repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view:...

149
STUDI KASUS POLA ASUH ANAK BALITA TERHADAP STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI PESISIR KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI Karya Tulis Ilmiah Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma Tiga (DIII) Gizi OLEH : WA RATI NIM. P00331014.026

Transcript of repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view:...

Page 1: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

STUDI KASUS POLA ASUH ANAK BALITA TERHADAP STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI PESISIR KECAMATAN ABELI

KOTA KENDARI

Karya Tulis Ilmiah

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Program StudiDiploma Tiga (DIII) Gizi

OLEH :

WA RATINIM. P00331014.026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

PRODI D-III GIZI2017

Page 2: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

ii

Page 3: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

iii

Page 4: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

STUDI KASUS POLA ASUH ANAK BALITA TERHADAP STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI PESISIR KECAMATAN ABELI

KOTA KENDARI

RINGKASAN

Wa RatiDi bawah bimbingan Wiralis dan Kasmawati

Latar Belakang : Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan faktor yang sangat berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Kekurangan gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Studi kasus pola asuh anak balita terhadap status gizi kurang dan buruk di Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode observasi dan telah dilaksanakan di kecamatan Abeli Kota Kendari pada bulan Juni 2017. Sampel pada penelitian ini adalah 14 anak balita. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Total Sampling.

Hasil : Anak balita sebagian sebagian besar (78,6%) diberikan kolostrum. Sebagian besar (64,3%) sampel tidak diberikan ASI secara Eksklusif. sebagian besar sampel (71,4%) memiliki pemberian MP-ASI yang sesuai. Sebagian besar anak balita (57,1%) diberikan IMD setelah dilahirkan. Sebagian besar (57,1%) sampel tidak menderita penyakit infeksi diare. Sebagian besar sampel (64,3%) menderita ISPA. Pemberian vitamin A pada sampel (100%) menerima vitamin A serta sebagian besar (71,4%) memiliki pemberian yang lengkap sesuai dengan usianya. Serta sebagian besar sampel (57,1%) memiliki hygiene kategori baik. Sebagian besar sampel (64,3%) memiliki status gizi kurang. Dari hasil penelitian disarankan penelitian lebih lanjut hendaknya meneliti tentang hubungan masing-masing variable, serta meneliti variable yang lain seperti asupan, pola makan, serta status imunisasi.

Kata Kunci : Pola Asuh Anak Balita, Penyakit Infeksi, Vitamin A, Hygiene, Status Gizi.

iv

Page 5: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“Studi Kasus Pola Asuh Anak Balita Terhadap Status Gizi Kurang Dan Buruk Di

Pesisir Kecamatan Abeli Kota kendari” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Amd.Gz (Ahli Madya Gizi) di Program Studi D-III Gizi, Politeknik

kesehatan Kendari.

Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis dihadapkan dengan berbagai

hambatan, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka hambatan

tersebut dapat teratasi. Olehnya itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

rasa terima kasih yang sebesar–besarnya kepada :

1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Poltekes Kendari.

2. Bapak Purnomo Leksono, DCN, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi.

3. Ibu Wiralis, STP, M.Si. Med selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran

dan keikhlasan membimbing dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.

4. Ibu Kasmawati, S.Gz. M.Kes selaku Pembimbing II yang dengan penuh keikhlasan

memberikan motivasi dan bimbingan dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah

(KTI) ini.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kendari atas segala

nasehat dan ilmu yang di berikan selama ini.

v

Page 6: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

6. Sahabat-sahabat saya Nur Saleha, Helmi Adi Safitri, Seni Asria S, Fifit Sasrianti

Abdullah, Sulwina, Wa Ode Hardianti, dan Yusran Ainun Nini yang selalu mensuport

dan membantu saya.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kendari yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Ucapan terimakasih teristimewa penulis peruntukkan kepada Ayahanda (La

Ridi) dan Ibunda (Wa Rukia), yang telah memberikan kasih sayang, Do’a, dukungan

moral, dan material, serta pengorbanan yang tidak ternilai dalam mendidik sejak kecil

hingga menyelesaikan pendidikan. Buat kakaku (Sarjun), adik-adiku (Winda dan

Meliana) serta semua keluarga besarku yang selalu mendukung dan memberikan

dorongan maupun arahan dalam menyelesaikan semua tugas-tugas selama dalam

menenpuh pendidikan khususnya penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan

kekeliruan, karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Demikian hasil

penyusunan Karya Tulis Ilmiyah ini, semoga bermanfaat bagi semua pihak yang

membacanya.

Kendari, Juli 2017

Penulis

vi

Page 7: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. ii

RINGKASAN........................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR.............................................................................................. iv

DAFTAR ISI............................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL.................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian........................................................................................... 4

C. Manfaat Penelitian......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pola Asu Keluarga......................................................................................... 6

B. Status Gizi...................................................................................................... 39

C. Masyarakat Pesisir Pantai.............................................................................. 49

D. Kerangka Pemikiran dan Kerangka Konsep.................................................. 49

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian............................................................................................... 52

B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 52

C. Sampel............................................................................................................ 52

D. Responden...................................................................................................... 52

E. Jenis dan Pengumpulan Data......................................................................... 53

F. Pengolahan dan Analisis................................................................................ 54

G. Penyajian Data.............................................................................................. 55

vii

Page 8: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

H. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif.................................................. 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil............................................................................................................... 58

B. Pembahasan.................................................................................................... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................................... 79

B. Saran.............................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

LAMPIRAN

viii

Page 9: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pedoman pemberian makana pada anak yang mendapatkan ASI................. 23

Tabel 2 Klasifikasi status gizi anak balita.................................................................. 41

Tabel 3 Distribusi jumlah penduduk di Kecamatan Abeli......................................... 59

Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan karakteristiknya...................................... 60

Tabel 5 Distribusi Sampel Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin....................... 61

Tabel 6 Distribusi Sampel Berdasarkan Karakteristik Umur.................................... 61

Tabel 7 Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian Kolostrum................................ 62

Tabel 8 Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif........................... 63

Tabel 9 Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian MP-ASI.................................... 63

Tabel 10 Distribusi Sampel berdasarkan Pemberian IMD........................................ 64

Tabel 11 Distribusi Sampel berdasarkan Penyakit Infeksi Diare.............................. 64

Tabel 12 Distribusi Sampel berdasarkan Penyakit Infeksi ISPA............................... 65

Tabel 13 Distribusi Sampel berdasarkan Pemberian Vitamin A............................... 66

Tabel 14 Distribusi Sampel berdasarkan Kelengkapan Pemberian Vitamin A......... 67

Tabel 15 Distribusi Sampel berdasarkan Perilaku Hygiene...................................... 67

ix

Page 10: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

DAFTAR GAMABAR

Gambar 1 Kerangka pikir........................................................................................... 50

Gambar 2 Kerangka konsep....................................................................................... 51

Gambar 3 Distribusi sampel berdaskan status gizi.................................................... 60

x

Page 11: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

DAFTAR LAMPIRAN

1. Koesioner Penelitian

2. Master Tabel

3. Foto kegiatan saat melakukan penelitian

4. Surat izin penelitian dari badan penelitian dan pengembanagan

5. Surat keterangan telah melakukan penelitian

xi

Page 12: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi pada balita seperti gizi kurang dan gizi buruk masih menjadi

masalah kesehatan nasional yang harus diatasi dengan serius. Badan kesehatan dunia

(WHO) memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang

buruk akibat penyakit penyerta infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pneumonia,

diare, campak, dan pemberian vitamin A. Sementara masalah gizi di Indonesia

mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (WHO, 2007).

Terjadinya rawan gizi pada bayi dan balita disebabkan antara lain oleh karena

ASI (Air Susu Ibu) banyak di ganti oleh susu formula atau makanan pendamping ASI

dengan jumlah dan cara yang tidak sesuai kebutuhan. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Edmond et al (2005) menunjukkan bahwa 16% kematian bayi baru lahir

seharusnya dapat diselamatkan dengan pemberian ASI pada hari pertama dan

meningkat 22% jika menyusui dimulai pada 1 jam pertama setelah melahirkan. Di

Indonesia sendiri, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita

setiap harinya akibat penyakit infeksi (diare dan ISPA) karena pemberian MP-ASI yang

tidak hygine. Anak dibawah 5 tahun mengalami lebih dari 200 kali diare per tahunnya

dan 4 juta anak meninggal diseluruh dunia karena diare dan malnutrisi.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), melaporkan secara nasional terjadi

peningkatan berat badan kurang pada balita tahun 2010 yaitu 17,9% yang terdiri dari

4,9% gizi buruk dan 13% gizi kurang menjadi 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk

Page 13: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

dan 13,9% gizi kurang pada tahun 2013. Dari 33 provinsi di Indonesia, Sulawesi

Tenggara menempati urutan ke-13 tertinggi berdasarkan indikator BB/U (Riskesdas,

2013). Hasil pemantauan dan pelaporan presentase balita dengan status gizi di wilayah

kota kendari tahun 2012, Balita Gizi Buruk di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan

jumlah gizi buruk tertinggi terdapat di Kota Kendari sebanyak 129 kasus (Profil

Kesehatan Sultra, 2012). Tahun 2014 terdapat 13 kasus gizi buruk (Profil Dinkes Sultra,

2014) dan meningkat pada tahun 2016 yaitu sebanyak 23 kasus gizi buruk (Profil

Dinkes Sultra, 2016).

Akibat yang ditimbulkan dari permasalahan gizi buruk dan gizi kurang sangat

kompleks. Gizi buruk akan berdampak pada tingginya angka kematian anak, penyakit

infeksi, gangguan pertumbuhan fisik, penurunan kemampuan belajar, penurunan

kemampuan kognitif, anggaran pencegahan dan perawatan yang meningkat sampai

pada penurunan produktivitas kerja yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya

kerugian ekonomi pada wilayah tersebut (Aris dan Martianto, 2006).

Faktor penyebab gizi buruk dan gizi kurang dipengaruhi langsung oleh

konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh

ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, pendidikan orang tua, faktor budaya,

politik, dan lain sebagainya. Pola asuh juga merupakan salah satu faktor penyebab

masalah status gizi. Menurut Munawaroh (2015) ada hubungan antara pola asuh

dengan status gizi. Sri Khayati (2011) dan Evi Lutviana (2010) melaporkan bahwa

terdapat perbedaan status gizi buruk pada balita keluarga nelayan (8%) lebih besar

dibandingkan dengan balita pada keluarga tani (4,2%), hal ini dipengaruhi oleh pola

asuh ibu dan tingkat ketersediaan makanan serta sikap terhadap makanan tersebut

13

Page 14: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

(Auliya, Woro, dan Budiono, 2015). Peta balita gizi kurang dan gizi buruk sebagian

besar berada di daerah pinggiran pantai (Persulessy, dkk. 2013). Wilayah pesisir

merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik, masalah yang unik dan kompleks.

Lingkungan permukiman nelayan di kawasan pesisir pada umumnya merupakan

kawasan kumuh dengan tingkat pelayanan akan pemenuhan kebutuhan prasarana dan

sarana dasar lingkungan yang sangat terbatas (Mahmud, 2007).

Pola asuh merupakan faktor yang sangat berkaitan dengan pertumbuhan dan

perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (anak

balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi

dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat

menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual

yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih

spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih

penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan

atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Santoso, 2005 dalam

Maryam, 2013). Pola asuh dalam konteks ini, mencakup beberapa hal yaitu makanan

yang merupakan sumber gizi, vaksinasi, ASI eksklusif, pengobatan saat sakit, tempat

tinggal, kebersihan lingkungan, dan lain - lain (Soetjiningsih, 2012 dalam Siwi, 2015).

Hasil penelitian Husin (2008) di wilayah terkena stsunami Kabupaten Pidie

Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam melaporkan bahwa pola asuh pemberian makan

dengan status gizi balita menunjukan bahwa pola asuh pemberian makan baik pada

status gizi baik 42 orang (85,7%), pola asuh praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan

dengan status gizi balita menunjukan bahwa pola asuh praktek kebersihan dan sanitasi

14

Page 15: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

lingkungan dalam kategori kurang baik pada status gizi tidak baik sebanyak 19 orang

(51,4%), sedangkan pada status gizi baik 40 orang (88,9%).

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti

mengenai Pola Asuh Anak Balita Terhadap Status Gizi Kurang Dan Buruk Di Pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Pola Asuh Anak Balita Terhadap Status Gizi Kurang Dan

Buruk Di Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari.

2. Tujuan khusus

1. Mengetahui pola asuh pemberian kolostrum anak balita di pesisir Kecamatan

Abeli Kota Kendari.

2. Mengetahui pola asuh pemberian ASI Eksklusif anak balita di pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari.

3. Mengetahui pola asuh pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) anak

balita di pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari.

4. Mengetahui inisiasi menyusuu dini (IMD) anak balita usia di pesisir Kecamatan

Abeli Kota Kendari.

5. Mengetahui penyakit infeksi yatu diare dan ISPA anak balita di pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari.

6. Mengetahui pemberian vitamin A anak balita di pesisir Kecamatan Abeli Kota

Kendari.

