KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH...

117
i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA BARAT) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Agar Memenuhi Salahsatu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) oleh : MOCHAMAD AWALUDIN ROMDONI 108044100034 KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M

Transcript of KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH...

Page 1: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

i

KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH

PEBAYURAN KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA

BARAT)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Agar Memenuhi

Salahsatu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

oleh :

MOCHAMAD AWALUDIN ROMDONI

108044100034

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014 M

Page 2: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN

KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA BARAT)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Agar Memenuhi

Salahsatu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

Oleh

MOCHAMAD AWALUDIN ROMDONI

108044100034

Pembimbing Skripsi

(Dr. Hj. Mesraini, M. Ag)

NIP. 197602132003122001

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014 M

Page 3: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

iii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul “KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH

PEBAYURAN KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA

BARAT)”, telah diujikan dalamSidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 09 Mei

2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 09 Mei 2014

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. J.M. Muslimin, M.A.

NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

1. Ketua Drs. H.A.Basiq Djalil, SH., MA. (...……………..)

NIP. 195003061976031001

2. Sekretaris Hj. Rosdiana, MA. (...……………..)

NIP. 196509081995031001

3. Pembimbing Dr. Hj. Mesraini, M. Ag (...……………..)

NIP. 197602132003122001

4. Penguji I Dr. H. J.M. Muslimin, M.A. (...……………..)

NIP. 196808121999031014

5. Penguji II Drs. H.A.Basiq Djalil, SH., MA. (...……………..)

NIP. 195003061976031001

Page 4: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

iv

LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 April 2014

Mochamad Awaludin Romdoni

Page 5: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

v

ABSTRAKSI

Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya

berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak

terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga

dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya beberapa faktor,

baik dalam pengelolaan, masalah administrasi serta pengembangan harta benda wakaf

ditemukan dalam masyarakat Indonesia.

Fakta demikian banyak ditemukan di beberapa daerah, yang pada akhirnya

perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan namun sebaliknya.Bahkan

banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan pihak ketiga akibat tidak

adanya bukti tertulis, seperti ikrar wakaf, sertifikat tanah belum jelas dan banyak lagi

yang lainnya.Hal itu seperti yang ditemukan oleh penulis di daerah Kertasari Kec.

Pebayuran Kab. Bekasi.Yang mana ada beberapa kendala praktik wakaf di daerah itu,

hingga kini belum bisa tersertifikasi tanah wakaf.Padahal menurut UU No. 41 Tahun

2004 Tentang Wakaf pada pasal 32 dan Pasal 68 diwajibkan untuk didaftarkan

kepada pihak yang berwenang setelah dilakukan ikrar wakaf didepan PPAIW

(Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf). Masalah lain dari praktik wakaf di daerah

Kertasari yaitu wakif dalam hal ini H. M. Yasin juga turut serta menjadi nadzir

(pengelola wakaf) dalam yayasan Hidayatunnajah. Untuk itu bagaimanakah

kedudukan kedua masalah tersebut jika dilihat dari segi hukum Islam (fiqh) dan

peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Setelah melakukan observasi dan wawancara denganberbagai narasumber,

penulis menemukan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Keabsahan wakaf tidak terlepas dari segi legalitas (sah atau tidaknya) sebuah

praktik wakaf secara hukum. Dalam hal ini kesahihan praktik wakaf dilihat dari

pandangan hukum Islam (fiqh), hal tersebut juga tidak terlepas dari kebenaran

menurut hukum secara tertulis ataupun pada tataran ijtihad para ulama. Untuk itu

diperlukan penelahaan pada kajian normatif (hukum) maupun segi kesejarahan

praktik wakaf. Ulama klasik dalam menetapkan sebuah keabsahan wakaf dilihat

dari keberadaan syarat dan rukun itu pada praktiknya. Adapun Rukun wakaf

menurut mayoritas ulama selain Hanafi adalah orang yang mewakafkan (fikaw),

tujuan diwakafkan (maukuf ‘alahi), barang wakafan (maukuf bih), dan sighat

wakaf. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, rukun wakaf itu hanya ada satu, yaitu

shighat. Shighat di sini adalah lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf

atau pelafalan yang menunjukan makna (substansi) wakaf. Dan tidak

ditemukannya persyaratan keharusan pencatatan ataupun pendaftaran wakaf

seperti dalam perundangan Indonesia.

2. Setelah adanya UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan

PP (Peraturan Pemerintah) No. 28 Tahun 1977 Tentang perwakafan Tanah Milik,

Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang

Page 6: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

vi

No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Bahwa praktik wakaf bisa dikatakan sah dan

kuat secara hukum bila unsur-unsur rukun-syarat wakaf terpenuhi dan didaftarkan

kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini wakaf yang tidak bergerak kepada

PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) daerah dan Badan Pertanahan

setempat. Jika tidak terpenuhi maka sah saja wakaf jika praktik wakaf dilakukan

sebelum UU. No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf berlaku. Namun terdapat praktik

wakaf setelah lima tahun diberlakukan undang-undang ini maka praktik wakaf

tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan mengikat (sah). Pasal 69

undang-undang ini menegaskan: (1) Dengan berlakunya Undang-Undang

ini,wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah

sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini. (2) Wakaf sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak

Undang-Undang ini diundangkan.

3. Jika dilihat dari segi keabsahannya praktik wakaf di daerah Kertasari Kec.

Pebayuran Kab. Bekasi adalah sah secara fiqh. Karena terkumpulnya syarat dan

rukunya seperti wakifnya adalah H. Muhammad Yasin, tujuan wakaf (mauquf

‘alahi) yaitu sebagai balai pendidikan Islam, barang wakafnya (maukuf bih) yaitu

tanah dengan luas 84.000 M2

(Delapan Puluh Empat Ribu Meter Persegi) dan tiga

buah bangunan di atasnya, ikrar wakaf telah dilakukan oleh wakif baik dengan

lisan maupun dengan tulisan tanpa mengandung kesamaran. Untuk masalah

pendaftaran wakafnya sendiri demi kepentingan pencatatan administratif, jika

dilihat dari perspektif perundangan Indonesia maka belum dikatakan sah sebagai

tanah wakaf, karena belum terselesaikannya pendaftaran wakaf itu sendiri.

Pendaftaran wakaf merupakan hal terpenting dalam peraturan perundangan

Indonesia, karena pencatatan dan pendaftaran menyulitkan sengketa pertanahan

(wakaf) dikemudian hari.

Key Word /Kata Kunci: KeabsahanWakaf, Pandangan Fiqh, dan Pandangan

Perundang-undangan Indonesia

Page 7: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang merajai alam

semesta yang telah memberikan kenikmatan kepada semua hamba-Nya sehingga

dengan nikmat tersebut kita semua masih dalam lindungan-Nya.Yakni nikmat iman,

Islam dan kesehatan.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw.

yang menjadi teladan bagi semua manusia tak terkecuali penulis sendiri, semoga kita

semua mendapatkan syafa’atnya di hari akhirat.

Akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

“Keabsahan Peraktik Wakaf (Studi Kasus Daerah Pebayuran Km 08 Kertasari-

Pebayuran Kab. Bekasi Jawa Barat)” .Penulisan skripsi ini guna memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah pada Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.Dalam penulisan skripsi

ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan jauh dari

sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata.

Keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas berkat dukungan

doa, moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang

berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada

Bapak:

Page 8: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

viii

1. Dr. H. J.M Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA, dan Hj. Rosdiana, MA, Selaku Ketua

dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.

3. Dr. Hj. Mesraini, M.Ag selaku pembimbing yang dengan berbagai

kesibukannya masih sempat untuk berdiskusi dan memeriksa skripsi

penulis dan selalu memberikan motivasi serta arahan kepada penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Staff pengajar (dosen) Prodi Ahwal Al-SyakhshiyyahFakultas

Syariah dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan

memberikan motivasi sepanjang penulis berada di sini.

5. Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan hukum yang telah memberikan

fasilitas referensi buku-buku dalam studi kepustakaan.

6. Drs. H. Agus Sujadi. Kepala KUA Pebayuran Kab. Bekasi, dan KH

Mahrus Amin. Mudir Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta yang

telah memberikan informasi kepada penulis.

7. Teristimewa untuk ayahanda H. Jamaludin dan ibunda Hj. Mardiah

Akhmad tercinta, yang telah merawat dan mengasuh serta mendidik

dengan penuh kasih sayang dan memberikan pengorbanan yang tak

terhitung nilainya baik dari segi moril maupun materil. Dan untuk adik-

adikku Moch. Ihsan R dan Moch. Hafidz Al azka.

Page 9: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

ix

8. Teristimewa untuk adinda Resta Dwiva tercinta yang setia menemani dan

memberikan support dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini.

9. Teman-teman senasib dan seperjuangan Konsentrasi Peradilan Agama

angkatan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

menjadi sandaran dalam keseharian penulis serta tidak pernah henti

memberikan support juga bantuannya dalam penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman tercinta Ahmad Fauzi, Faisal hidayatullah, Muhdi Abdul

Aziz, Aufar Ramadano Putra, Ryan Umar, M. Nurul Fachri, M. Subhi

Mahma Soni, dan M Iqbal Perdana yang telah memberikan support,

inspirasi dan motivasi kepada penulis.

Demikian ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan mudah-mudahan

kebaikan-kebaikannya dapat diterima dan dibalas Allah SWT.Dengan kerendahan

hati penulis mengucapkan terimakasih banyak.

Jakarta,11 April 2014

Penulis

Mochamad Awaludin Romdoni

Page 10: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

x

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................................... iii

HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................................ iv

ABSTRAKSI ..................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................... 12

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 13

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 14

E. Metodelogi Penelitian ................................................................................ 14

F. Review Terdahulu ...................................................................................... 19

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 22

BAB II KONSEP HUKUM WAKAF ......................................................................... 24

A. Pengertian Wakaf ........................................................................................ 24

B. Dasar Hukum Wakaf ................................................................................... 28

C. Syarat dan Rukun Wakaf ............................................................................ 30

Page 11: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

xi

D. Sejarah Hukum Perwakafan Di Indonesia .................................................. 33

BAB III KRONOLOGIS MASALAH WAKAF DI DAERAH PEBAYURAN

KAB. BEKASI-JAWA BARAT ..................................................................... 44

A. Kronologis Wakaf ....................................................................................... 44

B. Pokok Permasalahan ................................................................................... 49

C. Data data Terkait ......................................................................................... 51

BAB IV KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF STUDI KASUS DAERAH

PEBAYURAN KM. 8 KAB. BEKASI - JAWA BARAT ............................ 57

A. Keabsahan Wakaf Perspektif Fiqh ............................................................. 57

B. Keabsahan dan Prosedur Wakaf Perspektif

Perundangan-undangan Indonesia ............................................................. 65

C. Analisis Kasus ............................................................................................. 74

BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 83

A. Kesimpulan ................................................................................................ 83

B. Saran-saran ................................................................................................. 85

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................... 91

1. Surat Wawancara ........................................................................................ 91

2. Hasil Wawancara I ...................................................................................... 92

3. Hasil Wawancara II ..................................................................................... 96

Page 12: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

xii

4. Hasil Wawancara III ................................................................................... 100

5. Foto Wawancara.......................................................................................... 105

Page 13: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membicarakan tentang persoalan wakaf adalah merupakan isu yang

menarik.1 Perwakafan atau wakaf merupakan pranata dalam keagamaan Islam

yang sudah mapan. Dalam hukum Islam, wakaf termasuk ke dalam ibadah

kemasyarakatan (ibadah ijtimaiyah). Sepanjang sejarah Islam, wakaf merupakan

sarana dan modal yang amat penting dalam memajukan perkembangan agama2

dan kemajuan Negara bangsa.

Tujuan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk

mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang

terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis. Salah satu

langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan

peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan

menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan

1 Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 318.

2 Departemen Agama, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Proyek

Peningkatan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 1

Page 14: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

2

ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum,

sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.3

Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum

sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta

benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke

tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak

hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir4 dalam mengelola dan

mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang

kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya

dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan

peruntukan wakaf.

Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqof yang artinya al-habs

(menahan).5 Dalam pengertian istilah, wakaf adalah menahan atau menghentikan

harta yang dapat di ambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk

mendekatkan diri kepada Allah.6 Menurut Sayyid Sabiq wakaf berarti menahan

harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.7 Menurut Muhammad Jawad

3 Penjelasan UU. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. hlml. 18

4 Adalah orang yang memegang amanah untuk memelihara dan menyelenggarakan harta

wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Suhrawardi K. Lubis, dkk, wakaf dan Pemberdayaan Umat,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 150.

5 Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunah, (Beriut: Dar al-Fikr, tth), hlm. 307. Lihat juga Syeikh

Zainuddin Ibn Abd Aziz Al-maliabary, Fath al-Mu’min, (Semarang: Toha Pura, tth), hlm. 87.

6 Imam Taqiyuddin Abu Baakar ibn Muhammad al-Hussain, Kifayah al-Akhyar, Juz 1,

(Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t,th), hlm. 319.

Page 15: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

3

Mughniah, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaanya dilakukan

dengan jalan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.8

Menurut Amir Syarifuddin, wakaf adalah menghentikan pengalihan hak atas

suatu harta dan menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai

pendekatan diri kepada Allah.9 Sedangkan menurut As Shan’ani, wakaf adalah

menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau

merusakan bendanya (ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.10

Dari rumusan pengertian di atas terlihat bahwa dalam fiqh Islam, wakaf

sebenarnya dapat meliputi berbagai benda. Walaupun berbagai riwayat atau

hadits yang menceritakan masalah wakaf ini terkait masalah wakaf tanah, tapi

para ulama memahami bahwa wakaf non-tanah pun boleh saja, asalkan bendanya

tidak langsung musnah atau habis ketika diambil manfaatnya.11

Dari beberapa

definisi serta rumusan di atas mengenai pengertian wakaf, penulis menyimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah suatau usaha menghentikan atau

menahan perpindahan hak milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama,

7 Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunah, (Beriut: Dar al-Fikr, tth), hlm. 307

8 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Khamsah, terj. Masykur Afif

Muhammad, Idrus al-kaff, ”Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm. 635.

9 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Peranada Media, 2003), hlm.

223.

10

Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salam, Juz 3, (Cairo: Syirkah

Maktabah Mustafa al-babi al-Halabi, tth), hlm. 114.

11

Adijani al-Alabiji, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 26.

Page 16: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

4

sehingga manfaat dari harta tersebut dapat di gunakan untuk mencari ridha allah

SWT.

Adapun dasar hukum wakaf dapat dilihat dalam al-Qur’an, di antaranya

dalam surat Ali Imran ayat 92:

12

Artinya: kamu sekali – sekali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu

menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu

nafkahkan maka sesungguhnya allah mengetahuinya (Q.S. ali- imran: 92).13

Kemudian dasar hukum wakaf dalam hadits dijelaskan pula yaitu:

عه اثه عمر رض اهلل عىمب لبل: أصبة عمر أرضب ثخجر فأتى انىج صهى اهلل عه

سهم ستأمر فب فمبل: برسل اهلل أصجت أرضب ثخجر نم أصت مضبال لط أوفس

ت حجست عىدي مى فمب تأمرو ث. فمبل ن رسل اهلل صهى اهلل عه سهم, إن شئ

أصهب تصدلت ثب فتصدق ثب عمر, أوب التجبع التت الترث. لبل تصدق ثب فى

انفمراء فى انمرثى فى انرلبة فى سجم اهلل اثه انسجم انضف الجىبح عهى مه

نب أن أكم مىب ثبنمعرف طعم غر متمل مبال)متفك عه( انهفظ نمسهم ف

دق ثأصهب الجبع الت نكه ىفك ثمريراة نهجخبري: تص14

12

QS: Ali ‘Imran: 92

13

Yayasan Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:

DEPAG RI, 1978), hlm. 91

14

HR. Muslim

Page 17: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

5

Dari Ibnu Umar RA. berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh

sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk

mohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang

tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka

apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau

suka, kau tahan tanah itu dan engkau shodaqohkan. Kemudian Umar

melakukan shodaqah, tidak dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan.

Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum

kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang

bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya

dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta”

(Muttafaq ‘Alaih) susunan matan tersebut menurut riwayat Muslim. Dalam

riwayat al-Bukhari: Beliau sedekahkan pokoknya, tidak dijual dan tidak

dihibahkan, tetapi diinfakkan hasilnya. (HR. Muslim)

Untuk memenuhi kriteria di atas para ulama memberikan rukun wakaf itu

sendiri dengan beberapa rincian. Dan mereka berpendapat bahwa Wakaf

dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syarat. Rukun wakaf ada 4

yaitu: 1 wakif (orang yang mewakafkan); 2. Maukuf Bih (barang/harta yang di

wakafkan); 3. Maukuf alih (peruntukan/tujuan wakaf); 4. Shighat (pernyataan

wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harya bendanya).15

Pemberian

syarat dan rukun seperti ini merupakan upaya pencegahan (preventif) agar tidak

terjadi sengketa wakaf yang tidak diinginkan. Hal demikian merupakan inti dari

ajaran syariat Islam yang menjunjung nilai-nilai kemaslahatan umat manusia.

Melihat kondisi modern yang sangat kompleks, para ulama fiqh

kontemporer telah menelurkan beberapa konsep tentang upaya pencegahan

konflik dalam beberapa hal. Al-Qur’an telah menjelaskan secara umum dalam

15

Faisal Haq dan Saiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, (Pasuruan

Jawa Timur: GBI ,1994), hlm. 17. Lihat juga Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat

dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 84-85.

Page 18: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

6

surat al-Baqarah 282 tentang hutang-piutang yang mewajibkan hutang harus

dicatat guna tidak terjadinya sengketa yang berkepanjangan dikemudian hari. Hal

demikian menjadi pintu ijtihad oleh para ulama untuk menelaah lebih dalam

bahwa tradisi pencatatan dalam beberapa hal seperti kasus perdata/pidana

menjadi sangatlah penting. Misalnya saja peraturan tentang pencatatan

perkawinan merupakan penganalogian (qiyas) antara pencatatan hutang-piutang

dengan pencatatan nikah. Dengan demikian meskipun fiqh tidak menjelaskan

secara detail untuk mencatatkan persoalan wakaf, tetapi ada aturan-aturan umum

yang sebetulnya aturan dalam fiqh juga memberikan apresiasi terhadap

pencatatan atau pendaftaran wakaf itu sendiri. Karena fungsi pencatatan amatlah

penting, serta berguna kelak dikemudian hari agar tidak menimbulkan suatu

sengketa. Sebab, masalah perwakafan merupakan hal yang krusial dan sering

menimbulkan sengketa yang berkepanjangan.

Hal itu pula menjadi semangat peraturan perundang-undangan Indonesia

tentang pencatatan serta pendaftaran perwakafan guna mengikis persoalan

sengketa perwakafan yang semakin kompleks. Dimulai dengan kehadiran

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,

menjadi semangat baru dalam peraturan ini mengenai regulasi serta keharusan

pendaftaran wakaf secara tertib administratif yaitu dicatatkan sekaligus

didaftarkan.

Dalam penjelasannya, PP No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah

Milik, sebelum lahirnya peraturan ini, pengaturan tentang perwakafan tanah

Page 19: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

7

milik ini tidak diatur secara tuntas dalam bentuk suatu peraturan perundang-

undangan, sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan dari hakekat dan

tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya beraneka ragam

bentuk perwakafan (wakaf keluarga, wakaf umum dan lain-lain), dan tidak

adanya keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang diwakafkan, sehingga

banyaklah benda-benda wakaf yang tidak diketahui lagi keadaannya.16

Dengan jelas tata cara mewakafkan dan pendaftarannya telah diatur

dalam Pasal 10 PP. No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakfan Tanah Milik. Yaitu:

(1) Setelah kata Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan

(5) pasal 9, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang

bersangkutan, diharuskan mengajukan permohonan kepada

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria

setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan

menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria

setempat, setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat

perwakafan tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan

sertifikatnya.

