Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

21
Kegiatan Pembelajaran 3 Seni Rupa Tradisional, Modern dan Kontemporer Berbeda dengan materi yang diberikan pada Kegiatan Belajar sebelumnya yaitu pada KB 1 tentang perkembangan seni rupa di mancanegara dan pada KB 2 tentang perkembangan seni rupa di Nusantara yang diuraikan berdasarkan konteks kesejarahan, pada KB 3 ini anda akan mendapatkan wawasan dengan mengkategorikan karya seni rupa berdasarkan konsep Tradisional, Modern dan Kontemporer. Pembagian berdasarkan konsep tersebut perlu diberikan agar kita dapat memahami berbagai kecenderungan bentuk karya seni rupa dengan berbagai konsep seni rupa yang ada sejak dikenalnya karya seni rupa pada zaman prasejarah hingga saat ini. Pembagian konsep dalam kategori-kategori tersebut terutama untuk memberikan wawasan filosofi dan latar belakang konsep gagasan berkarya seniman yang menghasilkan berbagai bentuk karya seni rupa. Wawasan ini dianggap penting agar kita dapat lebih memahami berbagai fenomena karya seni rupa saat ini yang semakin beraneka ragam baik dari segi bentuk, teknik maupun mediumnya. Perlu juga untuk diketahui, bahwa pengkategorian ini tidak menunjukkan kategori waktu awal (tradisional) hingga akhir (kontemporer), tetapi semata-mata menunjukkan kecenderungan konsep berkarya dari berbagai karya seni rupa yang ada dan eksis hingga saat ini. Dengan kata lain, walaupun seolah- olah menunjukkan sebuah perkembangan pemikiran (gagasan), tetapi ketiga kecenderungan tersebut khususnya di Indonesia, hadir secara bersama-sama hingga saat ini tanpa menunjukkan superioritas satu dengan yang lainnya. Pemikiran yang memandang seni tradisi adalah seni yang kuno dan ketinggalan jaman tidak lagi relevan terutama sejak munculnya gagasan filosofi posmodernisme yang menjadi dasar konsep seni Kontemporer. Sikap apresiatif yang menghargai berbagai fenomena bentuk dan aktivitas berkarya seni rupa akan semakin baik dengan pemahaman terhadap ketiga wilayah konsep tersebut. Sikap ini sangat diperlukan bagi seorang pendidik tidak saja menghadapi berbagai latar belakang budaya para siswanya, tetrapi sekaligus mendorong anak didiknya untuk

Transcript of Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Page 1: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Kegiatan Pembelajaran 3

Seni Rupa Tradisional, Modern dan Kontemporer

Berbeda dengan materi yang diberikan pada Kegiatan Belajar sebelumnya

yaitu pada KB 1 tentang perkembangan seni rupa di mancanegara dan pada KB 2

tentang perkembangan seni rupa di Nusantara yang diuraikan berdasarkan konteks

kesejarahan, pada KB 3 ini anda akan mendapatkan wawasan dengan

mengkategorikan karya seni rupa berdasarkan konsep Tradisional, Modern dan

Kontemporer. Pembagian berdasarkan konsep tersebut perlu diberikan agar kita

dapat memahami berbagai kecenderungan bentuk karya seni rupa dengan berbagai

konsep seni rupa yang ada sejak dikenalnya karya seni rupa pada zaman

prasejarah hingga saat ini. Pembagian konsep dalam kategori-kategori tersebut

terutama untuk memberikan wawasan filosofi dan latar belakang konsep gagasan

berkarya seniman yang menghasilkan berbagai bentuk karya seni rupa. Wawasan

ini dianggap penting agar kita dapat lebih memahami berbagai fenomena karya

seni rupa saat ini yang semakin beraneka ragam baik dari segi bentuk, teknik

maupun mediumnya. Perlu juga untuk diketahui, bahwa pengkategorian ini tidak

menunjukkan kategori waktu awal (tradisional) hingga akhir (kontemporer), tetapi

semata-mata menunjukkan kecenderungan konsep berkarya dari berbagai karya

seni rupa yang ada dan eksis hingga saat ini. Dengan kata lain, walaupun seolah-

olah menunjukkan sebuah perkembangan pemikiran (gagasan), tetapi ketiga

kecenderungan tersebut khususnya di Indonesia, hadir secara bersama-sama

hingga saat ini tanpa menunjukkan superioritas satu dengan yang lainnya.

Pemikiran yang memandang seni tradisi adalah seni yang kuno dan ketinggalan

jaman tidak lagi relevan terutama sejak munculnya gagasan filosofi

posmodernisme yang menjadi dasar konsep seni Kontemporer. Sikap apresiatif

yang menghargai berbagai fenomena bentuk dan aktivitas berkarya seni rupa akan

semakin baik dengan pemahaman terhadap ketiga wilayah konsep tersebut. Sikap

ini sangat diperlukan bagi seorang pendidik tidak saja menghadapi berbagai latar

belakang budaya para siswanya, tetrapi sekaligus mendorong anak didiknya untuk

Page 2: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

menghargai perbedaan budaya di lingkungan masyarakatnya maupun budaya-

budaya yang hidup pada masyarakat lainnya.

A. Seni Rupa Tradisional

Istilah tradisional berasal dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu

institusi, artefak, kebiasaan atau prilaku yang didasarkan pada tata aturan atau

norma tertentu baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara

turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian

tersebut, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional

adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara pembuatannya nyaris tidak berubah

diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hanya itu, nilai dan

landasan filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebut

pun umumnya relatif tidak berubah dari masa-ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa

tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang

ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan

terpelihara di masyarakatnya. Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat

(Eropa), istilah seni rupa tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa

agama (gereja), raja dan para bangsawan. Para seniman tradisional menciptakan

karya berdasarkan keinginan atau aturan yang telah ditetapkan sesuai ”selera”

institusi-institusi tersebut dan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,

sepanjang kekuasaan institusi-institusi tersebut.

