KEADILAN DALAM POLIGAMI MENURUT TAFSIR-TAFSIR …
Transcript of KEADILAN DALAM POLIGAMI MENURUT TAFSIR-TAFSIR …
KEADILAN DALAM POLIGAMI MENURUT TAFSIR-TAFSIR
NUSANTARA
(Studi Analisis Komparatif)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S. Ag)
Disusun Oleh :
Fitria Bilkis Hidayat
(14210574)
Dosen Pembimbing:
Ali Mursyid, MA
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN 1439 H/2018 M
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang membawa misi َةًَ لِلمعاَلَمِيم rahmat bagi) رحْم
alam semesta), dan sangat memperhatikan arti penting perkawinan
sebagai satu-satunya cara yang sah untuk berketurunan. Melangsungkan
pernikahan, membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah,
warohmah, serta memperbanyak keturunan adalah cita-cita mulia seluruh
manusia laki-laki dan perempuan di muka bumi sebagai makhluk yang
tidak dapat melewati kehidupan ini sendirian.
Nikah menurut bahasa adalah الجمَمع dan م د ال , yang artinya kumpul,
juga bisa diartikan وطَمع الز ومجَة, yang artinya menyetubuhi istri. Kata nikah
sering digunakan untuk arti “persetubuhan”, juga untuk arti akad nikah.1
Menurut Rahmat Hakim, kata nikah berasal dari bahasa Arab نِكَاح yang
merupakan masdar atau kata kerja dari َنكََح, sinonimnya َتَ زوَ ج yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan perkawinan.
Kata nikah sering juga dipergunakan sebab telah masuk ke dalam bahasa
Indonesia. 2
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
Pernikahan, mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
1 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 7
2 M.A, Tihami, dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (Kajian Fiqh Nikah Lengkap),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), h. 6
2
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan menurut Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah membentuk keluarga
(rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa). Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang secara
keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij, dan
merupakan ucapan seremonial yang sakral.3
Dalam tujuan pernikahan tersebut, pasti kita menginginkan kehidupan
rumah tangga yang harmonis, tentram, dan bahagia. Namun faktanya,
terkadang hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita
inginkan, dalam setiap prosesnya kita pasti mengarungi berbagai cobaan.
Dalam hal membangun rumah tangga seringkali muncul banyak
permasalahan, contohnya seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), perselingkuhan, dan poligami.
Dari sudut pandang terminologi, poligami berasal dari bahasa Yunani,
dimana kata poly berarti banyak dan gamien berarti kawin. Kawin
memiliki banyak arti disini diantaranya, seorang pria kawin dengan
beberapa wanita atau sebaliknya seorang wanita kawin dengan lebih satu
pria atau sama-sama banyak pasangan pria dan wanita yang mengadakan
transaksi perkawinan.4
Menurut Musdah Mulia, poligami adalah ikatan perkawinan yang
salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam
waktu yang bersamaan.5
Dari pengertian umum ini, dapat dipahami bahwa poligami adalah
seorang suami yang memiliki lebih dari seorang isteri. Dalam praktiknya,
3 M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (Kajian Fiqh Nikah Lengkap),
h. 8 4 Bibit Suprapto, Liku-liku Poligami, (Yogyakarta: al-Kautsar, 1990), h. 11
5 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 43.
3
biasanya seorang pria menikah dengan seorang wanita seperti layaknya
perkawinan monogami, kemudian setelah berkeluarga dalam beberapa
waktu, pria tersebut menikah lagi dengan istri kedua atau ketiga atau
keempatnya tanpa menceraikan istri pertama.
Banyak orang, baik dari kalangan muslim maupun non muslim, yang
menyatakan Islam sebagai agama poligami. Ada ayat Al-Qur`an yang
membolehkan dan ada praktik Sunnah Nabi saw. yang mendukung.6
Dalam pasal 3 ayat 1 dan 2 UU Perkawinan Nomor I Tahun 1974
dipaparkan, pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya
boleh mempunyai seorang istri. Demikian juga sebaliknya, seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Kemudian.
dalam pasal 40 PP Nomor 9 tahun 1975 dinyatakan bahwa apabila
seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka dia
wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan.7
Ketika seorang suami memandang kedudukan dan derajat perempuan
berada di bawah laki-laki, poligami menjadi subur. Sebaliknya pada
masa masyarakat yang memandang kedudukan dan derajat perempuan
itu terhormat dan setara dengan laki-laki, poligami pun berkurang. Jadi,
perkembangan poligami mengalami pasang surut mengikuti tinggi-
rendahnya kedudukan dan derajat perempuan di mata masyarakat.
Sebenarnya poligami dilakukan oleh berbagai kalangan didasarkan
pada pertimbangan moral untuk menghindari perbuatan asusila,
pelecehan seksual, perdagangan perempuan (trafficking), serta tindakan-
6 Faqihuddin Abdul Kodir, Sunnah Monogami, (Yogyakarta: Tim Cendekia, 2017)
h. xxvii 7 Iskandar Ritonga, Hak-Hak Wanita dalam Putusan Peradilan Agama, (Jakarta:
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan
Haji Departemen Agama RI, 2005), h. 181
4
tindakan moral lainnya. Akan tetapi pada zaman sekarang ini banyak
yang menyalahgunakan tujuan dan fungsi poligami itu sendiri, poligami
dilakukan hanya untuk pemuasan hasrat biologis (hawa nafsu) saja, tanpa
mempertimbangkan hak-hak perempuan.
Adanya pengaturan berpoligami di dalam Islam boleh disebut sebagai
salah satu upaya untuk melindungi kaum wanita dari perbuatan pria yang
semena-mena terhadap kaum perempuan dan tidak bertanggungjawab.
Sebab, kaum pria sebagaimana diakui Profesor Schmidt dari Jerman:
“Selalu serba bebas dalam urusan seksual…bahkan di zaman abad-
abad pertengahan, 90% dari kaum pria biasa sekali-kali bertukar
istri dan 50% pria beristri memgkhianati kepercayaan istrinya.”8
Praktik poligami sebenarnya sudah ada jauh sejak sebelum Islam
datang, hal tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dengan jumlah
istri yang membengkak hingga belasan. Saat Islam datang, turun aturan
yang membatasi maksimal empat orang saja, dengan syarat ketat yang
bagi sejumlah pemikir muslim tidak mungkin bisa terpenuhi oleh seorang
laki-laki karena sangat menekankan asas keadilan.
Surat an-Nisâ’ ayat 3 frasa ا مَا طاَبَ لَك مم ini sangat dikenal ..…فاَ نمكِح وم
banyak kalangan, terutama peminta poligami. Frasa ini berbicara tentang
kebolehan seorang laki-laki menikahi dua sampai empat perempuan. Ini
adalah satu-satunya tempat dalam Al-Qur`an yang memberikan
kewenangan berpoligami. Ia hanya disebutkan satu kali, di antara lebih
dari enam ribuan ayat Al-Qur`an yang lain. Itu pun disebutkan dalam
penggalan sebuah ayat yang membicarakan persoalan lain, bukan
poligami. Sekalipun demikian, ayat itu menjadi primadona ketika
seseorang berbicara poligami.
8 Nashruddin Baidan, Tafsir bi al-Ra’yi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999), h.
100
5
Ayat ini diusung kemana-mana dengan penuh antusiasme untuk
menyuarakan bahwa poligami adalah syariat Allah SWT. dan merupakan
salah satu tuntutan Al-Qur`an. Bahkan disimpulkan bahwa mereka yang
tidak menerima poligami berarti mereka menolak perintah Allah, atau
mereka yang enggan dipoligami sama dengan tidak patuh terhadap
tuntutan Al-Qur`an. Lebih tragis lagi, mereka menyatakan bahwa Al-
Qur`an dengan mendasarkan pada penggalan di atas, memerintahkan
perkawinan poligami daripada perkawinan monogami.9
Surat An-Nisâ’ ayat 3 ini sejatinya berbicara tentang perlakuan
terhadap anak yatim. Sebagai wali laki-laki yang bertanggung jawab
mengelola kekayaan anak yatim perempuan yang tidak mampu mencegah
dirinya dari ketidakadilan dalam mengelola harta si anak yatim.10
Ayat ini
turun setelah perang Uhud, dimana banyak sekali pejuang Muslim yang
gugur, yang mengakibatkan banyak istri menjadi janda dan anak menjadi
yatim. Dari persoalan tersebut, maka perkawinan adalah satu-satunya
jalan untuk memecahkan persoalan tersebut.11
Dalam hal ini Al-Qur`an
telah memberikan ketentuan yang amat jelas, sehingga anak yatim itu
memperoleh hak-haknya kembali.12
Prinsip dasar Islam tentang pernikahan adalah monogami, meskipun
membolehkan poligami yang tidak menimbulkan malapetaka baik untuk
yang berpoligami maupun terhadap perempuan dengan sejumlah syarat
yang ketat. Poligami dalam ayat tersebut di atas hanya terbatas sebagai
irsyad (petunjuk) dan bukan al-I’lam (anjuran).
9 Faqihuddin Abdul Kodir, Sunnah Monogami, h. 93-94
10 Amina Wadud, Al-Qur’an menurut perempuan membaca kembali kitap suci
dengan semangat keadilan, (Jakarta: PT Global Media Cipta Publishing, 2006), h. 143 11
Labib MZ, Rahasia Poligami Rosulullah SAW, (Gresik: Bintang Pelajar, 1986), h.
