Kateter Double Lumen

16
KATETER DOUBLE LUMEN A. Definisi Kateter double lumen adalah sebuah alat yang terbuat dari bahan plastic PVC mempunyai 2 cabang, selang merah (arteri) untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin dan selang biru (vena) untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh (Allen R. Nissenson,dkk, 2004) B. Anatomi Fisiologi Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dan kiri tulang

description

kesehatan

Transcript of Kateter Double Lumen

Page 1: Kateter Double Lumen

KATETER DOUBLE LUMEN

A.    Definisi

Kateter double lumen adalah sebuah alat yang terbuat dari bahan plastic PVC mempunyai

2 cabang, selang merah (arteri) untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin dan selang

biru (vena) untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh (Allen R. Nissenson,dkk, 2004)

B.     Anatomi Fisiologi

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di

sebelah kanan dan kiri tulang belakang. Ginjal di bungkus oleh lapisan lemak yang tebal

di belakang peritoneum dan di luar rongga peritoneum. Ginjal mempunyai panjang 6

sampai 7½ cm dan tebal 1½ sampai 2½ cm. Pada orang dewasa berat ginjal ± 140 gram.

Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang

punggung.

Page 2: Kateter Double Lumen

Fungsi ginjal adalah :

a.       Ultra Filtrasi Yaitu membuang volume cairan dari darah sirkulasi bahan-bahan yang terlarut dalam cairan juga turut terbuang. Ultrafiltrasi berasal dari kapiler-kapiler glomerulus kira-kira 180 L/hari. Jumlah filtrasi dalam satuan waktu yang ditentukan disebut angka kecepatan fungsi glomerular (GFR : glomerular filtration rate). Ginjal mendapat 25% dari output kardiak dan arus darah. Dalam ginjal rata-rata 600 ml/unit. Bila darah memasuki kapiler-kapiler glomerulus dengan tekanan yang kurang dari 60-70 mmHg, akan membentuk plasma yang tidak tersaring.

b.      Pengendalian cairan Yaitu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit-elektrolit yang tepat dalam batas ekskresi yang normal dalam sekresi dan reabsorbsi. Jika bukan karena adanya sistem konservasi dari ginjal, orang akan kehabisan cairan dan garam dalam waktu 3 sampai 4 menit. Tubulus yang berbelok-belok proximal mereabsorbsi 85% sampai 90% air pada ultra filter, 80% dari sodium yang telah difilter, dan terbanyak potasium yang telah difilter, bikarbonas klorida, fosfat, glukosa dan protein.

c.       Keseimbangan asam Yaitu mempertahankan pH pada derajat yang normal dengan ekskresi ion H dan pembentukan bikarbonas untuk buffer/penyangga.

d.      Ekskresi produk sisa Yaitu pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrat glomerular. Sisa-sisa metabolik diekskresi pada filtrasi glomerulus. Kreatinin sedikit mengalami modifikasi yang lewat melalui nefron, kreatinin yang terkandung pada filtrasi glomerulus yang diekskresikan tanpa perubahan dalam urin.

e.       Mengatur tekanan Yaitu mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi urin.Cairan dan elektrolit yang dikendalikan oleh ginjal adalah :

         Glomerulus : filtrasi air dan elektrolit.         Tubulus proximal : reabsorbsi jumlah besar air sodium, potasium, bikarbonat, klorida,

fosfat.         Tubulus henle : difusi sodium, ke dalam tubulus.f.       Memproduksi eritrosit

Yaitu erythropoetin yang disekresi oleh ginjal merangsang sumsum tulang agar membuat eritrosit. Erythropoetin adalah hormon yang dikeluarkan ginjal, erythropoetin adalah hormon yang dikeluarkan ginjal, erythropoetin merangsang sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah (RBCs : Red Blood Cells).Mengatur metabolisme

g.      Adalah mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal. Metabolisme kalsium fosfat juga dikendalikan oleh ginjal, vitamin D prohormon diubah menjadi bentuk aktif oleh ginjal. Vitamin D aktif bukan hanya mengatur absorbsi kalsium oleh alat pencernaan tapi juga penyimpanan pada matriks tulang. Demikian juga metabolisme kalsium dan phosphorus.

