KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · sebagai indek topografi dan geologi...

26
KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Karakteristik Wilayah Penelitian Letak dan luas daerah tangkapan air Danau Singkarak Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak terletak pada Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten/Kota Solok. S. Lembang, S. Sumani, S. Kuok dan S. Paninggahan adalah sungai-sungai yang berada diwilayah Kabupaten/Kota Solok. S. Ombilin adalah pengeluaran (output) Danau alami, dan PLTA adalah output buatan, yang dioperasikan sejak tahun 1999. S. Sumpur dan output Danau Singkarak berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar. Peta lokasi DTA Singkarak memperlihatkan DAS dan sub DAS yang menjadi fokus aplikasi model. DTA terdiri dari tiga DAS dan beberapa SubDAS. DAS tersebut adalah DAS Sumpur Kudus, Singkarak dan DAS Sumani. SubDAS sebagai objek penelitian adalah Paninggahan di DAS Singkarak dan Malakotan di DAS Sumani. Kedua subDAS merupakan lokasi yang dipakai untuk mengaplikasikan model aliran permukaan. Peta DTA Singkarak dengan skala gambar 1 : 20.000, dengan luas 1.141,72 Km 2 terletak dalam SWS Indragiri. Luas DAS, Sub DAS serta panjang sungai dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 14 sebagai berikut.Gambar 13adalah photo sungai utama yang mengalir ke Danau Singkarak. Sungai tersebut adalah S. Sumani/Lembang, S. Kuok, S.Paninggahan dan S. Sumpur kudus. Lebar sungai lebih dari 10 M dengan kedalaman maksimum diatas 1 M. Ganbar 14 memperlihatkan lokasi penelitian, yang menginformasikan letak DAS Paninggahan dan Malakotan, stasiun hujan, iklim dan debit yang terdapat di sekitar DTA Singkarak, cek dam dan embung existing, sungai, jalan danau yang terdapat pada DTA Singkarak. Penelitian banyak dilakukan pada DASSumani, karena selain DAS terbesar pada DAS ini sudah terpasang alat pengukur tinggi muka air dan pencatat hujan dan iklim. Daerah DAS Sumani juga merupakan pusat pemerintahan pemerintah Kabupaten dan Kota Solok dan pusat pertanian.

Transcript of KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · sebagai indek topografi dan geologi...

39

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Karakteristik Wilayah Penelitian

Letak dan luas daerah tangkapan air Danau Singkarak

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak terletak pada Kabupaten

Tanah Datar dan Kabupaten/Kota Solok. S. Lembang, S. Sumani, S. Kuok dan S.

Paninggahan adalah sungai-sungai yang berada diwilayah Kabupaten/Kota Solok.

S. Ombilin adalah pengeluaran (output) Danau alami, dan PLTA adalah output

buatan, yang dioperasikan sejak tahun 1999. S. Sumpur dan output Danau

Singkarak berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar.

Peta lokasi DTA Singkarak memperlihatkan DAS dan sub DAS yang

menjadi fokus aplikasi model. DTA terdiri dari tiga DAS dan beberapa SubDAS.

DAS tersebut adalah DAS Sumpur Kudus, Singkarak dan DAS Sumani. SubDAS

sebagai objek penelitian adalah Paninggahan di DAS Singkarak dan Malakotan di

DAS Sumani. Kedua subDAS merupakan lokasi yang dipakai untuk

mengaplikasikan model aliran permukaan.

Peta DTA Singkarak dengan skala gambar 1 : 20.000, dengan luas 1.141,72

Km2terletak dalam SWS Indragiri. Luas DAS, Sub DAS serta panjang sungai

dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 14 sebagai berikut.Gambar 13adalah

photo sungai utama yang mengalir ke Danau Singkarak. Sungai tersebut adalah S.

Sumani/Lembang, S. Kuok, S.Paninggahan dan S. Sumpur kudus. Lebar sungai

lebih dari 10 M dengan kedalaman maksimum diatas 1 M. Ganbar 14

memperlihatkan lokasi penelitian, yang menginformasikan letak DAS

Paninggahan dan Malakotan, stasiun hujan, iklim dan debit yang terdapat di

sekitar DTA Singkarak, cek dam dan embung existing, sungai, jalan danau yang

terdapat pada DTA Singkarak.

Penelitian banyak dilakukan pada DASSumani, karena selain DAS terbesar

pada DAS ini sudah terpasang alat pengukur tinggi muka air dan pencatat hujan

dan iklim. Daerah DAS Sumani juga merupakan pusat pemerintahan pemerintah

Kabupaten dan Kota Solok dan pusat pertanian.

40

Tabel 1 Luas DAS/SubDAS dan panjang sungai pada DTA Singkarak

Gambar 13 Kondisi Sungai pada DTA Singkarak.

No DAS/Sub DAS Luas Km

2 Panjang Keterangan

Sungai Km

I DAS Sumpur 168.5

1. S.Sumpur

19 outlet Danau

II DAS Singkarak 392.05

1.S.Kuok

12.7 outlet Danau

Sub DAS Paninggahan 57.70

2. S.Paninggahan

15.24 outlet Danau

III DAS Sumani 556.94

1. S.Sumani

57.10 outlet Danau

2. S. Lembang

24.7 AWLR

SubDAS Malakotan 70.24

3. S. Malakotan

26.70 AWLR

Sungai Sumani Sungai Kuok

Sungai Sumpur Sungai Paninggahan

41

Gambar 14 Peta lokasi penelitian.

