KASUS 1kgd

39
KASUS 1 Tn. L masuk ke ICU dengan keluhan mutah darah segar kurang lebih 250 cc, riwayat peminum alcohol dan terkena hepatitis B sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis, TD 70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah volume tak kuat, P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera ikteris, dan kulit tampak pucat. Tugas : 1. Identifikasi pasien mengalami gangguan pada apa dan gambarkan patofisiologinya? 2. Jelaskan alasan pasien masuk ICU? 3. Sebutkan gejala-gejala klinis dan diagnostic terkait dengan jawaban pertanyaan! 4. Sebutkan persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostic! 5. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dan persiapan-persiapannya! 6. Buatlah asuhan keperawatan di ICU dengan jelas! DS : Tn. L mengeluh muntah darah segar kurang lebih 250 cc DO : Riwayat peminum alcohol Riwayat mnderita hepatitis sejak 10 tahun yang lalu ~ 1 ~

Transcript of KASUS 1kgd

Page 1: KASUS 1kgd

KASUS 1

Tn. L masuk ke ICU dengan keluhan mutah darah segar kurang lebih 250 cc, riwayat peminum

alcohol dan terkena hepatitis B sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis, TD

70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah volume tak kuat, P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera

ikteris, dan kulit tampak pucat.

Tugas :

1. Identifikasi pasien mengalami gangguan pada apa dan gambarkan patofisiologinya?

2. Jelaskan alasan pasien masuk ICU?

3. Sebutkan gejala-gejala klinis dan diagnostic terkait dengan jawaban pertanyaan!

4. Sebutkan persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan

diagnostic!

5. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dan

persiapan-persiapannya!

6. Buatlah asuhan keperawatan di ICU dengan jelas!

DS :

Tn. L mengeluh muntah darah segar kurang lebih 250 cc

DO :

Riwayat peminum alcohol

Riwayat mnderita hepatitis sejak 10 tahun yang lalu

Keadaan umum lemah

Kesadaran CM-apatis

TD 70/50 mmHg

N 130x/menit, lemah volume tak kuat

P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera ikteris, dan kulit tampak pucat.

Diagnosis medis dari data di atas adalah varises esophagus (perdarahan saluran cerna

bagian atas (SCBA))

~ 1 ~

Page 2: KASUS 1kgd

BAB I

Pendahuluan

A. Pengertian Sirosis

Istilah Sirosis hati

diberikan oleh Laence

tahun 1819, yang

berasal dari kata

Khirros yang berarti

kuning orange (orange

yellow), karena

perubahan warna pada

nodul-nodul yang

terbentuk.Pengertian

sirosis hati dapat

dikatakan sebagai

berikut yaitu suatu

keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif

yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu

penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur

hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat

(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. (FK-USU,IPD, Sutardi, 2003)

B. Etiologi

1. Virus hepatitis (B,C,dan D)

2. Alkohol

3. Kelainan metabolic :

o Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)

o Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

~ 2 ~

Page 3: KASUS 1kgd

o Defisiensi Alphal-antitripsin

o Glikonosis type-IV

o Galaktosemia

o Tirosinemia

C. Klasifikasi

Ada 3 jenis sirosis hati (Patofisiologi, volume 1), yaitu :

1. Sirosis Laenec

Disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi. Merupakan cirri khusus sirosis yang

disebabkan oleh penyalahgunaan alcohol. Mekanisme terjadinya adalah, terjadinya

akumulasi lemak secara bertahap di dalam hati, akumulasi lemak inilah yang

mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukan

trigliserida yang berlebihan, menurunya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan

menurunya oksidasi lemak. Penyebab utama kerusakan kerusakan hati tampaknya

merupakan efek langsung alcohol pada sel hati, yang meningkat pada malnutrisi. Pasien

dapat mengalami beberapa defisiensi nutrisi termasuk thiamin, asam folat, piridoksin,

niasin, asam askorbat dan vitamin A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan

kalsium menurun dan gangguan metabolism. Asupan vitamin K, besi dan seng, juga

cnderung menurun pada pasien ini. Defisiensi kalori-protein juga sering terjadi,.

Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada alkoholismedini

bersifat reversible bila berhenti minum alcohol. secara makroskopis hati membesar,

rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akmengkonsumsi

alcohol, maka akan memacu seluruh proses seluruh proses ah akan terbentuk jaringan

parut. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam sperkembangan sirosis hati adalah

alcoholik. Hepatitis alcohol ditandai secara histologistoleh nekrosis hepatoselular,sel

balon, dan infiltrasi, leukoit polimorfonukluear ( PMN) di di ihati. Akan tetapi, tidak

semua pendegenerita lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati.

Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula

fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini sirosis disebut sirosis nodular. Hati akan menciut

keras , dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis ,yang

~ 3 ~

Page 4: KASUS 1kgd

menyebabkan hipertensi portal dan gagal ginjal. Pederita ini sering beresiko menderita

karsinoma sel hati primer.( hepatoselular)

2. Sirosis Pascanekrotik

Sekitar 25 hingga 75% kasus ini memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Ciri khas

sirosis pascanekroik adalah bahwa sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya

karsinoma hepato selular. Risiko ini meningkatkan hampir sepuluh kali lipat pada pasien

karier dibandingkan dengan pada pasien bukan karier. (Hildt, 1998)

3. Sirosis Biliaris

Kerusakan sel hati yang di mulai sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis

yang dikenal dengan nama sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah

obstruksi biliaris pasca hepatic. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu

didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembaran fibrosa ditepi

lobules, namun jarang meemotong lobulus. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan

berwarna kehijauan, ikterus selalu menjadi awal dan utama dari sindrom ini.

D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dan komplikasi sirosis hati umumnya sama untuk semua tipe tanpa

memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis mungkin memiliki gambaran

klinis tersendiri. Sirosis hati bersifat laten selama bertahun-tahun dan perubahan patologis

yang terjadi berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang timbul menyadarkan akan

adanya kondisi ini. Gambaran klinis dari sel hati ada dua, yaitu :

Gejala Dini : bersifat samar dan tidak spesifik meliputi kelelahan, anoreksia, dyspepsia,

flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), dan berat badan sedikit

berkurang. Mual muntah sering terjadi, nyeri tumpul atau perasaan berat pada

epigastrium atau kuadran kanan atas. Pada sebagian besar kasus hati menjadi keras, dan

mudah teraba tanpa memandang hati membesar atau atrofi.

Gejala Lanjutan : terjadi akibat 2 tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan

hipertensi portal. Manifestasi gagal sel hati adalah ikterus, edema perifer, kecendrungan

perdarahan, eritema Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor

hepatikum, dan enselopati hepatic. Sedangkam manifestasi dari hipertensi portal adalah

~ 4 ~

Page 5: KASUS 1kgd

splenimegali, varises esophagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral

laininnya.Asites dapat dianggap sebagai manifestasi dari gagal sel hati dan hipertensi

portal.

Manifestasi gagal sel hati (heparoseluler) ikterus terjadi 60% pada pederita sirosisdan

biasanya minimal. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai

gangguan reversible fungsi hati. Misalnya, penderita sirosis dapat menjadi ikterus setelah

meminum minuman beralkohol. Gangguan endokrin sering terjadi pada penderita sirosis.

eritema Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba se04anya disebabkan karena

kelebihan estrogen dalam sirkulasi, Gangguan hematologi adalah kecenderungan perdarahan,

anemia, leucopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung,

gusi, menstruasi berat dan mudah memar. Edema perifer umumya terjadi seelaj asites. Fator

hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita (terutama pada koma

hepatikum) berasal dari ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin.Enselopati

hepatikum adalah gangguan neurologi tersering pada sirosis hati terjadi akibat kelainan

ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap racun.

