Karya Tulis Jadi

download Karya Tulis Jadi

of 25

description

tugas presentasi

Transcript of Karya Tulis Jadi

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPangan adalah kebutuhan dasar manusia. Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan dasar ini dengan segala kemampuan agar dapat bertahan hidup. Menurut Suryana (2004) negara atau wilayah mempunyai ketahanan pangan yang baik apabila mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk, dengan ketahanan pangan yang baik, terdapat suatu jaminan bagi seluruh penduduk untuk memperoleh pangan dan gizi yang cukup untuk menghasilkan generasi yang sehat dan cerdas.

Gambar 1. Peta Negara Kesatuan Republik IndonesiaIndonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki iklim dan musi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Iklim dan musi yang sulit diprediksi dapat menghambat pertumbuhan produk pertanian. Eratnya, hubungan produksi pangan dengan iklim dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi pada satu situasi dan penurunan produksi pada situasi lain. Perbedaan jumlah produksi ini dapat mempengaruhi harga baik ditingkat petani sebagai produsen ataupun masyarakat sebagai konsumen.Ketersedian, distribusi serta tingkat harga pangan merupakan kebutuhan pokok rakyat, sangat berpengaruh terhadap stabilitas nasional. Pakpahan dan Pasandaran (1990) mengatakan keamanan pangan merupakan persepsi mengenai situasi atau kondisi hubungan antara manusia dengan kebutuhannya terhadap pangan.Elastisitas permintaan dan penawaran pangan yang rendah menyebabkan besarnya fluktuasi harga pangan (Nicholson, 2000). Impor pangan untuk mengatasi fluktuasi pangan tanpa pengendalian dapat menyebabkan terganggunya kesinambungan usaha produsen pangan local karena harga produk impor kencerundangnnya lebih murah dibandingakan produk local. Harga yang rendah tersebut tidak mencerminkan tingkat efisiensi, tetapi telah terdistorsi dengan berbagai bantuan dari pemerintah.Fenomena produksi, perdagangan dan konsumsi pangan yang ada di Indonesia menuntut peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Peran tersebut diharapkan mampu mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan tujuan antara, dalam konteks ini adalah stabilitas harga pangan. Menurut Ellis (1992), salah satu tujuan kebijakan harga pangan adalah menstabilkan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro.Oleh karena itu, semua penjelasan di atas dapat dijadikan alasan untuk diadakannya penelitian tentang bagaimana pentingnya stabilisasi harga pangan untuk dapat mewujudkan Ketahanan Pangan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan di Indonesia. 1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Mengapa stabilisasi harga pangan pangan harus dilakukan oleh pemerintah ?2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan harga pangan tidak stabil?3. Sebarapa pentingnya kebijakan stabilisasi harga pangan harus dilakukan?4. Efek apa yang dapat dirasakan oleh produsen, pedagang, dan konsumen jika harga pangan tidak stabil? 1.3 TujuanPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hal-hal berikut.1. Menganalisis hubungan ketahanan pangan dengan segala hal yang berkaitan dengan harga pangan.2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan harga pangan yang tidak stabil.3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang stabilisasi harga pangan dan konsisi ketahanan pangan Indonesia.4. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya dialakukan stabilisasi harga pangan untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia dalam keadaan aman.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 PanganMenurut UU no. 18 tahun 2012 tentang pangan menjelaskan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem Pangan yang memberikan pelindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengonsumsi pangan.Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Hal itu berarti bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi Pangan masyarakat sampai pada tingkat perseorangan, negara mempunyai kebebasan untuk menentukan kebijakan Pangannya secara mandiri, tidak dapat didikte oleh pihak mana pun, dan para Pelaku Usaha Pangan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan melaksanakan usahanya sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Pemenuhan konsumsi Pangan tersebut harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya dan kearifan lokal secara optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut, tiga hal pokok yang harus diperhatikan adalah (i) ketersediaan pangan yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal, (ii) keterjangkauan pangan dari aspek fisik dan ekonomi oleh seluruh masyarakat, serta (iii) pemanfaatan pangan atau konsumsi Pangan dan Gizi untuk hidup sehat, aktif, dan produktif.Pewujudan ketersediaan pangan yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal dilakukan dengan Penganekaragaman Pangan dan pengutamaan Produksi Pangan dalam negeri. Pewujudan keterjangkauan Pangan dari aspek fisik dan ekonomi dilakukan melalui pengelolaan stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, pengelolaan cadangan Pangan Pokok, dan pendistribusian Pangan Pokok. Pemanfaatan pangan atau konsumsi Pangan dan Gizi akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Hal itu dilakukan melalui pemenuhan asupan Pangan yang beragam, bergizi seimbang, serta pemenuhan persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan.2.2 Ketahanan Pangan Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain : 1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat. 3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat. 4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. 5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim). 6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems, 2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. 7. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup sehat. Ketahanan pangan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi. Ketersediaan dan distribusi memfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah, sedangkan sub sistem konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Dengan demikian, ketahanan pangan adalah isu di tingkat wilayah hingga tingkat keluarga, dengan dua elemen penting yaitu ketersediaan pangan dan akses-akses setiap individu terhadap pangan yang cukup (Suryana 2004). Pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga sub sistem tersebut di atas. Pembangunan sub sistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan keseimbangan penyediaan pangan yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub sistem distribusi bertujuan untuk menjamin aksesibilitas pangan dan menjamin stabilitas harga pangan strategis. Pembangunan sub sistem konsumsi bertujuan untuk menjamin agar setiap warga mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup, aman dan beragam. Pembangunan ketiga sub sistem tersebut dilaksanakan secara simultan dan harmonis dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, pendekatan sistem usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis, dan melalui pendekatan koordinasi.

