kasus anak

36
I. IDENTITAS An. R, Laki-laki, 16 tahun, bersekolah di program belajar kejar paket C, agama Islam, suku Betawi, tinggal di Galur Senen, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pasien dibawa ke RSIJ Klender dengan diantar oleh kakak perempuannya pada tanggal 12 Januari 2012 karena sulit tidur dan membentur- benturkan kepala. II. RIWAYAT PSIKIATRI Diperoleh dari: Alloanamnesis dengan kakak kandung, Ny. Y, 43 tahun, suku Betawi, Pedagang. Alloanamnesis dengan kakak pasien, Ny. R, 46 tahun, suku Betawi, Ibu rumah tangga. A. KELUHAN UTAMA Sulit tidur dan membentur-benturkan kepala. B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien dibawa ke RSIJ Klender oleh kakak perempuannya karena sejak 1 minggu SMRS mengalami perubahan perilaku berupa: marah-marah tanpa sebab kepada anggota keluarganya. Pada awalnya pasien terlihat sering bengong (banyak diam) dengan memandang ke Kali Senen yang berada di depan rumahnya. Menurut kakak perempuannya, kemudian pasien menjadi sering 1

description

jiwa

Transcript of kasus anak

Page 1: kasus anak

I. IDENTITAS

An. R, Laki-laki, 16 tahun, bersekolah di program belajar kejar paket C, agama Islam,

suku Betawi, tinggal di Galur Senen, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pasien dibawa ke

RSIJ Klender dengan diantar oleh kakak perempuannya pada tanggal 12 Januari 2012

karena sulit tidur dan membentur-benturkan kepala.

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari:

Alloanamnesis dengan kakak kandung, Ny. Y, 43 tahun, suku Betawi, Pedagang.

Alloanamnesis dengan kakak pasien, Ny. R, 46 tahun, suku Betawi, Ibu rumah

tangga.

A. KELUHAN UTAMA

Sulit tidur dan membentur-benturkan kepala.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien dibawa ke RSIJ Klender oleh kakak perempuannya karena sejak 1

minggu SMRS mengalami perubahan perilaku berupa: marah-marah tanpa sebab

kepada anggota keluarganya. Pada awalnya pasien terlihat sering bengong

(banyak diam) dengan memandang ke Kali Senen yang berada di depan

rumahnya. Menurut kakak perempuannya, kemudian pasien menjadi sering

marah-marah tidak jelas, tiba-tiba tegang dengan selalu merasa tidak puas padahal

kemauannya telah dipenuhi semua. Pasien merasa iri dengan teman sebelah

rumahnya yang memiliki playstation dan dapat bermain video games di rumah.

Sejak pagi sampai sore, pasien terlihat gelisah dengan hanya mondar-mandir

tanpa sebab dan dada seperti terdebar-debar. Pasien kemudian menjadi mudah

tersinggung dan emosi saat ditanyakan perihal permasalahan yang mungkin

dialaminya. Saat ditanya oleh kakak kandungnya, pasien menjadi galak, mau

memukul ibunya dan terus langsung keluar dari rumah.

Saat di jalan, pasien bertemu dengan kakak perempuan yang lainnya. Pasien

kemudian meminta uang untuk membeli makanan dan uang jajan di sekolah

1

Page 2: kasus anak

program kejar paket C. Setelah itu, pasien pulang larut malam dan langsung

mengunci kamarnya. Selama 2 hari, pasien hanya keluar dari kamar untuk sarapan

dan makan siang. Pasien mengatakan malas untuk ikut program kejar paket C

karena pelajarannya membosankan. Pasien kemudian langsung masuk dan

kembali mengunci kamarnya. Kakak kandungnya kemudian menjadi curiga

dengan aktifitas yang dilakukan pasien selama sendirian di dalam kamar.

Keluarga curiga bahwa pasien kembali melakukan aktifitas “ngelem” seperti yang

pernah dilakukannya pada periode sebulan yang lalu.

Saat pasien pergi ke luar rumah, kakak kandungnya mengecek ke kamar

pasien. Didapati ruangan kamar pasien berbau lem aika aibon. Kaleng lem aika

aibon yang terbuka sedikit ditemukan berada di bawah tempat tidurnya. Pada

keesokan harinya, pasien menjadi gelisah, sering khawatir dan mudah

tersinggung. Saat ditanyakan oleh keluarga perihal perilaku ‘ngelem” yang

kembali di ulanginya, pasien awalnya menyangkal. Pasien kemudian mengatakan

bahwa lem tersebut dibeli dari uang jajannya. Akibat merasa terdesak dan

dimarahi kakak kandungnya, pasien kemudian menangis sambil menyakiti dirinya

dengan cara meremas dan memelintir pergelangan tangan..

Pasien mencoba bunuh diri dengan mencekik lehernya dan mengatakan ingin

mati saja. Saat dibawa ke dalam kamar, pasien menjadi ketakutan dengan

mengatakan melihat pocong, padahal itu hanyalah sebuah guling. Pasien merasa

bahwa kamarnya telah berubah menjadi tempat kuburan. Selama perjalanan waktu

3 hari tersebut, pasien menjadi semakin gelisah dengan mondar-mandir di dalam

rumah tanpa tujuan. Pasien tampak ketakutan dan kemudian keluar rumah dengan

berlari sambil marah-marah pada setiap orang yang ditemuinya. Pasein kemudian

sampai tercebur di Kali Senen dan mengatakan melihat pocong. Keluarga

akhirnya memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit islam jakarta di

cempaka putih. Sesampainya di rumah sakit, pasien menjadi tidak terkendali.