Manifestasi hipertensi portal Hipertensi portal didefinisikan sebagi peningkatan tekanan

vena porta yang menetap di atas nilai

normal

yaitu 6-12 cm H2O (Sylvia, Loraine 2006).

Vena porta membawa sekitar 1500 mL /

menit darah dari usus besar dan kecil,

limpa, dan lambung ke hati

(Medscape,2009). Tanpa memandang

penyakit dasarnya, mekanisme primer

penyebab hipertensi portal adalah

peningkatan resistensi terhadap aliran darah

melalui hati, akibat penyempitan vena

hepatika oleh karena fibrosis hati,

regenerasi noduler, dan kematian sel dalam

hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta kemudian terbentuknya berbagai

~ 5 ~

Page 6: KASUS 1kgd

kolateral submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk

mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan

dalam vena ini, maka vena menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah

(disebut varises) seperti varises esofagus, varises lambung, pelebaran vena-vena dinding

perut.

E. Patofisiologi

Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara

bertahap didalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak mencerminkan adanya

sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukkan trigliserida secara berlebihan,

menurunnya keluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi lemak. Kemudian hati

terbentuk jaringan luka sebagai respon terhadap kerusakan beruntun pada sel hati. Perlukaan

itu disebut fibrosis, yang mengganggu aliran darah dan menghambat kerja hati dalam

menjalankan fungsi kekebalan tubuh, pencernaan, mencegah pembekuan darah, dan

~ 6 ~

Page 7: KASUS 1kgd

memproses alkohol serta racun lain ( detoksifikasi racun), lalu terjadilah sirosis hati dimana

terjadi pembesaran hati dan hati menjadi mengeras. Sirosis hati dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Sirosis Laenec sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi. Merupakan ciri khusus

sirosis yang disebabkan oleh penyalahgunaan alcohol.

2. Sirosis Pascanekrotik terjadi setelah nekrosis bercak pada jaringan hati akibat

intoksikasi yang pernah diketahui sebelumnya, yaitu dengan bahan kimia industry, racun,

ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metildoropa, arsenic, dan karbin

tetraklorida.

3. Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang di mulai sekitar duktus biliaris akan

menimbulkan pola sirosis yang dikenal dengan nama sirosis biliaris. Penyebab tersering

sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatic. Stasis empedu menyebabkan

penumpukan empedu didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-

lembaran fibrosa ditepi lobules, namun jarang meemotong lobulus. Hati membesar, keras,

bergranula halus, dan berwarna kehijauan, ikterus selalu menjadi awal dan utama dari

sindrom ini.

Menyebabkan 2 manifestasi utama yaitu gagal sel hati hipertensi portal.

F. Patoflow

~ 7 ~

Akumulasi alcohol bertahu-tahun

Terbentuk penimbunan lemak

dalam sel hati secara bertahap

gangguan metabolic yang mencakup pembentukkan trigliserida secara berlebihan, menurunnya keluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi lemak

Page 8: KASUS 1kgd

G. Komplikasi

Perdarahan gastrointestinal

Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah

sehingga timbul perdarahan yang masih.

Koma Hepatikum.

Ulkus Peptikum

Karsinoma hepatosellural

Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akanr berubah menjadi

adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.

Infeksi, Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,

Glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas,

septikema

Penyebab kematian

~ 8 ~

Terbentuk jaringan luka (kerusakan beruntun pada sel hati). Perlukaan itu disebut fibrosis, regenerasi noduler,

dan kematian sel

mengganggu aliran darah

Sirosis hati (Sirosis Laenec, Sirosis

Pascanekrotik, sirosis Billiaris

menghambat kerja hati dalam menjalankan fungsi kekebalan tubuh, pencernaan, mencegah pembekuan darah, dan memproses alkohol serta

racun lain ( detoksifikasi racun)

