Kdk Pp Makalah
-
Author
benediktus-dhewa-setiadharma -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of Kdk Pp Makalah

BAB I
PENDAHULUAN
Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40-
60%, infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5%
disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan
sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya
berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain lacenta previa, solusio
lacenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.
Plasenta previa adalah placenta yang implantasinya tidak normal, sehingga
menutupi seluruh atau sebagian ostium internum kasus ini masih menarik dipelajari
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang
masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka
kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di
RS Parkland didapatkan prevalensi placenta previa 0,5%. Clark dkk (1985)
melaporkan prevalensi placenta previa 0,3%. Nielson dkk (1989)dengan penelitian
prospektif menemukan 0,33% placenta previa dari 25.000 wanita yang bersalin di
Indonesia berkisar 2-7%, sedang di RS Sanglah kejadiannya 2,7%.
Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan
terpaksa; sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian lainnya oleh
proses persalinan. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal
sekalipun penatalaksanaan plasenta previa sudah dilakukan dengan benar. Di samping
masalah prematuritas, perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika tidak
ada persiapan darah atau komponen darah dengan segera.
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih
berturut-turut. Angka kejadian jenis abortus ini ialah 0,4% dari semua kehamilan.
Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mendapat kesulitan untuk
menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti
1

sebelum waktunya, biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-kadang pada
kehamilan yang lebih tua.
Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua
kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada
seorang wanita yang mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya,
Warton dan Fraser dan Llewellyn-Jones memberI prognosis yang lebih baik, yaitu
25,9% dan 39%.
Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat
suami istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik
Perhatikan apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester kedua. Bila
terjadi pada trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai
kemungkinan etiologi atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada
trimester kedua maka faktor – faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis
terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor (mioma uteri) serta infeksi yang
berat pada uterus atau serviks.
2

BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Sri Umiyati
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 37 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat :Dusun Jarakan, Desa Girirejo RT 001/RW 006, Kecamatan
Tempuran, Kabupaten Magelang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : Tamat SLTP
Pekerjaan : Buruh pabrik
b. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. Mujiyono
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 40 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat :Dusun Jarakan, Desa Girirejo RT 001/RW 006, Kecamatan
Tempuran, Kabupaten Magelang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan :Buruh perkebunan
3

Keterangan:PerempuanLaki-laki
B. PROFIL KELUARGA YANG TINGGAL SATU RUMAH
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung dan yang tinggal satu
rumah
No Nama
Kedudukan
dalam
Keluarga
JKUmur
(th)
Pendidika
nPekerjaan
Keteranga
n
1. Tn. Mujiyono Kepala keluarga
L 40 Tamat SD Buruh pabrik
Sehat
2. Ny. Sri Umiyati
Ibu rumah tangga
P 37 Tamat SLTP
Buruh pabrik
Pasien
3. Ahmad Miftahul Mizan
Anak L 10 Belum tamat SD
Pelajar Sehat
4

Gambar 1. Pohon Keluarga
C. RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG SUDAH
DILAKUKAN
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Juni 2013
pukul 10.00 WIB hingga 12.30 WIB dan 27 Juni 2013 pukul 11.00 hingga pukul
12.30 di rumah pasien di Dusun Jarakan, Desa Girirejo RT 001/RW 006,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang.
a. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir pada 11 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Saat Kunjungan Pertama (26 Juni 2013)
Ibu G6P1A4 mengaku hamil 7 bulan. HPHT : 10 November 2012.
Mengaku riwayat keluar darah dari jalan lahir pada tanggal 15 Juni 2013. Ibu
mengaku keluar darah berwarna merah segar, kurang lebih sebanyak 2 pembalut.
Pasien juga menyangkal adanya mules-mules, nyeri perut, dan keluar air-air dari
jalan lahir. ANC teratur 6 kali di Posyandu dengan Tetanus toxoid 2 kali.
Dua hari setelah keluhan timbul, pada tanggal 17 Juni 2013 pasien
berobat ke bidan dan dirujuk ke RSUD Tidar. Pasien kemudian dirawat selama 1
minggu dengan diagnosis plasenta previa dan boleh pulang pada tanggal 24 Juni
2013.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
5