h.      Reabsorbsi air         Badan asenden : reabsorbsi sodium.         Distal dari tubulus yang berbelok-belok :-          Reabsorbsi air

Page 3: Kateter Double Lumen

-          Sekresi potasium, hidrogen dan ion amonia menurut kebutuhan reabsorbsi sodium.C.    Akses vaskular untuk Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu upaya untuk membersihkan sisa-sisa metabolisme

tubuh dan kelebihan cairan dari darah yang menggunakan mesin berfiltrasi (Morton,

Fontaine, Hudak dan Gallo, 2005). HD bekerja dengan menggunakan prinsip osmosis dan

filtrasi. Untuk pelaksanaan HD diperlukan suatu akses jangka panjang yang adekuat.

1.      Akses Vaskular Akut, dibagi menjadi :

a.      Fistula Eksternal Arteriovenousus

Fistula eksternal arteriovenousus diperkenalkan oleh Scribner dan Quinton pada tahun

1960, nama lainnya adala shunt Scribner. Shunt Scribner dibuat dengan memasang selang

Silastic dengan ujung Teflon yang sesuai ke dalam arteri radialis dan vena cephalika pada

pergelangan tangan atau ke dalam arteri tibialis posterior dan vena saphenousus pada

pergelangan kaki. Bila shunt ingin digunakan, maka selang Silastic dihubungkan secara

langsung dengan selang darah dan mesin dialisa, jika tidak digunakan maka selang

dihubungkan dengan konektor Teflon. Ada kerugian karena pemakaian shunt Scribner

adalah thrombosis, mudah tercabut dan perdarahan. Karena banyaknya kekurangan shunt

Scribner tersebut, maka shunt ini sekarang sudah jarang dipakai untuk hemodialisis

b.      Kateter Double-Lumen Hemodialisis

Kateter double-lumen hemodialisis merupakan alat akses vaskular hemodialisis akut.

Kateternya terbuat dari polyurethane, polyethylene atau polytetrafluoethylene.

Gambar 2.

c.       Tunneled Cuffed Catheter

Tunneled cuffed catheter adalah kateter double lumen silastic atau silicon dengan cuff

dapat digunakan sebagai akses temporary pada hemodialisis dimana fistulanya belum

siap digunakan. Keuntungannya kateter ini dapat segera digunakan, tidak ada resiko

menembus arteri dan tidak diperlukan jarum bila memerlukan hemodialisis. Kerugiannya

Page 4: Kateter Double Lumen

adalah resiko bakteremia dan infeksi yang menjalar karena pemakaian kateter dan

kecepatan aliran darah yang rendah secara persisten yang menyebabkan hemodialisis

tidak adekuat.

Gambar 3.

2.      Akses Vaskular Permanen

a.       Fistula Arteriovenousus Primer

AV fistula primer pertama-tama diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia pada tahun

1961. Fistula ini dibuat dengan membuat anastomosis end to side vena ke arteri pada

vena cephalika dan arteri radialis dan memerlukan waktu 2-6 bulan untuk matur sehingga

dapat digunakan. Jenis fistula primer lainnya adalah fistula brachiocephalica pada siku

dan diubah menjadi fistula brachiobasilica. Perubahan fistula brachiobasilica dibuat

dengan membuat insisi dari lengan bawah ke axial sepanjang rute vena basilica dan

dibuat anastomosis dengan arteri brachialis. Keuntungannya adalah pemakaian AV fistula

dapat digunakan untuk waktu beberapa tahun, sedikit terjadi infeksi, aliran darahnya

tinggi dan memiliki sedikit komplikasi seperti thrombosis. Sedangkan kerugiannya

adalah memerlukan waktu cukup lama sekitar 6 bulan atau lebih sampai fistula siap

dipakai dan dapat gagal karena fistula tidak matur atau karena gangguan masalah

kesehatan lainnya.

