Keadaan Sosial Budaya Warga

5
1. Prahara Sosial Dalam konflik mega proyek tambang pasir besi ini, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini dipilah menjadi 2 kategori, yaitu pihak yang terlibat langsung dan pihak-pihak yang tidak terlibat langsung dalam konflik. Pihak yang terkait langsung dalam konflik meliputi: (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (2) PT. Jogja Magasa Iron/ JMI (3) Masyarakat Pesisir Pantai (Pro dan Kontra) Sedangkan pihak yang tidak terkait langsung dalam konflik diantaranya: (1) Elemen-elemen Masyarakat Sipil (2) Komnas HAM (3) DPRD a. Pihak yang terlibat langsung dalam konflik - Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat sangat berkepentingan untuk meloloskan investasi asing langsung, sebagaimana yang terjadi dalam proyek penambangan pasir besi ini. Hal itu terindikasikan pada saat Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa Kontrak Karya itu adalah satu-satunya

Transcript of Keadaan Sosial Budaya Warga

Page 1: Keadaan Sosial Budaya Warga

1. Prahara Sosial

Dalam konflik mega proyek tambang pasir besi ini, pihak-pihak yang terlibat

dalam konflik ini dipilah menjadi 2 kategori, yaitu pihak yang terlibat langsung dan

pihak-pihak yang tidak terlibat langsung dalam konflik. Pihak yang terkait langsung

dalam konflik meliputi:

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

(2) PT. Jogja Magasa Iron/ JMI

(3) Masyarakat Pesisir Pantai (Pro dan Kontra)

Sedangkan pihak yang tidak terkait langsung dalam konflik diantaranya:

(1) Elemen-elemen Masyarakat Sipil

(2) Komnas HAM

(3) DPRD

a. Pihak yang terlibat langsung dalam konflik

- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pemerintah Pusat sangat berkepentingan untuk meloloskan investasi asing

langsung, sebagaimana yang terjadi dalam proyek penambangan pasir besi ini. Hal

itu terindikasikan pada saat Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa

Kontrak Karya itu adalah satu-satunya yang berlokasi di Jawa dan juga untuk pasir

besi. KK juga merupakan kontrak karya pertama sejak 1998. Menurutnya, sulit

mencari investasi di saat krisis global seperti saat ini. Terlebih lagi investasi yang

dicarai adalah investasi langsung. Senada dengan menteri ESDM, MS.Hidayat,

Menteri Perindustrian, mengatakan bahwa ia mendukunng prakarsa dan

pembangunan proyek pasir besi di DIY karena dapat menunjang pemenuhan besi baja

nasional yang selama ini masih impor sekitar empat juta ton per tahun.

Pemerintah Provinsi adalah pihak yang paling berkepentingan dan paling

“kuat” mendesakkan proyek penambangan pasir besi ini. Hanya saja yang perlu

Page 2: Keadaan Sosial Budaya Warga

dicatat di sini, sebagai penguasa di tingkat provinsi, Sri Sultan HB X dan Pakualam

ke IX, memiliki vested interest yang telah diketahui publik. Sangat jelas di sini terjadi

conflict of interest terkait jabatannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur dengan

kedudukannya sebagai pemilik saham dari korporasi PT. Jogja Magasa Iron (JMI).

Saat berperan sebagai Gubernur, Sultan HB IX (yang notabene adalah Raja di

Kasultanan Jogjakarta cum pemilik saham PT. JMI) mengatakan bahwa rencana

penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo, DI Yogyakarta, tidak boleh

menggusur lahan dan rumah warga. Investor hanya diizinkan menambang di lahan

pasir yang tidak dimanfaatkan warga.

- JMI

PT. JMI pada awalnya bernama PT. Jogja Magasa Mining (JMM). Terkait

penolakan warga pesisir, General Manager PT JMM, Boedi Tjahjono, mengatakan

pihaknya berkomitmen agar proyek penambangan pasir besi mampu mendatangkan

kesejahteraan bagi warga pesisir Kulon Progo. Ia juga menjamin tidak akan ada

penguasaan lahan petani oleh PT JMM, karena izin yang diajukan ke pemerintah

daerah dan pusat adalah pengambilan bijih besi dalam jangka waktu tertentu. Jaminan

ini masih diikuti dengan pemberian kompensasi dan dana pengembangan komunitas,

serta daerah, apabila proyek benar-benar berlangsung. Sehingga JMM merasa tidak

akan mengancam hak asasi warga sekitar.

Sebagaimana tercantum dalam Kontrak Karya, Jogja Magasa Iron ini

merupakan perusahaan berbentuk penananam modal asing (PMA) dimiliki PT Jogja

Magasa Mining dari Indonesia sebesar 30 persen dan Indomines Limited dari

Australia sebesar 70 persen.

- Warga Sekitar

Sejak proses sosialisasi dilakukan, warga pesisir yang pada awalnya sebagian

besar menolak proyek penambangan pasir besi, perlahan-lahan mulai terbelah

menjadi dua kubu. Ditilik dari tata letak wilayah, warga yang berubah sikap

mendukung proyek tambang pasir besi ini umumnya tinggal di sisi utara jalan

Daendles. Dan hampir bisa dipastikan bahwa mereka bukanlah para menggarap lahan

Page 3: Keadaan Sosial Budaya Warga

pantai. Karena bukan petani penggarap lahan pantai maka, mereka tidak akan banyak

terdampak atau terugikan dengan adanya proyek.

Sementara itu, warga yang berafiliasi di kubu kontra ini sebagian besar tinggal

di sisi selatan jalan Daendles. Merekalah yang relatif banyak bertumpu pada

penghidupan di sektor pertanian lahan pantai. Besarnya manfaat dan keuntungan

ekonomi yang didapat dari lahan yang mereka garap membuat warga menolak

hadirnya proyek tambang pasir besi

b. Tidak Terlibat Langsung dalam Konflik

- Elemen masyarakat sipil

Beberapa elemen masyarakat sipil memberikan dukungan kepada petani,

beberapa yang lainnya bersikap netral bahkan ada yang tidak tahu menahu

tentang konflik tambang. Dari elemen masyarakat yang mendukung ada

LSM lingkungan, Lembaga Badan Hukum, dan Wahana Lingkungan Hidup.

- DPRD

Mega proyek penambangan pasir besi ini pada agenda Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Propinsi, maka posisi DPRD DIY maupun DPRD Kulon Progo

berada pada posisi yang tidak memiliki daya tawar apapun

- Komnas HAM

Tercatat Komnas HAM telah melakukan 2 kali kunjungan ke Kulon Progo

untuk mengidentifikasi dan menyusun rekomendasi yang akan diajukan pada

Presiden.

2. Permasalahan Ekonomi

- Hilangnya mata pencarahian

Kegiatan bertani di pesisir pantai bagi para warga merupakan penyangga

hidup mereka yang berjumlah 50 ribu jiwa. Supriyadi mencontohkan, bagi

yang mempunyai lahan garapan tanaman cabai 1.200 meter persegi saja bisa

dipanen sebanyak 30 kali dengan hasil rata-rata Rp 70 juta dalam waktu

enam bulan. Sedangkan bagi yang tidak mempunyai lahan garap bisa

menjadi buruh petik cabai dengan bayaran Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per

hari.

Page 4: Keadaan Sosial Budaya Warga

- Masalah Pengangguran

Disinyalir bahwa proyek tambang akan menyerap tenaga kerja sebanyak

5.000 pekerja. Terdiri dari pekerja tetap, buruh harian dan pekerja kontrak.

Akan tetapi, jumlah itu sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah petani

yang mencapai puluhan ribu.