15

Page 16: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

7. Mengetahui hygiene pada anak balita di pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam

upaya menangani masalah gizi kurang dan gizi buruk

2. Bagi pihak puskesmas, dapat menjadi masukan maupun informasi mengenai status

gizi anak balita yang ada di Kecamatan Abeli Pesisir Pantai Kota Kendari.

3. Bagi masyarakat, sebagai informasi untuk meningkatkan peran ibu khususnya

dalam pengasuhan anak

4. Bagi peneliti, merupakan pengaplikasian ilmu pengetahuan yang didapat selama

menempu pendidikan dibangku perkuliahan.

16

Page 17: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pola Asuh Keluarga

1. Pengertian Pola Asuh

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna

menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk

menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan

menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster

yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke

arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya

terhadap mereka yang di asuh (Sunarti, dalam Lubis, 2008).

Pola asuh menurut Soekirman (2012) dalam lestari (2013) adalah asuhan

yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa sikap, dan perilaku dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan,

memberi kasih sayang, dan sebagainya. Semua hal tersebut berhubungan dengan

keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental, status gizi, pendidikan umum,

pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran keluarga dan masyarakat.

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat

berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian

sangatlah besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam

proses perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai

17

Page 18: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

peranan penting dalam pembentukan kepribadian yang akan berpengaruh pada

status gizi anak adalah praktik pengasuhan anak.

Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya

adalah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi

oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai

oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-

putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang

berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Pola asuh

orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan

kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan

mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan

norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Asmaliyah (2009) dalam lestari (2013) meyakini bahwa orang tua

seharusnya tidak bersifat menghukum maupun menjauhi anak, tetapi sebaiknya

membuat peraturan dan menyayangi mereka. Bila kasih sayang tersebut tidak ada,

maka seringkali anak akan mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, dan

kesulitan ini akan mengakibatkan berbagai macam kelainan tingkah laku sebagai

upaya kompensasi dari anak. Sebenarnya, setiap orang tua itu menyayangi anaknya,

akan tetapi manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda dalam penerapannya,

perbedaan itu akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan.

Bayi dan anak dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan dasar untuk

tumbuh kembang, hal tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu (Tanuwidjaya,

2002 dalam Kartini, 2008).

18

Page 19: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

a. Kebutuhan fisis-biomedis (asuh), kebutuhan akan:

1) Nutrisi yang adekuat dan seimbang

Nutrisi sebagai bahan pembangun tubuh mempunyai pengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangan, terutama di tahun-tahun pertama

kehidupan, dimana bayi sedang mengalami pertumbuhan sangat pesat,

terutama pertumbuhan otak.

2) Perawatan kesehatan dasar

Pemberian imunisasi sangat penting untuk mengurangi morbiditas

dan mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan

imunisasi. Upaya deteksi dini, pengobatan dini dan tepat, diperlukan untuk

mengurangi morbiditas pada bayi dan anak. Kesehatan bayi dan anak harus

mendapat perhatian dari orang tua dengan cara membawa bayi atau anak

yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.

3) Pakaian layak, bersih dan aman

4) Perumahan layak dengan konstruksi bangunan yang aman dan menjamin

kesehatan penghuninya.

5) Hygiene diri dan sanitasi lingkungan

Kebersihan perorangan dan lingkungan memegang peranan penting

pada tumbuh kembang bayi dan anak. Kebersihan perorangan yang kurang

akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran

pencernaan, seperti diare.

19

Page 20: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

b. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih)

Kebutuhan asih yaitu kebutuhan terhadap emosi yang meliputi kasih

sayang orang tua, rasa aman, harga diri, mandiri, dorongan, rasa memiliki dan

kebutuhan mendapatkan kesempatan dan pengalaman.

c. Kebutuhan stimulasi (asah)

Kebutuhan ini merupakan cikal bakal proses pembelajaran bayi dan

anak, dengan menstimulasi yaitu perangsangan yang datang dari lingkungan luar

berupa latihan atau bermain.

Dari paparan diatas, menunjukkan bahwa pola asuh merupakan interaksi

antara orang tua dan anak dimana orang tua memiliki kegiatan pengasuhan pada

anak agar dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Pengasuhan tersebut

berupa pemberian makan, kasih sayang, penerapan disiplin, memberi perlindungan

dan lain sebagainya.

Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang dikembangkan

lebih lanjut oleh Engle et al (1997) dalam Lubis (2008) menekankan bahwa tiga

komponen makanan – kesehatan – asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan

dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Engle et al

(1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 (enam) hal yaitu : perhatian atau

dukungan ibu terhadap anak, pola pemberian ASI dan makanan pendamping pada

anak, rangsangan psikososial terhadap anak, persiapan dan penyimpanan makanan,

praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan perawatan balita dalam

keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.

20

Page 21: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

a. Perhatian atau dukungan ibu terhadap anak dalam praktik pemberian makan

Semua orangtua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua anak

harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan apa yang

mungkin dicapainya dan sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Untuk itu perlu

perhatian/dukungan orangtua. Untuk tumbuh dengan baik tidak cukup dengan

memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak nasi.

Akan tetapi anak membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan.

Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun

yang ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak

sudah mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan

yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam

memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu.

Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda

dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah seperti bekerja

ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita yang bekerja di

luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak terlalu memperhatikan

keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan dalam jumlah atau banyaknya

makanan. Sedangkan gizi mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat

berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak.

Selama bekerja ibu cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh

anggota keluarga lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau

anak yang sudah besar bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh

anaknya (Sunarti, 1989 dalam Lubis, 2008).

21

Page 22: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

b. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak

ASI hendaknya secepatnya diberikan kepada bayi karena ASI

merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizinya .

1) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi Menyusu Dini didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi

menyusui sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibunya dan bayi

itu sendiri dengan segala upayanya mencari puting untuk segera menyusui.

Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan. IMD sangat

penting tidak hanya untuk bayi, namun juga bagi ibu. Dengan demikian,

sekitar 22% angka kematian bayi setelah lahir pada satu bulan pertama dapat

ditekan. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan

bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon

yang merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan

meningkatkan produksi susu dua kali lipat. Itulah bedanya isapan dengan

perasan (Yuliarti, 2010 dalam Nugraheni, 2011).

Cara melakukan IMD ini disebut pula breast crawl atau merangkak

untuk mencari puting ibu secara alamiah. Pada prinsipnya IMD merupakan

kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada

atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan, kecuali

pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena

air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang

dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk

menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi

22

Page 23: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

sebaiknya dibiarkan tetap menempel. Kontak antarkulit ini dilakukan sekitar

satu jam sampai bayi selesai menyusu (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2010

dalam Nugraheni, 2011).

Tindakan IMD membantu bayi memperoleh air susu ibu (ASI)

pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan

kasih antara ibu dan bayi. Selain itu, bayi yang menyusu dalam 20-30 menit

pertama setelah lahir akan membangun refleks mengisap pada bayi sehingga

proses menyusu berikutnya akan lebih baik. (Trihendradi dan Indarto, 2010

dalam Nugraheni, 2011).

Berdasarka penelitian yang dilakukan Aprilia (2009) menyatkan

bahwa keberhasilan program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sangat

dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang

menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga

harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat.

2) Praktek pemberian kolostrum

a) Batasan kolostrum

Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari

pertama setelah bayi lahir (1-7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan

lebih kental karena mengandung banyak vitamin, protein, dan zat

kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari penyakit infeksi

(Depkes RI, 2005 dalam Suwiji, 2006).

Menurut Suhardjo, dkk (1986) dalam Suwiji (2006) cairan yang

dikeluarkan dari buah dada ibu selama beberapa hari pertama setelah

23

Page 24: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

bayi dilahirkan merupakan suatu cairan yang menyerupai air, agak

kuning yang dinamakan kolostrum. Cairan tersebut mengandung lebih

banyak protein dan mineral serta sedikit karbohidrat dari pada susu ibu

sesudahnya. Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti penyakit

yang dialihkan melalui susu dari tubuh ibu kepada bayi yang diteteki.

Bahan anti tersebut membantu bayi menyediakan sedikit kekebalan

terhadap infeksi penyakit, selama bulan-bulan pertama dari hidupnya.

b) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian kolostrum

Meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya

tahan bayi terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih

banyak yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (Depkes RI,

2000 dalam Suwiji, 2006). Hal ini sebagian besar disebabkan oleh

ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya.

Kebanyakan ibu-ibu di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh

dukun bayi belum terlatih selalu membuang kolostrum dengan alasan

bahwa ASI tersebut mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum

tersebut dikubur bersama plasenta bayi. Selain karena kepercayaan

tersebut di beberapa daerah memang terdapat tradisi yang mengharuskan

untuk membuang kolostrum. Sedangkan sedikitnya penyuluhan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi

masyarakat semakin memperburuk keadaan ini.

24

Page 25: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

3) Praktek pemberian ASI

Pola pemberian ASI merupakan model praktek penyusuan/pemberian

ASI oleh ibu kepada bayinya pada usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi.

Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan

pola non eksklusif (Depkes RI, 1998 dalam Suwiji, 2006).

a) Batasan ASI eksklusif dan non eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir

sampai usia 6 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan

pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian

ASI yang ditambah dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun

susu formula (Depkes RI, 1998 dalam Suwiji, 2006).

b) Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalah:

(1) Pada periode usia bayi 0–6 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitas

maupun kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikan

makanan/minuman lainnya.

(2) Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan

mengurangi kemampuan bayi untuk mengisap.

(3) Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari

berbagai penyakit infeksi.

Asam lemak essensial dalam ASI bermanfaat untuk pertumbuhan

otak sehingga merupakan dasar perkembangan kecerdasan bayi

dikemudian hari. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang diberi

ASI memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6

25

Page 26: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia

8,5 tahun, dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes RI,

2005 dalam Suwiji, 2006).

c) Kebutuhan ASI bayi

Rata-rata bayi memerlukan 150 ml susu per kilogram BB perhari,

sehingga bayi dengan BB 3,5 Kg memerlukan 525 ml sehari, bayi 5 Kg

memerlukan 750 ml, dan bayi 7 Kg memerlukan 1 L per hari. Apabila

bayi mengikuti garis pertumbuhan normalnya selama 6 bulan pertama

maka kebutuhan susu 15 L (Savage, 1991 dalam Suwiji, 2006).

d) Lama menyusui

Ibu selalu dinasehati untuk menyusui selama 3-5 menit dihari-

haripertama dan 5–10 menit dihari-hari selanjutnya. Namun demikian,

pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung lebih lama antara 15–25

menit (Winarno F.G, 1990 dalam Suwiji, 2006).

e) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI

Hal-hal yang mendasar yang sangat berhubungan dengan pola

pemberian ASI adalah pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, baik

maksud maupun manfaat pemberian ASI tersebut bagi bayi.

Pengetahuan ini dapat ditingkatkan dengan penyuluhan oleh petugas

kesehatan.

26

Page 27: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

4) Pola pemberian MP-ASI

a) Pengertian

Menurut Utam dan Herguatanto (2016) MP-ASI adalah makanan

atau minuman selain ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan

kepada bayi selama priode penyapihan (complementary feeding) yaitu

pada saat makan atau minuman lain diberikan bersama pemberian ASI.

MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau

minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak

usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes,

2006).

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan

peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian

MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun

jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi. Pemberian MP-ASI yang

cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan fisik dan

perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini,

tetapi sangat diperlukan hygienitas dalam pemberian MP-ASI tersebut.

Sanitasi dan hygienitas MP-ASI yang rendah memungkinkan terjadinya

kontaminasi mikroba yang dapat meningkatkan risiko atau infeksi lain

pada bayi. Selama kurun waktu 4-6 bulan pertama ASI masih mampu

memberikan kebutuhan gizi bayi, setelah 6 bulan produksi ASI menurun

sehingga kebutuhan gizi tidak lagi dipenuhi dari ASI saja. Peranan

27

Page 28: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

makanan tambahan menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

gizi bayi tersebut (Mufida, 2015).

b) Syarat Makan Pendamping ASI

pendamping ASI (MP-ASI) diberikan sejak bayi berusia 6 bulan.

Makanan ini diberikan karena kebutuhan bayi akan nutrien-nutrien untuk

pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat dipenuhi lagi hanya

dengan pemberian ASI. MP-ASI hendaknya bersifat padat gizi,

kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal

mungkin, sebab serat yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu

proses pencernaan dan penyerapan zat-zat gizi. Selain itu juga tidak

boleh bersifat kamba, sebab akan cepat memberi rasa kenyang pada bayi.

MP-ASI jarang dibuat dari satu jenis bahan pangan, tetapi merupakan

suatu campuran dari beberapa bahan pangan dengan perbandingan

tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi.