Karakteristik Biofisik DAS

Karakteristik DAS Paninggahan dan Malakotan adalah 2 hal yangberbeda.

Hal ini menyatakan akan perbedaan karakteristik biofifik yang berbeda pula.

42

Karekteristik DAS yang dilihat dari parameter yang dapat menentukan bentuk

DAS tidak terlepas dari analisa hujan, iklim dan lahan.

SubDAS Malakotan bercorak sempit dan memanjang, sedangkan SubDAS

Paninggahanpersegi dan agak lebar. Dari indek Gravelius semakin bulat

corak/bentuk DAS semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga

semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin

lonjong/memanjang DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama

sehingga fluktuasi banjir semakin rendah.

Linsley (1949), menyatakan bahwa jika nilai kerapatan drainase lebih kecil

dari 1 mile.mile-2

(0,62 km.km-2

) DAS akan mengalami penggenangan,

sedangkan jika nilai kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile.mile2 (3,10 km.km

2),

DAS sering mengalami kekeringan. Dalam arti lain semakin besar angka

kerapatan maka makin memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar

laju aliran permukaan. Sosrodarsono (1999), mengatakan harga kerapatan sungai

berkisar 0.3 - 0.5 yang dianggap sebagai indek topografi dan geologi daerah

pengaliran. Kerapatan sungai itu adalah kecil di geologi yang permeabel,

dipegunungan dan dilereng-lereng, tetapi besar untuk daerah yang banyak curah

hujannya. Pada SubDAS diatas nilai kerapatan drainase dibawah 0.62 kmkm-2

,

dan dapat dikatakan bahwa lokasi mengalami pengenangan. Pada Paninggahan

lebih permeable dan berlereng dari Malakotan, karakteristik biofisik DAS dapat

dilihat pada Tabel 2.

Selain itu, kerapatan aliran dapat dihitung dengan cara mengoverlay

(tumpang-susun) peta jaringan sungai dengan peta grid bujursangkar dengan

ukuran tertentu. Dalam studi ini digunakan peta grid ukuran 90m x 90m.

Kemudian dihitung panjang aliran dalam setiap grid sehingga diperoleh hasil

panjang aliran per m2. Nilai kerapatan aliran yang diperoleh dalam tiap grid yang

kemudian dikelaskan dengan kelas kerapatan yang sama akan digabungkan. Cara

ini menghasilkan peta kelas kerapatan aliran yang disebut juga dengan pola aliran

sebagaimana. Pola aliran (drainage pattern) berpengaruh pada efsiensi sistem

drainase dan karakteristik hidrograf sungai terutama pada kecepatan aliran. Peta

kecepatan aliran dapat dilihat pada Gambar 15 s.d 18.

43

Tabel 2 Karakteristik DAS/SubDAS

Gambar 15 Peta kecepatan aliran DAS Paninggahan.

Parameter Satuan SubDAS

Malakotan Paninggahan

Luas (A) km2 70.24 57.70

Keliling (P) Km 58.20 37.77

Indeks Gravelius (Kc) - 1.96 1.40

Persegi Ekuivalen

- Panjang (L) Km 26.70 15.24

- Lebar (l) Km 2.63 3.78

Orde Maksimum (n) - 4 5

Koefisien Corak (F) - 0.10 0.25

Kerapatan Drainase (D) m/ha 3.80 2.64

44

Gambar 16 Peta kecepatan lereng DAS Paninggahan.

Gambar 17 Peta kecepatan aliran DAS Malakotan.

45

Gambar 18 Peta kecepatan lereng DAS Malakotan.

Geomarfologi, Pedologi dan Marfologi

Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari formasi bentang lahan

dan susunannya, yang meliputi bentuk muka bumi sebagai suatu kenampakan

bentang alam pada satu cakupan yang luas sampai cakupan yang lebih detail

berupa bentuk lahan dan pola topografinya. Pedologi adalah ilmu yang

mempelajari berbagai aspek geologi tanah dengan tinjauan berbagai hal tentang

pembentukan tanah (pedogenesis), marfologi tanah (sifat dan ciri fisik dan kimia

tanah), dan klasifikasi tanah.

Proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi, pengendapan dan

vulkanisme yang menghasilkan bentuk muka bumi berupa pegunungan,

perbukitan dan dataran tidak terlepas dari ilmu geomarfologi dan pedologi.

Pengenalan kedua ilmu ini sangat diperlukan dalam mempelajari karakteristik

biofisik DAS, khususnya karakteristik yang mempengaruhi besarnya potensi

limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor. Unsur-unsur seperti

46

kemiringan lereng, panjang lereng, dan keseragaman lereng sangatlah penting

dalam membahas karakteristik biofisik DAS untuk suatu pengelolaan DAS.