51 12
Fadlurrahman, Islam Mengangkat Martabat Wanita, (Gresik: Putra Pelajar,
1999), h. 58
6
Kasus poligami seringkali merugikan sebagian masyarakat, terutama
kaum perempuan dan anak-anak, itu bukan merupakan tujuan dari syariat
Islam tentang pembolehan poligami, akan tetapi lebih disebabkan
rendahnya moralitas orang dan para pihak yang terlibat dengan poligami
itu sendiri.
Beberapa pendapat menyatakan asas keadilan bukan sekadar keadilan
kuantitatif semacam pemberian materi atau waktu gilir antar-istri, tapi
mencakup keadilan kualitatif (kasih sayang yang merupakan fondasi dan
filosofi utama kehidupan rumah tangga). Pendapat ini didukung oleh al-
Dhahhak serta golongan ulama lainnya yang menyatakan bahwa maksud
adil dalam poligami adalah adil dalam segala hal, baik dalam hal materi
(kebutuhan yang terkait dengan jaminan atau fisik) maupun dalam hal
immateri (perasaan). Seorang suami dituntut adil dalam hal kecintaan,
kasih sayang, nafkah, rumah, giliran menginap dan semacamnya.13
Poligami tidak hanya menimbulkan rasa kekecewaan terhadap istri,
tetapi juga menimbulkan rasa ketidakadilan terhadap kaum perempuan
pada umumnya. Istri yang dipoligami selalu merasa tersisihkan karena
suami cenderung lebih memperhatikan istri yang baru (isteri mudanya)
ketimbang istri pertama. Agaknya keharusan berlaku adil kepada kedua
istrinya sulit diwujudkan, sehingga bukanlah surga yang diperoleh tetapi
akan menambah dosa disebabkan berkembangnya rasa saling curiga
antara isteri pertama dengan isteri kedua. Dengan demikian tujuan utama
membangun rumah tangga jauh dari harapan, bahkan yang dirasakan
adalah timbulnya kemudharatan.
Luapan kemarahan pada akhirnya menjadi solusi, para suami dihujat
dan digugat cerai. Tak sedikit dari mereka yang tercemar nama baiknya
13
Syihab al-Din Abi al-Abbas Ahmad bin Muhammad al-Syafi’i al-Qasthalani,
Irsyad al-Syari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz XI, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996),
h. 502
7
bahkan terhempas dari kedudukannya. Seakan telah melakukan dosa
besar yang tak bisa diampuni lagi. Lain masalah ketika para suami itu
berbuat serong, punya wanita idaman lain (WIL) yang tak halal baginya
alias selingkuh. Reaksi sebagian istri justru tak sehebat ketika dipoligami.
Dikutip dari sebuah curahan hati seorang istri yang dimadu
suaminya,
“Dia bilang poligami ini sebagai kesempatan buat saya mencapai
surga. Surga dari mana? surga yang mana? kalau itu sunah kan
seharusnya kedua-duanya merasakan kebahagiaan itu. Ini kok lain.
Dia yang enak saya yang sakit begini. Sunah macam apa itu? (Ny.
Am).14
Dari pernyataan inilah, dapat kita bayangkan bagaimana poligami
membuat resah sang istri yang terpukul secara lahir batin. Semua ulama
sebagaimana tersebut di atas mencatat surat an-Nisa’ ayat 3 untuk
mendukung kebolehan poligami maksimal empat. Sementara dalil
tambahan untuk membuktikan kebolehan poligami maksimal empat
tersebut para ulama mencatat nass yang berbeda.
Beberapa ulama berpendapat mengenai penafsirannya dalam surat an-
Nisa ayat 3 ini, antaralain sebagai berikut:
Menurut pendukung poligami, Islam melegalkan poligami empat
wanita bukan bertujuan untuk memuaskan nafsu birahi laki-laki, tapi
berdasarkan tuntutan syariah:
1. Orang yang berpoligami mengikuti sunah nabi, maka secara
otomatis mendapatkan pahala.
2. Poligami dianjurkan bagi laki-laki yang mampu
melaksanakannya.
3. Poligami sangat bermanfaat untuk mengimbangi ledakan jumlah
penduduk yang menunjukkan kaum perempuan lebih banyak
14
Faqihuddin Abdul Kodir, Sunnah Monogami, h. 20
8
daripada kaum lelaki. Dikhawatirkan, jika tidak dibolehkan
poligami akan banyak sekali perempuan yang tidak kebagian
suami dan akibatnya akan mengganggu kelestarian moral
bangsa.15
4. Mengikuti tauladan Rasulullah saw., dimana ketika beliau wafat
terdapat Sembilan istri dalam tanggungannya. Sebagai umat
beliau wajib meyakini bahwa poligami itu dilegalkan dalam
syariat Islam.
5. Laki-laki mampu memberikan keturunan mulai umur baligh
sampai usia tua. Sementara wanita mampu melahirkan anak
sampai masa monopouse, dalam rentang waktu 40 sampai 45
tahun. Ketika nafsu seksual laki-laki meningkat sedangkan nafsu
seksual wanita menurun seusai monopouse, maka untuk menjaga
kesucian dan mendapat anak, solusinya adalah poligami.
6. Istri mandul sementara suami menginginkan anak
Permasalahan di atas jika dibiarkan, maka akan menambah berbagai
problem sosial dan mencemarkan kesucian seorang muslim baik laki-laki
maupun perempuan. Dengan diperbolehkannya poligami maka persoalan
dapat teratasi.16
Pandangan Kontra terhadap poligami bukan karena ketidakjelasan
dalil poligami, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai pihak, dan
dampak negatif dari praktik poligami sebagai akibat tidak sesuainya
praktik poligami dengan tuntunan syariah Islam. Ada beberapa alasan
pandangan negatif terhadap poligami yang dilontarkan para penentang
poligami, yaitu:
15
Siti Ropiah, Studi Kritis Poligami dalam Islam (Analisa terhadap Alasan Pro dan
Kontra Poligami), Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 1, Januari 2018, h. 90-91 16
Usman (Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau), Perdebatan Masalah
Poligami dalam Islam), Jurnal An-Nida: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39, No. 1, Januari-Juni
2014, h. 132-133
9
1. Menikahi lebih dari satu perempuan menyebabkan permusuhan
dan perpecahan dalam keluarga
2. Poligami sebagai wujud pelecehan terhadap kaum perempuan
3. Para ahli ekonomi tidak menganjurkan poligami karena
menambah beban tanggung jawab.17
Menurut yang membolehkan poligami (tengah-tengah),
Ar-Razi (w. 606 H), menurutnya apabila seorang suami takut tidak
akan mampu berbuat adil diantara istri-istrinya sebagaimana dia takut
tidak adil dalam memberi nafkah, maka cukuplah bagi kalian untuk
menikahi satu wanita saja. Monogami lebih dekat untuk tidak berbuat
zalim dan kecenderungan kepada yang lainnya. Keadilan yang dimaksud
adalah keadilan cinta. Keadilan ini pasti saja tidak mungkin untuk di
laksanakan.18
Ibnu Katsir (w. 774 H), menurutnya apabila di bawah pemeliharaan
salah seorang kamu terdapat wanita yatim dan ia merasa takut tidak dapat
memberikan mahar sebanding, maka carilah wanita lainnya. Karena
wanita selain anak yatim cukup banyak. Sedangkan maksud adil adalah
tidak berbuat aniaya dalam hukum dengan timbangan keadilan yang tidak
dikurangi satu biji gandum pun.19
Muhammad Rasyid Ridha (w. 1354 H), menurutnya orang yang
menghayati ayat ini akan mengerti bahwa diperbolehkanya poligami
dalam Islam adalah sebagai suatu perkara yang mempunyai ruang sempit,
ia seakan hal darurat yang hanya diperbolehkan bagi yang
17
Usman (Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau), Perdebatan Masalah
Poligami dalam Islam……..h. 133 18
Al-Razi, Tafsir Al-Kabir wa Mafatih Al-Ghaib (Beirut: Dar al-Fikr, 1981) , jilid.
9, h.146 19
Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubab at-
Tafsir min Ibn Katsir (Kairo: Dar hilal, 1994), cet-1, h. 231-233
10
membutuhkannya dengan syarat jujur, adil, dan tidak berlaku zalim.
Keadilan dan anti aniaya adalah syarat utama disyariatkannya perkawinan
baik poligami atau monogami, keadilan yang dimaksud adalah keadilan
memenuhi hak giliran dan nafkah bagi setiap istri, bukan keadilan
cenderung hati/ cinta.20
Mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya yang berjudul Ar-
Risalah ats-Tsaniyah min al-Islam, berpendapat bahwa keadilan dalam
poligami adalah sesuatu yang sangat sulit diwujudkan karena tidak hanya
mencakup kebutuhan materi, namun juga keadilan dalam mendapat
kecenderungan hati.21
Berbeda dengan beberapa pendapat diatas, terdapat pula pendapat
yang menyatakan bahwa keadilan dalam poligami hanya dalam
kebutuhan materi. Sementara dalam masalah immateri, perlakuan tidak
adil bisa ditolerir. Pendapat ini didasarkan pada hadist Nabi saw. ketika
beliau merasa berdosa tidak mampu berbuat adil kepada para istri beliau
yang artinya:
“Ya Allah, inilah kemampuanku, dan janganlah engkau bebankan aku
kepada sesuatu yang tidak aku mampui.”22
Penjelasan tentang asas perkawinan tidak ditemukan secara tegas
dalam kitab al-Mabsut, yaitu sebuah kitab yang ditulis as-Sarakhsi (w.