Berdasarkan pengertian seni tradisional yang telah disebutkan di atas, kita

menjumpai berbagai karya seni rupa di Indonesia khususnya karya-karya seni

kriya dapat dikategorikan sebagai karya seni rupa tradisional. Banyak sekali

benda-benda kriya yang tersebar dikepulauan Nusantara, yang bentuk, bahan dan

cara pembuatannya hingga saat ini tidak mengalami perubahan yang berarti sejak

pertama kali diciptakannya. Karya-karya seni tradisi ini umumnya hidup di

lingkungan masyarakat yang masih kuat memegang norma atau adat istiadat yang

diwariskan para leluhurnya. Perubahan umumnya terjadi pada fungsi dari benda-

benda kriya tersebut yang semula berfungsi sebagai benda pakai atau benda-benda

pusaka kini menjadi benda hias atau cindera mata. Perubahan sistem sosial dan

Page 3: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

budaya masyarakat serta kemajuan teknologi berperan besar mempengaruhi

perubahan fungsi benda-benda tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya dalam konteks seni rupa dunia, istilah

seni rupa tradisional kerap ditujukan kepada karya seni rupa non Barat. Sifatnya

yang mentradisi dan tidak berubah ini menjadi pembeda utama dengan karya seni

rupa Modern yang senantiasa menuntut inovasi dan kebaruan. Ciri lain dari karya-

karya seni rupa tradisional ini adalah latar belakang penciptaan atau

pembuatannya yang senantiasa terikat oleh fungsi atau konteks tertentu. Pada

karya-karya komunal seperti itu, peran ekspresi individu senimannya nyaris tidak

tampak. Hak penciptaan karya seni rupa bukan milik perorangan tetapi milik

masyarakat pendukungnya. Dengan demikian hampir tidak ada karya seni rupa

tradisional yang menggunakan inisial pembuatnya seperti yang umumnya terdapat

pada karya-karya seni Modern.

Karya seni rupa tradisional tersebar luas dari ujung Barat hingga ujung

Timur kepulauan Nusantara (Indonesia). Sejak masuknya kolonialisme barat

(penjajahan bangsa Eropa) ke kepulauan Nusantara dan berkembangnya paham

seni rupa Modern di Eropa, maka karya-karya seni rupa Nusantara di luar kategori

karya yang menggunakan konsep Modern tersebut dikategorikan sebagai karya

seni rupa tradisional. Pengkategorian ini dalam pandangan yang sempit seringkali

digunakan untuk menunjukkan karya seni rupa yang bermutu tinggi (modern)

dengan karya yang bermutu rendah (tradisional). Pengaruh penjajahan bangsa

Barat yang cukup lama di kepulauan Nusantara menyebabkan pandangan

semacam ini terus berkembang yang memandang karya-karya seni kriya (seni

rupa tradisional) lebih rendah dari karya seni lukis atau patung modern. Hal

tersebut tidak terlepas dari pandangan sebagian masyarakat yang memandang

modern identik dengan kemajuan dan perkembangan sedangkan tradisional

identik dengan stagnasi, kuno atau ketinggalan jaman. Sikap dan cara

mengapresiasi yang keliru ini seringkali menyebabkan karya-karya seni rupa

tradisional yang sesungguhnya bernilai tinggi terabaikan dan terlupakan. Padahal

karya-karya seni rupa tradisional Nusantara ini memiliki peluang yang sangat

besar untuk dikembangkan dan menjadi gagasan dalam berkarya seni rupa.

Page 4: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Apresiasi yang tepat diharapkan dapat menghasilkan inovasi karya-karya seni

rupa yang memiliki cirikhas Indonesia.

Wayang Golek merupakan salah satu karya seni rupa tradisional

Karya seni rupa tradisonal ” Wayang Kulit”

Page 5: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

B. Karya Seni Rupa Modern

Seni rupa Modern adalah istilah umum yang digunakan untuk

kecenderungan karya seni yang diproduksi sejak akhir abad 19 hingga sekitar tahu

1970 an. Seni rupa modern menunjuk kepada suatu pendekatan baru dalam seni

dimana tidak lagi mementingkan representasi subjek secara realistik—penemuan

fotografi menyebabkan fungsi penggambaran di dalam seni menjadi absolut, para

seniman modern berksperimen mengeksplorasi cara baru dalam melihat sesuatu,

dengan ide segar tentang alam, material dan fungsi ini, seringkali bergerak melaju

kearah abstraksi

Istilah Modernisme sendiri menunjukkan ideologi yang mempengaruhi

gerakan budaya, politik dan seni yang menyertai perubahan masyarakat di Barat

pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Secara meluas, modernisme dideskripsikan

sebagai satu seri pergerakan budaya progresif dalam seni rupa, arsitektur dan

musik, literatur dan seni pakai yang muncul dalam dekade sebelum 1914. tercakup

di dalam perubahan dan kehadirannya, modernisme menjadi arah karya seniman,

pemikir, penulis dan perancang yang memberikan label baru tradisi akademi dan

sejarah seni pada akhir abad 19 serta mengkonfrontasi aspek ekonomi, sosial dan

politik baru yang dimunculkan dunia modern.

