Kasus DHF
Click here to load reader
-
Upload
tiara-rahmawati -
Category
Documents
-
view
64 -
download
4
description
Transcript of Kasus DHF
Modul Tropik Infeksi
“Seorang Wanita dengan Bicara Kacau”
Kelompok XIII
030.06.272 Vicky Adrian Damay
030.07.218 Rifqa Wildaini
030.07.246 Siti Amanda Chairi
030.08.239 Theresia
030.08.240 Tiara Rahmawati
030.08.251 Vilma Swari
030.08.252 Vithia Ghozala
030.08.253 Vitya Resanindya
030.08.254 Viva Vianandi
030.08.255 Vivi Puspita Sari Mian
030.08.256 Widi Asrining Puri
030.08.300 Nurul Haslinda BT Moh Nor
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 15 juni 2010
BAB I
Pendahuluan
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian
akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006
(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang
terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). Berbagai faktor kependudukan
berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
4. Peningkatan sarana transportasi.
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor nyamuk)
harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuan
menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang
spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan
pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
BAB II
LAPORAN KASUS
Ny. Irma, 28 tahun dating diantar keluarganya ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan bicara kacau sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak dapat membedakan waktu siang dan malam serta tidak
mengenali anggota keluarganya. Pasien juga mengeluh sesak nafas.
5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam , demam timbul mendadak, sempat turun demamnya
pada hari ke empat, namun kemudian naik lagi. Pasien juga sempat mengeluh mual mual hebat. Muntah
satu kali dengan ampas makanan.
Pada anamnesis tambahan diperoleh data bahwa pasien pernah divaksinasi Hepatitis A dan B kurang dari
1 tahun yang lalu. Riwayat merokok di sangakl riwayat minum alkohol disangkal.
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas Pasien
Nama : Ny. Irma
Kelamin : Wanita
Tempat/tanggal lahir : -
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Anamnesis
Keluhan utama :
Bicara kacau
Keluhan tambahan :
Tidak dapat membedakan waktu malam dan siang, tidak mengenal anggota keluarga, sesak nafas
Riwayat perjalanan penyakit :
Ny. Irma, 28 tahun dating diantar keluarganya ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan bicara kacau sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak dapat membedakan waktu siang dan malam serta tidak
mengenali anggota keluarganya. Pasien juga mengeluh sesak nafas.
5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam , demam timbul mendadak, sempat turun demamnya
pada hari ke empat, namun kemudian naik lagi. Pasien juga sempat mengeluh mual mual hebat. Muntah
satu kali dengan ampas makanan.
Riwayat penyakit lampau :
Riwayat kencing manis , sakit jantung, sakit darah tinggi , sakit flek paru, riwayat penyakit hati kronis,
semua di sangkal. Riwayat jatuh juga disangkal.
Riwayat pengobatan :
Apakah pasien sudah minum obat sebelum masuk rumah sakit ?
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : delirium
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mm Hg
Nadi : 100x/ menit
Suhu : 39,4 0C
Pernafasan : 24x/menit
Inspeksi
Mata : -
Tht : -
Jantung : -
Paru-paru :-
Abdomen :-
Ekstremitas : petekie (+) pada kedua ekstremitas bawah
Palpasi
Ekstremitas :-
Abdomen : hepatomegali 2 jari bawah arcus costae
Auskultasi
Jantung : S1S2 reguler, murmur -, gallop -
Paru-paru : vesikuler kanan kiri melemah, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : -
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan Nilai normal Nilai Interpretasi
Hb 12-16 g/dl 18,9 g/dl Meningkat
Ht 37-43 56 Meningkat
Leukosit 4000-10.000 2400/mm3 Menurun
Trombosit 200.000-400.000 40.000/mm3 Menurun
SGOT 6-30 IU 1178 IU Meningkat
SGPT 7-32 IU 3423 IU Meningkat
GDS <152 mg/dl 102 mg/dl Normal
Ureum 10-50 mg/dl 90 mg/dl Meningkat
Kreatinin 0.6-1.3 mg/dl 2.0 mg/dl Meningkat
Dengue blot Ig G(-)
IgM (-)
Ig G(-)
IgM (-)
Normal
Hepatitis B HbSag (-)
Anti Hbs(+)
HbSag (-)
Anti Hbs(+)
Normal
Kekebalan
Hepatitis A Anti HAV (-) Anti HAV (-) Tidak sakit
CT-Scan Tidak ditemukan
kelainan
Normal
ANALISA KASUS
Prioritas masalah :
1. Gangguan kesadaran
Dilihat dari gejala : delirium.
2. Demam yang tinggi
Dilihat dari pemeriksaan ditemukan suhu 39.4 0C yang berarti suhu pasien febris .
