Kd Meningitis Ensefalitis 2011
-
Upload
endrascribd -
Category
Documents
-
view
296 -
download
3
Transcript of Kd Meningitis Ensefalitis 2011
بسمهللالرحمنالرحيمربزدنيعلماوارزقنيفهما
Blok Kesehatan Anak
KEJANG DEMAM, MENINGITIS, ENSEFALITIS
AKIL BAEHAQIDepartemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UII Yogyakarta
2011
SEEING IS BELIEVING• Dok anak saya kejang kata sang bapak. Nggak ah, itu sih bukan kejang,
kata sang ibu• Gini aja pak-bu, mbok jangan berantem. Yg dibilang bapak kejang itu spt
apa? Bisa diceritakan nggak apa yg bapak lihat?• Wah, susah dok kalau diceritakan, nih gini nih dok, kejangnya. Stl itu sang
bapak memperagakan apa yg dilihat dgn sangat persis, mulai dari mata yg terbalik ke atas, lengan & tungkai yg gerak-gerak sampai seluruh tubuh kelojotan plus sampai “ndlosor” di lantai
• Pak ... Pak ...udah cukup pak demonya. Kalau itu sih kejang bu. Yakin bener deh ... Udah nggak usah berantem lagi. Saya kasih obat ya!
• Pelajaran berharga: Seeing is believing. Orangtua adalah pengamat terbaik untuk anaknya
PENDAHULUAN• Kejang demam (KD): keadaan plng sering dijumpai
dlm bidang neurologi anak• Kejang peristiwa yg selalu menakutkan bagi OT
atau orang yg melihatnya dokter wajib mengatasi kejang dgn cepat & tepat
• Sering timbul pertanyaan: – apakah kejang tsb dpt menyebabkan kerusakan SSP? – apakah anak akan mengalami kejang kembali? – apakah memerlukan pengobatan lanjutan?
PENDAHULUAN
• Scr umum KD mempunyai prognosis baik, namun ada bbrp keadaan yg perlu mendpt perhatian khusus bila kita berhadapan dg kasus kejang yg disertai dg demam, a.l. Dx KD tdk selalu mudah; kejang yg berlangsung lama bisa menimbulkan gejala sisa neurologik, obat antikonvulsan yg digunakan mempunyai dampak negatif dst
DEFINISI• Seizures that occur in febrile children between the
ages of 6 and 60 months who do not have an intracranial infection, metabolic disturbance, or history of afebrile seizures (AAP, 2008)
• Bangkitan kejang yg terjadi pd kenaikan suhu tubuh (rektal > 38oC) tanpa adanya infeksi SSP, gangguan elektrolit atau metabolik lain; kejang disertai demam pd bayi berusia < 1 bln tdk termasuk dlm kejang demam (IDAI, 2010)
Klasifikasi kejang demam(Livingstone, 1954)
• Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)– Umur antara 6 bln-4 th– Kejang < 15 mnt, umum– Kejang timbul dlm 16 jam pertama demam– Kelainan saraf sebelum & sesudah (-)– EEG tdk ada kelainan (1 mgg stlh suhu normal)– Frekuensi kejang < 4 x dlm satu th
Epilepsi yg diprovokasi demam (epilepsy triggered off by fever)
DEFINISI
• KD diklasifikasikan 2 golongan, yaitu:–kejang demam sederhana,
berlangsung < 15 mnt, umum & tdk berulang dlm 24 jam
–kejang demam kompleks, berlangsung > 15 mnt, atau fokal, & atau multipel (≥ 2 x kejang dlm 24 jam)
EPIDEMIOLOGI
• Febrile seizures are the most common seizure disorder in childhood, affecting 2% to 5% of children between the ages of 6 and 60 months
• Di negara Asia dilaporkan lebih tinggi• 80%-90% dari seluruh KD adalah KDS• Umumnya KD timbul pd thn ke-2 kehidupan
(17-23 bl)• KD sedikit lebih sering pd anak ♂
FAKTOR RISIKO KD PERTAMA1. Riwayat keluarga dgn KD
OT atau saudara kandung
2. Pemulangan neonatus > 28 hr3. Perkembangan terlambat4. Anak dg pengawasan5. Kadar Na rendah6. Temperatur yg tinggi≥ 2 FR risiko KD 30%
FAKTOR RISIKO KD BERULANG1. Usia muda < 1 th
– Makin muda anak ketika kejang pertama, makin besar kemungkinan rekurensinya
– Rekurensi bila serangan pertama terjadi < 1 th: 50% & > 1 th: 28%
2. Riwayat keluarga KD3. Cepatnya timbul kejang stlh demam4. Temperatur yg rendah saat kejang (< 38°C)5. Riwayat keluarga epilepsi
FAKTOR RISIKO KD BERULANG
• Stlh KD pertama, 33% anak mengalami 1 x rekurensi atau lebih & 9% anak mengalami 3 x rekurensi atau lebih
• Usia dini saat KD & riwayat kejang dlm keluarga mrpkn FR yg kuat utk timbulnya rekurensi
• 50% rekurensi terjadi dlm 6 bln pertama• 75% berulang pd th pertama• 90% rekurensi terjadi pd th kedua
FAKTOR RISIKO MENJADI EPILEPSI
1. Perkembangan abnormal sblm KD pertama2. Riwayat keluarga dg epilepsi3. KDK
FAKTOR RISIKO MENJADI EPILEPSI
• 2-7% penderita KD akan mengalami epilepsi di kemudian hari. Sebaliknya 10-15% penderita epilepsi pernah mengalami KD sebelumnya
• Seluruh jenis epilepsi, termasuk absens, tonik-klonik umum, & parsial kompleks dpt terlihat pd pasien dengan riwayat KD
FAKTOR RISIKO MENJADI EPILEPSI
• National Institute of Neurologic Disorder and Stroke (NINDS) Perinatal collaborative Project (NCPP) melaporkan tingginya risiko epilepsi diantara anak2 dgn perkembangan abnormal sblm KD pertama, adanya riwayat OT atau saudara kandung dgn epilepsi & anak dgn KDK
FAKTOR RISIKO MENJADI EPILEPSI
• 60% anak dgn KD tdk memiliki satupun FR di atas, 2 % akan berkembang epilepsi sblm usia 7 thn
