KATEGORI NOMINA

download KATEGORI NOMINA

of 21

description

Nomina Bahasa Jepang

Transcript of KATEGORI NOMINA

KATEGORI NOMINA

Kategori Nomina Bahasa Jepang dan Bahasa IndonesiaMenurut Sunarni (2010:81) kategori gramatikal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: kategori gramatikal yang berkolerasi dengan nomina terdiri dari : 1. Tei takrif dan futei tak takrif, 2. Suu jumlah, 3. Sei jenis dan kaku kasus dan kategori gramatikal yang berkolerasi dengan verba terdiri dari : 1. Ninsho persona, 2. Taikyokusei negasi, 3. Jisei kala, 4. Asupekuto aspek, 5. Hou modalitas dan 6. Tai voice, 7. Ichi to shihai persesuaian dan penguasaan.

Kategori gramatikal yang berkolerasi dengan nomina, diantaranya:Takrif

Takrif adalah hal yang bersangkutan dengan nomia atau frase nomina yang refrennya atau acuannya telah ditentukan atau diaanggap sama- sama diketahu oleh pembicara dan pendengar dalam situasi komunikasi. Dapat disimpulkan yang ketakrifannya adalah persamaan konsep dari pembicara (penulis) dan mitra bicara ( pembaca) terhadap referannya.Jumlah

Kridalaksana (2008: 100) jumlah adalah kategori gramatikal yang membeda-bedakan jumlah titik, ada bahasa yang membedakan singularis, dualis dua, plularis; ada bahasa yang membedakan singularis, dualis, trialis 3 dan pluralis. Jumlah biasanya ditandakan pada nomina, verbal, pronomina, atau atribut.Jenis atau gender

Kridalaksana (2008; 99) jenis atau gender adalah, klasifikasi kata yang kadang-kandang bersangkutan dengan kelamin, kada-kadang tidak. Jenis ini diungkapkan secara gramatikal pada bentuk nomina, pronomina, dan ajektiva.

Kasus

Kridalaksana (2008; 108-110) kasus adalah kategori gramatikal dari nomina, frase nominal, pronomina, atau ajektiva yang memperlihatkan hubungannya dengan kata lain dalam konstruksi sintaksis. Yang dimaksud dengan kata lain adalah verba, dalam sebuah kalimat yang memiliki valensi atau hubungan yang bersumber dari verba dapat dilihat dalam wujud peran. Peran secara semantis dapat berupa agentif, objektif benefaktiv dll. Lebih sederhannya , kasus dapat dikatakan bahwa nomina melakukan apa yang dinyatakan dengan verba dan apa akibat dari hasil perbuatan nomina tersebut. Adanya hubungan antara nomina dan verba tersebut berhubungan pula pada partikelnya, partikel iini disebut partikel kasus. Menurut kridalaksana kasus dalam bahasa Indonesia terdapat 27 kasus, yaitu sebagai berikut :Kasus Abesif, kasus yang menandai makna tiada, tanpa pada nomina atau sejenisnya Kasus Ablatif, kasus yang menandai makna gerak dari, cara atau tempat pada nomina atau yang sejenisnya.Kasus Absolutif (bahasa ergatif),Kasus Adesif, kasus yang menadai makna tempat pada, dengan, danseterusnya. Pada nomina atau yang sejenisnya.Kasus Akusatif, kasus yang menandai nomina atau yang sejenisnya sebagai objek langsung yang berperan penderita atau sasaran.Kasus Alatif, kasus yang menandai makna gerak kearah pada nomina atau yang sejenisnya.Kasus Datif, kasus yang menandai bahwa nomina adalah penerima suatu perbuatan atau objek tak langsung.Kasus Elatif, kasus yang menadai makan dari pada nomina atau sejsenisnya.Kasus Ergatif, bentuk kasus dari subjek atau pelaku verba transitif dalam bahsa-bahasa tertentu, seperti Bahasa Baska, Hindi, dansebagainya. Dalam bahasa ini subjek verba intransitif mempunyai bentuk kasus yang sama dengan objek atau penderita verba transitif (dalam bahas bukan ergatif, subjek verba intransitif dan subjek verba tarnsitif berkasus nominatif, sedangkan objek verba transitif berkasus akusatif).Kasus Esif, kasus yang menandai makna keadaan yang terus menerus pada nomina atau yang sejenisnya.Kasus Genitif, kasus yang menandai maksa milik pada nomina atau yang sejenisnya.Kasus Ilatif, kasus yang menandai makna tempat ke pada nomina atau yang sejenisnya.Kasus Inesif, kasus yang menandai makna dalam pada nomina atau sejenisnya.Kasus Instruktif, kasus yang menandai makna sebagai alat pada nomian atau sejenisnya.Kasus Instrumental, (kasus instruktif)Kasus Komitatif, kasus yang menadai makna menyertai,dengana pada nomina atau sejenisnya.Kasus Lokatif, kasus yang menandai makan tempat pada nomina atau sejenisnya.Kasus Lurus, istilah umum untuk kasus nominatif dan votatif.Kasus Miring, istilah umum untuk kasus-kasua, selain kasus nominatif dan vokatif.Kasus Nominatif, kasus yang menadai nomina atau sejenisnya sebagai subjek.Kasus Obyektif, istilah untuk bentuk kasus miring (nonnominatif), dipertentangkan dengan kasus subjektif.Kasus Partitif, kasus yang menandai makna bagian dari pada nomina atau sejenisnya.Kasus Penderita, kasus yang menggambarkan yang dialami oleh perbuatan atau keadaaan psikologis yang di ungkapkan oleh verba.Kasus Prolatif, kasus yang menandai makna gerak sepanjang pada atau sejenisnya.Kasus Translatif, kasus yang menadai perubahan keadaan pada nomina ataua sejenisnya.Kasus Tujuan, hubungan kasus yang menandai obyek atau keadaan ( tujuan) sebagai akibat perbuatan atau keadaan yang dinyatak oleh verba.Kasus Vokatif, bentuk kasus dalam bahasa inflektif untuk menandai orang atau benda yang diajak bicara.

