KATA PENGANTAR - · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini...

109

Transcript of KATA PENGANTAR - · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini...

Page 1: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar
Page 2: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar
Page 3: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya

berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 8 Nomor 2

Tahun 2014 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir dihadapan pembaca sebagai wadah

bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu

pendidikan khususnya pendidikan kimia.

Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya

yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,

akademisi, pengamat, praktisi dibidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi

menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk

tulisan dan dimasukkan kedalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi

yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan

pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di

lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan

relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk

memajukan pendidikan di tanah air.

Semoga kehairan jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali

hingga keakar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yang bergerak

dibidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini di

masa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan

senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan

mutu jurnal.

Ketua Penyunting

Page 4: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar
Page 5: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

DAFTAR ISI

Penerapan Media Chemscool dengan Metode Guided Note Taking pada Pemahaman

Konsep Siswa

Kartika Prabowowati* Dan Subiyanto Hadisaputro (1319 – 1329)

Uji Kriteria Instrumen Penilaian Hasil Belajar Kimia

Ana Yustika*, Eko Budi Susatyo Dan Murbangun Nuswowati (1330 – 1339)

Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan Modul dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep

Dan Keterampilan Generik Sains

Dwi Septiani*, Woro Sumarni Dan Saptorini (1340 – 1350)

Implementasi Pembelajaraan Kontekstual dengan Strategi Percobaan Sederhana

Berbasis Alam Lingkungan Siswa Kelas X

Lita Lilia* Dan Antonius Tri Widodo (1351 – 1359)

Keefektifan Strategi Project Based Learning Berbantuan Modul pada Hasil Belajar

Kimia Siswa

Retha Aliefyan Rose* Dan Agung Tri Prasetya (1360 – 1369)

Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer Bervisi Sets terhadap

Peningkatan Penguasaan Konsep Kimia

Ilam Pratitis* Dan Achmad Binadja (1370 – 1379)

Pengembangan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada

Materi Asam Basa

Nunung Fika Amalia* Dan Endang Susilaningsih (1380 – 1389)

Penerapan Praktikum Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains

Siswa

Ria Rahmawati*, Sri Haryani Dan Kasmui (1390 – 1397)

Keefektifan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Berbantuan Lembar Kerja Siswa

pada Pembelajaran Kimia

Tresnoningtias Mutiara Anisa*, Kasmadi Imam Supardi, Dan Sri Mantini Rahayu

Sedyawati (1398 – 1408)

Pembelajaran Praktikum Berorientasi Proyek untuk Meningkatkan Keterampilan

Proses Sains dan Pemahaman Konsep

Tri Winarti* Dan Sri Nurhayati (1409 – 1420)

Page 6: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar
Page 7: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1319

PENERAPAN MEDIA CHEMSCOOL DENGAN METODE

GUIDED NOTE TAKING PADA PEMAHAMAN KONSEP SISWA

Kartika Prabowowati* dan Subiyanto Hadisaputro

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan media Chemscool dan lembar kerja Guided Note Taking serta mengetahui tanggapan siswa dan guru terhadap media dan lembar kerja yang digunakan pada materi konsep redoks. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3-X5 pada suatu SMA di Magelang tahun ajaran 2013/2014. Pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas X3 sebagai kelas kontrol, X4 sebagai kelas uji coba, dan kelas X5 sebagai kelas eksperimen. Variabel yang diteliti adalah pemahaman konsep siswa, dengan desain eksperimen control-group pretest-posttest. Pada analisis awal, kedua kelompok variansi sama, berdistribusi normal, dan rata-rata nilai sama. Analisis akhir menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep siswa dan respon yang positif dari guru maupun siswa. Hasil analisis kelas eksperimen untuk uji N-Gain 75,25% dan uji ketuntasan belajar klasikal 90,63%. Kelas kontrol untuk uji N-Gain 67,86% dan uji ketuntasan belajar klasikal 78,13%. Simpulan yang diperoleh adalah dengan pembelajaran dengan media Chemscool dan lembar kerja Guided Note Taking dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa serta guru dan siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap media dan lembar kerja.

Kata kunci: chemscool, guided note taking, pemahaman konsep

ABSTRACT

The study aims to determine the ability of students’ conceptual understanding after learning with Chemscool media and Guided Note Taking worksheet, and also to know students and teachers response to Chemscool media and Guided Note Taking worksheet used in the redox concept. The population in this study is X3-X5 grade in Senior High School in Magelang at academic year 2013/2014. By using cluster random sampling technique, it gained X3 as control class, X4 as a test class, and X5 as experiment class. Control variables in this study are students’conceptual understanding which the design of control-group pretest-posttest experimental. Aa preliminary analysis, the two groups have equal variance, normal distribution and the same of average value. Final analysis showed an increase in students' conseptual understanding and a positive response from teachers and students. Based on the N-Gain test and mastery learning test of experimental class got 75.25 % and 90.63 % and control class got 67.86 % and 78.13 %. The conclusions in this study: prove that learning with media Chemscool and Guided Note Taking worksheet can improve students' conceptual understanding and Teachers and students gave positive responses to the media and worksheets.

Keywords: chemscool, guided note taking, conceptual understanding

Page 8: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1320 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329

PENDAHULUAN

Kimia merupakan ilmu yang termasuk

dalam rumpun IPA selain matematika, fisika,

dan biologi. Ada dua hal yang berkaitan

dengan kimia yang tidak dapat terpisahkan,

yaitu kimia sebagai produk dan kimia

proses. Bagi sebagian besar siswa SMA,

kimia sering dianggap sebagai satu bidang

yang sulit. Kesulitan pembelajaran kimia

terletak pada kesenjangan yang terjadi

antara pemahaman konsep dan penerapan

konsep yang ada sehingga menimbulkan

asumsi sulit untuk mempelajari dan me-

ngembangkannya. Pembelajaran kimia di

sekolah bertujuan menguasai standar kom-

petensi yang telah ditetapkan, oleh karena

itu pembelajaran kimia harus dibuat lebih

menarik dan mudah dipahami, karena kimia

lebih membutuhkan pemahaman dari pada

penghafalan berbagai rumus yang begitu

banyak. Salah satu cara untuk meng-

antisipasi hal tersebut yaitu perlu di dukung

media pembelajaran yang sesuai.

Hamalik, (2012) mengemukakan

bahwa pemakaian media pembelajaran

dalam proses belajar mengajar dapat

mengurangi kekacauan dalam penafsiran

materi, memusatkan perhatian siswa saat

kegiatan belajar mengajar, membangkitkan

keinginan dan minat yang baru,

membangkitkan motivasi pembelajaran,

serta menciptakan lingkungan belajar yang

menyenangkan. Oyedele, et al. (2013)

dalam penelitiannya menemukan bahwa

Educational Media and Technology (EMT)

sangat penting dalam membantu proses

pembelajaran dan sangat efektif digunakan

dalam menyampaikan pesan kepada siswa.

Pfister, et al., (2006) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa multimedia adalah alat

yang ampuh bagi guru untuk memberikan

siswa-siswa mereka tentang common

experiences.

Pemahaman konsep terhadap suatu

materi pelajaran memerlukan kemampuan

generalisasi serta abstraksi yang cukup

tinggi, sehingga pemahaman konsep siswa

masih lemah (Nizarwati, et al., 2009). Agar

penguasaan konsep menjadi lebih baik,

perlu ditunjang dengan media pembelajaran

yang digunakan dan situasi pembelajaran

yang baik. Untuk menghasilkan proses pem-

belajaran yang dapat menjadikan pengua-

saan konsep lebih baik, maka harus dipilih

metode pembelajaran yang tepat untuk

membantu memperlancar penggunaan

media pembelajaran yang digunakan.

Metode pembelajaran yang dapat dipilih

adalah Guided Note Taking atau catatan

terbimbing, yaitu salah satu metode

pendukung dari pengembangan metode

pembelajaran kooperatif. Abdullah dan

Syariff (2008) dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa metode pembelajaran

kooperatif efektif dalam meningkatkan

penalaran ilmiah dan pemahaman

konseptual bagi siswa dari semua

kemampuan penalaran.

Media pembelajaran yang digunakan

disebut Chemscool (chemistry is cool).

Media ini merupakan media baru dan dibuat

dengan perpaduan flash dan power point

yang berisi materi pelajaran, kuis, soal

latihan, animasi bergerak, dan simulasi.

Desain dari media ini sangat berwarna-

warni. Tujuannya untuk meningkatkankan

daya tarik dan antusiasme siswa terhadap

Page 9: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1321

materi. Konsep kunci dalam pembelajaran

multimedia adalah beban kognitif

(Chambers, et al., 2006). Sehingga

penggunaan media Chemscool ini

menitikberatkan pada kemampuan kognitif

siswa saja.

Menurut Suprijono, (2009) metode

catatan terbimbing adalah metode

pembelajaran yang dapat dikembangkan

untuk membangun stock of knowledge

siswa. Jacobs, (2008) membandingkan dua

metode catatan yaitu Guided Notes dan

Cornell Notes yang menghasilkan data

kenaikan hasil belajar menggunakan Guided

Notes lebih besar dibandingkan Cornell

Notes yaitu dari 51% menjadi 84%. Lembar

kerja Guided Note Taking yang dibuat dalam

lembar kerja yang akan diisi secara individu

oleh siswa. Lembar kerja ini diisi saat

kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Ketika guru menjelaskan materi di kelas,

siswa memperhatikan guru dan media

sambil mengisi lembar kerja tersebut.

Lembar kerja ini berisi materi dan latihan

soal yang saling berkesinambungan.

Penggabungan antara media pem-

belajaran Chemscool dengan Guided Note

Taking diharapkan dapat menjadi suatu

model pembelajaran yang memberikan efek

positif kepada siswa yaitu dapat me-

ningkatkan pemahaman konsep siswa.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

kemampuan pemahaman konsep siswa

setelah mendapatkan pembelajaran meng-

gunakan media Chemscool dengan

berbantuan Guided Note Taking dan

tanggapan siswa dan guru terhadap media

pembelajaran Chemscool dengan berban-

tuan Guided Note Taking.

METODE

Penelitian ini menggunakan pen-

dekatan kuantitatif dengan metode pene-

litian eksperimen. Penelitian eksperimen ini

menggunakan desain true experimental

dengan tipe pretest-posttest control group

design. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian yaitu teknik

cluster random sampling. Metode pengum-

pulan data pada penelitian ini menggunakan

metode wawancara, observasi, tes, dan

angket respon. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah angket respon

siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta

lembar validasi media dan lembar kerja.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

pembelajaran menggunakan media Chem-

scool dan lembar kerja Guided Note Taking

pada kelas eksperimen dan pem-belajaran

menggunakan power point pada kelas

kontrol terhadap materi konsep redoks.

Sedangkan variabel terikatnya adalah

pemahaman konsep siswa.

Validasi media dan lembar kerja

menggunakan penilaian validator. Media

dan lembar kerja valid apabila telah

dinyatakan dalam kriteria baik atau sangat

baik oleh validator, sehingga dapat digu-

nakan untuk uji coba sebelum digunakan

untuk penelitian. Analsis data awal

menggunakan nilai ujian akhir semester

gasal yaitu uji normalitas, homogenitas, dan

kesamaan rata-rata. Analisis data akhir

menggunakan nilai postes siswa yaitu uji

normalitas, kesamaan varians, perbedaan

dua rata-rata, N-Gain, uji hipotesis, dan uji

ketuntasan belajar.

Page 10: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1322 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data awal

sebagai syarat untuk teknik pengambilan

sampel, cluster random sampling, yaitu uji

normalitas dan homogenitas. Diperoleh hasil

bahwa populasi berdistribusi normal dan

memiliki homogenitas yang sama, sehingga

memenuhi syarat untuk dijadikan sampel

dalam penelitian. Selain itu, juga dilakukan

uji kesamaan rata-rata dan diperoleh hasil

bahwa tidak ada perbedaan rata-rata dari

populasi. Berdasarkan pengambilan sampel

secara acak terpilih kelas X3 sebagai kelas

kontrol dan kelas X5 sebagai kelas

eksperimen.

Selain analisis data awal, dilakukan

uji coba instrumen penelitian di kelas X4

yaitu media pembelajaran Chemscool,

lembar kerja Guided Note Taking, dan

angket tanggapan serta melalukan validasi

untuk media dan lembar kerja kepada

validator. Hasil analisis bahwa angket

pembelajaran untuk kelas eksperimen layak

digunakan, dengan masing-masing relia-

bilitas untuk angket yaitu reliabilitas angket

pembelajaran 0,77761; reliabilitas angket

media pembelajaran Chemscool 0,85978;

dan reliabilitas angket lembar kerja Guided

Note Taking 0,8132. Masing-masing

reliabilitas harganya lebih dari 0,7 ini berarti

reliabilitasnya sangat tinggi dan layak untuk

digunakan kembali. Hasil analisis validasi

diperoleh media Chemscool dan lembar

kerja Guided Note Taking dapat digunakan

untuk penelitian tanpa revisi.

Analisis data akhir dilakukan untuk

menjawab hipotesis yang telah dikemuka-

kan. Data yang digunakan dalam analisis

data akhir adalah nilai posttest, sedangkan

nilai pretest digunakan untuk mengetahui

keadaan awal kelas eksperimen maupun

kontrol. Analisis data akhir nilai pretest

menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal dan memiliki varians yang sama.

Data nilai pretest baik kelas eksperimen

maupun kontrol berasal dari keadaan yang

sama yaitu nilai rata-rata kelas di bawah

KKM, tidak ada satupun siswa yang

mendapat nilai tuntas, dan nilai tertinggi

hanya pada sampai nilai 53. Data nilai

posttest baik kelas eksperimen maupun

kontrol menunjukkan nilai rata-rata kelas

sudah melebihi nilai KKM, nilai tertinggi 100

diperoleh kelas eksperimen, nilai terendah

63 diperoleh kelas kontrol, dan jumlah siswa

yang tuntas ada 29 (kelas eksperimen) dan

25 (kelas kontrol) dari jumlah total masing-

masing kelas 32 anak. Data hasil belajar

kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Sumber Variansi Kelas Experiment Kelas Kontrol

Pretest Posttest Pretest Posttest

Rata-rata 31 84 32 78 Simpangan Baku 10,151 7,822 9,904 7,506 Nilai Tertinggi 53 100 50 93 Nilai Terendah 17 67 13 63 Rentang 26 33 27 30 Banyak Siswa dengan Nilai Tuntas 0 29 0 25

Page 11: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1323

Berdasarkan hasil analisis data

diperoleh hasil yaitu adanya pengaruh positif

pembelajaran menggunakan media pem-

belajaran Chemscool dan lembar kerja

Guided Note Taking terhadap peningkatan

pemahaman konsep siswa. Untuk menge-

tahui pembelajaran di kelas eksperimen

lebih baik dari kelas kontrol maka dilakukan

uji perbedaan dua rata-rata pihak kanan,

dengan menggunakan rumus uji t dan

diperoleh hasil analisis harga thitung sebesar

2,6103 sedangkan harga t(0,975)(62) sebesar

1,999. Karena thitung lebih dari ttabel, maka

dapat dikatakan bahwa kelas eksperimen

lebih baik dari kelas kontrol.

Uji hipotesis dilakukan untuk me-

ngetahui pengaruh penerapan media

pembelajaran Chemscool dan lembar kerja

Guided Note Taking pada kelas eksperimen

menggunakan koefisien korelasi biserial (rb)

dan koefisien determinasi (KD). Dari hasil

analisis diperoleh koefisien korelasi biserial

sebesar 0,548 yang berarti berpengaruh

sedang terhadap pemahaman konsep

siswa. Harga KD yang diperoleh sebesar

30,06% yang berarti media pembelajaran

Chemscool dan lembar kerja Guided Note

Taking dapat mempengaruhi pemahaman

konsep siswa pada tingkat sedang.

Setelah dianalisis dengan uji hipo-

tesis, kemudian dilakukan uji ketuntasan

belajar. Berdasarkan hasil analisis ketun-

tasan belajar yang telah dilakukan kelas

eksperimen memperoleh ketuntasan se-

besar 90,625% dan kelas kontrol sebesar

78,125%. Hasil analisis membuktikan bahwa

kelas eksperimen sudah mencapai

ketuntasan belajar karena presentase

ketuntasan belajar klasikal yaitu sebesar

90,625% lebih besar dari 85% dari jumlah

siswa yang ada di kelas tersebut yang telah

mencapai ketuntasan individu.Ini dapat

membuktikan bahwa media Chemscool dan

lembar kerja Guided Note Taking dapat

memberikan manfaat yang jelas dan pasti

terhadap pembelajaran. Manfaat dari

Guided Notes lebih jelas dibanding

Completed Notes (Neef, et al., 2006).

Uji N-Gain dilakukan untuk menge-

tahui seberapa besar peningkatan pemaha-

man konsep kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan kelas

eksperimen mengalami peningkatan yang

tinggi karena harga N-Gain yang diperoleh

sebesar 0,753 atau 75,3%. Sedangkan

peningkatan kelas kontrol tergolong sedang

karena harga N-Gain yang diperoleh

sebesar 0,679 atau 67,9%.Dari kedua data

tersebut dapat diketahui pemahaman kon-

sep kelas eksperimen lebih tinggi dibanding

kelas kontrol. Selain itu, kelas eksperimen

memiliki harga N-Gain yang lebih besar dari

0,7 atau 70% sehingga dapat dikategorikan

dalam peningkatan yang tinggi. Tetapi untuk

kelas kontrol harga N-Gainnya kurang dari

0,7 atau 70% maka dikategorikan dalam

tahap sedang.

Belajar konsep merupakan hasil

utama pendidikan. Hasil analisis uji N-Gain

membuktikan adanya peningkatan pema-

haman konsep siswa baik di kelas

eksperimen maupun kelas kontrol. Belajar

konsep dapat membuat siswa sedang

belajar untuk memberikan satu respon

terhadap sejumlah stimulus (Dahar, 1996).

Belajar konsep dapat diketahui dengan

mengukur pada kemampuan kognitif siswa.

Kemampuan ini diperoleh dari hasil pretest-

Page 12: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1324 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329

posttest yang diberikan. Tingkat pencapaian

konsep yang diharapkan dari siswa, ter-

gantung pada kompleksitas dari konsep dan

tingkat perkembangan kognitif siswa.

Berdasarkan uji peningkatan pema-

haman konsep, rata-rata pemahaman

konsep kedua kelas meningkat, tetapi

peningkatan pemahaman konsep kelas

eksperimen lebih besar daripada kelas

kontrol. Peningkatan pada kelas eksperimen

disebabkan karena pembelajaran meng-

gunakan media Chemscool dan lembar kerja

Guided Note Taking sebagai salah satu

strategi pembelajaran untuk meningkatkan

hasil belajar. Ketepatan penggunaan

strategi pembelajaran turut menentukan

pencapain tujuan pembelajaran (Sodikin, et

al., 2009). Selain itu, dengan lembar kerja

Guided Note Taking siswa diarahkan dan

dibimbing dalam belajar sehingga tidak

terjadi miskonsepsi dalam pemahaman

konsep mereka. Pengarahan yang ber-

orientasi pada perubahan konsep siswa

mampu mengurangi kesalahpahaman siswa

terhadap konsep ilmiah (Baser, 2006).

Penggunaan media Chemscool dapat

meningkatkan antusiasme dan rasa ingin

tahu siswa dalam belajar. Media ini

digunakan untuk membantu penyampaian

materi yang akan diberikan kepada siswa.

Semuanya sudah terpaket menjadi satu dan

menjadi alat bantu dalam mengisi lembar

kerja Guided Note Taking yang diberikan

guru. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa

fungsi media adalah sebagai alat bantu

dalam kegiatan belajar mengajar (Hamalik,

2012).

Kesan pertama melihat media

Chemscool, dapat timbul rasa tertarik dan

antusiasme dalam belajar. Sehingga di-

dapatkan konsep-konsep baru yang

tersimpan dalam ingatan jangka panjang

mereka. Penggunaan media mampu untuk

merangsang pikiran, perasaan, perhatian,

dan kemauan siswa dalam suasana belajar

yang menyenangkan sehingga materi yang

disampaikan menjadi jelas dan meng-

hilangkan verbalisme (Supardi, et al., 2011).

Media ini juga mampu merangkul semua

tipe belajar siswa secara audio, visual, dan

kinestetik.

Media pembelajaran sebagai salah

satu komponen pembelajaran perlu dipilih

sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi

dengan efektif dan efisien. Penggunaan

media pembelajaran Chemscool dapat

mengefisienkan waktu karena dalam

pelaksanaannya pembelajaran yang seha-

rusnya dilakukan selama 10 jam pelajaran

hanya dapat terlaksana selama 8 jam

pelajaran. Tetapi dengan 8 jam pelajaran ini

media sudah mampu meningkatkan

pemahaman konsep siswa. Hal ini sesuai

dengan tujuan penggunaan mediayaitu

diharapkan dapat membantu guru mem-

percepat atau mempermudah untuk men-

capai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan (Arsyad, 2013).

Hasil analisis uji hipotesis dengan

koefisien korelasi biserial dan koefisien

determinasi membuktikan bahwa

penggunaan media Chemscool dan lembar

kerja Guided Note Taking dapat mem-

berikan pengaruh pada hasil belajar siswa

pada tingkat sedang. Ini terjadi karena

waktu pembelajaran yang kurang maksimal,

tetapi setidaknya penggabungan media dan

lembar kerja mampu meningkatkan pema-

Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000

6

Page 13: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1325

haman konsep siswa. Lembar kerja Guided

Note Taking yang digunakan dapat mem-

bantu penggunaan media secara efektif dan

efisien. Note Taking merupakan salah satu

solusi yang efektif dan efisen dalam

pembelajaran (Austin, et al., 2004).

Angket yang digunakan dalam

penelitian ada empat angket untuk siswa,

yaitu (1) angket pembelajan kelas kontrol,

(2) angket pembelajaran kelas eksperimen,

(3) angket media pembelajaran Chemscool,

dan (4) angket lembar kerja Guided Note

Taking, serta dua angket untuk guru, yaitu

(1) angket media pembelajaran Chemscool

dan (2) angket lembar kerja Guided Note

Taking. Angket ini digunakan sesuai dengan

tujuan pembelajaran yaitu untuk mengetahui

bagaimana tanggapan siswa dan guru

mengenai pembelajaran yang dilaksanakan

dan media yang digunakan.

Angket tanggapan guru diberikan

kepada dua guru kelas yang mengampu

kelas X. Berdasarkan hasil analisis, guru

memberikan respon yang baik terhadap

media pembelajaran dan lembar kerja yang

digunakan. Secara garis besar media

pembelajaran Chemscool dan lembar kerja

Guided Note Taking mudah digunakan

dalam pembelajaran. Materinya runtut dan

mudah dipahami. Penggunaan media dan

lembar kerja ini dapat mengefektifkan

pembelajaran dan mengefisienkan waktu

pembelajaran atau dengan kata lain dapat

membantu guru dalam menyampaikan

materi dengan baik kepada siswa. Guru

memberikan tanggapan yang positif dari

setiap indikator yang ada dalam angket

media Chemscool maupun lembar kerja

Guided Note Taking.

Angket pembelajaran dalam kelas

kontrol, berdasarkan hasil analisis siswa

sebenarnya tertarik dengan pembelajaran

kimia. Dari data angket tanggapan dapat

dperoleh hasil bahwa siswa menjadi aktif

dalam pembelajaran dan kegiatan pem-

belajaran yang dilakukan dapat membantu

untuk memahami masalah terhadap materi

kimia. Pernyatan 1 sampai 13 diperoleh

presentase siswa memilih sangat setuju

sebesar 47%, 6%, 16%, 47%, 44%, 38%,

22%, 16%, 44%, 53%, 53%, 31%, dan 16%

dengan jumlah rata-rata 33%. Pernyatan 1

sampai 12 diperoleh presentase siswa

memilih setuju sebesar 53%, 41%, 72%,

44%, 47%, 53%, 63%, 53%, 53%, 38%,

41%, 59%, dan 69% dengan jumlah rata-

rata 53%. Sisanya 13% memilih tidak setuju

dan 1% memilih sangat tidak setuju. Hasil ini

membuktikan penelitian Chambers, et al.,

(2005) bahwa multimedia mampu mem-

berikan pemahaman verbal dan visual siswa

trhadap materi pembelajaran baru. Untuk

presentase jumlah responden tiap pernya-

taan dapat dilihat pada Gambar 1.

7

Page 14: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1326 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329

Gambar 1. Angket tanggapan siswa kelas kontrol terhadap pembelajaran

Angket pembelajaran dalam kelas

eksperimen, berdasarkan hasil analisis

siswa banyak yang tertarik dengan mata

pelajaran kimia. Mereka juga menyukai

media pembelajaran yang digunakan.

Lembar kerja yang diberikan juga mereka

manfaatkan dengan baik. Strategi

pembelajaran yang digunakan dapat

mengoptimalkan kegiatan belajar mereka

dan mampu meningkatkan pemahaman

konsep mereka. Siswa memberikan

tanggapan yang positif dari setiap indikator

yang ada dalam angket. Pernyatan 1

sampai 13 diperoleh presentase siswa

memilih sangat setuju sebesar 38%, 25%,

3%, 31%, 6%, 9%, 28%, 9%, 28%, 28%,

34%, 34%, dan 9% dengan jumlah rata-rata

22%. Pernyatan 1 sampai 12 diperoleh

presentase siswa memilih setuju sebesar

63%, 63%, 75%, 63%, 63%, 65%, 66%,

56%, 66%, 63%, 66%, 56%, dan 69%

dengan jumlah rata-rata 64%. Sisanya 14%

memilih tidak setuju dan 0% memilih sangat

tidak setuju. Hasil ini membuktikan

penelitian Chambers, et al., (2005) bahwa

multimedia yang digunakan guru dapat

menyediakan pengembangan profesional

just in time pada anak-anak dan

menunjukkan peningkatan kemampuan

siswa yang belajar dengan menggabungkan

media dan pembelajaran kooperatif. Untuk

presentase jumlah responden tiap

pernyataan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Angket tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran

Page 15: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1327

Hasil analisis angket media

pembelajaran Chemscool, sebagai media

baru, siswa juga memberikan tanggapan

yang positif. Menurut mereka media tersebut

menarik, materinya runtut, mudah diguna-

kan, dan sangat membantu meningkatkan

pemahaman konsep mereka. Siswa

memberikan tanggapan yang positif dari

setiap indikator yang ada dalam angket

media Chemscool. Pernyatan 1 sampai 12

diperoleh presentase siswa memilih sangat

setuju sebesar 25%, 22%, 34%, 16%, 31%,

25%, 44%, 28%, 25%, 22%, 41%, dan 28%

dengan jumlah rata-rata 28%. Pernyatan 1

sampai 12 diperoleh presentase siswa

memilih setuju sebesar 59%, 69%, 44%,

72%, 59%, 66%, 50%, 63%, 50%, 66%,

56%, dan 50% dengan jumlah rata-rata

59%. Sisanya 13% memilih tidak setuju dan

0% memilih sangat tidak setuju. Hal ini

membuktikan penelitian yang dilakukan

Salman, et al,. (2011) bahwa media baru

atau media alternatif di sisi lain memiliki

karakteristik yang sangat berbeda dan dapat

digunakan untuk komunikasi dan distribusi

pesan sehingga tidak terjadi miskonsepsi.

Untuk presentase jumlah responden tiap

pernyataan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Angket tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap media Chemscool

Hasil analisis angket lembar kerja

Guided Note Taking juga sangat baik. Hal ini

terbukti bahwa lembar kerja ini mampu

membantu meningkatkan pemahaman

konsep mereka dan mengefektifkan pem-

belajaran. Siswa tidak membutuhkan waktu

yang lama dalam mencatat setiap materi

yang disampaikan guru. Siswa memberikan

tanggapan yang positif dari setiap indikator

yang ada dalam angket lembar kerja Guided

Note Taking. Pernyatan 1 sampai 12

diperoleh presentase siswa memilih sangat

setuju sebesar 28%, 37%, 42%, 34%, 13%,

16%, 31%, 37%, 28%, 28%, 19%, dan 28%

dengan jumlah rata-rata 28%. Pernyatan 1

sampai 12 diperoleh presentase siswa

memilih setuju sebesar 56%, 50%, 53%,

53%, 81%, 78%, 56%, 56%, 59%, 62%,

56%, dan 59% dengan jumlah rata-rata

60%. Sisanya 12% memilih tidak setuju dan

0% memilih sangat tidak setuju. Hasil

membuktikan kembali penelitian Boch dan

Piolat (2005) bahwa Note Taking adalah alat

penting dalam transmisi informasi, misalnya

Page 16: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1328 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329

informasi dari buku dan guru yang diberikan

kepada siswa, yang membuat pembelajaran

semakin efektif dan menarik sehingga siswa

dapat memahami materi yang bisa membuat

mereka berhasil dalam belajar. Untuk

presentase jumlah responden tiap pernyata-

an dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Angket tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap lembar kerja GNT

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka dapat diambil

simpulan sebagai berikut: 1) Pembelajaran

dengan media pembelajaran Chemscool

dan lembar kerja Guided Note Taking dapat

meningkatkan pemahaman konsep siswa

sebesar 75,3% dan pengaruhnya sebesar

30,1%, 2) Siswa dan guru memberikan

tanggapan positif terhadap pembelajaran,

media pembelajaran Chemscool dan lembar

kerja Guided Note Taking. Terbukti dengan

harga reliabilitas yang tinggi untuk masing-

masing angket yang diberikan dan presen-

tase jumlah responden untuk setiap

pernyataan angket.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. dan Shariff, A., 2008, The

effects of inquiry-based computer simulation with cooperative learning on scientific thinking and conceptual understanding of gas law, Eurasia Journal of Mathematics, Science, dan Technology Education, Vol 4, No 4, Hal: 387-398.

Arsyad, A., 2013, Media Pembelajaran, Edisi revisi, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Austin, J.L., Lee, M., dan Carr, J.P., 2004, The effects of Guiged Notes on Undergraduate Students’ Recording at Lecture Content, Journal of Instructional Psychology, Vol 4, No 31, Hal: 314-320.

Baser, M., 2006, Effect of Conceptual Changeoriented Instruction on Students’ Understanding of Heat and Temperature Concept, Journal of Maltese Education Research, Vol 1, No 4, Hal: 64-79.

Boch, F., dan Piolat, A., 2005, Note Taking and Learning: a summary research, The WAC Journal, No 16, Hal: 101-113.

Page 17: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1329

Chambers, B., Cheung, A., Madden, N. A., Slavin, R. E., dan Gifford, R., 2006, Achievement Effects of Embedded Multimedia in a Succes for All Reading Program, Journal of Educational Psychology, Vol 1, No 98, Hal: 232-237.

Dahar, R.W., 1996, Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga.

Hamalik, O., 2012, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Jacobs, K., 2008, A Comparison of Two Note Taking Methods in a Secondary English Classroom, Proceedings of the 4

th Annual GRASP Symposium,

Wichita State University, Hal:119-120.

Neef, N.A., McCord, B.E., dan Ferreri, S.J., 2006. Effects of Guided Notes Versus Completed Notes During Lectures on College Students’ Duiz Performance, Journal of Applied Behavior Analysis, Vol 1, No 39, Hal: 123-130.

Nizarwati, Hartono, Y., dan Aisyah, N., 2009, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Konstruktivisme untuk Mengajarkan Konsep Perbandingan Trigonometri Siswa kelas X SMA, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 2, No 3, Hal: 57-72.

Oyedele, V., Rwambiwa, J., dan Mamvuto, A., 2013, Using Educational Media

and Technology in Teaching and Learning Processes: a case of trainee teachers at africa university, Academic Research International, Vol 1, No 4.

Pfister, C.C., White, D.L., dan Masingila, J.O., 2006, Using Multimedia Case Studies to Advance Pre-Service Tacher Knowing, International Education Journal, Vol 7, No 7, Hal: 948-956.

Salman, A., Ibrahim, F., Abdulloh, M.Y., Mustafa, N., dan Mahbob, M.H., 2011, The Impact of New Media on Traditional Mainstream Mass Media, The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal, Vol 3, No 16, Hal: 2-11.

Sodikin, Noersasongko, E., dan Pramudi, T.C.Y., 2009, Jurnal Penyesuaian dengan Modus Pembelajaran untuk Siswa SMK kelas X, Jurnal Teknologi Informasi, Vol 2, No 5, Hal: 740-754.

Supardi, Leonard, Suhendri, H., dan Rismudiyati, 2012, Pengaruh Media Pembelajaran dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa, Jurnal Formatif, Vol 1, No 2, Hal: 71-81.

Suprijono, A., 2012, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 18: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1330 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339

UJI KRITERIA INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR KIMIA

Ana Yustika*, Eko Budi Susatyo dan Murbangun Nuswowati

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hasil uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar kimia kelas XI. Uji kriteria tersebut dilaksanakan melalui analisis validitas butir, indeks kesukaran, jenjang soal, efektifitas distractor dan reliabilitas soal Ujian Akhir Semester (UAS) Gasal tahun ajaran 2013/2014 mata pelajaran kimia. Sebagai sekolah sampel digunakan Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Ambarawa dan Madrasah Aliyah (MA) Negeri Suruh. Bentuk soal yang dianalisis adalah pilihan ganda, dengan total soal sebanyak 40 butir. Berdasarkan hasil uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar di salah satu SMA Negeri di Ambarawa, diketahui bahwa sebanyak 27 butir soal tergolong valid dengan jenjang soal C1/pengetahuan sampai dengan C3/aplikasi. Terdapat 3 butir soal sukar, 12 butir soal sedang, dan 25 butir soal mudah. Dari total 160 butir distractor yang digunakan, 89 butir diantaranya tergolong efektif. Instrumen tergolong reliabel karena memiliki koefisien reliabilitas 0,70. Sedangkan untuk hasil uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar di salah satu MA Negeri Suruh, sebanyak 28 butir soal tergolong valid dengan jenjang soal C1/pengetahuan sampai dengan C4/analisis.Terdapat 10 butir soal sedang dan 30 butir soal mudah. Distractor (pengecoh) yang tergolong efektif berjumlah 91 butir. Instrumen tergolong reliabel karena memiliki koefisien reliabilitas 0,81. Kata kunci: instrumen, kriteria, penilaian

ABSTRACT

This research was conducted with descriptive method to determine the results of assessment criteria for learning outcomes instrument in chemistry subject of class XI. The test include the analysis of the validity, difficulty index, level of matter, distractor effectiveness and reliability of the odd semester final examination in the academic year 2013/2014 chemistry subjects at a Public Senior High School of Ambarawa and a Public Islamic Senior High School of Suruh. Form of matter that is analyzed is multiple choice, with total 40 items. Based on the test results in Public Senior High School of Ambarawa, it is known that 27 items valid, by about C1/know up to C3/apply level. There are 3 tems was difficult, 12 items medium, and 25 items easy. Of the total 160 existing distractor items, 89 items classified distractor effective. Instruments classified as reliable because it has a reliability coefficient of 0.70. While the test results in Public Islamic Senior High School of Suruh, 28 items were classified as valid items by about C1/know up to C4/analyze level. There are 10 items was medium and 30 items easy. Effective distractor was 91 items. Instruments classified as reliable because it has a reliability coefficient of 0.81.

