kesan visual yang tenang dan

damai.55 Selain itu, pada foto ketiga ini terdapat elemen pola yang tidak

beraturan dan garis imajiner. terlihat dari lilin yang dikelilingi oleh bunga

dan “confetti” yang ditaburkan secara acak. Pola tersebut secara tidak

langsung mengarahkan pandangan pelihat foto untuk langsung

memperhatikan objek utama yaitu lilin. lilin yang berbaris menarik mata

penulis untuk melihat lilin yang paling atas ke yang paling bawah. Lilin

yang menyala di sini seolah-olah menunjukan waktu kehidupan manusia di

dunia yang akan habis, seiring dengan matinya cahaya pada lilin tersebut.

f. Sintaksis

Syntax merupakan pengamatan keseluruhan elemen dalam

penyajian suatu karya yang biasanya terdapat pada foto dan teks.56 Namun

dalam foto ini penulis tidak menemukan teks atau caption foto, hanya saja

terdapat sebuah narasi yang secara garis besar menggambarkan apa yang

telah ditangkap dan dimaksud oleh fotografer. Oleh karena itu penulis lebih

melihat pada beberapa elemen yang terdapat dalam foto ini yang juga

diperkuat dari hasil wawancara fotografer. Dalam foto ketiga ini ditarik

kesimpulan bahwa foto ini menggambarkan sebuah tradisi ziarah makam

yang dilakukan pada saat penyambutan hari Paskah oleh masyarakat

55 Ferry Darmawan, Dunia dalam Bingkai,(Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009), hal.74. 56 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 165.

Page 112: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

101

Larantuka, Flores.57 Dimana gambar tersebut menampilkan beberapa lilin

dan taburan bunga-bunga yang memang dalam sebuah upacara keagamaan

diperlukan untuk menyimbolkan rasa hormat, kasih, duka dan harapan

dalam sasuatu yang dipercayai dan dijalani dalam kehidupan yaitu agama.

3. Makna Mitos

Mitos yang terkandung dalam foto ketiga ini ialah penggambaran

sebuah budaya dan tradisi dalam melaksanakan ritual ritual keagamaan.

Penggambaran yang menunjukan adanya tradisi ziarah makam yang

didalamnya terdapat ritual menabur bunga dan ritual menaruh lilin di atas

kuburan sangat identik dengan sebuah tradisi yang ada di Indonesia. Dapat kita

ketahui bersama bahwa dalam budaya Indonesia ketika masyarakat datang

berbondong-bondong untuk melakukan ziarah makam, maka ada sesuatu yang

dibawa sebagai sesuatu medium untuk penyampaian rasa peduli atau

penghormatan seperti bunga bunga untuk ditaburkan di atas makam, dan ada

pula pada masyarakat agama Kristen membawa lilin yang juga merupakan

medium sebagai penyampai pesan, seperti yang penulis sebutkan dalam

konotasi. Berangkat dari hal-hal tersebut, jika ada penggambaran tentang ziarah

makam yang didalamnya terdapat ritual- ritual seperti menabur bunga atau

menaruh lilin adalah penggambaran budaya dan tradisi yang dimiliki suatu

entitas kelompok dan masyarakat agama. tidak sampai disitu, alat alat dalam

tradisi tersebut yang merupakan sosok mitos yang paling kuat dan penulis

maksud, karena merupakan medium yang memang sering digunakan untuk

57 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 113: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

102

penyampaian secara nonverbal dalam sebuah kejadian, tradisi, dan upacara

upacara/ritual keagamaan.

Sejarah mencatat penggunaan lilin dalam tradisi upacara atau ritual

peribadatan.58 Pada Romawi Kuno sebuah festival bernama Saturnalia. Festival

itu biasanya dilakukan setiap tanggal 17 desember menurut penanggalan Julian.

Hari itu seluruh masyarakat libur dari rutinitas biasanya. Perayaan diawali

dengan pengorbanan di kuil Saturnus. Ada pula perjamuan publik dan diakhiri

tukar kado. Namun tukar kado dalam hal ini lebih dimaknai dengan lilin yang

di gunakan sebagai simbol perubahan sikap dari masyarakat yang saling

memberi hadiah. Ada dua lilin dalam Saturnalia, pertama lilin putih yang

bernama Cerei dan topeng lilin yang bernama Sigillarie. Kedua lilin tersebut

secara keseluruhan dimaknai sebagai penghormatan. Festival tersebut

berlangsung hingga 23 desember dengan keseluruhan rangkaian acara yang

menggunakan lilin sebagai mediumnya. Menurut anggapan mereka festival ini

juga dimaknakan sebagai festival cahaya karena mengantarkan masyarakat

romawi dari musim matahari atau panas ke musim dingin. Matahari

direpresentasikan dengan cahaya lilin tersebut. Hal lainnya lilin dijadikan

simbol untuk pengetahuan dan kejujuran. Ritual tersebut dilakukan bertahun-

tahun dan terbawa sampai masa Kristen tiba.

Ritual serupa juga terjadi di Persia. Konon, masyarakat disana

percaya bahwa 25 Desember adalah hari pengorbanan dimana dewa matahari

mereka dilahirkan. Mereka memperingatinya sebagai kebruntungan di masa-

58 Mustafa, Freddy Yusanto, dan Nugroho Catur. Membongkar Makna Lilin Dalam Iklan

“Greeting AirAsia Bela Sungkawa” Oleh Kompas Gramedia, Prodi SI Ilmu Komunikasi, Fakultas

Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom. Hal, 317

Page 114: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

103

masa yang dipenuhi kegelapan. Lilin merah dan putih dinyalakan sebagai

penghormatan untuk dewa mereka. Lilin merah merepresentasikan matahari

dan lilin putih untuk bulan. Sebanyak 14(empat belas) lilin, 7(tujuh) merah dan

7(tujuh) putih, ditata rapih di altar.

Tradisi lainnya lilin juga digunakan pada upacara Natal kaum Pagan.

Mereka merayakan kelahiran kembali cahaya ditengah musim dingin.

Dipercaya, hari itu penguasa bumi akan memberi harapan baru, berupa cahaya

yang diwujudkan lewat lilin. Kemudian saat agama Kristen menyebar, beberapa

simbolisasi dari ritual-ritual yang disebut di atas diserap. Salah satunya

penggunaan lilin pada abad pertengahan, dimana sebuah lilin besar dinyalakan

sebagai representasi bintang Betlehem. Mereka juga meletakan lilin pada pohon

natal, sebagai petunjuk jalan bagi 3(tiga) orang bijaksana untuk menemukan

tujuannya. Lilin besar juga dijadikan simbol Kristus, diletakan di tengah

rangkaian bunga dan tetap dinyalakan sepanjang malam yang suci.

Tidak cukup sampai disitu, simbolisasinya masih digunakan hingga saat

ini dan berfungsi berbagai macam. Lilin yang diletakan di tepi jendela,

mengindikasikan tempat yang aman bagi pendeta untuk berceramah pada

jamaah di irlandia. Hingga saat ini tradisi itu dibawa sampai ke Amerika.

Pada tradisi Candlelight Vigil lilin menunjukkan dukungan. Sebuah

upacara atau ritual yang dilakukan di luar tidak didalam ruangan dengan masa

yang banyak setelah matahari terbenam. Kegiatan tersebut untuk menunjukan

dukungan seperti penderitaan, mengenang seseorang, sebuah tragedi sebagai

bentuk belasungkawa atau penghormatan.

Page 115: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

104

Di Inggris lilin biasanya dibawa oleh penyanyi gereja sebagai simbol

atas kristus tradisi itu juga menyebar keseluruh dunia. Kini, ada banyak upacara

ataupun ritual peribadatan yang masih menggunakan lilin sebagai attribute

pentingnya.

Seperti halnya di Indonesia saat ini, pada masyarakat agama Kristen lilin

digunakan sebagai pembawa cahaya yang paling mulia karena selain menerangi

lilin juga mengorbankan diri dengan meleleh dan bahkan lilin didefinisikan

sebagai lambang kristus karena kristus memberikan terang kepada dunia

dengan cara mengorbankan dirinya.59 Pada agama Tao, lilin digunakan sebagai

persembahan untuk penghormatan pada leluhur yang telah meninggal. Lilin

juga digunakan untuk hal yang sama yaitu sebagai penghormatan kepada

leluhur di agama Budha juga Hindu.60

Dari penjelasan di atas secara keseluruhan mitos lilin yang merupakan

sebuah benda yang sering digunakan dalam berbagai kegiatan upacara dan

tradisi dari berbagai belahan di dunia.