483 H/1090 M) dari mazhab Hanafi. Dalam kitab ini hanya ditulis,
seorang suami yang berpoligami harus berlaku adil terhadap para
istrinya.23
Keharusan berlaku adil ini berdasarkan surah an-Nisa’ ayat 3
20
Muhammad Rasyid Ridha, Al-Qur`an al- Hakim As-Syahir bi Tafsir al-Manar,
(Beirut: Dar- Fikr, 2007), jilid IV, h. 244 21
Mahmud Muhammad Thoha, (Terj. Khairon Nahdiyyin), Arus Balik Syari’ah
(Terj. Ar-Risalah ats-Tsaniyah min al-Islam), (Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 169 22
Abu Yasid, Fiqh Realitas: Respon Ma’had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam
Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 353 23
Syams ad-Din as-Sarakhsi, al-Mabsut, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1409/1989), V.
217
11
dan hadis dari Aisyah yang menceritakan perlakuan yang adil dari Nabi
kepada para istrinya, ditambah dengan ancaman bagi suami yang
berpoligami tetapi tidak berlaku adil kepada para istrinya.24
Tuntutan harus berbuat adil diantara para istri, menurut imam asy-
Syafi’i (150-204/767-819) berhubungan dengan urusan fisik, misalnya
mengunjungi istri di malam atau di siang hari. Tuntutan ini didasarkan
pada perilaku nabi dalam berbuat adil kepada para istrinya, yakni dengan
membagi giliran malam dan memberikan nafkah, lantas berdoa. Akan
halnya dengan keadilan dalam hati, menurut asy-Syafi’i hanya Allah yang
mengetahuinya. Karena itu, mustahilnya seseorang dapat berbuat adil
kepada istrinya yang diisyaratkan pada surat an-Nisa’ ayat 129, adalah
berhubungan dengan hati. Dengan demikian, hati tidak mungkin berbuat
adil. Sementara keharusan adil yang dituntut apabila seseorang
mempunyai istri lebih dari satu adalah adil dalam bentuk fisik, yakni
perkataan dan perbuatan. Keadilan dalam urusan fisik ini juga yang
dituntut oleh surat al-Ahzab ayat 50, al-Baqarah ayat 228, dan an-Nisâ’
ayat 19.25
Masih terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama dan pemikir
Islam terhadap poligami, sekalipun dalil pijakannya sama yaitu QS. an-
Nisâ’ ayat 3 dan 129. Perbedaan itu terletak pada cara pandang mereka
akan manfaat dan mudharat poligami dan konsep keadilan terhadap
seluruh istri yang dipoligami.
Poligami memang bukan hal baru yang terjadi di Indonesia.
Belakangan ini, kasus istri yang dipoligami tidak hanya ramai dialami
24
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia,
(Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2002) h. 103 25
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia,
(Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2002) h. 105
12
masyarakat biasa, namun juga pada para istri sejumlah public figure. Hal
ini pun diperparah lagi dengan maraknya sinetron bertemakan poligami
yang tayang hampir di setiap channel televisi Indonesia. Poligami
dilakukan karena para suami merasa dapat berlaku adil karena sudah
mempunyai harta yang cukup untuk dibagi rata pada istri-istrinya kelak.
Para suami juga berpikir bahwa melakukan poligami bukanlah masalah
besar, selama dirinya bisa berlaku adil kepada para istrinya. Namun,
kenyataannya tak demikian. Banyak istri yang mengeluh dan protes,
karena sang suami dianggap tak berlaku adil ketika mereka memutuskan
untuk berpoligami. Alhasil, banyak gugatan perceraian yang diajukan ke
Pengadilan Agama karena masalah poligami tersebut.
Data yang diperoleh Surabaya Pagi dari PA Surabaya, menyatakan
bahwa peningkatan dari perceraian akibat adanya gangguan pihak ketiga
dan poligami yang tidak sehat, menjadi tren akhir-akhir ini. Hingga
pertengahan tahun 2017 ini, jumlah perceraian yang diakibatkan pihak
ketiga dan perselingkuhan melebihi jumlah total dari sebab yang sama di
tahun 2016. Pada tahun 2016 tercatat total 394 kasus perceraian di
Surabaya diakibatkan oleh gangguan pihak ketiga dan poligami yang
tidak sehat. Sementara hingga Agustus 2017, dengan sebab yang sama,
jumlah perkara yang masuk PA mencapai 470 kasus.26
Dominasi gugatan perceraian yang dilakukan oleh perempuan akibat
poligami pun terjadi di Bekasi. Sejak tahun 2015, kaum hawa di wilayah
tersebut semakin berani menggugat suaminya ke pengadilan agama.
Ketua Pengadilan Agama sekaligus Hakim di Pengadilan Agama Bekasi,
Dra Hj Siti Zurbaniyyah mengatakan, dari 2.231 kasus perceraian yang
ditangani Pengadilan Agama Bekasi, sejak Januari hingga awal Oktober
26
http://www.surabayapagi.com/read/162068/2017/08/31/Poligami_dan_Selingkuh_
Jadi_Tren.html, di akses pada: Kamis, 31 Agustus 2017, pukul 00:11:09 oleh Ibnu F
Wibowo
13
2017, ada 121 kasus perceraian yang disebabkan oleh masalah
poligami.27
Berikut contoh beberapa pasangan suami istri dari kalangan public
figure yang mengalami kasus perceraian akibat poligami:
1. Opick penyanyi lagu religi Indonesia ini digugat cerai oleh istrinya
akibat melakukan poligami secara diam-diam tanpa sepengetahuan
istrinya. Dian Rositaningrum menggugat cerai suaminya karena ia
tidak bersedia dipoligami.28
2. Rhoma Irama, ayah dari Ridho Rhoma ini menjadi aktor sekaligus
raja dangdut yang tenar pada tahun `80-an. Pelantun lagu “Judi”
tersebut pada akhirnya bercerai dengan istrinya karena diketahui
pernah menikah dengan tiga wanita cantik.29
3. Nia Daniati, Penyanyi yang tenar di era 90-an ini menikah dengan
pengacara Farhat Abbas tahun 2002. Beberapa tahun kemudian Farhat
Abbas menikah lagi dan secara terbuka meminta izin pada Nia untuk
menikah lagi. Akan tetapi, Nia tak mau dipoligami. Karenanya ia
memilih untuk menggugat cerai suaminya dan resmi berpisah dari
Farhat pada tahun 2014 lalu.
4. Dewi Yull yang merupakan istri dari aktor ternama, Ray Sahetapy ini
juga lebih memilih hidup menjanda daripada harus dipoligami. Dewi
menggugat cerai suaminya karena suaminya yang menikah lagi
dengan seorang dosen seni.30
27
https://kumparan.com/@kumparannews/dari-medsos-hingga-poligami-penyebab-
perceraian-di-depok-dan-bekasi, di akses pada: Selasa, 03 Oktober 2017, Pukul 21:48, Oleh
Adim Mughni 28
https://www.google.co.id/amp/banjarmasin.tribunnews.com, Banjarmasin Post,
diakses pada Rabu, 23 Mei 2018, Pukul 11:20, Oleh Yayu Fathilal 29
https://m.merdeka.com/peristiwa/kisah-kisah-tragis-poligami-dari-kiai-sampai-
artis.html, diakses pada 23 Oktober 2015, Pukul 06:45, oleh Siti Nur Azzura 30
https://news.bbmessaging.com/id/hiburan/bintang-com/articles/833403, Bintang,
diakses pada 21 Maret 2018, Pukul 16:00, Oleh Galih Satria/Nur Wahyunan
14
Kasus-kasus poligami di atas memberi kita gambaran bahwa hukum,
syarat dan ketentuan mengenai poligami selama ini masih belum sesuai
dengan realita yang ada. Keadilan dalam poligami yang disyaratkan pada
suami yang hendak poligami, nyatanya masih banyak yang tidak dapat
memenuhi hal tsb, banyak istri yang merasa tidak diperlakukan dengan
adil. Yang berbeda hanya dia yang menunjukkan rasa ketidakadilan
tersebut, dan ada yang menyembunyikannya.
Bukan hanya itu, beberapa bulan ini sedang berkembang tayangan tv
di Indonesia yang menyiarkan sinetron yang bertemakan poligami,
perceraian, dan perselingkuhan yang menurut penulis hal ini sangat tidak
mendidik rakyat Indonesia.
Meningkatnya jumlah angka perceraian di Indonesia yang terjadi
akibat poligami dan berdasarkan kegelisahan-kegelisahan yang tertuang
dalam kasus-kasus poligami di Indonesia saat ini, terlihat masih
banyaknya ketidaksesuaian antara teori dan praktik, penulis merasa
sangat perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai keadilan dalam
poligami ini menggunakan tafsir-tafsir nusantara, sebagaimana kita tahu
teori-teori tentang poligami belum ada yang secara khusus menggunakan
tafsir karya ulama nusantara. Hal ini bertujuan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang tafsir dan untuk menjawab rasa penasaran penulis
terkait permasalahan ini.
Islam Nusantara (IN) terdiri dari dua kata, Islam dan Nusantara. Islam
berarti “penyerahan, kepatuhan, ketundukan, dan perdamaian”. Agama
ini memiliki lima ajaran pokok sebagaimana diungkapkan Nabi
Muhammad, yaitu “Islam adalah bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan puasa dan menunaikan haji bagi yang
mampu.” Selain itu Islam memiliki dua pedoman yang selalu dirujuk, Al-
15
Qur`an dan Hadis. Keduanya memuat ajaran yang membimbing umat
manusia beserta alam raya ke arah yang lebih baik dan teratur.