Keywords: assessment, criteria, instrument

PENDAHULUAN

Ujian Akhir Semester (UAS) meru-

pakan alat evaluasi pendidikan yang diguna-

kan guru untuk mengetahui tingkat penca-

paian kompetensi siswa di akhir pembelajar-

an. Sebagai alat evaluasi pendidikan, paling

tidak UAS memiliki empat fungsi yaitu (1)

Page 19: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1331

untuk membantu guru dalam mengevaluasi

siswa; (2) untuk menaksir apakah siswa

benar-benar memahami pembelajaran

seperti yang diharapkan; (3) untuk memo-

tivasi siswa; dan (4) untuk membantu siswa

dalam usaha atau karya bidang akademik

(Jandaghi dan Fatemeh, 2008). Adapun

berbagai macam bentuk soal yang dapat

digunakan untuk menaksir pengusaan

materi siswa, diantaranya dengan ujian

jawaban bebas (pertanyaan essai panjang,

pertanyaan dengan jawaban singkat, perta-

nyaan essai modifikasi), pertanyaan pilihan

ganda, tes individu, dan tes kelompok.

Namun, pada dasarnya tidak ada bentuk

soal yang lebih unggul dibandingkan yang

lain (Khan dan Badr, 2011).

Bentuk soal pilihan ganda meru-

pakan soal yang umum digunakan pada

UAS. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Zaman, et al., (2010) bahwa penggunaan

soal pilihan ganda sebagai alat evaluasi

pendidikan merupakan tren yang umum

digunakan di seluruh dunia. Penggunaan tes

pilihan ganda ternyata memiliki banyak

keuntungan, diantaranya banyak sekali

materi yang dapat dicakup (Suharsimi,

2009) dan sistem skoringnya sangat mudah

serta reliabel. Selain itu, untuk menilai hasil

tes pilihan ganda, guru juga bisa meng-

gunakan program komputer (Khan dan

Badr, 2011).

Uji kriteria instrumen penilaian hasil

belajar melalui analisis butir soal penting

dilaksanakan untuk mengetahui baik

tidaknya butir-butir soal yang diujikan untuk

mengukur kemampuan siswa. Hal ini

didukung oleh Purwati dan Irni (2009) yang

menyatakan bahwa analisis butir soal atau

analisis item adalah pengkajian pertanyaan-

pertanyaan tes agar diperoleh perangkat

pertanyaan yang memiliki kualitas yang

memadai. Selain itu, analisis butir soal ini

digunakan untuk mengamati karakteristik

khusus dari butir-butir soal dan digunakan

untuk menjamin bahwa pertanyaan yang

diberikan sesuai dengan materi ujian

(Zaman, et al., 2010).

` Analisis butir soal yang dilaksanakan

dalam penelitian ini mencakup beberapa

hal, diantaranya adalah analisis validitas

butir, indeks kesukaran, jenjang soal, efek-

tifitas distractor dan reliabilitas instrumen

penilaian hasil belajar. Validitas adalah

ketepatan interpretasi hasil prosedur

pengukuran (Ratnaningsih, 2011). Validitas

butir menandai bahwa butir tes dapat

menjalankan fungsi dan pengukurannya

dengan baik. Hal ini diketahui dari seberapa

besar peran yang diberikan oleh butir soal

tes tersebut dalam mencapai skor seluruh

tes (Nuswowati, et al., 2010).

Selain valid, tes juga harus tetap

apabila digunakan beberapa kali. Karak-

teristik ini biasanya disebut sebagai

reliabilitas (Jandaghi dan Fatemeh, 2008).

Ajeg yang dimaksudkan disini bukan berarti

harus sama, tetapi sama dalam kedudukan

siswa di antara anggota kelompok yang lain.

Reliabilitas sebuah instrumen harus

memenuhi minimal 0,70 (Suparji, 2010).

Berdasarkan penelitian, disebutkan

bahwa indeks kesukaran merupakan alat

yang sangat baik digunakan untuk menilai

kualitas soal tipe pilihan ganda (Patel dan

Neeraj, 2013). Indeks kesukaran merupakan

Page 20: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1332 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339

bilangan yang menunjukkan sukar dan

mudahnya suatu soal. Soal yang baik

adalah soal yang tidak terlalu mudah atau

tidak terlalu sukar. Soal dengan indeks

kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu

terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 me-

nunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah

(Suharsimi, 2009).

Berkenaan dengan analisis me-

ngenai proporsi setiap jenjang pada kedua

paket soal UAS, peneliti menggunakan

taksonomi Bloom versi terbaru menurut

Peggy Dettmer. Di dalam taksonomi Bloom

versi terbaru ini dikenal 8 jenjang (level)

dalam ranah kognitif. Jenjang tersebut

diantaranya pengetahuan (C1), pemahaman

(C2), aplikasi (C3), analisis (C4), evaluasi

(C5), dan sintesis (C6), imajinasi (C7) dan

kreasi (C8). Berdasarkan taksonomi

tersebut, dapat dikatakan bahwa soal

dengan jenjang C4 sampai C8 merupakan

soal-soal berpikir tingkat tinggi. Semakin

banyak jenjang soal tingkat tinggi tersebut,

semakin baik pula kualitas soal.

Dengan menganalisis butir soal,

dapat pula ditentukan baik tidaknya

pengecoh (distractor) yang dibuat oleh guru.

Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali

oleh testee berarti bahwa pengecoh itu

jelek. Suatu distractor dapat dikatakan

berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh

5% pengikut tes (Suharsimi, 2009:220).

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana hasil uji kriteria

instrumen penilaian hasil belajar di SMA

Negeri 1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh,

yang dilaksanakan melalui analisis butir soal

Ujian Akhir Sekolah (UAS) kimia kelas XI

semester gasal tahun ajaran 2013/2014.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui hasil uji kriteria instrumen

penilaian hasil belajar di SMA Negeri 1

Ambarawa dan MA Negeri Suruh, yang

dilaksanakan melalui analisis butir soal Ujian

Akhir Sekolah (UAS) kimia kelas XI

semester gasal tahun ajaran 2013/2014.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan

metode deskriptif untuk mengetahui hasil uji

kriteria instrumen penilaian hasil belajar

kimia kelas XI. Metode ini dimulai dengan

mengumpulkan data, menganalisis data dan

menginterprestasikannya (Suryana, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah

instrumen penilaian hasil belajar kimia kelas

XI di SMA/MA Negeri di Kabupaten

Semarang. Teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah purposive sampling,

yaitu pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu, berkaitan de-

ngan seseorang yang mempunyai informasi

yang diperlukan sehingga memudahkan

peneliti menjelajahi objek yang diteliti

(Arifianti, 2013). Adapun sampel yang

diambil adalah instrumen penilaian hasil

belajar kimia kelas XI di SMA Negeri 1

Ambarawa dan MA Negeri Suruh.

Metode pengambilan data dalam

penelitian ini menggunakan metode doku-

mentasi. Data-data yang diambil mencakup

lembar kisi-kisi, soal UAS kimia kelas XI

semester gasal tahun ajaran 2013/2014

yang terdiri atas 40 soal tipe pilihan ganda

dan lembar jawaban siswa. Lembar jawaban

yang dianalisis dalam uji kriteria instrumen

penilaian hasil belajar kimia ini adalah

Page 21: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1333

lembar jawaban siswa kelas XI IPA 4 SMA

Negeri 1 Ambarawa dan XI IPA 1 MA Negeri

Suruh.Dengan demikian, materi penelitian

adalah seluruh materi kimia kelas XI IPA

yang diujikan dalam soal UAS di kedua

sekolah tersebut. Adapun variabel yang

diteliti dalam uji kriteria instrumen penilaian

hasil belajar iniadalah validitas butir, indeks

kesukaran, jenjang soal, efektifitas distractor

dan reliabilitas instrumen.

Data-data penelitian yang sudah

dikumpulkan selanjutnya digunakan untuk

uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar,

yaitu dengan menganalisis butir soal.

Analisis butir soal yang dilaksanakan dalam

penelitian ini mencakup beberapa hal, di-

antaranya adalah analisis validitas butir,

indeks kesukaran, jenjang soal, efektifitas

distractor dan reliabilitas instrument. Analisis

jenjang soal dilaksanakan berdasarkan

ranah kognitif dalam taksonomi Bloom versi

terbaru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji validitas butir soal UAS mata

pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Ambarawa

menunjukkan bahwa dari 40 butir soal yang

diujikan, ternyata terdapat 27 butir soal yang

valid dan 13 butir soal yang tidak valid. Soal

yang tergolong valid, diantaranya adalah

soal-soal dengan nomor 2, 5, 6, 7, 8, 9, 14,

15, 16, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 31, 33,

34, 35, 36, 37, 38, 39, 40. Sedangkan soal

yang tidak valid, diantaranya adalah soal-

soal dengan nomor 1, 3, 4, 10, 11, 12, 13,

17, 19, 21, 26, 29, 30, 32. Adapun hasil uji

validitas butir soal di SMA Negeri 1

Ambarawa tersebut dapat dilihat pada

Tabel.1.

Tabel 1. Hasil uji validitas butir soal di salah satu SMA Negeri di Ambarawa

No Hasil Uji Kriteria Butir Soal No Soal

1 thitung > t tabel Valid 27 2, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 31, 33,

34, 35, 36, 37, 38, 39, 40

2 thitung < t tabel Tidak valid 13 1, 3, 4, 10, 11, 12, 17, 19, 21,

26, 29, 30, 32 Jumlah 40 40

Hasil uji validitas terhadap 40 butir soal

UAS kimia kelas XI tahun ajaran 2013/2014

di MA Negeri Suruh menunjukkan bahwa

28 butir soal yang valid dan 12 lainnya tidak

valid. Butir soal yang valid, yaitu soal nomor

1, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 19,

22, 23, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35,

36, 37, 38, 40, sedangkan 12 butir soal

lainnya yang tidak valid, yakni soal nomor

2, 4, 9, 13, 15, 18, 20, 21, 24, 27, 30, 39.

Adapun hasil uji validitas butir soal di MA

Negeri Suruh tersebut dapat dilihat pada

Tabel 2.

Page 22: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1334 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339

Tabel 2. Hasil uji validitas butir soal di MA Negeri Suruh

No Hasil Uji Kriteria Butir Soal No Soal

1 thitung > tkritis Valid 28

1, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 17,

19, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40

2 thitung < tkritis Tidak valid 12 2, 4, 9, 13, 15, 18, 20, 21, 24, 27,

30, 39 Jumlah 40 40

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2,

dapat dilihat bahwa jumlah soal yang valid

pada kedua sekolah melebihi separuh dari

total jumlah soal UAS yang diujikan. Dengan

demikian, sebagian besar soal sudah dapat

menjalankan fungsi dan pengukurannya

dengan baik. Hal ini dikarenakan persya-

ratan tes yang paling utama adalah valid

sehingga soal dapat digunakan untuk

mengukur hasil belajar siswa dengan tepat

(Nuswowati, et al., 2010). Ketika suatu tes

tidak memiliki validitas yang baik, ada dua

hal yang mungkin akan terjadi, yaitu: (1)

siswa tidak dapat menunjukkan kemampuan

mereka yang sebenarnya dikarenakan tidak

ada soal yang menguji kemampuan tersebut

dan (2) adanya pertanyaan-pertanyaan

yang tidak berhubungan sehingga

menyebabkan siswa tidak dapat menjawab

dengan benar (Jandaghi dan Fatemeh,

2008). Namun demikian, ternyata validitas

butir saja belum bisa digunakan untuk

menentukan kualitas suatu soal. Oleh

karenanya perlu diadakan analisis lain

seperti analisis indeks kesukaran,jenjang

soal, efektifitas distractor dan reliabilitas

instrumen.

Hasil uji analisis indeks kesukaran

soal UAS di SMA Negeri 1 Ambarawa

menunjukkan bahwa dari 40 butir soal yang

diujikan, terdapat 25 butir soal yang

tergolong mudah, yakni soal nomor 2, 3, 4,

6, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 28,

29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 40.

Adapun 12 soal tergolong sedang, yakni

soal nomor 1, 5, 7, 8, 10, 11, 20, 24, 25, 26,

27, 39 dan 3 soal lainnya tergolong sukar,

yakni soal nomor 9,21,35. Sedangkan hasil

analisis indeks kesukaran soal UAS di MA

Negeri Suruh menunjukkan hasil yang

berbeda. Terdapat 30 butir soal mudah,

dengan nomor soal 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12,

13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26,

27, 28, 29, 30, 31, 32, 35, 37, 38, 40 dan 10

butir soal sedang, dengan nomor soal 2, 4,

11, 14, 23, 24, 33, 34, 36, 39. Berdasarkan

hasil tersebut, terlihat bahwa sebagian

besar soal UAS di kedua sekolah tergolong

mudah. Sementara soal yang baik adalah

soal yang tidak terlalu mudah atau tidak

terlalu sukar (Suharsimi, 2009). Adapun

hasil uji analisis indeks kesukaran butir soal

UAS SMA Negeri 1 Ambarawa dan MA

Negeri Suruh dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 23: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1335

Gambar 1. Hasil analisis indeks kesukaran

Hasil analisis proporsi jenjang soal UAS di

SMA Negeri 1 Ambarawa menunjukkan

bahwa ada 7 butir soal yang termasuk

jenjang C1/pengetahuan, yakni soal nomor

1, 11, 21, 22, 30, 31, 32. Sementara

sebagian besar soal, yakni 30 dari 40 butir

soal UAS sekolah tersebut ternyata

termasuk dalam jenjang C2/ pemahaman,

yakni soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12,

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 24, 26,

28, 29, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40.

Adapun 3 soal lainnya yang termasuk

dalam jenjang C3/ aplikasi adalah soal

nomor 4, 25, 27.

Hasil analisis proporsi jenjang soal

terhadap 40 butir soal UAS MA Negeri

Suruh menunjukkan bahwa terdapat

jenjang soal C1/pengetahuan sampai

dengan C4/ analisis di dalamnya. Terdapat

5 butir soal yang termasuk dalam jenjang

C1/pengetahuan, yakni soal nomor 1, 2, 25,

29, 32. Selain itu, 30 butir soal termasuk

dalam jenjang C2/ pengetahuan, yakni soal

nomor 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,

15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26,

30, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 40. Sedangkan

untuk jenjang C3/ aplikasi ada 4 butir soal,

yakni soal nomor 4, 28, 38, 39 dan untuk

jenjang C4/ analisis hanya ada 1 butir soal,

yakni soal nomor 27. Adapun hasil analisis

proporsi jenjang soal UAS SMA Negeri 1

Ambarawa dan MA Negeri Suruh dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil analisis proporsi jenjang soal

SMA Negeri 1 Ambarawa

MA Negeri Suluh

SMA Negeri 1 Ambarawa

MA Negeri Suluh

Page 24: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1336 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339

Berdasarkan proporsi jenjang soal pada

Gambar 2, terlihat bahwa sebagian besar

soal UAS termasuk dalam jenjang C2. Hasil

analisis tersebut sesuai dengan hasil yang

memberikan informasi bahwa semua siswa

Indonesia ternyata hanya menguasai

pelajaran sampai level 3 saja. Padahal,

jenjang C2 bukan termasuk dalam kategori

soal berpikir tingkat tinggi dan tidak

melatihkan keterampilan berpikir siswa

(Lissa, et al., 2012). Yang termasuk dalam

soal berpikir tingkat tinggi adalah soal-soal

analisis, sintesis, dan evaluasi. Hal ini

berarti bahwa dari seluruh soal UAS kimia

kelas XI semester gasal tahun ajaran

2013/2014 di SMA Negeri 1 Ambarawa dan

MA Negeri Suruh hanya ada 1 soal saja

yang termasuk dalam soal berpikir tingkat

tinggi, yaitu soal dengan jenjang C4/

analisis.

Hasil analisis distractor soal UAS

kimia kelas XI di SMA Negeri 1 Ambarawa

menunjukkan bahwa 89 dari 160 butir

distractor termasuk dalam kriteria efektif,

sedangkan 71 butir yang lainnya

dinyatakan tidak efektif. Oleh karena jumlah

keseluruhan testee di kelas XI IPA 4 SMA

Negeri 1 Ambarawa ada 40 orang siswa,

maka distractor dinyatakan efektif atau

dapat menjalankan fungsinya dengan baik

apabila sekurang-kurangnya dipilih oleh 2

orang testee. Distractor efektif apabila

sekurang-kurangnya dipilih oleh 5% dari

seluruh peserta.

Hasil analisis distractorsoal UAS

kimia kelas XI di MA Negeri Suruh

menunjukkan bahwa sebanyak 91 dari 160

butir distractor termasuk dalam kriteria

efektif, sedangkan 69 butir yang lainnya

dinyatakan tidak efektif. Dalam hal ini,

testee pada kelas XI IPA 1 MA Negeri

Suruh berjumlah 21 orang siswa. Oleh

karenanya, distractor sudah bisa disebut

efektif apabila sekurang-kurangnya dipilih

oleh 1 orang testee. Adapun hasil uji

efektifitas distractor soal UAS SMA Negeri

1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hasil uji efektifitas distractor

Berdasarkan hasil uji efektifitas

distractor pada Gambar 3, sebanyak 89 butir

distractor soal UAS kimia kelas XI SMA

Negeri 1 Ambarawa dan 91 butir distractor

soal UAS kimia di MA Negeri Suruh yang

termasuk kategori distractor efektif telah

SMA Negeri 1 Ambarawa

MA Negeri Suluh

Page 25: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1337

menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu

dapat mengecoh testee, khususnya yang

berkemampuan rendah sehingga memilih

distractor sebagai jawaban yang benar

(Widyantoro, et al., 2009).

Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang

telah dilaksanakan, diperoleh koefisien

reliabilitas instrumen untuk SMA Negeri 1

Ambarawa dan MA Negeri Suruh berturut-

turut sebesar 0,70 dan 0,81. Ini artinya

bahwa paket soal UAS tersebut reliabel,

karena menurut Suparji (2010), tes

dikatakan reliabel jika koefisien

reliabilitasnya lebih dari 0,70. Dengan

demikian, kapanpun soal UAS SMA Negeri

1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh tersebut

digunakan akan memberikan hasil ukur

yang sama (Djanuarsih, 2012).

Uji kriteria instrumen penilaian hasil

belajar kimia yang dilaksanakan di SMA

Negeri 1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh

ini didukung pula dengan adanya 2 macam

data angket, yaitu data angket respon guru

terhadap prinsip penilaian hasil belajar

siswa dan angket keterbacaan soal.

Pengadaan angket ini bertujuan untuk

mengetahui adakah pengaruh respon guru

dan tingkat keterbacaan soal terkait hasil uji

kriteria instrumen penilaian hasil belajar

yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil

analisis, ternyata dalam pembuatan soal

UAS, guru pengampu mata pelajaran kimia

kelas XI IPA 4 SMA di Negeri 1 Ambarawa

dan kelas XI IPA 1 di MA Negeri Suruh tidak

melakukan uji coba soal, analisis butir soal,

ataupun perhitungan reliabilitas instrumen

tes. Guru enggan melaksanakan analisis

butir soal tes karena: (1) tidak ada tuntutan

sehingga dapat diabaikan; (2) tidak memiliki

waktu luang karena jam mengajarnya penuh

sebab menganilis butir soal tes memerlukan

waktu ekstra cukup banyak; (3) belum

mengetahui manfaat dari menganalisis butir

soal-soal tes, karena soal yang hampir sama

untuk siswa tahun lalu hasilnya bagus tetapi

untuk siswa tahun sekarang kurang

memuaskan; (4) tidak mengetahui cara-cara

menganalisis butir soal-soal tes; dan (5)

menganggap bahwa soal yang telah

dianalisis dan digunakan kembali untuk tes

tidak bermanfaat, karena sudah menjadi

kebiasaan bahwa soal tes dibagikan kepada

siswa dan siswa belajar dari soal tersebut

(Widodo, 2010).

Angket tingkat keterbacaan soal yang

diisi oleh seluruh siswa kelas XI IPA 4 SMA

Negeri 1 Ambarawa dan kelas XI IPA 1 MA

Negeri Suruh memberikan hasil yang baik.

Dalam hal ini, tingkat keterbacaan soal UAS

di kedua sekolah tergolong bagus, karena

bahasa yang digunakan jelas dan mudah

dipahami. Akan tetapi, penggunaan bentuk

negatif (seperti kecuali dan bukan) pada

kedua paket soal UAS sama-sama tidak

ditandai dengan cetak miring. Sebagaimana

yang disampaikan oleh Suharsimi (2009),

salah satu kriteria soal bentuk pilihan ganda

yang baik adalah penggunaan tanda cetak

miring pada bentuk-bentuk negatif tersebut

sehingga tidak membingungkan siswa.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat

dikatakan bahwa tingkat keterbacaan soal

tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil

analisis butir soal yang dilaksanakan.

Page 26: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1338 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339

SIMPULAN

Berdasarkan hasil uji kriteria

instrumen penilaian hasil belajar di SMA

Negeri 1 Ambarawa, diketahui bahwa

sebanyak 27 butir soal tergolong valid

dengan jenjang soal C1/ pengetahuan

sampai dengan C3/ aplikasi. Dari total 160

butir distractor yang digunakan, 89 butir

diantaranya tergolong efektif. Instrumen

tergolong reliabel karena memiliki koefisien

reliabilitas 0,70. Sedangkan untuk hasil uji

kriteria instrumen penilaian hasil belajar di

MA Negeri Suruh, sebanyak 28 butir soal

tergolong valid dengan jenjang soal C1/

pengetahuan sampai dengan C4/ analisis.

Distractor yang tergolong efektif berjumlah

91 butir. Instrumen tergolong reliabel karena

memiliki koefisien reliabilitas 0,81.

DAFTAR PUSTAKA

Arifianti, R., 2013, Analisis Kualitas Produk

Sepatu Tomkins, Jurnal Dinamika Manajemen, Vol 1, no 4, Hal:46-58.

Djanuarsih, E., 2012, Validitas dan Reliabilitas Butir Soal, Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol 1, No 1, Hal: 1-12.

Jandaghi, G. dan Fatemeh, S., 2008, Rate of Validity, Reliability, and Difficulty Indices for Teacher-Designed Exam Questions in First Year High School, International Journal of Human Sciences, Vol 2, No 5, Hal:1-6.

Khan, M.U.Z. dan Badr, M.A., 2011, Evaluation of Modified Essay Questions and Multiple Choice Questions as a Tool For Assessing the Cognitive Skills of Undergraduate Medical Students, International Journal of Health Sciences, Qassim University, Vol 1, No 5, Hal:39-43.

Lissa, Andreas, P.B.P., dan Dyah, R.I., 2012, Pengembangan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Materi Sistem Respirasi dan Ekskresi, Jurnal Ilmu Kependidikan, Vol 1, No 41, Hal:27-32.

Nuswowati, M., Binadja, A., Soeprodjo, dan Khida, E.N.I., 2010, Pengaruh Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Ulangan Akhir Semester Bidang Studi Kimia terhadap Pencapaian Kompetensi, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 4, Hal:566-573.

Patel, K.A. dan Neeraj, R. M., 2013, Itemized Analysis of Questions of Mulptiple Choice Question (MCQ) Exam, International Journal of Scientific Research, Vol 2, No 2, Hal:279-280.

Purwati, A. dan Irni, W., 2009, Studi Kualitas Soal Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional Mata Pelajaran Matematika Provinsi DKI Jakarta wilayah Jakarta Timur tahun pelajaran 2007/2008, Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Vol 2, No 2, Hal:128-136.

Ratnaningsih, D.J., 2011, Analisis Butir Soal Pilihan Ganda Ujian Akhir Semester Mahasiswa di Universitas Terbuka dengan Pendekatan Teori Tes Klasik, Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol 2, No 12, Hal:92-99.

Suharsimi, A., 2009, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi revisi, cetakan 9, Jakarta: Bumi Aksara.

Suparji, 2010, Kualitas Butir Soal Buatan Guru-Guru SMP Mata Pelajaran Matematika dan IPA di Kabupaten Sumenep, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 1, No 11, Hal:48-52.

Suryana, 2010, Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Widodo, 2010, Analisis Butir Soal Tes, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 9, No 14, Hal:58-67.

Widyantoro, D., Boenasir, dan Karsono, 2009, Pengembangan Soal Tes Pilihan Ganda Kompetensi Sistem

Page 27: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1339

Starter dan Pengisian Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif Kelas XII, Jurnal PTM, Vol 1, No 9, Hal:14-21.

Zaman, A., Asaf, N., Fayyaz, A. F., Muhammad, A. D., dan Alamgir, 2010,

Analysis of Multiple Choice Items and the Effect of Items’ Sequencing on Difficulty Level in the Test of Mathematics, European Journal of Social Sciences, Vol 1, No 17, Hal:61-67.

Page 28: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1340 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350

EFEKTIVITAS MODEL INKUIRI BERBANTUAN MODUL

DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP

DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS

Dwi Septiani*, Woro Sumarni dan Saptorini

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa menuntut guru untuk mengurangi dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa secara optimal dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, seperti keterampilan generik sains. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model Inquiry Based Learning (IBL) berbantuan Modul terhadap peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa pada salah satu SMA Negeri di Ngawen pada materi larutan penyangga dan hidrolisis garam. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA sekolah tersebut tahun pelajaran 2012/2013. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest and posttest group design. Teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling, diperoleh kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai posttest pemahaman konsep siswa kelas eksperimen sebesar 84,00 dan kelas kontrol sebesar 77,52. Pada kelas eksperimen diperoleh ketuntasan klasikal 97% dan kelas kontrol 83%. Hasil observasi pada praktikum pertama dan kedua diperoleh rata-rata nilai keterampilan generik sains siswa kelas eksperimen adalah 83,43 dan 93,51 sedangkan kelas kontrol adalah 81,41 dan 91,59. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model IBL berbantuan modul terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa.

Kata Kunci: keterampilan generik sains, model inkuiri berbantuan modul

ABSTRACT

Student-centered learning paradigm requires teachers to reduce the dominance of the teacher in the learning activities so students can optimally develop their potentials, such as generic science skills. This study aims to determine the effectiveness of the application of the Inquiry Based Learning (IBL) assisted module to an improved concepts understanding and generic skills of students of senior high school in Ngawen in the buffer material and salt hydrolysis. The population was all students in class XI IPA of that senior high school in 2012/2013 academic year. The research design is a pretest and posttest group design. Sampling technique used is cluster random sampling, derived class XI IPA 1 as experimental class and class XI IPA 2 as the control class. The results showed that the average posttest’s score of concept understanding of experimental class 84,00 and control class 77.52. In the experimental class obtained the clasical completeness 97% and control class 83%. The result of first and second lab observation obtained the average score of generic science skill at the experimantal class were 83,43 and 93,51 while the control class were 81.41 and 91.59. Based on the results of this study, it can be concluded that implementation of the IBL model through module was effective in improving the understanding of science concepts and generic skills of students.

Keywords: generic science skills, inquiry guided module

Page 29: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1341

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pembelajaran kimia

di tingkat SMA adalah agar siswa me-

nguasai konsep-konsep dalam ilmu kimia

dengan benar. Konsep yang kompleks dan

abstrak dalam ilmu kimia menjadikan siswa

beranggapan bahwa pelajaran kimia

merupakan pelajaran yang sulit (Marsita, et

al., 2010). Cakir, (2008) mengungkapkan

bahwa konsep itu merupakan paket makna,

mereka menangkap keteraturan, pola, atau

hubungan antara obyek-obyek, peristiwa,

dan konsep lainnya. Penguasaan konsep

oleh individu dengan benar adalah sangat

penting, karena konsep yang satu berkaitan

dengan konsep yang lain. Individu hanya

dapat memahami suatu konsep dengan

benar jika konsep yang mendasari

sebelumnya telah dikuasai dengan benar

pula (Fajaroh, 1998).

Proses pembelajaran akan lebih

bermakna dan informasi yang didapatkan

akan bertahan lebih lama, jika ada kaitan

antara konsepsi awal siswa dengan konsep

baru yang sedang dipelajari. Ini sesuai

dengan pandangan konstruktivisme dari

Piaget, yang mengungkapkan bahwa

keberhasilan belajar tidak hanya bergantung

pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi

juga pengetahuan awal siswa.

Salah satu strategi pembelajaran

yang menggunakan pandangan konstruk-

tivisme adalah strategi pembelajaran inkuiri.

Unver dan Arabacioglu, (2011) mengung-

kapkan bahwa yang dimaksud dengan IBL

atau pembelajaran berbasis Inkuiri adalah

pembelajaran yang mengacu pada kegiatan

siswa yang mengembangkan pengetahuan

dan pemahaman ide-ide ilmiah serta

pemahaman tentang bagaimana ilmuan

mempelajari alam. Menurut Spencer dan

Walker, (2012). Model pembelajaran IBL

mendorong dan meningkatkan keingintahu-

an dan motivasi belajar siswa. Pembelajaran

IBL membantu siswa untuk mengembang-

kan pemahaman ilmu pengetahuan yang

lebih dalam dan menciptakan penemuan

ilmiah baru.

Model pembelajaran inkuiri merupa-

kan suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,

dan analitis sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan

penuh percaya diri (Suyanti, 2010). Kegiatan

menemukan ini dapat dilakukan melalui

kegiatan praktik.

Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa sejumah kegiatan praktikum

mencerminkan kegiatan inkuiri. Hal ini di-

karenakan alat bantu petunjuk percobaan

atau LKS yang digunakan hanya bersifat

verifikatif saja, yakni membuktikan konsep

atau prinsip yang telah dibahas sebelumnya

dalam pembelajaran di kelas. Praktikum

yang bersifat verifikatif ini tidak banyak

membantu mengembangkan keterampilan

berpikir pada siswa, karena guru yang lebih

dominan dalam pembelajaran sedangkan

siswa tinggal menerima pengetahuan dari

gurunya. Oleh karena itu perlu digunakan

suatu bahan ajar yang dapat membantu

mengembangkan keterampilan berpikir

siswa, misalnya yaitu modul. Pembelajaran

menggunakan modul menjadikan siswa

dapat belajar secara individual dalam arti

Page 30: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1342 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350

mereka dapat menyesuaikan kecepatan

belajarnya sesuai dengan kemampuannya

masing-masing. Selain itu, dengan modul

siswa dapat mengukur tingkat penguasaan

mereka terhadap materi yang diberikan

(Hartono dan Aisyah, 2008).

Praktikum yang bersifat bersifat

verifikatif tidak banyak membantu mengem-

bangkan keterampilan berpikir pada siswa,

karena guru yang lebih dominan dalam

pembelajaran sedangkan siswa tinggal

menerima pengetahuan dari gurunya.

Dominannya guru dalam proses belajar

mengajar juga akan berakibat pada potensi-

potensi yang dimiliki siswa seperti keteram-

pilan dasar (generik) siswa tidak berkem-

bang secara optimal.

Berdasarkan pemaparan di atas,

rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah penerapan model Inquiry

Based Learning (IBL) berbantuan modul

efektif dalam meningkatkan pemahaman

konsep dan keterampilan generik sains

siswa pada materi larutan penyangga dan

hidrolisis garam? Sedangkan tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui

keefektivan penerapan model Inquiry Based

Learning (IBL) berbantuan modul terhadap

peningkatan pemahaman konsep dan

keterampilan generik sains siswa pada

materi larutan penyangga dan hidrolisis

garam

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di salah

satu SMA Negeri di Ngawen Kabupaten

Blora pada materi larutan penyangga

(buffer) dan hidrolisis garam. Desain

penelitian yang digunakan adalah pretest

and posttest group desain. Kelas

eksperimen maupun kelas kontrol diberikan

tes pemahaman konsep sebelum dan

sesudah diterapkan model pembelajaran.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa

kelas XI IPA SMA tersebut pada tahun

pelajaran 2012/2013. Kelas XI IPA 1 se-

bagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2

sebagai kelas kontrol yang diambil dengan

teknik cluster random sampling dengan

pertimbangan hasil uji normalitas dan uji

homogenitas terhadap nilai ulangan akhir

semester ganjil yang diperoleh bahwa

keduanya homogen.

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran. Variasi model

dan media pembelajaran meliputi: model

pembeljaran inkuiri berbantuan modul untuk

kelas eksperimen, dan model pembelajaran

konvensional untuk kelas kontrol. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah pema-

haman konsep dan keterampilan generik

sains siswa kelas XI IPA pada salah satu

SMA Negeri di Ngawen pada tahun

pelajaran 2012/2013.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode tes, metode observasi,

metode dokumentasi dan angket atau

kuesioner. Metode tes digunakan untuk

mengetahui kemampuan pemahaman

konsep kimia siswa, lembar observasi

digunakan untuk mengetahui keterampilan

generik sains siswa, dan angket digunakan

untuk mengetahui seberapa besar keter-

tarikan siswa terhadap model pembelajaran

yang diterapkan. Data penelitian tes

pemahaman konsep dianalisis secara

statistik parametrik dihitung dengan uji t,

24 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000

Page 31: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1343

pengaruh antar variabel beserta indeks

determinasinya untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh penerapan model

pembelajaran yang diberikan peneliti. Uji

normalized gain terhadap hasil pretest dan

posttest pemahaman konsep siswa dihitung

untuk mengetahui peningkatan setelah

diberi perlakuan yang berbeda sedangkan

keterampilan generik sains, hasil belajar

psikomotor, dan hasil angket tanggapan

siswa dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Model IBL terhadap Pemaham-

an Konsep dan Peningkatannya

Pencapaian rata-rata posttest dan

harga N-gain hasil pemahaman konsep

kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah

diberi perlakuan yang berbeda ditunjukkan

pada Gambar 1. Kelas eksperimen yang

diberi model IBL berbantuan modul memiliki

rata- rata posttest yang lebih baik dari pada

kelas kontrol yang diberi model

konvensional.

Tabel 1. Nilai pretest dan posttest pemahaman konsep

Nilai Terendah Nilai Tertinggi Rata-rata

Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen

Pretest 28 32 60 64 46,62 47,33 Posttest 68 68 92 96 77,52 84

Pembelajaran kimia berbasis prakti-

kum berorientasi proyek di kelas eksperimen

1 dapat meningkatkan pemahaman konsep

kimia siswa, hal ini dapat dilihat dari hasi uji

t (uji perbedaan dua rata-rata satu pihak

kanan) antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Hasil uji t menghasilkan thitung

sebesar 4,24 dengan tkritis sebesar 2,00.

Karena thitung lebih besar daripada tkritis, maka

pemahaman konsep kelas eksperimen lebih

baik daripada kelas kontrol,sehingga dapat

disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar

kognitif siswa yang diberi pembelajaran

dengan model IBL berbantuan modul lebih

baik daripada siswa yang diberi pem-

belajaran dengan model konvensional.

Gambar 1. Grafik rata-rata posttest dan n-gain hasil belajar kognitif

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Pretest Postest N-gain

Nilai

Kontrol

Eksperimen

46,62 47,33

0,70

8477,52

0,58

Page 32: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1344 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350

Berdasarkan Gambar 1 dapat di-

ketahui nilai rerata hasil pretest kelas

eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh

berbeda, dimana nilai rerata masing-masing

kelas berturut-turut adalah 47,33 dan 46,62.

Sedangkan dari hasil posttest dapat

diketahui bahwa nilai rerata posttest kelas

eksperimen lebih tinggi daripada kelas

kontrol. Dimana nilai rerata kelas

eksperimen adalah 84,00dengan <g>

sebesar 0,70 (sedang) dan nilai rerata kelas

kontrol adalah 77,52 dengan <g> sebesar

0,58 (sedang). Jadi, setelah penerapan

model IBL berbantuan modul terjadi

peningkatan pemahaman konsep yang

signifikan pada kelas eksperimen dan

kontrol. Akan tetapi ketuntasan klasikal yang

ditetapkan sebesar 85% belum terpenuhi

oleh kelas kontrol yang hanya memperoleh

83%. Kelas kontrol belum memenuhi kriteria

ketuntasan klasikal karena pembelajaran

yang dilakukan cenderung penguasaan

konsep saja dan mengacu pada buku yang

digunakan. Hal ini menyebabkan siswa tidak

dapat mengembangkan kemampuan ber-

inkuiri, yakni mencari dan menemukan

pengetahuan sendiri. Hal ini membuat siswa

akan lebih mudah lupa atas pengetahuan

yang telah dipelajarinya. Pada kegiatan

praktikum, kegiatan siswa terfokus untuk

memverifikasi informasi. Kegiatan praktikum

yang tidak terfokus pada kegiatan

mengumpulkan data untuk menemukan

konsep dengan bimbingan dan petunjuk

guru sehingga pembelajaran menjadi kurang

bermakna bagi siswa.