Gambar 2. Kerangka pikir konseptual ketahanan pangan

Pada Gambar 2 dapat dilihat hubungan antara ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Sebagaimana gambaran keterkaitan ketiga sub sistem ketahanan pangan yang telah dijelaskan di atas, pada gambar 2 digambarkan hubungan dari ketiga sub sistem (ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan) beserta indikator-indikatornya. Ketersediaan dan akses memfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah. Sub sistem ketersediaan ditentukan dari produksi pangan, cadangan, impor dan bantuan pangan). Pada sub sistem akses, pembelian pangan di pasar ditentukan oleh harga pangan dan pendapatan masyarakat itu sendiri. Sementara itu, adanya bantuan atau subsidi dari pemerintah ataupun pihak luar juga merupakan penentu kemudahan akses masyarakat terhadap pangan. Pencapaian ketahanan pangan juga dilihat dari pemanfaatan pangan. Pada sub sistem pemanfaatan pangan dapat dilihat pencapaiannya dari konsumsinya (tingkat kecukupan) yang dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan (pengetahuan, praktek budaya setempat dan alokasi waktu).2.3 InflasiDalamilmu ekonomi,inflasiadalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilaimata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilahinflasijuga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaanuangyang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%30% setahun; berat antara 30%100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.2.4 Ekonomi MakroEkonomi makroataumakro-ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makro-ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan sepertipertumbuhan ekonomi,stabilitas harga,tenaga kerjadan pencapaiankeseimbangan neracayang berkesinambungan.2.5 Ekonomi MikroIlmu ekonomi mikro(sering juga ditulismikro-ekonomi) adalah cabang dariilmu ekonomiyang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjual belikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut memengaruhipenawaran dan permintaanatas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya.Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).2.6 EksporEksporadalah proses transportasibarangataukomoditasdari suatunegarake negara lain.Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional.Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. 2.7 ImporImporadalah prosestransportasibarangataukomoditasdari suatunegarake negara lain secaralegal, umumnya dalam prosesperdagangan.Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan daribea cukaidi negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalahekspor. 2.8 Pertumbuhan ekonomiPertumbuhan ekonomiadalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

