kasus crs hepatitis.docx
-
Upload
rizcky-ramdhani-d-p -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
Transcript of kasus crs hepatitis.docx
STATUS PASIEN
A. KETERANGAN UMUM
1. Pasien
Nama : An. NA
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 4 thn 3 bln 2 hr
Alamat : Cibadak, Sukabumi
Tanggal Masuk RS: Jum’at, 30/12/2012
Tanggal Pemeriksaan RS : Kamis, 03/01/2012
2. Orang Tua
- Ayah
Nama : Tn. D
Usia : 35 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Cibadak, Sukabumi
Pekerjaan : Wiraswasta
- Ibu
Nama : Ny. T
Usia : 30 tahun
Pendidikan terakhir: SMA
Alamat : Cibadak, Sukabumi
Pekerjaan : IRT
B. ANAMNESIS (alloanamnesis kepada ibu kandung pasien) Kamis, 03 Januari 2013
Keluhan utama : Kuning pada mata dan kulit
Anamnesis tambahan :
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien tampak kuning jingga pada bagian
mata dan di bagian kulit tubuh. Keluhan ini terjadi secara tiba-tiba dan menetap. Keluhan
disertai panas badan yang tidak terlalu tinggi, mual, dan muntah berupa cairan sebanyak
3 kali dalam sehari. Terdapat rasa sakit pada perut bagian kanan atas, penurunan nafsu
makan, dan lemas badan. Selain itu, sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit buang air
kecil pada pasien menjadi berwarna seperti air teh dan pada saat buang air besar warna
tinjanya putih. Terdapat riwayat pasien sering jajan diluar rumah dan tidak mencuci
tangan sebelum makan.
Pasien tidak pernah bepergian ke daerah endemis malaria (seperti Kalimantan, NTT,
dan Irian Jaya), mendapat transfusi darah atau dirawat dengan diinfus. Pasien juga
sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan yang diminum selama 6 bulan.
Riwayat Pengobatan
Karena keluhannya, pasien telah berobat ke dokter dan diperiksa darah, tapi tidak
diberikan obat apapun dan pasien dirujuk untuk berobat ke RSUD R. Syamsudin SH.
Riwayat Penyakit dan Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat asma, alergi makanan, cuaca dingin, dan obat-obatan
tertentu. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat Kehamilan & Persalinan
Ibu pasien rutin memeriksakan diri ke bidan dan diberikan imunisasi TT lengkap. Pasien
dilahirkan dari seorang ibu G2P2A0 dengan kehamilan cukup bulan dan persalinan
spontan ditolong oleh bidan. BBL 3200 gram dan PBL 50 cm.
Riwayat Makanan
0-6 bulan : ASI
6-12 bulan : ASI, bubur susu, bubur nasi, nasi tim, dan buah-buahan
>1 tahun : ASI, susu formula, nasi (menu keluarga), buah-buahan
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah diberikan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal yang telah ditetapkan
dokter anak. Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap, yaitu :
• BCG
• DTP I/II/III
• Hepatitis B I/II/III Ibu pasien tidak ingat usia pasien pada saat diimunisasi
• Polio 0/I/II/III
• Campak
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan dan perkembangan pasien seperti anak pada usianya.
C. PEMERIKSAAN FISIK Kamis, 03 Januari 2013
Keadaan umum : Pasien terlihat sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis, kooperatif
Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg (normal : 90–105/55–70 mmHg)
Pernafasan : 24x/menit, regular (normal : 20–30x/menit)
Nadi : 88x/menit, regular, equal, isi cukup (normal : 70–110x/menit)
Suhu : 36,5°C (normal : 36,5-37,20C per aksila)
Antropometri (menurut Z score WHO)
BB : 20 kg
TB : 110 cm
BB/Umur : 0 s.d. +3 SD (normal)
TB/Umur : +2 s.d. +3 SD (normal)
BB/TB : 0 s.d. +3 SD (normal)
Status gizi : Gizi cukup
Kepala
Bentuk : normal, tidak tampak adanya kelainan
Rambut : hitam, tidak rapuh.
