Kasma 05.48824.00225.09

64
Bagian Farmakologi Klinik Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN ANGINA PEKTORIS TAK STABIL Dipresentasikan pada tanggal: 16 Februari 2011 Disusun Oleh: Kasma NIM. 05.48824.00225.09 Pembimbing: dr. Andi Irwan Irawan Asfar, Sp.FK Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Lab/SMF Farmakologi Klinik RSUD A. Wahab Sjahranie

Transcript of Kasma 05.48824.00225.09

Page 1: Kasma 05.48824.00225.09

Bagian Farmakologi Klinik Laporan KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGANANGINA PEKTORIS TAK STABIL

Dipresentasikan pada tanggal: 16 Februari 2011

Disusun Oleh:

Kasma

NIM. 05.48824.00225.09

Pembimbing:

dr. Andi Irwan Irawan Asfar, Sp.FK

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada

Lab/SMF Farmakologi Klinik RSUD A. Wahab Sjahranie

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

SAMARINDA

2011

Page 2: Kasma 05.48824.00225.09

Presentasi KasusFarmakologi Klinik Tanggal: 16 Februari 2011

RSUD AWS – FK Unmul

I. Identitas Pasien : Tanggal pemeriksaan : 10 Februari 2011

Nama : Ny. D P/L Dokter yg memeriksa : dr. Wayan,Sp. JP

Usia/BB : 51 tahun/83 kg

Agama : Islam

Alamat : Tarakan

Pekerjaan : IRT

No. Registrasi : 11 00 58 81

II. Anamnesis (Subjektif)

Keluhan Utama :

Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri dada dirasakan pasien lebih kurang satu bulan sebelum masuk RS.

Nyeri dada hilang timbul dan dirasakan semakin memberat sebelah kiri, rasa

panas seperti terbakar dan menusuk hingga tembus ke belakang. Nyeri dada

dirasakan ketika beraktivitas dan tidak mereda jika beristirahat. Pasien juga

mengeluhkan sakit kepala seperti ditekan di bagian tengkuk sampai ke leher dan

mual. Pasien tidak mengeluhkan adanya sesak. Pasien merupakan rujukan dari

puskesmas Tarakan dengan diagnosis PJK.

Riwayat Penyakit Dahulu :

1. Riwayat nyeri dada (penyakit jantung) (+) ± 6 bulan yang lalu

2. Riwayat hipertensi (+) diketahui ± 6 bulan yang lalu (210/150 mmHg)1

Page 3: Kasma 05.48824.00225.09

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga mengalami penyakit serupa.

III. Pemeriksaan Fisik (Objektif)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : TD: 150/80 mmHg RR: 24x/menit

N: 88x/menit T: 36,3oC

Kepala dan leher : Anemis (-), Ikterik (-), sianosis (-), faring hiperemis (-),

Tonsil (T1/T1), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3

mm), pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-).

Thoraks : Pulmo: I : Tampak simetris, retraksi costa (-)

Pa : Pelebaran ICS (-), fremitus vocal simetris

Pe : Sonor

Aus : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor: I : IC tidak tampak

Pa : IC tidak teraba

Pe : Batas jantung kanan ICS III MSL D

Batas jantung kiri ICS V PSL S

Aus : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: I : Tampak cembung

Pa : Soefl, Hepar & Lien tidak teraba

Pe : Timpani, shifting dullness (-)

Aus : BU (+) kesan normal

2

Page 4: Kasma 05.48824.00225.09

Ekstremitas superior : Akral hangat, oedem (-)

Ekstremitas inferior : Akral hangat, oedem (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 10-02-2011 11-02-2011Hb 12,9 g/dLHCT 39.0 %Leu 5200Plt 224.000GDS 178 113LED -Ureum 28,5 20,0Kreatinin 0,9 0,7Na 140K 3,3Cl 108SGOT - 17SGPT - 29Bilirubin total - 0,7Bilirubin direk - 0,2Bilirubin indirek - 0,5Protein total - 6,9Albumin - 3,4Globulin - 3,5Kolesterol - 172Asam urat - 4,3CK-MB 25Troponin T negatif (<0,003)

Pemeriksaan EKG

3

Page 5: Kasma 05.48824.00225.09

V. Diagnosis (Assesment)

Penyakit Jantung Koroner + Unstable Angina

VI. Terapi (Plan)

1. Clopidogrel (Plavix) 4 tablet, selanjutnya berikan 1x14

Page 6: Kasma 05.48824.00225.09

2. Asam asetilsalisilat (Aspilet) 1x1

3. ISDN 3x5 mg oral

4. Lisinopril 10 mg 0-0-I sublingual

5. Fondaparinux sodium (Arixtra) 1x2,5mg

VII. Perawatan di ruangan

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning10-02-2011Pukul 12.00 Pasien di IGD

S: Nyeri dada (+); mual (-); muntah (-); sesak (-);

O: CM; TD 150/90 mmHg; N 80x/’; RR 18x/’; T 36,3oC; S1 S2 tunggal reguler; Rh (-); wh (-)

A: PJK + Unstable AnginaP: EKG, IVFD RL 12 tpm & Lab

Konsul dr. Sp. JP, advice:- Cek Troponin T- Clopidogrel (Plavix)

4 tablet- Asam asetilsalisilat

1x1- ISDN 3x5 mg PO- Lisinopril 10 mg 0-0-I

(SL)- Fondaparinux sodium

1x2,5 mg10-02-2011Pasien di ruangan Seruni

S: Nyeri dada (+) ↓↓; sakit kepala (+); mual (+); sesak (-); nyeri ulu hati (+)

O: CM; TD 150/80 mmHg; N 88x/’; RR 24x/’; T 36,3oC; S1 S2 tunggal reguler; Rh (-); wh (-)

A: PJK + Unstable AnginaP: - IVFD RL 12 tpm

- Clopidogrel (Plavix) 4 tablet

- Asam asetilsalisilat 1x1

- ISDN 3x5 mg PO- Lisinopril 10 mg 0-0-I

(SL)- Fondaparinux sodium

1x2,5 mg11-02-2011Pukul 08.00

S: Nyeri dada (-); sakit kepala (+); mual (-); sesak (-); nyeri ulu hati (+)