Morfometri DAS berupa karakteristik yang menentukan banyaknya air

hujan yang dialirkan atau tertahan, kecepatan aliran, dan waktu tempuh air dari

tempat terjauh sampai di outlet (waktu konsentrasi) yang akan berpengaruh pada

kejadian banjir, baik banjir yang berbentuk genangan (inundasi) maupun banjir

bandang pada DAS tersebut. Morfometri DAS adalah ukuran kuantitatif

karakteristik DAS yang terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah dan

drainase air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS,

bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien

kecuraman sungai.

Pola aliranatau susunan jaringan sungai merupakan karakteristik fisik

drainase DAS yang penting, karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi

sistim drainase dan karakteristik hidrografis serta untuk mengetahui kondisi tanah

dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi. Soewarno (1991), menyatakan

bahwa beberapa pola aliran yang ada adalah: a) Dendritrik, pada umumnya

terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas, misalnya

suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu

bidang horizontal di daerah dataran rendah. b) Radial, pola ini biasanya dijumpai

di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi berbentuk kubah. c)

Rektangular, terdapat di daerah batuan kapur. d) Trellis, biasanya dijumpai pada

daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan.

DAS Malakotan dan DAS Paninggahan mempunyai pola aliran dendritik

(menyerupai percabangan pohon). Pola aliran ini mempunyai peranan besar

terhadap debit puncak dan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi pada DAS

Malakotan ± 14 Jam dan Paninggahan ± 8 Jam. Luas DAS masing-masing DAS

adalah 70.24 km2, dan 57.70 km

2. Gradien kecuraman sungai rata-rata di hulu

adalah 0.4 dan 0.12 dan dihilir adalah 0.0012 dan 0.07.

Topografi DTA Singkarak merupakan daerah yang bergunung dan

berbukit. Dimana pada utara terdapat Gunung Merapi dan diselatan terdapat

gunung Talang, sedangkan bagian barat dan timur merupakan jejaran bukit

barisan. Berdasarkan peta lereng dengan pembagaian kelas lereng berdasarkan

47

peta berskala 1 : 50000 dan interval kontur 25 meter. Kelas lereng tersebut dapat

dilihat pada Tabel 3 berikut. Pembagian kelas lereng mengacu pada pedoman

penyusunan rencana teknik lapangan rehabilitas lahan dan konservasi tanah

daerah aliran sungai (RTL RLKT).

Berdasarkan analisa SIG kemiringan lereng 0-15% yang merupakan

topografi datar, landai dan bergelombang sekitar 69.25% dan 15-100% yang

merupakan topografi curam dan sangaat curam 30.75 %. Pada DTA Singkarak

terdapat badan air yaitu Danau Singkarak, Talang dan D.Bawah yang jumlahnya

sekitar 10.6%, yang terletak pada 0-15%, sehingga jumlah daerah yang

topografinya datar, landai dan bergelombang yang dapat dimanfaatkan untuk

pemukiman, dan pertanian adalah sekitar 58,7%.

Abdurachman et al. (2005) menyatakan bahwa kebanyakan budidaya

pertanian menggunakan lahan datar-berombak, namun tidak sedikit juga petani

yang menggarap lahan berombak bergelombang. Lahan yang berbukit –

bergunung seharusnya dihutankan agar erosi tanah dapat terkendali. Namun pada

kenyataannya lahan seperti ini yang dijadikan lahan budidaya, atau tetap berstatus

hutan tapi vegetasinya rusak dan tanahnya mengalami erosi berat. Pada

Abdurachman (2008) juga menyatakan tingkat laju erosi tanah pada lahan

pertanian berlereng antara 3-15% di Indonesia tergolong tinggi, yaitu berkisar

antara 97,5-423,6 ton/ha/tahun.

Tabel 3 Kelas lereng DTA Singkarak

No Kemiringan Luas Persen

% Km2

1 0% - 3% 304.11 26.64

2 3% - 8% 204.4 17.9

3 8% - 15% 282.07 24.71

4 15% - 25% 232.11 20.33

5 25% - 40% 104.6 9.16

6 40% - 100% 14.43 1.26

Total 1141.72 100

Sumber: Analisis SIG, 2009

48

Tanah dan Geologi DTA Singkarak

Tanah yang dominan pada lokasi penelitian adalah tanah mineral dengan

ketebalan bervariasi antara 50 s.d 150 mm. Jenis tanah mineral meliputi seluruh

lokasi pengembangan kawasan DTA, yang menyebar dari Danau Dibawah ke

utara sampai ke timur kawasan Sirukam dan barat Gunung Talang dan Bukit

Barisan. Adapun tanah mineral tersebut meliputi sebagian besar dari areal

persawahan DTA Singkarak. Tekstur tanah sebagian besar berupa liat, lempung

berliat, Liat berpasir pada bagian top soil (bagian atas). Tanah-tanah tersebut

umumnya belum mengalami perkembangan secara sempurna (medium weathered

soil) terbentuk dari bahan induk abu vulkanik dan endapan aluvium, diduga

merupakan bahan-bahan erosi yang dibawa oleh aliran sungai Batang Lembang,

dan Batang Sumani beserta anak sungainya.

