kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

download kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

of 43

Transcript of kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    1/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 1

    DIAGRAM WAKTU PEMERIKSAAN

    21 April 2015 24 April 2015 29 April 2015 30 April 2015

    Anak mulai dirawatdi RSUP H. Adam

    Malik Medan

    Pemeriksaanpertama olehpeserta ujian

    Pemantauan dimulai

    PelaporanPemantauanselesai

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    2/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 2

    STATUS PASIEN EVALUASI PENDADARAN

    Kamis, 30 April 2015

    Nama Peserta Ujian : Poppy Indriasari

    NIM : 107103012

    Identitas Pasien

    Nama : ZK

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 33 hari

    Tanggal lahir : 22 Maret 2015

    Tempat lahir : Medan

    Rekam Medis : 621591

    Tanggal masuk RS: 21 April 2015

    Lama rawat : 5 hari (masih dirawat)

    Alamat : Dusun Sidodadi Kec. Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu

    ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien

    KELUHAN UTAMA

    Sesak nafas

    RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

    Sesak nafas dialami sejak pasien berusia 10 hari, sesak nafas memberat saat pasien

    berusia 12 hari. Sesak nafas terutama dirasakan terutama setelah aktivitas, misalnya

    setelah menyusui, riwayat menyusu terputus-putus dijumpai. Sesak nafas tidak

    berhubungan dengan cuaca. Riwayat demam sebelumnya dijumpai saat pasien

    Nama Ayah : Khairul Muslim

    Usia Ayah : 23 tahun

    Pendidikan : SMP

    Pekerjaan : Petani

    Nama Ibu : Susilawati

    Usia Ibu : 22 tahun

    Pendidikan : SMA

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    3/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 3

    berusia 12 hari. Demam tinggi, bersifat terus menerus, dan berlangsung selama 3

    hari. Saat ini demam tidak dijumpai. Batuk dialami pasien sejak berusia 10 hari, batuk

    kadang-kadang disertai muntah dan sesak nafas. Muntah dialami pasien sejak 4 jam

    setelah lahir, muntah biasanya setelah minum susu melalui botol susu. Frekuensi

    muntah lebih dari 5 kali perhari. Muntah berisi susu yang diminum. Sifat muntah tidak

    menyembur. Muntah biasanya timbul bila pasien diberikan susu lebih dari 20 cc per

    kali beri. Saat ini muntah berkurang setelah pasien menggunakan orogastric tube

    selama perawatan di RS. Berat badan sulit naik dialami sejak lahir, berat badan lahir

    3400 gram, berat badan yang terpantau sebelumnya (saat pasien berusia 12 hari)

    2500 gram. Berat badan berusia 30 hari (saat masuk RSUPHAM) 2200 gram. Buang

    air besar dan buang air kecil dalam batas normal.

    RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

    Pasien sebelumnya pernah mengalami sesak nafas, demam disertai kurang cairan

    saat pasien berusia 12 hari, pasien dirawat di RSU Rantau Prapat selama 2 minggu

    di Ruang rawat bayi. Dari pemeriksaan dijumpai adanya dugaan kebocoran jantung

    sehingga pasien dirujuk ke RSUP-HAM, tetapi karena ruangan penuh, pasien dirawat

    di RSU Imelda Medan selama 4 hari, kemudian dirujuk ke RSUP-HAM untuk

    Penjajakan kelainan jantung.

    RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT

    Pasien pernah mendapatkan obat injeksi cefotaksim, furosemid, spironolakton di

    rumah sakit sebelumnya.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    4/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 4

    RIWAYAT KEHAMILAN IBU

    Ibu berusia 18 tahun saat hamil dan merupakan kehamilan pertama.Selama hamil ibu

    sehat tanpa mengalami penyakit seperti demam, diabetes atau hipertensi. Kontrol

    kehamilan dilakukan setiap bulan ke bidan, hanya mengkonsumsi vitamin yang

    diberikan bidan berupa asam folat. Asupan nutrisi selama hamil kesan cukup.

    Kesan: riwayat kehamilan dalam batas normal

    RIWAYAT KELAHIRAN

    Pasien lahir secara spontan pervaginam, ditolong bidan, cukup bulan, segera

    menangis, tidak dijumpai biru, sesak nafas maupun kuning seluruh tubuh setelah lahir.

    Berat badan lahir 3400 gr, panjang badan lahir 45 cm dan lingkar kepala tidak

    diketahui.

    Kesan: riwayat kelahiran berat badan lahir normal

    RIWAYAT IMUNISASI DAN TUMBUH KEMBANG

    Pasien belum pernah mendapat imunisasi apapun sebelumnya.

    Menurut pengakuan ibu pasien, penderita bertambah kurus dan berat badan sulit naik

    dialami sejak lahir. Pasien terlihat lebih kecil dan kurus dibandingkan anak seusianya.

    Pada saat datang ke RS HAM, berat badan pasien 2200 gram (

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    5/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 5

    RIWAYAT NUTRISI

    Saat lahir sampai dengan usia 12 hari pasien mendapat Air Susu Ibu (ASI) dan susu

    formula (SGM). Pemberian susu diberikan 5-8 kali per hari, volume 10 sampai 20 cc

    tiap kali pemberian. Saat pasien berusia 2 sampai 4 minggu di RSU Rantau Prapat,

    pasien diberikan susu parsial hidrolisat, frekuensi dan volume pemberian tidak

    diketahui oleh ibu pasien.

    Kesan: asupan makanan secara kualitas dan kuantitas kurang

    RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

    Ayah pasien saat ini usia 23 tahun, dan ibu pasien saat ini usia 22 tahun. Keduanya

    dalam keadaan sehat. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit kelainan

    jantung bawaan.

    Kesan: tidak dijumpai riwayat penyakit dalam keluarga

    CORAK REPRODUKSI DAN SOSIAl EKONOMI KELUARGA

    Ayah dan ibu pasien menikah tahun 2014, saat itu usia ayah 22 tahun dan usia ibu 21

    tahun. Ayah dan ibu suku Jawa, agama Islam, pekerjaan petani, dengan penghasilan

    keluarga saat ini sekitar Rp 1.500.000,- per bulan. Saat ini pasien berobat dengan

    menggunakan fasilitas BPJS-Mandiri.

    Kesan: Sosial ekonomi keluarga rendah

    DATA LINGKUNGAN

    Rumah pasien terletak di Dusun Sidodadi, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhan

    Batu. Penduduk disekitarnya rata-rata dengan sosial ekonomi menengah ke bawah.

    Rumah tempat tinggal adalah rumah semi permanen dengan luas bangunan kurang

    lebih 45 m2. Di dalam rumah terdapat tiga kamar tidur, dapur dan kamar mandi.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    6/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 6

    Ventilasi rumah baik. Sumber air berasal dari air sumur. Sumber listrik berasal dari

    Perusahaan Listrik Negara (PLN). Fasilitas kesehatan yang ada di sekitar rumah

    pasien adalah puskesmas dengan jarak sekitar 20 kilometer.

    RINGKASAN PERAWATAN SEBELUM KASUS DITERIMA

    (Perawatan tanggal 22-23 April 2015)

    Pasien masuk perawatan di Unit Non-Infeksi (Rindu B4) RSUP H. Adam Malik Medan

    dengan diagnosis sementara: Gagal jantung (Ross III) ec acyanotic CHD + marasmus.

    Selama perawatan pasien mengalami sesak nafas dan kelelahan setelah dicoba

    menyusui secara langsung, muntah dijumpai bila diberikan susu lebih dari 20cc.

    Buang air kecil dan buang air besar normal.

    Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran kompos mentis, suhu berkisar

    36.7oC sampai 38oC, pasien terlihat dispnu, tanpa ada anemi, edema, sianosis dan

    ikterik. Pada saat masuk, berat badan pasien 2200 gram (-2

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    7/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 7

    perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm bawah arkus kosta kanan,

    permukaan rata, konsistensi kenyal dan limpa tidak teraba. Kelamin perempuan. Alat

    gerak teraba hangat, capillary refill timekurang dari 2 detik. Laju nadi 146 kali per

    menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume kesan cukup,

    tekanan darah 80/10 mmHg (normal: 91-104/54-68 mmHg),tidak dijumpai clubbing

    fingerdan sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis, dijumpai penonjolan

    tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.

