Kasus Malaria

39
BAB I PENDAHULUAN Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut atau kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sitemik yang dikenal sebagai malaria berat. 1,2 Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (Benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika ( Maligna malaria). Selain itu terdapat plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia khususnya di luar Jawa dan Bali, tetapi akhir-akhir ini di Jawa terutama Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus malaria. Lebih dari setengah penduduk Indonesia hidup atau bertempat tinggal di daerah dengan transmisi malaria sehingga berisiko tertular malaria. 1 Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. 1

description

lapsus malaria

Transcript of Kasus Malaria

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang

eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria

memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung

akut atau kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami

komplikasi sitemik yang dikenal sebagai malaria berat. 1,2

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium pada manusia menginfeksi

eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit.

Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria

tertiana (Benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika

( Maligna malaria). Selain itu terdapat plasmodium malariae dan plasmodium ovale.

Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia khususnya di luar Jawa

dan Bali, tetapi akhir-akhir ini di Jawa terutama Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus malaria.

Lebih dari setengah penduduk Indonesia hidup atau bertempat tinggal di daerah dengan transmisi

malaria sehingga berisiko tertular malaria.1

Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas

dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia, terutama

Negara-negara beriklim tropis dan subtropics. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus

malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua Afrika.3

Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria,

yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang kesemuanya ditujukan

untuk memutuskan rantai penularan malaria.3

1

BAB II

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

- Nama : Ny. R

- Umur : 50 tahun

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Agama : Islam

- Pekerjaan : PNS

- Tgl masuk RS : 21-02-2013

II. Anamnesa

Keluhan Utama : Demam sejak ± 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

± 2 minggu SMRS pasien merasakan demam. Demam bersifat hilang timbul dan

biasanya terjadi setiap hari, tinggi pada perabaan, hilang dengan obat penurun demam kemudian

demam naik lagi. Demam dirasakan memuncak pada saat sore hingga malam hari dan menurun

pada pagi hari. Menggigil (+). Penderita berkeringat banyak saat panas turun. Pasien juga merasa

mual, nafsu makan menurun dan sakit kepala, sakit kepala bersifat hilang timbul, seperti di

tusuk-tusuk, timbul bersamaan dengan timbulnya panas. Batuk (-), sesak napas (-). Riwayat

berpergian keluar daerah sebelum sakit disangkal.

± 1 minggu SMRS pasien masih merasakan demam yang sama mual (+), Muntah (+) 2 x,

banyaknya ½ gelas belimbing berisi cairan dan makanan yang dimakan, darah (-), nyeri sendi

(+), nyeri pinggang (-), nyeri pada saat berkemih (-), BAB dan BAK normal seperti biasa.

± 1 hari SMRS pasien masih demam, mual (+), muntah (+) 1 x banyaknya ¼ gelas

belimbing berisi cairan dan makanan yang dimakan, darah (-), sakit kepala (+), BAB dan BAK

normal. Karena pasien merasa semakin lemas oleh keluarga pasien dibawa ke IGD RSUD Raden

Mattaher dan kemudian dirawat di ruang interne penyakit dalam.

2

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat malaria sebelumnya disangkal

- Riwayat transfusi sebelumnya disangkal

- Riwayat demam typoid 1 bulan yang lalu

- Riwayat DM 1 tahun yang lalu

- Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita gejala-gejala yang serupa dengan pasien

seperti demam naik turun, mual/muntah dan nafsu makan menurun.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign :

- TD : 130/80 mmHg

- Napas : 20 x/menit, reguler.

- Nadi : 82 x/menit, isi dan tegangan cukup.

- Suhu : 37,3 º C per axilla

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

- Bentuk Kepala : Mesochepal, simetris, tidak ada trauma maupun memar

- Rambut : lurus, warna hitam,tipis, tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok.

- Nyeri tekan : tidak ada

- Edema facial : tidak ada

2. Pemeriksaan Mata

- palpebra : tidak terdapat edema

- konjungtiva : anemis

- sklera : ikterik (-)

- pupil : reflek cahaya (+), isokor, diameter ± 3 mm

3

3. Pemeriksaan Telinga

- tidak terdapat otore, deformitas, maupun nyeri tekan

4. Pemeriksaan Hidung

- tidak terdapat sekret, nafas cuping hidung maupun deformitas

5. Pemeriksaan Mulut

- bibir kering , tidak pucat, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring tidak

hiperemis, tonsil tidak membesar (T1=T1), tidak terlihat adanya perdarahan gusi.