Memahami seni rupa modern dapat juga dengan melakukan analisis

terhadap istilah pembentuknya yaitu ”seni” dan ”modern”. Istilah seni umumnya

merujuk pada segala kegiatan dan hasil karya manusia yang mengutarakan

pengalaman batinnya yang karena disajikan secara unik dan menarik

memungkinkan timbulnya pengalaman atau kegiatan batin pula pada diri orang

lain yang melihat dan menghayatinya. Hasil karya ini lahir bukan karena didorong

oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling pokok, melainkan

oleh kebutuhan spiritualnya, untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat

kemanusiaannya. Dengan batasan seperti ini kita dapat mencoba untuk

menunjukkan benda apa saja yang layak untuk disebut seni dapat masuk ke

dalamnya. Adapun istilah “modern” dalam hal ini tidak selalu harus dihubungkan

dengan waktu. Sarah Newmeyer misalnya, walaupun terasa agak absurd, menulis

dalam bukunya bahwa seni modern itu boleh jadi berupa gambar bison yang

Page 6: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

digoreskan 20.000 tahun yang lalu dan boleh jadi juga karya Picasso yang baru

saja diselesaikan pagi ini.‟ Berdasarkan pendapat ini jelaslah bahwa ia

menggunakan istilah modern tidak dalam hubungannya dengan kronologi

melainkan dimaksudkan untuk menunjukkan sesuatu kelompok karya yang

memifiki sifat-sifat tertentu. Maka sifat-sifat tertentu itulah yang dapat dipandang

sebagal ciri khas seni modem sehingga dengan mudah akan dapat dikenali mana

yang bisa digolongkan dalam seni modern dan mana yang tidak. Dengan

ungkapan itu sesungguhnya artian modern tersebut diperluas tetapi sekaligus juga

dipersempit. Diperluas, karena istilah itu menyangkut juga seni prasejarah dan

dipersempit karena sebaliknya, belum tentu apa yang dilukiskan sekarang dapat

masuk di dalamnya. Apabila kita ingin membenarkan kata-kata Newmeyer

tersebut, dapatlah dikatakan bahwa setidaknya pada saat diciptakan, seni

prasejarah ini memang memifiki sifat-sifat modern. Kalaupun secara kronologis

kita akan membatasi daerah seni modern ini dan menyempitkan pada karya-karya

yang diciptakan pada apa yang biasa kita sebut sebagai jaman modern, kita akan

juga mengalami kesukaran, yaitu di mana menarik garis batasnya; kapan dan di

manakah mulainya seni rupa modern itu. “Modern art begins nowhere because it

begins everywhere. It is fed by a thousand roots, from cave paintings 30,000 years

old to the spectacular novelties in the last week’s exhibitions,” kata Canaday

yang kurang lebih menunjang ungkapan Newmeyer di atas. Semua pencapaian

dari masa ke masa di banyak tempat di dunia ini memberikan andilnya pada

pembentukan seni modern, sehingga susahlah untuk menentukan kapan dan di

mana periode seni rupa modern itu sebenarnya mulai. Maka untuk itu, sekali lagi,

kita harus mempunyai pegangan, kualitas apakah yang paling berharga dalam seni

modern tersebut dan dengan itu mencoba untuk mencari kapan kualitas tadi mulai

ada atau berkembang biak dengan baik (Soedarso, 2000).

Kalau kita mengacu periodisasi sejarah umum di Eropa—dimana sebagian

besar kejadian dalam panggung sejarah seni rupa modern ini berlangsung—maka

babakan sejarah modern Eropa dianggap mulai sejak zaman Renesans pada abad

ke-15 sedangkan sejarah seni rupa modern di Eropa baru pada abad ke-19,

dengan munculnya tokoh pelukis J.L. David di Perancis yang dianggap memiliki

Page 7: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

sesuatu yang dapat disejajarkan dengan kualitas modern tadi. Bahkan ada pula

yang menganggap seni modern Eropa dimulai pada massa yang lebih akhir lagi.

Seperti telah diuraikan di atas, seni modern pada dasarnya tidak terbatas

oleh hal-hal yang kasatmata seperti objek-objek lukisan tertentu ataupun corak

dan gaya tertentu, melainkan ditentukan oleh sikap batin senimannya. Seni

modern pun, berkat perkembangan komunikasi modern yang menyertai kemajuan

teknologi, tidak kenal lagi akan batas-batas daerah dengan kekhasan tradisinya

masing-masing. Seni modern menjadi universal sifatnya. Walaupun di sana-sini

ada pula terdapat cap-cap daerah atau ada kalanya seni tradisi secara sadar atau

tidak dimunculkan oleh seseorang pelukis modern ke dalam hasil karyanya,

namun kenyataannya kita akan kesulitan untuk dapat menebak dari mana asal

sesuatu lukisan yang dihadapkan kepada kita. “Today the boundaries are vague

Horizons are infinite; the artist is tempted to explore in a hundred directions at

once.” Tulis Canaday pula. Mengenai yang terakhir ini, yaitu bahwa para seniman

modern terangsang untuk menjelajah ke segala arah, kebenarannya tidak hanya

sebatas arah di peta bumi saja, bahwa misalnya banyak seniman Eropa

meninggalkan negerinya untuk mencari objek lukisan yang lain, tetapi juga karena

daerah perhatian mereka itu meluas ke mana-mana. Bukan hanya pemandangan

yang indah dan wanita cantik saja yang ingin dilukisnya, tetapi juga toilet bekas

yang sudah tidak terpakai lagi atau kulit pokok kayu yang memiliki jenis

permukaan atau texture yang unik, atau bahkan jaringan sel-sel yang hanya dapat

diamati melalui mikroskop yang dulu sama sekali tidak terjamah oleh perhatian

seniman, kini menjadi lahan yang subur bagi objek lukisan para seniman modern.

Dengan ini jelaslah bahwa bagi mereka itu seni modern tidak dibatasi oleh ruang

dan waktu, bahkan di sana-sini juga tidak terikat oleh tatabahasa maupun kaidah-

kaidah seni yang sudah mapan. Mereka sanggup menerima segala macam bentuk

seni hampir dengan tiada bersyarat. Batasan-batasan yang dulu ada seperti ikatan

tradisi (spirit of the race) atau ikatan zaman (spirit of the age), demikian juga

ketentuan-ketentuan tentang isi ataupun tema telah disisihkan semuanya.

Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern yang bahkan merupakan

ciri khasnya, ialah “kreativitas”. Dan sebuah perkataan ini tercantumlah beberapa

Page 8: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

sifat yang merupakan gejala-gejalanya. Oleh karena itu untuk menghindarkan

istilah „modern‟ yang bermuka banyak itu ada pula yang menamai seni modern

tersebut dengan istilah “seni kreatif”. Seorang seniman modern akan melihat

dunia atau bagian daripadanya yang sedang dihadapi sebagai objek dari

lukisannya seolah-olah seperti baru saja objek itu diciptakan. Artinya, seakan-

akan baru sekali itu saja ia menghayatinya dan baru kali itu pula mencoba untuk

melukisnya, walaupun kenyataannya sudah berkalikali Ia melukiskan objek

tersebut, dan entah telah berapa kali ia melihatnya. Kita tidak tahu sudah berapa

kali pelukis kita yang terkenal, Affandi, melukis potret diriya. Namun setiap kali

kita menatapnya, sekian kali pula kita menemukan sesuatu yang baru pada karya-

karya itu, karena sang pelukis setiap kali selalu menghayati kembali dan

mendapatkan pengalaman baru dalam objeknya, walaupun objek itu adalah

dirinya sendiri. Seorang pelukis lain harus melupakan kuda atau gambar kuda

yang telah seribu kali dilihatnya apabila ia akan melukis seekor kuda. Ia harus

melihat kuda itu dengan mata kepalanya sendiri— atau mata hatinya—dan

memperoleh impresi pertama dari pengalaman tersebut. Sebagaimana kita ketahui,

hasil pengamatan itu amat dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan serta kesan

si pengamat atas objek pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya yang

tentunya berbeda dari tiap pengamat yang lain, dan kiranya juga dipengaruhi oleh

suasana hati Si pengamat itu sendiri ketika Ia sedang mengamatinya. Yang

teràkhir inilah yang menuntut pengamatan itu harus selalu dilakukan setiap saat

seseorang akan berkarya. Dalam hubungannya dengan keadaan tersebut, kira-kira

100 tahun yang lalu Gustave Courbet, Si pelopor realisme dari Perancis itu,

pernah berharap agar museum-museum ditutup saja sekurang-kurangnya 20 tahun

lamanya agar para seniman muda tidak sempat berdialog dengan karya-karya

yang ada di dalamnya yang semuanya merupakan hasil pengamatan orang lain. Ia

berkeinginan agar apa yang pernah diciptakan orang tidak mempengaruhi

pengamatan pelukis berikutnya. Mungkinkah itu dan perlukah itu, adalah soal-soal

lain yang harus dijawab lewat ilmu pendidikan seni rupa.

Sikap batin yang demikian itulah yang membedakan seniman modern dan

golongan tradisional ataupun akademik—yang sekarang juqa sudah menjadi

Page 9: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

tradisional. Sikap batin yang tidak stereotip, yang selalu ingin akan yang baru dan

yang lain dari pada yang lain. Kreativitas :sangat penting dalam seni modern, dan

dalam kretivitas ini berkembanglah sifat-sifat orijinalitas, kepribadian, kesegaran,

dan sebagainya. Dengan bayaran apapun (yang kadangkala sangat tinggi, dengan

mengorbankan nilai-nilai yang sesungguhnya masih baik dan masih diperlukan

oleh seni yang manapun juga), para seniman modern amat menghargai dan

mengejar-ngejar nilai-nilai tersebut yang singkat kata dapat disebut sebagai nilai

kebaruan atau novelty.

Apabila seorang anak menunjukkan coreng moreng dan mengatakan

bahwa itu adalah gambar anjing atau kucing, maka kiranya itulah konsepnya atas

hewan-hewan tersebut yang belum sempat “diperbaiki” oleh hubungan anak itu

dengan tradisi dan masyarakat disekitarnya. Karya-karya itu adalah ekspresi anak

tersebut yang masih murni. Seorang-seniman dewasa tidak mungkin berada dalam

keadaan semurni itu karena ia tidak dapat melepaskan diri dari ikatan sosial yang

ada di sekitarnya. Oleh karena itu seorang seniman modern dengan sadar berusaha

untuk membebaskan dirinya dari ikatan tersebut dalam hubungannya dengan

tanggapannya terhadap objeknya. Berhasil atau tidaknya usaha ini tidak selalu

identik dengan keberhasilan karya seninya. Maka usaha dan sikap batin itulah

yang harus menjadi ukuran, bukan sematamata hasil usahanya. Sekalipun tidak

sedikit yang mendiskreditkan seni lukis yang realistik dan lingkungan seni

modern, namun bertolak dari pendapat di atas tentunya ada juga lukisan yang

bergaya realistik itu yang dapat digolongkan dalam seni modern, yaitu apabila

sikap batin si seniman dalam melukisnya dapat dikembalikan kepada watak seni

modern di atas; yaitu apabila si seniman tidak bertindak stereotip dan selalu

mengadakan pengamatan dahulu sebelum melahirkan karya realistiknya. Perlu

ditekankan bahwa bagaimanapun juga lukisan atau hasil seni yang lain itu selalu

merupakan interpretasi si seniman dalam menanggapi objeknya. Baik hasil seni

itu merupakan suatu taferil yang secara perspektip dapat dipertanggungjawabkan

ataukah bercorak dekoratif ala Mesir kuna, keduanya adalah interpretasi juga.