Peningkatan pemahaman konsep

siswa sesuai dengan hasil penelitian

Praptiwi, (2012) yang menyatakan bahwa

penerapan model pembelajaran inkuiri ter-

bimbing berbantuan My Own Dictionary

pada kelas eksperimen lebih baik dari kelas

kontrol dengan metode eksperimen reguler.

Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan nilai

rata-rata kelas eksperimen yaitu 84 dengan

<g> = 0,72 yang termasuk kriteria tinggi,

sedangkan pada kelas kontrol dengan nilai

rata-rata 81 dan <g> = 0,66 yang termasuk

kriteria sedang.

Berdasarkan hasil pemahaman kon-

sep siswa yang telah dikemukakan di atas,

kedua kelas sampel mengalami peningkatan

pemahaman konsep. Hasil peningkatan

pemahaman konsep kelas eksperimen lebih

tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini

ditunjukkan dari kriteria nilai <g> kelas

kontrol sebesar 0,58 (tergolong sedang),

sementara kelas eksperimen sebesar 0,70

hampir mendekati tinggi. Tingginya nilai <g>

pada kelas eksperimen karena pembe-

lajaran berbasis IBL dapat mempercepat

proses ingatan dikarenakan pengetahuan

yang diperoleh melalui proses penyelidikan

akan lebih mudah diingat.

Pengaruh Model IBL terhadap Keteram-

pilan Generik Sains Siswa

Keterampilan generik sains siswa

diamati dalam kegiatan praktikum di

laboratorium dengan menggunakan lembar

observasi. Penilaian ini dilaksanakan ketika

siswa melaksanakan praktikum analisis

bufffer dan bukan buffer serta penyelidikan

beberapa jenis garam dalam air. Hasil

analisis deskriptif terhadap rata-rata kedua

27

Page 33: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1345

kelas pada praktikum pertama dan kedua

menunjukkan adanya peningkatan.

Pada praktikum yang pertama, rata-

rata nilai KGS kedua kelas termasuk dalam

kategori “tinggi”. Nilai rata-rata kelas

eksperimen adalah 83,43, sementara rata-

rata nilai kelas kontrol adalah 81,41. Pada

praktikum, kedua kelas menunjukkan

peningkatan yakni nilai rata-rata KGS

keduanya mencapai kategori “sangat tinggi”.

Rata-rata nilai kelas eksperimen adalah

93,51 dan rata-rata nilai kelas kontrol adalah

91,59.

Analisis deskriptif dari aspek

pengamatan tak langsung, kesadaran akan

skala besaran, bahasa simbolik, dan

inferensi logika pada praktikum pertama dan

kedua memberikan rata-rata yang berbeda.

Nilai rerata aspek pengamatan tak langsung

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai rerata aspek pengamatan tak langsung

Pada praktikum pertama, nilai rerata

aspek pengamatan tak langsung kelas

ekperimen dan kelas kontrol tidak jauh

berbeda. Pada praktikum yang kedua nilai

rata-rata aspek pengamatan tak langsung

menunjukkan adanya peningkatan. Nilai

rata-rata aspek pengamatan tak langsung

kelas eksperimen meningkat dari 3,00

(“tinggi”) menjadi 3,41 (“sangat tinggi”),

sedangkan kelas kontrol mengalami pe-

ningkatan dari 3,10 (“tinggi”) menjadi 3,24

(“tinggi”). Kelas ekspeimen menunjukkan

adanya peningkatan yang sukup signfikan,

hal ini dikarenakan siswa pada kelas

eksperimen telah mempelajari sendiri materi

terlebih dahulu sebelum melakukan

praktikum. Oleh karena itu, pada saat

melakukan praktikum siswa sudah paham

tentang konsep tersebut serta dapat mem-

prediksikan bagaimana hasilnya. Dengan

pendekatan kontruktivisme siswa diberi

kesempatan untuk mencari dan menemukan

keteraturan hal-hal yang berhubungan

dengan pengamatan dan pengalaman

sendiri, sehingga memberikan kebermakna-

an terhadap konsep yang dipelajari.

Nilai rerata aspek kesadaran akan

skala disajikan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3, diperoleh bahwa

pada praktikum pertama rerata nilai aspek

kesadaran akan skala besaran pada kedua

kelas juga tidak jauh berbeda, yaitu 3,40

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Eksperimen Kontrol

Praktikum 1

Praktikum 2

Pengamatan tak langsung

3

3,41

3,13,24

Page 34: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1346 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350

dan 3,41. Pada praktikum kedua, kelas

eksperimen menunjukkan adanya pe-

ningkatan, dimana nilai rata-rata aspek

kesadaran akan skala naik menjadi 3,53

termasuk kategori “sangat tinggi”. Namun

pada kelas kontrol justru mengalami

penurunan, dimana nilai rata-rata aspek

kesadaran akan skalanya menjadi 3,35

yakni termasuk dalam kategori “tinggi.

Peningkatan nilai rata-rata aspek kesadaran

akan skala yang terjadi pada kelas

eksperimen dikarenakan dengan model

pembelajaran yang diberikan, siswa dilatih

untuk merancang praktikum sendiri,

sehingga dengan kegiatan praktikum yang

merupakan implementasi dari hasil

rancangan sendiri mengakibatkan siswa

lebih teliti atau sadar akan skala besaran

dalam melakukan pengukuran. Berbeda

dengan kelas kontrol yang dalam melakukan

praktikum semuanya telah dipersiapkan oleh

guru, hal ini membuat siswa malas untuk

mencari informasi terkait kegiatan praktikum

yang akan dilakukan. Akibatnya siswa

kurang dapat memahami kegiatan praktikum

dengan baik, dan ketika melakukan

praktikum waktu siswa lebih banyak

digunakan untuk bertanya kepada gurunya.

Dengan keterbatasan waktu, mengakibatkan

siswa tergesa-gesa untuk menyelesaikan

kegiatan praktikum, sehingga siswa kurang

teliti dalam melakukan pengukuran.

Gambar 3. Nilai rerata aspek kesadaran akan skala

Nilai rata-rata aspek bahasa

simbolik kedua kelas disajikan pada Gambar

4. Nilai rata-rata aspek bahasa simbolik

kedua kelas pada praktikum pertama

termasuk dalam kategori “sangat tinggi”,

yaitu 3,79 dan 3,53. Gambar 3 menunjukkan

bahwa kedua kelas sama-sama mengalami

peningkatan nilai rata-rata aspek bahasa

simbolik. Kelas kontrol mempunyai nilai rata-

rata sedikit lebih besar dari kelas

eksperimen, yakni masing-masing 3,9 dan

4,0 yang keduanya termasuk dalam kategori

“sangat tinggi”. Keterampilan bahasa

simbolik siswa kelas kontrol lebih

berkembang dengan baik dibandingkan

dengan kelas eksperimen. Hal ini dikarena-

kan kelas eksperimen lebih terpusatkan

pada kegiatan praktikum, sedangkan kelas

kontrol lebih teliti dalam menuliskan bahasa-

bahasa simbolik karena dalam melakukan

kegiatan praktikum semuanya dipersiapkan

oleh gurunya. Siswa pada kelas kontrol

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Eksperimen Kontrol

Praktikum 1

Praktikum 2

Kesadaran akan skala

3,53

3,353,413,4

Page 35: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1347

pada setiap pertemuan telah memperoleh

penjelasan dari guru dalam mengidentifikasi

besaran-besaran yang diselidiki dan bagai-

mana hubungannya, misalnya yaitu

mengidentifikasi rumus mencari konsentrasi

ion H+, sehinggta secara umum hasil

analisis deskriptif tersebut menunjukkan

bahwa siswa telah mempunyai keterampilan

generik bahasa simbolik yang sangat baik.

Siswa telah mampu memaknai arti fisis dari

simbol-simbol kimia dengan baik (Sudarmin,

2012).

Gambar 4. Nilai rerata aspek bahasa simbolik

Nilai rerata aspek inferensi logika

disajikan pada Gambar 5. Pada praktikum

pertama kedua kelas memiliki nilai rata-rata

aspek inferensi logika yang tidak jauh

berbeda, nilai keduanya termasuk kategori

“tinggi” yaitu 3,13 dan 3,00. Pada praktikum

yang kedua, secara umum kedua kelas

menunjukkan adanya peningkatan ke-

terampilan generik inferensi logika, kedua

kelas memiliki nilai rata-rata yang termasuk

kategori “sangat tinggi” masing masing yaitu

4,00 dan 3,93. Hasil temuan ini tidak sesuai

dengan Sudarmin, (2007) yang menyatakan

bahwa keterampilan generik inferensi logika

termasuk sulit dikembangkan. Pada

praktikum pertama maupun kedua, nilai

rata-rata KGS inferensi logika kelas

eksperimen lebih tinggi daripada kelas

kontrol, karena pada kelas eksperimen

siswa mencari dan menemukan pengetahu-

annya sendiri. Dengan demikian, pada saat

melakukan kegiatan praktikum, siswa telah

mengetahui konsep-konsep yang berkaitan

dengan apa yang dipraktikkan dan dapat

memprediksikan hasilnya. Siswa dapat

menyimpulkan hasil praktikum dengan

mengkaitkan konsep yang telah dipelajari

sebelumnya. Pada kelas kontrol, siswa

mendapatkan pengetahuan dari gurunya,

sehingga mampu mengembangkan ke-

terampilan inferensi logika dengan cukup

baik. Hal ini dikarenakan pada praktikum

pertama siswa belum begitu memahami

kegiatan praktikum dengan baik, namun

setelah diberikan arahan dari guru siswa

menjadi lebih mempersiapkan kegiatan

praktikum yang kedua.

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Eksperimen Kontrol

Praktikum 1

Praktikum 2

Bahasa simbolik

3,793,9

3,53

4

Page 36: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1348 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350

Gambar 5. Nilai rerata aspek inferensi logika

Hasil Belajar Psikomotorik

Penilaian aspek psikomotorik siswa

diperoleh dari hasil observasi terhadap

siswa saat praktikum. Ada empat aspek

psikomotorik yang diobservasi dengan

jumlah aspek yang diobservasi yakni kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah sama.

Praktikum pertama melakukan analisis

buffer dan bukan buffer. Analisis

menghasilkan rata-rata nilai psikomotorik

kelas eksperimen termasuk dalam kategori

“sangat tinggi” yaitu 84,63, sedangkan nilai

rata-rata kelas kontrol adalah 78,06 dan

termasuk dalam kategori “tinggi”. Praktikum

kedua dengan materi hidrolisis garam,

menghasilkan rata-rata nilai psikomotorik

kedua kelas termasuk dalam kategori

“sangat tinggi” yaitu 90,54 pada kelas

eksperimen dan 85,47 pada kelas kontrol.

Hasil rata-rata nilai psikomotorik tiap aspek

kelas eksperimen dan kontrol pada

praktikum pertama dan kedua ditampilkan

pada Gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Penilaian psikomotorik kelas eksperimen dan kontrol pada praktikum pertama

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Eksperimen Kontrol

Praktikum 1

Praktikum 2

Inferensi logika

3,13

4

3

3,93

Page 37: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1349

Gambar 7. Penilaian psikomotorik kelas eksperimen dan kontrol pada praktikum kedua

Kegiatan pembelajaran dengan

praktikum pada kelas eksperimen dapat

menumbuhkan sikap rasa ingin tahu dan

dan kemampuan berinkuiri pada siswa.

Hasil yang diperoleh saat praktikum

tersebut dikaitkan dengan teori yang ada

dan informasi-informasi yang telah mereka

bangun sebelumnya. Kegiatan praktikum

pada kelas kontrol merupakan penerapan

teori yang telah mereka pelajari

sebelumnya dan telah dijelaskan oleh guru

dalam pembelajaran di kelas. Kegiatan

pembe-lajaran ini dapat membuat siswa

lebih termotivasi dan antusias untuk

mengikuti pembelajaran.

Kendala dan Kelebihan

Pelaksanaan penelitian ini tidak

luput dari kendala-kendala yang dihadapi di

lapangan. Adapun kendala-kendala

tersebut yaitu: (1) siswa kurang mem-

perhatikan pengarahan guru dalam

pengisian data pengamatan sehingga pada

waktu akan melakukan pengisian data

pengamatan masih banyak yang bingung;

(2) siswa berbicara dengan siswa lain

dalam kelompok yang keluar dari

permasalahan pada waktu pembelajaran;

(3) siswa tidak mencuci pipet dengan air

kran yang mengalir melainkan dengan air

yang ada dalam satu wadah dan digunakan

berkali-kali ketika melaksanakan praktikum

di laboratorium, hal ini sudah menjadi

kebia-saan yang perlu diperhatikan; (4)

siswa kurang terbiasa bertanya atau

berpendapat karena siswa terbiasa

bersikap pasif dalam pembelajaran

sebelumnya dan belum adanya

penyesuaian terhadap model pembelajaran

yang baru diterapkan.

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, selain kendala-kendala yang

dihadapi tersebut terdapat beberapa

kelebihan yaitu: (1) pembelajaran lebih

berpusat pada siswa (student centered); (2)

meningkatkan pemahaman konsep secara

mendalam karena siswa membangun ide-

ide secara mandiri sesuai permasalahan

yang ada melalui studi pustaka; (3)

mendorong siswa berpikir dan merumuskan

hipotesis sendiri; (4) mendorong siswa

untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya

sendiri; (5) melatih keterampilan berpikir

siswa (keterampilan generik sains); (6)

siswa mempunyai strategi tertentu untuk

menyele-saikan tugas dengan caranya

sendiri; (7) dapat menghindarkan siswa dari

cara-cara belajar menghafal; (8) mem-

Page 38: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1350 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350

berikan kesempatan bagi siswa untuk

memberikan hasil percobaan untuk

disesuaikan dengan teori; (9) meningkatkan

motivasi belajar karena siswa dilibatkan

secara aktif dalam proses pembelajaran;

(10) mengembangkan kerjasama dan

keterampilan berkomunikasi siswa yang

memungkinkan mereka untuk belajar dan

bekerja dalam kelompok; (11) penerapan

model IBL dapat meningkatkan ketrampilan

generik sains siswa terutama aspek

inferensi logika secara signifikan.

SIMPULAN

Penerapan model IBL berbantuan

modul pada materi larutan penyangga dan

hidrolisis garam efektif dalam meningkatkan

pemahaman konsep dan keterampilan

generik sains siswa salah satu SMA Negeri

di Ngawen. Besarnya kontribusi pengaruh

model IBL berbantuan modul terhadap

pemahaman konsep adalah sebesar

47,90%. Penerapan model IBL pada materi

larutan penyangga dan hidrolisis garam

berbantuan modul juga berpengaruh

terhadap peningkatan keterampilan generik

sains siswa yaitu sebesar 12,08%, dimana

nilai rata-rata siswa kedua kelas tidak

berbeda secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

, 2012, Keterampilan Generik Sains dan Penerapannya dalam Pembelajaran Kimia Organik, Semarang: UNNES PRESS.

Cakir, M., 2008, Constructivist Approaches to Learning in Sciences an Their Implications for Science Pedagogy: A Literature Review, International Journal of Environmental and

Science Education, Vol 3, No 4, Hal: 193-206.

Fajaroh, F., 1998, Hubungan Antara Pemahaman Mikroskopis dengan Kemampuan Menyelesaikan Soal-Soal Hitungan Konsep Asam Basa, Forum Penelitian Kependidikan TH 10 Desember 1998, Hal: 47–53.

Hartono dan Aisyah, 2008, Pengembangan Modul Pembelajaran Individual Dalam Mata Pelajaran Matematika di Kelas XI SMA Negeri 1 Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 2, No 2, Hal: 35-44.

Jaenudin, 2011, Konstruktivisme Sebagai Dasar Model Pembelajaran SSCS untuk Melihat Efektivitasnya Terhadap Keterampilan Generik Sains dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Topik Listrik Dinamis, Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Marsita, Priatmoko dan Kusuma, 2010, Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan Menggunaan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 512-520.

Praptiwi, L., 2012, Efektivitas Model Pembelajaran Eksperimen Inkuiri Terbimbing Berbantuan My Own Dictionary untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Unjuk Kerja Siswa SMP RSBI, Unnes Science Education Journal, Vol 1, No 2, Hal: 86 – 95.

Spencer dan Walker, 2012, Creating a Love for Science for Elementary Student through Inquiry-Based Learning, Journal of Virginia Science Education, Vol 4, No 2, Hal: 18-25.

Sudarmin, 2007, Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Organik dan Keterampilan Generik Sains (MPKOKG) bagi Calon Guru Kimia, Disertasi, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suyanti, R. D., 2010, Strategi Pembelajaran Kimia, Graha Ilmu: Yogyakarta.

Unver dan Arabacioglu, 2011, Overviewers on InQuiry Based and Problem Based Learning Methods, Western Anatolia Journal of Educational Science, Vol 1, No 3, Hal: 303 – 30

Page 39: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1351

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAAN KONTEKSTUAL

DENGAN STRATEGI PERCOBAAN SEDERHANA

BERBASIS ALAM LINGKUNGAN SISWA KELAS X

Lita Lilia* dan Antonius Tri Widodo

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSRTAK

Keterbatasan alat dan bahan menjadikan praktikum di sekolah menjadi tidak terlaksana dengan baik, sehingga diperlukan strategi percobaan sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi percobaan sederhana dan besarnya ketuntasan belajar materi pokok reaksi redoks di suatu SMA di Tegal. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas X semester di SMA tersebut. Teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling, diperoleh sampel penelitian yaitu X-2 sebagai kelas eksperimen menggunakan implementasi pembelajaran kontekstual dengan strategi percobaan sederhana berbasis alam lingkungan dan X-3 sebagai kelas kontrol menggunakan metode ekspositori. Desain penelitian adalah posttest only control group design. Setelah dilakukan pembelajaran dengan metode kontekstual, dilanjutkan dengan posttest pada kelas eksperimen dan kontrol. Uji statistika yang digunakan adalah uji normalitas, kesamaan dua varians, uji perbedaan dua rata-rata dan ketuntasan belajar. Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen 80,86 dan kelas kontrol 73,70. Pada uji hipotesis diperoleh thitung 3,501 lebih dari 1,993 dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 74. Ini berarti rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih baik dari control, sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi pembelajaran kontekstual dengan strategi percobaan sederhana berbasis alam lingkungan pada siswa kelas X memberikan perbedaan yang positif terhadap hasil belajar kimia materi pokok redoks kelas X.

Kata Kunci: pembelajaran kontekstual, percobaan sederhana berbasis alam lingkungan

ABSTRACT

The limitations of the tools and materials made practicum in school is not performing well, so it requires a simple experimental strategy. This study aims to determine the differences of outcomes in using contextual learning with a simple experimental strategy and the magnitude of mastery learning subject matter of redox reactions in a high school in Tegal. The population of this study was all class X at the high school. The sampling technique used was cluster random sampling, obtained X-2 as an experimental class using the strategy of implementation of contextual learning environments on simple experiments and X-3 as a control class using the expository method. The study design was a posttest only control group design. After learning by using the contextual method, a posttest were performed in the experimental and control class. Statistical test used are the test for normality, equality of two variances, the difference between two average and mastery learning. The average grade of experimental class posttest 80.86 and control class 73.70. In the hypothesis test, obtained tcount 3.501 greater than 1.993, with 5% significance level and 74 degrees of freedom. It means that the average grade of cognitive achievement is better than the control experiment, so it can be concluded thah the implementation of contextual learning with a simple experimental strategy based environments in class X gives a positive difference to the learning outcomes of the subject matter of the redox chemistry in class X. Keywords: a simple experiment based environments, contextual learning

Page 40: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1352 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359

PENDAHULUAN

kontekstual merupakan model pem-

belajaran yang membantu guru meng-

hubungkan isi pelajaran dengan situasi

dunia nyata yang dialami siswa. Pembela-

jaran mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari .

Pembelajaran kimia sangat memer-

lukan kegiatan penunjang berupa praktikum

maupun eksperimen di laboratorium (Phelps

dan Lee, 2003). Beberapa sekolah yang

tidak bisa melaksanakan praktikum karena

terbentur ketersediaan alat dan bahan yang

terbatas. Seorang guru hendaknya tetap

merancang kegiatan praktikum bagi peserta

didiknya meskipun dalam kondisi sarana

dan prasarana laboratorium yang serba

kekurangan (Sweeney dan Paradis, 2003).

Oleh karena itulah diperlukan percobaan

sederhana, yakni serangkaian tindakan

melakukan eksperimen dengan bahan-

bahan dan alat yang mudah diperoleh di

lingkungan alam sekitar siswa dan murah

harganya sehingga dapat digunakan

sebagai alternatif yang baik untuk dilaksana-

kan secara kontinyu.

Terdapat salah satu SMA di Tegal

yang merupakan sekolah Yayasan yang

dalam kurikulumnya banyak mengedepan-

kan materi keagamaan. Praktikum kimia

untuk kelas X belum pernah dilakukan

karena alat bahan yang terbatas. Jumlah

jam yang terlalu sedikit membuat guru sulit

dalam membagi waktu untuk penyampaian

materi serta praktikum. Hal ini menyebabkan

siswa kurang termotivasi sehingga pem-

belajaran cenderung pasif.

Hasil observasi awal dan diskusi

dengan guru kimia kelas X pada sebuah

SMA di Tegal tersebut menyimpulkan bah-

wa hasil belajar kimia siswa kelas X selama

ini sangat rendah (rata-rata 6,5). Telah

dilakukan berbagai upaya oleh guru untuk

meningkatkan hasil belajar siswa, namun

hasilnya masih jauh dari harapan. Dari

pengamatan daftar hasil belajar siswa oleh

guru selama proses pembelajaran ber-

langsung, hanya sekitar 40% siswa kelas X

yang mendapat nilai 7,5. Hasil diskusi

dengan guru SMA tersebut menyimpulkan

bahwa pembelajaran kontekstual dengan

strategi percobaan sederhana berbasis alam

lingkungan dapat menjembatani permasala-

han tersebut.

Pembelajaran kontekstual ini dila-

kukan melalui strategi percobaan seder-

hana. Siswa dapat mengkontruksi pengeta-

huannya sendiri, menyampaikan ide-ide

kreatif yang didapatnya dari hasil penga-

matan dan diskusi, sehingga dapat mema-

hami konsep yang diajarkan dan ketuntasan

hasil belajar dapat tercapai (Zainul, 2011).

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah adakah perbedaan hasil belajar

antara kelas eksperimen menggunakan

pembelajaran kontekstual yang di imple-

mentasikan melalui strategi percobaan

sederhana berbasis bahan alam lingkungan

dengan kelas kontrol yang menggunakan

metode ekspositori dan apakah hasil belajar

kelas kontrol dan eksperimen mencapai

ketuntasan belajar?

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui adanya perbedaan hasil

Page 41: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1353

belajar antara kelas eksperimen meng-

gunakan pembelajaran kontekstual yang di

implementasikan melalui strategi percobaan

sederhana berbasis bahan alam lingkungan

dengan kelas kontrol yang menggunakan

metode ekspositori, dan untuk mengetahui

pencapaian ketuntasan hasil belajar kelas

eksperimen maupun kelas kontrol.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di salah satu

SMA di Tegal pada materi redoks. Desain

penelitian yang digunakan adalah posttest

only control group design yaitu penelitian

dengan melihat nilai posttest antara kelas

eksperimen dengan kelas kontrol (Sudjana,

2005).

Populasi dalam penelitian ini yaitu

semua siswa kelas X SMA tersebut pada

tahun pelajaran 2012/2013. Kelas X2

merupakan kelas eksperimen, kelas X3

merupakan kelas kontrol yang diambil

dengan teknik cluster random sampling

dengan pertimbangan hasil uji normalitas

dan uji homogenitas terhadap nilai ulangan

akhir semester ganjil yang diperoleh bahwa

keduanya adalah homogen.

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah penggunaan metode pembelajaran

di kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu

metode pembelajaran kontekstual dengan

strategi percobaan sederhana berbasis alam

lingkungan dan metode pembelajaran

ekspositori. Variabel terikat dalam penelitian

yang dilakukan adalah hasil belajar siswa

kelas X semester genap pada materi pokok

redoks. Variabel kontrol dalam penelitian ini

adalah guru yang mengajar, materi

pelajaran, kurikulum yang digunakan, dan

waktu tatap muka.

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode tes, lembar observasi

dan angket. Metode tes digunakan untuk

mengukur hasil belajar kimia (kognitif) siswa

kelas eksperimen dan kontrol, dan angket

digunakan untuk mengetahui seberapa

besar ketertarikan siswa terhadap model

pembelajaran yang diterapkan. Data penelit-

ian hasil posttest dianalisis secara statistik

parametrik untuk mengetahui adanya per-

bedaan hasil belajar pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Setelah diketahui adanya

perbedaan pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol kemudian dilanjutkan per-

hitungan dengan uji statistik dependent

sample test (uji-t) untuk mengetahui pen-

capaian ketuntasan hasil belajar antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN data akhir hasil belajar kelas ekspe-

rimen dan kelas kontrol menunjukkan rata-

rata hasil posttest mempunyai perbedaan

yang signifikan. Rata-rata hasil posttes

siswa kelas eksperimen adalah 80,89

dengan nilai tertinggi 92 dan nilai terendah

60. Sedangkan pada kelas kontrol adalah

73,79 dengan nilai tertinggi 88 dan nilai

terendah 54. Hasil belajar ini ditampilkan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Data hasil belajar reaksi redoks

Kelas N Rata-rata SD Nilai tertinggi Nilai terendah

Eksperimen (Kelas X2) 36 80,89 8,50 92 60 Kontrol (Kelas X3) 40 73,70 9,31 88 54

Page 42: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1354 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359

Rata-rata nilai posttest kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas

kontrol karena kelas eksperimen yang

menggunakan implementasi pembelajaran

kontekstual dengan strategi percobaan

sederhana berbasis alam lingkungan me-

mungkinkan siswa untuk lebih termotivasi

dan membangkitkan minat belajar siswa

terhadap mata pelajaran kimia terutama

redoks. Mata pelajaran redoks yang awal-

nya abstrak dan sulit dipahami menjadi

suatu hal yang nyata, jelas serta mudah

untuk dipahami bahkan untuk diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari (Susilaningsih,

2012).

Siswa secara berkelompok melaku-

kan percobaan dengan bahan-bahan yang

ada di lingkungan sekitar. Melalui percobaan

sederhana siswa dapat mudah menyerap

ilmu yang diajarkan karena bahan-bahan

yang digunakan mudah didapat dan sering

ditemui dalam kehidupan sehari-hari

(Silberman, 2002). Dalam hal ini, bila se-

orang guru banyak memberikan aktivitas

yang bersifat keterampilan, maka peserta

didik akan memahaminya secara lebih baik.

Pembelajaran ekspositori melak-

sanakan diskusi dan praktikum. Keadaan

yang terjadi pada saat praktikum dan diskusi

kurang kondusif, siswa kurang merasa

termotivasi. Pada saat pelaksanaan

kegiatan presentasi hasil praktikum, tidak

semua siswa berpartisipasi, pembahasan

kadang menyimpang dari materi, kelompok

kurang menanggapi hasil kelompok lain

karena lebih memusatkan perhatian

padatugas kelompoknya sendiri (Widodo,

2008). Hasil perhitungan uji perbedaan dua

rata-rata antar kelas eksperimen dan kelas

kontrol menggunakan uji t kanan diperoleh

thitung 3,501 lebih dari 1,993 dengan taraf

signifikan 5% dan derajat kebebasan 74.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada per-

bedaan hasil belajar antara kelompok

eksperimen dan kontrol dimana hasil belajar

kelompok eksperimen lebih baik daripada

kelas kontrol.

Perhitungan uji ketuntasan belajar

pada kelas eksperimen sudah mencapai

ketuntasan belajar sedangkan kelas kontrol

belum mencapai ketuntasan belajar. Hal ini

dapat dilihat dari hasil perhitungan uji

ketuntasan hasil belajar kelas eksperimen,

yaitu nilai t hitung 4,16 lebih dari 2,03 dengan

taraf signifikan 5% dengan derajat kebe-

basan 35. Hasil perhitungan uji ketuntasan

pada kelas kontrol, yaitu diperoleh nilai t hitung

-0,88 lebih kecil dari 2,03 dengan taraf

signifikan 5% dengan derajat kebebasan 37.

Hasil perhitungan ketuntasan belajar pada

kelas eksperimen diketahui bahwa yang

tidak tuntas ada 5 siswa dari 36 siswa,

sedangkan pada kelas kontrol yang tidak

tuntas sebanyak 17 siswa dari 40 siswa.

Ketuntasan belajar klasikal untuk kelas

eksperimen sebesar 86,11% dan pada kelas

kontrol sebesar 57,50% yang artinya kelas

eksperimen telah mencapai ketuntasan

belajar klasikal sedangkan kelas kontrol

belum mencapai ketuntasan belajar klasikal.

Hasil ini menunjukkan metode

implementasi pembelajaran kontekstual

dengan strategi percobaan sederhana

berbasis alam lingkungan lebih efektif

digunakan. Ketuntasan belajar pada kelas

eksperimen disebabkan karena siswa lebih

Page 43: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1355

bersemangat dan terlibat serta melihat

langsung contoh nyata dalam kehidupan

sehari-hari sehingga terjadi peningkatan

pemahaman (Wiratini, 2011).

Pembelajaran kelas kontrol dibe-

rikan dengan metode ekspositori, sehingga

kemandirian, motivasi dan daya berfikir

siswa belum optimal. Oleh sebab itu, hasil

belajar yang diperoleh lebih rendah daripada

kelas eksperimen.

Perbedaan hasil belajar dimungkin-

kan karena dalam pembelajaran kelas

eksperimen guru merangsang meningkatnya

motivasi belajar siswa. Kegiatan percobaan

sederhana yang dilakukan siswa kelas

eksperimen dituntut untuk lebih aktif agar

dapat menemukan suatu pendapat dan

mampu menghubungkan antara penge-

tahuan yang dimiliki dengan penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari (Nurhadi,

2002).

Percobaan sederhana dapat me-

ningkatkan sistem kerja sama siswa. Hasil

belajar psikomotorik diukur dengan meng-

gunakan lembar pengamatan. Terdapat 8

aspek dalam lembar observasi psikomotorik

yaitu persiapan, persiapan alat dan bahan,

keterampilan memakai alat, ketepatan

prosedur, kerjasama kelompok, keteram-

pilan dalam melakukan pengamatan,

pelaporan hasil percobaan, kebersihan dan

kerapihan alat serta tempat (Mardapi, 2008).

Gambar 1. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar psikomotorik

Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata

nilai aspek psikomotorik kelas eksperimen

secara umum lebih tinggi daripada kelas

kontrol. Hanya aspek 1 yaitu persiapan

kelas kontrol lebih tinggi dari kelas

eksperimen karena kelas kontrol untuk alat

dan bahan sudah tersedia. Sebelum

praktikum pada kelas eksperimen, siswa

mencari dahulu referensi percobaan di

internet atau sumber lain tentang percobaan

redoks yang akan dilakukan. Kemudian

siswa mencari bahan dan alat di sekitar

lingkungan yang sesuai dengan percobaan.

Hal tersebut membuat siswa memiliki lebih

banyak pengetahuan karena mereka

mendapatkan materi dari berbagai sumber

Page 44: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1356 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359

(Dewi, 2012). Pada kelas kontrol alat dan

bahan sudah tersedia tanpa harus mencari

disekitar alam lingkungan sehari-hari karena

praktikum dilaksanakan seperti biasa.

Aspek 3 (ketrampilan kerja), 4

(penguasaan prosedur), 6 (pengamatan), 7

(hasil dan laporan) untuk kelas kontrol

penilaian cenderung lebih rendah. Aspek

nomor 5 (dinamika kelompok) kelas ekspe-

rimen lebih tinggi karena pada kelas

eksperimen percobaan yang dilakukan

dengan menggunakan bahan dari ling-

kungan lebih menyenangkan sehingga

siswa akan lebih aktif dalam dinamika

kelompok. Aspek nomor 8 (kebersihan dan

kerapihan pasca praktikum) kelas eks-

perimen memperoleh kategori sangat tinggi

dan kelas kontrol memperoleh kategori

tinggi. Melalui percobaan yang lebih

menyenangkan, siswa pada kelas eksperi-

men sangat bersemangat sehingga ketika

waktu kebersihan mereka dengan senang

hati membersihkan alat setelah percobaan.

Lembar observasi psikomotorik ini diukur

pada saat dilaksanakannya percobaan

sederhana.

Hasil belajar afektif diukur dengan

menggunakan lembar observasi afektif.

Terdapat 6 aspek dalam lembar observasi

afektif yaitu kehadiran di kelas, keaktifan

siswa dalam mengikuti PBM, keaktifan

siswa dalam diskusi, keaktifan siswa dalam

mengajukan pertanyaan, keseriusan dan

ketepatan waktu siswa menyerahkan tugas,

serta keberanian siswa mengerjakan tugas

di depan kelas (Mardapi, 2008).

Gambar 2. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar afektif

Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai aspek

afektif kelas eksperimen lebih tinggi

daripada kelas kontrol. Skor aspek nomer 1

(kehadiran), 2 (keaktifan dalam mengikuti

PBM), 3 (keaktifan siswa dalam diskusi), 4

(keaktifan dalam mengajukan perrtanyaan),

5 (ketepatan waktu pengumpulan tugas) dan

6 (keberanian siswa mengerjakan tugas di

depan kelas) kelas eksperimen lebih baik

daripada kelas kontrol. Aspek nomor 2, 3, 4,

5, 6 memperoleh kategori tinggi hanya

aspek nomor 1 yang memperoleh kategori

yang sama yakni sangat tinggi. Hal ini

dikarenakan bahwa aspek nomor 1 yaitu

39

Page 45: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1357

kehadiran siswa di sekolah dan mengikuti

pelajaran merupakan disiplin sekolah yang

harus dipatuhi oleh setiap siswa.

Perbedaan nilai pada spek tersebut

disebabkan pembelajaran yang diterapkan

di kelas eksperimen menuntut dan merang-

sang siswa lebih aktif, disiplin serta

perhatian pada saat kegiatan belajar sedang

berlangsung, mengerjakan tugas dan me-

ngajukan atau menjawab pertanyaan, be-

kerja sama dalam kelompok baik diskusi

atau pada saat melakukan percobaan.

Sedangkan pada kelas kontrol kebanyakan

siswa pasif dan kurang bersemangat dalam

mengikuti PBM. Dari semua aspek penilaian

afektif, kelas eksperimen mempunyai nilai

lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Pada proses belajar pada kelas

eksperimen menggunakan model pem-

belajaran kontekstual dengan strategi

percobaan sederhana berbasis alam ling-

kungan, proses belajar berlangsung melalui

interaksi antara guru-siswa, dan antara

siswa-siswa, sehingga terjalin komunikasi

multiarah yang efektif. Siswa yang pandai

mengajari yang lemah dan yang tahu

memberi tahu temannya yang belum tahu

(Nurhadi, 2002). Selain itu, dengan dilaksa-

nakannya kegiatan percobaan sederhana,

siswa lebih dapat memahami materi yang

mereka pelajari karena mereka men-

dapatkan pengalaman secara langsung

(Kurnianto, et al., 2010).