    Pemeriksaan penunjang awal perawatan:

    Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium 22 April 2015

    Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan

    Hb(g/dL) 12.9 11.5-15.5Ht (vol%) 39.3 35-45Leukosit (/mm3) 10.520 5500-15500Trombosit (/mm3) 442.000 150 000450 000MCVMCHMCHCRDW

    LEDNeutrofilLimfositMonositEosinofilBasofilGula Darah Sewaktu (g/dL)SGOTSGPT

    101.833.432.815.1

    845.227.621.35.70.2

    49.102816

    93-11529-3528-34

    14.9-18.7

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    8/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 8

    Hasil pemeriksaan ekokardiografi tanggal 22 April 2015 (lampiran):

    Tampak ASD secundum kecil 2.5 mm, PDA kecil, L-R shunt 3 mm.

    Fungsi sistolik ventrikel kiri normal, tidak dijumpai efusi.

    Kesan: PDA kecil, ASD secundum.

    Pengobatan yang telah diberikan selama perawatan: tirah baring, dengan

    pemberian oksigen 1 liter per menit nasal kanul (jika perlu atau sesak memberat),

    koreksi hipoglikemia dengan IVFD dekstrose 10% 5 cc/kgbb = 11 cc (Pemeriksaan

    gula darah sewaktu setelah koreksi = 78 g/dL), furosemide 2 x 2 mg/oral, spironolakton

    2 x 3 mg/oral, diet yang diberikan susu formula 20 cc setiap 3 jam dengan

    pemantauan toleransi.

    Pemeriksaan fisik saat menerima kasus (Jumat, 24 April 2015)

    Keluhan subjektif: muntah masih dijumpai, frekuensi 2x/hari, sesak nafas masih

    dijumpai, BAK (+) normal, BAB (+) normal.

    Kesadaran: kompos mentis, masih dijumpai dispnu, tanpa ada anemi, sianosis,

    edema dan ikterik.

    Berat badan 2200 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm.

    Pemeriksaan fisik pada kepala, ubun-ubun besar terbuka rata. Pada mata pupil

    bulat isokor, diameter 2 mm, refleks cahaya normal. Tidak dijumpai edema

    palpebra superior ataupun pucat padakonjungtiva palpebra inferior. Telinga dalam

    batas normal, tampak pernafasan cuping hidung. Pemeriksaan leher dengan

    dijumpai cannon wave, namun tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening.

    Dada tampak simetris, sela iga terlihat jelas dan dijumpai retraksi epigastrial,

    suprasternal, interkostal. Laju denyut jantung 138 kali per menit (normal : 100

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    9/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 9

    sampai 180 kali per menit), teratur, terdengar bising jantung kontinu grade III/6

    dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, tidak dijumpai thrill. Laju

    pernafasan 60 kali per menit (30 sampai 60 kali per menit), teratur, suara nafas

    vesikuler. Perut teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3

    cm bawah arkus kosta kanan, permukaan rata, konsistensi kenyal dan limpa tidak

    teraba. Kelamin perempuan. Alat gerak teraba hangat, capillary refill timekurang

    dari 2 detik. Laju nadi 138 kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse,

    tekanan dan volume kesan cukup, tekanan darah 80/0 mmHg (normal 91-104 / 54-

    68 mmHg), tidak dijumpai clubbing finger dan sianosis ujung jari. Otot hipotrofi,

    lemak subkutan tipis, dijumpai penonjolan tulang vertebrae, scapula dan baggy

    pants.

    Diagnosa Banding

    1. Gagal jantung kelas III + PDA + ASD sekundum + GERD + marasmus

    2. Pneumonia +PDA + ASD sekundum + GERD + marasmus

    3. Bronkiolitis + PDA + ASD sekundum + GERD + marasmus

    Diagnosis Kerja

    Gagal jantung kelas III ec PDA + ASD sekundum + GERD + Marasmus.

    Tatalaksana

    Pengobatan yang telah diberikan selama perawatan : tirah baring, furosemide 2 x 2

    mg/oral, spironolakton 2 x 3 mg/oral, amoxicillin sirup 3 x 1,5 ml (37,5 mg), asam folat

    1 x 5 mg/oral (H1), vitamin A 1 x 50.000 IU, multivimitamin tanpa Fe (drop) 1 x 0,3 cc

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    10/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 10

    (selama fase stabilisasi dan transisi). Diet yang diberikan F75 sebanyak 30 cc +

    mineral mix 0,5cc setiap 3 jam dengan pemantauan toleransi.

    MASALAH DAN TATALAKSANA AWAL

    1. Gagal jantung kelas III

    a. Diagnostik: anamnesis, pemeriksaan fisis, foto thoraks, dan ekokardiografi

    b. Terapeutik:

    Istirahat total

    Furosemid 2 x 2 mg/oral

    Spironolakton 2 x 3 mg/oral

    Pemantauan keseimbangan cairan

    c. Edukasi :

    Penjelasan kepada orang tua mengenai penyakit, tatalaksana,

    komplikasi, kemungkinan perjalanan penyakit (prognosis), dan efek

    samping obat-obatan

    Memotivasi keluarga untuk memberikan dukungan selama proses

    pengobatan

    2. Kelainan struktural jantung duktus arteriosus paten (PDA) dan ASD

    a. Diagnostik: anamnesis, pemeriksaan fisik, rontgen thoraks, dan ekokardiografi

    b. Terapeutik: penutupan PDA

    c. Edukasi:

    Tatalaksana ASD tidak perlu tindakan penutupan segera seringkali

    dapat menutup spontan (70%) pada usia 23 tahun.

    Rencana penanganan penyakit dengan penutupan PDA bedah atau

    non bedah

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    11/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 11

    Kemungkinan komplikasi dan perjalanan penyakit pasca penutupan

    PDA

    Kepatuhan untuk pemantauan dan kontrol rutin pasca tindakan

    penutupan PDA

    3. Gastroesofageal reflux disease

    a. Pemasangan nasogastric tube

    b. Posisi kepala ditinggikan setelah minum susu

    c. Terapi medikamentosa bila masih dijumpai muntah

    d. Edukasi :

    Penjelasan kepada orang tua mengenai penyakit, tatalaksana,

    komplikasi, kemungkinan perjalanan penyakit (prognosis), dan efek

    samping obat-obatan.

    4. Malnutrisi berat

    a. Diagnostik: anamnesis, analisis diet yang diberikan, pemeriksaan fisis, dan

    antropometri

    b. Terapeutik:

    Diet yang diberikan F75 sebanyak 25 cc + mineral mix 0.5 cc setiap 3

    jam

    Vitamin A 200.000 IU per oral 1 kali pemberian (sudah diberikan)

    Asam folat 1 x 5 mg hari pertama (sudah diberikan), dilanjutkan 1x1 mg

    selama 14 hari

    Multivitamin tanpa zat besi 1 x cth 1 selama 2 minggu

    c. Edukasi:

    Status nutrisi anak dan penyebabnya serta perlu pemberian diet untuk

    menunjang perbaikan gizi

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    12/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 12

    Menjaga kehangatan tubuh anak dan pemberian makan sesuai jadwal

    Cara memberikan diet untuk menunjang perbaikan gizi

    Pemantauan berkala berat badan dan tinggi badan berkala serta

    mengamati akseptabilitas dan toleransi diet

    6. Imunisasi

    Pada pasien direncanakan pemberian imunisasi yaitu: Imunisasi hepatitis B

    7. Dukungan moril maupun materil sangat dibutuhkan kepada keluarga selama masa

    pengobatan

    Dukungan dan motivasi kepada keluarga tetap membawa anaknya ke RS untuk

    kontrol untuk mengetahui perkembangan penyakit penderita.

    Dukungan dari pemerintah, petugas kesehatan, dan masyarakat/ lingkungan

    sekitar.

