Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

13
KASUS KLAIM BPJS KESEHATAN A. Kasus Klaim BPJS Kesehatan yang ditolak 1. Kasus bayi Khiren yang berutang Rp124 juta kepada RS Harapan Kita karena klaim BPJS ditolak. Metrotvnews.com, Jakarta: Khiren Humaira Islami, bayi yang didiagnosa menderita Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dengan tipe Ventricular Septal Defect (VSD) pada sekat bilik jantung atau jantung bocor, kini harus menanggung utang ratusan juta rupiah kepada Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini terjadi lantaran klaim BPJS yang diajukan oleh keluarga Khiren ditolak. Sebabnya, keluarga melewatkan satu persyaratan yaitu Surat Eligibilitas Peserta (SEP) saat pengurusan berkas jelang operasi Khiren. "Waktu itu pihak RSbilang kalau ada yang kurang, yaitu SEP. Kondisi itu tanpa disengaja, tapi memang kondisi kita yang sedang panik menghadapi kondisi Khiren," ujar Ibunda Khiren, Dewi Anggraini saat dihubungi Metrotvnews, Sabtu (8/8/2015). Dirinya menambahkan, perubahan jadwal operasi yang ditetapkan oleh pihak RS Harapan Kita juga menyebabkan kepanikan bagi keluarga. Selain itu, keluarga juga merasa tak ada satupun pihak RS yang mengingatkan jika ada berkas yang tertinggal. Hal ini menyebabkan, semua biaya operasi dan perawatan sebesar Rp. 124.826.395 dikategorikan oleh pihak RS Harapan Kita

description

BPJS

Transcript of Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

Page 1: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

KASUS KLAIM BPJS KESEHATAN

A. Kasus Klaim BPJS Kesehatan yang ditolak

1. Kasus bayi Khiren yang berutang Rp124 juta kepada RS Harapan Kita karena klaim BPJS

ditolak.

Metrotvnews.com, Jakarta: Khiren Humaira Islami, bayi yang didiagnosa menderita

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dengan tipe Ventricular Septal Defect (VSD) pada sekat bilik jan-

tung atau jantung bocor, kini harus menanggung utang ratusan juta rupiah kepada Rumah Sakit

Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Hal ini terjadi lantaran klaim BPJS yang diajukan oleh keluarga Khiren ditolak. Sebabnya,

keluarga melewatkan satu persyaratan yaitu Surat Eligibilitas Peserta (SEP) saat pengurusan

berkas jelang operasi Khiren.

"Waktu itu pihak RSbilang kalau ada yang kurang, yaitu SEP. Kondisi itu tanpa disengaja,

tapi memang kondisi kita yang sedang panik menghadapi kondisi Khiren," ujar Ibunda Khiren,

Dewi Anggraini saat dihubungi Metrotvnews, Sabtu (8/8/2015).

Dirinya menambahkan, perubahan jadwal operasi yang ditetapkan oleh pihak RS Hara-

pan Kita juga menyebabkan kepanikan bagi keluarga. Selain itu, keluarga juga merasa tak ada sat-

upun pihak RS yang mengingatkan jika ada berkas yang tertinggal.

Hal ini menyebabkan, semua biaya operasi dan perawatan sebesar Rp. 124.826.395

dikategorikan oleh pihak RS Harapan Kita sebagai pasien umum dengan biaya pribadi karena tidak

ditanggung oleh BPJS.

"Makanya sekarang kita berharap bantuan supaya klaim BPJS bisa cair. Namun sejauh ini

pihak BPJS tetap enggak mau karena pengurusan SEP lebih dari 3x24 jam tidak bisa dilayani,"

pungkasnya.

Saat ini, keluarga hanya mengharapkan adanya donatur yang mau menyumbang untuk

pelunasan utang tersebut. Selain itu, bantuan Dompet Dhuafa Singkalang untuk menggalang koin

untuk Khiren juga diharapkan mampu melunasi tanggungan yang dibebankan kepada keluarga

Khiren.