6. Pemeriksaan Leher

- trakea : tidak terdapat deviasi trakea

- kelenjar lymphoid : tidak membesar

- kelenjar tiroid : tidak membesar

- JVP : tidak meningkat ( 5-2 cm H2O )

- kaku kuduk : tidak ada

7. Pemeriksaan Thorak

• Jantung

- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS V ± 2 cm medial LMC sinistra, tidak kuat

angkat.

- Perkusi :

batas kanan : linea sternalis kanan

batas kiri : linea midklavikularis kiri

batas atas : ICS II sinistra

pinggang jantung : ICS III sinistra

- Auskultasi : BJ1 dan BJ2 reguler, tidak terdapat bising dan murmur.

• Paru-paru

- Inspeksi : simetris paru kanan dan kiri

4

- Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri

- Perkusi : sonor disemua lapangan paru

- Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

8. Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi : datar

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : tympani, nyeri ketok (-).

- Palpasi :

Perut : nyeri tekan epigastrium.

Hepar : tidak teraba

Lien : teraba schuffner II

9. Pemeriksaan ektremitas

- Superior : tidak terdapat deformitas, pucat , sianosis , maupun oedema, akral hangat

- Inferior : tidak terdapat deformitas, pucat , sianosis , maupun oedema, akral hangat

IV. Diagnosis Kerja

Malaria vivax + DM tipe II + Anemia Ringan

V. Diagnosis Banding

- Demam typoid

- ISK

VI. Terapi

1. Infus D 5% 20 tetes/menit

2. Artesunate 4 x 50 mg selama 3 hari (2:1:1)

3. Amodiaquine 4 x 150 mg selama 3 hari (2:1:1)

4. Primaquin 1 x 15 mg selama 14 hari

5. Ondancentron 2 x 1 ampul

6. Paracetamol 3 x 500 mg (k/p)

7. Diet lunak

5

VII. Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin

- Leukosit : 9900 mm3 (3500-10000 mm3)

- Eritrosit : 3,78 x 106 / mm3 (3,8-5,8 x 106/mm3)

- Hemoglobin : 9,7 gr/dl (11-16,5 gr/dl)

- Hematokrit : 30,5 % (35-50 %)

- Trombosit : 508.000 mm3 (150.000-390.000 mm3)

- GDS : 123 mg/dl

DDR : malaria vivax (+)

VIII. Pemeriksaan Anjuran

- GDN/PP

- Cek elektrolit

- Cek urin rutin

- SGOT/SGPT

- Bilirubin total, bilirubin direct, bilirubin indirect

- Test Widal

IX. Prognosis

- Quo ad vitam : Dubia ad bonam

- Quo ad fungtionam: Dubia ad bonam

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa

genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.

Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang

disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual di jaringan hati dan eritrosit, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan

pembesaran limpa.1

3.2 Epidemiologi

Epidemiologi penyakit malaria dapat bervariasi sekalipun dalam daerah-daerah geografis

yang kecil. Faktor epidemiologi yang penting adalah keadaan imunologi serta genetik populasi,

spesies parasit, serta nyamuk dalam komunitas yang beresiko, tingkat turunnya hujan serta

temperatur, distribusi tempat perkembangbiakan nyamuk, penggunaan obat anti malaria. Dan

penerapan tindakan pengendalian lainnya yang dapat menurunkan penularan.4

Endemisitas telah diartikan dengan pengertian prevalensi parasitemia dan terabanya

limpa pada anak-anak yang berusia kurang dari 9 tahun. , kendati angka-angka ini dapat

bervariasi menurut musim dan keberadaan penyakit endemik lainnya yang menyebabkan

splenomegali. Suatu daerah dianggap hipoendemik jika < 10 % anak yang menderita parasitemia

dengan lien yang tewraba, mesoendemik jika angka-angka itu tersebut berkisar dari 11- 50 % ,

hiperendemik jika berkisar dari 51-75 %, dan holoendemik jika < 75 %. Pada daerah-daerah

holoendemik dan hiperendemik (misalnya sebagian besar kawasan afrika yang treopis dan

daerah pantai new Guinea) tempat penularan P.Palcifarum berlangsung secara intensif.4

3.3 Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium

terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae,

dan Plasmodium ovale. Keempat spesies Plasmodium yang yang terdapat di Indonesia yaitu

7

Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale, Plasmodium vivax yang yang

menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana, dan

Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika. Spesies terakhir ini paling

berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat

dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di

dalam organ-organ tubuh. 5

3.4 Siklus hidup plasmodium

Gambar 1. Siklus hidup plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan

nyamuk anopheles betina.(5)

3.4.1 Silkus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada

dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30

menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini

disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan

P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang

8

memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel

hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun,

akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(5)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah

dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari

stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut

skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan

menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah

2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk

stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.(5)

3.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di

dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot.

Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di

luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit

yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(5)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh

manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari

spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk

sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(5)

3.5 Klasifikasi

Pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai

berikut 2,3:

a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)

Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat,

ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak

dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang

semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini

9

berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan

merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:

Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi

Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung

parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding

kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali

lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral,

gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)

Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax,

lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai

granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk

pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti

kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax

tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala

dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang

terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal

lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria,

hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)

Malaria ovale (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya

hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik

yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi

Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale

merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh

Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4

10

tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun

tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang

diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium

Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi

amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit

berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen

kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias

malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam

setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika

merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia,

splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

3.6 Patofisiologi

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang

paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan

interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan

vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya

peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga

terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain

meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.2,3

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem

retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis Plasmodium dan status imunitas

pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada

eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat

dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga

sering ditemukan.2

11

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel

darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler

terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membran

eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat

dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi

perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini

dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal dan

malabsorpsi usus.2,3

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun

yang didapat. Pertahanan terhadap malaria terutama penting untuk melindungi anak kecil atau

bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang-

biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik

pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit.3

Imunitas humoral dan seluler tehadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan.

Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat

menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat

dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik yang

diproduksi untuk melengkapibeberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi

proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan.

Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak

adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga merupakan

salah satu faktor. Monosit/ makrofag merupakanpartisipan selular yang terpenting dalam

fagositosis eritrosit yang terinfeksi.2,6

3.7 Manifestasi klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala

utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni

(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau

terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya

12

pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran

karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali(1,2,5).

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek

untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan

sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin

disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung

stadium aseksual)(1,2).

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu,

sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare

ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.

vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(2).

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara

berurutan(1,2):

Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus

dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat

sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1

jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap

tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat,

nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini

berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan

keadaan berkeringat.

13

Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek

dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan

biasa.

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering

ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan

akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis(1).

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah (1):

Serangan primer

Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan peroksismal

yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat

pendek atau panjang tergantung dari perpanjangan parasit dan keadaan imunitas penderita

Periode laten

Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria.

Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal

Recrudescense

Berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya

serangan primer. Recrudescense dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah

periode laten dari serangan primer.

Recurrent

Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan

primer.

Relapse atau rechut

Berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama diantara serangan periodik

dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun),

biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh dibentuk diluar eritrosit (hati) pada

malaria vivaks atau ovale.

14

Manifestasi klinis Malaria Tertiana / M.vivax/ M.Benigna

Masa inkubasi malaria vivax yaitu 12-17 hari. Pada hari pertama panas iregular, kadang-

kadang remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi.

Panas  dapat mencapai puncak hingga 40,5ºC. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten

dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya

pada sore hari dan berlangsung 4-8 jam. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-

14 hari. Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari. Pada

malaria vivax manifestasi klinis dapat berlangsung berat tapi kurang membahayakan, limpa

dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran hackett). Komplikasi malaria vivak seperti

malaria serebral, hipoglikemia, asidosis metabolik dan gangguan pernapasan seperti pada malaria