Pembelajaran yang dilaksanakan

pada kelas kontrol menggunakan metode

ekspositori terbukti kurang dapat memotivasi

siswa untuk meningkatkan aktivitas dalam

pembelajaran. Namun demikian, seorang

pengajar harus dapat menghadapi tan-

tangan untuk membangkitkan motivasi

siswa, membangkitkan minatnya, menarik

dan mempertahankan perhatiannya, serta

mengusahakan agar siswa mau mem-

pelajari materi-materi yang akan dipelajari

(Slameto, 2003).

Pembelajaran kelas kontrol yang

dilaksanakan tidak selalu hanya dengan

kegiatan ceramah saja, namun juga

didiselingi dengan kegiatan diskusi dan

praktikum. Meskipun demikian siswa tetap

merasa tidak tertarik dan cenderung pasif

saat mengikuti pelajaran. Seorang guru

perlu memiliki keterampilan laboratorium

sebagai penunjang pelaksanaan tugas di

lapangan serta kemampuan pemecahan

masalah, sehingga tidak mudah menyerah

ketika menghadapi berbagai masalah yang

berkaitan dengan tugas mengajarnya (Kerr

dan Runquist, 2005).

Penyebaran angket dalam penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

penerimaan siswa terhadap proses

pembelajaran dengan implementasi pem-

belajaran kontekstual dengan strategi

percobaan sederhana berbasis bahan alam

lingkungan pada materi reaksi oksidasi dan

reduksi. Pernyataan dalam angket tang-

gapan dikategorikan menjadi 4 yaitu

keadaan siswa saat pembelajaran, parti-

sipasi siswa saat pembelajaran, keadaan

akademik siswa dan keadaan sosial siswa.

Untuk kategori keadaan siswa saat

pembelajaran ada pada pernyataan nomor

1, 2 dan 3. Kategori partisipasi siswa saat

pembelajaran ada pada pernyataan nomor

4, 5, 6, dan 7. Kategori keadaan akademik

siswa ada pada pernyataan nomor 8, 9 dan

10. Kategori keadaan sosial siswa ada pada

41

Page 46: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1358 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359

pernyataan nomor 11, 12 dan 13. Hasil

penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.

Siswa memberikan tanggapan sa-

ngat setuju pada pernyataan nomor 1, 2,

dan 11 karena sebagian besar siswa datang

tepat waktu saat pelajaran dimulai dan

mereka saling bekerjasama apabila ada

tugas ataupun pada saat melakukan

percobaan. Pernyataan nomor 3, 4, 7, 8, 9,

10, 12, 13 siswa memberikan tanggapan

setuju. Hal ini menunjukkan bahwa siswa

sangat bersemangat dan merasa senang

dengan pembelajaran yang diberikan. Siswa

dengan aktif melakukan kerjasama, saling

membantu bila ada teman yang kesulitan

sehingga dapat memahami pelajaran lebih

baik. Namun pada pernyataan nomor 5 dan

6 siswa memberikan tanggapan tidak setuju.

Sebagian siswa masih merasa canggung

untuk maju ke depan kelas atau me-

ngungkapkan pendapatnya secara lisan. Ini

disebabkan mereka sudah terbiasa dengan

ceramah yang tidak menekankan pada

keaktifan siswa.

Tanggapan-tanggapan siswa terse-

but menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran kontekstual lebih menye-

nangkan, menarik, dan dapat membuat

siswa lebih mudah memahami materi. Hal

ini dapat dilihat dari pemahaman siswa yang

meningkat dalam pembelajaran dan mereka

lebih termotivasi untuk giat belajar (Sukarta,

2010). Siswa juga dapat mengaitkan materi

redoks dengan contoh dalam kehidupan

sehari-hari.

Gambar 3. Hasil analisis tanggapan siswa

Ket: Pernyataan nomor 1, 2 dan 3 adalah kategori keadaan siswa, pernyataan nomor 4, 5, 6, 7 dan adalah kategori partisipasi siswa, pernyataan nomor 8, 9 dan 10 adalah kategori keadaan akademik siswa, pernyataan nomor 11, 12 dan 13 adalah kategori keadaan sosial siswa.

Hasil analisis angket tanggapan

siswa terhadap pembelajaran dapat disimpul

-kan bahwa siswa menyukai pembelajaran

dengan implementasi pembelajaran kon-

tekstual dengan percobaan sederhana ber-

basis alam lingkungan.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

implementasi pembelajaran kontekstual de-

ngan percobaan sederhana berbasis alam

lingkungan memberikan perbedaan yang

positif terhadap hasil belajar siswa, serta

mampu meningkatkan motivasi belajar. Hal

Page 47: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1359

ini karena siswa dilibatkan langsung dengan

contoh di lingkungan sehari-hari mengenai

materi yang dipelajari melalui percobaan

sederhana. Ketuntasan belajar kelas eks-

perimen dengan menggunakan imple-

mentasi pembelajaran kontekstual dengan

percobaan sederhana berbasis alam ling-

kungan sebesar 86,11%, sedangkan kelas

kontrol hanya sebesar 57,50%.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N. K. A. M. P., 2012, Penerapan

Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi SMP Negeri 3 Singaraja Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Teknik Informatika, Vol 1, No 4, Hal: 2252-9063.

Kerr. S. dan Runquist. O., 2005, Are We Serious about Preparing Chemists for the 21st Century Workplace or Are We Just Teaching Chemistry?, Journal of Chemical Education, Vol 82, No 2, Hal: 231 – 239.

Kurnianto, Dwijananti, dan Khumaedi, 2010, Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep Fisika Melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 6-9, Hal: 1693-1246.

Mardapi, D., 2008, Teknik Penyusunan Instrument Tes dan Nontes, Jogjakarta: Mitra Cendekia.

Nurhadi, 2002, Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Phelps. A.J dan Lee C., 2003, The Power of Practice: What Students Learn From How We Teach, Journal of Chemical Education, Vol 80, No 7, Hal: 829 – 832.

Silberman, M., 2002, Active Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: Yappendis.

Slameto, 2003, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, 2005, Metode Statistika Edisi ke-enam, Bandung: Tarsito.

Sukarta, I.N., 2010, Penerapan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Model Kooperatif pada Pembelajaran Kimia dan Pencemaran, Journal Pendidikan dan Pengajaran, Vol 43, No 3, Hal: 199-206.

Susilaningsih, E., 2012, Model Evaluasi Praktikum Kimia di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jurnal Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Vo 16, No 1, Hal: 234-248.

Sweeney, A.T dan Paradis, J.A. 2003, Addressing the Professional Preparation of Future Science Teachers to Teach Hands – on Science : a Pilot Study of a Laboratory Model, Vol 80, No 2, Hal: 171 – 173.

Widodo, A.T., 2008, Pemaksimalan Kompetensi Kimia Siswa SMA dengan Pendekatan Pembelajaran Penerapan Penelitian Sederhana, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 1, Hal: 173-181.

Wiratini, N.M., 2011, Pemanfaatan Potensi Lingkugan Lokal dalam Membuat Prosedur Praktikum Kontekstual, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Vol 44, No 1-3, Hal: 60-68.

Zainul, A., 2011, Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Diklat Guru Mata Pelajaran Kimia Madrasah Aliyah (MA), Jurnal Inovasi, Vol 1, No 5, Hal: 28 – 41.

Page 48: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1360 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369

KEEFEKTIFAN STRATEGI PROJECT BASED LEARNING

BERBANTUAN MODUL PADA HASIL BELAJAR KIMIA SISWA

Retha Aliefyan Rose* dan Agung Tri Prasetya

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan strategi pembelajaran project based learning berbantuan modul pada hasil belajar kimia siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI pada suatu SMA Negeri di Pemalang tahun ajaran 2011/2012. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI PSIA 1 sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran project based learning berbantuan modul dan kelas XI PSIA 3 sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran ceramah berbantuan modul. Penelitian ini menggunakan pretest and posttest comparison group design. Hasil uji perbedaan rata-rata satu pihak kanan hasil belajar posttest pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol. Hasil tersebut diperkuat dengan uji estimasi rata-rata yang menunjukkan kisaran rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen adalah 78,51-82,29 dan kelas kontrol adalah 74,05-79,15. Hasil uji ketuntasan belajar klasikal menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal kelas eksperimen sebesar 67,50% dan kelas kontrol sebesar 47,50%. Hasil belajar afektif dan psikomotorik menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Simpulan dari penelitian ini yaitu bahwa penerapan strategi pembelajaran project based learning berbantuan modul efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata kunci: hasil belajar, modul, project based learning

ABSTRACT

This study aims to determine the effectiveness of instructional strategies of project based learning module assisted on student learning outcomes on chemical material of solubility and solubility product. The population in this study was class XI PSIA student of a high school in Pemalang academic year 2011/2012. The sample in this study namely class XI PSIA 1 as experimental class with project-based learning modules assisted and class XI PSIA 3 as a control class with lecture learning with module-assisted.This study used a pretest and posttest comparison group design. Analysis results of the average differences in one right hand posttest learning outcomes at the level of 95% indicates that the average learning outcomes of experimental class greater than the control class. This result are evidenced by the estimated average test showed the average range of cognitive learning outcomes between the experimental class and the control class respectively 78.51-82.29 and 74.05-79.15. The results showed that the classical learning mastery of experimental class was 67.50% and control class was 47.50%. Affective and psychomotor learning outcomes indicated that the experimental class are better than control class. The conclusions from this study were that the implementation of project-based learning with module assisted effectively increase the student learning outcomes. Keywords: learning outcomes, module, project based learning

Page 49: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1361

PENDAHULUAN

Guru dituntut untuk menyajikan proses

pembelajaran yang inovatif dan efektif.

Inovasi pembelajaran diperlukan untuk

mengubah pembelajaran yang semata-mata

hanya berpusat kepada guru menjadi

pembelajaran yang mengaktifkan siswa.

Inovasi pembelajaran ini menjadi sangat

penting saat guru mengajarkan mata

pelajaran yang mengandung konsep-konsep

yang bersifat abstrak bagi siswa seperti

halnya pelajaran kimia.

Salah satu strategi pembelajaran

yang dianggap dapat mengubah

keabstrakkan dalam pelajaran kimia adalah

project based learning atau pembelajaran

berbasis proyek. Project based learning

merupakan pembelajaran yang memberikan

kesempatan kepada guru untuk mengelola

pembelajaran dengan melibatkan kerja

proyek. Pembelajaran project based

learning memberikan kesempatan kepada

siswa untuk belajar dan bekerja sama untuk

memecahkan permasalahan kemudian

menyajikan hasil pekerjaan mereka kepada

audiens untuk di presentasikan. Siswa

secara aktif terlibat dalam proses

pendefinisian masalah, pemecahan masa-

lah, pengambilan keputusan, dan aktivitas

investigatif lainnya.

Hasil penelitian Miswanto (2011)

membuktikan bahwa penerapan project

based learning memberikan hasil yang

positif pada hasil belajar siswa. Selain

berimbas pada hasil belajar siswa, hasil

penelitian Baş (2011) membuktikan bahwa

project based learning dapat meningkatkan

motivasi, sikap, dan keterlibatan siswa

dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut

hasil penelitian Özdemir (2006) menyatakan

bahwa pembelajaran berbasis proyek

tampaknya menjadi model yang efektif untuk

meningkatkan prestasi akademis dan sikap,

meskipun hasilnya bervariasi dengan

kualitas proyek dan tingkat keterlibatan

siswa yang berbeda.

Penerapan pembelajaran project

based learning diharapkan dapat mengubah

konsep-konsep kimia yang dianggap masih

abstrak oleh siswa seperti pokok materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pokok

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

dianggap abstrak karena melibatkan

perhitungan kimia yang meliputi kelarutan

garam sukar larut, harga Ksp, ion senama,

pH larutan, dan reaksi pengendapan. Siswa

ternyata mengalami kesulitan untuk mencari

penerapan konsep-konsep tersebut dalam

kehidupan sehari-hari. Keabstrakkan konsep

pada pokok materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan tersebut dapat disajikan dalam

proyek pembelajaran sehingga diharapkan

dapat memaksimalkan hasil belajar siswa .

Hasil studi pendahuluan yang

dilakukan di suatu SMA Negeri di Pemalang

kelas XI Program Studi Ilmu Alam (PSIA)

dengan melakukan wawancara terhadap

guru bidang studi kimia diketahui bahwa

pembelajaran dilakukan dengan ceramah

yang diselingi dengan kegiatan

laboratorium. Siswa kesulitan untuk men-

capai hasil belajar yang maksimal dengan

kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang

tinggi yaitu 80. Oleh karena itu, disusunlah

penelitian yang menerapkan strategi

pembelajaran project based learning dalam

pembelajaran kimia khususnya pokok materi

Page 50: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1362 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369

kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pem-

belajaran project based learning ini dibantu

dengan modul pembelajaran yang memuat

bahan ajar serta proyek pembelajaran untuk

mempermudah siswa. Penelitian ini akan

mengukur keefektifan strategi project based

learning berbantuan modul pada hasil

belajar kimia siswa kelas XI PSIA pada

suatu SMA Negeri di Pemalang. Indikator

kefektifan dalam penelitian ini adalah

apabila hasil belajar siswa, baik hasil belajar

kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan

pembelajaran project based learning

berbantuan modul mencapai nilai KKM yang

telah ditentukan yaitu 80.

Permasalahan dalam penelitian ini

yaitu: 1) apakah strategi pembelajaran

project based learning berbantuan modul

efektif pada hasil belajar kimia siswa kelas

XI yang dilakukan di suatu SMA Negeri di

Pemalang; 2) jika efektif, berapa besar

keefektifan strategi project based learning

berbantuan modul pada hasil belajar kimia

siswa kelas XI pada suatu SMA Negeri di

Pemalang. Tujuan dari penelitian ini yaitu

untuk mengetahui: 1) apakah strategi project

based learning efektif pada hasil belajar

kimia siswa kelas XI yang dilakukan di suatu

SMA Negeri di Pemalang khususnya materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan; 2) jika

efektif, untuk mengetahui berapa besar

keefektifan strategi project based learning

pada hasil belajar kimia siswa kelas XI yang

dilakukan di suatu SMA Negeri di Pemalang

khususnya materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu SMA

Negeri di Pemalang pada materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan. Desain penelitian

yang dipakai yaitu pretest and posttest

comparison group design. Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa kelas XI PSIA

tahun ajaran 2011/2012. Sampel dalam

penelitian ini diambil dengan teknik cluster

random sampling. Kelas XI PSIA 1 sebagai

kelas eksperimen diberi perlakuan

pembelajaran project based learning

berbantuan modul, sedangkan kelas XI

PSIA 3 sebagai kelas kontrol diberi perla-

kuan pembelajaran ceramah berbantuan

modul.

Variabel bebas dalam penelitian ini

yaitu dua metode pembelajaran yakni

project based learning berbantuan modul

dan pembelajaran ceramah berbantuan

modul, sedangkan variabel terikatnya yaitu

hasil belajar siswa dari dua metode yang

diterapkan. Metode pengumpulan data

dilakukan dengan metode tes, observasi,

dokumentasi, dan angket tanggapan siswa

kelas eksperimen. Metode tes untuk

mengetahui kemampuan kognitif siswa,

observasi digunakan untuk mengetahui

kemampuan afektif dan psikomotorik siswa,

dokumentasi digunakan untuk mendapatkan

data-data nama dan nilai siswa, sedangkan

angket digunakan untuk mengetahui

tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap

pembelajaran yang diterapkan.

Pembelajaran project based learning

berbantuan modul pada kelas eksperimen

diterapkan dengan memberikan beberapa

tugas proyek pembelajaran yaitu pemurnian

Page 51: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1363

garam krosok, kelarutan garam sukar larut,

dan peristiwa kelarutan dan hasil kali

kelarutan dalam kehidupan. Modul yang

berisi petunjuk berkaitan dengan proyek dan

gambaran umum tentang materi pelajaran

diberikan kepada siswa dalam proses

pembelajaran. Pengerjaan proyek pembe-

lajaran dilakukan secara berkelompok

masing-masing terdiri atas 5 orang siswa.

Pembelajaran ceramah berbantuan

modul diterapkan pada kelas kontrol. Proses

pembelajaran berlangsung dengan guru

memberi penjelasan, pemberian contoh soal

latihan dan pekerjaan rumah. Siswa kelas

kontrol mendapatkan modul pembelajaran

seperti halnya siswa kelas eksperimen,

perbedaannya terletak pada penyajian

proyek pembelajaran. Proyek pembelajaran

pada kelas eskperimen adalah dengan

kegiatan praktikum dan diberikan di akhir

pembelajaran.

Uji yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji perbedaan rata-rata satu pihak

kanan untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan hasil belajar, uji estimasi rata-

rata untuk mengetahui kisaran rata-rata

hasil belajar siswa, uji ketuntasan belajar

untuk mengetahui apakah kedua kelas

sampel mencapai ketuntasan klasikal yang

ditentukan serta uji peningkatan hasil belajar

untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa. Hasil belajar afektif dan psikomotorik

serta hasil angket tanggapan siswa

dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan ranah afektif siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol

menunjukkan hasil belajar afektif kelas

eksperimen yang lebih baik dibandingkan

kelas kontrol seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Skor rata-rata hasil belajar afektif pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

No Aspek Kelas eksperimen Kelas control

Skor Kategori Skor Kategori

1 Memperhatikan penjelasan guru 2,91 Tinggi 2,85 Tinggi 2 Memperhatikan media pembelajaran 2,85 Tinggi 2,74 Tinggi 3 Serius dalam mengikuti pembelajaran 2,65 Tinggi 2,57 Tinggi 4 Mampu menyimpulkan hasil pembelajaran 2,74 Tinggi 2,66 Tinggi 5 Mengungkapkan gagasan apabila mempunyai

ide yang lebih baik dari yang sudah ada 1,58 Rendah 1,44 Rendah

Tabel 1 membuktikan bahwa skor

rata-rata hasil belajar afektif kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan

dengan kelas kontrol. Project based learning

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

dan mencapai pembelajaran afektif yang

signifikan (Doppelt, 2003). Skor rata-rata

afektif siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol pada aspek 1, 2, 3, dan 4

memperoleh kategori tinggi, dan aspek ke 5

memperoleh kategori rendah. Walaupun

kelas eksperimen dan kelas kontrol

menunjukkan kategori yang sama, tetapi

kelas eksperimen memperoleh skor rata-

rata yang lebih tinggi dibandingkan kelas

kontrol. Siswa kelas eksperimen menunjuk-

kan sikap antusias selama pelajaran

berlangsung. Perhatian siswa kelas

eksperimen berkaitan dengan proyek

pembelajaran yang ditugaskan. Siswa yang

Page 52: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1364 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369

antusias terhadap apa yang dipelajarinya

akan cenderung menggali lebih dalam dan

mengembangkan pembelajaran tersebut.

Hal yang berbeda ditunjukkan oleh siswa

kelas kontrol. Siswa kelas kontrol cenderung

diam dan kurang fokus dengan pelajaran.

Mereka menunjukkan tanda-tanda bosan

seperti mengantuk dan mengobrol dengan

temannya. Siswa akan termotivasi untuk

melakukan proyek saat mendengar

pengarahan yang diberikan guru mengenai

proyek yang akan mereka kerjakan (Yance,

2013).

Pengamatan ranah psikomotorik

siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

dibedakan menjadi 2, yaitu hasil belajar

psikomotorik pembelajaran di kelas dan

hasil belajar psikomotorik pembelajaran

praktikum di laboratorium, berturut-turut

ditampilkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar psikomotorik pembelajaran di kelas pada

kelas eksperimen dan kelas control

Gambar 2. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar psikomotorik pembelajaran praktikum di

laboratorium kelas eksperimen dan kelas control

Kelas Eksperimen

Kelas kontrol

Aspek yang diamati

Kelas Eksperimen

Kelas kontrol

Aspek yang diamati

Page 53: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1365

Hasil pengamatan ranah psiko-

motorik baik pada kegiatan pembelajaran di

kelas (Gambar 1) maupun kegiatan prakti-

kum di laboratorium (Gambar 2) menunjuk-

kan bahwa skor rata-rata yang diperoleh

kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol. Project based learning

mempunyai pengaruh yang berarti terhadap

hasil belajar siswa pada ranah psikomotor

(Yance, 2013).

Skor rata-rata psikomotorik pembe-

lajaran di kelas pada kelas eskperimen dan

kelas kontrol untuk aspek 1, 2, dan 3

memperoleh kategori tinggi, sedangkan

aspek 4, 5, dan 6 memperoleh kategori

cukup. Walaupun siswa kelas eksperimen

dan kelas kontrol menunjukkan kategori

yang sama, tetapi siswa kelas eksperimen

memperoleh skor rata-rata yang lebih tinggi

dibandingkan kelas kontrol. Aspek keleng-

kapan tugas rumah siswa kelas eksperimen

menempati skor tertinggi dibandingkan

kelima aspek yang lain. Kelas eksperimen

menunjukkan hasil belajar psikomotorik

pembelajaran di kelas yang lebih baik

dibandingkan kelas kontrol.

Skor rata-rata psikomotorik siswa

pembelajaran praktikum di laboratorium

pada kelas kontrol dan kelas eksperimen

untuk aspek 1, 2, 3, 4, dan 5 memperoleh

kategori tinggi, dan aspek 6 memperoleh

kategori sangat tinggi. Walaupun siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol

menunjukkan kategori yang sama, skor rata-

rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi di-

bandingkan kelas kontrol. Kelas eksperimen

menunjukkan hasil belajar psikomotorik ke-

giatan praktikum yang lebih baik disbanding-

kan kelas kontrol.

Perbedaan hasil belajar psiko-

motorik pembelajaran praktikum di labora-

torium pada kelas eksperimen dan kontrol

disebabkan oleh perbedaan penyajian

proyek pembelajaran. Kesiapan untuk me-

laksanakan praktikum serta keterampilan

melaksanakan praktikum siswa kelas ekspe-

rimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol.

Kegiatan praktikum tersebut merupakan

bagian dari tugas proyek yang telah

disiapkan oleh siswa sejak awal pembe-

lajaran. Siswa kelas eksperimen telah

dibekali gambaran proyek serta tugas

penelusuran untuk melaksanakan proyek.

Pelaksanaan kegiatan laboratorium siswa

kelas kontrol hanya mengikuti langkah kerja,

seringkali dengan atau tanpa benar-benar

memahami konsep-konsep. Mereka me-

nerima instruksi, melaksanakan praktikum,

dan kemudian menulis laporan. Project

based learning bermanfaat bagi siswa salah

satunya dengan cara memberikan mereka

tanggungjawab kegiatan proyek labora-

torium, suatu pendekatan yang akan meng-

hasilkan pemahaman yang lebih mendalam

tentang bagaimana ilmu pengetahuan di-

praktekkan oleh ilmuwan melalui pemecah-

an masalah dan perumusan serta pengujian

berbasis penelitian hipotesis (Movahed-

zadeh, et al., 2012). Perbedaan hasil belajar

kelas eksperimen dan kelas kontrol yang

signifikan diperkuat oleh hasil belajar kognitif

siswa seperti disajikan pada Tabel 2.

Page 54: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1366 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369

Tabel 2. Ringkasan hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Sumber Variansi

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pretest Posttest Kenaikan Pretest Posttest Kenaikan

Rata-rata 31,20 80,40 49,20 30,80 76,60 45,80

Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 80

0 27 - 0 19 -

Hasil belajar kognitif siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol memiliki per-

bedaan yang signifikan seperti ditunjukkan

Tabel 2. Hasil belajar kognitif siswa kelas

eksperimen yang diberi pembelajaran

project based learning berbantuan modul

lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang

diberi pembelajaran ceramah berbantuan

modul.

Perbedaan hasil belajar kognitif

kelas eksperimen dan kelas kontrol dibuk-

tikan dengan perhitungan uji perbedaan

rata-rata satu pihak kanan. Hipotesis yang

diajukan dalam uji perbedaan rata-rata satu

pihak kanan bahwa kelas eksperimen

mempunyai hasil belajar yang lebih baik

dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil

yang diperoleh dari uji ini yaitu thitung

sebesar 2,26 dan tkritis sebesar 2,02 yang

berarti bahwa hipotesis yang diajukan

diterima atau rata-rata hasil belajar kimia

siswa yang diberi strategi pembelajaran

project based learning berbantuan modul

lebih baik daripada kelas dengan pem-

belajaran ceramah berbantuan modul.

Pengujian keefektifan pembelajaran

dengan uji estimasi rata-rata menunjukkan

bahwa kisaran rata-rata hasil belajar kognitif

kelas eksperimen adalah 78,51-82,29 dan

kelas kontrol adalah 74,05-79,15. Rata-rata

hasil belajar kognitif kelas eksperirmen

diperoleh 80,40 sedangkan kelas kontrol

adalah 76,60. Karena KKM yang ditetapkan

adalah 80, maka kelas eksperimen telah

mencapai KKM dan kelas kontrol tidak

mencapai KKM yang diharapkan.

Perhitungan ketuntasan belajar

klasikal kelas eksperimen sebesar 67,50%

dan kelas eksperimen sebesar 47,50%. Ke-

berhasilan kelas dapat dilihat dari sekurang-

kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada

di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan

individu (Mulyasa, 2004). Kelas eksperimen

dan kelas kontrol belum mencapai ketun-

tasan belajar klasikal yang diharapkan, akan

tetapi dapat diketahui bahwa ketuntasan

belajar klasikal kelas eksperimen lebih besar

dibandingkan kelas kontrol.

Uji peningkatan hasil belajar me-

nunjukkan bahwa baik kelas eksperimen

maupun kelas kontrol menunjukkan pening-

katan yang signifikan. Hasil perhitungan uji

peningkatan hasil belajar kelas eksperimen

diperoleh thitung sebesar 47,01 dan kelas

kontrol diperoleh thitung sebesar 32,43 pada

tkritis sebesar 2,02. Peningkatan hasil belajar

kelas eksperimen lebih besar jika

dibandingkan dengan peningkatan hasil

belajar kelas kontrol. Peningkatan ini juga

dapat dilihat dari perbedaan rata-rata antara

nilai pretest dan posttet siswa seperti

ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil ini menun-

jukkan bahwa kelas eksperimen mengalami

51

Page 55: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1367

peningkatan hasil belajar yang lebih baik

dibandingkan kelas kontrol.

Serangkaian hasil uji hipotesis dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif

kelas eksperimen lebih baik dibandingkan

kelas kontrol. Project based learning

memiliki efek positif pada hasil belajar siswa

bila dibandingkan dengan kelas kontrol

(Thomas, 2000). Penerapan strategi pembe-

lajaran project based learning berbantuan

modul pada kelas eksperimen memberikan

pengalaman belajar lebih bermakna diban-

dingkan kelas kontrol. Project based

learning menyediakan pengalaman belajar

yang kaya (Gültekin, 2005). Tugas proyek

pembelajaran memicu siswa untuk belajar

memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk

mencari dan mendapatkan informasi yang

relevan berkaitan dengan tugas proyek.

Modul pembelajaran yang diberikan mem-

bantu siswa dalam memahami materi

pembelajaran dan prosedur pengerjaan

proyek, sehingga dapat menghasilkan karya

atau produk dari penyelesaian tugas proyek.

Proyek pembelajaran memberikan

contoh nyata penerapan materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan pada kehidupan

sehari-hari siswa. Penerapan project based

learning menjembatani kesenjangan antara

pengetahuan teoritis dan relevansi pengeta-

huan di dunia (Kalek dan Lee, 2012).

Keabstrakkan materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan diubah dalam bentuk tugas proyek

pembelajaran. Selama pengerjaan proyek,

siswa belajar mamahami konsep atau materi

belajar sekaligus menerapkannya melalui

proyek pembelajaran yang ditugaskan.

Proyek pembelajaran memungkinkan siswa

memiliki kesempatan untuk belajar bagai-

mana menggunakan pengetahuan dan

mereka menyadari hubungan antara ke-

hidupan dan disiplin ilmu (Gültekin, 2005).

Pembentukan kelompok-kelompok

belajar pada kelas eksperimen membantu

siswa dalam memahami materi pelajaran

dan menyelesaikan tugas proyek. Kerja-

sama siswa dalam suatu kelompok belajar

project based learning memberikan

pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa

(Andri, 2012). Siswa kelas eksperimen

mempunyai kesempatan untuk berdiskusi

dan menyelesaikan masalah pembelajaran

yang muncul secara berkelompok. Mereka

mengembangkan dan mempraktikan kete-

rampilan komunikasi serta belajar untuk

mengorganisasikan proyek. Belajar bersama

memungkinkan siswa untuk menyatukan ide

satu sama lain, menyampaikan pendapat

mereka sendiri, dan merundingkan solusi.

Semua keterampilan ini akan diperlukan di

lingkungan kerja. Masing-masing kelompok

berlomba untuk menghasilkan proyek yang

terbaik. Siswa memasuki kompetisi yang

sehat dengan kelompok lain selama

pengerjaan proyek dan berusaha keras agar

berhasil (Baş, 2011). Siswa merasakan

kebahagiaan dan kegembiraan mencapai

sesuatu. Siswa senang menghasilkan

sesuatu dan menampilkan sesuatu yang

berbeda, yang pada akhirnya membuat

mereka merasa berharga, terampil dan

berpengetahuan. Hal ini dapat menjadi

kontribusi yang positif pada prestasi

akademik dan sikap siswa terhadap

pelajaran (Yalçin et al., 2009).

Tugas akhir berupa presentasi hasil

proyek diberikan kepada siswa kelas

eksperimen sebagai umpan balik setelah

52 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000

Page 56: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1368 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369

pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini

merupakan bagian dari proyek dan dinilai

sebagai salah satu penilaian ranah

psikomotorik. Hasil pengamatan presentasi

proyek secara umum menunjukkan bahwa

siswa mampu menyampaikan hasil tugas

proyek sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan. Tujuan kegiatan presentasi ini

adalah untuk menyimpulkan bahwa seluruh

tugas proyek pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Siswa menyimpulkan kaitan

masing-masing proyek dengan konsep

kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa

merefleksikan pengalaman masing-masing

selama pengerjaan tugas proyek pembe-

lajaran. Project based learning menawarkan

kesempatan untuk penutupan, tanya jawab,

dan refleksi (Grant, 2002).

Pembelajaran ceramah berbantuan

modul pada kelas kontrol menunjukkan hasil

belajar yang kurang maksimal bila diban-

dingkan kelas eksperimen. Pembelajaran

dengan ceramah kurang memberikan

kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran. Guru lebih

banyak berperan sebagai sumber belajar.

Materi yang dikuasai siswa terbatas hanya

pada apa yang disampaikan guru. Sulit

untuk mengetahui apakah siswa telah

memahami apa yang disampaikan guru.

Analisis angket tanggapan siswa

kelas eksperimen terhadap pembelajaran

project based learning menunjukkan bahwa

83,33% siswa memberikan tanggapan

setuju terhadap masing-masing indikator

yang terdapat dalam angket. Siswa kelas

eksperimen tertarik dengan pembelajaran

project based learning berbantuan modul.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pembelajaran project based learning

berbantuan modul terbukti efektif diterapkan

dalam pembelajaran kimia pokok materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan ditinjau

dari hasil belajar siswa, baik dari ranah

kognitif, afektif, maupun psikomorik. Project

based learning mempunyai pengaruh yang

berarti terhadap hasil belajar siswa pada

ranah kognitif, afektif, dan psikomotor

(Susanti, 2008 dan Yance, 2013).

Berdasarkan penelitian ini, dapat

disimpulkan kelebihan strategi project based

learning yaitu: 1) siswa diberikan kesem-

patan lebih untuk terlibat langsung dan

berinteraksi langsung dengan siswa lain

untuk memecahkan masalah, 2) siswa

memahami penerapan konsep melalui tugas

proyek pembelajaran, dan 3) siswa dapat

menghasilkan produk karya pengerjaan

proyek pembelajaran.

Pengalaman di lapangan menemu-

kan bahwa pembelajaran melalui strategi

project based learning juga memiliki

beberapa keterbatasan yaitu: 1) kondisi

kelas cenderung gaduh sehingga diperlukan

kecakapan guru dalam penguasaan dan

pengelolaan kelas, dan 2) membutuhkan

waktu yang lebih banyak bila dibandingkan

dengan strategi belajar lainnya.

SIMPULAN

Hasil penelitian membuktikan bahwa

strategi pembelajaran project based learning

berbantuan modul pada kelas eksperimen

efektif diterapkan dalam pembelajaran kimia

pokok materi kelarutan dan hasil kali kela-

rutan ditinjau dari hasil belajar kognitif,

afektif dan psikomotorik siswa. Pembela-

Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based ….

Page 57: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1369

jaran project based learning berbantuan

modul pada kelas eksperimen dikatakan

efektif karena hasil belajar siswa pada

pokok materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan telah mencapai nilai 80 dari

seluruh proses pembelajaran, ditinjau dari

hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomorik.

DAFTAR PUSTAKA

Andri, 2012, Pengaruh model pembelajaran

berbasis proyek terhadap tingkat kerjasama siswa dan hasil belajar siswa kelas X TPM pada mata pelajaran menggambar di SMK N 1 Jetis Mojokerto, Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol 1, No 2, Hal: 28-

37.

Baş, G., 2011, Investigating the effects of project-based learning on students’ academic achievement and attitudes towards english lesson, The Online Journal of New Horizon in Education, Vol 1, No 4, Hal: 1-15.

Doppelt, Y., 2003, Implementation and assessment of project-based learning in a flexible environment, Internatioanal Journal of Technology and Design Education, Vol 13, No 3,

Hal: 255–272.

Grant, M. M, 2002, Getting a grip on project-based learning: theory, cases and recommendations, Meridian: A Middle School Computer Technologies Journal, Vol 5, No 1,

Hal: 116-132.

Gültekin, M., 2005, The effects of project-based learning on learning outcomes in the 5

th grade social

studies course in primary education, Educational Sciences: Theory and Practice, Vol 5, No 2, Hal: 548-556.

Kalek, A. A. dan Lee, A., 2012, Application of project-based learning in students’ engagement in malaysian studies and english language, Journal of Interdisciplinary Research in Education, Vol 2, No 1, Hal: 37-

46.

Miswanto, 2011, Penerapan model pembelajaran berbasis proyek pada materi program linier siswa kelas X SMK Negeri 1 Singosari, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Pendidikan, Vol 1, No 1, Hal: 60-68.

Mulyasa, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Özdemir, E., 2006, An investigation on the effects of project-based learning on students’ achievement in and attitude towards geometry, Thesis, Ankara: Middle East Technical University Turkey.

Susanti, E. dan Muchtar, Z., 2008, Penerapan project based learning untuk pembelajaran koloid SMA, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol 3, No 2, Hal: 106-112.

Yalçin, S. A., Turgut, Ü., dan Büyükkasap, E., 2009. The Effect of Project Based Learning on Science Undergraduates’ Learning of Electricity, Attitude Towards Physics and Scientific Process Skills, International Online Journal of Educational Sciences, Vol 1, No 1,

Hal: 81-105.

Yance, R. D., 2013, Pengaruh Penerapan Model Project Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Batipuh Kabupaten Tanah Datar, Pillar of Physhic Education, Vol 1, No 1, Hal: 48-54.

Page 58: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1370 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER

BERVISI SETS TERHADAP PENINGKATAN PENGUASAAN

KONSEP KIMIA

Ilam Pratitis* dan Achmad Binadja

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran advance organizer bervisi SETS terhadap peningkatan penguasaan konsep kimia materi larutan penyangga di suatu SMA di Semarang. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non ekivalen. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, dan didapatkan kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen adalah 84, sedangkan kelas kontrol adalah 82. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran advance organizer bervisi SETS terhadap peningkatan penguasaan konsep kimia sebesar 4%, dengan angka korelasi sebesar 0,2. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran advance organizer bervisi SETS berpengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan konsep kimia pada materi larutan penyangga. Saran yang diberikan adalah model pembelajaran advance organizer bervisi SETS sebaiknya juga diterapkan pada materi kimia yang lain. Hal ini tentu saja disertai dengan perubahan sesuai dengan kebutuhan agar pengaruhnya terhadap hasil belajar berupa penguasaan konsep kimia menjadi lebih meningkat.