Nusantara adalah istilah yang menggambarkan wilayah kepulauan
dari Sumatera hingga Papua. Kata ini berasal dari manuskrip berbahasa
Jawa sekitar abad ke-12 sampai ke-16 sebagai konsep Negara Majapahit.
Sementara dalam literatur berbahasa Inggris abad ke-19, Nusantara
merujuk pada kepulauan Melayu. Ki Hajar Dewantoro, memakai istilah
ini pada abad 20-an sebagai salah satu rekomendasi untuk nama suatu
wilayah Hindia Belanda (Kroef 1951, 166–171). Karena kepulauan
tersebut mayoritas berada di wilayah negara Indonesia, maka Nusantara
biasanya disinonimkan dengan Indonesia. Istilah ini, di Indonesia secara
konstitusional juga dikukuhkan dengan Keputusan Presiden (Kepres)
MPR No.IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan Negara Bab II Sub
E. Kata Nusantara ditambah dengan kata wawasan. Berdasarkan
pengertian di atas, IN adalah ajaran agama yang terdapat dalam Al-
Qur`an dan Hadis yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad dan diikuti
oleh penduduk asli Nusantara (Indonesia), atau orang yang bertempat
tinggal di dalamnya.31
Penjelasan di atas menjadi alasan penulis menggunakan kata
Nusantara dalam pengambilan judul penelitian skripsi ini. Mengupas
permasalahan agama dengan menggunakan kitab-kitab karya ulama
Indonesia (produk lokal) yang diharapkan mampu menjawab
permasalahan yang ada karena dalam proses menafsirkan ayat, seorang
ulama tidak lepas dari kondisi sosial yang terjadi pada lingkungannya.
Oleh sebab itu, dalam hal ini penulis memilih lima tafsir menurut
masanya tafsir berkembang di Indonesia, (tafsir Raudhatul Irfan karya
31
Khabibi Muhammad Luthfi, Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal,
Jurnal Shahih, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2016, h. 3
16
KH. Ahmad Sanusi, tafsir an-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy, tafsir al-
Azhar karya Buya Hamka, kitab al-Ibriz karya A. Bishri Mustofa, dan
tafsir al-Mishbah karya M. Quraih Shihab).
Kesimpulannya, beberapa poin inti latar belakang penulis mengambil
tema ini ialah:
1. Adanya ketidaksesuaian antara teori dan praktik
2. Meningkatnya kasus perceraian di Indonesia akibat poligami
3. Semakin meluasnya tayangan televisi yang menyiarkan sinetron
bertemakan poligami
4. Belum ada karya ilmiah yang meneliti kasus poligami
menggunakan tafsir-tafsir nusantara secara spesifik.
B. Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang sudah terurai
di atas, penulis mencoba mengidentifikasi masalah sebagaimana berikut:
1. Bagaimana sesungguhnya asal-usul penafsiran surat An-Nisâ’ [4] ayat
3 dan 129?
2. Bagaimana asal mula adanya praktik poligami?
3. Benarkah poligami dibolehkan?
4. Berapa batasan jumlah istri jika poligami memang dibolehkan?
5. Bagaimana maksud adil yang disyaratkan dalam poligami?
6. Bagaimana seharusnya sikap seorang suami yang poligami terhadap
istri-istrinya?
7. Apa solusi terbaik jika seorang suami tidak dapat berlaku adil?
8. Bagaimana pandangan ulama tafsir nusantara terkait kasus poligami?
17
C. Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian agar tidak terlalu melebar dari pokok
pembahasan, maka penulis membatasi masalah hanya pada bagaimana
keadilan dalam poligami menurut tafsir nusantara, yakni tafsir Raudhatul
Irfan karya KH. Ahmad Sanusi, tafsir an-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy,
tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, kitab al-Ibriz karya A. Bishri
Mustofa, dan tafsir al-Mishbah karya M. Quraih Shihab.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan diatas, ada beberapa rumusan
masalah yang bisa diambil:
1. Bagaimana Keadilan dalam Poligami menurut Tafsir-tafsir
Nusantara (tafsir Raudhatul Irfan karya KH. Ahmad Sanusi, tafsir
an-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy, tafsir al-Azhar karya Buya
Hamka, kitab al-Ibriz karya A. Bishri Mustofa, dan tafsir al-
Mishbah karya M. Quraih Shihab) ?
2. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan pemikiran Keadilan dalam
Poligami dalam Tafsir-tafsir Nusantara (tafsir Raudhatul Irfan
karya KH. Ahmad Sanusi, tafsir an-Nur karya Hasbi Ash-
Shiddieqy, tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, kitab al-Ibriz karya
A. Bishri Mustofa, dan tafsir al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab)?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui Bagaimana Keadilan dalam Poligami menurut
Tafsir-tafsir Nusantara (tafsir Raudhatul Irfan karya KH. Ahmad
Sanusi, tafsir an-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy, tafsir al-Azhar
18
karya Buya Hamka, kitab al-Ibriz karya A. Bishri Mustofa, dan
tafsir al-Mishbah karya M. Quraih Shihab)
2. Untuk mengetahui Bagaimana Persamaan dan Perbedaan
pemikiran Keadilan dalam Poligami dalam Tafsir-tafsir Nusantara
(tafsir Raudhatul Irfan karya KH. Ahmad Sanusi, tafsir an-Nur
karya Hasbi Ash-Shiddieqy, tafsir al-Azhar karya Buya Hamka,
kitab al-Ibriz karya A. Bishri Mustofa, dan tafsir al-Mishbah
karya M. Quraih Shihab).
F. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini dapat menambah wawasan dan
informasi baru dalam memecahkan suatu masalah, dan diharapkan juga
dapat berguna bagi:
1. Untuk menambah khasanah pengembangan ilmu Al-Qur`an dan
Tafsir, khususnya mengenai poligami.
2. Untuk mengetahui keadilan berpoligami dalam kacamata tafsir.
3. Memberikan pengalaman kepada penulis untuk dapat menerapkan
dan memperluas wawasan penerapan teori dan pengetahuan yang
telah diterima dalam perkuliahan pada kegiatan nyata.
4. Dari hasil penelitian ini semoga dapat memberikan informasi dan
pengetahuan bagi peneliti dalam menganalisa permasalahan yang
sedang diteliti, serta dapat merealisasikan hasil penelitian ini baik
kepada masyarakat luas maupun orang terdekat.
5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan dapat
memberikan ilmu dan gagasan baru bagi pembaca.
6. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan keislaman, khususnya
bagi penulis, dan umumnya bagi yang ingin mengkajinya.
7. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang poligami pada
masyarakat.
19
8. Guna memenuhi salah satu tugas dan syarat untuk mencapai gelar
Kesarjanaan Starata satu (S. Ag) pada fakultas Ushuluddin Prodi
Ilmu Alquran dan Tafsir Institut Ilmu al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
G. Kajian Pustaka
Menurut pengamatan penulis, karya-karya tulis mengenai keadilan
poligami menurut ulama tafsir era klasik, pertengahan, dan kontemporer
tidaklah sedikit, akan tetapi yang membahas keadilan poligami perspektif
tafsir nusantara masih perlu dikaji secara lebih mendalam.
Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa pembahasan
yang memiliki keterkaitan dengan pembahasan yang akan penulis bahas,
yakni sebagai berikut:
Keadilan dalam Poligami menurut Al-Qur`an (Studi atas Pemikiran
Tafsir M. Quraish Shihab), skripsi Nawir HK UIN Alauddin
Makasar, Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik, 2016. Dalam
skripsi tersebut dikatakan bahwa makna keadilan dalam poligami
menurut M. Quraish Shihab bukan pada keadilan makna batin (seperti
cinta dan kasih sayang) melainkan keadilan pada hal-hal yang bersifat
material dan terukur.32
Karya peneliti cukup membantu dalam penelitian yang akan
dilakukan penulis sebagai referensi, sebab karya ini sudah membahas
keadilan poligami oleh salah satu mufasir, yakni M. Quraish Shihab, dan
akan diteliti lebih lanjut oleh penulis dengan menganalisisi mufasir-
mufasir lainnya.
Tafsir Al-Qur`an tentang Poiligami: Perbandingan Penafsiran
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd, Skripsi karya
32
Nawir HK, Keadilan dalam Poligami menurut Al-Qur`an (Studi atas Pemikiran
Tafsir M. Quraish Shihab), skripsi Nawir HK UIN Alauddin Makasar, Fakultas Ushuluddin,
Filsafat, dan Politik, 2016.
20
Muhammad Abdul Fatah Jurusan Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Fakultas
Adab dan Humaniora IAIN Salatiga tahun 2017, disebutkan bahwa
konsep poligami menurut Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd memperbolehkan poligami tetapi dengan syarat yang ketat terkait
berhubungan dengan kemanusiaan yaitu istri kedua harus janda yang
mempunyai anak yatim yang masih kecil (balita) yang ditingal mati dan
kedua harus mempunyai rasa khawatir tidak dapat berbuat adil kepada
anak yatim, jika kedua syarat tersebut tidak ada maka alasan poligami
menjadi gugur, pendapat Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid tersebut
berbeda dengan kebanyakan ulama yang memperbolehkan poligami
dalam kondisi isteri mandul, istri sakit yang tidak dapat disembuhkan.