O: CM; TD 170/120 mmHg; N 72x/’; RR 20x/’; T 36,4oC; S1 S2 tunggal reguler; Rh (-); wh (-)

A: PJK + Unstable AnginaP: - IVFD RL 12 tpm

- Clopidogrel (Plavix) 1x1 tablet

- Asam asetilsalisilat 1x1

- ISDN 3x5 mg PO- Lisinopril 10 mg 0-0-I

(SL)

5

Page 7: Kasma 05.48824.00225.09

- Fondaparinux sodium 1x2,5 mg

- Amlodipin 1x10 mg- Bisoprolol 1x5 mg

12-02-2011Pukul 08.00

Pukul 11.00TD 140/100

S: Nyeri dada menjalar tembus ke belakang (+); sakit kepala (+); mual (-); sesak (-); nyeri ulu hati (+)

O: CM; TD 170/120 mmHg; N 70x/’; RR 20x/’; T 36,5oC; S1 S2 tunggal reguler; Rh (-); wh (-)

A: PJK + Unstable AnginaP: - IVFD RL 12 tpm

- Clopidogrel (Plavix) 1x1 tablet

- Asam asetilsalisilat 1x1

- ISDN 3x5 mg PO- Lisinopril 10 mg 0-0-I

(SL)- Fondaparinux sodium

1x2,5 mg- Amlodipin 1x10 mg- Bisoprolol 1x5 mg

VIII. Masalah yang akan dibahas

1. Penggunaan obat-obatan pada kasus ini berdasarkan diagnosis

2. Rasionalisasi pengobatan pada kasus ini

3. Interaksi dan efek samping obat-obat yang digunakan

6

Page 8: Kasma 05.48824.00225.09

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENYAKIT JANTUNG KORONER

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problema kesehatan utama

di negara maju. Di belahan negara dunia, penyakit jantung merupakan

penyebab kematian nomor satu pada orang Amerika dewasa. Setiap tahunnya,

di Amerika Serikat 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner,

1,5 juta orang mengalami serangan jantung, 407.000 orang mengalami operasi

peralihan, 300.000 orang menjalani angioplasti. Di Eropa diperhitungkan

20.000-40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Penyakit jantung,

stroke, dan aterosklerosis merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh

dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit

ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan

seiring dengan berubahnya pola hidup(1).

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung

Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi

penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini,

sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan

masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan

ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk

menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari

tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan

meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara

7

Page 9: Kasma 05.48824.00225.09

maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada

wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab

kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner

menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia(1).

Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian Penyakit Jantung dan

pembuluh darah dari urutan ke-l0 tahun 1980 menjadi urutan ke-8 tahun 1986

dan menjadi penyebab kematian peringkat ke-3 pada saat itu. Kini, Indonesia

menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam, mulai dari infeksi

klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial. Hal ini

menjadikan Indonesia saat ini sedang menghadapi "triple burden diseases".

Namun penyebab angka kematian terbesar ditempati oleh penyakit jantung

koroner. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung

koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung

mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah

16%. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka

kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di

Indonesia(1,2).

Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan

lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan

hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan

ikat, perkapuran, pembekuan darah dan lain-lain yang kesemuanya akan

mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan

8

Page 10: Kasma 05.48824.00225.09

mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran

darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari Angina

Pektoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal

dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak(2,3).

Beberapa faktor risiko terpenting Penyakit Jantung Koroner(2) :

* Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

* Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi

* Kadar Kolesterol HDL rendah

9

Potongan melintang pembuluh arteri yang normal/ sehat

Potongan melintang pembuluh arteri yang menyempit karena

timbunan kolesterol

Aterosklerosis pada arteri koroner jantung

Page 11: Kasma 05.48824.00225.09

* Merokok

* Diabetes Mellitus

* Kegemukan

* Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga

* Kurang olah raga

* Stress

Pada laporan kasus ini, pembahasan terkait Penyakit Jantung Koroner akan

lebih spesifik pada Angina Pektoris terutama Angina Pektoris Tak Stabil.

II. ANGINA PEKTORIS

Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu

iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya

berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun

patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada

umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina(4,5):

1. Classical effort angina (angina klasik)

Obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti

waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang

dapat melewati obstruksi tersebut, akan timbul gejala angina. Angina pektoris

akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung,

tekanan darah dan status inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan

bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang banyak.

10

Page 12: Kasma 05.48824.00225.09

2. Variant angina (Angina Prinzmetal)

Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat

penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru

menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik

pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner

yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai

penurunan aliran darah arteri koroner.

3. Unstable angina (Angina Tak Stabil / ATS)

Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina

dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner

pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat

berubah seperti keluhan yang bertambah progresif sebelumnya dengan angina

stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat

maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard

yang mempunyai ciri tersendiri.

Pada laporan kasus ini terutama akan dibicarakan mengenai pengenalan

ATS karena ATS adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan

tipe angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun

kematian.

Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark

miokard akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan

risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif

menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati

11

Page 13: Kasma 05.48824.00225.09

mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS.

Sedangkan penelitian jangka panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20%

penderita ATS dengan tingkat kematian 14-80%.

ATS menarik perhatian karena letaknya di antara spektrum angina

pektoris stabil dan infark miokard, sehingga merupakan tantangan dalam upaya

pencegahan terjadinya infark miokard.

III. DEFINISI ATS

Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik

miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard

akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis

sebagai berikut:

1. Angina pertama kali

Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh

penderita dalam periode 1 bulan terakhir

2. Angina progresif

Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan

terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan

pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang

biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.

12

Page 14: Kasma 05.48824.00225.09

3. Angina waktu istirahat

Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat

menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya

15 menit.

4. Angina sesudah IMA

Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.

Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau

bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi

pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan

pencatatan EKG.

IV. PATOFISIOLOGI

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang

tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2

miokard.

Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri

ataupun bersama-sama yaitu :

1. Faktor di luar jantung

Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran

koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan

pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2

miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.

13

Page 15: Kasma 05.48824.00225.09

Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat

menyebabkan takikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.

