Kasus BANGSAL FIX.doc

62
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 63 tahun Agama : Islam Suku : Betawi Pendidikan Terakhir : Tamat SMP Status Pernikahan : Menikah Pekerjaan : Tidak Bekerja Alamat : Mekarsari – Banjar Tanggal Masuk RS : 16 Juni 2015 II. RIWAYAT PERAWATAN a. Rawat Jalan : Belum pernah b. Rawat Inap : Belum pernah III. RIWAYAT PSIKIATRI ALLOANAMNESIS Tanggal : 16 Juni 2015 Nama : Ibu Citra Hubungan dengan pasien : menantu pasien, akrab, dapat dipercaya Keluhan Utama:

Transcript of Kasus BANGSAL FIX.doc

Page 1: Kasus BANGSAL FIX.doc

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 63 tahun

Agama : Islam

Suku : Betawi

Pendidikan Terakhir : Tamat SMP

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Alamat : Mekarsari – Banjar

Tanggal Masuk RS : 16 Juni 2015

II. RIWAYAT PERAWATAN

a. Rawat Jalan : Belum pernah

b. Rawat Inap : Belum pernah

III. RIWAYAT PSIKIATRI

ALLOANAMNESIS

Tanggal : 16 Juni 2015

Nama : Ibu Citra

Hubungan dengan pasien : menantu pasien, akrab, dapat dipercaya

Keluhan Utama:

Suka jalan-jalan.

Page 2: Kasus BANGSAL FIX.doc

Riwayat Penyakit Sekarang:

(Alloanamnesa)

Pasien dibawa ke Rumah Sakit pada tanggal 16 Juni 2015 oleh

keluarga pasien dikarenakan pasien keluyuran malam hari mendatangi rumah

tetangga.

4 tahun SMRS pasien mulai pelupa (lupa menutup jok motor setelah isi

bensin). Sebelumnya pasien sempat pingsan sebentar, di rawat di RSUD

Banjar dan didiagnosa vertigo. Karena keluhan pelupa belum berat, keluarga

menganggap biasa.

Sejak 2 tahun yang lalu setelah istri pasien meninggal, pasien

mengalami perubahan perilaku yang semakin parah. Pasien berhenti bekerja

sejak istri meninggal, karena diminta oleh anak pasien. Sejak tidak bekerja,

pasien lebih banyak menyendiri dan sering tampak melamun. Pasien mulai

mudah lupa dengan apa yang akan di lakukan dan tampak tidak fokus. Pasien

sering tampak lupa waktu (adzan tidak pada waktunya), mudah marah.

Keluarga pasien masih menganggap biasa.

6 bulan SMRS, pasien semakin mudah lupa apa yang akan dilakukan.

Saat itu anak ke-3 pasien pindah ke dekat tempat tinggal pasien. Hubungan

pasien dengan anak ke-3 kurang harmonis. Anak ke-3 pasien tidak bisa

menerima keadaan pasien yang semakin pelupa dan menurut anak ke-3

semakin hari semakin aneh. Anak pertama dan anak ke-3 pasien sering

bertengkar di depan pasien membahas keadaan pasien. Sejak 6 bulan SMRS,

pasien sering keluar rumah dan pergi kerumah tetangga dan merasa dirinya

adalah hansip didaerah tersebut. Pasien sering memakai baju, celana dan

sendal terbalik. Pasien sering mondar-mandir dari rumah ke jamban dekat

rumah dan jika ditanya oleh anggota keluarga sedang apa pasien mengatakan

bahwa lupa apa yang hendak dilakukan. Pasien menjadi semakin mudah

marah, sering mengamuk, melempar barang, makin mudah curiga dan tidur

kurang.

1 bulan SMRS, pasien mengatakan bahwa pasien mendengar suara

yang meminta pasien untuk pergi ke jamban, menyuruh pasien untuk

membersihkan diri. Pasien semakin sering mondar mandir setiap waktu di

Page 3: Kasus BANGSAL FIX.doc

sekitar rumah dan mengatakan bahwa dirinya harus ke kelurahan untuk

membuat KTP.

1 minggu SMRS, keluarga merasa perilaku pasien semakin memburuk.

Pasien sering tidak berada dirumah, dan keluarga tidak mengetahui pasien

pergi kemana.

1 hari SMRS, pasien diantarkan oleh tetangga karena diketahui

mendatangi rumah warga sekitar tempat tinggal sambil mengatakan bahwa

pasien merupakan hansip yang sedang berkeliling. Untuk itu keluarga

memutuskan membawa pasien ke Psikiater RSUD Banjar.

(Autoanamnesa)

Pasien sulit di ajak berkomunikasi, ketika ditanya mengapa sering

keluar rumah pasien mengatakan lupa apa yang sudah pasien lakukan. Pasien

mengaku sering ke jamban dekat rumah karena ada suara diteling yang

memerintah pasien untuk melakukan hal tersebut. Pasien mengaku bahwa

pasien merupakan hansip didaerah tempat tinggal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:

a. Gangguan psikiatrik

Pasien tidak memiliki gangguan psikiatri sebelumnya.

b. Gangguan Medik

Pasien pernah mengalami kecelakaan hingga patah tulang paha kiri,

ditabrak mobil, dan dirawat di rumah sakit hingga sembuh. Pasien pernah

mengalami abses di mulut dan dirawat hingga sembuh di rumah sakit.

Pasien memiliki riwayat menderita vertigo.

c. Gangguan Zat Psikoaktif

Konsumsi zat psikoaktif dan alkohol disangkal. Sebelum masuk

rumah sakit pasien masih mengkonsumsi rokok tiap hari.

Page 4: Kasus BANGSAL FIX.doc

Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat

kehamilan dan saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-

obatan, pada saat persalinan ibu pasien ditolong oleh bidan.

b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 – 3 tahun)

Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik juga

baik. Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan usianya).

c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan (3 – 11 tahun)

Pasien merupakan anak yang baik. Sejak sekolah, pasien memiliki

banyak teman, tidak pernah berkelahi/bermasalah di sekolah dan

lingkungan tempat tinggal. Prestasi di sekolah biasa saja.

d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja

Hubungan sosial

Sikap pasien terhadap orangtua, adik dan kakak kandung, kerabat, dan

tetangga cukup baik. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman-

temannya.