Melihat poligami dalam hukum Islam memang berbeda pendapat tetapi
pada umumnya ulama memperbolehkan poligami sebagai praktik yang
bersyarat ketat yang berbeda, untuk berpoligami dalam konsep
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dengan membatasi
maksimal empat istri dan syarat keduanya ada rasa khawatir tidak dapat
berlaku adil harus terpenuhi agar membuat dibolehkanya poligami, tetapi
jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka poligami tidak boleh
dilakukan.33
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis adalah sama-sama membahas tentang poligami, adapun
perbedaannya yaitu peneliti hanya membahas perbandingan penafsiran
mengenai poligami hanya dengan dua tokoh saja, sedangkan penulis akan
membahas tentang keadilan poligami dengan mengkomparatifkan lima
tafsir. Karya peneliti ini sangat membantu penulis untuk meneliti lebih
dalam terkait keadilan poligami menurut Forum Keluarga Poligami
33
Muhammad Abdul Fatah (NIM: 215-13-007), Tafsir Al-Qur`an tentang Poligami:
Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd, Jurusan Ilmu
AL-Qur`an dan Tafsir Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Salatiga tahun 2017, h. 82-83
21
Samara (FKPS). Pembahasan di dalamnya mampu memberikan
kontribusi dalam upaya rekonstruksi keadilan poligami serta mampu
menjadi referensi sebagai bahan kajian penulis.
Skripsi Pemahaman Ayat Poligami Menurut Forum Keluarga
Poligami Samara (FKPS) Ushuluddin IAT IIQ Jakarta karya Pratiwi
tahun 2017, disebutkan bahwa para mufasir era klasik dan modern
memiliki pandangan yang berbeda mengenai ayat poligami. Namun,
hampir semua berpendapat bahwa poligami dibolehkan dalam Islam,
selama suami mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan menjamin
tidak akan berbuat aniaya. Namun, kebolehan melakukan poligami
tetaplah menjadi suatu hal yang sulit karena mengingat syaratnya harus
berlaku adil.
Pemahaman Forum Keluarga Poligami Samara (FKPS) dalam
memahami ayat poligami juga beragam, namun yang lebih dominan ialah
bahwa yang disyariatkan oleh Islam ialah menikah lebih dari satu orang
istri. Bahkan yang sangat dianjurkan ialah menikahi empat orang istri.
Dan ketika tidak mampu menikahi empat orang istri barulah memilih tiga
istri, dan seterusnya.34
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis adalah sama-sama membahas tentang poligami, adapun
perbedaannya yaitu peneliti membahas status hukum poligami menurut
Forum Keluarga Poligami Samara (FKPS), sedangkan penulis akan
membahas tentang keadilan poligami perspektif tafsir-tafsir nusantara.
Karya peneliti ini sangat membantu penulis untuk meneliti lebih dalam
terkait keadilan poligami menurut Forum Keluarga Poligami Samara
(FKPS). Pembahasan di dalamnya mampu memberikan kontribusi dalam
34
Pratiwi, Pemahaman Ayat Poligami Menurut Forum Keluarga Poligami Samara
(FKPS), Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)
Jakarta, 2017, h. 91
22
upaya rekonstruksi keadilan poligami serta mampu menjadi referensi
sebagai bahan kajian penulis.
Skripsi Nurul Husna, Pandangan Mufassir Klasik dan Modern
terhadap Poligami, Prodi Tafsir Hadis Program Pascasarjana IAIN
Sumatera Utara, Medan, tahun 2013, disebutkan bahwa Ibnu Kasir
berpandangan bahwasanya poligami dihukumi mubah dan pemberian
ni’mat yang diberikan oleh Allah untuk hambanya, Beliau salah satu
mufassir yang membolehkan poligami secara mutlak. Ar-Razi
berpandangan bahwasanya poligami hanya berlaku bagi laki-laki yang
merdeka dan tidak untuk budak. Muhammad Rasyid Ridha berpandangan
bahwa poligami boleh dilakukan dalam keadaan darurat begitu juga
Quraish Shihab. Sedangkan Hamka berpandangan bahwa poligami adalah
solusi, poin penting dari perintah ini adalah pemeliharaan anak yatim.
Dari pandangan para Mufassir dapat disimpulkan bahwasanya kelima
mufassir tersebut sependapat bahwasanya ayat ini ditujukan untuk anak
yatim dan kebanyakan dari mereka memilih monogami sebagai
pernikahan ideal dan mayoritas berpandangan bahwa yang boleh dinikahi
maksimal empat istri kecuali pandangan Ar-Razi.35
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas tentang poligami menurut
mufassir dengan analisis komparatif , adapun perbedaannya yaitu peneliti
membahas persoalan poligami dengan mengkomparatifkan pendapat
mufassir klasik dan modern, sedangkan penulis akan membahas tentang
keadilan poligami dengan analisis komparatif tafsir-tafsir nusantara.
Karya peneliti ini sangat membantu penulis untuk meneliti lebih dalam
terkait keadilan poligami. Pembahasan di dalamnya mampu memberikan
35
Nurul Husna (NIM: 11 Th 2446), Pandangan Mufassir Klasik dan Modern
terhadap Poligami, Program Studi Tafsir Hadis, Program Pascasarjana IAIN Sumatera
Utara, Medan, Tahun 2013, h. 114
23
kontribusi dalam upaya rekonstruksi keadilan poligami serta mampu
menjadi referensi sebagai bahan kajian penulis.
Nurus Sa’adah, Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama: Meta
Interpretation Approach, Jurnal Asy-Syir’ah (Jurnal Ilmu Syariah
dan Hukum), Vol. 49, No. 2, Desember 2015, disebutkan bahwa
pembahasan poligami masih sangat terbuka karena selama manusia
memiliki orientasi pemikiran, rasa, dan perilaku yang berbeda, masalah
poligami tidak akan pernah ada kesepakatan. Berbagai ahli menelaah
poligami dari berbagai sudut baik pendidikan, kesehatan suami dan istri,
psikologis anak, masalah ekonomi, dan dari sisi hukum sendiri yang
merupakan turunan dari berbagai penafsiran Al-Qur`an dan Hadis.
Sungguh pun demikian, justru inilah pengembangan keilmuan akan
terbentuk karena para ilmuan pemerhati maslah poligami akan terus
meneliti dari berbagai sudut pandangnya masing-masing.36
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas poligami, adapun
perbedaannya yaitu peneliti membahas poligami dari sisi lintas budaya
dan agama, sedangkan penulis akan membahas tentang keadilan poligami
perspektif tafsir-tafsir nusantara. Karya peneliti ini sangat membantu
penulis untuk meneliti lebih dalam terkait poligami. Pembahasan di
dalamnya mampu memberikan kontribusi dalam upaya rekonstruksi
keadilan poligami serta mampu menjadi referensi sebagai bahan kajian
penulis.
Riyandi. S, Syarat Adanya Persetujuan Isteri untuk Berpoligami
(Analisis Ushul Fikih Syafi’iyyah terhadap Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974), Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol.
36
Nurus Sa’adah, dkk, Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama: Meta
Interpretation Approach, Jurnal Asy-Syir’ah (Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum), Vol. 49, No.
2, Desember 2015 h. 497
24
15, No. 1, Agustus 2015, disebutkan bahwa syarat poligami dalam fikih
Syafi’iyyah yakni berkemampuan untuk menanggung nafkah isteri-isteri
dan keluarganya, karena suami berkewajiban menanggung nafkah isteri-
isterinya baik lahir maupun batin. Nafkah lahir yang dimaksudkan di sini
ialah berupa makanan dan minuman, pakaian, kediaman, dan perobatan.
Nafkah batin adalah pelayanan atau pemenuhan nafsu biologis sang isteri.
Termasuk syarat poligami dalam fikih Syafi’iyyah adalah memiliki
kemampuan berlaku adil terhadap para isteri dan keluarga. Adil disini
meliputi adil dalam menyediakan tempat tinggal, pakaian, makanan, dan
adil dalam giliran bermalam. Dalam fikih Syafi’iyyah tidak didapati
syarat adanya persetujuan isteri untuk berpoligami, akan tetapi
dibolehkan menambah syarat wadh’i dalam hal memelihara maksud
syara’ selama syarat tersebut tidak merubah ketentuan-ketentuan syara’.
Syarat adanya persetujuan isteri untuk berpoligami hanya terdapat dalam
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1999 tentang Kompilasi Hukum Islam.37
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas poligami, adapun
perbedaannya yaitu peneliti membahas poligami dari sisi syarat-syarat
persetujuan poligami Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
menggunakan analisis ushul fikih Syafi’iyyah, sedangkan penulis akan
membahas tentang keadilan poligami perspektif tafsir-tafsir nusantara.
Karya peneliti ini sangat membantu penulis untuk meneliti lebih dalam
terkait poligami. Pembahasan di dalamnya mampu memberikan
37
Riyandi. S, Syarat Adanya Persetujuan Isteri untuk Berpoligami (Analisis Ushul
Fikih Syafi’iyyah terhadap Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974), Jurnal
Ilmiah Islam Futura, Vol. 15, No. 1, Agustus 2015, h. 139-140
25
kontribusi dalam upaya rekonstruksi keadilan poligami serta mampu
menjadi referensi sebagai bahan kajian penulis.
Atik Wartini, Poligami: Dari Fiqh hingga Perundang-Undangan,
Jurnal Hunafa, Vol. 10, No. 2, Desember 2013, disebutkan bahwa
poligami dalam konteks perundang-undangan baik itu di Indonesia,
Malaysia, negara-negara yang mayoritas Islam di Asia maupun di Afrika
berbeda-berbeda dalam memposisikan status poligami. Posisi poligami
yang dapat dirangkas, yaitu:
1. Ada yang melarang poligami secara mutlak seperti Turki,
Lebanon, dan Tunisia.
2. Ada yang memberikan hukuman bagi yang melanggar aturan
tentang poligami seperti Tunisia, Irak, Mesir, Pakistan, Indonesia,
dan Malaysia.