Endapan halus (liat debu, lumpur) dideposisikan disepanjang sungai dan

diselingi oleh endapan pasir di beberapa tempat, sehingga tanah-tanah yang

terbentuk dikawasan DTA ini ialah: Andosol, Inseptisol/Podzolik, dan Ultisol.

Jenis tanah Andosol bertekstur tanah liat serta lempung berpasir dengan tingkat

plastisitas tergolong tidak plastis (non-plastis). Peta tematik satuan tanah terdapat

padaGambar 19.

Geologi adalah ilmu terapan, yang berfungsi sebagai penuntun dalam suatu

perencanaan kesipilan dan pembagunan wilayah. Pada perencanaan teknik sipil

khususnya sipil basah geologi sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu

dibidang pembagunan bendungan/waduk, bendung, terowongan, jembatan, jalan

dan lainnya. Penyelidikan geologi tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran

mengenai sifat–sifat fisik dan teknis pelapisan tanah/batuan yang dijumpai

dilokasi penyelidikan ditinjau dari segi geologi teknik maupun mekanika tanah

dimana data–data tersebut dapat digunakan untuk menunjang tahap tahap

perencanaan selanjutnya.

Pada penelitian ini tidak dilakukan penyelidikan geologi, sebagai gambaran

dipakai peta geologi tematik dari Puslitbang Geologi, 1995; 1996 dengan skala

peta 1: 250000. Peta memperlihatkan keadaan geologi yang terdapat didaerah

pelitian seperti jenis batuan, nama lapisan, formasi pelapisannya, tingkat

pelapukan serta penyebarannya, asal batuan, adanya patahan–patahan serta

49

retakan–retakan dan kontinuitas daripada suatu lapisan struktur geologi dan lain–

lain.

Berdasarkan peta tematik bahwa daerah sekitar danau terbentuk dari batuan

breaksi dan tuffaan terutama dilembah-lembah sungai banyak dijumpai joint serta

kekar yang sifatnya kekar yang saling berhubungan rapat dan berpola tidak teratur

kadang berpola berlapis-lapis sehingga menambah nilai permeabilitas di kawasan

tersebut. Hal ini diinterprestasikan dari adanya Escarpment; Pola aliran serta mata

air searah yang dijumpai di kawasan ini. jenis batuan yang berada di kawasan

tersebut, secara umum dibedakan menjadi 3 satuan batuan yaitu : Batuan lava

andesit, Breksi tuffaan, dan breksi vulkanik, dalam peta daerah penelitian disebut

dengan Aluvium sungai (Qaf), berupa lempung, pasir, kerikil, bongkah batuan

beku, Kipas Aluvium (Qf) yang kebanyakan berupa rombakan andessit dari

gunung api dan Andesit Gunung Talang (Qatg) yang terdiri dari breksi, endapan

lahar, aliran lava, lapili, tuff bersusunan basal dan andesit. Susunan Geologi DTA

Singkarak dapat dilihat pada Gambar 20.

Kondisi Hidrologi dan Iklim DTA Singkarak

Kondisi Debit Sumani

Data debit yang bersumber dari dinas PSDA Propinsi Sumatera Barat adalah

berupa data debit sungai harian pada stasiun AWLR Sumani dan Lembang. Data

debit harian stasiun Sumani periode 1992-2009 adalah:

debit rerata bekisar 7 s.d 24 m3dtk

-1

debit maksimum 26 s.d 242m3dtk

-1

debit minimum 0.01 s.d 14m3dtk

-1

debit tahunan 2690 s.d 10088m3dtk

-1

Ddebit harian stasiun Lembang periode 1992-2009 adalah;

debit rerata bekisar 2.5 s.d 9.7m3dtk

-1

debit maksimum 18 s.d 176m3dtk

-1

debit minimum 0.01 s.d 2.3m3dtk

-1

debit tahunan 545 s.d 3554 m3dtk

-1

50

Fluktuasi debit sungai harian stasiun AWLR Sumani dan Lembang dapat dilihat

pada Gambar 21 dan 22.

Gambar 19 Peta tanah DTA Singkarak.

51

Gambar 20 Peta geologi DTA Singkarak.

52

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

1

13

25

37

49

61

73

85

97

109

121

133

145

157

169

181

193

205

deb

it (

m3

/dt)

tahun

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

1

10

19

28

37

46

55

64

73

82

91

10

0

10

9

11

8

12

7

13

6

14

5

15

4

16

3

17

2

18

1

19

0

19

9

20

8

deb

it (

m3

/dt)

tahun

Gambar 21 Fluktuasi debit harian rata-rata bulanan S. Sumani

tahun 1992-2009.

Gambar 22 Fluktuasi debit harian rata-rata bulanan S. Lembang

tahun 1992-2009.

Karakteristik Debit Sumani

Karakterisasi debit dilakukan terhadap data yang terekam di 2 stasiun

pengukur debit harian yang dipasang oleh Balai PSDA Sumatera Barat pada 30

Desember 1978 di Sumani (Simpang AA) dan 17 Oktober 1984 di Lembang (Batu

kudo). Pengelolaan dan pengumpulan data tercatat dari tahun 1992. Walaupun

data yang terkumpul memiliki periode pencatatan cukup panjang lebih kurang 17

tahun, akan tetapi data-data tersebut tidak ditunjang oleh kualitas data yang

memadai bila dipasangkan dengan stasiun hujan yang ada pada lokasi. Hal ini

karena terdapatnya pencatatan data yang terputus dan kendala lainnya.

