Kaspan Trauma Okuli

45
LAPORAN KASUS PANJANG TRAUMA OKULI Oleh: Puji Rahman 0510710101 Rakhmawati Diyana 0510710106 Reyhan Andika F 0510710111 Pembimbing: Dr. Ma`sum Effendi, SpM 1

Transcript of Kaspan Trauma Okuli

Page 1: Kaspan Trauma Okuli

LAPORAN KASUS PANJANG

TRAUMA OKULI

Oleh:

Puji Rahman 0510710101

Rakhmawati Diyana 0510710106

Reyhan Andika F 0510710111

Pembimbing:

Dr. Ma`sum Effendi, SpM

LAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA

RS DR. SAIFUL ANWAR MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2011

1

Page 2: Kaspan Trauma Okuli

DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................. 2

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3

BAB II. SARI PUSTAKA

2.1. Definisi Trauma Okuli Tumpul ........................................................................... 5

2.2. Klasifikasi Trauma Okuli ..................................................................................... 6

2.3. Manifestasi Trauma Okuli ................................................................................... 8

2.4. Diagnosis Trauma Okuli .................................................................................... 15

2.5. Penatalaksanaan Trauma Okuli ........................................................................ 16

2.6. Daftar Pustaka ................................................................................................... 19

BAB III. LAPORAN KASUS

3.1. Identitas ............................................................................................................. 20

3.2. Anamnesis ......................................................................................................... 20

3.3. Pemeriksaan Fisis ............................................................................................. 21

3.4. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 22

3.5. Diagnosis ........................................................................................................... 23

3.6. Rencana Terapi ................................................................................................. 23

3.7. Rencana Monitoring ......................................................................................... 23

3.8. KIE .................................................................................................................... 23

3.9. Prognosis .......................................................................................................... 24

3.10. Follow Up ........................................................................................................ 24

BAB IV. PEMBAHASAN ...................................................................................................... 28

BAB V. PENUTUP ............................................................................................................... 32

2

Page 3: Kaspan Trauma Okuli

BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,

kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra

penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan

kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering

mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan

kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-

macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan

kecelakaan lalu lintas.1

Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan

pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun

1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-

lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli

juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan.2

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan

trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme

trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi

(sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa).

Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi merupakan

true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus ditangani dalam hitungan

menit atau jam, ataukah urgent case yang harus ditangani dalam hitungan jam atau hari.

Sehingga membutuhkan diagnosa dan pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli

merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency. Sebagai contoh apabila

didapatkan trauma tumpul akan menimbulkan menifestasi perdarahan bawah kulit atau

hematoma, luka robek pada palpebra, konjungtiva, yang juga bisa diikuti erosi kornea.

Selain itu juga harus difikirkan mengenai efek lanjut atau komplikasi akibat trauma tersebut.

Hal ini dikarenakan trauma dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva,

kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi

gabungan satu kejadian trauma jaringan mata.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea,

iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa

posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.

3

Page 4: Kaspan Trauma Okuli

Jika komplikasi tersebut keluar maka terapi yang diberikan juga meliputi penanganan

terhadap komplikasi yang timbul.

Dalam laporan kasus panjang ini penulis melaporkan sebuah kasus mengenai

pasien Tn J., laki-laki berusia 44 tahun yang mengalami OS trauma okuli non perforans

dengan komplikasi hifema grade 1, iridodialisa, iridoplegia, dan luksasi lensa ke posterior

akibat trauma mekanis tumpul (pentalan kayu) yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit dr.

Saiful Anwar Malang (12-15 April 2011).

4

Page 5: Kaspan Trauma Okuli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma Okuli Tumpul

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras

atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata

dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau

daerah sekitarnya.3,4 Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan di rumah,

kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.1 Trauma tumpul dapat

bersifat Coupe maupun Counter Coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan

pada arah horisontal di sisi yang berseberangan sehingga jika tekanan benda mengenai

bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.3,4

Gambar 1. Gambar anatomi bola mata

Trauma okuli tumpul dapat berupa non-peroforasi, perforasi, laserasi, maupun ruptur.

Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology definisi trauma pada mata dapat didasarkan

pada tabel berikut5:

5

Page 6: Kaspan Trauma Okuli

Tabel 1. Definisi trauma Okuli menurut BETT 5

2.2 Klasifikasi Trauma Okuli

Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan berikut:

Bagan 1. Klasifikasi Trauma Okuli Menurut BETT 5

6

Page 7: Kaspan Trauma Okuli

Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan open

globe. Closed globe adalah trauma yang hanya menembus sebagian kornea, sedangkan

open globe adalah trauma yang menembus seluruh kornea hingga masuk lebih dalam lagi.