(3) Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka

pencatatan yang dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah untuk tanah

tersebut dibuatkan sertifikatnya.

(4) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tatacara pencatatan perwakafan yang

dimaksud dalam ayat (2) dan (3).

(5) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan

sertifikatnya seperti dimaksud ayat (2) dan (3), maka Nadzir yang

bersangkutan wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh

Menteri Agama.

Setelah berjalan cukup lama peraturan ini, terdapat beberapa kekurangan,

namun keberadaaan pengaturan wakaf diperkuat dengan sejumlah peraturan yang

16

Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan

Tanah Milik, hlm. 9

Page 20: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

8

baru seperti Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum

Islam, kemudian lahir setelah itu juga Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf. Bisa disimpulkan bahwa seluruh peraturan perundangan yang

berkaitan dengan perwakafan mempunyai prinsip semangat pencatatan serta

pendaftaran harta wakaf kepada pihak yang berwenang. Untuk lebih jelasnya

Pasal 34 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjelaskan bahwa Pemerintah

berwenang menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada

negara dengan status sebagai harta benda wakaf.17

Kewajiban pendaftaran tanah

wakaf disebutkan pula dalam Pasal 69 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

yaitu

(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini,wakaf yang dilakukan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai

wakaf menurut Undang-Undang ini.

(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan

diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini

diundangkan.

Kesimpulan dari pemaparan diatas, yaitu terdapat perbedaan jelas antara

pandangan fiqh dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait sah

tidaknya perbuatan wakaf. Pandangan fiqh jelas lebih mengedepankan

terpenuhinya syarat dan rukun wakaf itu sendiri pada prakteknya, dan tidak ada

ketentuan harta benda wakaf harus dicatatkan ataupun didaftarkan. Sedangkan

dalam perundangan Indonesia selain terkumpulnya syarat dan rukun wakaf,

pemenuhan agar dicatat serta didaftarkan merupakan sebuah kemestian

17

Penjelasan Pasal 34 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Page 21: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

9

(keharusan). Yang mana pencatatan dan pendaftaran merupakan langkah

pencegahan dalam konflik yang melibatkan harta wakaf.

Hal itu seringkali terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti praktik

wakaf bagi sebagian masyarakat masih mempergunakan dengan pendekatan fiqh

klasik,18

dikarenakan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat pada wakaf.

Seiring berjalannya waktu dan kompleksitas masyarakat, mulailah bermunculan

kasus masalah perwakafan.19

baik itu sengketa intern maupun sengketa ekstern.

Banyak kasus yang melibatkan sengketa antara ahli waris si pewakif dengan

nadzir, dengan alasan tertentu, ada juga persoalan mengenai ahli waris dari wakif

ingin menarik kembali tanah yang sudah diwakafkan, sehingga menimbulkan

sengketa pada keduanya. Dan banyak lagi contoh-contoh sengketa wakaf lainnya.

Seperti yang ditemukann oleh penulis tentang pendaftaran tanah wakaf di

Daerah Jl. Raya Pebayuran KM 08 Kertasari, Pebayuran Kab. Bekasi-Jawa Barat

yang melibatkan beberapa permasalahan mulai dari konflik pencatatan hingga

ketidak-jelasan status tanah wakaf tersebut yang sampai saat ini belum

didaftarkan kepada pihak yang berwenang. Di bawah ini merupakan kronologis

kasus di daerah Pebayuran Kab. Bekasi-Jawa Barat.

Pada awal Maret 1989 H. M Yasin memberikan kepercayaan kepada KH.

Makhrus Amin untuk membangun sebuah madrasah yang diberi nama An-Najah,

18

Achmad Djunaidi dan Tbobieb, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz

Publishing, 2008), cet. Ke- 5, hlm. 48

19

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Peraturan Perundangan

Perwakafan, (Departemen Agama RI, 2006), hlm. 4

Page 22: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

10

rencana pembangunan madrasah tersebut di Daerah Pebayuran Kab. Bekasi.

Setelah itu, mereka melakukan perundingan antara KH. Makhrus Amin dengan

H. M Yasin sekaligus melakukan survey tanah yang hendak diwakafkan seluas 7

hektar. Setelah itu terjadi kesalahpahaman antara H.M Yasin dengan KH.

Makhrus Amin terkait lokasi tanah yang berada di depan rumah H.M. yasin.

Namun H. M. Yasin membatalkan untuk mewakafkan tanah di depan rumahnya

dan kemudian menyerahkan tanah persawahannya seluas kurang lebih 7 hektar.

Tepat pada tanggal 20 Mei 1989 KH. Makhrus Amin, H.M Yasin,

Kepala KUA, dan kepala Desa Pebayuran mengadakan Rapat di kantor Kec.

Pebayuran dalam hal penetapan pembangunan madrasah. Satu hari setelah

pertemuan itu, mulailah pembangunan gedung pesantren tepat di tanah yang telah

diwakafkan dengan ikrar wakaf secara lisan.

Setelah sekian lama berdiri pondok pesantren tersebut, barulah Ikrar

wakaf tanah pesantren pun dibuatkan secara tertulis yaitu pada tanggal 20 Mei

2003 di Gedung Aula Pesantren dengan dihadiri oleh Petinggi Pondok Pesantren,

dengan disaksikan oleh banyak saksi mulai dari pejabat pemerintah seperti

Bupati, Camat, Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) daerah Pebayuran, guru

dan segenap para Santri.20

Namun setelah berjalannya ikrar wakaf tersebut hingga kini belum

mendapatkan sertifikat tanah wakaf, seperti yang dituturkan dari para

20

Lihat Gambar Akta Ikrar Wakaf Pada Bab III

Page 23: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

11

narasumber.21

Ada beberapa alasan mengapa pensertifikatan wakaf ini tidak

terlaksana, yaitu keengganan wakif (H. M. Yasin) mengganti nama sertfikat

wakaf atas nama orang lain, dalam hal ini wakif harus mengganti akta jual beli

(AJB) yang dimilikinya menjadi sertifikat hak milik (SHM). Namun hal itu tidak

bisa berubah statusnya dari akta jual beli (AJB) menjadi sertifikat hak milik

(SHM), karena tanah yang dimiliki H. M. Yasin melebihi kapasitas yang

ditentukan undang-undang.22

Disamping itu pula waakif (orang yang mewakafkan) yaitu H. M. Yasin

telah meninggal dunia pada tahun 2013. Dan dari penuturan para narasumber

hingga kini terlihat ketidakjelasan status tanah wakafnya. Hal ini bukan tidak

mungkin dikemudian hari menimbulkan sebuah permasalahan, untuk itu

bagaimanakah keabsahan praktik wakaf di daerah Pebayuran Kab. Bekasi jika

dilihat dari segi Fiqh dan peraturan perundangan Indonesia.

Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas lebih komprehensif dalam

sebuah penelitian skripsi yang berjudul: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF

(STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM. 08 KERTASARI-

PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA BARAT).

21

Hasil Wawancara Pada Lampiran Wawancara

22 Hasil Hasil Wawancara bersama Agus Sujadi selaku KUA / PPAIW Kec. Pebayuran

di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Pebayuran pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 16.05 –

16.35 WIB.

Page 24: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

12

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk lebih terarah dan menghindari salah persepsi dari pembaca, maka

penulis membatasi pembahasan ini sesuai dengan latar belakang yaitu terkait

keabsahan praktik wakaf menurut pandangan Fiqh dan peraturan perundangan

Indonesia. Seperti yang kita tahu, membicarakan keabsahan wakaf tidak terlepas

dari pengertian sah tidaknya sebuah wakaf dilihat dari segi hukum, dalam

pemahaman ini yaitu sesuatu hal yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah

praktik wakaf baik dari segi legalitas serta kesahihannya terkumpulnya syarat

dan rukun. Jadi bisa disimpulkan wakaf bisa dikatakan sah jika segala syarat dan

rukun terpenuhi secara hukum, dalam hal ini yaitu menurut pendapat ulama Fiqh

dan perundangan Indonesia. Dalam hal ini keabsahan praktik wakaf di Daerah

Pebayuran KM. 08 Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi.

2. Perumusan Masalah

Agar lebih terfokus pada pembahasan. penulis akan rumuskan sesuai

permasalahan terkait masalah ketimpangan proses sertifikasi tanah wakaf di

Daerah Pebayuran KM. 08 Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi yang tidak

sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pada pasal 32 dan Pasal

68. Yang mana dalam pasal tersebut diwajibkan kepada seluruh pihak untuk

mendaftarkan harta benda wakaf kepada pihak berwenang. kenyataannya banyak

yang tidak mendaftarkannya rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

Page 25: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

13

a. Apa saja yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah wakaf perspektif

fiqh?

b. Bagaimanakah keabsahan wakaf perspektif perundangan-undangan di

Indonesia?

c. Bagaimanakah keabsahan praktik wakaf daerah Pebayuran Kab. Bekasi

jika dilihat dari segi fiqh dan perundangan-undangan Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Penulis mengadakan penelitian ini karena adanya hal-hal yang sekiranya

penulis ingin capai sehingga sampai pada beberapa kesimpuan awal dan

selanjutnya akan mendapatkan kesimpulan akhir yang nantinya akan menjadi

karya tulis yang baik dan bermutu, dan akan melahirkan saran dan analisis yang

sesuai. Ada beberapa hal pokok yang ingin segera penulis capai dan ketahui di

antaranya adalah:

1) Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah

wakaf menurut perspektif fiqh.

2) Dapat mengetahui ketentuan sah tidaknya wakaf perspektif perundangan-

undangan di Indonesia.

3) Mengetahui keabsahan praktik wakaf daerah Pebayuran Kab. Bekasi jika

dilihat dari segi fiqh dan perundangan-undangan Indonesia.

Page 26: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

14

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan hukum Islam

terlebih dalam bidang perwakafan, serta peningkatan keterampilan menulis karya

ilmiah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan hukum Islam, dan juga

diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dan tambahan referensi untuk

mendalami hukum Islam.

2. Praksis

Penelitian ini bermanfaat bagi akademisi, hakim, mahasiswa, santri serta

para penggiat kajian keilmuan hukum Islam, sebagai acuan dalam mengemban

memahami hukum perwakafan di Indonesia yang berdimensikan hukum Islam,

serta sebagai sebagai sumbangsih pikiran dari peneliti dalam kerangka

pembangunan hukum Islam yang berkarakter Indonesia yang berkembang sesuai

dengan zaman dan tempat.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kualitatif, yaitu dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) dan

penelitian kepustakaan (library research). Metode kepustakaan (library

research) didasarkan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan

penelitian melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui kajian undang-

Page 27: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

15

undang dan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya serta bahan-bahan yang

lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.23

a. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

1) Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji

penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum baik hukum islam

(fiqh) maupun hukum positif.24

2) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan

dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan buku-buku, literatur

dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.

Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini

menggunakan: pendekatan konseptual (conseptual approach).25

Pendekatan ini

beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam

hukum Islam. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

hukum Islam, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

pengertian umum terkait keabsahan wakaf, konsep pencatatan ikrar dan

pendaftaran wakaf.

23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006). Lihat pula Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Adelina Offset,

2010), hlm.158.

24

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 294.

25

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, hlm. 137

Page 28: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

16

b. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bahan hukum

primer yaitu bahan-bahan mengikat yakni, data-data terkait status tanah tersebut,

seperti akta otentik, gambar-gambar denah tanah wakaf serta pandangan para

petinggi terkait tanah wakaf tersebut. Selain itu data primer juga dapat diperoleh

dari hasil wawancara kepada para pihak seperti nadzir (KH. Makrus), saksi

wakaf (Ust. Mustofa) dan PPAIW Kec. Pebayuran.

Adapun sumber data sekunder lainnya yaitu bahan-bahan hukum Islam

(fiqh) serta peraturan perundang-undangan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan primer seperti UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,

Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Begitu juga bahan

lainnya yang terdiri dari buku-buku para ahli hukum Islam yang berpengaruh,

maupun ahli hukum positif, jurnal-jurnal hukum Islam, pendapat para sarjana.26

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus, encyclopedia, dan lain-lain.27

26

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan

singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13.

27

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, hlm. 296.

Page 29: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

17

c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka digunakan

metode sebagai berikut:

1. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat,

agenda, dan sebagainya.28

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan

dengan mengumpulkan pemotrentan wilayah tempat wakaf, pemotretan akta

ikrar wakaf, denah wakaf yaitu Kertasari Pebayuran Kab. Bekasi, dan foto

wawancara dengan narasumber.

2. Metode Interview

Wawancara atau interview merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua

orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview ada dua

pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai berfungsi

sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain baerfungsi

sebagai pemberi informasi atau informan (responden).29

Proses wawancara ini

akan diajukan kepada pihak yang terkait dalam skripsi ini, seperti langsung

kepada narasumber pertama yaitu KH. Mahrus Amin sebagai pimpinan

yayasan Hidayatunnajah, Narasumber kedua yaitu Drs. KH. Mustofa Hadi

28

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan

singkat, hlm. 201.

29

Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990),

hlm. 71.

Page 30: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

18

Chirzin sebagai saksi ikrar wakaf dan terkakhir kepada Kepala PPAIW Kec.

Pebayuran.

3. Observasi

Adapun Observasi adalah merupakan sebuah proses penelitian secara

mendalam untuk mengetahui proses perubahan status tanah wakaf yang terjadi di

Pebayuran Kab. Bekasi.

d. Teknik Analisis Bahan

Adapun analisis bahan terkait judul skripsi merupakan langkah-langkah

yang berkaitan dengan bahan-bahan yang telah dikumpulkan untuk menjawab

isu yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.

Pada penelitian ini, pengolahan bahan studi, hakikatnya merupakan

kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan yang telah ada.

Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut

untuk memudahkan pekerjaan analisis.

Analisis terkait skripsi ini dengan mempergunakan antara lain:

1) Mengumpulkan hasil wawancara beserta analisis buku-buku mengenai

pandangan

2) Adapun yang terakhir merupakan hasil analisis penulis terkait

Pandangan Status Tanah Wakaf tersebut setelah dilihat dari hukum

Islam (fiqh) dan Hukum Positif.

Page 31: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

19

e. Teknik Penulisan

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada

prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2014.

E. Review Terdahulu

Untuk melihat keaslian skripsi yang ditelusuri oleh penulis, perlu kiranya

melakukan review terdahulu guna melihat sejauh mana pembahasan terkait judul

skripsi yang penulis telusuri memiliki persamaan (dalam hal yang bukan

substansi) dan perbedaan dalam hal substansi. Oleh sebab itu penulis hadir dalam

dua review terdahulu yang hampir mirip, yaitu:

1. Rizal Anshor, Fungsi Dan Kewenangan Pejabat Pembuat Aktra Ikrar

Wakaf (PPAIW) Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf studi kasus

PPAIW Kec. Kebayoran Baru, (Jakarta: Fakultas syariah dan hukum,

2011).

Pembahasan: dalam skripsi ini di bahas mengenai fungsi dan

wewenang pejabat pembuat aktra ikrar wakaf (PPAIW) dalam hal

pendaftaran tanah wakaf. Upaya agar tidak terjadinya sengketa tanah wakaf

bahwa UU no. 41/2004 tentang Wakaf dan PP No. 28/1977 tentang tanah

wakaf hak milik menjadi hal penting ketika tanah wakaf itu dicatatkan

kepada PPAIW. Bahkan dalam peraturan menteri agama no. 1 tahun 1978

Page 32: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

20

tentang peraturan pelaksana peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 tentang

tanah wakaf hak milik mengenai pejabat yang ditunjuk untuk pembuatan

akta ikrar wakaf yaitu PPAIW dengan lebih khusus KUA (kantor urusan

agama) daerah setempat menjadi pejabat pembuat akta ikrar wakaf. Melihat

kewenangan penyelenggaraan administrasi wakaf yang berada di tingkat

kecamatan menjadi hal yang sangant penting ketika pencatatan wakaf itu

dilangsungkan. Dalam skipsi ini yang menjadi sorotan yaitu tanah wakaf di

wilayah Kec. Kebayoran baru. Yang mana ada sekitar 85 tanah wakaf namun

terdapat kendala-kendala—sehingga memunculkan sengketa tanah wakaf di

daerah setempat. Dalam hal ini, bahwa PPAIW menjadi sangat fundamental

ketika tugas, peran sertan implementasi kewenangan PPAIW terhadap

pendataan maupun pengawasan terhadap tanah wakaf tersebut. Namun

terjadi ketidak sinkronan antara pemahaman masyarakat dengan tujuan

pencatatan wakaf itu sendiri. Pemahaman Masyarakat yang sangat minim

menjadi kendala serta menimbulkan permasalahan besar sehingga timbul

konflik akibat ketidaktahuan pencatatan atau pendaftara akta ikrar wakaf

kepada PPAIW daerah setempat. Adapun metodelogi yang digunakan dalam

sripsi ini adalah metode kuantitatif yaitu mengolah data statistik yang tersaji

dengan ditambah denegan metode wawancara untuk mendapatkan hasil yang

lebih maksimal dalam penelitian ini.

Page 33: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

21

2. Naufal Azhar, Peranan Ppaiw (Pejabat Pembuat Akta Ikrar

Wakaf)Dalam Mencegah Terjadinya Sengketa Wakaf di KUA Kec.

Bekasi Barat. (Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum, 2011).

Pembahasan: Adapun pembahasan Dalam skripsi ini yaitu pelaksanaan

ikrar wakaf dilaksanakan oleh para pihak yang berwenang, seperti

pengucapan ikrar wakaf harus dilaksanakan didepan PPAIW (pejabat

pembuat akta ikrar wakaf) sesuai dengan PP No. 1 tahun 1978 bahwa KUA

sebagai tim yang ditunjuk dalam hal itu. Dalam hal ini PPAIW berkewajiban

untuk meneliti kehendak wakif, mengesahkan nazhir, meneliti saksi ikrar

wakaf, menyampaikan akta ikrar wakaf beserta salinannya dalam waktu 1

bulan sejak dibuatnya. Dalam hal lain, agar tidak terjadinya sengketa tanah

wakaf, dalam pasal 40 UU no. 41/2004 tentang Wakaf bahwa benda wakaf

yang sudah diwakafkan itu dilarang untuk dijadikan jaminan, disita,

dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk

pengalihan hak lainnya. Namun ketika terjadi pelanggaran perjanjian oleh

nazhir dengan seorang wakif maka sengketa tersebut harus diselesaikan

dengan cara musyawarah. Lebih jelasnya dalam pasal 62 UU no. 41/2004

tentang Wakaf manakala terjadi sengketa maka sengketa tersebut ditempuh

lewat jalur musyawarah (untuk mencapai mufakat), apabila tidak terjadi

mufakat maka dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan.

Kaitannya dengan wilayah yang diteliti yaitu sejauh mana peranan PPAIW

dalam mencegah sengketa tanah wakaf. Adapun metode penelitian yang

Page 34: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

22

digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan pendekatan yuridis

sosiologis yakni mengkaji UU no. 41/2004 tentang perwakafan, sedangkan

jenis penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif.

F. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan studi ini terarah, maka sistematika penulisannya

sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II Konsep Hukum Wakaf

Bab ini terdiri dari Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf,

Syarat dan Rukun Wakaf, dan terakhir Sejarah Hukum

Perwakafan di Indonesia.