Page 2: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

Khiren diketahui lahir di Padang pada 22 Juli 2014 lalu. Anak dari pasangan Syaifuddin Is-

lami dan Dewi Anggraini itu, diketahui sejak usia 20 hari telah didiagnosa menderita Penyakit Jan-

tung Bawaan (PJB) dengan tipe Ventricular Septal Defect (VSD) pada sekat bilik jantung atau jan-

tung bocor.

2. Warga Beji Depok yang harus membayar Rp150 juta karena klaim BPJS ditolak

Depok News - Puluhan warga mendatangi kantor BPJS Kesehatan Cabang Depok, Kamis

(6/8/2015). Mereka meminta pertanggungjawaban BPJS terkait penolakan klaim yang dilakukan

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) kepada peserta BPJS.

Ketua Dewan Kesehatan Rakyat, Roy Pangharapan, mengatakan bahwa Ignasius

mendaftarkan BPJS untuk bayinya pada 10 Juli 2015. Sementara pada 18 Juli 2015, bayi tersebut

mulai dirawat di ruang NICU RSCM karena kebocoran usus.

Saat orangtua bayi menggunakan BPJS untuk pembayaran, klaimnya ditolak dengan

alasan kartu BPJS baru aktif setelah 24 Juli 2015. Setelah dirawat sampai 28 Juli 2015, orangtua

bayi tersebut harus menanggung biaya hingga Rp150 juta.

“Otomatis karena tidak dijamin rumah sakit, pasien tersebut dihitung sebagai pasien umum

RSCM,” katanya.

Roy meminta pertanggungjawaban BPJS untuk menjamin pasien yang menjadi peser-

tanya. “Kami datang ke sini membantu masyarakat yang menjadi peserta supaya mendapatkan

hak-haknya seperti yang dijanjikan BPJS selama ini,” imbuhnya.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Unit Pemasaran BPJS Kesehatan Kota Depok, Betty Ully S

Parapat, menjelaskan bahwa kasus yang menimpa anak pasangan Ignasius-Algoria tersebut tergo-

long kasuistis. Bayi tersebut belum menjadi peserta BPJS karena berdasarkan peraturan, keperser-

taan peserta BPJS baru terhitung 14 hari setelah tanggal pendaftaran. Warga Kelurahan Kukusan

Kecamatan Beji tersebut mendaftarkan bayinya menjadi peserta BPJS pada 10 Juli 2015, dan ma-

suk RSCM pada 18 Juli 2015.

Page 3: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

“Saat ini peserta yang tidak menerima upah atau peserta mandiri, aktivasinya yaitu 14

hari. Jadi, ketika daftar tanggal 1 berarti tanggal 15 sudah harus membayar iuran dan sudah diny-

atakan sebagai peserta BPJS,” jelasnya.

Akan tetapi, pihaknya akan mencoba berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari

solusi terbaik terkait permasalahan ini. “Ini kan kasusistis, jadi kita belum bisa mengambil keputu-

san seperti apa karena semua harus ada pembahan” pungkasnya. (adi/fyu).

3. Terlambat Tunjukan Kartu BPJS, Klaim Pasien JKN Ditolak Rumah Sakit

SUMBER, (PRLM).-Terlambat menunjukan kartu peserta Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan, Abdul Muim (50), pasien tidak mampu asal Blok Pasar Minggu, Desa Pali-

manan Timur, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon tidak dapat mengklaim fasilitas Jaminan

Kesehatan Nasional. Akibatnya, keluarga Abdul harus mengeluarkan biaya sendiri, karena Abdul

dikategorikan sebagai pasien umum oleh pihak rumah sakit.

Anak Abdul, Muhamad Sahid (28) mengatakan, kejadian tersebut berawal ketika sang

ayah jatuh sakit pada Minggu (7/4/2014) malam. Keluarga yang panik langsung membawa Abdul

ke RS Mitra Plumbon yang paling dekat dengan kediaman Abdul. “Kami tidak berpikir panjang dan

langsung membawa ke rumah sakit terdekat,” katanya, Minggu (20/4/2014).

Menurut Sahid, dirinya terlampau panik sampai lupa membawa kartu peserta BPJS milik

sang ayah. Namun ia sendiri tidak berpikiran negatif ketika pihak rumah sakit menerima ayahnya

dengan baik untuk masuk ke ruang perawatan.

