KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan...

9
fathul muin hlmn 90 حه ل مصا ل رف ص ي ف رس له غ ن ملكه إ د ج س م ل إ ي فروس مغ ل ر إ م) ث و اح بم ف جال ل ل إ ه ج و2 ل إ ك وء ي لرس غ ن وإ2. Hukum buah yang ada dipohonnya. Setelah kita mengetahui kebolehan menanam pohon diareal masjid ( selama tidak memadhorotkan ), lantas bagaimanakah hukum memakan buahnya ?? Maka untuk mengetahui boleh atau tidaknya, kita harus mengetahui siapa pemilik pohon ini. - Apabila Pohon ini diwakafkan seseorang bersamaan dengan tanah masjid, kemudian ia menentukan siapa yang berhak mengambil buahnya, maka kita dilarang mengambil buahnya. - Namun apabila tidak ditentukan, maka para ulama berselisih, apakah buah dari pohon tersebut khusus untuk masjid atau bukan. Al-Imam Syamsuddin Arromly mengatakan dalam masalah ini : 8 بَ رْ > قَ 2 إَ يِ ن اَ ّ ) ب ل إ إَ دَ هَ ّ لَ عَ لَ ، و > هَ ّ اصَ خِ دِ جْ سَ مْ ل إِ حِ ل اَ صَ مِ لِ هِ نَ مَ ) ثِ فْ رَ ص8 وب8 ج8 و8 لَ مَ > تْ ح8 يَ ا ، و ّ افَ خِ هِ ب8 اعَ فِ > تْ X ن اِ إلْ نِ كْ م8 ثْ مَ لْ ن إَ ن يِ مِ لْ س8 مْ ل إِ حِ ل اَ صَ ي مَ لَ عِ هِ نَ مَ ) ث8 فْ رَ صَ وِ هِ عْ تَ h ن8 إزَ وَ ج8 لَ مَ > تْ ح8 يَ فَ ن يِ مِ لْ س8 مْ ل إِ وم8 م8 عِ ل8 هَ ّ بَ 2 ي إَ لَ عَ لِ م8 ح8 ) ثْ يَ حَ وDan dalam masalah ini, bisa jadi buah tersebut untuk keumuman kaum muslimin, maka boleh untuk dijual untuk kepentingan kaum muslimin, apabila buah tersebut tidak bisa dimanfaatkan ketika kering, dan bisa juga hanya diperuntukan untuk masjid saja. Namun pendapat yang kedua ( hanya untuk masjid) lebih dekat dari kebenaran.[4] Demikian juga pendapat Ibnu Qudamah : ه> مازب ع ي ف ها من) ث رف ص , و> ث ع تh ن, > رة ج) س ل إ> رة م) ث ن م) ث ي ل إ اح> ت ح إ إ ذ د إ ج س م ل إ ن2 إ دي ب ع: طاب خ ل و إ ب2 ال إ> فDan berkata Abul Khottob :adapun pendapat saya, bahwa jika masjid membutuhkan nominal dari buah pohon tersebut.maka buah dijual,dan uang yang didapat deberikan untuk kepengurusan masjid.[5] Wallohu ‘alam, sepertinya inilah pendapat yang terkuat menurut kami, sehingga buah tersebut diperuntukan untuk pengurus masjid,baik itu dijual untuk masjid, maupun dimakan oleh pengurusnya ( untuk upah kerja mereka). sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad : ”dimakan oleh para tetangga masjid, karena mereka termasuk orang-orang yang mengurusi masjid” [6] Namun, ternyata kita lihat saat ini, wabil khusus Indonesia, yang buah ada dimana-mana, sehingga banyak kita temui, buah jatuh mubadzir diarea masjid, sehingga boleh kiranya bagi kita untuk mencegah mubadzir tersebut, dengan memakannya. Dengan catatan kita meminta idzin terlebih dahulu kepada pengurus masjid yang bekerja demi kemaslahatan masjid, agar kita terhindar dari memakan harta orang lain secara bathil.. Wallohu ‘alam.. Demikianlah jawaban yang bisa saya sampaikan, karena ketrbatasan ilmu ini. [1] Al-Mughny 6/254, Al-imam Ibnu Qudamah, cet darul Fikr – Beirut, tahun 1405 [2] Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 2\175: [3] Shohih Abi dawud 1/68 [4] Nihayatul Muhtaj 8/220 [5] Al-mughny 6/254 [6] Al-mughny 6/254 Menikahi orang hamil dengan wanita hamil karena zina Dalam Mazhab Syafi’i sah nikah dengan wanita hamil karena zina. Ini dapat kita simak dari perkataan beberapa ulama Syafi’iyah, antara lain : 1. Imam Nawawi mengatakan : “Apabila seorang perempuan berzina, maka tidak wajib atasnya ber’iddah, baik ia dalam keadaan tidak hamil maupun hamil. Karena itu, jika ia dalam keadaan tidak hamil, maka boleh bagi sipenzina dan lainnya yang bukan menzinainya melakukan akad nikah atasnya dan jika ia hamil karena zina, maka makruh menikahinya sebelum melahirkan anaknya.” - Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. XVI, Hal. 242 2. Sayyed Abdullah bin Umar dan Syaikh Muhammad al-Asykhar al-Yamany mengatakan : “Boleh nikah wanita hamil karena zina, baik oleh pezina itu sendiri maupun lainnya dan boleh disetubuhi ketika itu tetapi makruh”. - Bughyatul Mustarsyidin, Usaha Keluarga, Semarang, Hal. 201