Pada suatu saat seorang sehiman menggunakan imajinasi atau visinya untuk

menangkap objek lukisannya sehingga terjadilah “perspektif susun timbun”

Page 10: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

seperti yang ada di Mesir kuna itu, tetapi pada saat lain ia menggunakan

ketajaman matanya yang kemudian ternyata menjadi pendorong diketemukannya

perspektif di zaman Renesans. Namun keduanya jelas tidak berhasil dalam

memberikan kepada kita “realitas” objeknya secara total; yang satu mengikuti ide

atau pengertiannya tentang objek itu dan dengan demikian terjadilah karya yang

ideoplastik yang secara visual tampak tidak wajar, dan yang lain

menganakemaskan matanya membentuk suatu lukisan yang lebih “enak”

dipandang mata (visioplastik) walaupun masih belum terhindar dart “kesalahan”.

Dapat disaksikan misalnya, meja yang bujur sangkar menjadi tidak sama lagi

panjang sisi-sisinya, sudut-sudutnya tidak 90° tetapi ada yang tumpul dan ada

yang runcing, dan kakinya yang empat seningkali hanya kelihatan tiga. Dalam

sebuah gambar pemandangan sering terlihat tiang-tiang listrik yang sama

tingginya tergambar tidak sama tinggi; makin jauh jaraknya dan taferil ukurannya

menjadi makin pendek. Akibat luasnya daerah seni modern itu maka variasi yang

terdapat di dalamnya pun tak terhingga pula jumlahnya, sehingga tidak mungkin

untuk memasukkannya ke dalam suatu difinisi yang formal.

”Guernica”, lukisan bergaya kubistis karya Pablo Picasso

Pada saat semua objek yang kasatmata ini mulai mengering dan makin

susah menawarkan hal-hal baru yang menarik, kreatif, dan lain dan pada yang

lain, maka perkembangan ilmu jiwa dalam ala Freud (Sigmund Freud)

Page 11: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

menampilkan lahan baru yang tidak kering-keringnya, yaitu dunia imajinasi

manusia. Dunia baru ini tidak ada batasnya, kecuali batas kemampuan manusia

untuk mengedarinya atau batas kneativitas seniman untuk menemukan inovasinya.

Sementara itu, penemuan teknik fotografi dalam satu hal telah mengurangi daerah

gerak seni lukis, karena fotografi yang dengan cepat dan tepat mampu merekam

objek itu menggantikan sebagian fungsi seni lukis yaitu fungsi dokumentatif dan

fungsi menyajikan presentasi realistik bagi objek-objeknya. Sejak berkembangnya

fotografi tersebut seni lukis tidak lagi dibebani dengan fungsi sosial berupa

penggambaran secara visual ataupun pembuatan gambar-gambar ilustratif untuk

bermacam tujuan. Namun perlu juga diingat bahwa di lain pihak fotografi telah

sempat pula memperluas daerah jelajah seni lukis. Banyak teknik-teknik melukis

di zaman teknologi tinggi ini yang menggunakan pertolongan fotografi. ilustrasi -

ilustrasi tertentu sekarang ini memang masih ada yang dikerjakan dengan tangan,

tetapi itupun sudah disenimodernkan, artinya, kekreatifan diperlukan juga di

dalamnya, sedangkan yang betul-betul memerlukan ketepatan presentasi objek

lebih baik disajikan saja dengan menggunakan kamera. Maka oleh karena itu

timbullah kemudian perbedaan antara “representasi” dengan “interpretasi”, antara

citra dan lambang, yang merupakan fondasi yang kuat untuk menelaah

perkembangan seni modern.

Page 12: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Eksplorasi imajinasi dari alam mimpi, lukisan surealis karya Salvador Dali

Dari masa lampau kita mengenal adanya patronage (patron) dalam seni,

yaitu perlindungan terhadap seni yang diberikan oleh tokoh-tokoh penguasa atau

gereja demi kelangsungan perkembangannya. Pasang surutnya kemampuan

pelindung atau penunjang seni ini dalam melakukan fungsinya besar sekali

pengaruhnya dalam perkembangan seni modern. Misalnya, apabila pada masa

kejayaannya patron-patron seni tersebut adalah diktator-diktator seni yang bisa

memaksakan arah perkembangan seni karena merekalah yang membiayainya,

maka kini sebaliknyalah yang terjadi; mereka itu yang harus tunduk pada

kemauan para seniman. Pada zaman modern ini seniman tidak lagi menunggu

uluran tangan mereka yang memiliki uang untuk menciptakan karyanya. Mereka

mampu membiayai sendiri ciptaan-ciptaannya. Hal ini dimungkinkan pula antara

lain oleh makmn populernya seni-seni kecil semacam lukisan ukuran esel (easel-

painting) atau patung dada ukuran sebenarnya (life size), yang biayanya relatif

murah dan dapat diusahakan sendiri oleh para seniman penciptanya, sehingga

karenanya mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada seorang

pelindung.

Page 13: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Sebagaimana diketahui di masa lampau, pada saat keemasan agama atau di

waktu kejayaan kekaisaran yang absolut, yang berkembang sangat menonjol

adalah jenis kesenian kolosal, lukisan dinding yang besar-besar, arsitektur istana

dan gereja, maupun patung-patung besar yang disejajarkan dengan kebesaran para

pendukungnya yang tidak mungkin di usahakan sendiri oleh senimannya. Dengan

demikian si sponsor ini menjadi penentu kemana seniman atau karya seni akan di

arahkan.