BAB IIIPEMBAHASAN MASALAH3.1 Konsep dan Status PanganPangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Penggunaan pangan tidak hanya sebagai pemberi zat gizi, tetapi juga berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi dan politik, karena pentingnya posisi pangan dalam masyarakat maka diperlukan peraturan dan perundang-undangan tentang pangan.Undang-Undang yang mengatur tentang pangan adalah UU No. 7 tahun 1996 Pemerintah Republik Indonesia (1996). Menurut UU tersebut pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyuapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman. UU No. 7 tahun 1996 belum menyebutkan tentang status pangan akan tetapi dalam PP No. 68 tahun 2002 ada disebutkan status pangan tertentu bersifat pokok, misalnya beras. Dalam kasus pangan pokok, peran pemerintah melebihi peran terhadap pangan lain, yaitu mewujudkan cadangan pangan dan melakukan pengendalian harga.Dari aspek gizi, Haryadi et al. (2003) mendefinisikan makanan pokok adalah pangan yang dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat / kalori, yang meliputi scralia (beras, jagung jail, sorgum, dan sebagainnya) umbi-umbian ( singkong, ubi jalar, talas, kentang, uwi dan sebagainnya) dan tanaman pohon (sagu, sukun, pisang, dan sebagainnya). Namun sampai saat ini kegijakan pangan nasional masih bertumpu pada beras.Kenapa ketahanan pangan selalu dikaitkan dengan komoditas beras. Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut adalah (Amang dan Sawit, 2001):1. Beras merupakan pangan pokok utama dengan tingkat partisipasi konsumsi yang paling tinggi dibandingkan bahan pangan lain.2. Kebijakan diversifikasi pangan dalam upaya memperbaiki mutu gizi masyarakat sudah ditetapkan sejak tahun 1974 dan disempurnakan dengan Inpres No. 20 tahun 1979, namun hingga saat ini belum efektif.3. Jagung dan umbi-umbian merupakan barang inferior, sedangkan beras barang normal dan permintaannya tidak elastis terhadap perubahan harga. Artinya kenaikan pendapatan menurunkan konsumsi jagung dan umbi-umbian, sebaliknya untuk beras. Kalaupun harga beras naik, permintaannya tidak banyak berubah.4. Secara fisik pangan non beras tidak siap untuk dikonsumsi secara langsung. Masih diperlukan industri pengolahan untuk memudahkan untuk dikonsumsi dan disimpan. Sementara itu untuk beras mudah untuk dikonsumsi tanpa melalui proses teknologi yang rumit.5. Subtitusi beras oleh pangan non beras melalui kebijakan harga dan substitusi mengalami kesulitan, karena elastisitas silang beras dan non beras (selain terigu) nilainnya relatif kecil.6. Nilai gizi beras, baik kandungan energi maupun proteinnya, realtif lebih tinggi dari bagan pokok lainnya.

No.Bahan PanganEnergi (Kkal / 100 gram bahan)Protein (gram / 100 gram bahan)