BAB III Kronologis Masalah Wakaf di Daerah Pebayuran Kab. Bekasi-

Jawa Barat

Bab ini menjelaskan terkait masalah, Kronologis Wakaf, Pokok

Permasalahan dan Data-data Terkait yang menjadi bukti praktik

wakaf.

BAB IV Keabsahan Praktik Wakaf Daerah Pebayuran Kab. Bekasi

Perspektif Fiqh dan Perundangan Indonesia.

Page 35: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

23

Di bab ini penulis menjelaskan tentang Keabsahan Wakaf

Perspektif Fiqh, Ketentuan Sah Wakaf Perspektif Perundangan

di Indonesia dan Analisis Kasus Praktik Wakaf Daerah

Pebayuran Kab. Bekasi Perpektif Fiqh dan Perundangan

Indonesia.

BAB V Penutup

Meliputi Kesimpulan dan Saran-saran.

Page 36: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

24

BAB II

KONSEP HUKUM WAKAF

Dalam bab II, penulis memberikan pembahasan tentang konsep hukum

wakaf secara umum beserta penjelasannya masing-masing. Menurut penulis hal

itu menjadi relevan untuk disajikan dalam bab ini, guna tidak terjadi

kesalahpahaman. Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis sajikan pengertian

wakaf, konsep wakaf dan sejarah peraturan perwakafan di Indonesia.

A. Pengertian Wakaf

Jika ditelusuri dengan seksama, kata “wakaf” terambil atau diilhami dari

kata “qifuhum” dalam surat al-Shaffat ayat 24, kata “waqifu” dalam surat al-

An'am ayat 27 dan 30, serta dalam surat Saba‟ayat 31 dengan kata “mauqufun”.

Dari keempat ayat tersebut, terjemahan al-Qur‟an Departemen Agama RI

memaknai kata “qifuhum” dengan “tahanlah mereka” (di tempat perhentian),

kemudian kata “waqifu” dengan makna “mereka dihadapkan”, dan kata

“mauqufun” bermakna “dihadapkan”.1

Adapun bentuk jam a‟ (plural) dari kata wakaf yaitu “auqâf” berasal dari

kata benda abstrak (masdar) atau kata kerja (fi‟il) yang dapat berfungsi sebagai

kata kerja transitif (fi‟il muta‟addi) atau kata kerja intransitif (fi‟il lazim), berarti

1 Suhrawardi K. Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), hal.8. lihat juga Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1997), hlm. 481.

Page 37: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

25

menahan atau menghentikan sesuatu dan berdiam di tempat.2 Dengan kata lain,

perkataan waqf yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata

bahasa Arab: waqafa – yaqifu – waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti,

memperhentikan, memahami, mencegah, menahan, mengatakan,

memperlihatkan, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri.3 Kata

al-waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari habasa – yahbisu – habsan,

artinya berhenti, berdiri, berdiam di tempat atau menahan.4

Dalam pengertian istilah, wakaf juga bisa berarti menahan atau

menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan

untuk mendekatkan diri kepada Allah.5 Menurut Muhammad Jawad Mughniyah,

wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan

menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.6 Menurut

Amir Syarifuddin, wakaf adalah menghentikan pengalihan hak atas suatu harta

dan menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai pendekatan diri

2 Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 120.

3 Ahmad Warson Munawir, al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), edisi ke-

2, hlm. 1576

4 Suhrawardi K. Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), hlm.3

5 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997),

hlm. 490

6 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh „Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur,

Afif Muhammad, Idrus al-Kaff, "Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2001), hal. 635

Page 38: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

26

kepada Allah.7 Sedangkan menurut As Shan'ani, wakaf adalah menahan harta

yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya

(ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.8

Dalam kajian literatur fiqh klasik, para ulama berbeda pendapat dalam

memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda

pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai

berikut:9

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda

(al-„ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya

kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf

tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau

terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi

pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas

manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu

harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan

kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu

7 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 223

8 Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Juz 3, (Cairo: Syirkah

Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950), hlm. 114.

9 Penulis rangkum definisi wakaf dari bukunya M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-

Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa

Republika dan IIMan, 2004), hal. 40-59

Page 39: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

27

tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya

menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi„iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa

memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-„ain) dengan cara

memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada

Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang

diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-„ain) dengan artian harta

yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya.

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang

sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang

dihasilkan.10

Keempat definisi wakaf menurut ulama klasik ternyata memberikan

inspirasi definisi wakaf dalam perundangan Indonesia, seperti Undang-undang

Nomor 41 tahun 2004, bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk

memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk

dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut

syariah.11

10

M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 59

11

Pasal 1 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Page 40: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

28

Dari beberapa definisi wakaf di atas, dapat disimpulkan bahwa wakaf

bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada

orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini

sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang

menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis

harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan

kesejahteraan umum.

B. Dasar Hukum Wakaf

Secara umum, ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf tidak

terlihat secara jelas. Adapun dasar utama disyariatkannya wakaf lebih dipahami

berdasarkan pemahaman konteks ayat al-Quran itu sendiri, yaitu wakaf

merupakan sebuah amal kebajikan.12

Para ulama dalam menerangkan konsep

wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan

tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:

12

Achmad Djunaidi dan Tbobieb, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz

Publishing, 2008), cet. Ke- 5, hal. 66

Page 41: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

29

13

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)

sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-

buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau

mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan

ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. QS. al-Baqarah:267)

14

Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang

sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.

dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah

mengetahuinya." (Q.S Ali Imran:92)

Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang

menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di

Khaibar, yaitu:

13

QS. al-Baqarah: 267

14

Q.S Ali Imran: 92

Page 42: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

30

عه اثه عمر رض اهلل عىمب لبل: أصبة عمر أرضب ثخجر فأتى انىج صهى اهلل عه

أصجت أرضب ثخجر نم أصت مضبال لط أوفس سهم ستأمر فب فمبل: برسل اهلل

عىدي مى فمب تأمرو ث. فمبل ن رسل اهلل صهى اهلل عه سهم, إن شئت حجست

أصهب تصدلت ثب فتصدق ثب عمر, أوب التجبع التت الترث. لبل تصدق ثب فى

الجىبح عهى مه انفمراء فى انمرثى فى انرلبة فى سجم اهلل اثه انسجم انضف

نب أن أكم مىب ثبنمعرف طعم غر متمل مبال)متفك عه( انهفظ نمسهم ف

راة نهجخبري: تصدق ثأصهب الجبع الت نكه ىفك ثمري15.

"Dari Ibnu Umar ra. berkata : 'Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh

sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw.

untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai Rasulullah saw., saya mendapat

sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka

apakah yang engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila

engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan

(hasilnya). "kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak

dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar

menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum

kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi

yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik

(sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud

menumpuk harta" (HR. Muslim).

C. Syarat dan Rukun Wakaf

Agar tidak terhindar salah pengertian serta memperjelas pemahaman

syarat dan rukun wakaf, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan

15

HR. Muslim

Page 43: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

31

pengertian syarat dan rukun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun

adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan,16

sedangkan

syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan

dilakukan.17

Menuru Wahhab Khalaf bahwa syarat adalah sesuatu yang keberadaan

suatu hukum tergantung pada keberadaan sesuatu itu, dan dari ketiadaan sesuatu

itu diperoleh ketetapan ketiadaan hukum tersebut.18

Yang dimaksudkan adalah

keberadaan secara syara‟, yang menimbulkan efeknya. Sedangkan rukun, dalam

terminologi fikih, adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin

tertentu, di mana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri. Atau

dengan kata lain rukun adalah penyempurna sesuatu, di mana ia merupakan

bagian dari sesuatu itu.19

Dalam pengertian wakaf, ketika menyebutkan rukun wakaf maka secara

otomatis terkandung didalamnya syarat-syarat wakaf, adapun unsur (rukun)

wakaf dan syarat yang menyertainya adalah sebagai berikut:

a) Waqif (orang yang mewakafkan).

16

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2004), hlm. 966.

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2004), hlm. 1114

18

Abdul Wahhab Khalaf, „Ilm Usul al-Fiqh ,(Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), hlm. 118.

19

M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 87

Page 44: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

32

Syarat wakif adalah sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam

keadaan terpaksa atau dipaksa, dan telah mencapai umur baligh.20

b) Mauquf atau benda yang diwakafkan

Syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus dipenuhi sebagai

berikut:

Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali

pakai;

benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum;

hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya;

benda wakaf itu dapat dimiliki dan dipindahkan kepemilikannya;

benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk maslahat

yang lebih besar;

benda wakaf tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau

diwariskan.

c) Mauquf 'alaih (tujuan wakaf)

Untuk menghindari penyalahgunaan wakaf, maka wakif perlu

menegaskan tujuan wakafnya. Apakah harta yang diwakafkan itu untuk

menolong keluarganya sendiri sebagai wakaf keluarga (waqf ahly), atau

untuk fakir miskin, dan lain-lain, atau untuk kepentingan umum (waqf

khairy). Yang jelas tujuannya adalah untuk kebaikan, mencari keridhaan

20

Abi Yahya Zakariya al-Anshary, Fath al-Wahhab, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th),

hlm. 256

Page 45: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

33

Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.21

Kegunaan wakaf bisa untuk

sarana ibadah murni, bisa juga untuk sarana sosial keagamaan lainnya

yang lebih besar manfaatnya.

d) Sighat Wakaf

Adapun pengertian shighat wakaf ialah segala ucapan, isyarat orang yang

bertekad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang

diinginkannya dalam hal transaksi wakaf. Shighat wakaf cukup dengan

ijab (kalimat memberi) saja dari Wakif tanpa memerlukan qabul dari

mauquf „alaihi. Begitu juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan

tidak juga menjadi syarat untuk berhaknya wakaf mauquf „alaihi

memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali pada wakaf yang tidak

tertentu, hal ini menurut pendapat sebagian mazhab.22

D. Sejarah Hukum Perwakafan di Indonesia

Sejak dulu sebelum kermerdekaan Indonesia tiba, pelaksanaa wakaf

masih sangat sederhana, tidak disertai administrasi, cukup dilakukan ikrar

(pernyataan) secara lisan, kemudian masalah pengurusan dan pemeliharaaan

tanah wakaf diserahkan kepada nadzir. Karena sistem pengadministrasian yang

kurang baik inilah terdapat tanah-tanah wakaf yang bermunculan permasalahan,

21

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997),

hlm. 323

22

Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI,

FIqih Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm. 55

Page 46: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

34

seperti bentuknya yang hilang atau diambil alih oleh orang-orang yang tidak

bertanggung jawab, sengketa melalui pengadilan dan lain-lain.23

Dalam sejarahnya, pengaturan perwakafan di Indonesia bertujuan untuk

mengatur dan mengawasi tanah wakaf telah banyak dikeluarkan sejak zaman

pemerintah Kolonial Hindia Belanda, pemerintah zaman kemerdekaan sampai

terbitnya perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan, antara lain

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun

1977 tentang Perwakafan Tanah Milik jo. PMDN No. 6 Tahun 1977 dan PMA

No. 1 Tahun 1978, dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam hingga lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf. Di bawah ini merupakan sejarah awal mula pengaturan

perwakafan di Indonesia sejak zaman kolonial hingga sekarang ini.

1. Peraturan Wakaf Zaman Kolonial Hindia Belanda

Pada zaman Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda telah dikeluarkan

peraturan-peraturan, yaitu:

a. Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Pertama tanggal 31 Januari 1905 No. 435

sebagaimana termuat dalam Bijblad 1905 Nomor 6196 tentang Toezict opden

bouw van Mohammedaansche bedenhuizen. Surat edaran ini ditujukan kepada

para kepala wilayah mengharuskan para Bupati membuat daftar rumah-rumah

23

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 79

Page 47: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

35

ibadat bagi orang Islam. Dalam daftar itu harus dimuat asal-usul tiap rumah

ibadat dipakai shalat jum'at atau tidak, keterangan tentang segala benda yang

tidak bergerak yang oleh pemiliknya ditarik dari peredaran umum, baik dengan

nama wakaf atau dengan nama lain.

b. Surat Edaran Sekretari Gubernemen tanggal 04 Juni 1931 Nomor 1361/A

termuat dalam Bijblad No. 125/3 tahun 1931 tentang Toezict van de Regering op

Mohammedaansche bedehuizen Vrijdagdiensten en Wakafs. Surat edaran ini

merupakan kelanjutan dan perubahan dari Bijblad No. 6196, yaitu tentang

pengawasan Pemerintah atas rumah-rumah peribadatan orang Islam, sembahyang

jum'at dan wakaf. Untuk mewakafkan tanah tetap harus ada izin Bupati, yang

menilai permohonan itu dari segi tempat wakaf dan maksud pendirian.

c. Surat Edaran Sekretari Gubernemen tanggal 27 Mei 1935 Nomor 1273/A

termuat dalam Bijblad No. 13480 tahun 1935 tentang Toezict van de Regering op

Mohammedaansche bedehuizen Vrijdagdiensten en Wakafs. Dalam surat edaran

ini antara lain ditentukan bahwa Bijblad No. 61696 menginginkan registrasi

tanah wakaf yang dapat dipercaya. Maksud untuk mewakafkan tetap harus

diberitahukan kepada Bupati agar ia mendapat kesempatan untuk mendaftarkan

wakaf tersebut dan meneliti apakah ada peraturan umum atau peraturan setempat

yang melanggar dalam pelaksanaan maksud itu.

Page 48: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

36

2. Peraturan Wakaf Masa kemerdekaan

Pada masa kemerdekaan, masalah wakaf mulai mendapat perhatian lebih

dari pemerintah indonesia, antara lain melalui pemerintah agama. Walaupun

undang undang tentang perwakafan tanah lahir 15 tahun setelah Indonesia

merdeka, namun sebelum itu pemerintah melalui pemerintah departemen agama

telah melahirkan beberapa petunjuk tentang pelaksanaan wakaf, antara lain

sebagai berikut:

a) Petunjuk tentang perwakafan tanah tanggal 22 desember 1953

b) Petunjuk tentang wakaf yang bukan milik kemasjidan, merupakan tugas

bagian D (ibadah sosial) jawatan urusan agama berdasarkan surat edaran

jawatan urusan agama tanggal 8 oktober 1956 nomor 3/D/1956

c) Petunjuk tentang prosedur perwakafan tanah berdasarkan surat edaran

jawatan urusan urusan agama nomor 5/1956.

Petunjuk dan surat edaran tentang wakaf, baik produk pemerintah kolonial

Belanda maupun yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sendiri, tenyata masih

banyak mengandung kelemahan di sana sini, terutama belum memberikan

kepastian hukum bagi tanah tanah wakaf. Untuk menerbitkan itu semua,

pemerintah RI merasa perlu melakukan pembaruan hukum agraria. Maka, pada

tahun 1960 lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok

Dasar Agraria atau biasa disebut dengan undang undang pokok agraria (UUPA).

Page 49: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

37

Dalam undang-undang tersebut kita dapat temui beberapa pasal mengenai

perwakafan, antara lain pada pasal 5, pasal 14, dan pasal 49 UU No. 5 Tahun

1960.24

Misalnya saja pasal 49 mengatakan bahwa hak milik tanah-tanah

keagamaan dan sosial, sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang

keagamaan sosial, diakui dan dilindungi.25

Artinya dalam pasal 49 UUPA

menjelaskan tentang tanah wakaf yang diakui oleh negara.

Seiring berjalannya waktu, sebagai realisasi ketentuan pasal 49 di atas

dikeluarkanlah pula peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 tanggal 17 mei

1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, PP ini terdiri atas tujuh bab, delapan belas

pasal, meliputi pengertian tentang wakaf syarat syarat sah wakaf, fungsi wakaf,

tatacara wakaf, pendaftaran wakaf, perubahan, penyelesaian perselisiahan, dan

pengawasan wakaf, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan.

Dikeluarkan PP nomor 28 tahun1977 yang disertai aturan pelaksanaannya,

sebenarnya bertujuan menjadikan wakaf sebagai suatu lembaga keagaamaan yang

dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana pengembangan kehidupan

kenegaraan, khususnya bagi umat Islam.26

24

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 85

25

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 86

26

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 89

Page 50: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

38

Tujuan ini sebernarnya berdasarkan kenyataan bahwa keadaan perwakafan

tanah tidak atau belum diketahui jumlah, bentuk, penggunaan, dan pegelolaanya,

disebabkan tidak adanya ketentuan administrasi yang mengatur tentang itu. Jadi,

pada waktu itu PP nomor 28 tahun 1977 memang merupakan hal urgen, terutama

untuk kepentingan seperti tersebut diatas, serta untuk memberi ketepatan hukum

dan kejelasan hukum tentang tanah perwakafan sesuai pasal 49 ayat 3 UUPA,

dengan hadirnya PP nomor 28 tahun 1977, berbagai penyimpangan dan sengketa

wakaf diharapkan dapat diminimalkan.

Dalam kaitan ini, departemen agama RI melakukan berbagai upaya untuk

mengurangi penyimpangan dan sengketa wakaf pasca lahirnya PP No. 28 tahun

1977. Diantara langkah langkah yang diambil oleh departemen agama adalah

sebagai berikut.

1. Mendata seluruh tanah wakaf hak milik diseluruh wilayah tanah

air.pendataan tanah wakaf hak milik ini sebagai langkah untuk

memastikan jumlah wakaf tanah di Indonesia untuk kemudian dijadikan

tolak ukur pengelolaan, pemberdayaan, dan pembinaan tanah wakaf.

2. Memberikan sertifikat tanah wakaf yang belum di sertifikasi dan

memberikan dan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah.

3. Memberikan beberapa peraturan yang berhubungan satu dengan yang

lainnya dalam masalah wakaf. Peraturan tersebut antara lain seperti:

Page 51: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

39

a) Peraturan menteri agama nomor 1 tahun1978 tentang pelaksanaan

perturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan

tanah milik.

b) Intruksi bersama menteri agama dan menteri dalam negeri nomor 1

tahun 1978 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 28

tahun 1978 tentang perwakafan tanah milik tahun 1977

c) Intruksi menteri agama nomor 3 tahun 1978 tentang petunjuk

pelaksanaan keputusan menteri agama nomor 73 tahun 1978

tentang pendelegasian wewenang kepada kepala kantor urusan

agama kecamatan sebagai pejabat pembuat akta ikrar wakaf

(PPAIW).

d) Intruksi menteri agama nomor 15 tahun 1989 tentang pemuatan

akta ikrar wakaf dan pensertifikatan tanah wakaf

e) Intruksi bersama menteri agama dan kepala badan pertanahan

nasional nomor 4 tahun 1990, nomor 24 tahun 1990 tentang

sertifikasi tanah wakaf.

Selain peraturan peraturan di atas departemen agama RI juga menerbitkan

banyak peraturan yang lebih teknis, yang kedudukannya setingkat di bawah

peraturan/keputusan menteri.27

Semua peraturan di atas membuktikan keseriusan

27

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 88-89

Page 52: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

40

pemerintah dalam menangani urusan perwakafan di Indonesia. Keseriusan

tersebut bahkan semakin menguat dengan dikeluarkannnya Intruksi Presiden RI

No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada tanggal 10 Juni

1991. Substansi pembahasan dalam KHI terdapat dalam tiga buku, yaitu Buku I

tentang Hukum Perkawinan, Bukun II tentang Kewarisan dan Buku III tentang

Perwakafan. Meskipun KHI dalam Buku III tentang Perwakafan merupakan

perkembangan PP No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, 28

namun terdapat perbedaan mendasar dalam hal kedua peraturan tersebut, yaitu

misalkan mengenai objek wakaf, dalam PP No. 28 Tahun 1977 objek wakaf

hanya berupa tanah sesuai UUPA, sedangkan dalam KHI objek wakaf tidak

hanya berupa tanah milik lebih dari itu, seperti benda bergerak yang bernilai dan

tahan lama. Selain itu juga KHI mengatur tentang ketentuan yang belum diatur

dalam PP No. 28 Tahun 1977, seperti pembatasan jumlah nazir, dan banyak lagi

contoh perbedaan dari kedua peraturan tersebut.