Pasien menolak untuk diperiksa dengan memarahi dokter dan perawat yang

sedang bertugas di unit gawat darurat. Pasien terlihat berdebar-debar dan curiga

dengan mengatakan “mau diapakan saya” dan takut terhadap pasein lain yang

2

Page 3: kasus anak

sedang dilakukan tindakan. Akibat perilakunya itu, pasien kemudian dirujuk ke

RSIJ Klender.

Pada saat itu keluarga menolak untuk dirujuk dan minta berobat jalan saja.

Pasien kemudian dirawat sendiri di rumah selama 3 hari. Selama berada di rumah,

pasien tidak mau minum obat. Keluarga tidak ingat nama, bentuk atau warna obat

yang diberikan saat itu. Keluarga kemudian membawa pasien kepada pengobatan

alternatif, yaitu pada seorang ustadz (ahli agama). Saat berada di tempat ustadz,

pasien tenang. Tetapi setelah pulang ke rumah, pasien kembali marah-marah.

Pasien kemudian keluar rumah dan dipergoki oleh tetangganya sedang “ngelem”

dengan cara menghirup bau lem aika aibon di bawah kolong jembatan layang

galur senen.

Aktifitas “ngelem” tersebut dilakukan bersama dengan temannya yang

menjadi pengamen jalanan di lampu merah jalur cempaka putih-senen. Pasien

mengatakan bahwa perilaku “ngelem” sudah dilakukannya sejak setahun terakhir

ini atas ajakan dari teman. Menurut pengakuan pasien, aktifitas tersebut tidak

dilakukan secara rutin. Pasien “ngelem” apabila sedang kepingin saja. Keinginan

tersebut dikatakan tidak timbul setiap saat. Dalam sebulan, pasien membeli 2-3

kaleng lem aika aibon untuk aktifitas “ngelem”nya. Pasien juga mengatakan suka

membeli paket narkoba seharga 10 ribuan yang kemudian dihisap sebagai rokok.

Saat ditanyakan nama paket atau zat tersebut, pasien kemudian bungkam. Apabila

keinginan tersebut muncul, pasien biasanya meminta uang kepada kakak

perempuannya dengan alasan buat jajan atau makan. Pasien merupakan anak yang

dimanja oleh kakak perempuannya yang lain ayah, sehingga terkadang kakak

tersebut begitu mudah memberikan uang kepada pasien. Kaleng lem aika aibon

tersebut biasanya dapat habis dihirup olehnya untuk pemakaian 3 hari. Pasien

mengaku bahwa uang jajannya sering habis digunakan untuk membeli satu kaleng

lem aika aibon untuk pemakaian 3 hari.

Saat sedang asik ‘ngelem” di kolong jembatan galur senen tersebut, pasien

dibawa paksa oleh keluarga untuk pulang ke rumah. Pasien menjadi marah,

berdebar-debar, dan kemudian melemparkan barang-barang di rumahnya. Setelah

2 hari, perilaku pasien menjadi semakin gelisah, mondar-mandir tanpa tujuan dan

3

Page 4: kasus anak

tidak terkendali berupa menantang setiap tetangganya. Pasien sering membentur-

benturkan kepala ke dinding rumah, tidak bisa tidur dan mengatakan ingin mati

saja. Pasien mengatakan bahwa kucing yang sedang lewat di depan rumah itu

dianggap sebagai monster jahat yang selalu menganggu dirinya. Pasien kemudian

melemparkan vas bunga yang berada di atas meja kepada kucing itu. Pasien juga

mengatakan merasa takut, khawatir dan terancam pada hal yang tidak jelas.

Pasien menjadi sering menangis dan mengatakan ingin mati saja. Pasien

mengatakan pada saat itu, pikirannya tidak seperti dikendalikan atau dibaca oleh

orang lain. Pasien juga mengatakan tidak terdapat gangguan berupa bisikan-

bisikan atau suara ghaib. Akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pasien

ke RSIJ Klender untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.

Pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat gambaran permasalahan

psikologis berupa rasa sedih, mudah menangis dan tersinggung seperti yang

dialami olehnya saat ini dan bertahan selama periode kurang lebih 2 minggu

dalam kehidupannya. Pasien juga mengatakan tidak pernah mengalami perasaan

yang meningkat, perilaku berlebihan seperti banyak gagasan dan seperti banyak

energi selama periode kurang lebih 2 minggu dalam kehidupannya.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

a. Psikiatri dan Penyalahgunaan Zat

Pasien memiliki riwayat menyalahgunakan zat sebelumnya (“ngelem”) dan

perilaku merokok.

b. Kondisi Medis Umum

Pasien tidak pernah menderita penyakit medis lain seperti kejang, pingsan dan

trauma kepala.

c. Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Kakak satu ibu dari pasien mengalami gangguan depresi dan kontrol rutin di Poli

Dewasa RSIJ Klender.

4

Page 5: kasus anak

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

1. Periode Prenatal dan Perinatal

Pada saat mengandung pasien, ibu menerima kehamilannya dengan senang hati

dan rutin memeriksakan kandungannya itu kepada dokter kandungan. Selama

mengandung pasien, dikatakan tidak terdapat permasalahan fisik maupun

psikologis pada ibu kandung pasien. Menurut kakak kandungnya, pasien lahir

dengan persalinan normal, cukup bulan dan langsung menangis kuat, di sebuah

klinik dengan di tolong oleh dokter. Berat badan dan panjang badan lahir

dikatakan cukup.