2. Sklerotik arteri koroner

Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran

koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan

atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan

pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai gangguan cadangan

aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran

koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.

3. Agregasi trombosit

Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran

darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya

membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya

vasokonstriksi pembuluh darah.

4. Trombosis arteri koroner

Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik

sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi

mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis

akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.

5. Pendarahan plak ateroma

Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan

mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan

penyempitan arteri koroner.

14

Page 16: Kasma 05.48824.00225.09

6. Spasme arteri koroner

Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner

karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyebab ATS. Spasme

dapat terjadi pada arteri koroner normal ataupun pada stenosis pembuluh darah

koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan endotel,

pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.

Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses

aterosklerosis antara lain adalah :

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah :

Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga.

2. Faktor risiko yang dapat diubah :

Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas dan DM.

V. GAMBARAN KLINIK

1. Gejala

Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,

tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa

terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara

tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi,

penderita dapat sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina

mereda. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir

pingsan.

15

Page 17: Kasma 05.48824.00225.09

2. Pemeriksaan fisik

Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi

dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu

serangan angina.

3. EKG

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat

normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.

Tujuan dari stress test adalah :

- Menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak.

- Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah

utama akan memberi hasil positif kuat.

Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST,

depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan

cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.

Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi

sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan

angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina

hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam

atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.

4. Enzim LDH, CPK dan CK-MB

Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat

tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang

16

Page 18: Kasma 05.48824.00225.09

paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu.

Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk

menyingkirkan adanya IMA.

VI. PROGNOSIS

Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan

bahwa dalam 1 tahun pertama, variasi prosentase penderita ATS yang

mengalami IMA berkisar antara 6-60% dengan tingkat kematian 1-40%.

Penelitian Heng dkk melaporkan bahwa selama perawatan di rumah sakit

terdapat 26% penderita ATS dengan angina berulang mengalami IMA.

Sedangkan tanpa angina berulang hanya 10%.

Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8% penderita ATS

mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Yetty (1985-1987) di RS

Jantung Harapan Kita meneliti 12 faktor risiko tinggi untuk terjadinya IMA

pada ATS antara lain umur 60 tahun, stress, riwayat angina, riwayat infark,

hipertensi, DM, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, rasio torak jantung

(CTR) 60% dan angina berulang. Ternyata didapatkan kebiasaan merokok.

CTR 60% dan angina berulang mempunyai hubungan bermakna terhadap

terjadinya IMA pada ATS dan kombinasi dari ketiga faktor tersebut

meningkatkan kejadian IMA. Juga dilaporkan kejadian IMA pada fase

perawatan dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08%

sedangkan pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat

kematian 0%.

17

Page 19: Kasma 05.48824.00225.09

VII.PENGOBATAN

Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki

kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara nonfarmakologis,

farmakologis atau pembedahan.

A. Terapi Nonfarmakologis

Modifikasi faktor risiko yang dapat diubah, seperti merokok, hiperlipidemi,

hipertensi, obesitas dan DM.

B. Terapi Farmakologis(3,4,5,6)

Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina.

Terdapat beberapa jenis obat yang dapat digunakan, yaitu :

1. Obat Antiplatelet

Obat antiplatelet mengurangi agregasi platelet dan digunakan

untuk mencegah kejadian tromboembolik lebih lanjut pada pasien yang

menderita infark miokard, stroke iskemik atau TIA dan angina tak stabil

serta sebagai pencegahan primer terhadap pasien yang berisiko

mengalami tromboembolik. Contoh obat yang dapat digunakan adalah

clopidogrel dan aspirin.

2. β-Bloker

Beta bloker merupakan antagonis reseptor kompetitif beta

adrenergik dan digunakan untuk terapi gangguan kardiovaskuler seperti

hipertensi, angina pektoris, aritmia kardia, infark miokard dan gagal

jantung.

18

Page 20: Kasma 05.48824.00225.09

3. Nitrogliserin

Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina

akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh

darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.

Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise padapenderita

angina sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila di berikan sebelum

exercise dapat mencegah serangan angina

4. Kalsium antagonis

Penggunaan utama dari kalsium antagonis adalah untuk terapi

angina pektoris dan hipertensi. Dipakai pada pengobatan jangka panjang

untuk mengurangi frekwensi serangan pada beberapa bentuk angina.

Cara kerjanya :

- Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer

pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).

- Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke

miokard

- Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan

menurunkan afterload.

- Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut,

jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.

5. Penghambat ACE

Penggunaan utama dari penghambat ACE adalah untuk terapi gagal

jantung, hipertensi dan infark miokard.

19

Page 21: Kasma 05.48824.00225.09

B. Pembedahan

Prinsipnya bertujuan untuk :

- Memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung

- Memperbaiki obstruksi arteri koroner.

Ada 4 dasar jenis pembedahan :

1. Ventricular aneurysmectomy: Rekonstruksi terhadap kerusakan

ventrikel kiri

2. Coronary arteriotomy: Memperbaiki langsung obstruksi arteri koroner

3. Internal thoracic mammary: Revaskularisasi terhadap miokard.

4. Coronary artery baypass grafting (CABG): Hasilnya cukup

memuaskan dan aman yaitu 80-90% dapat menyembuhkan angina dan

mortalitas hanya 1 % pada kasus tanpa komplikasi.

Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :

1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)

2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)

3. Laser angioplasty

20

Page 22: Kasma 05.48824.00225.09

TINJAUAN FARMAKOLOGI

a. IVFD Kristaloid (RL 12 tpm)

1. RL diberikan dalam bentuk infus IV

2. Indikasi, kontra indikasi dan efek samping obat

- Indikasi: Mensuplai kebutuhan cairan dan elektrolit ke tubuh. Sebagai

terapi suportif pada pasien yang mengalami gangguan intake makanan

per oral, muntah, dan diare atau menyebabkan seseorang berada dalam

kondisi dehidrasi atau resusitasi pada kondisi syok hipovolemik. Juga

dapat digunakan sebagai pelarut campuran untuk obat-obatan IV.

Berupa kemasan 500 cc dan 1000 cc.