description

KATA PENGANTARSyukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "AYAT-AYAT TENTANG UBUDIYYAH" tepat pada waktunya. Dan tidak lupa pula kita sanjung pujikan kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang ini.Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.Terima kasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.Gandusari, 2 Oktober 2015 Pemakalah

Transcript of KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan...

Page 1: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

 fathul muin hlmn 90

لمصالحه فيصرف له غرس إن ملكه المسجد في المغروس وثمرفمباح الحال جهل أو ليوءكل غرس وإن

2. Hukum buah yang ada dipohonnya.Setelah kita mengetahui kebolehan menanam pohon diareal masjid ( selama tidak memadhorotkan ), lantas bagaimanakah hukum memakan buahnya ??Maka untuk mengetahui boleh atau tidaknya, kita harus mengetahui siapa pemilik pohon ini.- Apabila Pohon ini diwakafkan seseorang bersamaan dengan tanah masjid, kemudian ia menentukan siapa yang berhak mengambil buahnya, maka kita dilarang mengambil buahnya.- Namun apabila tidak ditentukan, maka para ulama berselisih, apakah buah dari pohon tersebut khusus untuk masjid atau bukan.Al-Imam Syamsuddin Arromly mengatakan dalam masalah ini :%ه% 'م'ن ف% ث 'م'ل* و*ج*وب* ص'ر) ت *ح) %ه% ج'اف/ا ، و'ي %ف'اع* ب )ت ن *م)ك%ن) اال% 'م) ي %م%ين' إن) ل ل )م*س) %ح% ال %ه% ع'ل'ى م'ص'ال 'م'ن ف* ث )ع%ه% و'ص'ر) 'ي 'م'ل* ج'و'از* ب ت *ح) %م%ين' ف'ي ل )م*س) % ال %ع*م*وم =ه* ل ن

' )ث* ح*م%ل' ع'ل'ى أ ي و'ح'ب@* 'ق)ر' %ي' أ =ان 'ع'ل= ه'ذ'ا الث ج%د% خ'اص=ة@ ، و'ل )م'س) %ح% ال %م'ص'ال لDan dalam masalah ini, bisa jadi buah tersebut untuk keumuman kaum muslimin, maka boleh untuk dijual untuk kepentingan kaum muslimin, apabila buah tersebut tidak bisa dimanfaatkan ketika kering, dan bisa juga hanya diperuntukan untuk masjid saja. Namun pendapat yang kedua ( hanya untuk masjid) lebih dekat dari kebenaran.[4]Demikian juga pendapat Ibnu Qudamah :قال أبو الخطاب : عندي أن المسجد إذا احتاج إلى ثمن ثمرة الشجرة , بيعت , وصرف ثمنها في عمارتهDan berkata Abul Khottob :adapun pendapat saya, bahwa jika masjid membutuhkan nominal dari buah pohon tersebut.maka buah dijual,dan uang yang didapat deberikan untuk kepengurusan masjid.[5]

Wallohu ‘alam, sepertinya inilah pendapat yang terkuat menurut kami, sehingga buah tersebut diperuntukan untuk pengurus masjid,baik itu dijual untuk masjid, maupun dimakan oleh pengurusnya ( untuk upah kerja mereka). sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad : ”dimakan oleh para tetangga masjid, karena mereka termasuk orang-orang yang mengurusi masjid” [6]Namun, ternyata kita lihat saat ini, wabil khusus Indonesia, yang buah ada dimana-mana, sehingga banyak kita temui, buah jatuh mubadzir diarea masjid, sehingga boleh kiranya bagi kita untuk mencegah mubadzir tersebut, dengan memakannya. Dengan catatan kita meminta idzin terlebih dahulu kepada pengurus masjid yang bekerja demi kemaslahatan masjid, agar kita terhindar dari memakan harta orang lain secara bathil.. Wallohu ‘alam..

Demikianlah jawaban yang bisa saya sampaikan, karena ketrbatasan ilmu ini.