Pasien pernah dirawat di RS 4 kali dan dilakukan tindakan kuretase
pada saat kehamilan kedua (2005), ketiga (2006), keempat (2007), dan kelima
(2010). Pasien mengaku tidak memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis
sebelumnya. Pasien mengaku memiliki riwayat hipertiroid sejak setelah kelahiran
anak pertama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Pasien mengatakan kedua orang tua pasien memliki penyakit kencing manis dan
sudah meninggal. Riwayat darah tinggi, penyakit jantung, asma dan alergi dalam
keluarga disangkal.
e. Riwayat Haid
Menarche : 15 tahun
Siklus haid teratur sekali sebulan selama 7 hari, banyaknya 2-3 kali
ganti pembalut.
HPHT : 10 November 2012
Taksiran Persalinan : 17 Agustus 2013
Riwayat penikahan : 18 tahun, satu kali
f. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali.
g. Riwayat KB
Pasien mengaku tidak menggunakan KB.
h. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tabel 2. Riwayat Obstetri Pasien
6

HamilKe
Abortus/Normal/SC
Kelamin Usia BB lahir PenolongTmpt lahir
Keadaan sekarang
1 Normal Laki-laki 10th 2700 gr Bidan Praktek Bidan
Sehat
2 Abortus usia kehamilan 2 bulan (2005)
- - - - - -
3 Abortus usia kehamilan 2 bulan (2006)
- - - - - -
4 Abortus usia kehamilan 2 ½ bulan (2007)
- - - - - -
5 Abortus usia kehamilan 3 bulan (2010)
- - - - - -
6 Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK (26 Juni 2013)
Keadaan umum : tampak sehat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah: 90/70 mmHg TB : 150 cm
Nadi : 80 x/menit BB : 48 kg
Suhu : 37,00 C
Pernapasan : 24x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocefali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan (-)
Hidung : Normosepti, sekret (-), deviasi septum (-)
7

Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan (-)
Leher : Trakhea di tengah, pembesaran KGB (-/-), kelenjar
tiroid teraba membesar, konsistensi kenyal, ukuran 2cm x 2 cm
Thoraks :
Mammae : Simetris, hiperpigmentasi pada areola, benjolan (-), retraksi
puting (-).
Paru - paru
- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada
pernafasan simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal,
retraksi (-/-)
- Palpasi : Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang
tertinggal, vokal fremitus simetris, sama kuat
- Perkusi : Kedua hemitoraks berbunyi sonor, batas paru hepar setinggi
ics V, peranjakan paru positive kira-kira satu sela iga
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonchi (-/-), wheezing (+/+)
Jantung
- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris
- Palpasi : Iktus cordis teraba di ics V 2 cm lateral dari garis mid
klavikularis kiri
- Perkusi : Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada garis
sternalis kiri setinggi ics IV, batas paru lambung sekitar ics VI, batas
jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis midklavikularis kiri, batas atas
jantung kiri setinggi ics III pada garis sternalis kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat status obstretikus
Ekstremitas
8

- Inspeksi: Bentuk normal simetris,deformitas (-), sianosis (-/-), edema
(-/-)
- Palpasi: Akral hangat, edema (-/-)
Status Obstetri
1. Abdomen :
Inspeksi : Simetris, membesar sesuai dengan kehamilan, striae
gravidarum (-)
Palpasi : Leopold I : TFU 27 cm, teraba satu bagian besar,
bulat, keras, melenting.
Leopold II :Kiri : teraba bagian keras memanjang
Kanan: teraba bagian-bagian kecil
janin
Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, tidak
melenting
Leopold IV : konvergen
His : -
Auskultasi : Djj : 140 bpm via monoaural laenec
2. Pemeriksaan dalam
Vaginal toucher : Tidak Dilakukan
HASIL LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Dilakukan 25 Februari 2013
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
No. Jenis Pemeriksaan Hasil
1. Hb 12,4 g/dl
9

2. HbSAg -
3. Golongan Darah A
DIAGNOSIS KERJA
G6P1A4 umur 37 tahun, usia tua, UK 32 minggu
Janin tunggal hidup intra uteri, presentasi bokong, belum masuk PAP,
punggung kiri
Plasenta previa
Abortus habitualis
Riwaya hipertiroid
PENATALAKSANAAN
o Medikamentosa :
Tablet Fe
Asam Folat
o Nonmedikamentosa :
Pemeriksaan kehamilan secara berkala
Hindari aktivitas yang berlebihan
Pola makan dengan gizi seimbang
Rencana Sectio Caesarea ai placenta previa
Apabila ada perdarahan berulang segera menuju rumah sakit
HASIL PENATALAKSANAAN MEDIS
Pasien mengurangi aktivitas yang berlebihan atau pekerjaan berat.
Faktor pendukung :
Pasien memiliki motivasi kuat dalam keberhasilan kehamilan saat ini
Pasien memiliki buku KIA dan rutin melakukan ANC
Pasien sudah mengurangi aktivitas sehari-hari atau pekerjaan berat
10