Pecahnya Revolusi Perancis pada tahun 1789 merupakan titik akhir dan

kekuasaan feodalisme di Perancis yang pengaruhnya terasa juga pada bagian-

bagian dunia lainnya. Demikian pula revolusi ini ternyata tidak hanya merupakan

perubahan tata politik dan tata sosial saja, tetapi juga menyangkut kehidupan seni,

karena dengan ini berarti berakhir pulalah pengaruh raja atas kehidupan dan

perkembangan seni. Jauh sebelum itu antara gereja dan seniman telah pufa terjadi

keretakan hubungan yang di satu fihak disebabkan oleh kemunduran fungsi dan

daya tarik gereja di masyarakat sejak zaman Renesans dan di lain fihak karena

dunia seni telah menemukan tuannya yang baru, yaltu raja dan para bangsawan

yang merupakan penguasa-penguasa dan pemilik harta sejak kemerosotan fungsi

gereja. tersebut. Oleh karena itu kini para seniman menjadi tokoh-tokoh yang

bebas, melayang-layang tanpa tambatan. Mereka tidak punya lagi fungsi yang

terang dalam tatà sosial yang baru itu. Maka lambat laun terbentuklah kelompok

baru dalam masyarakat, ialah kelompok seniman. Sedikit demi sedikit mereka

mulai mencipta semata-mata memperturutkan panggilan hati masing-masing,

melukis bukan karena ada yang meminta atau memberi tugas, melainkan semata-

mata karena ingin melukis saja. Maka dengan demikian mulailah riwayat seni

lukis modern dalam sejarah yang ditandai dengan individualisasi dan isolasi diri

ini.

Page 14: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Karya Seni Rupa Modern,

Lukisan karya seniman Vincent Van Gogh

C. Karya Seni Rupa Kontemporer

Selain berdasarkan medianya, kesenian juga dapat digolongkan

berdasarkan sifatnya, yakni dengan seni kontemporer dan klasik. Seni klasik yang

dimaksud adalah kesenian yang diasosiasikan pada puncak penciptaan seni

tertinggi pada suatu masyarakat. Sedangkan dalam seni kontemporer, sifat

kesenian dihubungkan dengan penciptaan kekinian dan tengah mengalami proses

perkembangan.

Istilah kontemporer sendiri berasal dari kata contemporary yang berarti

apa-apa atau mereka yang hidup pada masa yang bersamaan (D. Maryanto, 2000).

Walaupun demikian istilah “seni rupa kontemporer” ternyata tidak dapat begitu

saja diterjemahkan sebagai seni dengan sifat kekinian seperti dijelaskan di atas.

Istilah seni rupa kontemporer di Barat pada kenyatannya masih menimbulkan

perdebatan, terutama karena tidak ada ciri dominan yang dapat dirujuk untuk

menunjuk kepada suatu praktek atau bentuk seni yang baku. Pengertian

kontemporer semakin menimbulkan perdebatan, apalagi jika istilah tersebut

Page 15: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

digunakan untuk menunjuk pada praktek seni rupa di Indonesia. Berbagai

perdebatan ini muncul karena penggunaan artinya secara leksikal menerangkan

kekinian sekaligus juga mewakili konsep seni rupa kontemporer yang dipengaruhi

wacana dalam seni rupa Barat.

Di Barat, wacana kontemporer dimulai dengan menunjukkan pada

berakhirnya era modernisme dalam seni rupa (modern art). Berakhirnya era ini

memunculkan terminologi baru yang kemudian dipakai dalam praktek seni rupa di

Barat yaitu kecenderungan postmodern (post modernisme). Penggunaan istilah

posmodern ternyata menyimpan persoalan—karena kompleksitas dan keragaman

pengertian yang dibawanya—sehingga lebih banyak digunakan istilah seni rupa

kontemporer (contemporary art). Walaupun demikian, istilah ini masih

mendatangkan masalah karena tidak mengarah pada pengertian seni rupa tertentu.

Kerumitan ini ditambah dengan pengertian contemporary yang secara leksikal

sama dengan pengertian modern yang berarti juga ”masa kini” (A. Irianto, 2000).

Seni rupa kontemporer dapat dikatakan sebagai sebuah wacana dalam

praktek seni rupa di Barat yaitu praktek seni rupa yang menunjuk kepada

kecenderungan posmodern. Kecenderungan ini menyiratkan wacana dalam

praktek seni rupa yang “anti modern”. Hal ini disebabkan karena salah satu

paradigma kemunculan posmodern adalah paradigma yang menolak modernisme.

Sifat-sifat modern yang ditolak diantaranya adalah semangat universalisme,

kolektivitas, membelakangi tradisi, mengedepankan teknologi, individualitas (I.

M. Pirous, 2000) serta penolakan (pelecehan) non-Barat. Sifat-sifat modern ini

pada perkembangannya seolah-olah mengesampingkan berbagai produksi

kesenian non Barat yang dianggap lebih rendah dari seni modern karena bersifat

tradisional. Sifat inilah yang ditentang oleh penganut seni rupa posmodern karena

sifat-sifat modern tadi tidak mengakui karya seni rupa tradisonal yang dihasilkan

oleh budaya komunal sebagai karya seni rupa yang sejajar dengan karya seni rupa

modern.

Ciri kontemporer dalam wacana seni rupa kemudian dikukuhkan dengan

semangat pluralisme (keberagaman), berorientasi bebas serta menghilangkan

batasan-batasan kaku yang dianggap baku (konvensional) dalam seni rupa selama

Page 16: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

ini. Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan pengkotak-kotakan seni

seperti “seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan. Orientasi

bebas dan medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-

media inkonvensional serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi

serta politik (Sumartono, 2000)..