Berdasarkan bentuk, fungsi dan makna satuan linguistik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu 1. Kategori leksikal: kelompok satuan bahasa yang dinyatakan dengan morfem bebas, dan 2. Kategori gramatikal dinyatakan dengan morfem terikat. Jenis kata merupakan klasifikasi kata berdasarkan pada tataran gramatika. Untuk mengklasifikasikannya perlu ditentukan kriteria/parameter. Parameter tersebut dapat beragam bergantung pada pemahaman seseorang terhadap kaidah gramatika suatu bahasa atau kesadaran seseorang terhadap rasa bahasanya. Oleh sebab itu, terdapat klasifikasi kata yang bervariatif. Nomina ( meishi) menurut Takayuki (1993:4) adalah:

Meishi to iu no wa watashitachi o mawari ni aru mono ya watashi tachi ga okonau koto wa meishi ga tsukararete imasu. Toki ya basho ni tsuite mo sono toki ya basho o meikaku ni shitari suru tame mo yobikata ga kimerarete imasu. Kono you na namae o arawasu kotoba o meishi to iimasu.

Nomina adalah kata yang dipakai untuk menyatakan sesuatu yang ada pada kita, dan sesuatu (peristiwa) yang terjadi pada kita. Cara penyebutannya sudah ditentukan walaupun merupakan keterangan waktu atau keterangan tempat. Cara penyebutan kata yang ini disebut dengan nomina.

Sedangkan menurut Matsumura (1998: 1321) menjelaskan bahwa:

Meishi to wa hinshi no hitotsu. Mono ya meishou de, jiritsugo de, katsuyou ga nai go.

Meishi merupakan salah satu jenis kata dan merupakan kata-kata yang dapat berdiri sendiri namun tidak dapat mengalami perubahan dan berfungsi untuk menyatakan nama benda.