Sileksi data penting sekali dilakukan, karena merupakan salah satu cara

untuk menghindari kesalahan analisis yang diakibatkan oleh kualitas data yang

53

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2000

20

40

60

80

100

120

140

Hu

jan

(m

m)

deb

it (

m3

/dt)

Waktu

hujan debit

tidak baik. Data debit dan hujan harian dipilih perekaman data yang kontinyu

selama 1 tahun yang dianggap kondisi hujan dan debit saling berhubungan. Pada

analisa hujan dan debit ini data yang diambil untuk analisa adalah data tahun 1994

dan data tahun 2009. Data ini dianggap mewakili periode tahun 1990 - 1999 dan

periode tahun 2000 - 2010.

Berdasarkan analisa regresi hujan dan debit tahun 1994 dan 2009 adalah

lebih baik dari tahun lainnya. Persamaan regresi untuk tahun 1994 adalah y =

9.3149 X0.7145

dengan R2 adalah 0.7244 (72.44%) dan pada tahun 2009 adalah y =

93.3149 X0.2534

dengan R2 = 0.5163 (52%). Hubungan hujan dan debit dapat

dilihat pada Gambar 23 dan 24sedangkan regresi linear dapat dilihat pada Gambar

25 dan 26.

Gambar 23 Hujan dan debit DAS Sumani tahun 1994.

Gambar 23 menunjukkan bahwa hujan dan debit harian DAS Sumani tahun

1994 terdapat 3 puncak hujan yaitu pada bulan Januari sebesar ±60 mm, Juni

±170mm dan Desember sebesar ±80 mm. Debit pncak pada tahun 1994 yaitu

pada bulan Januari sebesar ± 60m3dtk

-1, April ± 50 m

3dtk

-1 dan Desember ±

50m3dtk

-1.

54

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2000

20

40

60

80

100

120

140

Hu

jan

(m

m)

deb

it (

m3/d

t)

Waktu

hujan

debit

y = 9.3149x0.7145 R² = 0.7244

0

200

400

600

800

1000

0 200 400 600 800

De

bit

Hujan

Gambar 24 Hujan dan debit DAS Sumani tahun 2009.

Gambar 24 menunjukkan bahwa hujan dan debit harian DAS Sumani tahun

2009 memperlihatkan 4 puncak hujan yaitu pada bulan Februari sebesar ±58 mm,

April ±145 mm dan September sebesar ±60 mm serta November ± 45 mm. Ada

3 puncak debit pada tahun 2009 yaitu pada bulan April ± 30 m3dtk

-1, Oktober ± 28

m3dtk

-1 dan Desember ± 25 m

3dtk

-1.

Gambar 25 Regresi hujan dan debit DAS Sumani tahun 1994.

Gambar 25menunjukkan regresi hujan dan debit bulanan DAS Sumani

tahun 1994 yang memperlihatkan nilai regresi cukup baik sebesar 72 % untuk

menyatakan hubungan hujan dan debit pada suatu daerah penelitian. Regresi

hujan dan debit adalah salah satu cara untuk melihat keterkaikan hujan dan debit

55

y = 93.805x0.2534 R² = 0.5163

0

100

200

300

400

500

600

0 100 200 300 400

De

bit

Hujan

satu sama lain yang dinyatakan dalam nilai R2. Gambar 26 menunjukkan nilai

regresi R2 sebesar 52 %. Nilai ini dapat dikatakan baik karena besar dari 40%.

Gambar 26 Regresi hujan dan debit DAS Sumani tahun 2009.

Hidrologi, Iklim dan lahan adalah merupakan bagian dari aspek-aspek

biofisik DAS. Informasi tentang hidrologi, iklim dan lahan adalah unsur penting

dalam perencanaan pada bagunan sipil seperti perencanaan bagunan-bagunan air

(bendung/cek dam, waduk/bendungan/embung, saluran irigasi), jembatan dan

jalan. Embung merupakan bagunan air yang dibahas pada penelitian ini. Embung

adalah bagunan yang difungsikan untuk dapat menampung kelebihan air pada

suatu lahan dan akan dimanfaatkan pada waktu musim kering. Perlu pembahasan

untuk penempatan dan jumlah dari embung tersebut pada suatu DAS. Oleh sebab

itu aspek biofisik DAS perlu diketahui agar analisa yang dilakukan lebih baik dan

sesuai dengan kondisi Suatu DAS.