Gagal sel hati Hipertensi portal

Page 9: KASUS 1kgd

H. Pengobatan

Pengobatan sirosis hati biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agen farmakologi yang dapat

menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Terapai terutama ditunjukkan pada

penyebabnya lalu mengatasi komplikasi (perdarahan saluran cerna, asites, dan enselopati

hepatic)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Varises Esophagus (Perdarahan Cerna Saluran Atas)

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat daruratan

yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna bagian atas

merupakan salahsatu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak menimbulkan kematian

bila tidak ditangani dengan baik. Saluran cerna bagian atas (SCBA) meliputi esofagus,

gaster,duodenum, jejunum proksimal diatas ligamentum Treitz. Penatalaksanaan perdarahan

SCBA ini sangat tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit.

~ 9 ~

Page 10: KASUS 1kgd

Penyebab perdarahan SCBA di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-negara

barat. Di Indonesia penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecah varises esofagus

dengan rata-rata 40 - 55%, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus

peptikum dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya ( Cermin Dunia

Kedokteran, 1985), sedangkan di negara barat penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah

tukak peptik. Penyebab perdarahan SCBA sebenarnya terbagi atas pecah varises esofagus

dan non varises sepertai tukak peptik, gastritis erosif, tumor dan lain-lain (Musliadi, 2008)

Varises esophagus adalah pelebaran

pembuluh darah dalam yang ada di

dalam kerongkongan makan

(esophagus). Pelebaran ini dapat

terjadi dalam bentuk yang kecil

hingga besar, bahkan hingga

besarnya dapat pecah menimbulkan

perdarahan hebat. Perdarahan yang

terjadi dapat dimuntahkan dengan

warna hitam hingga merah segar

dan darah dapat mengalir ke bawah

(anus) sehingga timbul buang air

besar hitam (melena).

Umumnya perdarahan SCBA termasuk penyakit gawat darurat yang memerlukan tindakan

medik intensif yang segera di rumah-sakit/puskesmas karena angka kematiannya yang tinggi,

terutama pada perdarahan varises esofagus yang dahulu berkisar antara 40 - 85%. Tingginya

angka kematian pada perdarahan varises esophagus tergantung dari beberapa faktor, antara

lain :

- Sifat dan lamanya perdarahan telah berlangsung.

- Beratnya penyakit sirosis hati yang mendasarinya.

- Tersedia tidaknya sarana diagnostik dan terapi di rumah

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah seperti

aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) mulai dari

~ 10 ~

Page 11: KASUS 1kgd

esofagus sampai duodenum. Penyehab-penyebab dari perdarahan saluran makan bagian atas

antara lain :

- Kelainan pada esofagus: varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan.

- Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragik, ulkus peptikum ventrikuli dan

duodeni, keganasan, polip.

- Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.

- Penyakit sistemik: uremia.

B. Etiologi

Kelainan esophagus: varises, esophagitis, keganasan

Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung & duodenum, keganasan, dll

Penyakit darah: leukemia, DIC, purpura trombositopenia, dll.

Penyakit sistemik lainnya: uremia, dll

Pemakaian obat yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dll

C. Manifestasi Klinis

Pasien datang dengan melena atau hematemesis. Tanda-tanda perdarahan kadang-kadang

adalah enselopati hepatic. Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah

dan kecepatan kehilangan darah.

D. Derajat Varises Esogafus

Tingkat I

Varises esofagus dengan diameter 1--2 mm

terdapat pada lapisan submukosa, boleh

dikata penonjolan ke dalam lumen sukar

dilihat. Hanya dapat dilihat setelah

dilakukan kompresi.

~ 11 ~

Page 12: KASUS 1kgd

Tingkat II

Varises esofagus dengan diameter 2 -- 3 mm masih di submukosa, mulai terlihat

penonjolan di mukosa tanpa kompresi.

Tingkat III

Varises esofagus dengan diameter 3 -- 4 mm, panjang dan sudah terlihat berkelok-

kelok, terlihat penonjolan sebagian dengan jelas pada mukosa.

