KASUMAWATI

13
“FONETIK BAHASA DAYAK MUALANG KEKERABATAAN DAN KEERATANYA DENGAN BAHASA SEBERUANG DAN DIALEK MELAYU BELITANG KACAMATAN BELITANG KABUPATEN SEKADAU KALIMATAN BARAT DESAIN PENELITIAN KASUMAWATI NIM.511100104 INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (IKIP-PGRI) PONTIANAK 2014

description

TUGAS KEBAHASAAN

Transcript of KASUMAWATI

  • FONETIK BAHASA DAYAK MUALANG KEKERABATAAN DAN KEERATANYA

    DENGAN BAHASA SEBERUANG DAN DIALEK MELAYU BELITANG

    KACAMATAN BELITANG KABUPATEN SEKADAU KALIMATAN BARAT

    DESAIN PENELITIAN

    KASUMAWATI

    NIM.511100104

    INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

    (IKIP-PGRI) PONTIANAK

    2014

  • I

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

    A. Latar belakang ............................................................................................... 1

    B. Rumusan masalah ......................................................................................... 6

    C. Tujuan penelitian .......................................................................................... 6

    D. Manfaat penelitian ........................................................................................ 6

    E. Metodologi penelitian ................................................................................... 7

    BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................ 9

    A. Pengertian fonetik ......................................................................................... 9

    B. Pengertian semantik ....................................................................................... 10

    C. Pengertian makna .......................................................................................... 10

    D. Jenis makna ................................................................................................... 10

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAAN

    A. Latar Belakang

    Pada dasar nya, setiap orang dan kelompok sosial mempunyai karakteristik tersendiri yang

    unik dan khas dalam hidup dan kehidupannya. Karakteristik itulah yang membedakan

    seseorang dengan yang lainnya, atau sekelompok orang dengan kelompok yang lainnya.

    Kekhasan itu dapat meliputi gaya hidup, bahasa, tradisi sosial dan sebagainya. Dengan kata

    lain, perbedaan dalam hal gaya hidup, bahasa, tradisi sosial dan lain-lain adalah sesuatu yang

    lumrah dan sunnatullah (Ibrahim MS, 2005). Karena itu, perbedaan tersebut mesti selalu

    dipahami sebagai bentukan sosial yang tak terelakkan, dan pastinya juga merupakan suatu

    bentuk komunikasi dalam masyarakat pemiliknya.

    Sebagai suatu bentuk komunikasi, karakteristik-karakteristik sosial dan budaya tersebut

    tentunya mempunyai makna yang senantiasa dipertukarkan dalam masyarakat. Meskipun

    dalam banyak hal, tampak simbol-simbol budaya dan tradisi sosial yang hidup dalam suatu

    masyarakat hanya sekedar ritual belaka. Hal ini pulalah yang berlaku pada realitas sosial dan

    komunikasi masyarakat Melayu Nanga Belitang dalam bentuk tradisi topung tawar.

    Sebagai seorang generasi muda yang awam akan makna tradisi sosial dalam masyarakat,

    selalunya muncul pertanyaan dalam hati ketika melihat prosesi topung tawar ini dilakukan.

    1. Mengapa tradisi ini ada? Untuk apa tradisi ini dilakukan?

    2. Apa sebenarnya makna yang terkandung dalam tradisi ini?

    3. Mengapa harus dilakukan tradisi dan prosesi seperti ini?

    4. Itulah diantara pertanyaan yang selalu muncul dalam benak penulis.

    Sebagai seorang pengkaji ilmu komunikasi, keyakinan bahwa adanya pesan-pesan tertentu

    yang selalu dikomunikasikan melalui tradisi topung tawar itu menjadikan ketertarikan dan

    rasa penasaran yang semakin besar. Karena itulah penelitian dan kajian lebih intens

    dilakukan, yang meskipun belum secara mendalam dan sungguh-sungguh, artikel ini adalah

    salah satu hasil kajianya.