Elevasi Muka Air Danau Singkarak

Data Elevasi Danau Singkarak merupakan data penting lainya yang harus

ada pada DTA Danau ini. Menurut Laporan Hasil Penelitian Pengembangan

Kawasan Terpadu Danau Singkarak yang dilakukan oleh Balitbang kerjasama

dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat tahun 2003, bahwa

pengamatan tinggi muka air danau selama 20 tahun , tahun 1931 sampai dengan

tahun 1950, tinggi permukaan maksimum ± 363 m dari permukaan laut (dpl), dan

tinggi permukaan minimum ± 360 m dpl, dan hanya pada tahun 1932 yang terjadi

56

360

360.5

361

361.5

362

362.5

363

363.5

364

Jan-

99

Jan-

00

Jan-

01

Jan-

02

Jan-

03

Jan-

04

Jan-

05

Jan-

06

Jan-

07

Jan-

08

Jan-

09

M (

md

pl)

Waktu

Elevasi

elevasi

lebih rendah dari 360 m dpl (dalam PSDA Sumbar 2004). Setelah PLTA

beroperasi pengamatan tinggi muka air danau dilakukan oleh pihak PLN sebagai

salah satu instansi yang terkait langsung terhadap Danau Singkarak. Berdasarkan

pencatatan dari PT. PLN Sektor Bukittinggi, yang dilaporkan ke Balai PSDA

Indragiri berupa data bulanan sampai 2007. Data tinggi muka air 2008-2009

adalah hasil pengumpulan data lapang dan pencatatan lapangan yang dilakukan

peneliti. Data elevasi dan kedalamam danau dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berikut ini adalahgambar fluktuasi muka air Danau Singkarak, data lengkapnya

pada lampiran. Elevasi danau dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28.

Gambar 27 Fluktuasi muka air danau Singkarak.

Sumber : diolah dari data PSDA Propinsi Sumatera Barat dan pencatatan

lapang

Gambar 28 Elevasi muka air Danau Singkarak.

57

Karakteristik Iklim

Curah hujan, Stasiun pencatat curah hujan dan tinggi muka air pada daerah

penelitian dan sekitarnya sudah dibangun semenjak tahun 1984. Berdasarkan hasil

inventarisasi data yang dikumpul, data yang memiliki periode pencatatan

panjang, akan tetapi data-data tersebut tidak ditunjang oleh kualitas data yang

memadai. Ini disebabkan banyaknya pencatatan data yang terputus dan tidak

terdapatnya pasangan data untuk kebutuhan analisa model. Tabel 4 disajikan

yang memperlihatkan data stasiun hujan, tinggi muka air dan klimatologi DTA

Singkarak.

Tabel 4 Nama stasiun hujan dan klimatologi DTA Singkarak

Sumber: BMG Sicincin, BPTP Sukarami, BPSDA Sumbar, Balitklimat Bogor

Berikut adalah data hujan tahunan pada stasiun klimatologi yang datanya

dipakai untuk analisa model pada penelitian ini. Data tersebut adalah data dari

stasiun yang terletak pada DAS Sumani yang terdiri dari Stasiun Bukit sundi,

Lembang Jaya, Saniang bakar, Sukarami dan Sumani. Pengamabilan Stasiun ini

dicocokan dengan keberadaan data debit daerah tersebut, dimana data debit yang

tersedia berada disekitar stasiun hujan tersebut diatas. Pencatatan data cukup

No Nama Stasiun Desa Kecamatan Jenis Stasiun

1 Lembang Jaya

Lembang

Jaya Lembah Gumanti Curah Hujan

2 Sukarami Sukarami Gunuang Talang Curah Hujan

3 Sumani Sumani X Koto Singkarak Curah Hujan

4 Bukit Sundi Bukit Sundi Lembang Jaya Curah Hujan

5 Saniang Bakar

Saniang

Bakar X Koto Singkarak Iklim dan CH

6 Sumani2 Simpang AA Lubuak Sirakah AWLR

7 Lembang Batu Kudo Koto Baru AWLR

8 Malakotan

Jorong

Masajik Kubung CH dan AWLR

9 Aro Paninggahan Junjuang Siriah Iklim dan CH

10 Subarang Paninggahan Junjuang Siriah

Iklim, CH dan

AWLR

11

Padang

Panjang

Padang

Panjang

Kota Padang

Panjang Curah Hujan

12 Kandang IV Kandang IV Koto Tangah Curah Hujan

13 Kayu Tanam Kayu Tanam 6 X 11 Lingkung Curah Hujan

58

panjang yaitu dimulai pada tahun 1984, tapi pada penelitian ini pencatatan data

yang disajikan di mulai dari tahun 1992 karena data debit dimulai dari tahun 1992.

Data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sebagai informasi awal curah hujan tahunan pada daerah studi yaitu berkisar

antara 1694 mm sampai dengan 3278 mm. Curah hujan tahunan rata-rata untuk

tiap-tiap stasiun adalah:

Stasiun Bukit Sundi sebesar 2468 mm per tahun

Stasiun Lembang Jaya sebesar 1694 mm per tahun

Stasiun Saning Bakar sebesar 3278 mm per tahun

Stasiun Sukarami sebesar 2538 mm per tahun,

Stasiun Sumani sebesar 2136 mm per tahun.

Berdasarkan data curah hujan yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa di

daerah studi, curah hujan rata-rata bulanan disetiap stasiun adalah lebih besar dari

100 mm, kecuali di stasiun Saniang Bakar, curah hujan rerata bulanan hanya

sebesar 93 mm pada bulan Juni.