59 Dwi Retno Palupi, Analisis Tanda Visual Kesucian Melalui Pendekatan Semiotik: Studi

Kasus Kartu Imlek, Natal Dan Idul Fitri, Wimba, Jurnal Komunikasi Visual & Multimedia. Vol.3

No.1 Tahun 2011. Hal.39 60 https://id.wikipedia.org/wiki/Penghormatan_leluhur_dalam_budaya_Tionghoa diakses

pada 10 mei 2017.

Page 116: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

105

D. Analisis Data Foto 4

Secara umum foto ini menggambarkan simbol atau perlambangan yang

merupakan sosok ketuhanan agama kristiani. Untuk menguji dugaan awal tersebut,

penulis akan memberikan analisa sebagai berikut:

Gambar 4 . Foto Keempat

Sumber: File data Original Flores Revisited

1. Makna Denotasi

Pada foto ke empat terlihat sebuah kayu salib dengan patung yang pecah

pada bagian kepala, namun terlihat utuh pada bagian tangan kanannya. Terlihat

adanya goresan berwarna merah di telapak tangan patung tersebut. Selain itu,

di dalam foto juga terlihat bunga kamboja yang berada di sisi kanan patung

tersebut.

Page 117: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

106

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto keempat ini juga tidak terlihat adanya manipulasi gambar

atau trick effect. Penulis melihat tidak ada yang janggal dalam foto tersebut,

dengan maksud perpaduan warna yang normal dan elemen yang ada juga

tidak terlalu banyak, sehingga membuat penulis meyakini bahwa perbuatan

seperti olah digital sangat tidak mungkin. Namun berdasarkan wawancara

yang telah dilakukan, dalam foto ini sudah melalui beberapa tahap Editing,

yaitu: Pertama, foto diambil menggunakan format 1:1 dengan menggunakan

file berbentuk Raw File61. Dalam hal ini untuk mengubah kembali format

menjadi jpeg dan me-resize file keperluan cetak atau publikasi lainnya,

fotografer menggunakan aplikasi editing yang ada pada sebuah perangkat.

Kedua, untuk kebutuhan estetika visual maka dilakukan editing. Dalam hal

ini fotografer hanya melakukan perbaikan kontras dan keselarasan warna

tanpa mengubah informasi yang ada.62

Tahap-tahap tersebut dapat dikatakan sebagai editing bukan

merupakan olah digital yang dalam perbuatannya yaitu mengubah posisi

foto, menambahkan elemen pada foto atau mengganti elemen yang

sebelumnya tergambarkan. Menurut penulis editing tersebut merupakan hal

61 RAW FILE merupakan gambar yang belum diproses, atau belum berkembang, apa

adanya, seperti foto negatif. Biasanya, gambar diproses oleh konverter mentah dalam ruang warna

internal yang luas, dimana penyesuaian yang tepat dapat dilakukan sebelum beralih ke format file

"positif" seperti TIFF atau JPEG untuk penyimpanan, pencetakan, atau manipulasi lebih lanjut. Ini

sering mengkodekan gambar di ruang warna yang bergantung pada perangkat. Ada puluhan, bahkan

ratusan format mentah yang digunakan oleh berbagai model peralatan digital seperti kamera atau

pemindai film. (Dilihat dari https://helpx.adobe.com/photoshop/using/file-formats.html diakses

pada 29 mei 2017) 62 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 118: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

107

yang diperlukan fotografer untuk menekankan makna dan keindahan visual.

Sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik

oleh pembaca foto.

b. Pose

Serupa dengan foto sebelumnya, foto ini hanya menampilkan benda

tanpa adanya unsur manusia. Sehingga penulis harus tetap mejabarkan pose

yang terdapat pada foto keempat ini sebagai subjek yang memandang63.

Dalam foto keempat ini terlihat patung salib Yesus yang tergeletak di atas

permukaan tanah atau bebatuan kecil dalam keadaan pecah di bagian dada

sampai sebagian kepalanya dan dengan tangan yang merentang tersalib.

Menurut penulis posisi patung tersebut sangat menunjukan pengahayatan

yang dalam atas meninggalnya Yesus di tiang salib. Adanya pengorbanan,

kesedihan, kemuliaan tergambar dari pose tersebut, yang pada masa itu

prosesi penyaliban merupakan bentuk hukuman dari kekaisaran Romawi.

Penyaliban yesus hingga saat ini diperingati sebagai hari paskah. Paskah

merupakan perayaan yang terpenting karena memperingati peristiwa yang

paling sakral dalam hidup Yesus, meliputi Yesus disalibkan, meninggal dan

dikuburkan, lalu dibangkitkan kembali. 64

c. Objek

Pada foto keempat ini objek yang menjadi point of interestnya ialah

patung salib Yesus yang pecah sebagian dengan kelopak bunga berwarna

putih dan bagian dalam berwarna kuning. Dapat dilihat latar belakang pada

63 Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata. hal.55. 64 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penyaliban_dan_kematian_Yesus diakses pada 2 juni

2017

Page 119: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

108

foto hanya menjadi elemen tambahan yang menjelaskan keberadaan patung

salib tersebut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis, patung salib

yang pecah sebagian bukan bagian dari prosesi keagamaan, fotografer

menemukan patung tersebut di salah satu kuburan yang tepatnya tidak jauh

dari prosesi keagamaan tersebut.65

Objek POI yang tergambar pada foto keempat ini merupakan simbol

ketuhanan agama Kristen terlihat pada salibnya, namun pada salib tersebut

terlihat pula sosok Yesus, yang jika terdapat sosok Yesus pada Salib lebih

tepatnya merupakan perlambangan dari agama Katolik. hal tersebut

dikarenakan masyarakat agama katolik mengganggap hal yang paling sakral

dan terpenting terjadi saat sosok Yesus di salibkan, lalu dibangkitkan

kembali. Bukan hanya saat ia dilahirkan saja.66 Oleh karena itu masyarakat

agama katolik terlihat ada sosok Yesus pada salibnya.

Pada foto keempat ini elemen-elemen yang tersaji dengan detail

sangatlah menarik, seperti kelopak bunga kamboja yang berwarna putih

bercampur kuning sebagian, menunjukan makna konotasi bahwa warna

putih dalam bunga tersebut melambangkan kesucian dan warna kuning yang

pada dasarnya mengartikan sebuah harapan namun dalam konteks ini

penulis memaknainya sebagai duka.67 Kelopak bunga kamboja berwarna

putih dengan bagian dalam kuning merupakan ciri kamboja asli yang

65 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 66 Markus Hildebrandt Rambe, Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen, hal 26. 67 Agnes Paulina Gunawan, Peranan Warna Dalam Karya Fotografi: Humaniora Vol.3

No.2,(Jurusan Desain Komunikasi Visual dan Multimedia, Universitas Bina Nusantara,2012),hal

547

Page 120: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

109

terdapat di indonesia yang memiliki arti keabadaian ataupun kesetiaan.68

Elemen lainnya ialah detail paku dan sedikit goresan berwarna merah yang

seolah olah menyerupai darah terdapat pada telapak tangan patung salib

yesus menunjukan makna pengorbanan Yesus saat ia di salib dengan

merasakan sakitnya telapak tangan yang terpaku.

d. Photogenia

Pada foto ke empat fotografer mengambil sudut pandang high angle

dengan posisi kamera berada di atas objek. Diambil dengan lensa wide pada

focal length 19mm digital zoom sehingga foto diambil dalam ukuran Close-

Up. teknik ini lebih menekankan pada ekspresi objek atau bagian-bagian

kecil dari objek tersebut untuk menarik empati dari penikmat foto69. Foto

keempat ini diambil dengan ruang tajam luas sehingga detailnya sangat

jelas, seperti yang dikatakan sebelumnya pengambilan dengan ruang tajam

luas bertujuan agar objek-objek yang kecil dapat terlihat juga dengan jelas.