• Dari 34% anak dgn satu FR, 3 % akan menjadi epilepsi, & jika mempunyai 2 atau 3 FR, maka kejadian epilepsi menjadi 13 %
FAKTOR GENETIK• Faktor genetik sgt kuat diduga cara autosomal
dominan sederhana• KD cenderung terjadi dlm keluarga, meskipun
belum jelas diketahui cara diturunkannya• Pd anak dgn KD sering dijumpai keluarganya
mempunyai riwayat KD• Tingginya kejadian epilepsi dlm keluarga yg
mempunyai anak dgn KD tdk sepenuhnya terbukti
FAKTOR GENETIK
• Risiko epilepsi juga tinggi pd saudara kandung yg mempunyai KD, tetapi tdk untuk saudara yg lain
• Orang tua mungkin menanyakan kemungkinan risiko KD untuk anak yg lainnya & ini kira-kira 10-20%, akan lebih tinggi jika orang tuanya mempunyai riwayat KD
ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI• Mengapa seorang anak yg menderita demam
dpt mengalami kejang sedangkan anak yg lain tdk, hingga kini masih blm diketahui dgn pasti
• Faktor suhu, infeksi & umur scr bersamaan memegang peranan yg penting
• Berbagai hipotesis telah diajukan, antara lain scr genetika ambang kejang pd anak berbeda & akan turun pd kenaikan suhu tubuh
ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI
Terdapat interaksi 3 faktor sbg penyebab KD:1. Imaturitas otak & termoregulator2. Demam, dimana kebutuhan O2 meningkat3. Predisposisi genetik: >7 lokus kromosom (poligenik,
autosomal dominan)(IDAI, 2010)
ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI
• Demam pd KD sering disebabkan oleh infeksi yg umum pd anak seperti tonsilitis, infeksi traktus respiratorius (38-40%), otitis media (15-23%) & gastroenteritis akut (7-9%)
• Anak usia prasekolah sering mendpt infeksi tsb & disertai demam, yg bila dikombinasikan dgn ambang kejang yg rendah mudah mendptkan kejang
• Hanya 11% anak dgn KD mengalami kejang terjadi pd suhu <37,9°C, 14-40% kejang terjadi pd 38-38,9°C & 40-56% pd 39-39,9°C
MANIFESTASI KLINIS• KD biasanya terjadi pd awal demam• Sering diperkirakan bahwa cepatnya
peningkatan temperatur mrpkn pencetus utk terjadinya kejang
• Umumnya serangan kejang tonik-klonik, awalnya dpt berupa menangis, kemudian tdk sadar & timbul kekakuan otot. Semua fase tonik, mungkin disertai henti napas & inkontinensia. Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik & akhirnya stlh kejang letargi atau tidur
MANIFESTASI KLINIS
• Bentuk kejang lain mata terbalik ke atas dgn kekakuan atau kelemahan otot, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal
• Serangan pd bentuk absens atau mioklonik sgt jarang• Sebagian besar berlangsung < 5 mnt, < 8%
berlangsung > 15 mnt & 4% kejang > 30 mnt• Bila anak kejang lagi perlu diindentifikasi apakah ada
penyakit lain yg memerlukan pengobatan tersendiri• Perlu juga diketahui mengenai pengobatan
sebelumnya, ada tdknya trauma, perkembangan psikomotor & riwayat keluarga dgn epilepsi atau KD
• Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didpt dari orang yg melihatnya
• Px fisik, kesadaran, adanya meningismus, UUB yg tegang atau membonjol, tanda Kerning atau Brudzinski, kekuatan & tonus harus diperiksa dgn teliti & dinilai ulang scr periodik
• 6% anak akan mengalami rekurensi dlm 24 jam pertama, namun belum diketahui kasus yg mana akan cepat mengalami kejang kembali
MANIFESTASI KLINIS
MANIFESTASI KLINIS
• Penyebab lain dari kejang yg disertai demam harus disingkirkan, khususnya ensefalitis atau meningitis
• Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis
• Adanya sumber infeksi seperti otitis media tdk menyingkirkan meningitis & jika pasien telah mendpt antibiotik maka perlu pertimbangan lumbal pungsi
MANIFESTASI KLINIS
• Tanda klinis meningitis sulit diperoleh pd bayi pungsi lumbal sgt dianjurkan pd bayi < 12 bln & dianjurkan pd 12-18 bln
• Jika dijumpai peninggian TIK, pungsi lumbal sebaiknya dikerjakan oleh dokter berpengalaman, mengingat risiko pungsi lumbal & keterlambatan Dx meningitis
MANIFESTASI KLINIS
• Penyebab lain kejang yg di sertai demam selain meningitis & ensefalitis: gastroenteritis shigella, obat2 tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain & dehidrasi yg mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit
• Pemeriksaan lab rutin tdk dianjurkan & dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
• Foto X-ray kepala & neuropencitraan (CT atau MRI) jarang dikerjakan & tdk rutin
MANIFESTASI KLINIS
• EEG tdk memperlihatkan kegunaan dlm mengevaluiasi KD• EEG yg dikerjakan 1 mgg stlh KD dpt abnormal, biasanya
berupa perlambatan di posterior• 95% kasus KD menunjukkan gambaran EEG abnormal bila
dikerjakan segera stlh KD• 30% penderita akan memperlihatkan perlambatan di posterior
& akan menghilang 7-10 hr kemudian• Walaupun ada abormalitas gambaran EEG yg tinggi pd anak
dengan KD, namun EEG tdk dpt memprediksi rekurensi atau risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari
• AAP tdk menganjurkan melakukan EEG pd penderita KDS atau KDK
TATALAKSANA (IDAI, 2010)
• 3 hal yg perlu dikerjakan, yaitu:–pengobatan pd fase akut–mencari & mengobati penyebab–pengobatan profilaksis thd berulangnya KD
PENGOBATAN FASE AKUT
• Sebagian besar kasus KD, kejang berhenti sendiri tindakan yg perlu dilakukan: mencari penyebab demam & memberikan pengobatan yg adekuat thd penyebab tsb
• Utk mencegah agar kejang tdk berulang kembali sebaiknya diberikan profilaksis antikonvulsan, krn kejang masih dpt kambuh selama anak masih demam
PENGOBATAN FASE AKUT
• Anak yg sdg mengalami kejang, dilakukan perawatan yg adekuat– Penderita dimiringkan agar jgn terjadi aspirasi ludah atau
lendir dari mulut– Jln napas dijaga agar tetap terbuka, agar suplai oksigen
tetap terjamin– Bila perlu diberikan O2– Fungsi vital, keadaan jantung, TD, kesadaran perlu diikuti
dgn seksama– Suhu yg tinggi hrs segera diturunkan dgn kompres &
pemberian antipiretik
PENGOBATAN FASE AKUT
• Kejang hrs segera dihentikan utk mencegah agar tdk tjd kerusakan otak, meninggalkan gejala sisa atau †
• Obat yg paling cepat utk menghentikan kejang adalah diazepam yg diberikan i.v. atau intrarektal. Dosis i.v. 0,3-0,5 mg/kg diberikan perlahan2 dgn kecepatan 1-2 mg/mnt (dosis maksimal 20 mg). Apabila sukar mencari vena dpt diberikan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg (5 mg utk bb < 10 kg & 10 mg bila bb >10 kg)
PENGOBATAN FASE AKUT
• Apabila kejang blm berhenti, 5 mnt kemudian dpt diulangi lagi pemberian diazepam dg dosis & cara yg sama
• Bila kejang tdk berhenti, diberikan fenitoin dosis awal 10-20 mg/kgbb per drip selama 20 mnt stlh dilarutkan dlm cairan NaCl 0,9%. Dosis selanjutnya 4-8 mg/kgbb/hari, 12-24 jam stlh dosis awal
• Stlh kejang berhenti hrs ditentukan apakah perlu pengobatan profilaksis atau tdk, tergantung jenis KD & FR yg ada pd anak tsb
KEJANG Diazepam i.v. 0,3 - 0,5 mg/kgBB (maks 20 mg)
perlahan-lahan, atau rektal: 5 mg (BB <10 kg), 10 mg (BB>10 kg) Tunggu 5 menit+oksigenasi
MASIH KEJANG Diazepam iv atau rektal (dosis sama) Tunggu 5 menit+oksigenasiMASIH KEJANG Fenitoin iv 10-20 mg/kgBB (maks 200 mg) dlm
NaCl 0,9% drip selama 20 mntTunggu 10 menit + oksigenasi
MASIH KEJANG Masuk ICU - anestesi umum Midazolam
PENGOBATAN PROFILAKSIS
• Kambuhnya KD perlu dicegah krn serangan kejang selalu mrpkn peristiwa yg menakutkan & mencemaskan bagi OT
• Dikenal 2 cara profilaksis, yaitu: – profilaksis intermiten pd waktu demam– profilaksis terus-menerus/pengobatan jangka
panjang/rumatan
1. Profilaksis Intermiten
Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pd saat demam berupa:• Antipiretik, parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali
diberikan 4 kali sehari & tdk lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari
• Anti kejang, diazepam oral dgn dosis 0,3 mg/kgbb/kali atau diazepam rektal 0,5 mg/kgbb tiap 8 jam pd suhu tubuh >38,5°C. Terdpt efek samping (25-39%): ataksia, mengantuk, iritabel & hipotonia
1. Profilaksis Intermiten
• Although antipyretics may improve the comfort of the child, they will not prevent febrile seizures (AAP, 2008)
• AAP merekomendasikan utk tidak memberikan profilaksis intermiten apalagi profilaksis terus-menerus pada KDS pertama atau yg berulang tanpa FR
2. Profilaksis terus menerus
• Pemberian profilaksis terus menerus pd anak dg KD kontroversi
• Sebagian besar penderita KD prognosis baik & sgt rendahnya komplikasi yg diakibatkan oleh KD serta pertimbangan akan efektivitas & ES obat anti konvulsan, pemberian profilaksis terus menerus hanya diberikan scr individual atau pd kasus tertentu saja
2. Profilaksis terus menerus
Pengobatan jangka panjang HANYA diberikan jika KD menunjukkan ciri sbb (salah satu):1. Kejang lama >15 mnt2. Kelainan neurologi yg nyata
sebelum/sesudah kejang: hemiparesis, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal(IDAI, 2010)
2. Profilaksis terus menerus
Pengobatan jangka panjang DIPERTIMBANGKAN jika:1. Kejang berulang ≥2 kali dlm 24 jam2. KD terjadi pd bayi < 12 bln3. KD ≥ 4 kali per tahun
(IDAI, 2010)
2. Profilaksis terus menerus
Obat utk pengobatan jangka panjang:• Fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgbb/hari dibagi 1-2
dosis) ATAU• Asam valproat (dosis 15-40 mg/kgbb/hari dibagi
2-3 dosis) Efektif dlm menurunkan risiko berulangnya
kejang• Pengobatan diberikan selama 1 thn bebas
kejang, kemudian dihentikan scr bertahap selama 1-2 bln (IDAI, 2010)
2. Profilaksis terus menerus
• Profilaksis terus menerus dgn fenobarbital efektif dibanding plasebo dlm mencegah berulangnya kejang kembali, tetapi kelompok fenobarbital mempunyai IQ 8,4 angka lebih rendah drpd klpk plasebo
• Fenobarbital tdk efektif utk profilaksis intermiten• Asam valproat sama atau bahkan lebih baik