Keesokan harinya, Sahid segera mengurus administrasi perawatan sang ayah untuk

mengklaim fasilitas JKN yang dikelola BPJS Kesehatan. Namun pihak rumah sakit meminta Sahid

untuk menunjukan kartu peserta BPJS Kesehatan. Permintaan itu langsung direspon Sahid yang

bergegas pulang ke rumah dan kembali ke rumah sakit dengan membawa kartu pesrta BPJS Kese-

hatan milik sang ayah. Namun pihak rumah sakit ternyata menolaknya dengan alasan, Abdul su-

dah dimasukan sebagai pasien umum.

“Kami bingung dengan alasan penolakannya, katanya kami diminta menunjukan kartu

peserta BPJS Kesehatan. Kami telah mengikuti arahan mereka namun tetap ditolak. Katanya kalau

ingin mengklaim JKN-BPJS Kesehatan, ayah saya harus keluar dulu dari rumah sakit dan dimasukan

Page 4: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

lagi sebagai peserta JKN dengan menunjukan kartu peserta BPJS Kesehatan,” tutur Sahid. Di sisi

lain, kata Sahid, pihak keluarga harus tetap melunasi biaya perawatan dan obat-obatan yang telah

digunakan dalam status sebagai pasien umum.

Dengan kata lain, meskipun keluar dulu dan masuk lagi sebagai peserta BPJS Kesehatan,

keluarga Abdul tetap harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk pengobatan yang sebelum-

nya tak bisa diklaim.

Ketua LSM Laskar Merah Putih Agustian mengutuk keras penolakan yang dilakukan RS

Mitra Plumbon terhada klaim JKN seorang pasien tidak mampu. “Meskipun Abdul masih anggota

keluarga saya, saya megutuk penolakan tersebut atas nama Laskar Merah Putih. Hal ini harus

segera ditindaklanjuti pemerintah, karena bisa terjadi pada pasien miskin lain,” ujar Ketua Laskar

Merah Putih Cirebon, Agustian.

Agustian mengaku heran, semua rumah sakit merupakan mitra pemerintah dalam

pelayanan JKN. Namun RS Mitra Plumbon sama sekali tidak mengindahkan memo dari Wakil Bu-

pati Cirebon Tasiya Soemadi yang ia bawa dan tunjukan kepada mereka.

Sementara itu pihak RS Mitra Plumbon hingga saat ini masih belum bisa dimintai klari -

fikas terkait kejadian yang menimpa Abdul dan keluarganya. Para awak media yang mendatangi

rumah sakit tersebut, Minggu (20/4/2013) hanya diterima oleh staf bagian informasi saja.

Menurut petugas tersebut, pejabat yang yang berwenang memberikan konfirmasi di

rumah sakit sedang tidak ada di tempat. Libur panjang akhir pekan dilansir sebagai alasan ketidak-

beradaan para pejabat tersebut di tempat pelayanan mereka masing-masing. (A-178/A-89)

4. Pasien BPJS ditolak dua RS, Komisi E DPRD Jatim marah

LENSAINDONESIA.COM - Komisi E DPRD Jawa Timur terus menyoroti Badan Penyeleng-

gara Jaminan Sosial (BPJS), khususnya terkait klaim pasien pengguna BPJS yang seringkali diper-

sulit. Kali ini terjadi penolakan pasien BPJS Kesehatan di dua rumah sakit di Jatim, yaitu RSUD Pare

Kediri dan RSU Saiful Anwar Malang.

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Hery Prasetyo menyesalkan terjadinya hal itu. Se-

bab, kata dia yang dirugikan adalah pihak pasien (rakyat). Ia menuding BPJS Kesehatan tak gencar

melakukan sosialisasi secara baik kepada masyarakat khususnya mekanisme tanggung jawab ker-

janya di rumah sakit.