Riwayat pendidikan

Pendidikan terakhir pasien sampai tamat SMP. Pasien sempat

bersekolah SMA namun tidak lulus SMA karena sering tidak masuk

sekolah.

Perkembangan kognitif

Pasien termasuk anak yang malas belajar dan sulit untuk

berkonsentrasi di sekolah.

Perkembangan motorik

Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan

aktivitas dan kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan, minum,

toilet, dan kebersihan diri.

Perkembangan emosi dan fisik

Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang kadang

juga sedih.

Riwayat psikoseksual

Pasien memiliki banyak pacar, pasien sering bergaul baik dengan

teman laki-laki ataupun perempuan.

Page 5: Kasus BANGSAL FIX.doc

e. Riwayat Masa Dewasa

Riwayat pekerjaan

Pasien seorang siswsa tamatan SMP. Pasien tidak dapat

menyelesaikan SMA karena dikeluarkan dari sekolah karena sering tidak

masuk sekolah dan terlibat tawuran disekolah.

Riwayat pernikahan

Pasien sudah menikah 2 kali. Dengan istri kedua tidak pernah lagi

bertemu. Istri kedua tinggal di Jakarta, sedangkan pasien tahun 1997

pindah ke Banjar mengikuti istri pertama setelah orang tua pasien di

Jakarta meninggal.

Riwayat keagamaan

Menurut keluarga, pasien rajin beribadah. Pasien mengaku beragama

Islam.

Riwayat aktivitas sosial

Pasien bersama teman-teman dilingkungan rumah aktif dalam

kegiatan sosial didesanya. Pasien pernah menjadi motivator tentang KB di

Banjar.

Riwayat hukum

Pasien mengaku pernah bermasalah dengan hukum saat masih

dibangku SMA namun tidak pernah menjadi tahanan penjara.

f. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Orang tua pasien

setelah melahirkan pasien bercerai. Ibu pasien menikah lagi, ayah pasien

juga menikah lagi, dan kedua orang tua memiliki anak dari pernikahan

masing masing. Setelah beberapa tahun orang tua pasien kembali rujuk.

Pasien memiliki 3 saudara tiri. Hubungan pasien dengan 2 saudara tiri

harmonis dan juga dengan saudara kandung hubungan harmonis. Pasien

sering bertengkar dengan saudara tiri pasien yang ke-3, hubungan tidak

harmonis. Pasien dengan sepupu pasien berhubungan harmonis. Pasien

memiliki 4 anak, 2 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Hubungan pasien

dengan 3 anaknya harmonis, namun dengan anak ke-3 kurang harmonis,

pasien sebelum sakit sering bertengkar dengan anak ke-3 karena anak ke-3

mempunyai banyak masalah. Hubungan pasien dengan menantu-menantu

baik begitu pula dengan 4 cucu pasien.

Page 6: Kasus BANGSAL FIX.doc

g. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama anak pertama beserta menantu dan juga 2

cucu pasien. Pasien dekat dan memiliki hubungan yang harmonis dengan

keluarga yang tinggal bersama pasien. Keluarga yang tinggal bersama

pasien juga tidak keberatan mengurus pasien dengan keadaan pasien saat

ini.

Berdasarkan home visit ke rumah pasien pada hari Jumat 10 Juni

2015 didapatkan : Rumah yang ditinggali pasien adalah milik anak

pertama pasien sendiri. Kondisi rumah pasien tampak dari luar dan dalam

terbuat dari bilik, berwarna putih usang, rumah dengan luas 5 x 5 m,

berada ditepi empang Beratapkan genteng, terdiri dari 1 kamar tidur, 1

ruang keluarga dan ruang tamu, dan 1 dapur.

Rumah terbilang tidak cukup untuk tempat tinggal yang dihuni oleh 5

orang. Lantai rumah dari semen yang di alas tikar. Perabotan yang ada

dirumah yaitu 1 tempat tidur dari kapuk di dalam kamar tidur, 1 setrika, 1

dispenser, 1 lemari baju, 2 kasur kapuk di ruang tamu, 1 tape dan 1 lemari

plastik di ruang tamu.

Sirkulasi udara didalam rumah kurang baik. Akses jalan menuju

rumah pasien memadai karena masih terdapat jalan setapak ke rumah.

Keluarga mempunyai 1 kendaraan motor. Jarak antara rumah pasien

dengan tetangga sekitar 1-2 meter.

Page 7: Kasus BANGSAL FIX.doc

h. Tanggapan Keluarga Setelah Pasien Dirawat

Keluarga inti tidak merasa malu memiliki keluarga yang dirawat di

RSUD Banjar. Keluarga menyadari sepenuhnya bahwa pasien sedang

sakit dan perlu perawatan khusus di RSUD untuk penyakitnya. Keluarga

optimis pasien akan sembuh dari keadaan pasien saat ini.

i. Tanggapan tetangga sekitar rumah setelah pasien dirawat

Tetangga sekitar rumah pasien mendukung pasien dan masih optimis

bahwa pasien bisa sembuh. Tetangga sekitar mayoritas tidak menganggap

pasien gila.

IV. STATUS FISIK

Didapatkan hasil laboratorium pada tanggal 29 Juni 2015:

SGOT: 228 µ/L

SGPT: 56 µ/L

V. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

Penampilan

Pasien seorang laki-laki, dengan tinggi 160 cm dan berat badan 45 kg.

Pasien berkulit sawo matang, menggunakan baju yang disediakan oleh

RSUD Banjar. Pasien saat itu menggunakan pakaian rawat inap bangsal

tanjung, berwarna hijau. Cara berjalan pasien tampak kebingungan, dan

wajah bingung.

Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pasien nampak gelisah, perhatian pasien kurang baik, kurang berminat

untuk diwawancara. Konsentrasi pasien kurang baik. Namun, saat ditanya

pasien selalu terlihat bingung. Agitasi (+), riwayat wandering (+).