Page 5: Kateter Double Lumen

Gambar 4.

b.      Graft Arteriovenousus Sintetis

AV graft sintetis adalah suatu tindakan pembedahan dengan menempatkan graft

polytetrafluoroethylene (PTFE) pada lengan bawah atau lengan atas (arteri brachialis ke

vena basilica proksimal). Keuntungannya graft ini dapat dipakai dalam waktu lebih

kurang 3 minggu untuk bias dipakai. Kerugiannya dapat terjadi thrombosis dan infeksi

lebih tinggi daripada pemakaian AV fistula primer. Akhir-akhir ini di temukan bahwa

graft PTFE dilakukan pada dinding dada (arteri aksilaris ke vena aksilaris atau arteri

aksilaris ke vena jugularis) atau pada paha (arteri femoralis ke vena femoralis).

Gambar 5.

D.    Lokasi penusukan kateter hemodialisis dapat dilakukan di beberapa tempat,yaitu :

1.      Vena femoralis

Pengertian kateter femoralis menurut Hartigan (dalam Lancester, 1992) adalah

pemasangan kanul kateter secara perkutaneous pada vena femoralis. Kateter dimasukkan

ke dalam vena femoralis yang terletak di bawah ligamen inguinalis. Pemasangan kateter

femoral lebih mudah daripada pemasangan pada kateter subclavian atau jugularis internal

dan umumnya memberikan akses lebih cepat pada sirkulasi. Panjang kateter femoral

sedikitnya 19 cm sehingga ujung kateter terletak di vena cava inferior.

Gutch, Stoner dan Corea (1999) mengatakan bahwa indikasi pemasangan kateter

femoral adalah pada pasien dengan PGTA dimana akses vaskular lainnya mengalami

sumbatan karena bekuan darah tetapi memerlukan HD segera atau pada pasien yang

mengalami stenosis pada vena subclavian. Sedangkan kontraindikasi pemasangan keteter

Page 6: Kateter Double Lumen

femoral adalah pada pasien yang mengalami thrombosis ileofemoral yang dapat

menimbulkan resiko emboli (Lancester, 1992).

Komplikasi yang umumnya terjadi adalah hematoma, emboli, thrombosis vena

ileofemoralis, fistula arteriovenousus, perdarahan peritoneal akibat perforasi vena atau

tusukan yang menembus arteri femoralis serta infeksi (Gutch, Stoner & Corea, 1999).

Tingginya angka kejadian infeksi tersebut, maka pemakaian kateter femoral tidak lebih

dari tujuh hari.

Gambar 6.

2.      Vena subclavicula

Kateter double lumen dimasukkan melalui midclavicula dengan tujuan kateter tersebut

dapat sampai ke suprastrernal. Kateter vena subclavikula lebih aman dan nyaman

digunakan untuk akses vascular sementara dibandingkan kateter vena femoral, dan tidak

mengharuskan pasien dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan keran rendahnya resiko

terjadi infeksi dan dapat dipakai sampai lebih dari 1 minggu. Kateter vena subklavikula

ini dapat menyebabkan komplikasi seperti pneumotoraks, stenosis vena subklavikula, dan

menghalangi akses pembuluh darah di lengan ipsilateral oleh karena itu pemasangannya

memerlukan operator yang terlatih daripada pemasangan pada kateter femoral. Dengan

adanya komplikasi ini maka kateter vena subklavikula ini sebaiknya dihindari dari pasien

yang mengalami fistula akibat hemodialisa. 

Gambar 7.

3.      Vena jugularis internal

Kateter dimasukkan  pada kulit dengan sudut 200 dari sagital, dua jari di bawah clavicula,

antara sternum dan kepala clavicula dari otot sternocleidomastoideus. Pemakaian kateter

jugularis internal lebih aman dan nyaman. Dapat digunakan beberapa minggu dan pasien

tidak perlu di rawat di rumah sakit. Kateter jugularis internal memiliki resiko lebih kecil

terjadi pneumothoraks daripada subclavian dan lebih kecil terjadi thrombosis. Oliver,

Page 7: Kateter Double Lumen

Callery, Thorpe, Schwab & Churchill (2000, Risk of Bacteremia from temporary

hemodialysis catheter by site of insertion and duration of use : a prospective study,

http://www.nature.com, diperoleh tanggal 25 Januari 2007) mengatakan bahwa dari 318

pemakaian kateter pada lokasi tusukan yang baru, terjadi bakteremia 5,4% setelah

pemakaian lebih dari 3 minggu pada kateter jugularis interna.