Page 5: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

“Kan masyarakat tahunya ditolak pihak rumah sakit, jadi yang disalahkan ya rumah sakit-

nya sama masyarakat. Kan kasihan pihak rumah sakitnya, padahal rumah sakit sudah memberikan

pelayanan maksimal. BPJS seharusnya yang bertanggungjawab karena selaku penjamin kesehatan

bagi masyarakat,” tegasnya, Kamis (30/03/2015).

Ia menuding pihak BPJS tidak transparan dalam pelayanan apa saja yang menjadi tang-

gungannya. Guna menyelesaikan masalah tersebut, Komisi E bakal memanggil BPJS untuk mem-

intai keterangan. “Sudah lama masyarakat mengeluh akan pelayanan yang ditanggung BPJS.

Mereka kurang transparan untuk itu,” kata politisi asal Partai Demokrat ini.

Sementara itu, Ketua Komisi E DPRD Jatim, dr Agung Mulyono mengatakan untuk

masalah ini pihaknya meminta BPJS yang paling bertanggungjawab, bukannya rumah sakit yang

disalahkan. “Masalah ini rumah sakit tidak bisa disalahkan pasalnya rumah sakit hanya men-

jalankan prosedurnya saja.Yang patut disalahkan adalah BPJS karena tidak

memiliki inisiatif untuk memperbaiki sistem rujukannya,” cetus dr Agung.

Pihaknya menyarankan, BPJS seharusnya menjemput bola kepada masyarakat untuk

mengakses langsung pelayanannya dalam menjamin kesehatan masyarakat. Sebab BPJS sejatinya

sama dengan asuransi kesehatan, karena masyarakat membayar.

Sebelumnya, dua rumah sakit di Jatim yaitu RSUD Pare Kediri dan RSU Saiful Anwar

Malang menolak pasien BPJS penderita tumor mulut (amelowblastoma). Pasien itu bernama Su-

tari (43) warga Kediri.

Menurut suami pasien, Budiono (46) membeberkan, semula istrinya dirawat di RS Ulin

Tipe A di Banjarmasin untuk menangani penyakitnya, namun karena keterbatasan peralatan

akhirnya dibawa pulang dan dirawat di Kediri. “Langsung saja saya bawa ke RS Pare untuk pengob-

atannya. Saya berharap, istri saya menjalani CT SCAN bagian kepala di laboratorium rumah sakit.

Namun, keinginan itu sirna karena pihak rumah sakit menolaknya dengan alasan bahwa mereka

hanya mempunyai peralatan CT SCAN untuk bagian kepala ke bawah. Jadi harus menjalani CT

SCAN di laboratorium rumah sakit dengan membayar sebesar Rp 150 ribu. Padahal kami adalah

pasien BPJS,” terangnya.

RSUD Pare lalu merujuknya ke RSU Saiful Anwar, Malang. “Dengan menggunakan BPJS

di rumah sakit Malang bukannya langsung ditangani, namun justru harus menunggu kabar untuk

bisa ditangani. Sampai sekarang ini tidak jelas kapan istri saya bisa ditangani menggunakan BPJS,”

keluh Budiono.@sarifa

Page 6: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

5. Belom ngasih judul

KORANKABAR (PAMEKASAN) - Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Pamekasan tidak bersedia melayani klaim pasien peserta BPJS Kesehatan, yang dirawat di beber-

apa rumah sakit (RS) swasta di Pamekasan. Sebab, RS di di Pamekasan yang masuk jejaring BPJS

Kesehatan, hanya RSUD dr Slamet Martodirdjo, dan RSUD Paru.

Kepala BPJS Pamekasan, Hernina Agustin menegaskan, selain kedua RS tersebut, fasilitas

kesehatan yang sudah masuk jejaring BPJS adalah jaringan fasilitas kesehatan tingkat pertama

(FKTP). Dalam hal ini adalah, bidan desa dan 20 puskesmas se-Pamekasan. Tidak ada dari satupun

RS Swasta yang masuk jejaring BPJS.

“Untuk RS yang swasta belum bisa dilakukan kerjasama dengan BPJS, jadi pasien yang

ingin mengklaimkan biaya berobat (dari RS swasta) ke BPJS, ya tidak bisa,” ujarnya.