Selanjutnya closed globe injury dibedakan menjadi contusio dan lamellar laceration.

Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi

menjadi penetrating, IOFB, dan perforating.5

Sumber lain menyatakan klasifikasi trauma okuli sebagai berikut:

Bagan 2. Skema diagram alur mengenai trauma okuli

Menurut skema diatas, secara garis besar trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu

trauma okuli non perforans dan perforans, yang keduanya memiliki potensi menimbulkan

ruptur pada perlukaan kornea, iris dan pupil. Trauma tumpul mampu menimbulkan trauma

okuli non perforans yang dapat menimbulkan komplikasi sepanjang bagian mata yang

terkena (bisa meliputi mulai dari bagian kornea hingga retina).

Selain berdasarkan efek perforasi yang ditimbulkan trauma okuli juga juga bisa

diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu:

Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans)

Trauma tajam (perforans)

Trauma Radiasi

- Trauma radiasi sinar inframerah

- Trauma radiasi sinar ultraviolet

- Trauma radiasi sinar X dan sinart terionisasi

7

Page 8: Kaspan Trauma Okuli

Trauma Kimia

- Trauma asam

- Trauma basa

Trauma okuli non perforans akibat benda tumpul dimana benda tersebut dapat

mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat, mampu menimbulkan efek atau

komplikasi jaringan seperti pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina,

papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma

jaringan mata.

2.3 Manifestasi Trauma Okuli

Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain 6,7,8 :

1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya

Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata

atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor

akueus dapat keluar dari mata.

2. Memar pada sekitar mata

Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra. Hematoma

pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.

3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak

Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama

terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior maupun

segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau retina dan

avulsi nervus optikus.

4. Penglihatan ganda

Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya

pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat

menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.

5. Mata bewarna merah

Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal

injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula

ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.

6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata

Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra.

Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.

8

Page 9: Kaspan Trauma Okuli

7. Sakit kepala

Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan

nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit

kepala.

8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata

Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen

anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika terdapat

benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata sebagai

salah satu mekanisme perlindungan pada mata.

9. Fotopobia

Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya

benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada

segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata

menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain

fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris

menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak

sinar yang masuk ke dalam mata.

Berikut ini dijelaskan lebih lanjut tentang beberapa manifestasi klinis yang dapat

muncul akibat trauma benda tumpul pada okuli diantaranya antara lain:

1. Hematoma palpebra

Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di

bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma palpebra

merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul okuli. Bila perdarahan

terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata

hitam (racoon eye) yang sedang dipakai, terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang

merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah

masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Penanganan pertama dapat

diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk

memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada palpebra. 2,6,7

2. Edema konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik

(edema) pada setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul. Bila palpebra terbuka

dan konjungtiva secara langsung terekspose dengan dunia luar tanpa dapat

mengedip maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.

Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga

bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. 2,6,7

9

Page 10: Kaspan Trauma Okuli

3. Hematoma subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang

terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya

pembuluh darah ini bisa akibat dari batuk rejan, trauma tumpul atau pada keadaan

pembuluh darah yang mudah pecah. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil

lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka

sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur

bulbus okuli. 2,6,7

4. Edema kornea

Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan

terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea dapat

terlihat keruh. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan

sel radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. 2,6,7

5. Erosi kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat

diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera

pada membran basal. Dalam waktu singkat epitel sekitar dapat bermigrasi dengan

cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Erosi di kornea menyebabkan nyeri dan

iritasi yang dapat dirasakan sewatu mata dan kelopak mata digerakkan. Pola tanda

goresan vertikal di kornea mengisyaratkan adanya benda asing tertanam di

permukaan konjungtiva tarsalis di kelopak mata atas. Pemakaian berlebihan lensa

kontak menimbulkan edema kornea.Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat

erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair,

fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.

Pada kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila diberi fuorosein akan

berwarna hijau . 2,3,6,7

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan

menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati

karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan pernah

memberi larutan anestetik topikal kepada pasien untuk dipakai berulang setelah

cedera kornea, karena hal ini dapat memperlambat penyembuhan, menutupi

kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea

permanen. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. 1,3,9

Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal.

Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel

kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea. Umumnya

membrane basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu. Permukaan

10

Page 11: Kaspan Trauma Okuli

kornea perlu diberi pelumas untuk membentuk membran basal kornea. Pemberian

siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala

radang uvea yang mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan

mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi

skunder. Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren

pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya. 1,6,7

6. Iridoplegia

Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul

pada uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan

sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena

gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau

anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi

terhadap sinar. 3,6,7

7. Iridodialisa

Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya sehingga

bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang. Saat mata kita

berkontak dengan benda asing, maka mata akan bereaksi dengan menutup kelopak

mata dan mata memutar ke atas. Ini alasannya mengapa titik cedera yang paling

sering terjadi adalah pada temporal bawah pada mata. Pada daerah inilah iris sering

terlihat seperti peripheral iris tears (iridodialisis). Saat mata tertekan maka iris perifer

akan robek pada akarnya dan meninggalkan crescentic gap yang berwarna hitam

tetapi reflek fundus masih dapat diobservasi. 10 Hal ini mudah terjadi karena bagian iris

yang berdekatan dengan badan silier gampang robek. Lubang pupil pada pangkal iris

tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak mempunyai kemampuan

regenerasi. 1

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga

bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun perubahan ukuran

pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam penglihatan penderita.

Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil

lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila

keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan

melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. 1,3,4

8. Hifema

Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan (camera okuli anterior/COA)

yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek pembuluh darah iris atau

badan siliar. Trauma tumpul sering merobek pembuluh-pembuluh darah iris atau

badan siliar dan merusak sudut kamera okuli anterior. Darah di dalam cairan dapat

11

Page 12: Kaspan Trauma Okuli

membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi apabila

jaringan trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan

darah menyebabkan sumbatan pupil. 1,3,4

Hifema dibagi dalam 4 grade berdasarkan tampilan klinisnya 11 :

1. grade I: menutupi < 1/3 COA (Camera Okuli Anterior)

2. grade II: menutupi 1/3-1/2 COA

3. grade III: menutupi 1/2-3/4 COA

4. grade IV: menutupi 3/4-seluruh COA

Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.

Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat

terkumpul dibagian bawah bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik

mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Tanda-tanda klinis

lain berupa tekanan intraokuli (TIO) normal/meningkat/menurun, bentuk pupil

normal/midriasis/lonjong, pelebaran pembuluh darah perikornea, kadang diikuti erosi

kornea. 6,7,11

9. Iridosiklitis

Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada

post trauma. Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di

dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang

mengakibatkan visus menurun. Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata

untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika.

10. Subluksasi Lensa

Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya

sebagian zonula zinii ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinii

yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan

berkurang. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi

cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat

iris terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.

11. Luksasi Lensa Anterior

Yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga

lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Pasien akan mengeluh penglihatan

menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan

karena lensa terletak di bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan

pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea,

lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.

12

Page 13: Kaspan Trauma Okuli

12. Luksasi Lensa Posterior

Yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga

lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa

mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan

iris tremulans.

13. Edema Retina dan Koroid

Terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma

tumpul. Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya

melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat

trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red

spot. Penglihatan pasien akan menurun. Penanganan yaitu dengan menyuruh

pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan

tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel

pigmen epitel.

14. Ablasi Retina

Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma.

Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Pada pasien

akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang

seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina

berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.

15. Ruptur Koroid

Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar

konsentris di sekitar papil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat

dari ruptur koroid. Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea

maka akan terjadi penurunan ketajaman penglihatan.

16. Avulsi papil saraf optik

Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa

diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan tajam

penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita perlu dirujuk

untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya (Ilyas, 2003; Jack J, 2005).

17. Katarak traumatik

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun

tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Katarak traumatik paling

sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap

bola mata. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun

posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula

13

Page 14: Kaspan Trauma Okuli

dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius. Trauma

tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup

dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.

Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan

cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan. 3,4

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan

bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis

fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks

lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering

atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. 3,4

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi

pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia.

Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau

sekunder.1 Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu

sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain

sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma

sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin

Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini

dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa. 3,4

Gambar 2a. Manifestasi Trauma Okuli

14

Page 15: Kaspan Trauma Okuli

Gambar 2b. Manifestasi trauma Okuli

2.4 Diagnosis Trauma Okuli

Untuk menegakkan diagnosis trauma okuli sama dengan penegakan diagnosis pada

umumnya, yaitu dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah

cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau timbul

mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat

memalu, mengasah, atau ledakan. 1

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma,

benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang

mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana

kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang

mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain.

Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu

terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma.

Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat

pertolongan sebelumnya. 12

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga

½ kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu

pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental, fungsi,

jantung dan paru serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan 12:

1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua

titik dan defek pupil aferen.

15

Page 16: Kaspan Trauma Okuli

2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk

mencari defek pada tepi tulang orbita.

3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi

4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak

5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan

6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang

lain)

7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.

Pemeriksaan oftalmologis dimulai dengan pengukuran ketajaman penglihatan

(visus). Apabila didapatkan gangguan penglihatan parah, maka periksa proyeksi cahaya,

diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit

periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada

pemeriksaan bedside, adanya enoftalmos dapat ditentukan dengan melihat profil kornea

dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit lamp, maka senter, kaca pembesar, atau

oftalmoskop langsung pada +10 (nomor gelap) dapat digunakan untuk memeriksa adanya

cedera di permukaan tarsal kelopak dan segmen anterior. 1

Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi.

Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbi untuk mencari adanya perdarahan, benda asing, atau

laserasi. Kedalaman dan kejernihan COA dicatat. Ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap

cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah

terdapat defek pupil aferen (RAPD) di mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak,

maka kelopak, konjungtiva palpebra, dan forniks, dapat diperiksa secara lebih teliti,

termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak

langsung digunakan untuk mengamati lensa, korpus vitreous, discus optikus, dan retina.

Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma

eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tampak tidak cedera juga harus

diperiksa dengan teliti. 1

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain USG mata, CT scan,

hingga MRI. Pemeriksaan darah lengkap, status kardiologi, radiologi dapat ditambahkan jika

akan dilakukan tindakan tertentu yang membutuhkan pemeriksaan penunjang tersebut.

2.5 Penatalaksanaan Trauma Okuli

Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari

sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat

sikloplegik atau antiobiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraocular

yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung Fox (atau

16

Page 17: Kaspan Trauma Okuli

sepertiga bagian bawah corong kertas) pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin

tetanus harus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi

anestesi umum jangan menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuromuskular,

karena dapat meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga

mengingkatkan kecenderungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal

dengan bantuan anestesi umum yang bekerja singkat. 1,12

Pada cedera yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan

timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha

melakukan pemeriksaan mata lengkap. Perlu diperhatikan bahwa pemberian anestetik

topical, zat warna, dan obat lain yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Tetrakain

dan fluoresens tersedia dalam satuan-satuan dosis individual yang steril. 1,10

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan

menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena

dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan pernah memberi larutan

anesteik topikal kepada pasien untuk dipakai berulang setelah cedera kornea, karena hal ini

dapat memperlambat penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat

menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea permanen. 1,3,4

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah

terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol

dan sufasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka

dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. 3,4

Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman serta lebih

tertutup pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien selama 24 jam. Erosi

yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. 1

1. Hifema

Penanganan awal pada pasien hifema yaitu dengan merawat pasien dengan tidur di

tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala (semi fowler), diberi koagulansia

(antifibrinolitik oral/injeksi) dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat

penenang. 3,4,10 Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5%

kamera anterior diharuskan bertirah baring dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik

pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya

perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi.

Perdarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki resiko

tinggi menimbulkan glaukoma dan perwarnaan kornea. Beberapa penelitian

mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan

pembentukan bekuan darah menurunkan resiko perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100

mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/h selama 5 hari. Apabila timbul glaukoma, maka

17

Page 18: Kaspan Trauma Okuli

penatalaksanaan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari,

asetazolamide 250 mg per oral empat kali sehari dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol,

sorbitol). 1 Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu

reses sudut di bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. 3

Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokular tetap tinggi (>35

mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan syaraf

optikus dan perwarnaan kornea. Apabila pasien mengidap hemoglobinopati, maka besar

kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah

secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan

untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak

irigasi dan probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk

menghindari kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan

dari sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer.

Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi viskoelastik. Dibuat

sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskoelasti, dan dan sebuah insisi

yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong keluar. Glaukoma

dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat penyempitan sudut.

Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang secara perlahan dalam

periode sampai setahun. 1

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien

dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh

dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema berkurang.Kadang-

kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau

hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena

perdarahan lebih sukar hilang. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis

bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema

spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma. 3,4

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau

nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari

limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan

penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak

keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka

insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. 3,4

2. Iridoplegia

Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.

Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk terjadinya kelelahan sfingter

18

Page 19: Kaspan Trauma Okuli

dan diberi roboransia. Untuk mencegah silau sebaiknya pasien memakai kacamata gelap,

atau mata yang sakit diperban. 3,4

3. Luksasi Lensa posterior

Pada luksasi lensa posterior, mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau

afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 Dioptri untuk melihat jauh, bilik

mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada polus superior

dapat menimbulkan komplikasi akibat degenarasi lensa, yaitu berupa glaukoma fakolitik dan

uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah menimbulkan komplikasi sebaiknya secepatnya

dilakukan ekstraksi lensa.

2.6. Daftar Pustaka

1. Asbury T, Sanitato JJ. 2000. General Ophthalmology. Alih bahasa: Oftalmologi

Umum ed. 14. Jakarta. Widya Medika

2. Depkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera Penglihatan dan

Pendengaran 1996

3. Ilyas, Sidharta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga: Trauma Mata. Hal 259-276.

Penerbit: FKUI, Jakarta

4. Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai Penerbit

FK UI, Jakarta.

5. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of Ocular Trauma

6. Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis, MO: Mosby

7. Yanoff, M, Duker, JS and Augsburger, JJ, et al. Ophthalmology. 2nd ed. St. Louis,

Mo: Elsevier; 2004:1391-1396

8. Twanmoh JR. 2010. Eye Injuries.

http://www.emedicinehealth.com/eye_injuries/article_em.htm. diakses tanggal 22

April 2011

9. Jack, J. 2005. Clinical Oftalmologi: third edition. CJW. Teks Book

10. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata:

Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139. Penerbit: FK Unair, Surabaya.

11. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008.

http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior. Diakses tanggal 22 April

2011

12. Rahman A, 2009. Trauma Tumpul Okuli. http://belibis-a17.com/2009/10/11/trauma-

tumpul-okuli/. Diakses tanggal 22 April 2011

19

Page 20: Kaspan Trauma Okuli

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Tn.J

Register : 10967623

JenisKelamin : Laki-laki

Usia : 44 tahun

Alamat : Ds.Bendosari, Pujon, Malang

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

MRS : 12 April 2011

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : nyeri mata sebelah kiri

Riwayat penyakit :

Pasien mengeluh mata sebelah kiri terasa nyeri setelah terkena pentalan kayu saat

bekerja, sekitar 5 jam sblm MRS. Setelah kejadian, mata kiri pasien langsung tidak

bisa melihat (gelap), cekot-cekot, dan mengeluarkan air mata & darah. Oleh keluarga

pasien diberikan obat tetes mata (Aito, Rohto) namun tidak membaik, lalu dibawa ke

RS di Batu, selanjutnya dirujuk ke RSSA.

20

Page 21: Kaspan Trauma Okuli

Riwayat penyakit dahulu :

- Tidak didapatkan riwayat penyakit sistemik

- Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya (-)

Riwayat keluarga :

- Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang serupa

Riwayat pengobatan:

- Diberikan obat tetes mata yang dijual bebas di pasaran (Aito, Rohto)

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Oftalmologi

Tanggal Pemeriksaan : 15 April 2011

Okuli Dextra Okuli Sinistra

Posisi Bola Mata

Ortoforia

Gerak Bola Mata

6/6 Visus 1/300

spasme (-), edema (–) Palpebra spasme (+), edema (+)

CI (-), PCI (-) Conjungtiva CI (+), PCI (+)

jernih Kornea Edema (+), erosi (-)

dalam COA Hifema (+) 1/3 COA

rad. line (+) Iris iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

round, ø 3 mm, RP (+) Pupil Midriasis, Not round,

RP (-)

21

Page 22: Kaspan Trauma Okuli

Kesan jernih Lensa afakia

n/p TIO n/p

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap:

Leukosit : 10.300

Hb : 13,0

PCV : 37,8

Trombosit : 295.000

GDA : 106

Ureum : 20,3

Creatinin : 1,00

USG mata:

22

Page 23: Kaspan Trauma Okuli

3.5 Diagnosis

OS trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade 1, iridodialisa,

iridoplegia, dan luksasi lensa ke posterior

3.6 RencanaTerapi

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Lubricen ed 4 x 1 OS

- Timolol ed 2 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

3.7 Rencana Monitoring

Visus

TIO

USG

Komplikasi trauma okuli

3.8 KIE

Pengertian trauma okuli

Penanganan pada trauma okuli

Komplikasi yang bisa terjadi pada trauma okuli

23

Page 24: Kaspan Trauma Okuli

3.9 Prognosis

Dubia et malam

3.10 Follow-Up

Tanggal 12 April 2011

Okuli Dextra Okuli Sinistra

6/6 Visus LP (+) - - +

-spasme (-), edema (–) Palpebra spasme (+), edema (+)

CI (-), PCI (-) Conjungtiva SCH (+), CI (+), PCI (+)

jernih Kornea Edema (+), erosi (+)

dalam COA Hifema <1/3 COA

rad. line (+) Iris iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

round, ø 3 mm, RP (+) Pupil Midriasis, Not round, RP (-)

Kesan jernih Lensa sde

n/p TIO n+1/p

Dx : OS trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade I, iridodialisa,

dan luksasi lensa ke posterior

Tx :

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Xitrol ed 8 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

Tanggal 13 April 2011

Okuli Dextra Okuli Sinistra

6/6 Visus LP (+) - + +

+spasme (-), edema (–) Palpebra spasme (+), edema (+)

CI (-), PCI (-) Conjungtiva SCH (+), CI (+), PCI (+)

24

Page 25: Kaspan Trauma Okuli

jernih Kornea Edema (+), erosi (+)

dalam COA Coagulan (+) jam 7

rad. line (+) Iris iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

round, ø 3 mm, RP (+) Pupil Midriasis, Not round, RP (-)

Kesan jernih Lensa afakia

n/p TIO n+1/p

Dx : OS trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade I dengan

perbaikan iridodialisa, dan luksasi lensa ke posterior

Tx :

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Lubricen ed 4 x 1 OS

- Timolol ed 2 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

Tanggal 14 April 2011

Okuli Dextra Okuli Sinistra

6/6 Visus 1/300

spasme (-), edema (–) Palpebra spasme (+), edema (+)

berkurang

CI (-), PCI (-) Conjungtiva CI (+), PCI (+)

jernih Kornea Edema (+) , erosi

berkurang

dalam COA Coagulan (+) jam 7

rad. line (+) Iris iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

round, ø 3 mm, RP (+) Pupil Midriasis, Not round, RP (-)

Kesan jernih Lensa afakia

n/p TIO n/p

25

Page 26: Kaspan Trauma Okuli

Dx : OS trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade I dengan

perbaikan iridodialisa, dan luksasi lensa ke posterior

Tx :

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Lubricen ed 4 x 1 OS

- Timolol ed 2 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Voltaren ed 4 x 1 OS

- Vitrectomy bila keadaan tenang

Tanggal 15 April 2011

Okuli Dextra Okuli Sinistra

6/6 Visus 1/300

spasme (-), edema (–) Palpebra spasme (+), edema (+)

berkurang

CI (-), PCI (-) Conjungtiva CI (+), PCI (+)

jernih Kornea Edema (+) berkurang,

erosi (-)

dalam COA Coagulan (+) jam 7

rad. line (+) Iris iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

round, ø 3 mm, RP (+) Pupil Midriasis, Not round, RP (-)

Kesan jernih Lensa afakia

n/p TIO n/p

Dx : OS trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade I dengan

perbaikan iridodialisa, dan luksasi lensa ke posterior

Tx :

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

26

Page 27: Kaspan Trauma Okuli

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Xitrol ed /jam OS

- Lubricen ed 4 x 1 OS

- Timolol ed 2 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Voltaren ed 4 x 1 OS

Tanggal 18 April 2011

Okuli Dextra Okuli Sinistra

6/6 Visus 6/10f S+ 11,0D 6/15f

spasme (-), edema (–) Palpebra spasme (-), edema (-)

CI (-), PCI (-) Conjungtiva CI (-), PCI (-)

jernih Kornea Makula (+)

dalam COA dalam

rad. line (+) Iris iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

round, ø 3 mm, RP (+) Pupil Midriasis, Not round, RP (-)

Kesan jernih Lensa afakia

n/p TIO n/p

Dx : OS trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade I dengan

perbaikan iridodialisa, dan luksasi lensa ke posterior

Tx :

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Lubricen ed 4 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Voltaren ed 4 x 1 OS

27

Page 28: Kaspan Trauma Okuli

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 44 tahun datang ke UGD RSSA dengan keluhan mata

sebelah kiri terasa nyeri setelah terkena pentalan kayu saat bekerja, sekitar 5 jam sblm

MRS. Setelah kejadian, mata kiri pasien langsung tidak bisa melihat (gelap), cekot-cekot,

dan mengeluarkan air mata & darah. Oleh keluarga pasien diberikan obat tetes mata yang

dijual bebas di pasaran (Aito, Rohto) namun tidak membaik, lalu dibawa ke RS di Batu diberi

perawatan dengan ditutup verband, selanjutnya dirujuk ke RSSA.

