Kasus ht g99152031 putri nur k

41
DISKUSI KASUS HIPERTENSI Oleh: Putri Nur Kumalasari G99152031 . KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

Transcript of Kasus ht g99152031 putri nur k

Page 1: Kasus ht g99152031 putri nur k

DISKUSI KASUS

HIPERTENSI

Oleh:

Putri Nur Kumalasari

G99152031

.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2016

Page 2: Kasus ht g99152031 putri nur k

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit

yang perlu mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak

yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga

membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit

hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya (kematian)

yang tinggi.1

Hipertensi termasuk dalam Penyakit Tidak Menular. Penyakit tidak menular

(PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases merupakan faktor

utama masalah morbiditas dan mortalitas.2,3 Perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan

perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat,

misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta

konsumsi alkohol diduga merupakan faktor risiko PTM.2-4

Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidens dan prevalensi

PTM secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang

akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73%

kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling

merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.4,5 Salah satu

PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang

disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa

menderita hipertensi.6 Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target

organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta

kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih

besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.6,7

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap

tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara

adekuat.7,8 Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.9

Page 3: Kasus ht g99152031 putri nur k

Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara

linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.9 Oleh sebab itu,

penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di

masa yang akan datang. Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang

mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko

yang lebih besar terkena hipertensi.10 Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan

pola hidup (life style) yang tidak sehat. Saat ini terdapat adanya kecenderungan bahwa

masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat

pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota

yang berhubungan dengan risiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas

(kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi

kadar lemaknya. 1,11

Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan sosial budaya

masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan dengan terjadinya

hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda pula. Selain itu pemilihan terapi

medikamentosa menjadi sangat perlu diperhatikan memperhitungkan kebutuhan pasien

termasuk derajat hipertensi dan penyakit penyulit yang menyertai.

Page 4: Kasus ht g99152031 putri nur k

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HIPERTENSI

Menurut Kementrian Kesehatan RI, hipertensi atau tekanan darah tinggi

adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

> 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat/tenang. 12

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama

(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung

(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi

secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi

dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena

itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,

pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat

dikendalikan.12

Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi esensial,

atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi

sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui. Menurut The

Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang

dewasa terbagi menjadi kelompok Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I,

Hipertensi derajat II.13

Kelas Tekanan

Darah

TDS (mmHG) TDD (mmHg)

Normal

Prahipertensi

Hipertensi Stage I

Hipertensi Stage II

<120

120-139

140-159

≥160

<80

80-89

90-99

≥100

Page 5: Kasus ht g99152031 putri nur k

B. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data dari Rikesdas pada tahun 2013 menunjukkan bahwa

prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18

tahun sebesar 25,8 %, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan

Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi

hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga

kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat

sebesar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang minum obat sendiri. Responden yang

mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar

0.7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%.11

Faktor resiko penyakit hipertensi dibedakan menjadi fakter resiko yang

tidak bisa diubah, dan faktor resiko yang bisa diubah. Faktor resiko yang tidak dapat

diubah meliputi umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik ras. Sedangkan

faktor resiko yang bisa diuh meliputi kebiasaan merokok, konsumsi garam,

konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman

beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen.14

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia.

Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan

kesehatan primer kesehatan.

C. MANIFESTASI KLINIS

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya

gejala.Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal,

mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit

kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,

mata berkunang–kunang dan pusing

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan

gejala.Meskipun demikian, kita dapat mengenali gejala-gejala umum hipertensi,

antaralain sakit kepala/rasa berat di tengkuk, pusing berputar (vertigo), jantung

berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan

mimisan. 12

Page 6: Kasus ht g99152031 putri nur k

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati

hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.15

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi

bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari

penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia

darah (kalium , natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol

HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan

yang lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,

dan EKG.15

E. DIAGNOSIS

Diagnosis hipertensi didapatkan dari anamnesis faktor resiko dan gejala

klinis, pemeriksaan tekanan darah, dan permeriksaan penunjang bila diperlukan.

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya

dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang

berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis.

Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam

waktu satu sampai beberapa minggu. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam

keadaan pasien duduk bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan

ukuran pembungkus lengan yang sesuai.12

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya

menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit

jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat

riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab

hipertensi, perubahan aktivitas atau kebiasaan merokok, konsumsi makanan,

riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan, psikososial dsb.15

F. PATOGENESIS

Page 7: Kasus ht g99152031 putri nur k

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktor- faktor yang

mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah19 :

1. Faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,

genetik

2. Sistem syaraf simpatis

a. tonus simpatis

b. variasi diurnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos

dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.

4. Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin,

angiotensin, dan aldosteron.

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi

dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiacoutput/CO) dan dukungan dari

arteri (peripheral resistance/PR).Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini

dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.Hipertensi sesungguhnya

merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan

curah jantung dan / atau ketahanan periferal.Kaplan menggambarkan beberapa faktor

yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah

= Curah Jantung x Tekanan Perifer.1

Page 8: Kasus ht g99152031 putri nur k

Curah jantung adalah volume darah yang dipompa melalui jantung per menit,

yaitu isi sekuncup (stroke volume, SV) x laju denyut jantung (heart rate, HR).

Resistensi diproduksi terutama di arteriol dan dikenal sebagai resistensi vaskular

sistemik.20

Isi sekuncup jantung dipengaruhi oleh tekanan pengisian (preload), kekuatan

yang dihasilkan oleh otot jantung, dan tekanan yang harus dilawan oleh jantung saat

memompa (afterload).Normalnya, afterload berhubungan dengan tekanan aorta untuk

ventrikel kiri, dan tekanan arteri untuk ventrikel kanan.Afterload meningkat bila

tekanan darah meningkat, atau bila terdapat stenosis (penyempitan) katup arteri keluar.

Peningkatan afterload akan menurunkan curah jantung jika kekuatan jantung tidak

meningkat. Baik laju denyut jantung maupun pembentukan kekuatan, diatur oleh sistem

saraf otonom (SSO/autonomic nervous system, ANS).21

Resistensi merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh, tetapi tidak dapat

diukur secara langsung dengan cara apapun. Resistensi harus dihitung dari pengukuran

aliran darah dan perbedaan tekanan antara dua titik di dalam pembuluh.7 Resistensi

bergantung pada tiga faktor, yaitu viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan

jari-jari pembuluh.22

1. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial

curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat.Tekanan darah

ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.

Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin

lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible23.

2. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh

Page 9: Kasus ht g99152031 putri nur k

juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau

penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik 23.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang

peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh

ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE

yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II

(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan

hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan

cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang

pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah 23.

Page 10: Kasus ht g99152031 putri nur k

Gambar 2. Mekanisme terjadinya Hipertensi melalui system

Renin Angiotensin Aldosteron

3. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol.Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon 23.

4. Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif

lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.Disfungsi endotelium

Page 11: Kasus ht g99152031 putri nur k

banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.Secara klinis pengobatan dengan

antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit23.

5. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan

sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin

lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium

jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan

dan hipertensi 23.

6. Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding

pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),

ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi

dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan

semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan

pemberian obat anti-hipertensi 23.

7. Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat

ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan

input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri

melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel 23.

G. TATALAKSANA

Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :

a. Menurunkan tekanan darah sesuai target yang direkomendasikan JNC VIII :

tekanan darah <150/90 untuk usia ≥60 tahun tanpa diabetes dan CKD. Tekanan

darah <140/90 mmHg, untuk 1) usia <60 tahun tanpa diabetes dan CKD, 2)

semua usia dengan diabetes tetapi tanpa CKD, 3) semua usia dengan CKD dan

dengan/tanpa diabetes.

b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler.

Page 12: Kasus ht g99152031 putri nur k

c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien

hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan

faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.

1. Terapi Nonfarnakologis

Menurut modifikasi gaya hidup yang merupakan terapi nonfarmakologis

dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ - ½ sendok

teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein,

rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita

hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit

dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam)

dan mengendalikan stress.

Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita

hipertensi adalah:

1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak

kelapa, gajih).

2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,

crackers, keripikdan makanan keringyangasin).

3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta

buah-buahan dalam kaleng, soft drink).