Sejalan dengan hal di atas, meskipun terdapat kekurangan dan kelebihan

dari kedua peraturan tersebut khusus mengenai wakaf, ternyata telah menjadi

inspirasi dan usaha pembaharuan hukum nasional di bidang perwakafan. Berawal

dari itulah maka hadir pula Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Sejarah lahirnya UU No. 41 Tahuan 2004 tentang Wakaf sebetulnya

merupakan berawal dari wacana wakaf tunai yang digagas oleh Prof. M. A.

28

.Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 90

Page 53: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

41

Mannan. Wacana tersebut mengembus hingga membuahkan hasil inisiatif dari

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama RI untuk

kemudian mengirim surat bernomor: Dt.III/5/BA.03.2/27772/2002 tertanggal 26

April 2002 kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai permohonan fatwa

tentang wakaf uang. Setelah berselang cukup lama, keluarlah fatwa tersebut dari

MUI yang menghukumi bahwa wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).29

Setelah lahirnya fatwa tersebut, Direktorat Pengembangan Zakat dan

Wakaf Departemen Agama RI kemudian mengusulkan pembentukan Badan

Wakaf Indonesia (BWI). Ide tersebut diusulkan langsung oleh menteri agama

kala itu kepada Presiden. Dari itu semua kemudian Departemen Agama RI

memperakasai untuk menyusun draft rancangan undang-undang (RUU) tentang

Wakaf. Maka mulailah Menteri Agama beserta jajarannya menggodok RUU

Perwakafan yang menjadi cikal bakal UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Pada tanggal 27 oktober 2004 resmi undang-undang tersebut sah menjadi sebuah

peraturan perundang-undangan di Indonesia.30

Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf terdiri atas

sebelas bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal yang meliputi pengertian tentang

wakaf, syarat-syarat sahnya wakaf, fungsi wakaf, tata cara mewakafkan dan

pendaftaran wakaf, perubahan, penyelesaian sengketa, pembinaan dan

29

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 93

30

Asmuni Mth, Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

Madani, 2007), hlm. 94

Page 54: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

42

pengawasan wakaf, Badan Wakaf Indonesia (BWI), ketentuan pidana dan

ketentuan peralihan.31

Dalam BAB III tentang Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda

wakaf yang termuat dalam pasal 32 sampai dengan pasal 39 sudah cukup rinci

mengatur tentang tertib administrasi perwakafan. Hal ini diperjelas lagi dengan

keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Dalam BAB IV Peraturan Pemerintah tersebut telah menjabarkan

bagaimana tata cara pendaftaran harta benda wakaf, baik harta benda wakaf tidak

bergerak maupun harta benda wakaf bergerak. Hal ini termuat dalam pasal 38

sampai dengan pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.32

Semua peraturan tersebut dibuat hanya untuk menjaga dan melestarikan

harta benda wakaf di Indonesia. Jika harta benda wakaf tertata dengan baik,

maka kita akan dapat mengembangkan dan mengelola harta benda wakaf tersebut

dengan baik. Demikian juga hasil pengelolaan tersebut dapat didistribusikan

sebagaimana peruntukan harta benda wakaf.

Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang sudah memadai,

diharapkan perwakafan di Indonesia menjadi tertib dan dapat berkembang

31

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

32

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS (Bimbingan Masyarakat Islam),

Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, (Jakarta: Dirjen BIMAS,

2008), hlm. 27

Page 55: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

43

dengan maksimal sehingga harta benda wakaf dapat membantu memperbaiki

kondisi kesejahteraan

Page 56: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

44

BAB III

KRONOLOGIS MASALAH WAKAF

DI DAERAH PEBAYURAN KAB. BEKASI

Sengketa perwakafan banyak sekali ditemukan di beberapa daerah, baik

itu sengketa intern maupun sengketa ekstern. Seperti halnya banyak kasus yang

melibatkan sengketa antara ahli waris si pewakif dengan nazir, dengan alasan

tertentu, ada juga persoalan mengenai ahli waris dari wakif ingin menarik

kembali tanah yang sudah diwakafkan, sehingga menimbulkan sengketa pada

keduanya. Dan banyak lagi contoh-contoh sengketa wakaf lainnya. Dari berbagai

macam kasus yang ada di Indonesia, salah satunya seperti yang terjadi di Daerah

Jl. Raya Pebayuran KM 08 Kertasari-Pebayuran Kab. Bekasi-Jawa Barat yang

melibatkan beberapa permasalahan, seperti ketidakjelasan status tanah wakaf

karena belum terdaftar kepada pihak yang berwenang. Di bawah ini merupakan

kronologis kasus yang terjadi di Daerah Pebayuran Kab. Bekasi.

A. Kronologis Wakaf

Pada awal maret 1989 H. Muhammad Yasin memberikan kepercayaan

kepada KH. Makhrus Amin untuk membangun pondok pesantren bernama

Annajah, tepatnya di Jalan Raya Pebayuran KM 08 Desa Kertasari, Kecamatan

Pebayuran, Kabupaten Bekasi 17710 Jawa Barat.

Sebelum itu terjadi, berdirinya Pondok Pesantren Annajah diilhami dari

kekayaan yang dimiliki oleh seorang dermawan yaitu Bapak H. Muhammad

Page 57: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

45

Yasin. Awalnya beliau berkeinginan untuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah di

Pebayuran. Dalam perjalanannya, terdapat Praktek Pengabdian Masyarakat

(PPM) yang dilakukan oleh para santri Pondok Pesantren Darunnajah (sebuah

pesantren yang terletak di Jl. Ulujami Raya No. 86 Pesanggrahan - Jakarta

Selatan) yang melakukan kegiatan kerja nyatanya tepat di daerah Kertasari

Pebayuran Kab. Bekasi. Dari praktek para santri tersebut, telah memperlihatkan

kepada masyarakat suatu keunggulan serta kualitas para santri Darunnajah dalam

bidang kelimuan agama, sosial, pengetahuan umum dan budi pekertinya kepada

masyarakat setempat. Salah satu bukti nyata adalah terlahirnya generasi

cemerlang dari pondok ini yaitu Muhammad Ali seorang Qori bertarap

Internasional.1

Hal tersebut pula yang membuat ketertarikan tersendiri dari H. M. Yasin

untuk membuat sebuah perundingan kepada Pimpinan pondok, dalam hal ini KH.

Makhrus Amin agar terciptanya sebuah pesantren di daerah Kertasari. Setelah

melakukan perundingan antara kedua belah pihak, KH. Makhrus Amin bersama

H. M. Yasin hasilnya adalah H. M. Yasin untuk memberikan uang sekitar Rp.

200 Juta kepada pesantren tersebut untuk melakukan perkembangannya. Dalam

jangka dua bulan setelah itu, kapasitas santri yang kian hari kian meningkat

1 Hasil Wawancara bersama Ust. Mustofa (saksi), di Pondok Pesantren Darun Najjah (Jl.

Ulujami Raya No. 86 Pesanggrahan - Jakarta Selatan), 23 Desember 2013. Pukul 16.05 – 16.35

WIB

Page 58: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

46

tercatat sekitar 200 santri masuk ke pesanren Darunnajah membuat pesantren ini

menjadi semakin tak mampu menampung banyaknya santri.2

Setelah melihat hal ini, kemudian KH. Makhrus melakukan negosiasi

dengan H. M Yasin untuk diadakan sebuah tanah wakaf yang cukup luas.

Hasilnya, kedua belah pihak bergegas melakukan survey tanah tepat di depan

Rumah H. M. Yasin. Namun setelah melakukan survey, terjadi kesalahpahaman

antara H.M. Yasin dengan KH. Makhrus terkait lokasi tanah yang berada di

depan rumah H.M. Yasin yang dirasa kurang memadai. Hal itu membuat H. M.

Yasin mengalihkan lokasi tanah wakaf yang awalnya di depan rumah kemudian

dipindah ke sebuah tanah persawahan miliknya, dengan luas sekitar 7 hektar.

Tepat pada tanggal 20 Mei 1989 Bapak KH. Makhrus Amin dan Bapak

H.M Yasin mengadakan rapat kembali di kantor Kecamatan Pebayuran yang

dihadiri oleh Bapak Kepala KUA, Bapak H. Madroi, H. Muhayar, Komisaris

Golkar Bapak Karmedi, dan segenap Pegawai Kecamatan serta Kepala Desa se-

Kecamatan Pebayuran, dan juga di hadiri oleh Bapak SOSPOL Jak – Sel, Letkol

TNI Azhari Baedowi dan menetapkan bahwa tanggal 21 Mei 1989 adalah hari

2 Hasil Wawancara dengan Mahrus Amin selaku nadzir di Pondok Pesantren Darun

Najjah, Jl. Ulujami Raya No. 86 Pesanggrahan - Jakarta Selatan, Pada tanggal 23 Desember

2013 Pukul 10.55 – 11.15 WIB

Page 59: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

47

berdirinya Pondok Pesantren Annajah yang pada hari itu juga bertepatan dengan

Hari Kebangkitan Nasional.3

Selang Satu hari setelah pertemuan tersebut berlangsunglah pembangunan

Pondok Pesantren Annajah yaitu tanggal 21 Mei 1989, seperti gedung 20 – 21

Mei, Darul Ulum dan gedung lainnya. Pembangunan itu di kerjakan oleh tenaga

kerja sebanyak 275 orang pekerja yang didatangkan dari Cirebon maupun warga

setempat.

Setelah sekian tahun berdiri barulah dilakukan Ikrar wakaf pada tanggal

20 Mei Pada hari selasa tanggal 18 Rabi’ul Awal 1424 H bertepatan dengan

tanggal 20 Mei 2003 M, bertempat di Aula Kampus Pondok Pesantren Annajah

Kertasari Pebayuran Kabupaten Bekasi Jawa Barat. H. Mohammad Yasin

sebagai Wakif telah mengikrarkan sebidang tanah dengan luas 84.000 M2

(Delapan Puluh Empat Ribu Meter Persegi) dan tiga buah bangunan di atasnya,

dengan rincian tiga buah sertifikat atas nama orang lain (sertifikat tanah yang

telah dibeli oleh H. M Yasin). Tanah Wakaf tersebut terletak di Daerah Ds.

Kertasari Kec. Pebayuran. Kab. Bekasi - Jawa Barat. H. M. Yasin telah

mengikrarkan wakaf kepada Yayasan Wakaf Hidayatunnajah.

Adapun pembina dari Yayasan Hidayatunnajah yaitu: 1) H. Muhammad

Yasin; 2) Drs. KH. Mahrus Amin; 3) H. Iing Sarkim, S.H. Sedangkan pengurus

dari Yayasan Hidayatunnajah adalah 1) H.Tubagus Achmad Darojat, MBA 2)

3 Hasil Wawancara bersama Ust. Mustofa (saksi), di Pondok Pesantren Darun Najjah (Jl.

Ulujami Raya No. 86 Pesanggrahan - Jakarta Selatan), 23 Desember 2013. Pukul 16.05 – 16.35

WIB

Page 60: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

48

Abdul Basied Hanif, S.E 3) H. Solahudin Nasution, Lc. Selanjutnya pengawas

yayasan wakaf Hidayatunnajah adalah 1) K.H Anshori Umar Sitanggal 2) Drs.

H.M. Habib Chirzin.4

Mengenai tujuan peruntukan wakaf tersebut adalah sebagai berikut:

a) Syarat wakaf tersebut di atas diperuntukan bagi pondok pesantren Annajah

sebagai balai pendidikan Islam yang harus tunduk kepada ketentuan

ketentuan Hukum agama Islam, menjadi amal jariyah, beribadah dan

beramal sholeh.

b) Bahwa pondok pesantren Annajah harus menjadi sumber ilmu pengetahuan

agama Islam, bahasa arab, bahasa inggris, ilmu pengetahuan umum dan

teknologi yang tetap berjiwa islam dan pesantren.

c) Bahwa lembaga lembaga yang bernaung di bawah Yayasan

Hidayatunnajah, harus menjadi lembaga yang berkhidmat kepada

masyarakat, membentuk karakter peribadi umat yang “tafaqquh fiddin”

yang merupakan kader ulama, Zu’ama, Aghnia menolong para fakir

miskin, memelihara yatim/dhuafa guna kesejahteraan lahir dan batin serta

dunia akhirat.

d) Bahwa pihak kedua berkewajiban : memelihara, mengembangkan dan

menyempurnakan agar balai pendidikan yang berada di bawah naungan

yayasan hidayatunnajah menjadi lembaga yang bermutu dan berarti dalam

tafaqquh fiddin.

4 Lihat data Lampiran Ikrar Wakaf Yayasan Hidayatunnajah

Page 61: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

49

B. Pokok Permasalahan

Setelah penulis melakukan investigasi dan wawancara kepada para

narasumber yang bersangkutan, penulis menemukan permasalahan. Yang mana

dimulai sejak hari selasa tanggal 18 Rabi’ul Awal 1424 H / 20 Mei 2003 M,

bertempat di Aula Kampus Pondok Pesantren Annajah Kertasari Pebayuran

Kabupaten Bekasi Jawa Barat, H. Mohammad Yasin sebagai Wakif telah

mengikrarkan sebidang tanah dengan luas 84.000 M2

(Delapan Puluh Empat

Ribu Meter Persegi) dan tiga buah bangunan di atasnya, dengan rincian tiga buah

sertifikat atas nama orang lain (sertifikat tanah yang telah dibeli oleh H. M

Yasin). Tanah Wakaf tersebut terletak di Daerah Ds. Kertasari Kec. Pebayuran.

Kab. Bekasi - Jawa Barat. H. M. Yasin telah mengikrarkan wakaf tersebut di

atas kepada Yayasan Wakaf Hidayatunnajah sebagai nazirnya adalah Drs. KH.

Mahrus Amin.5

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang

pendaftaran wakaf, mekanisme pendaftaran tanah wakaf dimulai dengan

melakukan ikrar wakaf terlebih dahulu di depan PPAIW (pejabat pembuat akta

ikrar wakaf), setelah ditandatangani oleh para pihak akta wakaf, kemudian

barulah pendaftaran tanah wakaf dilakukan oleh PPAIW atas nama nazir dengan

tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari setelah ikrar wakaf dilakukan.6 Namun

5 Lihat data Lampiran Ikrar Wakaf Yayasan Hidayatunnajah

6 Pasal 32 Undang-udang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Page 62: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

50

setelah 7 (tujuh) hari berselang, para pihak (PPAIW) kesulitan melakukan

pendaftaran tanah wakaf tersebut, karena terkendala pada pemindah-alihan hak

atas tanah dari orang lain kepada H. M Yasin. Di lain pihak juga H. M. Yasin

kesulitan hendak merubah status AJB (akta jual beli) menjadi SHM (sertifikat

hak milik) H. M. Yasin, dikarenakan tanah yang dimiliki oleh H. M. Yasin

melewati batas maksimal kepemilikan tanah.7

Setelah mengetahui kronologi dan duduk perkaranya, penulis menemukan

beberapa permasalahan. Titik permasalahannya adalah terdapat tiga buah bidang

tanah yang belum bersertifikat atas nama H. M. Yasin, karena pada waktu

pembelian H. M. Yasin belum membuatkan sertifikat atas namanya sendiri (balik

nama kepemilikan tanah). Permasalahan yang kedua adalah Ikrar Wakaf telah

dilakukan oleh Wakif kepada Nadzirnya dengan disaksikan lebih dari dua orang,

namun hingga sekarang belum dibuatkan sertifikat wakaf oleh PPAIW

kecamatan, disebabkan belumnya pemindahan atas nama tiga tanah tersebut.

7 Hasil Wawancara Bersama Agus Sujadi selaku KUA / PPAIW Kec. Pebayuran di

Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Pebayuran pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 16.05 –

16.35 WIB.

Page 63: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

51

Page 64: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

52

Page 65: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

53

Page 66: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

54

Page 67: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

55

Page 68: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

56

Page 69: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

57

BAB IV

KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF

STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM. 8 KERTASARI

KAB. BEKASI JAWA BARAT

A. Kebsahan Wakaf Perspektif Fiqh

Membicarakan keabsahan1 wakaf tidak terlepas dari segi legalitas (sah

atau tidaknya) sebuah praktik wakaf secara hukum. Dalam hal ini kesahihan

praktik wakaf dilihat dari pandangan hukum Islam (fiqh), hal tersebut juga tidak

terlepas dari kebenaran menurut hukum secara tertulis ataupun pada tataran

ijtihad para ulama. Untuk itu diperlukan penelahaan pada kajian normatif

(hukum) maupun segi kesejarahan praktik wakaf.

Dalam sejarahnya, pengaturan tentang wakaf telah diperkenalkan oleh

Islam sejak lama. Fakta tersebut bisa dilihat dari beberapa naskah dan sejarah

Nabi Muhammad Saw dan para sahabat telah mempraktekan wakaf. Pendapat ini

berdasarkan hadits yang dirwayatkan oleh Umar bin Syabah dari „Amir bin Sa‟ad

bin Mu‟ad, ia berkata:

: سأ لا عي أ و ل حبس ف اإل و روي عي عوز بي شبه عي عوز بي سعد بي هعا د قا ل

صلى اهلل عله سال م فقا ل الوها جزو ى صد قة عوز و قا ل األ صا رصد قة رسى ل اهلل

2و سلن

1 Keabsahan merupakan sesuatu hal yang telah memiliki ketetapan hukum secara sah

atau tidaknya. Pieter Levianus H. dan Sujanto Farlin, Kamus Praktis Bahasa Indonesia,

(Tangerang: Scientific Press, 2008), hlm. 6

2 Al-Syaukani, Nail al-Authar, (Mesir, Musthafa al-Baby al-Halabi, t. th), hlm. 24. Lihat

juga Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, Fiqih

Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm. 4

Page 70: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

58

“Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang

Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang Anshor

mengatakan wakaf Rasulullah SAW.

Dan dalam sejarahnya pula, praktik wakaf dapat ditemukan pada tahun

ketiga Hijriyah yaitu Rasulullah Saw mewakafkan tujuh kebun kurma di

Madinah; diantaranya ialah kebun A‟raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun

lainnya. Ada juga praktik wakaf ditemukan secara nyata pada praktik Umar bin

Khatab, yaitu:

عه اثه عمر رض اهلل عىمب لبل: أصبة عمر أرضب ثخجر فأتى انىج صهى اهلل عه

سهم ستأمر فب فمبل: برسل اهلل أصجت أرضب ثخجر نم أصت مضبال لط أوفس

هلل صهى اهلل عه سهم, إن شئت حجست أصهب عىدي مى فمب تأمرو ث. فمبل ن رسل ا

تصدلت ثب فتصدق ثب عمر, أوب التجبع التت الترث. لبل تصدق ثب فى

انفمراء فى انمرثى فى انرلبة فى سجم اهلل اثه انسجم انضف الجىبح عهى مه

فظ نمسهم ف نب أن أكم مىب ثبنمعرف طعم غر متمل مبال)متفك عه( انه

راة نهجخبري: تصدق ثأصهب الجبع الت نكه ىفك ثمري3.