Faktor penghambat:
Suami yang bekerja di pabrik
Anak pasien masih SD
Indikator keberhasilan :
Tidak ada perdarahan berulang sampai saat persalinan
D. TABEL PERMASALAHAN PADA PASIEN
Tabel 4. Tabel Permasalahan Pada Pasien
No. Resiko & masalah
kesehatan
Rencana pembinaan Sasaran
1. Plasenta previa Edukasi untuk tirah baring dan
rencana partus per SC
Pasien dan
kelurga
2. Hipertiroid Melakukan rujukan ke dokter
spesialis penyakit dalam
Pasien dan
keluarga
E. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan penderita diperoleh keterangan bahwa penderita dan
keluarga tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
b. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal bersama suami dan 1 orang anak kandungnya. Dimana
hubungan penderita dengan keluarga baik. Penderita selama kehamilan cuti bekerja
sehingga banyak menghabiskan waktu di rumah, dan banyak waktu bersama
keluarga.
c. Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh suami. Pendapatan perbulan
Rp 800.000. Uang tersebut dipakai untuk kebutuhan rumah tangga seperti makan.
Pasien sudah memiliki Jaminan Persalinan (JAMPERSAL).
d. Fungsi Pendidikan
11

Pendidikan terakhir pasien adalah tamat SLTP.
e. Fungsi Religius
Penderita dan keluarga memeluk agama Islam, menjalankan ibadah agama
secara rutin (sholat).
f. Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita dan keluarga tinggal di Dusun Jarakan, Desa Girirejo, di lingkungan
yang cukup bersih. Penderita dan keluarga dapat diterima dengan baik di lingkungan
rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik. Keluarga penderita tidak aktif dalam
kegiatan di lingkungan masyarakat desa.
F. POLA KONSUMSI PENDERITA
Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Penderita biasanya makan di rumah.
Jenis makanan dalam keluarga ini tidak bervariasi. Variasi makanan sebagai berikut:
nasi, lauk (tahu, tempe, ikan), sayur (kangkung, bayam), air minum (air putih). Pasien
sangat jarang mengkonsumsi ayam atau daging. Air minum berasal dari PAM.
G. IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
a. Faktor Perilaku
Pasien rutin kontrol kehamilan di bidan.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik: Kebersihan di dalam rumah cukup. Pencahayaan di dalam
rumah sangat kurang dan sirkulasi udara tidak berjalan lancar. Sumber air
minum berasal dari PAM dan dimasak sebelum diminum. Di rumah pasien
menggunakan jamban jenis leher angsa. Untuk pembuangan limbah,
dibuang ke got, di rumah pasien tidak terdapat tempat pembuangan sampah,
kadang-kadang pasien mengumpulkan sampahnya lalu dibakar.
12

Lingkungan non-fisik: Dari wawancara, pasien mengaku hamil lagi karena
dorongan dari lingkungan sekitar berupa stigma “banyak anak, banyak
rejeki”.
c. Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Terdapat Puskesmas Tempuran yang berjarak 1 km dari dusun tempat
tinggal pasien.
d. Faktor keturunan
Tidak ada
H. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH
a. Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah pasien terletak di Dusun Jarakan, Desa Girirejo, Kecamatan Temp
uran, Kabupaten Magelang, dengan ukuran rumah 7x 8 m2, bentuk
bangunan 1 lantai. Rumah tersebut ditempati oleh 3 orang. Secara umum
gambaran rumah terdiri dari 1 kamar tidur. 1 dapur terletak bersebelahan
dengan kamar tidur pasien dengan keluarganya. Rumah tidak mempunyai
langit-langit, dinding dari tembok tidak diplester, lantai terdiri dari semen.
Penerangan di dalam rumah kurang terang. Ventilasi dan jendela yang
kurang memadai, yaitu dengan luas < 10 % dan jarang dibuka. Sehingga
rumah menjadi kurang terang dan terasa lembab. Cahaya matahari tidak
masuk kedalam rumah. Tata letak barang di rumah tidak rapi. Sumber air
bersih dari PAM untuk minum maupun cuci dan masak. Air minum
dimasak sendiri. Rumahnya sudah memiliki jamban sendiri. Kebersihan
dapur kurang, tidak ada lubang asap dapur. Pembuangan air limbah ke got
dan saluran limbah mengalir lancar. Tidak ada tempat pembuangan
sampah. Jalan di depan rumah lebarnya 4 meter terbuat dari tanah. Kebersi
han lingkungan di sekitar rumah kurang.
13