3. Poligami harus mendapatkan izin dari pengadilan yakni Syiria,
Irak, Pakistan, Bangladesh, Somalia, dan Indonesia.
4. Poligami menjadi alasan cerai seperti Maroko, Lebanon, Syiria,
dan Mesir.
5. Poligami boleh secara mutlak di Aljazair.
Poligami dalam tinjauan fiqih diperbolehkan jika memenuhi dua
syarat, yaitu mampu dalam segi materi dan adil. Selain itu ada sebab-
sebab tertentu yang dibolehkan poligami, yaitu sebab khusus dan umum
yang secara garis besarnya mengacu pada darurat, hajat, dan
kemaslahatan.38
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas poligami, adapun
38
Atik Wartini, Poligami: Dari Fiqh hingga Perundang-Undangan, Jurnal Hunafa,
Vol. 10, No. 2, Desember 2013, h. 265
26
perbedaannya yaitu peneliti membahas terkait poligami dari pandangan
fiqh hingga Undang-Undang, sedangkan penulis akan membahas tentang
keadilan poligami perspektif tafsir-tafsir nusantara. Karya peneliti ini
sangat membantu penulis untuk meneliti lebih dalam terkait poligami.
Pembahasan di dalamnya mampu memberikan kontribusi dalam upaya
rekonstruksi keadilan poligami serta mampu menjadi referensi sebagai
bahan kajian penulis.
Makrum, Poligami dalam Perspektif Al-Qur`an, Jurnal Maghza,
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2016, disebutkan bahwa dengan
pendekatan tafsir maudhu’i, poligami dalam perspektif Al-Qur`an tidak
dilarang dan tidak dianjurkan, apalagi diperintah, tetapi sekedar
diperbolehkan dengan syarat yang sangat ketat, antaralain dapat berlaku
adil diantara isteri-isterinya dan untuk menlindungi wanita (baca: Janda)
yang memiliki anak. Ini berarti, bagi laki-laki yang memenuhi syarat,
baginya poligami diperbolehkan.39
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas poligami, adapun
perbedaannya yaitu peneliti membahas terkait poligami dalam perspektif
Al-Qur`an, sedangkan penulis akan membahas tentang keadilan poligami
perspektif tafsir-tafsir nusantara. Karya peneliti ini sangat membantu
penulis untuk meneliti lebih dalam terkait poligami. Pembahasan di
dalamnya mampu memberikan kontribusi dalam upaya rekonstruksi
keadilan poligami serta mampu menjadi referensi sebagai bahan kajian
penulis.
39
Makrum, Poligami dalam Perspektif Al-Qur`an, Jurnal Maghza, Vol. 1, No. 2,
Juli-Desember 2016, h. 48
27
Buku Tanya Jawab Fiqh Wanita Karya Bakki Ahmad, disebutkan
bahwa Poligami hukumnya tidak wajib dan tidak sunah, tetapi mubah
(boleh). Artinya, bagi yang mampu boleh melakukan dan boleh pula
meninggalkannya. Sedang bagi mereka yang tidak mampu hukumnya
wajib ditinggalkan. Jadi kalau tetap dilakukan maka ia berdosa, karena
tidak mungkin orang yang tidak mampu (yakni tidak memiliki syarat
berpoligami) sanggup memenuhi kewajibannya.40
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas tentang poligami, adapun
perbedaannya yaitu peneliti membahas status hukum poligami secara
komprehensif, sedangkan penulis akan membahas tentang keadilan
poligami perspektif tafsir-tafsir nusantara. Karya peneliti ini sangat
membantu penulis untuk meneliti lebih dalam terkait poligami.
Pembahasan di dalamnya mampu memberikan kontribusi dalam upaya
rekonstruksi keadilan poligami serta mampu menjadi referensi sebagai
bahan kajian penulis.
Buku DR. Nashruddin Baidan, Tafsir bi al-Ra’yi. Semua hasil
ijtihad ulama fiqih dan aturan-aturan yang ditetapkan di dalam undang-
undang no 1 / 1974 dan PP. No. 9/ 1975 itu, pada hakikatnya adalah
penjabaran atau penafsiran dari ayat alquran tersebut. Di dalam pasal 3
dari UU tersebut, misalnya, ditegaskan: “Pada asasnya dalam suatu
perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri …”.
Ungkapan ini tidak jauh dari pemahaman alquran. Artinya, prinsip dasar
dalam sistem perlawinan Islam ialah beristri satu.41
Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu adalah sama-sama membahas poligami, adapun
40 Abu Bakki Akhmad, Tanya Jawab Fiqh Wanita, (Jakarta: Rica Grafika, 1996),
h. 156 41
Nashruddin Baidan, Tafsir bi al-Rayi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 104
28
perbedaannya yaitu peneliti membahas terkait hukum dan pasal
perundang-undangan poligami dan ijtihad para ulama fiqh, sedangkan
penulis akan membahas tentang keadilan poligami perspektif tafsir-tafsir
nusantara. Karya peneliti ini sangat membantu penulis untuk meneliti
lebih dalam terkait poligami. Pembahasan di dalamnya mampu
memberikan kontribusi dalam upaya rekonstruksi keadilan poligami serta
mampu menjadi referensi sebagai bahan kajian penulis.
H. Metodologi Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,
sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana
dilakukan menggunakan metode-metode tertentu (Hadi, 1997 : 30).
1. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini akan dilakukan dengan metode Kualitatif
yang menggunakan metode Library Research (riset kepustakaan),
untuk mendapatkan teori-teori yang mendukung tema dalam
penulisan ini yang diperoleh dari berbagai literatur.42
Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah
pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk
menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena
yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara
memuaskan.43
Dengan demikian penulis akan secara mendalam
42
Soerjo Nomor Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UIP, 1986), cet.
ke-III, h.12 43
Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia,
2005), Cet-2, h. 20
29
menganalisis terkait tema, agar dapat ditemukan titik terang dari
permasalahan.
2. Sumber Data
Dalam riset kepustakaan, pasti kita membutuhkan data primer
dan data sekunder yang akan digunakan sebagai bahan penelitian.
Adapun data primer yang digunakan penulis adalah kitab-kitab tafsir
nusantara, sedangkan data Sekunder, diambil dari buku-buku yang
menunjang tema di atas.
3. Pengolahan Data
Pengolahan data yang peneliti lakukan adalah dengan cara
membandingkan, menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta
diambil kesimpulan dari data yang terkumpul.
4. Teknik Analisis Data
Untuk teknik analisis, penulis menggunakan metode Deskriptif
Analitis dan komparatif. Data yang terkumpul dalam penelitian
dianalisis dengan metode analisis deskriptif, yaitu usaha untuk
mengumpulkan dan menyusun sesuatu, kemudian dilakukan analisis
terhadap data tersebut.44
Tahap berikutnya adalah interpretasi, yaitu
memahami seluruh materi yang berhubungan dengan pandangan
kelima tafsir nusantara terhadap keadilan dalam poligami. Dalam
penelitian ini digunakan cara berpikir deduktif.45
Unuk menarik
kesimpulan, digunakan pula studi komparatif untuk membandingkan
penafsiran tentang surat an-Nisa’ ayat 3 dan 129 dari kelima mufassir
nusantara.
44
Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998), h. 139. 45
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi UGM, 1987), h. 36
30
Penulis akan berusaha semaksimal mungkin untuk
mengumpulkan bahan-bahan yang relevan serta mendukung
pembahasan skripsi ini. Data yang diperoleh dari bahan-bahan
pustaka berupa, buku, literatur, dokumen-dokumen resmi, Al-Qur`an
dan hadis yang berhubungan dengan obyek masalah.
I. Teknis dan Sistematika Penulisan
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Proposal dan Skirpsi terbitan IIQ Jakarta Press tahun
2017 yang di keluarkan oleh Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
Untuk mengarahkan alur pembahasan secara sistematis dan
mempermudah pembahasan, maka penelitian ini akan dibagi menjadi
beberapa bab dengan rasionalisasi sebagai berikut:
Bab Pertama, Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
yaitu untuk memberikan penjelasan secara akademik mengapa penelitian
ini perlu dilakukan dan hal apa yang melatar belakangi penelitian ini.
Kemudian dilanjutkan dengan Identifikasi Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terfokus
dan memiliki batasan yang jelas. Poin selanjutnya ialah Tujuan dan
Manfaat Penelitian, yang merupakan tujuan yang ingin dicapai penulis
berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat serta memaparkan
kegunaan apa saja yang diharapkan oleh penulis ketika karya ini selesai
dituliskan, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun Tinjauan Pustaka
dimaksudkan untuk menjelaskan dimana posisi topik ini dalam khazanah
keilmuan Islam serta dimana letak perbedaan penelitian ini dengan
penelitian karya lainnya. Sedangkan Metodologi Penelitian dan Teknis
serta Sistematika Penulisan dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana
cara yang aka di tempuh penulis dalam melakukan penelitian ini.
31
Bab kedua, penulis akan mengemukakan beberapa point penting
yang akan menunjang dalam menyelesaikan bab ketiga yakni mengenai
landasan teori pernikahan, poligami.
Bab ketiga, penulis akan memparkan secara singkat sajian data
beberapa kitab tafsir yang akan diambil meliputi Biografi penulis, Latar
Belakang Penulisan Kitab, Metode Penafsiran, dan Corak Penafsiran.
Bab keempat, penulis akan memaparkan hasil analisis komparatif
dari bab ke dua dan ketiga, yakni penafsiran para mufasir nusantara (tafsir
Raudhatul Irfan karya KH. Ahmad Sanusi, tafsir an-Nur karya Hasbi
Ash-Shiddieqy, tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, kitab al-Ibriz karya A.
