Kasus Debb Recovered

45
BAB I PENDAHULUAN Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina. Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari – hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manisfestasi penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya

description

Kasus Debb Recovered

Transcript of Kasus Debb Recovered

Page 1: Kasus Debb Recovered

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap

lingkungan yang tidak menguntungkan. Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah.

Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita

menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada

rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang

cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.

Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari – hari baik pada

anak maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manisfestasi

penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber

perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s. Epistaksis bukan suatu

penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti

sendiri. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering

dijumpai pada musim dingin dan kering.

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang

jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada

hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma,kelainan anatomi,kelainan

pembuluh darah,infeksi lokal, benda asing,tumor,pengaruh udara lingkungan. Kelainan

sistemik seperti penyakit kardiovaskuler,kelainan darah,infeksi sistemik, perubahan

tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.

Page 2: Kasus Debb Recovered

BAB II

STATUS PASIEN

II.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.S

Usia : 73 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Magelang

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Agama : Islam

II.2. ANAMNESIS

• Keluhan Utama : Mimisan

• Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RST dr.Soedjono tanggal 18 Agustus 2013 pukul 22.30

WIB. Dengan keluhan mimisan (keluar darah dari lubang hidung). Mimisan

terjadi pada lubang hidung yang sebelah kanan, banyaknya darah yang keluar

sekitar ½ gelas dalam sekali mimisan, pertama kali keluar darah pada pukul 04.00

dini hari setelah 10 – 15 menit kemudian berhenti setelah memencet hidung dan

sumpal dengan daun sirih, setelah itu darahnya keluar lagi pada pukul 08.00 pagi,

banyaknya sekitar ¼ gelas, darahnya berwarna merah terang.

Pasien tidak merasa seperti menelan darah di tengorokannya, pasien

menyangkal adanya kebiasaan mengorek – ngorek hidung atau mengeluarkan

ingus dengan keras sebelum keluhan tersebut muncul. Pasien juga tidak

mengeluhkan adanya nyeri, demam, batuk atau pilek sebelum keluhan tersebut

muncul.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya tidak pernah seperti ini, HT (+) dan tidak minum obat untuk

hipertensinya, DM (-), penyakit kelainan darah (-), riwayat trauma pada

wajah/hidung (-)

Riwayat Pengobatan

Page 3: Kasus Debb Recovered

Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan seperti aspirin, dan belum

pernah diobati ke dokter

Riwayat Penyakit Keluarga:

Dikeluarga tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama

Riwayat Sosial Ekonomi

Kesan ekonomi cukup

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalisata

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital :

TD : 180/100 mmHg

N : 88 x/min

S : 36.2oC

RR : 20x/min

Aktivitas : Normoaktif

Sikap : Kooperatif

Status gizi : Baik

Status lokalis (THT)

Kepala & leher :

• Kepala : mesocephale

• Wajah : simetris

• Leher : pembesaran kelj.limfe (-)

TELINGA

Bagian Auricula Dextra Sinistra

Auricula

Bentuk normal,

nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-)

Bentuk normal

nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-)

Pre auricular Bengkak (-)

nyeri tekan (-)

Bengkak (-)

nyeri tekan (-)

Page 4: Kasus Debb Recovered

fistula (-) fistula (-)

Retro auricularBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-)

Nyeri tekan (-)

MastoidBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-),

Nyeri tekan (-)

CAE

Serumen (+)

hiperemis (-)

Sekret (-)

Serumen (+)

hiperemis (-)

Sekret (-)

Membran

timpani

Intak

putih mengkilat

refleks cahaya (+)

Intak

putih mengkilat

refleks cahaya (+)

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Luar: Kanan Kiri

Bentuk Normal Normal

Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi Anterior Kanan Kiri

Cavum nasi

Sekret

Bekuan darah di daerah

pleksus Kiesselbach

darah (+) (-)

Mukosa hiperemis (-)

edema (-)

basah (+)

pucat (-)

hiperemis (-)

edema (-)

basah (-)

pucat (-)