Tingkat IV

Varises esofagus dengan diameter 3 -- 4 mm terlihat panjang dan berkelok-kelok.

Sebagian besar varises terlihat pada mukosa esofagus.

Tingkat V

Varises esofagus dengan diameter lebih dari 5 mm, jelas sebagian besar atau seluruh

esofagus terlihat penonjolan atau berkelok-kelok

E. Patofisiologi

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan

tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa

esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah

menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena menjadi

mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah,

mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan

kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah

jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi

jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme

kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-

tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah

tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan

berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah

akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi

sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

~ 12 ~

Page 13: KASUS 1kgd

F. Patoflow

~ 13 ~

gagal hepar sirosis kronis

penyempitan vena hepatika oleh karena fibrosis hati, regenerasi

noduler, dan kematian sel

peningkatan tekanan vena porta

terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum

serta pada dinding abdomen anterior

Aliran darah yang menuju ke hati di ahlikan menjauhi hati (peningkatan resistensi

terhadap aliran darah melalui hati)

vena menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah

varises esofagus, varises lambung,

pelebaran vena-vena dinding perut.

kehilangan darah tiba-tiba

penurunan arus balik vena ke

jantung

penurunan curah jantung

Syok hipovolemik

penurunan perfusi jaringan

Page 14: KASUS 1kgd

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium:

Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit

Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat.

Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin

Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.

2. Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double contrast

untuk lambung dan duodenum.

Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia

dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah

hematemisis berhenti.

3. Pemeriksaan Endoskopi

Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan

Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan

sitopatologik

~ 14 ~

disfungsi seluler

Mengalami kegagalan organ

Kematian

Page 15: KASUS 1kgd

Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.

Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling

penting karena dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab

perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum. Penyebab perdarahan dapat

disebabkan oleh satu atau lebih penyebab, sehingga dengan diketahui pasti penyebabnya

maka penatalaksanaan dapat lebih optimal. Untuk rumah sakit-rumah sakit di daerah

yang belum memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna dapat memakai modalitas lain

yaitu roentgen oesofagus-lambung-duodenum (OMD) walaupun tidak begitu sensitif.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:

1. Penatalaksanaan kolaboratif

2. Penatalaksanaan umum/suportif

3. Penatalaksanaan khusus

4. Penatalaksanaan definitif

5. Penatalaksanaan bedah

1. Penatalaksanaan kolaboratif

Intervensi awal mencakup 4 langkah: (a) kaji keparahan perdarahan, (b) gantikan cairan

dan produk darah untuk mnengatasi shock, (c) tegakan diagnosa penyebab perdarahan

dan (d) rencanakan danlaksanakan perawatan definitif.

a. Resusitasi Cairan dan Produk Darah:

Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar

Lakukan penggantian cairan intravena: RL atau Normal saline

~ 15 ~

Page 16: KASUS 1kgd

Kaji terus tanda-tanda vital saat cairan diganti

Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan.

Untuk itu periksa gol darah dan cross-match

Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk mempertahankan

tekanan darah dan perfusi organ vital, seperti: dopamin, epineprin dan norefineprin

untuk menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif.

b. Mendiagnosa Penyebab Perdarahan

Diagnosis penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas di lakukan dengan

melakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis yang baik dan teliti serta

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

esofagogastro-uoenoskopi. Anamnesis dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil

dan memungkinkan, sehingga tidak mengganggu pengobatan emergensi yang harus

dilakukan

Pemasangan selang nasogastrik utuk mengkaji tingkat perdarahan (tetapi

kontroversial)

Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan duodenum). Pemeriksaan tsb

dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus

lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis

berhenti.

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa

hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk

mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang

adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit

gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori dan lain-lain.

Untuk memonitor perdarahan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit

trombosit secara berkala tiap 6 jam dan memasang selang nasogastrik dengan

pembilasan tiap 6 jam.