Mata :
Konjungtiva : anemik -/-
Sklera : ikterik +/+
Pupil : bulat isokor, refleks cahaya +/+
Telinga : lokasi normal, simetris, daun telinga bentuknya normal, tidak ada sekret
Hidung : lokasi normal, simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret, tidak ada
PCH
Mulut : mukosa lembab, sirkumoral tidak sianosis, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
tidak hiperemis
Leher
JVP : tidak terdapat bendungan
Kel. Tiroid : tidak teraba adanya pembesaran
KGB : tidak teraba adanya pembesaran
Tidak tampak retraksi suprasternal
Thoraks
Pulmo (Depan)
Inspeksi : bentuk & pergerakan simetris, tidak tampak retraksi intercostals
Palpasi : sela iga (ICS) tidak melebar
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : VBS kanan = kiri, tidak terdengar suara napas tambahan
Cardio
Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
Palpasi : dalam batas normal
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 murni regular, tidak ada murmur/gallop
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak retraksi epigastrik
Palpasi : lembut, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrik (+)
Perkusi : timpani, ruang troube tidak terisi
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi bising usus normal
Anogenital : dalam batas normal
Ekstrimitas : simetris, jari lengkap, akral hangat, CRT < 2 detik
Kulit : turgor baik
D. STATUS NEUROLOGIS
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Brudzinsky I/II/III : -
Kernig : -
Refleks Fisiologis
Biceps Reflex : +/+
Triceps Reflex : +/+
Brachioradialis Reflex : +/+
Knee Reflex : +/+
Ankle Reflex : +/+
Refleks Patologis
Babinski Reflex : -/-
Chaddock Reflex : -/-
Oppenheim Reflex : -/-
Hasil Laboratorium
02/12/2012
Hb : 13,8 (nilai rujukan : 11,5-15,5 gr/dL) Leukosit : 8.100 (nilai rujukan : 4500-13.500 sel/mm3)
Ht : 39,7 (nilai rujukan : 35-45%)
Trombosit : 278.000 (nilai rujukan : 150.000-400.000 sel/mm3)
Bilirubin T : 8,55 (nilai rujukan : 0-1 mg/dL)
Bilirubin D/I : 2,11/0,44 (nilai rujukan : 0,05-0,3 mg/dL)
SGOT : 532,6 (nilai rujukan : 0-15 u/L)
SGPT : 889 (nilai rujukan : 0-17 u/L)
Gamma GT : 354,3 (nilai rujukan : 10-80 u/L)
Alkali fosfatase : 839 (nilai rujukan : 40-115 u/L)
Resume
Seorang anak perempuan usia 4 thn 3 bln datang dgn keluhan jaundice pd mata & kulit
sejak 4 hari SMRS, terjadi tiba-tiba dan menetap, febris +, nausea dan vomit +, nyeri perut
bagian kanan atas +, anoreksia +, dan malaise +, urin berwarna seperti air teh +, dan feses
berwarna putih +. Riwayat jajan & tdk mencuci tangan sebelum makan +. Pd pemeriksaan
fisik ditemukan distensi abdomen,nyeri tekan epigastrik dan hipokondriak kanan(+).
Pemeriksaan lab ditemukan peningkatan SGOT, SGPT, bilirubin total dan bilirubin direct,
Gamma GT, alkali fosfatase.
Diagnosis Kerja
Hepatitis akut ec suspek infeksi HAV
Diagnosis Banding
- Hepatitis akut ec suspek infeksi HBV
- Malaria
- Hepatitis yang diinduksi obat-obatan
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Marker
Ig M anti HAV
HbsAg
Apus darah tepi
Penatalaksanaan
Umum (Suportif)
Tirah baring (mengurangi aktivitas) sampai gejala akut hilang
Diet
Infus dextrose 5% 20gtt/min
Diet makanan pasien makan lunak yang diberikan sedikit-sedikit, (tinggi
kalori tinggi protein), dan rendah lemak selama anoreksia dan muntah.