- Kontraindikasi: hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,

asidosis laktat

- Efek samping obat: edema jaringan pada penggunaan dengan volume

yang besar biasanya pada paru-paru.

- Peringatan dan perhatian: tidak digunakan dalam pengobatan asidosis

laktat. Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner,

gagal jantung, gangguan fungsi ginjal dan pre eklampsia.

b. Clopidogrel (Plavix)(6,7)

Farmakodinamik: Clopidogrel merupakan antitrombotik/antiplatelet yang

dapat menghambat agregasi trombosit melalui penghambatan jalur ADP

trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang

sering ditemukan pada sistem arteri. Obat ini merupakan derivat thienopyridine

21

Page 23: Kasma 05.48824.00225.09

yang bekerja secara selektif menghambat ikatan Adenosine Di-Phosphate

(ADP) pada reseptor ADP di platelet, yang sekaligus dapat menghambat

aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh ADP, yang

dapat menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet. Clopidogrel

tidak menghambat aktivitas dari enzim fosfodiesterase yang berpengaruh

dalam siklik AMP, jadi tidak mempunyai efek vasodilatasi. Tidak seperti

aspirin, obat ini tidak berpengaruh terhadap metabolisme prostaglandin.

Farmakokinetik

Clopidogrel merupakan prodrug. Di dalam hati, Clopidogrel

dimetabolisme menjadi 2-oxo-clopidogrel yang merupakan metabolit yang

aktif. Metabolit aktif 2-oxo-clopidogrel akan mengalami hidrolisis menjadi

asam karboksilat yang merupakan metabolit yang tidak aktif. Metabolit aktif

atau bentuk 2-oxo-clopidogrel akan berikatan secara kuat pada reseptor ADP di

trombosit, sehingga metabolit ini tidak terdeteksi di plasma.

Dari uji in vitro dijelaskan bahwa pada pemberian Clopidogrel 75

mg/hari penghambatan agregasi trombosit mulai terlihat sejak hari pertama

terapi. Pada hari ketiga sampai hari ketujuh, penghambatan agregasi trombosit

sudah mencapai 40% hingga 60%. Bioavailabilitas Clopidogrel tidak

dipengaruhi oleh makanan sehingga dapat diminum pada saat makan atau

sebelum makan.

Efek antitrombotik clopidogrel tergantung pada dosis. 5 jam setelah

pemberian oral loading dose 300 mg, 80% aktivitas trombosit akan di hambat.

22

Page 24: Kasma 05.48824.00225.09

Dosis pemeliharaan clopidogrel adalah 75 mg/hari untuk mencapai inhibisi

trombosit maksimum. Durasi efek anti platelet 7-10 hari.

Indikasi: Mengurangi kejadian atherosclerotic (myocardial infarction, stroke,

kematian pembuluh darah) pada pasien dengan atherosclerosis dibuktikan oleh

myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang terjadi, stroke yang

belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial peripheral yang sudah

terbukti; sindrom coronary akut (angina tidak stabil atau MI non-Q-wave) yang

terkontrol secara medis atau melalui percutaneous coronary intervention/PCI

(dengan atau tanpa stent)

Kontra-indikasi: Hipersensitivitas terhadap clopidogrel atau komponen lain

dari formulasinya; perdarahan patologis aktif seperti PUD atau hemoragi

intrakranial; gangguan koagulasi; active peptic ulcer (tukak lambung aktif).

Bentuk sediaan: Tablet salut film 75 mg

Dosis: Oral, dewasa: myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang

terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial

peripheral yang sudah terbukti: satu kali sehari satu tablet 75 mg

23

Sediaan Clopidogrel (Plavix) 75 mg

Page 25: Kasma 05.48824.00225.09

Sindrom koroner akut: awal loading dose 300 mg; diikuti dengan satu

kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg satu

kali sehari satu tablet).

Pencegahan penutupan coronary artery bypass graft (saphenous vein):

pasien dengan alergi terhadap aspirin: dosis loading: 300 mg 6 jam ; dosis

maintenance: 50-100 mg/hari

Aturan pakai: Satu kali sehari satu tablet 75 mg, dapat diminum dengan atau

tanpa makanan.

Efek samping: Perdarahan gastrointestinal (saluran pencernaan), purpura,

bruising, haematoma, epistaxis, haematuria, ocular haemorrhage, perdarahan

intracranial, nyeri abdominal (perut), gastritis, konstipasi, rash, dan pruritus

(gatal).

Perhatian: Resiko khusus (wanita hamil/gagal ginjal/kelainan hepar). Pada

kehamilan memiliki faktor resiko B; tidak direkomendasikan untuk wanita

yang sedang menyusui; pasien yang memiliki resiko peningkatan perdarahan

dari suatu trauma, pembedahan atau kondisi patologik lainnya. Pasien dengan

penyakit hepatik sedang yang kemungkinan mengalami perdarahan diatheses.

Penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal dan pasien usia lanjut

tidak diperlukan.

Interaksi Obat: Clopidogrel harus digunakan dengan hati-hati pada pasien

yang mendapatkan obat lain yang dapat meningkatkan resiko perdarahan,

seperti antikoagulan, antiplatelet lain dan NSAID.

24

Page 26: Kasma 05.48824.00225.09

c. Asam asetilsalisilat (Aspilet)(6,7,9)

Farmakodinamik: Asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat dari

golongan NSAID yang menghambat sintesis prostaglandin. Bekerja di pusat

pengatur suhu tubuh di hipotalamus dan mengganggu produksi tromboksan A,

suatu substansi yang menstimulasi agregasi platelet. Efek terapeutik:

mengurangi respon inflamasi dan intensitas nyeri, menurunkan panas,

menghambat agregasi platelet.

Farmakokinetik

Absorbsi: cepat dan komplit dari saluran cerna

Distribusi: Ikatan dengan protein tinggi dan terdistribusi luas.

Metabolisme: terhidrolisis dengan cepat menjadi salisilat.

Ekskresi: -

Indikasi: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard,

demam, nyeri pasca vaksinasi, sakit gigi, nyeri otot dan nyeri saraf.

Kontra-indikasi: Tukak peptik, kelainan perdarahan, asma.

Dosis: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard 1 tab

1x/hari.