Pembicaraan ( speech )

Cara berbicara : spontan

Volume berbicara : sedang

Page 8: Kasus BANGSAL FIX.doc

Kecepatan berbicara : lambat

Gangguan berbicara : tidak ada afasia, tidak ada disartria

B. Alam Perasaan

Mood : mudah kesal

Afek : irritable

Kesesuaian : sesuai

a. Gangguan Persepsi

Halusinasi

o Auditorik : ada

o Visual : tidak ada

o Taktil : ada

o Gustatorik : tidak ada

Ilusi: tidak ada

b. Gangguan Pikir

Bentuk : autistik (+)

Proses Pikir

o Produktivitas : terbatas

o Kontinuitas

Blocking : tidak ada

Asosiasi longgar : ada

Inkoherensia : tidak ada

Word salad : tidak ada

Neologisme : tidak ada

Flight of idea : tidak ada

Sirkumstansial : tidak ada

Isi pikir

o Gangguan isi pikiran

Waham

Bizarre : tidak ada

Persekutorik/paranoid : tidak ada

Page 9: Kasus BANGSAL FIX.doc

Curiga : ada

Kejar : tidak ada

Referensi : tidak ada

Kebesaran : tidak ada

Thought of insertion : tidak ada

Thought of broadcasting : tidak ada

Thought of withdrawal : tidak ada

Delution of influence : tidak ada

Obsesi : tidak ada

Kompulsi : tidak ada

Preokupasi pikiran : tidak ada

c. Sensorium dan Kognitif

Kesadaran : composmentis

Orientasi : kurang

o Waktu (pasien tidak mampu menyatakan sekarang ini

siang/sore/malam).

o Tempat (pasien tidak dapat menyebutkan bahwa saat ini

sedang berada di RS).

o Orang (pasien tidak tahu bahwa ia ke RSUD Banjar berobat

dengan dokter Psikiatri).

Daya ingat : kurang

o Daya ingat jangka panjang baik (pasien dapat mengingat nama

anaknya, nama istrinya).

o Daya ingat jangka pendek baik (pasien dapat mengingat menu

sarapan pagi tadi).

o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi kurang (pasien tidak dapat

mengingat kapan ia datang ke rumah sakit dan diantar anak dan

menantunya).

o Daya ingat segera kurang (pasien tidak dapat mengingat nama

dokter muda yang wawancara saat itu).

Konsentrasi : kurang

Page 10: Kasus BANGSAL FIX.doc

d. Daya Nilai

Daya nilai sosial: baik

Menurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.

Uji daya nilai: kurang

Misalnya, jika pasien menemukan dompet (dengan identitas

pemilik) dijalan dan terdapat uang Rp. 1.000.000,- ia bingung untuk

mengembalikan dompet beserta uang tersebut kemana.

Daya nilai realitas: baik

e. Reality Test Ability (RTA) : terganggu

Karena pada pasien terdapat waham curiga maka pada pasien ini

RTA dinilai terganggu.

f. Tilikan: tilikan derajat I (pasien tidak menyadari bahwa dirinya sakit)

V. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

RTA : terganggu

Tingkah laku : agitasi (+), riwayat wandering (+)

Mood : mudah kesal

Afek : irritable, sesuai

Gangguan persepsi : halusinasi (+), ilusi (-)

Gangguan bentuk pikir : autistik (+)

Gangguan proses pikir : asosiasi longgar (+)

Gangguan isi pikir : waham curiga (+)

Tilikan : tilikan derajat I

Faktor stresor : - Istri pasien meninggal sejak 2

tahun yang

lalu.

- Hubungan dengan anak ke-3 kurang harmonis

sejak 6 bulan SMRS.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK

Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam:

Page 11: Kasus BANGSAL FIX.doc

AKSIS I : F01.1 Demensia Multi Infark (dengan Behaviour Psychological

Symptoms of Dementia/BPSD)

Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir.

Tidak ada gangguan kesadaran.

Tidak disebabkan gangguan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya.

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Suspek drug-induced hepatitis

AKSIS IV : Masalah lingkungan keluarga

AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 70-61

GAF SCALE pemeriksaan 60-51

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

AKSIS I : F01.1 Demensia Multi Infark (dengan Behaviour

Psychological Symptoms of Dementia/BPSD)

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Suspek drug-induced hepatitis

AKSIS IV : Masalah lingkungan keluarga

AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 70-61

GAF SCALE pemeriksaan 60-51

VIII. DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik : Suspek drug-induced hepatitis

b. Psikologi : riwayat wandering, agitasi, dan waham curiga

c. Sosial : tidak ada

d. Keluarga : - Istri pasien meninggal sejak 2 tahun yang

lalu.

- Hubungan dengan anak ke-3 kurang harmonis sejak 6

bulan SMRS.

IX. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang mendukung kearah prognosis baik:

Page 12: Kasus BANGSAL FIX.doc

o Keluarga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.

Faktor-faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:

o Tidak ada

Kesimpulan prognosisnya adalah:

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

X. PENATALAKSANAAN

Rawat ruang isolasi, fiksasi bila perlu.

Pengobatan:

1. Farmakoterapi

Hari ke-1

Stesolid injeksi 10 mg ( ½ amp – 0 – ½ amp ) selama 3 hari

Hari ke-2 (ditambah injeksi + oral)

Lodomer injeksi 5 mg ( ½ amp – 0 – ½ amp ) selama 2 hari

Persidal tab 2 mg ( ½ tab – 0 – ½ tab)

Fridep tab 50 mg ( ½ tab – 0 – 0 )

Clobazam tablet 10 mg ( 0 – 0 – 1 tab )

Hari ke-3 (dihentikan injeksi)

Hari ke-7 (dosis persidal dinaikkan)

Persidal tab 2 mg (1 tab – 0 – 1 tab)

Hari ke-14 (ditambah injeksi)

Delladryl injeksi 2 x 2 cc selama 2 hari

Konsul ke dr. Sp.PD keluhan mencret

Hari ke-15

Page 13: Kasus BANGSAL FIX.doc

Sementara obat antipsikotik dihentikan dahulu sampai jelas etiologi

peningkatan SGOT (228 U/L) dan SGPT (56 U/L).

Hari ke-16

Terapi obat antipsikotik sementara belum masuk sampai etiologi

peningkatan SGOT dan SGPT jelas.