Kebutuhan cairan: 1800 cc/hari
Kalori: kebutuhan kalori 55-75 kkal/kg/hari
Minimal : 20 x 55 = 1100 kkal/hari
Maksimal : 20 x 75 = 1500 kkal/hari
Khusus (Medikasi) :
Cefotaxime 3x500 mg
Domperidon 3x ½ cth
Curcuma 3x1 cth
Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
Follow-up
Analisis Kasus
Pada pasien ini didiagnosis hepatitis virus akut e.c suspek infeksi HAV, karena dari
anamnesis ditemukan:
Mata dan kulit tampak kuning jingga
Panas badan yang tidak terlalu tinggi
Mual dan muntah
Sakit pada perut bagian kanan atas
Lemas
Anoreksia
Buang air kecil seperti air teh
Buang air besar berwarna putih
Keluhan ini dirasakan 4 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi secara tiba-tiba, menetap,
dan pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Terdapat riwayat sering jajan diluar
rumah dan tidak mencuci tangan sebelum makan, serta tidak ada anggota keluarga yang
mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan :
Sklera ikterik +/+
Nyeri tekan epigastrik
Dari hasil laboratorium, didapatkan :
Bilirubin T : 8,55
Bilirubin D/I : 2,11/0,44
SGOT : 532,6
SGPT : 889
Gamma GT : 354,3
Alkali fosfatase : 839
Dari keluhan utama pasien dapat kita pikirkan kemungkinan diagnosis lain. Diagnosis banding
dari kasus ini adalah :
- Malaria
- Hepatitis akut ec suspek infeksi HBV
- Hepatitis yang diinduksi obat-obatan
Pada anamnesis, ibu pasien menyangkal bahwa anaknya pernah bepergian ke daerah endemis
malaria (daerah Kalimantan, NTT, Irian Jaya), mendapat transfusi darah atau dirawat dengan
diinfus. Pasien sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan yang diminum selama 6
bulan. Pada penyakit malaria, dapat terjadi kuning (jaundice) karena adanya infeksi merozoit
pada sel-sel eritrosit, sehingga terjadi lisis sel eritrosit dan akan meningkatkan produksi bilirubin
indirek. Dengan demikian, timbul manifestasi kuning (jaundice pre hepatik). Tetapi, khasnya
pada malaria yaitu adanya gejala trias malaria (menggigil, panas, dan berkeringat), serta riwayat
berpergian ke daerah endemis malaria (seperti daerah Indonesia bagian timur : Kalimantan, NTT,
dan Irian Jaya). Sedangkan untuk hepatitis B akut, virus hepatitis B biasanya ditularkan secara
parenteral melalui luka pada kulit atau membran mukosa, baik melalui transfusi darah atau
komponen darah atau melalui jarum yang terkontaminasi. Transmisi seksual terjadi melalui
kontak seksual dengan individu yang mengandung HbsAg positif yang bersifat infeksius, baik
heteroseksual maupun homoseksual. Prevalensi hepatitis B yang tinggi terjadi pada bayi yang
ibunya mempunyai HbsAg pada serum, sehingga kasus hepatitis B paling sering menyerang
dewasa muda dan bayi. Selain itu, gejala kuning dapat terjadi pada pasien tuberkulosis paru anak
yang mengkonsumsi obat anti tuberkulosis selama 6 bulan. Dikarenakan efek samping yang
cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah hepatotoksisitas, sehingga
dapat menimbulkan hepatitis dan salah satu gejalanya adalah kuning.
Peningkatan kadar bilirubin (baik total, direk, maupun indirek menimbulkan keluhan utama
pada pasien, yaitu kuning pada mata dan kulit tubuh. Gejala kuning ini muncul akibat adanya
peningkatan kadar bilirubin, normalnya bilirubin merupakan suatu produk hasil
pemecahan/metabolisme hemoglobin dari eritrosit yang sudah tua.
Metabolisme Bilirubin
Bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya, rata-rata 120 hari, dan menjadi terlalu
rapuh untuk bertahan lebih lama dalam sistem sirkulasi, membran selnya pecah dah
hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut juga “sistem
retikuloendotelial”) di seluruh tubuh.
Di sini, hemoglobin pertama kali dipecah menkadi globin dan heme, dan cincin heme
dibuka untuk memberikan (1) besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin,
dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol yaitu substrat dari mana nantinya pigmen empedu
akan dibentuk.
Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi ini dengan cepat direduksi menjadi
bilirubin bebas, yang secara bertahap dilepaskan ke dalam plasma.
Bilirubin bebas dengan segera bergabung sangat kuat dengan albumin plasma dan
ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial.
Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membran sel hati. Sewaktu
memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera setelah itu kira-kira
80 persen dikonjugasi dengan asam glukuronat untuk membentuk bilirubin glukoronida.
Dalam bentuk ini, bilirubin dikeluarkan melalui proses transpor aktif ke dalam kanalikuli
empedu dan kemudian masuk ke usus.
Sekali berada di dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin “konjugasi” diubah oleh kerja
bakteri menjadi urobilinogen yang mudah larut. Beberapa urobilinogen direabsorbsi
melalui mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian besar dieksresikan kembali oleh
hati ke dalam usus, tetapi kira-kira 5 persen diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Setelah terpapar dengan udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin, atau
dalam feses urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin.
Biliverdin: green pigment
Bilirubin: yellow-orange pigment
Urobilin: yellow pigment
Stercobilin: brown pigment
Gambar 1.7. Metabolisme bilirubin
Ikterus (Jaundice)
Gambar 1.8.
produksi dan pemecahan
bilirubin
Penyebab Ikterus
a) Ikterus prahepatik
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis
sel darah merah (ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas
apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati, akibatnya bilirubin indirek akan
meningkat, dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkat dan akan segera
diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar
urobilinogen di dalam tinja.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan pada sel darah merah
2. Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain
3. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi tranfusi dan
eritroblastosis fetalis.
b) Ikterus Pasca Hepatik ( obstruktif )
Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin
konjugasi larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami
regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya
akan masuk ke ginjal dan diekskresikan sehingga kita menemukan bilirubin dalam urin.
Pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja
akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja
dan dalam air kemih akan menurun. Akibatnya penimbunan biliruin direk, maka kulitdan
sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal, penyumbatan empedu
(kolestasis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan
duktus kholedous dan ekstra hepatik bila sumbatan terjadi di dalam duktus koledokus.
c) Ikterus Hepatoselular (hepatik)
Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga
bilirubin direk akan meningkat. Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan
di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati
yang kemudian akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam darah.
Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal ke dalam air
kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin
dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat,
karena sterkobilinogen menurun.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan :
1. Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit
2. Sirosis hepatitis
3. Tumor
4. Bahan kimia seperti fosfor, arsen
5. Penyakit lain seperti hemokromatasis, hipertiroidi dan penyakit nieman pick
Pada keadaan rusaknya sel-sel hati, sel hepatosit yang nekrosis tersebut akan
mengeluarkan enzim-enzim hepatosit, yang mana bila kadar enzim tersebut tinggi dalam
darah, menandakan adanya kerusakan dari sel hepatosit. Petanda adanya kerusakan hati
(hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama
peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan
beratnya nekrosis pada sel-sel hati. Pada kasus, hasil pemeriksaan laboratorium pasien
menunjukkan adanya peningkatan enzim SGOT (AST), SGPT (ALT), alkalin fosfatase
dan gamma GT. Hal ini menandakan adanya kerusakan dari sel hepatosit. Sehingga,
kuning pada pasien ini dikarenakan adanya kerusakan dari sel hati (proses ikterus intra
hepatik). Untuk menyingkirkan diagnosis lain, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang laboratorium yaitu IgM anti HAV. Peningkatan IgM anti HAV merupakan
karakteristik dari fase akut hepatitis A.
Hepatitis Virus Akut
Menurut definisi, hepatitis virus akut adalah inflamasi akut pada hati dengan derajat nekrosis
sel hepatosit yang bervariasi yang disebabkan oleh infeksi virus dan berlangsung kurang dari 6
bulan.
Lima penyebab utama hepatitis virus akut adalah virus hepatitis A (HAV), virus hepatiis B
(HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Virus
HAV, HBV, dan HCV menyebabkan 90% kasus hepatitis viral, sedangkan Hepatitis D dan E
merupakan virus endemic yang dapat merupakan komplikasi dari hepatitis B.