Terlihat pada sebuah paku kecil dan goresan darah yang menancap di salib

pada tangan kanan patung tersebut. Secara pencahayaan terlihat normal,

tidak under maupun over. Fotografer tidak menggunakan cahaya tambahan

seperti flash internal atau eksternal. Satu-satunya sumber cahaya yang ada

di foto keempat berasal dari cahaya matahari.70

68 Kamboja Indonesia di akses pada tanggal 2 Juni 2017 dilihat dari

https://id.m.wikipedia.org/wiki/kemboja. 69 Kenneth kobre. Photo Journalism: The Professionals Approach(Boston: Focal

Press,2004). Hal 13-16 70 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 121: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

110

e. Aestheticism (estetika)

Pada foto keempat ini subjek berada pada sebelah kanan foto, dalam

komposisi visual dikenal sebagai Rule of third dengan menempatkan objek

pada sudut foto.71 Fotografer mengambil langkah tersebut bertujuan untuk

memperlihatkan elemen penting lainnya seperti tangan Yesus yang terpaku

pada salib, jika objek berada tepat ditengah, tangan tersebut tidak akan

terlihat. Hal lainnya juga terdapat elemen visual yaitu garis imajiner,

terdapat pada salib yang membentang juga tangan Yesus yang terpaku

menuju kepala patung yang pecah tersebut. Dapat dikatakan secara

sederhana, foto dengan visual yang baik dapat didapatkan ketika menata

elemen elemen yang ada pada foto.72 Hal-hal yang dilakukan fotografer

dengan menata elemen-elemen yang ada selain untuk kebutuhan visual dan

estetika foto juga terdapat hal lain. Hal lain tersebut ialah pemaknaan dalam

foto. Dalam foto keempat ini penulis dihantaarkan untuk melihat sebuah

salib dengan patung yang pecah sebagian di kepala tersebut menandakan

sebagai bentuk penghayatan akan sebuah pengorbanan.

f. Syntax (sintaksis)

Syntax merupakan pengamatan keseluruhan elemen dalam

penyajian suatu karya yang biasanya terdapat pada foto dan teks.73 Namun

sama seperti foto-foto sebelumnya dalam foto ini penulis tidak menemukan

teks atau caption foto, hanya saja terdapat sebuah narasi yang secara garis

71 Komposisi foto dengan teknik Rule of Third, yaitu membagi foto menjadi 3 zona, melalui

3 garis vertikal dan 3 garis horizontal, sehingga menghasilkan 9 zona kotak imaginer. Dilihat dari

Ferry Darmawan, Dunia dalam Bingkai,(Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009), hal.76. 72 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 73 Sunardi, Semiotika Negativa, hal. 165.

Page 122: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

111

besar menggambarkan apa yang telah ditangkap dan dimaksud oleh

fotografer. Oleh karena itu penulis lebih melihat pada beberapa elemen yang

terdapat dalam foto ini yang juga diperkuat dari hasil wawancara fotografer.

Dalam foto keempat ini fotografer ingin menampilkan sebuah emosi dalam

keberagamaan, hal tersebut dikarenakan adanya sebuah pertanyaan-

pertanyaan yang datang terhadap dirinya tentang agama yang ia yakini.

“Sejauh mana agama katolik? Saya ingin tahu lebih jauh tentang agama

itu”74 dan juga narasi yang tertulis menjelaskan bahwa adanya pergulatan

dalam sikap beragama, atau emosi dalam keberagamaan yang dilalui

fotografer. Sehingga sosok tuhan Yesus tersalib tersebut yang pada

dasarnya sebuah foto dengan penghayatan yang baik dengan sisi historikal

yang tinggi sedikit berubah dalam pemaknaannya. Pandangan fotografer

yang subjektif membuat foto termaknakan atau mencerminkan

pandangannya akan sebuah simbol agama. Hal tersebut terjadi pada

umumnya memiliki segi-segi motivasi dan emosi, artinya seorang dalam

membentuk sikap keberagamaan selalu mempunyai perasaan dan semangat

maupun dorongan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.75 Dan

seketika tujuan atau pengharapan yang tinggi tidak terjadi maka perasaan

perasaan keewa juga dapat hadir dalam benak seseorang hingga

menimbulkan ekspresi seperti pecahnya patung tersebut pada bagian muka

Yesus.

74 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. 75 Abu Hamid, Psikologi Sosial, (Semarang: PT Bina Ilmu, 1979), hal. 53.

Page 123: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

112

3. Makna Mitos

Mitos yang terbangun dalam foto keempat ini adalah Tuhan dalam

agama Kristen digambarkan pada sosok Yesus Kristus. Umat kristiani

mengenal penggambaran sosok Yesus sebagai satu Allah dengan tiga pribadi

yaitu Allah bapa yang menciptakan, yang menjelma dalam Allah putera, dan

hadir dalam spirit Allah roh kudus.76

Hal lainnya yang membangun mitos pada foto keempat adalah peristiwa

penyaliban Yesus. Agama Kristen sangat mengistimewakan peristiwa

penyaliban Yesus, karena dasar dari keimanan mereka dibangun di atas

peristiwa (mitos) tersebut. Masyarakat Kristen percaya peristiwa tersebut

adalah simbol pengorbanan Yesus untuk umatnya. Pengorbanan dalam hal ini

adalah ketika Yesus disalib, umat Kristiani akan diampuni dosanya.77

Masyarakat agama kristiani mengenangnya dengan hari Paskah. Hal-hal

tersebut sangat diyakini khususnya pada masyarakat agama katolik. Seperti

yang diakatakan penulis sebelumnya bahwa simbol yang merupakan identitas

dari agama katolik ialah salib dengan corpusnya atau terdapat sosok Tuhan

Yesus. Berbeda dengan protestan yang hanya menggunakan simbol salibnya

saja.78 Di Indonesia sendiri, khusunya masyarakat Flores yang mayoritas

memeluk agama katolik, dalam penyambutan hari Paskah merupakan

penyambutan yang sangat istimewa karena berisikan penghayatan, kemuliaan,

76 Dwi Retno Palupi, Analisis Tanda Visual Kesucian Melalui Pendekatan Semiotik: Studi

Kasus Kartu Imlek, Natal Dan Idul Fitri, Wimba, Jurnal Komunikasi Visual & Multimedia. Vol.3

No.1 Tahun 2011. Hal.27 77 Nirma Riyanti, Pengaruh Perarakan Lilin Dalam Ekaristi Bunda Maria Terhadap Umat

Islam Desa Panjang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, (Fakultas Ushuluddin IAIN

Walisongo, Semarang 2012). Hal, 22 78 Markus Hildebrandt Rambe, Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen (Jurnal STT Intim

Makassar Edisi Khusus 2004) hal 26.

Page 124: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

113

ketaatan ketika bisa menjalankan atau mengikuti hari Paskah dengan banyaknya

ritual keagamaan selama 5 hari berturut-turut.79

E. Pembahasan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis melalui analisis

semiotika Roland Barthes dengan tahap denotasi, konotasi, mitos. Penulis akan

melakukan pembahasan berdasarkan pada rujukan berbagai teori yang digunakan,

dimana di dalamnya ditentukan suatu kepastian mengenai aspek teori dan

kesesuaian/ ketidaksesuaian dengan fakta hasil penelitian di lapangan dimana

peneliti juga membuat suatu analisis serta interpretasi/membuat tafsiran atas

tampilan data secara deskriptif sesuai dengan permasalahan penelitian yang penulis

paparkan.

Pembahasan mengacu kepada keberagamaan yang dilakukan masyarakat

Larantuka, Flores dalam menyambut dan menjalani sebuah prosesi keagamaan

yang dilakukan setiap setahun sekali yaitu Hari Raya Paskah. Dari ke 4 (empat) foto

yang telah dianalisis penulis, secara umum foto-foto tersebut telah menggambarkan

adanya keberagamaan yang dilakukan masyarakat Flores. Seperti ritual,

peribadatan, dan simbol-simbol ketuhanan agama Katolik. Masyarakat Flores

melakukan berdasarkan adanya sebuah keyakinan atau system yang terbentuk oleh

agama. Hal ini diperkuat oleh Emile Durkheim dalam bukunya The Elementary

From of Religious Life yang mengatakan bahwa agama merupakan suatu sistem

terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal

yang suci, sehingga sebagai umat beragama akan semaksimal mungkin berusaha

79 Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti pada tanggal 5 Mei 2017 di Perpustakaan

Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Page 125: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

114

untuk terus meningkatkan keimanannya melalui rutinitas beribadah serta mencapai

rohani yang menyempurnakan kesuciannya.80 Dengan kata lain, melalui praktik-

praktik atau ritual keagamaan tersebut, seseorang akan dapat lebih meyakini bahwa

adanya sebuah hal suci yang perlu dilakukan dalam keberagamaan seseorang untuk

mencapai fase kesalehan dan keimanan seseorang terhadap Tuhannya.81

Seperti yang terlihat pada foto pertama, yaitu sekelompok masyarakat yang

sedang menunggu prosesi keagamaan untuk mencium patung Tuan Ma (Bunda

Maria) dalam teori Durkheim dapat dikatakan sebagai Umat penganut religi yaitu

sebuah masyarakat yang anggotanya bersatu secara komunal. Sekelompok orang

melihat dunia yang sakral dan hubungannya dengan dunia yang fana dengan cara

yang sama. Mereka menerjemahkan representasi umum ini kedalam praktik ritual

yang sama.82

Pada foto kedua terdapat seseorang yang melakukan penghormatan kepada

simbol-simbol yang diyakini sebagai suatu hal yang suci. Dalam hal ini Durkheim

menyebutkannya sebagai sistem kepercayaan, yaitu suatu keyakinan yang

dipercaya dan membuat sekelompok atau seseorang menjalankan apa yang

diyakininya.83

Pada foto ketiga terlihat adanya sebuah ritual ziarah makam yang pada foto

tersebut ditampilkan beberapa lilin juga attribute lainnya berada di atas sebuah

makam. Dalam hal ini Durkheim menyebutnya sebagai Ritual/upacara keagamaan,

yaitu bentuk dari tindakan yang merepresentasikan kepercayaan terhadap apa yang

80 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, (The Free Press,1995), hal 35. 81 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UINPress, 2014),

hal 32 82 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 35. 83 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 35.