4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,

pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein

hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning

telur, kulit ayam).

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco

serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandunggaram

natrium.

7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi

diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dengan

Page 13: Kasus ht g99152031 putri nur k

modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga komplikasi yang

terjadi dapat dihindarkan.12

2. Terapi Farmakologis

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC VII adalah :

a. Diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara

mendeplesikan simpanan natrium tubuh.Diuretik menurunkan tekanan darah

dengan menyebabkan diuresis.Pengurangan volume plasma dan Stroke

Volume (SV) berhubungan dengan dieresis dalam penurunan curah jantung

(Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya.Penurunan curah

jantung yang utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada

hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir

kembali kondisi pretreatment.

1) Thiazide

Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,

golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah.

Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi

Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik

yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan

menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka

diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari

peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan mempengaruhi

tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah dengan cara

memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang berperan dalam

penurunan resistensi vascular perifer.

2) Diuretik Hemat Kalium

Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan

tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan

dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat

kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan

oleh diuretik lainnya.

Page 14: Kasus ht g99152031 putri nur k

3) Antagonis Aldosteron

Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih

berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6

minggu dengan spironolakton).

b. Beta bloker (BB)

Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai

moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja

dengan menghambat reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik

perifer, di mana β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk

menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin.

Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac outputakan berkurang

yang disertai dengan turunnya tekanan darah.7

c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist

Calsium channel blocker (CCB) menyebabkan relaksasi jantung dan

otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap

tegangan sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra selluler ke dalam

sel. Relaksasai otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi sehingga

mengurangi tahanan perifer dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.

Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan

antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi penderita hipertensi yang

juga penderita angina.7 Contoh obat: Nifedipin, Amlodipin, Diltiazem.

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)

ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-

angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I

menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi

retensi sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron.ACE membantu

produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan darah

arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada beberapa

tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial.

Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah

bukan ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah

pada penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan

Page 15: Kasus ht g99152031 putri nur k

produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.Oleh karena ACE

juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan

peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan

prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek

penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab

terhadap efek samping berupa batuk kering.

ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien

dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien

harus dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan

tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi gejala.2

ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah

untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi

ginjal dan serum potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi

dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat

yang tergolong dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE

inhibitor pertama yang digunakan secara klinis.16

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker

(ARB)

Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk

ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti

chymases. Inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-angiotensin, ARB

menahan langsung reseptor angiotensin tipe I, reseptor yang memperentarai

efek angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak mencegah

pemecahan bradikinin.

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan

target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan

untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang dan yang

memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai

dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum

mancapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat

tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik

Page 16: Kasus ht g99152031 putri nur k

tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah :

diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan

diuretika, ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.7,17

Berikut merupakan panduan untuk tatalaksana hipertensi menurut 2014

Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure18

Gambar 4.2014 Hypertension Guideline Management Algorithm

(Sumber: JAMA, 2013)

Page 17: Kasus ht g99152031 putri nur k

BAB III

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. X

Umur : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Alamat : Sukoharjo

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan swasta

B. Keluhan Utama :

Nyeri kepala cekot-cekot

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala terasa cekot-cekot sejak 3

hari yang lalu. Nyeri kepala dirasakan sampai ke bagian tengkuk. Keluhan

dirasakan hilang timbul, terasa lebih berat bila terlalu banyak pikiran atau

kecapekan. Pasien merasa keluhan cukup mengganggu aktivitasnya, terutama

dalam pekerjaan sebagai karyawan swasta. Sebelumnya pasien sudah pernah

memeriksakan ke dokter dan dikatakan memiliki darah tinggi. Pasien diberi satu

jenis obat, akan tetapi hanya diminum saat ada keluhan saja. Jenis obatnya

pasien tidak ingat. Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur maupun

berdebar-debar. Pasien mengatakan beberapa hari terakhir terdapat banyak

deadline di kantornya yang belum selesai sehingga pasien merasa stress. Pasien

memiliki kebiasaan sering makan makanan yang asin dan santan serta sering

mengkonsumsi kopi.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat stroke : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat sakit liver : disangkal