Gambaran Klinis dan Epidemiologi Hepatitis Virus
Gejala klinis dari infeksi hepatitis terbagi menjadi 4 fase :
Fase 1 – Replikasi viral
o Asimptomatik
o Serologis dan enzim marker hepatitis (+).
Fase 2 – Fase Prodromal
o Pasien mengalami anorexia, nausea, vomit, rasa tidak enak pada abdomen,
malaise, fatigue, sakit kepala, dan kadang-kadang diare. Pada hepatitis B dapat
timbul arthralgia atau arthritis, urticaria, dan pruritus.
o mulai sekitar 2 minggu setelah exposure dan berakhir saat terlihat jaundice.
Fase 3 – Fase Icteric
o Urine pasien menjadi gelap, dan feses menjadi pucat
o Pasien menjadi icteric dan mungkin mengalami nyeri RUQ dengan hepatomegali.
o dimulai sekitar 1-2 minggu setelah prodromal phase dan bertahan 2-6
minggu.hepatocellular destruction dan intrahepatic bile stasis meyebabkan
jaundice (icterus)
Fase 4 – Fase Convalescent
o Gejala klinik dan ikterus membaik
o Enzim hati kembali ke kadar normal
o dimulai dengan resolution jaundice, sekitar 6-8 minggu setelah exposure.
Walaupun liver masih enlarged dan tender, symptom berkurang.
Selain itu pada pemeriksaan fisik akan ditemukan:
Low-grade fever.
Vomit dan anorexia, dan sebagai akibatnya pasien dapat mengalami dehidrasi
Pasien pada fase ikterus akan mengalami diskolorisasi
Pada hepatitis viral, liver menjadi membesar dan bersifat difus dengan konsistensi kenyal
berbatas tegas, dengan tepi tajam dan halus.
Apabila terdapat nodular, harus dicurigai sebagai suatu keganasan
Pada pasien ini, tanda dan gejalanya lebih mengarah pada infeksi virus HAV, yaitu awitan
akut (gejala kuning muncul 4 hari sebelum masuk rumah sakit), usia pasien 4 tahun 3 bulan (usia
tersering pada hepatitis A adalah anak-anak dan dewasa muda), pasien sering jajan diluar dan
tidak mencuci tangan dahulu sebelum makan (transmisinya melalui fekal-oral dan berhubungan
dengan higienitas). Pada pemeriksaan fisik pasien juga didapatkan sklera ikterik dan nyeri tekan
pada epigastrium. Infeksi virus hepatitis A banyak ditemukan di seluruh dunia terutama di negara
berkembang dan Indonesia dikategorikan oleh WHO pada area endemisitas tinggi. Anak-anak
yang sangat berperan terhadap penularan hepatitis A ini. Manifestasi klinis pada anak-anak yang
terinfeksi virus hepatitis A ini sangat bervariasi mulai tanpa gejala klinis sampai hepatitis
fulminan. Sebagian besar anak yang terinfeksi virus hepatitis A adalah asimptomatik.
Hepatitis A
a) Etiologi
HAV merupakan virus RNA family Picornavirus. Stabil dalam panas dan host terbatas pada
manusia dan binatang menyusui.
b) Epidemiologi
Infeksi HAV terjadi hampir di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Di
Amerika sekitar 30-40% dari populasi dewasa terinfeksi HAV. Proses penularan infeksi HAV
melalui kontak personal, penyebaran biasanya melalui fekal oral, sedangkan untuk transmisi
fetomaternal tidak ditemui. Infeksi HAV selama kehamilan ataupun selama proses persalinan
tidak akan menyebabkan peningkatan komplikasi kehamilan ataupun peningkatan penyakit klinis
pada bayi baru lahir. Proses penularan dari saliva, air mani, ataupun air kencing tidak diketahui.
Masa inkubasi virus HAV sekitar 3 minggu dengan rata-rata 30 hari.1,2
c) Manifestasi Klinis
Gejala klinis infeksi virus HAV berlangsung tiba-tiba dan disertai dengan keluhan sistemik
lainnya seperti anorexia, nausea, malaise, vomiting dan jaundis. Terutama durasinya adalah 7-14
hari. Gejala prodormal ini dapat timbul ringan dan sering tidak diketahui pada bayi dan anak usia
prasekolah. System organ lain dapat terkena selama infeksi HAV akut. Pembesaran lymph node
regional dan spleen. Bone marrow hypoplastic dan anemia aplastik dapat terjadi. Diare sering
terjadi pada anak-anak. Kekuningan mungkin tidak dapat langsung terlihat jelas pada anak-anak,
biasanya baru dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium.