Bishri Mustofa, dan tafsir al-Mishbah karya M. Quraih Shihab mengenai
keadilan dalam poligami.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang akan diisi dengan
kesimpulan berdasarkan hasil penelitian beserta sarannya.
155
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa hasil analisis yang penulis paparkan pada beberapa
bab di atas, dapat diambil kesimpulan bahwasannya:
1. Keadilan dalam poligami menurut tafsir-tafsir nusantara (tafsir al-
Mishbah karya M. Quraih Shihab, tafsir al-Azhar karya Buya Hamka,
kitab al-Ibriz karya A. Bishri Mustofa, kitab Raudhatul Irfan karya
KH. Ahmad Sanusi, dan kitab an-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy)
adalah keadilan dalam hal materi dan non materi.
Keadilan materi mencakup kebutuhan sandang, pangan, dan papan,
sedangkan keadilan non materi mencakup persoalan hati (rasa cinta
dan kasih sayang).
2. Keadilan yang dimaksud kelima mufasir adalah adil secara materi dan
non materi. Namun, karena adil dalam persoalan non materi (hati,
cinta, dan kasih sayang) adalah sesuatu yang abstrak atau tidak dapat
diukur hanya secara kasat mata, maka kelima ulama tafsir dalam hal
ini berbeda pendapat. Oleh karena itu, suami yang mempunyai istri
lebih dari satu diharuskan menjaga dirinya agar tidak bersikap
condong kepada salah satu istrinya. Adapun beberapa perbedaan
tersebut ialah:
Pertama, menurut M. Quraish Shihab keadilan yang dimaksud adalah
adil yang bermakna material dan terukur (memperlakukan istri
dengan baik, membiasakan diri dengan kekurangan-kekurangannya)
bukan immaterial (seperti cinta dan kasih sayang), sebab hal tersebut
mustahil dapat diwujudkan, yang artinya tidak akan bisa adil walau
bagaimanapun ia berusaha.
156
Kedua, menurut Bisri Musthafa, suami yang mempunyai istri lebih
dari satu wajib berbuat adil secara lahir dan batin terhadap istri-
istrinya.
Ketiga, menurut Buya Hamka dan Ahmad Sanusi adil dalam bentuk
immaterial sulit diwujudkan. Artinya, masih dapat dicapai meskipun
hanya sedikit.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah disimpulkan, penulis memiliki
beberapa saran yang ingin disampaikan, diantaranya ialah:
1. Telah kita ketahui bersama bahwa ulama-ulama tafsir nusantara
seluruhnya sepakat bahwa poligami diperbolehkan dengan syarat adil.
Penulis mengharapkan kepada kaum laki-laki khususnya, untuk lebih
memperhatikan pada syarat adil tersebut, bukan hanya pada sisi
kebolehannya.
2. Penulis sepakat bahwasannya keadilan hati adalah sesuatu yang tidak
dapat dicapai. Sebab, jika sudah berurusan dengan hati apalagi
perasaan cinta, manusia akan menjadi seseorang yang egois
(memikirkan perasaannya sendiri). Terlebih lagi, hati adalah sesuatu
yang tidak dapat dinilai secara kasat mata, maka otomatis kita tidak
akan dapat mengukur sejauh mana persentase adil telah dicapai.
3. Meski ada beberapa keluarga yang poligami terlihat rukun dan
bahagia, serta istri yang dipoligami merasa baik-baik saja dengan
posisinya, penulis yakin di lubuk hatinya yang paling dalam ia
terluka, keadaan tersebut hanya berusaha ia nikmati demi
mempertahankan rumah tangga yang sudang dibangun dan juga
kebahagiaan anak-anaknya.
157
4. Selama seorang istri masih bisa memberikan seluruh apa yang dia
punya layaknya perempuan lain (tidak ada cacat), penulis berharap
para suami di Indonesia tidak melakukan poligami.
5. Meski poligami adalah tindakan yang lebih manusiawi dibandingkan
dengan berzina atau pun nikah sirri, menurut penulis, dengan tidak
berbuat zalim kepada istri dan keluarga adalah tindakan yang sangat
lebih manusiawi dan mulia dibanding poligami.
159
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kodir, Faqihuddin, Sunnah Monogami, Yogyakarta:Tim
Cendekia, 2017.
Alu Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq.
Lubab at-Tafsir min Ibn Katsir. Kairo: Dar hilal, 1994
Akhmad, Abu Bakki. Tanya Jawab Fiqh Wanita. Jakarta: Rica
Grafika, 1996
Abadi, Al-Fairuz. Al-Qamus al-Muhith. Beirut: Dar al-Fikr, t.th
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat,
2013
Abd Moqsith. Tafsir atas Poligami dalam Al-Qur`an. Jurnal Karsa.
Vol. 23. No. 1 Juni 2015, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Al-‘Aqqad, ‘Abbas Mahmud. Al-Mar’ah fi al-Qur`an. Kairo: Nahdah
Masri, 2005
Abbas, Rafid. (dosen Pascasarjana STAIN Jember), Poligami dalam
Kajian Nash Al-Qur`an dan Hadis, Jurnal Edu Islamika, Vo. 3, No. 1,
Maret 2012
Baidan, Nashruddin. Tafsir bi al-Ra’yi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999
_ . PerkembanganTafsir Al-Qur`an di Indonesia. Solo:
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003
____________, Tafsir bi al-Rayi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat:
Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1999
Burhanuddin, dan Sahiron Syamsuddin. Metodologi Fiqh Islam
Kontemporer. Yogyakarta: tp, 2004
160
DS, Sides Sudyarto. ”Realisme Religius”. dalam Hamka di Mata Hati Umat.
Jakarta: Sinar Harapan, 1984
Al-Dzahabiy, Muhammad Husain. Al-Tafsir wa al-Mufassirun. Vol. I. Kairo:
Dar al-Hadis, 2005
Darmawan, Hendro. dkk. Kamus Ilmiah Populer lengkap Dengan
EYD dan Pembentukan Istilah Serta Akronim Bahasa Indonesia.
Yogyakarta : Bintang Cemerlang, 2010
Doi, Abdurrahman I. “Perkawinan dalam Syari‟at Islam”,Syari‟at
The Islamic Law, Terj. Basri Aba Asghary, Wadi Masturi. Jakarta:
Rineka Cipta, 1992
_ . Karakteristik Hukum Islam dan Perkawinan. jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996
_ . “Inilah Syari‟ah Islam Terjemahan”, Buku The Islamic
Law, Usman Efendi AS dan Abdul Khaliq Lc. Jakarta: Puataka Panji,
1990
Fadlurrahman. Islam Mengangkat Martabat Wanita. Gresik: Putra Pelajar,
1999
Fatah, Muhammad Abdul. Tafsir Al-Qur`an tentang Poligami: Perbandingan
Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd. Jurusan
Ilmu AL-Qur`an dan Tafsir Fakultas Adab dan Humaniora IAIN
Salatiga tahun 2017
Falah, Miftahul. Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi. Sukabumi: MSI
Cabang Jawa Barat, 2009
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2006
Gusmian, Ishlah. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika sampai
Ideologi, Jakarta: Teraju, 2003
Ghafur, Saiful Amin. Profil Mufassir Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008
Husna, Nurul (NIM: 11 Th 2446). Pandangan Mufassir Klasik dan Modern
161
terhadap Poligami. Program Studi Tafsir Hadis, Program
Pascasarjana IAIN Sumatera Utara, Medan, Tahun 2013
Hilyati. Eka Sri, Poligami menurut Perspektif Pelaku, Jurusan Ahwal
As-Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2009
H.S.A, Alhamdani. Risalah Nikah : Hukum Perkawinan Islam.
Jakarta : Pustaka Amani, 1980
Hashim, Rosnani. “Hamka: Intellectual and Social Transformation of the
Malay World”, in Reclaiming the Conversation: Islamic Intellectual
Tradition in Malay Archipelago,ed. Rosnani Hashim, Kuala Lumpur:
Perdana Leadership Foundation, 2010
Hamka, Rusydi. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan,
1984
_ . Pribadi Dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1983
Al-Habsyi, Muhammad Bagir. Fiqih Praktis Menurut Al-Qur`an, as-
Sunah, dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan Media Utama, tt
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
_ . Kenang-Kenangan Hidup. Jakarta: Bulan Bintang, 1979
_ . Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987
Herdanto, Wimardana. Representasi Poligami dalam Film Ayat-ayat
Cinta. Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Airlangga Surabaya, 2009/2010
Irfan, H.M. Nurul. Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam.