Gambar 8.

E.     Faktor-faktor Pertimbangan Pembuatan Akses Vaskular

Banyak faktor pertimbangan dalam membuat akses vascular pada pasien HD, tergantung

pada klinis dan apakah GGA atau GGK.

Faktor - faktor pertimbangan pembuatan akses vaskular antara lain :

      Usia

      Derajat gangguan dan kemungkinan pulih tidaknya fungsi ginjal

      Tekanan darah dan status hidrasi

      Adanya komplikasi

      Keadaan pembuluh lengan

      Derajat kedaruratan untuk memulai dialysis

F.     Prinsip Hemodialisis

Perpindahan zat melalui membran dialisis di tentukan oleh 2 faktor utama,yaitu :

1.      Difusi

Difusi berarti perpindahan zat terlarut /salut oleh tenaga yang di tentukan oleh perbedaan

konsentrasi zat terlarut di kedua sisi membran dialysis. Kecepatan dan arah perpindahan

ini di tentukan oleh:

Page 8: Kateter Double Lumen

         luas permukaan membran

         kecepatan aliran darah dan cairan dialisat

         perbedaan konsentrasi

         koofisien difusi membran (permeabilitas)

2.      Konveksi

Konveksi  adalah  perpindahan  zat  terlarut  dan  pelarut  melalui membran akibat tenaga

hidrostatik yang bekerja pada membran.

Perpindahan ini di tentukan oleh:

         Tekanan transmembran

         Luas permukaan membran

         Koefisien difusi membran (permeabilitas hidraulik membran).

         Perbedaan tekanan osmotik.

         Pengeluaran cairan secara ultrafiltrasi tergantung terutama pada tekanan hidrostatik

(tekanan positive kompartemen darah di tambah tekanan yang negatif karna dialisat)

yang mendorong air melalui membran.

          

G.    Komplikasi yang dapat timbul akibat pemakaian kateter vena sentral

Komplikasinya antara lain :

1.      Komplikasi karena penusukkan

Komplikasi karena penusukkan yang terjadi seperti disritmia atrium dan disritmia

ventrikel. Disritmia atrium dapat terjadi 40% pada pemakaian kateter subclavian dan

terjadi 20% disritmia ventrikel. Terjadi komplikasi pneumothoraks 1-5% pada kateter

subclavian tetapi kurang dari 0,1% pada kateter jugularis internal. Selain itu, terjadi pula

komplikasi akibat penusukkan adalah emboli udara, perforasi pada dinding jantung atau

vena sentral, tamponade pericardium dan tertembusnya arteri.

2.      Infeksi

Infeksi karena penggunaan kateter merupakan masalah utama. Infeksi terjadi akibat

migrasi mikroorganisme dari kulit pasien melalui lokasi tusukan kateter dan turun ke

permukaan luar kateter atau dari kateter yang terkontaminasi selama prosedur

hemodialisis. Menurut Nissenson (2005) pemakaian femoral kateter beresiko terjadi

bakteremia 3,1% selama satu minggu kateterisasi dan meningkat menjadi 10,7% setelah 2

Page 9: Kateter Double Lumen

minggu kateterisasi. Oleh karena itu, pemakaian kateter femoral harus dilepaskan setelah

pemakaian satu minggu. Infeksi terjadi pula pada pemakaian kateter jugularis internal

sebesar 5,4% pada 3 minggu dan meningkat menjadi 10,3% setelah pemakaiam 4

minggu.

3.      Thrombosis dan emboli udara

Thrombosis dapat terjadi setelah pemasangan kateter karena kesalahan teknik.

Thrombosis dapat menyebabkan hilangnya akses vascular untuk HD.

4.      Stenosis vena sentral

Stenosis lebih sering terjadi pada pemakaian kateter subclavian.