1Beras3606,0

2Jagung kuning3077,9

3Ubi jalar1231,8

4Singkong1461,2

5Gaplek3381,5

Tabel 1. Kandungan Energi dan Protein Beras dan Pangan Non Beras lainnya.7. Beras terkait erat dengan inflasi dan kestabilan ekonomi makro.8. Indonesia merupakan negara net importer beras terbesar, sedangkan beras di pasar dunia tipis (thin market) hanya sekitar 4% - 7% dari produksi dunia.3.2 Konsep dan Indikator Ketahanan PanganMenurut PP Nomor 68 tahun 2002 (Pemerintah Republik Indonesia, 2002), yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Selanjutnya dijelaskan ketersediaan pangan adalah tersediannya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan atau sumber lain. Indikator ini masih masih bersifat makro, karena bisa saja pangan tersedia, tapi tidak dapat diakses oleh masyarakat. Untuk melihat apakah ketersediaan itu bersumber dari dalam negeri atau sumber lain, dapat dilihat dari rasio ketersediaan pangan dalam negeri dengan produksi dalam negeri.Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun belum cukup. Untuk itu diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan menurut wilayah (kota desa) dan pendapatan (tinggi sedang rendah). Indikator yang dapat digunakan adalah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduannya nenunjukkan tingkat aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan (DKP, 2003). Walaupun pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat maka kinerjanya akan rendah.Aksesibilitas tersebut menggambarkan aspek pemerataan dan keterjangkauan. Karena menurut PP No. 68 tahun 2002, pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan keseluruh wilayah damapi ke tingkat sumah tangga, sedangkan keterjangkauan adalah keadaan di mana rumah tangga secara berkelanjutan mampu memngakses pangan sesuai dengan kebutuhan untuk hidup sehat dan produktif.Indikator lainnya adalah mutu pangan, yaitu dapat dinilai atas dasar kroteria keamanan pangan dan kandungan gizi. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Untuk mendapatkan kualitas gizi yang baik, diperlukan variasi konsumsi. Untuk itu telah dikembangkan suatu kebijakan diversifikasi konsumsi pangan, yaitu Pola Pangan Harapan (PPH). PPH adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumber energi, baik secara absolute maupun relative terhadap total energi terhadap total energi konsumsi. Tujuan utama penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan untuk yang dianjurkan yang terdiri dari kombinasianeka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai cita rasa (FAO RAPA, 1989 dalam: Haryadi et al. 2003) pedoman ini dapat berubah sesuai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemajuan teknologi.Menurut Simatupang (1999), secara hirarki ketahanan pangan terdapat pada tingkat global, regional, lokal (daerah), rumah tangga, dan individu. Tingkat katahanan pangan yang lebih tinggi merupakan syarat yang diperlukan (necessary condition) bagi tingkat ketahnan panga yang lebih rendah, tetapi bukan syarat yang paling mencukupi (sufficient condition), karena tercapainnya ketahan pangan di tingkat wilayah tidak menjamin tercapainnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan adanya fakta bahwa walaupun di tingkat nasional dan wilayah (provinsi) memiliki status tahan pangan terjamin, namun di wilayah tersebut masih ditemukan rumah tangga yang rawan pangan (Sudaryanto dan Rusastra, 2000, Rachman, 2004).Menurut Simatupang (1999), vulnerabilitas dalam ketahanan pangan dibedakan mejadi dua elemen. Pertama, stabilitas, yang menunjukkan kerentanan internal pada akses dan ketersediaan pangan terhadap gangguan domestik seperti penurunan produksi pangan domestik dan goncangan ekonomi. Kedua, keandalan pangan terhadap perdagangan internasional. Sementara itu, menurut Saliem et al. (2003) aspek keberlanjutan ketahanan pangan identik dengan kebijakan dan stategi peningkatan kemandirian pangan nasional.Indikator yang di gunakan untuk mengukur ketahanan pangan dari sisi kemandirian antara lain: (1) ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produk pangan domestik, yang diukur dari rasio produksi atau ketersediaan pangan domestik yang dapat dikonsumsi terhadap ketersediaan pangan nasional, (2) ketergantunga ketersediaan pangan nasional pada pangan impor dan atau net impor, yang diukur dari rasio impor pangankotor dan atau net impor terhadap ketersediaan pangan nasional, (3) ketergantungan ketersediaan pangan terhadap transfer pangan dari pihak atau Negara lain. Dan dua indikator pertama kemandiriaan pangan nasional masih tergolong aman, namun dari waktu ke waktu terjadi peningkatan ketergantunga terhadap impor.3.3 Kebijakan Harga PanganMenurut Fogiel (1992), elastisitas permintaan suatu produk ditentukan oleh: (1) keberadaan produk substitusi, makin banya produk sistusinya makin elastic permintaannya, (2) pendapatan yang digunakan terhadap suatu produk, makin besar pendapatan yang digunakan untuk suatu produk makin elastis permintaan produk tersebut, dan (3) tingkat kebutuhan terhadap suatu produk, makin tinggi tingkat kebutuhan terhadap suatu produk makin tidak elastic permintaan produk tersebut.Berdasarkan hal itu, produk pangan yang merupakan kebutuhan pokok umumnya tidak elastic jika dibandingkan dengan dengan non pangan, karena tingkat kebutuhan produk pangan pokok pangan di Indonesia sangant tinggi. Sifat harga pangan yang demikian menyebabkan petani menerima harga rendah saat panen raya dan sebaliknya pada saat produksi rendah. Keadaan ekstrem ini dapat menimbulkan kerisauan bagi konsumen pada saat produksi rendah dan bagi produsen saat panen raya, sehingga diperlukan peran pemerintah untuk mengendalikan harga pangan ke arah yang lebih stabil dengan tujuan untuk melindungi konsumen maupun produsen.Menurut Ellis (1992), salah satu tujuan kebijakan harga pertaniaan adalah menstabilkan harga pertanian agar mengurangi ketidakpastian usaha tani, dan menjamin harga pangan yang lebih stabil bagi konsumen dan stabiltas harga di tingkat makro. Selanjutnya dikatakan, kebijakan harga pertanian dapat dilakukan dengan melalui berbagai instrument, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Secara tidak langsung stabilisasi harga dapat dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari aspek makro kebijakan harga pangan bertujuan untuk menstabilkan harga pangan dan menstabilkan penerimaan petani. Kedua tujuan tersebut diharapkan meningkatkan aktivitas petani untuk tetap berproduksi, sehingga ketersediaan pangan sebagai kebutuhan pokok menjadi stabil dan berkelanjutan. Stabilnya harga pangan dan penerimaan peteni akan meningkatkan akses masyarakat terhadap produk pangan.Dari akspek makro, dengan asumsi kontribusi pengeluaran pangan masih signifikan terhadap pengeluaran total rumah tangga, fluktuasi harga pangan dapat menyebabkan fluktuasi inflasi. Jika ini terjadi stabilitas ekonomi makro akan terpengaruh yang menyebabkan meningkatnya ketidakpastian untuk berusaha. Adanya kebjakan harga pangan diharapkan dapat menghindari fluktuasi harga pangan dan selanjutnya meredam instabilitas ekonomi makro yang mungkin terjadi.3.3.1 Bentuk Kebijakan Harga PanganKenaikan harga merupakan kondisi yang relatif disukai oleh produsen dan akan mendorong produsen untuk berproduksi. Namun, jika peningkatan produksi tidak diikuti dengan kenaikan daya beli konsumen akan mejadi hal