Pencampuran bahan pangan hendaknya didasarkan atas konsep

komplementasi protein, sehingga masing-masing bahan akan saling

menutupi kekurangan asam-asam amino esensial, serta diperlukan

suplementasi vitamin, mineral serta energi dari minyak atau gula untuk

menambah kebutuhan gizi energy (Mufida, 2015).

c) Kesiapan Bayi untuk Menerima MP-ASI

Saat tepat mulai pemberian makanan pendaping ASI (MP-ASI)

bergantung pada kesiapan bayi yaitu:

28

Page 29: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

(1) Kesiapan fisik

(a) Refleks ekstrusi (menjulurkan lidah) telah sangat berkurang atau

sudah menghilang

(b) Perkembangan keterapilan oromotor yaitu semula hanya mampu

mengisap dan menelan yang cair menjadi mengunyah dan

menelan makanan yang lebih kental dan padat

(c) Mampu menahan kepala tetap tegak

(d) Duduk tanpa atau hanya dengan sedikit bantuan dan mampu

menjaga keseimbangan badan

(2) Kesiapan psikologis

(a) Dari replektif (berdasarkan reflek) ke imitative

(b) Lebih mandiri dan eksploratif

(c) Mampu menunjukkan keinginan makan dengan cara membuka

mulutnya, rasa lapar dengan memajukan tubuhnya kedepan

(kearah makan) tidak berminat untuk kenyang dengan menarik

tubuh kebelakang (Utam dan Herguatanto, 2016)

d) Cara Memperkenalkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Pengenalan jenis, tekstur dan konsistensi makanan, frekuensi dan

jumlah harus secara bertahap. Beberapa hal penting yang berkaitan yaitu

(1) Mencoba makanan pertama kali. Bubur beras yang diperkaya zat besi

di anjurkan sebagai makanan pertama. Setelah bubur matang,

diamkan dan tambahkan ASI perah atau susu formula yang bisa

diminum bayi

29

Page 30: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

(2) Berikan makanan 1 -2 sendok teh sesudah bayi minum ASI atau susu

formula

(3) Jenis makan diperkenalkan satu persatu dan pemberian diulang

selama 2 hari agar bayi dapat mengenal rasa, aroma jenis makanan.

Mengenalkan makanan baru tidak cukup hanya 1 -2 kali tetapi bisa

sampai 10 – 15 kali sebelum dinyatakan memeng tidak suka pada

makanan

(4) Jumlah makanan ditambah bertahap sampai jumlah yang sesuai atau

yang dapat dihabiskan bayi (Utam dan Herguatanto, 2016).

e) Manfaat Pemberian Makan Pendamping ASI

Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan

perlindungan besar dari berbagai penyakit. Pemberian MP-ASI dini

sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis

kuman. Karena system pencernaan bayi pada umur 0-6 bulan masih

belum matur dan belum siap menerima berbagai jenis makanan. Dalam

menyajikan makanan kurang terjaga. Kebersihan cara penyimpanan yang

kurang baik (terbuka), sehingga makanan terkontaminasi oleh bakteri

juga merupakan penyebab diare. Hasil riset terakhir dari penelitian di

Indonesia menunjukkan bahwa ada hubungan pemberian MP ASI dini

dengan kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan serta bayi yang

mendapatkan MP ASI dini mempunyai peluang 7,8 kali mengalami diare

(Maharani, 2016).

30

Page 31: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan juga dapat

mengurangi resiko terkena alergi akibat makanan. Saat bayi berumur < 6

bulan, sel-sel disekitar usus belum siap untuk kandungan dari makanan,

sehingga makanan yang masuk dapat menyebebkan reaksi imun dan

terjadi alergi. Menunda pemberian MP-ASI dini melindungi bayi dari

obesitas dikemudian hari.

f) Frekuensi dan Porsi Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan tambahan (MP-ASI) berarti memberikan

makanan pada bayi selain ASI. Selama priode pemberian makanan

tambahan seorang bayi perlahan-lahan terbiasa memakan makan

keluarga. Dimana pada akhir priode ini (biasanya sekitar usia 2 tahun)

ASI sudah diganti seluruhnya dengan makanan keluarga walaupun

kadang- kadang anak masih ingin menyusu untuk kenyamanan (Rosidah,

2004 dalam Djaya, 2012).

Pemberian makanan pertama cukup dua kali sehari satu atau dua

sendok teh penuh. Kebutuhan bayi akan meningkat seiring tumbuh

kembangnya, jika bayi telah menggemari makanan tersebut maka akan

mengonsumsi 3 – 6 sendok penuh tiap kali makan dan ASI tetap

diberikan. Pada usia 6 – 9 bulan bayi membutuhkan empat porsi itu paun

bayi masih kelaparan maka berilah makanan selingan seperti buah (buah

merupakan mkanan selingan yang sempurnah) dan biscuit. Bayi

memerlukan makanan setiap 2 jam, begitu ia terbangun. Pada usia 9

bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah kepingan

31

Page 32: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

makanan, usia 1 tahun bayi sudah mampu memakan makanan orang

dewasa pada masa ini ia makan empat sampai lima kali sehari. Usia 2

tahun memerlukan makanan separuh orang dewasa (Arisman, 2009).

Makanan tambahan (MP-ASI) yang diberikan terlalu cepat pada

anak dapat berbahaya karena:

(1) Anak belum membutuhkan makanan tambahan saat ini karena

makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Sehingga jumlah ASI

yang dikonsumsi menjadi lebih sedikit

(2) Anak mudah terkena infeksi karna hanya sedikit memperoleh

kandungan imunitas dari ASI

(3) Anak lebih berisiko terkena diare karena makanan tambahan tidak

sebersih ASI

(4) Kebutuhan gizi anak kadang tidak terpenuhi karena makanan

tambahan sering dalam bentuk yang encer sehingga hanya membuat

lambung menjadi penuh tetapi nutrient lebih sedikit disbanding ASI

(5) Ibu mempunyai resiko tinggi untuk hamil kembali jika sudah jarang

menyusui

Bila ingin memberikan makanan pendamping ASI dengan benar

maka dapat dimulai dengan makanan apapun yang lunak untuk di telan,

tetapi tetap ingat bahwa bayi tidak terbiasa pada suatu yang mempunyai

rasa yang lebih kuat atau lebih kental dari pada ASI. Rasa dari makanan

baru dapat mengagetkan anak. Sehingga ibu di sarankan untuk mulai

dengan memberikan makanan satu atau dua sendok teh sebanyak 2 kali

32

Page 33: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

dalam sehari dan berangsur- angsur tingkatkan jumlah dan variasinya

karena seorang anak sudah harus mengkonsumsi berbagai jenis makanan

keluarga pada usia 9 bulan (Rosidah, 2004 dalam Djaya, 2012).

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang baik untuk diberikan

pada bayi adalah

(1) Kaya energi, protein dan makronutrien (terutama zink, zat besi,

kalsium, vitamin A, vitamin C dan asam folat)

(2) Bersih dan aman (tidak ada pathogen, tidak ada bahan kimia dan

tidak terlalu panas)

(3) Tidak terlalu pedas atau asin

(4) Mudah dimakan oleh anak dan disukai

(5) Tersedia didaerah tempat tinggal dan harganya terjangkau

(6) Mudah disiapkan

Pemberian makan tambahan bagi bayi setelah usianya mencapai

6 bulan adalah waktu yang tepat, karena saat usia bayi makin bertambah

mereka lebih aktif dan ASI saja sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi bayi.

33

Page 34: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Tabel 1

Pedoman Pemberian Makan Pada Anak Usia 6-23

Yang Mendapatkan ASI

Umur Tekstur Frekuensi Jumlah rata-rata /kali makan

6–8 bulan

Mulai dengan bubur halus, lembut, cukup kental, dilanjutkan bertahap menjadi lebih kasar

2-3x /hari, ASI tetap sering diberikan. Tergantung nafsu makannya, dapat diberikan 1-2x selingan

Mulai dengan 2-3 sdm/kali ditingkatkan bertahap sampai ½ mangkok / ½ gelas air mineral kemasan (125 ml). waktu makan tidak lebih dari 30 menit

9–11 bulan

Makanan yang dicincang halus atau disaring kasar, ditingkatkan semakin kasar sampai makanan bisa dipegang/ diambil dengan tangan

3-4x /hari, ASI tetap diberikan, tergantung nafsu makanya dapat diberikan 1-2x selingan

½ sampai ¾ mangkok (125 – 175 ml) waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit

12-23Bulan

Makanan keluarga bila perlu masih dicincang atau di saring kasar

3-4x /hari ASI tetap diberikan tergantung nafsu makannya, dapat diberikan 1-2x selingan

¾ sampai 1 mangkok (175-250 ml). waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit

Sumber : WHO 2009 dalam Utomu dan Herguatanto, 2016.

5) Praktek penyapihan

(a) Batasan Penyapihan

Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara

perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang

dewasa sehingga secara bertahab bayi semakin kurang

ketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan

berhenti. Bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dan

berkembang sangat pesat, sehingga perlu penjagaan khusus untuk

34

Page 35: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang benar (Depkes RI,

1998 dalam Suwiji, 2006).

(b) Masa penyapihan

Masa penyapihan dapat terjadi pada waktu yang berbahaya bagi

bayi. Di beberapa tempat, bayi pada usia penyapihan tidak tumbuh

dengan baik, maka sering jatuh sakit dan lebih sering terkena penyakit

infeksi terutama diare, dibanding waktu-waktu lain. Bayi-bayi yang

kurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk keadaannya pada masa

penyapihan. Makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit membuat

bayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini dapat terlihat pada KMS terjadi

kenaikan Berat Badan yang tidak memuaskan atau dalam keadaan yang

lebih parah terjadi penurunan Berat Badan (Depkes RI, 1998 dalam

Suwiji, 2006).

(c) Hal-hal yang berpengaruh terhadap praktek penyapihan dini

Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat

yang berbeda. Menurut studi WHO pada tahun (1981) dalam Suwiji

(2006) dipelajari bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai

penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan. Di daerah semi

perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI

dihentikan terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan

kebutuhan zat gizi bayi/anak kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian

MP-ASI kurang diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan

pertumbuhannya sangat lambat.

35

Page 36: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuan akibat

pemberian makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluar juga

menjadi alasan praktek penyapihan dilakukan secara dini, disamping

karena ASI tidak keluar dari sesaat sesudah melahirkan.

c. Rangsangan psikososial terhadap anak

Rangsangan psikososial adalah rangsangan berupa perilaku seseorang

terhadap orang lain yang ada di sekitar lingkungannya seperti orang tua, saudara

kandung dan teman bermain (Atkinson dkk, 1991dalam Lubis, 2008).

Fahmida (2003) dalam Lubis (2008) yang mengutip pendapat Myers

mengemukakan konsep bahwa kesehatan dan status gizi tidak saja menentukan

tapi juga ditentukan oleh kondisi psikososial. Konsep ini selaras dengan

penelitian sebelumnya oleh (Zeitlin, dkk. 1990) yang meniliti anak-anak yang

tetap tumbuh dan berkembang dengan baik dalam keterbatasan lingkungan

dimana sebagian besar anak lainnya mengalami kekurangan gizi. Dalam

penelitian tersebut terungkap bahwa kondisi dan asuhan psikososial seperti

keterikatan antara ibu dan anak merupakan salah satu faktor penting yang

menjelaskan mengapa anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang dengan baik.

Diperkirakan bahwa kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh negatif

terhadap penggunaan zat gizi didalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial

yang baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus merangsang anak

untuk melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial

yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik pula

36

Page 37: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi,

pertumbuhan dan perkembangan (Engle,1997 dalam Lubis, 2008).

d. Persiapan dan penyimpanan makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat

perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat

menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat

makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan

sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan.

e. Praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua perilaku kesehatan yang

dilakukan atas kesadaran sehinggan anggota keluarga atau keluarga dapat

menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam

kegiatan-kegiatan di masyarakat ( Depertemen Kesehatan RI, 2007 dalam Sari,

2012).

Widaninggar (2003) dalam Lubis (2008) menyatakan kondisi

lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak mempengaruhi

kesehatannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan

lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak),

pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan

sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan

perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi

tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan

terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan

37

Page 38: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

cacingan. Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit

saluran pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh

karena itu penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang

anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam

menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan.

Sulistijani (2001) dalam Lubis (2008) mengatakan bahwa lingkungan

yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus,

harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan

keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk

mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut:

1. Mandi 2 kali sehari

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

3. Makan teratur 3 kali sehari

4. Menyikat gigi sebelum tidur

5. Buang air kecil pada tempatnya / WC.

Awalnya mungkin anak keberatan dengan berbagai latihan tersebut.

Namun, dengan latihan terus-menerus dan diimbangi rasa kasih sayang dan

dukungan oarang tua, anak akan menerima kebijaksanaan dan tindakan disiplin

tersebut. kemudian perilaku mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu

tindakan hygiene sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari

menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan

memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga

sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan

38

Page 39: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan pathogen

berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun

kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti

handuk, gelas).

Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu cara paling efektif

untuk mencegah penyakit diare dan ISPA, yang keduanya menjadi penyebab

utama kematian anak-anak. Setiap tahun sebanyak 3,5 juta anak-anak diseluruh

dunia meninggal sebelum mencapai umur 5 tahun karena penyakit diare dan

ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat mencegah infeksi kulit, mata,

cacing yang tinggal didalam usus, SARS, dan flu burung (Kemenkes, 2014).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Jaringan

tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk

pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya penyakit yang

menyerang anak bersifat akut. Artinya penyakit menyerang secara mendadak

gejala timbul dengan cepat, bahkan dapat membahayakan (Agoes dan Poppy,

2001 dalam Rokhana, 2005).

Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara,

yaitu mempengaruhi nafsu makanan sehingga kebutuhan zat gizi tidak

terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan

defisiensi sistem kekebalan.

39

Page 40: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak antara lain:

(a) Diare

Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak

di negara berkembang. Sekitar 80% kematian yang berhubungan dengan

diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian

karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit

melalui tinjanya. Diare menjadi penyebab penting bagi kekurangan gizi,

karena ada anoreksia, sehingga anak makan lebih sedikit daripada biasanya

dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan

tubuh akan makanan meningkat akibat adanya infeksi. Setiap episode diare

dapat menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episodenya

berkepanjangan maka berdampaknya terhadap pertumbuhan anak (Depkes

RI, 1999 dalam Kartini, 2008).

Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang

tidak normal dan cair. Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau

bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Diare

adalah peningkatan frekuensi, keenceran dan volume tinja, bisa ditemukan

darah dan warna feses mungkin berwarna hijau atau feses mengandung

makanan tak dicerna. Menurut Elin (2009) dalam Nurarif (2016) gejala diare

akut berupa nyeri pada kuadaran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada

perut, demam sedangkan gejala diare kronik yaitu serangan lebih sering

selama 2-3 periode yang lebih panjang, terjadi penurunan nafsu makan dan

berat badan, demam serta dehidrasi.

40

Page 41: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Suharyono (1988) dalam Kartini (2008) mendefinisikan diare adalah

defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau

lendir dalam tinja. Bayi dan Balita dinyatakan menderita diare, apabila

buang air besar tidak normal atau bentuk encer dengan frekuensi buang air

besar lebih dari tiga kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi

kronis. Diare akut yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa

gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Sedangkan

yang dimaksud diare kronik yaitu diare yang berlansung sampai lebih dari

dua minggu, biasanya disebut dehidrasi (Agoes, 2003 dalam Rokhana,

2005). Diare secara epidemiologik didefinisikan sebagai keluarnya tinja

yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari dengan atau tanpa

darah dan lendir. Secara klinik ada tiga macam sindroma diare (Depkes RI,

1999 dalam Kartini, 2008) yaitu:

1. Diare akut adalah pengeluaran tinja yang lunak atau cair, sering dan

tanpa darah, biasanya berlangsung kurang dari 7 hari. Diare ini dapat

menyebabkan dehidrasi dan bila masukkan makanan kurang

mengakibatkan kurang gizi.

2. Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Akibat penting

disentri, antara lain : anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan

kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif.

3. Diare persisten adalah diare yang mula-mula bersifat akut, namun

berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat dimulai sebagai diare

cair atau disentri. Diare persisten berbeda dengan diare kronik yaitu

41

Page 42: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

diare intermiten (hilang-timbul), atau yang berlangsung lama dengan

penyebab non infeksi, seperti sensitif terhadap gluten atau gangguan

metabolisme yang menurun.

(a) ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran

pernapasan atas atau bawah, biasanya menular yang dapat menimbulkan

berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau

infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada

pathogen penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor pejamu (WHO, 2007).

Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala seperti

tenggorokan sakit atau nyeri saat menelan, pilek, batuk kering atau

berdahak. Periode prevalensi ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan

terakhir (Kemenkes, 2015).

Sedangkan pneumonia merupakan penyakit infeksi pada bagian

saluran pernafasan (paru-paru) yang disebakan oleh bakteri atau virus tanda-

tandanya adalah batuk, pilek, napas cepat, dan kesulitan bernapas (Agoes

dan Poppy, 2001 dalam Rokhana, 2005). Faktor-faktor yang meningkatkan

resiko kematian akibat pneumonia yaitu: umur dibawah dua tahun, tingkat

sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat

pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan rendah, kepadatan

tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan menderita penyakir

kronis.

42

Page 43: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya

pencegahan terhadap penyakit infeksi. pemberian imunisasi terhadap

beberapa penyakit seperti tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus

dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan hygiene dan sanitasi

lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi (Sjahmoen

moehji, 2003 dalam Rokhana, 2005).

f. Perawatan balita dalam keadaan sakit dan pola pencarian pelyanan kesehatan

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu

dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan

yang terdekat (Soetjiningsih, 1995 dalam Lubis, 2008).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare

atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat

menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Status kesehatan

merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi

anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk

menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang

dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini

meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan

tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena

suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara

memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri

anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari

43

Page 44: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

pengobatan terhadap anak apabila anak sakit (Zeitlin et al, 1990 dalam Lubis,

2008).

Bayi dan anak perlu diperiksa kesehatannya oleh bidan atau dokter bila

sakit sebab mereka masih memiliki resiko tinggi untuk terserang penyakit.

Adapun beberapa praktek kesehatan yang dapat dilakukan dalam rangka

pemeriksaan pemantauan kesehatan adalah:

a) Imunisasi

Imunisasi merupakan pemberian kekebalan agar bayi tidak mudah

terserang atau tertular penyakit seperti hepatitis B (HB), tuberkulosis,

difteri, batuk rejan, tetanus, folio dan campak. Pemberian imunisasi harus

sedini mungkin dan lengkap. BCG diberikan pada usia 2 bulan, DPT 1-3

diberikan pada usia 2-5 bulan, HB 1-3 diberikan pada usia 3-5 bulan dan

campak diberikan pada usia 6 bulan.

b) Pemberian vitamin A

Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (esensial) bagi manusia,

karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi

dari luar. Vitamin A dapat diperoleh tubuh melalui bahan makanan antara

lain bayam, daun singkong, pepaya matang, ASI, bahan makanan yang

diperkaya dengan vitamin A, dan kapsul vitamin A dosis tinggi.

Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan,

dan lebih dan lebih penting lagi vitamin A dapat meningkatkan daya tahan

tubuh. Anak-anak yang cukup mendapat vitamin A, bila terkena Diare,

44

Page 45: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak

akan menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak.

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam

lemak, disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga

harus dipenuhi dari luar tubuh. Kekurangan Vitamin A (KVA) dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh balita serta meningkatkan risiko

kesakitan dan kematian.

Kelompok sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi yaitu

bayi, anak balita, dan ibu nifas:

(1) Bayi

Kapsul vitamin A biru 100.000 IU diberikan kepada semua bayi

(umur 6 - 11 bulan) baik sehat maupun sakit. Diberikan setiap 6 bulan

secara serempak pada bulan Februari dan Agustus.

(2) Anak balita

Kapsul vitamin A merah 200.000 IU diberikan kepada semua

anak balita (umur 12 – 59 bulan) baik sehat maupun sakit. Diberikan

setiap 6 bulan secara serempak pada bulan Februari dan Agustus.

(3) Ibu nifas

Kapsul vitamin A merah 200.000 IU diberikan kepada ibu yang

baru melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A

yang cukup melalui ASI. Deberikan paling lambat 30 hari setelah

melahirkan (Depkes RI, 2008 dan Depkes RI, 2015).

45

Page 46: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

2. Macam-Macam Pola Asuh

Berbagai macam cara dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua

menurut (Septiari, 2012 dalam Lestari, 2013).

a. Pola Asuh Otoriter (Authotarian)

Pola asuh ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak

orang tua kepada anak. Anak harus menurut kepada orang tua. Keinginan orang

tua harus dituruti, anak tidak boleh mengeluarkan pendapat. Anak jarang diajak

berkomunikasi ataupun bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua

menganggap bahwa semua sikap yang dilakukan sudah baik, sehingga tidak

perlu anak dimintai pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut

permasalahan anaknya. Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan

hukuman-hukumannya yang dilakukan dengan keras, mayoritas hukuman

tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang membatasi

perilakunya. Orangtua dengan pola asuh otoriter jarang atau tidak pernah

memberi hadiah yang berupa pujian maupun barang meskipun anak telah

berbuat sesuai dengan harapan orangtua.

Pola asuh otoriter ini akan berakibat buruk bagi kepribadian anak.

Akibat yang ditimbulkan dari pola asuh ini yaitu, anak menjadi penakut,

pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, kurang tajam, kurang

tujuan, curiga terhadap orang lain dan mudah stress. Selain itu anak juga

kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan perilakunya

sendiri. Pola asuh otoriter ini dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri.

Ketakutan anak terhadap hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur dan

46

Page 47: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

licik. Selain itu, siswa yang merasa orang tuanya terlalu keras, cenderung

merasa tertekan dan tidak berdaya. Oleh karena itu, siswa cenderung melamun,

murung, dan kelihatan gelisah ketika berada di sekolah.

b. Pola Asuh Demokratis (Authoritative)

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan

orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, kemudian anak diberi

kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sangat

memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya dengan pertimbangan faktor

kepentingan dan kebutuhan. Pola asuh ini orang tua juga memberikan sedikit

kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang

diinginkan yang terbaik bagi dirinya, anak diperhatikan dan didengarkan saat

anak berbicara, dan bila berpendapat orang tua memberikan kesempatan untuk

mendengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang

menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan

mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih

untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Pola asuh demokratis ini memiliki dapak yang baik untuk kepribadian

anak. Dampaknya yaitu anak akan mandiri, mempunyai kontrol diri, percaya

diri, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu

menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, kooperatif dengan

orang dewasa, patuh, dan berorientasi pada prestasi.

47

Page 48: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

c. Pola Asuh Permisif (Permissive)

Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak

secara bebas, anak dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran

seluas-luasnya apa saja yang dikendaki. Orang tua memiliki kehangatan, akan

tetapi kehangatannya cenderung memanjakan. Kontrol orang tua terhadap anak

juga sangat lemah, tidak memberikan bimbingan pada anaknya. Semua apa yang

dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapat teguran, arahan,

atau bimbingan. Orang tua beranggapan bahwa anak akan belajar dari

kesalahannya. Orang tua dengan pola asuh permisif jarang memberikan hadiah,

karena penghargaan merupakan hadiah yang dianggap memuaskan.

Pola asuh ini dapat menyebabkan anak agresif, tidak patuh kepada orang

tua, sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri, kurang memikirkan masa

depannya. Selain itu tak jarang hal-hal kurang baik dilakukan seperti sering

membuat onar di sekolah, berkelahi, sering terlambat sekolah, sering bolos,

tidak mengerjakan tugas, bahkan terjerumus oleh narkoba ataupun pergaulan

bebas.

Dari ketiga jenis pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis

dan pola asuh permisif, yang bisa diandalkan adalah pola asuh orang tua

demokratis karena orang tua dalam memberikan pujian, hukuman dan

berkomunikasi dengan anak-anak mereka akan turut mempengaruhi

terbentuknya kemampuan berpenyesuaian yang baik dalam lingkungannya.

Sebagai faktor pola asuh demokratis orang tua merupakan kekuatan yang

penting dan sumber utama dalam pengembangan kemampuan sosial anak.

48

Page 49: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Keluarga

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan cara keluarga khusunya orang

tua dalam mengasuh anak. Menurut Mussen (1994) dalam Lestari (2013) beberapa

faktor yang mempengaruhi pola asuh keluarga maupun orang tua, yaitu sebagai

berikut.

a. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal suatu keluarga akan mempengaruhi cara

orang tua dalam menerapkan pola asuh. Hal ini bisa dilihat bila suatu keluarga

tinggal di kota besar, maka orang tua kemungkinan akan banyak mengkontrol

karena merasa khawatir, misalnya melarang anak untuk pergi kemana-mana

sendirian. Hal ini sangat jauh berbeda jika suatu keluarga tinggal di suatu

pedesaan, maka orang tua kemungkinan tidak begitu khawatir jika anak-anaknya

pergi kemana-mana sendirian.

b. Sub kultur budaya

Budaya disuatu lingkungan tempat keluarga menetap akan

mempengaruhi pola asuh orang tua. Hal ini dapat dilihat bahwa banyak orangtua

di Amerika Serikat yang memperkenankan anak-anak mereka untuk

mepertanyakan tindakan orang tua dan mengambil bagian dalam argumen

tentang aturan dan standar moral.

c. Status sosial ekonomi

Keluarga dari status sosial yang berbeda mempunyai pandangan yang

berbeda tentang cara mengasuh anak yang tepat dan dapat diterima, sebagai

contoh: ibu dari kelas menengah kebawah lebih menentang ketidak sopanan

49

Page 50: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

anak dibanding ibu dari kelas menengah keatas. Begitupun juga dengan orang

tua dari kelas buruh lebih menghargai penyesuaian dengan standar eksternal,

sementara orangtua dari kelas menengah lebih menekankan pada penyesuaian

dengan standar perilaku yang sudah terinternalisasi.

B. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Menurut Banudi (2013) Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi

buruk, kurang, baik, dan lebih. Supariasa, dkk. (2001) mengatakan bahwa status gizi

merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu,

atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu.

Berbagai pendapat tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa, status gizi

merupakan keadaan atau tingkat kesehatan seseorang pada waktu tertentu akibat

pangan yang di konsumsi pada waktu sebelumnya.