Berdasarkan dua teori tentang meishi di atas dapat disimpulkan bahwa meishi adalah salah satu jenis kata yang berfungsi untuk menyatakan orang, benda dan lain-lain, serta dapat menjadi subjek maupun objek dari keadaan yang digambarkan dalam suatu kalimat. Jadi, yang dimaksud nomina adalah kata-kata yang mengacu pada suatu hal atau kejadian. Selain itu, nomina juga merupakan kata yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu dan keterangan tempat.Menurut Takayuki (1993:4) nomina (meishi) digolongkan menjadi 4 macam, yaitu:Nomina Biasa (/Futsuu Meishi)

Adalah nomina yang menyatakan nama-nama benda, barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum. Misalnya: tsukue meja, sensei guru, gakusei murid, neko kucing, hon buku, jinsei kehidupan manusia, hoshi bintang, koofuku kebahagiaan, dan lain-lain.Nomina Nama Diri (/Koyuumeishi)

Adalah nomina yang menyatakan nama-nama yang menunjukkan benda secara khusus seperti: nama daerah, nama negara, nama orang, nama buku dan sebagainya. Misalnya: Nihon Jepang, Toukyou nama tempat, Yamada nama orang, Taheiyou samudera pasifik, chuugoku negara China, dan lain-lain.Kata Ganti (/Daimeshi)

Adalah nomina yang menunjukkan sesuatu secara langsung tanpa menyebutkan nama orang, benda, barang, perkara, arah, tempat, dan sebagainya. Kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan orang disebut pronomina persona (/ninshoudaimeishi), sedangkan kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan benda, barang, perkara, arah, dan tempat disebut prenomina penunjuk (/shijidaimeishi).Contoh:Sebagai pengganti orang, misalnya: watashi saya, anata anda, kamu, kare dia laki-laki, kanojo dia perempuanSebagai penunjuk benda, misalnya: kore ini, sore itu dekat, are itu jauh dore yang manaSebagai penunjuk tempat, misalnya: soko disini, soko disitu, asoko disana, doko dimanaSebagai penunjuk arah, misalnya: kochira disini, achira disana, sochira disitu, dochira dimana

Kata Bilangan (/Suushimeishi)

Adalah nomina yang digunakan untuk menunjukkan urutan dan jumlah. Contoh:Sebagai penunjuk urutan, misalnya: niban nomor dua, ichijikan satu jam, yonka pelajaran keempatSebagai penunjuk jumlah, misalnya: hitotsu satu buah (menerangkan benda seperti telur, buah, dan lainnya), ippon satu batang (untuk benda yang pipih atau panjang), sansatsu tiga buah (untuk buku dan sejenisnya), ippiki satu ekor (untuk binatang kecil, seperti kucing), ichimai satu lembar (untuk benda tipis, seperti perangko dan sejenisnya), ikken satu buah (untuk benda berupa bangunan, rumah), hitori satu orang (untuk manusia, orang)

Meishi (kata benda) memiliki ciri-ciri seperti berikut :Meishi (nomina) termasuk kelas kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan tidak mengenal konjugasi atau deklinasi. Kata-kata yang termasuk kelompok nomina tidak mengalami perubahan misalnya kedalam bentuk lampau, bentuk negatif, dan sebagainya. Ciri yang pertama ini membedakan meishi dengan dooshi, keyooshi, keiyoodooshi, dan jodooshi. Keempat kelas kata yang disebutkan terakhir termasuk kelas kata yang mengalami konjugasi/deklinasi.

Meishi dapat menjadi subjek, objek, predikat dan adverbia, sehingga secara langsung dapat diikuti jooshi (partikel) atau jidooshi (verba bantu). Nomina yang diikuti joshi dan nomina yang diikuti jodooshi itu dapat membentuk sebuah bunsetsu. Meishi bila diikuti jooshi (partikel) wa, ga, mo kosa, dake, atau sae dapat menjadi subjek atau tema dalam suatu kalimat.

Contoh:

Densha ga kimashita.

Chikyuu wa marui.

Sensei mo shusseki saremasu.

Watashi koso shitsurei shimashita.

Kare dake kimashita.

Ame sae futte kita.Meishi bila diikuti jooshi (partikel) yo, diikuti jodooshi (verba bantu) da, desu rashii, dan diikuti jooshi (partikel) no + verba bantu yooda dapat menjadi predikat. Contoh:

Sore wa watashi no hon yo.

Kore wa sakura da

Chichi wa ongakuka desu.

Kyoo wa hontoo ni haru rashii

Sono keshiki wa e no yooda. Meishi bila diikuti partikel o dapat menjadi objek Misalnya:

Terebi o mimasu. Ringo o tabemasu. Piano o hikimasu. Meishi bila diikuti partikel o, ni e, to, yori, kara, atau de dapat menjadi keterangan (adverbia).