2. Periode Masa Bayi (0-1 tahun)

Menurut kakak pasien, tumbuh kembang pasien dikatakan normal dan tidak

terdapat cacat bawaan. Pasien sudah mulai bisa berjalan saat usia 9 bulan dan

mulai bicara pada usia sekitar 1,5 tahun. Pasien diasuh dengan perhatian yang

cukup oleh ibu kandungnya. Keluarga sangat senang dengan kehadiran pasien

sebagai adik bungsu. Pasien Pada usia sekitar 9 bulan, pasien pernah mengalami

kejang demam tetapi setelah itu tidak ditemukan lagi permasalahan kejang. Pasien

diberikan ASI sampai usia sekitar 6 bulan, kemudian dilanjutkan dengan susu

formula karena air susu ibunya sudah tidak keluar lagi.

3. Periode Masa Batita (1 sampai 3 tahun)

Menurut kakaknya, pasien tumbuh seperti anak seusianya. Pada periode usia ini,

ayah kandung pasien lebih banyak menyerahkan pola pengasuhan pasien kepada

ibu kandung dan kakak-kakak perempuannya yang berbeda ayah. Ayah bekerja

sebagai kuli serabutan di pasar senen, dari pagi sampai malam hari untuk

mencukupi kehidupan keluarga. Pasien diasuh secara bergantian oleh keluarganya

yang tinggal dalam dua rumah yang saling bersebelahan. Saat diasuh, pasien

dikatakan tidak rewel dan mau diajak bermain dengan senang bersama kakak-

kakak perempuannya itu. Menurut kakak perempuan pasien, tidak ditemukan

permasalahan dalam pola makan pada pasien. Pasien termasuk anak yang gemar

makan, sehingga kakak-kakaknya sangat senang apabila menyuapinya.

5

Page 6: kasus anak

4. Periode Pra Sekolah dan Masa Kanak Awal (3 sampai 6 tahun)

Menurut kakak perempuannya, pasien merupakan anak yang periang dan penurut.

Dalam bermain dengan teman sebayanya, pasien cenderung penakut

dibandingkan teman-temannya. Apabila diganggu oleh temannya, pasien

dikatakan sebagai anak yang cengeng. Pasien kemudian menyampaikan hal

tersebut kepada ibu kandungnya. Kakak perempuan pasien akhirnya yang sering

ikut membantu pasien menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membelanya

apabila pasien pulang ke rumah dengan keadaan menangis..

Ayah meninggal karena sakit saat pasien berusia 4 tahun. Setelah itu, Ibu kandung

pasien memutuskan untuk berdagang di pasar senen demi memenuhi kebutuhan

keluarga. Dalam pola asuh selanjutnya, pasien lebih banyak diasuh oleh kakak

perempuannya yang nomor dua dan berbeda ayah. Pasien dikatakan lebih dekat

dengannya, karena kakak pasien tersebut cenderung memanjakannya. Pasien

kemudian tinggal berpindah-pindah. Pasien kadang tinggal di rumah milik

ahmarhum ayah bersama ibu dan kakak-kakaknya yang satu ayah atau menginap

di rumah kakak-kakaknya yang lain dan berbeda ayah.

5. Periode Masa Kanak Akhir (7 sampai 11 tahun)

Pada masa kanak akhir, pasien dikenal sebagai anak yang periang. Pasien senang

bermain dengan teman sebayanya, tetapi cenderung lebih banyak menjadi

pengikut saja. Pasien lebih banyak menghabiskan waktu dengan berada di dalam

rumah setelah pulang dari sekolah. Selama berada di rumah kakaknya, biasanya

pasien disuruh untuk mengulang pelajaran sekolah atau sesekali bermain dengan

keponakannya. Kakak perempuan pasien cenderung melarang pasien untuk

bermain di luar rumah karena khawatir terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang

banyak memakai narkoba. Saat berada di sekolah, pasien dikatakan senang dan

dapat mengikuti pelajaran sekolah dengan baik. Penanaman sikap moral mengenai

perbuatan baik dan buruk lebih banyak diberikan oleh kakak-kakak

perempuannya. Pasien pernah dilaporkan berkelahi dengan teman sebayanya oleh

guru di sekolah. Saat diberitahukan bahwa perilaku tersebut itu tidak baik, pasien

dapat mendengarkan dan berjanji tidak akan mengulanginya.

6

Page 7: kasus anak

6. Riwayat Remaja (11 tahun sampai sekarang)

Pasien lebih banyak bermain bersama teman-teman seusianya, baik di lingkungan

tetangga ataupun berkumpul bersama anak-anak jalanan. Pasien suka ikut

mengamen di bis atau lampu merah di kala siang hari apabila di ajak oleh teman-

temannya di jalanan. Menurut kakak perempuannya, pasien di katakan sebagai

anak yang lugu karena sering menjadi pengikut atau menurut saja terhadap ajakan

dari orang dewasa untuk bermain gitar di malam hari atau bergaul dengan anak

jalanan.

7. Riwayat Pendidikan

Pasien dinilai sebagai anak yang cukup pintar dan penurut di sekolah. Prestasi

akademik pasien tergolong baik, hingga kelas 4 SD pasien selalu meraih peringkat

satu. Namun sejak kelas 5 SD, prestasi pasien mulai menurun akibat banyak

bermain video games di tempat rental mainan. Pasien lulus SD dengan nilai yang

cukup. Setelah itu, pasien tidak meneruskan sekolah dengan alasan keluarga tidak

memiliki. Pasien kemudian lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain

bersama teman-temannya di jalanan. Pasien kadang nongkrong bersama anak

jalanan di kolong jembatan Senen atau bermain kartu remi di rumah tetangganya.

Uang jajan pasien kadang sering habis hanya untuk bermain video games. Pada

malam hari, pasien hanya menghabiskan waktu dengan begadang dan bermain

gitar bersama tetangganya yang usianya telah dewasa. Kakak perempuan

kemudian menjadi khawatir, sehingga pada tahun berikutnya pasien di ikut

sertakan dalam program belajar sekolah kejar paket B di dekat rumahnya.