    PEMANTAUAN LANJUTAN

    Sabtu, 25 April 2015

    S: Sesak nafas berkurang, masih dijumpai muntah bila volume susu yang

    diberikan 20 cc per kali beri, mencret tidak dijumpai, BAK (+), BAB (+) normal

    O: Pasien kompos mentis, suhu aksila: 37,4 oC. BB: 2,2 kg

    Kepala: rambut tipis, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar terbuka rata

    Mata: refleks cahaya dijumpai, pupil isokor diameter 3 mm, konjungtiva

    palpebra inferior pucat dan sklera ikterik tidak dijumpai

    Telinga: dalam batas normal

    Hidung: tidak dijumpai pernafasan cuping hidung

    Leher : cannon wave dijumpai

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    13/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 13

    Dada: bentuk simetris, sela iga terlihat jelas (mengambang), dijumpai retraksi

    epigastrial. Laju denyut jantung 136 kali per menit, teratur, terdengar bising

    jantung kontinu grade III/6 dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, thrill

    tidak dijumpai. Laju pernafasan 62 kali per menit, teratur, suara nafas vesikuler.

    Perut: teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm

    bawah arkus kosta kanan dan limpa tidak teraba.

    Alat gerak: teraba hangat, capillary refill timekurang dari 2 detik. Laju nadi 136

    kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume

    kesan cukup, tekanan darah 80/0 mmHg, tidak dijumpai clubbing finger dan

    sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis tanpa ada penonjolan

    tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.

    A : Gagal jantung kelas III ec PDA + ASD sekundum + GERD + Marasmus.

    P : - Tirah baring posisi semifowler

    - Furosemide 2 x 2 mg/oral

    - spironolakton 2 x 3 mg/oral

    - amoxicillin sirup 3 x 1,5 ml (37,5 mg)

    - asam folat 1 x 1 mg/oral (H2 sampai H14)

    - multivimitamin tanpa Fe (drop) 1 x 0,3 cc (sampai H14)

    - Diet yang diberikan F75 sebanyak 30 cc + mineral mix 0,5cc setiap 3 jam.

    - Balans cairan

    Minggu 26 April 2015

    S: Sesak nafas berkurang, muntah tidak dijumpai, mencret tidak dijumpai, BAK

    (+), BAB (+) normal

    O: Pasien kompos mentis, suhu aksila: 37,5o

    C. BB: 2,2 kg

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    14/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 14

    Kepala: rambut tipis, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar terbuka rata

    Mata: refleks cahaya dijumpai, pupil isokor diameter 3 mm, konjungtiva

    palpebra inferior pucat dan sklera ikterik tidak dijumpai

    Telinga: dalam batas normal

    Hidung: tidak dijumpai pernafasan cuping hidung

    Leher : cannon wave dijumpai

    Dada: bentuk simetris, sela iga terlihat jelas (mengambang), dijumpai retraksi

    epigastrial. Laju denyut jantung 138 kali per menit, teratur, terdengar bising

    jantung kontinu grade III/6 dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, thrill

    tidak dijumpai. Laju pernafasan 62 kali per menit, teratur, suara nafas vesikuler.

    Perut: teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm

    bawah arkus kosta kanan dan limpa tidak teraba.

    Alat gerak: teraba hangat, capillary refill timekurang dari 2 detik. Laju nadi 138

    kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume

    kesan cukup, tekanan darah 80/10 mmHg, tidak dijumpai clubbing fingerdan

    sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis tanpa ada penonjolan

    tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.

    A : Gagal jantung kelas III ec PDA + ASD sekundum + GERD + Marasmus.

    P : - Tirah baring posisi semifowler

    - Furosemide 2 x 2 mg/oral

    - spironolakton 2 x 3 mg/oral

    - amoxicillin sirup 3 x 1,5 ml (37,5 mg)

    - asam folat 1 x 1 mg/oral (H3)

    - multivimitamin tanpa Fe (drop) 1 x 0,3 cc

    - Diet yang diberikan F75 sebanyak 30 cc + mineral mix 0,5cc setiap 3 jam.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    15/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 15

    Senin, 27 April 2015

    S: Sesak nafas tidak dijumpai, muntah (+) 3x volume 5-10 cc, BAK (+), BAB (-)

    O: Pasien kompos mentis, suhu aksila: 38 oC. BB: 2,2 kg

    Kepala: rambut kecoklatan, tidak mudah dicabut, ubun-ubun terbuka rata

    Mata: refleks cahaya dijumpai, pupil isokor diameter 3 mm, konjungtiva

    palpebra inferior pucat dan sklera ikterik tidak dijumpai

    Telinga: dalam batas normal

    Hidung: tidak dijumpai pernafasan cuping hidung

    Leher : cannon wave dijumpai

    Dada: bentuk simetris, sela iga terlihat jelas (mengambang), dijumpai retraksi

    epigastrial. Laju denyut jantung 128 kali per menit, teratur, terdengar bising

    jantung kontinu grade III/6 dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, thrill

    tidak dijumpai. Laju pernafasan 28 kali per menit, teratur, suara nafas vesikuler.

    Perut: teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm

    bawah arkus kosta kanan dan limpa tidak teraba.

    Alat gerak: teraba hangat, capillary refill timekurang dari 2 detik. Laju nadi 138

    kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume

    kesan cukup, tekanan darah 80/10 mmHg, tidak dijumpai clubbing fingerdan

    sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis tanpa ada penonjolan

    tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.

    A : Gagal jantung kelas III ec PDA + ASD sekundum + GERD + Marasmus.

    P : - Tirah baring posisi semifowler

    - Furosemide 2 x 2 mg/oral

    - spironolakton 2 x 3 mg/oral

    - Amoxicillin sirup 3 x 1,5 ml (37,5 mg)

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    16/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 16

    - asam folat 1 x 1 mg/oral (H4)

    - multivimitamin tanpa Fe (drop) 1 x 0,3 cc

    - Diet yang diberikan F75 sebanyak 15 cc + mineral mix 0,25 cc setiap 1,5 jam.

    - Balans cairan, pemantauan tanda-tanda dehidrasi

    Tabel 2. Hasil laboratorium RSHAM tgl 27 April 2015

    Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

    AGDA

    pH

    pCO2pO2

    HCO3

    TCO2

    BE

    Saturasi O2

    Elektrolit

    CRP

    7.572

    15.9176.6

    14.4

    14.8

    -4,3

    99,7

    Sampel lisis

    Negatif

    7,35-7,45

    38-4285-100

    22-26

    19-25

    (-2)-(+2)

    95-100

    Orang tua tidak bersedia diambil sampling ulang untuk pemantauan elektrolit

    Hasil kultur darah tanggal 22 April 2015 :

    Tidak dijumpai pertumbuhan bakteri dan jamur

    Konsul divisi gastroenterohepatologi, anjuran :

    - observasi muntah

    - observasi tanda-tanda dehidrasi

    Selasa 28 April 2015

    S: Sesak nafas berkurang, toleransi diet baik dengan diet 15 cc/1,5 jam, mencret

    tidak dijumpai, BAK (+), BAB (-)

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    17/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 17

    O: Pasien kompos mentis, suhu aksila: 37,6 oC. BB: 2,2 kg

    Kepala: rambut kecoklatan, tidak mudah dicabut

    Mata: refleks cahaya dijumpai, pupil isokor diameter 3 mm, konjungtiva

    palpebra inferior pucat dan sklera ikterik tidak dijumpai

    Telinga: dalam batas normal

    Hidung: tidak dijumpai pernafasan cuping hidung

    Leher : cannon wave dijumpai

    Dada: bentuk simetris, sela iga terlihat jelas (mengambang), dijumpai retraksi

    epigastrial. Laju denyut jantung 140 kali per menit, teratur, terdengar bising

    jantung kontinu grade III/6 dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, thrill

    tidak dijumpai. Laju pernafasan 62 kali per menit, teratur, suara nafas vesikuler.

    Perut: teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm

    bawah arkus kosta kanan dan limpa tidak teraba.