Data curah hujan harian hanya pada stasiun sumani dan Saniang bakar

sedangkan pada stasiun lain tidak terdapat data harian, yang ada hanya data

bulanan yang di himpun dari Balitklimat Bogor. Berdasarkan informasi dari

Balitklimat data curah hujan tersebut di kumpulkan dari BMG dan Dinas Peranian

Sukarami Solok.

Zona Iklim,ditentukanberdasarkan data hujan pada stasiun hujan dan iklim

yang terdapat di sekitar DTA Singkarak. Zona ditentukan menurut LR Oldeman

(1975) bulan basah ialah curah hujan rata-rata jangka panjang lebih dari 200 mm

tiap bulan, sedangkan bulan kering adalah bila rata-rata curah hujan kurang dari

100 mm tiap bulan. Beberapa bulan basah yang terjadi secara berturut-turut

disebut periode basah, begitu juga dengan periode kering. Selanjutnya bila

penggolongan zona iklim dihubungkan dengan periode masa pertumbuhan

tanaman yang didefinisikan oleh LR Oldeman sebagai periode hujan yang lebih

dari 100 mm per bulan, maka suatu wilayah dapat dikelompokkan kedalam zona-

zona agroklimat.

59

Pada DTA Singkarak terdapat 3 zona iklim. Wilayah Stasiun hujan Sumani

digolongkan ke dalam Zona D1, yang merupakan bulan basah karena terdapat

hujan rata-rata diatas 200 mm dan tidak mempunyai curah hujan bulanan dibawah

100 mm. Daerah stasiun penakar hujan Saniang Bakar, Kandang IV, dan Stasiun

Kayu Tanam merupakan zona A dengan bulan basah. Pada daerah stasiun hujan

terdapat bulan basah yang berturut-turut yang didefenisikan sebagai periode

basah. Periode basah selama 7 bulan di stasiun Saniang Bakar, 12 bulan pada

stasiun Kandang IV dan 11 bulan pada Stasiun Kayu Tanam. Pada Stasiun hujan

Padang Panjang dan Bukit Sundi merupakan zona C1 yang merupakan bulan

basah dan periode basah dengan bulan basah beturut-turut selama 4 bulan untuk

stasiun Padang panjang dan 5 bulan pada stasiun Bukit Sundi, dan tidak terdapat

bulan kering. Pada Stasiun Hujan Sukarami merupakan zona B1 dengan kondisi

bulan basah selama 5 bulan hujan rerata yang berturut-turut dan tidak terdapat

bulan kering. Pada Stasiun hujan Lembang Jaya rerata hujannnya tidak

mengambarkan zona karena tidak lengkapnya data pada stasiun. Perhitungan

untuk analisa zona agroklimat ada padaLampiran 3.

Temperatur daerah DTA yang dilihat dari pengukuran iklim pada stasiun

Saniang Bakar, mempunyai temperatur harian rata-rata yang bervariasi. Data

stasiun klimatologi tersebut, memperlihatkan data temperatur rata–rata harian

didaerah kajian adalah berkisar dari 26.94°C sampai dengan 27.65°C. Nilai rata-

rata temperatur tahunan berkisar 26.740C – 30.17

0C. Temperatur tahunan DTA

Singkarak dapat dilihat pada Gambar 29.

Evapotranspirasi (ETp)dihitung berdasarkan persamaan empiris

Thornthwaite. Persamaan yang dikemukakan dapat digunakan pada daerah basah.

Perhitungan evapaotranspirasi terdapat pada Lampiran 4, yang dibuat dalam

tabelaris. Hasil perhitungan evapotranspirasi memperlihatkan ada tanda tanda

kekeringan pada daerah penelitian. Tanda itu diperlihatkan dengan tingginya nilai

Evapotranspirasi potensial, dan ini juga terlihat pada suhu. Walaupun secara

umum curah hujan dari pencatatan tahun 1990-2009 adalah memperlihatkan

bulan basah dengan curah hujan rata-rata dari 8 stasiun hujan 2832 mm.

60

050

100150200250300350

199

01

99

11

99

21

99

31

99

41

99

51

99

61

99

71

99

81

99

92

00

02

00

12

00

22

00

32

00

42

00

52

00

62

00

72

00

82

00

9

ET

P (

mm

)

Tahun

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

25

26

27

28

29

30

31

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

celc

ius

Tahun

Tmp

Evapotranspirasi ini adalah evaporasi dari permukaan lahan yang

ditumbuhi tanaman yang merupakan kebutuhan air konsumtif yang didefinisikan

sebagai penguapan total dari lahan dan air yang diperlukan tanaman.

Evapotranspirasi adalah sangat penting dalam pengembangan model-model

hidrologi terutama untuk aplikasi model di bidang irigasi pengairan. Data

evapotranspirasi bulanan untuk DTA Singkarak adalah sebagaimana yang

diilustrasikan pada Gambar 30.

Gambar 29 Temperatur DTA Singkarak tahun 1990 – 2009

Gambar 30 Evapotranspirasi DTA Singkarak tahun 1990-2009.