Page 126: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

115

diyakininya. Dengan kata lain sebuah ritual akan terjadi atau terlaksana ketika

manusia telah meyakini satu hal atau percaya terhadap apa yang diyakini.84

Pada foto keempat terlihat simbol ketuhanan agama katolik, namun dalam

keadaan yang pecah sebagian, berdasarkan analisis penulis melihat adanya

kesedihan, dimana patung yesus tersebut menggambarkan saat yesus disalib. Dalam

hal ini Durkheim menyebutnya sebagai emosi keagamaan yaitu hal-hal yang

membuat sekelompok atau seseorang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat

religi.85

Selain hal itu, dari keempat foto yang telah dianalisis penulis melihat adanya

keberagamaan masyarakat modern yang terintegrasi dengan budaya lokal atau

dengan kata lain budaya lokal dan budaya barat yang bercampur akan membentuk

sebuah tatanan masyarakat yang baru menjadikan agama Katolik bercirikan budaya

Flores. Seperti pada ritual keagamaannya menggunakan ornament seperti lilin,

patung, confetti, bunga, tenun ikat, dan pakaian yang mencirikan budaya lokal

Flores. Dalam hal ini penulis melihat adanya konsep agama yang evolutive terjadi

pada keberagamaan masyarakat Flores dari tradisional menjadi masyarakat modern

menuju percampuran. Berdasarkan hal tersebut Robert N Bellah merumuskan

skema tahapan perkembangan keagamaan yang terjadi pada masyarakat beragama

larantuka, Flores yaitu dimulai pada tahap primitive. Pada tahap ini dicirikan

dengan adanya mistis dan struktur organisasi keagamaan yang cair.86 Dalam hal ini

masyarakat agama di Flores menggunakan simbol-simbol lokal seperti tenun ikat,

baju daerah, dan bunga.

84 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 35. 85 Karen E. Fields, The Elementary From Of Religious Life, hal 35. 86 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal 42

Page 127: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

116

Pada tahap kedua yaitu Historis, tahapan historis ini manusia sudah

menemukan realitas kehidupan secara universal atau dengan kata lain pada tahapan

historis ini manusia telah mengenal nilai religiusitas tertinggi. Pada tahapan ini

dicirikan munculnya persaudaran atas nama agama, peralihan sisitem

kemasyarakatan yang signifikan, adanya elit religious-kultural.87 Dalam hal ini

ditujukan saat munculnya agama nasrani di Flores yang dibawa bangsa portugis

pada abad ke-16. Pada proses ini agama nasrani mengirim empat misionaris

Dominikan untuk mendirikan misi permanen di sana yaitu menyebarkan agama

nasrani dan merubah kepercayaan-kepercayaan lokal yang ada sehingga saat ini

menjadikan masyarakat Larantuka, Flores dengan pemeluk agama Nasrani terbesar

di Indonesia.

Pada tahap ketiga ialah tahapan modern, yaitu terjadinya proses

rasionalisasi secara massif dengan kata lain adanya pemikiran-pemikiran bahwa

pada akhirnya manusia sendirilah yang pada akhirnya bertanggung jawab atas

simbolisme keyakinannya. Dengan kata lain melemahnya doktrin agama dalam

mengikat individu dan sistem sosial, sistem simbol sebagai sesuatu yang profan,

serta adanya rasionalisasi ajaran dan sistem kepercayaan.88 Dalam hal ini

ditunjukan adanya percampuran yang terjadi antara kepercayaan dan budaya lokal

terhadap agama nasrani. Seperti yang terlihat adanya lilin, confetti bersamaan

dengan bunga-bunga saat ziarah makam, dan umat beragama yang memakai

attribute daerah dalam menjalankan prosesi keagamaan.

Dengan demikian, dari keseluruhan pembahasan yang telah dipaparkan di

atas, penulis menarik kesimpulan bahwa keempat teori yang dipaparkan oleh Emile

87 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal 42-43 88 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, hal 46

Page 128: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

117

Durkheim membuktikan bahwasanya dalam foto jurnalistik esai karya Ng Swan Ti

menggambarkan adanya keberagamaan yang dilakukan masyarakat Flores dalam

menjalankan ajaran atau aturan-aturan dalam sebuah keyakinan yaitu agama. Selain

itu juga tergambarkan adanya konse p evolusi dalam keberagamaan yang dilalui

masyarakat Larantuka, Flores tersebut meliputi tahapan Primitif (agama dan

simbol-simbol lokal), historis (masuknya Nasrani), dan Modern yakni,

percampuran antara agama dan budaya (Nasrani dan kepercayaan atau kebudayaan

lokal).

Page 129: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

118

118

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis berdasarkan analisi data dan pembahsan

terhadap foto Flores Revisited dalam pameran Jakarta Biennale karya Ng Swan Ti

pada bab IV. Selanjutnya penulis akan memberikan kesimpulan dari analisis

tersebut pada bab lima ini. Berikut kesimpulan dari penulis:

1. Tahap Denotasi

Denotasi pada dasarnya adalah cara memahami suatu objek dalam foto

hanya berdasarkan apa yang terlihat oleh pandangan mata saja, dengan kata lain

makna sebenarnya dapat diasumsikan serupa oleh orang banyak ketika melihat

foto tersebut. Maka berdasarkan pengertian di atas makna denotasi yang

terdapat di dalam empat foto Flores Revisited karya Ng Swan Ti adalah ciri

keberagamaan masyarakat agama Larantuka, Flores dalam menyambut dan

menjalani ritual Paskah yaitu menggunakan baju adat, tenun ikat kepala,

kerudung, kalung rosario, lilin, confetti, bunga-bunga dan patung-patung agama

yang diyakini sebagai simbol agama Katolik.

2. Tahap Konotasi

Konotasi adalah cara memandang suatu objek dalam foto dengan arti

yang tidak sebenarnya, dengan maksud pelihat foto dapat mengartikan gambar

tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman dirinya sendiri, sehingga

ketika pelihat memahami sebuah objek dalam tahap konotasi ini isi pesan yang

Page 130: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

119

berusaha disampaikan oleh fotografer belum tentu sama dengan yang diartikan

oleh orang lain.

Makna konotasi dari empat foto yang telah diteliti memiliki pengertian

yang tidak sama. Pada foto pertama makna konotasi yang terkandung adalah

ketaatan dalam beragama, hal tersebut dapat dilihat dari barisan wanita yang

enggan berteduh meskipun cuaca sedang terik demi mengikuti prosesi

keagamaan. Pada foto kedua makna konotasi yang terkandung adalah

khidmadnya atau kekhusyukan umat beragama dalam beribadah hal ini dapat

diperhatikan dari pose seorang wanita yang membungkuk disebelah patung

yang menjadi simbol agama katolik. Dalam foto ketiga makna konotasi yang

terdapat di dalamnya adalah penghormatan terhadap yang telah tiada dapat

dilihat melalui tradisi ziarah makam yang didalamnya berisi taburan

bunga/kembang dan lilin yang menyala merupakan sosok Yesus yang

mengartikan bahwa sosok Yesus merupakan penerang untuk umat manusia.

Pada foto keempat makna konotasi yang dapat diartikan adalah rasa duka dan

pengorbanan terlihat dari patung Yesus yang disalib telah pecah dari bagian

dada hingga kepala, dengan adanya bunga kamboja terdapat disisi patung

tersebut.

