Kasus BesarGagal Ginjal Akut
-
Upload
joshua-pattinson-legi -
Category
Documents
-
view
105 -
download
0
description
Transcript of Kasus BesarGagal Ginjal Akut
Gagal Ginjal Akut
Pendahuluan
Gnjal merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi vital bagi manusia. Ginjal
merupakan organ ekskresi yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin,
ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama
dengan air dalam bentuk urin.1
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat
sekitar 150 gram. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju
1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc fitrat glomerular per menitnya. Laju glomerular
inilah yang sering dipakai untuk melakukan tes terhdap fungsi ginjal.
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau
terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih
sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.1
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien ini adalah :
Menanyakan identitas pasien
Menanyakan keluhan utama dan lamanya
Menanyakan frekuensi, sejak kapan pasien muntah dan BAB, beserta konsistensinya
Menanyakan keluhan tambahan, jika ada tanyakan lamanya keluhan tersebut diderita
Menanyakan frekuensi BAK dan keadaan urin si pasien
Menanyakan riwayat penyakit pendahulu
Pemeriksaan Fisik
Mendapatkan pemeriksaan fisik secara menyeluruh sangat penting ketika mengumpulkan
bukti tentang GGA.
1
- Kulit
o Petechiae, purpura, ecchymosis, dan reticularis Iivedo memberikan petunjuk untuk
menyebabkan inflamasi dan pembuluh darah AK
o Penyakit infeksi, purpura thrombocytopenic trombotik (TTP), disseminated intravascular
coagulation (DIC), dan fenomena emboli dapat menghasilkan perubahan kulit yang khas.1
- Sistem kardiovaskular
o Bagian yang paling penting dari pemeriksaan fisik adalah penilaian status kardiovaskular
dan volume.
o Pemeriksaan fisik harus mencakup denyut nadi dan rekaman tekanan darah diukur baik
dalam posisi terlentang dan posisi berdiri, inspeksi dekat dari nadi venajugularis
pemeriksaan yang cermat terhadap jantung, paru-paru, turgor kulit, dan selaput Iendir,
dan penilaian untuk kehadiran edema perifer.
o Rekaman tekanan darah dapat menjadi alat diagnostik penting.
- Abdomen
o Temuan pemeriksaan perut dapat berguna untuk membantu mendeteksi obstruksi di
outlet kandung kemih sebagai penyebab gagal ginjal, yang mungkin disebabkan oleh
kanker atau pembesaran prostat.
o Adanya ascites tegang dapat menunjukkan tekanan intra-abdomen meningkat yang
dapat menghambat aliran balik vena ginjal dan mengakibatkan AKI.1
Penunjang
Ginjal merupakan fungsi bermacam-macam termasuk filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan
sekresi dari tubulus, pengenceran dan pemekatan urinm pengasaman urin, serta memproduksi
dan memetabolisme hormon. Dari semua fungsi itu parameter untuk mengetahui fungsi dan
progresi penyakit adalah laju filtrasi glomerulus dan kemampuan ekskresi.2
Kreatinin serum
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat
dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat
(creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP
(adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah
2
menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring
dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin,
yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa
otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya
juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika
terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan
masif pada otot.2
Nilai Rujukan
DEWASA
Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl.
Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang
lebih rendah daripada pria).
ANAK
Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl.
Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl.
Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
LANSIA
Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi
kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap
lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji
dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar BUN dapat
menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan); namun kadar kreatinin
sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat
berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.2
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal akut
dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis,
eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal
(syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker
3
(usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi
protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek minimal].2
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B,
sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin,
simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium
karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia
gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu
disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan.
Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan
kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika
keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih
cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea
terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat ekskresi
melalui saluran cerna.2
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia
prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio
BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal
dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Ureum darah
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino).
Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan
dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram
urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi urea.2
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang
sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas
rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan
rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya
sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan
bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.2
4
Nilai Rujukan
Dewasa : 5 – 25 mg/dl
Anak-anak : 5 – 20 mg/dl
Bayi : 5 – 15 mg/dl
Lanjut usia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua
senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal
ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan
pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme
protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan
penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak
atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat,
luka bakar, demam.2
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis,
hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal
kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus,
arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter,
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa
oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung
kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan
di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik;
diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic
(basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin,
neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide;
5
propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan
kadar urea misalnya fenotiazin.2
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis
hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih
lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air
oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang
intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada
akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena
peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air.
Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang.
Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena,
bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran.2
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan
dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan
suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab
uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar
BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah
nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea
turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang
paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar,
mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada
uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.
Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia
prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.2
LFG
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah cara terbaik untuk mengetahui fungsi ginjal dan
menentukan derajat penurunan fungsi ginjal.
6
Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus Penyakit ginjal kronik ditentukan berdasarkan adanya
kerusakan ginjal (biasanya proteinuria) dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
terjadi selama 3 bulan atau lebih.2
Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan indikator terbaik untuk menilai fungsi ginjal
secara keseluruhan. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara langsung, gold
standard-nya adalah insulin klirens, namun cara ini tidak praktis dan efisien untuk
digunakan sehari-hari.
National Kidney Foundation (NKF)/Kidney Disease Outcome Quality (KDOQi)
menggunakan estimasi LFG (eLFG) untuk menentukan tahapan penyakit ginjal kronik
dengan formula eLFG yang didasarkan pada nilai serum kreatinin yang sudah
terstandarisasi IDMS.2
Tabel 1. Tahapan penyakit ginjal
Stage Deskripsi LFG (ml/min/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal (contoh: protein dalam urin) dengan nilai LFG normal atau tinggi)
90 atau lebih
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan
60-89
3 Penurunan LFG moderat 30-59
4 Penurunan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
Table 2. Klasifikasi RIFLE
Kategori RIFLE Kriteria Kreatinin Serum Kriteria
Produksi
Urin
Risk Kenaikan kreatinin serum ≥ 1.5x nilai < 0.5 mL/kg/jam
dasar atau penurunan LFG ≥ 25% lebih dari 6 jam
Injury Kenaikan kreatinin serum ≥ 2.0x dari < 0.5 mL/kg/jam
nilai dasar atau penurunan LGF ≥ 50% lebih dari 12 jam
7
Failure Kenaikan Kreatinin serum ≥ 3.0x dari < 0.3 mL/kg/jam
nilai dasar atau penurunan LGF ≥ 75% lebih dari 24 jam
atau
Nilai absolut kreatinin serum ≥ 4 mg anuria ≥ 12 jam
dgn peningkatan mendadak min 0.5 mg
Disadari bahwa GGA merupakan kelaianan yang kompleks, sehingga perlu suatu standar
baku untuk penegakan diagnosis dan klasifikasinya dengan berdasarkan kriteria RIFLE. Atas
sistem ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.3
@ Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal
rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk memekatkan; menetap
pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering 1:1.
11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin
serum menunjukan peningkatan bermakna.
12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8
14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila
SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan
infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular
dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA.
Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
@ Pemeriksaan Darah Rutin:
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan
asam amino esensial.
Etiologi
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh
yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa
penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
Menderita penyakit kanker (cancer)
9
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu
sendiri (polycystic kidney disease)
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak
dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.
Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila
tidak cepat ditangani antara lain adalah: Kehilangan carian banyak yang mendadak (muntaber,
perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria,
Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis.1
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana
ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal dua macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik.1
Pada dasarnya dibagi menjadi 3 klasifikasi penyebab berdasarkan predileksi ginjal, yaitu
sebagai berikut :
1. Pra Renal
Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan
cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada
nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan
terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Etiologi
a.Penurunan Volume vaskular
Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
b. Kenaikan kapasitas vaskular
Sepsis
Blokade Ganglion
Reaksi anafilaksis
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
Renjatan Kardiogenik
Payah jantung kongesti
Tamponade jantung
Disritmia
Emboli paru
10
Infark jantung
2. Intra Renal
Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal.
Kondisi seperti terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat
menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN)
Berhentinya fungsi renal
Reaksi transfusi yang parah juga gagal intra renal.hemoglobin dilepaskan melalui
mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus
distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin.
Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama
pada pasien lansia.
3. Pasca Renal
GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi,
meskipun dapat juga karena ekstravasasi.
Obstruksi dibagian distal ginjal
Tekanan ditubulus distal menurun, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat
Epidemiologi
Sekitar 1% dari pasien rumah sakit mengaku telah mengalami GGA sejak pendaftaran
pertama, dan estimasi dari tingkat kejadian 2-5% selama perawatan kasus. Dalam pasca
operasi bedah umum terdapat 1% yang berkembang menjadi GGA selama 30 hari.
Perkiraan tingkat morbiditas GGA bervariasi 25-95%. Angka kematian di rumah sakit adalah
40-50% dalam perawatan intensif. Penyakit ini tidak kenal ras atau gender, wanita dan laki-
laki bisa berpotensi mengalami penyakit GGA.1
Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung
kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau
ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki
11
sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.4
Terdapat 3 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
1. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila
penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium
ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan
dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala
ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700
ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah
3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon
teehadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal
biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun
poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia
pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat
menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi
kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.4
3. Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat
melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara
lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya
terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 %
dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin
serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene
ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang
12
tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali
ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1,4
Gejala Klinis
1. Aktifitas dan istirahat :
a. gejala : Keletihan, kelemahan, malaise.