Kata Kunci : advance organizer, larutan penyangga, penguasaan konsep, SETS

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of the application of learning model with advance organizer envisions SETS to increase mastery of chemistry concepts in the high school in Semarang on buffer solution material. The design used in this research is the design of the control group non equivalent. Sampling was conducted with a purposive sampling technique, and obtained a XI 6 science grade as experimental class and class XI 5 science grade as control class. Data collection method used is the method of documentation, testing, observation, and questionnaires. The results showed that the average cognitive achievement of experimental class was 84, while the control class was 82. The result of data analysis showed that the effect of the application of learning model with advance organizer envisions SETS was able to increase the mastery of chemical concepts of 4%, with a correlation rate of 0.2. Based on the results, it can be concluded that the learning model with advance organizer envisions SETS had positive effect of increasing mastery of the concept of chemistry on buffer solution material. The advice given is learning model with organizer envisions SETS should also be applied to other chemistry materials. This is of course accompanied by a change in order to suit the needs of its effect on learning outcomes in the form of concept mastery of chemistry to be more increased.

Keywords: advance organizer, buffer solution, concept mastery, SETS

Page 59: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1371

PENDAHULUAN

Seklama ini, guru mengajarkan kon-

sep dan teori kimia dengan metode yang

hanya berpusat pada guru, sedangkan

siswa kurang diberi kesempatan untuk aktif

dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini

berdasarkan fakta proses pembelajaran di

kelas XI IPA suatu SMA di Semarang.

Metode ceramah dan tanya jawab sering

digunakan dalam proses pembelajaran.

Potensi siswa dalam memahami materi

kurang digali sehingga siswa selalu

beranggapan bahwa teori kimia adalah

materi yang sulit dan harus selalu dihafal.

Materi yang disampaikan juga belum

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

secara nyata. Hasil belajar kognitif materi

larutan penyangga di SMA tersebut dari

tahun pelajaran 2010/2011 sampai

2012/2013 masih di bawah batas nilai

tuntas 75 yaitu sebesar 66, 67, dan 71.

Hanya siswa tertentu saja yang aktif

menjawab pertanyaan dan mengemukakan

pendapat.

Model pembelajaran yang di-

gunakan oleh seorang guru sangat

berpengaruh pada keaktifan siswa di kelas

(Panggabean, 2012). Guru harus bijaksana

dalam mengajar agar dapat menciptakan

situasi dan kondisi kelas yang kondusif

(Lught, 2007). Model pembelajaran tersebut

harus dapat membantu siswa dalam

menguasai konsep serta mendorong siswa

untuk menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Model pembelajaran advance

organizer merupakan alternatif yang

dikembangkan oleh Ausubel. Ausubel dalam

Sumiyadi (2012) mendeskripsikan advance

organizer sebagai materi pengenalan yang

disajikan pertama kali dalam pembelajaran.

Tujuannya adalah menjelaskan, mengin-

tegrasikan dan menghubungkan materi baru

dengan materi yang dipelajari sebelumnya

(Kovalik, 2011). Kelebihan visi SETS adalah

pendidik dan siswa dapat memperoleh

pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir

dan bertindak berdasarkan data analisis dan

sintesis yang bersifat komprehensif.

Tentunya dengan memperhatikan aspek

sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat

sebagai kesatuan yang tak terpisah (Ifadloh,

2012). Oleh karena itu, model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS ini

diharapkan mampu memperbaiki hasil

belajar siswa khususnya dalam meningkat-

kan penguasaan konsep kimia materi

larutan penyangga dan aplikasinya dalam

kehidupan sehari-hari.

Atas dasar inilah peneliti mene-

rapkan model pembelajaran advance

organizer bervisi SETS dalam proses

pembelajaran kimia kelas XI IPA di suatu

SMA di Semarang. Diharapkan siswa dapat

menguasai konsep materi larutan penyang-

ga dengan baik dan dapat menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari. Rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “apakah

model pembelajaran advance organizer

bervisi SETS berpengaruh positif terhadap

peningkatan penguasaan konsep kimia

siswa kelas XI IPA di suatu SMA di

Semarang?”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS terhadap

peningkatan penguasaan konsep kimia

siswa kelas XI semester genap di suatu

SMA di Semarang. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan bantuan di

bidang pendidikan berupa pengembangan

Page 60: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1372 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379

model pembelajaran advance organizer

bervisi SETS pada pembelajaran kimia, dan

memberikan gambaran tentang model

pembelajaran advance organizer bervisi

SETS pada pembelajaran materi larutan

penyangga.

METODE PENELITIAN

Materi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah larutan penyangga.

Desain penelitian yang digunakan adalah

quasi experimental design jenis non

equivalent control group design. Populasi

yang digunakan dalam penelitian adalah

siswa kelas XI IPA suatu SMA di Semarang

tahun pelajaran 2013/2014. Kelas XI IPA 6

merupakan kelas eksperimen dan kelas XI

IPA 5 merupakan kelas kontrol yang diambil

dengan teknik purposive sampling. Variabel

bebas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran yang diterap-

kan. Pada kelas eksperimen diterapkan

model pembelajaran advance organizer

bervisi SETS sedangkan pada kelas kontrol

diterapkan model pembelajaran advance

organizer tanpa visi SETS. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah penguasaan

konsep kimia siswa yang dinyatakan dengan

nilai tes kognitif. Variabel kontrol dalam

penelitian adalah guru, kurikulum, mata

pelajaran dan jumlah jam pelajaran.

Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode dokumentasi, tes,

observasi dan angket. Instrumen yang

digunakan berupa silabus, RPP, bahan ajar,

soal pre-post test, lembar observasi dan

lembar angket. Tahap awal penelitian ini

dilakukan uji coba soal. Analisis instrumen

penelitian meliputi uji validitas, reliabilitas,

daya pembeda, dan indeks kesukaran.

Metode analisis data tahap awal yang

digunakan adalah uji normalitas. Metode

analisis data tahap akhir yang digunakan

meliputi uji normalitas, uji kesamaan dua

varians, uji dua pihak, uji satu pihak, uji

ketuntasan belajar, uji pengaruh antar

variabel dan uji koefesien determinasi. Pe-

ningkatan penguasaan konsep kimia siswa

diukur dari nilai pretest-posttest siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Temuan dalam penelitian ini adalah

terdapat perbedaan peningkatan penguasa-

an konsep kimia pada siswa yang diberi

pembelajaran dengan model advance

organizer bervisi SETS dengan siswa yang

hanya diberi model pembelajaran advance

organizer tanpa visi SETS, rata-rata nilai

penguasaan konsep siswa pada kelas yang

diberi model pembelajaran advance

organizer bervisi SETS adalah 84 semen-

tara rata-rata nilai siswa pada kelas yang

hanya diberi model pembelajaran advance

organizer adalah 82. Ini menunjukkan ke-

mampuan penguasaan konsep kimia siswa

kelas yang diberi model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS lebih tinggi

dibanding kelas dengan model pembelajar-

an advance organizer tanpa visi SETS.

Rohmadi (2011) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa siswa yang diajarkan

dengan visi SETS memperoleh nilai kimia

yang lebih tinggi daripada siswa yang

diajarkan dengan metode konvensional.

Arlitasari (2013) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa pengembangkan pe-

rangkat pembelajaran berbasis SETS dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap

Page 61: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1373

konsep kimia. Berdasarkan hasil penelitian

ini dan penelitian terdahulu yang relevan

menunjukkan model pembelajaran advance

organizer bervisi SETS mempunyai

pengaruh yang lebih baik dari pada model

pembelajaran advance organizer tanpa visi

SETS. Dalam penelitian ini, proses pem-

belajaran dengan model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS dilakukan

tahapan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Sintaks model pembelajaran advance organizer bervisi SETS

Tahap Perlakuan Guru

Penyajian Advance Organizer

Menyampaikan tujuan pembelajaran mempelajari larutan buffer yang merupakan salah satu cara untuk memperoleh perhatian siswa. Penyampaian gagasan diri sendiri atau mengekplorasi materi larutan buffer secara terampil. Menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa yang relevan tentang SETS.

Penyajian bahan pelajaran

Membuat organisasi secara tegas Membuat urutan bahan pelajaran larutan buffer secara logis dan eksplisit. Memelihara suasana agar penuh perhatian. Tahap ini dapat dikembangkan dalam bentuk diskusi, melakukan percobaan, ceramah, siswa memperhatikan gambar-gambar, membaca teks, yang masing-masing diarahkan pada tujuan pembelajaran yang ditunjukan pada langkah pertama. Menyajikan bahan

Penguatan organisasi kognitif

Menggunakan prinsip – prinsip rekonsiliasi integratif Meningkatkan kegiatan belajar yang aktif Melakukan pendekatan kritis guna memperjelas materi pelajaran Mengklarifikasikan materi yang telah dipelajari

Tahap-tahap pelaksanaan model

pembelajaran advance organizer bervisi

SETS pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

model pembelajaran advance organizer

bervisi SETS merupakan model pembe-

lajaran yang sistematis. Siswa dibimbing

untuk mengingat kembali konsep-konsep

terdahulu yang sudah pernah dipelajari.

Pemahaman konsep yang baik memerlukan

perencanaan yang sistematis dalam proses

pembelajaran (Nugroho, 2008). Hal ini

sesuai dengan pernyataan Rahayu (2010)

pada penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa agar siswa dapat

memahami konsep yang lebih baik dan

efisien diperlukan perencanaan yang

sistematis dari guru yang memuat

bagaimana mengelola proses pembelajaran

agar bermakna bagi siswa. Di dalam pem-

belajaran menggunakan visi SETS siswa

diminta menghubungkaitkan unsur SETS.

Siswa menghubungkaitkan konsep sains

yang dipelajari dengan hal-hal berkenaan

dengan konsep tersebut pada unsur lain

dalam SETS, sehingga memungkinkan

siswa memperoleh gambaran yang lebih

jelas tentang keterkaitan konsep tersebut

dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam

bentuk kelebihan ataupun kekurangannya

(Setiyono, 2011). Keterkaitan antar unsur

SETS dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 62: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1374 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379

Gambar 1. Keterkaitan antar unsur SETS

Salah satu contoh manfaat larutan

penyangga dalam kehidupan sehari-hari

yang dibahas pada penelitian ini adalah

manfaat larutan penyangga pada industri

pembuatan obat. Dalam hal ini, siswa

dijelaskan keterkaitan materi larutan

penyangga dengan unsur SETS yang lain.

Sebagai contoh, pembahasan larutan

penyangga MgO beserta pHnya dalam obat

aspirin termasuk unsur konsep sains-kimia

dalam SETS, siswa diajak membahas

pembuatan obat sakit kepala aspirin

termasuk unsur teknologi dalam SETS,

siswa diajak membahas limbah buangan

akibat industri pembuatan obat tersebut

termasuk unsur lingkungan dalam SETS,

dan siswa diajak untuk menganalisis

pemanfaatan obat sakit kepala aspirin yang

digunakan oleh masyarakat untuk

menghilangkan rasa nyeri termasuk unsur

masyarakat dalam SETS. Dalam

pembahasan semacam itu, siswa dapat

diajak untuk membahas lebih jauh tentang

berbagai macam isu lain yang berkaitan

dengan larutan penyangga sebatas

kemampuan mereka berpikir. Materi larutan

penyangga bervisi SETS dalam

pemanfaatan obat sakit kepala aspirin dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Materi larutan penyangga bervisi SETS

TEKNOLOGI

MASYARAKAT

LINGKUNGAN

SAINS

Teknologi: Industri Pembuatan Obat Aspirin

Masyarakat: Dapat digunakan masyarakat penghilang rasa nyeri

Lingkungan: Perlu dilakukan pengolahan limbah berbahaya industri obat aspirin terlebih dahulu.

SAINS Larutan

Buffer asam asetilsalisila

t -MgO

Page 63: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1375

Keterkaitan antar unsur SETS materi

larutan penyangga pada Gambar 2, unsur

sains yang menjadi pusat pembahasan.

Akan tetapi, dalam penerapannya pada

kompetensi lain unsur-unsur lain seperti

unsur teknologi, lingkungan, dan masya-

rakat mempunyai peluang yang sama untuk

menjadi pusat pembahasan, tergantung

darimana permasalahan akan dibahas.

Setelah dilakukan serangkaian tahap

proses pembelajaran seperti pada Tabel 1

didapatkan nilai posttest di akhir pem-

belajaran. Nilai posttest yang diperoleh di

akhir pembelajaran digunakan untuk analisis

data yang bertujuan menjawab hipotesis

dengan uji korelasi. Selain itu, nilai posttest

juga digunakan untuk mengetahui apakah

model pembelajaran advance organizer

bervisi SETS berpengaruh terhadap

peningkatan penguasaan konsep kimia.

Pada uji normalitas hasil posttest

kedua kelas berdistribusi normal dan uji

kesamaan dua varians hasil posttest dipe-

roleh harga sebesar 1,12 dan harga

sebesar 2,028 dengan taraf

signifikansi sebesar 0,05. Karena harga

kurang dari maka dapat

disimpulkan bahwa kedua kelas mempunyai

varians yang sama. Pada uji perbedaan

rata-rata hasil post test diperoleh harga

sebesar 5,13 dan harga

sebesar 1,998. Karena lebih dari

, maka dapat disimpulkan bahwa

kedua kelas mempunyai perbedaan hasil

posttest. Berdasarkan hasil posttest terbukti

berdistribusi normal, varians sama, dan

memiliki perbedaan rata-rata. Nilai pretest

siswa kelas eksperimen dan kontrol

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol

Kelas N Rata-rata SD Nilai

Tertinggi Terendah

Eksperimen 33 23 6,61 40 12 Kontrol 33 26 6,73 44 16

Tabel 2 menunjukkan adanya

perbedaan nilai rata-rata pretest kelas

eksperimen yang lebih rendah sebesar 23

dari kelas kontrol sebesar 26. Selisih nilai

tertinggi dan terendah pretest kelas

eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu

sebesar 28. Akan tetapi nilai tertinggi dan

terendah kelas kontrol lebih tinggi dari pada

kelas eksperimen. Hal ini disebabkan karena

tingkat pemahaman konsep awal siswa

kelas kontrol terhadap materi larutan

penyangga lebih baik. Nilai posttest kelas

eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Post Test Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol

Kelas N Rata-rata SD Nilai

Tertinggi Terendah

Eksperimen 33 84 7,22 96 68 Kontrol 33 82 6,82 92 64

Page 64: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1376 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379

Tabel 3 menunjukkan adanya

perbedaan nilai rata-rata posttest kelas

eksperimen yang lebih tinggi sebesar 84

daripada kelas kontrol sebesar 82. Nilai

tertinggi dan terendah kelas eksperimen

lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini

menunjukkan bahwa model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS yang

diterapkan pada kelas eksperimen lebih baik

daripada model pembelajaran advance

organizer tanpa visi SETS yang diterapkan

pada kelas kontrol.

Selisih rata-rata nilai pretest–posttest

siswa kelas eksperimen sebesar 61,

sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 56.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa

kelas yang diberi model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS hasil

belajar kognitifnya lebih baik daripada kelas

yang diberi model pembelajaran advance

organizer tanpa visi SETS. Hal ini dapat

diperjelas pada perhitungan uji perbedaan

rata-rata satu pihak kanan (uji satu pihak)

yang menunjukkan bahwa thitung sebesar

5,129 lebih dari sebesar 1,998) yang

berarti bahwa rata-rata hasil belajar kognitif

kimia siswa dengan penerapan model

pembelajaran advance organizer bervisi

SETS lebih baik daripada siswa yang diberi

model pembelajaran advance organizer

tanpa visi SETS. Selisih peningkatan nilai

rata-rata hasil belajar kognitif kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol

Besarnya pengaruh model pem-

belajaran advance organizer bervisi SETS

terhadap peningkatan penguasaan konsep

kimia materi larutan penyangga, dapat

diketahui dengan uji koefesien korelasi

biserial dan koefesien determinasi. Dengan

menganalisis data nilai rata-rata posttest

kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-

turut sebesar 84 dan 82, harga proporsi

pengamatan sebesar 0,5, dan tinggi ordinat

luasan pada kurva normal yang luasnya 0,5,

diperoleh koefesien korelasi biserial sebesar

0,2 yang menunjukkan bahwa pengaruh

penerapan model pembelajaran advance

organizer bervisi SETS termasuk dalam

kategori sangat rendah. Berdasarkan

perhitungan diperoleh harga koefesien

determinasi hasil belajar sebesar 4%.

Penyebab pengaruh antar variabel sangat

rendah adalah karena 96% hasil belajar

dipengaruhi oleh faktor lain di luar model

pembelajaran advance organizer bervisi

Page 65: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1377

SETS. Adapun faktor lain yang mem-

pengaruhi di antaranya yaitu: (1) model

pembelajaran advance organizer yang

sama–sama digunakan pada kelas ekspe-

rimen dan kelas kontrol, (2) pengenalan

pembelajaran dengan visi SETS kurang

optimal pada kelas eksperimen, (3) pe-

nyiapan perangkat pembelajaran seperti

silabus, RPP, dan bahan ajar kurang optimal

sehingga siswa pada kelas eksperimen

belum mencapai pemikiran yang optimal

dalam SETS, (4) kecerdasan setiap siswa

yang berbeda, (5) tingkat kesulitan materi

yang diberikan, (6) motivasi siswa yang tidak

besar terhadap materi maupun model

pembelajaran yang diberikan, (7) lingkungan

belajar siswa, dan (8) latar belakang

keluarga yang berbeda.

Hasil yang diperoleh menunjukkan

bahwa dari 33 siswa kelas eksperimen dan

33 siswa kelas kontrol, terdapat 2 siswa

pada kelas eksperimen dan 3 siswa pada

kelas kontrol yang belum mencapai nilai

KKM sebesar 75. Akan tetapi, kelas

eksperimen dan kelas kontrol telah dinya-

takan mencapai ketuntasan klasikal karena

jumlah siswa yang mencapai nilai tuntas

lebih besar dari 85% jumlah siswa pada

masing-masing kelas. Hasil perhitungan uji

ketuntasan belajar (uji t) untuk kelas

eksperimen diperoleh sebesar 7,54

lebih dari sebesar 2,037, dan untuk

kelas kontrol diperoleh sebesar 6,15

lebih dari sebesar 2,037. Hal ini berarti

kelas eksperimen dan kelas kontrol telah

mencapai ketuntasan hasil belajar.

Penerapan model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS dalam

penelitian ini mempunyai pengaruh positif

sebesar 4% terhadap peningkatan

pengusaan konsep kimia materi larutan

penyangga. Model pembelajaran dengan

visi SETS pada mata pelajaran yang lain

juga berpengaruh positif terhadap pe-

ningkatan hasil belajar kognitif siswa. Hasil

penelitian ini diperkuat dengan penelitian

sebelumnya pada mata pelajaran fisika SMA

kelas X yang menunjukkan bahwa model

pembelajaran advance organizer berpe-

ngaruh positif terhadap peningkatan

aktivitas belajar siswa dan hasil belajar

kognitif siswa (Dewi, 2012). Skor rata-rata

hasil belajar kelas eksperimen yang

diterapkan model pembelajaran advance

organizer sebesar 80,8 sedangkan kelas

kontrol yang diterapkan model pembelajaran

direct instruction sebesar 75,3. Selain itu,

Sianturi (2013) dalam penelitiannya

menerapkan model pembelajaran advance

organizer pada materi kewirausahaan siswa

SMK menyimpulkan bahwa adanya pe-

ngaruh positif sebesar 40% model

pembelajaran advance organizer dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.

Secara umum, masalah yang sering

muncul dalam setiap proses pembelajaran

adalah kekurangaktifan siswa. Pembe-

lajaran dengan model pembelajaran

advance organizer bervisi SETS yang dite-

rapkan guru di dalam kelas eksperimen lebih

menekankan keaktifan siswa pada proses

pembelajaran. Contohnya usaha guru untuk

membuat proses pembelajaran menjadi

bermakna dalam penelitian ini adalah

dengan cara penyajian artikel disertai

dengan gambar manfaat larutan penyangga

yang ditampilkan pada media powerpoint.

Siswa secara berkelompok menganalisis

Page 66: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1378 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379

artikel yang disajikan oleh guru yang

kemudian saling tukar informasi dengan

presentasi dan mengadakan tanya jawab.

Dengan adanya keaktifan tersebut, motivasi

pada siswa akan timbul dengan sendirinya

dan dapat mempengaruhi hasil belajar

berupa penguasaan konsep kimia pada

siswa sehingga membuat proses pem-

belajaran menjadi efektif dan bermakna. Hal

ini diperkuat dengan pernyataan se-

belumnya bahwa dalam menyikapi

kekurangaktifan siswa, tugas seorang guru

adalah membuat agar proses pembelajaran

berlangsung secara efektif dan bermakna

(Hamdani (2011).

Hasil analisis lembar angket

menunjukkan bahwa motivasi siswa untuk

mendalami materi larutan penyangga yang

disampaikan lebih tinggi pada kelas

eksperimen dibandingkan dengan kelas

kontrol, hal ini dapat dilihat dari rasa ingin

tahu yang besar terhadap materi yang

disajikan maupun hal-hal lain yang

berkaitan. Terlebih lagi dengan adanya visi

SETS. Dengan adanya kesalingterkaitan

antar unsur SETS yaitu Science,

Environment, Technology, and Society

dalam model pembelajaran advance

organizer, siswa dapat mengetahui dan

menghubungkan antara konsep sains de-

ngan perkembangan teknologi, lingkungan

dan pengaruh atau dampaknya terhadap

masyarakat. Siswa akan memiliki kemam-

puan memahami dan menerapkan

pengetahuan yang telah dipelajari, mampu

menganalisis dan mensintesis pengetahuan

baru berdasarkan pengetahuan yang telah

dipelajari, dengan arah yang tidak harus

merusak lingkungan sementara tetap

bermanfaat bagi masyarakat.

SIMPULAN

Simpulan dari hasil penelitian ini

adalah model pembelajaran advance

organizer bervisi SETS untuk materi larutan

penyangga memiliki pengaruh positif

terhadap hasil belajar berupa peningkatan

penguasaan konsep kimia. Hal ini

ditunjukkan dengan koefesien korelasi yang

didapatkan sebesar 0,2 dengan koefesien

determinasi (KD) sebesar 4%. Penerapan

model pembelajaran advance organizer

bervisi SETS terbukti berpengaruh terhadap

peningkatan penguasaan konsep kimia

sebesar 4%.

DAFTAR PUSTAKA

Arlitasari, O., Budiharti, R., dan Pujayanto,

P., 2013, Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan, Jurnal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Vol 1, No 1, Hal: 1-8.

Dewi, L., 2012, Pengaruh Model Pembelajaran Advance Organizer terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Kognitif Siswa SMA Kelas X, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta, Vol 1, No 1, Hal: 88-

92.

Hamdani, 2011, Strategi Belajar Mengajar,

Bandung: Pustaka Setia.

Ifadloh, V.N., Santoso, N.B., dan Supardi, K.I., 2012, Metode Diskusi dengan Pendekatan SETS dan Media Question Card, Unnes Science Education Journal, Vol 1, No 2,

Hal: 119-125.

Page 67: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1379

Kovalik, dan Williams, 2011, Cartoons As Advance Organizers, Lifespan Development and Educational Sciences, Journal of Kent State University, Vol 30, No 2, Hal: 40-

64.

Lught, Smulders, F., dan Snelders, D., 2007, Teaching Theoretical Concepts to Large Groups of Design Students Using Fish Bowlessions, Journal International Engineering and Product Design Education Conference, Vol 6, No 12, Hal: 10-

12.

Nugroho, S., Wardani, S., dan Binadja, A., 2008, Keberkesanan Pembelajaran Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi SETS pada Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal:

256-262.

Panggabean, D.D. dan Suyanti, R.D., 2012, Analisis Pemahaman Konsep Awal dan Kemampuan Berpikir Kritis Bidang Studi Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Advance Organizer dan Model Pembelajaran Direct Instruction, Jurnal Online Pendidikan Fisika PPs Universitas Negeri Medan, Vol 1, No 2, Hal: 13-20.

Rahayu, S., Supartono, dan Widodo, A.T., 2010, Pengembangan Model Pembelajaran Advance Organizer untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi

Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Semarang, Vol 4, No 1, Hal: 497-505.

Rohmadi, M., 2011, Pembelajaran dengan Pendekatan CEP (Chemo-Entrepreneurship) yang Bervisi SETS Guna Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Sains PPs Universitas Negeri Surakart, Vol 2, No 1, Hal: 1-9.

Setiyono, F.P., 2011, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Pendekatan SETS untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa, Jurnal PP, Vol 1, No 2, Hal: 149-

158.

Sianturi, C.I., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Advance Organizer terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Kewirausahaan SMK BM, Jurnal Universitas Negeri Medan, Vol 1, No 1, Hal: 64-68.

Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfa Beta.

Suharsimi, A., 2006, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.

Sumiyadi, 2012, Pengajaran Sastra dengan Model Advance Organizer, Jurnal FPBS Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 11, No 1, Hal: 1

Page 68: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1380 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA

PADA MATERI ASAM BASA

Nunung Fika Amalia* dan Endang Susilaningsih

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, siswa dituntut untuk mempunyai ketrampilan berpikir kritis, terutama pada matapelajaran yang bersifat abstrak seperti kimia. Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA di Ambarawa menemukan bahwa instrumen penilaian yang digunakan belum berorientasi pada keterampilan berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengembangan instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis, memperoleh inovasi instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis yang dapat mengukur keterampilan berpikir kritis siswa, dan memperoleh instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis yang memenuhi kriteria valid dan reliable. Jenis penelitian ini adalah Research and Development. Prosedur pengembangan produk melalui tahapan penelitian yakni pendahuluan dan pengembangan. Tahap pendahuluan terbagi menjadi dua, yaitu studi lapangan dan studi literatur. Tahap pengembangan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu 1) menyusun jenis instrumen, 2) validasi pakar, 3) uji coba skala terbatas 4) uji coba skala luas dan 5) implementasi produk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis instrumen yang digunakan di sekolah memiliki tingkatan taksonomi kognitif C1 sampai C2 dan terkadang C3. Instrumen penilaian yang dikembangkan adalah tes essay analisis, lembar aktivitas siswa, dan tes problem solving yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis siswa. Instrumen penilaian yang telah dikembangkan dalam penelitian ini dinyatakan valid dan reliable dan berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa.

Kata kunci: instrumen penilaian, keterampilan berpikir kritis, materi asam basa

ABSTRACT

In order to achieve the national education goals, students are required to have critical thinking skills, especially on abstract lesson such as chemistry. Preliminary research conducted at one of high school in Ambarawa found that the assessment instruments used have not been oriented toward critical thinking skills. The purpose of this study is to investigate the process of developing critical thinking skills assessment instruments, to obtain the innovation critical thinking skills assessment instruments that can measure students' critical thinking skills, and acquire critical thinking skills assessment instruments that meet criteria for valid and reliable. The research is a Research and Development. The procedures are the preliminary stages of research and development stages. Preliminary stages are divided into two, namely the field studies and literature studies. The development stages are divided into several parts, namely 1) develop the type of instrument, 2) validation by expert, 3) a limited scale trial, 4) large-scale trials and 5) implementation of the product. The results of this study indicate that the type of instrument used in schools have cognitive taxonomic level C1 to C2 and sometimes C3. Assessment instruments developed was essay test analysis, student activity sheets, and test-oriented problem solving students' critical thinking skills. Assessment instruments that have been developed in this study is valid and reliable and positive effect on students' cognitive learning outcomes.

Keywords: assessment instruments, critical thinking skills, acid-base materials

Page 69: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1381

PENDAHULUAN

Penilaian hasil belajar oleh pendidik

yang dilakukan secara berkesinambungan

bertujuan untuk memantau proses dan

kemajuan belajar siswa serta untuk mening-

katkan efektivitas kegiatan pembelajaran.

Penilaian hasil belajar oleh satuan pendi-

dikan dilakukan untuk menilai pencapaian

kompetensi siswa pada semua mata

pelajaran. Penilaian hasil belajar yang

dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk

ujian nasional bertujuan untuk menilai

pencapaian kompetensi lulusan secara

nasional pada mata pelajaran tertentu

(Saptorini, 2012)

Instrumen penilaian merupakan

bagian integral dari suatu proses penilaian

dalam pembelajaran. Penilaian berperan

sebagai program penilaian proses, kema-

juan belajar, dan hasil belajar siswa (Docktor

dan Heller, 2009). Instrumen penilaian

meliputi tes dan sistem penilaian. Instrumen

penilaian dirancang untuk mengetahui

tingkat pemahaman peserta didik setelah

mempelajari suatu kompetensi (Prasasti,

et.al., 2012). Pencapaian tujuan pem-

belajaran kimia yang sebenarnya mem-

butuhkan penggunaan instrumen penilaian

yang tidak hanya mencakup hafalan dan

pemahaman, tetapi juga dibutuhkan

penilaian yang melatih keterampilan berpikir

(Lissa, 2012).

Instrumen penilaian yang dirancang

dengan baik dan sesuai dengan tingkatan

kemampuan berpikir dapat meningkatkan

daya berpikir siswa, khususnya berpikir

kritis. Keterampilan berpikir kritis sangat

penting dilatihkan karena keterampilan

berpikir ini tidak dibawa sejak lahir (Redhana

dan Liliasari, 2008). Pendidikan berpikir di

sekolah saat ini khususnya di SMA belum

ditangani dengan baik sehingga kecakapan

berpikir kritis pada lulusan SMA masih relatif

rendah. Rendahnya keterampilan berpikir

kritis dan kreatif lulusan pada sekolah dasar

sampai dengan perguruan tinggi di

Indonesia masih sering dikeluhkan (Reta,

2012).

Hasil wawancara dengan guru kimia

di suatu SMA Negeri di Ambarawa

membuktikan bahwa instrumen penilaian

yang digunakan masih mengukur aspek

hafalan dan pemahaman. Asam basa

merupakan salah satu materi kimia yang

membutuhkan hafalan dan pemahaman,

Materi ini merupakan materi yang sarat

dengan konsep dan berkaitan satu sama

lain untuk mendukung materi selanjutnya

yaitu Hidrolisis, Buffer, dan Ksp, sehingga

perlu penanaman konsep yang utuh dan

benar. Materi ini penting sebagai konsep

awal siswa untuk memahami konsep kimia

pada materi berikutnya. Selain itu, materi

pokok ini dipilih berdasarkan rincian

indikator yang terdapat dalam silabus kimia

KTSP (2006) yakni materi asam basa dapat

memenuhi kesebelas indikator keterampilan

berpikir kritis yang akan dikembangkan

(Purwaningtyas, et.al., 2012). Berdasarkan

hal tersebut, dilakukan penelitian pengem-

bangan instrumen penilaian keterampilan

berpikir kritis siswa pada materi sistem asam

dan basa.

Instrumen penilaian yang dikem-

bangkan dalam penelitian ini adalah

instrumen penilaian yang dapat mengukur

keterampilan berpikir kritis siswa. Instrumen

Page 70: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1382 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389

penilaian ini didesain untuk meningkatkan

keterampilan berpikir siswa. Keterampilan

berpikir siswa dapat dilihat dari jenjang

instrumen penilaian yang diujikan dan

proporsi ketuntasan. Selain itu, instrumen

penilaian keterampilan berpikir kritis materi

asam basa yang disajikan mengangkat

fenomena yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari.

Penelitian dilakukan di suatu SMA

Negeri di Ambarawa, Kab. Semarang, Jawa

Tengah. Masalah penelitian adalah 1)

bagaimanakah pengembangan instrumen

penilaian keterampilan berpikir kritis siswa,

2) instrumen penilaian berpikir kritis yang

seperti apakah yang dapat mengukur

keterampilan berpikir kritis, dan 3) apakah

instrumen penilaian berpikir kritis yang

dikembangkan telah memenuhi kriteria valid

dan reliabel.

Tujuan penelitian adalah untuk 1)

mengetahui proses pengembangan

instrumen penilaian keterampilan berpikir

kritis, 2) memperoleh inovasi instrumen

penilaian keterampilan berpikir kritis yang

baru yang dapat mengukur keterampilan

berpikir kritis siswa, dan 3) memperoleh

instrumen penilaian keterampilan berpikir

kritis yang dapat mengukur keterampilan

berpikir kritis siswa yang memenuhi kriteria

valid dan reliabel.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di suatu SMAN

di Ambarawa, Kab. Semarang, Jawa

Tengah. Jenis penelitian termasuk Research

and Development (R&D) yaitu penelitian

pengembangan instrumen penilaian kete-

rampilan berpikir kritis. Jenis penelitian R&D

yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada Sugiyono (2010) yang

diadaptasi sesuai dengan kebutuhan

penelitian. Waktu penelitian dimulai dari

bulan Januari 2014 sampai bulan Maret

2014.

Tahap penelitian ini dibagi menjadi

empat tahap, yaitu tahap pendefinisian,

penyusunan desain, pengembangan, dan

implementasi. Pendefinisian meliputi dua

tahapan yaitu (1) studi lapangan, yang

dilakukan untuk mendapat informasi berupa

jenis instrumen penilaian kimia yang

digunakan disekolah, dan (2) mengkaji

sarana prasarana sekolah, dan proses

pembelajaran kimia. Studi literatur dilakukan

dengan mencari referensi mengenai kriteria

pengembangan keterampilan berpikir kritis

serta indikator-indikator keterampilan

berpikir kritis.

Desain produk diawali dengan

menyusun kisi-kisi soal, menyusun soal,

menyusun kunci jawaban, dan validasi

desain oleh pakar penelitian pendidikan,

pakar keterampilan berpikir kritis, pakar

kimia, dan praktisi lapangan. Setelah

divalidasi, instrumen penilaian mengalami

beberapa kali revisi untuk memperbaiki

instrumen penilaian yang dikembangkan

sehingga layak untuk diujicobakan di kelas

uji coba. Perbaikan dan penyempurnaan

instrumen penilaian dilakukan dengan

arahan, bimbingan serta masukan dari

validator.

Tahap pengembangan dilakukan

dengan uji kualitas instrumen yakni dengan

menguji validitas dan reliabilitas soal di

suatu SMAN di Ambarawa. Instrumen

Page 71: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1383

dinyatakan valid oleh pakar dan memiliki

koefisien reliabilitas dan validitas dengan

kategori cukup sampai dengan kategori

tinggi, kemudian diujicobakan pada skala

terbatas yang melibatkan 9 siswa anggota

KIR di SMA tersebut. Hasil uji coba skala

terbatas kemudian direvisi untuk

mendapatkan instrumen penilaian yang

lebih reliabel yang kemudian diujicobakan

pada skala besar di kelas XI IPA 4. Hasil

analisis uji coba skala besar didapatkan

instrumen penilaian final, kemudian

diimplementasikan di kelas XI IPA 3. Semua

sampel diambil secara purposive sampling.

Tahap pendefinisian, diperoleh data

yang meliputi jenis dan kualitas instrumen

penilaian yang digunakan di sekolah, kondisi

sekolah dan proses pembelajaran kimia.

Pada tahap pengembangan, data yang

terkumpul adalah pengaruh implementasi

instrumen penilaian keterampilan berpikir

kritis terhadap hasil belajar dan

ketercapaian efektifitas serta kepraktisan

instrumen penilaian. Data tersebut

dikumpulkan dengan menggunakan

instrumen penelitian yang berupa lembar

validasi pakar, lembar angket, lembar

checklist, lembar aktivitas siswa, tes essay

analisis, dan tes problem solving.