    Alat gerak: teraba hangat, capillary refill timekurang dari 2 detik. Laju nadi 140

    kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume

    kesan cukup, tekanan darah 80/10 mmHg, tidak dijumpai clubbing fingerdan

    sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis tanpa ada penonjolan

    tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.

    A : Gagal jantung kelas III ec PDA + ASD sekundum + GERD + Marasmus.

    P : - Tirah baring posisi semifowler

    - Furosemide 2 x 2 mg/oral

    - spironolakton 2 x 3 mg/oral

    - amoxicillin sirup 3 x 1,5 ml (37,5 mg)

    - asam folat 1 x 1 mg/oral

    - multivitamin tanpa Fe (drop) 1 x 0,3 cc

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    18/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 18

    - Diet yang diberikan F75 sebanyak 15 cc + mineral mix 0,25 cc setiap 3 jam.

    - Balans cairan

    ANALISIS KASUS

    Seorang anak perempuan berusia 35 hari datang dengan keluhan utama sesak nafas.

    Penderita menunjukkan gejala jantung berupa sesak nafas yang semakin memberat

    dengan aktivitas yaitu menyusui, riwayat menyusui terputus-putus, berkeringat di dahi

    saat menyusui, serta dijumpai berat badan yang sulit naik. Pemeriksaan fisik dijumpai

    tanda gagal jantung berupa sesak nafas setelah menyusui, bising jantung kontinu

    sesuai PDA, kardiomegali dan hepatomegali. Pada foto dada didapatkan jantung

    membesar dengan CTR 68%. Pemeriksaan ekokardiografi didapati PDA dan ASD

    sekundum.

    Gagal jantung kongestif adalah suatu sindroma klinis di mana jantung tidak

    mampu memompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme

    tubuh atau ketidakmampuan untuk mengatur aliran darah balik vena atau kombinasi

    keduanya.1,2 Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer pada otot

    jantung, beban jantung yang berlebihan atau kombinasi keduanya.3

    Insidensi gagal jantung pada kelainan jantung kongenital yang pernah

    dilaporkan berkisar antara 10% hingga 20%.4,5Sebagian besar gagal jantung akibat

    kelainan jantung kongenital (70%) terjadi pada awal kehidupan.4

    Sindroma klinis gagal jantung merupakan hasil akhir dari mekanisme kompleks

    yang melibatkan tidak hanya jantung, tetapi juga sistem organ lain melalui aktivasi

    system syaraf simpatis.2 Meskipun edema perifer tidak terjadi pada anak dengan

    gagal jantung, kondisi retensi air dan garam tetap terjadi dengan manifestasi utama

    yang didapat adalah takipnu dan dispnu.6Ada dua mekanisme dasar yang terlibat

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    19/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 19

    dalam kondisi gagal jantung, yaitu bertambahnya beban kerja jantung dan

    berkurangnya kontraksi miokardium (misalnya pada kardiomiopati dilatasi) dan kedua

    mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan. Beban jantung yang bertambah dapat

    terjadi pada fase preload (beban volume pada defek dengan pirau kiri ke kanan,

    regurgitasi katup, fistula atriovena) atau afteroad(obstruksi jalan keluar misalnya pada

    stenosis aorta dan pulmonal atau koartasio aorta).3

    Manifestasi klinis gagal jantung pada anak bervariasi, tergantung dari usia,

    etiologi, bagian jantung yang terlibat serta derajat kelainan yang terjadi.3Terdapat

    setidaknya empat tanda untuk menegakkan gagal jantung kongestif pada anak, yaitu

    takikardi, takipnu, kardiomegali dan hepatomegali.6Derajat keparahan gagal jantung

    yang terjadi menurut klasifikasi New York Heart Association (NYHA) tidak dapat

    diterapkan pada semua populasi anak, sehingga dikembangkan klasifikasi gagal

    jantung menurut Ross untuk menilai gagal jantung pada bayi, yang selanjutnya

    dimodifikasi untuk dapat diterapkan pada semua kelompok usia anak (lihat Tabel 4).6,7

    Tabel 4. Klasifikasi klinis gagal jantung6

    NYHA Ross

    Kelas Dewasa dan anak besar Bayi dan anak-anak

    I Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik;tanpa gejala pada aktivitas fisik biasa

    Tanpa keterbatasan atau gejala

    II Sedikit keterbatasan aktivitas fisik;

    nyaman saat istirahat; Bergejala denganaktivitas biasa

    Takipnea ringan dan/atau berkeringat

    saat makan, dispnea saat aktivitaspada anak yang lebih tua; tidak adagagal tumbuh

    III Keterbatasan nyata aktivitas fisik;Nyaman saat istirahat; Bergejala padaaktivitas biasa yang lebih ringan

    Takipnea nyata dan/atau diaphoresis

    IV Tidak mampu melakukan aktivitas fisikapapun dengan nyaman, simptom bisamuncul saat istirahat dan meningkatdengan aktivitas

    Bergejala saat istirahat; takipnea,retraksi, merintih, atau berkeringat

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    20/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 20

    Kasus merupakan pasien gagal jantung akibat kelainan kongenital jantung,

    yaitu PDA dan ASD secundum. Berdasarkan klasifikasi derajat gagal jantung menurut

    Ross, saat diterima pasien termasuk dalam gagal jantung kelas III.

    Anamnesis dan kondisi klinis merupakan modalitas utama dalam penegakan

    diagnosis gagal jantung yang kemudian didukung oleh berbagai pemeriksaan

    penunjang.3Pada bayi, gejala gagal jantung adalah bayi yang tidak kuat menyusu,

    mudah lelah, bernafas cepat, berkeringat banyak, berat badan sulit naik serta infeksi

    berulang pada saluran nafas. Anak yang lebih besar menunjukkan gejala mudah lelah,

    kurang aktif dan kurang toleran terhadap aktivitas, batuk dan mengi, sesak nafas

    (terutama bila beraktivitas fisik). Pada pemeriksaan antropometri biasanya terjadi

    gangguan pertumbuhan. Tanda yang penting pada pemeriksaan fisik adalah dijumpai

    takikardi, takipnu, bising jantung yang terkait kelainan struktural, irama derap, ronki

    pada paru, hepatomegali, edema dan ujung-ujung ekstremitas yang teraba dingin.

    Bendungan vena sistemik ditandai dengan peninggian tekanan vena jugular serta

    refluks hepatojugular.3,8

    Berbagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu

    penegakan diagnosa. Pemeriksaan foto dada biasanya disertai kardiomegali nyata

    (cardiothoracic ratio / CTR lebih dari 60% pada neonatus dan lebih dari 55% anak).3

    Tidak adanya kardiomegali pada pemeriksaan foto dada hampir menyingkirkan

    diagnosis gagal jantung, kecuali pada kasus dengan obstruksi pembuluh darah balik

    pulmonal, didapati tanda pembendungan vena dan edema paru.1 Pemeriksaan

    elektrokardiogram (EKG) tidak dapat menggambarkan kondisi gagal jantung, namun

    dapat menentukan jenis kelainan jantung yang mendasari kondisi gagal jantung

    seperti ditemukan takikardi atau disritmia, pembesaran ruang jantung, serta penyakit

    miokardium atau perikardium.1,3

    Pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat kelainan

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    21/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 21

    struktural jantung dengan melihat dimensi ruang jantung, ketebalan dinding, septum,

    pembuluh darah besar dan kontraktilias jantung. Pemeriksaan penunjang lain, seperti

    kadar hemoglobin, dapat memberikan nilai tambah dalam penatalaksanaan gagal

    jantung selanjutnya.3

    Aspek penting dalam tatalaksana gagal jantung adalah pengobatan terhadap

    kondisi gagal jantung yang terjadi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan

    pengobatan faktor yang memperberat atau mempengaruhi, seperti anemia, infeksi

    atau aritmia.1Strategi pada tatalaksana pengobatan gagal jantung kongestif pada

    anak ditujukan untuk membuat pompa jantung bekerja lebih baik. Tatalaksana umum

    meliputi pembatasan aktivitas pada gagal jantung akut (tirah baring dengan posisi

    setengah duduk), menjaga oksigenasi, pengaturan cairan dan diet, termasuk

    pemberian ventilasi mekanik jika terjadi gagal jantung berat disertai gagal nafas.3,6