Imbuhnya, BPJS hanya memberikan pengecualian terhadap kondisi gawat darurat. Tapi ketentu-

annya, bidan maupun puskesmas tidak dianjurkan merujuk pasien BPJS ke RS yang tidk masuk je-

jaring BPJS. Sebab konsekuensinya, pasien bersangkutan harus menanggung sendiri biaya bero-

batnya, sesuai dengan tarif yang ditentukan RS swasta itu.

Kendati demikian, pengecualian kondisi gawat darurat itu tidak ditanggung sepenuhnya.

untuk pasien yang dirawat di RS bukan jejaring BPJS, jadi harus sharing biaya dengan pihak RS

swasta bersangkutan. Berbeda dengan RSUD Pamekasan dan RSUD Paru, peserta BPJS bisa di-

jamin sepenuhnya biayanya dari BPJS. “Yang bisa (diklaim) hanya gawat darurat, atau yang bisa

menimbulkan kematian atau cacat permanen, Tapi yang mengklaimkan itu RS, bukan pasiennya.

Jadi jangan kaget kalau nanti ada sharing biaya dengan RS,” imbuhnya.

Sempat ada pengajuan kerjasama dari beberapa RS swasta di Pamekasan, namun dito-

lak karena RS tersebut hanya melengkapi izin operasional belum diakreditasi tipe kelasnya. Terda-

pat sejumlah kategori penilaian yang memungkinkan RS dapat menjadi jejaring BPJS. Juga terda-

pat RS yang memang belum pernah mengajukan kerjasama.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan Ismail Bey mengaku bahwa terdapat

beberapa RS swasta yang belum terakreditasi kelasnya. Izin operasionalnya hanya sementara.

Saat ini, RS tersebut sedang mengusulkan ke Kementerian Kesehatan untuk kemudian dilakukan

verifikasi.

Page 7: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

Menurutnya, BPJS bisa berisiko bila harus berkerjasama dengan RS yang belum bisa ditentukan

kelasnya. Sebab, untuk RS yang belum terakreditasi bisa menyulitkan BPJS, utamanya dalam ke-

tentuan tarif yang dikenakan kepada pasien. “Kalau belum ditentukan kelas A, B C atau D,

bagaimana BPJS bisa menentukan tarif? Karena tarif itu ditentukan berdasarkan kelasnya,” tan-

dasnya. (waw/yoe).

6. RS Swasta Masih Tolak Pasien BPJS Kesehatan

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan masih sering ditolak di rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan

program tersebut. Pihak rumah sakit beralasan, jumlah kamar tidak mencukupi.

”Dalam sehari, kami menerima hingga 15.000 keluhan soal keterbatasan kamar. Ada

yang menangis minta dicarikan kamar ruang ICU dan NICU di layanan darurat 119. Awalnya rumah

sakit menerima, tetapi setelah tahu itu pasien BPJS, mereka bilang kamar penuh,” ungkap Dien

Emawati, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Rabu (12/11/2014).

Saat ini ada 81 rumah sakit (RS) di Jakarta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Sebanyak 17 RS milik pemerintah dan 64 RS swasta. Jumlah itu belum bisa memenuhi kebutuhan

kamar inap kelas C untuk pasien BPJS Kesehatan. Jakarta membutuhkan sekitar 4.000 kamar kelas

C, tetapi jumlah kamar yang tersedia baru sekitar 2.400 kamar. Pemprov DKI sedang membangun

kamar baru di RS Koja, Jakarta Utara, dan RS Betawi, Jakarta Selatan, dengan kapasitas total 1.700

kamar. ”Kekurangannya ditambah dari puskesmas yang diubah menjadi RS tipe D. Jumlahnya seki-

tar 600 kamar,” kata Dien.

Direktur Bisnis dan Pengembangan RS Zahirah, Alfin, mengatakan, pasien gawat darurat

sering ditolak karena jumlah kamar minim. Di RS swasta yang terletak di Jagakarsa, Jaksel, itu,

hanya ada tiga kamar UGD. Selain itu, klaim yang dibayarkan BPJS lebih rendah daripada biaya

yang dikeluarkan RS. Menurut Alfin, biaya perawatan total di ICU, misalnya, rata-rata mencapai Rp

20 juta per orang. Sementara pembayaran klaim dari BPJS di bawah itu.