3. Gangguan pencernaan
Dilihat dari gejala berupa : anoreksia, muntah dan hepatomegali.
4. Gangguan pernafasan
Karena ditemukan suara vesicular kanan kiri melemah yang menandakan adanya efusi pleura.
Berdasarkan keluhan utama pasien ditarik beberapa kemungkinan diagnosa antara lain :
1. Demam berdarah dengue
2. Demam Thypoid
Demam berdarah dengue Demam thypoid
Gejala klinis :
- Demam bifasik 2-7hari
- Manifestasi perdarahan (misalnya : petekie,
tourniquet test positif, hematemesis, melena)
- Trombositopenia
- Hepatomegali
- Ensefalopati
Pemeriksaan Laboratorium :
- Leukosit dapat normal atau menurun
- Trombositopenia
- Peningkatan hematokrit >20%
- SGOT/SGPT meningkat
- Pemeriksaan serologi : IgM dan IgG
Gejala Klinis :
- Demam continua
- Coated tongue
- Rose spot
- Hepatomegali
- Mual dan muntah
- Gangguan kesadaran dapat terjadi bila
penyakit sudah berat
- Gangguan saluran pencernaan
- Bradikardi relatif
Pemeriksaan Laboratorium :
-Leukopenia, limfositosis, eosinofilia
- Pemeriksaan widal positif (titer O 1/200 atau
lebiih)
- Biakan empedu ditemukan Salmonella
typhosa
DIAGNOSA KERJA
Demam berdarah dengue derajat III
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie, ekimosis, atau
purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
DIAGNOSA BANDING
Demam typhoid sebagai diagnosa banding, karena melihat kesesuaian dari gejala klinis dan
pemeriksaan darah tepi. Pada demam thypoid didapatkan demam yang sifatnya kontinu dan
kenaikan titer O pada pemeriksaan widal sebesar 1/200 atau lebih.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Pemeriksaan darah perifer: Hb, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, dan trombosit.
Pada DBD berat/SSD : monitor hematokrit tiap 4-6 jam, trombosit, AGD, kadar elektrolit,
ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, protein serum, PT dan APTT.
Pemeriksaan radiologis. Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks
PENATALAKSANAAN
Pada keadaan ini, pasien dapat diberikan terapi cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam.
Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang
ditandai dengan hematokrit turun, frekuensi nadi turun, maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik, maka pemberian cairan
dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tidal membaik, yang
ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg,
produksi urin menurun maka jumlah cairan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam
kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan dapat
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam, tetapi jika tidak ada perbaikan maka jumlah infus
dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya keadaan menjadi
buruk dan didapatkan kondisi syok pada pasien, maka pasien ditangani sesuai protokol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam dikarenakan oleh adanya kegagalan organ pada
hati dan ginjal.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Dengue heamorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai ruam, atu tanpa ruam, leukopenia, trombositopenia.
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus. Dengue yang termasuk dalam gennus flavivirus, fammily flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm. Terdapat 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotype ditemukan di indonesia dengan DEN-3 tebanyak di indonesia.terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever.
Epidemiologi
Demam berdarah denguae terbesar di wilayah asia tenggara. Indonesia merupakan wilayah endedemis. Insiden DBD di indonesi antara 6 hingga 15 per 100.00 penduduk. Peningkatan kasus setiap tahunya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perlindungan nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih. Beberapa faktor yang yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu vektor, pejamu, dan lingkungan.
Patofisologi
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977
(gambar 2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan
proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke
ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit,
penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.9,10
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor
dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses
ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok. Cascade inflamasi dan trombosis dapat teraktivasi oleh
endotoksin, eksotoksin, parasit, ataupun virus. Sebagai akibat dari mekanisme tersebut, respon
imun seluler melepaskan mediator sitokin dan non-sitokin. mediator inflamasi yang dilepaskan
adalah TNF-alpha, IL-1, IL-6. Pelepasan mediator vasodilatasi dan endotoksik secara sistemik
juga terjadi, termasuk prostaglandin,tromboksan A2, dan oksida nitrat. Mediator tersebut
berperan dalam vasodilatasi dan kerusakan endotel, yang akan berakibat hipoperfusi dan
kebocoran kapiler darah.
Selain itu, sitokin juga menjalani fungsinya dalam mengaktivasi jalur koagulasi, yaitu kapiler
mikrotrombi dan iskemi dari organ.