Konka Media hipertrofi (-)

hiperemis (-)

hipertrofi (-)

hiperemis (-)

Konka Inferior hipertrofi (-)

hiperemis (-)

hipertrofi (-)

hiperemis (-)

Page 5: Kasus Debb Recovered

Tumor (-) (-)

Septum Deviasi (-)

Massa (-) (-)

TENGGOROKAN

Lidah Ulcus (-) Stomatitis (-)

Uvula Bentuk normal, di tengah, hiperemis (-)

Tonsil Dextra Sinistra

Ukuran T1 T1

Permukaan Rata Rata

Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kripte Melebar (-) Melebar (-)

Detritus (-) (-)

Faring Mukosa hiperemis (-), dinding rata, granular (-)

II.4. RINGKASAN

o Anamnesis

o Epistaksis (+), pada lubang hidung kanan, darah yang keluar agak

banyak, dapat berhenti sendiri dengan melakukan tekanan pada hidung

o Seperti ini baru pertama kali

o Trauma hidung (-)

o Riw HT (+)

o Penyakit kelainan darah (-)

o Riw konsumsi obat-obatan seperti aspirin (-)

o Vital sign: Tekanan darah 180/100 mmhg

o Pemeriksaan Fisik

o Pada pemeriksaan hidung tidak ditemukan kelainan, ditemukan darah

dan bekuan darah didaerah pleksus kiesselbach

II.5. USULAN PEMERIKSAAN

Darah Lengkap

Page 6: Kasus Debb Recovered

Parameter Hasil Nilai rujukan

Page 7: Kasus Debb Recovered

WBC (103/mm3) 9.8 4.0-10.0

RBC (106/mm3) 4,24 3.50 – 5.50

HGB (gr/dl) 11,6 11.0 – 15.0

HCT (%) 33,4 36.8 – 48.0

PLT (103/mm3) 268 158 - 458

PCT (%) 0.35 .18 - .28

MCV (µm3) 78,8 80.0 – 99.0

MCH (pg) 27,3 26.0 – 32.0

MCHC (gr/dl) 34,7 32.0 – 36.0

RDW (%) 11.5 11.5 – 14.5

MPV ( µm3) 13,4 7.4 – 10.4

PDW (%) 10,8 10.0 – 14.0

% Lym 8,3 20.0 – 40.0

% Mon 5,3 1.0 – 15.0

% Gran 86,4 50.0 – 70.0

# Lym 0,8 0.6 - 4.1

# Mon 0,5 0.1 – 1.8

# Gran 8,5 2.8 – 7.0

GDS

SGPT/SGOT

Ureum/creatinin

CT/BT/ faktor pembekuan darah

Glukosa 161 mg/dl 70 - 110

Ureum 57 mg/dl 0 -50

creatinin 0,5 mg/dl 0 – 1,3

Page 8: Kasus Debb Recovered

SGOT 24 U/I 3 - 35

SGPT 15 U/I 0 - 41

II.6. DIAGNOSIS BANDING

Epistaksis anterior

Epistaksis posterior

II.7. DIAGNOSIS SEMENTARA

Epistaksis anterior

II.8. USULAN TERAPI:

Nonmedikamentosa

o Pasang tampon anterior

Medikamentosa

o Infus RL 20 tpm

o Zibac (Ceftadizim 2x1 gr)

o Asam traneksamat 3x500

o Dycinon 3x1 amp

o Captopril 3x12,5 mg

II.9. EDUKASI

Segera hubungi dokter apabila terjadi mimisan kembali

II.10. PROGNOSA:

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionales : dubia ad bonam

II.11.RUJUKAN

Page 9: Kasus Debb Recovered

Dalam kasus ini perlu dilakukan rujukan ke disiplin ilmu kedokteran lainnya, karena

dari pemeriksaan klinis dan ditemukan kelainan yang berkaitan dengan disiplin ilmu

kedokteran lainnya yaitu ke bagian ilmu penyakit dalam.