~ 16 ~

Page 17: KASUS 1kgd

2. Penatalaksanaan umum atau suportif

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling

penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu

pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk

pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma

expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila

diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan

memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan

melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.

Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan

trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai

adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation

(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa

perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D

dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai

kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan

pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada

perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide

tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan

SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional

Indonesia atau Palmer atau Triadapafilopoulos.

Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi

yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan

mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan memberikan edukasi mengenai

penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan

dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.

3. Penatalaksanaan khusus

~ 17 ~

Page 18: KASUS 1kgd

Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik perendoskopik atau

terapi embolisasi arteri.Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan pada pecah

varises esofagus yaitu :

Tindakan skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises

perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan

suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan

etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik

atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar

probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip.

Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari

usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang

memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi

intervensional.

4. Perawatan Definitif

(1) Terapi Endoskofi

Skleroterapi, menggunakan pensklerosis: natrium morrhuate atau natrium tetradesil

sulfat. Agen ini melukai endotel menyebabkan nekrosis dan akhirnya

mengakibatkan sklerosis pembuluh yang berdarah.

Endoskopi tamponade termal mencakup probe pemanas, fotokoagulasi laser dan

elektrokoagulasi.

(2) Bilas Lambung

Dilakukan selama periode perdarahan akut (kontroversial, karena mengganggu

mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain meyakini lambung dapat membantu

membersihkan darah dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab

perdarahan selama endoskofi)

~ 18 ~

Page 19: KASUS 1kgd

Jika dinstruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril

dalam suhu kamar dimasukan dengan menggunakan NGT. Kemudian dikeluarkan

kembali dengan spuit atau dipasang suction sampai sekresi lambung jernih.

Bilas lambung pakai es tidak dianjurkan à mengakibatkan perdarahan

Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar menimbulkan

vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat dikirim melalui sistem vena porta

ke hepar dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah.

Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.

Pasien berresiko mengalami apsirasi lambung karena pemasangan NGT dan

peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk

membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan kepala

ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung. Bila posisi tersebut

kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kanan—memudahkan

mengalirnya isi lambung melewati pilorus.

(3) Pemberian Pitresin

Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong, maka

diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.

Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan aliran

darah pada tempat perdarahan

Dosis 0,2-0,6 unit permenit. Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan

melalui aliran pusat.

Hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif

Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.

(4) Mengurangi Asam Lambung

~ 19 ~

Page 20: KASUS 1kgd

Turunkan keasaman sekresi lambung, dengan obat histamin (H2) antagonistik,

contoh: simetidin (tagamet), ranitidin hidrokloride (zantac) dan famotidin

(pepcid)

Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam.

Ranitidin iv: 50 mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv: 300 mg

dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg dicairkan dalam 50 mg D5W setiap 6

jam atau sebagai infus intravena kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika pH

lambung 4 dapat dipertahankan.

Antasid juga biasanya diberikan

(5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi

Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aquaMephyton) 10 mg im atau iv

dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin menjadi normal.

Dapat pula diberikan plasma segar beku.

(6) Balon Tamponade

Terdapat bermacam balon tamponade antara lain Tube Sangstaken-Blakemore,

Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdaraghan GI bagian

atas karena varises esophagus. Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen:

(1) balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara

(2) balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg (menggunakan

spigmomanometer) dan lumen

(3) untuk mengaspirasi isi lambung.

Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk

menghisap sekresi paring. Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon

gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 mL udara. Terdapat beberapa

~ 20 ~

Page 21: KASUS 1kgd

lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian esophagus maupun lambung untuk

mengaspirasi sekresi dan darah.

Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam lambung

dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml

Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung pas terkait pada kardia

lambung.

Setelah dipastikan letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan radiografi), balon

lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 mL udara.

Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi.

Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan 250

40 mm Hg (menggunakan spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam.

Jika lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi

esopagus.

Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi konstan

dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label

dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.