Kamar mandi
Gambar 2. Denah Rumah Pasien
I. DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Biologis
·Pasien baru pertama kali mengalami penyakit ini.
·Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti penderita
b. Fungsi Psikologis
·Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik
·Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.
c. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Kesan sosial ekonomi kurang, dilihat dari pekerjaannya.
14
Ruang Tamu
Ruang Keluarga
Ruang Makan
Dapur
Ruang Tidur
Gudang
Teras
Halaman Belakang

d. Fungsi Religius dan Sosial Budaya
Keluarha pasien termasuk keluarga yang taat beragama. Hubungan
keluarga dan pasien dengan tetangga baik, komunikasi berjalan dengan
lancar. Tidak terdapat keterbatasan hubungan antara pasien dan
masyarakat.
e. Faktor Perilaku
Pasien rutin kontrol ke bidan.
f. Faktor Non Perilaku
· Pasien tinggal di rumah yang pencahayaannya kurang baik dan
ventilasi udara di rumah kurang sehingga sirkulasi udara kurang baik
sehingga kebersihan kurang terjaga.
· Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Jarak antara
rumah pasien dengan puskesmas 1 km.
J. DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA
15
GENETIK
PERILAKU
LINGKUNGANPELAYANAN KESEHATAN
Bidan desa, dokter spesialis kandungan
STATUS KESEHATAN
Pasien rutin kontrol ke bidan
Stigma masyarakat “banyak anak banyak rejeki”
Ventilasi rumah dan pencahayaan kurang baik

Gambar 3. Diagram Realita
K. PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN
Tabel 5. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Keluarga
yang
terlibat
Hasil Kegiatan
26 Juni
2013
Melakukan pemeriksaan kepad
a pasien dan mengamati keada
an kesehatan rumah dan lingku
ngan sekitar
Pasien dan ke
luarga
Mendapatkan diagnosis ker
ja pasien, data keluarga
pasien, gambaran perilaku
kesehatan dan mengetahui
keadaan rumah pasien.
27 Juni
2013
Memberikan penjelasan
kepada pasien dan keluarga
pasien mengenai penyakit,
faktor risiko, penatalaksanaan
dan komplikasi plasenta previa
pada kehamilan.
Pasien dan
keluarga
Pasien dan keluarga pasien
dapat memahami
penjelasan yang diberikan.
L. KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA
1.Tingkat pemahaman : Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan
cukup baik.
2. Faktor pendukung :
- Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan
yang diberikan tentang kesehatan ibu hamil khususnya tentang plasenta
previa
16

- Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk tidak hamil lagi
3.Faktor penyulit : keadaan ekonomi yang kurang, tingkat pendidikan yang
rendah dan faktor lingkungan non-fisik yang tidak mendukung.
4.Indikator keberhasilan : pasien mengetahui perilaku yang tidak baik untuk
kesehatan dan hubungannya dengan penyakit yang diderita pasien, serta
mencegah untuk keadaan yang lebih buruk.
17

BAB III
PLASENTA PREVIA
A. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak diatas uterus.
Plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae = di depan, vias = jalan), jadi
yang di maksud adalah plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi
seluruh atau sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internum).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik
melainkan fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu.
Umpamanya, plasenta previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah
menjadi plasenta previa pada pembukaan 8 cm.
Gambar 4. Jenis-jenis Plasenta Previa
18

Beberapa klasifikasi plasenta previa:
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian depan.
2.3 Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostea yang ditutupi plasenta.
b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat :
1. Plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri.
2. Plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri.
3. Plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan Pada periksa dalam tak teraba.
c. Menurut Browne:
1. Tingkat I, Lateral plasenta previa :
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun
tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (Ostea).
1. Gejala klinis
19

a. Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa
rasa nyeri dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah
segar.
b. Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan
letak janin.
c. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga
pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya
(reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
d. Janin biasanya masih baik.
2. Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta harus
dicurigai.
3. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio sotop dan ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan.
Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan
cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
4. Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi.
Perabaan forniks. Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan
lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan
melalui kanalis servikalis. Jari di masukkan hati-hati kedalam OUI
untuk meraba adanya jaringan plasenta.
20

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila
seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis apabila
sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis
apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya
abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4
cm di atas pinggir pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan
fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta
previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan
penanganan yang baik.
C. FREKUENSI
Kejadian plasenta previa sekitar 0,3% sampai 0,6% dari persalinan, sedangkan di
rumah sakit lebih tinggi, karena menerima rujukan dari luar.
D. ETIOLOGI
Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat
diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atropi pada
desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah
selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk
sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi.
Menurut Kloosterman (1973), Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun; pada grande multipara yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande
multipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
21