Setelah mendapatkan sertifikat lulus dari program belajar tersebut, pasien

kemudian berhenti sekolah karena harus membantu kakak perempuan yang

berdagang di pasar senen selama kurang lebih 1 tahun. Pasien selanjutnya

mengambil program belajar sekolah kejar paket C yang setingkat dengan SMA

untuk meneruskan pendidikannya. Kegiatan program tersebut dilakukan setiap

hari Senin, Rabu, dan Kamis pada jam 7 sampai 9 malam yang diadakan di

gedung koperasi dekat rumahnya. Pada pagi hari sampai sore harinya, pasien

7

Page 8: kasus anak

hanya di rumah saja dengan membantu untuk membersihkan rumah atau nonton

televisi saja.

8. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Pedigree – Pohon Keluarga

9. Riwayat Kehidupan Sekarang

Pada saat ini pasien tinggal bersama ibu dan kakak-kakaknya di daerah Galur

Senen. Namun pasien seringkali menginap di rumah kakak perempuannya yang

lain dengan letak bersebelahan. Ibu kandung pasien berstatus sebagai seorang

janda. Saat ini ibu kandung pasien sudah tua, sering sakit dan mulai pikun. Biaya

hidup keluarga menjadi tanggung jawab kakak-kakak perempuan pasien yang

telah bekerja. Kebutuhan rumah tangga sering tidak tercukupi dengan baik,

sehingga pasien sering mendapat bantuan biaya dari kiriman uang anak-anak

kakak perempuan pasien yang berada di mkota lain. Pengobatan terkait

permasalahan perilaku pasien saat ini dibiayai dengan bantuan GAKIN.

8

Page 9: kasus anak

10. Persepsi dan Harapan Orangtua

Kakak-kakak perempuan pasien tidak paham akan perilaku pasien yang menjadi

sulit diatur, cenderung galak dan mudah marah terhadap keluarga. Ibu kandung

berharap perilaku pasien dapat kembali menjadi baik dan kemudian merawat

dirinya yang sudah tua dan sering sakit.

11. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungannya

Saat pemeriksa menanyakan tentang keadaannya untuk pertama kali, pasien

terlihat murung dan sedih. Pasien mengatakan bahwa dirinya dibawa dan

kemudian di rawat di rumah sakit karena perilakunya yang suka “ngelem.”

III. EVALUASI KELUARGA

A. Susunan Keluarga

Pasien adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Saat ini pasien tinggal berpindah-

pindah, kadang bersama kakak dan ibu kandungnya di rumah peninggalan

ayahnya atau di rumah kakak perempuan lainnya yang letak rumahnya

bersebelahan. Pasien memiliki 2 kakak kandung yang seayah dan 2 kakak

kandung yang lain ayah. Kakak pertama pasien yang seayah adalah perempuan

berusia 43 tahun. Sedangkan kakak yang kedua kini tinggal terpisah karena telah

berkeluarga.

B. Riwayat Perkawinan

Kedua orangtua pasien menikah berdasar atas pilihan sendiri dan mendapat

persetujuan dari orangtua masing-masing. Pernikahan dengan ayah pasien

merupakan pernikahan yang kedua bagi ibu kandung pasien. Ibu kandung pasien

menikah lagi setelah suaminya yang pertama meninggal karena sakit. Kehidupan

perkawinan dengan ayah pasien dikatakan tidak pernah diwarnai dengan masalah

seperti pertengkaran suami-istri. Pernikahan tersebut merupakan pernikahan yang

pertama bagi ayah pasien. Dalam pernikahan tersebut, orangtua pasien dikaruniai

3 orang anak, yaitu: kakak perempuan, kakak laki-laki, dan pasien sendiri.

9

Page 10: kasus anak

C. Fungsi Subsistem

a. Subsistem Suami-Istri

Menurut kakak perempuannya yang beda ayah, sebelum meninggal ayah

pasien dikatakan sebagai pribadi yang giat dalam bekerja dan penyabar.

Dalam kehidupan rumah tangga bersama ibu kandung pasien dikatakan tidak

pernah terlibat dalam pertengkaran suami istri. Pernikahan keduanya

didasarkan atas keinginan dan pilihan bersama. Pernikahan tersebut

merupakan pernikahan kedua bagi ibu kandung pasien setelah di tinggal

meninggal oleh suami sebelumnya.

b. Subsistem Orangtua

Ibu kandung pasien menjadi orangtua tunggal, setelah ayah pasien meninggal

saat diri pasien berusia 4 tahun. Ibu kandung sampai sekarang tidak menikah

lagi dan tinggal bersama kakak kandung pasien yang perempuan. Ibu kandung

pasien dikatakan sangat menyayangi pasien dan cukup perhatian pada seluruh

anggota keluarga. Tetapi karena usianya yang sudah tua dan sering sakit-

sakitan, maka pengasuhan pasien diserahkan kepada kakak perempuannya.

c. Subsistem Sibling

Pasien berstatus sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Pasien dikatakan

dapat akrab dan berhubungan baik dengan seluruh anggota keluarga, baik

dengan kakak kandung yang satu ayah maupun kakak perempuan yang lain

ayah. Keluarga besar cenderung untuk menghindari timbulnya konflik dengan

selalu rukun dan bersama-sama dalam memenuhi kehidupan keluarga..

d. Interaksi subsistem

Ayah pasien telah meninggal dunia karena sakit. Pada saat ini, ibu kandung

lebih banyak berada di rumah saja akibat usianya yang sudah tua dan sering

sakit dan pikun. Pasien dikatakan lebih dekat dengan kakak perempuan kedua

yang lain ayah karena selalu memanjakan dirinya dengan menuruti segala

keinginan dari pasien. Kakak-kakak perempuan pasien seleuruhnya telah

10

Page 11: kasus anak

berstatus sebagai janda, sehingga di dalam kedua rumah yang bersebelahan

tersebut seluruhnya adalah hanya perempuan.