    Terapi medikamentosa untuk gagal jantung pada anak secara umum dibagi menjadi

    empat golongan, yaitu diuretik, inotropik, agen afterload reducing, serta penghambat

    reseptor ( -blocker).1

    Pemilihan obat gagal jantung perlu disesuaikan dengan mekanisme yang

    mendasari terjadinya gagal jantung. Loop diuretik(furosemide) mengurangi preload

    dengan menurunkan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal, sehingga

    mengurangi tekanan pengisian ventrikel dan bendungan akibat beban volume yang

    besar.4,9 Namun demikian, penggunaan furosemide berpotensi menimbulkan

    gangguan elektrolit (natrium, kalium, klorida) dan keseimbangan asam basa (alkalosis

    hiperkloremik).1

    Pada kasus, penderita mendapat tatalaksana gagal jantung dengan tirah

    baring, pengaturan cairan dan diet, serta pemberian obat medikamentosa. Dalam hal

    ini, pasien dengan kelainan pirau kiri ke kanan dengan status volume overload

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    22/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 22

    mendapatkan terapi obat gagal jantung berupa furosemide (loop diuretic) yang

    dikombinasikan dengan spironolakton. Pasien menunjukkan respon yang baik dengan

    tatalaksana yang diberikan. Diperlukan pemantauan terhadap efek samping terapi

    yang diberikan.

    Prognosis pasien dengan gagal jantung kongestif tergantung pada etiologi

    yang mendasarinya.9Sebuah penelitian prospektif pada anak dengan gagal jantung

    di Nigeria melaporkan laju mortalitas sebesar 24% dengan pronosis yang lebih buruk

    pada anak usia di bawah satu tahun atau di atas lima tahun, disertai dengan infeksi

    saluran pernafasan akut, penyakit jantung rematik dan gangguan ginjal.10

    Duktus arteriosus paten (patent ductus arteriosus/PDA) merupakan salah satu

    jenis penyakit jantung bawaan asianotik yang ditandai dengan tetap terbukanya

    duktus arteriosus yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri dengan aorta setelah

    lahir.11Insidensi PDA sekitar 5 % sampai 10% dari semua penyakit jantung kongenital,

    berkisar 1 setiap 2000 kelahiran hidup.12 Kejadian PDA lebih banyak terjadi pada

    perempuan dengan rasio 2 : 1.13Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian

    PDA adalah infeksi saat awal kehamilan (misalnya rubella) dan prematuritas.11,13

    Pada sirkulasi janin, duktus arteriosus penting untuk menghubungkan arteri

    pulmonal dengan aorta. Penutupan fungsional akan terjadi dalam 48 jam setelah lahir,

    seiring dengan terjadinya penurunan resistensi vaskular paru.12,13 Apabila duktus

    arteriosus tetap terbuka maka darah dari aorta akan masuk ke arteri pulmonal dan

    menyebabkan kondisi patologis.12

    Pada bayi cukup bulan dengan PDA, terjadi defisiensi struktur lapisan endotel

    dan muscular pada duktus, sedangkan PDA pada bayi prematur biasanya memiliki

    struktur dinding duktus yang normal, dengan patensi duktus yang terjadi adalah akibat

    proses hipoksia dan imaturias.13

    Hal ini menyebabkan duktus arteriosus yang

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    23/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 23

    menetap setelah satu minggu kelahiran bayi cukup bulan jarang mengalami

    penutupan spontan atau dengan intervensi farmakologis dibandingkan dengan bayi

    prematur dan dianggap patologis.11,12Pada 10% dari pasien dengan kelainan jantung

    lainnya terkadang disertai dengan PDA untuk mempertahankan aliran darah pulmonal

    ketika terjadi hambatan pengeluaran aliran darah dari ventrikel kanan atau

    memberikan jalur bagi aliran darah sistemik pada kelainan dengan koartasio aorta.13

    Sebagai akibat dari tekanan aorta yang lebih tinggi, akan terjadi pirau dari kiri

    ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonal) melalui duktus.13 Besarnya pirau yang terjadi

    dari kiri ke kanan pada pasien dengan PDA ditentukan oleh resistensi duktus (yang

    dipengaruhi oleh diameter, panjang dan kelengkungan pembuluh darah) dan tahanan

    vaskular paru.1,13 Perbedaan tekanan antara aorta dan arteri pulmonal terjadi pada

    setiap fase sistolik dan diastolik, sehingga menyebabkan desah kontinu.1Pada PDA

    kecil, tekanan arteri pulmonal dan jantung kanan masih berada dalam batas normal,

    sedangkan pada PDA besar, tekanan arteri pulmonal akan meningkat dan berisiko

    mengalami hipertensi pulmonal. Tekanan nadi akan melebar sebagai akibat

    mengalirnya darah ke arteri pulmonal saat fase diastolik.13

    Gejala klinis biasanya tidak terjadi pada penderita PDA kecil.13 Pada PDA

    sedang, penderita biasanya mengeluhkan kesulitan makan, infeksi saluran nafas

    berulang, namun berat badan masih dalam batas normal.11Penderita dengan PDA

    besar akan mengalami gagal jantung, dengan manifestasi gangguan pertumbuhan

    fisik yang nyata sejak minggu pertama kehidupan.11,13 Apabila PDA besar tidak

    ditangani akan menyebabkan terjadinya penyakit vaskular paru obstruktif, sehingga

    aliran pirau yang terjadi dua arah (kanan-ke-kiri dan kiri-ke-kanan) dan terjadi sianosis

    tubuh bagian bawah (differential cyanosis).1

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    24/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 24

    Dari pemeriksaan fisik, frekuensi nafas penderita lebih cepat dari anak normal.

    Pada perabaan nadi perifer akan didapati tekanan nadi yang lebar (lebih dari 40

    mmHg) dengan perabaan arteri perifer yang terasa menghentak (pulsus seler,

    bounding pulse).11,13Pada pemeriksaan auskultasi, bising jantung yang terjadi adalah

    bising kontinu (continuous atau machinery murmur) yang terdengar di interkostal 2

    kiri, yang dapat menyebar ke sternal border kiri atau klavikula kiri, dengan atau tanpa

    getaran (thrill).13 Bising mid-diastolik di apeks sering dapat didengar akibat

    bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya stenosis

    mitral relatif.11Apabila terjadi hipertensi pulmonal berat, maka aliran datah ke paru

    akan menurun, desah kontinu akan menghilang dan suara jantung kedua akan

    terdengar keras.1

    Pada pemeriksaan radiologis, ukuran jantung bervariasi dari normal hingga

    membesar, tergantung dari besarnya pirau yang terjadi.13 Pada PDA kecil,

    pembesaran ventrikel yang terjadi minimal, sehingga gambaran foto thoraks tampak

    normal. Pada PDA besar akan tampak gambaran pembesaran atrium, ventrikel kiri

    dengan gambaran corakan vaskular paru yang meningkat. Peningkatan tekanan di

    arteri pulmonal selanjutnya akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan

    ventrikel kanan, sehingga akan berlanjut menjadi pembesaran ventrikel kanan.

