Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

8
KEADAAN EKONOMI INDONESIAPADA MASA AWAL KEERDEKAAN (1945) HINGGA 1950 I. KONDISI EKONOMI INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN Keadaan ekonomi Indonesia pada akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar belakang keadaan yang kacau tersebut disebabkan karena : • Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia. • Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk mengatur ekonomi keuangan yang mantap. • Tingalan pemerintah pendudukan Jepang dimana ekonomi saat pendudukan Jepang memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan perang Jepang. Membuat pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari keterpurukan. • Kondisi keamanan dalam negeri sendiri tidak stabil akibat sering terjadinya pergantian kabinet, dimana hal tersebut mendukung ketidakstabilan ekonomi. • Politik keuangan yang berlaku di Indonesia dibuat di negara Belanda guna menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan untuk menghancurkan ekonomi nasional. • Belanda masih tetap tidak mau mengakui kemerdeaan Indonesia dan masih terus melakukan pergolakan politik yang menghambat langkah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi.

Transcript of Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

Page 1: Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

KEADAAN EKONOMI INDONESIAPADA MASA AWAL KEERDEKAAN (1945) HINGGA

1950

I. KONDISI EKONOMI INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN

Keadaan ekonomi Indonesia pada akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya

Republik Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar belakang keadaan yang kacau tersebut

disebabkan karena :

• Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana

belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia.

• Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk mengatur ekonomi

keuangan yang mantap.

• Tingalan pemerintah pendudukan Jepang dimana ekonomi saat pendudukan Jepang

memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan perang Jepang. Membuat

pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari keterpurukan.

• Kondisi keamanan dalam negeri sendiri tidak stabil akibat sering terjadinya pergantian

kabinet, dimana hal tersebut mendukung ketidakstabilan ekonomi.

• Politik keuangan yang berlaku di Indonesia dibuat di negara Belanda guna menekan

pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan untuk menghancurkan ekonomi nasional.

• Belanda masih tetap tidak mau mengakui kemerdeaan Indonesia dan masih terus

melakukan pergolakan politik yang menghambat langkah kebijakan pemerintah dalam

bidang ekonomi.

2. . KONDISI POLITIK INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN

          Pada masa ini elit politik kita didominasi oleh para intelektual. Mereka umumnya

berasal dari kelas sosial “atas” dalam lingkungan sosial masyarakatnya. Ini terjadi sebagai

konsekuensi logis kebijakan politik etis pemerintah kolonial Belanda yang hanya

membolehkan kelas-kelas “tertentu” dalam masyarakat yang dapat mengenyam

pendidikan tingi. Mereka akhirnya tumbuh sebagai elit yang mampu berfikir lebih luas dan

keluar dari lingkup berpikir kelas sosial mereka menuju penderitaan menua bangsa dan

Page 2: Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

rakyatnya, yaitu belenggu penjajahan, yang harus segera diakhiri. Mereka beralih dari anak

muda inlander yang tidak tahu apa-apa menjadi pengerak dan pelopor gerakan

kemerdekaan. Muda, terdidik dan kosmopolitan. Menjadi apa yang disebut Ali Syariati,

rausan fikr, intelektual yang tercerahkan yang menjadi penggerak revolusi. H.Agus Salim,

M.H Thamrin, dr Wahidin, dr Tjiptomangunkusumo, DR Rivai, H.O.S Cokroaminoto, Sutan

Syahrir, Muhammad Hatta, Sukarno, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Soepomo, Kibagus

Hadikusno, Hasyim Asyari, IJ Kasimo, Muh Natsir sekedar menyebut contoh generasi ini.

Para dokter, sarjana hukum, doktorandus ekonomi, insinyur teknik, ulama didikan Mesir

dan Mekah, Arab Saudi.