Berikut sistem dan mediator yang juga teraktivasi :
1. Metabolism asam arakhidonat (misalnya, leukotrien, prostaglandin, tromboksan)
2. Sistem komplemen
3. IL-1, IL-6, TNF-alpha
4. “Cascade” koagulasi (mikrotrombi dan kerusakan organ)
5. Katekolamin
6. Glukokortikoid (menambah tonus vascular)
7. Bradikinin
8. Histamin
Disfungsi dari endotel dan maldistribusi vaskular berakibat kepada hipoksia jaringan atau tidak
tercapainya oksigen ke jaringan jaringan yang vital. Selain itu, dapat terjadi disfungsi dari
mitokondria, sehingga terjadi pengurangan penggunaan oksigen di tingkat jaringan. Aktivasi dari
“cascade” koagulasi dan penurunan dari jumlah fibrin mengakibatkan mikrotrombi pada kapiler
kapiler organ. Faktor faktor tersebut berakibat kepada disfungsi organ dan akhirnya kegagalan
organ.
Sepsis terjadi ketika racun yang diproduksi oleh bakteri menyebabkan sel dalam tubuh untuk
melepaskan zat yang memicu inflamasi (sitokin). Meskipun sitokin membantu memerangi
infeksi sistem kekebalan tubuh, mereka dapat memiliki efek berbahaya:
1. Vasodilatasi pembuluh darah, yang akan menurunkan tekanan darah.
2. Pembentukan “clot” kapiler darah.
Efek tersebut akan berakibat:
1. Penurunan aliran darah ke organ organ vital (ginjal, jantung, dan otak).
Dengan manifestasi : gangguan fungsi ginjal, gangguan kesadaran.
2. Kompensasi jantung bekerja lebih keras, dengan meningkatkan denyut jantung dan
jumlah darah yang dipompa. Kompensasi tersebut melemahkan jantung, sehingga jantung
memompa sedikit darah, dan organ-organ vital menjadi hipoksia.
3. Saat jaringan hipoksia, pengeluaran asam laktat yang berlebihan ke aliran darah, sehingga
darah semakin asam.
Yang selanjutnya, akan mengakibatkan perburukan fungsi organ :
1. Ginjal mengekskresi sedikit urin atau tidak sama sekali.
2. Kebocoran plasma.
3. Akumulasi dari cairan semakin memperburuk fungsi paru, sehingga terjadi kesulitan
bernafas.
4. Perdarahan hebat.
MANIFESTASI KLINIS
Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik (silent
dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam berdarah
dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase
demam 2-7 hari.
Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue
Spektrum Klinis
Manifestasi Klinis
DD
• Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia.• Dapat disertai trombositopenia.• Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.
DBD
• Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut.• Uji torniquet positif.• Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.• Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri.• Hepatomegali.• Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal.• Trombositopenia.• Hemokonsentrasi.• Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok
SSD
• Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).• Gejala syok :
gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.
Tekanan darah turun, tekanan nadi < 20 mmHg.
Akral dingin, capillary refill turun.
Diuresis turun, hingga anuria.
Kriteria demam berdarah denguae menurut WHO 1997
1. Demam/ riwayat akut 2-7 hari, biasanya bifasik2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan
a. Uji bendung (+)b. Ptekie, echimosis/purpurac. Perdarahan mukosa (tersering epitaksis/ perdarahan gusi)d. Hematemesis / melena
3. Trombosis menurun (kurang dari 100.000)4. Terdapat minimal 1 tanda plasma leakage
a. Peningkatan hematokrit lebih dari 20% dibandingkan standar vsesuai dengan umur dan kelamin
b. Penurunan hematokrit setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai sebelumnya
5. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia
Klasifikasi DHF berdasarkan derajatnya
Derajat 1 : demam disertai gejala klinis, uji turniket (+), trombositopeni dan hemokonsentrasi
Derajat II : manifestasi klinis pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan dibawah kulit seperti ptekie, hematoma dan perdaran i tempat lain
Derajar III : manifestasi klinis pada dereajat II di tambah dengan ditemukanya manifestasi kegagalansystem sirkulasi berupa nadi yang cepat, dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah
Derajat IV : manifestasi klinis pada derajat III di tambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tidak teraba
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :
Pemeriksaan darah perifer: Hb, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, dan trombosit. Pada DBD berat/SSD : monitor hematokrit tiap 4-6 jam, trombosit, AGD, kadar
elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, protein serum, PT dan APTT.
Pemeriksaan radiologis. Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks
Penatalaksanaan
Pada keadaan ini, pasien dapat diberikan terapi cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam.
Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang
ditandai dengan hematokrit turun, frekuensi nadi turun, maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik, maka pemberian cairan
dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tidal membaik, yang
ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg,
produksi urin menurun maka jumlah cairan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam
kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan dapat
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam, tetapi jika tidak ada perbaikan maka jumlah infus
dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya keadaan menjadi
buruk dan didapatkan kondisi syok pada pasien, maka pasien ditangani sesuai protokol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.
Prognosis
…………