3. Tahap Mitos

Tahap Mitos merupakan tahapan lanjutan dari tahapan sebelumnya,

yaitu tahap denotasi dan tahap konotasi. Mitos merupakan gambaran yang telah

disepakati oleh sebagian atau sekelompok masyarakat yang mempercayainya,

dengan kata lain mitos lahir karena adanya pesan konotasi yang lalu dipercaya

oleh banyak orang dalam suatu wilayah atau budaya tertentu.

Page 131: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

120

Foto pertama menjelaskan bahwa agama dan budaya dapat dipraktekkan

secara berdampingan, dengan kata lain agama tidak mungkin masuk dalam

ruang hampa, agama hadir bersama dengan kebudayaan yang melatari

tumbuhnya agama, dalam hal ini kebudayaan masyarakat Flores. Foto kedua

merupakan penggambaran tentang Tuhan pada agama Katolik. Foto ketiga

menggambarkan sebuah tradisi yang terus berangsur dilakukan turun temurun

saat adanya sebuah upacara keagamaan dan ritual peribadatan. Pada foto

keempat menjelaskan tentang penggambaran kisah atau keajadian yang dialami

Yesus yang merupakan kejadian yang selalu dikenang dan dimuliakan oleh

agama Kristen dan Katolik. Keempat indikator tersebut mencerminkan bahwa

Flores Revisited menggambarkan keberagamaan masyarakat modern Flores

dalam menjalani tradisi agama yang telah dilakukan dalam kurun waktu yang

panjang. Selain itu merupakan gambaran tentang proses evolusi masyarakat

Flores, khususnya desa Larantuka dari tradisional ke modern lalu menuju

percampuran. Modern yang dimaksudkan ialah percampuran dari budaya lokal

dan budaya barat sehingga masrayakat Larantuka, Flores saat ini terlihat sebagai

masyarakat Katolik atau Nasrani yang bercirikan budaya lokal Flores.

B. Saran

Fotografi sebagai salah satu bentuk komunikasi yang disampaikan

melalui visual juga mempunyai visi yang sama dengan bentuk komunikasi yang

lainnya, yakni memengaruhi persepsi orang lain yang kita sebut sebagai

audiens, penglihat ataupun penikmat foto. Hal ini jelas terlihat bahwa fotografi

tidak hanya hadir sebagai suatu pesan yang hanya dilihat sebagai apa yang

tampak saja, melainkan mempunyai punyai pesan yang terkandung di

Page 132: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

121

dalamnya, tergantung dari pengetahuan dan pengalaman pelihat foto, dan lalu

hal tersebut akan menjadi suatu mitos jika telah dipercayai oleh banyak orang

atau sekumpulan masyarakat, seperti yang ungkapkan oleh Roland Barthes

dalam teori analisis Semiotika.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang

dapat menjadi saran baik kepada khususnya Program Studi Konsentrasi

Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, segenap akademisi Fakultas Ilmu

Dakwah dan Komunikasi, serta bagi para peminat fotografi khususnya yang

menekuni foto jurnalistik, yaitu:

1. Bagi Program studi Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Sejauh ini, fotografi mempunyai peran penting dalam dunia

jurnalistik. Selain dikarenakan pada umumnya manusia lebih tertarik dan

mudah mengingat saat mereka melihat visual/gambar ketimbang tulisan, hal

lainnya ialah Karena fotografi disebut sebagai alat perekam dan penghadir

ulang kenyataan yang paling ampuh seperti layaknya memberhentikan

waktu ketika shutter pada kamera ditekan. Seiring berkembangnya zaman,

saat ini fotografi tampil semakin baik untuk berkomunikasi dan semakin

diminati keberadaanya oleh masyarakat dengan berbagai tujuan. Oleh

karena itu penulis menyarankan agar Program Studi Jurnalistik, Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta benar-benar

memperhatikan mata kuliah fotografi yang ada. Seperti menambahkan hal-

hal yang mendukung mata kuliah fotografi tersebut yaitu adanya mata

kuliah pendukung seperti pemahaman visual agar, literasi atau bahan bacaan

yang ditambahkan di perpustakaan, dan sarana yang meliputi output

Page 133: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

122

pameran dan katalog atau produk jurnalistik lainnya. Dengan adanya hal-

hal tersebut dimaksudkan agar Jurnalistik UIN Jakarta dapat membuat

produk-produk jurnalistik yang baik dan terampil.

2. Bagi akademisi Fakultas komunikasi, khususnya Program Studi Jurnalistik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengingat banyaknya penelitian yang

menggunakan analisis semiotika atau semiologi di Fakultas Ilmu Dakwah

dan Komunikasi, agar metodologi tersebut mendapat perhatian yang lebih

besar, sehingga mampu menghadirkan hipotesa dan teori baru yang lebih

berkembang dan kajian yang lebih mendalam guna memperkaya khasanah

keilmuan khususnya ilmu komunikasi. Dengan memahami secara baik

kajian tentang semiotika ini akan membuat hasil penelitian yang baik secara

kontekstual.

3. Bagi peminat fotografi khususnya mahasiswa komunikasi, metode

semiotika dapat berperan sebagai kamus bahasa visual yang merupakan

diluar bahasa yang dikenal secara konvensional baik secara verbal maupun

nonverbal, untuk itu metode tersebut patut didalami agar seorang fotografer

dapat mengerti bagaimana suatu kesan dapat terbentuk, hingga dapat

memanfaatkannya secara fungsional ketika ingin mengungkapkan suatu

pesan, khususnya dalam medium visual.

Page 134: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

123

123

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara,

1994.

Abdullah, Taufiq dan Rusli Kaslim. Penelitian Agama Suatu Pengantar.

Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.

Ajidarma, Seno Gumira. Kisah Mata, Fotografi Antara Dua Subjek : Perbincangan

Tentang Ada. Yogyakarta: Galang Press, 2002.

Baharta, Dewi S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Bintang Terang, 1995.

Barthes, Roland. Imaji Musik Teks. Yogyakarta: Jalasutra, Anggota IKAPI, 2010.

- - - - - - - - - - -. Petualangan Semiologi (L’aventure Semiologique). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007.

Berger, Arthur Asa. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010.

- - - - - - - - - - -. Tehnik-tehnik Analisis Media Second Edition. Yogyakarta:

Universtas Atma Jaya, 2000.

Budiman, Kris. Semiotika Visual. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004.

Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2011.

- - - - - - - - - - -. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

- - - - - - - - - - -. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2009.

Darmawan, Ferry. Dunia dalam Bingkai. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010.

Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS,

2009.

Fields, Karen E. The Elementary From Of Religious Life. The Free Press,1995.

Fiske, John. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra, 1990.

Page 135: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

124

Gaffar, Arfan. Modern dan Islam; Dua Kutub yang Bertentangan dalam Al-Qur’an

dan Tantangan Modernitas. Yogyakarta: SIPRESS, 1993.

Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama, 1991.

Guindi, Fadwa El. Jilbab Antara Kesalehan, Kesopanan, dan Perlawanan. Jakarta:

serambi, 2006.

Hamid, Abu. Psikologi Sosial, Semarang: PT Bina Ilmu, 1979.

Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya UI Depok, 2008.

- - - - - - - - - -. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: PT Serambi Ilmu,

2008.

Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: Remadja Rosdakarya, 2006.

Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup, 2012.

Kobre, Kenneth. Photo Journalism: The Professionals Approach. Boston: Focal

Press,2004.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antroplogi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

- - - - - - - - - - -. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1979.

Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktek. Jakarta : Logos

Wacana Ilmu, 1999.

Nashori Fuad, dan Rahmy Diana Mucharam. Mengembangkan kreativitas dalam

perspektif psikologi islam. Yogyakarta: Menara Kudus, 2002.

Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya

Makna. Bandung: Jalasutra, 2003.

Rais, Amin. Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan. Bandung: Mizan,

1998.

Sanderson, Stephen K. Sosiologi Makro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas

Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press,

2010.

Page 136: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

125

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.

- - - - - - - - -. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Soerjoatmodjo, Yudhi. IPPHOS Indonesian Press Photo Service. Jakarta: Galeri

Foto Jurnalistik Antara, 2013.

Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2001.

Sunardi. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal, 2002.

Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Susanto, Anthon Freedy. Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.

Sztompka, Piort. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada, 2004.

Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers, Edisi

Terjemah, 1992.

Tim Jakarta Biennale 2015. “Maju Kena Mundur Kena, Bertindak Sekarang”.