D. Keadaaan Sosial Ekonomi Sekarang

Kondisi keuangan keluarga pasien dikatakan kurang dalam pembiayaan

kehidupan sehari-hari. Sumber penghasilan berasal dari kakak kandung pasien

yang bekerja sebagai pedagang dan kiriman uang dari anak-anak kakak-kakak

perempuan pasien yang beda ayah.. Biaya pengobatan terkait permasalahan

perilaku pada pasien saat ini dibiayai dari bantuan GAKIN.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (14 Januari 2012)

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Pasien seorang laki-laki berusia 16 tahun, tinggi sekitar 165 cm dengan berat

sekitar 55 kg. Penampilan sesuai dengan usia, kulit kecoklatan, rambut warna

hitam dipotong pendek dan tampak kurang rapi. Pasien berpakaian kurang rapi

tetapi bersih. Badan terawat dengan baik dengan kuku kaki dan tangan terpotong

pendek.

2. Kesadaran

Compos mentis.

3. Sikap terhadap pemeriksa

Pasien kurang kooperatif, sopan, menjawab pertanyaan dengan lambat,

konsentrasi kurang.

4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Aktifitas psikomotor selama wawancara, pasien dapat duduk tenang dan sopan

tetapi respon perilaku lambat.

11

Page 12: kasus anak

5. Kemampuan berbicara dan berbahasa

Pasien berbicara dengan sopan, volume pelan, intonasi rendah, kecepatan lambat,

lancar dengan irama teratur.

B. Mood, Ekspresi Afektif dan Empati

1. Mood : disforik

2. Afek : terbatas

3. Keserasian : serasi.

C. Gangguan Persepsi

Halusinasi auditorik dan visual di sangkal.

D. Interaksi orangtua – anak

Ibu pasien belum mengunjungi pasien dikarenakan sedang menderita sakit. Saat

itu pasien diantar oleh kedua kakak perempuannya. Pasien terlihat akrab dengan

keduanya.

E. Perpisahan dan Penyatuan Kembali

Ketika wawancara akan dilakukan secara mandiri dengan pasien, pasien bersikap

baik. Pasien duduk di samping pemeriksa dan bersedia menjawab pertanyaan dari

pemeriksa. Tidak ditemukan kecemasan, rasa takut atau kekhawatiran pada diri

pasien.

F. Proses/ Isi Pikiran

Sedikit ide.

G. Fantasi, Cita-cita dan three wishes

Ketika di tanyakan mengenai cita-cita, fantasi dan three wishes, pasien

mengatakan ingin cepat bekerja sebagai security, dapat membantu keuangan

keluarga dan menyelesaikan program belajar kejar paket C nya dengan baik.

12

Page 13: kasus anak

H. Insight

Tilikan derajat 4.

I. Perkiraan Taraf Intelegensia

Kemampuan intelegensianya adalah sesuai taraf kecerdasan rata-rata usianya.

Pasien memiliki riwayat tidak pernah tinggal kelas dan selama di bangku SD

selalu mendapatkan peringkat 1.

J. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut

a. Status internus : keadaan umum gizi cukup dengan penampilan berat badan

55 kg. Tinggi badan 165 cm. Fungsi saluran cerna, pernafasan, dan

kardiovaskular dalam batas normal. Tekanan darah 120/ 80 mm/Hg, nadi 90

x/menit, suhu: 36 derajat C, dan respirasi 20 x/menit.

b. Status neurologikus : kesan dalam batas normal.

K. Pemeriksaan Penunjang Psikologis

Instrumen Depresi (CDI)

Instrumen CDI 14 Januari 2012 24 Januari 2012

Nilai skor 40 10 (Perbaikan)

IV. IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA

Telah dilakukan pemeriksaan pada An. R, 16 tahun, laki-laki, agama

Islam, suku betawi, saat ini bersekolah di program belajar kejar paket C,

tinggal di Galur Senen, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pasien dibawa ke RSIJ

Klender tanggal 12 Januari 2012 karena cenderung mudah marah, tersinggung

dan sering menangis, galak terhadap keluarga dengan memukul ibu kandung

dan kakak perempuannya, terdapat keinginan bunuh diri dan perilaku

menyakiti diri sendiri. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, pingsan

atau kejang.

Pasien lahir secara normal, cukup bulan, berat badan dan panjang badan

lahir dikatakan cukup. Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan positif

13

Page 14: kasus anak

kanabis (+). Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien laki-laki,

penampilan sesuai usia dan tampak kurang rapi. Gangguan persepsi berupa

riwayat ilusi (bantal guling dikatakan pocong, kucing dianggap sebagai

monster jahat, kamar yang berubah menjadi tempat kuburan). Gangguan isi

dan proses pikir berupa sedikit ide. Tilikan adalah derajat 4. Faktor stressor

berupa masalah dalam primary support group (pengawasan keluarga yang

kurang peduli), pergaulan dalam lingkungan sosial (bermain dengan anak

jalanan), lingkungan sosial yang rawan penggunaan narkoba, dan ekonomi

keluarga yang kurang. Perkiraan taraf intelegensia dalam tingkat kecerdasan

rata-rata usianya. Status internus dan neurologikus tidak dijumpai masalah.