dibandingkan fenobarbital, tetapi meskipun jarang mempunyai ES hepatotoksik
• Fenitoin & karbamazepin tdk efektif utk pencegahan KD
Indikasi rawat inap
• Kejang demam kompleks
• Hiperpireksia
• Usia < 6 bln
• Kejang demam pertama kali
• Terdapat kelainan neurologis
الحمدلله
MENINGITIS
DEFINISI• Radang selaput otak yg disebabkan oleh
berbagai organisme
KLASIFIKASI
1. Meningitis bakteriala) Bakteri non spesifik: meningokokus, H. influenzae, S.
pneumoniae, stafilokokus, streptokokus, E. coli, S. thyphosa
b) Bakteri spesifik: M. tuberculosis
2. Meningitis virus: mumps, measles, dll3. Meningitis krn jamur4. Meningitis krn parasit: toxoplasma, amuba
MENINGITIS BAKTERIAL
DEFINISI:• Suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dgn
peningkatan jml sel PMN dlm LCS & terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dlm LCS
MENINGITIS BAKTERIAL
• A life-threatening illness that results from bacterial infection of the meninges
• Beyond the neonatal period Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis & Haemophilus influenzae type b
• Hib, pneumococcal & meningococcal vaccines incidence ↓
EPIDEMIOLOGI
• Jakarta 1,9% dari pasien rawat inap (1980), kematian 41,8% (1981)
• Surabaya (1986-1992) 60-80 pasien/th• Di RS Dr. Soetomo Surabaya (1988-1993) angka †
13-18%, kecacatan 30-40%• Yogyakarta † 50%• ♂:♀=1,7-3:1• 80% meningitis bakterial pd anak 70% 1-5 bln
EPIDEMIOLOGI
AS (2008):• 6.000 kasus/th ½ anak < 18 th• N. meningitidis 4/100.000 anak (1-23 bln)• S. pneumonia 6,5/100.000 anak (1-23 bln)• Neonatus: 0,25-1/1.000 kelahiran hidup
(0,15 /1.000 kelahiran aterm; 2,5 /1.000 kelahiran prematur)
• 30 % neonatus dg klinis sepsis meningitis bakterial
• Angka † 10-30%
PATOGENESISInfeksi selaput otak melalui:• Aliran darah (hematogen) o.k. infeksi di tempat lain
(faringitis, tosilitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi) bakteriemia (biakan kuman darah=LCS)
• Perluasan langsung (perkontinuitatum) infeksi sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus
• Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, bedah otak, LP, mielokel
• Meningitis pd neonatus:– Aspirasi cairan amnion– Transplasental (terutama listeria)
PATOGENESIS
• Sebagian besar infeksi SSP akibat penyebaran hematogen
• Saluran napas mrpkn port of entry utama
PATOGENESIS
Tahapan hematogen:1. Bakteri melekat pd sel epitel mukosa
nasofaring (kolonisasi)2. Menembus rintangan mukosa3. Memperbanyak diri dlm aliran darah
bakteriemia4. Masuk LCS5. Memperbanyak diri dlm LCS6. Menimbulkan peradangan pd meningen & otak
PATOGENESIS
Meningitis bakterial interaksi:• Host yang rentan• Bakteri penyebab• Lingkungan yang menunjang
PATOGENESIS
Faktor host yg mempermudah meningitis:1. ♂ lbh sering2. Bayi BBLR & prematur3. KPD, partus lama, manipulasi berlebihan selama kehamilan,
infeksi ibu akhir kehamilan4. Bayi: kekurangan aktivitas bakterisidal leukosit, defisiensi
komplemen, rendahnya properdin, rendahnya IgM & IgA5. Defisiensi kongenital imunoglobulin6. Keganasan7. Pemberian imunosupresan, radiasi8. Malnutrisi
Faktor mikroorganisme penyebab tersering: PATOGENESIS• Lahir - 3 minggu:
– Streptokokus grup B– Escherichia coli
• 4 - 11 minggu:– Streptokokus grup B– Streptococcus pneumoniae– Salmonella sp.– Listeria monocytogenes
• 3 bln - 3 thn:– Haemophilus influenzae– Streptococcus pneumoniae– Neisseria meningitidis
• > 3 thn:– Streptococcus pneumoniae– Neisseria meningitidis
PATOGENESIS