Yayasan Jakarta Biennale, 2015.

Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008.

Tumanggor, Rusmin dan Kholis Ridho. Antropologi Agama. Ciputat: UIN Press,

2014.

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media, 2011.

Wijaya, Taufan. Foto Jurnalistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014.

Yafie, Ali. Teologi Sosial Telaah Kritis Persoalan Keagamaan Kemanusiaan.

Yogyakarta: LKPSM, 1997.

Yuwono dan Christomy. “Semiotika Budaya”. Depok: Universitas Indonesia,

2004.

Page 137: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

126

Karya Ilmiah

Akminanti, Arum. “Simbolisasi Filosofi Perusahaan Melalui Logo Pada PT.

Pertamina Persero”. Ejournal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Volume 1, Nomor 1, 2013.

Arbain, Ahmad Syaefudin Janu. “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan

Agama Islam Jumat Pagi Terhadap Tingkat Keberagamaan Penghuni

Lokalisasi Karaoke”. Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang,

2014.

Cecil, Jacob. Journal “A Photographic Essay”. Bagian 1.

Evirianti, Linda. “Rosario Sana Perawan Maria: Pandangan Terhadap Simbol

Doa Rosario di Komunitas Seminarium Anging Mammiri Yogyakarta”.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2014.

Gunawan, Agnes Paulina. “Peranan Warna Dalam Karya Fotografi: Humaniora

Vol.3 No.2”. Jurusan Desain Komunikasi Visual dan Multimedia

Universitas Bina Nusantara,2012.

Montobauto, Loade. “Persfektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan

Masyarakat Indonesia”. Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Haluwoleo

Kendari, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember

2014.

Moore, Wilbert E."Social Verandering" Dalam Social Change, diterjemahkan oleh

A. Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen.

Nenohai, Norman Mesker. “Bakar Lilin” di Makam ;Studi Tentang Pandangan

Suku “Atoni” di Kefamananu Mengenai Ritus “Bakar Lilin” di Makam dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”. Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2014.

Palupi, Dwi Retno. “ Analisis Tanda Visual Kesucian Melalui Pendekatan

Semiotik: Studi Kasus Kartu Imlek, Natal Dan Idul Fitri”. Wimba, Jurnal

Komunikasi Visual & Multimedia Vol.3 No.1 Tahun 2011.

Rambe, Markus Hildebrandt. “Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen”. Jurnal

STT Intim Makassar Edisi Khusus 2004.

Ristiana, Yeni. Pola Interaksi Masyarakat di Kampung Cyber RT. 36 RW. 09

Taman, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta. Universitas

Negeri Yogyakarta, 2012.

Page 138: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

127

Riyanti, Nirma. “Pengaruh Perarakan Lilin Dalam Ekaristi Bunda Maria

Terhadap Umat Islam Desa Panjang Kecamatan Ambarawa Kabupaten

Semarang”. Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, Semarang 2012.

Rosana, Ellya. “Moderenisasi dan Perubahan Sosial” Jurnal Tapis Volume 7

Nomor 12, 2011.

Saidi, Gunawan. “Perkembangan Agama Khongchu di Indonesia (Study Kasus di

Masyarakat Cina Penganut Agama Khonghucu di Tangerang)”.

Sinta, Nur Tiara. “Peranan Orang Tua dalam Mensosialisasikan Nilai Agama

Remaja Muslim”. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Riau Pekanbaru. JOM FISIP Vol.3 No.1-Februari 2016.

Taum, Yoseph Yapi. “Rasa Religiositas Flores: Sebuah Pengantar Ke Arah

Inkulturasi Musik Liturgi”, Jurnal Sarasehan Oleh Pusat Musik Liturgi,

Yogyakarta, 2002.

Yusanto, Mustafa Freddy dan Nugroho Catur. “Membongkar Makna Lilin Dalam

Iklan “Greeting AirAsia Bela Sungkawa, Oleh Kompas Gramedia” Prodi

SI Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom.

Website

Adobe.com. Raw File. Artikel diakses pada tanggal 29 Mei 2017 dari

https://helpx.adobe.com/photoshop/using/file-formats.html.

Antarafoto.com. Fotografi Indonesia. Artikel diakses pada tanggal 5 Maret 2017

dari

http://www.antarafoto.com/artikel/v1392441035/piramidaromantismekebu

asanmanusia.

Elearning.upnjatim.ac.id. Catatan Terbuka Untuk Arbain Rambey. Artikel diakses

pada tanggal 23 Maret 2017 dari

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_AR

BAINRAMBEY_.

Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) adalah suatu lembaga pendidikan fotografi

dokumenter dan jurnalistik yang diadakan oleh Kantor Berita Antara setiap

tahun sejak 1992. Untuk info lengkap mengenai GFJA dapat dikunjungi di

situs http://www.gfja.org/ atau Facebook resmi GFJA Museum & Galeri

Foto Jurnalistik Antara.

Psycnet.apa.org. “Gestalt Theory”. Artikel diakses pada tanggal 29 Mei 2017 dari

http://psycnet.apa.org/journals/bul/138/6/1172/.

Page 139: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

128

Jakarta Biennale.net. Sejarah Jakarta Bienalle. Artikel diakses pada tanggal 7 Mei

2017 dari http://jakartabiennale.net/jakarta-biennale/.

Kemenag.go.id. Tambahan Lembaran Ncgara Nornor 2726, Penjelasan UU

(Perpres) nomor 1 tahun 1965. Artikel diakses pada tanggal 3 Maret 2017.

Dikutip dari https://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.

- - - - - - - - - . UU No.1/PNPS/1965/ UU No. 5/PERPRES/1969. Artikel diakses

pada tanggal 3 Maret 2017 dari

https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posting/read/562-

postingreadimplementasi-rekomendasi-kunci-terkait-penodaan-agama-di-

indonesia-antara-tantangan-dan-peluang.

Rien, Nur Azizah. Biennale. Artikel diakses pada tanggal 7 Mei 2017 dari

https://www.academia.edu/Biennale.

Tempo. Wisata Pantai Sejarah Flores Memeluk Katolik. Artikel diakses pada

tanggal 5 Juli 2017, dari

https://m.tempo.co/read/news/2015/11/21/204720937/wisata-pantai-

sejarah-Flores-memeluk-katolik.

Wikipedia. Confetti. Artikel diakses pada 28 Maret 2017 dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Confetti.

- - - - -. Doa Rosario. Artikel diakses pada tanggal 20 Juni 2017 dari

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Doa_Rosario.

- - - - - - - . Etimologi Masyarakat. Artikel diakses pada tanggal 20 Maret 2017,

dilihat dari https://id.wikipedia.org/wiki/masyarakat.

- - - - - - - -. Pengertian Agama. Artikel diakses pada tanggal 3 Maret 2017 dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama.

1000Kata.com. Sejarah Foto Jurnalistik. Artikel diakses pada tanggal 20 Maret

2017, dari http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/.

Sumber lain

“Bedah Buku Belajar Membelah Mitos (Mitologi karya Roland Barthes)”. Media

Indonesia, Minggu, 25 Maret 2007.

Wawancara

Daftar riwayat hidup Ng Swan Ti.

Wawancara langsung dengan Ng Swan Ti, Jakarta, 5 Mei 2017.

Page 140: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

129

LAMPIRAN

Hasil Wawancara :

Narasumber : Ng. Swan Ti

Jabatan : Fotografer dan Manager Program PannaFoto Institute

Hari / Tanggal : 5 Mei 2017

Waktu : 15.00 WIB

Tempat : Perpustakaan Panna Institute, Jalan Melawai, Blok M,

Jakarta Selatan.

1. Sejak kapan anda menggeluti dunia fotografi?

Saya mulai dari tahun 2002.

2. Dalam pameran Jakarta Bienale 2015, Anda menampilkan karya foto

berjudul Flores Revisited, apa yang meletarbelakangi Anda membuat

karya tersebut?