Seni Grafis karya FX harsono, dengan tema peristiwa politik tahun 1998

Walaupun ada pemaknaan khusus dalam wacana seni rupa kontemporer

seperti telah disebutkan di atas, tetapi arti leksikal yang menunjukkan konteks

kekinian tidak dapat diabaikan begitu saja. Berdasarkan konteks kekinian, seni

rupa kontemporer dapat dipandang sebagai karya seni yang ide dan

pembahasannya dibentuk serta dipengaruhi sekaligus merefleksi kondisi yang

mewarnai keadaan zaman ini tempat “budaya global” menyeruak, yang

menebarkan banyak pengaruh yang menjadi penyebab berbagai perubahan dan

perkembangan (Sumartono, 2000)

Dengan demikian konsep seni rupa kontemporer yang dimaksud dalam

tulisan ini dapat dipakai untuk menunjukkan wacana seni anti modernisme yang

mengagung-agungkan universalisme, menggunakan medium inkonvensional,

berorientasi bebas, tidak terikat pada konvensi-konvensi yang baku, meniadakan

pengkotak-kotakan serta lebih berani menyentuh persoalan sosial, ekonomi serta

politik. Persoalan sosial, ekonomi dan politik ini diwarnai dengan keadaan zaman

Page 17: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

di mana budaya global banyak memberikan pengaruh terhadap perubahan dan

perkembangan yang bersifat kultural.

Rangkuman

Istilah tradisional pada kata seni rupa tradisional berasal dari kata “tradisi”

yang menunjuk kepada suatu institusi, artefak, kebiasaan atau prilaku yang

didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara tertulis maupun tidak

tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi

berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara singkat dapat dikatakan

bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara

pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Bukan hanya itu, nilai dan landasan filosofis yang berada dibalik

bentuk karya seni rupa tradisional tersebut pun umumnya relatif tidak berubah

dari masa-ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa tradisional ini dibuat dan diciptakan

kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang ketat berdasarkan sistem keyakinan

atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara di masyarakatnya.

Seni rupa modern adalah karya seni rupa yang diciptakan dengan

berlandasakan pada azaz-azas modernime seperti selalu mengandungnilai

kebaruan (novelty) yang membedakannya dengan karya seni rupa tradisional,

individual (bukan karya komunal) dan dianggap bersifat universal. Memang seni

modern tidak terbatas oleh hal-hal yang kasatmata seperti objek-objek lukisan

tertentu ataupun corak dan gaya tertentu, melainkan ditentukan oleh sikap batin

senimannya. Seni modern pun, berkat perkembangan komunikasi modern yang

menyertai kemajuan teknologi, tidak kenal lagi akan batas-batas daerah dengan

kekhasan tradisinya masing-masing. Seni modern menjadi universal sifatnya.

Seni rupa kontemporer pada awalnya adalah sebuah wacana dalam praktek

seni rupa di Barat adalah praktek seni rupa yang menunjuk kepada kecenderungan

posmodern. Kecenderungan ini menyiratkan wacana dalam praktek seni rupa yang

“anti modern”. Hal ini disebabkan karena salah satu paradigma kemunculan

posmodern adalah paradigma yang menolak modernisme. Sifat-sifat modern yang

Page 18: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

ditolak diantaranya adalah semangat universalisme, kolektivitas, membelakangi

tradisi, mengedepankan teknologi, individualitas serta penolakan (pelecehan) non-

Barat. Ciri kontemporer dalam wacana seni rupa kemudian dikukuhkan dengan

semangat pluralisme (keberagaman), berorientasi bebas serta menghilangkan

batasan-batasan kaku yang dianggap baku (konvensional) dalam seni rupa selama

ini. Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan pengkotak-kotakan seni

seperti “seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan. Orientasi

bebas dan medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-

media inkonvensional serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi

serta politik

Latihan

1. Kumpulkan berbagai gambar dan artikel yang berisi tentang ketiga konsep

kesenian (tradisional, modern dan kontemporer). Diskusikan dengan rekan-

rekan saudara dengan menganalisis dan membandingkan berbagai

kecenderungan bentuk serta latar belakang konsep jenis karya seni rupa

tersebut.

2. Buatlah sebuah karya tulis sederhana tentang salah-satu jenis karya seni rupa

(tradisional, modern atau kontemporer) yang ada dilingkungan tempat tinggal

saudara. Kemukakan alasan-lasan saudara mengapa karya yang saudara pilih

dapat diketegorikan seni rupa tradisional, kontemporer atau modern

Page 19: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Test Formatif

Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang

disediakan

1. Bentuk-bentuk kesenian yanghingga saat ini cara pembuatan, bentuk dan

fungsinya relatif tidak berubah sejak pertama kali diciptakan dapat

dikategorikan sebagai jenis kesenian….

a. Kuno

b. Pasif

c. Tradisonal

d. Masyarakat

2. Berdasarkan pengertian atau konsep seni rupa tradisional, maka batik tulis di

Indonesia dapat digolongkan kedalam karya seni….

a. modern

b. kontemporer

c. tradisonal

d. primitif

3. Potret diri karya pelukis Affandi (Alm) dapat dikategorikan sebagai karya

seni rupa

a. modern

b. kontemporer

c. tradisonal

d. primitif

4. Salah satu ciri seni rupa modern adalah

a. menuntut nilai kebaruan

b. diwariskan secara turun temurun

c. semuanya benar

d. tidak ada batasan antara seni murni

dan seni pakai

5. Salah satu ciri dari seni rupa tradisioanal adalah

a. bersifat uiversal

b. relatif tidak brubah

c. menuntut kreativitas tinggi

d. tidak ada yang benar

6. Salah satu ciri seni rupa kontemporer adalah

a. mediumnya tidak konvensional

b. menuntut nilai kebaruan

c. dibuat denngan aturan yang ketat

d. benar semua

7. Gerakan seni rupa kontemporer lahir karena....

a. ingin kembali pada seni rupa

tradisi

b. ingin memajukan seni rupa

modern

c. desakan politik

d. tidak sejalan dengan pandangan

seni modern

8. Karya seni rupa yang menggunakan teknologi komunikasi dan informasi

dapat dikategorikan sebagai karya seni rupa

a. temporer

b. kontemporer

c. modern

d. modernisme

9. Seni hanya untuk seni, terbebas dari kepentingan lain di luar seni. Jargon ini

dianut oleh seniman yang mengusung karya seni rupa

Page 20: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

a. kontemporer

b. modern

c. tradisonal

d. primitif

10. Sifat-sifat modern yang di tolak kelompok pendukung seni rupa kontemporer

diantaranya adalah:

a. individualitas dan universalisme

b. tradisional dan komunal

c. meniadakan pengkotak-kotakan seni

d. tidak ada yang benar

Daftar Pustaka

Abdul Muis, Andi, Indonesia di Era Dunia Maya, Teknologi Informasi dalam

Dunia Tanpa Batas, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001.