Tabel 5. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta(1971-1975)
Umur Primigravida (%) Multigravida (%)
15-19 1,7 1,6
20-24 2,3 6,9
25-29 2,9 7,9
30-34 1,7 9,7
35- 5,6 9,5
Jumlah 2,2 7,7
Angka-angka dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tabel diatas
menunjukkan bahwa frekuensi plasenta previa meningkat dengan meningkatnya
paritas dan umur.
Berlainan dengan angka-angka yang dikemukakan oleh Kloosterman (1973), di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Frekuensi plasenta previa pada primigravida
yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
primigravida yang berunur kurang dari 25 tahun ; pada para 3 atau lebih yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali lebih besar dibandingkan dengan para 3
atau lebih yang berumur kurang dari 25 tahun.
Tabel 6. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan paritas ibu di Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta
(1971-1975)
Paritas Frekuensinya (%)
0 2,2
1-3 6,2
4-6 8,6
22

7- 10,3
Jumlah 5,9
Faktor Predisposisi :
1. Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret, dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis
E. GAMBARAN KLINIK
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau
bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan
berakibat fataL. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu banyak daripada
sebelumnya, apalagi jika sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahan sering dikatakan terjadi dalam triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang
pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
Segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks mulai membuka.Apabila
plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa
terlepasnya sebagian palsenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi
23

perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang
disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta . Perdarahannya
tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot
uterus menghentikan perdarahan pada kala 3 dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
F. DIAGNOSIS
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penentuan jenis
plasenta previa dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekutum
di kamar operasi
a. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa
nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak
dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
b. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
persentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping, dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul.
Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seprti letak lintang atau letak
sungsang.
c. Pemeriksaan in spekulo
24

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio
porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva dan
trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
Penanganan letak plasenta secara langsung. Untuk menegakkan diagnosis
yang tepat tentang adanya dan jens palenta previa ialah langsung meraba plasenta
melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena
dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui
kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan
ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan siap
operasi. Pemeriksaan dalam di meja operasi dilakukan sebagai berikut.
Perabaan formises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam
presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas
panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya terasa
lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta; dan akan terasa padat
( keras). Apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat palsenta. Bekuan
darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta. Plasenta yang tipis mungkin
tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui
kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka,
perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan
tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba,
segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali
berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan
terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
25

d. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pertengahan trimester II, plasenta menutup ostium internum pada 30%
kasus. Dengan perkembangan segmen bawah rahim, sebagian besar implantasi
yang rendah tersebut terbawa ke lokasi yang lebih atas.
Penggunaan color Doppler dapat menyingkirkan kesalahan pemeriksaan.
USG transvaginal secara akurat dapat menentukan adanya plasenta letak rendah
pada segmen bawah uterus.
Gambar 5. Gambaran Ultrasonografi plasenta previa
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa, laserasi
serviks atau vagina. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat dilihat
dengan inspekulo.
Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat abnormal selain di tengah
plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus menyilang servix. Vasa previa
merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan
vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Hal ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh
darah yang mengancam janin. Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh
darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau
26

amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung
janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi
ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.
H. PENATALAKSANAAN
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat
di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
• Keadaan umum pasien, kadar Hb.
• Jumlah perdarahan yang terjadi.
• Umur kehamilan/taksiran BB janin.
• Jenis plasenta previa.
• Paritas dan kemajuan persalinan
a. Penanganan Ekspektif
Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis
2. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin
3. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
4. Awasi tanda vital ibu, perdarahan, dan detak jantung janin.
5. Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
27

MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
1. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis
2. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar
ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga
perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan
keadaan gawat darurat
3. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di
luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam)
4. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
b. Penanganan aktif
Kriteria :
• umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
• Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
• Ada tanda-tanda persalinan.
• Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,
dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah
terpasang.
c. Indikasi Seksio Sesarea :
1. Plasenta previa totalis.
2. Plasenta previa pada primigravida.
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
28

4. Anak berharga dan fetal distres
5. Plasenta previa lateralis jika :
• Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
• Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
• Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
d. Partus per vaginam
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan
anak sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah
(amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau
sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan
dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa hams dikirim ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebe- lum
penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang.
Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan
memperbanyak perdarahan
dan menyebabkan infeksi
. Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g: Perdarahan sedikit
keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif sampai umur
kehamilan aterm. Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan
tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada perdarahan pasien mobilisasi
29

bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada perdarahan pasien boleh pulang.
Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta
previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan. Jika perdarahan banyak dan
diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan
penanganan secara aktif
Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g maka dilakukan
penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara
pervagina/perabdominal. Persalinan pervagina diindikasikan pada plasentaprevia
marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pem-
bukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat
dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas
panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan
pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin
mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4 cm atau servik belum
matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan plasenta previa dengan
gawat janin. Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat
kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada
plasenta previa adalah:
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melukakan pertolongan lebih lanjut.
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang
cukup.
Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi dengan:
- Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
30