Data kualitatif diolah dengan

menggunakan tenik penjumlahan sederhana

kemudian dilakukan kategorisasi. Validitas

soal tes dihitung dari validasi pakar,

reliabilitas soal tes dengan rumus alpha-

cronbach. Efektifitas instrumen dapat dilihat

dari peningkatan keterampilan berpikir siswa

dihitung dengan rumus t (Sudjana, 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan instrumen penilaian

keterampilan berpikir kritis dalam hal ini

mengacu pada model pengembangan

Sugiyono yang terdiri dari (1) pendefinisian

dengan melakukan studi pendahuluan yang

meliputi studi lapangan dan studi literatur;

(2) desain produk diawali dengan menyusun

kisi-kisi soal, menyusun soal, menyusun

kunci jawaban, dan validasi desain; (3)

pengembangan dimulai dari tahap pra uji

coba, uji coba skala terbatas, dan uji coba

skala luas; (4) implementasi, merupakan

tahapan terakhir sebelum produk

pengembangan dipublikasikan; (5) produk

jadi, setelah dilakukan implementasi, uji

keefektifan, efisien dan revisi akhir, maka

produk siap untuk diproduksi massal dan

dipublikasikan.

Pada tahap pendefinisian didapat-

kan data tentang jenis instrumen penilaian

kimia tepatnya materi asam dan basa di

sekolah, selain itu juga mengukur aspek

hafalan dan pemahaman konsep. Ber-

dasarkan taksonomi kognitif Bloom berada

pada ranah C1 (hafalan) dan C2 (pema-

haman). Kondisi seperti ini tentu tidak lebih

baik untuk melatih keterampilan berpikir

kritis siswa. Jenis soal dengan tingkat

taksonomi Bloom yang rendah tidak mela-

tihkan keterampilan berpikir siswa (Pursi-

tasari dan Permanasari, 2012; Ennis, 1993).

Instrumen pembelajaran yang berorientasi

pada keterampilan berpikir kritis menjadi

penting dikembangkan karena kemajuan

ilmu pengetahuan dan tekonologi. Hal ini

sejalan dengan pendapat dari Richmond

(2007) dalam penelitiannya yang menya-

Page 72: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1384 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389

takan bahwa keterampilan berpikir yang baik

dapat menjadi modal kuat bagi siswa di Asia

untuk dapat menghadapi permasalahan

kompleks yang ada pada perkembangan

jaman yang modern. Tuntutan jaman seperti

itu tentu tidak dengan mudah dapat kita

hadapi tanpa melalui proses latihan.

Keterampilan berpikir dapat dikembangkan

melalui suatu pengkondisian untuk berpikir.

Oleh karena itu, dibutuhkan proses latihan

berpikir melalui menjawab soal yang

berorientasi pada keterampilan berpikir kritis

sehingga siswa mampu mengikuti perkem-

bangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Instrumen yang berorientasi pada

keterampilan berpikir dikembangkan ber-

dasarkan data penelitian pendahuluan

tentang instrumen yang ada di lapangan,

karakter siswa, kondisi sekolah, tinjauan dari

penelitian-penelitian yang relevan, dan

tinjauan kebijakan-kebijakan pemerintah

tentang orientasi pendidikan nasional, serta

mempertimbangkan kemajuan ilmu penge-

tahuan, dan teknologi. Instrumen kete-

rampilan berpikir kritis yang dikembangkan

mengadaptasi pada indikator berpikir kritis

Ennis (1985) yang meliputi tes essay

analisis, tes problem solving dan lembar

aktivitas siswa.

Salah satu langkah pada tahap

desain adalah validasi pakar. Validasi yang

dilakukan adalah validitas isi dari instrumen

penilaian. Instrumen keterampilan berpikir

hendaknya memiliki validitas konstruk yang

baik sebelum digunakan (Ennis dan Weir,

1985; Docktor dan Heller, 2009). Oleh

karena itu, validasi pakar menjadi bagian

yang penting untuk memulai pengem-

bangan. Hasil validasi dinyatakan valid

setelah dilakukan revisi pada penulisan dan

keterbacaan yang sesuai dengan Ejaan

Yang Disempurnakan (EYD), kesesuaian

antara indikator keterampilan berpikir kritis

dengan soal, kesesuaian penggunaan

taksonomi kognitif Bloom pada setiap soal,

ketepatan penggunaan gambar dalam soal,

dan ketepatan penyajian kasus pada soal

problem solving.

Validitas dinyatakan baik dengan

kategori koefisien validitas berkisar antara

valid sampai dengan sangat valid.

Reliabilitas soal berpikir, juga harus diuji dan

hasilnya ada pada kategori tinggi sampai

sangat tinggi. Reliabilitas butir soal pada tes

essay analisis dan tes problem solving

memang sedikit naik turun, hal tersebut

dikarenakan tipe soal yang berorientasi

pada keterampilan berpikir. Instrumen

keterampilan berpikir, bukan hanya mene-

kankan pada pemahaman konsep tetapi

lebih pada aspek sintesis, analisis, dan

evaluasi, sehingga memiliki keajegan yang

relatif rendah (Carson, 2007; Docktor dan

Heller, 2009; Ennis, 1993). Reliabilitas

dengan nilai alpha di atas 0,7 maka

dinyatakan reliabel.

Keterampilan berpikir bukanlah

sebuah hasil belajar instan yang langsung

dapat diukur dengan dua sampai tiga kali

pembelajaran, kemudian dinyatakan baik

ataupun tidak baik. Berdasarkan hasil

penelitian dari (Richmond, 2007; Woolf, et.

al., 2005), menyatakan dibutuhkan sebuah

proses dan latihan yang tidak singkat untuk

dapat mengubah keterampilan berpikir

seseorang. Dalam penelitian, hal ini dapat

dilihat dari peningkatan rerata hasil belajar

keterampilan berpikir kritis seperti ditam-

Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000

Page 73: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1385

pilkan pada Tabel 1 yakni terjadi

peningkatan rata-rata nilai dan proporsi

ketuntasan pada tes essay analisis pada

materi asam dan basa. Hal tersebut terjadi

karena siswa sudah terbiasa mengerjakan

latihan soal yang berbentuk essay sehingga

nilai siswa lebih baik. Kenaikan rata-rata

nilai dan proporsi ketuntasan pada tes essay

analisis ini dapat diartikan bahwa tes essay

analisis efektif untuk dipergunakan.

Tabel 1. Rerata hasil belajar dan proporsi ketuntasan tahap implementasi

Jenis Tes Rerata Proporsi Ketuntasan

Ulangan harian materi asam basa 72,08 Ulangan tengah semester 71,54 Tes esai analisis 73,42 Tes problem solving 67,28 TEA dan TPS 70,35

Pada tes problem solving, me-

ngalami penurunan rata-rata hasil belajar,

tetapi proporsi ketuntasan menjadi naik,

dapat dilihat pada Tabel 1. Hal tersebut,

dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu

kondisi saat pembelajaran kurang efektif

karena sekolah sedang melakukan

persiapan ujian nasional. Kondisi yang

kurang mendukung dapat mengubah

keterampilan berpikir ke arah negatif atau

penurunan (Miri, et. al., 2007; Liliawati dan

Puspita, 2010). Pada awal pembelajaran,

keterampilan berpikir kritis masih dapat

dikondisikan tetapi saat pembelajaran

memasuki penyelesaian kasus kondisi

sekolah sudah tidak kondusif untuk belajar.

Siswa kurang terlatih dan belum terbiasa

dengan bentuk soal yang menyajikan kasus-

kasus khusus sehingga dibutuhkan cukup

waktu. Membutuhkan waktu yang lama dan

pengetahuan dasar yang kuat untuk melatih

keterampilan menyelesaikan masalah

(Carson, 2007). Oleh karena itu,

diasumsikan bahwa nilai tes problem solving

kurang baik.

Berdasarkan data yang telah dipa-

parkan dalam Tabel 1 diketahui bahwa

instrumen penilaian keterampilan berpikir

kritis dapat meningkatkan proporsi ketun-

tasan belajar siswa. Hal ini disebabkan

karena instrumen penilaian keterampilan

berpikir kritis yang dibuat tidak hanya

menjadikan siswa memahami mengenai

materi asam basa, melainkan siswa dapat

mengetahui mengenai materi asam basa

dalam hal aplikasinya dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari

siswa dapat menemui cuka saat makan

bakso, aspirin yang merupakan asam asetil

salisilat, asam format yang dikeluarkan saat

semut merah menggigit serta sifat kimia

yang terkandung dalam lahan gambut. Dari

fenomena yang telah dijabarkan, melalui

instrumen penilaian keterampilan berpikir

kritis, siswa lebih bisa memahami fenomena

yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

dan menghubungkannya dengan proses

kimia. Fenomena yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari disajikan dan dikemas

dalam suatu kasus yang harus diselesaikan

dan dicari solusinya yang dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 74: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1386 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389

Gambar 1. Contoh soal instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis

Spesifikasi instrumen penilaian tes

essay analisis yaitu instrumen mengacu

pada indikator keterampilan berpikir kritis

menurut Ennis (1985), terdiri dari 8 soal

uraian dengan waktu pengerjaan 55 menit,

menggunakan taksonomi kognitif mulai dari

C3 sampai C7. Soal merupakan tes essay

terbuka dan dikerjakan secara mandiri dan

close book. Sedangkan spesifikasi tes

problem solving yaitu instrumen mengacu

pada indikator keterampilan berpikir kritis

menurut Ennis (1985), yang terdiri dari 4

soal dengan waktu pengerjaan 35 menit,

menggunakan taksonomi kognitif dari C5

sampai C6. Soal ini berupa penyajian kasus

kontekstual terkait konsep kimia dan

dikerjakan mandiri dan close book.

Spesifikasi soal tes essay analisis dan tes

problem solving hampir sama, tetapi tetap

terdapat perberbedaan. Pada tes essay

analisis, siswa lebih ditekankan pada

kemampuan menganalisis uraian soal yang

disajikan, sedangkan pada tes problem

solving, siswa dilatih untuk menyelesaikan

masalah disertai solusi dari masalah

tersebut.

Instrumen yang digunakan untuk

menilai keterampilan berpikir kritis dan pe-

mecahan masalah hendaknya berpedoman

pada pengetahuan dasar. Dalam menye-

lesaikan masalah proses berpikir lebih

penting daripada pengetahuan yang dimiliki,

meskipun begitu pengetahuan dasar juga

merupakan faktor yang tidak kalah penting

dalam menyelesaikan suatu masalah

(Carson, 2007). Oleh karena itu, pengem-

bangan instrumen keterampilan berpikir

kritis dilakukan tanpa menyampingkan

konsep.

Pengaruh penerapan instrumen

penilaian keterampilan berpikir kritis terha-

dap hasil belajar kognitif dinyatakan positif

Page 75: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1387

atau signifikan. Pengaruh positif diartikan

bahwa penerapan instrumen penilaian dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Pengaruh

terbesar pada tes essay analisis dan

pengaruh terendah pada tes problem

solving. Pengaruh keterampilan berpikir

kritis terhadap hasil belajar ternyata tidak

begitu besar, ini diartikan bahwa tidak hanya

keterampilan berpikir kritis saja yang

mempengaruhi hasil belajar siswa, namun

terdapat faktor lain yang mempengaruhi

hasil belajar, diantaranya kondisi keluarga,

ekonomi, budaya, multibudaya dan

sosioteknologi (Kuswana, 2011). Selain itu,

dapat berpengaruh juga seperti strategi

mengajar guru, sarana dan pra sarana

sekolah, serta lingkungan sekitar sekolah.

Penelitian ini tidak hanya mengukur

kemampuan pada ranah kognitif, tetapi juga

mengukur kemampuan pada ranah

psikomotorik siswa dengan mengamati

aktivitas siswa selama pembelajaran

berlangsung. Aktivitas siswa di kelas diamati

melalui lembar observasi aktivitas siswa.

Lembar aktivitas siswa ranah psikomotorik

dalam penelitian ini telah dianalisis validitas

dan reliabilitasnya. Validitas lembar

observasi dilakukan oleh dosen pembimbing

dan pakar keterampilan berpikir kritis.

Reliabilitas dihitung menggunakan alpha

croncabch. Dalam penelitian ini, reliabilitas

lembar observasi aktivitas siswa ranah

psikomotorik sebesar 0,805 dan dinyatakan

reliabel.

Pengamatan ranah psikomotorik

dilakukan oleh masing-masing tiga penga-

mat yaitu peneliti, mahasiswa kimia UNNES,

dan guru kimia di SMA tempat penelitian

dilaksanakan. Skor yang didapat oleh siswa

dari ketiga pengamat kemudian dicari nilai

rata-ratanya. Skor siswa yang didapat kemu-

dian dikategorikan berdasarkan rentang

yang telah ditentukan. Terdapat 10 aspek

yang dinilai pada ranah psikomotorik yang

berkaitan dengan keterampilan berpikir

kritis. Aktivitas siswa selama pembelajaran

teramati pada Tabel 2, sedangkan hasil

belajar psikomotorik siswa dapat dilihat pada

Tabel 3. Berdasarkan Tabel 2 dijelaskan

kecenderungan siswa pada awal pem-

belajaran masih belum terbiasa dengan

aktivitas keterampilan berpikir kritis namun

setelah tiga kali pertemuan ada kemajuan.

Hal ini ditunjukkan dari proporsi kategori

tinggi yang meningkat.

Tabel 2. Aktivitas siswa selama pembelajaran

Pertemuan Kategori Banyak Siswa Proporsi

1 Tinggi 2 Cukup 32 Kurang 6

3 Tinggi 21 Cukup 19 Kurang - -

Kepraktisan instrumen keterampilan

berpikir kritis diukur dengan menggunakan

angket respon siswa dan guru. Hasil respon

siswa dapat dilihat pada Tabel 3 yang

menyatakan respon positif lebih dari 70%.

Instrumen keterampilan berpikir kritis itu

Page 76: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1388 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389

praktis digunakan dan pembelajaran yang

dilakukan dalam penelitian diterima oleh

siswa (Hobri, 2009).Beberapa siswa bahkan

mengusulkan pada guru kimianya untuk

digunakan tipe soal keterampilan berpikir

kritis pada materi kimia yang lain.

Tabel 3. Respon Siswa Terhadap Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Kategori Banyak Siswa Proporsi

Sangat Tinggi 2 Tinggi 27 Cukup 9 Rendah 2

Penyusunan produk instrumen penilaian

keterampilan berpikir kritis ini memiliki

keterbatasan, diantaranya jenis instrumen

yang dikembangkan hanya menggunakan

dua jenis keterampilan yaitu analisis dan

cara menyelesaikan masalah. Keterbatasan

kedua pada penggunaan indikator berpikir

kritis dan penyelesaian masalah, tidak

menggunakan semua indikator namun

hanya diambil indikator yang sesuai dengan

penelitian, dan jenis instrumen yang

dikembangkan masih pada jenis essay

sehingga masih menimbulkan kesan pada

siswa tes seperti layaknya biasa.

SIMPULAN

Instrumen baku yang digunakan di

suatu SMA Negeri di Ambarawa mengukur

aspek hafalan dan pemahamanyang berada

pada ranah kognitif Bloom tingkat C1–C3,

dengan intensitas pengeluaran C3 masih

jarang digunakan. Pengembangan

instrumen dilakukan berdasarkan data

penelitian pendefinisian, penelitian relevan,

dan teori yang mendukung. Instrumen yang

dikembangkan adalah tes essay analisis, tes

problem solving, dan lembar aktivitas siswa.

Nilai validitas dari instrumen penelitian yang

berupa tes dan non-tes dinyatakan valid.

Nilai reliabilitas dari tes dan non-tes juga

dinyatakan reliable sebelum digunakan.

Keterampilan berpikir kritis terbukti memiliki

pengaruh positif terhadap capaian hasil

belajar. Instrumen dinyatakan praktis

dengan respon positif dari guru dan siswa

yang lebih dari 70%.

DAFTAR PUSTAKA

Carson, J., 2007, A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without Teaching Knowledge, The Mathematics Educator, Vol 17, No 2, Hal: 7-14.

Docktor, J. dan Heller, K., 2009, Robust Assessment Instrument for Student Problem Solving, Prosiding the NARST 2009 Annual Meeting, Minnesota university.

Ennis, R. H., 1993. Critical Thinking Assessment, Journal College of Education The Ohio State University, Vol 32, No 3, Hal: 179-186.

Ennis, R. H. dan Weir, E., 1985, The Ennis Weir Critical Thinking Essay Test, Pacific Grove, CA: Midwest Publication.

Hobri, 2009, Metode Penelitian Pengembangan (Developmental Research), Diunduh di http://Hobri.blog.ujec.co.id/ tanggal 20 Januari 2014.

Kuswana, W.S., 2011, Taksonomiberpikir, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 77: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1389

Liliawati, W. dan Puspita, E., 2010, Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa, Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010, Bandung.

Lissa, 2012, Pengembangan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Materi Sistem Respirasi Dan Ekskresi, Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan, Vol 41, No 1, Hal: 27-32.

Miri, B., David, B.C. dan Uri, Z., 2007, Purposely Teaching for the Promotion of Higher-Order Thinking Skills: a Case of Critical Thinking, Research Science Education, Vol 37, No 1, Hal: 353-369.

Prasasti, Y. R., Suyono dan Basuki, I. A., 2012, Pengembangan Instrumen Asesmen Berpikir Kritis melalui Membaca untuk Siswa SD/MI, Jurnal Universitas Negeri Malang, Vol 48, No 2, Hal:1-12.

Pursitasari, I. D. dan Permanasari. A., 2012, Analisis Pemahaman Konsep dan Kesulitan Mahasiswa untuk Pengembangan Program Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Berbasis Problem Solving, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol 1, No 1, Hal: 98-101.

Purwaningtyas, R., Ashadi dan Suparmi, 2012, Pembelajaran Kimia Menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dengan Metode Proyek dan Metode Eksperimen Ditinjau dari Kreativitas dan Kemampuan Berpikir Kritis, Jurnal Inkuiri, Vol 1, No 1, Hal: 1-9.

Redhana, I. W. dan Liliasari, 2008, Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA, Jurnal Forum

Kependidikan, Vol 27, No 2, Hal:103-112.

Reta, I. K., 2012, Pengaruh Model Pembelajran Berbasis Masalah terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa, Jurnal Pendidikan, Vol 26, No 1, Hal: 1-16.

Richmond, J.E.D., 2007, Bringing Critical Thinking to the Education of Developing Country Professionals, Journal International Education, Vol 8, No 1, Hal: 1-29.

Saptorini, 2012, Strategi Pembelajaran Kimia, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.

Sudjana, 2005, Metoda Statistika Edisi 6, Bandung: Tarsito.

Woolf, B. P., Murray, T., Marshall, D., Dragon, T., Kohler, K., Mattingly, M., Bruno, M., Murray, D, dan Sammons, J., 2005, Critical Thinking Environments for Science Education, Prosiding International Conference

Page 78: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1390 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397

PENERAPAN PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

Ria Rahmawati*, Sri Haryani dan Kasmui

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK Selama ini praktikum yang berlangsung di sekolah masih bersifat verifikasi, hanya

membuktikan konsep atau prinsip yang telah dipelajari sebelumnya sehingga mengakibatkan keterampilan proses sains tidak berkembang. Oleh karena diperlukan strategi pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa yakni metode praktikum berbasis inkuiri. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas X setelah menerapkan praktikum berbasis inkuiri materi hidrokarbon. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dengan control group pretest-posttest desain. Keterampilan proses sains diukur menggunakan tes tertulis dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai KPS kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Pengukuran melalui tes diperoleh peningkatan tertinggi di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator meramalkan, sedangkan peningkatan terendah di kelas eksperimen pada indikator hipotesis dan kelas kontrol pada indikator hipotesis. Melalui metode observasi KPS, diperoleh peningkatan tertinggi di kelas eksperimen pada indikator mengamati dan kelas kontrol pada indikator komunikasi, sedangkan peningkatan terendah di kelas eksperimen pada indikator mengajukan pertanyaan dan kelas kontrol pada indikator klasifikasi. Hasil penelitian KPS kelas eksperimen meningkat lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran praktikum berbasis inkuiri pada materi Hidrokarbon karena memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, dan meningkatkan motivasi siswa. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa praktikum berbasis inkuiri dapat meningkatkan KPS siswa. Kata Kunci: inkuiri, keterampilan proses sains, praktikum

ABSTRACT

Practicum taken place in schools is still verification, just to prove a concept or principle that has been previously studied, resulting in not developing science process skills. Therefore, learning strategy is required to improve the students' science process skills by inquiry-based lab methods. This study aimed to obtain information science process skills improvement class X after applying the inquiry-based lab hydrocarbon material. The study used a quasi-experimental method with a pretest-posttest control group design. Science process skills were measured using written tests and observation. The results show the value of KPS experimental class better than the control class. Measurements obtained by testing the highest increase in the experimental class and control class in predicting indicators, while the lowest increase in the experimental class and control class hypotheses indicator on the indicator hypothesis. Through observation of KPS, obtained the highest increase in the experimental class and control class observing indicators on communication indicator, while the lowest increase in the experimental class on asking questions and the control class on classification indicator. The results of KPS showed the increase of experimental class higher than the control class. Students give positive response to the inquiry-based learning lab at the hydrocarbon material because it gives students the chance to participate actively, and increase student motivation. Based on studies, it concluded that lab-based inquiry can improve the students' KPS. Keywords: inquiry, science process skills, practicum

Page 79: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1391

PENDAHULUAN

Kimia merupakan mata pelajaran

yang harus dilaksanakan dengan pem-

belajaran yang dapat melibatkan ke-

terampilan dan penalaran siswa, sehingga

siswa memperoleh pengetahuan secara

utuh dengan melihat kimia sebagai proses

(kerja ilmiah) dan produk (fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip) (BSNP,

2006). Salah satu tujuan pembelajaran kimia

dalam KTSP adalah memperoleh penga-

laman dalam menerapkan metode ilmiah

melalui percobaan. Siswa melakukan

pengujian hipotesis dengan merancang

percobaan melalui pemasangan instrumen,

pengambilan, pengolahan dan penafsiran

data, serta menyampaikan hasil percobaan

secara lisan dan tertulis. Sesuai dengan

tujuan tersebut dalam pembelajaran kimia

perlu dikembangkan keterampilan proses

sains dalam siswa memperoleh penge-

tahuan, maupun pengembangan keteram-

pilan, dan sikap.

Keterampilan proses sains meru-

pakan keterampilan-keterampilan fisik dan

mental yang dimiliki oleh para ilmuwan

untuk memperoleh dan mengembangkan

pengetahuan (Semiawan, et al., 1992).

Selain itu, keterampilan proses sains juga

melibatkan keterampilan - keterampilan in-

telektual, manual, dan sosial yang digu-

nakan siswa dalam proses pembelajaran

(Rustaman, et al., 2005). Keterampilan

proses sains diantaranya mengamati,

merumuskan hipotesis, melakukan per-

cobaan, merencanakan penelitian, me-

ngendalikan variabel, menafsirkan data,

inferensi, memprediksi, menerapkan, dan

mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Kete-

rampilan-keterampilan tersebut melibatkan

peran aktif siswa dalam pembelajaran

(Haryono, 2006).

Pada kenyataannya, kegiatan pem-

belajaran kimia di suatu SMA N di Grabag

masih belum melibatkan siswa sebagai

subjek belajar yang aktif dan pelaksanaan

praktikum yang berlangsung masih bersifat

verifikasi karena hanya membuktikan kon-

sep atau prinsip yang telah dipelajari siswa

sebelumnya sehingga mengakibatkan

keterampilan proses sains siswa tidak

berkembang (Haryani, 2008). Berkenaan

dengan permasalahan tersebut diperlukan

strategi pembelajaran yang tepat untuk

meningkatkan keterampilan proses sains

siswa. Salah satunya adalah pem-belajaran

dengan menggunakan metode praktikum

berbasis inkuiri. Metode praktikum paling

tepat digunakan untuk merealisasikan

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri

dan pembelajaran dengan metode prakti-

kum dapat memperkaya pengalaman,

mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil

belajar akan bertahan lama dalam ingatan

siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih

bermakna (Rustaman, et al., 2005).

Pembelajaran menjadi lebih bermakna

hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri

pengetahuannya dan belajar lebih bermakna

sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang

bersifat ilmiah (Dahar, 1996).

Pembelajaran berbasis inkuiri

mengharuskan siswa aktif mengumpulkan

ide-ide untuk menciptakan pengetahuan

dengan sendirinya (Khan dan Iqbal, 2010).

Pembelajaran menggunakan metode prak-

tikum berbasis inkuiri menekankan aktivitas

Page 80: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1392 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397

siswa secara maksimal menggunakan

seluruh panca indra siswa untuk mencari

atau menemukan jawaban sendiri dari

sesuatu yang dipertanyakan sehingga siswa

akan terlibat secara langsung dapat

memecahkan masalah yang diberikan guru

(Hussain, 2011). Hal tersebut dapat

berdampak pada peningkatan keterampilan

proses sains siswa.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini antara lain (1) Apakah penerapan

praktikum berbasisi inkuiri dapat

meningkatan keterampilan proses sains

siswa kelas X materi Hidrokarbon?; (2)

Apakah penerapan praktikum berbasis

inkuiri dapat meningkatkan pemahaman

konsep siswa kelas X materi hidrokarbon?;

(3) Bagaimana tanggapan siswa terhadap

pembelajaran hidrokarbon dengan

penerapan praktikum berbasis inkuiri?

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui peningkatan keterampilan

proses sains dan pemahaman konsep siswa

setelah diterapkan praktikum berbasis inkuiri

serta untuk mengetahui tanggapan siswa

terhadap pembelajaran praktikum berbasis

inkuiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di suatu SMA

di Grabag pada materi Hidrokarbon.

Penelitian menggunakan metode kuasi

eksperimen dengan control group pretest-

posttest desain (Suharsimi, 2006). Subyek

penelitian meliputi seluruh siswa kelas X.

Pengambilan sampel dengan teknik cluster

random sampling (Sugiyono, 2010). Sampel

diperoleh dua kelas yaitu kelas X3 sebagai

kelas eksperimen dan kelas X4 sebagai

kelas kontrol. Variabel bebas penelitian

adalah metode pembelajaran yang

digunakan. Kelas eksperimen menerapkan

praktikum berbasis inkuiri, sedangkan kelas

kontrol menerapkan praktikum verifikasi.

Variabel terikat penelitian ini meliputi

keterampilan proses sains dan pemahaman

konsep siswa. Variabel kontrol dalam

penelitian ini adalah alokasi waktu dan

materi pelajaran yang sama.

Metode pengumpulan data penelitian

ini menggunakan dokumentasi, tes,

observasi, dan angket. Penilaian

keterampilan proses sains menggunakan

metode tes pilihan ganda dan observasi

(Firman, 2000), sedangkan pemahaman

konsep menggunakan tes pilihan ganda.

Data penelitian diperoleh dari hasil pretest

dan posttest keterampilan proses sains,

pemahaman konsep, dan skor observasi.

Indikator keterampilan proses sains yang

dinilai dalam penelitian yaitu mengamati,

mengklasifikasi, meramalkan, menafsirkan,

mengajukan pertanyaan, hipotesis, meren-

canakan percobaan, menggunakan alat/

bahan, komunikasi, dan menerapkan

konsep. Uji hipotesis yang digunakan dalam

penelitian ini diantaranya uji t-test dan N-

gain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator keterampilan proses sains

yang diukur meliputi mengamati, klasifikasi,

meramalkan, mengajukan pertanyaan, hipo-

tesis, menafsirkan, merencanakan per-

cobaan, menggunakan alat/bahan, komuni-

kasi, dan menerapkan konsep. Gambar 1

79

Page 81: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1393

menunjukkan hasil penilaian keterampilan

proses sains yang diperoleh dari skor rata-

rata pretes, postes dan N-gain siswa antara

kelas eskperimen dan kelas kontrol.

Gambar 1. Peningkatan nilai rata-rata keterampilan proses sains kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

Gambar 1 menunjukkan keterampilan

proses sains kelas eksperimen meningkat

lebih tinggi daripada kelas kontrol. Nilai rata-

rata N-gain keterampilan proses sains kelas

eksperimen sebesar 62 dan kelas kontrol

sebesar 46. Kedua kelas menunjukkan

peningkatan pada kategori sedang tetapi

kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa praktikum berbasis inkuiri ini dapat

menggali keterampilan proses sains karena

siswa diarahkan dengan langkah-langkah

inkuiri yaitu mencari informasi, meren-

canakan percobaan, dan melaksanakan

praktikum secara langsung untuk

menemukan jawaban kemudian menghu-

bungkannya dengan materi, sehingga siswa

menemukan konsep dari hasil praktikum

(Dwiyanti dan Siswaningsih, 2005).

Hasil uji t-test dari data postes

diperoleh thitung sebesar 5,51 dengan taraf

signifikasi 5% dan derajat kebebasan

sebesar 57. Hal ini menunjukkan bahwa

rata-rata keterampilan proses sains siswa

pada kelas eksperimen lebih baik daripada

kelas kontrol. Berdasarkan hasil uji N-gain

dan t-test maka dapat dikatakan bahwa

secara keseluruhan keterampilan proses

sains kelas eksperimen meningkat lebih

tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini

karena siswa kelas eksperimen diarahkan

untuk menganalisis suatu permasalahan,

baik masalah yang diberikan oleh guru atau

siswa sendiri dalam melakukan percobaan

sehingga meningkatkan aktivitas siswa

(Ambarsari, et al., 2013). Siswa terdorong

aktif menggali keterampilan proses sains

sehingga menjadi pribadi yang aktif,

terampil, dan mandiri dalam memecahkan

masalah (Haryani, 2008).

Penilaian keterampilan proses sains

juga dilakukan dengan menggunakan

lembar observasi. Indikator yang diobservasi

adalah mengamati, klasifikasi, meramalkan,

mengajukan pertanyaan, hipotesis, me-

nafsirkan, merencanakan percobaan, meng-

gunakan alat/ bahan, komunikasi, dan

menerapkan konsep. Hasil uji N-gain

Page 82: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1394 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397

diperoleh bahwa setiap indikator keterampil-

an proses sains pada kelas eksperimen

mengalami peningkatan lebih tinggi di-

bandingkan kelas kontrol. Peningkatan

tertinggi pada kelas eksperimen tercapai

pada indikator mengamati, sedangkan pe-

ningkatan terendah terdapat pada indikator

meramalkan. Peningkatan tertinggi kelas

kontrol pada indikator komunikasi dan pe-

ningkatan terendah pada indikator klasifi-

kasi. Pada kelas eksperimen terdapat 3

indikator yang mengalami peningkatan ka-

tegori tinggi yaitu mengamati, menggunakan

alat/ bahan, dan komunikasi, sedangkan

kelas kontrol peningkatan indikator tertinggi

dalam kategori sedang. Gambar 2

menunjukkan peningkatan masing-masing

indikator keterampilan proses sains siswa.

Gambar 2. Peningkatan masing-masing indikator keterampilan proses sains

Peningkatan tertinggi kelas eksperi-

men pada indikator mengamati termasuk

dalam kategori tinggi karena siswa secara

maksimal dalam melakukan pengamatan

selama percobaan yakni dengan meng-

gunakan banyak indra. Selain itu, dengan

menggunakan praktikum inkuiri siswa lebih

teliti dalam mengamati semua gejala yang

terjadi untuk mendapatkan data pengamat-

an yang akan dianalisis agar dapat ditarik

kesimpulan (Kurnia, 2011). Indikator

terendah terjadi pada indikator mengajukan

pertanyaan karena pada saat diskusi hasil

percobaan siswa adalah melakukan diskusi

sendiri dengan kelompok masing-masing

untuk mempersiapkan presentasi meng-

akibatkan siswa kurang memperhatikan pre-

sentasi kelompok lain. Selain indikator

mengamati, indikator menggunakan alat/

bahan dan komunikasi mengalami pe-

ningkatan menjadi kategori tinggi karena

siswa kelas eksperimen telah merencana-

kan praktikum sebelumnya sehingga ada

kesempatan untuk menanyakan terlebih

dahulu kepada guru mengenai kegunaan

alat-alat yang belum diketahui dan informasi

data yang harus dilaporkan siswa (Prasetya

dan Haryani, 2007). Praktikum berbasis

inkuiri ini dapat meningkatkan rasa ingin

tahu siswa mengenai kegunaan alat dan

Keterangan: 1. Klasifikasi 6. Merencanakan Percobaan 2. Hipotesis 7. Menggunakan Alat/Bahan 3. Meramalkan 8. Mengamati 4. Mengajukan Pertanyaan 9. Komunikasi 5. Menafsirkan 10. Menerapkan Konsep

1. Eksperimen

2. Kontrol

Page 83: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1395

mengakibatkan siswa menjadi lebih siap

dalam melakukan praktikum sehingga

menunjukkan adanya keterkaitan masing-

masing indikator keterampilan proses sains

(Haryani, 2007).

Uji N-gain terhadap pemahaman

konsep pada kelas eksperimen meng-

hasilkan angka sebesar 76, sedangkan

kelas kontrol sebesar 70, meskipun kedua-

nya dalam kategori tinggi tetapi N-gain

kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

N-gain kelas kontrol. Hal ini sama dengan

hasil uji t-test nilai posttest pemahaman

konsep siswa diperoleh thitung 2,64 dengan

taraf signifikasi 5% dan derajat kebebasan

sebesar 57 menunjukkan bahwa rata-rata

nilai pemahaman konsep siswa kelas

eksperimen lebih baik dibandingkan dengan

kelas kontrol. Hasil analisis kedua uji dapat

membuktikan bahwa penerapan praktikum

berbasis inkuiri dapat meningkatkan pe-

mahaman konsep siswa materi hidrokarbon,

karena pencarian pengetahuan yang

melibatkan siswa mengakibatkan siswa

dapat membangun konsep ke dalam

pikirannya (Ango, 2002). Kegiatan pem-

belajaran inkuiri dalam penelitian ini sangat

melibatkan siswa secara aktif sehingga

siswa mampu menangkap keteraturan pola-

pola materi kemudian dapat menginter-

presentasikan materi ke dalam bentuk lain

(Nirmalasasi, 2011). Gambar 3 menunjukan

nilai pretest, posttest, dan N-gain pe-

mahaman konsep siswa kelas eksperimen

dan kontrol.

Gambar 3. Peningkatan rata-rata pretest dan postest pemahaman konsep kelas eksperimen dan kontrol

Gambar 3 menunjukkan bahwa kelas

eksperimen lebih baik dibandingkan dengan

kelas kontrol. Hal ini dikarenakan praktikum

berbasis inkuiri memungkinkan siswa terlatih

dengan keterampilan proses sainsnya se-

hingga membuat siswa termotivasi untuk

menyelesaikan permasalahan-permasalah-

an baru dan siswa akan semakin tertarik

mendalami konsep materi yang dipelajari

(Odja dan Rahandra, 2010). Penerapan

praktikum berbasis inkuiri menyebabkan

siswa lebih banyak mengumpulkan infor-

masi-informasi baru dan siswa lebih banyak

memperoleh pengalaman-pengalaman baru

karena berpartisipasi langsung dalam

pembelajaran dalam hal mengajukan perta-

Page 84: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1396 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397

nyaan, menyusun hipotesis, mengumpulkan

dan menganalisis data merupakan tahapan

dari inkuiri (Kholifudin, 2012).