    Selanjutnya akan terjadi hipertensi pulmonal berat, dengan gambaran pelebaran hilus

    dan segmen arteri pulmonal, penurunan aliran darah ke paru.1

    Pemeriksaan ekokardiografi tampak visualisasi duktus arteriosus yang

    menunjukkan hubungan aorta dan arteri pulmonal disertai aliran turbulen retrograde

    di arteri pulmonal. Gambaran ukuran ruang jantung tampak normal pada PDA kecil,

    hingga pembesaran jantung kiri yang nyata pada PDA besar.13 Pelebaran ruang

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    25/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 25

    jantung tampak pada atrium kiri dengan atau tanpa pelebaran ventrikel kiri dan

    ventrikel kanan, serta arteri pulmonalis yang melebar.11

    Tatalaksana PDA meliputi terapi medikamentosa dan penutupan PDA. Pada

    bayi prematur dengan usia kurang dari 1 minggu, dapat diupayakan terapi

    farmakologis dengan pemberian indometasin intravena atau per oral dengan dosis 0.2

    mg/kg selang 12 jam, diberikan 3 kali, dengan harapan duktus akan menutup pada

    70% kasus.11Pada penderita dengan riwayat kelahiran cukup bulan dan PDA masih

    menetap saat bayi memerlukan tindakan penutupan PDA, baik melalui pembedahan

    ataupun transkateter karena penutupan spontan PDA pasca usia bayi sangat jarang

    terjadi.11,13Kepentingan penutupan PDA kecil adalah untuk mencegah kemungkinan

    infeksi endarteritis, sedangkan pada PDA sedang dan besar penutupan duktus

    dilakukan untuk menangani kondisi gagal jantung pasca pengobatan farmakologis

    yang adekuat dan mencegah terjadinya sindrom Eisenmenger.13

    Pada dasarnya PDA yang menyebabkan pirau kiri ke kanan harus segera

    ditutup untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan PDA kecil dapat

    hidup normal tanpa atau hanya dengan sedikit gejala.13 Penutupan duktus

    diindikasikan pada penderita yang menunjukkan gejala pirau kiri ke kanan yang jelas

    atau pada asimptomatik untuk meminimalisasi komplikasi di masa yang akan

    datang.17Penutupan PDA dapat berupa ligasi (pemotongan PDA) atau penutupan

    dengan pemasangan alat.11

    Penutupan PDA dengan tindakan ligasi dan pemutusan duktus melalui

    pembedahan dapat dilakukan melalui teknik thoracoscopicatau thoracostomy dengan

    case fatality ratepasca pembedahan kurang dari 1%. Pada pasien tanpa gangguan

    klinis dianjurkan tindakan penutupan sebelum usia 1 tahun. Penutupan PDA dapat

    dilakukan melalui kateterisasi dengan pemasangan coil intravaskular atau dengan

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    26/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 26

    duct occluder.13Metode ini aman cukup aman dan efektif dengan tanpa pirau residual

    dalam 24 jam pasca penutupan.14,15 Studi di Taiwan pada pasien dengan PDA

    sedang-besar melaporkan pemasangan duct occluder lebih aman dan efektif

    dibandingkan pemasangan coil intravaskular dengan komplikasi gagal pemasangan

    yang lebih sedikit, kejadian embolisasi yang lebih jarang, dan hilangnya pirau dalam

    24 jam yang lebih cepat.16Komplikasi pasca penutupan transkateter adalah terjadinya

    emboli, infark miokardial dan dislokasi alat yang dipasang sehingga mengharuskan

    tindakan pembedahan segera.14,17

    Perbandingan antara penutupan PDA dengan tindakan bedah dan non bedah

    telah banyak diteliti. Penutupan transkateter dilaporkan lebih menguntungkan karena

    kurang invasif dan memberikan komplikasi yang lebih sedikit, namun memiliki

    efektivitas yang sama dengan pembedahan.18 Studi prospektif di China yang

    mengamati pasien pasca penutupan PDA melalui transkateter dibandingkan dengan

    pembedahan melaporkan kejadian komplikasi akut pasca prosedur yang lebih rendah

    dan waktu pemulihan yang lebih cepat, namun tidak didapati perbedaan bermakna

    antara perbaikan hipertensi pulmonal dan dilatasi ventrikel yang terjadi.19

    Pada kasus direncanakan penutupan duktus arteriosus segera, namun hingga

    saat ini masih diupayakan perbaikan kondisi klinis gagal jantung dan dukungan nutrisi

    adekuat. Pilihan teknik penutupan akan dievaluasi kembali.

    Dengan tatalaksana adekuat, termasuk terapi medis dan tindakan penutupan

    PDA, pasien memiliki prognosis yang baik.11Pasca penutupan PDA, gejala gagal

    jantung akan berkurang dan menghilang perlahan. Pada penderita yang telah

    mengalami gagal tumbuh biasanya akan mengalami perbaikan pertumbuhan fisik

    segera. Tekanan darah dan nadi akan kembali ke normal dan bising kontinu akan

    menghilang, namun pada keadaan telah terjadinya dilatasi arteri pulmonal, desah

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    27/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 27

    sistolik pada pulmonal masih mungkin terjadi akibat aliran turbulen pada daerah

    tersebut.13 Gambaran radiologis dan EKG pembesaran jantung akan berkurang

    hingga beberapa bulan pasca tindakan.13

    Defek septum atrium (Atrial Septal Defect= ASD) dapat terjadi pada setiap

    bagian dari septum atrium (primum, sekundum, dan sinus venosus) tergantung pada

    struktur septum embrio mana yang gagal berkembang secara normal. Tipe yang

    paling sering ditemukan adalah ASD sekundum, defek ini mucul di lokasi fossa ovalis,

    dengan pirau dari kiri ke kanan. Peningkatan aliran darah ke atrium kanan dan

    ventrikel kanan melalui pirau menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan,

    serta dilatasi arteri pulmonal. Atrium kiri mungkin bisa membesar, namun ventrikel kiri

    ukurannya normal.20

    Anak yang menderita ASD biasanya asimtomatik. Keluhan akan timbul jika

    terjadi gagal jantung kiri dan kanan serta gangguan perfusi jaringan pada kasus yang

    berat, yaitu bila dijumpai pirau kiri ke kanan yang besar atau adanya obstruksi sistemik

    yang berat. Pada neonatus, keluhan berupa kesulitan minum (feeding difficulties),

    tidak dapat minum banyak atau menyusui terputus-putus, dan sesak nafas setelah

    menyusui. Pada anak yang lebih besar, infeksi saluran nafas yang hilang timbul, anak

    sering menderita demam, batuk, dan pilek. Jika sudah terjadi gagal jantung, akan

    timbul sesak nafas setelah olahraga, dispnea paroksismal nokturnal.20

    Karena tidak bergejala, ASD biasanya terdiagnosis secara insidental, melalui

    skrining pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan fisik ditemukannya desah midsitolik

    atau ejection systolic, suara jantung dua yang terpisah (widely split) pada batas

    jantung atas kiri. Pemeriksaan foto toraks pada DSA tidak begitu khas, dapat dijumpai

    pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dilatasi arteri paru dan peningkatan corakan

    vaskuler paru.21

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    28/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 28

    Penatalaksanaan ASD adalah dengan penutupan defek baik melalui

    pembedahan ataupun transkateter. Defek septum atrium seringkali dapat menutup

    spontan (70%) pada usia 23 tahun, oleh karena itu pada anak penderita ASD yang

    asimtomatik dapat ditunda hingga usia tiga tahun. Penutupan defek secara

    transkateter juga sudah bisa dilakukan pada umur tersebut.22 Dibandingkan

    pembedahan, penutupan melalui transkateter menggunakan alat Amplatzerseptal

    occluder (ASO) mempunyai lebih banyak keuntungan antara lain komplikasi lebih

    minimal, lama rawatan lebih singkat, nyaman bagi pasien, mengurangi kebutuhan

    transfusi darah, dan tidak menimbulkan jaringan parut bekas insisi.23 Tingkat

    keberhasilan penutupan tidak berbeda bermakna antara pembedahan dengan

    transkateter, oleh sebab itu pemasangan ASO menjadi metode alternatif pilihan saat

    ini.24

    Pada kasus ini dijumpai ASD sekundum 2 mm, tindakan penutupan defek tidak

    dilakukan segera karena diharapkan defek dapat menutup spontan dengan

    bertambahnya usia.

    Malnutrisi sering dijumpai pada anak dengan kelainan jantung bawaan dan

    mempengaruhi keluaran pasca tindakan pembedahan jantung. Malnutrisi dilaporkan

    terjadi pada 90.4% pasien dengan kelainan jantung kongenital, dengan 61% di

    antaranya berada pada status gizi buruk, 41.1% dengan gagal tumbuh dan 28.8%

    dengan perawakan pendek.25

    Mekanisme yang mendasari adalah ketidakseimbangan antara asupan dan

    kebutuhan metabolisme yang tinggi pada pasien dengan kelainan jantung bawaan.

    Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi dan gagal tumbuh pada pasien

    dengan kelainan jantung bawaan antara lain tipe / jenis kelainan jantung bawaan

    (sianotik atau asianotik, gagal jantung, status operatif), peningkatan kebutuhan

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    29/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 29

    metabolisme, penurunan asupan, gangguan fungsi pencernaan, serta faktor prenatal

    (seperti gangguan kromosom, berat badan lahir, faktor intrauterin).26

    Keadaan hipoksia dan kesulitan bernapas menyebabkan persoalan makan

    pada anak dengan PJB. Anoksia dan kongesti vena pada saluran cerna dapat

    menyebabkan malabsorpsi makanan, anoksia perifer dan asidosis menyebabkan

    ketidakcukupan nutris serta peningkatan laju metabolik menunjukkan ketidak cukupan

    masukan makanan untuk pertumbuhan. Anak dengan penyakit jantung bawaan

    memerlukan pemantauan pertumbuhan untuk mempertahankan pertumbuhan linier

    dan peningkatan berat badan agar berhasil dengan optimal.27

    Pada kasus, pasien dengan kondisi status gagal tumbuh disertai gizi buruk

    dengan perawakan pendek dari hasil antropometri. Asupan nutrisi yang kurang dan

    kelainan jantung PDA besar merupakan faktor risiko terjadinya malnutrisi.

    Tata laksana gizi buruk meliputi 10 langkah tata laksana menurut WHO dan

    Departemen Kesehatan RI.28Fase stabilitasi diberikan kalori 80 -100 kkal/kg/hari, fase

    transisi 100 150 kkal/kg/hari dan fase rehabilitasi 150 220 kkal/kg/hari.

    Suplementasi mikronutrien, yaitu vitamin A, zink dan asam folat, perlu diberikan.

    Preparat besi pada gizi buruk tidak diberikan pada fase stabilisasi atau transisi karena

    dapat menyebabkan stres oksidatif dan memacu pertumbuhan bakteri.29,30

    Pada pasien, telah diberikan penanganan awal, pemberian diet dan

    tatalaksana gizi buruk dan menunjukkan toleransi yang baik, yaitu diet habis

    dikonsumsi, tidak ada muntah atau diare serta adanya perbaikan klinis dan

    antropometri. Pasien juga mendapat suplementasi mikronutrien. Saat ini pasien masih

    berada pada fase stabilisasi.

    Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu

    keadaan kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    30/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 30

    muntah. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung menyebabkan gangguan atau

    komplikasi, inilah yang di sebut dengan GERD.31

    Pada bayi usia 3-4 bulan, dijumpai 70 % gejala berupa muntah yang berlebih

    yang terjadi 1-4 kali setiap harinya, 5%-12% bayi berumur 9-12bulan, dan 0-3% anak

    berumur 2 tahun. Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60% pasien

    sebelum umur 2 tahun pada posisi anak sudah lebih tegak dan makan makanan

    padat.32

    Gastroesofageal refluks ini bisa murni akibat gangguan secara fungsional

    tanpa adanya kelainan lain. Bisa juga akibat adanya gangguan struktural yang

    terdapat pada esofagus maupun gaster yang mempengaruhi penutupan sfingter

    esofagus bawah, seperti kelainan anatomi kongenital, tumor, komplikasi operasi,

    tertelan zat korosif dan lain-lain.Refluks gastroesofagus yang berlangsung lama atau

    terlalu sering berulang dapat menyebabkan kerusakan mukosa esofagus

    (esofagitis).32

    Dari beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk

    mendiagnosis GER yaitu barium meal, ultrasonografi, skintigrafi, endoskopi dan

    pemantauan pH esophagus. Tatalaksana dapat diawali denganparental reassurance,

    thickening formula dan positioning. Bila tidak ada perbaikan dapat diberikan terapi

    farmakologis yaitu diantaranya dapat diberikan prokinetik, antagonis reseptor H2 atau

    inhibitor pompa proton.32Direkomendasikan pemberian diet volume lebih kecil dengan

    pemberian lebih sering. Pada neonatus tidak formula thickening formula, hal ini

    berhubungan dengan peningkatan osmolaritas susu, sehingga dapat memperparah

    GER.33 Dari suatu studi, penyebab GER tidak diketahui secara pasti, tatalaksana

    farmakologis tidak banyak memberikan manfaat untuk mengurangi gangguan saluran

    nafas yang berhubungan dengan GER pada bayi dengan PJB.34

    Studi lain

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    31/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 31

    merekomendasikan penggunakan duodenal tube feeding dapat menaikkan berat

    badan bayi PJB yang mengalami GER.35

    Pada kasus, diberikan tatalaksana diet melalui nasogastric tube serta

    pemberian diet volume kecil frekuensi lebih sering untuk mengurangi frekuensi GER.

    Masih diperlukan penjajakan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti GER pada

    pasien ini.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    32/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 32

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Park MK. Congestive heart failure. Dalam: Pediatric cardiology for practitioner.

    Edisi ke-5. Phliadelphia: Mosby Inc; 2008.h.558-74.

    2. Madriago E, Silberbach M. Heart failure in infants and children. Pediatrics in

    Review. 2010;31:4-11.

    3. Oesman IN. Gagal jantung. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting.

    Buku ajar kardiologi anak. Edisi kesatu.Jakarta: Binarupa Aksara;1994.h.425-42.

    4. Kantor PF, Mertens LL. Heart failure in children. Part I: clinical evaluation,

    diagnostic testing and initial medical management. Eur J Pediatr. 2010;169:269-

    79.

    5. Robinson SJ. Congestive heart failure in infants and children. California Med.

    1958;88:198-201.

    6. Johnson WH, Moller JH. Congestive heart failure. Dalam: Pediatric cardiology

    essential pocket guide. West Sussex: Willey-Blackwell; 2008.h.286-95.

    7. Ross RD. The Ross classification for heart failure in children after 25 years: A

    review and an age-stratified revision. Pediatr Cardiol. 2012;33:1295-300.

    8. Report of the American College of Cardiology / American Heart Association Task

    Force on Practice Guidelines (Committe on Evaluation and Management of Heart

    Failure). Guidelines for the evaluation and management of heart failure.

    Circulation. 1995;92:2764-84.

    9. Hsu DT, Pearson GD. Heart failure in children part II: Diagnosis, treatment and

    future directions. Circ Heart Fail. 2009;2:490-8.

    10. Omokhodion SI, Lagunju IA. Prognostic indices in childhood heart failure. West Afr

    J Med. 2005;24:325-8.

    11. Soeroso S, Sastrosubroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam:Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Edisi kesatu.

    Jakarta: Binarupa Aksara;1994.h.214-21.

    12. Schneider DJ, Moore JW. Patent ductus arteriosus.Circulation. 2006;114:1873-82.

    13. Bernstein D. Patent ductus arteriosus. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,

    St.Geme J, Schor N, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi

    ke-19. Philadelphia: Saunders, 2007.h.1510-2.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    33/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 33

    14. Behjati-Ardakani M, Behjati-Ardakani MA, Abdollahi MH. Long-term follow-up of

    patent ductus arteriosus closure with the Ampletzer duct occluder in children. J Teh

    Univ Heart Ctr. 2013;8:192-6.

    15. Masura J, Tittel P, Gavora P, Podnar T. Long-term outcome of transcatheter patent

    ductus arteriosus closure using Ampletzer duct occluders. Am heart J.

    2006;151:755.e7-10.

    16. Huang TC, Chien KJ, Hsieh KS, Lin CC, Lee CL. Comparison of 0.052-inch coils

    vs Ampletzer duct occluder for transcatheter closure of moderate to large patent

    ductus arteriosus. Circ J. 2009;73:356-60.

    17. Hijazi ZM, Awad SM. Pediatric cardiac intervensions. J Am Coll Cardiol Intv.

    2008;1:603-11.

    18. Ahmadi A, Sabri M, Bigdelian H, Dehghan B, Gharipour M. Comparison of cost-

    effectiveness and postoperative outcome of device closure and open surgery

    closure techniques of patent ductus arteriosus. ARYA Atheroscler. 2014;10:37-40.