V. FORMULASI DIAGNOSTIK

Berdasarkan riwayat penyakit pasien didapatkan adanya pola perilaku dan

psikologis yang secara klinis bermakna dan khas berkaitan dengan gejala yang

menimbulkan suatu penderitaan (distress) maupun hendaya (disability)

dalam fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologikus tidak ditemukan

kelainan gangguan medis umum yang secara fisiologis menimbulkan

disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini.

Sehingga Gangguan Mental Organik dapat di singkirkan.

Pada anamnesis ditemukan permasalahan perilaku berupa: di awali sering

bengong (banyak diam), kemudian menjadi marah-marah, mudah tersinggung,

sering menangis, mondar-mandir tanpa sebab, adanya ilusi berupa melihat

kamar yang berubah seperti kuburan dan kucing yang dipersepsikan sebagai

monster jahat, galak terhadap keluarga dengan memukul ibu dan kakak

perempuannya, terdapat keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiti diri

sendiri. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan positif menggunakan

kanabis (+) dan informasi anamnesis lainnya dari keluarga berupa perilaku

“ngelem” berupa kebiasaan menghisap kaleng lem aika aibon. Berdasarkan

gambaran tambahan tersebut terdapat gejala klinis yang sesuai pula dengan

14

Page 15: kasus anak

kriteria: Substance-Induced Mood Disorder, With Feautures Depressive.

Dengan demikian, pada aksis I disimpulkan pasien menderita Substance-

Induced Mood Disorder, With Features Depressive.

Berdasarkan perkiraan tes intelegensia, kesan pasien memiliki taraf

kemampuan intelektual yang tergolong dalam kecerdasan sesuai rata-rata anak

usianya. Pada aksis II disimpulkan pasien tergolong kesan kecerdasan dalam

tingkatan rata-rata sesuai usia.

Pada pemeriksaan neurologis dan internus ditemukan pemeriksaan fisik

dalam batas normal. Pada aksis III disimpulkan pada pasien tidak terdapat

diagnosis.

Pada Aksis IV terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap kondisi

psikologis pasien, berupa: masalah dengan family support group

(kurangnya kepedulian keluarga dalam pengawasan perilaku remaja),

lingkungan sosial (pergaulan dengan anak jalanan dan lingkungan

rumah yang rawan penggunaan narkoba) serta kesulitan ekonomi.

Pada aksis V, GAF HLPY (Global Assesssment of Functioning) 70

yaitu: beberapa gejala ringan, menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara

umum masih baik. Sedangkan GAF current 60 yaitu: beberapa gejala berat,

menetap, disabilitas berat dalam fungsi.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : Substance-Induced Mood Disorder With Depressive

Features, With Onset During Intoxication.

Aksis II : Kesan fungsi intelektual dalam taraf kecerdasan rata-rata

Aksis III : Tidak ada diagnosis

Aksis IV : Masalah dengan “primary support group” keluarga,

lingkungan sosial (pergaulan dengan anak jalanan dan lingkungan rumah yang

rawan narkoba) dan kesulitan ekonomi

Aksis V : GAF HLPY : 70 dan GAF Current : 60.

15

Page 16: kasus anak

VII. DAFTAR MASALAH

Organobiologik : terdapat riwayat genetik dalam keluarga – kakak

perempuan pasien yang lain ayah pernah mengalami gangguan depresi.

Psikologik : awal banyak diam, marah-marah, tersinggung, sering

menangis, mondar-mandir tanpa tujuan, melihat kamar yang berubah menjadi

kuburan, keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiit diri sendiri.

Sosial : cenderung galak dengan memukul anggota keluarga dan

menantang setiap orang.

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : bonam

Ad Functionam : bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Hal yang meringankan:

- Bantuan pembiayaan dari pemerintah melalui GAKIN

- Motivaai dan dukungan yang besar dari kakak-kakak perempuannya untuk selalu

kontrol rutin terkait permasalahan emosi dan perilaku pada pasien.

Hal yang memberatkan:

- Terdapat keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiti diri sendiri

- Ibu kandung yang sudah tua, sering sakit dan pikun sehingga memiliki hambatan

dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan perilaku pasien

- Masalah ekonomi keluarga yang dikatakan kurang

- Masalah pola asuh yang cenderung memanjakan dari kakak perempuannya

- Tidak adanya figur laki-laki dalam keluarganya, karena pasien tinggal dengan

seluruh anggota keluarganya yang perempuan.

- Lingkungan rumah pasien berada di daerah perkotaan yang rentan terhadap

penyalahgunaan zat atau rawan narkoba.

16

Page 17: kasus anak

IX. FORMULASI PSIKODINAMIK

Pasien R merupakan anak bungsu yang dibesarkan dalam pola asuh yang

multi parenting. Pasien telah kehilangan figur ayah sejak usia 4 tahun karena

ayahnya meninggal dunia akibat menderita sakit. Semenjak kepergian ayahnya

itu, pasien diasuh oleh peranan keluarga yang seluruhnya adalah perempuan. Pola

pengasuhan secara bergantian dilakukan oleh ibu kandung dan kakak-kakak

perempuannya dalam dua lingkungan rumah yang saling bersebelahan.

Masalah keuangan yang sering tidak tercukupi dalam memenuhi kehidupan

keluarga, membuat peran pengawasan dan monitoring dari anggota keluarga

terhadap perkembangan perilaku pasien yang sedang berada pada periode remaja

akhir menjadi sering terabaikan. Pada periode ini, pasien lebih nyaman berada

dalam interaksi dengan teman sebaya (peer group) nya dibandingkan dengan

lingkungan di dalam rumah (keluarga) nya sendiri. Lingkungan sosial sekitar

rumah yang rawan terhadap penggunaan narkoba membawa pasien kepada

perilaku untuk mencoba zat tersebut. Pasien sendiri merupakan remaja yang

dalam lingkungan pergaulannya sering berperan sebagai pengikut. Hal tersebut

membuat pasien mudah untuk ditarik kepada suatu perilaku penyalahgunaan zat

dari aktifitas pergaulannya dengan anak jalanan.