Angket diberikan kepada siswa untuk

mengetahui seberapa jauh tanggapan

siswa. Dalam hal ini terdapat dua aspek

yaitu mengenai ketertarikan siswa terhadap

pelajaran kimia dan tanggapan siswa

mengenai penerapan praktikum berbasis

inkuiri. Hasil penyebaran angket didapatkan

bahwa 26 dari 29 siswa lebih suka pelajaran

kimia daripada pelajaran lain, 23 dari 29

siswa merasa bahwa kimia merupakan

pelajaran yang menyenangkan, serta 17 dari

29 siswa mengetahui kimia bermanfaat bagi

kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat bahwa

sebagian besar siswa tertarik dengan

pelajaran kimia. Hasil penyebaran tang-

gapan siswa terhadap penerapan praktikum

berbasis inkuiri menunjukkan 20 dari 29

siswa senang dan tertarik, 22 dari 29 siswa

merasa lebih mudah memahami materi, 23

dari 29 siswa merasa rasa ingin tahu siswa

menjadi meningkat, 28 dari 29 siswa lebih

berani mengungkapkan pendapat, 27 dari

29 siswa lebih termotivasi terhadap

pembelajaran, 25 dari 29 siswa dapat

berinteraksi dan sharing, dan 23 dari 29

siswa lebih senang pembelajaran kimia

dengan penerapan praktikum berbasis

inkuiri.

Berdasarkan data penyebaran me-

nunjukkan bahwa siswa memberikan

tanggapan positif terhadap pembelajaran

pratikum berbasis inkuiri. Pembelajaran

praktikum berbasis inkuiri memberikan ke-

sempatan kepada siswa untuk berpartisipasi

aktif selama proses pem-belajaran karena

dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa,

serta mendorong siswa untuk bertanya

ataupun berpendapat (Kholifudin, 2012).

SIMPULAN

Penerapan praktikum berbasis

inkuiri dapat meningkatkan keterampilan

proses sains sekaligus pemahaman konsep

materi hidrokarbon siswa kelas X. Pening-

katan keterampilan proses sains kelas

eksperimen sebesar 62 dengan peningkatan

tertinggi pada indikator mengamati, meng-

gunakan alat/bahan, dan ko-munikasi dalam

kategori tinggi. Peningkatan keterampilan

proses sains siswa kelas kontrol sebesar 46

dengan peningkatan tertinggi pada indikator

mengamati dan komunikasi dalam kategori

sedang. Peningkatan pemahaman konsep

siswa kelas eksperimen sebesar 76 dan

kelas kontrol sebesar 70. Siswa memberi-

kan tanggapan positif terhadap penerapan

praktikum berbasis inkuiri yang memberikan

kesempatan kepada siswa berpartisipasi

langsung dalam pembelajaran sehingga

dapat menarik dan memotivasi siswa untuk

belajar kimia materi hidrokarbon.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, W., Santosa, S., dan Maridi,

2013, Penerapan Pembelajaran

Inkuiri Terbimbing terhadap

Keterampilan Proses Sains Dasar

pada Pelajaran Biologi Siswa

Kelas X SMP Negeri 7 Surakarta,

Jurnal Pendidikan Biologi, Vol 5,

No 1, Hal: 81-91.

Ango, M. L., 2002, Mastery of Science

Process Skills and Their Effective

use in The Teaching of Science,

Page 85: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1397

International Journal of Educology,

Vol 16, No 1, Hal: 11-30.

BSNP, 2006, Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Dahar, R. W., 1996, Teori-Teori Belajar,

Jakarta: Erlangga.

Dwiyanti, G. dan Siswaningsih, W., 2005,

Keterampilan Proses Sain Siswa

SMU Kelas II pada Pembelajaran

Kesetimbangan Kimia melalui

Metode Praktikum, Laporan

Penelitian FPMIPA UPI, Bandung:

UPI.

Firman, H., 2000, Penilaian Hasil Belajar

dalam Pengajaran Kimia, Jakarta:

FPMIPA UPI.

Haryani, S., 2007, Pemberian Penugasan

Perencanaan Percobaan pada

Praktikum Kimia Dasar, untuk

Meningkatkan Ketrampilan Proses

Sains Mahasiswa, Makalah

dipresentasikan pada Seminar

Nasional Kimia dan Pendidikan

Kimia, Unnes Semarang, 26

November 2007.

Haryono, 2006, Model Pembelajaran

Berbasis Peningkatan Keteram-

pilan Proses Sains, Jurnal Pen-

didikan Dasar Fakultas Ilmu

Pendidikan Pascasarjana UNNES,

Vol 7, No 1, Hal: 1-13.

Hussain, A., Azeem, M., dan Shakoor, A.,

2011, Physic Teaching Methods:

Scientific Inquiry vs Traditional

Lecture, International Journal of

Humanisties and Social Science,

Vol 1, No 19, Hal: 269-276.

Khan, M. dan Iqbal, M., 2010, Effect of

Inquiry Lab Teaching Method on

The Development of Scientific Skill

Through The Teaching of Biology

in Pakistan, Journal Strength for

Today and Bright Hope for

Tomorrow, Vol 11, No 1, Hal: 169-

178.

Kholifudin, Y., 2012, Pembelajaran Fisika

dengan Inkuiri Terbimbing melalui

Metode Eksperimen dan

Demonstrasi Ditinjau dari Gaya

Belajar Siswa, Prosiding

Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng

dan DIY, Purworejo: SMA 2

Kebumen.

Kurnia, E. 2011, Analisis Keterampilan

Proses Sains Siswa SMA Pada

Pembelajaran Sistem Koloid

Menggunakan Metode Praktikum

Berbasis Masalah, Skripsi,

Bandung: FPMIPA UPI.

Nirmalasasi, M., 2011, Pengembangan

Model Memorization Learning

dalam Meningkatkan Pemahaman

Peserta Didik pada Pelajaran

Kimia SMA, Jurnal Pendidikan

UPI, Vol 2, No 1, Hal: 1-15.

Odja, A. dan Rahandra, P., 2010, Pem-

belajaran Berbasis Inkuiri untuk

Meningkatkan Keterampilan Pro-

ses Siswa, Jurnal FMIPA, Vol 3,

No 4, Hal: 56-68.

Prasetya, A. T. dan Haryani, S., 2007,

Pendekatan Tutorial sebagai

Upaya Meningkatkan Keterampilan

Penggunaan Peralatan Kimia bagi

Mahasiswa Semester II Jurusan

Kimia FMIPA Unnes, Jurnal

Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1,

No 1, Hal: 1-10.

Rustaman, N. Y., Dirdjosoemarto, S.,

Yudiyanto, A., Achmad, Y.,

Subekti., Rochintaniawati, D., dan

Nurjhan, M., 2005, Strategi Belajar

Mengajar Biologi, Bandung: UM

Pres.

Semiawan, C. A., Tahyong, F., Belen, S.,

Matahalemual, Y., dan Suselo-

ardjo, W., 1992, Pendekatan

Keterampilan Proses, Jakarta:

Gramedia.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian

Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R dan D, Bandung:

Alfabeta.

Suharsimi, A., 2006, Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta: Bumi Aksara.

Page 86: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1398 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA PADA PEMBELAJARAN KIMIA

Tresnoningtias Mutiara Anisa*, Kasmadi Imam Supardi, Dan Sri Mantini Rahayu Sedyawati

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pendekatan keterampilan proses sains diperlukan dalam pembelajaran kimia yang efektif. Ini dapat dilakukan dengan bantuan media belajar siswa seperti lembar kerja siswa berperan bagi pengembangan kemandirian siswa, keterampilan afektif, kognitif, dan psikomotorik serta kemampuan pribadi siswa yang selanjutnya diterapkan dan dikembangkan dalam kelompok terutama pada pelaksanaan praktikum. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan pembelajaran kimia dengan pendekatan keterampilan proses sains berbantuan lembar kerja siswa yang diterapkan pada KBM di suatu SMA N di Pemalang. Desain penelitian ini adalah pretest and posttest control group design. Sampel dipilih dengan teknik cluster random sampling, dengan kelas eksperimen menggunakan pendekatan keterampilan proses sains berbantuan lembar kerja siswa sedangkan kelas kontrol pembelajaran tanpa pendekatan keterampilan proses sains. Analisis data menggunakan uji perbedaan rata-rata pihak kiri dan t-test, hasil belajar kognitif dianalisis dengan statistika parametrik, sedangkan pada aspek afektif, psikomotor dan keterampilan proses sains, dianalisis secara deskriptif. Keefektifan perlakuan penelitian diketahui dengan menggunakan analisis uji gain terhadap hasil belajar kognitif yaitu pretest dan posttest siswa. Hasil analisis uji gain kelas eksperimen sebesar 0,79 dengan kriteria tinggi yang menunjukkan tingkat kepahaman siswa berbeda secara signifikan (tinggi). Kesimpulan penelitian ini yaitu pendekatan keterampilan proses sains berbantuan LKS efektif terhadap hasil belajar siswa dengan pencapaian ketuntasan belajar klasikal 86,09 %.

Kata kunci: keefektifan pembelajaran, keterampilan proses sains, lembar kerja siswa

ABSTRACT

Science process skills approach needed in effective chemistry learning. This can be done with the help of student learning media such as student worksheets which contribute to the development of students' independence, skills, affective, cognitive, and psychomotor and personal abilities of students and further developed in the group, especially on the practical implementation. This study aims to determine the effectiveness of the chemistry teaching science process skills approach with worksheets assisted that is applied to the teaching process of SMA N in Pemalang. The study design was a pretest and posttest control group. Samples were choosen by cluster random sampling technique, so the experimental class using science process skills approach aided student worksheets while the control class without learning science process skills approach. Data analysis used the left-mean difference test and t-test, cognitive learning outcomes were analyzed with statistical parametric, whereas the affective aspect, psychomotor and science process skills, were analyzed descriptively. The effectiveness of treatment is known from the results of gain test that using student’s pretest and posttest data. The gain results of the analysis of cognitive test is 0.79 for experimental class with a high criterion that indicates the level of understanding students are significantly different (high). The conclusion of this research is science process skills approach aided worksheets effectively to the achievement of student learning outcomes with classical learning completeness 86.09%.

Keywords: learning effectiveness, science process skills, student worksheets

Page 87: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1399

PENDAHULUAN

merupakan salah satu bidang disi-

plin ilmu sains yang diajarkan pada siswa

Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam

proses pembelajaran sains di sekolah,

sebaiknya pengembangan konsep dan ilmu

juga memperhatikan pengembangan nilai

dan sikap siswa disamping perkembangan

teori dan isi materi terutama dalam per-

kembangan ilmu kimia. Pengembangan nilai

dan sikap yang diperhatikan dalam sains

yaitu pada pengembangan aspek afeksi,

psiko-motor dan keterampilan siswa.

Hasil observasi di suatu SMA Negeri

di Pemalang, diketahui bahwa pembelajaran

kimia di sekolah tersebut belum sepenuhnya

memiliki waktu dan kesempatan yang cukup

untuk melakukan praktikum di laboratorium.

Pembentukan kelompok kerja dan pe-

laksanaan kegiatan praktikum membutuh-

kan adanya pengawasan dan pembimbing-

an dari guru kimia agar terhindar dari

kesalahan prosedur dan kecelakaan kerja

dalam pelaksanaan praktikum, namun yang

terjadi di suatu SMA di Pemalang, guru

kimia yang bertugas mendampingi siswa

dalam kegiatan praktikum adalah guru mata

pelajaran yang memberikan pelajaran di

dalam kelas sendiri, tanpa ada asisten guru

atau laboran untuk dapat membantu

kelancaran praktikum. Nilai rata-rata hasil

belajar kimia di kelas XII IPA pada materi

sifat koligatif larutan masih cukup rendah,

yaitu 67,89. Nilai tersebut masih jauh dari

nilai kriteria ketuntasan mandiri yang

ditargetkan oleh sekolah, yakni sebesar 78.

Pembelajaran pada materi sifat koligatif

larutan akan dapat disampaikan dengan

baik apabila disampaikan dengan metode

praktikum agar dapat diperoleh informasi

yang maksimal mengenai kemampuan

siswa dan dapat dijadikan sebagai batas

keberhasilan siswa dalam belajar (Severo,

et al., 2012).

Peran pendekatan belajar mengajar

sangat penting dalam kaitannya dengan

keberhasilan belajar. Pendekatan pem-

belajaran yang melibatkan siswa secara

langsung berinteraksi dengan lingkungan-

nya membuat pembelajaran tersebut

menjadi bermakna bagi siswa dan melibat-

kan siswa secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran. Metode praktikum dalam

pelaksanaannya melibatkan siswa dalam

proses pembelajaran secara utuh sejak

langkah awal observasi hingga penarikan

kesimpulan (Champlain, 2010), hal ini

sesuai dengan penerapan pendekatan pem-

belajaran keterampilan proses sains.

Pendekatan keterampilan proses

merupakan pendekatan yang menekankan

pada penumbuhan dan pengembangan

sejumlah keterampilan tertentu pada diri

peserta didik agar mereka mampu mem-

proses informasi sehingga ditemukan hal-

hal yang baru yang bermanfaat baik berupa

fakta, konsep, maupun pengembangan

sikap dan nilai (Semiawan, et al., 1989).

Dengan pendekatan keterampilan proses

sains dan adanya bantuan media belajar

siswa seperti lembar kerja siswa berperan

bagi pengembangan kemandirian siswa,

keterampilan afektif, kognitif, dan psiko-

motorik serta kemampuan pribadi siswa

(Holil, 2008) yang selanjutnya diterapkan

dan dikembangkan dalam kelompok ter-

utama pada pelaksanaan praktikum.

Keterampilan individu yang kemudian ber-

kembang dan mendasari premis yang

Page 88: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1400 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408

mengatur metode ilmiah disebut sebagai

kerampilan proses sains. Keterampilan

proses sains yang dimaksud meliputi ke-

terampilan proses sains mengamati/

observasi, keterampilan proses sains klasifi-

kasi, interpretasi/ mengolah data berdasar-

kan informasi awal dari observasi, ke-

terampilan proses sains merumuskan hipo-

tesis, dan keterampilan proses sains me-

lakukan eksperimen, serta keterampilan

proses sains dalam mengambil kesimpulan.

Pada pengembangan keterampilan proses,

dapat menggunakan metode praktikum

(Wardani, 2008). Keefektifan program

pembelajaran ditandai dengan keberhasilan

guru mengantarkan siswa pada tujuan

instruksional pembelajaran (Ananda, 2013),

dapat memberikan pengalaman belajar yang

atraktif, dan memiliki sarana belajar yang

menunjang. (Muhli, 2011).

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana keefektifan pem-

belajaran kimia dengan pendekatan ke-

terampilan proses sains berbantuan lembar

kerja siswa pada materi sifat koligatif

larutan, yang dilaksanakan di kelas XII IPA 2

suatu SMA di Pemalang, sedangkan tujuan

dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

keefektifan pembelajaran kimia dengan

pendekatan keterampilan proses sains

berbantuan lembar kerja siswa pada materi

sifat koligatif larutan, yang dilaksanakan di

kelas XII IPA 2 suatu SMA di Pemalang.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di suatu SMA di

Pemalang pada materi sifat koligatif larutan.

Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control

Group Design. Pengambilan sampel di-

lakukan dengan teknik cluster random

sampling. Dalam penelitian ini diambil siswa

siswi pada dua dari tiga kelas populasi

sebagai sampel. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pendekatan pem-

belajaran yang digunakan. Pada kelas

eksperimen, pembelajaran kimia meng-

gunakan pendekatan keterampilan proses

sains berbantuan lembar kerja siswa,

sedangkan pada kelas kontrol dilakukan

pembelajaran kimia tanpa menggunakan

pendekatan keterampilan proses sains.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

hasil belajar kimia siswa kelas XII semester

1 Tahun Ajaran 2013/2014 pokok bahasan

sifat koligatif larutan. Variabel kontrol dalam

penelitian ini adalah materi pelajaran, kuri-

kulum yang digunakan, dan jumlah jam

pelajaran.

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode dokumentasi, metode

tes, dan metode observasi. Data penelitian

hasil belajar kognitif dianalisis dengan uji

statistik parametrik, yaitu uji perbedaan rata-

rata satu pihak kiri untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Setelah

diketahui adanya perbedaan pada ketiga

kelas eksperimen, analisis dilanjutkan

dengan uji t-test dan uji gain ternormalisasi

untuk mengetahui keefektifan dari model

pembelajaran yang dilakukan yaitu peng-

gunaan lembar kerja siswa dengan pen-

dekatan keterampilan proses pada kelas XII

IPA 2.

Rumus uji gain ternomalisasi

(n-gain) yang digunakan adalah:

Page 89: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1401

<g> =

(Wiyanto, 2008)

Keterangan:

<g> = faktor gain <Spre> = skor rata-rata tes awal (%)

<Spost> = skor rata-rata tes akhir (%)

Gain menunjukkan peningkatan pe-

mahaman atau penguasaan konsep siswa

setelah pembelajaran dilakukan guru.

Dijelaskan bahwa N-gain adalah gain yang

dinormali-sasi dari kedua model, skor

maksimum adalah pencapaian skor tertinggi

dari tes awal (pretest) dan tes akhir

(posttest). Jika <g> paling sedikit 0,7, maka

N-gain yang dihasilkan termasuk kategori

tinggi, jika <g> yang diperoleh paling sedikit

0,3 dan tidak lebih dari 0,7, maka N-gain

yang dihasillkan temasuk kategori sedang.

Namun, jika <g> yang diperoleh tidak lebih

dari 0,3, maka N-gain yang dihasilkan

termasuk kategori rendah (Nuraeni, et al.,

2013).

Hasil belajar afektif, psikomotor, dan

ke-terampilan proses sains siswa dianalisis

secara deskriptif. Deskripsi aspek psiko-

motorik dan afektif dengan kriteria (1)

sangat tinggi untuk rata-rata nilai pada tiap

aspek 91-100, (2) tinggi untuk rata-rata nilai

pada tiap aspek 81-90, (3) cukup untuk rata-

rata nilai pada tiap aspek 71-80, (4) rendah

untuk rata-rata nilai pada tiap aspek 61-70,

dan (5) sangat rendah untuk rata-rata nilai

pada tiap aspek kurang dari 60.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data rata-rata pretest siswa yang

dihasilkan untuk kelas eksperimen sebesar

45,03 dan 47,02 pada kelas kontrol. Data

nilai pretest digunakan untuk menganalisis

keadaan awal sampel yang telah terpilih

secara cluster random sampling, pengujian

pertama yang dilakukan yaitu uji kenormalan

data. Dari hasil analisis normalitas data,

diperoleh χ2 hitung sebesar 8,80 pada kelas

eksperimen dan 9,00 pada kelas kontrol.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa χ2

hitung tidak lebih dari χ2 tabel yang nilainya

9,49 sehingga diketahui bahwa kedua kelas

tersebut berdistribusi normal (Sudjana,

2005).

Data pada hasil uji bartlett terhadap

nilai pretest siswa diperoleh χ2 sebesar

0,114. Uji bartlett ini dilakukan untuk me-

ngetahui homogenitas berdasarkan nilai

pretest pada kedua kelas. Nilai yang di-

dapatkan lebih kecil dari χ2 pada tabel χ2

homogenitas sebesar 3,84 yang berarti

bahwa kedua kelas memiliki kesamaan rata-

rata homogen (Sudjana,2005).

Dari hasil analisis kesamaan rata-

rata atau varians untuk nilai pretest pada

kedua kelas, diperoleh nilai F hitung untuk

tes awal sebesar 1,589. Hasil ini menun-

jukkan bahwa kedua kelas memiliki

kesamaan rata-rata atau varians yang

sama. Berdasarkan analisis awal dari nilai

pretest antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol, dapat diketahui bahwa kedua kelas

berawal dari kondisi yang sama. Kemudian

kedua kelas diberi pembelajaran dengan

perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen

mendapat pembelajaran dengan pendekat-

an keterampilan proses sains berbantuan

lembar kerja siswa sedangkan kelas kontrol

dengan model pembelajaran konvensional.

Pada pendekatan keterampilan

proses sains, keterampilan yang dimaksud

Page 90: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1402 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408

adalah keterampilan yang mendasari premis

yang mengatur metode ilmiah, meliputi ke-

terampilan proses sains mengamati/

observasi, keterampilan proses sains klasifi-

kasi, interpretasi/ mengolah data berdasar-

kan informasi awal dari observasi, ke-

terampilan proses sains merumuskan

hipotesis, dan keterampilan proses sains

melakukan eksperimen, serta keterampilan

proses sains dalam mengambil kesimpulan.

Keterampilan proses sains yang dikembang-

kan dan diamati dalam penelitian ini di-

analisis secara deskriptif dengan tujuan

untuk mengetahui indikator mana yang

dimiliki siswa dan indikator mana yang perlu

dibina dan dikembangkan lagi. Kriteria

penilaian meliputi sangat tinggi, tinggi,

cukup, rendah dan sangat rendah. Rata-rata

nilai keterampilan proses sains dan rata-rata

nilai aspek psikomotor siswa ditampilkan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata keterampilan proses sains dan psikomotorik

No Keterampilan Proses Sains

Eksperimen Kontrol

Rata-rata poin

Rata-rata nilai

Kriteria Rata-rata poin

Rata-rata nilai

Kriteria

1 KPS Mengamati 3,30 82,56 Tinggi 2,83 70,83 Cukup 2 KPS Klasifikasi 3,16 79,07 Cukup 2,86 71,43 Cukup 3 KPS Interpretasi 3,05 76,16 Cukup 2,81 70,24 Cukup 4 KPS Hipotesis 3,44 86,05 Tinggi 3 75 Cukup 5 KPS Eksperimen 3,42 85,47 Tinggi 3,12 77,98 Cukup 6 KPS Menyimpulkan dan

Mengomunikasikan 3,63 90,70 Sangat

Tinggi 3,05 76,19 Cukup

Rata-rata nilai psikomotorik siswa

83,33 Tinggi 73,61 Cukup

Pada kelas kontrol semua indikator

berkategori cukup, hal ini dikarenakan pada

kelas kontrol guru menggunakan model

pembelajaran konvensional yang kurang

menumbuh-kan keterampilan proses sains

namun telah diselingi dengan kegiatan

observasi. Pada kelas kontrol, siswa

cenderung lebih pasif karena suasana

belajar dan proses pembelajaran kurang

menarik dan hanya berpusat pada guru.

Sedangkan pada kelas eksperimen rata-rata

keterampilan proses sains siswa sudah

cukup baik dan tinggi.

Rata-rata capaian nilai keteram-

pilan proses sains siswa pada indikator

keterampilan proses sains mengamati,

keterampilan proses sains klasifikasi, dan

keterampilan proses sains inter-pretasi

sebesar 82,56; 79,07, dan 76,16. pada kelas

eksperimen sedangkan pada kelas kontrol

sebesar 70,83; 71,43, dan 70,24. Hasil

analisis menunjukkan bahwa capaian kete-

rampilan proses sains siswa pada kelas

eksperimen lebih baik daripada capaian

siswa pada kelas kontrol. Hal ini dapat

diketahui pula dari kriteria keterampilan

proses sains yang dicapai, yakni pada

indikator keterampilan proses sains

mengamati, dengan kriteria tinggi pada

kelas eksperimen dan kriteria cukup pada

Page 91: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1403

kelas kontrol. Sedangkan pada indikator

keterampilan proses sains kedua

(keterampilan proses sains klasifikasi) dan

ketiga (keterampilan proses sains inter-

pretasi), menunjukkan hasil analisis dengan

kriteria yang tidak jauh berbeda dengan

kelas kontrol. Rata-rata nilai kedua kelas

pada indikator tersebut berada pada kriteria

yang sama, yakni pada kriteria cukup. Hal

ini dapat terjadi karena pada penelitian ini,

pembelajaran lebih terfokus pada pe-

ngembangan keterampilan proses sains

observasi, hipotesis, melakukan eksperimen

dan mengkomunikasikan simpulan dari hasil

eksperimen siswa sehingga pengem-

bangan keterampilan proses sains klasifikasi

dan keterampilan proses sains interpretasi

siswa masih kurang dilatih (Deta, et al.,

2013). Selain itu, untuk dapat mengem-

bangkan keterampilan proses sains inter-

pretasi, guru baik di dalam kelas maupun di

lapangan harus lebih menguasai materi

berkaitan agar dapat memandu siswa

dengan baik (Hartono, 2013).

Rata-rata capaian nilai keteram-

pilan proses sains siswa pada indikator

keterampilan proses sains hipotesis, kete-

rampilan proses sains eksperimen, dan

keterampilan proses sains menyimpulkan

serta mengkomunikasikan berturut-turut

sebesar 86,05; 85,47, dan 90,76 pada kelas

eksperimen sedang-kan pada kelas kontrol

sebesar 75,00; 77,98, dan 76,19. Hasil

analisis menunjukkan bahwa capaian

keterampilan proses sains siswa pada kelas

eksperimen lebih baik daripada capaian

siswa pada kelas kontrol. Hal ini dapat

diketahui pula dari kriteria keterampilan

proses sains yang dicapai, yakni pada

indikator keempat (keterampilan proses

sains hipotesis) dan kelima (keterampilan

proses sains eksperimen) dengan kriteria

tinggi pada kelas eksperimen dan kriteria

cukup pada kelas kontrol. Pencapaian siswa

pada indikator keterampilan proses sains

keenam, yaitu keterampilan proses sains

menyimpulkan dan mengomunikasikan, me-

nunjukkan perbedaan yang sangat signi-

fikan. Kriteria untuk pencapaian indikator ini

yaitu dengan kelas eksperimen mencapai

kriteria sangat tinggi sedangkan pada kelas

kontrol mencapai kriteria cukup. Perbedaan

pencapaian nilai dan tingkat perkembangan

keterampilan proses untuk indikator kete-

rampilan proses yang sama pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat terjadi

karena adanya perbedaan pendekatan

pembelajaran yang diterapkan selama pro-

ses pembelajaran berlangsung (Hayat, et

al., 2011).

Rata-rata keseluruhan penguasaan

siswa tiap indikator pada kelas eksperimen

3,33, dengan nilai 83,33 yang berarti

perkembangan keteram-pilan proses

sainsnya termasuk tinggi. Kelas kontrol

mencapai rata-rata 2,94 dengan nilai 73,61

yang berarti perkembangan keterampilan

proses sainsnya termasuk cukup. Berdasar-

kan hasil analisis tersebut dapat dikatakan

bahwa secara umum keteram-pilan proses

sains siswa pada kelas eksperimen lebih

baik daripada siswa kelompok kontrol. Hasil

analisis deskriptif keterampilan proses sains

yang di dukung oleh pengamatan aspek

psikomotorik siswa membuktikan bahwa

ketercapaian perkem-bangan keterampilan

proses sains siswa pada kelas eksperimen

berbeda dengan siswa pada kelas kontrol.

Page 92: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1404 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408

Grafik pencapaian aspek afektif dan

psikomotorik siswa dimuat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ketercapaian perkembangan keterampilan proses sains siswa

Gambar 1 menampilkan pencapaian

keterampilan proses sains siswa di kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata

keterampilan proses sains siswa kelas

eksperimen yang baik disebabkan karena

pada kelas eksperimen, guru menggunakan

metode pembelajaran dengan pendekatan

keterampilan proses sains berbantuan

lembar kerja siswa. Metode ini dapat me-

numbuhkan keterampilan berproses siswa

melalui pengamatan lingkungan sekolah,

rumah, atau bahkan pengamatan yang

dilakukan terhadap tubuh siswa sendiri.

Proses pembelajaran menjadi menarik,

karena dalam prosesnya siswa diajarkan

bagaimana menemukan ide dan pola yang

dapat dilakukan untuk mem-pelajari dan

memecahkan masalah yang siswa hadapi

berkaitan dengan materi sifat koligatif

larutan. Selain itu juga untuk mengarahkan

siswa untuk dapat menyusun jawaban

sementara atau hipotesis dari suatu langkah

kerja ilmiah serta merancang praktikum

untuk membuktikan hipotesis yang didukung

teori-teori yang berkaitan, menjawab soal

secara runtut, sehingga akan memacu untuk

mengembangkan keterampilan proses sains

dan berpikir ilmiah siswa (Severo, et al.,

2010).

Rata-rata hasil pengamatan aspek

afektif yang diperoleh pada kelas

eksperimen adalah 3,31 dengan nilai 82,75

yang berarti pencapaian nilai pada aspek

afektifnya tinggi. Sedangkan pada kelas

kontrol rata-ratanya men-capai 3,03, tidak

terlalu signifikan bila dibandingkan dengan

kelas eksperimen dengan pencapaian nilai

75,79 yang berarti pencapaian nilai pada

aspek afektifnya adalah cukup. Dengan

meng-analisis pencapaian aspek afektif dan

aspek psikomotorik siswa yang dinilai

secara deskriptif individual, diperoleh bahwa

rata-rata aspek psikomotorik dan afektif

pada kelas eksperimen lebih besar diban-

dingkan dengan rata-rata hasil pengamatan

pada kelas kontrol. Perbedaan lebih

menonjol terdapat pada aspek psikomotorik

siswa antara kelas eksperimen dan kontrol

daripada perbedaan yang dihasilkan dari

analisis deskriptif aspek afektif (Kazembe

dan Methias, 2010). Grafik perbedaan rata-

rata pencapaian aspek afektif dan aspek

psikomotorik siswa dimuat pada Gambar 2.

Keterangan gambar:

1. Ketrampilan proses sains mengamati 2. Ketrampilan proses sains klasifikasi 3. Ketrampilan proses sains interpretasi 4. Ketrampilan proses sains hipotesis 5. Ketrampilan proses sains eksperimen 6. Ketrampilan proses sains 7. menyimpulkan dan mengomunikasi

Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen

Page 93: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1405

Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen

Gambar 2. Perbedaan rata-rata aspek afektif dan aspek psikomotorik siswa

Perbedaan yang lebih besar pada

aspek psikomotorik siswa dikarenakan

pendekatan keterampilan proses seperti

pada pembahasan sebelumnya melatih

siswa dalam berproses melakukan kegiatan-

kegiatan ilmiah berupa praktik dan

pengamatan yang secara langsung me-

ngembangkan keterampilan proses sains

dan kemampuan pada aspek psiko-

motoriknya. Dari perbedaan hasil analisis

kedua aspek ini dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kimia dengan pendekatan

keterampilan proses sains berbantuan

lembar kerja siswa terbukti efektif dalam

meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas

eksperimen baik ditinjau dari aspek kognitif,

afektif, psikomotorik maupun dalam pe-

ngembangan keterampilan proses sains

siswa. Berdasarkan hasil analisis data yang

diperoleh, dapat dikatakan bahwa penca-

paian aspek afektif siswa pada kelas

eksperimen lebih baik daripada siswa kelas

kontrol meskipun tidak menunjukkan pe-

rubahan yang signifikan. Pada pertemuan

terakhir dilaksanakan tes akhir (posttest)

pada kedua kelas objek penelitian untuk

mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Nilai

dari posttest inilah yang digunakan untuk

analisis hipotesis.

Diperoleh data rata-rata posttest

siswa untuk kelas eksperimen sebesar

88,44 dan pada kelas kontrol 79,96. Dari

hasil uji kenormalan data, diperoleh χ2

hitung nilai posttest siswa sebesar 7,56

pada kelas eksperimen dan 8,73 pada kelas

kontrol. Hasil analisis ini menunjukkan

bahwa χ2 hitung tidak lebih dari χ2 tabel

yang nilainya 9,49 sehingga diketahui

bahwa kedua kelas tersebut berdistribusi

normal (Sudjana, 2005).

Pada analisis kesamaan rata-rata

atau varians diperoleh nilai F hitung untuk

tes akhir sebesar 23,037. Hasil ini me-

nunjukkan adanya perbedaan rata-rata nilai

atau varians dari kelas eksperimen dan

kelas kontrol setelah pelaksanaan pem-

belajaran. Selain itu, hasil analisis varians

perlu didukung dengan adanya analisis

ketuntasan belajar untuk mengetahui

apakah perbedaan rata-rata nilai atau

varians yang menunjukkan hasil positif, baik

atau justru sebaliknya. Perbedaan hasil

belajar kognitif ini selanjutnya diuji meng-

gunakan uji perbedaan rata-rata satu pihak

kiri dan t-test untuk menguji hipotesis. Data

hasil perhitungan hasil belajar klasikal

dimuat pada Tabel 2.

Page 94: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1406 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408

pre test

post test

Kelas Jumlah siswa Rata-rata Jumlah siswa yang

tuntas Rasio ketuntasan

belajar

Ekperimen 43 88,44 37 86,05 Kontrol 42 79,96 20 47,62

Tabel 2. Hasil rasio ketuntasan belajar klasikal

Pada uji ketuntasan belajar klasikal,

diperoleh rasio ketuntasan belajar klasikal

(keberhasilan kelas) pada kelas eksperimen

sebesar 86,05 yang berarti ada lebih dari 36

siswa dari jumlah siswa di kelas tersebut

telah mencapai ketuntasan individu. Dengan

demikian, siswa pada kelompok kelas

eksperimen telah mencapai ketuntasan

belajar klasikal (Mulyasa, 2007). Rasio

ketuntasan belajar klasikal pada kelompok

kontrol sebesar 47,62, yang berarti rasio

ketuntasan belajar pada kelompok kelas

kontrol belum mencapai ketuntasan belajar.

Rata-rata gain (g) untuk kelas

eksperimen diperoleh sebesar 0,79 yang

lebih besar dari kelas kontrol, sebesar

0,617. Uji gain ternormalisasi <g> digunakan

untuk mengetahui keefektifan dari pene-

rapan pembelajaran yang dilakukan yaitu

pendekatan keterampilan proses sains

dengan bantuan lembar kerja siswa. N-gain

menunjukkan peningkatan pemahaman atau

penguasaan konsep siswa setelah pem-

belajaran dilakukan guru. Untuk kelas

eksperimen, rata-rata gain menunjukkan

hasil yang baik dengan kriteria tinggi se-

dangkan pada kelas kontrol dengan kriteria

sedang. Perbedaan hasil kemampuan

kognitif posttest antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol ini disebabkan pada kelas

eksperimen menerapkan pembelajaran

keterampilan proses sains yang dirancang

untuk memotivasi dan mengaktifkan siswa

pada saat proses pembelajaran berlangsung

sehingga keterampilan proses sains siswa

dapat ditingkatkan (Marnita, 2013).

Rata-rata nilai pretest pada kelas

eksperimen sebesar 45,03. Nilai ini lebih

kecil dari perolehan rata-rata pretest pada

kelas kontrol, yakni sebesar 47,02.

Sedangkan rata-rata nilai posttest pada

kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata

nilai posttest pada kelas kontrol yaitu

sebesar 88,44 pada kelas eksperimen dan

79,96 pada kelas kontrol. Grafik hasil

analisis hasil belajar pretest dan posttest

siswa disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Grafik hasil belajar aspek kognitif

Dari hasil pengujian uji rata-rata

satu pihak kiri untuk ketuntasan belajar

klasikal, diperoleh t-hitung sebesar 8,662

pada kelas eksperimen dan 1,515 pada

kelas kontrol. Hasil analisis t-hitung ini

memenuhi kriteria pengujian hipotesis.