Gejala dan keluhan kekuningan dan warna air kencing gelap, biasanya baru muncul setelah
gejala sistemik. Gejala infeksi virus HAV berupa nyeri perut bagian kanan atas, warna air
kencing gelap, dan kekuningan. Durasi munculnya gejala biasanya kurang dari 1 bulan, biasanya
untuk keluhan penurunan nafsu makan, intoleransi latihan fisik, dan perasaan tidak enak akan
terus berulang dengan bertahap.
d) Diagnosis
Diagnosis infeksi virus HAV didapatkan dari riwayat kekuningan pada anggota keluarga
ataupun teman sepermainan, riwayat mengunjungi daerah endemis HAV. Diagnosis ditegakan
dengan pemeriksaan serologis. Antibodi terhadap HAV khususnya Anti-HAV (IgM) dengan
radioimunoessay atau dengan mengidentifikasi partikel virus dalam feses. Anti-HAV terdeteksi
pada saat awal munculnya gejala dan akan tetap positif selama 4-6 bulan setelah infeksi akut.
Anti-HAV IgG dideteksi dalam 8 minggu dari onset gejala muncul. Virus HAV akan dikeluarkan
melalui feses selama 2 minggu sebelum timbulnya penyakit sampai 1 minggu setelahnya. Terjadi
kenaikan ALT, AST, bilirubin, ALP, 5-nucleotidase dan GGT.1
e) Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan pada kasus hepatitis A akut sebenarnya tidak ada pengobatan yang
spesifik. Pasien hepatitis A dirawat bila :
- Muntah hebat
- Kesadaran menurun
- Kejang
- Dehidrasi berat dengan kesulitan memasukan nutrisi per oral
- Kadar SGOT dan SGPT > 10 kali nilai normal (pada pasien ini, nilai SGOT dan
SGPTnya > 10 kali nilai normal).
Terapi umum pada pasien hepatitis A adalah :
- Tirah baring (mengurangi aktivitas) sampai gejala akut hilang
- Gizi seimbang, bila ada muntah dan anoreksia pastikan makanannya rendah lemak
- Bila ada muntah hebat, infus dengan glukosa 10% sesuai kebutuhan
Terapi khusus (medikamentosa) pada pasien hepatitis A adalah :
- Kolesteramin 1 mg/kgBB/hr bersama-sama dengan makan (bila ada kolestatis berat
ikterus ++, gatal)
- Asam ursodeoksikolat (UDCA) 10-16 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis
Pada pasien diberikan :
- Infus dextrose 5%
Untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuh, karena pada pasien terjadi muntah dan
makanan tidak dapat masuk melalui oral
- Cefotaxime 3 x 500 mg
Pemberian antibiotik broad spectrum ditujukan untuk pencegahan infeksi nosokomial
dikarenakan imunitas pasien sedang menurun
- Domperidone 3 x ½ cth
Diberikan sebagai anti emetic, karena pasien mengalami mual-muntah, sehingga
diharapkan cairan dalam tubuh tidak banyak yang keluar
- Curcuma 3 x 1 cth
Diberikan sebagai hepatoprotektor, dikarenakan hepar pasien sedang mengalami
inflamasi
Pencegahan dan edukasi pada keluarga pasien adalah :
- Beritahukan bahwa penyakit hepatitis A berhubungan dengan kebersihan, seperti
makanan yang terkontaminasi kotoran (contoh : jajan sembarangan) atau tidak
mencuci tangan sebelum makan.
- Hepatitis A bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi
Prognosis pada infeksi virus hepatitis A baik, tidak mengancam jiwa dan fungsi hepar karena
merupakan self limiting disease selama imunitas pasien terjaga dengan baik, dan prognosis
kearah hepatitis kronik tidak ditemukan.