Gejala-gejala yang dialami pasien merupakan gejala trauma okuli dikarenakan

pentalan potongan kayu dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang

sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya. Trauma pada

mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa,

retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian

trauma jaringan mata. Setelah terkena trauma okuli maka penderita akan mengeluh

matanya nyeri, merah, kemeng, perih, keluar air mata maupun darah, bahkan sebagian

akan mengeluhkan pandangan kabur hingga ttidak bisa melihat sama sekali. Hal ini juga

menyesuaikan pada tingkat mana kerusakan terjadi, dan ada tidaknya penyulit atau

komplikasi pasca trauma okuli diakibatkan trauma mekanis.

Teori Kasus

Anamnesis,

Sign &

Symptom

- Kecelakaan di rumah, kekerasan,

ledakan, cedera olahraga, dan

kecelakaan lalu lintas

- Perdarahan / keluar cairan mata

- Memar pada sekitar mata

- Penurunan visus mendadak

- Penglihatan ganda

- Mata bewarna merah

- Nyeri & rasa menyengat pada

mata

- Sakit kepala

- Mata terasa Gatal, terasa ada

yang mengganjal pada mata

- Fotopobia

- Terkena pentalan kayu

- Penurunan penglihatan

mendadak

- Nyeri cekot-cekot

- Nrocoh air mata + darah

28

Page 29: Kaspan Trauma Okuli

Dari status oftalmologis pasien didapatkan dan spasme pada kelopak mata kiri; pada

conjucyiva didapatkan konjungtival injection (+) dan pericorneal injection (+); pemeriksaan

kornea didapatkan edema kornea dan erosi kornea; camera okuli anterior dalam dengan

hifema < 1/3 bagian; pupil tidak bulat, midriasis, reflek pupil (-), dan terdapat iridodialisa

pada arah jam 9 – 12; pemeriksaan lensa sulit dievaluasi dan dicurigai afakia akibat luksasi

lensa ke posterior. Sehingga tegak diagnosa suatu OS trauma okuli non perforans dengan

komplikasi hifema grade I, iridodialisa, dan luksasi lensa ke posterior.

Pemeriksaan

OftalmologiTeori Kasus

PBM - Normal/abnormal ortoforia

GBM - Normal/abnormal

Visus - Dapat terjadi penurunan visus LP (+) -- +

-Palpebra - Hematome, spasme, edema spasme (+), edema (+)

Conjungtiva - CI, PCI, SCH, edema CI (+), PCI (+)

Kornea - Edema, erosi, ulkus Edema (+), erosi (+)

COA - Hifema Hifema < 1/3 COA

Iris - Iridodialisa, iridoplegia,

iridosiklitis

iridodialisa (+) superior

jam 9 - 12

Pupil - Round/ not round, RP +/-,

normal/midmidriasis/midriasis

Midriasis, Not round, RP (-)

Lensa - Normal/subluksasi/luksasi Afakia

TIO - Normal/meningkat/menurun n/p

Komplikasi trauma okuli pada pasien ini berupa hifema grade I, iridodialisa,

iridoplegia, dan luksasi lensa ke posterior. Hifema merupakan akibat dari adanya robekan

pembuluh darah iris atau badan siliar yang dapat merusak sudut kamera okuli anterior akibat

trauma mekanik. Pada pasien ini diapatkan hifema yang menutupi <1/3 camera okuli

anterior sehingga dikategorikan sebagai hifema grade 1. Secara teori klinis penderita akan

mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan akan sangat

menurun dan bila pasien dalam posisi tegak, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah

bilik mata depan. Pada pasien ini juga terdapat iridoplegia dan iridodialisa. Iridoplegia

ditandai dengan bentuk pupil yang not round, midriasis, dan reflek cahaya pupil yang

29

Page 30: Kaspan Trauma Okuli

negatif, sedangkan iridodialisa pda pasien ini didapatkan pada daerah superior arah jam 9 –