P. falciparum, tidak terjadi. Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karena

sering terjadinya relaps. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal

di hati pada status imun tubuh menurun. Pada penderita yang semi-immune perlangsungan

malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja, parasitemia hanya rendah, serangan demam hanya

pendek, dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap kloroquin pada malaria vivaks juga

dilaporkan di Papua dan daerah lainnya. 1

Manifestasi klinis Malaria Malariae / M. Quartana

Masa inkubasi 18-40 hari, manifestasi klinik sama seperti pada malaria vivax hanya

berlangsung lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun

pembesaran ringan. Serangan peroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan

parasitemia sangat rendah < 1 %. Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada

infeksi plasmodium malariae pada anak-anak di Afrika. Diuga komplikasi ginjal disebabkan oleh

karena deposit kompleks immun pada glomerulus ginjal. Hal ini terbukti dengan adanya

peningkatan Ig M bersama peningkatan titer antibodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai

edema, asites, proteinuria yang banyak, hipoproteinaemia, tanpa uremia dan hipertensi, Keadaan

ini prognosisnya jelek.1

Manifestasi klinis Malaria Ovale

Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria, masa inkubasi 11-16

hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali walaupun

15

tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka plasmodium ovale

tidak akan tampak didalam darah tetapi plasmodium yang lain yang akan ditemukan. Gejala

klinis hampir sama dengan malaria vivax, lebih ringan puncak plasma lebih rendah dan

perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil

jarang terjadi dan spenomegali jarang dapat diraba.1

Manifestasi klinis Malaria Tropika / M. Falsiparum

Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang

irreguler, anemia splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa

inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat,dan parasitemia yang

tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijumpai yaitu sakit

kepala, nyeri belakang atau tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah dan diare. Panas

biasanya irreguler dan tidak periodik sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40ºC.

gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat waqlaupun temperatur

normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, neusia, muntah, diare menjadi berat dan diikuti

dengan kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpailebih sering dari pada hepatomegali dan

nyeri pada perabaan, hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa

albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia dengan leukopeni dan monositosis.1

3.8. Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan

dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.

1. Anamnesis

Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah

endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

16

Riwayat mendapat transfusi darah.7

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat

ditemukan keadaan di bawah ini:

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

Keadaan umum yang lemah.

Kejang-kejang.

Panas sangat tinggi.

Mata dan tubuh kuning.

Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.

Nafas cepat (sesak napas).

Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

Warna air seni seperti teh pekat dan dapat sampai kehitaman.

Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

Telapak tangan sangat pucat.7

2. Pemeriksaan Fisik

Demam (≥37,5oC)

Kunjunctiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limpa

Pembesaran hati

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

Temperature rectal ≥40oC.

Nadi capat dan lemah.

Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-

anak.

Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit pada

balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.

Penurunan kesadaran.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda-tanda dehidrasi.

Tanda-tanda anemia berat.

17

Sklera mata kuning.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.7

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskopik

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah

mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi. Pemeriksaan darah tebal dan

tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium Plasmodium

Kepadatan parasit

- Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

- Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan

darah tipis.7

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik. 7

18

c. Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau

pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat

diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200

dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.7

3.9. Diagnosis Banding

Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada

semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza, bruselosis,

demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran

kencing, tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik sering dijumpai penderita dengan imunitas

yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis

malaria.1

Pada malaria berat diagnosis banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada

malaria dengan ikterus, diagnosa banding ialah demam tifoid dengan hepatitis, kolisistitis, abses

hati dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi.

Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti meningitis,

ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi

pada gangguan metabolik (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskuler (stroke), eklamsi,

epilepsi, dan tumor otak.1

3.10 Komplikasi

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P.

falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai

malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual

dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: 1

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit

>10.000/µl.

19

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB

pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan

temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik

adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat

antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler

jaringan otak.

3.11. Pengobatan

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai

obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) seperti

artemisinin, artemeter, arthe-ether, artesunat, asam artelinik, maupun dehidroartemisinin telah

dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan

pengobatan. Selain itu artemisinin juga membunuh semua plasmodium dalam semua stadium

termasuk stadium gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. falciparum, P.vivax maupun

lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan hingga saat ini.1

Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy) 1

Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya

rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan

mengkombinasikan dengan obat malaria yang lain. Kombinasi obat ini dapat berupa

kombinasi dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose).

Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan, contohnya ialah “Co-

Arterm” yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). dosis co-artem

adalah 4 tablet 2 x 1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah

20

dehidroartemisinin (40 mg) + piperakuin (320 mg) yaitu “Artekin”. Dosis artekin untuk

dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing

2 tablet.

Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :

- Artesunat + meflokuin

- Artesunat + amodiakin

- Artesunat + klorokiun

- Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin

- Artesunat + pironaridin

- Artesunat + chlorproguanin-dapson (CDA/Lapdap plus)

- Dehidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim (Artecom)

- Artecom + primakuin

- Dehidroartemisin + naptokuin

Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunat +

amodiakuin dengan nama dagang “ Artesdiaquine” atau Artesumoon. Dosis untuk orang

dewasa yaitu artesunat (50 mg/tablet) 200 mg pada hari I-III. Untukl amodiakuin (200

mg/ tablet) diminum selama 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 25-30 mg /KgBB selama 5

hari.

Pengobatan Malaria Dengan obat-obat Non-ACT 1

- Klorokuin Difosfat/Sulfat

250 mg garam (250 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB untuk 3 hari terbagi 10 mg/kgBB

hari I dan II, 5 mg/kgBB pada hari ke III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet

hari I dan II dan 2 tablet hari ke III. Dipakai untuk P. falciparum dan P. vivax.

- Sulfadoksin-Pirimetamin (SP)

500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin, dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1

kali). Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/ kg BB. Obat ini hanya

dipakai untuk P. Falciparum dan tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan

dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP.

- Kina Sulfat

Dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/ kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P.

Falciparum maupun P.vivax. kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi

21

resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian oabat ini untuk waktu yang lama (7

hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai.

- Primakuin

1 tablet 15 mg dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical terhadap P.Falciparum

maupun P. vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk

membunuh gamet. Sedangkan untuk P. vivax dosisnya 15 mg/ hari selama 14 hari yaitu

untuk membunuh gamet dan hipnozoid (anti relaps).

Penggunaan obat kombinasi Non-ACT 1

Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum

tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yang

dikombinasikan. Contoh kombinasi iniadalah sebagai berikut :

a. kombinasi klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin,

b. kombinasi SP + kina

c. kombinasi klorokuin + dosisiklin/tetrasiklin

d. kombinasi SP + dosisiklin/tetrasiklin

e. kombinasi Kina + dosisiklin/tetrasiklin

f. kombinasi kina + klindamisin.

Pemakaian obat-obat ini juga harus dilakuakn monitoring respon pengobatan sebab

perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan meluas.

3.12. Prognosis

Prognosis malaria yang disebabkan oleh P.vivax pada umumnya baik, tidak menyebabkan

kematian, walaupun tidak diobati infeksi rata- rata dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih

lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan P.malariae dapat berlangsung sangat lama

dengan keccenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30- 50 tahun. Infeksi P.falciparum

tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P.falciparum dengan penyulit prognosis

menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal

terutama pada gizi buruk.

22

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pasien ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium.

Berdasarkan anamnesis, penderita mengalami demam dirasakan sejak 2 minggu pasien

merasakan demam. Demam bersifat hilang timbul dan biasanya terjadi setiap hari, tinggi pada

perabaan, hilang dengan obat penurun demam kemudian demam naik lagi. Demam dirasakan

memuncak pada saat sore hingga malam hari dan menurun pada pagi hari. Menggigil (+).

Penderita berkeringat banyak saat panas turun.. Hal ini sesuai dengan trias malaria secara

berurutan yaitu periode dingin: mulai menggigil, diikuti dengan meningkatnya temperatur,

diikuti dengan periode panas: panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan

berkeringat, kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun,

dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi plasmodium Vivax,

pada plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak

panas berlangsung 36 jam pada plasmodium vivax dan ovale, 12 jam plasmodium falciparum, 60

jam pada plasmodium malariae.

Sakit kepala ada, bersifat hilang timbul, sakit kepala seperti di tusuk-tusuk, timbul

bersamaan dengan timbulnya panas, mual/muntah (+), nafsu mkn menurun (+), dan nyeri sendi

(+). Berdasarkan kepustakaan keluhan sakit kepala, perut tidak enak, muntah, diare ringan,

kelesuan, nyeri sendi dan tulang, merasa dingin di punggung, dan anoreksia merupakan keluhan

prodormal yang dapat terjadi pada pasien malaria. Keluhan prodormal sering terjadi pada

plasmodium vivax dan ovale, sedang pada plasmodium falciparum dan malariae keluhan

prodormal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

Dari pemeriksaan fisik didapati suhu badan penderita 37,3ºC (subfebris), anemia, nyeri

epigastrium dan splenomegali.

Anemia pada pasien ini disebabkan oleh hemolisis dan diseritropoeisis. Oleh karena

skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang

23

tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang

mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi

eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang

menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

Berdasarkan klasifikasi derajat anemia menurut WHO, pada pasien ini mengalami anemia ringan

dengan Hb 9,7 gr/dl.