Efek samping: gangguan saluran cerna, pusing, reaksi hipesensitif.

Perhatian: gangguan fungsi hati atau ginjal, hamil, laktasi.

Interaksi Obat: ACE Inhibitor efek antihipertensi berkurang, kortikosteroid

meningkatkan insiden ulserasi saluran cerna.

25

Page 27: Kasma 05.48824.00225.09

d. ISDN(6,7,9)

Farmakodinamik: Merupakan organik nitrat yang dapat mengubah Nitric

oxide (NO) menjadi bentuk aktif dengan mengaktifkan guanilat siklase dan

meningkatkan sintesis guanosin 3’,5’-monophosphate (cGMP) pada otot polos

dan jaringan lain yang menyebabkan defosforilasi miosin sehingga terjadi

ralaksasi otot polos (vasodilatasi) dan pengeluaran prostasiklin (PGI 2) dari

endotelim yang bersifat vasodilator dan anti agregasi platelet.

Farmakokinetik

Absorbsi: setelah menjadi bentuk aktif, yaitu mononitrat diabsorbsi di

mukosa mulut dan hampir lengkap di saluran cerna. Jika diberikan SL,

onset kerja 5-20 menit, mencapai konsentrasi puncak setelah 15-60

menit dan lama kerja 45-120 menit. Sedangkan jika per oral onset kerja

15-45 menit, mencapai konsentrasi puncak setelah 45-120 menit dan

lama kerja 2-6 jam, bioavailabilitas 10-90%, rata-rata 25%.

Distribusi:berikatan dengan protein sangat rendah.

Metabolisme: di hepar menjadi metabolit aktif yaitu isosorbid

mononitrat.

Ekskresi: melalui urin dan feses, T½ 1 jam

Indikasi: Angina, ISDN per oral

Kontra-indikasi: Hipotensi berat, anemia, kehamilan (kategori C)

Dosis: Jika digunakan untuk mengatasi serangan akut angina, dosis ISDN SL

berkisar antara 2,5-10 mg, sedangkan untuk dosis pemeliharaan PJK 5-40 mg

mg/hari peroral, dengan frekuensi pemberian 3-4 kali/hari.

26

Page 28: Kasma 05.48824.00225.09

Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, muntah, mengantuk,

palpitasi, hipotensi, flushing, pusing.

Interaksi Obat: ergotamin dapat melawan efek kerja dari ISDN. Sildenafil

dapat menimbulkan efek hipotensi berat.

e. Lisinopril

Farmakodinamik: Lisinopril merupakan golongan ACE inhibitor untuk

menurunkan resistensi perifer. Menghambat Angiotensin Converting Enzyme

dimana akan mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Angiotensin II

merangsang sintesis aldosteron dan merupakan vasokonstriktor yang poten.

Efek terapeurik: mengurangi tahanan arteri perifer, tekanan darah, afterload

dan preload. Pada pasien dengan gagal jantung dapat mengurangi ukuran

jantung dan meningkatkan Cardiac output.

Farmakokinetik

Absorbsi: secara perlahan dan tidak lengkap di saluran cerna, dan tidak

dipengaruhi oleh makanan. Bioavailabilitas 25%. Konsentrasi puncak

tercapai setelah 7 jam.

Distribusi: 16% terikat protein plasma. Distribusi lewat ASI 1%

Metabolisme: Tidak memerlukan metabolisme di hepar

Ekskresi: melalui urin 100% dalam bentuk utuh. T½ 12 jam.

Indikasi: hipertensi, gagal jantung, infark miokard, nefropati diabetik.

Kontra-indikasi: riwayat angioedema dari pemakaian terapi ACE inhibitor

sebelumnya. Kehamilan (kategori C).

Bentuk sediaan: Tablet 5 mg, 10 mg.

27

Page 29: Kasma 05.48824.00225.09

Dosis: Lisinopril diberikan dalam bentuk tablet 1x/hari dengan rentang dosis

10-40 mg/hari.

Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, mengantuk,

palpitasi, hipotensi, ginekomastia,

Perhatian: hiperkalemi, gangguan fungsi ginjal, laktasi, gagal jantung

kongestif.

Interaksi Obat: Aspirin (NSAID) menghambat respon antihipertensi ACE

Inhibitor, penggunaan lisinopril bersama dengan amiloride, drospirenone,

potassium, spironolakton, triamterene meningkatkan risiko hiperkalemi.

f. Fondaparinux sodium (Arixtra)(6,7,9)

Farmakodinamik: Fondaparinux merupakan polisakarida sintetik dari

golongan antikoagulan langsung yang bekerja sebagai penghambat langsung

faktor pembekuan Xa sehingga menghentikan kaskade koagulasi darah. Efek

Terapeutik: Mencegah pembentukan trombin secara tidak langsung sehingga

mencegah pembentukan bekuan fibrin lebih lanjut. Berdasarkan penelitian

OASIS-5 (The Fifth Organisation to Assess Strategies in Acute Ischaemic

Syndromes) pada tahun 2006 yang membandingkan efikasi serta keamanan

penggunaan fondaparinux 2,5 mg/hari subkutan dan enoxaparin 1 mg/kgBB

dua kali sehari dalam waktu ≤8 hari pada pasien dengan risiko tinggi angina

tak stabil dan infark miokard, menunjukkan bahwa penggunaan enoxaparin

tidak lebih unggul daripada fondaparinux baik dari segi efikasi maupun biaya.

28

Page 30: Kasma 05.48824.00225.09

Farmakokinetik

Absorbsi: lengkap dan cepat setelah pemberian injeksi subkutan.

Bioavailabilitas 100%.

Distribusi: terutama dalam darah dan sedikit di cairan ekstravaskuler.

Metabolisme: terikat kuat di plasma terutama antitrombin III,

metabolisme minimal.

Ekskresi: melalui urin tanpa mengalami perubahan. T½ 17-21 jam.

Memanjang pada pasien dengan gangguan ginjal.

Indikasi: telah disetujui sebagai terapi angina tak stabil atau pada NSTEMI.