Kalau latar belakang karya, sebetulnya itu bukan karya baru, tetapi aku

sudah lama bikin project memang tentang Katolik. Kebetulan aku

menggunakan fotografi sebagai alat untuk mengeksplorasi salah satunya

tentang agama Katolik, itu terkait dengan elemen identitas, jadi aku

menjadi katolik tanpa banyak tau, sebenarnya Katolik tentang apasih? Jadi

ketika aku belajar foto kemudian aku ingin menggunakan fotografi untuk

mempelajari lebih jauh tentang agama Katolik itu sendiri. Itu awalnya

dengan menggunakan hitam putih, dibeberapa tempat di Goa Maria, di

Pulau Jawa. Kemudian karena mendengar dan membaca ada satu ritual

paskah di Larantuka, di mana di Flores itu mayoritas itu Bergama Katolik

jadi aku ingin kesana dan mrmbuat project disana. Flores Revisited sendiri

sebetulnya bukan pertama kali aku kesana tapi ke dua atau katiga kalinya,

sebelumnya aku kesana menggunakan film hitam-putih juga, sampa dua

atau tiga kali. nah Kemudian agak lama aku tidak meneruskan projek itu.

Lalu ditahun 2014, aku mau ke sana lagi untuk memotret ritual Flores di

Larantuka dengan menggunakan medium warna.

Page 141: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

130

3. Kenapa di Flores?

Awalnya saya memulainya dari Pulau Jawa, namun di Pulau Jawa umat

jumlah Katolik lebih sedikit di banding umat muslim. Tapi kalau di Pulau

Flores umat Katolik menjadi Mayoritas, terlebih lagi di larangtuka saat

memperingati paskah terdapat ritual khusus. Nah saya juga

mempertanyakan mayoritas dengan minoritas. Dengan pengalaman saya

yang dari keluarga minoritas.

4. Bagaimana pendekatan yang Anda lakukan?

Pendekatan yang saya lakukan tentunya memotret sebagaimana umumnya,

mengumpulkan bahan-bahan tentang prosesi agama disana dari riset

majalah, dari cerita-cerita di sana dan dating juga ke orang-orang yang

sekiranya dapat membantu saya memotret, seperti ke gereja ataupun ke

penduduk-penduduk di sana.

5. Dalam pembuatannya apakah Flores revisited sudah terkonsep

sebelumnya? Atau kondisional terhadap pemikiran Anda soal agama?

Pertama tentunya aku ingin melihat perspektif agama seperti apa, aku

kepingin lebih tahu agama Katolik melalui ritual-ritual agama tersebut,

mungkin orang bias belajar atau tahu melalui membaca buku, dengar

cerita, nah kemudian aku lebih kepengen mengalami Jadi intinya aku mau

belajar dulu sebetulnya agama Katolik itu bagaimana dan seperti apa,

tertumama di ritual tersebut, Kemudian aku ingin sampaikan dari hasil

fotoku itu perjalanan panjang. Jadi yang awalnya haanya ingin

memperlihatkan atau oh aku khusus mengambil tentang Paskah tentang

momentnya, ada momen bessar seperti Natal dan paskah, tapi aku

cenderung dengan Paskah. Di mana aku lebih merasa terkoneksi dengan

peristiwa itu, Karena itu bercerita tentang kebangkitan dan tapi secara

visual juga lebih menarik buat aku karena memberlihatkan kemuliaan,

Lebih suasana duka, walaupun secara agama dapat dipahami tidak duka

yang duka dtetapi duka yang akhirnya menjadi kemuliaan. Daripada

dengan suasana natal yang lebih membuat orang gembira. Pada intinya

aku ingin menyampaikan sendiri bahwa dari hasil hasil gambar itu

Page 142: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

131

tentunya, orang bisa lebih menangkap sisi-sisi yang lebih universal dari

sebuah agama, dari ekspresi, misalnya orang ketika mengalami ritual,

suasanya itu bisa dialami baik di agama Katolik maaupun di agama lain.

Suasana teduh, suasanya khidmat dan hubungan umat dengan tuhan yang

dipercayai itu terdapat di banyak agama, dan akhirnya saya juga ingin

mengatakan bahwa agama tidak semata-mata, sesuatu yang seperti kita

pahami selama ini terkait ddengan hubungan horizontal dan vertical, tetapi

agama akhirnya juga menjadi banyak fungsinya seperti menjadi komoditas

politik yang digunakan untuk kepentingan-kepentingan duniawi. Jadi

istilahnya agama tidak hanya untuk non duniawi, tapi banyak kita

menggunakan/memperalat agama untuk hal hal yang terkait dengan

kepentingan, seperti bisnis dan politik. Terlepas dari konteks agama yang

seharusnya kita pahami, mendekatkan manusia, umatnya dengan

Tuhannya.

6. Berapa lama proses pembuatannya?

Prosesnya cukup lama, yang Flores Revisited itu 2014. Sebelumnya kalau

gak salah bisa jadi 5 tahun lebih kayaknya. Aku mulai itu tahun 2000-an

pertama kali mulai project katolik. Tapi aku kembali kesana 2009-an. Lebih

dari 5 tahun dah aku ke sana lagi. 2003 yang pertama kali ke Flores.

7. Dalam naskah foto tersebut, Anda menceritakan sedikit tentang

perjalanan keagamaan yang telah mbak lalui, bagaimana pandangan

Anda terhadap agama yang telah mbak pelajari?

saya lahir tidak dari keluagra beragama taat, dalam arti keluaarga saya

mempercayai kongucu ada dewa dewa tteapi tidak ada pendidikan bahwa

anak harus taat beragama, harus melakukan praktek ini itu, orang tua saya

konservatif tidak seperti orang tua saat ini yang mendidik anaknya

beragama dari lahir. Jadi saya tumbuh dengan memahami agama tanpa

bimbingan yang pasti. Lalu saya tumbuh di masyarkat yang melihat agama

sebagai sesuatu yang harus dipegang, menjadi pegangan manusia untuk

kehidupan selanjutnya, yang kemudian kita harus menerima apa adanya

tanpa mempertanyakan. Nah seiring ketika dewasa saya mulai

Page 143: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

132

mempertanyakan agama itu sendiri. Dan mulai mengetahui Banyak juga

terjadi korupsi di vatikan misalnya, banyak kasus dalam gereja. Lalu saya

belajar bahwa kitab suci ditulis oleh nabi-nabi yang diterangi roh kudus.

Jadi mulai melihat agama dari sudut pandang yang berbeda dan saya

membaca satu buku yang sangat mengesankan dari Romo Mangun yang

berjudul Raga Widya di mana Romo Mangun membedakan istilah agama

dan iman, di situ saya mulai merasa lebih teguh melihat keimanan daripada

keagamaan. Bahwa agama adalah suatu sistem yang dibuat manusia, teapi

saya melihat keimanan hubungan yang lebih vertikal manusia dengan tuhan

dalam arti yang dipercayai, walaupun kita tahu mungkin bahwa Tuhan

1(satu) tapi setiap agama selalu melihat dari sisi yang berbeda. Kalau

masalah percaya, seberapa pecaya atau seberapa kuat saat ini saya justru

melihat berbeda lagi. Dengan pengetaahuan dan pengalaman yang banyak

saya melihat itu berbalik kepada individu masing-masing. Saat usia usia

tertentu orang mulai merindukan sesuatu yang berbentuk spiritualitas ada

orang yang menemukan spritualistas itu dari hal-hal lain selain agama

semisalnya dari orang yang dri negara sekuler, mereka tidak melihat

agama sebagai salah satu jalan mencari spiritualitasnya. Saya melihat hal

lain kalau mereka melihat atau mencapai titik spiritual nya dari non-agama

buat saya baik baik aja ga masalah, tidak harus dicapai melalui agama.

Walaupun buat saya sendiri akhirnya telah mlihat kesana kemari saya tetap

kepada keimanan Katolik, tetapi saya tetap selalu berkeraguan dan

mempertanyakan. Sekarang saya justru kembali lagi melihat foto-foto

project Katolik yang saya buat dengan pemahaman yang berbeda setelah

saya misalnya melukan meditasi Buddha dan melihat hal-hal lain. Kembali

ke individu masing-masing tentunya. bagaimana melihat agama iman dan

kepentinganya. bagaimana Kebetulan kita lahir di Indonesia melihat atau

yg kita sbut manusia beragama, kalau kita lahir di negara sekuler mungkin

beda lagi. Saya melihat agama bukan sesuatu yang lahir seperti ras atau

jenis kelamin, yang kita tidak bisa mengubah, memang sekarang orang bisa

operasi mengganti jenis kelamin. Tapi kita tidak bisa merubah warna kulit

tersebut. Terlahir sebagai Cina di Indonesia ya itu, saya tidak bisa

Page 144: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

133

mengubah menjadi suku lain atau etnik lain, tetapi agama saya bisa

memilih.