Bangunan Panen Hujan Embung dan Chek dam

Embung adalah bagunan penyimpan air yang banyak di bangun didaerah

depresi, biasanya di luar sungai. Embung akan menyimpan air di musim hujan dan

akan dimanfaatkan pada musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

suatu daerah. Sebaiknya pada suatu daerah yang sumber airnya dari embung telah

61

membuat perioritas kebutuhan seperti: untuk penduduk, ternak, dan kebun, karena

jumlah kebutuhan akan menentukan tinggi tubuh embung dan kapasitas tampung

dari embung.

Bentuk embung alami dan buatan yang dijumpai dilapangan mendekati

bujur sangkar, yang berada pada tanah yang liat. Embung buatan juga dibagun

didaerah tanah liat dan pada daerah yang tanahnya kurang liat, daerah tersebut di

lapisi dengan pengeras seperti semen atau tanah liat (lempung) yang diolah seperti

bubur lalu ditempel pada daerah yang ditentukan. Ini dilakukan agar embung

kedap dan air tidak mudah hilang dan embung bobol.

Ditinjau dari sudut konservasi upaya pembagunan embung merupakan suatu

sikap bijak lingkungan (environmental wisdom), karena sesungguhnya

memanfaatkan suatu sumberdaya alam yang melimpah, dan secara ekonomis air

hujan tidak memiliki nilai tukar/jual beli apapun (Naiola 1993)

Manafe et al (1993) mencatat sejumlah dampak positif kehadiran pembuatan

embung di NTT yaitu mengurangi peluang banjir, menekan proses pemiskinan

hara tanaman dan meningkatkan peresapan air tanah. Niola (1993)

mengindentifikasi fungsi dan peranan embung dari sudut biologis-lingkungan dan

konservasi: air deposit embung dapat dimanfaatkan oleh satwa liar savanna

dimusim kemarau, yang berarti kelangsungan (konservasi) rantai makanan

setempat. Terjaminnya kelangsungan hidup burung-burung pemencar biji (yang

minum air embung) berarti menjamin dan meningkatkan stabilitas vegetasi

savanna.

Cek dam atau dam pengendali merupakan salah satu bangunan fisik yang

dibangun dalam rangka menampung sedimen dan sekaligus meningkatkan dan

mengembangkan daya guna air secara maksimal. Sebelum terisi penuh dengan

sedimen, air yang tertahan di check-dam dapat dimanfaatkan untuk irigasi,

pariwisata, perikanan dll. Dam pengendali pada umumnya dibangun pada daerah

hulu sebagai upaya pengamanan proyek-proyek yang lebih besar yang berada di

bawahnya. Walaupun dengan dimensi yang relatif kecil, apabila dibangun dalam

jumlah banyak di daerah hulu yang rawan erosi, bangunan ini cukup efektif dalam

upaya pengendalian sedimentasi yang menimbulkan pendangkalan Sungai, Danau,

Waduk, atau bendungan yang berada di bawahnya dapat ditekan sekecil mungkin.

62

Pada daerah studi sudah terdapat bangunan alami yang fungsinya sama

dengan embung. Bangunan tersebut disebut dengan telaga, tabek, rawang,

empang, dan danau Bagi pemerintah Sumatera Barat pada bagunan ini dibuat

pintu pengambilan untuk mengatur pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan

air suatu daerah dan sebagai data informasi dari BAPEDALDA Sumatera Barat,

bahwa di Solok terdapat embung dan cek dam sebanyak 64 buah, data pada

Lampiran 5. Foto embung dan cek dam pada daerah penelitian dapat dilihat pada

Gambar 31 dan 32.

Gambar 31Embung di DTA Singkarak

Kondisi bangunan chek dam/bendung yang dijumpai di lapangan telah

banyak mengalami kerusakan. Perkiraan dari jumlah yang ada sekitar 70 persen

sudah rusak. Kerusakan di jumpai pada pintu air yang digunakan sebagai bagunan

yang mengatur tinggi muka air di chek dam/bendung. Selain pintu air kerusakan

pada tubuh bendung, seperi retak, patah dan bahkan sudah hilang hanyut terbawa

arus.

Embung Ujang Juaro Embung Jilatang

Embung Sok Panjang Embung Sawah Bilo

63

Gambar 32 Cek dam di DTA Singkarak.

Hasil survey lapangan pada daerah penelitian banyak terdapat embung

(telaga atau waduk waduk kecil baik yang alami maupun buatan. Hal ini

mengindikasikan bahwa pada daerah perlu bagunan bagunan tersebut diatas

karena pada kenyataannya bangunan tersebut sangat membantu masyarakat

setempat dalam memenuhi kebutuhan air baik untuk kehidupan sehari hari

maupun untuk pertanian.

Walaupun sudah terdapat bangunan yang berfungsi sebagai cadangan air

namun pada daerah masih ada beberapa daerah yang mengalami kekeringan dan

juga ada daerah yang mengalami banjir dari tahun ketahun. Oleh sebab itu perlu

dilakukan suatu analisa untuk menentukan jumlah bangunan dan posisi bangunan

yang tepat agar bangunan lebih efektif.

Cek dam Aro Talang Cek dam Andaleh

Cek dam Bukik Jaliang Cek dam Tabek Dangka

64