II.12.FOLLOW UP

Tanggal 19-8-2013

S : sudah tidak mimisan, pusing (-), lemas (-)

O :

Status generalis dbn

TD 130/90 mmHg, N 88x/min, S 36,3oC, RR 20x/min

Status THT :

Telinga

Sekret -/-, serumen -/-, membran timpani intak/intak

Hidung

Sekret -/-, bekuan darah (+/-), konka hiperemis -/-, konka hipertrofi -/-

Tenggorokan

Uvula ditengah, T1/T1, detritus -, kripte melebar -

A : epistaksis anterior

P : Infus RL 20 tpm

Zibac 2x1 gr

Kalnex 3x1 amp

Dycinon 3x1 amp

Tanggal 20-8-2013

S : mimisan (-).

O :

Status generalis dbn

TD 110/80 mmHg, N 88x/min, S 36,2oC, RR 20x/min

Status THT :

Telinga

Sekret -/-, serumen -/-, membran timpani intak/intak

Page 10: Kasus Debb Recovered

Hidung

Sekret -/-, konka hiperemis -/-, konka hipertrofi -/-

Tenggorokan

Uvula ditengah, T1/T1, detritus -, kripte melebar -

A : epistaksis anterior

P : boleh pulang

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

Hidung terdiri dari hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar berbentuk piramid,

bagiannya (dari atas ke bawah) yaitu pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak

Page 11: Kasus Debb Recovered

hidung, ala nasi, kolumela, lubang hidung (nares anterior). Sedangkan bagian hidung

dalam terdiri dari vestibulum dan cavum nasi. Tiap kavum nasi memiliki 4 buah dinding

yaitu :

- medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yaitu lamina

prependikularis, vomer, krista nasalis os maksilla, krista nasalis os palatina, kartilago

septum, dan kolumela

- lateral adalah konka yang terdiri dari konka inferior, media, dan superior. Diantara

konka tersebut dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.

1. Concha nasalis superior

... Meatus nasi superior...

2. Concha nasalis media

... Meatus nasi medius...

3. Concha nasalis inferior

... Meatus nasi inferior...

4. Concha nasalis suprema

Dasar cavum nasi

Pada meatus medius terdapat muara sinus frontalis, maksila, dan etmoid anterior. Pada

meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sfenoid.

- inferior adalah os maksilla & os palatum

- superior adalah lamina kribiformis

Vaskularisasi

Bagian bawah hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, di

antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina lalu memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis.

Bagian atas rongga hidung mendapat vaskularisasi dari a.etmoid aanterior dan

posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian depan

septum, terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior,

a.labialis superior, a.palatina mayor (Pleksus Kiesselbach) .

Page 12: Kasus Debb Recovered

Vena-vena di hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena di vestibulum & struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika

yang berhubungan dengan sinus kavernosus.

Inervasi

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus

etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari

nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus

dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus

oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi

menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis.

Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan

memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior,

dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung

lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui

ganglion sfenopalatinum

Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut

serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus

profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung

posterior konkha media. Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan

bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada

mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Fisiologi

Page 13: Kasus Debb Recovered

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi hidung

dan sinus paranasal adalah :

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi,

penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal

2. Fungsi penghidu karema terdapatnya mukosa olfaktorus dan reservoir udara untuk

menampung stimulus penghidu

3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses biacara dan

mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap

trauma dan pelindung panas

5. Refleks nasal.

Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan saluran

cerna,kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan

reflex bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi

kelenjar liur, lambung, dan pancreas.

III.2.EPISTAKSIS

III.2.1.Definisi

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung. Epistaksis bukan suatu penyakit,

melainkan gejala dari suatu kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri.

Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu dan dapat

mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis

secara efektif.

III.2.2.Epidemiologi

Epistaksis jarang ditemukan pada bayi, sering pada anak, agak jarang pada orang

dewasa muda, dan lebih banyak lagi pada orang dewasa tua. Epistaksis atau perdarahan

hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis

didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan >50 tahun.

Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak- anak dan dewasa muda, sedangkan

epistaksis posterior lebih sering terjadi pada usia lebih tua, terutama pada laki- laki

Page 14: Kasus Debb Recovered

berusia ≥ 50 tahun dengan penyakit hipertensi dan arteriosklerosis. Pasien yang

menderita alergi, inflamasi hidung dan penyakit hidung lebih rentan terhadap terjadinya

epistaksis, karena mukosanya lebih kering dan hiperemis yang disebabkan oleh reaksi

inflamasi.

Kira- kira 10% dari penduduk dunia mempunyai riwayat hidung berdarah

beberapa kali dalam hidupnya. Sekitar 30% anak- anak umut 0-5 tahun, 56% umur 6-10

tahun dan 64% berumur 11- 15 tahun mengalami satu kali epistaksis. Sebagai tambahan,

56% orang dewasa dengan perdarahan hidung berulang pernah mengalami kejadian

serupa pada saat kecil.

III.2.3.Etiologi

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput

mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus

Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di

belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis .

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik

1) Lokal

a) Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan

ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang

lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Trauma karena sering

mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan di mukosa bagian septum

anterior. Selain itu epistaksis juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau

trauma pembedahan.

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan

dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila

konka itu sedang mengalami pembengkakan. Bagian anterior septum nasi, bila

mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung

mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan

Page 15: Kasus Debb Recovered

dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi

membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.

Benda asing yang berada di hidung dapat menyebabkan trauma local, misalnya pada

pipa nasogastrik dan pipa nasotrakea yang menyebakan trauma pada mukosa hidung.

Trauma hidung dan wajah sering menyebabkan epistaksis. Jika perdarahan

disebabkan karena laserasi minimal dari mukosa biasanya perdarahan yang terjadi sedikit

tetapi trauma wajah yang berat dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.

b) Infeksi lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau

sinusitis. Bisa juga pda infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberkulosis, lupus,

sifilis atau lepra.

Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga

memudahkan terjadinya perdarahan di hidung.

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,

kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemangioma,

angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat. Karena pada tumor terjadi

pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan pembuluh darah yang baru

(neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga memudahkan terjadinya perdarahan.

Page 16: Kasus Debb Recovered

Gambar: Epistaksis pada neoplasma

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Juga

sering terjadi pada Von Willendbrand disease. Telengiectasis hemorrhagic hereditary

adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi pelebaran kapiler yang bersifat

rapuh sehingga memudah kan terjadinya perdarahan.

e) Pengaruh lingkungan

Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis

sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang disebabkan oleh

dehumidifikasi mukosa nasal selain itu bisa di sebabkan oleh zat-zat kimia yang

bersifat korosif yang dapat menyebabkan kekeringan mukosa sehingga pembuluh

darah gampang pecah.

f) Deviasi septum

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum

nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Selain itu dapat menyebabkan

turbulensi udara yang dapat menyebabkan terbentuknya krusta. Pembuluh darah

mengalami ruptur bahkan oleh trauma yang sangat ringan seperti mengosok-gosok

hidung.

2) Sistemik

Page 17: Kasus Debb Recovered

a) Kelainan darah

Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan epistaksis adalah trombositopenia,

hemofilia dan leukemia.

Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan dibentuk di

sumsum tulang. Trombosit berfungsi untuk pembekuan darah bila terjadi trauma.

Trombosit pada pembuluh darah yang rusak akan melepaskan serotonin dan tromboksan

A₂ (prostaglandin), hal ini menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah

berkonstriksi. Pada awalnya akan mengurangi darah yang hilang. Kemudian trombosit

membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh

darah yang rusak danmembentuk plug trombosit. Trombosit juga akan melepas ADP

untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk

memperkuat plug. Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit kurang dari

150.000/ µl. Trombositopenia akan memperlama waktu koagulasi dan memperbesar

resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil di seluruh tubuh sehingga dapat

terjadi epistaksis pada keadaan trombositopenia.

Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-

linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter,

dimana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX

(hemofilia B). Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya

secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya epistaksis.

Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang

diproduksi oleh .sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini

dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih

(berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi

membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (bagian kecil sel darah yang membantu

proses pembekuan darah). Pada Leukemia terjadi peningkatan pembentukan sel leukosit

sehingga menyebabkan penekanan atau gangguan pembentukan sel-sel darah yang lain di

sumsum tulang termasuk trombosit. Sehingga terjadi keadaan trombositpenia yang

menyebabkan perdarahan mudah terjadi.

Page 18: Kasus Debb Recovered

Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula

mempredisposisi epistaksis berulang. Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu dengan

menginhibisi produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat molekul-

molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada dinding pembuluh darah yang

rusak. Aspirin dapat menyebabkan peoses pembekuan darah menjadi lebih lama sehingga

dapat terjadi perdarahan. Oleh karena itu,aspirin dapat menyebabkan epistaksis.

b) Penyakit kardiovaskuler dan penyakit sistemik

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, sirosis

hepatis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi

biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.

1. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG

dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmhg. Epistaksis sering terjadi pada

tekanan darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh

penyakit hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus

menerus yang mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.

2. Arteriosklerosis

Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi keadaan

tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan

vasodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh darah.

3. Sirosis hepatis

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,

X dan vitamin K. Pada sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin

yang dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah terjadinya

perdarahan. Sehingga epistaksis bisa terjadi pada penderita sirosis hepatis.

4. Diabetes mellitus

Page 19: Kasus Debb Recovered

Terjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan mikroangiopati

dan makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sel

endotelial pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga

terbentuklah lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga

menyebabkan basal membran semakin menebal dan lemah. Dinding pembuluh

darah menjadi lebih tebal tapi lemah sehingga mudah terjadi perdarahan.

Sehingga epistaksis dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus.

c) Infeksi akut

Demam berdarah

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-

antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi

trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada

DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-

antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di

phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan

trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet

faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Oleh karena

itu epistaksis sering terjadi pada kasus demam berdarah.

d) Gangguan hormonal

Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di

pembuluh darah yang menuju ke semua membran mukosa di tubuh termasuk di hidung

yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan akhirnya terjadinya epistaksis.

e) Alkoholisme

Alkohol dapat menyebabkan sel darah merah menggumpal sehingga

menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah. Hal ini menyebabkan

Page 20: Kasus Debb Recovered

terjadinya hipoksia dan kematian sel. Selain itu hal ini menyebabkan peningkatan

tekanan intravascular yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga

dapat terjadi epistaksis.

III.2.4.Sumber perdarahan

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

Epistaksis anterior

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya

ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang

berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. la

merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina

asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa

terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua

epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior

umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya

berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke

rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi

perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

Page 21: Kasus Debb Recovered

III.2.5.Patofisiologi

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris interna yaitu

arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan

dari arteri fasialis. Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-

cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri

palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).

Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui

dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke

tenggorokan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus

epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan

berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga

hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari

lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas

Page 22: Kasus Debb Recovered

seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior

melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti

spontan.

Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan

lanjut,terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media

menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai

perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan

gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga

mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama.

Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya

epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh

darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma.

Hipertensi dapat membuat kerusakan yang berat pada pembuluh darah di hidung

(terjadi proses degenerasi perubahan jaringan fibrous di tunika media) yang dalam jangka

waktu yang lama merupakan faktor risiko terjadinya epistaksis

III.2.6.Diagnosis

Penegakkan diagnosis epistaksis memerlukan ketelitian dalam melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan jika diperlukan bersamaan

dengan persiapan untuk menghentikan epistaksis. Setelah perdarahan berhenti, lakukan

evaluasi untuk menentukan penyebab.

Dari anamnesis yang dapat digali adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya

2. Lokasi perdarahan

3. Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah

keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak?