Kontra-indikasi: pasien angina tak stabil atau NSTEMI yang memerlukan

terapi invasif segera dalam waktu kurang dari 2 jam seperti percutaneous

coronary intervention (PCI), perdarahan aktif yang banyak, endokarditis

bakterial, gangguan ginjal berat, trombositopeni, BB<50 kg.

Bentuk sediaan: Jarum suntik prefilled 2,5 mg/0,5 mL.

Dosis: 2,5 mg/hari subkutan ≤8 hari

Efek samping: demam (14%), hematom pada bekas injeksi, mual, edem

perifer (1-4%).

Perhatian: Pasien yang mendapatkan agen antiplatelet lain seperti aspirin,

clopidogrel, ticlopidine, warfarin perlu observasi ketat.

Interaksi Obat: agen antiplatelet lain akan meningkatkan risiko perdarahan.

29

Page 31: Kasma 05.48824.00225.09

g. Amlodipin(7,9)

Farmakodinamik: Agen antiangina dan antihipertensi dihidropiridine

(vaskuloselektif) yang menghambat kanal kalsium, sehingga pergerakan ion

kalsium melewati membran sel menjadi terhambat dan kalsium di ekstrasel

tidak bisa masuk ke dalam sitosol. Efek terapeutik: mengurangi nyeri dada

(angina) melalui dilatasi arteri koroner, arteri perifer dan arteriol. Menurunkan

tahanan vaskuler perifer total dan tekanan darah melalui dilatasi.

Farmakokinetik

Absorbsi : lengkap di saluran cerna, konsentrasi puncak setelah 6-

12 jam, bioavailabilitas 60-65%.

Distribusi : 97,5% terikat dengan protein.

Metabolisme : di hepar dalam bentuk inaktif >90%

Ekskresi : melalui urin<10%, T½ 35-50 jam

Indikasi: hipertensi esensial, angina (stabil atau vasospastik)

Kontra-indikasi: hipotensi berat, kehamilan (kategori C)

Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari dosis tunggal, maksimum 10

mg/hr. Angina diberikan peroral 5-10 mg/hari dosis tunggal.

Efek samping: Edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, mengantuk,

palpitasi, hipotensi, ginekomasti, konstipasi, rasa tidak nyaman di perut,

flatulens.

Peringatan: hipotensi berat dan DM

30

Page 32: Kasma 05.48824.00225.09

Interaksi Obat: diltiazem dan eritromisin dapat menurunkan bersihan

amlodipin. H2 bloker meningkatkan konsentrasi amlodipin di plasma. Rifampin

menurunkan konsentrasi amlodipin di plasma.

h. Bisoprolol(9)

Farmakodinamik: Antihipertensi dari golongan beta bloker yang bekerja

dengan memblok reseptor β1 adrenergik di jaringan kardia. Efek terapeutik:

memperlambat sinus detak jantung dan menurunkan tekanan darah.

Farmakokinetik

Absorbsi: baik di saluran cerna.

Distribusi: 26-33% terikat dengan protein

Metabolisme: di hepar.

Ekskresi: melalui urin.

Indikasi: Hipertensi

Kontra-indikasi: syok kardiogenik, gagal jantung yang nyata, blok jantung

derajat dua atau tiga.

Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari, dapat ditingkatkan sampai 20

mg/hari.

Efek samping: hipotensi yang ditandai dengan pusing, sakit kepala,

ekstremitas dingin, lemah, konstipasi atau diare.

Interaksi Obat: NSAID mengurangi efek antihipertensi, Clonidin dapat

menimbulkan rebound hipertensi, kokain dipotensiasi oleh bisoprolol sehingga

menginduksi vasokonstriksi koroner.

31

Page 33: Kasma 05.48824.00225.09

DISKUSI/PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

berupa hasil laboratorium dan elektrokardiografi, maka diagnosis klinis pasien ini

adalah Angina Pektoris Tak Stabil, diagnosis etiologi yaitu Hipertensi stage II dan

diagnosis anatomi penyempitan arteri koroner jantung.

Terapi yang diberikan pada pasien ini sejak masuk ke IGD sampai

perawatan hari ke tiga di ruangan adalah IVFD RL 12 tpm, Clopidogrel (Plavix) 4

tablet kemudian dilanjutkan 1 tablet/hari, Asam asetilsalisilat 1x1, ISDN 3x5 mg

peroral, Lisinopril 10 mg 0-0-I (SL), Fondaparinux sodium 1x2,5 mg, Amlodipin

1x10 mg dan Bisoprolol 1x5 mg. Untuk menetapkan rasional tidaknya terapi yang

diberikan, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Obat yang diberikan harus tepat indikasi sesuai dengan standar medis/panduan

klinis atau sesuai dengan penyakit yang dihadapinya. Contoh penggunaan obat

tidak rasional: Penggunaan Antibiotik untuk Diare yang Non Spesifik,

Penggunaan Antibiotik untuk infeksi virus saluran nafas atas,

2. Tepat obat, obat berdasarkan efektifitasnya, keamanannya, dosis,

3. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi dan kemungkinan efek yang tidak

diinginkan, misal pasien yang mempunyai gangguan iritasi lambung tidak

diberikan analgesik yang mempunyai efek samping mengiritasi lambung

4. Tepat penggunaan obat artinya pasien mendapat informasi yang relevan,

penting dan jelas mengenai kondisinya dan obat yang diberikan (Aturan

minum, sesudah atau sebelum makan, dll)

32

Page 34: Kasma 05.48824.00225.09

5. Tepat monitoring, artinya efek obat yang diketahui dan tidak diketahui

dipantau dengan baik.

Dengan demikian, kerasionalan dalam pemberian terapi dapat dirangkum secara

keseluruhan menjadi 4T 1W + EARMU, yaitu Tepat Indikasi, Tepat Dosis, Tepat

Pemakaian, Tepat Pasien dan Waspada efek samping + Efektif Aman Rasional

Murah dan Mudah didapat.

Penjelasan mengenai rasional tidaknya terapi tersebut akan dijelaskan

dalam tabel di halaman berikutnya.

33

Page 35: Kasma 05.48824.00225.09

No. Terapi Teori KasusRasional

Ya Tidak1 IVFD RL Indikasi: Sebagai terapi rumatan untuk mencegah terjadinya

dehidrasi.Kontra Indikasi: Hipernatremi, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, laktat asidosis.Dosis: sesuai dengan kondisi penderita.