2. Penilaian Status Gizi

Menurut supariasa, dkk. (2001) penilaian status gizi dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung.

a. Penilaian status gizi secara langsung

Penilain status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu penilaian secara antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

50

Page 51: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau

dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan

berbagi macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2001).

Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini

terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Dalam program gizi masyarakat,

pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan,

lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah

kulit. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan

menurun umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) (Supariasa, 2001).

51

Page 52: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Tabel 2

Klasifikasi Status Gizi Anak Balita

Indeks Kategori Status Gizi

Ambang Batas(Z-score)

Berat badan menurut umur (BB/U)

Gizi buruk < - 3SDGizi kurang - 3 SD Sampai < - 2 SDGizi Baik -2 SD Sampai 2 SDGizi lebih > 2 SD

Tinggi badan menurutumur (TB/U)

Sangat Pendek < - 3 SDPendek -3 SD sampai < -2 SDNormal - 2 SD sampai 2 SDTinggi > 2 SD

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Sangat Kurus < -3 SDKurus -3 SD Sampai < - 2 SDNormal - 2 SD Sampai 2 SDGemuk > 2 SD

WHO-2005 dalam Kemenkes RI, 2011

a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-

perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit

infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makan

yang dikonsumsi, berat badan adalah parameter antropometri yang

sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan

normal dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi

terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertumbuhan umur.

Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan

perkembangan berat badan,yaitu dapat berkembang cepat atau lebih

lambat dari keadaan normal (Supariasa, 2001).

52

Page 53: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

(1) Kelebihan indeks BB/U

(a) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

(b) Bisa untuk mengukur status gizi akut dan kronis

(c) Berat badan dapat berfluksturasi

(d) Sangat sesintif terhadap perubahan-perubahan kecil

(e) Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)

(2) Kelemahan indeks BB/U

(a) Dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila

terdapat odema maupun asites.

(b) Data umur sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur

yang belum baik.

(c) Memerlukan data umur yang akurat

(d) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti pengaruh

pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggunakan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tidak

seperti berat badan, relative kurang sesitif terhadap masalah kekurangan

gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi tehadap

tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relative lama berdasarkan

karateristik tersebut diatas, maka indeks ini mengambarkan status gizi

masa lalu. Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi

53

Page 54: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status social- ekonomi

(Supariasa, 2001).

(1) Kelebihan

(a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

(b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah didapat.

(2) Kelemahan

(a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak munkin turun

(b) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri

tegak sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.

(c) Ketepatan umur sulit didapat

c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.

Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, 2001).

(1) Kelebihan

(a) Tidak memerlukan data umum

(b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus)

(2) Kelemahan

(a) Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut

pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan karena

factor umur tidak dipertimbangkan.

(b) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi

badan pada kelompok balita.

54

Page 55: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

(c) Membutuhkan dua macam alat ukur.

(d) Pengukuran relatif lebih lama.

(e) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.

(f) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,

terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesinal.

2) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan

yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini

dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit,

mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya

untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini

dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari

kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi

seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan

gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, dkk. 2001).

3) Biokumia

Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang

diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk

55

Page 56: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih

parah lagi (Supariasa, dkk. 2001).

4) Biofisik

Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat

digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara

yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, dkk. 2001).

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2001).

1) Survey konsumsi makanan

Survey konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan

gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam masyarakat, keluarga,

dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan atau

kekurangan zat gizi.

2) Statistic vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu

dan data lainnya dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai

bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

56

Page 57: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

3) Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah etiologi sebagai hasil interaksi

beberapa factor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi

dan lain-lain. Pengukuran factor ekologi dipandang sangat penting untuk

mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi (Supariasa, 2001).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secar langsung dan tidak

langsung.

a. Faktor langsung:

Menurut Soekirman (2000) dalam Suwiji (2006) penyebab langsung

timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi pangan dan penyalit infeksi.

Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizi

kurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya penyakit

infeksi, terutama diare dan ispa. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik

tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang.

Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang daya

tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang

penyakit infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makanan.

57

Page 58: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Akhirnya berat badan anak menurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung

anak dapat menjadi kurus dan timbulah kejadian kurang gizi.

b. Faktor tidak langsung:

1) Pola Asuh Gizi

Pola Asuh Gizi merupakan faktor yang secara langsung

mempengaruhi konsumsi makanan pada anak. Dengan demikian pola asuh

gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan faktor tidak

langsung dari status gizi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola

asuh gizi yaitu tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pengetahuan ibu, jumlah anggota keluarga dan budaya pantang makanan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2015)

menunjukkan bahwa ibu yang memberikan pola asuh baik dan status gizi

kurus sebanyak 29 (90,6%), sedangkan ibu yang mempunyai pola asuh yang

kurang baik sebanyak 11 (47,9%) balita kurus. Dari hasil tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita.

Hasil peneitian ini diperkuat dengan penelitian Husin (2008) yaitu ada

hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak balita dalam hal

pemberian makan, kebersihan lingkungan dan sanitasi.

2) Psikologi

Menurut Sarwono Waspadji (2003) dalam Suwiji (2006) psikologi

seseorang mempengaruhi pola makan. Makanan yang berlebihan atau

kekurangan dapat terjadi sebagai respons terhadap kesepian, berduka atau

58

Page 59: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

depresi. Dapat juga merupakan respons terhadap rangsangan dari luar seperti

iklan makanan atau kenyataan bahwa ini adalah waktu makan.

3) Genetik

Genetik menjadi salah satu faktor dari status gizi. Hal ini dijelaskan

oleh Ali Khomsan (2003) dalam Suwiji (2006) pada anak dengan status gizi

lebih atau obesitas besar kemungkinan dipengaruhi oleh orang tuanya

(herediter). Bila salah satu orang tua mengalami gizi lebih atau obes maka

peluang anak untuk mengalami gizi lebih dan menjadi obes sebesar 40%,

dan kalau kedua orang tua mengalami gizi lebih atau obes maka peluang

anak meningkat sebesar 80%. Selain genetik atau hereditas ada faktor lain

yang mempengaruhi yaitu lingkungan, dimana lingkungan ini mempunyai

pengaruh terhadap pola makan seseorang.

4) Pelayanan Kesehatan

Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak

langsung yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga

terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini

meliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

penimbangan anak, dan sarana lain seperti keberadaan posyandu dan

puskesmas, praktek bidan, dokter, dan rumah sakit (Soekirman, 2000 dalam

Suwiji, 2006).

59

Page 60: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

C. Masyarakat Pesisir

1. Pengertian Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari

masyarakat terpinggiran yang masih terus bergalut dengan berbagai persoalan

kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya

(Winengan, 2007 dalam Rahman dan Yusuf, 2012).

2. Karaksteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat di pesisir pantai secara umum mempunyai karakteristik yaitu

sebagian besar penghasilan pas-pasan, tergolong keluarga miskin yang disebabkan

oleh faktor alamiah, yaitu semata-mata bergantung pada hasil tangkapan dan

bersifat musiman, rendahya pendapatan, ketersediaan rumah yang layak, pendidikan

yang minimal untuk anak-anaknya serta adanya pelayanan kesehatan yang kurang

memadai (Kusnadi, 2003 dalam Rahman dan Yusuf, 2012). Kareksteristik yang

dikemukakan oleh Gofar (2004) dalam Stanis (2005), mengatakan bahwa secara

alamiah wilayah ini sering disebut sebagai wialayah rawan gizi. Berdasarkan hasil

penelitian oleh Yulni, dkk. (2013) di wilayah pesisir didapatkan hasil status gizi

anak berdasarkan IMT/U masih tinggi yaitu sangat kurus 3,3%, kurus 16,7%,

D. Kerangka Pemikiran Dan Konsep

1. Kerangka Pikir

Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah dikemukakan UNICEF dan

telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab

timbulnya kurang gizi pada anak balita seperti berikut:

60

Page 61: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Sumber : UNICEF (1998) dalam Supariasa (2002)

Gambar 1Kerangka pikir

61

Krisis Politik dan Ekonomi

Penyakit Infeksi

Kemiskinan, Pendidikan Rendah, Ketersediaan Pangan, Kesempatan Kerja

Asupan Gizi

Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga Perilaku/Asuhan Ibu dan

Anak

Pelayanan Kesehatan

Lingkungan

Penyebab Langsung

Penyebab Tak

Langsung

Masalah Utama

Masalah Dasar

Status Gizi Outcome

Page 62: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

2. Kerangka Konsep

Gambar 2Kerangka konsep

62

Variabel yang diteliti :

Variabel yang tidak diteliti :

Status Gizi

Pola Asuh Ibu Penyakit Infeksi

MP-ASI Inisiasi Menyusu Dini

Kolostrum

ASI Eksklusif

Pelayanan Kesehatan

Lingkungan

Page 63: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu berusaha mendapatkan

gambaran menyeluruh tentang data, fakta, serta peristiwa sebenarnya mengenai obyek

penelitian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Abeli yaitu di empat (4) kelurahan

yang merupakan pesisir pantai, meliputi: Puday, Lapulu, Poasia, dan Talia Kota

Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 13-22 Juni 2017.

C. Sampel

Sampel adalah kasus gizi kurang dan buruk yang didapatkan 14 orang yang ada

di Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari.

D. Responden

Responden adalah ibu sampel yang ada di Pesisir Kecamatan Abeli Kota

Kendari.

63

Page 64: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data primer pada penelitian ini adalah umur dan jenis kelamin balita, pekerjaan

ibu, serta agama diperoleh dengan menggunakan formulir kuesioner yang

dilakukan dengan cara wawancara kepada responden.

b. Data pola asuh (IMD, kolostrum, ASI eksklusif, serta MP-ASI). Metode

pengumpulan data menggunakan formulir kuesioner yang dilakukan dengan

cara wawancara dengan menanyakan pertanyaan yang ada pada kuesioner.

Responden diminta untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti

pada saat itu juga.

c. Data penyakit infeksi diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden

(ibu) dengan menggunakan kuesioner

d. Data pemberian vitamin A diperoleh melalu melalui wawancara langsung

dengan responden (ibu) dengan menggunakan kuisioner

e. Data hygiene pada anak balita dikumpulkan dengan menanyakan beberapa

pertanyaan (wawancara) dengan responden menggunakan kuesioner

2. Data Skunder

a. Jumlah anak balita usia 1 - 5 tahun yang memiliki status gizi kurang dan gizi

buruk diperoleh melalui dokumentasi dari Puskesmas Abeli

b. Gambaran umum lokasi penelitian diperoleh melalui dokumentasi dari

Puskesmas Abeli

64

Page 65: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

F. Pengolahan dan Analisi Data

1. Pengolahan dan Analisi Data

a. Editing

Pada tahap editing, peneliti memeriksa kelengkapan isi pertanyaan,

kejelasan tulisan, relevansi jawaban dengan pertanyaan, dan konsistensi

jawaban dengan jawaban lainnya.

b. Codding

Hasil editing yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengkodean atau

coding sebagai berikut:

1) Status gizi: kurang diberi kode 2, buruk diberi kode 1

2) Variabel (IMD, kolostrum, dan ASI eksklusif ) diberikan kode sesuai yang

ada pada kuesioner

3) Variabel makanan pendamping ASI (MP-ASI) diukur menggunakan

kuesioner dan dikategorikan menjadi sesuai (≥ 60%), tidak sesuai (<60%)

4) Pemberian kapsul vitamin A: menerima diberi kode 1 dan tidak menerima

di beri kode 0

5) Penyakit infeksi (Diare dan ISPA) diolah berdasarkan hasil wawancara

kemudian dilakukan pengklasifikasian

6) Variable hygiene pada anak balita (frekuensi mandi, membersihkan gigi,

membersihkan kuku, memakai alas kaki, lingkungan yang bersih, mencuci

tangan sebelum menyuapi anak, dan mencuci tangan setelah menceboki

anak) diukur menggunakan kuesioner dan dikategorikan menjadi baik (≥

80%), tidak baik (<80%).

65

Page 66: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

c. Processing

Peneliti memasukkan (entry) data kuesioner yang telah diisi oleh

responden ke paket komputer. Data berupa jawaban-jawaban dari masing-

masing responden yang berbentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke

dalam computer, misalnya sebagai berikut:

1. Status gizi diberi kode angka yaitu kurag diberi kode 2 dan buruk diberi

kode 1

2. Kejadian ISPA dan Diare diberi kode huruf yaitu menderita dan tidak

menderita

d. Cleaning

Hal yang dilakukan pada tahap ini adalah pengecekan kembali data

yang sudah dimasukkan ke SPSS. Peneliti melihat kembali kemungkinan

adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan hal lainnya. Dari

data yang telah dimasukkan sebelumnya tidak ada data missing.

G. Penyajian Data

Data yang di peroleh kemudian akan di sajikan dalam bentuk table dan di sertai

narasi.

H. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan proses membiarkan bayi menyusu sendiri

setelah melahirkan (Nugraheni, 2011), dengan kriteria obyektif yaitu:

a. Diberikan inisiasi menyusu dini (IMD)

b. Tidak diberikan inisiasi menyusu dini (IMD)

66

Page 67: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

2. Kolostrum merupakan ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir (1-

7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental (Suwiji, 2006), dengan kriteri

obyektif yaitu:

a. Diberikan kolostrum

b. Tidak diberikan kolostrum

3. ASI merupakan praktik penyusuan/pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya pada

usia 0-6 bulan tanpa ada penambahan makanan atau minuman lain selain ASI

(Suwiji, 2006), dengan kriteria obyektif yaitu:

a. Eksklusif

b. Tidak Eksklusif

4. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) meliputi frekuensi pemberian dan

tekstur MP-ASI yang diberikan (Depkes RI, 2006), dengan kriteria obyektif:

a. Sesuai apabila skor jawaban ≥ 60% dari total skor

b. Tidak apabila skor jawaban < 60% dari total skor

5. Penyakit infeksi adalah penyakit yang menyerang anak yang bersifat akut. Artinya

penyakit yang menyerang secara mendadak, gejala timbul dengan cepat dan dapat

membahayakan (Kemenkes RI, 2014), dengan kriteria obyektif sebagai berikut:

a. Diare

Menderita diare : Bila dalam dua minggu terakhir mengalami diare

Tidak menderita diare : Jika tidak pernah mengalami diare dalam dua

minggu terakhir

67

Page 68: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

b. ISPA

Menderita ISPA : Bila satu bulan terakhir menderita ISPA

Tidak menderita ISPA : Jika tidak pernah mengalami ISPA dalam satu bulan

terakhir

6. Pemberian kapsul vitamin A merupakan zat gizi yang penting (esensial) bagi

manusia karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus dipenuhi

dari luar (Depkes RI, 2015), dengan kriteia obyektif:

Menerima : Apabila mendapatkan kapsul vitamin A pada bulan

Februari dan Agustus lengkap sesuai usia balita

Tidak menerima : Apabila tidak mendapatkan kapsul vitamin A pada

bulan Februari dan Agustus sesuai usia balita

7. Hygiene pada anak balita diukur berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri

dari 7 pertanyaan. Skor untuk pertanyaan a = 2, b = 1 sehingga skor menjadi 14.

Dikategorikan menjadi:

Baik : Apabila nilai yang diperoleh 12 - 14 (≥ 80%)

Tidak baik : Apabila nilai yang diperoleh < 12 (< 80%) (Lubis,

2008)

8. Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari asupan makan dan penggunaan

zat-zat gizi. Hasil pengukuran BB/U kemudian dibandingkan dengan menggunakan

standar antropometri WHO-2005, dengan kriteria:

Gizi Kurang : - 3 SD sampai < - 2 SD

Gizi Buruk : < - 3 SD

(Kemenkes RI, 2011).

68

Page 69: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Wilayah

Puskesmas Abeli merupakan salah satu dari 15 Puskesmas yang ada di

Kota Kendari, yang terletak di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli. Jarak dari

Kantor Walikota ± 73,13 km2.

b. Keadaan Geografis

Puskesmas Abeli terletak di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli yang

tediri atas 8 (delapan) kelurahan,dengan batasnya adalah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan Teluk Kendari

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Konda

3) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Moramo

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Matabubu kecamatan Poasia

Keadaan alam di Kecamatan Abeli terdiri dari dataran (53%),

pegunungan/bukit (47%). Iklim di Kecamatan Abeli adalah iklim tropis dengan

musim hujan umumnya bulan Desember - Mei dan musim kemarau terjadi bulan

Juni - November. Suhu udara rata-rata berkisar antara 27ºC – 32ºC.

69

Page 70: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

c. Keadaan Demografis (Kependudukan)

Berdasarkan hasil pendataan terakhir, jumlah penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Abeli adalah 16032 jiwa yang tersebar dalam 8 (delapan) wilayah

kelurahan, Jumlah KK 4302 dan KK miskin 1314.

Adapun untuk lebih jelasnya distribusi penduduk perkelurahan, disajikan

dalam tabel berikut ini:

Tabel 3Distribusi Jumlah Penduduk di Kecamatan Abeli

Tahun 2016

Nama Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)Puday 1681Lapulu 4019Abeli 1775

Benuanirae 1639Tobimeita 2052

Anggalomelai 1635Poasia 1579Talia 1552Total 16032

Sumber: Data Sekunder Puskesmas Abeli Tahun 2016

Sebagian besar Masyarakat terdiri dari berbagai macam suku. Mayoritas

adalah suku Tolaki, Bugis, Muna dan, selebihnya adalah Buton, Jawa, dan

Makassar. Sebagian besar memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut

adalah Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

2. Status Gizi

Distribusi sampel berdasarkan status gizi pada anak balita Di Pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

70

Page 71: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

64.30%

35.70%KURANGBURUK

Gambar 3Distribusi Sampel berdasarkan Status Gizi

Berdasarkan gambar 3, dapat diketahui bahwa dari 14 sampel anak balita

yang memiliki status gizi kurang sebanyak 64,3% (n = 9), dan yang memiliki status

gizi buruk sebanyak 35,7% (n = 5).

3. Gambaran Umum Responden dan Sampel

a. Gambaran Umum Responden

Distribusi responden berdasarkan umur, pekerjaan dan agama ibu anak

Balita Di Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 4Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik responden n %Umur (tahun)

18-35>35

122

85.714.3

Pekerjaan IbuTidak bekerja 14 100,0

AgamaIslam 14 100,0

71

Page 72: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Berdasarkan tabel 4, sebagian besar (78,6%) umur ibu berada dalam

kategori 20-35 tahun dan 100% responden (ibu) tidak bekerja serta 100%

responden memeluk agama islam.

b. Gambaran Umum Sampel

1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin balita Di Pesisir Kecamatan

Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 5Distribusi Sampel Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Balita

Status Gizi JumlahGizi kurang Gizi burukn % n % n %

Laki-laki 4 28.6 3 21.4 7 50.0Perempuan 5 35.7 2 14.3 7 50.0

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 7 sampel anak balita

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28,6% (n = 4) memiliki status gizi

kurang, dan sisanya 21,4% (n = 3) memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 7

sampel anak balita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 35,7% (n = 5)

memiliki status gizi gizi kurang, dan sisanya 14,3% (n = 3) memiliki status gizi

buruk.

2. Distribusi sampel kasus berdasarkan umur balita Di Pesisir Kecamatan Abeli

Kota Kendari dapat dilihat pada tabel 6

Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa dari 10 sampel anak balita

yang berusia sekitar 12-36 bulan sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status gizi

kurang, dan sisanya 28,6% (n = 4) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 4

72

Page 73: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

sampel anak balita yang berusia sekitar 37-59 bulan sebanyak 21,4% (n = 3)

memiliki status gizi gizi kurang, dan sisanya 7,1% (n = 1) memiliki status gizi

buruk.

Tabel 6Distribusi Sampel Berdasarkan Karakteristik Umur

Umur Balita (Bulan)

Status Gizi JumlahGizi kurang Gizi burukn % n % n %

12-36 6 42.9 4 28.6 10 71.437-59 3 21.4 1 7.1 4 28.6

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

3. Pemberian Kolostrum

Distribusi sampel berdasarkan pemberian kolostrum pada anak Balita Di

Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 7Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian Kolostrum

Pemberian Kolostrum

Status Gizi JumlahGizi kurang Gizi burukn % n % n %

Diberikan 7 50.0 4 28.6 11 78.6Tidak diberikan 2 14.3 1 7.1 3 21.4

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 11 sampel anak balita

yang diberikan kolostrum sebanyak 50,0% (n = 7) memiliki status gizi kurang, dan

sisanya 28,6% (n = 4) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 3 sampel anak

balita yang tidak diberikan kolostrum sebanyak 14,3% (n = 2) memiliki status gizi

gizi kurang, dan sisanya 7,1% (n = 1) memiliki status gizi buruk.

73

Page 74: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

4. Pemberian ASI Eksklusif

Distribusi sampel berdasarkan pemberian ASI Eksklusif pada anak Balita Di

Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 8Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI Eksklusif

Status Gizi JumlahGizi kurang Gizi burukn % n % n %

Eksklusif 4 28.6 0 0 4 28.6Tidak Eksklusif 5 35.7 5 35.7 10 71.4

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 4 sampel anak balita

yang menerima ASI eksklusif semuanya 28,6% (n = 4) memiliki status gizi kurang,

sedangkan dari 10 sampel anak balita yang tidak diberikan ASI ekslusif mengalami

gizi kurang dan gizi buruk dengan jumlah yang sama yaitu 35.7% (n = 5).

5. Pemberian MP-ASI

Distribusi sampel berdasarkan pemberian MP-ASI pada anak Balita Di

Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 9

Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASIStatus Gizi JumlahGizi kurang Gizi buruk

n % n % n %Sesuai 5 35.7 5 35.7 10 71.4Tidak sesuai 4 28.6 0 0.0 4 28.6

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 10 sampel anak balita

yang pemberian MP-ASInya sesuai sebanyak 35,7% (n = 5) memiliki status gizi

74

Page 75: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

kurang, dan sisanya 35,7% (n = 5) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 4

sampel anak balita yang pemberian MP-ASInya tidak sesuai sebanyak 28,6% (n =

4) memiliki status gizi gizi kurang, dan sisanya 0% (n = 0) memiliki status gizi

buruk.

6. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini

Distribusi sampel berdasarkan pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada

anak balita Di Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 10Distribusi Sampel berdasarkan Pemberian IMD

Pemberian IMDStatus Gizi JumlahGizi kurang Gizi buruk

n % n % n %Diberikan 3 21.4 3 21.4 6 42.9Tidak diberikan 6 42.9 2 14.3 8 57.1

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 6 sampel anak balita

yang diberikan IMD sebanyak 21,4% (n = 3) memiliki status gizi kurang, dan

sisanya 21,4% (n = 3) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 8 sampel anak

balita yang tidak diberikan IMD sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status gizi

kurang, dan sisanya 14,3% (n = 2) memiliki status gizi buruk.

7. Penyakit Infeksi Diare dan ISPA

a. Distribusi sampel berdasarkan penyakit infeksi diare pada anak balita Di Pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

75

Page 76: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Tabel 11 Distribusi Sampel berdasarkan Penyakit Infeksi Diare

DiareStatus Gizi JumlahGizi kurang Gizi buruk

n % n % n %Menderita 3 21.4 3 21.4 6 42.9Tidak menderita 6 42.9 2 14.3 8 57.1

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 6 sampel anak

balita yang menderita diare sebanyak 21,4% (n = 3) memiliki status gizi kurang,

dan sisanya 21,4% (n = 3) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 8 sampel

anak balita yang tidak menderita diare sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status

gizi gizi kurang, dan sisanya 14,3% (n = 2) memiliki status gizi buruk.

b. Distribusi sampel berdasarkan penyakit infeksi ISPA pada anak balita Di Pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 12

Distribusi Sampel berdasarkan Penyakit Infeksi ISPA

ISPAStatus Gizi JumlahGizi kurang Gizi buruk

n % n % n %Menderita 5 35.7 4 28.6 9 64.3Tidak menderita 4 28.6 1 7.1 5 35.7

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 9 sampel anak balita

yang menderita ISPA sebanyak 35,7% (n = 5) memiliki status gizi kurang, dan

sisanya 28,6% (n = 4) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 5 sampel

76

Page 77: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

anak balita yang tidak menderita ISPA sebanyak 28,6% (n = 4) memiliki status

gizi gizi kurang, dan sisanya 7,1% (n = 1) memiliki status gizi buruk.

8. Pemberian Vitamin A

a. Distribusi sampel berdasarkan pemberian vitamin A pada anak balita Di Pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 13

Distribusi Sampel berdasarkan Pemberian Vitamin A

Pemberian Vitamin A

Status Gizi JumlahGizi kurang Gizi burukn % n % n %

Menerima9 64.3 5

35.7

14 100.0

Tidak menerima 0 0 0 0 0 0.0Jumlah

9 64.3 535.7

14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 14 sampel anak

balita yang menerima kapsul vitamin A sebanyak 64,3% (n = 9) memiliki status

gizi kurang. Sedangkan sampel yang memiliki status gizi buruk juga menerima

kapsul vitamin A sebanyak 35,7% (n = 5).

b. Distribusi sampel berdasarkan kelengkapan pemberian vitamin A pada anak

balita Di Pesisir Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel

dibawah 14

Berdasarkan tabel 14, dapat diketahui bahwa dari 8 sampel anak balita

yang menerima kapsul vitamin A yang lengkap sebanyak 35,7% (n = 5)

memiliki status gizi kurang. Sisanya mengalami status gizi buruk 21.4% (n=3).

77

Page 78: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Dari 6 sampel yang menerima kapsul vitamin A yang tidak lengkap sebanyak

28.6% mengalami status gizi kurang, sisanya mengalami status gizi buruk

14.3% (n=2).