Contoh :.

Sora o tobu

Yama ni noboru

Ane to dekakeru

Kuuki yori karui

Jakaruta kara kimashita

Byooki de yasumuAda juga meishi yang berfungsi sebagai adverbia tanpa diikuti partikel.

Contoh:

Chichi wa maiasa sanpo suru, Kinoo kaji ga atta. Sedangkan apabila meishi didikuti joshi (partikel) no maka dapat menerangkan meishi yang lainnya. Contoh:

Sekai no heiwa

Nihon no rekishiMenurut Sudjianto (1995: 35) meishi dibagi menjadi 5 jenis diantaranya adalah sebagai berikut: Futsuu meishi Futsuu meishi adalah kata yang menyatakan suatu benda/perkara. Dalam jenis meishi ini terdapat kata-kata sebagai berikut:

Gutaiteki na mono (nomina konkret) misalnya: uchi (rumah), gakkou (sekolah), ki (pohon), umi (laut), kuni (negara), hito (orang) dan lain-lain

Chuushouteki na mono (nomina abstrak) misalnya: Shiawase (kebahagiaan), seishin (jiwa), kimochi (perasaan), kioku (ingatan), heiwa (perdamaian) dan lain-lain

Ichi ya hougaku wo shimesu mono (nomina yang menyatakan letak/posisi/kedudukan dan arah/jurusan) misalnya: Migi (kanan), higashi (timur)

Settogo ya setsubigo no tsuita mono (nomina yang disisipi prefiks dan suffiks) misalnya: Gohan (nasi), okane (uang), manatsu (pertengahan musim) dan lain-lain

Fukugou meishi/ fukugou go (nomina majemuk) misalnya: Asa + hi = asahi (matahari pagi) Chika + michi chikamichi (jalan pintas/terdekat)

Hofukugouka no hinshi kara tenjita mono (nomina yang berasal dari kelas kata lain) misalnya: Verba hikaru hikari (sinar/cahaya) Adjektiva-i samui samusa (dinginnya) Adjektiva-na majimeda majimesa (rajinnya).

Koyuu meishi

adalah nomina yang menyatakan nama suatu benda, nama orang, nama tempat, buku dan lain-lain Misalnya : Fuji san (gunung Fuji), Nagaragawa (sungai Nagara), Asahi shinbunsha (perusahaan surat kabar), Tokyo (kota Tokyo), Monyoushuu (nama buku: Monyoushuu), Taiheiyou (lautan pasifik) Suushi

adalah nomina yang menyatakan jumlah, bilangan, urutan/kuantitas. Kata-kata yang termasuk sushi antara lain: Suuryou no meishi (nomina yang menyatakan jumlah/kuantitas)

Hansuushi (numeria pokok) misalnya: Ichi, ni, san, hitotsu, futatsu, yotsu dan lain-lain

Hansuushi + josuushi (numeria pokok + kata bantu bilangan) misalnya: Ichiban (nomor satu), daisan (ketiga), daigokaime (yang kelima kalinya), dan lain-lain

Daimeishi adalah nomina yang menunjukkan orang, benda, tempat/arah. Daimeishi juga dipakai untuk menggantikan nama-nama yang ditunjukkan. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan pronominal

Ninshou daimeishi

Adalah kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan orang (pronomina persona). Ninshou daimeishi (pronomina persona terdiri dari:Jishou, yaitu pronominal persona yang digunakan untuk menunjukkan diri sendiri. Misalnya: watashi, ore, dan ware

Taishou, yaitu pronominal persona yang dipergunakan untuk menunjukkan orang yang menjadi pokok pembicaraan selain persona kesatu dan persona kedua . Misalnya: kono kata, sono kata, ano kata

Shiji daimeishi

Adalah kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan benda, barang, perkara, arah dan tempat. Shiji daimeshi (pronomina penunjuk) ini terbagi atas:Jibutsu ni kansuru mono (pronominal penunjuk benda) Misalnya: kore, sore, are, nani

Basho ni kansuru mono (pronominal penunjuk tempat) Misalnya: koko, soko, asoko, doko

Houkou ni kansuru mono (pronominal penunjuk arah) Misalnya: kochira, sochira, achira, dochira