Clobazam tablet 10 mg (0 – 0 – ¼ tab)

Lain-lain sesuai terapi dr. Sp.PD

Hari ke-18 (coba obat antipsikotik diganti dengan dosis rendah)

Haloperidol tablet 1.5 mg (1 tab – 0 – 1 tab)

Clobazam tablet 10 mg (0 – 0 – ½ tab)

2. Terapi Psikoterapi

a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan

kontrol rutin setelah pulang dari perawatan.

Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin

minum obat, seperti : “Bapak/Ibu, harus rutin minum obat yang

diresepkan oleh dokter, karena apabila tidak rutin, gejala-gejala yang

menyebabkan bapak/ibu dirawat akan muncul kembali dan mungkin

bapak/ibu akan dirawat kembali”.

b. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat yang diminum tidak

menimbulkan ketergantungan justru sebagai pengontrol zat kimia di otak

agar gejala yang dialami pasien bisa terkontrol dan pasien bisa menjalani

kehidupan sehari-hari seperti sebelum sakit. Hal ini sangat penting,

karena banyak pasien merasa seperti berbeda dari orang lain. Sehingga

pasien merasa tidak pantas untu berbaur ataupun bekerja. Hal ini harus

dicegah, karena sesungguhnya dengan melakukan aktivitas rutin, seperti

bekerja atau menyalurkan hobi, akan membantu kesembuhan pasien.

3. Terapi Kognitif

Page 14: Kasus BANGSAL FIX.doc

Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya,

menerangkan tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir,

perasaan dan sikap terhadap masalah yang dihadapi.

Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan

menimbulkan kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal

ini pentingnya pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.

4. Terapi Sosial

Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas

kelompok di lingkungan rumah agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi

dengan lingkungannya.

Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari

pada terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan

pengalaman dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan

kehilangan sebagian otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok.

Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya

suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong

untuk membuka diri dan tidak menimbulkan atau mengembalikan

mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari suatu terapi aktivitas

kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena prosedurnya

merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan

mereka dihadapkan dengan orang lain.

Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai

dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-

terapis dan kemudian mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri

secara bergilir, bila ada anggota yang tidak mampu maka terapis

memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud dan tujuan

serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan di bicarakan

dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis atau

usul pasien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja,

bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat

moderat dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai

perintah.

Page 15: Kasus BANGSAL FIX.doc

Dalam prosesnya kalau terjadi blocking, terapis dapat membiarkan

sementara. Blocking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang

meningkat oleh karena terapisnya perlu mencarikan jalan keluar. Dari

keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu

mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang

banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang banyak bicara. Dapat

juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.

Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya

kekacauan dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus

dengan memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap

komentar atau permintaan yang datang dari anggota diperhatikan dengan

sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat, atau bukan pula wasit.

Terapis lebih banyak pasif atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari

bahwa tidak menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi

kelompok yang terdiri dari individu-individu.

Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara

singkat pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi

yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat

perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya.

5. Terapi Keluarga

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien,

penyebabnya, faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapi serta

memotivasi keluarga pasien untuk selalu mendorong pasien

mengungkapkan perasaaan dan pemikirannya.

Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat,

keluarga pasien menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati

terhadap pasien sendiri. Hal ini harus dicegah, dengan memberikan

dukungan kepada keluarga, untuk menyayangi pasien selayaknya keluarga

yang sedang sakit dan butuh perhatian keluarga untuk kesembuhannya.

6. Terapi Pekerjaan

Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan

yang bermanfaat. Kita tanyakan pasien, tanyakan pekerjaan dahulu dan

Page 16: Kasus BANGSAL FIX.doc

pekerjaan yang ditawari dari orang lain. Hal ini tentunya apabila insight of

ilness pasien sudah baik dan tidak ada gejala. Kita bantu untuk memulihkan

pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai aktifitas rutin sehari-hari

layaknya orang normal.

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses

degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan

mengalami degenerasi. Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada

organ dan/atau sistem yang terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi

otak yang sudah tua harus dibedakan dari perubahan yang disebabkan oleh penyakit

yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu

manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit semacam ini sering

dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia. Memang,

demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya,

namun demikian demensia sering terjadi pada lansia.

Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi

kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada

demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan

masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan

sosial. Disamping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala

menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu

penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.

Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya

dengan masalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya (stroke, diabetes mellitus,

hipertensi, keganasan). Ilmu kedokteran dan kesehatan mengemban misi untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia. Seseorang yang mengalami demensia pasti

akan mengalami penurunan kualitas hidup. Keberadaannya dalam lingkungan

keluarga dan masyarakat menjadi beban bagi lingkungannya, tidak dapat mandiri lagi.

Page 17: Kasus BANGSAL FIX.doc

Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka

kematian umum dan bayi, sangatlah membantu peningkatan umur harapan hidup

(UHH). Pada tahun 2000 umur harapan hidup antara 65-70 tahun meningkat menjadi

9,37 persen dari tahun sebelumnya. Dalam istilah demografi, penduduk Indonesia

sedang bergerak kearah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population).

Peningkatan umur harapan hidup akan menambah jumlah lansia yang akan

berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit

degeneratif atau neoplasma. Peningkatan ini juga akan menambah populasi penderita

demensia.

Menurut WHO, penduduk lansia dibagi atas; usia pertengahan (middle age) :

45-69 tahun, usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun, tua (old) : 75-90 tahun, dan usia

sangat tua (very old) : lebih dari 90 tahun.

Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira lima persen

menderita demensia berat dan 15 persen menderita demensia ringan. Diantara yang

berusia 80 tahun, kira-kira 20 persen menderita demensia berat. Dari semua pasien

dengan demensia, 50 sampai 60 persen menderita demensia Alzheimer, yang

merupakan tipe demensia paling sering. Kira-kira lima persen dari semua orang yang

mencapai usia 65 tahun menderita demensia Alzheimer, dibandingkan dengan 15

sampai 25 persen dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Faktor risiko

untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak

saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera

kepala.

Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia vaskular,

yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular.

Demensia vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia

vaskular paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan

lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi

seseorang terhadap penyakit.