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat
kehamilan). Disritmia jantung. Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).
DVI, nadi kuat,Hipervolemia). Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata
kaki sakrum). Pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
a. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini),
atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir). Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan
retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi). Abdomen kembung, diare atau konstipasi,
batu/kalkuli.
b. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi). Mual,
muntah, anoreksia, nyeri uluhati. Penggunaan diuretik.
b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (Umum, bagian bawah).
5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur. Kram otot/kejang.
13
b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/ asam basa. Kejang, faskikulasi
otot, aktifitas kejang.
6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.
7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk
produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).
Penatalaksanaan
Hal-hal berikut ini merupakan prioritas tatalaksana pasien dengan GGA, sebagai berikut :
Mencari dan memperbaiki faktor pre dan pasca renal.
Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan.
Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal.
Memperbaiki atau meningkatkan produksi urin.
Monitar balans cairan.
Mencari dan memperbaiki komplikasi akut (Hiperkalemia, Hipernatremia, asidosis
metabolik, Hiperfosfatemia, Edema Paru).
Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal.
Medika Mentosa
Diuretik
Meskipun diuretik tampaknya tidak berpengaruh terhadap hasil diagnosis GGA,
mereka berguna sebagai homeostasis cairan dan digunakan secara ekstensif.
Furosemid, merupakan obat pilihan untuk meningkatkan ekskresi air dengan menghambat
reabsorpsi natrium dan klorida di ascending loop ansa henle.5
14
VasodilatorDopamin, dalam dosis kecil (misalnya, 1-5 mcg / kg / menit) menyebabkan dilatasi
selektif dari vaskular ginjal, meningkatkan perfusi ginjal. Dopamin juga mengurangi
penyerapan natrium, sehingga mengurangi kebutuhan energi tubulus yang rusak. Hal ini
meningkatkan aliran air seni.5
N-acetylcysteine
Digunakan untuk pencegahan toksisitas kontras pada individu yang rentan seperti yang
dengan diabetes mellitus.5
Non-Medika Mentosa
Kebutuhan nutrisi pada GGA amat bervariasi sesuai dengan penyakit dasarnya atau
kondisi komorbidnya, dari kebutuhan yang biasa, sampai dengan kebutuhan yang tinggi
seperti pada pasien yang dengan sepsis. Rekomendasi nutrisi GGA amat berbeda dengan
GGK, dimana pada GGA kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan kataboliknya. Pada GGK
justru dilakukan pembatasan-pembatasan. 6
Komplikasi
Adanya edema
Hiperkalemia
Asidosis Metabolik
Hiperfosfatemia
Hipokalemia
Malnutrisi
Pencegahan
GGA dapat dicegah pada beberapa keadaan misalnya penggunaan zat kontras yang dapat
menyebabkan nefropati kontras. Pencegahan nefropati akibat zat kontras adalah menjaga
hidrasi yang baik. Dan yang terpenting menghindari penyakit penyebab utama dari gagal
ginjal akut.1,6
Prognosis
15
Perjalanan penyakit GGA tergantung dengan derajat penyakit dan penyebab penyakit
utama yang dapat menimbulkan GGA. Biasanya pada GGA bisa sembuh dengan sempurna,
tetapi umumnya akan berlanjut menjadi GGK.
Kesimpulan
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai
dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan
fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam
tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang
ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.
Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin
dan trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat BUN juga
dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran
pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian
yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak
Daftar Pustaka
1. Wongso S, Nasution A H, Adnan H M, Isbagio H, Tambunan S, Albar Z, et all. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta; FKUI: 2000.
2. Sudiono H, Iskandar, Halim S.L, Santoso R, Sinsanta. Urinalisis. Edisis 2. Jakarta: FK
UKRIDA;2008.
3. Kellum JA, Bellomo R, Ronco C. The concept of acute kidney injury and the RIFLE
criteria. (eds) : Acute Kidney Injury. Contrin Nephrol. Basel, Karger, 2007, Vol. 156,
pp 10-16.
4. Syakib B. Patogenesis gagal ginjal akut. Naskah lengkap gagal ginjal akut, penyakit
ginjal, sistemik ginjal dan sistem kardiovaskuler pada hipertensi. Jakarta: PERNEFRI;
2005. p.1-7.
5. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, et all.
Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2008.
6. Doenges E. Marilynn dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku kedokteran
EGC 2000.
16