ayng sia sia. Sebaliknya penurunan harga relatif disukai oleh konsumen dan akan meningkatkan daya beli. Akan tetapi peningkatan daya beli tidak ada gunannya jika tidak diikuti peningkatan produksi. Keadaan yang diinginkan adalah terjadi pertumbuhan output dengan tingkat inflasi yang moderat terkecuali dan terjaminnya ketahanan pangan. Inflasi yang fluktiatif, walaupun diikuti dengan pertumbuhan output yang tinggi kurang disukai, karena menyebabkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan politik. Berdasarkan pemikiran tersebut maka stabilisasi harga merupakan suatu opsi kebijakan yang banyak mendapat perhatian.Berdasarkan penyebabnya, kebijakan stabilisasi harga atau stabilisasi harga dapat dilakukan dengan melakukand dengan melakukan kebijakan harga pangan, yaitu kebijakan pharga dasar (floor price) dan kebijakan harga tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini menyebabkan ketidakseimbangan pasar sehingga diperlukan kebijakan pendukung yaitu melakukan stok atau ekspor saat kebijakan harga dasar ditetapkan dan melakukan operasi pasar saat kebijakan harga atap ditetapkan (Sugiarto et al. 2002).Menurut Ellis (1992), kebijakan harga pangan yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, khususnya beras, dapat dilakukan melalui berbagai instrument, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, dan intervensi langsung. Selain melalui kebijakan harga, secara tidak langsung stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input (Ellis, 1992). Kebijakan input antara lain berupa subsidi harga sarana produksi yang diberlakukan Pemerintah terhadap pupuk, benih, peptisida, dan kredit.3.4 Stabilitasi Harga PanganJika pasar pangan internasional besar dan stabil, setiap perubahan pada produk domestik padat dikompensasikan ke dalam pasar internasional, sehingga pasar domestik akan secara otomatis terstabilkan. Namun dalam prakteknya, struktur pasar beras dunia sangat berbeda dengan struktur pangan lainnya. Bentuk yang paling membedakan adalah sangat kecil produksi beras dunia yang masuk ke dalam pasar internasional (thin market). Menurut Anang dan Sawit (2001) beras yang dipasarkan di pasar dunia hanya 4% - 7% dari pasar lokal produksi beras dunia yaitu sebesar 15 juta ton. Jika Indonesia menggantungkan impor 10% saja dari kebutuhan domestik atau tiga juta ton berarti akan menyerap 20% dari volume beras dunia yang diperdagangkan.Volume yang diperdagangkan tersebut dikuasai oleh enam Negara eksportir penting yaitu, Thailand, Vietnam, China, Amerika Serikat, Pakistan, dan India. Selain itu, permintaan dan penawaran beras internasional adalah tidak elastis merespon perubahan harga, karena produsen di Asia memberikan prioritas tinggi pada stabilitas suplai domestik, termasuk mengadakan stok untuk cadangan. Jika demikian, Negara importer yang kekurangan pangan tidak mudah mendapatkan beras dari pasar dunia, karena produsen mengutamakan untuk stok domestiknya dan akan mengekspor cadangan berasnya jika memiliki produksi beras baru, sehingga jumlahnya terbatas dan harganya relatif lebih mahal.Bentuk pasar beras internasional yang kecil dan penawaran serta permintaan yang tidak elastis menyebabkan harga menjadi tidak stabil. Menurut Anang dan Sawit (2001), selama periode 1965 1995, koefisien variasi beras di pasar dunia adalah 33% dibandingkan koefisien variasi harga beras di pasar domestik hanya 8%, artinya harga beras domestik empat kali lebih stabil dibandingkan dengan harga beras di paar dunia. Dengan demikian, harga beras domestik akan sangat tidak stabil jika pemerintah mengijinkan perdagangan bebas tanpa batasan untuk beras.Ketidakstabilan harga beras akan diterjemahkan menjadi ketidakstabilan untuk komoditas non pangan yang akan memberikan pengaruh pada investasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, pengendalian penawaran domestik dalambentuk stok penyangga, pengendalian impor, dan peningkatan teknologi diperlukan untuk mencegah ketidakstabilan harga beras domestik.Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa gangguan panen atau panen raya dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro melalui berbagai jalur, di antaranya melalui inflasi, suku bunga bank, pertumbuhan ekonomi, investasi, dan penawaran uang. Untuk mengantisipasi dampak gangguan panen atau panen raya terhadap stabilitas ekonomi makro, pemerintah melakukan kebijakan harga pangan.Tujuan utama kebijakan harga pangan adalah untuk meningkatkan ketersediaan dan konsumsi pangan yang berkaitan dengan aspek ketahanan pangan. Kebijakan harga pangan juga diharapkan mampu meredam instabilitas ekonomi makro akibat adanya ganguan panen atau panen raya. Namun demikian, kebijakan harga pangan yang menggunakan dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan APBN yang tidak terkendali juga dapat mengakibatkan menyebabkan instabilitas ekonomi, karena KLBI yang bersumber dari Bank Indonesia merupakan dana segar sehingga jika dana kebijakan harga pangan dari KLBI meninakat berrarti penawar uang akan meningkat. Demikian juga peningkatan dana APBN akan meningkatkan permintaan agregat. Peningkatan penawaran uang dan permintaan agregat akibat dari kebijakan harga pangan akan memicu terjadinya inflasi.3.4.1 Manfaat Stabilisasi Harga PanganMenurut Timmer (1996) dan Dawe (1995) biaya yang dikeluarkan untuk menstabilkan harga seharusnya tidak hanya dinilai dari segi untung / rugi sebuah perusahaan, akan tetapi harus dilihat kaitannya dengan kestabilan ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi, investasi dari sector terkait lainnya, pertahanan dan keamanan, politik, dan aspek sosial lainnya. Termasuk ketahanan pangan yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia dan tercapainnya pembangunan nasional.Menurut Moelyono (2002), motif kebijakan stabilisasi harga secara umum adalah agar terpelihara kepastian kepada produsen, pedaganga, dan konsumen. Kepstian ini melahirkan perasaan aman dan keyakinan, sehingga kalkulasi kalkulasi investasi dapat dilakukan dengan teratur, kalkulasi kalkulasi pendapatan dapat dilakukan tanpa meleset banyak dan kalkulasi kalkulasi dapat dilakukan dengan pasti. Dengan demikian stabilisasi mendorong efisiensi pada umumnya dan efisiensi dalam pengambilan keputusan.Menurut Anang dan Sawit (2001), ada tiga alasan mengapa dilakukan stabilisasi harga pangan:1. Ketidakstabilan harga pangan dapat mengurangi minat investasi pada tingkat usaha tani dari seharusnya, sebab petani tidak terangsang menggunakan teknologi baru dan alat alat pertanian. Akibat selanjutnya dapat menurunkan investasi pada kegiatan pemasaran dan pengolahan.2. Sektor industry amat berkepintingan atas stabilisai harga pangan karena amat terkait dengan upah tenaga kerja. Jika pangan cukup maka produktifitas tenaga kerja tinggi sehingga dapat berpengaruh posotif terhadap tingkat efisiensi suatu perusahaan. Stabilnya harga pangan terkait dengan stabilitas politik, sehingga mendorong peningkatan investasi dan pengaruh positif terhadap penyelenggaraan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.3. Konsumen mengalami kerugian apabila harga pangan tidak stabil, terutama kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, sebab mereka lebih peka terhadap perubahan harga pangan. Jika ini terganggu akan mudah memicu berbagai kekerasan sosial yang mengganggu stabilitas politik.