”Kami berharap BPJS mengkaji ulang daftar rincian klaim INA CBG yang dibayarkan ke

rumah sakit,” ujar Alfin. INA CBG adalah aplikasi yang digunakan RS untuk mengajukan klaim pada

pemerintah. Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta RS swasta

Page 8: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

pandai-pandai mengelola dana BPJS. Dia menilai masih banyak RS swasta yang enggan melayani

pemegang kartu BPJS karena takut rugi. ”Sebenarnya sudah banyak rumah sakit yang berhasil

efisiensi biaya. Apabila rumah sakit mampu mengelola dana itu, mereka bisa untung,” katanya.

Dia mengancam akan menutup RS swasta yang tak mau menerima pasien pemegang kartu BPJS.

(DEA/FRO)

B. Kasus Klaim BPJS Kesehatan yang diterima

1. BPJS Kesehatan Cimahi Bayar Klaim Rp135,7 Miliar

Bisnis.com, BANDUNG - Hingga Juni 2015, BPJS Kesehatan Kantor Operasional Kota

Cimahi telah melakukan pembayaran klaim fasilitas kesehatan dari klinik hingga rumah sakit men-

capai Rp135,7 miliar.

Kepala BPJS Kesehatan Kantor Operasional Kota Cimahi Sedy Fajar Muhamad men-

gatakan, total pembayan klaim tersebut paling besar datang dari rumah sakit rawat jalan tingkat

lanjut dna rawat inap tingkat lanjut yang mencapai Rp121 miliar.

"Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tingkat I seperti dari klinik dan puskesmas menca-

pai Rp14,7 miliar. Rata-rata setiap bulan klaimnya sekitar Rp2 miliar," katanya, Minggu

(23/8/2015). Menurutnya, pembayaran klaim yang dilakukan BPJS Kesehatan rutin dilakukan se-

tiap bulan sebelum tanggal 15. Khusus bagi rumah sakit, pembayaran klaim dilakukan setelah

berkas yang disampaikan pihak rumah sakit diterima lengkap 15 hari kerja.

Pengelola rumah sakit diminta tertib dalam mengajukan klaim untuk diveifikasi. Adapun

alasan 15 hari kerja semenjak dokumen klaim diterima, disebabkan BPJS harus melakukan veri-

fikasi permohonan pembayaran yang disampaikan. Apabila pembayaran dilakukan lebih dari 15

hari kerja dan dokumen lengkap, maka BPJS akan kena denda.

"Kadang-kadang berkas yang diberikan faskes itu nggak lengkap sehingga harus ditam-

bah ini dan itu yang membuat proses pembayaran menjadi lama. Kalau sudah lengkap kami trans-

fer dananya itu ke rekening rumah sakit," ujarnya.

Page 9: Kasus Klaim Bpjs Kesehatan

Di Cimahi, jumlah fasilitas kesehatannya sudah mencapai 36 tempat di antaranya 13

puskesmas, 14 klinik swasta, satu klinik TNI dan Polri, lima dokter praktik dan satu dokter gigi.

Sedangkan jumlah rumah sakitnya ada enam.

"Di Cimahi yang paling lancar dan cepat tanggap dalam mengajukan pembayaran klaim

itu umumya rumah sakit swasta seperti Mitra Kasih, Kasih Bunda, MAL dan Avisena. Kalau RSU

Cibabat lambat," ujarnya.

Hingga pertengahan Agustus, jumlah warga yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan

Cimahi mencapai 338.368 peserta atau sudah lebih dari 50% dari total warga. Sedangkan peserta

dari perorangan 60.000.

Lebih lanjut dia menyebutkan, saat ini ada 69 perusahaan yang sama sekali belum

melakukan registrasi sebagai peserta. Selain itu, ada 31 perusahaan yang sudah melakukan regis-

trasi, tapi belum memasukkan data karyawannya.

"Jumlah pekerja yang belum terdaftar masih banyak. Potensi jumlah tenaga kerjanya

sekitar 17.000-an," ujarnya.

2.