Tabel 14 Distribusi Sampel berdasarkan Kelengkapan

Pemberian Vitamin A

Kelengkapan Sesuai Usia

Status Gizi JumlahGizi kurang Gizi burukn % n % n %

Lengkap 5 35.7 3 21.4 8 57.1Tidak lengkap 4 28.6 2 14.3 6 42.9

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

9. Perilaku Hygiene

Distribusi sampel berdasarkan hygiene pada anak balita Di Pesisir

Kecamatan Abeli Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 15Distribusi Sampel berdasarkan Hygiene

HygieneStatus Gizi JumlahGizi kurang Gizi buruk

n % n % n %Baik 6 42.9 2 14.3 8 57.1Tidak baik 3 21.4 3 21.4 6 42.9

Jumlah 9 64.3 5 35.7 14 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 8 sampel anak balita

yang hygienenya baik sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status gizi kurang, dan

sisanya 14,% (n = 2) memiliki status gizi buruk. Sedangkan dari 6 sampel anak

balita yang hygienenya tidak baik sebanyak 21,4% (n = 3) memiliki status gizi gizi

kurang, dan sisanya 21,4% (n = 3) memiliki status gizi buruk.

78

Page 79: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

B. Pembahasan

Konsumsi gizi pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan

bila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi yang optimum. Dalam kondisi demikian

tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan tubuh yang sangat tinggi

(Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sampel (64,3%) memiliki

status gizi kurang. Banyak sampel yang mempunyai status gizi kurang, kemungkinan

disebabkan oleh faktor pola asuh pemberian kolostrum, pola asuh pemberoian MP-ASI

yang sesuai, pemberian IMD pada bayi sewaktu lahir, tidak menderita diare, serta

memiliki personal hygiene yang baik.

Status gizi pada anak sangat penting, karena status gizi yang baik akan

meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh anak, sehingga anak tidak mudah

terkena penyakit infeksi. Semakin rendah status gizi balita maka semakin rendah pula

daya tahan tubuh balita, maka semakin rentan balita untuk terinfeksi.

Pada anak yang mengalami status gizi buruk pada tingkat ringan atau sedang

masih dapat beraktifitas, tetapi bila diamati dengan seksama badannya akan mulai

kurus, stamina dan daya tahan tubuhnya pun menurun, sehingga mempermudah untuk

terjadinya penyakit infeksi, sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan

mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan

gizi buruk (Andarini dkk, 2005) dalam Hadiana (2013).

79

Page 80: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Namun dari penelitian ini ditemukan juga sampel kasus yang berstatus gizi

kurang dan mengalami penyakit infeksi (ISPA). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada balita pemberian ASI,

keteraturan pemberian vitamin A, polusi udara, Selain itu didapatkan juga sampel kasus

yang berstatus gizi kurang tetapi tidak terkena ISPA. Hal tersebut bisa terjadi

kemungkinan karena faktor lingkungan tempat tinggalnya yang tidak ada yang

menderita ISPA meskipun status gizinya kurang, atau bisa dikarenakan mereka sudah

mendapatkan imunisasi yang lengkap hingga mereka mempunyai kekebalan tubuh

terhadap serangan infeksi sehingga tidak mudah terkena ISPA.

Status gizi juga sangat dipengaruhi oleh pola asuh ibu dalam memberikan ASI

kepada bayinya, seperti pemberian kolostrum, IMD, ASI eksklusif serta pemberian

MP-ASI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 sampel anak balita yang

diberikan kolostrum sebanyak 50,0% (n = 7) memiliki status gizi kurang, dan sisanya

28,6% (n = 4) memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 3 sampel anak balita yang

tidak diberikan kolostrum sebanyak 14,3% (n = 2) memiliki status gizi gizi kurang, dan

sisanya 7,1% (n = 1) memiliki status gizi buruk. Meskipun kolostrum diberikan tetapi

bayi masih memiliki status gizi kurang kemungikan disebabkan bayi tidak diberikan

ASI secara eksklusif, selain pemberian kolostrum dengan cara tidak diberikan semua

atau dibuang terlebih dahulu baru diberikan kepada bayinya. Pemberian kolostrum

kepada bayi sangat bagus apalagi pemberian kolostrum tersebut diberikan tanpa ada

yang dibuang terlebih dahulu. Kolostrum merupakan ASI pertama yang banyak

mengandung protein dan anti body yang sangat baik untuk tubuh bayi.

80

Page 81: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Kolostrum di produksi pada beberapa hari pertama setelah bayi dilahirkan.

Kolostrum mengandung banyak protein dan antibody. Wujudnya sangat kental dan

jumlahnya sangat sedikit. Pada masa awal menyusui kolostrum yang keluar mungkin

hanya sesendok teh. Meskipun sedikit, kolostrum mampu melapisi usus bayi dan

melindunginya dari bakteri, serta sanggup mencukupi kebutuhan nutrisi bayi pada

secara berangsur angsur, produksi kolostrum berkurang saat air susu keluar pada hari

ketiga sampai kelima.

Penelitian Sartika, dkk (2011) menunjukkan bahwa praktik pemberian

kolostrum dapat meningkatkan status gizi bayi. Adanya hubungan antara praktik

pemberian kolostrum dengan status gizi bayi disebabkan karena kolostrum atau susu

pertama banyak mengandung vitamin, protein, dan zat-zat kekebalan tubuh yang

penting bagi kesehatan bayi dari penyakit maupun infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4 sampel anak balita yang menerima

ASI eksklusif semuanya 28,6% (n = 4) memiliki status gizi kurang, sedangkan dari 10

sampel anak balita proporsi yang tidak diberikan ASI ekslusif mengalami gizi kurang

dan gizi buruk dengan jumlah yang sama yaitu 35.7% (n = 5). Hal tersebut

menunjukkan bahwa anak yang tidak diberikan ASI eksklusif akan membuat anak

mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Ibu bayi sudah memberikan bayinya MP-ASI dan PASI karena merasa

bahwa ASI saja itu tidak cukup bagi bayinya. Bayi yang rewel disalah artikan sebagai

permintaan anak akan makanan padat seperti pisang atau nasi. Menurut teori, ASI

merupakan makanan yang sangat mudah diserap sehingga banyak bayi lapar kembali

dalam 2 jam setelah menyusu dengan puas. Makanan lain selain ASI pada dasarnya

81

Page 82: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

mengenyangkan tapi sangat berbahaya bagi pencernaan bayi. Pencernaan bayi belum

sempurna dan daya tampungnya tidak besar, berbeda dengan orang dewasa. Keadaan

tubuh bayi inilah menyebabkan dirinya harus disusui paling tidak setiap 3 jam selama

siang hari dan setiap 4 jam selama malam hari.

Fenomena yang terjadi pada ibu bayi yaitu semua bayi yang baru lahir disusui,

namun seiring bertambahnya umur bayi tersebut berhenti menyusui serta sebelum umur

7 bulan bayi sudah diberikan makanan/minuman. Sejalan dengan hasil penelitian

Susilaningsih (2013) Cakupan ASI eksklusif semakin menurun seiring dengan

bertambahnya kelompok umur. Penyebab menurunnya cakupan ASI eksklusif adalah

ibu merasa bahwa semakin bertambahnya umur anak maka ASI tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan bayinya walaupun sebenarnya hanya sedikit sekali (2-5%) yang

secara biologis memang kurang produksi ASInya. Rendahnya cakupan pemberian ASI

eksklusif terkait dengan pemahaman dan pengetahuan ibu tentang ASI. Pengetahuan itu

sendiri berkorelasi positif dengan tingkat pendidikan.

Hasil penelitian Puspitasari dan Pujiastuti (2015) menyatakan bahwa pemberian

ASI eksklusif dapat meningkatkan status gizi pada balita di Puskesmas Tlogomulyo.

Hal ini didukung pula oleh analisa deskriptif yangmenyebutkan bahwa kejadian

statusgizi kurus dapat berkurang dengan pemberian ASI Eksklusif. Menurut Roesli

(2010) hal tersebut memiliki alasan bahwa air susu ibu cocok sekali untuk memenuhi

kebutuhan bayi dalam segala hal. Lemak ASI yang mudah dicerna dan diserap oleh

bayi, karena ASI juga mengandung enzim lipase yang mencerna lemak sehingga hanya

sedikit lemak yang tidak diserap.

82

Page 83: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 sampel anak balita yang pemberian

MP-ASInya sesuai sebanyak 35,7% (n = 5) memiliki status gizi kurang, dan sisanya

35,7% (n = 5) memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 4 sampel anak balita yang

pemberian MP-ASInya tidak sesuai sebanyak 28,6% (n = 4) memiliki status gizi gizi

kurang, dan sisanya 0% (n = 0) memiliki status gizi buruk.

Perilaku Pemberian MP-ASI yang tidak tepat (diberikan pada usia dini) di

kalangan ibu bayi lebih banyak dikarenakan oleh pengaruh orang terdekat (ibu, mertua,

kakak) atau karena kebiasaan yang terjadi di masyarakat sekitarnya, dan kebiasaan ini

sudah menjadi suatu budaya, Hal ini sesuai dengan pendapat Prabantini (2010), yaitu

orang tua juga mungkin memberikan nasehat yang berbeda, terlebih jika bayi dinilai

terlalu kurus. Tak jarang orang tua mendesak agar bayi diberi pisang saat umurnya

masih 3 bulan. bayi diberi makan sebelum usia 6 bulan dengan alasan bayi rewel karena

lapar dan lain sebagainya.

Konsumsi makanan yang mengandung nutrisi sangat berperan dalam

menentukan kondisi asupan gizi balita. Kondisi tubuh yang kurang mendapat asupan

nutrisi maka akan terjadi kesalahan akibat gizi diantaranya dalam hal memilihkan

makanan. Banyak orang tua yang kurang mengerti bagaimana makanan yang benar –

benar mengandung nutrisi. Anak diberi berbagai makanan yang orang tua tidak

mengerti apa saja yang terkandung dalam makanan tersebut. Apakah makanan itu

benar-benar mengandung nutrisi yang baik dan dapat meningkatkan status gizi

balitanya.

Hasil penelitian Sartika, dkk (2011) menunjukkan bahwa pola pemberian

makanan ditinjau dari praktik pemberian MP-ASI dapat mempengaruhi status gizi

83

Page 84: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

balita. Makanan pendamping ASI merupakan makanan tambahan yang diberikan

ketika bayi berumur enam bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Kedudukan makanan

pendamping ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi guna menutupi kekurangan

zat-zat gizi yang terkandung di dalam ASI, seiring dengan bertambahnya umur bayi

maka semakinmeningkat pula kebutuhan gizi bayi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 sampel anak balita yang diberikan

IMD sebanyak 21,4% (n = 3) memiliki status gizi kurang, dan sisanya 21,4% (n = 3)

memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 8 sampel anak balita yang tidak diberikan

IMD sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status gizi gizi kurang, dan sisanya 14,3% (n =

2) memiliki status gizi buruk. Anak yang tidak diberikan IMD maka bayi akan

mengalami status gizi kurang ataupun buruk.

Anak yang dapat menyusui dini dapat mudah sekali menyusu kemudian,

sehingga kegagalan menyusui akan jauh sekali berkurang. Selain mendapatkan

kolostrum yang bermanfaat untuk bayi, pemberian ASI ekslusif akan menurunkan

kematian.(8,9%) (wulandari, 2009).

Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dapat melatih motorik bayi dan sebagai langkah

awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan anak. Sebaiknya, bayi langsung

diletakkan di dada ibu sebelum bayi dibersihkan. Sentuhan dengan kulit mampu

memberikan efek psikologis yang kuat diantara keduanya. Untuk melakukan IMD,

dibutuhkan waktu, kesabaran, serta dukungan dari keluarga. Sebenarnya bayi yang lahir

dengan kondisi normal dengan kelahiran tanpa operasi bisa menyusu kepada ibunya

tanpa dibantu pada sekitar waktu satu jam.

84

Page 85: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Hasil penelitian Ridzal, dkk (2013) mengatakan bahwa anak Usia 6-23 bulan

yang melakukan IMD dan Anak Usia 6-23 bulan yang tidak melakukan IMD memiliki

peluang yang sama untuk bersatatus gizi baik atau menderita gizi kurang dan gizi

buruk. Hal tersebut disebabkan adanya faktor lain yang mempengaruhi status gizi anak

pada usia baduta seperti lingkungan sekitar rumah yang kurang bersih, prilaku hidup

yang tidak higienis sehingga dapat menyebabkan anak sakit pada waktu tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dari 6 sampel kasus anak

balita yang menderita diare sebanyak 21,4% (n = 3) memiliki status gizi kurang, dan

sisanya 21,4% (n = 3) memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 8 sampel anak balita

yang tidak menderita diare sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status gizi gizi kurang,

dan sisanya 14,3% (n = 2) memiliki status gizi buruk.

Sedangkan pada penyakit infeksi ISPA menunjukkan bahwa dari 9 sampel kasus

anak balita yang menderita ISPA sebanyak 35,7% (n=5) memiliki status gizi kurang,

dan sisanya 28,6% (n = 4) memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 5 sampel kasus

anak balita yang tidak menderita ISPA sebanyak 28,6% (n= 4) memiliki status gizi gizi

kurang, dan sisanya 7,1% (n=1) memiliki status gizi buruk.