  • 2

    Batasan Kajian

    Sebagai satu bentuk komunikasi, tentunya banyak perspektif yang dapat digunakan untuk

    melihat, mengkaji dan memahami tradisi ini, baik dari aspek sosial, budaya, hingga hukum

    dan agama. Kajian ini hanya akan melihat tradisi topung tawar sebagai satu bentuk

    komunikasi dalam tradisi adat dan budaya masyarakat Melayu Nanga belitang . Dengan kata

    lain, perspektif kajian ini murni pada nilai-nilai komunikasi dari tradisi topung tawar itu (pure

    communication of values). Karena itu pula yang dicari dari kajian ini adalah seputar makna-

    makna atau pesan-pesan tertentu yang terkandung dalam setiap prosesi topung tawar itu.

    Sebaliknya, kajian ini tidak akan melihat tradisi topung tawar itu dari perspektif hukum dan

    agama. Meskipun kenyataannya orang Melayu di Nanga Belitang sama dengan umumnya

    orang Melayu di Nusantara ini, yakni beragama Islam (muslim). Selain untuk memfokuskan

    kajian dari perspektif komunikasi, keengganan penulis mengkaji tradisi ini dari sisi hukum

    dan agama ada dikarenakan kemungkinan debateble nya kajian ini. Sebab, ada banyak

    pendapat dan rujukan yang saling berbeda dalam melihat tradisi topung tawar ini dari

    perspektif hukum dan agama (lihat Rusli Hasbi, 2009).

    Seputar Defenisi Istilah Secara sederhana, di banyak tempat, di mana terdapatnya masyarakat

    Melayu yang mengamalkan tradisi ini, selalu mereka sebutkan dengan nama tepung tawar.

    Apakah itu untuk selamatan dan syukuran, maupun untuk tolak bala dan buang sial (Andi

    Amd, 2009; Ariawijaya, 2008; Iqbal Fadhil, 2006). Pada masyarakat Melayu Aceh, tradisi

    topung tawar ini dikenal dengan sebutan peusijuek (Rusli Hasbi, 2009).

    Pada masyarakat Melayu Nanga Belitang, tradisi tepung tawar ini disebut dengan vokal yang

    sedikit berbeda, mengikuti khas varian bahasa Melayu setempat, yakni melayu belitang.

    Istilah topung tawar yang hidup dalam masyarakat Melayu Nanga belitang adalah bermakna

    sebagai berikut: Topung bermakna tepung. Topung dengan sebutan o (t-o-pung) merupakan

    ciri umum bahasa Melayu di Nanga Jajang dan sekitarnya (Ibrahim MS, 2009), yang berbeda

    sebutannya dengan Melayu di daerah lain seperti Melayu Pontianak dan Sambas yang

    menggunakan e (t-e-pung). Perbedaan sebutan huruf vokal tersebut merupakan varian

    mendasar bagi orang Melayu di Ulu Kapuas, bahkan menjadi identitas kawasan dan asal

    daerah (Yusriadi, 2008; Ibrahim 2009). Jika mengacu pada varian yang dipetakan oleh

    Yusriadi (2008) ataupun Ibrahim (2009a), jelas bahwa masyarakat Melayu Nanga belitang

    menggunakan varian bahasa yang sama atau mirip dengan varian Embau Hilir -pung-pung

  • 3

    (varian Selimbau), atau t-(o=t-o-pung), bukannya t- (varian Suhaid dan Putussibau) dan

    bukan pula t-e-pung (varian umum). Sebagai satu ciri umum dari bahasa orang Melayu di

    Nanga Belitang, berikut ini dapat dibandingkan beberapa perkataan yang khas dalam varian

    bahasa Melayu Nanga Belitang: kemana-konai/kemonai, siapa-sopai, harga-roga, ronyung,

    sodung dan sebagainya. Untuk analisis varian bahasa Melayu di kacamatan belitang

    kabupaten sekadau. Sementara topung itu sendiri bermakna tepung yang terbuat dari beras

    dengan cara ditumbuk sampai halus menjadi tepung. Tawar sendiri paling tidak mempunyai

    dua makna; pertama bermakna tabar dan tiada rasa apa-apa (tidak manis, asin, asam, pahit dan

    sebagainya). Itulah makna asal dari topung tawar itu. Kedua, bermakna sebagai obat atau

    penangkal dari suatu penyakit, bencana dan racun. Itulah yang selanjutnya lahir dalam bentuk

    istilah tawar racun, tawar kolera, tawar bisa dan lain-lain.