“Dari Ibnu Umar RA. berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang

tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon

petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang tanah di

Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang

engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau suka, kau tahan

tanah itu dan engkau shodaqohkan. Kemudian Umar melakukan shodaqah, tidak

dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar: Umar

menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah,

ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu

(pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik dengan tidak

bermaksud menumpuk harta” (Muttafaq „Alaih) susunan matan tersebut menurut

riwayat Muslim. Dalam riwayat al-Bukhari: Beliau sedekahkan pokoknya, tidak

dijual dan tidak dihibahkan, tetapi diinfakkan hasilnya

3 HR. Muslim

Page 71: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

59

Sebetulnya jika kita telusuri praktik wakaf yang telah dilakukan oleh

sahabat dan para ulama amatlah banyak. Namun dalam beberapa konseptual

persyaratan sah tidaknya sebuah wakaf merupakan sebuah ranah ijtihadi para

ulama. Hal tersebut dikarenakan minimnya ayat-ayat al-Qur‟an dan as-Sunah

menyinggung masalah wakaf.4 Dengan demikian, perincian terkait keabsahan

praktik wakaf diletakan pada ijtihadi (didasarkan pada ijtihad) bukan masalah

ta‟abudi (masalah yang telah ditetapkan).5

Walaupun begitu, ayat al-Qur‟an dan al-Hadits yang sedikit itu ternyata

mampu menjadi pedoman para ahli fiqh sejak masa sahabat Nabi hingga sekarang

dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan metode

penggalian hukum (ijtihadi) mereka. Sebab itulah sebagian besar hukum-hukum

tentang wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad dengan menggunakan

metode seperti qiyas (analogi/perbandingan), maslahah mursalah (penetapan

hukum berdasarkan prinsip kemaslahatan), dan banyak lagi metode yang lainnya.

Hal serupa seperti yang dilakukan oleh para ulama klasik dalam

menetapkan sebuah keabsahan wakaf dilihat dari beberapa hal. Seperti ulama

klasik menetapkan keabsahan wakaf tergantung keberadaan dan terpenuhinya

rukun dan syarat wakaf itu sendiri. Adapun Rukun wakaf menurut mayoritas

ulama selain Hanafi adalah orang yang mewakafkan (واقف), tujuan diwakafkan

.barang wakafan (Maukuf Bih), dan sighat wakaf ,(موقوف عليه)6 Sedangkan

menurut mazhab Hanafi, rukun wakaf itu hanya ada satu, yaitu shighat. Shighat

4 Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, FIqih

Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm.13

5 Asmuni Mth, Wakaf, (Yogyakarta: Pustakan Insan Madani, 2007), hlm. 42

6 M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 87

Page 72: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

60

di sini adalah lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf atau pelafalan

yang menunjukan makna (substansi) wakaf.7 Seperti contoh kata seseorang

“tanahku ini diwakafkan selamanya terhadap orang-orang miskin.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya rukun merupakan

sesuatu yang pokok, maka apabila ketiadaanya sebuah rukun wakaf dalam

praktek, secara tidak langsung akan memberikan kecacatan terhadap praktik

wakaf itu sendiri. Selain pengertian tersebut, pengertian rukun juga sesuatu yang

dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, dimana ia merupakan bagian

integral (kesatupaduan) dari disiplin itu sendiri. Atau dengan kata lain, rukun

adalah menyempurna sesuatu, di mana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.

Untuk menentukan keabsahannya, dibawah ini unsur rukun wakaf yang

didalamnya terkandung syarat-syarat wakaf menurut para fuqaha terdiri dari: 8

a) Waqif (orang yang berwakaf)

Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan

hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan harta

maksudnya ketika hendak mewakafkan sesuatu hartanya.9 Kecakapan

bertindak disini meliputi beberapa hal, seperti merdeka, sehat akalnya, dalam

keadaan sadar, tidak dibawah pengampuan, tidak dalam keadaan terpaksa atau

dipaksa, dan telah mencapai umur baligh.10

Dalam pelaksanaannya praktik

wakaf, ada dua syarat yang harus dipenuhi wakif kaitannya dengan pihak lain:

7 M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 87

8 M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 87

9 Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, FIqih

Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm. 21.22

10

Abi Yahya Zakariya al-Anshary, Fath al-Wahhab, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) ,

hlm. 256

Page 73: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

61

Waqif tidak terikat dengan hutang dan Waqif tidak dalam kondisi sakit

parah.11

b) Mauquf „Alaih (Peruntukan Wakaf/Tujauan Diwakafkan)

Yang dimaksud dengan mauquf „alaih adalah tujuan wakaf

(peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai

dan diperbolehkan oleh syariat Islam. Karena pada dasarnya, wakaf

merupakan amal yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena mauquf „alaih

(yang diberi wakaf) haruslah bersandar pada kebajikan. Para ulama sepakat

bahwa peruntukan untuk kebajikanlah yang menjadi wakaf sebagai ibadah

pendekatan kepada Allah (taqarab ila Allah).12

c) Mauquf Bih (Harta yang diwakafkan).

Pembahasan harta yang hendak diwakafkan, para ulama membaginya

ke dalam dua unsur, yaitu pertama syarat sahnya harta yang diwakafkan dan

kedua tentang kadar harta wakaf. Untuk yang pertama, syarat sahnya Harta

wakaf itu harus mutaqawam (dapat disimpan dan halal), memiliki nilai (ada

harganya), harta wakaf itu jelas bentuknya, Harta wakaf merupakan hak milik

dari waqif, harta wakaf itu merupakan harta benda ynag tidak bergerak, seperti

tanah, atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada,

terpisah, bukan milik bersama.13

Sedangkan yang kedua tentang kadar harta

yang diwakafkan yaitu tidak melebih 1/3 harta wakiif guna kepentingan harta

warisan bagi keluarganya, baik berupa harta bergerak atau tidak.

11

M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 240

12

Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI,

FIqih Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm. 48

13

Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI,

FIqih Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm. 27

Page 74: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

62

d) Shigat Wakaf (Ikrar Wakaf)

Pengertian shighat wakaf juga bisa dipahami dalam pengertian Ikrar

wakaf, yaitu segala ucapan atau isyarat dari orang yang berakad untuk

menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya, dalam hal ini

Pernyataan atau ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas dengan seperti,

kata "aku mewakafkan" atau "aku menahan" atau kalimat yang semakna

lainnya. Ikrar ini penting, karena pernyataan ikrar membawa implikasi

gugurnya hak kepemilikan wakif, dan harta wakaf menjadi milik Allah atau

milik umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi

tujuan wakaf itu sendiri. Karena itu, konsekuensinya, harta wakaf tidak bisa

dihibahkan, diperjualbelikan, atau pun diwariskan. Dan perlu dicatat tidak

ditemukan ikrar wakaf harus dicatatkan, karena pada fuqaha tradisi tulis

menulis ataupun pencatatan dalam bentuk pendaftaran administratif tidak

ditemukan. Namun para fuqaha memberikan prasyarat itu dengan Shighat atau

Statmen wakaf harus jelas dan tegas, singkat pelafalannya, menunjukkan

bahwa wakaf tersebut bersifat langgeng dan tidak ada syarat yang mengikat,

yang bisa mempengaruhi hakikat wakaf dan bertentangan dengan ketentuan

wakaf.14

Selain syarat dan rukun terpenuhi, keabsahan wakaf menurut para ulama

dalam beberapa hal terdapat perselisihan, seperti Para fuqaha berbeda pendapat

dalam hal wakaf diberikan melalui perbuatan saja. Misalnya pemberian yang

tidak mengindahkan sighat (lafal atau ikrar wakaf). Menurut ahli Fiqh Hambali

(Hanabilah) berpendapat bahwa untuk kemaslahatan umum adalah sah. Meski

tanpa lafal, mereka menyamakannya dengan keabsahan jual beli tanpa lafal.

14

Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI,

FIqih Wakaf, (Dirjen BIMAS Depag RI, 2006), hlm. 56-61

Page 75: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

63

Yaitu jual beli yang cukup dengan aktifitas membayar dari satu pihak dan

menyerahkan pihak lain. Hanya saja mereka mengisyaratkan adanya qarinah

(petunjuk) yang menunjukkan adanya keinginan berwakaf. Misalnya, seseorang

membangun masjid, lalu mengizinkan orang melakukan shalat di tempat itu, atau

membangun kuburan di atas tanah itu sebagai tempat mengubur.

Ibn Qudamah mengatakan bahwa sah tidaknya berwakaf itu ditentukan

oleh ada atau tidak adanya perkataan atau perbuatan yang mengarah pada praktek

wakaf. Misalnya, ia membangun masjid dan mengizinkan orang untuk shalat di

dalamnya, atau membangun kuburan dan membolehkan orang lain untuk

menjadikan tanah itu sebagai kuburan. Izin untuk melakukan shalat atau

menjadikan tanah sebagai kuburan itulah yang disebut sebagai perkataan atau

perbuatan yang mengidentifikasikan adanya wakaf.15

Demikianlah pemahaman secara tekstual dari apa yang diriwayatkan oleh

Imam Ahmad bin Hambal. Beliau meriwayatkan dari Abu Dawud dan Abu

Thalib tentang seseorang yang menyertakan rumahnya sebagai bagian dari

masjid, lalu orang tersebut mengizinkan orang lain melakukan shalat di dalamnya

dan tidak mengambil kembali rumah itu sebagai miliknya. Demikian juga, ketika

seseorang yang mengambil sebidang tanah sebagi perkuburan, lalu mengizinkan

orang lain menguburkan mayat disana, dan sejak saat itu. Ia tidak mengambil

kembali tanah tersebut sebagai miliknya. Riwayat tersebut berasal dari Imam

ahmad, dan riwayat selaras dengan pendapat Abu Hanifah.16

15

M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 93

16

M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 93

Page 76: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

64

Abu Ya‟la menceritakan dari Imam Ahmad, ketika beliau ditanya oleh

Asram tentang seseorang yang membangun suatu bangunan dengan niat untuk

dijadikan kuburan. Namun ia ingin memiliki tanah itu lagi, maka Imam Ahmad

menjawab, “jika orang itu telah menjadikannya untuk Tuhan, maka tidak akan

kembali menjadi miliknya. “peristiwa ini semakin mempertegas keabsahan wakaf

yang dilakukan tanpa lafal. Sebab, Imam Ahmad melarang orang itu untuk

mengambilnya lagi sebagai miliknya, meskipun ia mewakafkan hanya melalui

niat, tanpa lafal. Golongan madzhab Hambali mendasarkan pendapat mereka atas

beberapa hal berikut :

a) Bahwa kebiasaan sudah berlaku demikian.

b) Bahwa saat perbuatan dilakukan. Sesungguhnya subtansi wakaf telah

terlihat. Oleh karena itu, yang demikian sama halnya dengan lafal.

c) Bahwa hal itu dapat disamakan dengan orang yang menghidangkan

makanan bagi tamunya untuk menikmati hidangan tanpa harus di

ucapakan.

Uraian di atas sesungguhnya hanya berlaku pada wakaf yang ditujukan

pada kemaslahatan umum. Sedangkan, wakaf yang ditujuakan untuk kaum fakir

miskin atau yang ditujukan bagi kalangan tertentu, menurut golongan Hanabilah

tidak sah tanpa lafal. Sebab adatnya yang berlaku adalah mengharuskan lafal atau

wakaf seperti itu. Sebaliknya, jika terdapat kebiasaan dalam suatu masyarakat

yang membolehkan tanpa lafal. Maka wakaf tanpa lafal bisa diterapkan.17

17

Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, (Pasuruan: PT Garuda

Buana, t, th), hlm. 3

Page 77: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

65

Jadi bisa disimpulkan bahwa keabsahaan wakaf menurut fiqh lebih

mengacu pada tataran normatf, yaitu lebih mengarah pada legalitas aturan (sah

atau tidaknya) sebuah praktik wakaf secara hukum. Di mana keabsahan praktik

wakaf dilihat dari terkumpulnya syarat dan rukun itu sendiri pada praktiknya.

Dalam hal ini adanya wakif, maukuf „alahi, maukuf bih, dan sighat wakaf. Dan

dalam literatur, tidak ditemukan persyaratan keharusan pencatatan ataupun

pendaftaran wakaf menjadi sebuah keabsahan wakaf.

B. Keabsahan Wakaf dan Prosedur Wakaf Perspektif Perundangan di

Indonesia

Sejak dan setelah datangnya Islam ke Indonesia, sebagian besar

masyarakat melaksanakan wakaf berdasarkan paham keagamaan yang dianut,

yaitu paham Syafi‟iyyah dan adat kebiasaan setempat.18

Sebelum adanya UU No.

5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah

No. 28 Tahun 1977 Tentang perwakafan Tanah Milik, sebagian masyarakat

Indonesia masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan keagamaan, seperti

kebiasaan melakukan perbuatan hukum perwakafan tanah secara lisan atas dasar

saling percaya kepada seseorang atau lembaga tertentu. Kebiasaan memandang

wakaf sebagai amal shaleh yang mempunyai nilai mulia dihadirat Tuhan tanpa

harus memerlukan prosedur administratif, dan harta wakaf dianggap milik Allah

semata yang siapa saja tidak akan berani menggangu gugat tanpa seizin Allah.

Paham masyarakat Indoneisa tersebut terlihat sangat lugu karena sikap

jujur dan saling percaya antara satu dengan yang lainnya pada aktivitas bersegi

agama. Praktik pelaksanaan wakaf semacam ini, pada paruh perjalanannya harus

18

Achmad Djunaidi dan Tbobieb, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz

Publishing, 2008), cet. Ke- 5, hlm. 47

Page 78: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

66

diakui memunculkan persoalan mengenai validitas legal kepemilikan tentang

harta wakaf, hingga berujung pada timbulnya persengketaan-persengketaan

karena tiadanya bukti-bukti yang mampu diwakafkan. Keberadaan perwakafan

tanah waktu itu dapat diteliti berdasarkan bukti-bukti catatan di Kantor Urusan

Agama (KUA) di Kecamatan ataupun Kabupaten.

Selain tradisi lisan dan tingginya kerpercayaan kepada penerima amanah

dalam melakukan wakaf, umat Islam Indonesia lebih banyak mengambil

pendapat dari golongan Syafi‟iyyah sebagaimana mereka mengikuti mazhabnya,

seperti tentang ikrar wakaf, harta yang boleh diwakafkan, kedudukan harta wakaf

setelah diwakafkan, harta wakaf ditujukan kepada siapa dan boleh tidaknya tukar

menukar harta wakaf.

Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum

sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda

wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan

pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya

karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan

mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang

kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya

dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan

peruntukan wakaf.

Sebagaimana dijelaskan di atas, kebiasaan pencatatan atau pendaftaran

ikrar wakaf sebelum adanya PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah

Milik, masyarakat menggunakan pernyataan lisan saja yang didasarkan pada adat

kebiasaan keragaman yang bersifat lokal dirasa telah cukup oleh masyarakat.

Pernyataan jelas (shigat sharih) menurut pandangan Syafi‟i termasuk bentuk

Page 79: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

67

pernyataan yang sah. Ulama sepakat setelah tercukupi syarat dan rukun wakaf,

maka hal itu menjadi keabsahan praktik wakaf itu sendiri.19

Setelah berjalan begitu lama, seiring tumbuh kembangnya masyarakat

serta kompleksitas permasalahan dalam pertanahan, mulailah dirasa perlu upaya

pencatatan serta pendaftaran ikrar wakaf dalam peraturan perundang-undangan

Indonesia. Dimulai dengan lahirnya PP No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan

tanah milik yang secara khusus pembahasan mengenai pencatatan serta

pendaftaran harta wakaf kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah

pemerintah yang diwakili oleh KUA kecamatan dan lain-lain.

Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum

nasional, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004

dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang Wakaf. Pada dasarnya

ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan dalam undang-undang ini sama

dengan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah

Milik, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru seperti yang

telah dijelaskan pada bab sebelumya.

Jika dilihat dari segi sejarahnya, peraturan perundang-undangan Indonesia

terkait perwakafan menganut asas pencatatan serta pendaftaran harta wakaf

merupakan suatu kemestian, hal itu telah ada sejak diundangkanya Peraturan

Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Dalam Pasal 10

disebutkan yaitu:

(1) Setelah kata Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan

(5) pasal 9, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang

bersangkutan,diharuskan mengajukan permohonan kepada Bupati/

Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat

untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan menurut

19

Achmad Djunaidi dan Thobieb, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz

Publishing, 2008), cet. Ke- 5, hlm. 48

Page 80: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

68

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. (2)

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria

setempat, setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat

perwakafan tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan

sertifikatnya.

(2) Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka

pencatatan yang dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah untuk tanah

tersebut dibuatkan sertifikatnya.

(3) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tatacara pencatatan perwakafan yang

dimaksud dalam ayat (2) dan (3).

(4) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan

sertifikatnya seperti dimaksud ayat (2) dan (3), maka Nadzir yang

bersangkutan wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh

Menteri Agama.20

Pencatatan ikrar wakaf dan pendaftarannya, dipertegas pula dalam

undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pada pasal 32, yaitu:

PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) atas nama Nazhir mendaftarkan

harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh)

hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.21

Lebih lanjut dalam Pasal 68 dan 69 undang-undang No. 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf menyebutkan secara tersirat kewajiban pendaftaran wakaf oleh

pihak yang berwenang bersama nadzir.22

Pasal 68 tersebut berbunyi: (1) Menteri dapat mengenakan sanksi

administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh

lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

dan Pasal 32.23

Pasal 69 berbunyi: (1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini,wakaf

yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai

20

Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

21

Pasal 32 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

22

Lembaga yang berwenang di sini yaitu PPAIW (Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf) untuk

wakaf yang tidak bergerak, sedangkan Lembaga Keuangan Syariah wakaf yang bergerak.

23

Pasal 68 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Page 81: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

69

wakaf menurut Undang-Undang ini. (2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-

Undang ini diundangkan.

Mengenai Instansi yang berwenang untuk pendaftaran wakaf terdapat

mekanismenya masing-masing. Di bidang wakaf tanah adalah kewenangannya

Badan Pertanahan Nasional, Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda

bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya, instansi

yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar

(unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.24

Semua ini, untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna

melindungi harta benda wakaf, Undang-Undang ini menegaskan bahwa

perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan

didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata

cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

wakaf dan harus dilaksanakan.

Tata cara pembuatan akta ikrar wakaf (AIW) dan pendaftarannya diatur

berdasarkan status tanahnya, yang meliputi:

a) tanah milik bersertifikat dengan status hak milik;

b) tanah milik bersertifikat dengan status hak guna bangunan dan hak milik;

c) tanah hak milik yang belum bersertifikat

d) tanah milik Negara.25

Dari keempat bentuk tersebut, pendaftaran wakaf diilustrasikan seperti

dalam sebuah gambar di bawah ini menurut peraturan perundangan Indonesia:

24

Penjelasan Pasal 32 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

25

Asmuni Mth, MA, Wakaf, (Yogyakarta: Pustakan Insan Madani, 2007), hlm. 103

Page 82: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

70

Prosedural Pendaftaran Wakaf (Tanah Milik)

Gambar 126

Untuk lebih jelasnya di bawah ini tatacara pendaftaran wakaf tidak

bergerak yang berkaitan dengan judul penulis, yaitu tanah hak milik yang belum

bersertifikat menurut peraturan perundangan Indonesia, dengan mengacu pada

peraturan di bawah ini: Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik, Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,

Perturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No 41. Tahun

2004 Tentang Wakaf, PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan

PerMenAg (Peraturan Menteri Agama) No. 1 Tahun 1978 tentang Peraturan

Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, adalah

sebagai berikut:

26

Ilustarsi Gambar Diambil dari “Wakaf Indonesia”,

http://mylittlefairy.blogspot.com/2010/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Tanggal 02 Februari

2014, 16.45 WIB

Page 83: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

71

a. Perorangan/Organisasi/Badan Hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya

(sebagai calon wakif) diharuskan datang sendiri di hadapan Pejabat Pembuat

Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.

b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan

kepada PPAIW, surat-surat sebagai berikut :

1). Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah;

2). Surat Pernyataan dari Calon Wakif mengenai kebenaran pemilikan tanah

dan tidak dalam sengketa diperkuat oleh Kepala Desa/ Lurah dan Camat

setempat

3). Surat Keterangan pendaftaran tanah;

4). Ijin Bupati/Walikota u.b Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat, hal ini

terutama dalam rangka tata kota atau master plan city (desain tata kota).

c. PPAIW meneliti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi untuk

pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan

mengesahkan susunan nadzir.

d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau

mengucapkan kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah disahkan. Ikrar

wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk

tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan

(misalnya bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu isyarat

dan kemudian mengisi blanko W.1.