[1] Al-Mughny 6/254, Al-imam Ibnu Qudamah, cet darul Fikr – Beirut, tahun 1405[2] Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 2\175:[3] Shohih Abi dawud 1/68[4] Nihayatul Muhtaj 8/220[5] Al-mughny 6/254[6] Al-mughny 6/254

Menikahi orang hamil

dengan wanita hamil karena zina

Dalam Mazhab Syafi’i sah nikah dengan wanita hamil karena zina. Ini dapat kita simak dari perkataan beberapa ulama Syafi’iyah, antara lain :

1. Imam Nawawi mengatakan :

“Apabila seorang perempuan berzina, maka tidak wajib atasnya ber’iddah, baik ia dalam keadaan tidak hamil maupun hamil. Karena itu, jika ia dalam keadaan tidak hamil, maka boleh bagi sipenzina dan lainnya yang bukan menzinainya melakukan akad nikah atasnya dan jika ia hamil karena zina, maka makruh menikahinya sebelum melahirkan anaknya.” - Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. XVI, Hal. 242

2. Sayyed Abdullah bin Umar dan Syaikh Muhammad al-Asykhar al-Yamany mengatakan :

“Boleh nikah wanita hamil karena zina, baik oleh pezina itu sendiri maupun lainnya dan boleh disetubuhi ketika itu tetapi makruh”. - Bughyatul Mustarsyidin, Usaha Keluarga, Semarang, Hal. 201

3. Berkata Ibnu Hajar Haitamy :

“Adapun hukum nikah wanita hamil karena zina, terjadi khilaf yang tersebar dikalangan imam-imam kita dan lainnya. Yang sahih di sisi kita adalah sah. Pendapat ini juga telah dikatakan oleh Abu Hanifah r.a., karena wanita itu tidak dalam nikah dan tidak juga dalam iddah orang lain. Dari Malik ada sebuah qaul yang mengatakan sebaliknya”. - al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiah, Darul Fikri, Beirut, Juz. IV, Hal. 93-94

4. Adapun hukum bersetubuh dengannya setelah dinikahi sebelum melahirkan adalah boleh berdasarkan pendapat yang tashih oleh Imam Nawawi dan Ar-Rafi’i. Berkata Ar-Rafi’i :

“Sesungguhnya tidak ada penghormatan bagi kandungan zina, kalau terlarang menyetubuhinya, maka terlarang juga menikahinya seperti bersetubuh dengan syubhat” . - al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiah, Darul Fikri, Beirut, Juz. IV, Hal. 94

Page 2: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

Berdasarkan boleh menyetubuhinya, maka hukumnya adalah makruh, karena keluar dari khilaf ulama yang mengharamkannya.

Adapun dalil yang memboleh menikahi wanita hamil, baik oleh penzinanya atau lainnya yang bukan menzinainya, antara lain :

1). Firman Allah Q.S al-Nisa’ : 24, berbunyi :

ين' اف%ح% )ر' م*س' %ين' غ'ي *م) م*ح)ص%ن %ك م)و'ال' %أ 'غ*وا ب )ت 'ب 'ن) ت *م) أ %ك اء' ذ'ل *م) م'ا و'ر' 'ك *ح%ل= ل و'أ

Artinya : Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. (Q.S. al-Nisa’ : 24)

Perempuan yang hamil karena zina termasuk dalam katagori mutlaq perempuan yang dihalalkan untuk dinikahi pada ayat diatas, sementara itu, tidak dalil atau ‘illat lain yang menunjukkan kepada haram menikahinya. Apabila dikatakan perempuan hamil karena zina itu ber’iddah, ini juga tidak, karena hamil karena zina tidak dihormati dalam agama, buktinya anak dalam kandungannya itu tidak dihubungkan nasabnya kepada laki-laki penzinanya

2). Hadits Nabi SAW :

ال يحرم الحرام الحالل

Artinya : Perbuatan haram tidak mengharamkan yang halal.(H.R. al-Thabrany)

Al-Haitsami mengatakan, hadits ini diriwayat oleh al-Thabrany dalam al-Aushath, namun dalam sanadnya ada Utsman bin Abdurrahman al-Zahri, sedangkan dia ini matruk.- Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, IV, Hal. 311

Jalan pendaliliannya adalah zina yang meyebabkan hamil adalah perbuatan haram. Karena itu, zina tersebut tidak dapat mengharamkan perbuatan halal, yakni halal dinikahi perempuan oleh seseorang laki-laki.

Imam Nawawi telah menyebut dua dalil di atas sebagai sebagian dalil boleh menikahi perempuan hamil karena zina dalam kitab beliau, - Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. XVI, Hal. 242

3). Qaidah Fiqh berbunyi :

أألصل في األشياء األباحة حتى يدل الدليل على التحريم

Artinya : Asal sesuatu adalah boleh sehingga ada dalil yang menunjukkan kepada haram - Al-Suyuthi, al-Asybah wal-Nadhair, al-Haramain, Singapura, Hal. 43

Karena tidak ada hal-hal yang menyebabkan haram atau tidak sah, maka hukumnya adalah boleh.