    Dengan demikian, topung tawar itu adalah tepung yang terbuat dari beras yang sudah

    ditumbuk, yang tidak mempunyai rasa apa-apa, dan diperuntukkan menawar, mengobati,

    menangkal dan mendo`akan seseorang supaya terhindar dari penyakit dan bala bencana.

    Dalam konteks kajian ini, kedua-dua makna istilah ini mungkin saja relevan dan digunakan

    bersamaan, sebagaimana hal itu akan terlihat dalam kajian ini lebih lanjut.

    Tujuan dari tradisi. Berdasarkan tujuannya, jelas bahwa tradisi topung tawar ini dilakukan

    untuk tujuan mendo`akan seseorang agar selamat, bahagia dan terhindar dari segala penyakit,

    bala dan bencana dalam hidupnya. Hal ini tampak dari makna simbol-simbol (perlengkapan)

    ritual tradisi dan lapadz-lapadz do`a ketika prosesi ini dilakukan. Kedua bentuk makna

    tersebut akan dikaji pada bagian lain dalam tulisan ini.

    Tujuan lainnya dari tradisi ini tentu saja adalah untuk memelihara warisan hidup dan budaya

    orang Melayu, karenanya tradisi ini diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi.

    Hal ini merupakan ciri umum dari bangsa Melayu itu sendiri yang dikenal dengan ketinggian

    budayanya.

    Bangsa kita, Indonesia adalah sebuah bangsa yang dikenal dengan berbagai kekayaan

    khazanah budaya hidup dan sosial masyarakatnya. Hal itu bersinergi dengan kekayaan bangsa

    ini akan pluralitas etnik, budaya dan agama, dimana setiap etnik, budaya dan agama yang

    berbeda akan memberikan arahan, tuntunan dan pedoman dalam hidup dan kehidupan sosial

    masyarakatnya. Realitas itu tidak terkecuali juga wujud di bumi Kalimantan Barat ini, dimana

    dari sisi agama misalnya, di Kalbar terdapat masyarakat yang bergama Islam, Kristen (Katolik

  • 4

    dan Protestan), Hindu, Budha, Konghu Chu, dan bahkan aliran kepercayaan (BPS, 2008).

    Dari sisi etnik, di Kalbar terdapat etnik Melayu, Dayak, Madura, China, Jawa, Bugis, Minang,

    dan sebagainya (BPS, 2008).

    Sebagai salah satu komunitas terbesar di Kalimantan (Nieuwenhuis, 1894; Enthoven, 1903;

    King, 1993), masyarakat Melayu memiliki sejarah panjang dalam kehidupan sosial etnik di

    Kalimantan Barat. Sejarah panjang kehidupan masyarakat Melayu dari pesisir hingga ke

    pelosok daerah Ulu Kapuas, telah turut memberikan warna tersendiri dalam membangun

    tatanan sosial dan keselarasan alam hayati. Dengan kata lain, masyarakat Melayu telah turut

    memelihara dan menjaga kelestarian alam dan kehidupan sosial di Kalimantan Barat

    umumnya dan kabupaten sekadau khususnya, tak terkecuali dalam konteks ini adalah

    masyarakat Melayu di Nanga Belitang Kabupaten Sekadau.

    Deskripsi Kawasan Kajian

    Nanga Belitang sebagai sebuah kawasan kajian dalam tulisan ini adalah nama sebuah

    kampung kecil setingkat dusun. Penamaan kampung ini dengan Nanga Belitang sebenarnya

    dinisbahkan kepada nama salah satu sungai besar yang melintasi dan bermuara di sekitar

    perkampungan ini, yakni Sungai Maboh.

    Kebiasaan memberi nama daerah dengan nama sungai atau nama muara seperti itu, sudah

    sejak lama dipraktekkan oleh masyarakat di Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat. Di

    daerah Kabupaten Pontianak misalnya, ada banyak tempat yang menggunakan kata sungai

    sebagai nama daerahnya seperti Sungai Nipah, Sungai Purun, Sungai Kunyit, dan Sungai

    Raya. Kecenderungan penamaan tempat dengan metode ini banyak terdapat di daerah hilir

    Sungai Kapuas. Di daerah hulu, penamaan tempat dan daerah banyak menggunakan kata

    nanga yang berarti muara . Nanga belitang adalah salah satu dari sekian banyak pemukiman

    yang menggunakan cara tersebut. Ini berarti bahwa Dusun Nanga belitang terletak di muara

    Sungai Maboh yang merupakan anak Sungai belitang. Secara administrasi, Dusun Nanga

    maboh merupakan bagian dari Desa sp 4 setuntung yang terletak di wilayah Kecamatan

    belitang tengah.