Apabila wakif itu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar

Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis dengan

persetujuan dari Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf dan kemudian surat

atau naskah tersebut dibacakan dihadapan nadzir setelah mendapat

Page 84: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

72

persetujuan dari Kandepag. Selanjutnya penandatanganan Ikrar Wakaf

(bentuk W.1).

e. PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.2) rangkap tiga dengan

dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya dibuatkan

Salinan Akta Ikrar Wakaf (W.2.a) rangkap 4 (empat). selambat-lambatnya

satu bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf dikirim tiap-tiap lembar ke BPN

dan lainnya,dengan pengaturan pendistribusiannya sebagai berikut:

1). Akta Ikrar Wakaf

a. Lembar pertama disimpan PPAIW

b. Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran tanah

wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)

c. Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat

2). Salinan Akta Ikrar Wakaf :

a. Lembar pertama untuk wakif

b. Lembar kedua untuk nadzir

c. lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota

d. lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.

e. Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta Ikrar

Wakaf (bentuk W.4) dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.

Setelah melakukan Ikrar Wakaf secara lisan dengan disaksikan oleh para

pihak, serta telah mendapatkan Akta Ikrar Wakaf dari PPAIW, barulah kemudian

tahap pensertifikasian tanah wakaf itu sendiri. Di mana sesuai peraturan yang

berlaku, bahwa Prosedur Pendaftaran Tanah wakaf ke Instansi yang berwenang,

dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan setempat pada sub Direktorat Agraria

Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud Pasal 32 UU No. 41 Tahun 2004 jo

Page 85: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

73

Pasal 10 PP No. 28 Tahun 1977 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun

1977 adalah sebagai berikut :

a. Kepala KUA Kecamatan setempat atas nama Nadzir Wakaf mendaftarkan

wakaf ke BPN dengan mengisi Blangko W.7 dengan melampirkan dokumen

sebagai berikut:

1) Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-

surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat

keterangan warisan, girik dan sejenisnya) bagi tanah hak milik yang

belum bersertifikat.

2) Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat bahwa tanah

tersebut tidak dalam sengketa.

3) Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (asli lembar

kedua)

4) Foto Copy KTP Wakif apabila masih hidup.

5) Foto Copy KTP para nadzir.

6) Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah)

Setelah semuanya selesai dan lengkap, maka Proses Sertifikasi Tanah

Wakaf mulai dilakukan oleh:

1) Pihak Kantor Pertanahan Kab/Kota menerima berkas persyaratan

untuk proses sertifikasi tanah wakaf, kemudian meneliti kelengkapan

persyaratan administrasi.

2) Pihak Kantor Pertanahan melakukan pengukuran tanah wakaf untuk

dibuatkan Gambar Situasi Tanah.

3) Pihak BPN mencatat wakaf dalam Buku Tanah

Page 86: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

74

4) Selanjutnya memproses dan menerbitkan sertifikat tanah.27

C. Analisis Kasus

Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum

sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus, harta

benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke

tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak

hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan

mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat

yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang

seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan,

fungsi, dan peruntukan wakaf.28

Fakta demikian banyak ditemukan di beberapa daerah, yang pada

akhirnya perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan namun

sebaliknya. Bahkan banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan

pihak ketiga akibat tidak adanya bukti tertulis, seperti ikrar wakaf, sertifikat tanah

belum jelas dan banyak lagi yang lainnya.29

Hal itu seperti yang ditemukan oleh

penulis di daerah Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi. Yang mana ada

beberapa kendala praktik wakaf di daerah itu, hingga kini belum bisa

tersertifikasi tanah wakaf. Seperti yang telah digambarkan pada bab sebelumnya.

27

Kementrian Agama RI, Tata Cara Penomoran dan Pendaftaran Tanah Wakaf,

(Jakarta: Kementrian RI, t.th), hlm. 3-5

28

Nawawi Nurdin, Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf, (Tt: tp, t.th), hlm. 1-2

29

Dirjen BIMAS (Bimbingan Masyarakat Islam) Pengembangan Zakat dan Wakaf ,

Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Dirjen BIMAS, 2005), hlm. 98

Page 87: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

75

Pada hari selasa tanggal 18 Rabi‟ul Awal 1424 H. bertepatan dengan

tanggal 20 Mei 2003 M, bertempat di Aula Kampus Pondok Pesantren Annajah

Kertasari Pebayuran Kabupaten Bekasi Jawa Barat. H. Muhammad Yasin sebagai

Wakif telah mengikrarkan sebidang tanah dengan luas 84.000 M2

(Delapan Puluh

Empat Ribu Meter Persegi) dan tiga buah bangunan di atasnya, dengan rincian

tiga buah sertifikat atas nama orang lain (sertifikat tanah yang telah dibeli oleh H.

M Yasin). Tanah Wakaf tersebut terletak di Daerah Ds. Kertasari Kec.

Pebayuran. Kab. Bekasi - Jawa Barat. H. M. Yasin telah mengikrarkan wakaf

kepada Yayasan Wakaf Hidayatunnajah, sebagai nazirnya yaitu dari pihak

Yayasan Hidayatunnajah.30

Nadzir dari wakaf tersebut juga Pembina Yayasan

Hidayatunnajah yaitu: 1) H. Muhammad Yasin; 2) Drs. KH. Mahrus Amin; 3) H.

Iing Sarkim, S.H.31

Pengurus Yayasan Hidayatunnajah adalah 1) H.Tubagus

Achmad Darojat, MBA; 2) Abdul Basied Hanif, S.; 3) H. Solahudin Nasution,

Lc. Sedangkan pengawas Yayasan Wakaf Hidayatunnajah adalah 1) K.H Anshori

Umar Sitanggal; 2) Drs. H.M. Habib Chirzin.

Adapun tujuan peruntukan wakaf (mauquf „alaihi) tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Syarat wakaf tersebut di atas diperuntukan bagi pondok pesantren Annajah

sebagai balai pendidikan islam yang harus tunduk kepada ketentuan-

ketentuan hukum agama Islam, menjadi amal jariyah, beribadah dan

beramal sholeh.

b) Bahwa pondok pesantren annajah harus menjadi sumber ilmu pengetahuan

agama Islam, bahasa arab, bahasa inggris, ilmu pengetahuan umum dan

teknologi yang tetap berjiwa islam dan pesantren.

c) Bahwa lembaga lembaga yang bernaung di bawah Yayasan

Hidayatunnajah, harus menjadi lembaga yang berkhidmat kepada

masyarakat, membentuk karakter peribadi umat yang “tafaqquh fiddin”

yang merupakan kader ulama, zu‟ama, aghnia menolong para fakir miskin,

memelihara yatim/dhuafa guna kesejahteraan lahir dan batin serta dunia

akhirat.

30

Lihat Gambar Akta Ikrar Wakaf pada bab III

31

Lihat Gambar Akta Ikrar Wakaf pada bab III

Page 88: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

76

d) Bahwa pihak kedua berkewajiban: memelihara, mengembangkan dan

menyempurnakan agar balai pendidikan yang berada di bawah naungan

yayasan hidayatunnajah menjadi lembaga yang bermutu dan berarti dalam

tafaqquh fiddin.32

Titik masalah yang pertama yaitu terdapat tiga buah bidang tanah yang

belum bersertifikat atas nama H. M. Yasin, karena pada waktu pembeliannya. H.

M. Yasin belum membuatkan sertifikat atas namanya sendiri (balik nama

kepemilikan tanah). Hal itu tidak bisa dilakukan pemindahan hak milik dari akta

jual beli (AJB) menjadi sertifikat hak milik (SHM), karena seluruh tanah yang

dimiliki H. M. Yasin melebihi kapasitas yang ditentukan undang-undang.33

Permasalahan yang kedua adalah sebagian pengelola wakaf (nadzir) merupakan

salah satu dari anggota Yayasan Hidayatunnah yaitu H. M Yasin. Dari kedua

masalah ini penting untuk menilai lebih jauh keabsahan praktik wakafnya.

Jika dilihat dari keabsahannya dalam kasus tersebut, merujuk pendapat

ulama atau perspektif fiqh, maka sah tidaknya praktik wakaf ditentukan

terkumpulnya rukun dan syarat wakaf itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan di

atas, rukun wakaf menurut mayoritas ulama selain Hanafi adalah orang yang

mewakafkan (wakif), tujuan diwakafkan (maukuf „alahi), barang wakafan

(maukuf bih), dan sighat wakaf (ikrar wakaf).34

Sedangkan menurut mazhab

Hanafi, rukun wakaf itu hanya ada satu, yaitu shighat. Shighat di sini adalah

32

Lihat Lampiran Akta Ikrar Wakaf pada bab III

33

Hasil Hasil Wawancara bersama Agus Sujadi selaku KUA / PPAIW Kec. Pebayuran

di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Pebayuran pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 16.05 –

16.35 WIB.

34 M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 87

Page 89: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

77

lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf atau pelafalan yang

menunjukan makna (substansi) wakaf.35

Dalam hal ini wakifnya adalah H. Muhammad Yasin, tujuan wakaf

(mauquf „alahi) yaitu sebagai balai pendidikan Islam yang harus tunduk kepada

ketentuan-ketentuan hukum Islam, menjadi amal jariyah, beribadah, beramal

sholeh, lembaga ini bertujuan pada pengabdian kepada masyarakat dengan

membentuk karakter peribadi umat yang “tafaqquh fiddin” yang merupakan

kader ulama, zu‟ama (pemimpin/pemerintah), menolong para fakir miskin,

memelihara yatim/dhuafa guna kesejahteraan lahir dan batin serta dunia akhirat.

Sedangkan barang wakafnya (maukuf bih) yaitu tanah dengan luas 84.000 M2

(Delapan Puluh Empat Ribu Meter Persegi) dan tiga buah bangunan di atasnya,

dengan rincian tiga buah sertifikat atas nama orang lain (sertifikat tanah yang

telah dibeli oleh H. M Yasin). Dan ikrar wakaf telah dilakukan oleh wakif baik

dengan lisan maupun dengan tulisan tanpa mengandung kesamaran, ikrar juga

disaksiakan sekitar lebih dari tiga belas (13) orang saksi. Mengenai nazhir itu

sendiri merupakan wakifnya juga, menurut fiqh diperkenankan selama itu tidak

bertentangan secara prinsip syariah. Menurut ulama fiqh seorang wakif bisa

menunjuk dirinya-sendiri atau orang lain untuk menjadi nadzir, tetapi jika

wakif tidak menunjuk siapapun untuk menjadi nadzir, maka yang bertindak

sebagai nadzir adalah qadli (hakim) dari pihak desa tempat wakaf tersebut.36

Untuk masalah pendaftaran wakafnya sendiri demi kepentingan pencatatan

administratif, dalam fiqh tidak ditemukan ketentuan ini. Jadi kesimpulannya

35

M. Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah, edisi

terjemahan Hukum Wakaf, (Depok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan, 2004), hlm. 87

36

Ibnu Syihab al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz IV, (Beirut: Daar al-Kitab al-

Alamiyah, 1996), hlm. 397

Page 90: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

78

praktik yang dilakukan di daerah kertasari kec. Pebayuran Kab. Bekasi sah

menurut Fiqh karena rukun dan syaratnya telah terpenuhi.

Berbeda dengan perspektif perundangan Indonesia, wakaf bisa dikatakan

sah harus memenuhi unsur syarat dan rukunnya. Dan yang paling terpenting yaitu

mensyaratkan perbuatan wakaf dicatatkan kemudian didaftarkan kepada instansi

yang berwenang seperti yang dijelaskan di atas. Pasal 69 berbunyi: (1) Dengan

berlakunya Undang-Undang ini,wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-

Undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini. (2)

Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan

paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Jadi, meski secara syarat dan rukun terpenuhi pada praktik wakaf di

daerah Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi, namun melihat kekuatan

hukumnya masih ditangguhkan. Karena peraturan perundangan Indonesia

mensyaratkan pendaftaran wakaf menjadi salah satu sahnya perbuatan wakaf itu

sendiri sesuai pasal 69 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Rukun wakaf

dalam perspektif UU No. 41 Tahun 2004 juga berbeda dengan perspektif fiqh,

yang mana dilaksanakannya dengan harus memenuhi unsur wakaf, yaitu: a).

Wakif; b). Nazhir; c). Harta Benda Wakaf; d). Ikrar Wakaf; e). peruntukan harta

benda wakaf; dan f). jangka waktu wakaf. Jadi bisa disimpulkan syarat

administrasi merupakan faktor penentu sah tidaknya sebuah perbuatan hukum,

dalam hal ini yaitu perbuatan wakaf harus didaftarakan, karena prinsip dasar

peraturan perundang-undangan Indonesia menjaga persengketaan dikemudian

hari. Hal itu juga bisa dilihat dengan jelas pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah

tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang berbunyi:

Page 91: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

79

(1) Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk kepentingan

pihak yang dimaksud dalam AIW sesuai dengan peruntukannya.

(2) Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan

kepemilikan Nazhir atas harta benda wakaf.

Di lain pihak urgensitas terpenuhinya faktor administrasi, kecermatan, dan

ketelitian dalam mewakafkan harta wakaf menjadi sangat penting, hal itu demi

keberhasilan tujuan dan manfaat wakaf itu sendiri. Alangkah ruginya, jika niat

yang baik untuk mewakafkan hartanya, tetapi kurang cermat dalam tertib

administrasinya, mengakibatkan tujuan wakaf menjadi terabaikan. Jika tertib

administrasi ini ditempatkan sebagai wasilah (penghubung) hukum, maka

hukumnya bisa menjadi wajib.37

Hal ini senada dengan kaidah ushuliyyah yang

mengatakan:

واالتم الواجب االبه فهو واجب38

Artinya: Sesuatu yang menjadikan kewajiban sempurna karenanya adalah

wajib adanya.

Begitu juga dengan prinsip sadd adz-dzari‟ah,39

yang kurang lebih

berprinsip seperti di bawah ini:

ء الوفاسد أولى هي جلب الوصالح.در40

Artinya: Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih

kebaikan (maslahah).

37

Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 324

38

Muchtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh

Islami,(Bandung: Al-Ma‟arif, 1993), hlm. 344

39

Metode sadd adz-dzari‟ah merupakan upaya pencegahan (preventif) agar tidak terjadi

sesuatu yang menimbulkan dampak negatif dikemudian hari.

40 Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

t.th), hlm. 176

Page 92: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

80

Pendaftaran tanah merupakan sesuatu yang penting (urgent), karena

melihat kondisi sekarang dituntut untuk serba dicatat dan didaftarkan kepada

badan yang berwenang, tak lain demi terwujudnya kedamaian serta

meminimalisir sengketa pertanahan.

Melihat lebih jauh lagi, sebetulnya prinsip hukum Islam juga

mengedepankan kepatuhan pada ulul amri (pemerintah). Jadi secara tidak

langsung masyarakat berkewajiban menaati peraturan pemerintah dalam hal

pendaftaran tanah wakaf. Berdasar pada dalil al-Qur‟an:

عىا عىا اهلل وأط ي آهىا أط كن.....ا أها الذ الزسىل وأول األهز ه41

Arinya: Wahai mereka yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan uli

al-Amr dari kalangan kamu.

Adapun masalah yang kedua, nadzir (pengelola wakaf) dari praktek wakaf

di daerah ini yaitu wakif (H. M. Yasin) menyerahkan kepada Yayasan

Hidayatunnajah, sedangkan Yayasan Hidayatunnajah pengurusnya merupakan

wakif (H.M. Yasin) sendiri dengan yang lainnya. Apakah secara hukum

Indonesia sah. Melihat hal itu, perundangan Indonesia membolehkan seorang

wakif menyerahkan pengelolaannya (nadzirnya) kepada wakif itu sendiri, namun

harus terpunuhi syarat dan kriteria:

a. warga negara Indonesia;

b. beragama Islam;

c. dewasa;

d. amanah;

e. mampu secara jasmani dan rohani; dan

f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.42

41

Q.S: an-Nisa : 59

42

Pasal 9 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Page 93: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

81

Selama terpenuhinya syarat atau kriteria nadzir di atas, maka siapapun

boleh menjadi nadzir wakaf. Selama bisa mengamankan dan kompeten mengelola

harta benda wakaf maka itu sah-sah saja. Yang terpenting adalah terlaksananya

inti ajaran wakaf itu sendiri agar harta wakaf tidak boleh hanya dipendam tanpa

hasil apapun. Semakin banyak manfaat atau hasil harta wakaf yang dapat

dinikmati orang, semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak

wakif.

Mengenai peran PPAIW (pejabat pembuat akta akrar wakaf) dalam

pendaftaran tanah seperti yang diamanatkan dalam peraturan perundang-

undangan Indonesia harus berperan aktif ketika mendaftarkan tanah wakaf

kepada instansi yang berwenang, ini sesuai dengan Pasal 14 Ayat (1) UU No. 41

Tentang Wakaf. Namun jika PPAIW tidak segera mendaftarkan tanah wakaf

dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan Akta

Pejabat Ikrar Wakaf (APAIW) maka dapat PPAIW Kec. Pebayuran berhak

dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 68 UU No. 41 Tentang Wakaf yaitu:

(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak

didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan

PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang

wakaf bagi lembaga keuangan syariah;

c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan

PPAIW.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Namun dalam kasus ini, PPAIW tidak serta merta lalai dalam

melaksanakan tugasnya secara penuh, fakta tersebut bisa dilihat dari pengakuan

PPAIW Kec. Pebayuran ketika menjelaskan kronologis kasus sebenarnya.

Menurut PPAIW Kec. Pebayuran, kendala yang dihadapi adalah balik nama akta

Page 94: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

82

jual beli (AJB) menjadi sertifikat hak milik (SHM) pemilik ketika hendak

diwakafkan. Yang mana H.M. Yasin selaku pembeli ketiga bidang tanah tersebut

telah melewati batas maksimum kepemilikan tanah yang dimilikinya. Disamping

keterlambatan pemberian berkas oleh pihak yang mewakafkan kepada nazir

setelah ikrar wakaf.

Jadi kesimpulan dalam kasus ini menurut penulis adalah perlunya upaya

penyatuan (integrasi) pendaftaran wakaf dalam satu badan atau lembaga, karena

proses sertifikasi wakaf di Indonesia terdapat dua badan dalam memproses

terdaftarnya harta wakaf. Pertama kepada PPAIW selaku badan yang berwenang

membuat akta ikrar wakaf. Kedua BPN daerah selaku pembuat sertifikat tanah

wakaf. Dua badan tersebut menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat ketika

hendak mendaftarkan tanah wakafnya. Hal itu tidak senada dengan prinsip dasar

hukum yang seharusnya mempermudah proses administrasi.