Mereka muncul sebagai intelektual dan mengambil kiprah sebagai elit politik. Karena ciri

intelelektualitas ini, mereka selalu bergerak atas dasar keyakinan keyakinan normatif-

idealis akan perjuangannya. Pragmatisme mereka akan menjadi “elit baru” bila Indonesia

merdeka masih begitu kecil, untuk mengatakan tidak ada. Kondisi yang demikian bukan

menihilkan konflik diantara mereka satu sama lain. Konflik yang tercipta lebih pada

perbedaan bagaimana jalan perjuangan yang tepat menuju kemerdekaan. Ada yang setuju

koperasi, ada pula yang lebih yakin dengan non koperasi, dalam hal membangun

perjuangan vis a vis pemerintahan kolonial. Ada yang setuju melalui penggalangan massa

rakyat besar-besaran, dan ada pula yang lebih yakin dengan membentuk kader-kader yang

militan dan terdidik. Mereka berpolemik di media, saling beradu argumen, tapi tak

bertengkar satu sama lain, sehingga rakyat meneladani bagaimana perbedaan yang mereka

bangun menjadi kekuatan.

Pada masa ini, mereka bisa membuang jauh jauh prasangka kelompok yang mengungkung

mereka. Mereka memang pada awalnya berjuang atas nama kelompok. Jawa, Ambon,

Sumatera, Selebes, Islam, Katolik, Barat, Timur dan berlainan asal. Namun mereka bisa

bersatu atas ke-Indonesia-an yang tidak lagi sloganis yang kosmetik. Ada yang rela mundur

satu, untuk maju seribu. Kesediaan kalangan Islam untuk mencabut tujuh kata dalam

Piagam Jakarta sekedar menyebut contoh, dilakukan demi persatuan dan kesatuan bangsa

yang baru merdeka. Tanpa darah, tanpa senjata. Semua hanya dengan argumen, kesatuan

dan persatuan.

Page 3: Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

Bahkan idealisme mereka tetap tercermin dalam hidup, yang menggambarkan betapa

mereka tidak jauh dari hidup masa rakyat yang banyak. H A Salim, diplomat ulung,

intelektual-ulama, menteri kabinet, hingga akhir hayatnya tetap memilih hidup bersama

rakyat di gang kecil di pingiran kwitang. Hatta muda bersumpah tidak akan menikah

sebelum Indonesia merdeka, dan itupun ia buktikan. Syahrir yang hidup berhari-hari

bersama rakyat dan para pekerja di pedalaman Garut, hanya agar ia tahu betul dan

merasakan apa yang diderita rakyatnya. Betapa rakyat, dalam arti sesungguhnya menjadi

napas dalam keseharian hidup elit ketika itu. Namun diatas perbedaan itu, mereka bisa

bahu membahu.

Beberapa bulan setelah diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada 17

Agustus 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat negara yang mengubah secara

signifikan konstelasi elit ketika itu. Maklumat pertama adalah maklumat No X tanggal 16

Oktober 1945 tentang pembentukan Komite Nasional (KNIP) sebagai lembaga legislatif

sementara sebelum DPR MPR yang sesuai konstitusi belum terbentuk dan maklumat kedua

tertanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai dan kehidupan

berdemokrasi.

Para aktivis pro kemerdekaan sebagaimana disebutkan diatas memiliki kesempatan

berkarier di sektor sipil pada lembaga yang menjadi konsekuensi logis dikeluarkannya

maklumat-maklumat tersebut. Jalur perjuangan mereka adalah melalui partai politik,

birokrasi, menteri, kabinet serta Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Mereka mengisi

cabang pertama yang pada umumnya berfokus bagaimana berjuang di jalur diplomasi

melawan keinginan belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia, setelah Jepang

menyerah pada sekutu. Medan mereka adalah meja perundingan. Sementara cabang kedua

mulai terbentuknya elit baru yaitu kalangan militer. Meskipun mereka elit yang belum

pernah ada dalam kancah politik Indonesia sebelumnya, peranan mereka di fase ini begitu

signifikan. Sektor karier mereka adalah medan pertempuran.Bagaimana memastikan

kekuatan Jepang hengkang dari republik, dan Belanda tidak bisa sedikitpun menjejak

kembali ke bumi pertiwi. Jenderal Sudirman, Urip Sumoharjo, Nasution, TB Simatupang,

sekedar menyebut nama dari kelompok ini. Mereka berlatar pendidikan militer yang

berbeda beda. Ada yang terkader melalui akademi militer Belanda, ada yang melalui PETA

Page 4: Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

pada masa pendudukan Jepang, atau sekedar laskar-laskar perjuangan rakyat. Tapi mereka

bersatu dalam satu peperangan melawan penjajah yang ingin kembali.