- Sedapat mungkin diantar oleh petugas
- Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah perdarahan post partum dan syok karena
kurang kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/servik
1. Perdarahan dan syok.
2. Infeksi.
3. Laserasi serviks.
4. Plasenta akreta. Pada kondisi ini, plasenta berimplantasi terlalu dalam dan kuat
pada dinding uterin, yang menyebabkan sulitnya plasenta terlepas secara spontan
saat melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat dan perlu operasi
histerektomi. Keadaan ini jarang, tetapi sangat khas mempengaruhi wanita dengan
plasenta previa atau wanita dengan sesar sebelumnya atau operasi uterus lainnya
5. Prematuritas atau lahir mati
6. Prolaps tali pusar
7. Prolaps plasenta
Komplikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dengan angka kematian ±
5%
J. PROGNOSIS
a. Maternal
Dengan melakukan tindakan seksio sesar dan pemberian anaestesi oleh
tenaga kompeten, maka angka kematian dapat diturunkan sampai < 1%
b. Fetal
Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa kira-kira
10%
31

Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat serta
perdarahan yang tak terkendali tak dapat dihindari, angka mortalitas dapat
sangat diturunkan melalui perawatan obstetrik dan neonatus yang ideal.
BAB IV
ABORTUS HABITUALIS
A. DEFINISI
Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi kehamilan pada usia kehamilan
dibawah 20 minggu. Abortus memiliki gejala pendarahan, keluarnya konsepsi, dan
mengalami kontraksi. Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari mulut rahim atau
cervix. Penyebabnya antara lain adalah karena adanya kelainan kromosom dan
inkompeten cervix, dan konsepsi yang tidak baik. Hasil konsepsi yang tidak baik
akan dianggap sebagai benda asing oleh rahim dan akan dibuang. Usia sang ibu juga
nampaknya sedikit berpengaruh. Dari data yang ada, semakin tua usia sang ibu, maka
resiko untuk mengalami abortus juga semakin tinggi.1,2
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih berturut-
turut. Pada umumnya penderita tidak sukar hamil, tetapi kehamilannya berakhir
sebelum 28 minggu. Angka kejadian jenis abortus ini ialah 0,4% dari semua
kehamilan. Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mendapat
kesulitan untuk menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung
terus dan terhenti sebelum waktunya, biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-
kadang pada kehamilan yang lebih tua.
B. ETIOLOGI
Resiko berulangnya abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah
abortus II adalah 25% dan resiko setelah abortus III adalah 30%.10
32

Gambar 6. Etiologi abortus berulang
Defisiensi progesterone dan fase luteal
Faktor endokrin terlibat dalam RPL (Recurrent Pregnancy Loss) atau abortus
berulang sekitar 15% sampai 30% dari waktu. Cacat fungsional korpus luteum, atau
reseptor progesteron endometrium, dapat menyebabkan RPL. Pada pasien dengan
defisiensi fase luteal, kerugian umumnya terjadi sangat awal, di 4-7 minggu.
Progesteron dari korpus luteum diperlukan untuk mendukung kehamilan sampai
produksi progesterone di plasenta dimulai pada minggu kedelapan.
Gangguan fase luteal dapat menjadi sebab infertilitas dan abortus muda yang
berulang. Gangguan fase luteal bisa menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat
transport ovum terlalu cepat, motilitas uterus yang berlebihan, dan kesukaran dalam
nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik.
Progesteron yang dihasilkan dari korpus luteum sangat diperlukan untuk
keberhasilan implantasi dan pemeliharaan dari awal kehamilan sampai produksi
progesteron diambil alih oleh plasenta. Defek fase luteal telah digambarkan sebagai
33