Dengan demikian, hipotesis diterima atau

Page 95: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1407

rata-rata hasil belajar kognitif kelas

eksperimen lebih besar bila dibandingkan

dengan rata-rata hasil belajar kognitif kelas

kontrol. Kelebihan dari pendekatan pem-

belajaran keterampilan proses sains adalah

pada kegiatan siswa dengan pendekatan

pembelajaran ini sepenuhnya dilakukan

untuk mengembangkan keterampilan siswa

dalam berproses dan menjalani metode

ilmiah yang dimulai dari melakukan

observasi hingga menarik kesimpulan ber-

dasarkan analisis data yang dilakukan saat

dan setelah kegiatan praktikum. Hal ini

dapat memberikan efek ingatan yang lebih

tajam dan bertahan lama pada siswa karena

tidak hanya teori dan analisis berbagai jenis

soal mengenai sifat koligatif larutan yang

diberikan kepada siswa selama pem-

belajaran berlangsung, melainkan siswa

juga diajak untuk mengikuti alur proses

ilmiah tentang bagaimana teori tersebut

dapat berlaku. Hal ini dibuktikan sendiri oleh

siswa melalui praktikum sehingga dapat

meningkatkan pencapaian hasil belajar

kognitif siswa pada kelas eksperimen. Hal

ini diketahui dari hasil analisis uji gain

pretest-posttest yang telah dilakukan. Dapat

diambil kesimpulan bahwa pendekatan

keterampilan proses sains berbantuan

lembar kerja siswa pada materi sifat koligatif

larutan terbukti efektif dalam peningkatan

hasil belajar siswa.

SIMPULAN

Pada kelas kontrol semua indikator

Ketrampilan Proses Sains (KPS) berkategori

cukup, hal ini dikarenakan pada kelas

kontrol, guru menggunakan model pem-

belajaran konvensional yang kurang me-

numbuhkan keterampilan proses sains

namun telah diselingi dengan kegiatan

observasi. Sedangkan Ppada kelas

eksperimen rata-rata keterampilan proses

sains siswa sudah cukup baik dan tinggi.

Hasil yang baik dari pada pelaksanaan

pendekatan KPS dalam pembelajaran pada

di kelas eksperimen didukung oleh pen-

capaian hasil belajar kognitif dan aspek

afektif siswa. Dari uraian dan analisis data

yang telah dilakukan, dapat diambil sim-

pulan bahwa pendekatan keterampilan

proses sains berbantuan lembar kerja siswa

pada materi sifat koligatif larutan terbukti

efektif dalam peningkatan hasil belajar

siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, R. 2013, Keefektifan Problem

Based Learning Berbantuan Soft-

ware The Geometer’s Skecthpad

Terhadap Kemampuan Berpikir

Kreatif Pada Materi Segitiga, Skripsi,

Semarang: FMIPA Universitas

Negeri Semarang.

Champlain, D.A.F., 2010, A Primer On

Classical Test Theory And Item

Response Theory For Assessments

In Medical Education, Medical

Education, Vol 44, No 1, Hal: 109-

117.

Deta, U.A., Suparmi S., dan Widha, S.,

2013, Pengaruh Metode Inkuiri

Terbimbing dan Proyek, Kreativitas,

Serta Keterampilan Proses Sains

Terhadap Prestasi Belajar Siswa,

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,

Vol 9, No 1, Hal: 28-34.

Page 96: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1408 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408

Hartono, 2013, Learning Cycle-7E Model to

Increase Student’s Critcal Thingking

on Science, Jurnal Pendidikan

Fisika Indonesia, Vol 9, No 1, Hal:

58-66.

Hayat, M.S., Sri, A., dan Sri, R., 2011,

Pembelajaran Berbasis Praktikum

pada Konsep Invertebrata untuk

Pengembangan Sikap Ilmiah Siswa,

Jurnal Bioma, Vol 1, No 2, Hal: 141-

152.

Kazembe, T. dan Methias S., 2010, Efec-

tiveness of Teachers at Preparing

Grade 7 Candidates For

Environmental Science Exami-

nations, Eurasian Journal Phyical

Chemistry Education, Vol 2, No 2,

Hal:64-81.

Marnita, 2013, Peningkatan Keterampilan

Proses Sains Melalui Pembelajaran

Kontekstual Pada Mahasiswa

Semester I Materi Dinamika, Jurnal

Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 9,

No 1, Hal: 43-52.

Mulyasa, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Nuraeni, N., Eka F., dan Wawan S., 2013,

Efekivitas Penerapan Model

Pembelajaran Generative untuk

Meningkatkan Pemahaman Siswa

dalam Mata Pelajaran Teknologi

Informasi dan Komunikasi, Jurnal

Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA

UPI.

Semiawan, C.R., Tangyong A.F., Belen S.,

Matahelemual Y., dan Suseloardjo

W., 1989, Pendekatan Keterampilan

Proses, Jakarta: P.T. Gramedia.

Severo, M., Rita G., Daniel M., Rui F.,

Teresa R., Adelino F. L. M., Isaura

T., Luis D., dan Maria A. F. T., 2012,

Reliability Evidence for Examination

Cut Scores Within A Medical school.

Journal of Education and Learning,

Vol 1, No 1, Hal: 77-83.

Sudjana, 2005, Metoda Statistika Edisi 6

Cetakan Ke 3, Bandung: Penerbit

TARSITO.

Wardani, S., 2008, Pengembangan

Keterampilan Proses Sains dalam

Pembelajaran Kromatografi Lapis

Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro,

Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol

2, No 2, Hal:317-322.

Wiyanto, 2008. Menyiapkan Guru IPA dalam

Pembelajaran Laboratorium.

Semarang: Unnes press.

Page 97: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1409

PEMBELAJARAN PRAKTIKUM BERORIENTASI PROYEK

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PEMAHAMAN KONSEP

Tri Winarti* dan Sri Nurhayati

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Pembelajaran berbasis praktikum berorientasi proyek menggunakan prinsip learning by doing yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan tertentu sehingga diharapkan mendorong siswa belajar aktif merekonstruksi pemahaman konseptualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep kimia siswa setelah diterapkannya pembelajaran kimia berbasis praktikum berorientasi proyek. Desain penelitian menggunakan posttest only control design dengan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas eksperimen pertama XI IPA3, kelas eksperimen kedua XI IPA4. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tes pemahaman konsep kelas eksperimen pertama sebesar 85,23, kelas eksperimen kedua sebesar 78,69. Hasil uji t menunjukkan thitung 2,40 lebih besar dari tkritis 2,002 untuk derajat kebebasan 57 dan taraf signifikan 5%. Berdasarkan analisis tersebut disimpulkan bahwa rata-rata nilai posttest kelas eksperimen pertama lebih baik daripada kelas eksperimen kedua. Keterampilan proses sains siswa dengan analisis variansi satu jalur menghasilkan Fhitung sebesar 10,91 lebih besar dari Fkritis 4,01 dengan uji lanjut pasca anava menghasilkan Fhitung sebesar 10,90 lebih besar dari Fkritis 4,01 untuk praktikum 1 dan Fhitung sebesar 48,04 lebih besar dari Fkritis 4,01 dengan uji lanjut pasca anava menghasilkan Fhitung sebesar 48,15 lebih besar dari Fkritis 4,01 untuk praktikum 2. Disimpulkan bahwa rata-rata keterampilan proses sains kelas eksperimen pertama lebih baik daripada kelas eksperimen kedua. Kata kunci: keterampilan proses sains, pemahaman konsep, pembelajaran berbasis praktikum

berorientasi proyek

ABSTRACT

Practicum based learning with project orientation used learning by doing principle namely process of learning outcome by doing action so could encourage students to actively study and construct their understanding. The aim of this research is to know the increasing of student’s science process skill and chemistry concept understands. Design of research is posttest only control design and samples were taken with a cluster random sampling technique, obtained the first experimental class XI IPA3, the second experimental 2 class XI IPA4. The means of test result about concept understanding of first experimental class is 85.23 and second experimental class is 78.69. The test results showed t 2.40 bigger than tcritic 2.002 for 57 degrees of freedom and 5% significance level. It has been concluded that the average value of the postest of first experimental class is better than the second experimental class. Student’s process skill analyzed by one-way variants analysis, resulted F 10,91 bigger than Fcritic 4,01 and by scheffe methods resulted F 10,90 bigger than Fcritic 4,01 for practicum 1 and F 48,04 bigger than Fcritic 4,01 and by scheffe methods resulted F 48,15 bigger than Fcritic 4,01 for practicum 2. The average of student’s science process skill of first experimental class is better than the second one. Keywords: concept understanding, practicum based learning with project orientation, science

process skills.

Page 98: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1410 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420

PENDAHULUAN

Pembelajaran berbasis praktikum

diarahkan pada experimental learning yakni

pembelajaran dengan berdasarkan pada

pengalaman konkret, diskusi dengan teman

yang selanjutnya dapat diperoleh ide dan

konsep baru. Belajar dipandang sebagai

proses penyusunan pengetahuan dari

pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif

dan refleksi serta interpretasi. Strategi

pembelajaran yang berbasis praktikum

dapat mendukung siswa untuk mengem-

bangkan hands on dan minds on. Oleh

karena itu, pembelajaran berbasis praktikum

dapat digunakan sebagai alternatif pem-

belajaran yang dapat mendorong siswa

belajar aktif untuk merekonstruksi pema-

haman konseptualnya (Duda, 2010).

Pembelajaran berbasis proyek

menggunakan prinsip learning by doing

yakni suatu proses perolehan hasil belajar

dengan mengerjakan suatu tindakan

tertentu. Proyek yang diberikan pada siswa

berhubungan dengan lingkungan sekitar

mereka sehingga hal tersebut lebih

membuka pandangan siswa terhadap sains

khususnya kimia yang sangat dekat dalam

kehidupan mereka (Dewi, 2012). Siswa

dituntut aktif dalam pembelajaran ini melalui

pelaksanaan praktikum dan diskusi tugas

proyek.

Pembelajaran berbasis praktikum

berorientasi proyek diharapkan dapat

meningkatkan secara optimal keterampilan

proses sains dan pemahaman konsep kimia

siswa. Pembelajaran melibatkan siswa

secara aktif dalam mencari referensi tugas

proyek yang terkait dan pelaksanaan

praktikum sehingga keterampilan proses

sains dan pemahaman konsep kimia siswa

dapat berkembang secara optimal.

Berdasarkan hasil observasi peneliti

dan wawancara dengan guru kimia di suatu

SMA di Pekalongan diperoleh informasi,

bahwa ketuntasan klasikal siswa dalam

menguasai materi pokok Kelarutan dan

Hasil Kali Kelarutan untuk tahun ajaran

2011/2012 kurang dari 75%. Nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah

tersebut untuk mata pelajaran kimia adalah

76, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai

rata-rata hasil belajar siswa untuk materi

pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

tidak mencapai standar kelulusan

kompetensi. Pembelajaran kimia berbasis

praktikum berorientasi proyek dalam

penelitian ini dilakukan melalui praktikum

kimia materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan akan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk membangun pe-

ngetahuannya sendiri, menyampaikan ide-

ide kreatif yang didapatnya dari hasil

pengamatan dan diskusi, sehingga dapat

lebih memahami konsep yang diajarkan.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah ada peningkatan

keterampilan proses sains siswa setelah

pembelajaran kimia berbasis praktikum

berorientasi proyek? dan apakah ada pe-

ningkatan pemahaman konsep kimia siswa

setelah pembelajaran kimia berbasis prak-

tikum berorientasi proyek?

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui peningkatan keterampilan

proses sains siswa setelah pembelajaran

kimia berbasis praktikum berorientasi

proyek, dan untuk mengetahui peningkatan

Page 99: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1411

pemahaman konsep kimia setelah pem-

belajaran kimia berbasis praktikum

berorientasi proyek di suatu SMA di

Pekalongan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu

SMA di Pekalongan pada materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan. Desain penelitian

yang dipakai yaitu posttest only control

design yaitu desain kelas eksperimen

pertama dan kelas eksperimen kedua

diberikan tes pemahaman konsep dan

keterampilan proses sains sesudah diterap-

kannya model pembelajaran yang berbeda

(Sudjana, 2005).

Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa kelas XI IPA3 tahun pelajaran

2012/2013. Kelas XI IPA3 merupakan kelas

eksperimen pertama, kelas XI IPA4

merupakan kelas eksperimen kedua yang

diambil dengan teknik cluster random

sampling dengan pertimbangan hasil uji

normalitas dan uji homogenitas terhadap

nilai ulangan akhir semester ganjil yang

diperoleh bahwa keduanya homogen.

Variabel bebas adalah pembelajaran

praktikum dengan variasi perlakuan

pembelajaran praktikum berorientasi proyek

dan pembelajaran praktikum verifikatif.

Variasi model dan media pembelajaran

meliputi: model pembelajaran kimia berbasis

praktikum berorientasi proyek untuk kelas

eksperimen pertama, dan pembelajaran

kimia berbasis praktikum untuk kelas

eksperimen kedua. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah keterampilan proses

sains dan pemahaman konsep kimia siswa

kelas XI IPA semester 2 tahun ajaran

2012/2013.

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode tes, lembar observasi

dan angket. Metode tes digunakan untuk

mengetahui kemampuan pemahaman

konsep kimia siswa, lembar observasi

digunakan untuk mengetahui keterampilan

proses sains siswa, dan angket digunakan

untuk mengetahui seberapa besar ketertari-

kan siswa terhadap model pembelajaran

yang diterapkan. Data penelitian pemaham-

an konsep dianalisis secara statistik

parametrik dihitung dengan uji perbedaan

dua rata-rata satu pihak kanan (uji t) untuk

mengetahui perbedaan pemahaman konsep

kimia antara kelas eksperimen pertama dan

kelas eksperimen kedua serta perbedaan

antara kelas eksperimen pertama tahun ini

dan tahun lalu dan kelas eksperimen kedua

tahun ini dan tahun lalu. Sebelum dilakukan

uji perbedaan dua rata-rata satu pihak

kanan, terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan homogenitas untuk me-

ngetahui apakah kelas dalam kondisi yang

sama. Keterampilan proses sains siswa diuji

statistik menggunakan analisis variansi

(anava) satu jalur dengan membandingan

antara kelas eksperimen pertama dan kelas

eksperimen kedua serta peningkatan

keterampilan proses sains kelas eksperimen

pertama dan kelas eksperimen kedua

selama praktikum 1 dan praktikum 2 dan

untuk hasil angket tanggapan siswa

dianalisis secara deskriptif.

Page 100: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1412 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pernyataan dalam angket tang-

gapan dikategorikan menjadi 3 yaitu moti-

vasi, ketertarikan dan pemahaman. Siswa

yang memiliki motivasi tinggi terlihat lebih

tertarik selama pembelajaran berlangsung.

Motivasi dan ketertarikan siswa pada

pembelajaran menjadikan siswa lebih

memperhatikan materi yang disampaikan

sehingga pemahaman mereka terhadap

materi menjadi lebih baik. Hal itu dapat

dilihat dari keaktifan siswa selama

pembelajaran berlangsung yang dapat

dilihat pada Gambar 1. Siswa dengan

motivasi dan ketertarikan yang tinggi

memiliki pemahaman yang lebih baik

terhadap materi yang sedang dipelajari

sehingga mereka lebih aktif selama

pembelajaran berlangsung.

Siswa yang aktif memiliki ke-

terampilan proses sains yang baik karena

mereka memperhatikan dan mendengarkan

dengan seksama selama pembelajaran

berlangsung. Sebanyak 90% siswa yang

aktif memiliki keterampilan proses sains

yang tergolong baik. Siswa yang memiliki

keterampilan proses sains rendah karena

mereka cenderung kurang serius selama

kegiatan praktikum berlangsung. Siswa yang

aktif juga memiliki pemahaman konsep yang

lebih baik. Hal itu ditunjukkan dengan nilai

ulangan yang diperoleh oleh siswa.

Sebanyak 100% siswa yang aktif memiliki

nilai lebih dari 76 sehingga pemahaman

konsep siswa termasuk kategori baik.

Gambar 1. Hasil angket tanggapan siswa

Hasil angket tanggapan siswa

terhadap pembelajaran praktikum ber-

orientasi proyek menyatakan bahwa pem-

belajaran lebih menarik, meningkatkan minat

belajar, dan membantu memahami konsep

yang diajarkan. Siswa dapat bereksplorasi

melalui kegiatan yang relevan untuk mem-

peroleh pengalaman dan konsep baru

sehingga keterampilan proses sains dan

pemahaman konsep kimia siswa menjadi

meningkat. Pembelajaran praktikum men-

jadikan proses pembelajaran menjadi lebih

hidup dan bermakna bagi siswa (Sukaesih,

2011).

Page 101: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1413

Siswa yang aktif selama pem-

belajaran jauh lebih banyak daripada siswa

yang pasif selama pembelajaran. Hal itu

menunjukkan bahwa pembelajaran prak-

tikum berorientasi proyek membuat siswa

menjadi lebih aktif karena pembelajaran

bersifat student centered sehingga me-

mungkinkan siswa mendapatkan penge-

tahuan yang banyak dibandingkan pem-

belajaran praktikum konvensional. Motivasi,

ketertarikan, dan pemahaman yang baik

berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh

oleh siswa. Keterampilan proses sains dan

pemahaman konsep kimia siswa meningkat

sejalan dengan keaktifan siswa selama

pembelajaran berlangsung (Ariyati, 2010).

Hasil rata-rata skor keterampilan

proses sains yang diperoleh melalui

observasi dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Skor keterampilan proses sains setiap indikator

No. Indikator

Rata-rata Skor Per Indikator

Kelas eksperimen pertama Kelas eksperimen kedua

Praktikum 1

Praktikum 2

Praktikum 1

Praktikum 2

1 Menyiapkan alat dan bahan a. 3,2 a. 4 a. 3,3 a. 4 2 Melaksanakan praktikum a. 3,2

b. 3 a. 3,3 b. 3,3

a. 3,2 b. 2,5

a. 3,3 b. 3

3 Menggunakan alat bahan a. 3,3 b. 4

a. 3,7 b. 4

a. 2,5 b. 4

a. 3,3 b. 4

4 Pengukuran a. 2,3 a. 3 a. 2 a. 3,3 5 Menerapkan konsep a. 3

b. 3,3 c. 3,7

a. 3,5 b. 3,5 c. 3,8

a. 3 b. 3,2 c. 3,8

a. 3,2 b. 3,3 c. 3,8

6 Pengamatan a. 3 a. 3 a. 2,3 a. 2,7 7 Perhitungan a. 3

b. 2,5 a. 3,8 b. 4

a. 3 b. 2,5

a. 3,3 b. 3,7

8 Mengajukan pertanyaan a. 3,5 b. 3,2

a. 3,8 b. 3,5

a. 3,5 b. 3,2

a. 3,7 b. 3,6

9 Kesimpulan a. 2,3 a. 3 a. 2 a. 3,3 10 Berkomunikasi a. 2,7

b. 2,6 c. 3 d. 2,5 e. 3,2

a. 3,7 b. 3,6 c. 3,2 d. 3,5 e. 3,5

a. 3 b. 2,7 c. 2,9 d. 2,5 e. 3

a. 3,2 b. 3,5 c. 4 d. 3,5 e. 3,5

Jumlah 59,2 70,8 58,32 69,2

Hasil analisis variansi satu jalur

keterampilan proses sains siswa kelas

eksperimen pertama diperoleh Fhitung

sebesar 323,91 dan Fkritis sebesar 4,007.

Keterampilan proses sains antara praktikum

1 (Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan) dan

praktikum 2 (Pemurnian Garam) berbeda

untuk kelas eksperimen pertama. Oleh

karena itu, perlu dilakukan uji lanjut pasca

anava yaitu dengan metode scheffe untuk

mengetahui apakah perbedaan tersebut

signifikan.

Hasil uji lanjut pasca anava diper-

oleh Fhitung sebesar 323,566 dan Fkritis

sebesar 4,007. Terdapat perbedaan yang

signifikan antara keterampilan proses sains

pada praktikum 1 dan praktikum 2 di kelas

eksperimen pertama. Hasil uji lanjut pasca

Page 102: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1414 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420

anava menunjukkan bahwa praktikum

dengan rata-rata skor keterampilan proses

sains yang lebih besar memiliki keterampilan

proses sains yang lebih baik. Praktikum 2

memiliki rata-rata skor keterampilan proses

sains lebih besar daripada praktikum 1,

sehingga dapat disimpulkan bahwa kete-

rampilan proses sains pada praktikum 2

lebih baik daripada keterampilan proses

sains pada praktikum 1. Skor rata-rata

keterampilan proses sains yang diperoleh

melalui observasi pada praktikum 2 adalah

70,8 dan praktikum 1 adalah 59,2. Siswa

lebih terampil pada saat praktikum 2 dan

praktikum juga berjalan lebih lancar

dibandingkan praktikum 1. Hasil tanggapan

siswa juga menunjukkan bahwa siswa

memberikan tanggapan yang positif

terhadap pembelajaran yang dilakukan

seperti yang tertera pada Tabel 3. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan keteram-

pilan proses sains antara praktikum 1 dan 2.

Hal Keuntungan dalam menggunakan

metode eksperimen antara lain dapat

memberikan pengalaman praktis serta

keterampilan dalam menggunakan alat-alat

praktikum (Arifin, 1995). Selain itu, Kegiatan

praktikum merupakan suatu sarana yang

dapat digunakan untuk melatih siswa dalam

melakukan keterampilan kerja laboratorium

(Romlah, 2009).

Hasil analisis variansi satu jalur

keterampilan proses sains kelas eksperimen

kedua diperoleh Fhitung sebesar 251,59 dan

Fkritis sebesar 4,013. Karena Fthitung lebih

besar daripada Fkritis, maka keterampilan

proses sains antara praktikum 1 dan

praktikum 2 berbeda untuk kelas

eksperimen kedua.

Hasil uji lanjut pasca anava

diperoleh Fhitung sebesar 251,11 dan Fkritis

sebesar 4,013. Karena Fhitung lebih besar

daripada Fkritis, maka terdapat perbedaan

yang signifikan antara keterampilan proses

sains pada praktikum 1 dan praktikum 2 di

kelas eksperimen kedua. Hasil uji lanjut

pasca anava menunjukkan bahwa praktikum

dengan rata-rata skor keterampilan proses

sains yang lebih besar memiliki keterampilan

proses sains yang lebih baik. Skor rata-rata

keterampilan proses sains yang diperoleh

melalui observasi pada praktikum 2 adalah

69,2 dan praktikum 1 adalah 58,32. Siswa

lebih terampil pada saat praktikum 2 dan

praktikum juga berjalan lebih lancar

dibandingkan praktikum 1. Hasil tanggapan

siswa juga menunjukkan bahwa siswa

memberikan tanggapan yang positif

terhadap pembelajaran yang dilakukan

seperti yang tertera pada Tabel 3.

Keterampilan proses sains pada praktikum 2

lebih baik daripada keterampilan proses

sains pada praktikum 1. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan keterampilan proses

sains antara praktikum 1 dan 2 (Silvia,

2010).

Hasil analisis variansi satu jalur

diperoleh Fhitung sebesar 10,91 dan Fkritis

sebesar 4,01. Keterampilan proses sains

antara kelas eksperimen pertama dan kelas

eksperimen kedua berbeda untuk praktikum

1. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut

pasca anava untuk mengetahui apakah

perbedaan tersebut signifikan atau tidak.

Hasil uji lanjut pasca anava

diperoleh Fhitung sebesar 10,90 dan Fkritis

sebesar 4,01. Terdapat perbedaan yang

signifikan antara keterampilan proses sains

Page 103: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1415

kelas eksperimen pertama dan kelas

eksperimen kedua. Hasil uji lanjut pasca

anava menunjukkan bahwa kelas dengan

rata-rata skor keterampilan proses sains

yang lebih besar memiliki keterampilan

proses sains yang lebih baik. Skor rata-rata

keterampilan proses sains yang diperoleh

melalui observasi pada kelas eksperimen

pertama adalah 59,2 dan kelas eksperimen

kedua adalah 58,32. Siswa kelas

eksperimen pertama lebih terampil dalam

melakukan kegiatan praktikum dan mereka

juga lebih menguasai materi praktikum

sehingga praktikum berjalan lebih lancar

daripada kelas eksperimen kedua. Hasil

tanggapan siswa juga menunjukkan bahwa

siswa memberikan tanggapan yang positif

terhadap pembelajaran yang dilakukan

seperti yang tertera pada Tabel. 3.

Keterampilan proses sains kelas eksperimen

pertama dengan menggunakan pembe-

lajaran praktikum berorientasi proyek lebih

baik daripada keterampilan proses sains

kelas eksperimen kedua dengan meng-

gunakan pembelajaran praktikum konven-

sional. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan keterampilan proses sains

antara kelas eksperimen pertama dan kelas

eksperimen kedua (Kukuh, et al, 2003).

Keterampilan menerapkan konsep dan

komunikasi siswa yang diukur melalui

observasi terbukti meningkat. Siswa

menerapkan konsep untuk menjelaskan apa

yang terjadi, sehingga pemahaman

terhadap konsep tertentu dapat

mempengaruhi dalam menerapkan konsep

(Kurnia, 2011).

Hasil analisis variansi satu jalur

diperoleh Fhitung sebesar 48,04 dan Fkritis

sebesar 4,01. Karena Fhitung lebih besar

daripada Fkritis, maka keterampilan proses

sains antara kelas eksperimen pertama dan

kelas eksperimen kedua berbeda untuk

praktikum 2. Oleh karena itu, perlu dilakukan

uji lanjut pasca anava untuk mengetahui

apakah perbedaan tersebut signifikan atau

tidak.

Hasil uji lanjut pasca anava

diperoleh Fhitung sebesar 48,15 dan Fkritis

sebesar 4,01. Karena Fhitung lebih besar

daripada Fkritis, maka terdapat perbedaan

yang signifikan antara keterampilan proses

sains kelas eksperimen pertama dan kelas

eksperimen kedua. Skor rata-rata keteram-

pilan proses sains yang diperoleh melalui

observasi pada kelas eksperimen pertama

adalah 70,8 dan kelas eksperimen kedua

adalah 69,2. Kelas eksperimen pertama

memiliki rata-rata skor keterampilan proses

sains lebih besar daripada kelas eksperimen

kedua, sehingga dapat disimpulkan bahwa

keterampilan proses sains kelas eksperimen

pertama dengan menggunakan pembelajar-

an praktikum berorientasi proyek lebih baik

daripada keterampilan proses sains kelas

eksperimen kedua dengan menggunakan

pembelajaran praktikum verifikatif. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan keteram-

pilan proses sains antara kelas eksperimen

pertama dan kelas eksperimen kedua

(Adane dan Admas, 2011). Metode

praktikum dapat mengembangkan keteram-

pilan proses sains (Wardani, 2008).

Page 104: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1416 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420

Gambar 2. Nilai rata-rata keterampilan proses sains praktikum kelas eksperimen pertama dan

eksperimen kedua

Nilai rata-rata posttest kelas

eksperimen pertama lebih tinggi daripada

kelas eksperimen kedua yang masing-

masing sebesar 85,23 dan 78,69. Hal ini

dikarenakan siswa pada kelas eksperimen

pertama dan kelas eksperimen kedua diberi

perlakuan yang berbeda. Pada kelas

eksperimen pertama pembelajaran meng-

gunakan pembelajaran kimia berbasis

praktikum berorientasi proyek, sedangkan

pada kelas eksperimen kedua meng-

gunakan pembelajaran kimia berbasis

praktikum verifikatif (Duda, 2010).

Tabel 2. Nilai posttest dan hasil ulangan siswa materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tahun lalu

Kelas

eksperimen pertama

Kelas eksperimen

kedua

Kelas XI IPA 3 Tahun Lalu

Kelas XI IPA 4

Tahun Lalu

Nilai rata-rata 85,23 78,69 72,32 71,86 Simpangan baku 9,34 11,54 12,94 10,05 Nilai tertinggi 100 97 90 96 Nilai terendah 63 47 35 56

Pembelajaran praktikum berorien-

tasi proyek di kelas eksperimen pertama

dapat meningkatkan pemahaman konsep

kimia siswa, hal ini dapat dilihat dari hasi uji t

(uji perbedaan dua rata-rata satu pihak

kanan) antara kelas eksperimen pertama

dan kelas eksperimen kedua serta antara

kelas eksperimen pertama dan kelas XI

IPA3 tahun lalu. Hasil uji t antara kelas

eksperimen pertama dan eksperimen kedua

menghasilkan thitung sebesar 2,40 dengan

tkritis sebesar 2,002. Karena thitung lebih besar

daripada tkritis, maka pemahaman konsep

kelas eksperimen pertama lebih baik

daripada eksperimen kedua. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep kimia siswa meningkat. Hasil uji t

antara kelas eksperimen pertama dan kelas

XI IPA3 tahun lalu menghasilkan thitung

sebesar 4,38 dengan tkritis sebesar 2,003.

Page 105: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1417

Karena thitung lebih besar daripada tkritis, maka

pemahaman konsep kimia kelas eksperimen

pertama lebih baik daripada kelas XI IPA3

tahun lalu. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pemahaman konsep kimia siswa

meningkat. Hal ini diperkuat dengan hasil

analisis angket tanggapan siswa terhadap

pembelajaran menggunakan pembelajaran

kimia berbasis praktikum berorientasi

proyek. Rata-rata siswa memberikan

tanggapan positif terhadap masing-masing

indikator yang terdapat dalam angket.

Tanggapan-tanggapan siswa tersebut

menunjukkan bahwa pembelajaran yang

menggunakan pembelajaran kimia berbasis

praktikum berorientasi proyek membuat

siswa dapat memahami materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan, sehingga

pemahaman konsep kimia siswa terhadap

materi lebih baik. Pembelajaran kimia

dengan kegiatan praktikum dapat mengem-

bangkan keterampilan proses dan pema-

haman konsep (Kelly dan Finlayson, 2007).

Pembelajaran praktikum konven-

sional di kelas eksperimen kedua juga dapat

meningkatkan pemahaman konsep kimia

siswa, hal ini dapat dilihat dari hasi uji t

antara kelas eksperimen kedua dan kelas XI

IPA4 tahun lalu. Hasil uji t antara kelas

eksperimen pertama dan kelas XI IPA4

tahun lalu menghasilkan thitung sebesar 2,38

dengan tkritis sebesar 2,004. Karena thitung

lebih besar daripada tkritis, maka pemahaman

konsep kimia kelas eksperimen kedua lebih

baik daripada kelas XI IPA4 tahun lalu. Hal

ini diperkuat dengan hasil analisis angket

tanggapan siswa terhadap pembelajaran

menggunakan pembelajaran praktikum

berorientasi proyek yang tertera pada Tabel

3. Rata-rata siswa memberikan tanggapan

positif terhadap masing-masing indikator

yang terdapat dalam angket. Tanggapan-

tanggapan siswa tersebut menunjukkan

bahwa pembelajaran yang menggunakan

pembelajaran berbasis praktikum berorien-

tasi proyek membuat siswa dapat mema-

hami materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan, sehingga pemahaman konsep

kimia siswa terhadap materi lebih baik.

Pemahaman konsep kimia kelas

eksperimen pertama lebih baik daripada

kelas eksperimen kedua menandakan

bahwa tugas proyek membuat siswa dapat

lebih memahami materi yang dipelajari.

Proyek tersebut membuat siswa lebih aktif

dalam belajar dan mereka juga dituntut

untuk mencari dan membaca lebih banyak

materi untuk menyelesaikan tugas proyek

tersebut. Hal tersebut membuat siswa

memiliki lebih banyak pengetahuan karena

mereka mendapatkan materi dari berbagai

sumber (Dewi, 2012).

Kelas eksperimen kedua mem-

punyai pemahaman konsep kimia yang lebih

baik jika dibandingkan dengan nilai tahun

lalu kelas XI IPA4 materi kelarutan dan hasil

kali kelarutan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa dengan adanya praktikum, siswa

lebih dapat memahami materi yang mereka

pelajari karena mereka mendapatkan

pengalaman secara langsung (Kurnianto, et

al, 2010). Kegiatan laboratorium dapat lebih

efektif dalam membantu siswa meng-

konstruk pengetahuan mereka, mengem-

bangkan kemampuan logikal dan kemam-

puan memecahkan masalah dengan baik.

Kegiatan laboratorium juga dapat me-

ningkatkan kemampuan kognitif, memecah-

Page 106: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1418 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420

kan masalah, mengerjakan tugas-tugas

laboratorium dan juga kemampuan untuk

melakukan observasi (Hofstein, 2004).

Gambar 3. Nilai rata-rata posttest dan nilai kelas eksperimen pertama dan kelas eksperimen

kedua tahun lalu

SIMPULAN

Pembelajaran praktikum berorien-

tasi proyek dapat meningkatkan keteram-

pilan proses sains dan pemahaman konsep

kimia siswa materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan kelas XI pada suatu SMA di

Pekalongan. Skor keterampilan proses sains

Kelas eksperimen pertama sebesar 59,2

untuk praktikum 1 meningkat menjadi 70,8

untuk praktikum 2. Kelas eksperimen kedua

memiliki skor keterampilan proses sains

sebesar 58,32 untuk praktikum 1 meningkat

menjadi 69,2 untuk praktikum 2.

Pemahaman konsep kimia kelas eksperimen

pertama pada tahun lalu sebesar 72,32

meningkat menjadi 85,23 pada tahun ini.

Pemahaman konsep kimia kelas eksperimen

kedua pada tahun lalu sebesar 71,86

meningkat menjadi 78,69 pada tahun ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adane, L. dan Admas, A., 2011, Relevance

and Safety of Chemistry Laboratory Experiments from Students’ Perspective: a Case Study at Jimma University, Southwestern Ethiopia, Educational Research, Vol 2, No 12, Hal: 1749-1758.

Arifin, M., 1995, Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia, Surabaya: Airlangga University Press.

Ariyati, E., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis, Jurnal Matematika dan IPA, Vol 1, No 2,

Hal: 1-12.

Dewi, N. K. A. M. P., 2012, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi SMP Negeri 3 Singaraja Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Teknik Informatika, Vol

1, No 4, Hal: 2252-9063.

Page 107: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1419

Duda, H. J., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum dan Asesmennya pada Konsep Sistem Ekskresi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI, VOX Edukasi,

Vol 1, No 2, Hal: 29-39.

Hofstein, A., 2004, The Laboratory in Chemistry Education: Thirty Years of Experience with Developments, Implementation, and Research, Chemistry Education: Research and Practice, Vol 5, No 3, Hal: 247-264.

Kelly, O.C. dan Finlayson, O.E., 2007, Providing Solutions through Problem Based Learning for the Undergraduate 1

st Year Chemistry

Laboratory, Chemistry Education: Research and Practice, Vol 8, No 3,

Hal: 347-361.

Kukuh J. W. A., Kuncoro T., dan Wena, M.m 2003, Menumbuhkan dan Mengoptimalkan Kemandirian Siswa Program Studi D3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Malang (UM) dalam Mengerjakan Proyek Akhir Melalui Penerapan Metode Project Base Learning (PBL), Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang Sub-Project Management Unit (SPMU) Technological and Professional Skills Development Sector Project.

Kurnia, E., 2011, Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Sistem Koloid Menggunakan Metode Praktikum Berbasis Masalah, Skripsi, Bandung: UPI.

Kurnianto, Dwijananti, dan Khumaedi, 2010, Pengembangan Kemampuan Me-nyimpulkan dan Mengkomunikasi-kan Konsep Fisika melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6,

No 6-9, Hal: 1693-1246.

Romlah, O., 2009, Peranan Praktikum dalam Mengembangkan Kete-rampilan Proses dan Kerja Laboratorium, Makalah disampaikan pada pertemuan MGMP Biologi Kabupaten Garut, 3 Februari 2009.

Silvia, F., 2010, Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Pembelajaran Titrasi Asam-Basa Dengan Metode Praktikum Berbasis Material Lokal, Skripsi,

Bandung: FPMIPA UPI.

Sudjana, 2005, Metoda Statistika, Bandung:

Tarsito.

Sukaesih, S., 2011, Analisis Sikap Ilmiah dan Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 28, No 1,

Hal: 77-85.

Wardani, S., 2008, Pengembangan Kete-rampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Kromatografi Lapis Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol

2, No 2, Hal: 317-322.

Page 108: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar

1420 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420

Page 109: KATA PENGANTAR -   · PDF fileangket respon. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta lembar