Pendapat lain dari penulis adalah perlunya penghapusan aturan batas

maksimal kepemilikan tanah jika diperuntukan untuk wakaf, karena hal ini akan

mempersulit orang yang hendak mewakafkan tanah wakafnya. Seperti yang

terjadi di daerah Pebayuran. Dan yang paling terpenting menurut penulis adalah

ahli waris melakukan ikrar wakaf kembali kepada PPAIW karena wakif telah

meninggal dunia pada tahun 2013. Hal demikian agar tidak terjadinya sengketa

dikemudian hari. Sesuai kaidah Islam yaitu masalah atau kemudaratan harus

dicegah sedini mungkin:

انضرر دفع ثمدر اإلمكبن43

Artinya: “Kemudaratan harus dicegah sebisa mungkin”.

43

Izt Ubaid al-Du‟as, al-Qawaid al-Fiqhiyah ma‟ Syarh al-Mujaz, (Dimsyiq: Dar al-

Tirmizdi, 1989), Hal.31.

Page 95: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari skripsi ini, penulis menemukan beberapa

kesimpulan yang didapat dari keabsahan praktik wakaf di Daerah Pebayuran

Kab. Bekasi. Sesuai dengan rumusan masalah pada bab pertama maka

kesimpulannya adalah:

1. Keabsahan wakaf tidak terlepas dari segi legalitas (sah atau tidaknya) sebuah

praktik wakaf secara hukum. Dalam hal ini kesahihan praktik wakaf dilihat

dari pandangan hukum Islam (fiqh), hal tersebut juga tidak terlepas dari

kebenaran menurut hukum secara tertulis ataupun pada tataran ijtihad para

ulama. Untuk itu diperlukan penelahaan pada kajian normatif (hukum)

maupun segi kesejarahan praktik wakaf. Ulama klasik dalam menetapkan

sebuah keabsahan wakaf dilihat dari keberadaan syarat dan rukun itu pada

praktiknya. Adapun Rukun wakaf menurut mayoritas ulama selain Hanafi

adalah orang yang mewakafkan (fikaw), tujuan diwakafkan (maukuf ‘alahi),

barang wakafan (maukuf bih), dan sighat wakaf. Sedangkan menurut mazhab

Hanafi, rukun wakaf itu hanya ada satu, yaitu shighat. Shighat di sini adalah

lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf atau pelafalan yang

menunjukan makna (substansi) wakaf. Dan tidak ditemukannya persyaratan

keharusan pencatatan ataupun pendaftaran wakaf seperti dalam perundangan

Indonesia.

Page 96: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

84

2. Setelah adanya UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria dan PP (Peraturan Pemerintah) No. 28 Tahun 1977 Tentang

perwakafan Tanah Milik, Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Bahwa

praktik wakaf bisa dikatakan sah dan kuat secara hukum bila unsur-unsur

rukun-syarat wakaf terpenuhi dan didaftarkan kepada pihak yang berwenang,

dalam hal ini wakaf yang tidak bergerak kepada PPAIW (Pejabat Pembuat

Akta Ikrar Wakaf) daerah dan Badan Pertanahan setempat. Jika tidak

terpenuhi maka sah saja wakaf jika praktik wakaf dilakukan sebelum UU. No.

41 Tahun 2004 Tentang Wakaf berlaku. Namun terdapat praktik wakaf setelah

lima tahun diberlakukan undang-undang ini maka praktik wakaf tersebut

secara hukum tidak mempunyai kekuatan mengikat (sah). Pasal 69 undang-

undang ini menegaskan: (1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini,wakaf

yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai

wakaf menurut Undang-Undang ini. (2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak

Undang-Undang ini diundangkan.

3. Setelah dilakukan analisis, dari segi keabsahannya praktik wakaf di daerah

Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi adalah sah secara fiqh. Karena

terkumpulnya syarat dan rukunya seperti wakifnya adalah H. Muhammad

Yasin, tujuan wakaf (mauquf ‘alahi) yaitu sebagai balai pendidikan Islam,

Page 97: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

85

barang wakafnya (maukuf bih) yaitu tanah dengan luas 84.000 M2

(Delapan

Puluh Empat Ribu Meter Persegi) dan tiga buah bangunan di atasnya, ikrar

wakaf telah dilakukan oleh wakif baik dengan lisan maupun dengan tulisan

tanpa mengandung kesamaran. Untuk masalah pendaftaran wakafnya sendiri

demi kepentingan pencatatan administratif, jika dilihat dari perspektif

perundangan Indonesia maka belum dikatakan sah sebagai tanah wakaf,

karena belum terselesaikannya pendaftaran wakaf itu sendiri. Pendaftaran

wakaf merupakan hal terpenting dalam peraturan perundangan Indonesia,

karena pencatatan dan pendaftaran menyulitkan sengketa pertanahan (wakaf)

dikemudian hari.

B. Saran-saran

1. Saran penulis terkait masalah ini perlu dilakukannya pendaftaran wakaf

kembali oleh pihak yang berwenang setelah mendapatkan akta ikrar wakaf,

dalam hal ini PPAIW (pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) daerah Kec.

Pebayuran Kab. Bekasi bersama dengan nadzir dari Yayasan Hidayatunnajah

untuk memberikan berkas-berkas persyaratan sertifikasi wakaf kepada Badan

Pertanahan setempat.

2. Jika terdapat kendala dalam pendaftaran wakaf karena status pemindah-

alihan hak atas tanah belum terselesaikan sebelumnya, maka seharusnya ahli

waris dari wakif menyelesaikan pemindahalihan hak milik dari tiga tanah

Page 98: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

86

yang sebelumnya dimiliki orang lain. Karena itulah yang menjadikan susah

tidaknya diterbitkannya sertifikat tanah wakaf, karena telah melewati batas

maksimal kepemilikan tanah.

3. Agar cepat terselesaikannya masalah dalam kasus ini, saran penulis sesegera

mungkin permasalahan ini diselesaikan sedini mungkin, agar tidak berlarut-

larut dalam ketidakjelasan status tanah wakaf itu.

Page 99: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

87

87

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim

Abbas, Afifi Fauzi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Adelina Offset. 2010.

Al-Alabiji, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek.

Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002.

Al-Anshary Abi Yahya Zakariya. Fath al-Wahhab. Juz I. Beirut: Dar al-Fikr.

t.th.

al-Hussain, Imam Taqiyuddin Abu Baakar ibn Muhammad. Kifayah al-Akhyar.

Juz 1. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiah. t,th.

Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI

Press. 1988.

Al-Kabisi, M. Abid Abdullah. Ahkam al-Waqf fi al-Syari’ah al-Islamiyyah.

edisi terjemahan Hukum Wakaf. Depok: Dompet Dhuafa Republika dan

IIMan. 2004.

Al-maliabary, Zainuddin Ibn Abd. Aziz. Fath al-Mu’min. Semarang: Toha

Pura. Tth.

Al-Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Fiqh ala al-Mazahib al-Khamsah, terj.

Masykur Afif Muhammad, Idrus al-kaff. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:

Lentera. 2001.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta. 2006

Asmuni, Mth. Wakaf: Seri Tuntunan Praktis Ibadah. Yogyakarta: PT. Pustaka

Insan Madani. 2007.

As-San’ani, Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subul as-Salam. Juz 3. Cairo:

Syirkah Maktabah Mustafa al-babi al-Halabi. tth.

As-Shan’ani, alih bahasa Drs. Abu Bakar Muhammad, Subulus Salam III.

Surabaya: Al-Ikhlas. 1995.

Page 100: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

88

88

As-Suyuthi, Jalaluddin, al-Asybah wa an-Nazhair. Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah. t.th.

As-Syaukani. Nail al-Authar. Mesir: Musthafa al-Baby al-Halabi. t. thh.

Departemen Agama. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta:

Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan

Haji. 2003

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka. 2004.

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam. Peraturan Perundangan

Perwakafan. Departemen Agama RI. 2006.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS (Bimbingan Masyarakat

Islam). Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di

Indonesia. Jakarta: Dirjen BIMAS. 2008.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag

RI. Fiqih Wakaf. Dirjen BIMAS Depag RI. 2006.

Djunaidi, Achmad dan Tbobieb. Menuju Era Wakaf Produktif. Depok: Mumtaz

Publishing. 2008. cet. Ke- 5.

Hafidhuddin, Didin. Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani Press. 2003.

Haq, Faisal dan Saiful Anam. Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia.

Pasuruan Jawa Timur: GBI. 1994

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normati. Malang:

Bayumedia Publishing. 2008

Khalaf, Abdul Wahhab. ‘Ilm Usul al-Fiqh. Kuwait: Dar al-Qalam. 1978.

Lubis, Suhrawardi K, dkk. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta: Sinar

Grafika. 2010.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2011. cet. Ke-7.

Munawir, Ahmad Warson. al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progressif. 1997.

edisi ke-2.

Page 101: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

89

89

Rofiq, Ahmad. Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

1997

Romy, Soemitro H. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

1990.

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunah. Beriut: Dar al-Fikr. Tth.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003.

Syarifuddin Amir. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Peranada Media. 2003.

Yahya, Muchtar dan Fatchur Rahman. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh

Islami. Bandung: Al-Ma’arif. 1993.

Yayasan Penterjemah/Penafsir al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahnya.

Surabaya: DEPAG RI. 1978.

Peraturan Perundangan Indonesia

Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang perwakafan Tanah Milik

Instruksi Presiden (Inpres )No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Penyebutan

Departemen Agama Menjadi Kementerian Agama

Peraturan Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) Nomor 6 Tahun 2008

tentang Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi

Page 102: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

90

90

Pengaturan dan pelayanan Pertanahan untuk Jenis Pelayanan Pertanahan

Tertentu

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Wakaf

Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan

(PP) No. 28 tahun 1997 tentang Perwakafan Tanah milik

SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Agama dan Kepala BPN (Badan

Pertanahan Nasional) Nomor 03 Tahun 2004 tentang Sertifikasi

Hasil Wawancara:

Hasil Wawancara bersama Ust. Mustofa (saksi), di Pondok Pesantren Darun

Najjah (Jl. Ulujami Raya No. 86 Pesanggrahan - Jakarta Selatan), 23 Desember

2013. Pukul 16.05 – 16.35 WIB

Hasil Wawancara bersama Drs. H. Kepala selaku KUA / PPAIW Kec.

Pebayuran di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Pebayuran pada tanggal 23

Desember 2013 pukul 16.05 – 16.35 WIB.

Hasil Wawancara dengan Drs. KH. Mahrus Amin selaku nadzir di Pondok

Pesantren Darun Najjah, Jl. Ulujami Raya No. 86 Pesanggrahan - Jakarta

Selatan, Pada tanggal 23 Desember 2013 Pukul 10.55 – 11.15 WIB

Page 103: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

91

LAMPIRAN 1

SURAT WAWANCARA

Page 104: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

92

LAMPIRAN 2

HASIL WAWANCARA I

Penulis :Mochamad Awaludin Romdoni

(108044100034)

Narasumber I : Drs. KH.Mahrus Amin

Tempat dan tanggal Wawancara : PondokPesantrenDarunNajjah (Jl. Ulujami

Raya No. 86Pesanggrahan - Jakarta Selatan)

Tanggal/Waktu :23Desember 2013 / 10.55 – 11.15 WIB

Penulis:Bagaiman awal mula terjadinya perwakafan tanah tersebut?

KH. Makrus: Memang sejarahnya panjang dulu Darunnajah itu mengirimkan

santri-santri untuk PPM (Peraktek Pengabdian Pasyarakat) diantaranya di

Kertasari di Pekasi sana yah diantaranya Muhamad Ali qori itu kan jadi tau

bahwa masyarakat sana tentang keunggulan darunnajah sehingga pak haji

Yasin ingin membangun dan ingin dikelola oleh Darunnajah oleh ustad

Makhrus lah gitu ya, nah ustad Makhrus pada waktu itu juga mengembangkan

pesantren agar pesantren itu tidak di ulujami itu saja mana yang ada

memberikan wakaf sesuai dengan keinginannya kita bangun, pak haji Yasin

ngasih uang sekitar Rp. 200 Juta kalo ga salah, ya dalam jangka dua bulan kita

nampung duaratus santri, waktu itu ikrarnya sudah ada lima hektar kemudian

ditambah lagi sekitar delapan hektar gituyah tambah lagi dengan bangunan

modal pertama dari Mei, Juni, Juli Agustus kita sudah ada santri sekitar

duaratus santri, santri yang mereka tidak di terima di darunnajah saya bawa ke

annajah pada waktu itu, nah kemudian perkembangannya kita juga dapat

masjid dapat juga gedung sekolah dari Saudi yang ustad Makhrus cari yah

sehingga pesantren itu semaju maju-maju dan terkenal diantaranya pernah di

kunjungi oleh ribuan yah pengunjung terutama pada waktu panen raya padi

percontohan dan datang pada waktu itu wakil presiden ibu Megawati

kemudian datang ada dari Saudi orang minta kepada ustad Makhrus untuk

membangun pesantren, waktu itu saya minta ke H. Yasin yah dan disediakan

tanah kalo ga salah sekitar tiga atau empat hektar gitu, nah itulah yang

sekarang yang dihuni al-Bina, dan ikrar wakaf sudah ada heeh ikrar wakaf

tetapi mungkin belum dilanjutinya sehingga menjadi buku wakaf, nah sayah

ga tau perkembangan sekarang apa selesai apa belum, disamping itu waktu itu

juga ada keluarga atau pak camat pada waktu itu euuuu ngasih ke ustad

Page 105: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

93

Makhrus tapi ustad Makhrus waktu itu mungkin ada sekitar dua ribu meter

mungkin yah ada ada apa namanya empang gitu, ikrarnya saya pengen punya

rumah disana bukan wakaf jadi hibbah jadi waktu itu ikrarnya di berikan aja

ustad Makhrus terserah gitu tapi kalo dari haji Yasin ikrarnya itu wakaf nah

ustad Makhrus bikin rumah bikin apa di empang, ga tau sekarang mungkin

keluarganya maunya wakaf tapi waktu itu ustad Makhrus tidak numpang di

wakaf mintanya yaitu hibbah gitu tapi usatd Makhrus tentunya hibbah itu

karena memimpin pesantren sama dengan di Darunnajah pimpinannya itu ga

numpang di tanah wakaf tapi yaitu membeli tanah satu hektar.

Penulis:Siapa yang menjadi nadjir wakif dan maukuf alaih?

KH Makrus:Nadzir ya saya sama ustad Makhrus, wakifnya haji Yasin dan

haji Yasin itu dari beberapa namanya dari beberapa orang mungkin faham

saya tanah itu dari haji Yasin tapi haji Yasin wakaf harga dari nama yang dia

sudah beli yah itu sudah ada ikrar wakaf. Ikrar wakaf baru di KUA tapi belum

jadi buku sertifikat.

Penulis:Berapa luas tanah yang di wakafkan waktu itu?

KH. Makrus:Ya waktui itu sampe delapan hektarlah kalo ga berkurang

delapan hektar dari lima hektar tambah lagi tambah lagi, jadi waktu itu ustad

sengaja bikin dua pintu gerbang pintu gerbang yang sebelah kiri pintu gerbang

yang melalui poloisi dengan harapan nantinya putra putri itu masuknya lain,

jadi makannya ustad Makhrus waktu itu beli yah tanah untuk jalan tapi

terakhir jalan itu sudah di anu apa di beli jualbelikan artinya d bayar oleh

keluarga haji yasin hingga ustad Makhrus tidak punya lagi.

Penulis:Bagaimana Ikra wakafnya waktu itu?

KH. Makrus:Tanah-tanah di kumpulkan haji Yasin kemudian euu

tandatangan masing masing ke KUA heeh jadi mungkin arsipnya apa di KUA

dan di saya juga mungkin ada kalo di cari yang sudah di wakafkan, tetapi

waktu waktu terakhir setelah waktu itu kan saya yang mewakili atas nama

saya kan anak Mustofa, begitu Mustofa kemudian suruh pindah maka saya

tidak mau ngurusin lagi gitu jadi akhirnya Mustofa suruh membantu

darunnajah yang di serang, kemudian di sana di ambil alih oleh ustad Ansori

atau yang lain dan yayasanya juga masaih keluarga pak haji Yasin yang

sampai sekarang kemudian euu pesantren itu di iman itu alumni.

Page 106: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

94

Penulis:Pada waktu ikrar wakaf, apakah ikrar wakaf di daftarkan?

KH. Makrus: Ya ikrar wakaf kan ya saya minta tanda wakaf kemudian di

serahkan gitu kemudian waktu waktu tertentu kita umumkan bahwa ini tanah

ini sudah wakaf, tapi waktu serah terima euu bahwa saya sudah tidak sana lagi

ada penghargaan ke ustad Makhrus di antaranya sekitar Sembilan milyar

nilainya yang kita bangun mungkin ustad Makhrus sekitar empat milyaran pak

haji Yasin sekitar tiga milyaran nilai nilai yang di ikrar wakafkan.

Penulis: Apakah pada waktu terjadinya ikrar wakaf terdapat sengketa pertanahan?

KH. Makrus: Engga keinginan pak haji yasin pengen membangun pesantren

diserahkan pembangunannya tanahnya uangnya sekitar dua ratus juta itu di

berikan ke ustad Makhrus kemudian ustad makhrus membangun beberapa

gedung sedangkan mesjid dari Saudi Arabia kemudian gedung madrosah yang

ustad Makhrus bangun dari Saudi ada lagi wisma yang si bangun oleh pak

Zarkasih itu mentri koprasi.

Penulis: Bagaimanakah respon keluarga si wakif?

KH. Makrus: Kalo yang dulu keluarganya banyak jadi begitu pak haji Yasin

meninggal ya nanti kalo memang masing-masing mungkin yang lebih tau

yaitu tim yang sekarang ini yang Lain dan skarang ini dari keluarganya ada

yang jadi bupati gitu.

Penulis: Hingga sekarang bagai mana kedudukan tanah wakaf tersebut?apakah

statusnya masih hak milik atau sudah menjadi tanah wakaf?

KH. Makrus: Saya kira sekarang ini masih wakaf keinginan dari keluarganya

juga agar menjadi wakaf diantara tanah tanah milik wakafnya itu hanya

mungkin jumlahnya sudah berkurang dari yang dulu kemungkinan ya dulukan

sekitar enam sampai delapan hektar yang direncanakan untuk kita ya nah

mungkin sekarang ini sudah berkurang atau mungkin bertambah.

Penulis: Apakah tanah wakaf sudah di daftarkan kepada pihak yang berwenang?

KH. Makrus:Saya ga tau apa sudah di daftar apa belum.

Penulis: Siapa saja yang berperan pada waktu itu?

Page 107: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

95

KH. Makrus: Ya sebenarnya haji Yasin saja haji Yasin sebagai wakif gitu

kan dan tanahnya juga si wakif haji Yasin itu hanya euu dalam kehidupan

sehari harinya kan ibu lan itu yang lebih deket dengan pak haji Yasin ya

mungkin juga membangun kolam renang ya ga tau apa d lola oleh pesantren

oleh dia mungkin itu, mungkin juga ada banguna bangunan yang lain.

Penulis: Siapa saja yang menjadi saksi pada waktu akad?

KH. Makrus:Yang tertulis itu di KUA jadi kanada saksi saksi tidak di muka

umum banyak, setelah di bangun perlu surat suratnya bertahap di usahakan

ikrar wakaf.

Mengetahui,

Penulis Narasumber I

(M. Awaludin Romdoni) (KH. Makrus)

Page 108: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

96

LAMPIRAN 3

HASIL WAWANCARA II

Penulis :Mochamad Awaludin Romdoni

(108044100034)

Narasumber II : Ust. Mustofa

Tempat dan tanggal Wawancara : PondokPesantrenDarunNajjah (Jl. Ulujami

Raya No. 86Pesanggrahan - Jakarta Selatan)

Tanggal/Waktu :23Desember 2013 / 16.05 – 16.35 WIB

Penulis:Bagaimana awal mula terjadinya perwakafan tanah ?