penyebab keguguran. Klasiknya, diagnosis diperoleh setelah biopsi endometrium
pada hari ke 26 atau hari ke 27 dari siklus yang lebih dari 2 hari keluar dari fase, dan
baru-baru ini, kadar konsentrasi progesteron midluteal <10 ng / mL telah diusulkan
untuk menegakkan diagnosis. Wanita dengan out-of-fase biopsi endometrium tidak
mampu menjaga reseptor pregesterone endometrium abnormal dan memiliki αvβ3
integrin, yang merupakan sebuah penanda penerimaan uterus. αvβ3 integrin biasanya
muncul dalam kelenjar endometrium pada hari siklus 20-21 selama implantasi.
Sebagian besar pasien, ketika diobati dengan progesteron atau suplemental dosis
rendah clomiphene sitrat, akan memiliki restorasi histologis endometrium yang
normal dan αvβ3 normal. Implantasi embrio yang lambat juga telah dikaitkan dengan
peningkatan tingkat keguguran.
Hormon tiroid yang abnormal
Pada wanita dengan abortus habitualis, dapat ditemukan bahwa fungsi
glandula tiroidea kurang sempurna. Oleh sebab itu, pemeriksaan fungsi tiroid pada
wanita-wanita abortus berulang perlu dilakukan; pemeriksaan ini hendaknya
dilakukan di luar kehamilan.
Sindrom polikistik ovarium
Wanita dengan PCOS (Polycystic Ovarian Symdrome) memiliki kesulitan
mencapai kehamilan dibandingkan dengan populasi umum, tetapi sifat hubungan
antara PCOS dengan keguguran berulang belum jelas.
Wanita dengan sindrom polikistik ovarium (PCOS) telah diamati mengalami
peningkatan kadar hormone luteinizing, hormone androgen, dan resistensi insulin.
Meskipun etiologi masih belum jelas, peningkatan kejadian keguguran telah di catat
pada wanita yang telah didiagnosis dengan PCOS. Hiperinsulinemia telah diusulkan
sebagai penyebab yang mungkin. Beberapa bukti menunjukkan bahwa resistensi
insulin dikaitkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma.
34

Hiperinsulinemi pada PCOS adalah hipotesis untuk berkontribusi pada awal
keguguran selama kehamilan, dan dalam suatu siding, pemberian metformin selama
kehamilan untuk wanita dengan riwayat perdarahan menunjukkan dapat mengurangi
angka keguguran pada trimester pertama pada wanita dengan PCOS. Dalam
persidangan yang lebih besar, dari 2000 wanita dengan riwayat perdarahan berulang,
prevalensi PCOS adalah 40,7%. Kriteria yang cukup untuk menentukan wanita
dengan PCOS mempunyai prognosis yang baik atau buruk adalah kehamilan di masa
depan.
Diabetes mellitus
Diabetes melitus secara tradisional disebutkan dalam hubungan dengan peningkatan
tingkat aborsi, tetapi telah ditetapkan bahwa diabetes terkontrol dengan baik dengan
kontrol glukosa (dengan diet atau insulin) tidak meningkatkan risiko aborsi spontan.
Pasien dalam kontrol yang baik dengan pengobatan oral sebelum pembuahan akan
mungkin juga mendapatkan hasil yang meningkat. Diabetes dengan kontrol glikemik
yang kurang baik dihubungkan dengan meningkatnya risiko kehilangan kehamilan,
dan ada hubungannya langsung antara kadar hemoglobin A1C (HbA1C) dan tingkat
aborsi.
C. DIAGNOSIS
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis.
Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensi menunjukkan gambaran
klinik yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks
tanpa disertai mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya
masih hidup dan normal. Apabila penderita datang dalam triwulan pertama, maka
gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap
minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa ia mengeluarkan banyak lendir dari
vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalpingografi (HSG) yaitu ostium internumuteri melebar lebih dari 8 mm.
35

Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat
suami istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik
Perhatikan apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester ke dua. Bila
terjadi pada trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai
kemungkinan etiologi atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada
trimester kedua maka faktor – faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis
terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor mioma uteri serta infeksi yang
berat pada uterus atau serviks. Ikutilah langkah – langkah investigasi untuk mencari
faktor – faktor yang potensial menyebabkan terjadinya abortus spontan yang berulang
sebagai berikut:
a. Riwayat penyakit terdahulu
1. Kapan abortus terjadi. Apakah pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya adakah penyebab mekanis yang menonjol.
2. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat (naza).
3. Infeksi ginekologi dan obstetri.
4. Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome (thrombosis,
autoimmune phenomena, false-positive tests untuk sifilis)
5. Faktor genitik antara suami istri ( consanguinity ).
6. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan
sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus
yang kemudian meninggal.
7. Pemeriksaan diagnostik yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.
b. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik secara umum
2. Pemeriksaan ginekologi
c. Pemeriksaan laboratorium
1. Kariotipe darah tepi kedua orang tua
2. Biopsi endometrium pada fase luteal
36