H.    Cara / tehnik perawatan kateter double lumen

1.      Tujuan Perawatan Kateter Double Lumen

Adalah mencegah terjadinya infeksi, mencegah adanya bekuan darah di selang kateter

double lumen, kateter dapat digunakan dalam waktu tertentu dan aliran darah menjadi

lancar.

2.      Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kateter double lumen

Adalah kebersihan kateter, kondisi kateter yang tidak tertekuk, rembesan darah dari

sambungan tutup kateter, kateter lepas atau berubah posisi, tanda – tanda peradangan dan

keluhan pasien.

3.      Prosedur perawatan kateter double lumen

a.      Pengkajian

         Kaji program medik

         Kaji warna kulit disekitar lokasi pemasangan chateter double lumen, apakah ada

kemerahan.

         Kaji daerah lokasi penusukan, apakah ada tanda-tanda phlebitis seperti kemerahan, nyeri,

bengkak

         Monitor respon pasien

b.      Perencanaan

1)      Persiapan alat

         Set steril (sarung tangan steril, kasa, pinset anatomis, 3 kom,doek berlubang, tuffer)

         Bethadine

         Alcohol 70%

Page 10: Kateter Double Lumen

         NaCl 0,9%

         Sarung tangan disposable

         Spuit 5 cc

         Kain perlak (alas)

         Plester

         Piala ginjal

         Plastik

         Fiksomol / tegaderm

         Salep

2)      Persiapan klien

         Menjaga privacy klien

         Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan

3)      Pelaksanaan

a.       Perawat mencuci tangan

b.      Memakai sarung tangan disposable

c.       Dekatkan alat yang digunakan

d.      Letakkan alas (perlak) di bawah kateter double lumen

e.       Lepaskan balutan kotor dari badan pasien dan masukkan balutan tersebut ke dalam

plastik kotor.

f.       Lepaskan sarung tangan disposible

g.      Buka set steril

h.      Pakai sarung tangan steril

i.        Isilah masing – masing kom dengan betadin solution, alcohol 70 %. Jika di unit

hemodialisa menggunakan bromderm spray (alkohol dan bethadine)

j.        Lakukan desinfektan pada area kulit di sekitar lokasi penusukan (exit site) dengan

menggunakan alkohol 70% dan diulangi sampai kulit bebas dari kotoran. Kemudian

berikan desinfektan dengan bethadine solution secara sirkuler dari arah dalam keluar.

k.      Sekitar exit site, betroban salep lalu ditutup dengan kasa steril.

l.        Berikan heparin pekat sesuai dengan anjuran yang tertera dalam selang pada kateter

double lumen (unit hemodialisa).

Page 11: Kateter Double Lumen

m.    Kencangkan kateter double lumen dan tutup kateter double lumen dan klem dalam posisi

terkunci (unit hemodialisa).

n.      Fiksasi kateter double lumen + elastic verban (femoral)

o.      Tutuplah seluruh kateter dengan kasa steril dan transparan dressing

p.      Bersihkan alat-alat yang sudah terpakai

q.      Cek kembali keadaan exit site dan kelancaran kateter

r.        Lepaskan sarung tangan steril

s.       Perawat mencuci tangan

( Fresenius Medical Care, Perawatan Catheter double lumen, 2008)

d.      Evaluasi

         Kaji respon klien : keluhan nyeri, ekspresi wajah

         Monitor TTV

         Monitor tanda-tanda peradangan, infeksi atau iritasi pada area tusukkan

         Monitor kondisi kateter : kelancaran, kondisi tertekuk, rembesan

e.       Dokumentasi

         Catat kondisi balutan dan kateter sebelumnya waktu perawatan

         keluhan rasa tidak nyaman klien

         TTV sebelum dan sesudah prosedur.

Pendidikan Kesehatan Untuk Pasien

  Anjurkan klien untuk meminimalkan aktivitas seperti berjalan (femoralis)

  Meminimalkan jongkok terlalu lama (khusus femoralis)

  Balutan dipertahankan tetap kering dan bersih

http://kolangmanise.blogspot.com/2012/11/a.html