Barret, Terry, Criticizing Art: Understanding the Contemporary, Mayfield

Publishing Company, Mountain View. California, London, Toronto,

1994.

“Bavf-Naf# 1” katalog The Bandung Video, and New Media Art Forum, 7-11

Agustus 2002, Jejaring Artnetworkers, Bandung, 2002

Danto, Arthur C., After The End of Art Contemporary Art and The Pole of

History, Priceton University Press, William Street, Princeton, New

Jersey, 1995.

Diah Latifah dan Harry Sulastianto, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Ganeca

Exact: Bandung, 1994.

”Eksotika Dotkom”, Katalog Pameran Agus Wage, Oktober 2000.

”Evaluasi Sembilan” Katalog Pameran Seni Rupa, Purna Budaya Yogyakarta, 9-

14 Juli 2002.

Fernie, Eric, Art Histoy and its Method, Phoidon, London, 1995.

Gandaprawira, N., (ed.), 2005, Seni Rupa dan Kerajinan, Buku Ajar mahasiswa

PGSD/PGTK, Guru SD/TK, Bandung, Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasan, Asikin, “ Menyimpang dari Tradisi Modernisasi”, dalam Forum Keadilan,

no 23, Tahun V, 24 Februari 1997

Hauser, Arnold, The Sociology of Art, (terj.) Kenneth J. Northcott, The University

of Chicago Press, Chicago and London, 1989.

Hertz, Richard, Theories of Contemporary Art, Prentice-Hall, Inc. Englewood

Cliffs, New Jersey, 1985.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia

Diterjemahkan Oleh R.M. Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni

Pertunjukkan Indonesia.

Kavolis, Vytautas, 1972, History On Art’s Side Social Dynamic In Efflorescences,

Itacha, New York: Cornel University Press.

Latifah, Diah dan Sulastianto, Harry, 1994, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I,

Bandung: Ganeca Exact.

McCloud, Scott, Understanding Comics (Memahami Komik), Alih Bahasa S.

Kinanti , Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta, Jakarta, 2001.

“Modernism, Modernity, and Contemporary World Art: Contemporary

Indonesian Art In A Global Perspective”, Katalog Pameran Seni

Page 21: Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont

Kontemporer GNB, Contemporary Indonesian Art, 28 April-28 May

1995 TIM Jakarta, 1995.

Pasca Modernisme: Populisme Budaya Massa dan Garda depan”, (terj.) Nug.

Kartjasungkana, Prisma, edisi 1 Januari 1993., LP3ES, Jakarta,

1993.Pelfrey, Robert and Marry Pelfrey, Art and Mass Media, Harper &

Row, London, 1986.

Pirous, Iwan Meulia, “Makna Modernitas bagi Seniman Seni Rupa Modern

Indonesia”, dalam Antropologi Indonesia, Th. XXIV. No 62, Jurusan

Antropologi FISIP UI dan Yayasan Obor, Jakarta, 2000.

Rasjoyo, Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU kelas I, Erlangga, Jakarta, 1994.

Riyanto, Didik, Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap Batik Printing,CV.Aneka,

Solo, 2002.

Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Adaptasi Simbolik

Terhadap Kemiskinan. Bandung : Nuansa.

Rohidi, Tjetjep Rohendi.. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan.

Bandung: STISI Press.

Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni,

Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Estetika, IKIP Semarang Press,

Semarang, 1993

”Setengah Abad Seni Grafis Indonesia”, Katalog Pameran Seni Grafis,

Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya Jakarta, Jakarta,

2000.

Soedarso Sp., Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, CV Studio

Delapanpuluh Enterprise & BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 2000

Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat, Kanisius,

Yogyakarta, 1996.

Sumartono, (et al.), Outlet,Yogya dalam Peta Seni Rupa Kontemporer Indonesia,

Yayasan Seni Cemeti. Yogyakarta, 2000.

Sumartono, “Penelitian Sejarah Seni Rupa Setelah Krisis Modernisme” dalam

Jurnal Seni, edisi I/01-Mei 1991, BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 1991.

Supangkat, Jim. “Seni Rupa dan Reformasi” dalam HU. KOMPAS, edisi Minggu,

13 September 1998

Supangkat, Jim. 1996. Multi Kulturalisme/Multimodernisme. Majalah Kalam

Edisi 8. Jakarta.Suradi, A. Prayitno, Membuat Aneka Barang Kerajinan

Cideramata, Humaniora Utama Press, Bandung, 1999.

Syafii, dkk., 2002. Materi Pembelajaran Kertakes SD. Jakarta : Universitas

Terbuka.

Tangsi, 2000, “Memahami Estetika Seni Rupa Tradisional, dalam Jurnal

Pinisi,Vol 6 No. 2 September 2000, Makasar, FPBS UNM.

Thomson, Jhon B., Ideology and Modern Culture, Polity Press, Cambridge UK,

1990.

Walker, Jhon A., Art In The Age Of Mass Media, Pluto Press, London, 1994.

Yamin, Muhammad, Lukisan Sedjarah, Djambatan, Djakarta, 1956.