Pada tahun 1970 Tomlinson dkk, melalui penelitian klinis-patologik,

mendapatkan bahwa bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini

biasanya terjadi karena adanya infark di otak, dan hal ini melahirkan konsep

“demensia multi-infark”. Untuk menegakkan diagnosis demensia juga dibutuhkan

Page 18: Kasus BANGSAL FIX.doc

adanya gangguan memori sebagai suatu sarat. Hal ini dapat dibenarkan pada penyakit

Alzheimer, karena gangguan memori merupakan gejala dini. Namun pada demensia

vaskular sarat ini kurang tepat.

II.1. DEFINISI

Ada sejumlah definisi tentang demensia, tetapi semuanya harus mengandung

tiga hal pokok, yaitu gangguan kognitif, gangguan tadi harus melibatkan berbagai

aspek fungsi kognitif dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan

pada penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium yang

merupakan gambaran yang menonjol.

Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti

daya ingat, pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak,

sedangkan fungsi vegetatif (diluar kemauan) masih tetap utuh.

Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi

keempat (DSM-IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks

(termasuk gangguan memori) yang secara langsung disebabkan oleh gangguan

kondisi medik secara umum, bahan-bahan tertentu (obat, narkotika, toksin), atau

berbagai faktor etiologi. Demensia dapat progresif, statik atau dapat pula mengalami

remisi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang mendasarinya serta

bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi yang efektif.

II.2. KLASIFIKASI

Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.

a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi

hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks

demensia AIDS, dan sebagainya.

b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini

meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi

lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi

otak dan meningeal; dan sejenisnya.

Page 19: Kasus BANGSAL FIX.doc

c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang

mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk

dalam kategori ini.

Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia

subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia

yang reversibel dan irreversibel (tabel).

Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal

Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal

Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah

Aktivitas Normal Lamban

Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik

Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi,

seolah berdansa

Gerakan Normal Tremor, khorea,

diskinesia

Output verbal Normal Disatria, hipofonik,

volum suara lemah

Berbahasa Abnormal, parafasia,

anomia

Normal

Kognisi Abnormal (tidak mampu

memanipulasi

pengetahuan)

Tak terpelihara

(dilapidated)

Memori Abnormal (gangguan

belajar)

Pelupa (gangguan

retrieval)

Page 20: Kasus BANGSAL FIX.doc

Kemampuan visuo-

spasial

Abnormal (gangguan

konstruksi)

Tidak cekatan

(gangguan gerakan)

Keadaan emosi Abnormal (tak

memperdulikan, tak

menyadari)

Abnormal (kurang

dorongan drive)

Contoh Penyakit Alzheimer,

Pick

Progressive

Supranuclear Palsy,

Parkinson, Penyakit

Wilson, Huntington.

Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994,

69.

Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/

irreversibel.

Primer degeneratif

- Penyakit Alzheimer

- Penyakit Pick

- Penyakit Huntington

- Penyakit Parkinson

- Degenerasi olivopontocerebellar

- Progressive Supranuclear Palsy

- Degenerasi cortical-basal ganglionic

Infeksi

- Penyakit Creutzfeldt-Jakob

- Sub-acute sclerosing panencephalitis

- Progressive multifocal leukoencephalopathy

Metabolik

- Metachromatic leukodyntrophy

- Penyakit Kuf

Page 21: Kasus BANGSAL FIX.doc

- Gangliosidoses

Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994,

67.

Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat diobati/ reversibel.

Obat-obatan anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-

konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi

(Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik

(Haloperidol, Phenothiazine); dll (mis. Quinidine,

Bromide, Disulfiram).

Metabolik-gangguan

sistemik

gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia;

anemia berat; polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal

hepar; uremia; insufisiensi pulmonal; hypopituitarism;

disfungsi tiroid, adrenal, atau paratiroid; disfungsi

kardiak; degenerasi hepatolenticular.

Gangguan intrakranial insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis

chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess,

hematoma subdural, multiple sclerosis, normal pressure

hydrocephalus.

Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).

Gangguan collagen-

vascular

systemic lupus erythematosus, temporal arteritis,

sarcoidosis, syndrome Behcet.

Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,

trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury,

arsenic, thallium, manganese, nitrobenzene, anilines,

bromide, hydrocarbons.

Dikutip dari Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992, 195.

Page 22: Kasus BANGSAL FIX.doc

II.3. ETIOLOGI

Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan

demensia vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab

demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit

Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan

trauma kepala.

II.3.1. Demensia tipe Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya

diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang

wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama empat setengah

tahun. Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan

neuropatologi otak; namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis

dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari

pertimbangan diagnostik.

Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui

penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita

yang meninggal karena demensia senil mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada

kebanyakan penderita, berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan

ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia

tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan

berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam

hemisfer serebrum pada penderita manula, khususnya mereka yang menderita

penyakit Alzheimer.

Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat peningkatan

dramatis (dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam jumlah kekusutan

neurofibril dan plak neuritik dan juga penurunan 60-90 persen dalam kadar kolin

asetiltransferase (enzim yang menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.

Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik pada otak dari seorang

pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus

kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan

patognomonik adalah bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya

Page 23: Kasus BANGSAL FIX.doc

neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di korteks), dan degenerasi

granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen

sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya juga

ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer,

karena keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic

(punch-drunk syndrome), kompleks demensia Parkinson dari Guam, penyakit

Hallervorden-Spatz, dan otak orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler

biasanya ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.

Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif

untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma

Down dan sampai derajat tertentu, pada penuaan normal.

Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan

panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya

terdapat empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan

kandungan utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang

merupakan produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down

(trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit

dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu

proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan

apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama

yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak

kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein

prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam

usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam

patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi

hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang

konsisten dengan hipotesis bahwa suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik

ditemukan pada nukleus basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer.

Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah

penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin

asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan

Page 24: Kasus BANGSAL FIX.doc

konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik

yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari

observasi bahwa antagonis kolinergik, seperti skopolamin dan atropin mengganggu

kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik, seperti physostigmin dan arecolin,

telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penuaian aktivitas norepinefrin

pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung

norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada beberapa

pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua

neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah

dua peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan

menurun pada penyakit Alzheimer.

Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan

perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam

pengaturan metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang

kekurangan cairan yaitu lebih kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah

menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular (molecular resonance

spectroscopic: MRS) untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasien dengan

demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai

faktor kausatif, karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak

beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.

Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang

dengan satu salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada

orang tanpa gen E4. Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita

penyakit delapan kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.

II.3.2. Demensia Vaskular

Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular

serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan

dulu disebut sebagai demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders edisi ketiga yang di revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular

paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada

sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai

pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark

Page 25: Kasus BANGSAL FIX.doc

menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas.

Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik

atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung).

Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau

pembesaran kamar jantung.

II.3.3. Penyakit Pick

Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit

Alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah

frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan

adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick

ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk

diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira

lima persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi

pada laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama

dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer,

walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan

kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran

sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas)

adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer.

II.3.4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang

disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu,

agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang

tidak mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan

prion adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem

saraf pusat yang fatal pada suku di dataran tinggi Guinea dimana prion ditransmisikan

melalui kanibalisme ritual), dan sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia

progresif, familial, dan sangat jarang). Semua gangguan yang yang berhubungan

dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai

dengan tidak adanya respon imun inflamasi.

Page 26: Kasus BANGSAL FIX.doc

Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob

dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen

bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik,

mengenai individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi

mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun) atau relatif lama (delapan sampai 16

tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan,

mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif menyebabkan

demensia yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan

serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi

komputer dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut.

Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang

terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi.

II.3.5. Penyakit Binswanger

Penyakit Binswanger juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik

kortikal. Penyakit ini ditandai dengan adanya banyak infark-infark kecil pada

substansia alba, jadi menyerang daerah kortikal. Walaupun penyakit Binswanger

sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan yang

canggih dan kuat, seperti pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance

imaging: MRI), telah menemukan bahwa kondisi tersebut adalah lebih sering daripada

yang sebelumnya dipikirkan.

II.3.6. Penyakit Huntington

Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia.

Demensia yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal,

yang ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih

sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal (tabel 1). Demensia pada penyakit

Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas

yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal

dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia menjadi

lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah

tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid

yang klasik.

Page 27: Kasus BANGSAL FIX.doc

II.3.7. Penyakit Parkinson

Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada

ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20

sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan

tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat

diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson adalah

disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri

yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).

II.3.8. Demensia yang berhubungan dengan HIV

Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali

menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan

HIV mengalami demensia dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75

persen pasien dengan sindroma immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai

keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang

terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada

pemeriksaan MRI.

II.3.9. Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala

Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian juga

berbagai sindroma neuropsikiatrik.

II.4. GAMBARAN KLINIK

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,

termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan

kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi

eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial

atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus

uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan menurunnya

fungsi luhur sebelumnya.

II.4.1. Gangguan memori

Page 28: Kasus BANGSAL FIX.doc

Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau

lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian

penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita

seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan

masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada

demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga

penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan

terhadap namanya sendiri.

II.4.2. Gangguan orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan

waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit

demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana

kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah

bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat

kesadaran.

II.4.3. Afasia

Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita

afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata

yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”,

“itu”, “apa itu”. Bahasa lisan dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut,

penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan

oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar) atau palilalia yang berarti mengulang

suara atau kata terus-menerus.

II.4.4. Apraksia

Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan

motorik, fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat

mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau

melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat

mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian, menggambar.

II.4.5. Agnosia

Page 29: Kasus BANGSAL FIX.doc

Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda

maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali

kursi, pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota

keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula,

walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang

diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.

II.4.6. Gangguan fungsi eksekutif

Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini

mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal

yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan

berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan

menghentikan kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam berpikir abstrak dapat

muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide baru serta menghindari situasi

yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.

II.4.7. Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling

mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya

mungkin diperkuat selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga

mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek

perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham

paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan pengasuhnya.

Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan

kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.

II.4.8. Gangguan Lain

Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan

kecemasan adalah gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia,

walaupun sindroma gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan

pada 10 sampai 20 persen pasien demensia. Pasien dengan demensia juga

Page 30: Kasus BANGSAL FIX.doc

menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang ekstrim tanpa

provokasi yang terlihat.

Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia

adalah sering, dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial

dalam DSM-IV. Tanda neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia

adalah kejang, yang terlihat pada kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe

Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia vaskular, dan presentasi neurologis

yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis nondominan. Refleks primitif-seperti

refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan palmomental-mungkin

ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan pada lima

sampai sepuluh persen pasien.

Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis

tambahan-seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal,

dan gangguan tidur-mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi

serebrobulbar, disartria, dan disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular

dibandingkan demensia lain.

Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan

kemampuan untuk menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku

abstrak. Pasien mempunyai kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal,

dalam membentuk konsep, dan dalam mengambil perbedaan dan persamaan di antara

konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk memecahkan masalah, untuk

memberikan alasan secara logis, dan untuk membuat pertimbangan yang sehat adalah

terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang ditandai

oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di

bawah keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi

defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan

dalam daya intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan

pewawancara dengan cara lain. Tidak adanya pertimbangan atau control impuls yang

buruk sering ditemukan, khususnya pada demensia yang terutama mempengaruhi

lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah bahasa yang kasar, humor yang

tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higiene pribadi, dan mengabaikan aturan

konvensional tingkah laku sosial.

Page 31: Kasus BANGSAL FIX.doc

Sindroma Sundowner. Sindroma ini ditandai oleh mengantuk, konfusi,

ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia

yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara

menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada

pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti cahaya dan isyarat yang menyatakan

interpersonal, adalah menghilang.

Pemeriksaan neurologis dasar tidak menemukan sesuatu yang abnormal. Hasil

dari semua pemeriksaan laboratorium adalah normal, termasuk B12, folat, T4 dan

serologi; tetapi pemeriksaan tomografi komputer menunjukkan atrofi kortikal yang

nyata.

II.5. DIAGNOSIS

Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk

pemeriksaan suatu mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-teman,

dan perusahaan. Keluhan perubahan kepribadian pada seorang pasien yang berusia

lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa suatu diagnosis demensia harus

dipertimbangkan dengan cermat.

Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus

diperhatikan, demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi

yang ditujukan untuk menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan yang berlebihan,

penarikan sosial atau kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa

dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemarahan

yang tiba-tiba atau sarkasme dapat terjadi. Penampilan dan perilaku pasien harus

diperhatikan. Labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan,

gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah atau gaya yang bodoh, apatik atau kosong

menyatakan adanya demensia, terutama jika disertai dengan gangguan ingatan.

II.5.1. Demensia tipe Alzheimer

Kriteria diagnostik DSM-IV untuk demensia tipe Alzheimer menekankan

adanya gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala lain

dari penurunan kognitif (afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang

abnormal). Kriteria diagnostik juga memerlukan suatu penurunan yang terus menerus

dan bertahap pada fungsi, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan, dan menyingkirkan

Page 32: Kasus BANGSAL FIX.doc

penyebab demensia lainnya. DSM-IV menyatakan bahwa usia dari onset dapat

digolongkan sebagai awal (pada usia 65 tahun atau kurang) atau lambat (setelah usia

65 tahun) dan gejala perilaku yang predominan dapat diberi kode dengan diagnosis,

jika sesuai.

II.5.2. Demensia Vaskular

Gejala umum dari demensia vaskular adalah sama dengan gejala untuk

demensia tipe Alzheimer, tetapi diagnosis demensia vaskular memerlukan bukti klinis

maupun laboratoris yang mendukung penyebab vaskular dari demensia.

II.5.3. Demensia karena kondisi medis lainnya

DSM-IV menuliskan enam penyebab spesifik demensia yang dapat diberi

kode secara langsung: penyakit HIV, trauma kepala, penyakit Parkinson, penyakit

Huntington, penyakit Pick,

dan penyakit Creutz-feldt-Jakob. Suatu kategori ketujuh memungkinkan dokter

menspesifikasi kondisi medis nonpsikiatrik lainnya yang berhubungan dengan

demensia.

II.5.4. Demensia menetap akibat zat

Alasan utama bahwa kategori DSM-IV ini dituliskan dengan demensia dan

gangguan yang berhubungan dengan zat adalah untuk mempermudah dokter berpikir

tentang diagnosis banding. Zat spesifik yang merupakan referensi silang DSM-IV

adalah alkohol, inhalan, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik, dan zat lain atau yang tidak

diketahui.

II.6. DIAGNOSIS BANDING

Perbaikan yang terus menerus dalam teknik pencitraan otak, khususnya MRI,

telah membuat perbedaan antara demensia, terutama demensia tipe Alzheimer dan

demensia vaskular agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus.

Suatu bidang penelitian yang sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi

komputer emisi foton tunggal (single photon emission computed tomography;

SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam berbagai jenis demensia; dan

Page 33: Kasus BANGSAL FIX.doc

tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu dalam diagnosis

banding klinis penyakit demensia.

II.6.1. Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskular

Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer

dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu

periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak

ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada

demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor

risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.

II.6.2. Demensia vaskular lawan Serangan Iskemik Transien

Serangan iskemik transien (transient ischemic attacks/ TIA) adalah episode

singkat disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya

lima sampai 15 menit). Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mungkin

bertanggung jawab, episode seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari suatu

lesi intrakranial proksimal yang menyebabkan iskemia otak transien, dan episode

biasanya menghilang tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringan

parenkim. Kira-kira sepertiga pasien dengan serangan iskemik transien yang tidak

diobati selanjutnya mengalami suatu infark otak; dengan demikian, pengenalan

serangan iskemik transien adalah suatu strategi klinis yang penting untuk mencegah

infark otak.

II.6.3. Delirium

Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia.

Delirium juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan

memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara

demensia menunjukkan gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan

tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada demensia daripada

delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam keadaan sulit untuk

membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka dianjurkan untuk memilih

demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara

cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya.

Page 34: Kasus BANGSAL FIX.doc

II.6.4. Depresi

Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit

berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara

menyeluruh. Kadang-kadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada

pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali

sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan kognitif merupakan gejala demensia

atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan medik yang

menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan munculnya gejala depresi

dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta hasil pengobatan.

Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama dengan depresi,

dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.

II.6.5. Amnesia

Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi

kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya abstraksi).

II.6.6. Retardasi mental

Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang

diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18 tahun.

Apabila demensia tampak pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis demensia dan

retardasi mental dapat ditegakkan bersama-sama asal kriterianya terpenuhi.

II.6.7. Skizofrenia

Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi

skizofrenia muncul pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala

yang khas tanpa disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada

skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan kognitif pada demensia.

II.7. TERAPI

Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang

disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan

tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes

laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah

Page 35: Kasus BANGSAL FIX.doc

diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat

diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.

Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk

memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan

keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala

perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang

mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam

pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk

pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian

terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang

menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi

kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota

keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka

merawat pasien selama periode waktu yang lama.

Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada

penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik.

Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung,

diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk

berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan

fungsi kognitif.

II.7.1. Sikap umum

Terdapat lima hambatan utama sehubungan dengan terapi demensia:

1. Kompleksitas biologi dan biokimia otak; interaksi dan ketergantungan antar

komponen belum diketahui secara jelas

2. Kesulitan dalam hal menentukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-

organik

3. Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan

perubahan metabolik yang ada

4. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan

dengan aspek farmakologik

Page 36: Kasus BANGSAL FIX.doc

5. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama

dalam menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian

Untuk demensia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi demensia

bukan sekedar pemberian obat-obatan. Pihak keluarga harus diberi penyuluhan

tentang situasi demensia; dengan demikian keluarga dapat merawat penderita di

rumah dengan tepat.

II.7.2. Obat untuk demensia

a. Cholinergic-enhancing agents

Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan

penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan

hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara

keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini

disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-

mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga

disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu,

kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks;

pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi

interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.

b. Choline dan lecithin

Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia

Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan

memori mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada

neurotransmitter. Pemberian prekursor, choline dan lecithin merupakan

salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak

memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit

perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin

hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih

sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan

serebrospinal naik sampai 58 persen.