4. Lama perdarahan dan frekuensinya

5. Kecenderungan perdarahan

6. Hipertensi

7. Diabetes mellitus

8. Penyakit hati

Page 23: Kasus Debb Recovered

9. Penggunaan antikoagulan

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, seperti aspirin, fenibutazon

Pada pemeriksaan fisik diawali dengan kesadaran, tanda vital, pemeriksaan kepala

sampai ekstremitas. Pada epistaksis anterior, keadaan umum pasien baik, tidak ada

gangguan tanda vital, dan tidak ditemukannya tanda hipoperfusi. Sedangkan pada

epistaksis posterior, pemeriksaan fisik sangat bergantung dengan jumlah dan waktu

perdarahan. Kesadaran pasien dapat menurun, dapat terjadi gangguan tanda vital hingga

menunjukkan tanda syok seperti nadi lemah, hipotensi, takipnea, akral dingin.

Epistaksis posterior dicurigai bila (1) sebagian besar perdarahan terjadi ke dalam

faring, (2) suatu tampon anterior gagal mengontrol perdarahan, atau (3) nyata dari

pemeriksaan hidung bahwa perdarahan terletak posterior dan superior.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa :

1. Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan konkha inferior

harus diperiksa dengan cermat

2. Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma

Page 24: Kasus Debb Recovered

3. Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena

hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang

4. Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi

5. Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya

6. Skrinning terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin parsial,

jumlah platlet dan waktu perdarahan

III.2.6.Penatalaksanaan

Terdapat 3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan

perdarahan, mencegah komplikasi, dan mencegah berulang nya epistaksis.

Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,

pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu misalnya

dengan memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu

dibersihkan atau dihisap. Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya,

setidaknya dilihat apakah perdarahan dari anterior atau posterior.

Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir

keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah

duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah

masuk ke saluran napas bagian bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan

dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan

darah dengan bantuan alat penghisap. Kemudian dipasang tampon sementara yaitu kapas

yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000 – 1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2%

dimasukan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa

nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15

menit. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal

dari bagian anterior atau posterior hidung.

Perdarahan Anterior

Page 25: Kasus Debb Recovered

Perdarahan seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian depan.

Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat

dicoba dihentikan dengan menekan hidung luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil.

Pasien dengan perdarahan aktif lewat bagian depan hidung harus duduk tegak,

menggunakan apron plastic serta memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk

melindungi pakaiannya. Gulungan kapas yang telah dibasahi larutan kokain 4%

dimasukkan dengan hati-hati ke dalam hidung sambil mengaaspirasi darah yang

berlebihan.

Gambar. Metode Trotter

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan

larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.

Bila dengan cara ini perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan

pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas

vaselin atau salep antibiotik. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan

teratur dari dasar hingga atap hidung dan meluas hingga ke seluruh panjang rongga

hidung, serta harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24

jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilaukan

Page 26: Kasus Debb Recovered

pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan belum

berhenti dipasang tampon baru.

Bila hanya memerlukan tampon anterior tanpa adanya gangguan medis primer,

pasien dapat diperlakukan ssebagai pasien rawat jalan dan diberitahu untuk duduk tegak

dengan tenang sepanjang hari, serta kepala ditinggikan pada malam hari. Pasien tua

dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah sakit.

Perdarahan Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab perdarahan hebat dan

sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Penanganan epistaksis

posterior antara lain adalah blok ganglion sfenopalatinum, tampon hidung posterior, atau

ligase pembuluh spesifik.

Blok Ganglion Sfenopalatinum

Pada kasus epistaksis posterior, blok sfenopalatinum dapat bersifat diagnostik dan

terapeutik. Injeksi 0,5 ml Xilokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 secara hati-hati ke

dalam kanalis palatina mayor yang akan menyebabkan vasokontriksi arteri sfenopalatina.