Jakarta: AMZAH, 2013
Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005
Iskandar, Mohammad. Kyai Haji Ahmad Sanusi: Biografi Singkat
162
Guru dan Pejuang Pedesaan. Depok: Fakultas Sastra UI, 1991
Junaidi, Mahbub. Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab. Sukoharjo:
Angkasa Solo, 2011
Jwanebel, Fejrian Yazdajird (Mahasiswa Program Doktor UIN
SUNAN Kalijaga). Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa
(Telaah Analitis Tafsir al-Ibriz). Jurnal Rasail. Vol.1. No.1, 2014
Al-Ja’fî, Muhammad bin Ismail Abû ‘Abdullâh al-Bukhâri. Shahih
Bukhari. Mesir: Dar Tauq an-Najah, 1442
Al-Jarjawi, Ali Ahmad. Hikmah dan Falsafah Syari’at Islam. Jakarta:
Gema Insani, 2006
Khalid, Abdul. Mazahib al-Tafsir. Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2003
Luthfi, Khabibi Muhammad. Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya
Lokal. Jurnal Shahih, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2016
MZ, Labib. Rahasia Poligami Rosulullah saw. Gresik: Bintang
Pelajar, 1986
Manan, Abdul. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2006
Maziyah, Alif. Pemikiran M. Hasbi Ash-Shiddieqy tentang Hadis dan
Sunnah, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga, 2006
Musthofa, Bisri. Al-Ibriz Lima’rifati Tafsir Al-Qur`an al-Aziz bi al-
Lughoh al- Jawiah. Kudus: Menara Kudus, 1959
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, hal.61-62
Misbahuddin, Iing. Tafsir al-Ibriz Lima’rifati Tafsir Al-Qur`an al-
Azizi Karya: KH. Bisri Musthofa Rembang; Studi Metodologi dan
Pemikiran, Tesis, Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1989
Mukhtar Mawardi, “Haji Ahmad Sanusi: Riwayat Hidup dan
163
Perjuangannya”, (Skripsi Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1985
Mudarresi, M.T. Fikih Dewasa. Jakarta: Al-Huda, t.th
Mohammad, Herry. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Islami, 2006
Muhammad, Imron Rosyidi. Poligami dalam Perspektif Kitab Al-
Amṡal Fī Tafsīr Kitāb Allah Al-Munazzal, Jurnal Buana Gender, Vol.
2, Nomor 1, Januari-Juni 2017
Mulia, Siti Musdah. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007
Makrum. Poligami dalam Perspektif Al-Qur`an. Jurnal Maghza. Vol. 1. No.
2. Juli-Desember 2016
Nasution, Khoiruddin. Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia
dan Malaysia. Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2002
Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008
Pratiwi, Pemahaman Ayat Poligami Menurut Forum Keluarga
Poligami Samara (FKPS), Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, 2017.
Al-Qasthalani, Syihab al-Din Abi al-Abbas Ahmad bin Muhammad
al-Syafi’i. Irsyad al-Syari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz XI, Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996 Ritonga, Iskandar. Hak-Hak Wanita
dalam Putusan Peradilan Agama. Jakarta: Program Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan
Haji Departemen Agama RI, 2005.
Ridha, Muhammad Rasyid. Al-Qur`an al- Hakim As-Syahir bi Tafsir
al-Manar. Beirut: Dar- Fikr, 2007
164
__________, Jawaban Islam Terhadap Berbagai Keraguan Seputar
Keberadaan Wanita”, Terj, Hukuukal Mar’ah al-Muslimah, Abd.
Harris Rifa‟i dan M. Nur Hakim. Surabaya: Pustaka Progresif, 1992
Roziqin, Baidatul. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta: e-
Nusantara, 2009
Rokhmad, Abu. Heurmeneutika Tafsir Al-Ibriz: Studi Pemikiran KH Bisri
Mustofa Dalam Tafsir al-Ibriz, Semarang: Pusat Penelitian IAIN
Walisongo, 2004
Riddel, Peter. Islam and The Malay - Indonesian World (Singapore :
Horizon Books, 2001
Rahardjo, M. Dawam. Intelektual Inteligensi dan Perilaku Politik
Bangsa , Bandung: Mizan, 1993
Ropiah, Siti. Studi Kritis Poligami dalam Islam (Analisa terhadap Alasan
Pro dan Kontra Poligami). Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 1, Januari
2018
Al-Razi, Tafsir Al-Kabir wa Mafatih Al-Ghaib. Beirut: Dar al-Fikr, 1981
Sa’adah, Nurus, dkk. Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama: Meta
Interpretation Approach. Jurnal Asy-Syir’ah (Jurnal Ilmu Syariah dan
Hukum). Vol. 49. No. 2. Desember 2015
Saleh, Munandi. KH. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya
di Pergolakan Nasional. Tangerang: Jelajah Nusa, 2014
Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2009
Sanusi, Ahmad. Rawḍat al-‘Irfān Fi Ma’rifat Al-Qur`an. Jilid 1.
Sukabumi: Irmas Pesantren Gunung Puyuh Sukabumi, tt
S, Riyandi. Syarat Adanya Persetujuan Isteri untuk Berpoligami (Analisis
Ushul Fikih Syafi’iyyah terhadap Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974). Jurnal Ilmiah Islam Futura. Vol. 15. No. 1.
Agustus 2015
165
Shiddiqi, Nourouzzaman. Fikih Indonesia: Penggagas dan
Gagasannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadis. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009
_ . Tafsir Al-Qur`anul Madjied (Penggerak Usaha),
(Jakarta: Bulan Bintang, 1967
Shihab, M. Quraish. Perempuan. Jakarta: Lentera Hati, 2005
_________Al-Lubab, Makna,Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah
Al-Qur`an,. Tanggerang: Lentera Hati, 2012
_ . Membumikan Al-Qur`an, Bandung: Mizan, 1992
_ . Tasfir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan sian Al-
Qur`an, Ciputat: Lentera Hati, 2007
Shadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve dan Elsevier Publishing Project, 1994
Suprapto, Bibit. Liku-liku Poligami. Yogyakarta: al-Kautsar, 1990
Soekanto, Soerjo Nomor. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UIP,
1986
Syifa, Emma Nayly , Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam
dan Perundang-Undangan di Indonesia, Jurusan Syariah Program
Studi Ahwal As-Syakhsiyah STAIN Salatiga, 2011
Sudrajat. dan Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung:
Pustaka Setia, 2005.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006
Surachman, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode,
Teknik. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998
As-Sarakhsi, Syams ad-Din al-Mabsut. Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1409/1989
166
As-Sanan, Arij Abdurrahman. Memahami Keadilan dalam Poligami.
Jakarta: PT Global Media Cipta Publishing, 2003
As-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir
bin Syadad bin Umar Al-Azdi. Sunan Abi Daud. Beirut: Al-Maktabah
Al-Ashriyah, tt
Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah
Lengkap. Jakarta: Rajawali Pres, 2009
Tanjung, Nadimah. Pluralisme dalam Perundang-Undangan Perkawinan di
Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, 2002
Thoha, Mahmud Muhammad. (Terj. Khairon Nahdiyyin). Arus Balik
Syari’ah (Terj. Ar- Risalah ats-Tsaniyah min al-Islam). Yogyakarta:
LKiS, 2003
Usman (Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau), Perdebatan Masalah
Poligami dalam Islam, Jurnal An-Nida: Jurnal Pemikiran Islam, Vol.
39, No. 1, Januari-Juni 2014
Al-‘Utsaimin, Riyadh al-Muhaisin Kholid bin Ibrohim Ash-Shoq’abi
Muhammad bin Sholih. Jangan Telat Menikah. Solo: Al-Qowam,
2007
Al-‘Ulwan, Abdullah Nasih. Ta’addud Zawjat fi al-Islam. Kairo: Dar al-
Salam, 2006
Wadud, Amina. Al-Qur’an menurut perempuan membaca kembali
kitap suci dengan semangat keadilan. Jakarta: PT Global Media
Cipta Publishing, 2006
Wartini, Atik. Poligami: Dari Fiqh hingga Perundang-Undangan. Jurnal
Hunafa. Vol. 10. No. 2. Desember 2013
Yasid, Abu. Fiqh Realitas: Respon Ma’had Aly Terhadap Wacana
Hukum Islam Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Zuhri, Saifuddin. PPP, NU, dan MI: Gejolak Wadah Politik Islam.
t.tp: Integrita Press, 1983
167
Ibnu Wibowohttp://www.surabayapagi.com/read/162068/2017/08/31/
Poligami_dan Selingkuh_Jadi_Tren.html, di akses pada: Kamis, 31
Agustus 2017, pukul 00:11:09 oleh
Adim Mughni. https://kumparan.com/@kumparannews/dari-medsos-
hinggapoligami-penyebab-perceraian-di-depok-dan-bekasi, di akses
pada: Selasa, 03 Oktober 2017, pukul 21:48
Nafarin WH. https://www.matadunia.net/2015/05/sejaran-lahirnya-
aturan-poligami-di.html. Diakses pada 07 Mei 2015
http://apostrop.blogspot.co.id/2013/02/sekilas-sejarah-kontroversi
poligamidi.html. Diakses pada 20: 59 WIB
M. Quraish Shihab, Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam.
Diaksesdarihttp://nambas.wordpress.com/2010/03/03/quraish-shihab-
poligami-dan kawin-sirri-menurut-islam/
Diakses dari https://hksuyarto.wordpress.com/2008/05/26/keadilan-
dalam-perkawinan-poligamiperspektif-hukum-islam-aspek-
sosiologis-yuridis/M. Quraish Shihab, Ibarat Emergency Exit di
Pesawat, dalam Tabloid Republika Dialog Jum’at, tgl. 8 Desember
2006.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=293964&val=7159&title
=PER DEBATANMASALAH POLIGAMI DALAM ISLAM
(KajianTafsir Al- Maraghi QS. an-Nisa’ ayat 3 dan 129)
https://www.google.co.id/amp/banjarmasin.tribunnews.com, Banjarmasin
Post, diakses pada Rabu, 23 Mei 2018, Pukul 11:20, Oleh Yayu
Fathilal
https://m.merdeka.com/peristiwa/kisah-kisah-tragis-poligami-dari-kiai-
sampai-artis.html, diakses pada 23 Oktober 2015, Pukul 06:45, oleh
Siti Nur Azzura
https://news.bbmessaging.com/id/hiburan/bintang-com/articles/833403,
Bintang, diakses pada 21 Maret 2018, Pukul 16:00, Oleh Galih
Satria/Nur Wahyunan