Pada fase ini nuansa konflik yang lebih luas mulai satu demi satu merasuk dalam

aktivitas politik elit Indonesia. Di sektor sipil cara berfikir kepartaian yang cenderung

mengedepankan kepentingan kelompok mulai mendominasi. Hanya karena perbebedaan

pandangan dalam menyelesaikan masalah politik atau diplomasi dengan pihak Belanda,

kabinet bisa bubar, dan mandat harus segera dikembalikan oleh PM kepada Presiden.

Tercatat pada fasa ini (1945-1949) terjadi pegantian kabinet sebanyak delapan kali,

“hanya” karena hal sepele yaitu ketidaksepakatan partai partai elemen pemerintah. Ini

berarti rata rata satu kabinet hanya berusia sepuluh bulan.

Namun meskipun demikian, perpolitikan Indonesia pada fase ini memiliki faktor

Sukarno-Hatta yang begitu kuat, sehingga setiap kali gonjang ganjing politik yang

mengakibatkan bubarnya kabinet, mandat tetap bisa dikembalikan kepada mereka tanpa

kisruh berkepanjangan, dan mandat itu bisa diberikan kembali ke kabinet selanjutnya.

Faktor yang tidak pernah terulang, setidaknya sampai saat sekarang, adalah wibawa kepala

negara, presiden dan wakil presiden begitu melembaga, dan membuat variabel politik lain

akan segera ikut dalam determinan kepala negara bila terjadi instabilitas politik. Sejarah

kerap timpang kita pelajari. Yang kita tahu, waktu partai partai silih berganti berkuasa

hanya karena kekuasaan padahal bukan semata karena hal itu. Memang dinamika sejarah

yang membuat itu terjadi sementara nilai etik, betapa kuatnya lembaga presiden dalam

menjadi penengah setiap konflik politik, nilai moral mengembalikan mandat ketika

pemerintahan tidak lagi diakui oleh partai-partai pendukung tidak pernah kita pelajari

dengan baik

Sebagaimana dikemukakan di atas, fasa ini juga mula bertumbuhnya peranan

militer sebagai kekuatan tersendiri dalam kawah candradimuka kekuasaan di tingkat elit

Indonesia. Diluar dugaan sebelumnya, peranan militer mulai menguat drastis seiring

popularitasnya berjuang bersama rakyat. Doktrin militer rakyat muncul pada fase ini.

Militer tertrasendesikan sebagai pejuang rakyat. Bahkan, Panglima Sudirman memiliki

wibawa pada maqam-nya tersendiri pula. Tidak menerima ajakan presiden untuk ikut

bersama-sama ke pengasingan ketika Ibu Kota RI di Yogyakarta diserang dalam Agresi

Militer Belanda, padahal kita tahu, presiden adalah panglima tertinggi, dan perintahnya

Page 5: Keadaan ekonomi indonesiapada masa awal keerdekaan

adalah komando.Namun, justru Sudirman mengindahkan komando itu dalam keadaan

menderita penyakit tbc kritis. Beliau lebih memilih berjuang bersama rakyat. Ini

setidaknya memberikan gambaran bagi militer, khususnya angkatan darat, bahwa pada

tubuhnya tertanam kekuasaan tersendiri yang ia bawa sejak kelahirannya sebagai tentara

Indonesia.

Namun demikian, tetap saja kepatuhan militer pada supremasi sipil pada fase ini

masih terpelihara. Semua aktivitas ketentaraan tetap berada di bawah koordinasi

kementrian pertahanan yang selalu dipimpin oleh otoritas sipil.

2. . KONDISI SOSIAL BUDAYA INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN

Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi perubahan sosial yang ada di dalam

kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan sebelum kemerdekaan di

proklamirkan, didalam kehidupan bangsa Indonesia ini telah terjadi diskriminasi rasial

dengan membagi kelas-kelas masyarakat. Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum

kemerdekaan di dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah

masyarakat rendahan yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau

penguasa.

Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi

bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan

kewajiban yang sama dalam segala bidang.

Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah dicanangkan sejak awal adalah

mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah yang menjadikan misi

utama yaitu menitik beratkan pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di

pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan

yang juga menjabat sebagai menteri pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.