Keadaan Sosial Budaya Warga
-
Upload
agustina-sekar-puspita -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
Transcript of Keadaan Sosial Budaya Warga
1. Prahara Sosial
Dalam konflik mega proyek tambang pasir besi ini, pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik ini dipilah menjadi 2 kategori, yaitu pihak yang terlibat langsung dan
pihak-pihak yang tidak terlibat langsung dalam konflik. Pihak yang terkait langsung
dalam konflik meliputi:
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(2) PT. Jogja Magasa Iron/ JMI
(3) Masyarakat Pesisir Pantai (Pro dan Kontra)
Sedangkan pihak yang tidak terkait langsung dalam konflik diantaranya:
(1) Elemen-elemen Masyarakat Sipil
(2) Komnas HAM
(3) DPRD
a. Pihak yang terlibat langsung dalam konflik
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat sangat berkepentingan untuk meloloskan investasi asing
langsung, sebagaimana yang terjadi dalam proyek penambangan pasir besi ini. Hal
itu terindikasikan pada saat Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa
Kontrak Karya itu adalah satu-satunya yang berlokasi di Jawa dan juga untuk pasir
besi. KK juga merupakan kontrak karya pertama sejak 1998. Menurutnya, sulit
mencari investasi di saat krisis global seperti saat ini. Terlebih lagi investasi yang
dicarai adalah investasi langsung. Senada dengan menteri ESDM, MS.Hidayat,
Menteri Perindustrian, mengatakan bahwa ia mendukunng prakarsa dan
pembangunan proyek pasir besi di DIY karena dapat menunjang pemenuhan besi baja
nasional yang selama ini masih impor sekitar empat juta ton per tahun.
Pemerintah Provinsi adalah pihak yang paling berkepentingan dan paling
“kuat” mendesakkan proyek penambangan pasir besi ini. Hanya saja yang perlu
dicatat di sini, sebagai penguasa di tingkat provinsi, Sri Sultan HB X dan Pakualam
ke IX, memiliki vested interest yang telah diketahui publik. Sangat jelas di sini terjadi
conflict of interest terkait jabatannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur dengan
kedudukannya sebagai pemilik saham dari korporasi PT. Jogja Magasa Iron (JMI).
Saat berperan sebagai Gubernur, Sultan HB IX (yang notabene adalah Raja di
Kasultanan Jogjakarta cum pemilik saham PT. JMI) mengatakan bahwa rencana
penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo, DI Yogyakarta, tidak boleh
menggusur lahan dan rumah warga. Investor hanya diizinkan menambang di lahan
pasir yang tidak dimanfaatkan warga.
- JMI
PT. JMI pada awalnya bernama PT. Jogja Magasa Mining (JMM). Terkait
penolakan warga pesisir, General Manager PT JMM, Boedi Tjahjono, mengatakan
pihaknya berkomitmen agar proyek penambangan pasir besi mampu mendatangkan
kesejahteraan bagi warga pesisir Kulon Progo. Ia juga menjamin tidak akan ada
penguasaan lahan petani oleh PT JMM, karena izin yang diajukan ke pemerintah
daerah dan pusat adalah pengambilan bijih besi dalam jangka waktu tertentu. Jaminan
ini masih diikuti dengan pemberian kompensasi dan dana pengembangan komunitas,
serta daerah, apabila proyek benar-benar berlangsung. Sehingga JMM merasa tidak
akan mengancam hak asasi warga sekitar.
Sebagaimana tercantum dalam Kontrak Karya, Jogja Magasa Iron ini
merupakan perusahaan berbentuk penananam modal asing (PMA) dimiliki PT Jogja
Magasa Mining dari Indonesia sebesar 30 persen dan Indomines Limited dari
Australia sebesar 70 persen.
- Warga Sekitar
Sejak proses sosialisasi dilakukan, warga pesisir yang pada awalnya sebagian
besar menolak proyek penambangan pasir besi, perlahan-lahan mulai terbelah
menjadi dua kubu. Ditilik dari tata letak wilayah, warga yang berubah sikap
mendukung proyek tambang pasir besi ini umumnya tinggal di sisi utara jalan
Daendles. Dan hampir bisa dipastikan bahwa mereka bukanlah para menggarap lahan
pantai. Karena bukan petani penggarap lahan pantai maka, mereka tidak akan banyak
terdampak atau terugikan dengan adanya proyek.
Sementara itu, warga yang berafiliasi di kubu kontra ini sebagian besar tinggal
di sisi selatan jalan Daendles. Merekalah yang relatif banyak bertumpu pada
penghidupan di sektor pertanian lahan pantai. Besarnya manfaat dan keuntungan
ekonomi yang didapat dari lahan yang mereka garap membuat warga menolak
hadirnya proyek tambang pasir besi
b. Tidak Terlibat Langsung dalam Konflik
- Elemen masyarakat sipil
Beberapa elemen masyarakat sipil memberikan dukungan kepada petani,
beberapa yang lainnya bersikap netral bahkan ada yang tidak tahu menahu
tentang konflik tambang. Dari elemen masyarakat yang mendukung ada
LSM lingkungan, Lembaga Badan Hukum, dan Wahana Lingkungan Hidup.
- DPRD
Mega proyek penambangan pasir besi ini pada agenda Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Propinsi, maka posisi DPRD DIY maupun DPRD Kulon Progo
berada pada posisi yang tidak memiliki daya tawar apapun
- Komnas HAM
Tercatat Komnas HAM telah melakukan 2 kali kunjungan ke Kulon Progo
untuk mengidentifikasi dan menyusun rekomendasi yang akan diajukan pada
Presiden.
2. Permasalahan Ekonomi
- Hilangnya mata pencarahian
Kegiatan bertani di pesisir pantai bagi para warga merupakan penyangga
hidup mereka yang berjumlah 50 ribu jiwa. Supriyadi mencontohkan, bagi
yang mempunyai lahan garapan tanaman cabai 1.200 meter persegi saja bisa
dipanen sebanyak 30 kali dengan hasil rata-rata Rp 70 juta dalam waktu
enam bulan. Sedangkan bagi yang tidak mempunyai lahan garap bisa
menjadi buruh petik cabai dengan bayaran Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per
hari.
- Masalah Pengangguran
Disinyalir bahwa proyek tambang akan menyerap tenaga kerja sebanyak
5.000 pekerja. Terdiri dari pekerja tetap, buruh harian dan pekerja kontrak.
Akan tetapi, jumlah itu sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah petani
yang mencapai puluhan ribu.