Keishiki meishi

adalah nomina yang menyatakan formalitas dan menyatakan arti yang sangat abstrak Misalnya: Toori (sebagaimana, sepertinya) Tokoro (waktu, hal, sedang, sesuatu, saat) Toki (pada waktu, ketika saat) dan lain-lain

Ketakrifan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang Tei atau takrif atau disebut pula ketakrifan dalam bahasa Inggris disebut definiteness. Menurut Kridalaksana (1993: 107) takrif atau ketakrifan adalah hal yang bersangkutan dengan nomina atau frase nominal yang referennya atau acuannya telah ditentukan atau dianggap sama-sama diketahui oleh pembicara dan pendengar dalam situasi komunikasi. Bagian yang takrif biasanya mengandung hal tersebut, sedangkan sebagiannya atau berupa nama diri. Dalam bahasa Indonesia contohnya:

Ia tinggal di rumah (tak takrif)Ia tinggal di sebuah rumah (tak takrif)Ia tinggal di rumah Amin (takrif)Ia tinggal di rumah itu (takrif)

Dalam bahasa Jepang tei (takrif) adalah ko no tairitsu gainen ni motozoku bunpou hanchuu no hitotsu (Tanaka, 1987:151) salah satu kategori gramatika berdasarkan konsep yang berlawanan dari referensinya. Dari kedua pendapat tersebut terdapat titik singgung, yaitu yang disebut dengan ketakrifan adalah persamaan konsep dari pembicara (penulis) dan mitra wicara (pembaca) terhadap referensnya. Sedangkan menurut Kindaichi (1978:1315) takrif atau ketakrifan adalah [the] [le] [der]

Tei kanshi no hitotsu meishi no mae ni tsuke, shiji ya gentei o shimesu, Eigo no the, Furansu go no le, Doitsu go no der nado.

Artikel takrif yang menempel di depan salah satu nomina, dan merupakan kata yang membatasi dan menunjukkan, dalam bahasa Inggris the, bahasa Perancis le, bahasa Jerman der dan lain-lain.

Dalam buku Kyouiku Jiten:202) dijelaskan bahwa kopula da/desu juga dapat menjadi pemarkah takrif yang bersifat penentu/penunjuk (shitei no jodoshi).Contoh:Tanaka san wa gakusei da.Tanaka adalah seorang murid.Kemudian menurut Kunihiro (227-229) ketakrifan dalam bahasa Jepang terbentuk dengan pemakaian ko, so a (kono, sono, ano) untuk mengacu pada sesuatu dan juga dapat terbentuk dari kasus kepemilikan pronomina (daimeishi no shoyu kaku). Kata bilangan atau numeralia secara semantis juga mengacu kepada pengungkap kuantitas. Frase nomina yang menggunakan kata bilangan sebagai unsur pembentuknya dapat mempengaruhi takrif dan tak takrif sebuah tuturan. Dalam kata bilangan ada pengertian takrif , misalnya:Koko ni mikan ga futatsu arimasuDisini ada dua buah jeruk.Di dalam Tata Bahasa Bahasa Indonesia (2000: 43-44) dikatakan bahwa pengacuan/referensi adalah hubungan antara satuan bahasa dan maujud yang meliputi benda atau hal yang berada di dunia yang diacu oleh satuan bahasa itu. Jika frase nomina yang mengacu pada kekhususan yang terindentifikasi maka itu merupakan pengacuan yang takrif. Contoh:Utouto to shite me ga sameru to onna wa itsu no manika, tonari no jiisn to hanashi o hajimete iru. (Koizumi, 1999: 112)

Begitu terjaga dari kantukku entah sejak kapan perempuan itu mulai berbicara dengan kakek-kakek yang ada disebelahnya.Utouto toshite me ga sameru to onna ga itsu no manika, tonari no jiisan to hanashi o hajimete iru (modifikasi Koizumi, 1999: 112)

Begitu terjaga dari kantukku entah sejak kapan perempuan itu mulai berbicara dengan kakek-kakek yang ada di sebelahnyaTerjemahan ke dua kalimat diatas, dalam bahasa Indonesia tampak sama. Tetapi dalam bahasa Jepang terdapat perbedaan dalam penggunaan partikel wa dan ga. Partikel wa dalam contoh pertama frase onna wa menunjukkan bahwa kedudukannya sudah diketahui sebelumnya, baik oleh pembicara maupun mitra wicara. Sedangkan contoh kedua partikel ga menunjukkan bahwa orang tersebut baru diketahui keberadaannya setelah ia tersadar dari kantuknya. Dengan demikian kalimat (a) merupakan berita lama dan kalimat (b) merupakan berita baru bagi pembicara. Berita lama ini disebut tei (takrif), sebaliknya berita baru disebut futei (tak takrif).