Faktor lingkungan• Kepadatan penduduk, kebersihan kurang,
pendidikan & sosek rendah• Penitipan bayi• Vektor binatang anjing, tikus leptospirosis
MANIFESTASI KLINIK• Sgt bervariasi tergantung umur, lama sakit &
respon tubuh• Meningitis BBL & prematur Dx sgt sulit: Demam
pd ½ kasus, tampak lemah & malas, tdk mau minum, muntah2, kesadaran ↓, UUB tegang & membonjol, leher lemas, respirasi tdk teratur, ikterus jika sepsis
• BBL sepsis curigai meningitis
MANIFESTASI KLINIK
• 3 bln-2 th: demam, muntah, gelisah, kejang berulang, high pitched cry (bayi), UUB tegang & membonjol– Demam terus-menerus yg tdk dpt diterangkan penyebabnya
curigai meningitis
• Anak besar & dewasa: demam, menggigil, muntah & nyeri kepala, kejang, gelisah, gangguan tingkah laku, ↓ kesadaran, kaku kuduk, brudzinski, Kernig
• Nervus kranialis yg sering terkena: VI, VII & IV
DIAGNOSIS
ANAMNESIS• Seringkali didahului infeksi saluran napas atas atau
saluran cerna seperti demam, batuk, pilek, diare, & muntah
• Gejala meningitis: demam, nyeri kepala, meningismus dgn atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang, & muntah hal yg sangat sugestif meningitis tetapi tdk ada satu gejala pun yg khas
ANAMNESIS
• Banyak gejala meningitis yg berkaitan dgn usia, misalnya anak <3 thn jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum, & high pitched-cry
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK• Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan
kesadaran atau iritabilitas • Dapat juga ditemukan UUB yg membonjol, kaku
kuduk, atau tanda rangsang meningeal lain (Bruzinski & Kernig), kejang, & defisit neurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tdk ditemukan pd bayi <1 thn
• Dpt ditemukan tanda2 peningkatan TIK• Cari tanda infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis,
pneumonia)
DIAGNOSISPEMERIKSAAN PENUNJANG• Darah perifer lengkap & kultur darah, gula darah & elektrolit
jika ada indikasi• Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis &
menentukan etiologi:– Didptkan cairan keruh atau opalesence dengan Nonne (-)/(+) & Pandy
(+)/(++)– Jml sel 100-10.000/mm3 dgn hitung jenis predominan PMN, protein
200-500 mg/dl, glukosa < 40 mg/dl, pewarnaan gram, biakan & uji resistensi. Pada stadium dini jml sel dpt normal dgn predominan Iimfosit
– Apabila telah mendpt antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dpt tdk spesifik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda & tetap dimulai pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tdk mengubah nilai diagnostik kecuali utk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensitif)
• Jika kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdpt tanda2 peningkatan TIK, pungsi lumbal masih dpt dilakukan asalkan berhati2. Pemakaian jarum spinal dpt meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda & gejala peningkatan TIK oleh karena lesi desak ruang
• Pemeriksaan CT scan dgn kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus, & abses otak)
• Pada pemeriksaan EEG dpt ditemukan perlambatan umum
TATA LAKSANA (IDAI, 2010)
Medikamentosa • Diawali dgn terapi empirik, kemudian disesuikan
dgn hasil biakan & uji resistensi
Medikamentosa
Terapi empirik antibiotik
Usia 0-7 hari• Ampisilin 150 mg/kgbb/hari setiap 8 jam i.v. +
sefotaksim 100 mg/kgbb/hari setiap 12 jam i.v. atau• Seftriakson 50 mg/kgbb/hari setiap 24 jam i.v. atau• Ampisilin 150 mg/kgbb/hari setiap 8 jam i.v. +
gentamisin 5 mg/kgbb/hari setiap 12 jam i.v.