Riwayat sakit ginjal : disangkal

Page 18: Kasus ht g99152031 putri nur k

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok : (+) sejak usia 25 tahun, 1-3 batang/hari

Riwayat minum minuman keras : disangkal

Riwayat olah raga teratur : jarang

F. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

Riwayat sakit gula :disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : (+) ayah pasien

Riwayat stroke : (+), ayah pasien

Riwayat sakit ginjal : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

G. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien tinggal dengan seorang istri dan 3 anaknya. Pasien bekerja sebagai

karyawan di perusahaan swasta yang bekerja sekitar 8 jam sehari. Pasien jarang

melakukan olahraga, pasien memiliki kebiasaan merokok, makan makanan

bersantan, asin asinan serta sering minum kopi. Pasien berobat menggunakan

fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : Compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda Vital

Tekanan darah : 165/100 mmHg

Nadi : 82 x/menit, irama reguler, tegangan cukup

Frekuensi Respirasi :18 x/menit

Suhu : 36,4oC

B. Status Gizi

BB = 70 kg

TB = 160 cm

BMI = 27,34 (overweight)

C. Kulit : Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-),

teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), pucat (-)

Page 19: Kasus ht g99152031 putri nur k

D. Kepala : Nyeri kepala (+), cekot-cekot (+), bentuk mesocephal, rambut

warna hitam, uban (-), mudah rontok (-), luka (-)

E. Mata : Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3

mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)

F. Telinga : Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-),

nyeri tekan tragus (-)

G. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu

baik

H. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi tanggal (+), bibir kering (-), pucat

(-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut

bibir (-)

I. Leher : Jugular Venous Pressure (JVP) R+2 cm (tidak meningkat), trakea di

tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi

cervical (-), cengeng (+), distensi vena-vena leher (-)

J. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,

retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan torakoabdominal,

sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-)

K. Jantung :

a. Inspeksi :Iktus kordis tidak tampak

b. Palpasi :Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm medial linea

medioclavicularis, iktus kordis tidak kuat angkat

c. Perkusi :Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea

medioklavicularis sinistra

→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar

d. Auskultasi :HR :92 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni,

intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-). Bunyi jantung I > Bunyi

jantung II, di SIC V 1 cm medial linea medioklavikula sinistra dan SIC

Page 20: Kasus ht g99152031 putri nur k

IV linea parasternal sinistra. Bunyi jantung II > Bunyi jantung I di SIC II

linea parasternal dextra et sinistra.

L. Pulmo :

a. Inspeksi :Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).

Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal

(-)

b. PalpasiSimetris. Pergerakan dada ka = ki, peranjakan dada ka = ki,

fremitus raba kanan = kiri

c. Perkusi : Sonor / Sonor

d. Auskultasi : Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan

wheezing (-/-), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru

(-/-), krepitasi (-/-)

M. Punggung: kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-),

N. Abdomen :

a. Inspeksi :Dinding perut lebih tinggi dari dinding thorak, distended

(-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)

b. Auskultasi :Peristaltik (+) normal

c. Perkusi :Timpani, pekak alih (-)

d. Palpasi :Supel, nyeri tekan (-). Hepar tidak teraba. Lien tidak

teraba.

O. Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

P. Ekstremitas : Kuku pucat (-), spoon nail (-)

Akral dingin Oedem

- - - -

- - - -

III. DIAGNOSIS BANDING

1. Hipertensi stage II

2. Tension type headache

IV. DIAGNOSIS

Hipertensi stage II

Page 21: Kasus ht g99152031 putri nur k

V. TUJUAN TERAPI

1. Menurunkan tekanan darah sampai <140/90 mmHg.

a. Modifikasi gaya hidup

b. Obat antihipertensi, untuk pasien hipertensi stage II, diberikan kombinasi

2 obat hipertensi:

1) Diuretik. Misalnya hidroklortiazid 1 tablet dengan dosis 25 mg

diberikan sekali sehari.

2) ACE inhibitor. Misalnya captopril tablet dengan dosis 12,5 mg

diberikan 3 kali sehari.

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler, dilakukan

dengan mempertahankan tekanan darah normal dengan melakukan kontrol

rutin.