Page 37: Kasus BANGSAL FIX.doc

c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH

Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh

perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang

berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan

psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi

dan memperbaiki keadaan umum.

d. Nootropic agents

Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering

digunakan dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine

mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine

mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi

tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini

memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta

memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk

memperbaiki perasaan hati dan perilaku.

e. Dihydropyridine

Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type

calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic

dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf

pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi

kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer.

Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa

dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi

alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial.

Page 38: Kasus BANGSAL FIX.doc

KESIMPULAN

Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak

(kesulitan menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal

yang tinggi lainnya (sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda,

mengerjakan perhitungan aritmatika, dan mencontoh suatu gambar)-semuanya cukup

berat untuk mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran

yang jernih, dan tidak disebabkan oleh gangguan mental seperti gangguan depresif

berat-menyatakan suatu demensia.

Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Memperhatikan

faktor penyebab tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong dengan

mengobati penyebabnya walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil sempurna.

Disamping itu ada jenis demensia yang sampai saat ini belum ada obatnya, ialah

demensia pada Creutzfeldt-Jakob dan AIDS. Sementara itu, untuk demensia

Alzheimer belum ada obat yang benar-benar manjur.

Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang telah

ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam

melakukan pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang sangat

esensial oleh karena mempunyai nilai prognostik.

Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota

keluarga terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan

penyuluhan agar penderita dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.

Page 39: Kasus BANGSAL FIX.doc

DAFTAR PUSTAKA

Gabbard GO : Organic Mental Disorder : The DSM IV Edition, American Psychiatric

Press, Washington, 1994

Kaplan, Sadock : Synopsis of Psychiatry, 7th Edition, William & Wilkins, Baltimore,

1993

Ibrahim A. S : Gangguan Mental Organik, PT. Dian Ariesta,Jakarta, 2003

Andreasen. N.C and Black. D.W, 2001, “Introductory Textbook of Psychiatry. 3rd ed,

British Libarry, USA: 335-342

Page 40: Kasus BANGSAL FIX.doc

Tugas Laporan Kasus

1. Darimana diagnosis demensia multi infark?

Jawaban: menurut PPDGJ-III, demensi multi infark masuk ke dalam demensia

vaskular dimana pedoman diagnostiknya, yaitu terdapatnya gejala demensia

(adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai

mengganggu kegiatan harian seseorang, tidak ada gangguan kesadaran/clear

consciousness, gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan);

hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya

ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal), daya tilik diri (insight) daya

nilai (judgment) secara relatif tetap baik; suatu onset yang mendadak atau

deteriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan

kemungkinan diagnosis demensia vaskular, pada beberapa kasus penetapan hanya

dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuro-patologis;

demensia multi-infark onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode

iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak). Pada

kasus didapatkan riwayat penyakit dahulu pasien adalah vertigo.

2. Masalah utama pada demensia?

Jawaban: Merawat orang dengan demensia vaskular dapat menjadi sangat

menegangkan bagi Anda. Anda dapat membuat situasi lebih mudah dengan

menyediakan lingkungan yang stabil dan mendukung. Memodifikasi lingkungan

caregiving untuk mengurangi potential stressor yang dapat membuat agitasi dan

disorientasi pada pasien demensia. Hindari suara yang keras atau tidak dikenali,

pencahayaan gelap, cermin atau permukaan yang mencerminkan lainnya, warna

yang sangat kontras, dan pola wallpaper. Gunakan musik yang menenangkan atau

Page 41: Kasus BANGSAL FIX.doc

bermain jenis musik favorit sebagai cara untuk bersantai pada saat pasien gelisah.

Lingkungan yang stabil dimulai dengan stabil, kesehatan Anda. Sangat mudah

untuk melupakan kebutuhan Anda sendiri ketika berurusan dengan demensia.

Tetapi merawat diri sendiri adalah tidak opsional. Stres dan burnout umum bagi

caregivers-dan itu buka hal yang baik untuk Anda atau orang yang merawat.

Memelihara dan melindungi kesehatan emosional dan fisik Anda sendiri tidak

egois. Ini hal terbaik yang dapat Anda lakukan untuk orang yang Anda cintai.

Kecemasan atau marah dapat meningkatkan stres atau agitasi. Cobalah untuk tetap

fleksibel, sabar, dan santai. Jika Anda menemukan diri Anda menjadi cemas atau

kehilangan kontrol, ambil waktu untuk berpikir dingin. Cobalah untuk tidak

mengambil masalah perilaku pribadi dan melakukan yang terbaik untuk menjaga

rasa humor.

3. Bagaimana caregiving pada demensia?

Jawaban: Buat rutinitas. Anda akan merasa lebih nyaman dan kegelisahan

berkurang ketika berada pada rutinitas dan dalam lingkungan yang akrab.

Gunakan kalender dan jam. Tempatkan kalender besar dan jam di sekitar ruang

tamu. Mereka dapat membantu orang dengan demensia untuk reorientasi jika

mereka sudah lupa tanggal atau waktu. Terus mendukung kesibukannya.

Dorongan untuk melanjutkan kegiatan fisik dan sosial selama mungkin. Apakah itu

pergi berjalan-jalan atau menghabiskan waktu, penting bahwa ia memiliki kegiatan

rutin untuk berpartisipasi. Tugas sehari-hari seperti mencuci baju, menyiram

tanaman, atau mengupas sayuran dapat membantu. Memberikan banyak

stimulasi. Pastikan kamarnya berwarna-warni dan inviting. Apakah ada pandangan

baik di luar? Jika tidak, bisa membawa tambahkan beberapa bunga atau tanaman.

Latihan interaksi dengan orang yang berbeda dalam satu situasi, atau bermain

dengan terlatih, memelihara hewan peliharaan juga dapat membantu untuk

memberikan stimulasi dan meningkatkan aktivitas fisik dan sosial. Pastikan untuk

berkomunikasi, bahkan jika tidak yakin Anda mengerti. Jika saatnya untuk

makan malam, misalnya, mengatakan begitu. Jangan hanya membawa ke dapur

tanpa menjelaskan apa yang terjadi. Bahkan jika ia tidak memahami kata-kata

Anda, gunakan nada suara, kontak mata, tersenyum, atau sentuhan meyakinkan

untuk membantu menyampaikan pesan Anda dan menunjukkan kasih sayang Anda.