Sedangkan dalil yang dikemukakan oleh yang mengharamkannya adalah berdasarkan Hadits Nabi SAW :

اليحلألحد يؤمن باالله واليوم األخر ان يسقي ماء زرع غيره

Artinya : tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiram air pada tanaman orang lain (H. R. Abu Daud - Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Juz. I, Hal. 654, No. Hadits : 2158)

Jawab kita :

Pendalilian dengan hadits di atas telah dibantah oleh Ibnu Hajar Haitamy, beliau mengatakan bahwa Asbabulwurud hadits tersebut untuk menjauhi menggauli wanita tawanan perang yang hamil, karena kandungannya terhormat, maka haram menggaulinya. Tidak sama halnya dengan kandungan karena zina, sesungguhnya tidak ada penghormatan baginya yang menghendaki kepada haram menggaulinya. - Ibnu Hajar Haitamy, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiah, Darul Fikri, Beirut, Juz. IV, Hal. 94

Dalam Sunan Abu Daud, hadits ini berbunyi :

[9اليحل المرىء يؤمن بالله واليوم اآلخر أن يسقي ماءه زرع غيره ]

Ibnu al-Mulaqan mengatakan :

“Hadits ini shahih, telah diriwayat oleh Ahmad dalam Musnadnya, Abu Daud dan al-Turmidzi dalam Sunan keduanya dari Ruwaifa’ bin Tsabit al-Anshary.” - Ibnu al-Mulaqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. VIII, Hal. 214

Sebagian umat Islam berbeda pendapat dengan pendapat di atas, mereka mengatakan wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan baik dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat, yaitu :

a. Dia dan si laki-lakinya taubat dari perbuatan zinanya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

%ين' )م*ؤ)م%ن م' ذ'ل%ك' ع'ل'ى ال lو'ح*ر mر%ك و) م*ش)' انo أ %ال= ز' ه'ا إ )ك%ح* 'ن 'ة* ال' ي %ي ان 'ة@ و'الز= ر%ك و) م*ش)

' 'ة@ أ %ي ان %ال= ز' )ك%ح* إ 'ن %ي ال' ي ان الز=

Artinya : Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin (Q.S. an-Nur : 3)

Mereka mengatakan, ayat ini menjadi dalil tidak boleh menikah dengan orang-orang yang dhahir padanya perbuatan zina - Muhammad bin al-‘Atsimaini, Tukmalah Fatawa al-Mauqa’, Maktabah Syamilah, Nomor : 85335, Hal.1

Jawaban kita :

Memadai bagi kita keterangan yang disampaikan oleh Imam Syafi’i dalam al-Um, beliau setelah menyebut beberapa penafsiran yang disampaikan oleh ahli tafsir mengenai tafsir ayat di atas, mengatakan bahwa pendapat yang dikemukakan oleh Sa’id bin al-Musaiyab, salah seorang ahli tafsir dari Tabi’in merupakan pendapat yang didukung oleh al-Kitab dan al-Sunnah. Pendapat Sa’id al-Musaiyab tersebut adalah : ayat di atas sudah dinasakh oleh ayat :

*م) %ك %م'ائ *م) و'إ 'اد%ك ب %ح%ين' من ع% *م) و'الص=ال )ك 'ام'ى م%ن 'ي )ك%ح*وا األ 'ن و'أ

Page 3: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

Karena penzina itu termasuk dalam kelompok “al-ayaamii” (yang belum nikah) dari kamu muslimin.- Imam Syafi’i, al-Um, Maktabah Syamilah, Juz. V, Hal. 148

Karena itu, ayat di atas tidak dapat dijadikan sebagai hujjah penetapan suatu hukum.

b. Harus beristibra' (menunggu kosongnya rahim) dengan satu kali haid bila si wanita tidak hamil. Dan bila hamil, maka sampai melahirkan kandungannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

oض'ة( ي %ح' ب' )ر%أ 'ب ت 'س) =ى ت ت )ر* ذ'ات% ح'م)لo ح' ' غ'ي 'ض'ع' و'ال =ى ت ت * ح'ام%لm ح' *و)ط'أ ' ت ال

Artinya : Tidak boleh digauli yang sedang hamil sampai ia melahirkan, dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil sampai dia beristibra' dengan satu kali haid.(H.R. Abu Daud) - Sunan Abu Daud, Maktabah Syamilah, Juz. I I, Hal. 213, No. Hadits : 2159

Hadits ini juga diriwayat oleh Al-Hakim, beliau mengatakan :

“Hadits ini shahih atas syarat Muslim” - Ibnu al-Mulaqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 142

Dalam hadits di atas Rasulullah melarang menggauli budak (hasil pembagian) tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan. Dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.

Jawab kita :

Hadits ini membicarakan masalah perempuan tawanan perang yang lagi hamil menjadi budak karena merupakan rampasan perang, buktinya ujung hadits ini menjelaskan bahwa perempuan yang tidak hamil memadai dengan istibra’ (menunggu masa tertentu untuk memastikan kosong rahim seorang budak perempuan) hanya dengan satu kali haid. Sedangkan istibra’ hanya dengan satu kali haid hanya berlaku pada budak, tidak berlaku pada perempuan merdeka. Perempuan-perempuan tawanan tersebut tidak dapat disamakan dengan kasus seorang perempuan yang hamil karena zina. Kehamilan pada perempuan tawanan perang berlaku istibra’, karena kehamilan perempuan tersebut adalah dikarenakan suaminya, oleh karena itu, wajib menunggu sampai melahirkan. Berbeda halnya dengan perempuan yang hamil karena zina, kehamilannya itu tidak dihormati. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban ber’iddah.