    19. Chen ZY, Wu LM, Luo YK, Lin CG, Peng YF, Zhen XC, dkk. Comparison of long-

    term clinical outcome between transcatheter Ampletzer occlusion and surgical

    closure of isolated patent ductus arteriosus. Chin Med J. 2009;122:1123-7.

    20. Bernstein D. Acyanotic congenital heart disease: the left-to-right shunt lesions.

    Dalam: Kliegman MR, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson

    textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelpia: Saunders elsevier; 2011.h.1551-3.

    21. Muta H, Akagi T, Egami K, Furui J, Suguhara Y, Ishii M, dkk. Incidence and clinical

    features of asymptomatic atrial septal defect in school children diagnosed by heart

    disease screening. Circ J. 2003; 67:112-5

    22. Garne E. Atrial and ventricular septal defects: epidemiology and spontaneous

    closure. J Matern Fetal Neonatal Med. 2006; 19(5):271-6

    23. Bialkowski J, Karwot B, Szkutnik M, Banaszak P, Kusa J, Skalski J. Closure of

    atrial septal defect in children: surgery versus Amplatzer device implantation. Tex

    Heart Inst J. 2004; 31:220-3

    24. Du ZD, Hijazi JM, Kleinman CS, Silverman NH, Larntz K. Comparison between

    transcatheter and surgical closure of secundum atrial septal defect in children and

    adults: results of a multicenter nonrandomized trial. JACC. 2002; 39(11):1836-44

    25. Okoromah CAN, Ekure EN, Lesi FEA, Okunowo WO, Tijani BO, Okeiyi JC.

    Prevalanve, profile and predictors of malnutrition in children with congenital heartdefects: A case-control observational study. Arch Dis Child. 2011;96:354-60.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    34/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 34

    26. Nydegger A, Biner JE. Energy metabolism in infants with congenital heart disease.

    Nutrition. 2006;22:697-704.

    27. Poskitt EME. Failure to thrive in congenital heart disease. Arch Dis Child

    1993;68:150-60

    28. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku bagan tata laksana anak gizi

    buruk. Buku I dan II. Edisi ke-4. Jakarta; 2003.

    29. Walker CLF, Black BE. Micronutriens and diarrheal disease. Clin Infect Dis. 2007;

    45:s73-7.

    30. Semba RD, Ndugwa C, Perry RT, Clark TD, Jackson JB, Melikian G, dkk. Effect of

    periodic vitamin A supplementation on mortality and morbidity of human

    immunodeficiency virus infected children in Uganda: a controlled clinical trial.

    Nutrition. 2005;21:25-31.

    31. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines.J Pediatr

    Gastroenterol Nutr 2009;49:498-547.

    32. Hegar B, Mulyani LR. Esofagitis refluks pada anak. Sari Pediatri 2006;8:43-53.

    33. Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology:

    management, procedures, on call problems, diseases, and drugs. Edisi ke-7. New

    York: McGraw-Hill; 2013. H.341-3.

    34. Weesner KM, Rosenthal A. Gastroesofageal reflux in association with congenital

    heart disease. Clinical pediatric 1983. h 424-6.

    35. Kuwata S, Iwamoto Y, Ishido A, Taketadu M, Tamura M, Senzaki A. Duodenal tube

    feeding: an alternative approach for effectively promoting weight gain in children

    with gastroesofageal reflux and congenital heart disease. Gastroenterol Res Pract.

    2013: 181604.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    35/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 35

    Lampiran 1. Diagram masalah

    Gagal jantung PDA VSD Marasmus Gangguan kualitashidup masalah

    jantung dan terapi

    Tatalaksana gagaljantung:- Suportif,- Medikamentosa- Terapi

    penyebab

    PenutupanPDA

    Observasi Terapi menurutWHO

    Perbaikanstatus nutrisi

    danpemantauan

    Konseling,dukunganpsikososial,edukasikeluarga,Pembekalanpengetahuan

    Imunisasi

    ImunisasiHepatitisB

    T

    E

    R

    A

    P

    I

    BAIK

    Gambar 2. Diagram masalah dan tatalaksana

    GERD

    Edukasi,pemasangan

    NGT,posisitoning,diet denganvolume kecil

    Tumbuh kembangoptimal

    Asah, Asih dan AsuhBebas gejala danketerbatasan

    aktivitas

    ZK,, 35 hari

    M

    A

    S

    A

    L

    A

    H

    PROGNOSIS

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    36/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 36

    Lampiran 2. Kurva berat badan dan panjang badan menurut WHO

    Gambar 1. Kurva WHO berat badan berdasarkan usia (0 bulan sampai 6 bulan)

    Gambar 2. Kurva WHO panjang badan berdasarkan usia ( 0 bulan sampai 6 bulan)

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    37/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 37

    Gambar 3. Kurva WHO berat badan menurut panjang badan ( 0 bulan sampai 2 tahun)

    Gambar 3. Kurva WHO lingkar kepala berdasarkan usia (0 sampai 13 minggu)

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    38/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 38

    Lampiran 3. Foto Pasien

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    39/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 39

    Lampiran 4. Foto thoraks pasien

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    40/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 40

    Lampiran 5. Hasil ekokardiografi

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    41/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 41

    Kedokteran Berbasis Bukti

    (Evidence-Based Practice)

    A. Pertanyaan klinis

    Bagaimana luaran klinis pada bayi dan anak PJB dengan gagal jantung yang

    mengalami muntah berulang setelah diterapi dengan duodenal feeding tube?

    B. Component of foreground question (PICO)

    Patient : bayi dan anak PJB dengan gagal jantung yang mengalami

    muntah berulang

    Intervention : duodenal feeding tube

    Comparison : -

    Outcome : peningkatan berat badan

    C. Metode penelusuran

    Kami melakukan penelusuran dengan kata kunci CHD, GERD andchildren, pada

    mesin pencari Pubmed. Kami menemukan satu jurnal yang dapat menjawab

    pertanyaan PICO tersebut dengan judul Duodenal tube feeding: an alternative

    approach for effectively promoting weight gain in children with gastroesophageal reflux

    and congenital heart disease yang diterbitkan Gastroenterol Res Pract.

    2013;2013:181604.

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    42/43

    Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015 42

    KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI

    PENELITIAN DESKRIPTIF

    Validity

    1. Apakah pertanyaan penelitian ini jelas?

    Ya Tidak Tidak Jelas

    Penelitian ini bertujuan menilai efektivitas duodenal tube feedinguntuk bayi dengan

    GERD dan gagal jantung sehubungan dengan penyakit jantung bawaan (PJB).

    2. Apakah desain studi ini?

    Desain deskriptif retrospektif yang mengamati bayi dan anak dengan PJB dan

    GERD yang mendapatkan terapi duodenal tube feeding . Hal ini terlihat pada

    bagian Methods halaman 1.

    3. Bagaimana pengumpulan data pada studi ini?

    Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan mengumpulkan data dari

    17 subjek bayi dan anak sebelum dan setelah operasi jantung yang kemudian

    diberikanduodenal tube feeding,

    4. Apakah kriteria sampel dalam penelitian ini?

    Kriteria sampel ini adalah bayi dan anak yang menderita penyakit jantung bawaan

    dengan gagal jantung dan mengalami muntah berulang yang disebabkan GERD.

    5. Apakah ada bias dalam studi ini?

    Ya Tidak Tidak Jelas

    Tidak ada disebutkan dalam jurnal apakah ada faktor bias .

  • 7/23/2019 kasus panjang ujian pendadaran ilmu kesehatan anak

    43/43

    6. Apakah analisa statistik disebutkan dalam studi?

    V Ya Tidak Tidak Jelas

    Pada studi ini peningkatan berat badan dibandingkan antara sebelum dan sesudah

    tindakan duodenal tube feeding dengan nilai P< 0.001.

    7. Apakah hasil studi ini?

    Penelitian ini memperoleh hasil terdapat peningkatan berat badan yang bermakna

    6 sampai 21 gram per hari ( P