Diberikan 12 tpm yang akan habis dalam waktu 13 jam/500 mL RL. Tidak ada kontra indikasi pada pasien.Tetesan lambat diberikan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan yang dapat meningkatkan beban kerja jantung.

2 Clopidogrel (Plavix)

Indikasi: Mengurangi kejadian sindrom koroner akut (angina tidak stabil atau Infark miokard non-gelombang Q)Kontra Indikasi: Hipersensitivitas terhadap clopidogrel atau komponen lain dari formulasinya; perdarahan patologis aktif seperti PUD atau hemoragi intrakranial; gangguan koagulasi; tukak lambung aktif.Dosis: Loading dose 4x75 mg, diikuti dengan satu kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg satu kali sehari satu tablet).Efek samping: Perdarahan gastrointestinal (saluran pencernaan), purpura, bruising, haematoma, epistaxis, haematuria, ocular haemorrhage, perdarahan intracranial, nyeri abdominal (perut), gastritis, konstipasi, rash, dan pruritus (gatal).Interaksi Obat: Clopidogrel harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang mendapatkan obat lain yang dapat meningkatkan resiko perdarahan, seperti antikoagulan, antiplatelet lain dan NSAID.

Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak stabiltepat indikasiTidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

Pemberian Clopidogrel (Plavix): 4 tablet kemudian dilanjut kan 1 tablet/hari. 1 tablet 75 mg tepat dosis dan pemakaian.

Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam masa perawatan setelah pemberian obat pada hari kedua.

Hari kedua perawatan: Pasien mengeluh nyeri ulu hatiefek samping obat, namun tidak ada terapi/masukan yang diberikan untuk mengatasi nyeri ulu hati tersebuttidak waspada efek samping

3 Asam asetilsalisilat (Aspilet)

Indikasi: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard Kontra-indikasi: Tukak peptik, kelainan perdarahan, asmaDosis: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard 1 tab 1x/hari.

Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak stabiltepat indikasi

Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

32

Page 36: Kasma 05.48824.00225.09

Efek samping: gangguan saluran cerna, pusing, reaksi hipesensitif.Interaksi Obat: Efek antihipertensi ACE Inhibitor berkurang.

Pemberian Asam asetilsalisilat 1x1 tablet disertai pemberian antiplatelet lain, antikoagulan dan antihipertensiAspirin dapat dikombinasi dengan Clopidogrel dengan pemberian 1x1 tablettepat penggunaan.

Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam masa perawatan setelah pemberian obat pada hari kedua.

Hari kedua perawatan: Pasien mengeluh nyeri ulu hatiefek samping obat, namun tidak ada terapi/masukan yang diberikan untuk mengatasi nyeri ulu hati tersebuttidak waspada efek samping obat

4 ISDN Indikasi: Angina, ISDN per oral Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, muntah, mengantuk, palpitasi, hipotensi, flushing, pusing.Kontra-indikasi: Hipotensi berat, anemia, kehamilan (kategori C)Dosis: Jika digunakan untuk mengatasi serangan akut angina, dosis ISDN SL berkisar antara 2,5-10 mg, sedangkan untuk dosis pemeliharaan PJK 5-40 mg mg/hari peroral, dengan frekuensi pemberian 3-4 kali/hari. Interaksi Obat: ergotamin dapat melawan efek kerja dari ISDN. Sildenafil dapat menimbulkan efek hipotensi berat.

Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak stabiltepat indikasi

Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

Pemberian ISDN peroral 3x5 mg merupakan dosis pemeliharaan PJKtepat dosis dan pemakaian

Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam masa perawatan setelah pemberian obat pada hari kedua.

Mulai hari kedua perawatan pasien mengeluh sakit kepalaefek samping obat

5 Lisinopril Indikasi: hipertensi, gagal jantung, infark miokard, nefropati diabetik.

Diagnosis etiologi dan klinis pasien adalah hipertensi stage II dan angina tak stabiltepat indikasi.

33

Page 37: Kasma 05.48824.00225.09

Kontra-indikasi: riwayat angioedema dari pemakaian terapi ACE inhibitor sebelumnya. Kehamilan (kategori C).Dosis: Lisinopril peroral diberikan dalam bentuk tablet 1x/hari dengan rentang dosis 10-40 mg/hari.Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, mengantuk, palpitasi, hipotensi, ginekomastia.Interaksi Obat: Aspirin (NSAID) menghambat respon antihipertensi ACE Inhibitor, penggunaan lisinopril bersama dengan amiloride, drospirenone, potassium, spironolakton, triamterene meningkatkan risiko hiperkalemi.

Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

Pemberian Lisinopril 10 mg 0-0-Itepat dosis Cara pemberian sublingual, tidak ada literatur yang mendukung. Semuanya menyebutkan pemberian oraltidak tepat pemakaian

Keadaan klinis: Tekanan darah pasien meningkat pada hari ketiga dan keempat dari perawatan menjadi 170/120 meski antihipertensi diberikanTerjadi interaksi obat antara ACE inhibitor dengan NSAID yang menyebabkan antihipertensi ACE inhibitor dihambattidak tepat monitoring

Selain sebagai antihipertensi, lisinopril (gol ACE Inhibitor) juga berfungsi sebagai remodelling jantung. Karena itu, meski efek antihipertensinya berkurang karena interaksi obat dengan Asam asetilsalisilat, penggunaannya tetap dilanjutkan karena efek terapeutik yang lain.

Mulai hari kedua perawatan pasien mengeluh sakit kepalaefek samping obat

6 Fondaparinux sodium (Arixtra)

Indikasi: telah disetujui sebagai terapi angina tak stabil atau pada NSTEMI.Kontra-indikasi: pasien angina tak stabil atau NSTEMI yang memerlukan terapi invasif segera dalam waktu kurang dari 2 jam seperti percutaneous coronary intervention (PCI),

Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak stabiltepat indikasi

Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

34

Page 38: Kasma 05.48824.00225.09

perdarahan aktif yang banyak, endokarditis bakterial, gangguan ginjal berat, trombositopeni, BB<50 kg.Perhatian: Pasien yang mendapatkan agen antiplatelet lain seperti aspirin, clopidogrel, ticlopidine, warfarin perlu observasi ketat.Interaksi Obat: agen antiplatelet lain akan meningkatkan risiko perdarahan.Dosis: 2,5 mg/hari subkutan ≤8 hariEfek samping: demam (14%), hematom pada bekas injeksi, mual, edem perifer (1-4%).