Kesimpulannya

Nikah dengan dengan wanita hamil dibolehkan menurut mazhab Syafi’i, tetapi makruh menggaulinya, karena keluar dari khilaf yang mengharamkannya. Keluar dari khilaf dianjurkan dalam syari’at kita sesuai dengan qaidah fiqh :

االخروج من الخالف مستحب

Artinya : keluar dari khilaf ulama , hukumnya dianjurkan - As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nadhair, Al-Haramain, Indonesia, Hal. 94

Apa saja yang membolehkan para istri untuk melakukan gugat cerai? Imam Ibnu Qudamah telah menyebutkan kaidah dalam hal ini. Beliau

mengatakan,

تؤدي ال أن وخشيت ذلك نحو أو ضعفه أو كبره أو دينه أو خلقه أو لخلقه زوجها كرهت إذا المرأة أن األمر نفسها  وجمله به تفتدي بعوض تخالعه أن لها جاز طاعته في الله منه  حق

“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya,

atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan

hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan

biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni, 7:323).

Perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah. Perceraian dipilih ketika dibutuhkan saja, yaitu apabila mempertahankan

pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar. Dan jika tidak sangat diperlukan maka perceraian menjadi makruh karena

mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi.

Bagi wanita, meminta cerai adalah perbuatan sangat buruk. Dan Islam melarangnya dengan menyertakan ancaman bagi pelakunya, jika

tanpa adanya alasan yang dibenarkan.

'د'ت) اف)ت ف%يم'ا )ه%م'ا 'ي ع'ل 'اح' ن ج* ف'ال =ه% الل ح*د*ود' *ق%يم'ا ي = 'ال أ *م) ف)ت خ% %ن) ف'إ =ه% الل ح*د*ود' *ق%يم'ا ي = 'ال أ اف'ا 'خ' ي 'ن) أ |ض %ال إ @ )ئا ي ش' *م*وه*ن= )ت 'ي آت م%م=ا )خ*ذ*وا 'أ ت 'ن) أ *م) 'ك ل 'ح%ل� ي و'ال oان %ح)س' %إ ب mر%يح 'س) ت و)' أ oوف %م'ع)ر* ب mاك %م)ز' ف'إ 'ان% ت م'ر= الط=الق*

%م*ون' الظ=ال ه*م* %ك' 'ئ *ول ف'أ =ه% الل ح*د*ود' 'ع'د= 'ت ي و'م'ن) 'د*وه'ا 'ع)ت ت ف'ال =ه% الل ح*د*ود* %ل)ك' ت %ه% ب

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak

halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan

dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum

Allah, MAKA TIDAK ADA DOSA ATAS KEDUANYA TENTANG BAYARAN YANG DIBERIKAN OLEH ISTRI UNTUK MENEBUS DIRINYA.

Page 4: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-

orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah 2:229)

Syariat Islam memberikan jalan keluar bagi pasangan suami istri ketika mereka tidak lagi merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam

keluarganya. Baik dalam bentuk cerai yang itu berada di tangan suami atau gugat cerai (khulu’) sebagai jalan keluar bagi istri yang tidak

memungkinkan lagi untuk tinggal bersama suami. Dan semuanya harus dilakukan dengan aturan yang telah ditetapkan syariat.

HUKUM ISTRI MENGGUGAT CERAI SUAMI (KHULU’)Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan hal ini, diantaranya,

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:=ة% ن الج' %ح'ة* ائ ر' )ه'ا 'ي ع'ل mام ف'ح'ر' سo؛

( 'أ ب م'ا غ'ير ف%ي @ طالقا زوج'ها سألت oامرأة �ما أي

“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 2226, At-Turmudzi 1187).Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat.

Dalam Aunul Ma’bud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna ‘tanpa kondisi mendesak’,المفارقة سؤال إلى تلجئها شدة لغير أي

“Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…” (Aunul Ma’bud, 6:220)Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

'اف%ق'ات* )م*ن ال ه*ن= %ع'ات* 'ل ت )م*خ) و'ال 'ز%ع'ات* )ت )م*ن ال

“Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.” (HR. Nasa’i 3461)Al-Munawi menjelaskan hadis di atas,

شرعي عذر بال الزوج فراق على العوض يبذلن الالتي أي

“Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’

Beliau juga menjelaskan makna munafiq dalam hadis ini,

شرعي عذر بال الطالق طلب للمرأة فيكره والتهويل الزجر والمراد @ عمليا @ نفاقا

‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’ (At-Taisiir bi Syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1:607).HAL-HAL YANG MEMBOLEHKAN GUGAT CERAI SUAMIHadits-hadits di atas tidaklah memaksa wanita untuk tetap bertahan dengan suaminya sekalipun dalam keadaan tertindas. Karena yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melakukan gugat cerai tanpa alasan yang dibenarkan. Artinya, jika itu dilakukan karena alasan yang benar, syariat tidak melarangnya, bahkan dalam kondisi tertentu, seorang wanita wajib berpisah dari suaminya.Apa saja yang membolehkan para istri untuk melakukan gugat cerai? Imam Ibnu Qudamah telah menyebutkan kaidah dalam hal ini. Beliau mengatakan,

Page 5: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

تؤدي ال أن وخشيت ذلك نحو أو ضعفه أو كبره أو دينه أو خلقه أو لخلقه زوجها كرهت إذا المرأة أن األمر حق  وجملهنفسها به تفتدي بعوض تخالعه أن لها جاز طاعته في منه  الله

“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni, 7:323).Berikut beberapa kasus yang membolehkan sang istri melakukan gugat cerai,

1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang tergantung.