Medikamentosa
Usia 7 hari-1 bln• Ampisilin 200 mg/kgbb/hari setiap 6 jam i.v. +
gentamisin 7,5 mg/kgbb/harisetiap 12 jam i.v. atau• Ampisilin 200 mg/kgbb/hari setiap 6 jam i.v. +
sefotaksim 150 mg/kgbb/hari setiap 8 jam i.v. atau• Seftriakson 75 mg/kgbb/hari setiap 24 jam i.v.
Medikamentosa
• Usia 1-3 bln: Ampisilin 200-400 mg/kgbb/hari IV dibagi dlm 4 dosis +
Sefotaksim 200-300 mg/kgbb/hari IV dibagi dlm 4 dosis, atau Seftriakson 100 mg/kgbb/hari IV dibagi dlm 2 dosis
• Usia > 3 bln: Sefotaksim 200-300 mg/kgbb/hari IV dibagi dlm 3-4 dosis,
atau Seftriakson 100 mg/kgbb/hari IV dibagi 2 dosis, atau Ampisilin 200-400 mg/kgbb/hari IV dibagi dlm 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari dibagi dlm 4 dosis
Medikamentosa
Deksametason • Deksametason 0,6 mg/kgbb/hari IV dibagi dlm 4
dosis selama 4 hariLama pengobatan • Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14
hari
TATA LAKSANA
Bedah • Umumnya tdk diperlukan tindakan bedah, kecuali
jika ada komplikasi seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus
TATA LAKSANA
Suportif • Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis
adalah hari ke-3 & ke-4.Tanda vital & evaluasi neurologis hrs dilakukan scr teratur. Guna mencegah muntah & aspirasi sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu pd awal sakit
• Lingkar kepala hrs dimonitor setiap hari pd anak dgn UUB yg masih terbuka
Suportif
• Peningkaan TIK, SIADH, kejang & demam hrs dikontrol dgn baik. Restriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tdk selalu dikerjakan pd setiap anak dgn meningitis bakterial
• Diagnosis SIADH ditegakkan jika kadar Na serum <135 mEq/L , osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin >2 kali osmolaritas serum, Na urin > 30 mEq/L tanpa adanya tanda2 dehidrasi atau hipovolemia.