Dalam interaksi pergaulan dengan teman sebayanya itu, pasien sering

membuat pencitraan diri yang negatif pada diri pribadinya. Pada akhirnya pasien

sering membanding-bandingkan kondisi dirinya dengan apa yang dilihatnya pada

keadaan teman-temannya. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak seperti teman-

temannya yang memiliki video games sendiri di dalam rumah. Pasien juga merasa

minder untuk berkenalan dengan lawan jenis karena faktor ekonomi keluarganya

yang kurang. Hal tersebut membuat moodnya menjadi terdepresi dan sebagai

pengalihan dari ketidaknyamanan perasaannya itu maka pasien mulai mencoba

untuk menggunakan narkoba dengan membeli paket rokok ganja senilai rp 10

ribuan yang diperoleh dari pergaulan dengan temannya. Setelah itu, pasien beralih

pada kebisaan “ngelem” dengan membeli kaleng aika aibon yang dengan cara

dihirup di hidung untuk keperluan sleama 3 hari. Pasien mengatakan bahwa

perilaku merokok dan “ngelem” dilakukan untuk sekedar iseng untuk mengisi

17

Page 18: kasus anak

waktunya di rumah. Tekanan stresor psikososial dari tuntutan pergaulan dengan

teman sebayanya itu kemudian mengalami puncaknya kepada perilaku agresifitas

(galak dengan memukul ibu dan kakak perempuannya) dan menyakiti dirinya

sendiri.

X. PENATALAKSANAAN

A. Farmakologis

- Risperidone 2x 1 mg

- Fluoxetine 1x 10 mg (pagi hari)

B. Non Farmakologis

Terhadap keluarga:

Psikoedukasi keluarga:

- memberikan penjelasan mengenai permasalahan emosional dan perilaku yang

dialami oleh pasien kepada kakak-kakak perempuannya

- memberikan penjelasan mengenai pentingnya pengobatan dengan kontrol rutin di

rumah sakit

- memberikan pengetahuan mengenai tanda-tanda kekambuhan dari gangguan jiwa

dan perilaku penyalahgunaan zat, khususnya gangguan depresi dan

penyalahgunaan narkoba.

-

Terhadap pasien:

Modifikasi perilaku:

- Kakak perempuan membuat daftar perilaku negatif pasien yang ingin dirubah

berdasar kesepatan bersama dengan pasien, prioritas pada perilaku merokok dan

tidak melakukan “ngelem” lagi.

- Membuat kontrak perilaku, berupa diberikan suatu aturan bahwa apabila pasien

kembali ngelem maka akan mendapat punishment berupa pengurangan uang jajan

- pasien selalu diingatkan mengenai aturan tersebut dan seluruh anggota keluarga

terus mendorong pelaksanaan aturan secara konsisten.

18

Page 19: kasus anak

- Membuat catatan pada buku agenda kegiatan harian mengenai kegiatan positif

pada waktu harian yang kosong, seperti membantu menyiapkan dagangan kakak

perempuan pasien sebelum dijual ke pasar senen, pengaturan jadwal mengulang

pelajaran dan latihan sepakbola di dekat rumah.

- Pemberian penguatan secara terus-menerus terhadap perilaku baik dari pasien

yang terdapat pada kontrak perilaku dengan memberikan rewards kecil berupa

pujian dari perkembangan positif dari perilaku. Pemberian rewards besar setelah

dilakukan penilaian selama sebulan dari perilaku positif pasien berupa rekreasi

jalan-jalan yang disesuaikan dengan keuangan keluarga.

- Menghindarkan pasien dari pengaruh negatif lingkungan sosial seperti: tidak

bergaul dengan anak jalanan yang tidak bersekolah dan sering mengajaknya untuk

menggunakan narkoba.

- Pemberian psikoterapi suportif dalam memperbaiki persepsi negatif yang

muncul pada diri pasien dan penguatan mental dalam melawan pengaruh negatif

dari narkoba.

- Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap perkembangan perilaku pasien

bersama terapis dan keluarga saat kontrol rutin dengan menggunakan acuan buku

agenda kegiatan harian.

XI. DISKUSI – Fokus Diagnosis

Pada pasien ini ditemukan suatu pola penggunaan zat maladaptif yang

menyebabkan gangguan atau penderitaan secara klinis yang bermakna, tetapi tidak

masuk ke dalam kriteria ketergantungan zat seperti gejala toleransi atau putus zat

dan keinginan yang menetap atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau

mengendalikan penggunaan zat pada pasien ini tidak ditemukan. Gambaran gejala

yang terdapat pada pasien juga tidak dapat dimasukkan kedalam kriteria Putus Zat,

karena perkembangan suatu sindrom spesifik zat tidak disebabkan karena

penghentian atau pengurangan dari penggunaan zat yang telah digunakan lama dan

berat.

Pola penggunaan zat pada pasien dapat dimasukkan kepada suatu kriteria

Penyalahgunaan Zat, seperti: penggunaan zat berulang yang menyebabkan

19

Page 20: kasus anak

kegagalan dalam memenuhi kewajiban peran utama dalam sekolah seperti membolos

yang dihubungkan dengan penggunaan zat, dan penggunaan zat berkelanjutan

menyebabkan permasalahan interpersonal yang berulang yang dieksaserbasi oleh efek

zat, dalam bentuk perkelahian fisik. Pada pasien ditemukan pemeriksaan laboratorium

positif untuk zat kanabis (+) dan hasil anamnesis berupa perilaku “ngelem”

(menghirup zat Inhalan Aika Aibon) disertai tanda klinis yang berkembang selama

dan sesaat setelah penggunaan zat berupa: mudah berdebar-debar (takikardi) . Dengan

demikian, pada pasien perilaku “ngelem” (Kebiasaan Menghirup Zat Inhalan Aika

Aibon) dan ditemukan hasil laboratorium narkoba untuk zat kannabis (+), sehingga

dapat dikategorikan sebagai Poly-substance Intoxication.