Disamping vasokontriksi, injeksi ini juga menimbulkan anastesia untuk prosedur

pemasangan tampon hidung posterior. Bila perdarahan berasal dari cabang arteri

sfenopalatina, maka epistaksis akan berkurang dalam beberapa menit. Berkurangnya

perdarahan ini hanya berlangsung singkat hingga Xilokain diabsorbsi, untuk itu dapat

digunakan Gliserin (USP 2%) dan Xilokain untuk efek yang lebih lama. Jika injeksi tidak

member efek, maka perdarahan mungkin berasal dari arteri etmoidalis posterior. Metode

ini lebih sering digunakan oleh spesialis karena komplikasinya ke okular.

Tampon Hidung Posterior

Page 27: Kasus Debb Recovered

Suatu tampon posterior yang dimasukkan melalui mulut dapat ditarik memakai

kateter melalui hidung ke dalam koana posterior. Suatu spons berukuran 4x4 inchi yang

digulung erat dan diikat dengan benang sutera No.1 merupakan tampon yang baik. Dapat

diolesi dengan salep antibiotic topikal untuk mengurangi insidens infeksi. Untuk

menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon

Bellocq). Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3

cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi

berlawanan.

Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan

kateter karet yang dimasukan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik

keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi,

kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik.

Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum mole

masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior

ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah

gulungan kain kasa di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring

tetap ditempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi

pasien. Gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-

hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.

Tamponade dengan berbagai balon hidung komersial yang dimasukkan lewat

depan dan kemudian ditiup, dapat pula dilakukan. Beberapa pabrik membuat balon

dengan dua ruang terpisah, yang satu berfungsi sebagai tampon anterior, dan yang

satunya sebagai tampon posterior. Suatu kateter Folay no.14 biasa dengan suatu kantung

15cc juga dapat dimasukan tranasal, dikembangkan dan ditarik rapat pada koana

Page 28: Kasus Debb Recovered

posterior. Posisi kateter dapat dipertahankan dengan suatu klem umbilicus. Yang paling

sering dilakukan adalah memasukan suatu kateter melalui hidung, ditangkap pada faring

dan kemudian dikeluarkan lewat mulut. Dua benang yang melekat pada tampon diikatkan

pada kateter yang menjulur dari mulut. Tali ketiga yang melekat pada tampon dibiarkan

menggantung dalam faring sebagai tali penarik. Kateter kemudian ditarik keluar melalui

hidung depan untuk menempatkan tampon pada koana. Jika perlu, tampon dapat dibantu

penempatannya dengan jari dokter hingga berada diatas palatum mole. Posisi tampon

harus cukup kuat dan tidak boleh menekan palatum mole. Sementara tegangan

dipertahankan melalui kedua tali yang keluar dari hidung depan, dokter harus

menempatkan tampon anterior diantara kedua tali dan kedua tali diikatkan simpul pada

gulungan kasa kecil. Kedua tali harus dikeluarkan lewat lubang hidung yang sama dan

tidak diikatkan pada kolumela, hal ini dapat menimbulkan nekrosis jaringan lunak. Pasien

yang memasang tampon harus dirawat dirumah sakit.

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,

digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan

tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon

Bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak

tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon dari

bahan gel hemostatik. Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-akhir

ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi a. sfenopalatina dengan panduan

endoskop.

Page 29: Kasus Debb Recovered

Ligasi Pembuluh Spesifik

Bila tampon posterior dan anterior gagal mengendalikan epistaksis, maka perlu

dilakukan ligase arteri spesifik. Arteri tersebut antara lain arteri karotis eksterna, arteri

maksilaris interna dengan cabang terminusnya, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis

posterior anterior.

III.2.7.Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai

akibat dari usaha penanggulangan epistaksis.

Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas

bagian bawah, nekrosis septum, aspirasim sinusitis, eksaserbasi dari sleep obstructive

apnea, hipoksia, syok, anemia, hipotensi, iskemia serebri, insufisiensi koroner, sampai

infark miokard dan hingga kematian. Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah

harus dilakukan secepatnya.

Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu

diberikan antibiotik.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia

atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap

pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan

masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai

akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan air mata berdarah (bloody tears),

akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis. Pemasangan

tampon posterior (tampon Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut

Page 30: Kasus Debb Recovered

bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon

atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis

mukosa hidung dan septum.

Page 31: Kasus Debb Recovered

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke UGD RST dr.Soedjono tanggal 18 Agustus 2013 pukul 22.30

WIB. Dengan keluhan mimisan (keluar darah dari lubang hidung). Mimisan terjadi pada

lubang hidung yang sebelah kanan, banyaknya darah yang keluar sekitar ½ gelas dalam

sekali mimisan, pertama kali keluar darah pada pukul 04.00 dini hari setelah 10 – 15

menit kemudian berhenti setelah memencet hidung dan sumpal dengan daun sirih, setelah

itu darahnya keluar lagi pada pukul 08.00 pagi, banyaknya sekitar ¼ gelas, darahnya

berwarna merah terang. Pasien tidak merasa seperti menelan darah di tengorokannya,

pasien menyangkal adanya kebiasaan mengorek – ngorek hidung atau mengeluarkan

ingus dengan keras sebelum keluhan tersebut muncul. Pasien juga tidak mengeluhkan

adanya nyeri, demam, batuk atau pilek sebelum keluhan tersebut muncul.

Riwayat penyakit dahulu sebelumnya tidak pernah seperti ini, HT, DM, dan

penyakit kelainan darah (-), riwayat trauma pada wajah/hidung (-). Riwayat pengobatan

tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin, dan belum pernah diobati ke

dokter. Riwayat Penyakit Keluarga dikeluarga tidak ada yang seperti ini

Pemeriksaan hidung ditemukan darah dan bekuan darah. Pada pemeriksaan lab

darah tidak ditemukan kelainan yang bermakna, kecuali peningkatan kadar ureum darah

yang menandakan hipertensi pada pasien kemungkinan sudah kronik mengarah kearah

komplikasi.

Maka dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat diambil diagnosis

sementara yaitu epistaksis anterior. Mekanisme epistaksis dari pasien adalah :

Etiologi (hipertensi)

Peningkatan resistensi Pembuluh darah

Kerusakan endotel

Pecahnya pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior

Page 32: Kasus Debb Recovered

Epiktaksis

Pasien diberikan terapi berupa :

Nonmedikamentosa

o Pasang tampon anterior

Medikamentosa

o Infus RL 20 tpm

Mengandung Na, K, Ca, Cl, Basa. Diindikasikan untuk mengembalikan

keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik.

o Zybac 2x1gr

Mengandung ceftrazidime pentahydrate. Diindikasikan untuk infeksi

saluran pernafasan bagian bawah, ISK, infeksi kulit, infeksi abdominal,

dialisis. Dosis diberikan 1 gr tiap 8-12 jam.

o Kalnex 3x1 amp

Mengandung asam traneksamat. Diindikasikan untuk fibrinolisis lokal

(epistaksis), edema angioneurotik hereditas, perdarahan abnormal sesudah

operasi, perdarahan setelah operasi, menoragia. Dosis yang diberikan

injeksi 1-2 x/hr ,oral 3-4 x 500 mg.

o Dicynone

Mengandung etamsilat. Diindikasikan untuk perdarahan efusi (pencegahan

& pengobatan pada bedah umum, bedah saraf, THT, mata, & rongga

mulut), pengobatan internal (perdarahan pada pencernaan, mimisan), dan

kandungan, pengobatan kerapuhan pembuluh kapiler. Dosis : 3x500 mg.

DAFTAR PUSTAKA

Efiaty A.S. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Ed 6. Jakarta. 2007

FKUI. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. FKUI. Jakarta.2007

Higler, B.A. Buku Ajar Penyakit THT Boies Ed.6. Jakarta

Page 33: Kasus Debb Recovered

ISO Indonesia Volume 43. Jakarta. 2008

Moore,K.L.dkk. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta.2000

Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb 19 [cited 2009 feb http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784

Snell, Richard S. Buku Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6. EGC.2006.hal 803-805