• Direkomendasikan pembatasan jml cairan dgn memakai cairan isotoni, terutama jika Na serum < 130 mEq/L. Jml cairan dpt dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar Na serum kembali normal
TATA LAKSANA
PEMANTAUAN
Terapi• Untuk memantau efek samping penggunaan
antibiotik dosis tinggi, dilakukan pemeriksaan darah perifer scr serial, uji fungsi hati, & uji fungsi ginjal bila ada indikasi
PEMANTAUAN
Tumbuh kembang • Gangguan pendengaran sbg gejala sisa meningitis
bakterialis terjadi pada 30% pasien uji fungsi pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang
• Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan, spastisitas, & hidrosefalus
• Pemeriksaan penunjang & konsultasi ke departemen terkait disesuaikan dgn temuan klinis saat follow-up
MENINGITIS TUBERKULOSIS• Radang selaput otak yg disebabkan oleh M. tuberculosis• Biasanya jaringan otak ikut terkena meningoensefalitis
tuberkulosis• Angka kejadian jarang usia <3 bln• Angka kejadian tertinggi pd usia 6 bln-2 thn• Angka kematian 10-20%• Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien
yg normal scr neurologis & intelektual• Anak dgn meningitis tuberkulosis bila tdk diobati, akan
meninggal dlm waktu 3-5 mgg
Diagnosis
Anamnesis • Riwayat demam yg lama/kronis, dpt pula berlangsung akut • Kejang, penurunan kesadaran • Penurunan BB, anoreksia, muntah, sering batuk & pilek • Riwayat kontak dgn pasien tuberkulosis dewasa • Riwayat imunisasi BCG
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium:• Stadium I (inisial) Pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala, demam, malaise, anoreksia,
mual & muntah. Belum tampak manifestasi kelainan neurologi• Stadium II Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang
meningeal, kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial, & gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus)
• Stadium III Stadium II disertai kesadaran menurun sampai koma, tanda2
peningkatan TIK, pupil terfiksasi, pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu tubuh, & ekstremitas spastis
Pemeriksaan fisik
• Funduskopi: dpt ditemukan papil yg pucat, tuberkel pd retina, & adanya nodul pd koroid
• Periksa parut BCG & tanda2 infeksi tuberkulosis di tempat lain
DIAGNOSISPemeriksaan penunjang • Darah perifer lengkap, LED, & gula darah • Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000 -
20.000 sel/mm3)• Sering ditemukan hiponatremia & hipokloremia krn
sekresi antidiuretik hormon yg tdk adekuat
Pemeriksaan penunjang
• Pungsi lumbal: – LCS jernih, cloudy atau santokrom– Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 & jarang
melebihi 500 sel/mm3
– hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pd stadium awal dpt dominan PMN
– Protein meningkat >100 mg/dl sedangkan glukosa menurun <35 mg/ dl, rasio glukosa LCS & darah dibawah normal
– Pemeriksaan BTA & kultur M. Tbc – Jika hasil pemeriksaan LCS yg pertama meragukan, pungsi
lumbal ulangan dpt memperkuat Dx dgn interval 2 mgg
Pemeriksaan penunjang
• PCR , ELISA & latex particle agglutination dpt mendeteksi kuman Mycobacterium di LCS
• Pencitraan (CT Scan/MRI) kepala dgn kontras dpt menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus jika ada indikasi, terutama jika dicurigai terdpt komplikasi hidrosefalus
• Foto Ro dada: gambaran tuberkulosis• Uji tuberkulin dpt mendukung diagnosis • EEG dikerjakan jika memungkinkan dpt menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar• Dx pasti bila ditemukan M. tuberkulosis pd pemeriksaan apus
LCS/kultur
TATA LAKSANA
Medikamentosa • Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai
rekomendasi AAP 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan pemberian INH & Rifampisin selama 10 bln
Medikamentosa
Dosis OAT: • Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300
mg/hari• Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600
mg/hari• Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000
mg/hari• Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000
mg/harl atau streptomisin IM 20-30 mg/kg/hari maksimal 1 g/hari
Medikamentosa
• Kortikosteroid diberikan utk menurunkan inflamasi & edema serebral. Prednison 1-2 mg/kg/hari selama 6-8 mgg. Adanya peningkatan TIK yg tinggi dpt diberikan deksametason 6 mg/m2 setiap 4-6 jam atau dosis 0,3-0,5 mg/kg/hari
• Tata laksana kejang• Peningkatan TIK dpt diatasi dgn pemberian diuretik
osmotik manitol 0,5-1 g/kg/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali
TATA LAKSANA
• Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH• Diagnosis SIADH ditegakkan jika kadar Na serum <135
mEq/L, osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas serum, Na urin > 30 mEq/L tanpa adanya tanda2 dehidrasi atau hipovolemia.
• Direkomendasikan pembatasan jml cairan dgn memakai cairan isotonis, terutama jika Na serum < 130 mEq/L.