Pemberian Fondaparinux sodium 1x2,5 mg/hari subkutantepat dosis dan tepat pemakaian, namun harus monitoring ketat karena dikombinasikan dengan antiplatelet lain.

Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam masa perawatan setelah pemberian obat pada hari kedua.

7 Amlodipin Indikasi: hipertensi esensial, angina (stabil atau vasospastik)Kontra-indikasi: hipotensi berat, kehamilan (kategori C)Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari dosis tunggal, maksimum 10 mg/hr. Angina diberikan peroral 5-10 mg/hari dosis tunggal. Efek samping: Edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, mengantuk, palpitasi, hipotensi, ginekomasti, konstipasi, rasa tidak nyaman di perut, flatulens.Interaksi Obat: diltiazem dan eritromisin dapat menurunkan bersihan amlodipin. H2 bloker meningkatkan konsentrasi amlodipin di plasma. Rifampin menurunkan konsentrasi amlodipin di plasma.

Diagnosis etiologi pasien adalah hipertensi stage IItepat indikasi.

Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

Pemberian amlodipin pada hari ketiga perawatan dengan dosis 1x10 mg (dosis maksimum)Keluhan sakit kepala pasien tidak pernah hilangefek samping obat.

Perbaikan klinis: tekanan darah pasien turun menjadi 140/100 mmHg dari 170/120 mmHg setelah kombinasi beberapa obat antihipertensi.

8 Bisoprolol Indikasi: HipertensiKontra-indikasi: syok kardiogenik, gagal jantung yang nyata, blok jantung derajat dua atau tiga.Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari, dapat ditingkatkan sampai 20 mg/hari.Efek samping: hipotensi yang ditandai dengan pusing, sakit

Diagnosis etiologi pasien adalah hipertensi stage IItepat indikasi.

Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang dialami pasientepat pasien

35

Page 39: Kasma 05.48824.00225.09

kepala, ekstremitas dingin, lemah, konstipasi atau diare.Interaksi Obat: NSAID mengurangi efek antihipertensi, Clonidin dapat menimbulkan rebound hipertensi, kokain dipotensiasi oleh bisoprolol sehingga menginduksi vasokonstriksi koroner.

Pemberian bisoprolol pada hari ketiga perawatan dengan dosis 1x5 mg peroraltepat dosis dan pemakaian. Keluhan sakit kepala pasien tidak pernah hilangefek samping obat.Sama seperti Lisinopril, NSAID mengurangi efek antihipertensi.

36

Page 40: Kasma 05.48824.00225.09

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Secara keseluruhan, dalam upaya terapi farmakologi yang diberikan terhadap

pasien ini adalah rasional sesuai dengan literatur.

2. Clopidogrel (Plavix) 4 tablet kemudian dilanjutkan 1 tablet/hari, ISDN 3x5

mg peroral, Fondaparinux sodium 1x2,5 mg adalah rasional dengan catatan

perlu pemantauan ketat tehadap risiko perdarahan dari kombinasi

antikoagulan dan antiplatelet.

3. Lisinopril 1x10 mg, Amlodipin 1x10 mg dan Bisoprolol 1x5 mg, semuanya

masuk dalam golongan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan angina

yaitu masing-masing dari golongan ACE Inhibitor, Ca Channel Blocker dan

Beta Blocker, sehingga penggunaannya dalam terapi pasien ini adalah

rasional, namun perlu memperhitungkan interaksi obat yang terjadi dengan

golongan NSAID.

4. Nyeri ulu hati yang dirasakan pasien perlu tindak lanjut dengan memberikan

terapi obat untuk mencegah ulkus peptikum misalnya dari golongan antagonis

reseptor H2 seperti ranitidin.

5. Jika obat dari golongan antagonis reseptor H2 seperti ranitidin diberikan,

sebaiknya dosis Amlodipin 1x10 mg dikurangi menjadi 1x5 mg/hari

mengingat antagonis reseptor H2 dapat meningkatkan efek hipotensi.

37

Page 41: Kasma 05.48824.00225.09

KEPUSTAKAAN

1. Himapid FKM UNHAS. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner. [Online]

2008 [cited 2011 Feb 16]; Available from:

http://himapid.blogspot.com/2008/10/penyakit-kardiovaskuler-pkv-

terutama.html

2. Medistra hospital. Penyakit jantung koroner. [Online] 2011 [cited 2011 Feb

13]; Available from: http://www.medistra.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=76

3. Katzung, Bertram G., 1997, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6, Alih

Bahasa: Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, Editor:

Anwar Agoes, EGC, Jakarta.

4. T. Bahri Anwar. Angina pektoris tak stabil. [Online] 2004 [cited 2011 Feb

13]; Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf

5. Dewoto HR. Antikoagulan, antitrombotik, trombolitik dan hemostatik. In

Farmakologi dan Terapi. 5th Edition. Gaya Baru. Jakarta: 2007.

6. Multum Cerner. Drug information. [Online] 04/27/2010 3:47:12 PM [cited

2011 Feb 14]; Available from: http://www.drugs.com/plavix.html.

7. Sweetman SC. Cardiovascular drugs in Martindale: the complete drugs

reference. 35th Edition. Pharmaceutical Press. USA: 2007.

38

Page 42: Kasma 05.48824.00225.09

8. Ndadari Lestarining Wahyu. Penggunaan antiplatelet clopidogrel dalam

terapi angina pektoris. [Online] 2007 [cited 2011 Feb 14]; Available from:

http://yosefw.wordpress.com/2007/12/29/penggunaan-antiplatelet-

clopidogrel-dalam-terapi-angina-pectoris/

9. Ellsworth AJ, Witt DM, Dugdale DC, Oliver LM. Mosby’s medical drug

reference. Elsevier Mosby. Philadelphia: 2006.

39