BAB IVPENUTUPAN4.1 Kesimpulan1. Pangan merupaka kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya harus diusahakan oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan gizi sehingga dapat menghasilkan generasi generasi bangsa yang berkualitas.2. Ketahanan pangan merupakan keadaan dimana terpenuhinya kebutuhan pangan seluruh rakyat baik dalam jumlah maupun mutunya. Negara atau wilayah mempunyai ketahanan pangan yang baik apabila mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk. 3. Stabilisasi harga pangan sangat diperlukan untuk mengendalikan harga harga barang non pangan. Jika stabilitasi harga pangan tidak dilaksanakan akan mengganggu pertumbuhan ekonomi bangsa yang nantinya akan mempengaruhi berbagai sektor dalam pemerintahan dan juga mengganggu keamanan Negara itu sendiri.4. Hubungan ketahanan pangan dengan stabilitas harga pangan sangatlah jelas. Jika stabilitas harga pangan tidak tercapai maka akan mengganggu segala proses pemenuhan pangan di tingkat rendah, sedang maupun tinggi. 5. Kebijakan harga pangan saat ini masih bertumpu pada produk bangan berupa padi padian yang merupakan panganan pokok masyarakat Indonesia.4.2 Saran 1. Sebaiknya stabilisasi harga pangan harus diusahakan perealisasiannya oleh pemerintah sebagai wujud pemfasilitasian kepada masyarakat Indonesia dalam pemenuha hak asasi mereka dalam pemenuhan kebutuhan pangan masing masing.2. Pemerintah hendaknya tidak hanya memfokuskan kebijakan harga pangan pada produk pangan berupa beras, tetapi juga memfokuskan kebijakan harga pangan pada produk produk pangan selain beras, karena produk produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan pengganti beras.3. Penelitian ini masih sangat mendasar, akan lebih baik lagi jika dilakukan penelitian dengan menyediakan data data yang lebih lengkap dan juga sumber sumber pustaka yang lebih memadahi.