Meskipun sebagian kecil sampel yang menderita diare namun hal tersebut dapat

menjadi masalah, penyakit infeksi diare merupakan faktor langsung yang menyebabkan

status gizi anak balita. Ditambah lagi anak yang menderita diare dialami dalam waktu

yang lama (>7 hari), hal tersebut perlu menjadi perhatian serius untuk ibunya. Kejadain

diare tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantara adalah hygiene,

hygiene anak yang mengalami diare adalah kurang baik.

85

Page 86: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Selain diare salah satu penyakit infeksi pada anak balita adalah ISPA pada

penelitian ini, pertanyaan yang diberikan kepada responden tentang penyakit infeksi

ISPA hanya sebatas gejala subjektif, Banyak faktor yang memicu gejala ISPA , kadar

debu dalam rumah merupakan faktor penting, disamping status imunisasi serta

pemberian vitamin juga merupakan salah satu faktor pemicunya.

Ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA, hal

ini sesuai dengan peneliti lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat

memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA ( Maryunani,

2010 ).

Hasil penelitian Rosari, dkk (2013) menyatakan bahwa sebagian besar anak

yang menderita diare mengalami demam dan penurunan nafsu makan. Demam timbul

sebagai respon tubuh saat terjadinya proses inflamasi akibat infeksi dan penurunan

nafsu makan atau asupan makanan terjadi sejalan dengan tingkat keparahan infeksi.

Semakin parah infeksi yang terjadi maka penurunan asupan makanan akan semakin

besar yang akan berdampak terhadap status gizinya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi pada baliata adalah pemberian

vitamin A. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak,

disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi

dari luar tubuh. Kekurangan Vitamin A (KVA) dapat menurunkan sistem kekebalan

tubuh balita serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 sampel kasus anak balita yang

menerima kapsul vitamin A yang lengkap sebanyak 35,7% (n = 5) memiliki status gizi

kurang. Sisanya mengalami status gizi buruk 21.4% (n=3). Dari 6 sampel kasus yang

86

Page 87: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

menerima kapsul vitamin A yang tidak lengkap sebanyak 28.6% mengalami status gizi

kurang, sisanya mengalami status gizi buruk 14.3% (n=2) sampel menerima kategori

lengkap. Semua sampel pernah menerima kapsul vitamin A dari petugas kesehatan,

meskipun telah menerima namun balita masih enggan mengkonsumsinya, hal tersebut

terlihat dari masih banyaknya balita yang mengkonsumsi kapsul vitamin A kurang 1-2

kapsul.

Balita yang menerima vitamin A yang kurang terlihat mengalami penyakit

infeksi dan status gizi kurus. Sedangkan balita yang mengkonsumsi vitaminA yang

lebih banyak jarang mengalami penyakit infeksi dan status gizinya akan normal.

Kenaikan berat badan ini disebabkan oleh kandungan vitamin dalam suplemen yang

dikonsumsi. Seperti yang dikatakan oleh Almatsier (2009), vitamin berperan dalam

beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh.

Sebuah penelitian di Vietnam tentang pemberian suplemen mikronutrien yang lebih

lengkap pada bayi usia 6 sampai 12 bulan selama 6 bulan melaporkan adanya

peningkatan z-score data antropomentri dan peningkatan kadar Hb dan ferritin plasma.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan

menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada

dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan

bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, diharapkan adanya perlindungan

terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat.

Pemberian vitamin A merupakan faktor tidak langsung terhadap status gizi

balita. Pemberian vitamin A akan berpengaruh langsung terhadap penyakit infeksi yang

nantinya akan mempengaruhi status gizi. Hasil penelitian Tambunan, dkk (2013)

87

Page 88: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian vitamin A dengan

kejadian pneumonia, defisiensi vitamin A merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada balita terutama terhadap Pneumonia. Kekurangan

vitamin A akan menyebabkan keratinisasi mukosa saluran napas dan penurunan fungsi

cilia serta sekresi mukus pada sel epitel saluran pernapasan sehingga akan

menyebabkan tubuh terkena infeksi yang nantinya akan berpengaruh terhadap status

gizinya.

Salah satu faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi balita adalah

hygiene dan sanitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 sampel anak balita

yang hygienenya baik sebanyak 42,9% (n = 6) memiliki status gizi kurang, dan sisanya

14,% (n = 2) memiliki status gizi buruk. sedangkan dari 6 sampel anak balita yang

hygienenya tidak baik sebanyak 21,4% (n = 3) memiliki status gizi gizi kurang, dan

sisanya 21,4% (n = 3) memiliki status gizi buruk.

Masalah personal hygiene merupakan hal yang sehari-hari harus dilakukan,

namun kadang masih dianggap kurang penting. Pendapat ini sering terjadi karena

kurangnya sosialisasi akan pentingnya personal hygiene. Kurangnya sosialisasi tentang

personal hygiene berdampak pada rendahnya pemahaman ibu tentang personal hygiene.

Pengetahuan ibu yang kurang tentang personal hygiene, membuat perilaku hidup sehat

ini sulit diterapkan

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Personal hygiene bertujuan

agar manusia dapat memelihara kesehatan diri sendiri, mempertinggi dan memperbaiki

nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit. Personal hygiene disini antara lain

88

Page 89: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

mencakup kebersihan kulit, kebersihan rambut, perawatan gigi dan mulut, kebersihan

tangan, perawatan kuku kaki dan tangan, pemakaian alas kaki, kebersihan pakaian,

makanan dan tempat tinggal (Azizah, 2011).

Personal hygiene pada anak, khususnya pada anak usia pra sekolah sangat

penting dilakukan, mengingat anak usia pra sekolah sudah mampu beraktifitas di luar

rumah dan menuntut kemungkinan anak usia pra sekolah dapat melakukan kegiatan

yang kurang sehat seperti makan jajanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, bermain

tanpa menggunakan alas kaki, jajan sembarangan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

ibu diharapkan memiliki pengetahuan dan motivasi yang tinggi untuk memberikan

pembelajaran dan penerapan personal hygiene pada anaknya (Alimul, 2006 dalam Putri,

dkk 2016).

89

Page 90: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar (78,6%) anak balita diberikan kolostrum.

2. Sebagian besar (64,3%) anak balita tidak diberikan ASI secara Eksklusif

3. Pola asuh pemberian MP-ASI sebagian besar (71,4%) diberikan sesuai.

4. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini sebagian besar anak balita (57,1%) diberikan

IMD setelah dilahirkan.

5. Penyakit infeksi diare sebagian besar (57,1%) anak balita tidak menderita.

Sedangkan penyakit infeksi ISPA sebagian besar (64,3%) menderita.

6. Semua sampel (100,0%) menerima kapsul vitamin A, lebih banyak (71,4%) sampel

menerima kapsul vitamin A lengkap.

7. Personal hyigene sebagian besar (57,1%) berada dalam kategori baik

8. Status gizi sebagian besar (64,3%) memiliki status gizi kurang.

B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan meningkatkan promosi kesehatan, khususnya terkait dengan

pemberian ASI eksklusif dengan cara penyuluhan atau konsultasi gizi agar

masyarakat lebih memahami pentingnya pemberian ASI eksklusif.

2. Bagi masyarakat, hendaknya memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, yaitu tidak

memberikan makanan/minuman selain ASI sampai berumur 6 bulan, serta rajin

membawa anaknya ke Posyandu guna mendapatkan imuniasasi serta vitamin A

yang lengkap.

90

Page 91: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

3. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya meneliti tentang hubungan masing-masing

variable, serta meneliti variable yang lain seperti asupan, pola makan, serta status

imunisasi.

91

Page 92: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

DAFTAR PUSTAKA

Aries,M, Martianto, D. 2006. Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Status Gizi Buruk dan Biaya Penanggulangannya pada Balita Di Berbagai Provinsi Di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. Edisi November 2006 vol. 1, No.2. Hal: 26-33.

Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Aprillia Y. 2009. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusui Dini Dan ASI Eksklusif Kepada Bidan Di Kabupaten Klaten. Universitas Diponegoro Semarang. Tesis.

Auliya,C, Woro,O, Budiono,I. 2015. Profil Status Gizi Balita Ditinjau dari Topografi Wilayah Tempat Tinggal Studi di Wilayah Pantai dan Wilayah Punggung Bukit Kabupaten Jepara. URL: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph . [Diakses pada tanggal 20 november 2016].

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Profil Kesehatan Dasar.

Banudi, La. 2013. Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Mp-Asi) Lokal. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia.

Djaya. 2012. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan Diwilayah Kerja Puskesmas Mekar Kecamatan Kadai Kota Kendari. Poltekkes Kendari Jurusan Gizi. KTI.

Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2012. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2015. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara.

Husin,R.C. 2008. Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita Umur 24 – 59 Bulan di Wilayah Terkena Stsunami Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis.

92

Page 93: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Kartini,D.T. 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Diare dengan Pertumbuhan Bayi Mengalami Hambatan Pertumbuhan dalam Rahim sampai Umur Empat Bulan. Universitas Diponegoro Semarang. Tasis.

Khayati,S. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Pada Keluarga Buruh Tani Di Desa Situwangi Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara Tahun 2010. Universitas Negeri Semarang.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kemenetrian Kesehatan RI. 2014. Pusat data dan Informasi. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat data dan Informasi. Jakarta.

Lubis,R. 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Lutviana,E. 2010. Prevalensi dan Determinan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita (Studi Kasus Pada Keluarga Nelayan di Desa Bojomulyo Kecamatan Juana Kabupaten Pati). Universitas Negeri Semarang.

Lestari,E. 2013. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Konsentrasi Patiseri SMK Negeri 1 Sewon Bantul. Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi.

Mahmud,A. 2007. Model Komunikasi Pembangunan Dalam Penyediaan Prasarana Perdesaan Di Kawasan Pesisir Utara Jawa Tengah. Universitas Diponegoro Semarang. Thesis.

Maryam,S. 2013. Gambaran Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Usia 1 – 3 Tahun Di Gampong Meunasah Baro Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Jesbio. Edisi November 2013. Vol. 2, No. 3, Hal: 34-35.

Munawaroh,S. 2015. Pola Asuh Mempengaruhi Status Gizi Balita. Jurnal Keperawatan. Edisi Januari 2015 Vol. 6, No.1. Hal: 44-45.

Mufida,L, dkk. 2015. Prinsip Dasar Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Mp-Asi) Untuk Bayi 6 – 24. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Edisi September 2015 Vol. 3, No. 4. Hal: 1646-1651.

93

Page 94: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Maharani,O. 2016. Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Bayi umur 0 – 12 Bulan di Kecamatan Dampal Utara, Tolitoli Sulawesi Tengah. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. Edisi Juni 2016 Vol. 4, No. 2. Hal: 84-89.

Nugraheni,K.D. 2011. Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian Asi Eksklusif serta Status Gizi Batita Di Perdesaan dan Perkotaan. Institut Pertanian Bogor. Tesisi.

Nurarif, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta

Pedoman Menulis Karya Ilmiah. 2014. Politeknik Kesehatan Kendari.

Puspitasari,S, Pujiastuti,W. 2015. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Status Gizi Pada Bayi Usia 7-8 Bulan Di Wilayah Puskesmas Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2014. Jurnal Kebidanan. Edisi April 2015 Vol. 4 No. 8. Hal: 62-63

Rokhana, A.N. 2005. Hubungan antara Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Gizi Dengan Status Gizi Anak Balita Di Betokan Demak. Universitas Negri Semarang. Skripsi.

Rahman,L.P, Yusuf,A.E. 2012. Gambaran Pola Asuh Orang Tua pada Masyarakat Pesisir Pantai. Predicara. Edisi September 2012 Vol.1, No.1. Hal: 22-24.

Ridzal, dkk. 2013. Hubungan Pola Pemberian Asi Dengan Status Gizi Anak Usia 6-23Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013. Universitas hasanuddin Makassar. Skripsi.

Rosari, dkk. 2013. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di KelurahanLubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Universitas Andalas. Skripsi.

Supariasa,D.N, Bachyar, B, Ibnu,F. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kedokteran EGC.

Stanis,S. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pantai Malalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. Universitas Diponegoro Semarang. Tesis.

Suwiji,E. 2006. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Balita Usia 4–12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora. Universitas Negeri Semarang. Skripsi.

Sartika, dkk. 2011. Hubungan Pola Pemberian Makanan Dengan Status Gizi Bayi Usia 0-11 Bulan Di Kelurahan Indralaya Mulya Ogan Ilir. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Edisi Maret 2011 Vol. 2 No. 1. Hal: 73-74

94

Page 95: repository.poltekkes-kdi.ac.idrepository.poltekkes-kdi.ac.id/1301/1/KTI_STUDI KASUS... · Web view: Pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab masalah status gizi, Pola asuh merupakan

Sari,P.A.S. 2012. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan Di Kelurahan Antirogo Kabupaten Jember. Universitas Jember. Skripsi.

Siwi,A.S. 2015. Hubungan Antara Pola Asuh dengan Status Gizi pada Balita Usia 2–5 Tahun. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.

Tambunan, dkk. 2013. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2013. Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Skripsi.

Utam, Herguatanto. 2016. Penuntun Diet Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Yulni,H.V. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar Di Wilayah Pesisir. Kota Makassar.

WHO, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Trust Indonesia Partner In Development.

95