3. Pemeriksaan hormon TSH dan antibodi anti tiroid
4. Antibodi antiphospholipid ( cardiolphin, phosphatidylserine )
5. Lukpus antilogulan (“a partial thromboplastin time or Russell Viper Venom“)
6. Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit
7. Kultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma, chlamdia) bila diperlukan.
D. DIAGNOSIS BANDING
95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus, namun
perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada kehamilan muda
yaitu :
1. Kehamilan ektopik
2. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi
3. Polip endoservik
4. Mola hidatidosa
5. Karsinoma servik uteri (jarang)
6. Mioma submukosa pedunkularis
E. KOMPLIKASI
1. Perdarahan (hemorrhage)
2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh :
- Perdarahan yang banyak disebut syok septik
- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik.
37

F. PENATALAKSANAAN
Biasanya wanita dengan abortus habitualis datang ke dokter tidak lama setelah
ia mengalami abortus untuk sekian kalinya. Jika ia belum hamil lagi, hendaknya
waktu itu digunakan untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari
kelainan yang mungkin menyebabkan abortus habitualis itu.
Di samping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk bahan
penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan darah dan
urine rutin, pemeriksaan golongan darah, faktor Rh, dan tes terhadap sifilis,
selanjutnya pada istri dibuat kurve harian glukosa darah dan diperiksa fungsi tiroid,
dan pada suami diperiksa fungsi sperma.
Pada wanita dengan abortus habitualis, yang datang dalam keadaan sudah
hamil lagi, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti di atas, kecuali yang dapat
mengganggu kehamilan.
Selain terapi yang bersifat kausal, maka penderita dengan abortus habitualis,
jika ia hamil, perlu mendapat perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat, hal ini tidak
berarti bahwa ia harus tinggal terus di tempat tidur, akan tetapi perlu dicegah usaha-
usaha yang melelahkan.
Pada hamil muda sebaiknya jangan bersenggama. Makanannya harus adekuat
mengenai protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa
organogenesis pemberian obat-obat harus dibatasi, dan obat-obat yang diketahui
dapat mempunyai pengaruh jelek terhadap janin, dilarang. Khususnya di mana faktor
emosional memegang peranan penting, pengaruh dokter sangat besar untuk mengatasi
ketakutan dan keresahan.
Terapi hormonal umumnya tidak perlu, kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid, atau
gangguan fase luteal.
38

BAB V
KESIMPULAN
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Plasenta previa menyebabkan hambatan pada persalinan dan dapat membahyaakan
nyawa ibu dan janin. Keadaan ini termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi oleh
karena itu dibutuhkan antenatal care yang baik dan terpadu untuk mencegah
perdarahan berulang sampai terjadinya proses persalinan.
Salah satu faktor risiko terjadinya plasenta previa adalah multigravida. Maka
penting edukasi terhadap pasien dan keluarganya untuk merencanakan kehamian
sebaik-baiknya. Penggalakkan penggunaan alat kontrasepsi juga harus dilakukan
sebagai upaya untuk menekan angka kelahiran.
Pada pasien juga didapatkan abortus habitualis, yaitu abortus spontan yang
terjadi tiga kali atau lebih berturut-turut. Salah satu penyebab abortus habitualis
adalah kelainan hormone tiroid, dimana pada pasien terdapat riwayat hipertiroid.
Maka menjadi penting agar, penatalaksanaan tidak hanya pada bagian obstetric saja,
tapi juga kelainan hipertiroidnya.
39

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Antepartum Bleeding. Williams
Obstetrics. 20th ed. Norwalk: Appleton & Lange, 1997.
2. Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam: Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi.
Ed.1. Jakarta: Widya Medika, 1997. hal 129-143
3. Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
4. Mochtar. R, Sinopsis Obstetri I, Ed. II, Jakarta, EGG, 1989,hal.300-311.
5. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara/R.S
Dr. Pringadi Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi Obstetri-Ginekologi R.S.
Dr. Pringadi Medan, 1993, hal 6-10,
6. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999. hal 362-376. Perdarahan
Antepartum dalam: Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Elstar Offset Bandung, 1982. hal.
110-120 pp. 755-60.
7. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung. Obstetri
Patologi. Bandung: Elstar offset, 1982; 110-27.
8. Hariadi R. Abortus Spontan Berulang. Dalam : Ilmu Kedokteran Fetomaternal.
Edisi Perdana. Surabaya : Penerbit Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.; 2004. Hal. 326-34.
9. Wiknjosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Ilmu Kebidanan.
Edisi 3. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. Hal. 309-
10.
40

10. Wiknjosastro H. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam : Ilmu
Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008. Hal. 246-50
41