12. Pada pemeriksaan lensa sulit didapatkan luksasi lensa ke arah posterior.

Teori Kasus

Manifestasi - erosi kornea

- iridodialisa

- iridoplegia

- hifema

- iridosiklitis

- subluksasi lensa

- luksasi lensa anterior

- luksasi lensa posterior

- edema retina dan koroid

- ablasi retina

- ruptur koroid

- avulsi papil saraf optik

- Hifema grade I

- Iridodialisa

- Iridoplegia

- Luksasi lensa ke posterior

Penanganan trauma okuli non perforans yang disertai komplikasi erosi kornea dan

hifema grade 1 lebih ditekankan pada simtomatis dan mencegah komplikasi seperti

perdarahan ulang (rebleeding). Dengan adanya komplikasi tersebut, maka mutlak pasien

memiliki indikasi untuk masuk rumah sakit (MRS). Terapi selama pasien rawat inap berupa

Bed rest semifowler, Ciprofloxacin 2 x 750 mg, Metylprednisolon 3 x 8 mg, Tobro ed 8 x 1

OS, Xitrol ed /jam OS, Lubricen ed 4 x 1 OS, Timolol ed 2 x 1 OS, Asam tranexamat 3 x 500

mg, Asam mefenamat 3 x 500 mg, Voltaren ed 4 x 1 OS, dengan rencana monitoring visus

TIO Schiotz, dan USG, serta komplikasi perdarahan ulang yang mungkin bisa terjadi 3-5 hari

setelah trauma okuli. Posisi bed rest semifowler dilakukan dengan meninggikan kepala 30

dilakukanderajat bertujuan untuk mencegah rebleeding.

Teori Kasus

Penatalaksanaa

n

- Analgesik

- Antiemetik

- Antibiotik

- Sikloplegik

- Steroid

- Bed rest semifowler

- Terapi sesuai komplikasi

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Metylprednisolon 3 x 8 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Xitrol ed /jam OS

- Lubricen ed 4 x 1 OS

- Timolol ed 2 x 1 OS

30

Page 31: Kaspan Trauma Okuli

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Voltaren ed 4 x 1 OS

Pada kasus ini, terapi ciprofloxacin, tobro, xitrol, dan lubricen bertujuan menangani

komplikasi infeksi akibat masuknya benda asing ke mata juga sekaligus membantu

pembentukan epitel baru pada kornea yang telah mengalami erosi. Untuk penatalaksanaan

terhadap kejadian hifema diberikan asam tranexamat serta methylprednisolon. Asam

tranexamat merupakan antifibrinolitik yang menghambat pengubahan plasminogen menjadi

plasmin. Perlunya antifibrinolitik pada kasus ini adalah untuk mencegah berlanjutnya

perdarahan pada hifema. Methylprednisolon digunakan sebagai alternatif dari steroid tetes

mata, karena pada kasus ini pasien juga memiliki kelainan berupa erosi kornea (defek epitel

positif) yang merupakan kontraindikasi bagi pemberian steroid tetes mata. Asam

mefenamat dan voltaren (Na diclofenac) diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi

nyeri akibat trauma okuli. Timolol diberikan agar tidak terjadi peningkatan TIO yang akan

menimbulkan glaukoma sekunder.

31

Page 32: Kaspan Trauma Okuli

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 44 tahun dengan kasus OS trauma okuli non

perforans dengan komplikasi hifema grade I, iridodialisa, iridoplegia, dan luksasi lensa ke

posterior akibat trauma mekanik (terkena pentalan kayu). Dari anamnesis dan pemeriksaan

status oftalmologis pada pasien didapatkan hasil yang mendukung suatu diagnosa OS

trauma okuli non perforans dengan komplikasi hifema grade I, iridodialisa, iridoplegia, dan

luksasi lensa ke posterior.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah Bed rest semifowler, Ciprofloxacin 2 x 750

mg, Metylprednisolon 3 x 8 mg, Tobro ed 8 x 1 OS, Xitrol ed /jam OS, Lubricen ed 4 x 1 OS,

Timolol ed 2 x 1 OS, Asam tranexamat 3 x 500 mg, Asam mefenamat 3 x 500 mg, Voltaren

ed 4 x 1 OS, dengan rencana monitoring visus, TIO, dan USG, serta komplikasi perdarahan

ulang yang mungkin bisa terjadi 3-5 hari setelah trauma okuli. Pertimbangan adanya

komplikasi rebleeding merupakan indikasi pasien untuk rawat inap (MRS).

32