    Kabupaten sekadau.

    Secara geografis, Nanga belitang berbatasan dengan Desa padak di sebelah selatan, dengan

    sungaiyak di sebelah utara, dengan Nanga balai sepuak di sebelah barat, dengan sepauk di

    sebelah timur. Dusun ini juga berada diantara dua sungai, yaitu Sungai Pengkadan dan Sungai

  • 5

    Maboh yang berujung di kaki Bukit , dan dikelilingi oleh kebun penduduk dengan berbagai

    jenis kebun termasuk Karet dan kebun atau ladang tradisional berisi pohon-pohon buah, dan

    lainnya seperti Tengkawang ,karet, sawit. yang merupakan pohon khas daerah hutan

    pedalaman di hulu Sungai Kapuas. Dengan potensi kekayaan alam inilah penduduk Nanga

    Maboh yang berjumlah sekitar 360 jiwa ini membangun dan mengambangkan pemukiman

    Nanga Maboh menjadi daerah yang cukup maju dengan taraf ekonomi pendukuk yang

    lumayan baik. Sebagai Dusun kecil, Nanga Belitang didiami oleh mayoritas etnik Melayu.

    Berikut keadaan penduduk di Dusun Nanga Belitang ditampilkan dalam bentuk tabel.

    Tabel

    Jumlah penduduk Dusun Nanga belitang berdasarkan suku

    Melayu Dayak Jawa Batak Jumlah

    345 orang 3 orang 9 orang 3 orang 360 jiwa

    Sumber: Dokumen Administrasi Dusun Naga belitang Jajang tahun 2009

    Kondisi pemukiman Dusun Nanga Belitang telah didukung oleh banyak fasilitas umum yang

    memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan produktifitas kerja dan aktifitas lainnya.

    Diantara fasilitas umum tersebut adalah listrik negara (PLN) yang sudah masuk sekitar tahun

    1992/1993. Air bersih yang berasal dari sumber mata air dari gunung yang dikelola oleh

    Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) telah dinikmati warga sejak tahun 1995. Jalan Raya

    Lintas-sekadau dan sintang hadir sebagai lambang perubahan dusun pada tahun 1987. Jalan

    kampung dan jembatan yang merupakan infrastruktur penting telah pula dibagun dan menjadi

    aset penting bagi warga. Sarana ibadah berupa Masjid Syuhada yang dapat menampung

    sekitar 200an lebih jamaah warga Nanga belitang sudah berdiri sekitar dua puluh lima tahun

    yang lalu. Sarana pendidikan berupa satu buah Madrasah Ibtidaiyah Syuhada dengan sekitar

    50 murid dan 8 orang guru guru juga masih aktif dan beroperasi dengan baik sampai saat ini.

    Kondisi sarana informasi yang sudah maju dengan indikasi masuknya jaringan handphone

    sejak tahun 2005 dan TV parabola mulai tahun 1992 adalah salah satu tanda ke-modern-an

    Dusun Nanga belitang . Tidak hanya itu, sarana olah raga yang cukup memadai dengan satu

    lapangan bola, satu lapangan voley ball, dan satu lapangan bulu tangkis menambah aset dusun

    yang didukung oleh toko-toko yang menyediakan barang kebutuhan masyarakat dari

    kebutuhan sehari-hari sampai kebutuhan sekunder seperti toko handphone dan meuble serta

  • 6

    toko yang menjual sarana olah raga. Semuanya menjadi pelengkap kemudahan kehidupan

    masyarakat modern yang pada kenyataannya terletak jauh di pelosok pedalaman yang

    berjarak sekitar 680 km dari Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat.

    B. Rumusan Masalah

    Masalah umum dalam penelitiaan ini adalah bagaimanakah menigkatkan keterampilan dalam

    berbicara fonologi bahasa dayak dialek melayu sekadau?