Penanda Jamak Secara Leksikal dan Gramatikal Numeralia Yang Muncul Sebelum VerbaNumeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang atau barang) dan konsep. (Alwi, 1998: 275). Pada dasarnya dalam bahasa Indonesia ada tiga macam numeralia, yaitu:

Numeralia Pokok

Adalah bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan yang lain. Numeralia pokok juga disebut numeralia kardinal. Numeralia pokok terbagi menjadi 6 macam, yaitu:Numeralia Pokok Tentu

Adalah numeralia yang mengacu pada bilangan pokok, yakni: 0 = nol10 = sepuluh1 = satu200 = dua ratus2 = dua1000 = seribu3 = tiga7.450 = tujuh ribu empat ratus lima puluh4 = empat 1.000.000 = satu juta5 = lima1. 000.000.000 = satu miliar, dst.Numeralia Pokok Kolektif

Adalah numeralia yang dibentuk dengan prefiks ke- yang ditempatkan di muka nomina yang diterangkan.Contoh:KeduaKesepuluh, dst.Numeralia Pokok Distributif

Adalah numeralia yang dapat dibentuk dengan cara mengulang kata bilangan. Artinya ialah (1) ...demi ..., (2) masing-masing.Contoh:Satu-satuDua-duaEmpat-empatNumeralia Pokok Tak Tentu

Numeralia ini mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan sebagian besar numeralia ini tidak dapat menjadi jawaban atas pertanyaan yang memakai kata tanya berapa. Contoh: Banyak orangSemua jawabanBerbagai masalah Seluruh rakyatSedikit airSegala penjuruNumeralia Pokok Klitika

Disamping numeralia pokok yang telah disebutkan, ada pula numeralia lain yang dipungut dari bahasa Jawa Kuno, tetapi numeralia itu umumnya berbentuk proklitika. Jadi, numeralia semacam ini dilekatkan di muka nomina yang bersangkutan.Contoh:Eka satuekamatra satu dimensiDwi duadwiwarna dua warnaTri tigatriwulan tiga bulanCatur empat caturwulan empat bulanPanca limapancasila lima silaSapta tujuhsaptamargatujuh peraturan prajuritDasa sepuluh dasalombasepuluh perlombaanNumeralia Ukuran

Dalam bahasa Indonesia mengenal pula beberapa nomina yang menyatakan ukuran, baik yang berkaitan dengan berat, panjang-pendek, maupun jumlah. Misalnya, lusin, kodi, meter, liter, atau gram.Numeralia Tingkat

Numeralia tingkat hampir sama dengan numeralia kolektif yang dibentuk dengan menambahkan ke, bedanya terletak bagaimana cara penggunaannya. Kalau numeralia kolektif, numeralia ini diletakkan di di muka nomina yang diterangkan sedangkan numeralia tingkat, ia diletakkan di belakang belakang nomina yang diterangkan.Contoh:KolektifTingkatKetiga pemainpemain ketigaKedua jawaban itujawaban kedua itu*kesatu suarasuara kesatu*pertama suarasuara pertamaPada numeralia kolektif, tidak ada bentuk kesatu atau pertama, sedangkan pada numeralia tingkat ada.Numeralia Pecahan

Tiap bilangan pokok dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang dinamakan numeralia pecahan. Cara membentuk numeralia ini adalah dengan memakai kata per- diantara bilangan pembagi dan penyebut. Dalam bentuk huruf, per-ditempelkan pada bilangan yang mengikutinya. Dalam bentuk angka, dipakai garis yang memisahkan kedua bilangan itu.Contoh: = seperdua, setengah, separuh = sepersepuluh = tujuh perenam belas, dstJumlah (suu) pada dasarnya merujuk pada nomina. Dalam bahasa Jepang kehadiran sufiks-tachi dalam kodomotachi anak-anak, onnatachi kaum perempuan dan sufiks-ra dalam karera mereka (laki-laki) banyak, atau kanojora mereka (perempuan) banyak, shokun anda sekalian, shokoku berbagai negara menunjukkan bahwa sesuatu yang dilekati tersebut tidak satu, melainkan lebih dari satu jamak. Dalam bahasa Jepang jumlah selain ditandai secara gramatikal dapat pula ditandai secara leksikal, yaitu dengan kehadiran satuan lingual yang bersifat leksikal yang berupa numeralia. Contoh:Kyoushitsu ni gakusei ga sannin imasu