DAFTAR PUSTAKA Ilham, Nyak. 2006. Efektifitas Kebijakan Harga Pangan Terhadap Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro. Bogor Maradona, Stevy. Bank Dunia: Harga Pangan Tinggi Warga Miskin Terancam. (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/08/19/lq5lre-bank-dunia-harga-pangan-tinggi-warga-miskin-terancam diakses tanggal 23 April 2013)Perjoeanganboeroeh. Hubungan Antara Kenaikan Harga-harga Komoditas Pangan dengan Resesi Ekonomi Dunia dan Krisis Ekonomi Indonesia yang Semakin Kronis. (http://perjoeanganboeroeh.blogspot.com/2009/06/hubungan-antara-kenaikan-harga-harga diakses tanggal 2 April 2013) Purna , Ibnu, dkk. Food Estate, Harapan Ketahanan Pangan Masa Depan. (http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4314&Itemid=29 diakses tanggal 23 April 2013)Sawit, Husein. Status Ketahanan dan Stabilisasi Harga pangan. (http://pangan.agroprima.com diakses tanggal 2 April 2013)Wafa, Indra. Isu Strategis Ketahanan Pangan. (http://www.paskomnas.com/id/berita/Isu-Strategis-Ketahanan-Pangan diakses tanggal 26 April 2013)Yustika, Ahmad Erani. Krisis Pangan dan Daya Beli Masyarakat Indonesia. (http://ahmaderani.com/krisis-pangan-dan-daya-beli-masyarakat diakses tanggal 23 April 2013)Menko Perekonomian Membahas Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan. (http://indonesia.go.id/en/ministries/minister-of-coordinator/coordinating-minister-for-the-economy/356-provinsi-papua-ekonomi/11980-menko-perekonomian-membahas-kebijakan-stabilisasi-harga-pangan diakses tanggal 26 April 2013)

26