2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.

3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina,

atau sering meninggalkan sholat, suka mendengar musik, dll

4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah kepadanya, atau tidak membelikan

pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.

5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan

hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya

karena condong kepada istri yang lain.

6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya

sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya

meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami.

7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi

sang istri tidak bisa mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami.

GUGAT CERAI OLEH ISTRI

Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada

Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.

Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:

1. FASAKH

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana:

Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;

1. Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang

batas waktunya);

2. Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum

terjadinya hubungan suamii istri); atau

3. Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan

keselamatan dan keamanan istri.

Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan

perkawinan antara keduanya.

2. KHULU’

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan

kepada suami. Khulu’ disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229.

Adapun dalil haditsnya adalah sebuah hadits shahih yang mengisahkan tentang istri Tsabit bin Qais bin Syammas bernama Jamilah binti

Ubay bin Salil yang datang pada Rasulullah dan meminta cerai karena tidak mencintai suaminya. Rasulullah lalu menceraikan dia dengan

suaminya setelah sang istri mengembalikan mahar.

[Hadits riwayat Bukhari no. 4973; riwayat Baihaqi  dalam Sunan al-Kubro no. 15237; Abu Naim dalam Al-Mustakhroj no. 5275;  Teks asal

dari Sahih Bukhari sebagai berikut:

Page 6: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

*ف)ر' )ك ال 'خ'اف* أ lي 'ن أ %ال= إ oل*ق خ* و'ال' oد%ين ف%ي oت% 'اب ث ع'ل'ى )ق%م* 'ن أ م'ا الله% ول' س* ر' 'ا ي ف'ق'ال'ت) ل=م' و'س' )ه% 'ي ع'ل الله* ص'ل=ى lي% =ب الن %ل'ى إ oم=اس ش' )ن% ب )س% ق'ي )ن% ب %ت% 'اب ث 'ة* أ ام)ر' اء'ت% ج' ق'ال' )ه*م'ا ع'ن الله* ض%ي' ر' oاس= ع'ب )ن% اب ع'ن%

ق'ه'ا ف'ف'ار' ه* م'ر'' و'أ )ه% 'ي ع'ل د=ت) ف'ر' 'ع'م) ن ف'ق'ال'ت) 'ه* ح'د%يق'ت )ه% 'ي ع'ل دlين' 'ر* ف'ت ل=م' و'س' )ه% 'ي ع'ل الله* ص'ل=ى الله% ول* س* ر' ف'ق'ال'

DEFINISI KHULU’

Definisi khuluk menurut madzhab Syafi’i adalah sebagai berikut:

به يقع خلعا يكون كناية أو كان صريحا الطالق على يدل لفظ فكل العوض شروط في بيانها اآلتي الشروط فيه متوفرة بعوض الزوجين بين الفراق على الدال اللفظ هو شرعا الخلع

وشروطها الصيغة في الطالق ألفاظ بيان وسيأتي البائن الطالق

(Khulu’ secara syariah adalah kata yang menunjukkan atas putusnya hubungan perkawinan antara suami istri dengan tebusan [dari istri]

yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Setiap kata yang menunjukkan pada talak, baik sharih atau kinayah, maka sah khulu-nya dan terjadi

talak ba’in.) [Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/185 mengutip definisi khuluk menurut madzhab Syafi’i].

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari mendefinisikan khuluk demikian:

مال على الزوجة فراق هو أو لزوجها، تدفعه بمال نفسها المرأة تفتدي أن هو الخلع

(Khuluk adalah istri yang menebus dirinya sendiri dengan harta yang diberikan pada suami atau pisahnya istri dengan membayar sejumlah

harta). [Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, IX/490; Mu’jam Al-Mustalahat al-Fiqhiyah, II/46 – 48)].

HUKUM KHULU’

Adapun hukum asal dari gugat cerai adalah boleh. Imam Nawawi menyatakan:

والوفاق الشقاق حالتي في ويصح ، أكثر أو ، الصداق من أقل آخر مال أو ، بعضه أو الصداق على خالع جوازه في وسواء ، جوازه على مجمع الخلع ، وأصل

(Hukum asal dari khulu’ adalah boleh menurut ijmak ulama. Baik tebusannya berupa seluruh mahar atau sebagian mahar atau harta lain

yang lebih sedikit atau lebih banyak. Khulu’ sah dalam keadaan konflik atau damai.) [ Abu Syaraf An-Nawawi dalam Raudah at-Talibin

7/374;  Al-Hashni dalam Kifayatul Akhyar, III/40].