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kasus meliputi terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.

1. Nonfarmakologis

Terapi nonfarmakologis yang dapat disampaikan ke pasien adalah modifikasi gaya

hidup. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan mengurangi faktor risiko

hipertensi, yaitu dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh

(6 gram/hari), mengontrol berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan

minuman beralkohol. Olahraga yang dianjurkan yaitu jenis olahraga aerobik, dapat

berupa jalan, jogging, bersepeda, renang selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5

kali dalam seminggu. Istirahat yang cukup dan mengendalikan stress. Perbanyak

makan buah dan sayur.

Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah:

1) Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,

gajih).

2) Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers,

keripik dan makanan kering yang asin).

3) Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran serta

buah-buahan dalam kaleng, soft drink).

Page 22: Kasus ht g99152031 putri nur k

4) Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,

pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

5) Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein

hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning

telur, kulit ayam).

6) Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco

serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.

7) Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

Pasien juga sebaiknya melakukan kontrol rutin ke dokter atau puskesmas.

2. Farmakologis

R/ Hidroklortiazid tab mg 25 No. VII

S 1 dd tab 1 mane

R/ Captopril tab mg 25 No. XXI

S 3 dd tab 1

Pro: Tn.X (45 tahun)

VII. PEMBAHASAN OBAT

Sesuai dengan tujuan terapi yaitu dengan menurunkan tekanan darah sampai

<140/90 mmHg yaitu berupa modifikasi gaya hidup dan penggunaan obat-obat

antihipertensi.

Berdasarkan pedoman dari JNC VIII, beberapa anggota komite

merekomendasikan terapi medikamentosa awal dengan ≥ 2 obat dengan sistol >160

mmHg dan/atau diastole >100 mmHg, atau jika sistol >20 mmHg diatas target

tekanan darah dan/atau diastole >10 diatas target tekanan darah. Penggunaan

kombinasi 2 obat yaitu diuretik tipe thiazid dikombinasi dengan salah satu dari kelas

lain (ACEI, ARB, CCB, atau beta blocker).

Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada

kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan Antihypertensive and

Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak

tertandingi dalam mencegah komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi. Kelebihan

dari thiazid adalah harganya yang murah, dapat diberikan satu kali sehari, dan efek

antihipertensinya bertahan pada pemakaian jangka panjang.

Page 23: Kasus ht g99152031 putri nur k

Pada kasus diatas diberikan obat kombinasi Hidroklortiazid 25 mg dan

Captopril 12,5 mg. Hidroklorotiazid merupakan salah satu golongan obat Diuretik

yang menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis. Pengurangan volume

plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan diuresis dalam penurunan

curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya. Obat

Hidroklortiazid ini diiberikan 1x/ hari pada pagi hari karena efek diuresisnya akan

menyebabkan pasien ingin kencing, jadi lebih baik jika dikonsumsi pada pagi hari,

beberapa jam sebelum aktivitas dimulai agar tidak mengganggu kenyamanan pasien

dalam melakukan kegiatan.

Thiazide seringkali dikombinasi dengan antihipertensi lain karena: 1) dapat

meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda,

2) thiazide mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat

tersebut dapat bertahan.

Captopril merupakan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor yaitu

dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga

terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi

bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan

berperan dalam efek vasodilatasi ACE inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan

menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan

ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.

ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk

menghindari risiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum

potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama

setelah dilakukan peningkatan dosis. Dosis captopril perhari adalah 25-100 mg

dengan frekuensi pemberian 2-3x/hari. Pemberian kombinasi obat ini dengan

antihipertensi lainnya akan meningkatkan efek hipotensi.

Pada pasien ini diberikan dosis 12.5 mg x 3 selama 1 minggu, kemudian

pasien di edukasi untuk kembali kontrol, kemudian dievaluasi keberhasilan terapi.

Adapun tujuan terapi berikutnya yaitu penurunan morbiditas dan mortalitas

penyakit kardiovaskuler, dapat dicapai dengan mempertahankan tekanan darah

normal dengan melakukan kontrol rutin.