Gejala pada pasien dapat dimasukkan ke dalam Kriteria Substance-Induced

Mood Disorder, karena terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang

secara bermakna disebabkan oleh efek paparan zat pada sistem saraf pusat yang

belum lama terjadi (selama atau sesaat setelah terpapar zat) berupa gangguan mood

yang terus-menerus dan menetap. Pada pasien ditemukan dalam bentuk: kewaspadaan

berlebihan, mudah tersinggung (sensitifitas interpersonal), ketegangan, kemarahan,

dan gangguan fungsi sosial. Gambaran mood yang tampak sesuai dengan Gangguan

Mood Depresi dan berhubungan dengan Intoksikasi Zat, berupa: mood yang iritabel

pada remaja seperti mudah marah atau tersinggung, dan kehilangan minat sekolah,

adanya kegelisahan, perasaan bersalah, tidak berharga, dan pikiran tentang kematian

atau ide bunuh diri.

Gejala tersebut telah menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna

dalam fungsi sosial. Gambaran mood depresi muncul pertama kali dan disertai

dengan hasil pemeriksaan narkoba: kannabis (+) dan informasi perilaku “ngelem”

(menghirup lem Aika Aibon). Berdasarkan alloanamesis, tidak pernah dijumpai

riwayat gambaran depresi yang serupa atau perubahan mood yang meningkat,

kebesaran, loncat gagasan dan keterlibatan dalam aktifitas yang berlebihan

sebelumnya. Dengan demikian pasien didiagnosis sebagai Substance-Induced Mood

Disorder With Depressive Features, With Onset During Intoxication.

20

Page 21: kasus anak

Diagnosis Mayor Depressive Disorder pada pasien ini tidak dapat ditegakkan

dengan alasan bahwa terdapat bukti adanya zat yang dipertimbangkan sebagai

penyebaba yang berhubungan dengan simptom mood depresi pada pasien

XII. FOLLOW-UP

No Tanggal Subyektif Obyektif Keterangan

1. 12/1/2012 Mudah marah, hasil

pemeriksaan

narkoba: THC (+)

Mood labil,

ide bunuh dri

(+),

halusinasi

dengar dan

visual di

sangkal

Risperidone 1 mg 2x1

tablet

Injeksi haloperidol 1

ampul IM) – kondisi

bingung

2. 14/1/2012 Gelisah dan selalu

minta pulang

Mood/ afek

disforik,

preokupasi

“ingin

pulang”

Risperidone 1 mg 2x 1

Fluoxetine 10 mg 1x1

(pagi hari)

3. 15/1/2012 Sedih, aktifitas

malas, hasil

pemeriksaan HIV

non reaktif

Kooperatif,

koheren, ide

bunuh diri

(-), hipoaktif

Risperidone 1 mg 2x 1

Fluoxetine 10 mg 1x1

(pagi hari)

4. 18/1/2012 Gelisah, menangis

terus, mengaku

sering pake ganja

yang sistem paket 10

ribuan

Disforik,

pembicaraan

lambat,

intonasi

lemah,

gelisah, takut

dan khawatir

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

(pagi hari)

5. 21/1/2012 Merasa sedih Miskin

pembicaraan,

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

21

Page 22: kasus anak

idea of

reference (+),

preokupasi

“pulang”

6. 22/1/2012 Cukup tidur, aktifitas

sudah mulai ikut

terapi kelompok

Pembicaraan

sedikit ide,

eutimik/

terbatas

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

7. 24/1/2012 tenang, cukup tidur,

respon dan perasaan

baik

Kooperatif,

koheren,

apropriate/

eutimik

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

8 26/1/2012 Tenang, cukup tidur,

aktifitas baik

Kooperatif,

koheren,

apropriate/

eutimik

Acc boleh pulang

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

9. 4/2/2012 Pasien kontrol dan

laporan perilaku,

respon dan aktifitas

di rumah baik

Kooperatif,

normoaktif,

koheren

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

Membuat Buku Agenda

Kegiatan Harian

10. 18/2/2012 Kontrol rutin,

aktifitas baik, pasien

mengatakan sudah

tidak mau “ngelem”

lagi

Kooperatif,

normoaktif,

koheren

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

Buku Agenda Kegiatan

Harian – belum dibuat

11. 12/3/2012 Kontrol rutin,

terdapat perbaikan

dalam perilaku –

pasien sering

membantu kakak

perempuan

Kooperatif,

normoaktif,

koheren

Risperidone 1 mg 2x1

Fluoxetine 10 mg 1x1

Buku Agenda Kegiatan

Harian – sudah di buat

22

Page 23: kasus anak

menyiapkan

dagangan dan kini

lebih banyak di

rumah

XIII. Daftar Pustaka

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders. Fourth Edition. Text Revision. DSM-IV-TR. 2000

2. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. PPDGJ III. 1993

3. Stahl SM, Essensial Psychopharmacology The Prescriber’s Guide, Markono Print

Media Pte Ltd, 2005

4. Labbate LA., Fava M., Rosenbaum JF., Arana GW, Handbook of Psychiatric

Drug Therapy, Sixth Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2010

5. Crain W, Teori Perkembangan – Konsep dan Aplikasi, Edisi Ketiga, Cetakan I,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007.

23