8. Profil mbak Ng Swan Ti

Pencapaian dalam bidang fotografi:

- World Press Photo South East Asian Workshop Fotografi dan

Pameran foto; Jakarta, Indonesia May 2002

- World Press Photo dalam kerja sama dengan Asia Europe

Foundation, Workshop and Photo Exhibition; Amsterdam, the

Netherlands, 2003

- Staff Export-Import di PT. INDO FERMEX, perusahaan Australia,

1992 -2002.

- Fotografer magang di harian Tempo, 2002

- Malang Meeting Point (mamipo) di Malang, Jawa Timur, Indonesia,

2008 – 2011

- Ford Motor Company International Fellowship of the 92 Street Y,

New York, USA, 2011

- Karya fotografinya dalam eksplorasi diri dipamerkan di

Noorderlicht Photo Festival (2006)

- Festival Erau dan subjek terkait program pengelolaan hutan,

Forclime program bersama GIZ di Malinau, Kalimantan.

- UNFCC untuk Oxfam Intrernasional di Bali.

- Pembahasan perubahan iklim di Saumlaki, untuk Oxfam Inggris di

Indonesia tahun 2007

- Save the Children UK, menugaskannya untuk menjadi fasilitator

utama pada workshop fotografi untuk remaja di Aceh Mulai

November 2006 sampai Juli 2007, termasuk mengikuti latihan untuk

pengajar untuk aktivitas bersama anak-anak, yang diberikan oleh

David Glass Ensemble, staff dari Inggris.

- Launching Buku Foto berjudul Illusion di tahun 2014

- Jakarta Biennale (2015)

- DongGang International Photo Festival (2016).

Page 145: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

134

- Panitia seleksi dari World Press Photo Joop Swart Masterclass

tahun 2016.

- Mendokumentasikan program MAMPU - memberdayakan wanita

Indonesia untuk mengurangi kemiskinan, tahun 2015

- Mendokumentasikan proyek yang dilaksanakan, dampak dan

manfaat dari proyek Peradilan Ekonomi untuk lembaga swadaya

Inggris, Oxfam GB, pada tahun 2014

- Proyek Cita Citarum, mendokumentasikan kehidupan sosial di

sepanjang tepi sungai Citarum pada tahun 2010-2011

- Program REDD untuk UNDP pada tahun 2011.

- Menjadi 10 fotografer berpengaruh se- Asia versi IPA (Invisible

Photographer Asia) pada tahun 2017.

Sekolah

- Sarjana Ekonomi di Universitas Malangkucecwara Malang, Jawa

Timur, Indonesia, 1992.

9. Mengapa melalui foto? Selain tentunya fotografer adalah hobi atau

profesi?

Pada saat di sana tentunya saya bekerja sebagai fotografer dan juga

sebagai orang yang ingin tau tentang katolik, berusaha menangkap

bagaimana suasana dari peristiwa ritual di Flores di Larantuka sana. Pada

akhirnya saya juga menemukan umat yang ke sana tidak semuanya datang

dengan niat beribadah. Banya juga yang ingin misalnya karena nazar atau

ingin mencapai sesuatu, dan atau ingin bersyukuratas atas sesuatu yang

sudah dia niatkan.

10. Bisa diceritakan mengapa esai foto yang di pilih?

Bahwa istilah dokumentasi sering kita pahami dan membuat salah kaprah

menjadi seperti dokumentasi kawinan. Dalam arti foto documentary, ya itu

merupakan foto documentary, itu foto dokementer karena saya melakukan

rekaman seakurat mungkin mendekati realitanya tanpa melalui olah digital,

tanpa rekonstruksi gitu. Nah apakah ini foto esai? Dalam pengertian foto

Page 146: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

135

esai dan foto stori ada teori-teori lagi, kamu harus lihat lagi apa itu

pengertia foto esai, foto stori dll. Lalu ya kalau ini disebut foto esai karena

foto-foto ini menyampaikan statement-statement aku secara visual. Jadi

masuk ke dokementar dan esai.

11. Bisa dijelaskan beberapa foto yang telah mbak buat dan di

Pamerankan?

Foto pertama dan terakhir saya perlu jelaskan bahwa susunan foto yang

ada itu hasil kerja dengan curator Jakarta biennale yang kuratornya itu

dipimpin oleh Charles sj dan anggota koratornya imas cantini. Jadi para

arstis ini mengajukan satu susunan foto yang nantinya akan dipilih

bersama. Dari rangkaian foto, sebetulnya ada beberapa foto yang tidak

menunjukan ritual atau simbol katolik secara jelas secara visual. Tapi

dalam arti menurut saya cukup mencerminkan pandangan saya tentang

agama secara tidak langsung. Ada emosi, ada alam, ada kaya misalnya di

sini seperti manusia dengan alam. Di luar itu lah keimanan sebetulnya, dan

hubungan kalau kita memahami iman yang lain tidak hanya saya, katolik,

Tuhan dan lilin. Tetapi saya dan alam di mana saya hidup. Dalam arti

ekspresi beragama tidak hanya ditentukan secara ritual dan rajin kegereja

Dan melakukan doa doa tapi juga dengan menghormati alam dan

sesamanya. Ada emosi tentunya ya ada. Elemen2 simbol agama, ada umat

yang melakukan ritual tentu ya. Kalau foto ini seperti kerinduan umat

terhadap yang diekpesikan dengan ritual agama, itu lagi mau masuk gereja

untuk mengikuti salah satu prosesinya, mereka berpanas panasan, artinya

dari mana mana saja mereka ingin merayakan Bersama, ini orang orang

NTT jika diliat dari tenun ikat dikepala, pasti bukan orang luar NTT. Kalau

foto ini saya melihat kaya simbolik umat dia kan, jadi ini jadi prosesi arak-

arakan keliling jalan di kota Larantuka, dimana warga atau umat di sana

itu kebanyakan akan menanti arak-arakan itu di depan rumahnya kemudian

mengeluarkan dan menunjuukkan simbol-simbol agama Katolik, contohnya

seperti memasang lilin, dan ketika arak-arakan lewat, ibu ini memegang

dada dan menunduk, saya terkesan dengan Bahasa tubuhnya dengan

sikapnya yang dalam arti merasakan bagaimana hubungan dengan sangat

Page 147: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

136

hormat, khidmat, atau rasa spiritual yang dia rasakan dengan simbol-

simbol ketika arak-arakan lewat, memang dia melihat arak arakan lewat

tapi itu menurut saya seperti tanda kita menyerah kepada kekuatan Ilahi.

Seperti foto ini hubungan manusia menikmati alam. Bahwa kita

mendapatkan kebahagiaan tidak hanya hal-hal abstrak yang selama ini

seperti mungkin orang pahami tapi bagaimana kebahagiaan itu didapatkan

dengan manusia berinteraksi dengan alam. Tentu hal lain sebagai manusia

juga ada emosi. Lalu lilni juga ada di agama lain khususnya konghucu

misalnya. Membakar lilin ini muslim ini tidak, Kalau bunga mungkin. Di

NU iya. Kalu di konghucu kita membakar lilin di kuburan juga, ketika

sembayang juga. Kita juga berziarah juga ke kubur kaya yang di muslim

menganut ziarah kubur.

12. Secara keseluruhan apa yang ingin anda sampaikan melalui foto esai

Flores Revisited?

Pengalaman-pengalaman ini berujung pada pertanyaan-pertanyaan kritis

soal agama, keyakinan, dam identitas. Saya mencoba menjawabnya dengan

fotografi, yang saya tekuni secara profesional sejak 2002. Saya telusuri

ritual katolik di beberapa tempat di Jawa dan Flores. Salah satu hasilnya

adalah Flores revisited, Rekaman atas ritual paskah di Flores. Secara

keseluruhan 14 (empat belas) foto dalam seri ini terinspirasi dari empat

belas ritus pemberhentian jalan salib dalam agama katolik. Beberapa foto

awal menangkap simbol –simbol awal dalam Katolik, patung salib Yesus

yang pecah sebagian, tetesan lilin, serta rosario dalam genggaman tangan

berkuku merah. Beberapa foto lainnya mewakili persepsi saya perihal

agama, yang kerap silang sengkarut dengan tradisi lokal bahkan

kepentingan poitik. Fokusnya ada pada detail keseharian warga di Flores,

seperti cara masyarakat berpakaian untuk menyambut paskah, atau tabiat

anak muda memainkan ponsel pintarnya, sambil sesekali mengintip umat

disekitarnya berdoa.

Page 148: KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36754... · 2017-11-17 · KEBERAGAMAAN MASYARAKAT FLORES MODERN (STUDI SEMIOTIKA

137

Foto Bersama Ng Swan Ti :