Al-Jaziri membagi hukum khuluk menjadi boleh, wajib, haram, dan makruh:

وقد الزوجين بين الفرقة تقضي التي الحاجة عند بالجواز يوصف الطالق أن عرفت وقد الخلع هو والثاني بعوض يكون وتارة عوض بدون يكون تارة الطالق ألن الطالق من نوع الخلع

فيه األصل أن على هناك ذكرها المتقدم األحكام من ذلك بغير يوصف وقد واألوالد المرأة ظلم عليه ترتب إذا بالتحريم يوصف وقد واالتيان اإلنفاق عن الرجل عجز عند بالوجوب يوصف

الفراق إلى الضرورة تفض لم ما بعضهم عند والحرمة بعضهم عند الكراهة وهو المنع

(Khuluk itu setipe dengan talak. Karena, talak itu terkadang tanpa tebusan dan terkadang dengan tebusan. Yang kedua disebut khuluk.

Seperti diketahui bahwa talak itu boleh apabila diperlukan. Terkadang wajib apabila suami tidak mampu memberi nafkah. Bisa juga haram

apabila menimbulkan kezaliman pada istri dan anak. Hukum asal adalah makruh menurut sebagian ulama dan haram menurut sebagian

yang lain selagi tidak ada kedaruratan untuk melakukannya). [Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/186].

As-Syairazi dalam Al-Muhadzab menyatakan bahwa khuluk itu boleh secara mutlak walaupun tanpa sebab asalkan kedua suami istri sama-

sama rela.  Apalagi kalau karena ada sebab, baik sebab yang manusiawi seperti istri sudah tidak lagi mencintai suami; atau sebab yang

syar’i seperti suami tidak shalat atau tidak memberi nafkah.

به } { ] افتدت فيما عليهما جناح فال الله حدود يقيما ال أن خفتم فإن جل و عز لقوله عوض على تخالعه أن جاز حقه تؤدي ال أن وخافت عشرة سوء أو منظر لقبح زوجها المرأة كرهت إذا

منها [ ) ( : ) ( ] 229البقرة : خذ ص الله رسول فقال أعطاني وما ثابت وال أنا ال وقالت ص النبي إلى فأتت يضربها وكان الشماس بن قيس بن ثابت تحث كانت سهل بنت جميلة أن وروي

النساء [ } { ] : مريئا هنيئا فكلوه نفسا منه شيء عن لكم طبن فإن جل و عز لقوله جاز سبب غير من الخلع على وتراضيا شيئا منه تكره لم وإن بيتها في فقعدت منها [4فأخذ

(Apabila istri tidak menyukai suaminya karena buruk fisik atau perilakunya dan dia kuatir tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

istri, maka boleh mengajukan gugat cerai dengan tebusan karena adanya firman Allah dalam QS Al Baqaran 2:229 dan hadits Nabi dalam

kisab Jamilah binti Sahl, istri Tsabit bin Qais. … Apabila istri tidak membenci suami akan tetapi keduanya sepakat untuk khuluk tanpa sebab

maka itupun dibolehkan karena adanya firman Allah dalam QS An Nisa 4:4). [As-Syairozi, Al-Muhadzab,  II/289].

Page 7: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

KHULU’ DI LUAR PENGADILAN

Khuluk, sebagaimana halnya talak, dapat dilakukan secara langsung antara suami istri tanpa melibatkan hakim dan pengadilan agama.

Seperti dikatakan Imam Nawawi dalam Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab:

البيع في كاإلقالة الحاكم إلى يفتقر فلم الضرر، لدفع جعل بالتراضي عقد قطع ألنه حاكم غير من الخلع .ويجوز

(Khuluk dapat dilakukan tanpa hakim karena khuluk merupakan pemutusan akad dengan saling sukarela yang bertujuan untuk menolak

kemudaratan. Oleh karena itu ia tidak membutuhkan adanya hakim sebaagaimana iqalah dalam transaksi jual beli). [Imam Nawawi, Al-

Majmuk Syarh al-Muhadzab, XVII/13].

Walaupun khuluk dapat dilakukan di luar pengadilan, namun secara formal itu tidak diakui negara. Untuk mengesahkannya secara legal

formal menurut undang-undang Indonesia, maka pihak yang berperkara tetap harus mengajukannya ke Pengadilan Agama.[KHI (Kompilasi

Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 114]

Harus juga diingat, bahwa proses perceraian di Pengadilan Agama dapat dilakukan apabila memenuhi sejumlah persyaratan yang

ditentukan. Seperti, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), suami tidak memberi nafkah, ditinggal suami selama 2 tahun

berturut-turut, dan lain-lain. [KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 116].

KHULU’ DI PENGADILAN AGAMA

Suatu gugatan perceraian akan diakui negara dan akan memiliki kekuatan legal formal apabila dilakukan di Pengadilan Agama dan

diputuskan oleh seorang Hakim. [Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan]

Untuk mengajukan gugatan cerai atau khulu’, seorang istri atau wakilnya dapat mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat

tinggalnya. Bagi yang tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila istri dan suami sama-sama tinggal

di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat keduanya menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama

Jakarta Pusat. [Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama].