• Jml cairan dpt dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar Na serum kembali normal
TATA LAKSANA
Bedah • Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dgn lama sakit ≥3
minggu & dpt diterapi dgn asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dlm 3 dosis
• Perlu dilakukan pemantauan thd asidosis metabolik pd pemberian asetazolamid
• Hidrosefalus obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan tekanan intraventrikel atau edema periventrikuler VP-shunt
TATA LAKSANA
Suportif • Jika KU pasien sudah stabil, dpt dilakukan konsultasi ke
Rehabilitasi Medik utk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas, serta mencegah kontraktur
Pemantauan pasca rawat • Pemantauan darah tepi & fungsi hati setiap 3-6 bln utk
mendeteksi adanya komplikasi obat tuberkulostatik
Pemantauan pasca rawat
• Gejala sisa yg sering ditemukan: gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental, maupun gangguan perilaku
• Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-kembang, jika terdpt gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait (Rehabilitasi Medik, THT, Mata dll) sesuai indikasi
TATA LAKSANA
Pencegahan • Angka kejadian meningkat dgn meningkatnya jml
pasien tuberkulosis dewasa• Imunisasi BCG dpt mencegah meningitis
tuberkulosis• Faktor risiko: malnutrisi, pemakaian kortikosteroid,
keganasan, & infeksi HIV
KOMPLIKASI MENINGITIS
• Ventrikulitis• Efusi subdural• Gangguan elektrolit• Meningitis berulang• Abses otak• Kelainan neurologis berupa paresis atau paralisis• Gangguan pendengaran• Hidrosefalus• Retardasi mental & epilepsi (jangka panjang)
PROGNOSIS MENINGITIS
Tergantung:• Umur makin muda makin jelek• Mikroorganisme penyebab Gram (-) jelek• Berat ringannya infeksi• Lamanya sakit sblm terapi• Kepekaan bakteri thd antibiotika
ENSEFALITIS• Infeksi jaringan otak yg disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme (yg tersering virus)
• Inflamasi jaringan otak & diagnosis pastinya hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan PA jaringan otak
• Scr praktis Dx dibuat berdasarkan manifestasi neurologik & informasi epidemiologik
ETIOLOGI1. Infeksi viral
a) Dari orang ke orang: morbili, mumps, rubela, klpk enterovirus, klpk herpes, klpk pox, influenza A & B
b) Lewat artropoda: eastern equine, western equin, dengue, colorado tick fever
ETIOLOGI
2. Infeksi non virala) Ricketsiab) Mycoplasma pneumoniaec) Bakterial: M. tuberkulosad) Spiroketa: sifilis, leptospirosise) Cat-scratch feverf) Jamur: kriptokokus, histoplasmosis, aspergilosis,
mukomikosis, kandidosis, koksidiomikosisg) Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasmah) Metazoa: trichinosis, ekinokokosis,sistireskosis,
skistosomiasis
ETIOLOGI
3. Parainfeksi-postinfeksi, alergia) MMR, influenza, pertusis, riketsia, influenza A & B,
hepatitisb) Pasca vaksinasi MMR, influenza, pertusis, yellow
fever, tifoid
4. Human slow-virus5. Klpk tdk diketahui
DIAGNOSIS
Anamnesis • Demam tinggi mendadak, sering ditemukan
hiperpireksia• Penurunan kesadaran dgn cepat. Anak agak besar
sering mengeluh nyeri kepala, ensefalopati, kejang, & kesadaran menurun
• Kejang bersifat umum atau fokal, dpt berupa status konvulsivus. Dpt ditemukan sejak awal ataupun kemudian dlm perjalanan penyakitnya.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik • Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran
menurun sampai koma & kejang. Kejang dpt berupa status konvulsivus
• Ditemukan gejala peningkatan TIK • Gejala serebral lain dpt beraneka ragam, seperti
kelumpuhan tipe UMN (spastis, hiperrefleks, refleks patologis, & klonus)
DIAGNOSIS
Pemeriksaan penunjang • Darah perifer lengkap, gula darah & elektrolit
dilakukan jika ada indikasi • Pungsi lumbal: pemeriksaan CSS bisa normal atau
menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang: – peningkatan jumlah sel 50-200/mm3 – hitung jenis didominasi sel limfosit – protein meningkat tapi tdk melebihi 200 mg/dl – glukosa normal
Pemeriksaan penunjang
• Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) menunjukkan gambaran edema otak baik umum maupun fokal
• EEG umumnya didapatkan gambaran perlambatan atau gelombang epileptiform baik umum maupun fokal, kadang didapatkan gambaran normal pd beberapa pasien
TATA LAKSANA (IDAI, 2010)
Medikamentosa • Tdk ada yg spesifik. Terapi suportif berupa tata laksana
hiperpireksia, keseimbangan cairan & elektrolit, peningkatan TIK, serta tata laksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat intensif
• Pemberian pengobatan dpt berupa antipiretik, cairan IV, obat anti epilepsi, kadang diberikan kortikosteroid
• Untuk mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi
• Peningkatan TIK dpt diatasi dgn pemberian diuretik osmotik manitol 0,5-1 gram/kg/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali
Medikamentosa
• Neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, & acute disseminated encephalomyelitis diberikan metil prednisolon 15 mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam selama 3-5 hari & dilanjutkan prednison oral 1-2 mg/kg/hari selama 7-10 hari
• Jika KU pasien sudah stabil, dpt dilakukan konsultasi ke Rehabilitasi Medik utk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas, & mencegah kontraktur
TATA LAKSANA
Pemantauan pasca rawat • Gejala sisa yg sering ditemukan: gangguan
penglihatan, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental maupun gangguan perilaku
• Pemantauan tumbuh-kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait (Rehabilitasi medik, mata dll) sesuai indikasi
Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin & manusia, mereka
mempunyai hak memahami (ayat-ayat Allah) & mereka mempunyai mata (tetapi) tdk dipergunakannya utk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), & mereka
mempunyai telinga (tetapi) tdk dipergunakannya utk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yg lalai
(QS. Al A’raaf 7:179)
Terimakasih
سبحانكاللهموبحمدك
اشهدانالالهاالانتاستغفركواتوبال
يك