Nyeri epigastrium pada pasien ini mungkin dikarenakan adanya peningkatan asam

lambung yang ditandai dengan adanya keluhan mual dan muntah. Hal ini lama kelamaan dapat

mengiritasi lambung, sehingga muncullah gejala nyeri pada daerah lambung (epigastrium).

Sekitar 24% - 40% splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik. Lien

mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit oleh

parasit dan jaringan ikat yang bertambah. Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah produksi

berlebih dari IgM sebagai respon terhadap plasmodium.

Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yaitu

pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah tepi tebal maupun tipis dengan pewarna

Giemsa. Pada pasien ini mikroskopik darah tepi didapati adanya plasmodium vivax.

Untuk terapi malaria pada kasus ini penderita diberikan artesunate (50 mg) dan

amodiaquine (150 mg) yang merupakan pengobatan ACT (Artemisinin base Combination

Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam

mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja

membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua

spesies plasmodium. Penggunaan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya

rekrudensi. Oleh karena itu WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dikombinasikan

dengan obat antimalaria yang lainnya. Pada pasien ini diberikan artesunate 50 mg (4 tablet)

dibagi menjadi 2:1:1 + amodiaquine 150 mg (4 tablet) dibagi 2:1:1 selama 3 hari.

Pada pasien ini selain diberikan artesunat dan amodiaquin juga diberikan obat malaria

non-ACT yaitu primakuin selama 14 hari. Primakuin dipakai sebagai obat pelengkap atau

pengobatan radikal terhadap plasmodium falciparum atau falciparum vivax. Pada plasmodium

vivax dosisnya 15 mg / hari selama 14 hari itu untuk membunuh gamet dan hipnozoit ( anti

24

relaps). Ondancentron 4 mg juga diberikan pada pasien ini karena pada pasien ini terdapat

keluhan mual dan muntah. Parasetamol 500 mg hanya diberikan jika pasien demam.

Diagnosis banding pada pasien ini dapat disingkirkan karena pola demam typoid adalah

remiten dan pada ISK demamnya tidak jelas sedangkan pada pasien ini didapati demam yang

intermiten dan periodik. Untuk gejala klinis demam typoid lainnya seperti lidah kotor, gangguan

pencernaan seperti diare, serta penurunan kesadaran tidak ditemukan pada pasien ini. Gejala ISK

seperti nyeri pinggang, nyeri pada saat berkemih juga tidak ditemukan pada pasien ini.

Prognosis untuk malaria yang disebabkan oleh P.vivax pada umumnya baik, tidak

menyebabkan kematian, walaupun tidak diobati infeksi rata- rata dapat berlangsung sampai 3

bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps.

25

BAB V

KESIMPULAN

Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang

eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah.

Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan malaria vivax. Diagnose ditegakkan berdasarkan

anamnesis yaitu didapatinya gejala trias malaria, mual/muntah, pusing, dan nyeri sendi,

pada periksaan fisik didapati suhu tubuh subfebris, anemia, splenomegali, nyeri

epigastrium dan pada pemeriksaan labor yaitu pemeriksaan DDR malaria vivax (+).

Pada pasien ini diberikan Artesumoon yaitu artesunate 50 mg (4 tablet) dibagi menjadi

2:1:1 + amodiaquine 150 mg (4 tablet) dibagi 2:1:1 selama 3 hari, juga diberikan obat

malaria non-ACT yaitu primakuin selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan

hipnozoit (anti-relaps). Injeksi ondancentron 4 mg sebagai anti mual dan anti muntah,

metformin sebagai antihiperglikemia serta paracetamol jika pasien demam.

Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam karena pada pasien tidak dapat dilakukan

pemantauan lebih lanjut dikarenakan pasien pada saat itu melakukan pindah ruang rawat.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006.

2. Harijanto  P. N, Nugroho A, Gunawan C.A. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009

3. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000

4. White J.N dan Breman G.J. Penyakit malaria dan Babesiosis. Horrison : Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam. Volume 2, Edisi 13. Jakarta : EGC, 1999

5. Nugroho A dan Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN

(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:

EGC, 2000

6. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta,

Fakultas Kedokteran UI, 2001

7. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000

8. Gambar : http://www.mylittlenotesofatikahayu.blogspot.com/2011/10/malaria.html,

diunduh pada tanggal 23 februari 2013.

27