Di kelas ada tiga orang mahasiswaSannin no gakusei wa kyoushitsu ni imasu

Tiga orang mahasiswa ada di kelasGakusei wa minna mou soroimashita

Mahasiswa semuanya sudah terkumpulZenin mo kite imasu

Semuanya telah datangSubete wa anata ni makasemasu

Semuanya saya serahkan kepada andaPenunjuk jumlah pada kalimat (1) dan (2) berupa numerialia. Tetapi secara struktur dalam kalimat (1) numerialia tersebut muncul setelah nomina sebelum predikat. Sedangkan dalam kalimat (2) muncul di awal sebagai keterangan dari mahasiswa. Jumlah dalam kalimat (3) ditandai oleh nomina sedangkan dalam kalimat (4) ditandai oleh prefiks zen yang memiliki, dan kalimat (5) ditandai oleh adverbia. Penandaan-penandaan jumlah kalimat (3), (4), dan (5) tersebut semuanya memiliki makna seluruh. Selain itu, satuan lingual yang menunjukkan jumlah yang bersifat leksikal yang lain dapat ditandai pula dengan kata sapaan minnasama hadirin dalam kalimat minasama ohayou gozaimasu hadirin selamat pagi.Penandaan jumlah selain satuan lingual yang bersifat leksikal maupun gramatikal, juga dapat ditemui pula dalam proses morfemis yaitu dalam reduplikasi, seperti kata yama gunung diulang menjadi yamayama gunung-gunung, hito orang diulang menjadi hitobito orang-orang, dst.

Kategori Gender dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:353) kata gender berarti jenis kelamin. Dalam Webster,s New World, Gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku, sedangkan dalam Women,s Stdies Encyclpedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakterisk emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Sedangkan menurut Mansour Fakih (1999 : 8), mengungkapkan bahwa konsep jender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan kaum laki-laki mempunyai sifat kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Ciri dari sifat itu merupakan sifat sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya laki-laki dapat bersifat emosional, lemah lembut, keibuan sebaliknya perempuan dapat bersifat kuat, rasional, dan perkasa Kemudian menurut Munjin (dalam www.wordpress.co) ada dua masalah yang menyebabkan terjadinya ekspresi bahasa gender, yaitu dominasi dan perbedaan. Dari berbagai penelitian di bidang bahasa, kaitannya dengan kehidupan social politik dan budaya masyarakat, terlihat bahwa perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Budaya patriarki mendudukkan posisi laki-laki menjadi lebih superior pada gilirannya akan melahirkan perbedaa bahasa yang buka hanya terletak pada perbedaan suara, pemakaian gramatika, pemilihan kata, tetapi juga pada cara penyampaian. Ada dua hal yang dianggap andil dalam pembentukan perbedaan ini, yang pertama, masalah hubungan sosil. Perkawinan dan bermain yang sejenis pada masa anak-anak dan kemudian berlanjut smpai pershabatan dewasa akan melahirkan kelompok laki-laki dan perempuan yang mempunyai subbudaya sendiri. Pada masing-masing subbudaya tersebut juga mempunyai pola-pola dan gaya bahasa yang hanya cocok untuk kelompok mereka. Masalah akan timbul manakala kedunya ingin berkomunikasi. Kedua, adalah hal yang berkaitan dengan factor biologis dan sosialisasi. Sebagai missal, anak laki-laki dilarang main dengan bunga karena bunga melambangkan suatu yang lembut, dan lembut itu adalah perempuan. Sebaliknya perempuan dilarang pakai celana, main bola, pedang-pedangan, karena permaina itu milik anak laki-laki dan bila ada anak perempuan yang tetap bermain, ia akan dijuluki perempuan tomboy. Contoh: Penggunaan gender dalam ekspresi ungkapan yang terdapat pada surga terletak di telapak kaki ibu, ibu kota, induk semang, nenek moyang, dewi malam (bulan), dan putri malu (jenis tumbuhan). Tidak mungkin ekspresi ungkapan itu diganti surga itu terletak di telapak kaki ayah, bapak kota, bapak semang, kakek moyang, dewa malam, dan putri malu.Adakalanya kata benda (nomina) dalam bahasa Indonesia yang mengandung unsur makna gender laki-laki aupun perempuan dapat terbentuk. Misalnya: aktor dan aktris, wartawan dan wartawati, santriwan dan santriwati, dan lain-lainDalam bahasa Jepang, kategori gramatikal terkait sei jenis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jenis yang terkait secara alamiah (shizensei) dan jenis yang terkait secara gramatikal (bunpousei). Jenis yang disebutkan pertama banyak ditemukan berkategori nomina secara leksikal, seperti chichi bapak, otousan bapak, kare dia laki-laki, kanojo dia perempuan, haha ibu dan okaasan ibu.Jenis secara gramatikal (bunpousei) ditemukan dalam verba yang berkolerasi dengan nominanya. Dalam bahasa Jepang secara gramatikal nomina dapat dikelompokkan menjadi nomina hidup dan nomina mati. Eksistensi kedua nomina ini ditandai oleh verba eksistensi iru ada, dan aru ada, seperti contoh berikut:Obaasan no ie ni neko ga nihiki iru