Ust. Mustofa: Ya pertama kalo secara aslinya yakan saya memang tidak tau

secara langsung yah jalan aja jadi yang anu persis sumber pokok ya ustad

Makhrus yang kedua mungkin ada beberapa orang sebagai saksi sejarah yang

di sana yang memang anu emang pak Yumi yakan umpamanya narasumber

yang kira kira pak Dedeng kemudian pak Didin iyakan munculakan orang pak

anu yah pak haji yasin yah anu yah ustad Makhrus awalnya bikin sendiri tapi

pas ketika mulai berjalan yakan mulai yak kemudian ada saya utad Kholid

ustad di sana tuh yah ustad Kholid dan yang lainya, kalo dari yang muda

dalam artian yang di lapangan ya mungkin yang di sana ya mungkin ustad

Alam muda ya dalam artian anak anak santri ya, tapi ya kita tangkap ya

informasinya sebetulnya beberapa pak Haji Yasin dengan Darunnajah tapi itu

kan sudah adain komunikasi khususnya kalo permasalahan qori atau qoriah

lomba MTQ nah khususnya dulu sering qori dari sini di bawa kesana nah dari

situ mungkin apah ya dari komunikasi kemudian ada keinginan mendirikan

pesantren waktu itu inikan menurut riwayat yang saya dengar dari ustad

Makhrus dulu punya niat pesantrennya kan depan rumahnya ya tapi kalo ustad

makhrus kan sudah tau alasannya kalo pesantren masa depan itu adalah

minimal kan tujuh hektar jadi kalo itu ga ini jadi kalo ga setuju juga ga apa

apa yakan nah terus di tunjukan sawah iya kan yak an itu sawah itu, itukan

memang sawah basah yah artinya sawah produktif iya kan sawah produktif

yah sawah ga apa apa kan gitu yah. Maka dalam riwayat itu kan tanggal 19 itu

apa terjadi mufakat oke bangun pesantren nah terus tanggal 20 mei 89 mulai

didirikan yakan maka gedung yang pertama yang depan yang samping gor kan

gedung itu gedung 20 mei, 20 mei hari kebangkitan nasional sekaligus

menjadi hari jadi Annajah yaitu tentang setatus tanahnya ya dulu pokoknya

Page 109: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

97

tanahnya pak haji Yasin ya, ya kalo formal legal ya mungkin ya harus di liat

catatan catatannya yah tapi kalo yang umum publik yakan begitu jadi wakaf

itu ketika di telusuri mungkin yang euu sekarang ada kolam yah dengan

dengan rumah sampingnya belakang gerbang itu dulu yang saya dengar

riwayatnya itu belum punya pak haji Yasin artinya pak wakil camat atau siapa

terus di beli oleh haji Yasin ya kitasecara lisannya yang kita dengar itu tanah

di berikan kepada ustad Makhrus kemudian beliau mau tinggal di situ jadi itu

intinya begitu di mulaimakaitu jalan dibuat aga lebar kan depan gerbang lebar

di banding nah tapi kalo ustad Makhrus inginnya jalannya ingin lebar tapi kan

depannya belum bisa jadikan ada trek-trek tanah uyuk sampai ke depan itu

yah yakan dari gerbangkan lebar terus aga menyempit nah itukan memang

begitu pada jadi kalo, kalo istilahnya ikrar dalam pengertian apa non formal

sudah di ucapkan orangnya dan itukan rapat dirikan pesantren itukan di

kecamatan ada juga hadir dari kita tu euu Supriadi dia juga dosen di syariah

yah dia ikut kalo ga salah tapi ya waktu itu ustad Ashari, Ashari Baedowi,

intinya rapat di kecamatan euu tanggal 19 itu kalo ustad makhrus kalo

memang niat anu pesantren ya besok kita mulai itukan 29 mei sekolah kan juli

tapi kalo ga kita mulai ini ya setaun yang akan datang dan mungkin takut kalo

ustad makhrus kan maunya cepet supaya niatannya ga berubah, maka begitu

tanggal 19 rapat 20 ya itu langsung, nah ketika hari pertama kan seperti di

maklumi ya kalo seperti orang yang awal sekali tau persis kan itukan ya

sawah sepenuhnya jadi yang aga kering kan ya memang yaitu untuk, ya

efeksamping gor yah ada jemuran itu jemuran padi dulunya yang menuju ke

masjid gor masjid itukan dulunya itu jemuran kan pabrik gudang setelah di

bangun kan 21 mei ketika awal kalo itu perkiraan saya ber dua kemudian supir

ke Bupati intinya waktu itu sebenarnya pengen minjem tanah puskesmas

waktu itu puskesmas kan sudah mati yakan sebenernya ga dipake bukan kiran

sono yaitukan tanah kering gitu, pengennya kan mungkin atau kita bisa masuk

dulu untuk bisa sudah karena sudah masuk juli yah tapi keliatanya waktu itu

bupati ya ga membayangkan kalo sanggup dan bisa yah, nah pebayuran mau

ada pesantren dan gimana itu ga, ya intinya ya pokonya waktu itu mau liat kan

banyak tanahnya di biyarkan dulu lah yakan ya yantaah ga usah minta bantuan

siapa-siapa gitu jadi yang kita anu kalo ini secara lisan dan diumumkan

kepada masyarakat memang beliau sudah di sebutkan titiknya juga jumlahnya

itukan kalo ga salah Sembilan hektar, Sembilan hektaran hanya secara surat

suratnya padanya memang sampai pada akhir ketika kita ini bahkan termasuk

ketika yayasan gantipun itu kan belum di apa belum diproses menuju itu apa

Page 110: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

98

pewakafan jadi kan baru sampe KUA tapi belum ditindaklanjuti lagi apa dan

bagai mana kita ga tau persis sampai sekarang pun persisnya seperti apa saya

tidak tahu.

Penulis: Mengapa itu sampai terjadi?

Ust. Mustofa: Euu ya kalo umpamanya pada saat ini si sebetulnya karna

anunya dulu namanya juga ajang pendidikan kan karna ustad Makhrus iya kan

ya ustad Makhrus memaklumi kan juga dia di sini dia di Cirebon ada tanah,

kita ga tau persis apa yang dimau sama ustad Makhrus tu ke san terus harus

rumahnya pindah kesini yakan, tapi yang pasti faktanya kan ustad Makhrus

sudah menanam istilahnya saya dan ustazah Ema iya kan artinya apa dan

sebagainya saya kan melaksanakan kebijakannya ya saya juga melaporkan

perkembangannya dan ini juga langkah-langkahya juga apa yang, istilahnya

kalo dari kita pelaksana lah sehingga wakif kan menyerahkan kalo kita, wakif

kalo sudah menyerahkan selanjutnya kan tanggung jawab nadzir yakan

tangung jawab karena ya mungkin sebetulnya seperti itu adanya sareat da

ruban dan sebagainya tu secara umum lah pesantren pesantren sama dengan

gontor awalnya mungkin ga ada pesantren setelah di masuki gontor berjalan

telah maju ya mereka mungkin ingin keterlibatanya mungkin dan sebagainya

terjadi pandangan yang berbeda tentang ini yang apa yang sini giman yang

sana maksudnya gimana ya terus pisah lah kalo kita ya memang sudah ya

dengan beberapa ini kalo istilahnya ga percaya atau ga ini ya sebaiknya ustad

Makhrus juga banyak pekerjaan lain ya,

Penulis: Apakah nadzir sudah tidak mengurus tanah wakaf?

Ust. Mustofa: Ya secara defacto begitu, defacto begitu tapi justru kan

sebetulnya beliau kan di dalam Pembina kan karna kan beliau pendiri, pendiri

kan pebina pendiri kan ga bisa di gantikan, pendri itu defacto pendiri juga bisa

digantikan yak an nah kemudian ya artinya awalnya kan nadzir yah artinya

nadzir kan kalo di buat kan ini wakif ini nadzir kan secara organisasi kan ada

biasanya ya kan, ya faktanya ya begitu lah ini problem antara defacto dengan

dejure iya kan jadi kalo dari ustad Makhrus ya kalo ga bisa kerjakan ya ga

usah lah.

Page 111: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

99

Mengetahui,

Narasumber II

(Ust.Mustofa)

Page 112: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

100

LAMPIRAN 4

HASIL WAWANCARA III

Penulis :Mochamad Awaludin Romdoni

(108044100034)

Narasumber II : Drs. H. Kepala KUA / PPAIW Kec.Pebayuran

Tempat Wawancara : Kantor Urusan Agama Kec. Pebayuran

Tanggal/Waktu :23Desember 2013 / 16.05 – 16.35 WIB

P: Bisadijelaskankronologismasalahpraktikwakaf yang dilakukanoleh H. M

Yasinkepadayayasanhidayatunnajah?

N (Udin) : Ikrar wakaf ya setelah ada orang datang ke sini memberikan akta ikrar

wakaf dengan catatan kan tanahnya udah lengkap surat-suratnya udah sertifikat dari

awalnya ini orang jual tanah dari si A ke si B si A orang lain si B pak H Yasin nah

dari sini di jual ke si B ini, ini sudah di balik nama masih nama asal disananya

sertifikatnya nah kalo yang seharusnya walaupun ini ga di balik nama tapi kalo ini

yang pembelinya mau pake nama ini, inikan bisa jalan ini kan ga mau harusnya pake

nama iniii nama haji yasin tapin si sini kan gak di balik nama dulu “kata pak agus” ga

mau itu “pak udin” gak mau sedangkan di boleh lah seolah olah dia si pemilik awal

yang mewakafkan sini atas nama diri wakifnya kan ga boleh sama ini harusnya ini si

pembeli segala sipembeli harusnya di balik nama dulu di sertifikat di balik setelah

nama haji yasin almarhum baru di buat akta wakaf atas nama PPAIW atas nama itu

P: Lalu belum sampainya k BPNnya itu kenapa ?

N:Boro boro ke BPN boro borro kita beralih ke yang lain dari awalnya saja sudah

sulit sih.

P: Bagaimanadenganpristiwasetelah dibuatkannya akta ikrar wakaf itu?

N (Udin) : Nah itu kan setelah beberapa tahun baru tembus lagi ke KUA kalo di sini

kan yang apa pembimbing tujuh hari setelah itu kan harus jadi boro boro jadi lapor ke

KUAnya juga lambat ga ada orang yang bersangkutanpun ga tembus lagi setelah

tahun berapa itu setelah di tandatangani pak deden yang di belakang itu pakgada

tembusannya lagi jadi seharusnya mah balik nama dulu ke pak haji yasin kalo

memang sertifikat wakafnya itu akan nama pak haji yasinnya sendiri awalnya juga

ada kendalanya sampai saat ini sertifikat fotokopinya ga boleh beli tanah beli tanah

Page 113: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

101

ini kan wajib atas nama orang lain bgitu dari awalnya saja sudah susah apah

hidayatunnajah itu cuamn secara global kemarin yang awal copy kmaren itu di

wakafkan itu ini aja global aja wakaf ini “pak agus” ada tiga nama “pak udin “

iyaada tiga nama itu “pak agus” yang tau persoalan ini sbenarnya awalnya

P:Bagaimnakah ke absahan wakaf menirut PPAIW? Apakah yang dikatakan wakaf

itu ketika telah melakukan ikrar wakaf ataukah yang telah di daftarkan ke BPN

setempat?

N: ya secara keseluruhan sudah di daftarkan ke BPN dan keluar sertifikat wakaf itu

udah uadah apa ga bakalan ragu ragu lagi gitu ya walaupun di sini di tunjang oleh

PPAIW di buatkan akte ikrar wakafnya disini ditandatangani oleh PPAIW pa kepala

sebagai penanggung jawab PPAIW yang tandatangan itunya

P:Dalam PP. NO. 28 tahun 1977 tentang pertanahan tanah milik, dikatakan bahwa

setelah ikrar wakaf dilakasanakan maka pejabat pembuat akta ikrar wakaf atasnama

nadzir yang bersangkutan, di haruskan mengajukan permohonan kepada

bupati/wlikotamadya kepala daerah, kepala sub direktorat agraria setempat untuk

mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan menurut ketentuan peraturan

pemerintah nomor 10 tahun 1961? Bagaimna menurut bapak?

N:Betul ini juga cuman disini kebanyakannya setelah di daftarkan disini

ditandatangani oleh PPAIW udah di pegang aja bukti wakafnya jangan jangan jangan

di naikin langsung kesana sama nadzirnya ga hanya di annajah saja disini udah ada

yang sudah di buatkan akte ikrar wakaf sam pai kepala ya cuman mereka ya sudah

lah fikirannya sudah ada akta ikrar wakafnya gitu nanya nya kan masalah ke biyaya

larinya kan wakaf katanya gratis “pak agsus” dia pengen turun lagi kan ngurus harus

ngukur lagi “pak udin” sampe sampe waaal pak udin bikinin wakaf di daerah

pabrikan udah dibuat ni ikrar wakaf kapan gratisnya pak skarang gini aja dah kalo

kata saya ngomong begini begini takutnya silahkan datang ke kantor akta ikrar

wakafnya sudah saya ketik sudah di tandatangan sama orang yang bersangkutan yang

punya tanah itu sampai saat ini ga datang pak saya suruh ngadep bapak silahkan kan

mau lanjut ke BPN udah setahun lebih ga dateng . dan tidak ada serang nadzir yang

mengajak ke BPN “pak agus” malah mereka seolah olah klimpungan masalah biyaya.

P:Bagaimnakah setatus tanah wakaf tersebut hingga saat ini? Apakah telah berstatus

wakaf yang belum terdaftarkan ataukah sudah terdaftarkan?

Page 114: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

102

N (Udin):Statusnya tanah wakaf belum terdaftar baik di KUA apalagi kesana ke BPN

masalah nama apalagi sekarang orangnya udah pada ga ada almarhum iya

P: Seperti yang di dapat dari beberapa narasumber dan para saksi , mengapa hingga

saat ini wakaf tersebut belum mendapatkan sertifikat? Padahal dalam pasal 32

undang-undang No. 41 tentang wakaf mengatakan bahwa PPAIW atas nama nadzir

mendaftarkan harta benda wkaf kepada instansi yang berwenang paling lambat

7(tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani. Mengapa hingga kini belum

mendapatkannya?

N (Udin): Boro boro anu ininya bgini “pak agus” pernah dulu sama pak misradi

pernah di kondisikan Cuma memang kalo pak haji yasin harus orang tertentukan

masuknya juga masuknya itu berkelimpungan aga susah artinya mau pak misradi

biyar wakaf itu di selesaikan mau siapapun namanya asalkan ada kebersamaan orang

yang yang atas namakan PPAIW mun ada akhirnya menghadap ke pak haji yasin

tidak juga di acungkan tidak tidak tidak terseleseykan akhirnya memang kisruh

awalnya yang yang tiga sertifikat itu “pak udin” itu waaalll dari awalnya udah udah

anuuu

P: Alasan apa yang menjadi kendala PPAIW kec. Pebayuran ketika hendak

mendaftarkan harta wakaf (tanah wakaf) tersebut?

N (Udin): ya masalah nama iya masalah balik nama “pak agus” BBNnya itu balik

nama itu orangnya “pak udin” kalo PPAIW dengan kepala KUA di sini kalo udah

dibalik nama sudah sertifikat yah nama haji yasin dan haji yasin mohon di anukan

secara wakaf pake namanyakan haji yasin wakifnya kalo ini kan masih nama orang

lain belum dibalik nama, nama orang lain juga ga boleh harus nama di yayasan

secara global itu kan ituu “pak agus” tanah itu sudah dibeli nama seseorang yang asal

oleh haji yasin tidak boleh nama haji yasin juga susah itu kendalanya apalagi

sekarang sudah meninggal katakanlah kalo memang kita ada kebersamaan keluarga

semua haji yasin kumpul dengan orang yang atas nama tadi kita pertemukan itu sulit

memang tidakada orangnya berat “pak udin” nih wal kalo pengen tau ya pernah

ngobrol sama pak kesra nama sertifikat yang ada disini bukan nama atas haji yasin

semua itumah nama si anu ga dibalik nama nah itu kendalanya orang annajah nya

sendiri itu gmnana status tanahnya itu katanya yaudah megang ini aja katanya

yaudah pak pegang aja ini yang aslinya ya jangn sampe kmanamana yang asli itu

seertifikt “pak agus” pakesrakan kamari kan ada orang bogor yah saya tolak dia mau

bikin akta ikrar wakaf soalnya apah eeeuuu dia beli tanah disini masih nama si A

yang di sini nama asli pemilik pertama apa namanya semu surat surat memang

Page 115: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

103

pemilik yang pertama informasi dari bogor udah ga apa apa eu eu nama aslinya juga

ga persoalan gitu kan nama orang sini nanti itu di bikinkan surat sertifikat saya tidak

mau begitu karna itu ada akta jual belinya “pak udin” hoh udah ada akta jual belinya

mah akte jual belinya diajukan “pak agius” iyah maka kita anukan akte jual belinya

ada akte jual beli wakaf ini dia mewakafkan disini sementara disini mau mengatas

namakan memang instruksi dari sana ya saya bilang orang bogornya saja suruh kesini

belum saya tangani itu “pak udin” eeemmm kalo pake akte jual beli bisa sesuai

dengan sertifikat ya otomatis mau di bawa ke KUA KUA atas nama siapa ini katanya

atas nama saya yang di global itukan yang sekian puluh ribu meter yang pernyataan

wakafnya di tandatangani sama keluarganya semua mau gimana jadinya awalnya

memang sudah rancu ini bukan rancu ga bener si benermah bener tanah itu di

wakafkan tapi masalah namanya itu “pak agus” itu sama orang dalemnya juga susah

sama orang annajahnya entah ini orangnya kemana yang punya seertifikat dan tiga

orang kan namanya “pak udin” tiga orang nama di bikin nadzirnya satu sesuai

keterangan pak dede itu yang di tulis di belakang yang jadi nadzirnya mantunya pak

haji yasin mantunya sekarang ga di sini tugasnya dimna mana seharusnya mah

nadzirnya yang mendaftarkan kemari itu jadi kendala juga tu waall.

P: Bagaiman seharusnya yang di lakukan PPAIW dalam melihat hal itu?

N (Agus):kalo saran barangkali euuu hemat saya penyelesayan ini sangat sulit yah

kesulitan buat buat kami selaku PPAIW untuk di inginkannya iya kan persoalan ini

satu memang eu eu orang yang pertama mewakafkan tidak ada kemudian pak haji

yasinya pun sudah almarhum keluarganya kalo kita kumpulkan kepada mereka

memang orang yang pertama sudah almarhum itu sangat kesulitan kalo saran saran

saya kalo ini kita di mentokan kan tidak mungkin memang sudah masuknya tanah ini.

Kasus ini penyelesaiannya amat dan sangat berat penyelesaiannya jadi

penyelesaiannya mah di bawah mah sebetulnya tidak bisa di selesaikan yang penting

kita bisa menangani hal ini gitu aja udah intinya begitu kalo ini mah di selesaikan

cukup sulit penyelesaian yang penting kita bisa membackup.kalo untuk di selesaikan

ini masalah ga mungkin memang ini persoalan yang sangat rumit .

P: Dalam peraturan perundangan indonesia, khususnya pasal 68 uu No. 41 tentang

wakaf yang menyebutkan mengenai sangsi administratif kepada PPAIW jika

ditemukan pelanggaran atas tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembhga

seperti PPAIW ? bagai mana pandangan bapak dalam hal ini?

N (Udin): sudah lama wal berarti dari tahun 2003 baru ketemu pak kepala kemaren

saya tahun 2010 7 tahun itu gada gakada kesini iya gada reaksi itupun reaksi ketemu

Page 116: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

104

Page 117: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30501/1/MOCHAMAD... · i KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN KM

105