Berbeda dengan khuluk yang dilakukan di luar Pengadilan, maka gugat cerai yang diajukan melalui lembaga pengadilan harus memenuhi

syarat-syarat antara lain:

1. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;

2. suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami

dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;

3. suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;

4. suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;

5. suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;

6. terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;

7. suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;

8. suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga. ][Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo

Pasal 19 PP No 9 tahun 1975.

Syarat-syarat di atas tentu saja harus disertai dengan adanya saksi dan bukti-bukti yang menguatkan gugatan.

GUGAT CERAI TANPA KERELAAN SUAMI

Gugat cerai pada dasarnya harus dilakukan atas sepengetahuan dan kerelaan suami. Karena pihak yang memberi kata cerai dalam khuluk

adalah suami. Jadi, kalau suami tidak rela atau tidak mau meluluskan gugatan perceraian istri, maka khuluk tidak bisa terjadi.

Namun demikian, dalam situasi tertentu Hakim di Pengadilan Agama dapat meluluskan gugat cerai tanpa persetujuan atau bahkan tanpa

kehadiran suami apabila berdasarkan pertimbangan tertentu Hakim menganggap bahwa perceraian itu lebih baik bagi pihak penggugat

yaitu istri. Misalnya, karena terjadinya konflik yang tidak bisa didamaikan, atau suami tidak bertenggung jawab, terjadi KDRT yang

membahayakan istri dan lain sebagainya. [Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah, II/290].

Dalam konteks ini, maka hakim dapat menceraikan keduanya bukan dalam akad khuluk tapi talak biasa. Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah

dinyatakan:

Page 8: KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul

: يضارها – أنه وغيرهم الثقات عن نسمع نزل لم نحو لزوجته زوج وبضررالحاكم عليه فيطلقها

(Disebabkan perilaku suami yang membahayakan istri, misalnya ada berita dari sejumlah sumber terpercaya bahwa suami melakukan

kekerasan pada istri, maka hakim dapat menceraikan keduanya.). [Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285].

Apabila suami tidak memiliki kesalahan signifikan pada istri, hanya istri kurang menyukai suami dan kuatir tidak dapat memenuhi hak-hak

suami dan kewajibannya sebagai istri, maka istri dapat mengajukan khuluk dan sunnah bagi suami untuk meluluskannya.  Apabila suami

tidak rela dan tidak mau, maka ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama, hakim tidak boleh memaksa suami. Konsekuensinya, hakim

tidak dapat menceraikan mereka. Ini pandangan mayoritas ulama, termasuk madzhab Syafi’i.

Pendapat kedua, hakim boleh memaksakan kehendak istri untuk bercerai walaupun suami tidak rela.  Pandangan ini terutama berasal dari

madzhab Hanbali.  Al-Mardawi dalam Al-Inshaf: menyatakan:

األصحاب أكثر وعليه المذهب من الصحيح على هذه والحالة ذلك للزوجة فيباح منه، نفسها تفتدي أن بأس فال حقه في الله حدود تقيم ال أن وتخشى للرجل مبغضة المرأة كانت وإذا

. . به وألزم إليه اإلجابة وجوب في الله رحمه الدين تقي الشيخ كالم واختلف األصحاب وعليه إليه اإلجابة له يستحب أنه المذهب من فالصحيح الزوج وأما باالستحباب، الحلواني وجزم

الفضالء المقادسة الشام حكام بعض

(Apabila istri marah pada suami dan takut tidak dapat menjalankan perintah Allah dalam memenuhi hak-hak suami maka istri boleh

melakukan gugat cerai. … Al-Halwani menyatakan gugat cerai dalam konteks ini sunnah. Adapun suami maka menurut pendapat yang sahih

adalah sunnah mengabulkan permintaan istri. Syekh Taqiuddin dan sebagian hakim Suriah menyatakan bahwa suami wajib memenuhi

permintaan istri.) [Al-Mardawi, Al-Inshaf, VIII/382].

KESIMPULAN

Khuluk atau gugat cerai dari seorang istri pada suami hukumnya boleh dan sah dilakukan kapan saja baik dalam damai atau karena konflik

rumah tangga. Karena faktor kesalahan suami atau karena istri tidak lagi mencintai suami. Dengan syarat adanya kerelaan suami. Dan dapat

dilakukan di depan pengadilan atau di luar pengadilan.

Gugat cerai di Pengadilan Agama yang disebabkan oleh perilaku suami yang tidak bertanggungjawab dapat diluluskan oleh hakim dengan

sistem talak (bukan khuluk) tanpa perlu persetujuan suami.

Adapun gugat cerai yang murni karena istri tak lagi mencintai suami, bukan karena kesalahan suami, maka suami disunnahkan untuk

menerima permintaan istri. Dalam konteks ini, maka ulama berbeda pendapat ada yang MEMBOLEHKAN dan ada yang MELARANG. Walla