Di rumah nenek ada dua ekor kucingObaasan no ie ni furui mono ga takusan aru

Di rumah nenek ada banyak benda kunoObaasan wa okusan ga futari iru/aru

Nenek memiliki dua anakTakushi ga iru

ada taksiTakushi ga aru

ada taksiMada shuuden ga iru kana

masih adakah kereta terakhirKalimat (1) keberadaan neko kucing ditandai oleh verba iru ada untuk benda hidup, sedangkan keberadaan furui mono barang kuno dalam kalimat (2) ditandai oleh verba aru ada untuk benda mati. Keberadaan dalam kalimat (3) ditandai oleh kedua verba eksistensi tersebut. Verba eksistensi iru ada dalam kaliamt (3) sama dengan kalimat (1), sedangkan aru ada dalam kalimat tersebut menunjukkan makna posesif. Begitu pula dalam kalimat (4) dan (5). Iru ada dalam kalimat (4) menunjuk keberadaan untuk sopir taksi sedangkan aru ada dalam kalimat (5) menunjuk pada taksi yang masih berada di tempat parkir di perusahaan atau sudah rusak ada dipinggir jalan.Dan iru ada dalam kalimat (6) pun bukan menunjuk pada kereta api, tetapi merujuk pada masinis atau merujuk ke kereta terakhir yang masih beroperasi.Dalam bahasa Jepang, ikhwal jenis selain hal di atas dapat ditemukan pula dalam bentuk perbedaan penggunaan partikel akhir dalam tuturan laki-laki dan perempuan.Contoh:Hen da anehHen da na anehHen da wa anehHen yo anehIku ze pergiIku zo pergi Iku na pergiIku wa pergi

Kalimat (8), (11), (12), dan (13) merupakan tuturan laki-laki, sedangkan (9), (10), dan (14) tuturan dari perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansoer. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Koizumi, Tamotsu. 1993. Nihongo Kyoushi no Tame no Gengogaku Nyumon. Tokyo: Taishukan ShotenKindaichi, H. 1978. Kokugo Daijiten. Tokyo: Gakken.Tomita, Takayuki. 1993. Kyoujuhou Manual 70rei II. BojinshaMatsumura, Yamaguchi. 1998. Kokugo Jiten. Tokyo: ObunshaSudjianto. 1995. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint BlancAlwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik (Edisi Ketiga).Jakarta: PT. Gramedia Pustaka UtamaMunjin.2014. Ekspresi Bahasa dan Gender Sebuah Kajian Sosolinguistk. (online).(www.wordpress.com. Diunduh, tanggal 16 Nopember 2014)Sunarni, Nani dan Jonjon Johana. 2010. Morfologi Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar. Bandung: Sastra Unpad Press.