    Adapun masalah khusus dalam penelitiaan ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah Fonetik berbicara bahasa dayak mualang dengan dialek melayu sekadau

    kacamatan belitang kabupaten sekadau kalimatan barat

    2. Apakah perbedaan fonemik dalam berbahasa dayak mualang dengan dialek muelayu

    sekadu kecamatan belitang kabupaten sekadau kalimatan barat

    C. Tujuaan penelitian

    Setiap peneliti akan mempunyai tujuaan yang akan di capai sesuai dengan rumusan

    masalah penelitiaan, maka penelitian ini secara umum adalahuntuk meningkatkan

    keterampilan berbicara bahasa malang dengan dialek melayu sekadau kalimatan barat.

    1. Mendeskerpsikan Fonetik cara berbicara bahasa dayak mualang dialek melayu sekadau

    kecamatan belitang kabupanen sekadau Kalimantan barat

    2. Mendeskeripsikan hasil Fonemik bebicara bahasa dayak mualang dialek melayu sekadau

    kecamatan belitan kabupaten sekadau kalimatan barat

    D. Manfaat penelitiaan

    Setelah penelitiaan ini dilakukan penulis berharap hasil dari penelitiaan ini dapat bermafaat

    bagi beberapa pihak khususnya bagi penulis, baik mamfaat teoritis maupun mafaan peratis.

    1. Mamfaat teoritis

    Secara umum, penelitiaan ini memberikan sumbangaan kepada dunia pendidikan dalam

    pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia. Secara khusus penelitian ini dapat

    menjadi panduan untuk mengembangkan penerapan di dalam melakukan sebuah

    penelitiaan kebahasaan

    2. Manfaat praktis

    a. Bagi peneliti

  • 7

    Dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa dayak

    mualang dialek melayu sekadau atau pun di lingkungan masarakat khususnya.

    b. Bagi masaakat

    dapat menambah wawasan dalam melakukan proses belajar berbahasa dayak

    mualang dialek melayau dekadau di dalm kehidupan masarakat sekitarnya.

    E. Metodologi Penelitian

    1. metode dan bentuk penelitian

    metode penelitian

    menurut Arigunto (2002:126), metode dalam pengumpulan data penelitiannya. Metode

    dalam penelitian ini adalah menggunakan metode diskriptif. Metode diskriptif adalah satu

    teknik pemecahan masalah dalam penelitian dengan menggunakan cara-cara yang

    didasarkan kepada realita actual yang terjadi disaat penelitian dilakukan

    2. Teknik dan alat pengumpulan data

    Salah satu kegiatan pentiang dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang

    diperlukan. Untuk mengumpulakan data dibutuhkan satu alat penelitian yang akurat,

    karna hasilnya sangat menentukan mutu dan hasil penelitian.

    Menurut hardari Nawawi ( 2007:100), ada enam teknik dalam satu penelitian yaitu:

    1. Teknik obserpasi langsung

    2. Teknik obserpasi tidak langsung

    3. Teknik komunikasi langsung

    4. Teknik komunikasi tidak langsung

    5. Teknik studi documenter

    1. Teknik obserpasi langsung

    Menurut hardari nawawi ( 2007:100)teknik obserpasi langsung adalah cara

    pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencataan gejala-gejala yang

    tampak pada opjek penelitian dan pelaksanannya langsung pada empat dimana pada

    peristiwa, keadaan atau situasi yang sedang terjadi.

    Pengamatan yang dilakukan terhadap masarakat , ketika selama melakukan peruses

    komunikasi berlangsng. Pengamatan yang dilakukan terhadap masarakat dipokus kan

    pada pelasanan penyampaiyan pembicaraan yang dilakukan. Sedangkan pengamatan

  • 8

    terhadap siswa dipokusakan pada tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti peruses

    pembelajaran yang sedang berlangsung.

    2. Teknik komunikasi langsung

    Merupakan cara pengumpulan data, yakni penelitian langsung berhadapan dengan objek

    penelitian untuk mendapatkan data atau responden.

    Kegiatan wawancara setelah ada atas dasar hasil pengamatan di masarakat maupun kajian

    dokumen. Wawan cara di lakukan dengan antara peneliti,siswa dan guru. Kegiatan ini

    dimaksudkan untuk memperoleh informasi berbagai hal yang berkaitan dengan

    pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.