Page 24: Kasus ht g99152031 putri nur k

Selama pemberian terapi obat-obat antihipertensi perlu diperhatikan untuk

indikasi dan kontraindikasi dari masing-masing obat antihipertensi, sehingga

diharapkan target terapi tercapai dengan meminimalkan efek samping terhadap

pasien.

Page 25: Kasus ht g99152031 putri nur k

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

- Pengobatan hipertensi memerlukan kombinasi terapi yang terdiri dari terapi

nonfarmakologis dan terapi farmakologis.

- Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan dengan mengurangi faktor

risiko hipertensi antara lain: membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ - ½

sendok teh (6 gram/hari), menghindari minuman berkafein, rokok dan

minuman beralkohol, menurunkan berat badan yang berlebihan, olahraga,

meningkatkan konsumsi buah dan sayur, menurunkan asupan lemak,

menghindari stress, serta istirahat yang cukup.

- Terapi medikamentosa dapat menggunakan obat antihipertensi. Jenis-jenis

obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh

JNC VIII adalah : golongan diuretika, terutaman jenis thiazid atau

aldosterone antagonist; beta bloker (BB); Calcium Channel Blocker atau

Calcium Antagonist; Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE

Inhibitor); dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor

antagonist/blocker (ARB)

2. SARAN

- Perlunya kontrol rutin pada pasien hipertensi.

- Perlu monitoring ketat untuk mencegah komplikasi dan perburukan kondisi

pada pasien hipertensi.

- Pencegahan hipertensi dengan perbaikan gaya hidup sangat penting untuk

masyarakat umum.

Page 26: Kasus ht g99152031 putri nur k

DAFTAR PUSTAKA

1. Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522

2. Balitbangkes. Depkes RI. Operational study an integrated community-based intervention program on common risk factors of major non-communicable diseases in Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2006.

3. Bonita R. Surveillance of risk factors for non-communicable diseases: the WHO stepwise approach. Summary. Geneva: World Health Organization; 2001.

4. Syah B. Non-communicable disease surveillance and prevention in South-East Asia region. Report of an inter-country consultation. New Delhi: WHO-SEARO; 2002.

5. WHO/SEARO. Surveillance of major non-communicable diseases in South–East Asia region. Report of an inter-country consultation. Geneva: WHO; 2005.

6. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the management of hypertension. J Hypertension. 2003;21(11): 1983-92.

7. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC). The Seventh Report of the JNC (JNC-7). JAMA. 2003;289(19):2560-72.

8. Hipertensi di Indonesia. In: Mansjoer A, ed. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius;1999.p.518-21.

9. Departemen Kesehatan. Survei kesehatan nasional. Laporan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2004.

10.Resolution WHA57.17. Global strategy on diet, physical activity, and health. In: Fifty-seventh World Health Assembly. 17-12 May 2004. Geneva: World Health Organization; 2004.

11. Balitbangkes. Depkes RI. Operational study an integrated community-based intervention program on common risk factors of major non-communicable diseases in Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2006.

12.Pusat Data dan Informasi. Mencegah dan Mengontrol Hipertensi Agar Terhindar dari Kerusakan Organ Jantung, Otak dan Ginjal. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

13.Martin Jeffery. Hypertension Guidelines: Revisiting The JNC 7 Recommendations. The Journal of Lancaster General Hospital: Hypertension and kidney specialists. 2008. Vol. 3 – No. 3.

14.Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati Tuminah. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009.

15.Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan. 616.132 Ind P; 2006.

Page 27: Kasus ht g99152031 putri nur k

16. Nafrialdi. 2012. Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

17. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2002.18.Paul A. et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood

Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC8). JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427 Published online: December 18, 2013.

19. Yogiantoro, M., 2009. Hipertensi Esensial. In: A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi (eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 5th ed. Jakarta Pusat: Interna Publishing, 1079-1085.

20.Lionakis N, Mendrinos, Dimitrios, Sanidas, Elias, Favatas, et al. Hypertension in the elderly. World Journal of Cardiology. 2012;4(5):135 - 47. 73

21 Aaronson PI, Ward, JPT.At a Glance Sistem Kardiovaskular Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2008.

22 Yusman P. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Berisiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Jagakarsa Maret 2011. Jakarta: UPN Veteran Jakarta; 2011.

23. Gray, et al. (2005). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series