5. Penatalaksanaan bedah/operatif

Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila

penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang

merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk

dalam :

a. Keadaan gawat I sampai II

b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter

Pengertian gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan

darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam

~ 21 ~

Page 22: KASUS 1kgd

pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2

liter.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnesis

Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit

lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia, dll.

Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan nyeri

atau pedih di daerah epigastrium

Tanda-gejala hematemesis timbul mendadak

Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya.

b. Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum

Kesadaran

Nadi, tekanan darah

Tanda-tanda anemia

Gejala hipovolemia

Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema

palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema

tungkai.

2. Masalah Keperawatan

~ 22 ~

Page 23: KASUS 1kgd

Defisit volume cairan

Syok Hipovolemi

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan

Analisa Data

Data Masalah Etiologi

DS : Tn. L masuk ke ICU

dengan keluhan mutah darah

segar kurang lebih 250 cc

DO :

Tn. L riwayat peminum

alcohol dan terkena

hepatitis B sejak 10

tahun yang lalu.

Keadaan umum lemah,

CM-apatis

TD 70/50 mmHg, N

130x/menit, lemah

volume tak kuat, P

25x/menit, konjungtiva

anemis, sclera ikteris,

dan kulit tampak pucat.

DS : Tn. L masuk ke ICU

dengan keluhan mutah darah

segar kurang lebih 250 cc

Defisit volume cairan

Penurunan curah jantung

kehilangan darah akut

Perdarahan gastrointestinal

masif

~ 23 ~

Page 24: KASUS 1kgd

DO :

Tn. L riwayat peminum

alcohol dan terkena

hepatitis B sejak 10

tahun yang lalu.

Keadaan umum lemah,

CM-apatis

TD 70/50 mmHg, N

130x/menit, lemah

volume tak kuat, P

25x/menit, konjungtiva

anemis, sclera ikteris,

dan kulit tampak pucat

3. Diagnosa Keperawatan Prioritas

1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut

2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif

4. Intervensi Keperawatan

Dx 1 :

1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut.

~ 24 ~

Page 25: KASUS 1kgd

Tujuan :

Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik

Kriteria hasil :

Muntah darah berkurang

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Pasien menunjukkan respon kesadaran yang baik

Intervensi Rasional

Pantau tanda-tanda vital setiap jam

Pantau nilai-nilai hemodinamik

Ukur output urine tiap jam

Ukur I dan O dan kaji keseimbangan

Berikan cairan pengganti dan produk

darah sesuai instruksi. Pantau adanya

reaksi yang merugikan terhadap

komponen terapi.

Tirang baring total, baringkan pasien

terlentang dg kaki ditinggikan untuk

meningkatkan preload jika pasien

mengalami hipotensi. Jika terjadi

normotensi tempatkan tinggi bagian

kepala tempat tidur pada 45 derajat untuk

mencegah aspirasi isi lambung.

Pantau Hb dan Ht

Pantau elektrolit

~ 25 ~

Page 26: KASUS 1kgd

Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam

setelah masa akut.

Dx 2:

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif

Tujuan :

Kriteria hasil :

Intervensi Rasional

~ 26 ~

Page 27: KASUS 1kgd

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran; EGC   

Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC.

 

Sjamsuhidarat, dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Wilson, lorraine. (2006). Patofisiolofi volume 1, Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku EGC

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdfsSIROSIS HATI

Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas, Ns. Musliadi, Skep

Penelitian: Hubungan Antara Varises Esofagus dan Gambaran Klinik Penderita Sirosis Hati

oleh Dr. Sjamsu Tabrich Aplatun, Dr. HAM Akil *, Dr. Achmad Rifai Amirudin

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin, Ujung

Pandang

Hematemesis dan Melena, Dr.Oey Tjeng Sien.Cermin Dunia Kedokteran no. 40 1985

www.medscape.com. Hypertensi Portal.

~ 27 ~

Page 28: KASUS 1kgd

~ 28 ~