    3. Fokus penelitianini lebih kepada

    Fokus dalam penelitian ini lebih kepada analisis fonetik artikulastoris bahasa dayak

    mualang dialek melayu belitang dengan pendekatan semiotic.

  • 9

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Pengertian fonetik

    Fonetik atau fonetika adalah bagian ilmu dalam lingustik yang mempelajari atau

    menyelidiki bunyi bahasa yang di perodusi oleh manusia tampa melihat fungsi bunyi itu

    sebagi pembeda makna dalam satu bahasa. Ilmu fonetik menyelidiki bunyi dari suduk

    pandang tuturan atu unjan. Di sisilai fonologi adalah ilmu yang berdasarkan fonetik dan

    mempelajari sistim fonetika. Fonetik pertama kali di pelajari sekitar abad ke-5 sm di india

    kuno oleh Panini, sang resi yang mempelajari bahasa sangsekerta.

    Contoh bunyi yang di hasilkan siapa-sopai.itu ada penekanan terhadap suatu bunyi yang

    di ucapkan so-pai hurup i dengan nada yang di tekan.kemana-keonai atau konai

    1. Fonetik organis atau artikulatoris iyalah fonetik yang mempelajari bagaimana makanisme

    alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan suatu bunyi bahasa. Dalam

    fonetik ini yang dipelajari adalah posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ-organ manusia

    lainya yang memperodusi suara atau bunyi bahasa.

    ludah (me) Ludah

    lupa klUpA

    luruskan (me) sampan jub r

    mandi mank

    menyodorkan semua hidangan ur kaggU It dIPakaI

    dihadapan seseorang dImUa ura

    minum dari ceret Inum aI? cIrk

    muntah mUtah

    naik nikk

    ngences liyur

    2. fonetik akustik ialah fonetik yang mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai

    gejala fisis.dalam fonetik ini yang di pelajari adalah gelombang suara dan bagaimana

    mereka di dengarkan oleh telinga manusia.misal kan jika kita lagi berbicara apakah yang

    kita bicarakan dapat mendengar jelas dan mudah di pahami oleh si pendengar.

  • 10

    3. Fonetik auditoris iyalah fonetik yang mempelajari bagai mana mekanisme telinga

    penerima bunyi bahasa sebagai getaran udara.dalam fonetik ini yang di pelajari adalah

    proses resepsi bunyi dan terutama otak pengelolah data yang masuk sebagai suara.

    B. pengertian semantik

    Kata sematik berasal dari bahasa yunani sema yang artianya tanda atau lambing (sing).

    semantik pertama kali digunaka oleh seorang filolog perancis bernama mikal breal

    pada tahun 1883. Kata semantic kemudian dipakai sebagai istilah yang di gunaka untuk

    bidang lingustik yang mempelajari tentang tanda-tanda lingustik dengan hal-hal yang

    ditandainya. Oleh karna itu kata semantik dapat diartikan sebagi ilmu tentang makna atau

    tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa:fonologi,semantik,

    geramatik.

    C. pengertian makna

    Menurut teori yang di kembangkan dari pandanga Ferdinand de Saussure, makna adalah

    pengertian atau konsep yang di miliki atau terdapat pada sebuah tanda lingustik.setiap

    tanda lingustik terdiri darai dua unsur,yaitu

    1. Yang di artikan (perancis :sinifie,inggris,sigfied)

    2. Yang mengartikan (perancis : signifie,inggris:signifier). Sebenarnya tidak lain dari

    pada konsep atau makna dari suatu tanda-dan bunyi sedangkan yang mengartikan

    (significant atau signifier)adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem

    bahasa yang bersangkutan.

    D. Jenis Makna

    Menurut chaer (1994), maka dapat di bedakakan berdasarkan jenis dan sudut pandang.

    Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna

    gerametikal, berdasarkan ada atau tidak nya referen pada sebuah kata atau leksem dapat

    dibedaka adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan adatidak nya

    nilai rasa pada sebuah kata/ leksem dapat di bedakan adanya makna denotatif dan makna

    konotatif, berdasarkan ketepatan makna nya di kenal makna kata dan makna istilah atau

    makna umum dan makna khusus.

  • 11

    DAFTAR PUSTAKA

    Chaer,Adbul.2007.Lingustik Umum. Jakarta:Rineka Cipta.

    Chaer, Adbul.1994.Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:Rinika Cipta